158 ,
•
ASPEK HUKUM DARI WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
- - - - - - - - - Oleh: Dedi Soemardi, S.H. - - - - - - - - PENDAHULUAN ,
Kaidah-kaidah yang mengatur susunan negara dan bekerjanya negara itu dalam ilmu hukum dinamakan Hukum Tata Negara. Selanjutnya Hukum .Tata Negara menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai tujuan negara itu dan hubungannya dengan pergaulan masyarakat. Di dalam pergaulan masyarakat itulah negara saling berhubungan dengan warganya. Tanpa mengesampingkan kemungkinan peninjauan terhadap negara dari lain sudut pandangan, dapatlah dikatakan bahwa Hukum Tata Negara melihat negara sebagai sesuatu yang dikuasai oleh ketentuan-ketentuan organisasi. . Jadi negara adalah sebuah organisasi atau dengan perkataan lain sekelompok manusia yang dengan bekerja sarna dan dengan pembagian ker· ja mengejar tujuan bersama. Dengan pembagian kerja ini setiap anggota kelompok itudalam hu bungan keseluruhan mempunyai suatu tugas tertentu. Tugas seperti itu dinamakan fungsi, dan khusus pada negara, fungsi dinamakan jabatan. Kerjasama untuk mencapai tujuan bersama pertamatama dijamin oleh pembagian kerja yang ditentukan oleh tujuan tersebut. Keduanya dijamin oleh pengawa~an dan pimpinan. Setiap organisasi mempunyai pimpinan tertinggi dan pimpinan tersebut dipercayakan kepada pe-
megang-pemegang fungsi tertinggi (pemegang jabatan). Pimpinan tertinggi tersebut untuk negara dinamakan pemerintah yang tugasnya mengusahakan agar organisasi itu termasuk keseluruhan bagian-bagiannya mencapai tujuan dengan tepat denga:n cara yang tepat pula. Untuk bagifln-bagian dari organisasi itu fungsi-fungsi tersebut dengan disertai pengawasan dan pembinaan dapat diserahkan kepada para peme· gang fungsi yang lebih rendah. Jadi perkataan fungsi mengandung dua arti: 1. Suatu tugas tertentu dalam ikatan • • orgamsasl. 2. Semacam ~erjasama, misalnya fungsi pimpin~n, fungsi pelaksanaan, fungsi perundang-undangan dan fungsiperadilan. •
,
Berdasarkan uraian di atas maka sekarang negara itu dapat dirumuskan sebagai suatu organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan timbal-balik manusia-manusia di dalam suatu masyarakat tertentu dan menegakkan aturan terse but dengan kewibawaan. Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kewibawaan dan atas kelompok manusia-manusia itulah negara menjalankan tugas dan kewibawaannya, dan dengan demikian kelompok manusia itu merupakan suatu masyarakat. yang taat dan patuh kepada wibawa negara Hu. Di sam ping itu negara .dengan ke-
•
Wewenang dan Tanggung Jawab
kuasaannya juga kepentingan-kepentingan kebendaan dan keakhlakan dari -ahggota masyarakat, bersamaan dengan anggota-anggota masyarakat itu sendiri yang di dalam kelompok mereka sendiri yang bebas juga menyelenggarakan tujuan yang dimaksud. Tugas menyelenggarakan kesejahteraan dari negara ini di dalam perjalanan sejarah di samping tugasnya untuk mengatur/ memerintah, senantiasa berkembang semakin luas. Masyarakat yang di atasnya negara melaksanakan tugas dan kewibawaannya, di dalam dunia modern adalah kelompok manusia-manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu. Mereka inilah yang dinamakan warga negara. Tetapi di samping itu orang-orang asing yang ada di wilayah negara itu, untuk semen tara waktu ju'ga termasuk di dalam masyarakat tersebut. Karena itu kewibawaan dan perhatian terhadap mereka termasuk ke dalam jangkauan negara juga. Sebaliknya dalam batas-batas tertentu tanggung jawab dan wibawa negara berlaku juga terhadap warganya yang ada di luar wilayahnya (di luar negeri) . Kaidah hukum yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengikat ten tang bagaimana organisasi negara itu akan disusun merupakan bagian yang paling luasdari Hukum Tata Negara. Kaidah-kaidah tersebut memuat aturan-aturan ten tang : a. Pembentukan jabatan-jabatan dan susunannya; b. Penunjukan para pejabatnya; c. Kewajiban, tugas yang berkaitan dengan jabatan tersebut; d. Kekuasaan, hak/kewenangan yang berkaitan dengan jabatan; e. Wilayah dan ruang lingkup orang-
