AYAT–AYAT MENUJU KEPADA PENGERTIAN DAKWAH Oleh: Ivan Sunata A. Pengertian Dakwah Secara Umum Istilah dakwah tidak pernah mendapatkan definisi eksplisit dari nabi Muhammad SAW, baik dari perilakunya maupun ucapannya, tidak seperti istilah puasa, shalat dan haji yang telah ditarik oleh nabi dari arti kebahasaan menjadi istilah sacral yang mengacu pada bentuk peribadatan khas dalam Islam. Hal ini tentunya membuat beragamnya pengertian dan definisi kata dakwah. Namun secara umum, pengertian dakwah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik secara bahasa maupun istilah yang dikemukakan oleh para ahli. Secara terminologi, dakwah berasal dari bahasa Arab dari akar kata (dal, „ain dan waw) yang berarti dasar kecenderungan sesuatu disebabkan suara dan kata-kata. Dari kata ini terangkai menjadi asal kata da‟a-yad‟u-da‟watan¸(fiil naqish) berarti “menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu, atau kata da‟ayad‟u-du‟aan, da‟wahu, berarti “menyeru akan dia. Kemudian dari kata al-Da‟i, jamak da‟atun mu‟anasnya da‟iyatun, berarti orang yang mengajak manusia ke agamanya atau kepada mazhabnya.1
1
Salmadanis, Da‟i dan Kepemimpinan, (Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2004), Cet. Ke-1, h. 13 Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
25
Secara istilah, definisi dakwah dapat dijumpai dalam buku “Hidayat al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa‟zi wa alKhitabah” yang ditulis oleh Syek Ali Makhfudz. Menurutnya, dakwah adalah: “Penganjuran kepada manusia kepada kebaikan dan petunjuk, menyuruh (kepada) yang baik dan melarang (dari) yang buruk agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.”2 Definisi Makhfuzh
ini
dakwah
yang
menampilkan
dikemukakan dakwah
Syekh
sebagai
Ali
sebuah
tanggungjawab moral kepada masyarakat lainnya dengan berusaha membawa dan menuntun mereka agar berada di jalan Allah SWT, mengerjakan apa yang diperintahkann-Nya dan menjauhi yang dilarang-Nya. Pada literatur lainnya, Syekh Ali Makhfuzh sebagai pencetus gagasan dan penyusunan pola ilmiah ilmu dakwah memberi batasan mengenai dakwah sebagai: “membangkitkan kesadaran manusia diatas kebaikan dan mencegah perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan, kebahagiaan di dunia dan akhirat.”3 Berdasarkan pengertian kedua yang dikemukakan oleh Syekh Ali Mahfuzh, secara substansial dakwah dapat diartikan sebagai upaya mengingatkan manusia agar kembali dan mengingat perjanjian suci di alam roh (primordial convenant atau 2
Tim Dosen Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang, (Jakarta: Kartika Insan Lestari, 2003), h. 24-25 3
Tata Sukayat, Quantum Dakwah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), Cet. Ke-1, h. 2
26 Ivan Sunata
ahd al-Fitri fi „alam au-Ruh) berupa syahadah al-Ilahiyah atau pengakuan manusia terhadap eksistensi Allah SWT sebagai Tuhannya. Atas dasar perjanjian suci itu, ketika manusia dilahirkan hakikatnya berada dalam keadaan yang suci, akan tetapi manusia berpotensi lupa atau melupakan perjanjian itu. Maka dakwah berfungsi mengingatkan kembali akan perjanjian agar manusia tetap dalam keislamannya. Selain defenisi diatas, Abu Bakar Zakaria mengartikan dakwah sebagai berikut: “Dakwah adalah bekerjanya para ulama dan orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang agama, mengajar orangorang banyak dari orang umum, sesuatu yang membukakan mata mereka kepada urusan-urusan agama menurut kemampuan (yang ada pada ulama dan orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang agama).”4 Definisi diatas masih tetap memberikan batasan dakwah sebagai sebuah kegiatan untuk membawa manusia kepada (Islam). Perbedaan dari definisi yang dikemukakan oleh Syekh Ali Makhfuzh adalah pada pelaku dakwah yaitu ulama dan orangorang yang mempunyai pengetahuan tentang agama. Tidak adanya definisi secara eksplisit dari Rasulullah SAW, membuat makna dan arti dakwah mengalami penyempitan dan perluasan. Dalam pengertian agama, dakwah adalah panggilan atau seruan bagi umat manusia untuk menuju jalan Allah, yaitu
4
Tim Dosen Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang, op.cit.,h.
