PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
ASERTIVITAS DAN KREATIVITAS PADA KARYAWAN YANG BEKERJA DI MULTI LEVEL MARKETING Muhammad Rafki Syukri dan Zulkarnain PS. Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah meneliti hubungan antara Asertivitas dengan Kreativitas. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data penelitian diperoleh dari skala Asertivitas dan Tes Kreativitas Figural. Subjek dalam penelitian ini adalah para pekerja di Multi Level Marketing. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 83 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang positif antara Asertivitas dengan Kreativitas (rxy = 0.75, p < 0.01). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat asertivitas maka semakin tinggi tingkat kreativitas. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kreativitas berdasarkan jenis kelamin (F = 0.043, p> 0.05) dan Usia (F = 0.179, p>0.05). Kata Kunci : Asertivitas, Kreativitas, Multi Level Marketing. Abstract The purpose of this study is to investigate the relationship between Assertiveness and Creativity. The study was using a quantitative method. Data of research collected through Scale of Assertive and Creativity Figural Test. The subjects were employees whom work at Multi Level Marketing. The number of subject was 83. The Result of study show that was a possitive correlation between Assertiveness and Creativity (rxy =-0.75, p < 0.01). It means that, the higher of Assertiveness, the Higher of creativity. The study also finding there was no significant difference in creativity based on Sex (F = 0.0431, p > 0.05) and based on age (F = 0.179, p > 0.05) Key words : Assertiveness, Creativity, Multi Level Marketing.. Tanpa disadari, kemajuan yang terjadi di segala bidang serta arus informasi yang demikian pesat menuntut pengembangan kemampuan kerja individu secara maksimal. Pengembangan kemampuan kerja individu ini dimaksudkan untuk membentuk atau menggali seluruh kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut sehingga mampu menjawab beratnya tantangan zaman. Individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, mampu bergerak dengan cepat serta dituntut untuk lebih mampu mencari alternatif baru dalam pemecahan masalah–masalah yang dihadapi. Sumber daya manusia suatu bangsa merupakan faktor kompetisi yang dominan dalam era globalisasi saat ini. Usaha memberdayakan sumber daya manusia dan meningkatkan kualitasnya menjadi salah satu tugas pokok dalam manajemen modern (Salim, Swasono, Swasono, Abeng, Achir & Sumampouw, 1997). Zainun (2001) mengatakan bahwa kualitas prima sumber daya manusia yang diharapkan antara lain berstamina tinggi, tangguh, cerdas, terampil, mandiri, memiliki rasa bertanggung
jawab, setia kawan, produktif, kreatif, inovatif, berorientasi masa depan, disiplin, berbudi luhur dan masih banyak lagi. Meningkatkan sumber daya manusia adalah suatu prioritas penting dan merupakan kewajiban bagi sebuah negara. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini pada hakikatnya menuntut komitmen dalam dua hal yaitu: pertama, menemukan dan mengembangkan bakat–bakat unggul dalam berbagai bidang. Kedua, pemupukan dan pengembangan kreativitas yang pada dasarnya dimiliki setiap orang dan perlu dikenali dan dirangsang sedini mungkin (Munandar, 2002). Tuntutan di atas juga menggejala diberbagai organisasi. Pihak manajemen sangat menyadari bahwa karyawan atau pekerja adalah aset yang paling berharga dan harus diberdayakan agar dapat memenuhi tuntutan perubahan yang cepat ini. Saat ini dibutuhkan karyawan yang tidak lagi hanya rajin dan masuk tepat waktu, tetapi juga karyawan yang responsif, siap dengan kondisi ketidakpastian, berjiwa wirausaha dan bersedia mengambil risiko
52
Muhammad Rafki Syukri dan Zulkarnain
