BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada pemerintah daerah, yang dikenal dengan kebijakan Otonomi Daerah. Pengertian Otonomi Daerah menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Prinsip
dasar pemberian otonomi
didasarkan atas
pertimbangan bahwa daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka pemberian otonomi diharapkan akan lebih mampu memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dalam penyelanggaraan otonomi daerah pemerintah daerah harus melakukan peningkatan kapasitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sumber-sumber penerimaan keuangan daerah. Kriteria yang biasanya digunakan untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri adalah dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Brata Kusumah, 2001: 264), untuk itu diperlukan peraturan
1
2
perundang-undangan yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-Undang No. 28 Tahun 2009. Pengesahan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disingkat menjadi UU PDRD sebagai pengganti dari Undang-undang No. 18 Tahun 1997 dan Undang-undang No. 34 Tahun 2000. Terbitnya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 ini menandai momentum penting pemberian otonomi yang seluas-luasnya dalam bidang ekonomi dan fiskal. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 membahas semua hal tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat dijadikan pedoman daerah untuk mengelola aset daerahnya dalam merinci dan memungut pendapatan bagi daerahnya. Pemikiran dasar yang melatarbelakangi dibentuknya UU PDRD antara lain jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diatur dalam undang-undang yang lama sudah tidak memadai lagi dengan kebutuhan daerah dan juga dalam mendukung peningkatan pendapatan asli daerah sehingga daerah selalu menunggu besaran Dana Alokasi Umum (DAU) untuk membiayai penyelenggaraan urusan otonomi. Selain itu, dalam kenyataannya daerah banyak merumuskan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang bertentangan dengan prinsip efisiensi, kemudahan investasi, mobilisasi penduduk dan barang antar daerah. Penerapan UU PDRD ini setidaknya mempunyai beberapa tujuan antara lain memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan akuntabilitas
daerah
dalam
penyediaan
layanan
dan
penyelenggaraan
3
pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah, memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Di dalam UU PDRD terdapat beberapa materi penambahan jenis pajak daerah yang sangat potensial dalam peningkatan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) setidaknya terdapat penambahan 4 jenis Pajak Daerah, yaitu 1 jenis pajak provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis Pajak Daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru adalah Pajak Rokok, sedangkan 3 jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung Walet. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai kontribusi yang penting terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Seberapa besar kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan menjadi salah satu tolak ukur kemakmuran dan kemandirian suatu daerah. Oleh karenanya dibuatlah seperangkat aturan perundang-undangan yang menjadi pedoman pengelolaan pajak dan retribusi daerah serta upaya-upaya
pemerintah daerah untuk
mengoptimalkan pendapatan daerahnya. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah seberapa efektif penerapan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan mampu meningkatkan kemampuan fiskal daerah secara signifikan. Setiap
4
undang-undang dibuat tidak pernah terlepas dari konteks dan tujuan yang melingkupinya. Adanya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 bisa jadi hanya memberikan manfaat yang besar bagi kabupaten/kota besar saja. Sebaliknya, kabupaten/kota kecil belum tentu diuntungkan. Secara logika, peningkatan penerimaan daerah dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah hanya mungkin diwujudkan apabila Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota telah siap dengan segenap instrumen pendukungnya. Instrumen dimaksud meliputi fasilitas, sumber daya manusia (SDM), dan teknologi. Untuk kota-kota besar tentu tidak akan mengalami hambatan dalam menyediakan instrumen pendukung tersebut, tetapi kondisi sebaliknya dijumpai di kabupaten/kota yang tergolong kecil, sehingga berpotensi daerah akan semakin tertinggal. Selain itu Kemampuan fiskal yang berbeda juga akan mendorong semakin melebarnya kesenjangan pembangunan antarwilayah. Di Kabupaten Tulungagung Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber penerimaan yang potensial. Dengan dilaksanakannya UndangUndang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diharapkan Pemerintah Kabupaten Tulungagung bisa lebih mengoptimalkan penerimaan daerahnya dengan menggali potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah baik melalui intensifikasi maupun eksentifikasi yang disesuaikan dengan potensi atau lapangan yang ada. Jika penerimaan daerah besar maka, secara otomatis Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya juga besar dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi daerah dapat didorong sebagai buah dari sumber pendanaan yang tersedia secara lebih memadai.
5
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tulungagung? 2. Bagaimana implikasi pemberlakuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta upaya pemerintah Kabupaten Tulungagung dalam mengoptimalkan penerimaan daerahnya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui besarnya kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Tulungagung. 2. Untuk mengetahui implikasi pemberlakuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta upaya Pemerintah Kabupaten Tulungagung dalam mengoptimalkan penerimaan daerah nya. 1.4 Manfaat penelitian 1. Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah daerah (Khususnya Pemerintah
Kabupaten Tulungagung) dalam pengambilan
keputusan kebijakan diwaktu akan datang.
6
2. Kontribusi teoritis a. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta sarana dalam
menerapkan teori-teori yang pernah diperoleh selama masa perkuliahan. b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk
penelitian lebih lanjut khususnya pada pembahasan bidang yang sama. 3. Kontribusi kebijakan Digunakan sebagai tambahan informasi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 1.5 Ruang Lingkup penelitian Agar dalam pembahasan pokok permasalahan lebih terfokus, maka penulis memberi batasan pada penelitian ini yaitu sebatas pada penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung dalam hubungannya dengan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, Serta mengenai implikasi pemberlakuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Tulungagng. Faktor-faktor diluar Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak dimasukkan dalam lingkup ini.