Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Jepang memiliki kebudayaan yang beraneka ragam seperti Chanoyu (upacara minum teh), Ikebana (merangkai bunga), dan lain-lain. Jepang tidak hanya memiliki kebudayaan yang beraneka ragam, tetapi juga memiliki karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan yang terkenal seperti Kawabata Yasunari (Situmorang, 2009: 1-2) Menurut Esten dalam Brahmana (2008: 117), kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan). Karya sastra tersebut dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa rakyat dapat dibedakan atas mite, dongeng, legenda. Sastra prosa juga mempunyai ragam seperti cerpen, roman, dan novel. Poerwadaminta (1996: 694) mengemukakan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang dikelilinginya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Sedangkan menurut Sumardjo (1991: 11-12) mengungkapkan bahwa, novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna. Novel juga mengandung unsur pemikat dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Jadi, dalam novel terdapat bahasa sastra yang berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca. Sedangkan novel menurut Nurgiyantoro (2000: 71) dapat dipandang sebagai hasil dialog, ungkapan berbagai permasalahan kehidupan setelah melalui penghayatan yang intens, selektif subjekstif, dan diolah dengan daya imajinatif-kreatif oleh pengarang ke dalam bentuk dunia
1
rekaan. Jepang merupakan negara yang memiliki karya-karya sastra yang terkenal di dunia. Novel merupakan salah satu jenis dari karya sastranya. Dalam bahasa Jepang, novel disebut dengan shosetsu. Menurut Kawabara dalam Pujiono (2002: 3), shosetsu adalah menggambarkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat yang lebih menitikberatkan kepada tokoh manusia (peran) di dalam karangannya daripada kejadiannya. Menurut Wellek, Rene dan Austin Warren (1995: 28), teori sastra dan apologetics (pembelaan terhadap sastra) menekankan sifat tipikal sastra atau kekhususannya. Sastra dianggap lebih umum dari sejarah dan biografi, tapi lebih khusus dari psikologi dan sosiologi. Menurut Wellek, Rene dan Austin Warren (1995: 30), Salah satu nilai drama dan novel adalah segi psikologisnya. “Novelis dapat mengajarkan lebih banyak tentang sifat-sifat manusia daripada psikologis” (The novelist can teach you more about human nature than the psychologist). E.M. Forster (Aspect of the Novel) mengatakan bahwa sedikit sekali orang yang kita kenal jalan pikiran dan motivasinya. Oleh karena itu, novel sangat berjasa mengungkapkan kehidupan batin tokoh-tokohnya. Novel-novel besar memang bisa menjadi kasus sejarah sumber bagi para psikolog, atau menjadi kasus sejarah (memberikan ilustrasi dan contoh). Tetapi kini kita kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa psikolog akan mengambil sejumlah nilai tipikal novel, lalu memakainya secara umum: tokoh Pere Goriot akan diambil dari latar keseluruhannya (The Maison Vauquer) dan dari konteks tokoh-tokoh yang lain. Psikologi sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi (Hartoko melalui Endraswara, 2008: 70). Dasar konsep dari psikologi sastra adalah munculnya jalan buntu dalam memahami sebuah karya sastra,
2
sedangkan pemahaman dari sisi lain dianggap belum bisa mewadahi tuntutan psikis, oleh karena hal itu muncul psikologi sastra yang berfungsi sebagai jembatan dalam interpretasi. Penelitian psikologi sastra fokus pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan pengarang (Ratna, 2004: 350). Sigmund Freud dianggap sebagai pencetus psikologi sastra. Ia menciptakan teori psikoanalisis yang membuka wacana penelitian psikologi sastra. Pendekatan psikoanalisis sangat substil dalam hal menemukan berbagai hubungan antar penanda tekstual (Endraswara, 2008: 199). Psikologi memiliki banyak aspek. Salah satunya adalah psikologi cinta. Dalam kehidupan manusia, cinta sering menampakkan diri dalam berbagai bentuk. Kadangkadang seseorang mencintai dirinya sendiri, kadang-kadang mencintai orang lain. Cinta