BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan Hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di masyarakat. Aparatur penegak hukum merupakan pelengkap dalam hukum acara pidana, yang masing-masing aparat memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda. Secara singkat dikatakan, bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarkan hukum pidana materiel, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan (Andi Sofyan dan Abd Asis, 2014:4). Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan (Darwan Prints, 1998: 2). Hakim dalam menjatuhkan putusan pada prinsipnya selalu mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah, karena pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mendapatkan kebenaran yang selengkap-lengakapnya. Hal ini dapat dibaca pada pedoman pelaksanaan KUHAP bahwa tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat. Hal ini diperlukan untuk mencari siapakah pelaku yang melakukan suatu pelanggaran hukum, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan dalam persidangan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 2008: 1-8). 1
Di depan persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan terdakwa sebagai pihak yang didakwa telah melakukan tindak pidana. Hakim berada diantara kedua belah pihak, didepan persidangan emberikan penilaian terhadap hal-hal yang dikemukakan oleh para pihak. Tugas hakim di depan persidangan untuk memberikan penilaian terhadap kebenaran kedua pihak tersebut diatas, pada dasarnya secara ringkas terkandung sebagai penyedia upaya penguji kebenaran terhadap pembuktian masing-masing pihak, dapat di artikan pula tugas hakim terkait dengan proses pembuktian. Hakim dalam memeriksa fakta peristiwa yang telah dilakukan oleh terdakwa, berpedoman pada surat dakwaan yang telah disusun oleh penuntut umum. Surat Dakwaan adalah surat yang dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada waktu melimpahkan berkas perkara ke pengadilanyang memuat nama dan identitas pelaku perbuatan pidana, kapan dan di mana perbuatan dilakukan serta uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang didakwakan teah didakwakan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasal-pasal tertentu pula yang nantinya merupakan dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan untuk dibuktikan apakah benar perbuatan yang dakwaan itu betul dilakukan dan apakah betul terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggung jawabkan untuk perbuatan itu (A. Soetomo, 1989). Diikuti sejarah perkembangan pembuatan surat dakwaan, penuntut umum baru berdiri sendiri sejak berlaku UU pokok kekuasaan kejaksaan, UU No. 15/1961. pasal 12 UU tersebut menentukan, jaksa yang membuat surat dakwaan (menurut ketentuan itu diberi nama “surat tuduhan”) bukan dilakukan oleh ketua pengadilan negri. Ketentuan pasal 12 UU No. 15/1961 tersebut dipertegas lagi dengan surat edaran bersama Mahkamah Agung dan Jaksa Agung tanggal 20 oktober 1962 No. 6 MA/1962/24/SE. surat edaran dimaksud antara lain 2
menegaskan, pembuatan surat tuduhan (dakwaan) baik dalam perkara tolakan maupun dalam perkara sumir adalah jaksa. Dengan ketentuan pasal 12 dan penegasan surat edaran dimaksud, sejak saat itulah penuntut umum ditempatkan dalam posisi yang sempurna berdiri sendiri. Kedudukan Jaksa sebagai Penuntut Umum dalam KUHAP semakin dipertegas dalam posisi sebagai instansi yang berwenang melakukan penuntutan Pasal 1 butir 7 dan Pasal 137. Dalam posisi sebagai aparat Penuntut Umum, Pasal 140 ayat (1) menegaskan wewenang Penuntut Umum untuk membuat surat dakwaan tanpa campur tangan instansi lain. Penuntut Umum “berdiri sendiri” dan sempurna volwaardig dalam pembuatan surat dakwaan. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 butir 1 dan Pasal 137 serta Pasal 140 ayat (1), kedudukan Penuntut Umum dalam pembuatan surat dakwaan dapat dijelaskan. Tujuan dan guna surat dakwaan adalah sebagai dasar atau landasan pemeriksaan perkara di dalam sidang pengadilan. Hakim di dalam memeriksa suatu perkara tidak boleh menyimpang dan apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan (M. Yahya Harahap, hal. 379). Kalau begitu, seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan hanya dapat dijatuhi hukuman karena telah terbukti melakukan tindak pidana seperti yang disebutkan atau yang dinyatakan Jaksa dalam surat dakwaan. Oleh karena itu, pendekatan pemeriksaan persidangan, harus bertitik tolak dan diarahkan kepada usaha membuktikan tindak pidana yang dirumuskan dalam surat dakwaan. Penegasan prinsip ini pun sejalan dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 1976 No. 68 K/KR/1973, yang menyatakan Putusan pengadilan harus berdasarkan pada tuduhan, yang dalam hal ini berdasarkan Pasal 315 KUHP, walaupun katakata yang tertera dalam surat tuduhan lebih banyak ditujukan pada Pasal 310 KUHP (Putusan Mahkamah Agung No. 68 K/KR/1973, tanggal 16 Desember 1976). Berdasarkan penjelasan mengenai hal tersebut maka Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan harus dilakukan secara cermat. Mengingat bahwa surat 3
dakwaan ini akan menjadi dasar dari penuntut umum untuk mengajukan tuntutan hukumannya. Dalam menyusun surat dakwaaan Penuntut umum mencermati peristiwa nyata yang terjadi, maka kemudian melalui kemampuan berpikir memasukkan peristiwa nyata untuk menjadi peristiwa pidana yang umum di dalam surat dakwaan. Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk khusus dari perbuatan melawan hukum. “Defamation is the act of harming the reputation of another by making a false statement to a third party, including organizations such as partnerships and corporations as well as individual person” (William T. Mawer and G. Jane Hick, 2008, ” ACADEMIC JOURNALS AND THE MANAGEMENT OF DEFAMATION AND PLAGIARISM “ ). Pencemaran nama baik dikenal juga istilah penghinaan, pada dasarnya adalah menyerang nama baik dan kehormatan seseorang sehingga orang itu merasa dirugikan. Kehormatan dan nama baik memiliki pengertian yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena menyerang kehormatan akan berakibat kehormatan dan nama baiknyatercemar, demikian juga menyerang nama baik akan berakibat nama baik dankehormatan seseorang dapat tercemar. Oleh sebab itu, menyerang salah satu diantarakehormatan atau nama baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh seseorangtelah melakukan penghinaan. Sebagai salah satu contoh kasus perkara pidana yang telah terjadi di Pengadilan Negeri Mataram. Terdakwa LALU KAHARUDIN, S.Sos, IWAN PAHLAWAN BALUKEA, YOSEP ANDREAS RUKU MAN dan ANDIK BUDI HARIONO, melakukan perbuatan pencemaran nama baik kemudian menyebar dan disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum dan masyrakat menegtahuinya, sehingga saksi korban H SAHABUDIN, SH selaku Sekretaris Umum merasa malu dan tercemar nama baiknya. Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menelitinya dan menyusunnya kedalam penulisan hukum dengan judul : 4
“TINJAUAN PEMBATALAN DEMI HUKUM SURAT DAKWAAN OLEH HAKIM
DAN
PENUNTUTAN
IMPLIKASINYA PENUNTUT
TERHADAP
UMUM
KEWENANGAN
TERHADAP
PERKARA
PENCEMARAN NAMA BAIK (STUDI PUTUSAN SELA PENGADILAN NEGERI MATARAM NOMER: 276/PID.B/2013/PN.Mtr) ” B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dimaksudkan untuk lebih menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang dikaji penulis, serta mempermudah pembahasan masalah agar lebih terarah dan mendalam sesuai dengan sasaran yang tepat di mana terdapat pembatasan objek kajian yang akan diteliti, maka perlu adanya perumusan masalah yang tersusun secara sistematik dan baik. Maka dari itu penulis perlu untuk mengungkapkan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah Pembatalan Demi Hukum Surat Dakwaan oleh Hakim Pengadilan Negeri Mataram dalam Perkara Pencemaran Nama Baik sudah sesuai dengan Ketentuan KUHAP? 2. Apakah Implikasi Pembatalan Demi Hukum Surat Dakwaan oleh Hakim Pengadilan Negeri Mataram terhadap kewenangan Penuntut Umum dalam Perkara Pencemaran Nama Baik? C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini tujuan dari penelitian adalah untuk memberikan arah dalam melangkah dengan maksud penelitian yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif 5
a. Mengetahui apakah Pembatalan Demi Hukum Surat Dakwaan oleh Hakim Pengadilan Negeri Mataram dalam Perkara Pencemaran Nama Baik sudah sesuai dengan Ketentuan KUHAP b. Mengetahui implikasi Pembatalan Demi Hukum Surat Dakwaan oleh Hakim Pengadilan Negeri Mataram terhadap kewenangan Penuntut Umum dalam Perkara Pencemaran Nama Baik 2.