159 orang yang di atasnya berlaku tugas dan kewenangan jabatan tersebut; f. Hubungan kekuasaan antar jabatan; g. Pergantian jabatan; h. Hubungan antar jabatan dengan pemegang jabatan tersebut. Mengenai masalah hukum Tata Negara ini orang seringkali cenderung untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, dan mengenai pembedaan ini pun juga terdapat berbagai-bagai pendapat yang berbeda-beda. Namun dalam hubungan ini lebih penting untuk dipahami bahwa Hukum Tata Negara itu adalah hukum mengenai organisasi negara dan mencakup Hukum Administrasi Negara sebagai ketentuan-ketentuan khusus, yang berdampingan dengan hukum per data yang berlaku umum, mengatur mengenai bagaimana caranya organisasi negara tersebut berperan serta dalam pergaulan masyarakat. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Membahas mengenai we we nang dan tanggung jawab tidak akan mantap jika tidak didahului suatu uraian ten tang pengertian dasar sistem hukum. Ruang lingkup dari ilrnu-ilmu hukum adalah kaidah-kaidah hukum, keputusan-keputusan pejabat, (hukum) kebiasaan, putusan hakim dan lain sebagainya, yang merupakan suatu struktur menyeluruh yang dapat disebut sistem. Dan ilmu-ilrnu hukum menyajikan suatu rekonstruksi sistematis dari sebahagian fakta yang ditelaahnya. Apabila dibiarkan mengenai masalah sistem, maka faktor-faktor yang relevan untuk dibahas, antara lain: 1. Elemen-elemen suatu sistem, artinya ada patokan tertentu yang April 1986
160
2.
3.
4. 5.
membedakan elemen-elemen suatu sistem hukum harus dapat dibedakan dari elemen-elemen sistem ekonomi, politik dan so sial. Pembagian dari sistem, artinya suatu sistem berdiri dari bagianbagian yang merupakan aneka sistern hukum . publik dan sub-sistem hukum perdata. Konsistensi, artinya tidak ada halhal yang berlawanan dalam suatu sistem. Misalnya, peraturan perundang-undangan dalam bidang hukum pidana, harus sinkron baik secara vertikal maupun horisontal. Kelengkapan sistem tersebut. Pengertian-pengertian dasar (grondbegrippen) dari sistem terse but, yaitu pengertian-pengertian yang menjadi ciri pengenal dari suatu sistem.
Pengertian-pengertian dasar yang menjadi ciri dari sis tern hukum adalah sebagai berikut: 1. Subjek hukum, yakni setiap pihak yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum adalah: a. Pribadi kodrati, yaitu manusia dari saat lahir hingga matinya. b. Pribadi hukum (rechtspersoon), yakni setiap pendukung hak dan kewajiban yang merupakan personifikasi kelompok (negara atau PI) atau harta kekayaan (yayasan). c. Pejabat atau tokoh, yakni suatu bundle or roles atau rangkuman peranan (hak dan kewajiban) yang boleh ataupun harus dHaksanakan oleh pemegang peranan biasanya pribadi kodrati. 2. Hak dan kewajiban, menurut van Apeldoorn (LJ. van Apeldoorn: 1966) maka, Het objective recht is een ordefJde macht, het subjectieve
Hukum dan Pembangunan