serta punya kesediaan belajar terus menerus (Sinamo, 2001). Dua faktor utama yang mempengaruhi proses kerja dalam mencapai prestasi kerja terbaik adalah dengan adanya keyakinan terhadap kemampuan diri yang disebut sebagai kepercayaan diri (Kumara, 1988) dan kemampuan individu dalam menghasilkan ide–ide atau gagasan untuk diolah kembali menjadi ide baru, yang diistilahkan dengan kreativitas (Rawlinson, 1986). Dalam era globalisasi saat ini, kreativitas merupakan pendukung kerja yang penting, karena kemajuan suatu negara sangat terpengaruh pada sumbang kreatif berupa ide-ide baru dan teknologi baru dari masyarakat. Leong (2002) mengemukakan bahwa pengetahuan, globalisasi, kreativifitas dan inovasi saling terkait satu dengan yang lainnya. Dengan datangnya dunia cyber, globalisasi membuat kompetisi dan transfer pengetahuan semakin meningkat. Akibat globalisasi dan transfer pengetahuan, inovasi kini mendatangi kita dengan kecepatan yang berbahaya. Negara dan perusahaan membutuhkan inovasi agar dalam dunia yang berubah dengan cepat dan tidak bisa diramalkan ini dihadapi. Namun inovasi tidak dapat terjadi jika kreativitas tidak ditingkatkan. Pada dasarnya kreativitas dapat terjadi di semua bentuk organisasi atau perusahaan, sejauh organisasi tersebut menghargai atau mendorong individu–individu untuk berkreasi. Jika tidak, maka individu yang kreatif akan menjadi frustrasi dan selanjutnya terjebak pada rutinitas yang ada. Berdasarkan hasil penelitian, untuk menciptakan kreativitas dibutuhkan lingkungan kerja yang kondusif dan menyenangkan, penuh rasa humor, spontan serta memberi ruang bagi individu untuk melakukan berbagai permainan atau percobaan. Membentuk lingkungan yang kondusif seperti itu sangatlah susah bagi organisasi. Mendorong kreativitas pada dunia kerja dapat membentuk iklim penerimaan terhadap rasa humor, namun tetap memegang rasa teguh, rasa hormat, kepercayaan pada komitmen sebagai norma yang berlaku (Papu, 2001). Sebenarnya potensi kreatif itu sendiri ada pada setiap orang. Orang kreatif dapat ditemui disetiap perusahaan. Seseorang dapat disebut kreatif kalau dia dapat menemukan cara baru dalam mengelola pekerjaannya. Khususnya mereka yang bekerja dalam bidang media massa, periklanan, public relation, pengembangan produk dan pemasaran, laboratorium pengembangan, penelitian dan menulis pidato. Namun tidak berarti diluar bidang
53
Asertivitas dan Kreativitas pada Karyawan...
itu tidak ada orang yang kreatif. Menurut Lehman (2004) banyak juga ditemukan orang kreatif di bagian penjualan maupun kalangan eksekutif. Kreativitas merupakan salah satu aset organisasi yang terbesar (Kilby, 2001), misi setiap bisnis, dan pusat keberhasilan organisasi berbasis pengetahuan (Ruthkowsky, dalam Dharma & Akib, 2004) yang menarik untuk dipahami. Daya tarik ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap orang pada dasarnya kreatif atau berpotensi untuk menjadi kreatif (Kiron dalam Dharma & Akib, 2004) yakni memiliki sifat imajinatif, berbakat, inovatif, berdaya cipta, banyak akal, orisinil dan unik. Harrington (dalam Woodman & Sawyer, 1993) mengemukakan bahwa kreativitas organisasi merupakan kombinasi proses kreatif, produk kreatif, individu kreatif, situasi kreatif dan bagaimana komponen tersebut berinteraksi bersama–sama. Kreativitas merupakan langkah pertama dan inovasi sebagai langkah kedua untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan bernilai dalam organisasi. Kreativitas merupakan esensi yang mencirikan eksistensi dan perkembangan organisasi, karena kreativitas dapat terlihat melalui produk, usaha, mode atau model baru yang dihasilkan oleh individu dan kelompok dalam organisasi. Dan kreativitas juga merupakan ramuan utama dalam layanan pelanggan, pengembangan produk dan strategi baru (Dharma & Akib, 2004). Kilby (2001) menyatakan pekerja adalah salah satu sumber daya organisasi yang terbesar di tempat kerja dan kreativitas sebagai wujudnya. Urgensi memahami kreativitas sebagai esensi dan orientasi pengembangan sumber daya manusia dapat dipahami dari pernyataan Levesque (2003) yang menyatakan bahwa setiap orang diharapkan agar lebih kreatif dalam berpikir dan melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda, karena cara lama tidak berfungsi dengan baik dan solusi masalah yang biasa digunakan seringkali tidak memecahkan masalah. Kreativitas yang muncul dapat membantu mencapai hasil yang luar biasa di tempat kerja, dalam tim atau untuk diri sendiri. Kreativitas menjadikan orang lebih kompetitif, produktif, dan efektif. Kreativitas lebih mempercepat pengembangan sikap baru dan mematahkan sikap lama, termasuk pola pikir yang tidak berguna. Kreativitas mendukung perluasan dan kemajuan cara berpikir dalam melihat masa depan (Dharma dan Akib, 2004).
