BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam
kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik di antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan berbahasa memiliki peran penting dalam membina karakter positif penuturnya, sekaligus menunjukkan jati diri bangsa. Dalam komunikasi sehari-hari, kita tidak dapat setiap saat menyampaikan
tuturan
dengan
cara
yang
santun,
hal
tersebut
kemungkinan akan menyakiti perasaan lawan tutur. Oleh karena itu, strategi kesantunan digunakan untuk lebih menghargai orang lain maupun diri sendiri. Menurut Brown dan Levinson (1987: 60), strategi kesantunan digunakan oleh penutur untuk menghindari tindak pengancaman terhadap muka lawan tutur. Kesantunan merupakan fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin tidak demikian halnya dengan kultur yang lain. Tujuan kesantunan, termasuk kesantunan berbahasa, adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak mengancam muka, dan efektif (Zamzani dkk, 2011). Agar proses komunikasi penutur dan lawan tutur dapat berjalan baik dan lancar, mereka haruslah dapat berkerja sama. Bekerja sama dengan baik di dalam proses bertutur itu salah satunya dapat dilakukan dengan bertutur kata santun. Menilik hal tersebut, seharusnya setiap individu bisa lebih menjaga tindak tutur kepada orang lain. Tindak tutur dapat diperikan sebagai sesuatu yang sebenarnya kita lakukan ketika berkomunikasi. Suatu tindak tutur dapat didefinisikan
2
sebagai unit terkecil aktifitas berbicara yang dapat dikatakan memiliki fungsi. Austin (1962) mengemukakan bahwa ada ribuan kata kerja dalam bahasa Inggris seperti ask (bertanya), request (meminta), order (menyuruh), command (memerintah), suggest (menyarankan), beg (memohon), pled (menuntut), yang kesemuanya menandai tindak tutur. Agar tindak tutur tersebut tersampaikan dengan baik tidak jarang dalam prakteknya juga memperhatikan strategi-strategi kesantunan. Sebab, beberapa tujuan percakapan antara lain sebagai pertukaran informasi, penjagaan tali persahabatan sosial, kekerabatan dan sebagainya. Pada dasarnya, tindak tutur merupakan bahasan dalam lingkup pragmatik. Menurut Levinson (1983), definisi pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bahasa dan konteks secara gramatikal, atau dikodekan dalam struktur bahasa. Artinya, pragmatik memiliki hubungan dengan tata bahasa karena apa yang akan kita katakan secara grammatikal harus benar. Dengan demikian, studi ini membawa kita untuk belajar bagaimana membuat ucapan-ucapan yang tepat dalam tata bahasa dan si pendengar dapat menafsirkan maknanya. Pragmatik relevan dengan kesantunan karena kesantunan adalah strategi yang digunakan untuk bertutur dalam rangka mencapai berbagai tujuan, seperti mempromosikan atau mempertahankan hubungan yang harmonis (Thomas, 1995: 157). Kesantunan berbahasa dipengaruhi oleh faktor status, jenis kelamin, usia, dan hubungan kekerabatan. Oleh karena itu, makna kesantunan merefleksikan latar budaya yang dianut penutur dengan berorientasi pada sistem kepercayaan, sistem mata pencaharian, hubungan kekerabatan, stratifikasi sosial, dan sistem pernikahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesantunan menuntut dibuatkan skala kesantunan dari perspektif pragmatik, seperti skala opsional, skala kelangsungan tutur, dan skala jarak sosial. Sehingga, kesantunan berbahasa sendiri bergantung pada sosial budaya, norma dan aturan suatu tempat, nilai atau aturan satu budaya dapat berbeda dengan budaya lain. Dengan demikian, dalam kesantunan berbahasa diperlukan
3
strategi-strategi kesantunan agar komunikasi dapat berjalan dengan baik, sehingga tidak mengancam ‘muka’ orang lain. Meskipun, fakta menunjukkan perilaku verbal saat ini, dinilai mulai tidak memperhatikan nilai kesopanan dan kesantunan berbahasapun dalam berkomunikasi misalnya, melalui telepon dan handphone. Ketiadaan sapaan, kata penghalus, topik yang tidak pantas, pilihan kata, cara berbicara yang tidak memerhatikan pola pergiliran bicara, bicara menyakiti, kritik pedas, instruksi bossy, pemerasan verbal, intimidasi, ancaman, merupakan sebagian contoh fenomena riil berbahasa di lapangan (Zamzani dkk, 2011). Melihat fenomena tersebut, bahwa suatu tuturan dapat mengancam muka orang lain bahkan bisa merusak suatu hubungan. Fenomena tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti tindak tutur yang mengandung kesantunan, terutama kesantunan positif. Dikarenakan kesantunan positif (positive politeness) berhubungan dengan muka positif mitra tutur. Menurut Brown dan Levinson, (1987: 101) muka positif berkenaan dengan keinginan agar apa yang dilakukan, apa yang dimiliki, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakini dihargai orang lain, dan diakui sebagai sesuatu yang baik, yang menyenangkan, dan sebagainya. Dalam kesantunan positif, penutur mempunyai
keinginan
yang
memberikan kesan bahwa penutur
sama
terhadap
lawan
tutur
untuk
menunjukkan persahabatan di antara mereka. Seperti contoh dialog dibawah ini yang di cuplik dari novel The Host dan terjemahannya adalah tuturan yang mengandung kesantunan positif yang ditandai dengan penggunaan bahasa yang informal dan menawarkan pertemanan.