recht is een door het objectieve recht geordende macht. Recht is macht. IeIjemahannya : "Hukum adalah kekuasaan yang mengatur. Hak adalah kekuasaan yang diatur oleh hukum. Hukum adalah kekuasaan". Lemaire m bahwa hak adalah suatu kebolehan untuk melakukan sesuatu (atau tidak melakukannya). Dari sudut isinya hukum dapat berisikan suruhan, larangan atau kebolehan; hak adalah suatu kebolehan (het recht in zijn veroorlovende). Jadi hak sebenarnya merupakan wewenang yang diberikan. oleh hukum kepada subjek hukum. Biasanya dibedakan antara: a. Hak mutlak atau jamak-arah, yakni kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum, yang berlaku terhadap subjek hukum lainnya. b. Hak relatif atau searah yang merupakan kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada su bjek hulmm tertentu, yang hanya berlaku terhadap subjek hukum (lain) yang tertentu pula. Hak-hak terse but biasanya dibatasi oleh kewajiban (dan hak-hak pihak lain). Kewajiban merupakan tugas yang dibebankan oleh hukum pada subjek hukum dan yang paling utama adalah kewajiban untuk tidak menyalah-gunakan hak. 3. Peristiwa hukum Di dalam pergaulan sehari·hari mungkin terjadi peristiwa-peristiwa yang membawa akibat-akibat hukum. Oleh van Apeldoorn peristiwa tersebut dirumuskan sebagai kejadian yang menimbulkan atau meng•
161
lVewellang dall Tanggung Jawab
hapuskan hak maupun kewajiban. Jadi suatu peristiwa hukum merupakan suatu peristiwa sosial yang bersegi hukum. Suatu peristiwa hukum · mungkin berupa, sebagai berikut: . a. Perikelakuan dalam hukum, ya· itu perikelakuan atau sikap tin· dak yang mempunyai akibat hukum. dan terdiri dari: l)perikelakuan menurut hukum (recht gedraging) yang mung, kin: a. sepihak, misalnya perbuatan membuat sur at wasiat; b jamak sepihak, misalnya sewa ·me nyewa; c. serempak, misalnya pemilihan umum; 2) perikelakuan yang bertentangan dengan atau melanggar hukum, yaitu perikelakuan yang merupakan perugian pihak lain , sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHS. 3) lain-lain, misalnya zaakwaarneming sebagaimana diatur dalam Pasal1354 B.W./KUHS. •
b. Kejadian (gebeurtenis), misalnya kelahiran. c. Keadaan (omstandigheid), misalnya ontoerekenings vatbaar. Dua hal yang erat hubungannya dengan peristiwa hukum, terutama sikap tindak dalam hukum ialah: a. Tanggung jawab yang dapat berupa: 1) responsibility (verantwoordelijkheid), yakni tanggung jawab terhadap pihak lain. 2) liability (aansprakelijkheid), yakni tanggung jawab terhadap perugian. 3) accountability (rekenplichti-
gheid), yakni tanggung jawab
keuangan/ ke ben daan. b. Fasilitas, yang merupakan fak tor-faktor yang rnelancarkan hak atau kewajiban. 4. Hubungan hukum (rechtsbetrek· king) yang merupakan hu bungan· hubungan dalam hukum, sebagai ikatan hak dan kewajiban antar subjek hukum . 5. Objek hukum, yaitu segal a sesuatu , yang menjadi objek dari hubungan hukum. Adakalanya objek hukum (zaak) tersebut dinamakan benda . yang biasanya dibedakan antara (menu rut hukum barat): a. Benda yang berwujud dan yang tidak berwujud. b. Benda yang bergerak dan yang tidak bergerak. •
WEWENANG YANG BERSIFAT RU, KUM PUBLIK DARI ADMINISTRASI Di dalam berbagai-bagai ketentuan
perundang-undangan kepada segalamacam jabatan administrasi diberikan kewenangan-kewenangan khusus, misalnya mengenakan pajak, mengeluarkan izin, memberikan pembebanan tertentu dan sebagainya. Terhadap kewenangan-kewenangan terse but tidak dapat diberikan suatu penjelasan secara umum, namun ada suatu hal yang perlu mendapat perhatian , yaitu bahwa kewenangan-kewenangan terse but kadang-kadang dalam kadar tertentu dapat mencakup terciptanya kompetensi hukum, misalnya jika terdapat izin yang akan diberikan disertai syarat-syarat tertentu. Kaidah yang berlaku umum menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu hanya dapat diberlakukan untuk memenuhi suatu kepentingan yang dipersyaratkan •
• •
•
April 1986
Hukum dan Pembangunan
162 oleh perizinan terse but. Jika syaratsyarat pemberian izin itu menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut, maka tindakan itu termasuk ke dalam perbuatan melanggar hukum atau penguasa (detournement de
pouvoir).
.
