BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasio nal. Program keluarga Berencana yang mengedepankan hak– hak reproduksi, pemberdayaan perempuan, dan kesetaraan gender telah disepakati oleh semua Negara pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo tahun 1994. Salah satu tugas pokok pembangunan KB menuju pembangunan keluarga sejahtera adalah melalui upaya pengaturan kelahiran yang dapat dilakukan dengan pemakaian kontrasepsi.
The International
Conference on
Population
and
Development (ICPD) 1994 menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi merupakan bagian dari hak – hak reproduksi yaitu bagian dari hak – hak asasi yang universal (Nafis, 2011). Hak–hak reproduksi yang paling pokok adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak dan jarak anak yang akan dilahirkan, serta memilih upaya untuk mewujudkan hak–hak tersebut. Sejak Tahun 2004 BKKBN mulai menggalakan Program KB Pria di Indonesia, dengan tekad yang kuat untuk mengajak kaum pria ber–KB. Peningkatan keikutsertaan Pria dalam ber-KB merupakan salah satu dari banyaknya sasaran yang akan dicapai dalam program jangka panjang untuk mencapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera ( BKKBN, 2006). 1
Universitas Sumatera Utara
Program KB Nasional merupakan salah satu program untuk meningkatkan kualitas penduduk, mutu sumber daya manusia, kesehatan dan kesejahteraan sosial, yang selama ini dilaksanakan melalui pengaturan kelahiran, pendewasaan usia kawin, peningkatan ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga. Dimana pendekatan KB awalnya lebih ditujukan pada aspek demografi dengan prioritas utama adalah pengendalian jumlah penduduk dan penurunan fertilitas (TFR). Namun sejak program KB Nasional diterapkan, yang menjadi sasaran pertama pada saat diterapkan adalah kaum perempuan. Dimana kaum perempuan yang harus diatur kehamilannya dengan tujuan untuk mengendalikan pertambahan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Masyarakat beranggapan bahwa perempuanlah yang hamil dan melahirkan karena itu untuk mengendalikannya maka kaum perempuan harus diatur kehamilannya. Selama itu pula akses informasi KB paling banyak dilakukan oleh kaum perempuan. Hal ini terlihat dari sejak program KB diterapkan yang menjadi objek sasaran adalah kaum perempuan. Terbukti alat konterasepsi sebagian besar diarahkan untuk kaum perempuan (Nafis, 2011). Ketika kesetaraan gender mulai disosialisasikan, perempuanlah yang paling banyak berperan sebagai peserta KB sedangkan kesertaan pria sebagai akseptor belum signifikan. Hal ini dapat dilihat dari data pencapaian keikutsertaan pria sebagai peserta baru KB pria secara nasional masih sangat rendah yaitu 1,5 persen yang terdiri dari pemakai kondom 0,9 % dan vasektomi 0,2 %. Proporsi ini sungguh sangat rendah dibandingkan perempuan yang mencapai 55,9 % dari total 57,4 % peserta KB (BPS, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD, 1994) menyepakati perubahan paradigma dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas, menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender. Hasil pertemuan konferensi ini disepakati oleh anggota termasuk Indonesia. Oleh karena itu program KB Nasional di Indonesia juga mengalami perubahan orientasi dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang didalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan usia subur baik istri atau suami dalam mencapai tujuan reproduksinya. (BKKBN, 2006). Sensus penduduk dimulai pada tahun 1930 pada masa pemerintahaan Hindia Belanda dengan jumlah penduduk sebanyak 60,7 juta jiwa. Sensus penduduk pertama setelah Indonesia merdeka pada tahun 1961 dengan jumlah penduduk sebanyak 97,1 juta jiwa. Pada tahun 1971 penduduk Indonesia berjumlah 119,2 juta jiwa, tahun 1980 penduduk Indonesia 146,9 juta jiwa, tahun 1990 sebanyak 178,6 juta jiwa, tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa dan pada tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa (Nafis, 2011). Pencatatan sensus penduduk tahun 2010 bahwa penduduk Indonesia distribusinya masih terkonsentrasi sebesar 58 % di pulau Jawa dan di pulau Sumatra sebesar 21 %, selebihnya terdapat di pulau-pulau lainnya. Ada 3 Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyaknya yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah semuanya berada di pulau Jawa. Sedangkan Provinsi Sumatra Utara menduduki peringkat keempat terbanyak jumlah penduduknya.