25 Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
27
jalan menuju Islam, seperti yang terdapat dalam al-Qur‟an surat Yusuf ayat 108:
س ْب َحانَ ه عو ِإلَى ه ُ س ِبي ِلي أ َ ْد ُ ير ٍة أَنَا َو َم ِن ات ه َب َع ِني َو َِّللا ِ علَى َب َ َِّللا َ قُ ْل َه ِذ ِه َ ص ََو َما أَنَا ِمنَ ْال ُ ْ ِر ِين Artinya: Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orangorang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". Pada sisi politik, seperti yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah, perebutan kursi kekhalifahan dari dinasti Umayyah disebut sebagai gerakan dakwah. Hal ini ditandai dengan slogan yang mereka pakai, yaitu “ ridla min Ali Muhammad (mencari keridhaan keluarga nabi Muhammad SAW).5 Di kalangan aliran Syi‟ah , pengertian politik keagamaan dari istilah dakwah ini memasukkan aktivitas ajakan untuk setia pada imam yang turun dari Islmail bin Ja‟far al-Shadiq. Gerakan politik itu disebut dengan aktivitas dakwah dan telah melahirkan revolusi Qaramithah Ismailiyah di Syiria pada tahun 902-907 M, yang berpuncak pada berdirinya dinasti Fathimiyah di Afrika Utara dan mencapai masa keemasannya di Mesir. Dalam sistem ajaran Syi‟ah Ismailiyah, dakwah antara lain berbentuk pendidikan dan proses indoktrinisasi ajaran dan pemikiran dalam bidang politik, hukum, sistem kepercayaan
5
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, (Semarang, Pustaka Pelajar: 2003), Cet. Ke-1, h.13-14
28 Ivan Sunata
maupun filsafat. Secara formal, kegiatan dakwah dikelola oleh Negara, bahkan khalifah dari dinasti Fathimiyah pernah memaksa rakyat untuk mengikuti kegiatan dakwah di lembaga “Pusat Dakwah” yang dipimpin oleh para Qadli, Abdul Aziz bin Muhammad bin an-Nu‟man. Selain itu, istilah dakwah juga dipakai untuk menunjuk suatu wilayah tertentu yang dinyatakan setia dengan pemerintah pusat. Perluasan berikutnya dari pemaknaan dakwah adalah aktivitas yang berorientasi pada pengembangan masyarakat muslim, antara lain dalam bentuk peningkatan kesejahteraan sosial.6 Bagi umat Islam, ide pengembangan masyarakat sebabai bagian dari cakupan dakwah adalah bukan ide lain yang dimasukkan begitu saja dalam dakwah. Ia adalah pemunculan kembali apa yang sebenarnya ditunjuk oleh istilah dakwah yang pernah tertutup oleh dominasi politik keagamaan, ketika dakwah diabdikan untuk kepentingan politik. Namun, hal itu tidak diakui oleh intelekual barat, seperti Dare F Eickelman dan James Piscatori. Mereka memandang bahwa ide kesejahteraan sosial masuk dalam cakupan dakwah adalah penambahan ide lain dalam pengertian dakwah. Mereka mengatakan dalam salah satu karyanya, bahwa redefinisi dakwah telah memasukkan ide-ide tentang aktivisme kesejahteraan sosial kedalamnya.
6
Ibid., h. 16-17 Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
29
Menurut pandangan mereka, tradisi dakwah telah mulai direformulasi ulang dalam suata cara yang halus tapi penting. Pendidikan masih berperan sentral bahkan pola-pola politisasi telah terulang kembali. Sebagai contoh, kelompok Syi‟ah utama di Irak yang beroposisi terhadap pemerintahan Saddam Husein memunculkan nama Hizb al-Dakwah al-Islamiyah (Partai Dakwah Islam), sementara salah satu sarana utama bagi penyebaran agama dan ide-ide politik di Libia adalah Jam‟iyah al-Dakwah al-Islamiyah (Organisasi Dakwah Islam). Bahkan tradisi
dakwah
juga
sedang
didefinisikan
ulang
guna
memasukkan ide-ide tentang aktivisme kesejahteraan sosial, sebagai contoh klinik kesehatan gratis, sup ayam bagi orangorang miskin, subsidi perumahan dan bentuk-bentuk bantuan mutual lainnya yang seringkali menggantikan pelayanan pemerintah yang tidak efektif atau malahan tidak ada.7 Selanjutnya mereka memberi contoh beberapa lembaga dakwah yang diantara kegiatannya adalah ide mengenai aktivisme kesejahteraan sosial. Seperti Hizbullah, “Partai Allah”, yang mengembangkan sistem kesejahteraan sosial secara luas di Libanon yang melibatkan kegaiatan pendidikan, pertanian, medis dan bantuan perumahan. Di distrik Bir al-„Abid, Beirut, Hizbullah telah menjalankan sebuah koperasi supermarket yang menjual produk dengan harga dibawah harga eceran, meyediakan beasiswa, mengelola 7
Ibid.
30 Ivan Sunata
klinik-klinik
kesehatan,
dan
member
subsidi
perumahan kepada orang yang membutuhkan. Di Amerika Serikat, American Muslim Council menekankan perlunya dikembangkan “lembaga pelayanan sosial”. Jamaah Nash alIslam (Jamaah Untuk Kemengangan Islam) di Nigeria utara mengoperasikan klinik-klinik kesehatan
dan “kelompok
bantuan” yang fungsinya sangat mirip dengan Palang Merah. Di Yordania, Rumah Sakit Islam yang ada di Amman memiliki nilai tinggi. Di Malaysia, ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) membicarakan
perlunya
sebuah
“uluran
tangan
Islam”,
sementara Darul Arqam telah membuka sebuah klinik kesehatan umum, peternakan dan pabrik untuk memproduksi makanan halal, pasta gigi dan sabun.8 Beragamnya makna dakwah yang dipahami umat Islam seperti contoh-contoh diatas tidak lain merupakan implikasi pemahaman terhadap dua segi dakwah yang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan, yaitu (1) isi, substansi, pesan dan esensi, (2)
bentuk, forma, pesan cara penyampaian dan
metode. Sisi pertama mempunyai dimensi universal yang tidak terikat oleh ruan dan waktu. Dalam hal ini substansi dakwah adalah pesan keagamaan itu sendiri, sedangkan sisi kedua disebut dalam al-Qur‟an sebagai syir‟ah atau manhaj yang dapat berbeda-beda menurut tuntutan ruang dan waktu.