pada diri sendiri membuat seseorang akan mampu menjaga dirinya. Bayangkan kalau seseorang tidak mencintai diri sendiri, pasti ia tidak akan peduli dengan kondisi dirinya. Namun, yang patut diingat adalah cinta pada diri sendiri pun harus diimbangi dengan bentuk-bentuk cinta pada yang lain. Cinta adalah satu kata yang memiliki ribuan makna. Cinta merupakan sebuah rasa yang sulit digambarkan. Manusia memiliki ketertarikan sendiri dalam merasakan, menggambarkan dan memaknai arti kata ini. Cinta membuat dunia kita berputar. Cinta bersifat sabar, cinta bersifat penyayang. Cinta membuat kita bisa melihat semua hal baik saja karena ada sebutan bahwa itu buta. Cinta mampu menaklukkan segalanya. Semua yang kita butuhkan hanyalah cinta (Sodiq, 2008: 18) Cinta merupakan kata yang sudah sangat lazim didengar oleh semua orang, mulai
3
anak-anak hingga orang tua renta sekalipun. Cinta memang ditujukan seseorang untuk dirasakan betapa nikmatnya suatu hubungan. Setiap manusia pasti pernah merasakan cinta. Hubungan cinta bermacam-macam, cinta anak dengan orang tua, cinta dengan sahabat, cinta dengan kekasih, hingga cinta dengan pasangan hidupnya atau suami-istri (Widianti, 2006: 13). Menurut Khalida (2010: 2-5), mengungkapkan bahwa cinta terdengar sederhana. Datangnya cinta bisa dilihat dari beberapa sudut pandang seperti neurobiologi, antropologi, dan psikologi. Dari sudut pandang neurobiologi, orang yang sedang jatuh cinta bisa mengalami mood swing (perubahan suasana hati yang relatif cepat). Kadang kita senang, lalu tiba-tiba berubah menjadi khawatir, bingung tanpa alasan, susah tidur, jantung berdetak lebih cepat, mendadak tidak nafsu makan, dan biasanya seolah punya “dunia sendiri”. Berdasarkan beberapa ciri-ciri yang muncul itulah, para pakar neurobiologi merumuskan bahwa ketika dua orang sedang jatuh cinta, pusat rasa senang di otak mereka akan aktif. Kemudian dari sudut pandang antroplogi, kebutuhan untuk dicintai merupakan hal mendasar yang menurut Dr. Helen Fisher, profesor bidang kajian antropologi di Rutgers University New York, harus dipenuhi hal dengan cara yang berbeda dengan kebutuhan dasar manusia lainnya (rasa lapar, haus, kehangatan, dan kebutuhan untuk tidur). Kemudian dari sudut pandang psikologi, cinta merupakan suatu hal yang masih abstrak untuk pelajari. Salah seorang pakar psikologi, Robert Stenberg berusaha menjabarkan cinta dalam konteks hubungan antara dua orang. Menurut Sternberg (2006: 37), cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang merebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dan sebagainya. Kisah pada setiap orang yang berasal
4
dari “skenario” yang sudah dikenalnya, dari orang tua, pengalaman, cerita, dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan. Menurut Bowning dalam Saks & Krupat dalam Irmayanti dan Irmawati (2005: 51), cinta itu bersifat subjektif dan sangat tergantung pada pengalaman dan perasaan individu, sehingga definisi cinta itu sendiri akan tergantung kepada individu tersebut dan didasarkan pada pengalaman cinta itu sendiri. Heinlein dalam Masters et. al dalam Irmayanti dan Irmawati (2005: 49), menyatakan bahwa cinta itu adalah suatu kondisi dimana kebahagiaan individu yang dicintai tersebut sangat penting. Karena orang yang dicintai tersebut sangat penting, sehingga orang yang mencintai pasangannya tersebut harus mengorbankan kepentingan dan kebutuhan diri sendiri dan lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pasangannya. Kebahagiaan untuk pasangannya tersebut dapat diberikan dalam bentuk perhatian. Novel karya Kawabata Yasunari merupakan salah satu novel yang mengandung unsur psikologi. Kawabata Yasunari, lahir di Osaka, 14 Juni 1899 dan meninggal di Kamakura, 16 April 1972 pada umur 72 tahun adalah seorang novelis Jepang yang prosa liriknya membuat ia memenangkan Penghargaan Nobel dalam Sastra pada tahun 1968. Ia menjadi orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Karya-karyanya hingga kini masih dibaca bahkan di dunia internasional. Kawabata mulai mendapatkan pengakuan dengan sejumlah cerita pendek tak lama setelah ia lulus, dan memperoleh kejayaan dengan "Gadis Penari dari Izu" pada 1926, sebuah cerita yang menjelajahi erotisisme orang muda yang sedang berkembang. Kebanyakan karyanya di kemudian hari menjelajahi tema-tema serupa. Salah satu novelnya yang paling terkenal adalah Negeri Salju (Yukiguni), yang dimulai pada