Universitas Sumatera Utara
Secara nasional Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia pertahun selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) adalah sebesar 1,49 %. Dengan LPP sebesar ini, jika tidak ada pengurangan pada tahun-tahun mendatang, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050 diprediksikan mencapai 365 juta jiwa lebih. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar ini menggambarkan masih banyak pasangan memiliki anak lebih dari dua di Indonesia. Dengan kata lain masih banyak terdapat keluarga besar di Indonesia. Sangat disayangkan kualitasnya masih rendah, dapat dilihat pada peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada diurutan nomor 108 dari 188 negara (Nafis, 2011). Sebagai pembanding negara Cina sukses menekan laju pertumbuhan penduduknya sejak tahun 1995, dengan rata-rata kelahiran per tahun sekitar 21 juta jiwa, dan pertumbuhan penduduk tahunan 14 juta jiwa, hampir 20 juta penduduk usia kerja setiap tahun. Sampai sekarang jumlah penduduk Cina telah mencapai 1,2 miliar jiwa. Manfaat ini dibuktikan dari perubahan paradigma dari pendekatan pelayanan KB satu anak setiap keluarga digeser ke pendekatan kualitas penduduk yang membawa Cina menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita yang sangat tinggi, dengan proporsi sturktur penduduk usia dibawah 10 tahun sangat rendah dan negara ini telah mencapai jendela peluang demografi (Widyaiswara, 2012). Upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dan mensukseskan program KB nasional selain dengan adanya peran istri peran serta laki-laki juga sangat diharapkan. Laporan BKKBN pada tahun 2012 menargetkan PPM (Perkiraan Permintaan Masyarakat) peserta KB baru jenis kontrasepsi pria (vasektomi) secara nasional
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 27.440 dengan pencapaian sampai akhir Desember 2012 sebanyak 27.680. Proporsinya terhadap PPM sebanyak 100,87 %, tetapi bila dilihat per-mix (per- jenis) kontrasepsi secara keseluruhan maka proporsinya hanya 0,29 %. Kemudian Program KB nasional di tingkat provinsi yaitu provinsi Sumatera Utara menargetkan PPM peserta KB baru jenis kontap (vasektomi) sebanyak 2.958, dengan tingkat pencapaian pada tahun 2012 sebanyak 4.871. Proporsinya terhadap PPM 164,67 %, tetapi bila dilihat per-mix (per-jenis) kontrasepsi secara keseluruhan proporsinya masih rendah yaitu 1,72 %. Selanjutnya program KB nasional di kota Pematangsiantar menargetkan PPM peserta KB vasektomi sebanyak 43 dengan pencapaian sampai akhir tahun 2012 sebanyak 134. Proporsinya terhadap PPM 311 %. Tetapi bila dilihat per-mix (perjenis) kontrasepsi secara keseluruhan maka proporsinya hanya 1,61 %. Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB dan kesehatan reproduksi pada dasarnya tidak terlepas dari sosialisasi program KB yang selama ini dilaksanakan hanya mengarah kepada wanita sebagai sasaran. Upaya kerja keras BKKBN secara nasional melaksanakan program kerja di tahun 2012 dinilai berhasil walaupun belum maksimal. Sebab dari hasil sementara Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mengisyaratkan bahwa indikator pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) yang menjadi tanggung jawab BKKBN seperti TFR belum tercapai. Dari data target indikator TFR (Total Fertilitty Rate / rata-rata wanita subur melahirkan anak hidup ) yang dicanangkan pemerintah melalui BKKBN sebesar 2,1 ditahun 2012 yang tercapai hingga tahun 2012 hanya 2,6. (Widodo, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Perwakilan BKKBN provinsi Sumatera Utara ditargetkan untuk tahun 2012 TFR-nya 3,8 hasil capaian yang didapat terjadi penurunan menjadi 3,0 . Capaian ini merupakan penurunan yang paling tinggi dari 33 provinsi di Indonesia. Hasil kerja keras ini membuat BKKBN provinsi Sumut
meraih juara 1 terbaik Nasional
pengelolaan program Keluarga Berencana (Wanda, 2013). Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2013 telah ditetapkan tema pembangunan nasional yaitu memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat yang dijabarkan menjadi 11 prioritas nasional, termasuk didalamnya prioritas kesehatan. Pengendalian penduduk termasuk dalam fokus untuk mencapai prioritas peningkatan kualitas SDM sebagai prasyarat menuju penduduk tumbuh seimbang tahun 2015. Adapun sasaran RKP tahun 2013 di bidang pengendalian penduduk dan KB adalah: a. Peserta baru KB meningkat menjadi 7,5 juta dan KB aktif 29 juta. b. Peserta baru KB miskin meningkat menjadi 3,97 juta. c. Peserta KB aktif miskin meningkat menjadi 12,8 juta. d. Peserta baru KB mandiri meningkat menjadi 3,5 juta. e. Meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta (Widodo, 2013). Vasektomi adalah salah-satu jenis KB pria yang permanen dimana operasinya lokal dan tidak memerlukan bius umum dan aman. Kenyataannya peserta vasektomi lebih sedikit dibandingkan tubektomi (sterilisasi wanita). Seorang ahli bedah Inggris tahun 1894 yang pertama kali melakukan vasektomi dengan cara menutup kedua