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
Begitu juga yang dikatakan Soedjatmiko (1990) bahwa hal yang terpenting dalam dunia yang terus berubah dan sangat kompetitif ini adalah kemampuan untuk kreatif terhadap tantangan baru dan kemampuan dalam mengantisipasi perkembangan serta inovasi. Salah satu cara yang terbaik untuk mendorong kreativitas dan inovasi dalam sebuah perusahaan adalah dengan cara mengukur sejauh mana hal tersebut telah dilakukan. Perusahaan dianjurkan untuk memasukkan unsur kreativitas dan inovasi kedalam proses evaluasi kerja. Sebagai contoh memasukan unsur penilaian tentang berapa banyak ide dari seseorang atau kelompok (teamwork) yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan. Jika hal ini terkomunikasikan dengan baik maka setiap individu akan berusaha untuk memberikan ide secara konstruktif. Penempatan pegawai dengan konsep the right people with the right job juga merupakan cara yang tepat untuk menstimulasikan munculnya kreativitas dan inovasi. Hal ini dikarenakan penempatan pegawai pada posisi yang tepat akan mengurangi supervisi sehingga memberikan otonomi bagi individu dalam menyelesaikan masalah–masalah pekerjaannya (Papu, 2001). Bagi organisasi yang berorientasi laba, berpikir dan melakukan inovasi hukumnya adalah wajib. Bila dikerjakan akan memberikan manfaat luar biasa, namun bila ditinggalkan akan mendapat malapetaka. Apalagi situasi ekonomi yang serba sulit seperti ini, di mana hampir semua acuan bisnis sudah tidak mengikuti aturan yang berlaku lagi. Inovasi dan kreativitas bagaikan dua sisi mata uang. Namun kreativitas tidak cukup hanya sekedar gagasan. Kreativitas harus bermanfaat dan mampu mempengaruhi cara melakukan bisnis (Subagjo, 2001). Kreativitas juga merupakan ramuan utama dalam layanan pelanggan, pengembangan produk dan strategi baru (Dharma dan Akib, 2001). Kreativitas adalah hasil dari proses interaksi antara individu dan lingkungan. Seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia berada, dengan demikian baik perubahan di dalam individu maupun dari lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreativitas (Munandar, 1995). Para ahli mengasumsikan bahwa asertivitas penting juga bagi pengembangan kreativitas. Neilage dan Adam (1982) menyatakan bahwa asertivitas merupakan proses untuk menghilangkan hambatan personal sehingga dapat mengembangkan kreativitas. Asertivitas juga merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk mencapai kebebasan diri dan rasa kepercayaan diri. Di dalam asertivitas terkandung sifat–sifat rasa kepercayaan diri, kebebasan berekspresi secara jujur, tegas, dan terbuka tanpa mengecilkan atau mengesampingkan arti orang lain serta berani bertanggung jawab. Perilaku asertif adalah perilaku yang mampu mengekspresikan hak, pikiran, perasaan dan kepercayaannya secara langsung, jujur dan dengan cara terhormat serta tidak mengganggu hak pribadi orang lain (Lane & Jakubowski dalam Hare, 1988) Dengan berperilaku asertif pada hampir semua situasi, orang akan merasa respek, senang bekerjasama dengan individu yang bersangkutan. Perilaku asertif akan muncul pada saat orang melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain. Pada saat hubungan tersebut pihak yang satu merasa nyaman dan pihak yang lain juga merasa nyaman (Townsend, 1993). Nyaman dengan dirinya ditunjukkan dengan tidak terlalu berlebihan dengan emosinya, memiliki toleransi, mempunyai self–respect dan mempunyai kemampuan untuk menghadapi masalah. Sedangkan yang dimaksud dengan merasa nyaman dengan orang lain adalah mampu memberikan kasih dan mampu menerima perhatian orang lain, mempunyai hubungan personal yang memuaskan, serta suka dan percaya pada