Contoh: Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 Presiden telah menggunakan wewenangnya untuk melancarkan arus lalu-lintas barang antar pulau, ekspor dan impor yang merupakan unsur penting dalam peningkatan kegiatan ekonomi pada umumnya dan peningkatan ekspor komoditi nonmigas pada khususnya. Sehubungan dengan itu pemerintah memandang perlu mengeluarkan instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 mengenai kebijaksanaan umum yang menyangkut tata laksana ekspor dan imp or barang, pelayaran antar pulau, biaya angkutan laut, pengurusan barang dan dokumen keage nan umum perusahaan pelayaran dan tata laksana operasion~l pelabuhan. Selanjutnya di daiJ.am lampiran Inpres tersebut dinyatakan antara lain bahwa untuk memperlancar arus barang ekspor diambil langkah-Iangkah sebagai berikut: Terhadap barang-barang ekspor tidak dilakukan pemeriksaan pabean. Penge· cualian terhadap ketentuan tersebut di atas hanya dalam hal Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan instruksi tertulis kepada aparatur Bea dan Cukai untuk mengadakan pemeriksaan pabean terhadap pengiriman barang-barang dalam hal ada kecurigaan bahwa: a. Barang ekspor terse but ialah barang yang terkena pengendalian atau larangan ekspor. b. Barang-barang tersebut adalah barang 'yang terkena pajak ekspor/pa•
•
•
jak ekspor tambahan yang pajaknya tidak dibayar.k an sebenarnya. Selanjutnya untuk memperlancar arus barang impor, diambil langkahlangkah sebagai berikut: Barang-barang impor hanya dapat di· masukkan ke wilayah Pabean Indonesia apabila ada laporan kebenaran pemeriksaan (LKP) yang ditertibkan oleh surveyer yang ditetapkan pemerintah. Laporan kebenaran pemeriksaan dida· sarkan kepada pemeriksaan yang dilakukan oleh surveyer di negara (tempat) asal barang impor. Con toh di atas menunjukkan dengan jelas hubungan • antara kaidah yang berlaku umum di bidang pabean ~ebagaimana diatur di dalam UU Tarip Indonesia dengan • kepen tingan yang dipersyaratkan tentang perizinan yang telah digariskan di dalam UU Tarip tersebut. Dengan adanya Inpres No.4 Tahun 1985 tersebut maka tidak a
-
Wewenang dan Tanggung Jawab
Oleh karena itu walaupun setiap pribadi kodrati berhak untuk bersikap tindak, namun tidak setiap pribadi dian ap mampu atau cakap untuk melaksanakannya (handelingsbekwaam). Kecakapan bersikap tindak dalam hukum ada, jika yang bersangkutan telah dewasa. Sebagai contoh dalam undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) seorang wanita dinyatakan cakap/mampu untuk kawin jika sudah berusia 16 tahun, sedangkan bagi pria pada usia 19 tahun. Sehubungan dengau masalah kewenangan (hukum publik) dari administrasi, pernyataan yang esensial timbul yaitu sejauh manakah hak atau kewenangan terse but dapat diberikan? Jabatan-jabatan administrasi . tidak hanya mempunyai tug as untuk secara mandiri melaksana· kan peraturan undang-undang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang di· rumuskan di dalam undang-undang tersebut, tetapi jabatan administrasi tersebut juga berkewajiban untuk mengawasi dan memaksakan dipatuhinya peraturan undang-undang itu oleh para warganya, atau dengan perkataan lain jabatan administrasi mempunyai kewajiban menegakkan undang-undang. Se baliknya kewajiban seperti itu terhadap peraturan hukum perdata tidak ada. Demikian pula tidak ada kewaji ban ja ba tan administrasi un tuk menegakkan undang-undang hukum pi dana dengan melaksanakan pidana/ hukuman. Jabatan administrasi hanya punya kewajiban bertindak untuk mencegah terjadinya tindak-tindak pidana. Pada umumnya jabatan admi· nistrasi mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut: 1) mencegah terjadinya tindak-tindak yang menyimpang dari peraturan.
163
2)membangun, memperbaiki atau merehabilitasi sesuatu yang hilang, rusak atau diterlantarkan, di mana hal·hal terse but terjadi sebagai aki· bat dari pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan undang-undangf perundang-undangan. Penjabat yang melaksanakan paksaan (untuk penegakan undang-undang) terhadap pihak ketiga, harus secara nyata ada penugasan untuk tindakan seperti itu. Tidak ada upaya pemaksa lain di luar hal itu yang boleh dilakukan selain daripada upaya yang ditujukan langsung kepada atau untuk mengakhiri/mencegah suatu keadaan yang bertentangan dengan undang-undang. Upaya paksaan yang hanya menimbulkan akibat untuk memberikan rasa takut atau sebagai pembalasan, hanya dapat diterapkan, jika hal tersebut ditetapkan dengan tegas oleh undangundang. Cara-cara seperti itu bukan merupakan sarana penegakan tetapi sanksi, dan sanksi yang paling utama adalah sanksi pi dana yang hanya boleh dilakukan oleh hakim, mengingat bahwa paksaan untuk penegakan banyak ·menimbulkan kerugian atau penderitaan, upaya terse but hanya adil jika cara-cara yang ditempuh secara rasional sebanding dengan berat/ ringannya pelanggaran hukum. Pada upaya paksaan untuk mencegah pelanggaran hukum secara rasional hanya dapat diterima jika pelanggaran seperti itu sudah merupakan ancaman. Paksaan dalarn upaya untuk penegakan dinarnakan tindak kepolisian. Tetapi kewenangan seperti itu hanya terbatas kepada jabatan-jabatan dari dinas Kepolisian. Juga untuk tugas kedinasan terse but pasti harus berda· sarkan sejumlah peristiwa-peristiwa piApril 1986
•
•
-
164
Hukum dan Pembanl1unan .