Universitas Sumatera Utara
saluran sperma (vasdeferens ) sehingga tidak dapat lagi menghamili pasangannya. Di Amerika Serikat vasektomi adalah pilihan KB yang sangat populer tercatat pada tahun 1960 sebanyak 45000 telah vasektomi kemudian tahun1970 tercatat 750000 pria menjalani vasektomi (Gema, 2006). Lalu mengapa vasektomi belum familiar di Indonesia? Dari hasil survei lebih beralasan klasik yaitu larangan keluarga, kurang pengetahuan, kurang informasi, kurang dukungan, kurang kemitraan, kurang dana dana tenaga, serta kurang komitmen. Apa kata pria Indonesia ? “Hanya ada 2 pilihan yaitu kondom katanya tidak nyaman dan bisa lepas di dalam sedangkan vasektomi menakutkan dan bisa mengganggu fungsi seksual”. Dan apa kata perempuan Indonesia ? “Saya sudah mohon suami untuk ber-KB tapi suami bilang itu urusan perempuan, tolong suami dikonseling KB pria dan bukan hanya perempuan saja!” Dilain pihak perempuan juga berkata : “Saya tidak ingin suami di vasektomi sebab membuatnya bebas bermain dengan perempuan lain”. Alasan di ataslah memengaruhi rendahnya partisipasi pria ber-KB Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tetentu. Pengetahuan berperan besar dalam memberikan wawasan terhadap pembentukan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Pria yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak akan termotivasi untuk berperan serta dalam penggunaan alat KB. Sikap dapat dirumuskan sebagai pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk merespon terhadap objek atau situasi tertentu. Ajzen, menjelaskan sikap adalah disposisi untuk berespon
Universitas Sumatera Utara
favorable (menyenangkan) atau unfavorable (tidak menyenangkan) terhadap benda, orang, kejadian yang kemudian diekspresikan dalam bentuk kognitif (pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, pandangan), afektif (perasaan dan emosi) dan
konatif
(kecenderungan bertindak). Ketiga komponen ini secara bersama-sama dapat membentuk sikap yang utuh bagi pria dalam menggunakan alat KB. Pendidikan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau
tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo. S, 2010). Antara pengetahuan dan keyakinan perlu dibedakan, walaupun keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat. Baik pengetahuan maupun keyakinan, keduanya merupakan jawaban mental seseorang dalam hubungannya dengan objek tertentu yang disadari sebagai ‘ada’ atau terjadi. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Dalam hal pengetahuan, objek yang disadari harus ‘ada’ sebagaimana adanya. Sedangkan dalam keyakinan, objek yang disadari sebagai ‘ada’ tersebut tidak perlu harus ada. Oleh karena itu, pengetahuan tidak sama dengan keyakinan, karena keyakinan dapat saja keliru tetapi sah sebagai keyakinan. Tetapi untuk pengetahuan tidak demikian, pengetahuan dapat salah atau keliru, bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat sebagai pengetahuan. Statusnya berubah menjadi keyakinan saja (Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Keyakinan seseorang terhadap program KB juga sangat cenderung memengaruhinya untuk mengikuti program KB tersebut. Keyakinan tersebut dapat timbul melalui pengetahuan seseorang tentang program KB, selain mengetahui alatalat KB itu sendiri, juga memahami bagaimana akibat positif dan akibat negatif yang terjadi dalam keikutsertaan program KB. Semakin banyak akibat positif dari program KB yang diketahui oleh seseorang maka cenderung akan meningkatkan keyakinannya untuk ikutserta dalam program KB, sebaliknya jika semakin banyak akibat negatif dari program KB yang diketahui oleh seseorang maka cenderung akan memengaruhinya untuk tidak mengikutinya. Untuk meningkatkan keyakinan seseorang maka perlu juga adanya dukungan maupun pandangan dari orang-orang yang berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Seperti pandangan suami, istri, ayah, ibu, sahabat, teman kerja, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan lainnya tentang keharusan ataupun ketidakharusan individu untuk mengikuti program KB tersebut. Ketika banyak orang yang mendukung seseorang untuk mengikuti program KB maka hal tersebut akan cenderung meningkatkan keyakinannya untuk mengikuti program KB. Namun jika banyak orang yang kurang mendukungnya maka si individu tersebut akan takut ataupun menjadi tidak yakin terhadap program KB karena dia kurang mendapatkan dukungan dari orang sekitar sehingga dia kurang yakin untuk mengikuti program KB. Akibatnya
tingkat
keyakinan
seseorang
terhadap
program
KB
sangat
memengaruhinya untuk mengikuti program KB tersebut termasuk penentu seseorang agar mau menjadi akseptor vasektomi.