orang lain (Prabowo, 1995). Begitu juga dalam lingkungan organisasi atau perusahaan, perilaku asertif sangat berpengaruh didalamnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Willis dan Daisley (1995) bahwa dalam lingkungan organisasi itu sendiri terjadi perubahan yang cepat dan berlangsung secara terus menerus, dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di bidang sosial, ekonomi dan teknologi. Perubahan tersebut akan mempengaruhi struktur hubungan informal antara manajer dan staf-stafnya, serta hubungan antara organisasi dengan lingkungan luar, baik itu masyarakat maupun dengan organisasi lain. Tapi semua situasi ini dapat dipecahkan secara cepat dan efektif dengan mengembangkan perilaku asertif. Salah satu bentuk perusahaan yang ada di Indonesia sekarang adalah Net–work marketing atau lebih dikenal dengan Multi Level Marketing (MLM). Dinamakan Net work marketing karena merupakan sebuah jaringan kerja pemasaran yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang melakukan pekerjaan pemasaran produk dan/atau jasa (Yusuf dalam Rozi, 2003). Di saat Indonesia dilanda krisis dalam berbagai bidang khususnya bidang ekonomi, banyak perusahaan yang terpaksa gulung tikar dan tidak sedikit bank yang dilikuidasi. Namun dalam masa
54
Muhammad Rafki Syukri dan Zulkarnain
krisis yang terjadi sejak tahun 1990-an hingga sekarang, masih terdapat perusahaan-perusahaan yang berdiri dengan kokoh. Dan salah satu perusahaan tersebut adalah MLM. Ternyata perusahaan yang berbudaya seperti MLM ini telah banyak memberi manfaat bagi masyarakat Indonesia, yaitu selain memberikan insentif atau pendapatan tapi juga telah membantu negara dalam mengatasi masalah penggangguran. Menurut Rozi (2003) MLM didefinisikan sebagai perpindahan suatu produk atau jasa dari produsen ke konsumen. Multi–level menunjukkan suatu sistem kompensasi (perhitungan kompensasi) yang diberikan kepada masyarakat atau mereka yang menyebabkan suatu produk atau jasa berpindah tangan. Multi berarti banyak atau lebih dari satu, sedangkan level lebih tepat diartikan sebagai ‘generasi’, karena itu sistem ini dapat disebut sebagai Multi–generation marketing. Terdapat perbedaan atau keunikan pada perusahaan MLM. Istilah pemasaran jaringan pada MLM menunjuk pada metode dan mekanisme pemasarannya. Seorang distributor membangun sebuah organisasi atau jaringan pemasaran untuk menyalurkan produk dan jasa perusahaan di mana distributor tersebut bergabung. Pemasaran jaringan merupakan jaringan yang dibangun oleh distributor yang berbagi pengalaman dengan orang–orang sekitarnya. Sehingga cukup jelas bagi perusahaan seperti MLM, kreativitas dan asertivitas merupakan modal yang sangat berharga untuk mencapai produktivitas yang baik. METODE PENELITIAN Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah kreativitas sebagai variabel tergantung dan asertivitas sebagai variabel bebas.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di Multi Level Marketing (MLM). Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 83 orang, dengan karakteristik: telah bekerja minimal 1 tahun, berusia antara 20 sampai dengan 30 tahun. Alat Ukur Dalam penelitian digunakan skala untuk mengukur tingkat asertivitas dan tes kreativitas figural digunakan untuk mengukur tingkat kreativitas. Skala dan tes yang digunakan yaitu: 1. Skala Asertivitas Alat ukur yang digunakan dalam mengukur aserivitas adalah skala asertivitas yang dirancang dengan menggunakan aspek-aspek dari perilaku asertif dikemukakan oleh Eisler, Miller, Hersen, Johnson dan Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980), yaitu: Complience, Duration of Replay, Loudness, 55
Asertivitas dan Kreativitas pada Karyawan...