•
dana. Tetapi penegakan sejumlah peraturan-peraturan yang terletak di dalam ruang lingkup tugas kedinasan Departemen pada tahap pertama dipercayakan kepada jabatan-jabatan kedinasan yang dimaksud. Campur tangan dinas kepolisian hanya akan diperlukan jika untuk penegakan tugasnya dituntut adanya penanganan yang kuat. Di dalam banyak peristiwa hukum tugas seperti itu untuk pelaksanaan upaya pemaksaan diatur di dalam undang-undang, yang tujuannya adalah : 1. Pengaturan dari sarana-sarana yang • sesual. 2. Sebagai suatu jaminan bagi warga negara. 3. Untuk memberikan sanksi. 4. Untuk pemberian hak kepada administrasi menuntut biaya pelaksanaan penindakan kepada si pelanggar. •
Di dalam hukum Administrasi Negara dikenal asas freies Ermessen atau diskresi, artinya untuk mengatasi suatu peristiwa yang sifatnya sangat mendesak penjabat administrasi berdasarkan pertimbangan pribadinya berwenang mengeluarkan keputusan. Tetapi kewenangan seperti itu tidak dapat dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Peristiwanya harus konkret (kasUistis) . 2 . .Harus dilakukan secara spontan. 3. Tidak boleh bertentangan dengan hukum. 4. Untuk kepentingan umum. •
MASALAHTANGGUNGJAWAB Dilihat dari segi hukum , tanggung jawab mengandung beberapa arti: a. Tanggung jawab terhadap pihak lain (verantwoordelijkheid) adalah kewajiban sese orang untuk memper-
tanggungjawabkan dan menanggung beban untuk mengganti suatu kerngian tertentu karena kesalahannya. Kesalahan terse but dapat teIjadi di bidang hukum pada umumnya dan khusus dalam hubungan tug astugas Administrasi. b. Tanggung jawab terhadap perugian (aansprakelijkheid), berarti keterikatan atau tanggung jawab berdasar kebenaran terhadap suatu kesalahan atau terhadap suatu akibat dari suatu peristiwa atau suatu perilaku tertentu. Makna tanggung jawab di sini harus nampak keterkaitannya dengan suatu kaidah hukum tertentu, misalnya tanggung jawab di bidang perundang-undangan Koperasi (Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 Peraturan Perkumpulan Koperasi tahun 1949) c. Tanggung jawab dari segi keuangan/ kebendaan (rekenplichtigheid), berarti seseorang yang bertugas sebagai bendaharawan harus sewaktu-waktu dapat diminta menyelesaikan perhitungan-perhitungan atau pertanggungjawaban berhubung dengan uang atau benda yang ada di bawah kekuasaannya (Pasal 74 dan Pasal 77 leW) . Selain daripada itu dilihat dari segi hukum pidana dikenal masalah pertanggungjawaban pidana, yangmencakup 3 unsur yaitu : a. teorekeningsvatbaarheid, yaitu pelaku dapat mempertanggungjawabkan tindakannya. b. ada kesengajaan atau kealpaan. c. tidak ada alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana_ Arti toerekeningsvatbaarheid - dalam hal ini ialah suatu keadaan normal , di mana manusia mampu untuk: - memahami arti setiap perbuatan•
Wewenang dan Tanggung Jawab
nya. - menentukan kemauannya terhadap perbuatan-perbu atan tersebut. - menyadari bahwa perbuatannya di ~ela atau bertentangan dengan ha· rapan masyaraka t. •
Dalam hu bungan ini jika seseorang tidak dapat dimintai pertanggungja· waban pidana karena gangguan perkembangan mental atau menderita sa· kit jiwa, dalam hukum pidana dikatakan ontoerekeningsvatbaar (pasal 44 KUHP). Khusus mengenai tanggung jawab penjabat Administrasi (aanesprakelijkheid), di dalam Pasal 74 ayat (1) leW dikatakan bahwa semua pegawai negeri yang di dalam jabatannya karena perbuatannya yang. melanggar hukum atau karena kealpaannya , baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kerugian kepada negara, diwajibkan menggan ti kerugian terse bu t. Meskipun secara tersurat ti · I dak. dikatakan di dalam ketentuan tersebut, namun keharusanmembuat