Tujuan Subyektif
a. Menambah pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan bidang hukum acara pidana, dengan harapan dapat bermanfaat dikemudian hari. b. Memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum, khususnya dalam hukum acara pidana. c. Memenuhi persyaratan yang diwajibkan bagi mahasisiwa dalam meraih gelar kesarjanaan khususnya dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian harus dipahami dan diyakini manfaatnya bagi menyelesaikan masalah yang diselidikinya. Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian ini akan bermanfaat bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan bidang hukum acara pidana pada khususnya. b. Mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, serta memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan data sekunder bagi penelitian berikutnya. 6
c. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan bahan hukum sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Manfaat Praktis a. Penulisan Hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang ilmu hukum sebagai bekal untuk terjun kedalam masyarakat suatu saat nanti. b. Penulisan Hukum ini diharapkan mampu memberikan suatu data dan informasi mengenai Pembatalan Demi Hukum Surat Dakwaan oleh Hakim dan Implikasi kewenangan Penuntutan Penuntut Umum Pengadilan Negeri Mataram dalam Perkara Pencemaran Nama Baik sudah sesuai dengan Ketentuan KUHAP c. Penulisan Hukum ini diharapkan mampu menerapkan bidang keilmuan yang selama ini diperoleh dalam teori-teori dengan kenyataannya dalam praktek. E. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran hipotesa atau ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 60). Metode penelitian merupakan suatu cara untuk menghasilkan data dan analisis data yang sahih yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga tujuan dari penelitian tersebut dapat tercapai. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur katagori 7
hukum tertentu, menganalisis hubungan antar hubungan serta menjelaskan hambatan-hambatan dan memprediksi perkembangan masa depan (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 32`). Dengan penulisan hukum ini penulis berharap mampu memberikan jawaban atas pertanyaan dalam penulisan ini. b. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini, sifat penelitian yang digunakan adalah perskriptif dan terapan. Bersifat perskriptif artinya ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, hukum menetapkan standar prosedur, ketentuanketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 22). Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, penelitian hukum yang dilakukan oleh praktisi maupun para scholars tidak dimulai dengan hipotesis. Sehingga dalam hal ini bukan hanya sekedar menetapkan aturan yang ada, melainkan juga menciptakan hukum untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan, penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis maupun kegiatan praktis harus dibingkai oleh moral (Peter Mahmud Marzuki, 2013:59-70). c. Pendekatan Penelitian Menurut pandangan Peter Mahmud Marzuki dalam suatu penelitian hukum terdapat bebrapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi guna menjawab isu hukum yang sedang diteliti, adapun
pendekatan yang
dimaksud yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach), pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 133-134). 8
d. Jenis dan Sumber Penelitian Pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai ototritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokemn resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnaljurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan bahan hukum primer yaitu : a) Putusan
Sela
Pengadilan
Negeri
Mataram
Nomor:
276/Pid.B/2013/PN.Mtr. b) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana c) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) d) Kitab Undang-undang Hukum Perdata e) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman f) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. g) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan, pemahaman mengenai bahan hukum primer, misalnya : a) buku-buku; 9
b) literatur; c) dokumen resmi atau karya ilmiah; dan d) jurnal hukum para ahli. e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang dipakai dalam pengumpulan bahan hukum dalam penulisan hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (Library Research). Teknik pengumpulan data ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian. f. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif. Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,
penggunaan metode deduksi ini
berpangkal dari pengajuan premis mayor(umum), kemudian diajukan premis minor(khusus), dari kedua premis tersebut ditartik suatu kesimpulan. Hadjon dalam pemaparannya mengemukakan bahwa di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian ditarik suatu konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89-90).
10
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum ditujukan untuk dapat lebih memberikan gambaran yang lebih luas dan jelas, komprehensif, dan menyeluruh mengenai bahasan yang akan disusun. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Pendahuluan terdiri dari; latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan menguraikan tinjauan umum tentangjaksa/ penuntut umum, tinjauan umum tentang Surat Dakwaan,tinjauan umum konstruksi hukum,tinjauan umum tentang
Pembuktian,
tinjauan
umum
tentang
tindak
pidana
pencemaran nama baik. BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini penulis akan menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu:perumusan dakwaan penuntut umum secara subsidaritas dalam pemeriksaan perkara korupsi di Pengadilan Negeri Pacitan sudah memenuhi ketentuan Pasal 143 KUHAP dan konstruksi hukum hakim terhadap dakwaan subsidaritas dalam pemeriksaan perkara korupsi di Pengadilan Negeri Pacitan
BAB IV
: PENUTUP Bab ini menguraikan tentang simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan masalah, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 11