5
1934, dan pertama kali diterbitkan secara bertahap sejak 1935 hingga 1937. Negeri Salju adalah sebuah cerita yang gamblang mengenai sebuah hubungan cinta antara seorang amatir (dilettante) Tokyo dengan seorang geisha desa, yang berlangsung di sebuah kota dengan sumber air panas yang jauh di sebelah barat dari Pegunungan Alpen Jepang. Novel ini memantapkan Kawabata sebagai salah satu pengarang terkemuka Jepang dan langsung menjadi sebuah klasik, yang digambarkan oleh Edward G. Seidensticker "barangkali (merupakan) adikarya Kawabata". Setelah berakhirnya Perang Dunia II, suksesnya berlanjut dengan novel-novel seperti Seribu Burung Bangau (sebuah cerita tentang cinta yang bernasib malang), Suara Gunung, Rumah Perawan, Kecantikan dan Kesedihan, dan Ibu kota Lama . Buku yang ia sendiri anggap sebagai karyanya yang terbaik adalah Empu Go (1951) adalah sebuah kontras yang tajam dengan karya-karyanya yagn laina. Ini adalah sebuah kisah setengah fiksi tentang sebuah pertandingan besar Go pada 1938, yang benar-benar dilaporkannya dalam kelompok surat kabar Mainichi. Ini adalah permainan terakhir dari karier empu Shūsai, dan ia dikalahkan oleh penantang mudanya, dan meninggal sekitar setahun kemudian. Meskipun pada permukaannya cerita ini mengharukan, sebagai penceritaan kembali mengenai sebuah perjuangan puncak oleh sejumlah pembaca kisah ini dianggap sebagai paralel simbolis dari kekalahan Jepang pada Perang Dunia II. Kawabata merupakan tokoh yang memiliki kekuatan pendorong di balik penerjemahan sastra Jepang ke dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Barat lainnya. Novel Yukiguni adalah salah satu novel yang terkenal karya Kawabata Yasunari. Novel ini menceritakan tentang hal yang sangat menonjol yang dialami oleh dua tokoh utama yang terdapat di dalamnya yaitu tentang cinta.
6
Kisah novel ini adalah seorang pria setengah baya yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan hidup dengan mengandalkan dari warisan orang tuanya. Ia berasal dari kota Tokyo dan telah memiliki keluarga yaitu Shimamura. Sejak mahasiswa, Ia mempunyai kegemaran menonton tarian Jepang. Kemudian kegemarannya menonton tarian Jepang berubah menjadi menonton tarian Barat, akan tetapi kegemarannya menonton tarian Barat tidak secara langsung melainkan menonton melalui imajinasi yang ia ciptakan sendiri dan ia bangkitkan dari gambar-gambar dan buku-buku mengenai tarian Barat kemudian sesekali ia menuliskan tentang tarian Barat tersebut. Ia telah memiliki istri di Tokyo, akan tetapi ia memiliki hubungan cinta terlarang dengan seorang perempuan yang tinggal di daerah salju. Ia bekerja di tempat penginapan yang terdapat tempat pemandian air panas di daerah salju tersebut Perempuan itu bernama Komako. Komako adalah seorang perempuan yang lahir di daerah salju tersebut. Ia pernah menjalani kontrak sebagai geisha di Tokyo. Kemudian ia dirawat oleh seorang tuan yang melunasi utang-utangnya dan memberinya kesempatan untuk berlatih menjadi guru tari. Akan tetapi, lelaki itu meninggal. Akhirnya ia tinggal di rumah guru musik. Awalnya Komako bukan seorang geisha, akan tetapi karena jumlah geisha di daerah tersebut hanya sedikit, akhirnya ia sering diminta untuk membantu melayani di acara perayaan perjamuan di daerah tersebut. Cerita ini berawal dari perjalanan Shimamura yang kedua kalinya ke daerah salju. Tujuannya berlibur untuk menyegarkan dirinya dari kepadatan Tokyo dengan mengunjungi gunung-gunung di awal bulan desember yang merupakan awal musim salju, dan tujuan lainnya adalah untuk menemui seorang perempuan yang tinggal di rumah seorang guru musik shamisen. Dalam perjalanannya tersebut ia menggunakan kereta api.