per· tanggungjawaban itu seharusnya juga berlaku bagi para pejabat yang tidak duduk dalam pemerintahan. Tetapi tuntutan ganti rugi bagi merekaini tidak diatur di dalam leW, melainkan di dalam peraturan Perundang-undangan Hukum Perdata. Tuntutan ganti· rugi terhadap pegawai negeri dapat juga dilakukan secara khusus di luar ketentuan-keten tuan leW dan tanpa melalui putusan pengadilan. Berdasarkan keten tuan yang khusus ini menjadi kewajiban pemerintah untuk mengeluarkan keputusan .tentang pengganti an kerugian terse but. Tata cara untuk mengeluarkan keputusan-keputusan yang dimaksud dapa t dikeluarkan seperti tata cara putusan Hakim Perdata. Tuntutan ganti·rugi terhadap para bendaharawan dikeluarkan oleh Badan Pe-
165 .
meriksa Keuangan. Mengingkari suatu peIjanjian yang telah dibuat atau perbuatan melanggar hukum selalu terjadi karena kesalahan penjabat. Sudah barang tentu hal seperti ini dilakukan untuk penguasa, jadi di dalam batas-batas tugasnya atau di dalam ruang lingkup formal dari kewenangannya. Dapat . teIjadi bahwa pejabat yang bersangkutan menuru t keten tuan peraturan di atas dimintai tanggung jawab atas kerugian yang tim bul akibat dari perbuatan penguasa. Sehu bungan dengan masalah tanggung jawab penjabat ini, timbul pertanyaan mengenai pertanggungjawaban yang dituntut oleh pihakketiga. Pemecahan terhadap masalah ini terda· pat di dalam yurisprudensi (putusan Pengadilan tertin~t yang sudah mempunyai kekuatan pasti), yakni bahwa tuntutan tersebut dapat dilakukanjika perbuatan melanggar hukum dilakukan oleh penjabat tersebut sifatnya pri15a· di, meskipun terhadap kriteria ini dapat timbul pendapat-pendapat yang menentang . .
Di dalam peristiwa'peristiwa di mana terdapat suatu hubungan atasanbawahan antara penjabat dengan atasannya (hierarki) maka karena perintah atasannya itu, pejabat yang bersangku tan di be baskan dari tun tu tail pertanggungjawabannya pribadi, namun demikian si penjabat terse but tidak boleh menilai perintah yang diberikan kepadanya; jawab untuk menafsirkan undang-undang terletak pada atasannya. Di sinilah terletak persoalan pokok dtri sistem hierarki. Tanpa adanya sisteni ini maka juga MPR tidak dapat meminta pertang- . gungjawaban kepada Presiden sebagai mandataris atas penyelenggaraan tuga~ tugasnya sebagai kepala pemerintahan. April 1986
166
Hukum dan Pembangunan
Jika hierarki tidak ada, maka pertanggungjawaban dari pemerintah juga tidak ada/hapus. . Dalam pada itu pembebasan dari tuntutan tanggung jawab terhadap penjabat bitwahan karena mematuhi . perintah jabatan yang mengandung unsur-unsur peristiwa pidana tidak dapat dilakukan . Pasal 51 KUHP hanya membebaskan penjabat bawahan itu dari ancaman pidana jika perintah yang diberikan kepadanya itu dila· kukan oleh kekuasaan yang berwenang. Jadi bawahan itu harus melakukan penilaian apakah atasannya memang berwenang atau tidak memberi kan perintah terse but. Hubungan antara kewenangan dan tanggung jawab penjabat Administratif dalam praktek ada kalanya tidak selaIu berjalan dengan serasi. Ketidakserasian terse but mungkin terjadi karen a ketidaktahuan penjabat terse but akan hak dan kewajiban yang diperuntukkan baginya menurut peraturan yang berlaku atau karena sikap masa bodoh atau dapat juga terjadi karena peraturannya itu sendiri yang mernang tidak serasi. Ketidakserasian yang dimaksud mungkin terjadi karena salah menerapkan sistem atau memang teknik pembuatannya yang tidak memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan menurut hukum perundang-undangan. Sebagai contoh dapat penulis tunjukkan hubungan antara Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) dengan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Masalah perkawinan selamanya merupakan masalah pribadi, jadi termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata. Keabsahan perkawinan ditentu•