Kesantunan positif (positive
politeness)
mengacu pada muka positif (positive face), yang menunjukkan solidaritas. Dari konteks cerita, penutur sebagai seorang psikolog sedang menghibur lawan tutur yang merupakan pasiennya yang sedang bersedih. Pada tuturan di bawah ini mitra tutur menggunakan identitas kelompok yang
4
menunjukkan kedekatan hubungan penutur dan mitra tutur, yang juga menyatakan/menyiratkan suatu kebersamaan. Bsu: Wanderer, dear, no. You are not weak, and we both know that. Bsa: Wandarer, Sayang. Tidak. Kau tidak lemah, dan kita berdua tahu itu. Pada hakikatnya, bahasa itu beranekaragam di dalam masyarakat, sehingga terkadang memaksa kita untuk memahami bahasa lain. Hal ini mengarahkan pada pentingnnya sebuah peran penerjemahan. Penerjemahan merupakan suatu proses pengalihan pesan bahasa ke bahasa satu dengan bahasa lainnya. Seorang penerjemah dalam menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lain, bukan hanya bahasanya saja (linguistik) yang harus diketahui tetapi juga aspek-aspek budaya dan kebiasaan dari pemakai bahasa tersebut karena setiap bahasa mempunyai budaya dan kebiasaan yang berbeda. Pemahaman yang memadai tentang aspek bahasa dan non-bahasa dari bahasa sangat diperlukan untuk hasil dalam menyampaikan pesan secara tepat dan akurat. Terutama dalam menerjemahkan tindak tutur yang mengandung kesantunan haruslah akurat karena sudah menyangkut konteks dan budaya setempat. Maka, penerjemahan tersebut diperkirakan akan mempengaruhi kesantunan itu sendiri dan daya pragmatik. Peneliti tertarik mengkaji kesantunan positif terutama yang ada di dalam novel. Dipilihnya novel sebagai sumber penelitian karena tuturan yang terdapat dalam novel hampir menyerupai tindak tutur langsung yang diucapkan oleh seseorang. Perbedaanya hanya media penyampaiannya saja yang dituang ke dalam bentuk tulisan dan bersifat non-verbal. Tindak tutur yang terdapat di dalam suatu novel sangat menarik untuk dikaji, karena dalam setiap tokoh yang diciptakan pengarang tentu memiliki karakter yang berbeda-beda. Melalui karakter yang berbeda inilah maka setiap tindak tutur yang diucapkan pun akan memiliki ragamnya sendiri. Maka dari itu, tindak tutur yang terdapat
5
dalam suatu teks atau wacana tidak kalah menarik untuk dikaji dibandingkan dengan tindak tutur langsung yang bersifat verbal. Khususnya, tindak tutur yang terdapat pada novel-novel yang sudah diterjemahkan. Pada novel-novel berbahasa asing yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dapat ditemukan tindak tutur yang telah diterjemahkan yang menyesuaikan dengan budaya pembaca sasaran. Kadang kala, tindak tutur tersebut juga mengalami perubahan dari segi strategi kesantunan yang terdapat dalam teks bahasa sumber dan teks terjemahannya. Perubahan strategi kesantunan yang terjadi di bahasa sasaran membuat tindak tutur yang ada di dalam novel terjemahan memiliki derajat kesantunan yang berubah pula. Pada penelitian ini, peneliti memilih novel The Host dan terjemahannya Sang Pengelana. Ada dua hal yang membuat peneliti memutuskan menggunakan novel The Host dan terjemahannya sebagai objek penelitian. Yang pertama, The Host ditulis dengan gaya bahasa populer anak muda, mengangkat kisah pertarungan mahkluk asing yang bernama Jiwa, yang ingin menguasai bumi, karena mereka menganggap bahwa manusia adalah mahluk mortal yang kasar. Novel ini juga menjadi best seller dan diangkat di layar lebar.