Request for New Behavior, Affect, Latency of Response dan Non Verbal Behavior. Setiap item pernyataan diberikan empat alternatif jawaban. Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini terdiri dari 41 item, dengan korelasi item dengan skor total item bergerak antara 0.303 sampai dengan 0.659. Hasil analisis reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0.922. 2. Tes Kreativitas Alat yang digunakan untuk mengukur kreativitas adalah tes kreativitas figural tipe–B. Tes ini merupakan bagian dari Torrance Test of Creative yang disusun oleh Torrance (1974). Tes kreativitas figural tipe B ini terbagi atas tiga subtes yaitu: (1) Picture Construction, (2) Picture Completion, dan (3) Circles. Subtes–subtes tersebut mengukur hal yang sama yaitu: kelancaran, keluwesan, elaborasi, dan orisinalitas. Picture construction mengungkapkan faktor orisinalitas dan perincian, Picture completion mengungkapkan faktor kelancaran, keluwesan, orisinalitas, dan perincian, sementara Circles mengungkapkan faktor kelancaran, keluwesan, orisinalitas dan elaborasi (Torrance, 1974). Dalam penelitian ini subtes yang digunakan adalah subtes yang ketiga yaitu Circles. Reliabilitas keempatsubtes tes kreativitas figural ini berkisar dari 0.86–0,98 (Torrance dalam Prakoso, 1995). Validitas tes kreativitas terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Adiyanti (dalam Zulkarnain & Ginting, 2003) dengan menggunakan subtes circles diperoleh koefisien validitas antara nilai keempatfaktor tersebut berkisar antara rxy = 0.62 sampai 0.67 pada taraf signifikansi p<0.01. Pedoman penilaian terhadap masing–masing aspek kreativitas adalah sebagai berikut (Zulkarnain & Ginting, 2003): 1. Kelancaran Penilaian aspek kelancaran didasarkan pada kuantitas gambar yang relevan yang dapat dihasilkan individu dalam waktu sepuluh menit, bukan didasarkan pada kualitas gambar. Respons tidak mendapat nilai jika gambar merupakan pengulangan dan tidak relevan. 2. Keluwesan Skor keluwesan diperoleh dengan cara menjumlahkan kategori respons yang dapat dihasilkan oleh subjek. Pada bagian ini dapat dibuat kategori yang baru, jika respons yang diberikan subjek tidak dimasukkan dalam salah satu kategori yang ada.