Universitas Sumatera Utara
Saat ini tingkat keyakinan pria untuk mengikuti program KB masih tergolong rendah, terlihat dari hasil survey yang telah dilakukan bahwa kebanyakan peserta KB adalah perempuan. Salah satu penyebab masih rendahnya partisipasi pria dalam berKB adalah karena informasi tentang manfaat KB pria belum banyak dipahami oleh masyarakat dan pada umumnya masih ada pandangan bahwa KB merupakan urusan wanita saja. Hal ini dapat menggambarkan bahwa tingkat keyakinan pria terhadap program KB masih rendah karena kurangnya pengetahuan yang diperoleh dan kurangnya dukungan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Didalam diri seseorang terdapat ‘kebutuhan’ atau ‘keinginan’ terhadap kesehatannya, kemudian bagaimana seseorang tersebut menghubungkan antara kebutuhan dengan ‘situasi diluar’ kesehatan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu, motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan terobosan baru dalam berbagai bentuk upaya untuk meningkatkan partisipasi pria ber-KB diantaranya melalui pemberian informasi kepada calon pengantin, bahwa program KB tidak hanya diperuntukkan bagi wanita saja namun juga bagi pria, baik dari segi kepedulian maupun dalam penggunaan kontrasepsi karena hal ini merupakan kepentingan bersama (Ekarini, 2008). Resiko KB hormonal yang digunakan akseptor wanita tidak hanya menimbulkan keluhan ringan akan tetapi sampai dapat menimbulkan keluhan berat
Universitas Sumatera Utara
yang membahayakan jiwa. Harapan kedepannya dapat dijelaskan kepada kaum bapak pasangan usia subur untuk tergerak ikut berpartisipasi KB. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 memperoleh data penggunaan KB kontrasepsi hormonal pada wanita lebih tinggi daripada kontrasepsi non-hormonal yaitu sebesar 86,78 %. Beberapa efek samping dari penggunaan metode KB hormonal antara lain adalah sebagai berikut : KB jenis suntik adalah pendarahan yang tidak menentu, terjadinya amenorhea, berat badan naik, sakit kepala, spotting, methoragia, keputihan dan hematoma. Sementara untuk penggunaan metode KB pil mempunyai efek samping diantaranya nausea, nyeri payudara, gangguan haid, hipertensi, jerawat dan penambahan berat badan. Penggunaan pil KB dalam jangka waktu yang panjang akan memicu terjadinya stroke (Surachmat, 2005). Demikian juga dengan metode KB susuk mempunyai efek samping diantaranya gangguan haid, sakit kepala, mual, mulut kering, payudara tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan. Efek samping KB yang telah disebutkan diatas menjadi salah satu penyebab pemicu terjadinya penyakit diantaranya penyakit kanker pada alat reproduksi, penyakit susunan saraf dan hipertensi, dimana hipertensi turut berperan pemicu terjadinya penyakit jantung (Hartanto, 2004). Dalam upaya menurunkan angka kesakitan pada ibu yang salah satunya karena efek samping penggunaan KB hormonal, pemerintah diharapkan melalui program KB nasional yang berorientasi pada kesetaraan gender dan kesehatan reproduksi untuk memberikan perhatian serius khususnya kepada pria sebagai suami agar turut serta menjadi pengguna alat kontrasepsi. Sebaiknya penggunaan alat
Universitas Sumatera Utara
kontrasepsi bagi pasutri (pasangan suami istri) merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri, sehingga metode yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri tanpa mengesampingkan hak reproduksi masing-masing (BPS, 2008). Menurut
pandangan
TOKOH
MASYARAKAT/TOKOH
AGAMA,
keterlibatan suami/pria dalam KB adalah hanya memberikan kesempatan kepada istri untuk peduli kesehatan reproduksinya, berperan menentukan kehamilan, jumlah anak, jarak kelahiran. Tetapi untuk ikut MOP (metode operasi pria) yaitu vasektomi, pasangan usia subur suami (pria) masih banyak yang belum berminat. TOKOH MASYARAKAT/TOKOH AGAMA kurang menganjurkan karena tidak tidak mudah masyarakat menerima agar pria berpartisipasi aktif dalam program KB
yang