Dan yang terakhir, setelah
membaca novel The Host berulang kali, peneliti menemukan bahwa di dalam novel tersebut terdapat banyak tuturan yang mengandung kesantunan yang menarik untuk di analisis. Terkait dengan kesantunan, ada beberapa penelitian yang relevan. Penelitian kesantunan berbahasa telah banyak dilakukan, namun penelitian mengkhususkan pada kajian kesantunan positif belum banyak dilakukan peneliti lain. Salah satunya, penelitian oleh Burti (2006) yang berjudul “Cross-cultural Pragmatics: The Translation of Implicit Compliments in Subtitles”. Penelitian ini berfokus pada fungsi strategi dari tindak tutur pujian secara implisit, yang bertujuan untuk mengevaluasi kontribusi terhadap kesantunan positif dan kesantunan negatif serta
6
terjemahan di subtitle dua bahasa. Penelitian ini menyelidiki terjemahan dari beberapa aspek yang berkaitan dengan tekstur linguistik kesantunan di subtitle dua bahasa. Kajian Burti terbatas pada tindak tutur pujian secara implisit dan dampak yang terjadi pada tuturan pujian secara implisit terhadap kesantunan positif dan kesantunan negatif setelah diterjemahkan. Yang membedakan dengan kajian disini adalah Burti meneliti tindak tutur pujian implisit dan apakah terjemahan tuturan tersebut sudah sesuai dengan budaya dan bahasa sasaran, sedangkan peneliti mengkhususkan kajian terjemahan kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif dan teknik penerjemahan yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif serta dampak kualitas terjemahannya dari aspek keakuratan dan keberterimaan. Selain itu, penelitian Nurhayati (2010) yang berjudul “Realisasi Kesantunan Berbahasa dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari”. Nurhayati mengkaji mengenai tuturan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang merealisasikan kesantunan berbahasa dan strategi penutur untuk merealisasikan kesantunan berbahasa dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Nurhayati menganalisis semua tindak tutur yang ada di dalam novel tersebut dan menganalisis strategi kesantunan yang digunakan. Nurhayati belum memfokuskan secara spesifik tentang kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif dan juga belum mengkaji tentang penerjemahan terutama teknik penerjemahan serta dampak kualitas terjemahannya dari aspek keakuratan dan keberterimaan. Penelitian selanjutnya, penelitian oleh Umalee (2013) dengan judul “Analisis Maksim Kerendahan Hati dalam Prinsip Kesantunan pada Terjemahan Novel Eclipse Karya Stephenie Meyer”. Umalee mengkaji tentang tindak tutur yang mengandung maksim kerendahan hati, menganalisis teknik penerjemahan serta dampaknya bagi keakuratan dan keberterimaan terjemahan. Umalee menggunakan dasar teori kesantunan
7
yang dikemukakan oleh Leech (1993), yakni prinsip kesopanan terutama dalam maksim kerendahan hati, akan tetapi pada menganalisis tindak tutur yang
mengandung
maksim
kerendahan
hati
menggunakan
teori
kesantunan menurut Brown dan Levinson (1987), yakni strategi kesantunan.
Yang
membedakan
dengan
penelitian
ini,
peneliti
mengkhususkan kajian hanya pada kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif khususnya dalam novel The Host. Penelitian ini juga meneliti mengenai kesantunan yang berjudul “Analisis Strategi Kesantunan pada Tindak Tutur Permintaan (Request) dalam Novel Breaking Dawn dan Terjemahannya” yang dilakukan oleh Valensia (2013). Valensia menganalisis strategi kesantunan tindak tutur direktif permintaan, teknik penerjemahan serta dampak kualitas terjemahan. Yang menjadi perbedaan kajian di sini adalah Valensia hanya memfokuskan tindak tutur permintaan saja sedangkan peneliti meneliti keseluruhan tindak tutur yang ada di dalam novel The Host khususnya tindak tutur yang mengandung kesantunan positif. Penelitian berikutnya, penelitian yang dilakukan oleh Haris (2013) dengan judul “ Analisis Terjemahan Tindak Tutur yang Mengandung Maksim Prinsip Kesantunan pada Subtitle Film Troy”. Haris mengkaji tindak tutur yang mengandung maksim prinsip kesantunan, juga mengkaji bentuk pelepasan ekspresi maksim prinsip kesantunan dan terjemahan, serta mengkaji teknik yang digunakan dan pengaruhnya pada maksim prinsip kesantunan dan yang terakhir mengkaji dampak kualitas terjemahannya. Haris menggunakan dasar teori kesantunan dari Leech (1993). Yang membedakan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan teori
kesantunan
menurut
Brown
dan
Levinson
(1987)
yang
mengkhususkan kajian hanya pada kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif khususnya dalam novel The Host. Penelitian terakhir, juga meneliti mengenai kesantunan yang berjudul
“Analisis
Perbandingan