/
kan oleh agama atau kepercayaan masing-masing pihak yang akan melangsungkan perkawinan. Hal ini sudah diatur dengan baik di dalam Un dangun dang Perkawinan, dan di dalam peraturan-peraturan pelaksanaannya (pP No . 9 Tahun 1975). Karena perkawinan adalah masalah pribadi, dengan sendirinya segala akibat yang timbul dari perkawinan itu pun· tunduk kepada hukum perkawinan yang mengaturnya. Tiba-tiba ada suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Administrasi yang isinya memuat hal-hal yang sangat prinsipiil bagi kehidupan pribadi seseorang (khusus tentang kawin/cerai). Suatu materi peraturan pelaksanaan tidak seharusnya menyebabkan seseorang, apakah ia pegawai negeri atau bukan pegawai negeri, kehilangan atau dikurangi haknya sebagai insan pribadi hanya karena orang yang bersangkutan telah melanggar ketentuan organisasi kepegawaian. Dengan demikian pertanyaannya adalah apakah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 secara yuridis dapat menjadi Iandasan yang cukup kuat untuk dijadikan dasar wewenang bagi seorang penjabat atasan (Administratif) untuk memberikan izin at au menolak permintaan seorang bawahannya yang akan melangsungkan perkawinan atau yang akan bercerai ? Apakah kewenangan Pemerintah c.q. Penjabat-penjabat Administrasi sedemikian besarnya sehingga dapat menentukan/mengatur juga kehidupan pribadi dari manusia-manusia yang kebetulan berstatus pegawai negeri? Jawabannya, penulis serahkan kepada para pembaca yang arif bijaksana, tetapi yang pasti kaidah hukum apa pun (hukum publik atau hu'kum per-
Wewenang dan Tanggung Jawab
167
.
data) isinya tetap harus mencerminkan keadilan.
PENUTUP Negara adalah suatu pengertian yang abstrak. Untuk dapat mengetahui bagaimana wujud negara itu , harus dilihat bagaimana negara itu sebagai suatu organisasi menjalankan fungsinya. Negara sebagai organisasi merupakan sekelompok manusia yang dengan bekerja sarna dan dengan pembagian kerja yang ajeg, mencapai tujuan bersama. Dengan pembagian kerja ini , setiap anggota kelompok itu dalam hubungan keseluruhan mempunyai suatu tugas tertentu. Tugas seperti itulah yang dinamakan fungsi. Sudah barang tentu kerjasama tersebut harus ada jaminan supaya apa yang menjadi tujuannya dapat tercapai. · Maka jaminan yang dimaksud adalah pembagian kerja, pengawasan dan pimpinan. Di dalam suatu negara pimpinan yang dimaksud dinamakan pemerintah. Pemerintah inilah yang berfungsi a~ar apa yang menjadi tujuan organi• saSl ltu secara keseluruhan dapat tercapai dengan tepat dan dengan cara yang tepat pula. Dengan demikian maka negara itu pada hakikatnya merupakan suatu organisasi kekuasaan/ kewibawaan dan menjalankan kekuasaannya itu atas kelompok-kelompok manusia agar supaya kelompok-kelompok manusia itu taat dan patuh kepada wibawa negara itu. Dengan kekuasaan itu pula negara menyelenggarakan kepentingan-kepentingn kebendaan dan keakhlakan dari anggota-anggota masyarakat negara tersebut, tanpa menutup kemungkinan bagi para anggota masyarakat itu sendiri untuk menyelenggarakan kepen•