8
Ibid., h. 18 Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
31
Untuk memperoleh suatu kesatuan pemahaman dan pengertian dakwah secara universal kita perlu kembali merujuk kepada al-Qur‟an sebagai sumber perintah berdakwah itu sendiri. B. Ayat-ayat yang Menuju Kepada Pengertian Dakwah Kata dakwah dalam al-Qur‟an terulang sebanyak 211 kali, dengan rincian dalam bentuk mashdar 10 kali, fi‟il madhi 30 9
kali, fi‟il mudhari‟ 112 kali, isim fa‟il 7 kali dan yang seakar dengan du‟a 20 kali.10 Uraian diatas dapat diuraikan sebagai berikut: Kata dakwah dan da‟wa dalam bentuk mashdar diulang sepuluh kali dalam al-Qur‟an, yaitu dalam surat al-Baqarah: 186, al-A‟raf: 5, Yunus: 10 dan 89, al-Ra‟d: 14, Ibrahim: 44, al-Anbiya‟: 15, alRum: 25, Ghafir (al-Mukmin: 43). Dalam bentuk fi‟il madhi diulang 30 kali. Antara lain dalam surat al-Baqarah: 186, Ali Imran: 38, al-Nisa‟: 117, alAn‟am: 52 dan 108, Yunus: 66, Hud: 101, al-Ra‟d: 14, al-Nahl: 20, al-Isra‟: 67, al-Kahfi: 28, al-Hajj: 62, al-Furqan: 68, alQashash: 41, al-Ankabut: 42 dan lain-lain. Dalam fi‟il amar diulang sebanyak 32 kali, antara lain dalam surat al-Baqarah: 61, 68 dan 70, al-A‟raf: 134, al-Nahl:
9
Salmadanis, op.cit., h. 13, dikutip dari Muhammad Fu‟ad „Abd alBaqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur‟an, Daral-Ma‟rifah, Beirut, 1992, h. 326 10
Ibid.
32 Ivan Sunata
125, al-Hajj: 67, al-Qashash: 87, al-Syura: 15, al-Zukhruf: 49 dan lain-lain. Dalam bentuk itsim fa‟il diulang tujuh kali, yaitu dalam surat al-Baqarah: 186, Taha: 108, al-Ahzab: 46, al-Ahqaf: 31 dan 32 serta al-Qamar: 6 dan 7. Kata du‟a yang juga bentuk mashdar dan seakar dengan kata dakwahdiulang 20 kali. Antara lain dalam surat al-Baqarah: 171, Ali Imran: 38, al-Ra‟d: 14, Ibrahim: 39, Maryam: 48, alAnbiya‟: 45, an-Nur: 63, alNaml: 80, al-Rum: 52, Gafir (alMu‟min): 50, Fushilat: 49, 51 dan lain-lain. Berdasarkan penelitian terhadap ayat-ayat di atas ternyata tidak semua bentuk kata da‟wah berarti mengajak atau menyeru orang kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Bahkan ayat yang jelas-jelas mencantumkan kata da‟wah seperti dalam surat al-Baqarah: 186, Yunus: 10, al-Ra‟d: 14, Ibrahim: 44, alAnbiya‟: 15, al-Rum: 25 ternyata tidak berkonotasi da‟wah seperti yang dipahami sekarang, tapi ayat-ayat tersebut mengandung arti do‟a dan permohonan. Contoh kata dakwah dalam bentuk fi”il madhi seperti terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 186, sebagai berikut:
ِ َك ِعب ِ الد ِاع إِذَا َد َع ِ ادي َع ِّن فَِإِّّن قَ ِر َّ َيب َد ْع َوة ان ّ َ َ َوإِذَا َسأَل ٌ ُ يب أُج فََف ْيَ ْ َ ِ يبُوا ِ َولْيَُف ْ ِ ُوا ِ لَ َ َّ ُ ْ يََف ْر ُ ُدو َن Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah 33
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” Mengenai sebab turunnya ayat ini, Ibnu Jarir, Ibnu Hatim, Ibnu Mardawaih, Abusy Syekh, dan yang lainnya meriwayatkan dari beberapa jalur dari Jarir bin Abdul Hamid dari Ubadah as-Sijistani dari ash-Shilt bin Hakim bin Mu‟awiyah dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, “Pada suatu hari seseorang Arab Badui mendatangi Nabi Muhammad, lalu berkata, “Apakah Tuhan kita dekat sehingga kita cukup berbeisik saat memohon kepada-Nya, ataukah Dia jauh sehingga kita perlu berteriak memanggil-Nya? “Rasulullah pun terdiam, lalu turun firman Allah: “Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang aku, maka sesungguhnya Aku dekat........”11 Kata da‟a pertama kali dipakai dalam al-Qur‟an dengan arti mengadu (meminta pertolongan kepada Tuhan) yang pelakunya adalah Nabi (Nuh).12 Lalu kata itu berarti memohon pertolongan (kepada Tuhan) yang pelakunya adalah manusia (dalam arti umum).13
11
Jalaluddin as-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat al-Qur‟an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hal. 68 12
QS. al-Qamar: 10, yaitu : “ فدعا ربه أني مغلوب فانتصرMaka
dia mengadu kepada Tuhannya: "bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)".
34 Ivan Sunata
Setelah itu, kata da‟a berarti menyeru kepada Allah yang pelakunya adalah kaum Muslimin.14 Khusus dalam bentuk da‟a terulang dalam al-Qur‟an sebanyak 5 kali. Kemudian kata yad‟u, pertama kali dipakai dalam alQur‟an dengan arti mengajak ke neraka yang pelakunya adalah setan, seperti disebutkan dalam QS. Fathir: 6;
ِ ِ ِ ِ َص َح اب ال َّ ِ ِري ْ إِ ََّّنَا يَ ْدعُو ح ْزبَهُ ليَ ُكونُوا ْن أ Artinya: “Sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” Lalu kata itu berarti mengajak ke surga yang pelakunya adalah Allah, seperti disebutkan dalam QS. Yunus: 25:
ٍ صر ِ ِ َ اَّلل ي ْدعُو إِ ََل َدا ِر ال َّ ََلِم ويَف ْ ِدي ن ي ٍ اط ُ ْ َ ِقي َ َْ ََ َ َُّ َو َ شاءُ إ ََل Artinya: “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).”