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
3. Orisinalitas Norma yang dikemukakan oleh Torrance (1974) bahwa jawaban yang diberikan oleh 9 persen atau lebih dari sampel, maka subjek mendapat skor 0. Jawaban yang diberikan oleh 5 persen sampai 9 persen dari sampel, maka subjek mendapat skor 1. Jawaban yang diberikan oleh 2 persen sampai 5 persen dari sampel maka subjek mendapat skor 2, sedangkan jawaban yang diberikan oleh sampel yang kurang dari 2 persen, maka subjek mendapat nilai 3. Pemberian nilai tambahan orisinal diberikan apabila subjek menggabungkan beberapa kemungkinan, adapun ketentuan penilaiannya adalah penggabungan yaitu seperti tercantum pada Tabel. 1. Tabel 1. Orisinalitas Lingkaran Banyaknya lingkaran 2 3–5 6 – 10 11 – 15 Lebih dari 15
Nilai 2 5 10 15 25
4. Elaborasi Skor perincian didasarkan pada penambahan detail yang diberikan pada ide gambar. Setelah tiap–tiap aspek memperoleh nilai kasar kemudian dari keempatnilai tersebut dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total tes kreativitas untuk masing– masing subjek, dengan rumus:
Xt = F1 + F2 + O + E Xt : Nilai total dari tes kreativitas figural F1 : Nilai dari aspek kelancaran F2 : Nilai dari aspek keluwesan O : Nilai dari aspek orisinalitas E : Nilai dari aspek elaborasi Metode Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Korelasi product moment dari Pearson dan Analysis of Varians dengan menggunakan SPSS 11.0 for Windows. HASIL ANALISIS DATA 1. Hasil Analisis Data Penelitian Analisis data dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment diperoleh hasil korelasi sebesar rxy = 0.75 dengan p<0.01. Kondisi ini menunjukkan hubungan yang sangat signifikan antara asertivitas dengan kreativitas pekerja. Ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat asertivitas seorang pekerja, maka semakin tinggi tingkat kreativitasnya. 2. Hasil Tambahan a. Gambaran Kreativitas ditinjau dari Jenis Kelamin. Untuk mengetahui gambaran kreativitas berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan uji Anova maka diperoleh nilai F = 0.179 dengan p > 0.05 yang berarti tidak ada perbedaan tingkat kreativitas ditinjau dari usia. Hal ini mengindikasikan bahwa usia kurang memiliki pengaruh terhadap tingkat kreativitas pekerja.
Tabel 2. Deskripsi Kreativitas Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Perempuan Laki – laki Total
N 62 21
Mean 91,0806 89,9048
Std. Deviation 22,95562 20,89475
83
90,7831
22,33287
Tabel 3. Deskripsi Kreativitas Berdasarkan Usia Usia 20 – 22 23 – 25 26 – 28 29 – 30
N 60 19 2 2
Mean 90,1167 93,7895 87,5000 85,5000
Std. Deviation 23,91163 18,90203 17,67767 12,02082
Total
83
90,7831
22,33287
56
Muhammad Rafki Syukri dan Zulkarnain
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara asertivitas dengan kreativitas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat asertivitas seseorang, maka semakin tinggi tingkat kreativitas yang dimiliki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Neilage dan Adam (1982) yang mengatakan bahwa asertivitas merupakan proses untuk menghilangkan hambatan personal sehingga dapat mengembangkan kreativitas. Asertivitas merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencapai kebebasan diri dan rasa kepercayaan diri. Di dalam asertivitas itu sendiri terkandung sifat–sifat rasa percaya diri, kebebasan berekspresi secara jujur, tegas dan terbuka tanpa mengecilkan atau mengesampingkan arti dan hak orang lain serta berani bertanggung jawab. Alberti dan Emmons (dalam Rakos, 1991) mengatakan asertif adalah perilaku yang memungkinkan seseorang untuk bertindak sesuai dengan keinginannya, mempertahankan diri tanpa merasa cemas, mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman atau untuk menggunakan hak– hak pribadi tanpa melanggar hak orang lain. Sehingga dengan kemampuan untuk mengekspresikan diri ini seseorang dapat meningkatkan kreativitas pekerja. French (2003) mengatakan dengan bersikap asertif, rasa cemas dan khawatir yang tidak beralasan dapat dihilangkan. Individu menjadi yakin dengan dirinya, jika yang dilakukan adalah benar. Oleh karena itu mengungkapkan keinginan dan hak dengan asertif perlu untuk kelangsungan sebuah kerja team dalam perusahaan atau organisasi. Begitu juga bagi perusahaan seperti MLM harus bisa mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif, yaitu lingkungan yang asertif. Seorang bekerja harus mampu tampil percaya diri, tanpa rasa cemas dan mampu berkomunikasi dengan jujur terhadap pelanggannya. Dan hal itu akan tercapai bila perusahaan mampu mendorong dan menciptakan pekerja asertif, sehingga menjadi potensial saat terjun kelapangan yaitu masyarakat. Dapat diasumsikan bahwa MLM adalah perusahaan yang berusaha menampilkan atau menciptakan pekerja–pekerja yang asertif. Karena perusahaan ini lebih mempercayai potensi yang ada pada masing–masing pekerja daripada proses birokrasi seperti perusahaan konvensional lainnya. MLM lebih percaya pada quality talk loudly dan jiwa perusahaan itu sendiri terletak pada prinsip–
57
Asertivitas dan Kreativitas pada Karyawan...