Strategi
Kesantunan
Tuturan
Memerintah dalam Film The Amazing Spiderman dan Dua Versi
8
Terjemahannya (Subtitle Vcd & Subtitle Amatir) serta Dampaknya pada Kualitas Terjemahan” yang dilakukan oleh Pratama (2014). Pratama mengkaji tuturan memerintah dalam film The Amazing Spiderman dan dua versi terjemahannya (subtitle vcd & subtitle amatir) dengan menganalisis menggunakan strategi kesantunan, juga menganalisis teknik penerjemahan yang dipakai serta dampaknya terhadap kualitas terjemahan. Pada penelitian ini juga peneliti belum mengkhususkan kajian pada kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, peneliti sebelumnnya telah melakukan penelitian tentang kesantunan berbahasa baik itu prinsip kesantunan maupun strategi kesantunan. Selain itu, dalam hal ini objek yang
menjadi
penelitian
baik
novel
atau
film
yaitu
dengan
mengidentifikasi dari segi bentuk kesantunan, teknik apa saja yang digunakan, dan yang terakhir bagaimana kualitas terjemahan tindak tutur yang mengandung kesantunan berbahasa yang ada pada novel atau film tersebut. Masalah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengkhususkan kajian hanya pada kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif khususnya dalam novel The Host. Penelitian ini juga mengidentifikasi penanda kesantunan positif dan teknik terjemahan yang digunakan penerjemah yang berdampak pada kualitas terjemahannya.
B.
Batasan Masalah Penelitian ini terfokus pada pembahasan kualitas terjemahan
yang melalui penerapan teknik penerjemahan oleh penerjemah. Materi terjemahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif (positive politeness) dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Satuan lingual yang dikaji berupa kalimat. Subjek yang digunakan penelitian ini adalah novel yang berjudul “The Host” yang diterjemahkan menjadi “The Host: Sang
9
Pengelana” oleh Ingrid Dwijani Nimpoeno dan diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama di Jakarta pada tahun 2009.
C.
Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan pada latar belakang masalah dan
pembatasan masalah seperti tersebut di atas, maka dihasilkan beberapa rumusan masalah, yaitu: 1. Penanda kesantunan positif apa sajakah yang terdapat dalam kalimat yang
merepresentasikan
tuturan
kesantunan
positif
(positive
politeness) dalam novel The Host karya Stephenie Meyer dan terjemahannya? 2. Teknik
apa
sajakah
yang
digunakan
penerjemah
untuk
menerjemahkan kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif (positive politeness) dalam novel The Host karya Stephenie Meyer? 3. Bagaimanakah dampak dari penggunaan teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan dari segi keakuratan dan keberterimaan pada kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif (positive politeness) dalam novel The Host karya Stephenie Meyer?
D.
Tujuan Penelitian Berdasarkan pembahasan pada latar belakang masalah,
pembatasan masalah, dan rumusan masalah seperti tersebut di atas, maka dapat dihasilkan beberapa tujuan penelitan, yaitu: 1. Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis-jenis penanda kesantunan positif (positive politeness) dalam novel The Host karya Stephenie Meyer dan terjemahannya. 2. Untuk mengidentifikasi teknik penerjemahan yang digunakan pada kalimat yang merepresentasikan
tuturan kesantunan positif
(positive politeness) dalam novel The Host karya Stephenie Meyer.
10
3. Untuk mendeskripsikan dampak dari teknik yang digunakan penerjemah terhadap kualitas terjemahan dari segi keakuratan dan keberterimaan pada kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif (positive politeness) dalam novel The Host karya Stephenie Meyer.
E.
Manfaat Penelitian Berdasarkan pembahasan pada latar belakang masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian seperti tersebut di atas, maka dapat dihasilkan beberapa manfaat penelitian, yaitu: 1. Memberikan pengertian dan pemahaman mengenai kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif (positive politeness) dalam novel The Host karya Stephenie Meyer. 2. Memberikan gambaran tentang penerapan bentuk-bentuk strategi kesantunan positif (positive politeness) yang digunakan dalam novel The Host karya Stephenie Meyer. 3. Memberikan gambaran tentang pemilihan teknik penerjemahan kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif (positive politeness) yang digunakan dalam novel The Host karya Stephenie Meyer. 4. Memberikan
pengertian
dan
pemahaman
mengenai
dampak
penggunaan teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan kalimat yang merepresentasikan tuturan kesantunan positif (positive politeness) yang digunakan dalam novel The Host karya Stephenie Meyer.