13
Lihat, QS. al-Zumar: 8, yaitu : “ وإذا مس اإلوسان ضر دعا ربه.......Dan apabila manusia itu ditimpa kemudaratan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya............” 14
Lihat, QS. al-Fushshilat: 33, yaitu : ومه أحسه قوال ممه دعا إلى هللا وعمل “ صالحا وقال إوىي مه المسلميهSiapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
35
Bahkan dalam QS. al-Baqarah: 221, kata yad‟u dipakai bersamaan untuk mengajak ke neraka yang pelakunya orangorang musyrik dan mengajak ke surga yang pelakunya Allah:
ِ ِِ ِ َّ ك يَ ْدعُو َن إِ ََل الَّا ِر َو ّي َ ِأُولَئ ُ ِّاَّللُ يَ ْدعُو إِ ََل ا ْْلََّة َوال َْمغْف َرة ِبِِ ْذنِه َويَفُبََف ِ َِء َاَيتِِه ل َّاس لَ َ َّ ُ ْ يََفَ َذ َّك ُرو َن Artinya: “Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” Khusus dalam bentuk yad‟u ini terulang dalam al-Qur‟an sebanyak 8 kali.
Kata yad‟u adalah merupakan bentuk kata
dakwah yang pertama kali dipakai dari semua bentuknya yang ada dalam al-Qur‟an dengan arti memanggil (golongannya) yang pelakunya adalah orang-orang yang melampaui batas karena merasa dirinya serba kecukupan. Dalam pada itu dipergunakan pula kata nad‟u dengan arti memanggil (sama dengan arti kalimat yad‟u) yang pelakunya adalah Tuhan.15 Setelah itu, kata yad‟u berarti “penyeru” kepada sesuatu selain Allah yang pelakunya orang yang mendustakan Nabi dan mengikuti hawa nafsunya.16 Lalu kata itu berarti berdo‟a untuk kejahatan dan untuk kebaikan yang pelakunya adalah orang yang tergesa-gesa.17 Khusus bentuk yad‟u ini (sighat fi‟il mudhari‟) terulang dalam al-Qur‟an
15
Lihat, QS. al-‟Alaq: 17-18. Lihat, QS. al-Qamar: 6. 17 Lihat, QS. al-Isra‟: 11. 36 Ivan Sunata 16
sebanyak 5 kali.18 Dalam kaitan ini, bentuk kata tad‟u pada umumnya berarti mengajak (menyeru) kepada selain Allah yang pelakunya adalah orang-orang musyrik dan larangan perbuatan yang demikian itu yang pelakunya adalah Allah. 19 Adapun kata ) أ د عud‟u) pertama kali dipakai dalam alQur‟an dengan arti memohon atau meminta, seperti permintaan kaum Nabi Musa untuk memohonkan baginya kepada Tuhan agar mereka terlepas dari azab yang menimpanya. 20 Lalu kata itu berarti serulah kepada agama yang pelakunya adalah para rasul. 21 Kemudian kata itu berarti serulah orang musyrik itu kepada Tuhan yang pelakunya adalah nabi Muhammad SAW.22 Khusus dalam bentuk kata ud‟u ini terulang dalam al-Qur‟an sebanyak 10 kali. Pada sisi lain, kata dakwah dalam bentuk seperti di atas juga dipergunakan Rasul Allah SAW. dalam menyebarkan dakwah secara tertulis, yakni dalam bentuk surat yang dikirim kepada Heraclius, raja Romawi, antara lain berbunyi:23 “Saya mengajak tuan memperkenankan panggilan Allah peluklah (Islam) supaya tuan selamat. Ini menunjukkan pula bahwa, 18
Lihat, „Abd. al-Baqi, op.cit., h. 258 Lihat misalnya, QS. al-A‟raf: 37, 194 dan 197. 20 Lihat, QS. al-A‟raf: 134 21 Lihat, QS. al-Syura‟: 15, yaitu : كما أمرت وال تتبع 19
فلذلك فادع واستقم أهواءهم وقل ءامنت بما أنزل هللا من كتاب وأمرت ألعدل بينكم هللا ربنا وربكم لنا أعمالنا ولكم أعمالكم ال حجة بيننا وبينكم هللا يجمع بيننا وإليه المصير 22 Lihat, QS. al-Qashash: 87 yaitu : وال يصدنك عن ءايات هللا بعد إذ أنزلت إليك وادع إلى ربك وال تكونن من المشركين 23
Muhammad Abu Zahrah, al-Da‟wat ila al-Islam, Dar al-Fikr al‟Arabi, tt., ttp. h. 21, sebagaimana yang ditulis Salmadanis, Makna-makna Dakwah al-Qur‟an¸hal. 28 Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah 37
dakwah Rasul Saw. selain dilaksanakan dengan metode lisan juga dengan tulisan (surat).” Sementara kata dakwah bentuk ism (da‟watan), berarti seruan atau panggilan dan permohonan atau do‟a. Kata ini pertama kali digunakan dalam al-Qur‟an dengan arti seruan yang disertai dengan kata (asal kata da‟a) itu juga dalam bentuk fi‟il (tad‟unani). Walaupun dalam bentuk pertama ini seruan yang dilakukan oleh para rasul Allah (orang-orang beriman) itu tidak berkenan kepada obyeknya.24 Namun kemudian kata itu berarti panggilan yang juga disertai bentuk fi‟il (da‟akum), dan kali ini panggilan akan terwujud karena Tuhan yang memanggilnya.25 Lalu kata itu berarti permohonan digunakan dalam bentuk do‟a kepada Tuhan dan Dia menjanjikan akan mengabulkannya 26 Juga pada ayat lain, kata itu berarti do‟a yang benar-benar akan dikabulkan-Nya.27 Khusus dalam bentuk da‟watan ini terulang dalam al-Qur‟an sebanyak 4 kali. Dari uraian di atas dipahami bahwa dalam bentuk fi‟il, kata dakwah menurut al-Qur‟an selain digunakan dalam arti mengajak kepada kebaikan yang subyeknya adalah Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman dan beramal shaleh, juga terkadang dipakai dalam arti mengajak kepada kejelekan yang subyeknya adalah setan, orang kafir dan munafik. Sementara dalam bentuk itsm, kata itu berarti seruan dan permohonan.