diakibatkan oleh berbagai alasan dan rumor adanya kekhawatiran setelah vasektomi mereka akan kehilangan kejantanannya. Juga adanya salah persepsi dan pandangan yang negatif bahwa vasektomi itu adalah pengebirian (BKKBN, 2006). Berdasarkan pandangan tersebut maka keyakinan pria untuk ber-KB menjadi rendah karena dipengaruhi oleh asumsi negatif dari orang-orang yang berada di sekitarnya, hal inilah yang membuat pengguna KB Pria menjadi sangat rendah di masyarakat. Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti KB pria erat kaitannya dengan pengaruh pengetahuan dan motivasi terhadap program KB pria tersebut. Pada takaran normatif, indikator keberhasilan suatu program dalam mengembangkan misi tujuan program adalah memanfaatkan motivasi tepat guna secara luas yang dapat diterima
Universitas Sumatera Utara
oleh masyarakat dalam mewujudkan tujuan program KB nasional. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila semua stake holder dapat termotivasi dari hulu sampai hilir. Progaram KB pria memiliki stake holder antara lain pria itu sendiri, istri, keluarga, petugas lapangan KB, instansi terkait lainya yang harus mampu bersinergi untuk mewujudkan keberhasilan program (BKKBN, 2007). Penduduk di wilayah Kota Pematangsiantar dimana PUS (pasangan usia subur) yang merupakan bagian dari penduduk Kota Pematangsiantar dengan perkiraan pada tahun 2012 sejumlah 36.585 PUS. Penentuan perkiraan ini bersumber dari Rakerda program KB Nasional provinsi Sumatera Utara Maret 2012. Peran serta PUS pria ber-KB sangat diharapkan untuk turut berperan aktif dalam menyukseskan program KB nasional kota Pematangsiantar. Pemerintah kota Pematangsiantar melalui BP2KB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga) terus berupaya menyadarkan masyarakat tentang pentingnya program KB dengan intensitas dan frekuensinya makin ditingkatkan. Dengan tujuan terciptanya keluarga berkualitas, karena landasan utama terbentuknya masyarakat yang baik adalah sebuah keluarga. Upaya itu mulai berjalan dilihat dari hasil pencapaian peserta KB baru sampai dengan bulan Desember 2012 Kota Pematangsiantar untuk MOP/Vasektomi sejumlah 134 akseptor. Hasil capaian ini melebihi target PPM tahun 2012 sejumlah 43 akseptor, meningkat sekitar 311 %. Tetapi yang menjadi permasalahan dari 8 kecamatan di Pematangsiantar 7 kecamatan tidak mencapai target dan hanya 1 yang mencapai target bahkan melebihi target program KB nasional Kota Pematangsiantar. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap pengguna kontrasepsi
Universitas Sumatera Utara
mantap pria MOP (Vasektomi) di wilayah kecamatan kota Pematangsiantar Tahun 2013.
1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.
Mengapa dari 8 kecamatan, 7 kecamatan di kota Pematangsiantar rendah pencapaian target MOP (vasektomi) dan hanya 1 kecamatan saja yang mencapai target bahkan melebihi target program KB Nasional Kota Pematangsiantar?
2.
Apakah ada pengaruh pengetahuan,motivasi dan keyakinan terhadap pengguna kontrasepsi mantap pria MOP (vasektomi) yang menyebabkan atau memengaruhi tidak tercapainya target di 7 kecamatan tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
seberapa
jauh
pengaruh
pengetahuan,motivasi dan keyakinan terhadap pengguna alat kontrasepsi pria (vasektomi) di seluruh wilayah kecamatan Kota Pematangsintar.
1.4 Hipotesis 1. Pengetahuan mempunyai pengaruh
terhadap pengguna alat kotrasepsi pria
MOP (vasektomi) di wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar. 2. Motivasi mempunyai pengaruh terhadap pengguna alat kontrasepsi pria MOP (vasektomi) di wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar.
Universitas Sumatera Utara
3. Keyakinan mempunyai pengaruh terhadap pengguna alat kontrasepsi pria MOP (vasektomi ) di wilayah Kecamatan Kota Pematangsiantar.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis diharapkan dimanfaatkan pengelola program dan penentu kebijakan dalam hal ini BP2KB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) Kota Pematangsiantar dalam merancang kegiatan operasional dan menentukan kebijakan untuk meningkatkan peserta MOP (vasektomi) menjadi salah-satu upaya menurunkan angka fertilitas.
Universitas Sumatera Utara