7
Dalam perjalanan di kereta itu, ia melihat pantulan bayangan di kaca jendela kereta yaitu pantulan seorang gadis cantik yang duduk berhadapan dengannya. Akan tetapi, Shimamura terus tetap teringat Komako yaitu perempuan yang akan ditemuinya di daerah salju karena setiap ia memandangi telujuk tangan kirinya ia selalu teringat kepada Komako. Pada awalnya hubungan meraka hanya sebatas hubungan persahabatan saja, akan tetapi karena mereka sering bertemu sehingga membuat hubungan Shimamura dan Komako semakin dalam.
1.2 Rumusan Permasalahan Dalam penelitian ini penulis akan meneliti tentang konsep cinta dalam novel Yukiguni karya Kawabata Yasunari.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis jabarkan sebelumnya, maka penulis akan membahas mengenai konsep cinta yang terjadi pada dua tokoh utama dalam novel Yukiguni karya Kawabata Yasunari, di sini penulis hanya akan meneliti konsep cinta dari segi unsur cinta dan jenis cinta yang terjadi dalam novel Yukiguni pada dua tokoh utama yaitu tokoh Shimamura dan tokoh Komako
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan gambaran yang jelas mengenai konsep cinta yang terjadi pada dua tokoh utama dalam novel Yukiguni karya Kawabata Yasunari.
8
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam kehidupan masyarakat mengenai hal yang terkandung dalam konsep cinta dari segi unsur cinta dan jenis cinta khususnya dalam novel Yukiguni karya Kawabata Yasunari.
1.5 Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitis. Koentjaranigrat (1976:30), mengatakan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran yang sejelas mungkin mengenai suatu individu, keadaan dan gejala atau kelompok tertentu. Metode deskriptif analitis ini digunakan untuk mengukur dengan cermat fenomena sosial tertentu yang terjadi atau berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Penelitian menggunakan metode penghimpunan data dan fakta, tetapi tidak melakukan hipotesa (Singarimbun, 1989: 4-5) Dalam penulisan skripsi ini, penulis menguraikan dan menjelaskan masalah masalah yang terdapat dalam novel Yukiguni karangan Kawabata Yasunari dengan teori-teori yang sudah ada. Teori-teori yang penulis gunakan adalah teori penokohan dan teori psikologi cinta khususnya teori cinta yang dikemukakan Erich Fromm dan John W. Santrock. Metode
deskriptif
analitis
ini
juga
merupakan
suatu
metode
yang
menggambarkan keadaan atau objek penelitian yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data atau bahan yang telah dikumpulkan sebelumnya dalam proses penelitian tersebut. Dengan menempuh metode ini maka
9
penulis diharapkan mampu menjelaskan masalah-masalah yang menjadi latar belakang penelitian tersebut. Selain metode yang sudah disebutkan diatas, penulis juga menggunakan metode penulisan studi dokumenter atau yang lazim kita dengar sebagai studi kepustakaan. Studi
kepustakaan
merupakan
suatu
metode
penulisan
penelitian
yang
mengumpulkan data dengan atau melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsiparsip, termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil (hukum) dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah pencarian dan pengumpulan data yang diperlukan dalam proses penulisan penelitian tersebut (Nawawi, 1991: 133). Penulis mengharapkan melalui metode-metode ini maka proses penelitian yang penulis lakukan akan semakin mudah dan lancar sehingga tujuan akhir dari penelitian ini dapat terlaksana.
1.6 Sistematika Penelitian Dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan sistematika penelitian yang terdiri dari lima bab. Bab satu, pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang tentang konsep cinta secara umum, biografi Kawabata Yasunari, tentang novel Yukiguni, kemudian rumusan masalah, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan penulis, dan sistematika penelitian. Bab dua, yaitu landasan teori. Bab ini berisi teori-teori yang penulis gunakan untuk menganalisis permasalahan penelitian dalam penulisan skripsi ini. Bab tiga, yaitu analisis data. Dalam bab ini penulis akan menganalisis mengenai unsur cinta dan jenis cinta dalam novel Yukiguni karya Kawabata Yasunari yang dihubungkan dengan teori yang telah didapatkan pada landasan teori.
10
Bab empat, yaitu simpulan dan saran. Bab ini berisi hasil penelitian yang penulis simpulkan secara jelas dan singkat, sesuai dengan analisis data yang diperolehnya. Bab ini juga memuat saran yang diberikan penulis untuk para pembaca. Bab lima, yaitu ringkasan. Bab ini berisi pembahasan mengenai isi skripsi secara keseluruhan dari bab satu hingga bab empat, yang dirangkai secara lebih singkat dan padat.
11