24
Lihat, QS. al-Mu‟min: 43 Lihat, QS. al-Rum: 25 26 Lihat, QS. al-Baqarah: 186 27 Lihat, QS. al-Ra‟d: 14 38 Ivan Sunata 25
Kaitannya dengan dakwah ini kata-kata tersebut, terutama bila dilihat dari segi penggunaannya dalam konteks ayat-ayat al-Qur‟an, tampak lebih tertuju kepada ajakan (mengajak) kebaikan, apalagi kalau dilihat pemakaian ayat-ayat dakwah dalam al-Qur‟an, seperti ayat 104 surat Ali Imran:
ِ ِ اْلَ ِْري وَيْ رو َن ِِبلْم ر ِ وف َويََف َْف َ ْو َن َع ِن ُْ َ ُ ُ َ َ ْ َولَْ ُك ْن ْ ُك ْ أَُّةٌ يَ ْدعُو َن إ ََل ك ُ ُ ال ُْم ْف ِ ُحو َن َ ِال ُْم ْ َك ِر َوأُولَئ Artinya : “ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. “ (QS. Ali Imran : 104) Ayat ini turun waktu Abdillah bin Yahya melakukan ibadah haji bersama Mu‟awiyah bin Abi Sofyan. Ketika sampai di kota Mekaah dan akan melakukan shalat zuhur, Mu‟awiyah mengaskan,
bahwa
Rasulullah
SAW
telah
bersabda:
“sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani berpecah belah dalam urusan agama mereka menjadi tujuh puluh dua golongan. Sedangkan umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan (firqah), dan hanya aku yang masuk surge. Yaitu para pengikut Ahlus Sunnah wal Jama‟ah. Pada akhir zaman nanti akan lahir ditengah-tengah umatku beberapa golongan orang yang suka ikut-ikutan sebagaimana anjing mengikuti tuanku, sehingga keringat dan tenaga mereka terkuras tanpa hasil. Demi Allah, wahai orang-orang Arab, sekiranya kamu tidak mau mematuhi ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW tentu tidak ada seorang pun di dunia ini yang akan Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
39
mengikutinya”. Sehubungan dengan sabda Rasulullah SAW itu Allah
SWT
menurunkan
ayat
ke-104
dan
105
yang
memerintahkan untuk mengajak umat manusia kearah kebaikan dan amar makruf nahi munkar serta menciptakan pesatuan dan kesatuan.28 Setelah dalam ayat-ayat yang lalu Allah mengecam Ahl al-Kitab yang memilih kesesatan dan berupaya menyesatkan orang lain, maka pada ayat 104 ini, Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menempuh jalan yang berbeda, yaitu menempuh jalan luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebajikan dan makruf. Kalimat “yad‟uuna” dalam ayat ini menurut al-Alusi mengandung pengertian ajakan kepada kebaikan , yakni ajakan kepada
kepentingan
perbaikan
keagamaan
(Islam)
dan
keduniaan, sehingga kalimat itu di‟athafkan kepada kalimat berikutnya.29 Kemudian dari segi istilah, Bahi al-Khuli mengatakan, dakwah adalah memindahkan suatu situasi manusia kepada situasi yang lebih baik.30 Muhammad Abduh (w. 1905 M/1323 28
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman al-Qur‟an Surat al-Baqarah – an-Nas, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 167-168 29
Salmadanis, Op.Cit, h. 19, dikutip dari al-Fadhl Syihab al-Din alSayyid Mahmud al-Alusiy, Ruh al-Ma‟ani fi Tafsir al-Qur‟an al-Azhim wa al-Sab‟ al-Hasani, (Beirut: Dar al-Fikr,, 1398 H/1978 M), juz IV, h. 21 30
Ibid. dikutip dari al-Bahi al-Khuli, Tazkirah al-Du‟ah, (Mesir: Dar al-Kitab al-„Arabi, 1952), h. 27
40 Ivan Sunata
M) dalam hal ini mengistilahkan dakwah dengan ishlah, yaitu memperbaiki keadaan kaum muslimin dan member petunjuk kepada orang-orang kafir untuk memeluk Islam.31 Lebih jauh Amin Rais mengemukakan bahwa dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami.32 Tidak dapat disangkal bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang, bahkan kemampuannya mengamalkan sesuatu akan berkurang, bahkan terlupakan dan hilang, jika tidak ada yang mengingatkannya atau tidak diulang-ulangi mengerjakannya. Disisi lain, pengetahuan dan pengamalan saling berkaitan erat, pengetahuan mendorong kepada pengamalan meningkatkan kualitas amal sedang pengamalan yang terlihat dalam kenyataan hidup merupakan guru yang mengajar individu dan masyarakat sehinga mereka pun belajar mengamalkannya. Dengan demikian, maka inti dari dakwah Islamiah adalah mengingatkan dan memberikan keteladanan kepada masyarakat luas,33 dari sinilah lahirnya tuntunan ayat 104 QS. Ali-Imran.