tingan mereka secara bebas. Hal ikhwal mengenai negara termasuk mengenai bagaimana organisasi negara itu menjalankan fungsinya, hak dan kewajibannya, kedudukan lembaga-lembaga negaranya termasuk dalam ruang lingkup Hukum Tata Negara. Adapun hal ikhwal mengenai bagaimana caranya organisasi negara itu berperan serta dalam pergaulan masyarakat, termasuk dalam hukum administrasi negara. Ada suatu masalah yang sangat penting sehubungan dengan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu organisasi , dengan lain perkataan harus jelas bagaimana lembaga-lembaga negara itu termasuk penjabat-penjabatnya sebagai suatu rangkuman peranan menjalankan fungsi-fungsi yang boleh (hak) dilaksanakan dan hal-hal apa yang seharusnya tidak dilaksanakan (kewajiban). Membicarakan masalah hak dan kewajiban dari para penjabat/lembaga negara, tidak dapat terlepas dari pemahaman mengenai masalah tanggung jawab. Hal-hal publik sekaligus tercakup didalamnya kewajiban-kewajiban terten tu yang harus diselesaikan dan dipertanggungjawabkan . Maka dalam hubungan ini tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung jawab terhadap pihak lain ( verantjawab terhawoordelijkl1.eid), dap perugian (aansprakelijkheid) dan tanggung jawab keuangan/kebendaan (rekenplichtigheid). Sehubungan dengan masalah wewenang , timbullah pertanyaan sejauh manakah ruang lingkup kewenangan yang dimiliki oleh administrasi dapat dilaksanakan. Terhadap kewenangan-kewenangan terse but tidak dapat diberikan suatu penjelasan secara umum, namun ada suatu hal yang perlu mendapat perha· April 1986
,
Hukum dan Pembangunan
168 tian yaitu bahwa kewenangan-kewenangan tersebut kadang-kadang dalarn keadaan tertentu dapat rnencakup terciptanya kornpetensi hukurn, rnisalnya jika terhadap izin yang akan diberikan disertai syarat-syarat tert.entu-kaidah yang berlaku urn urn rnenyatakan bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu hanya dapat diberlakukan untuk rnernenuhi suatu kepentingan yang dipersyaratkan oleh perizinan-perizinan tersebut. Jika syarat-syarat pernberian • izin itu rnenyimpang dari .ketentuanketentuan tersebut, rnaka tindakan itu terrnasuk ke dalarn perbuatan rnelanggar hukurn oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad). Berhubung dengan rnasalah tanggung jawab , perlu dibedakan tanggung jawab dalarn arti verantwoordelijkheid, dalarn arti aansprakelijkheid dan rekenplichtigheid. Yang dirnaksud dengan verantwoordelijkheid ialah kewajiban seseorang untuk ,rnernpertanggungjawabkan dan rnenanggung beban untuk rnengganti suatu I kerugian tertentu karen a kesalahannya. Kesalahan terse but dapat terjadi di bidang hukum pada urnurnnya dan khusus dalarn hubungan tugastugas Adrninistrasi. Sedangkan aansprakelijkheid ialah keterikatan at au tanggung jawab berdasar kebenaran terhadap suatu kesalahan l!-tau terhadap suatu akibat dari suatu peristiwa atau suatu perilaku t ertentu. Makna I
tanggung jawab di sini harus narnpak keterkaitannya dengan suatu kaidah hukurn tertentu, rnisalnya tanggung jawab di bidang perundang-undangan Koperasi (pasal 27 sarnpai dengan Pasal 30 Peraturan perundang-undangan Koperasi tahun 1949). Tanggung jawab dari segi keuangan/ kebendaan (rekenplightigheid), berarti seseorang yang bertugas sebagai bendaharawan harus sewaktu-waktu dapa" dirninta rnenyelesaikan perhitunganperhitungan atau pertanggungjawaban berhubung dengan uang atau benda yang ada di bawah kekuasaannya (pasal 74 dan Pasal 77 leW). Khusus rnengenai tanggung jawab penjabat Adrninistrasi (aanespakelijkheid), di dalam Pasal 74 ayat (1) lew dikatakan bahwa sernua pegawai negeri · yang di dalarn jabatannya karena perbuatannya rnelanggar hukum at au karen a kealpaannya , baik secara langsung rnaupun tidak langsung rnenyebabkan kerugian kepada negara, diwajibkan mengganti kerugian tersebut. Meskipun secara tersurat tidak dikatakan di dalam ketentuan itu , narnun keharusan rnernbuat pertanggungjawaban itu seharusny a juga berlaku bagi para penjabat yang tidak duduk dalarn pernerintahan . Tetapi tuntutan ganti-rugi bagi rnereka ini tidak diatur di dalarn leW rnelainkan di dalarn Peraturan Perundang-undangan Hukurn Perdata.
"
,
• "