31
Ibid. Pendapat Muhammad Abduh, sebagai dikutip H. Mochtar Husein, Dakwah Masa Kini, (Nuhiyah, Ujung padang, 1986), h. 2 32 Ibid. dikutip dari Amin Rais, Cakrawala Islam, (Bandung: Mizan, 1996), Cet. Ke-VII, h. 25-26 33 M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Tangeran: Penerbit Lentera Hati, 2005), Vol.2, h. 173 Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah 41
Kata minkum pada ayat diatas dipahami sebagian ulama dalam arti sebagian, dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan ayat ini tidak tertuju kepada setiap orang. Bagi yang memahaminya
demikian
maka
ayat
ini
buat
mereka
mengandung dua macam perintah, yang pertama kepada seluruh umat Islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah, sdang perintah yang kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan makruf serta mencegah kemungkaran. Tetapi sebagian ulama memfungsikan kata minkum dalam arti penjelasan, sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim untuk melaksanakan tugas dakwah sesuai dengan kemampuannya. Menurut Quraisy Shihab, bila yang dimaksud adalah dakwah yang sempurna tentu saja tidak semua orang dapat melakukannya. Disisi lain, kebutuhan masyarakat dewasa ini, menyangkut informasi yang benar ditengah arus informasi, bahkan perang informasi yang demikian pesat dengan sajian nilai-nilai baru yang seringkali membingungkan, semua menuntut adanya kelompok khusus yang menangani dakwah dan membendung informasi yang menyesatkan. Karena itu, adalah lebih tepat memahami kata minkum dengan pengertian sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling mengingatkan. Bukan berdasarkan ayat ini, tetapi antara lain berdasarkan firman Allah dalam surat al-„Ashr yang menilai semua manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman 42 Ivan Sunata
dan beramal shaleh serta saling mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.34 Al-Maraghi dalam tafsirnya menyebutkan, Da‟i dalam pengertian khusus adalah orang-orang yang mengetahui rahasiarahasia, hukum, hikmah tasyri‟ dan fiqhnya35 seperti yang diisyaratkan ileh Allah dalam firmannya QS at-Taubah: 122: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” Oleh Karena itu, wajib bagi para Da‟i untuk memenuhi beberapa persyaratan agar ia dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan menjadi teladan dan panutan dalam ilmu dan amalnya: 1. Hendaknya pandai dalam bidang al-Quran, sunnah, sirah nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin. 2. Hendaknya pandai membaca situasi orang-orang yang sedang menerima dakwahnya baik dalam urusan, bakat, watak dan akhlak mereka atau singkatnya mengetahui kehidupan mereka. 3. Hendaknya ia menguasai bahasa umat yang dituju oleh dakwahnya.
Rasulullah SAW
sendiri
memerintahkan
kepada para sahabat mempelajari bahasa Ibrani, karena 34
Ibid., h. 173-174 Ahmad Mustafa al-Maragi, Terjemah Tafsir al-Maragi, (Semarang: Toha Putera, 1993), Juz.Ke-4, Cet.Ke-2, h.37 Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah 43 35
beliau perlu berdialog dengan orang-orang Yahudi yang menjadi tetangga beliau, dan untuk mengetahui hakikat mereka. 4. Mengetahui agama, sekte-sekte masyarakat ajar juru dakwah bisa mengetahui kebatilan-kebatilan yang terkandung padanya. Sebab bila seseorang tidak jelas kebatilan yang dipeluknya, maka sangat sulit baginya memenuhi ajakan kebenaran, sekalipun orang telah mengajaknya. Makna umum pelaku dakwah bagi al-Maraghi adalah seluruh kaum mukmin. Menurutnya, seluruh kaum mukmin terkena taklif agar memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban tersebut. Realisasinya adalah hendaknya masingmasing anggota kelompok tersebut mempunyai dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan hal tersebut dan mengawasi perkembangannya dengan kemampuan optimal sehingga bila mereka
melihat
kekeliruan
atau
penyimpangan,
segera
mengembalikannya ke jalan yang benar. Kaum mukminin pada masa permulaan Islam berjalan pada sistem ini, yaitu melaksanakan pengawasan terhadap orangorang yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan umum. Khalifah Umar ra. Pernah berkhutbah diatas mimbar dan diantara ucapannya adalah, “Jika kalian melihat dalam diriku suatu peyimpangan, maka luruskanlah oleh kalian.” Lalu salah seorang pengembala berdiri seraya berkata, “Seandainya kami melihat penyimpangan dalam dirimu, maka akan kami luruskan dengan pedang kami.”
44 Ivan Sunata
Khutbah khalifah Umar bin Khattab dimaksudkan untuk hal– hal yang bersifat umum dan agama, karena selain pemimpin rohani umat Islam pada waktu itu, kahlifah Umar juga berfungsi sebagai
kepala
pemerintahan
yang
menaungi
seluruh
masyarakat. Oleh Karena itu, untuk konteks sekarang, Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM dan juga Pers juga disebut sebagai da‟i karena melakukan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah terutama dalam mengontrol, mengawasi tindak pidana korupsi dan sebagainya. Namun, yang perlu dicatat adalah, dalam berdakwah para da‟i harus memperhatikan prinsip kesatuan tujuan dan maksud. Sebab umat-umat terdahulu tidak berjaya karena terlibat perselisihan dan pertengkaran sesama mereka. Seperti yang diperingatkan Allah; “Janganlah kalian seperti orang-orang ahlu kitab, yaitu mereka yang terpecah belah dalam agama sehingga menjadi berbagai sekte, yang setiap sekte mempunyai aliran tersendiri yang membedakan dengan sekte lainnya. Setiap sekte mengajak dan mendukung sektenya, serta menyalahkan sekte lainnya.” Sebab itu, dalam berdakwah tidak ada prinsip saling menyalahkan atau menyudutkan pribadi/ajaran orang atau golongan lain, apalagi karena perbedaan tersebut terjadi pertikaian dan perselisihan antar sesama muslim. Seorang da‟i harus bisa menjadi penyeguk serta membawa kedamaian ditengah-tengah masyarakat yang menyatukan masyarakat ditengah-tengah perbedaan yang ada. Kalaupun ada kesalahan fatal ditengah masyarakat yang tidak bisa ditolerir menurut Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
45
ajaran al-Qur‟an dan Sunnah, baik di segi akidah, akhlak dan sebagainya maka seorang da‟i harus meluruskan kembali hal tersebut dengan cara yang baik dan makruf sesuai dengan metode dakwah sebagaimana QS an-Nahl: 125 dan melalui berbagai pendekatan yang ada. Selanjutnya pada ayat 104 QS Ali-Imran ditemukan dua kata berbeda yang dalam rangka perintah berdakwah. Pertama adalah yad‟una yakni mengajak, dan kedua adalah ya‟muruna, yakni
memerintahkan.
Dua
kata
tersebut
menunjukkan
keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat Islam. Kelompok yang pertama bertugas mengajak dan kelompok kedua bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua tentulah memiliki kekuasaan di bumi. Sementara kata al-Khair adalah nilai universal yang diajarkan oleh al-Qur‟an dan sunnah, sedang ma‟ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat selama sejalan dengan al-khair.36 Dengan konsep ma‟ruf, alQur‟an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan nilai-nilai akibat perkembangan positif masyarakat, hal ini dikarenakan ide atau nilai yang dipaksakan atau tidak sejalan dengan perkembangan budaya masyarakat tidak akan dapat diterapkan. Jadi, konsep ma‟ruf dalam membuka pintu bagi perkembangan positif masyarakat, bukan perkembangan negatifnya.
36
M. Quraisy Shihab, Op.Cit, h. 175
46 Ivan Sunata
Dari pengertian dakwah yang telah disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa dakwah mengandung arti: a. Memberi tuntunan dan pedoman serta jalan hidup yang harus dilalui dan dihindari oleh manusia agar mereka mendapat petunjuk dan terhidar dari kesesatan. b. Mengubah
dan
memperbaiki
keadaan
seseorang
atau
masyarakat dari yang tidak baik kepada yang baik, dari masyarakat jahili menjadi masyarakat Islami. c. Memberikan penghargaan akan sesuatu nilai agama yang didakwahkan itu sehingga dirasakan oleh seseorang atau masyarakat suatu kebutuhan yang vital dalam kehidupannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dakwah ialah segala aktifitas yang dilakukan oleh mukmin sesuai kemampuan yang dimilikinya, yang bertujuan menjadikan seluruh umat manusia beragama Islam dengan baik disertai akhlak yang mulia agar mereka memperoleh sa‟adah masa kini dan masa datang. Dengan begitu, dipahami pula bahwa dakwah merupakan suatu sistem, maka dalam mengupayakan aktifitas untuk mencapai sasarannya dengan tepat terkait dengan berbagai komponen dakwah itu sendiri. Salah satu komponen dakwah yang dinilai sangat vital adalah metode dakwah dan metode ini yang akan dikaji dalam pembahasan ini secara mendalam. Dalam kaitannya dengan pengertian dakwah ini ada beberapa istilah yang hampir sama maknanya dengan pengertian dakwah, sehingga bisa menimbulkan kesimpang-siuran makna. Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
47
Antara lain istilah ta‟lim (taklim) mempelajari agama melalui sekolah atau kursus; irsyad, memberi petunjuk ke jalan yang benar dengan sistem yang menarik dan menimbulkan perbuatan; wa‟dh, peringatan dan nasehat yang baik dengan sistem yang simpatik; tabligh (tabligh), penyampaian penerangan agama Islam,37 dan pidato, melahirkan isi hati atau mengutarakan buah pikiran kepada orang dengan menggunakan kata-kata. Tampaknya, istilah tabligh dan pidato keduanya samasama berarti menyampaikan penerangan. Hanya saja pidato bersifat umum, sedang tabligh biasanya khusus digunakan untuk penerangan agama Islam. Dengan begitu, istilah tabligh dan pidato, keduanya mempunyai persamaan dengan penerangan atau propaganda (dalam arti yang baik) yang mengandung unsur, antara lain ide, subyek, media dan massa (obyek). Dengan demikian, tampak bahwa dakwah besifat lebih umum dibanding dengan istilah-istilah tersebut, bahkan istilahistilah itu merupakan bagian dari metode dakwah. Namun perlu digaris bawahi bahwa dakwah adalah berintikan mengajak manusia untuk berbuat kebajikan dan menghindari keburukan dengan menerapkan seluruh istilah atau media yang ada, dengan tujuan tegaknya agama (Islam) seluas-luasnya di berbagai tempat dan dianut oleh masyarakat serta dipraktekkan dalam kehidupan pribadi, golongan dan bangsa. Untuk itu, istilah dakwah yang bersumber dari al-Qur‟an hanyalah dikenal dalam dunia Islam, sedang lembaga agama lain memakai istilah 37
Bandingkan, Mochtar Husein, op.cit., h. 2
48 Ivan Sunata
dengan propaganda atau penyiaran agama yang dikenal dalam istilah arab dengan di‟ayat (penerangan), bukan dakwah. Kemudian pengertian dakwah juga dapat kita temui dalam surat an-Nahl ayat 125, sebagai berikut:
ِ ِ ِ ِ ك ِِب ْْلِك ِ ِ ِ ِع إِ ََل َسب َح َ ُن َ ِّيل َرب ُ ا ْد ْ ْمة َوال َْم ْوعظَة ا ْْلَ َ َة َو َجاد ْْلُ ْ ِِبلَِِّت َي أ َ ِ ِِ ِ ِ ين َ َّإِ َّن َرب َ ك ُ َو أَ ْع َ ُ َ ْن َ َّل َع ْن َسبي ه َو ُ َو أَ ْع َ ُ ِِبل ُْم ْ َد Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk.” Dalam surat an-Nahl ini, Tuhan memerintahkan nabi (termasuk umatnya) untuk melakukan dakwah dengan hikmah, pengajaran yang baik dan berdiskusi dengan cara yang baik. Menurut Husain al-Tabatab‟i dalam tafsir al-Mizan, yang ketiga ini merupakan aspek dan metode dakwah yang perlu dilakukan, meskipun diskusi tidak dipandang sebagai dakwah dalam pengertian khusus. Al-Ragib al-Isfahani mengartikan hikmah dengan
menyampaikan
kebenaran
berdasarkan
ilmu
pengetahuan dan pemikiran rasional (isabatu al-haqq bi al-„ilmi wa al-„aqli). Al-Mau‟izah menurut al-Khalil sebagaimana yang dikutip Tabataba‟i berarti memberi peringatan dengan baik dalam hal-hal yang bisa membuat hati menjadi lunak. Sedangkan jidal (diskusi) ialah argumen yang digunanakan untuk mematahkan lawan dalam upaya menemukan kebenaran. Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
49
Ayat ini erat kaitannya dengan ayat-ayat sebelumnya, dimana Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk meneladani nabi Ibrahim as yang berpegang teguh pada tauhid. Perintah ini sekaligus menyuruh nabi untuk memberantas kesesatan akidah ditengah masyarakat, tentunya dengan cara yang baik. Berdasarkan ayat ini, Allah menuntun Rasulullah untuk menyeru manusia kepada syariat yang telah digariskan Allah bagi makhluk-Nya melalui wahyu yang diberikan dan memberi manusia pelajaran dan peringatan serta membantah manusia (orang-orang yang tersesat) dengan bantahan yang lebih baik daripada bantahan lainnya, seperti memberi maaf ketika kehormatan kita dikotori dan bersikap lemah lembut dengan menyampaikan kata-kata yang baik. Ayat ini senada dengan ayat lainnya, seperti:
ِ ِ ِ َّ ِ ِ ادلُوا أَ ْ ل ال ِ َُ َ و ِ َْك ْ اب إَِّ ِِبلَِِّت َي أ َ ْ ُ ين ََ ُموا َْف َ َح َ ُن إ َّ الذ َ Artinya: “Dan janganlah berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orangorang zalim diantara mereka.” (QS. Al-Ankabut: 46)
شى َ ْقُوَ لَهُ قََف ْوا لَيِّاا لَ َ َّهُ يََفَ َذ َّك ُر أ َْو ََي Artinya: “Maka berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Taha: 44)
50 Ivan Sunata
Melalui ayat ini, Allah menghendaki para da‟i agar berdakwah menggunakan cara terbaik, karena kewajiban da‟i hanya mengajak manusia kejalan yang benar sebagaimana tuntutan ajaran agama Islam melaui al-Qur‟an dan Sunnah. Adapun pemberian petunjuk dan penyesatan, serta pembalasan atas orang-orang yang ingkar diserahkan kepada Allah. Sebab, Allah lah yang lebih mengetahui tentang keadaan orang yang tidak mau meninggalkan kesesatan karena ikhtiarnya yang buruk, dan tentang keadaan orang yang mengikuti petunjuk karena dia mempunyai kesiapan yang baik. Begitu juga dengan cara menghadapi siksaan dari orang-orang yang menentang dakwah. Allah mensyariatkan para da‟i untuk tetap memelihara keadilan didalam memberi balasan. Oleh karena itu, para da‟i dituntun untuk mengambil dua alternatif dalam menghadapi para penentang dakwah atau orang yang menzalimi diri mereka saat berdakwah., yaitu: 1. Membalasnya dengan siksaan yang setimpal 2. Bersabar dan memaafkan dosa mereka dan menyerahkan balasannya kepada Allah.
Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
51
PENUTUP
A. KESIMPULAN Dakwah Islam merupakan suatu kemestian yang harus dilakukan setiap muslim dalam kehidupan ini, karena merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama, baik dalam konteks duniawi maupun akhirat. Dakwah
diharapkan
mampu
menjadi
ujung
tombak
membangun peradaban dan kualitas sumber daya manusia. Secara ukhrawi mampu membawa manusia ke jalan Allah sebagaimana tuntunan ajaran Islam melalui al-Quran dan Hadis, sedangkan secara duniawi dapat mengangkat derajat manusia dengan meningkatkan kesejahteraan hidup. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan upaya gerakan dakwah secara profesional, yaitu dakwah yang mampu memenuhi kebutuhan umat terutama pada kondisi saat ini.
B. Kritik dan saran Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun penyajian. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk perbaikan makalah ini.
52 Ivan Sunata
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir al-Maragi, Semarang: Toha Putera, 1993 As-Suyuthi, Jalaluddin, Sebab Turunnya Ayat al-Qur‟an, Jakarta: Gema Insani, 2008 Mahali, A. Mudjab, Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman al-Qur‟an Surat al-Baqarah – an-Nas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 Salmadanis, Da‟i dan Kepemimpinan, Jakarta: The Minangkabau Foundation, 2004 Shihab, M. Quraisy, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Tangeran: Penerbit Lentera Hati, 2005 Sukayat, Tata, Quantum Dakwah, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009 Sulthon, Muhammad, Desain Ilmu Dakwah, Semarang, Pustaka Pelajar: 2003 Tim Dosen Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang, Jakarta: Kartika Insan Lestari, 2003
Ayat –ayat menuju kepada Pengertian Dakwah
53
54 Ivan Sunata