prinsip, nilai–nilai, dan motivasi yang ada pada masing–masing pekerja. Terbukti kalau seorang pekerja ingin memiliki prestasi kerja yang baik, dalam menjalankan profesi MLM seperti presentasi dan rekruitment anggota baru, individu tersebut harus mampu menghilangkan hambatan personalnya, tidak boleh cemas dan mampu mengekspresikan keinginannya dengan baik. Dan semua itu akan tercapai dengan bersikap asertif. Oleh karena itu MLM sangat menyadari akan pentingnya asertivitas bagi perusahaanya. Berdasarkan jenis kelamin tidak ditemukan adanya perbedaan kreativitas yang signifikan. Ini ditunjukkan dengan nilai F= 0.043, dengan p > 0.05. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Torrance (dalam Baker, Pomery & Rudd, 2001), bahwa tidak ada perbedaan kreativitas antara laki–laki dan perempuan. Kemudian juga didukung oleh Basaow (1999) yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kreativitas laki–laki dan perempuan. Selain itu, Comeau dan Juraial (dalam Baker, Pomery & Rudd, 2001), mengatakan laki–laki dan perempuan sama–sama memiliki skor yang tinggi dalam kreativitas. Kadang–kadang perempuan lebih kreatif daripada laki–laki, tapi kadang– kadang laki–laki lebih kreatif daripada perempuan, tetapi kadang–kadang tidak ada juga perbedaan kreativitas antara laki–laki dan perempuan. Berdasarkan usia juga tidak ditemukan adanya perbedaan kreativitas. Ini ditunjukkan dengan nilai F = 0.179, dengan p > 0.05. Dapat dilihat bahwa individu dengan usia 23–25 tahun memiliki nilai mean total tertinggi (x=93.7895), selanjutnya individu dengan usia 29–30 tahun memiliki mean total terendah (x=85.5). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Noor (2004) yang mengatakan bahwa daya kreatif seseorang akan menghilang selama proses menjadi dewasa. Kemudian Mcleish dan Arieti (dalam Hughes dan Noppe, 1985) mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi kreatif dan menunjukan kekreatifannya dengan menghasilkan sesuatu pada usia berapa pun dalam rentang kehidupannya. Lehman (2004) mengatakan bahwa puncak dari kreativitas itu berada pada usia 35 tahun. Sementara itu, Simanton (dalam Santrock, 1997) berdasarkan data longitudinal, ia mengatakan bahwa puncak dari kreativitas itu berada pada akhir usia 30–an, sementara dalam penelitian ini menggunakan subjek dengan batas usia maksimal 30 tahun.
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005
SARAN Sejalan dengan kesimpulan yang telah dibuat, maka berikut ini dapat diberikan saran: 1. Sebaiknya perusahaan MLM sering mengadakan training tentang pentingnya bersikap asertif dan menumbuhkan kreativitas dalam bekerja. 2. Pekerja MLM dapat menerapkan cara–cara kreatif dalam menjalankan profesinya, sehingga akan ditemui cara–cara yang lebih banyak dan kreatif untuk meningkatkan penghasilan atau pendapatan pribadi. 3. Disarankan kepada para atasan atau senior untuk dapat lebih membimbing dan mengajari bawahannya bagaimana cara presentasi dan recruitment yang baik, sehingga akan mempercepat peningkatan produktivitas dan prestasi kerja para pekerja MLM. 4. Penting sekali pemimpin atau senior memberikan contoh yang teladan bagi bawahannya, seperti bekerja keras, optimis, dan tidak kenal menyerah. 5. Penting bagi perusahaan seperti MLM untuk mengembangkan budaya kerja team work, karena di dalam MLM hanya dengan sistem kerja sama yang baiklah pekerja dapat menjadi produktif. DAFTAR PUSTAKA Baker, M., Pomery, C., & Rudd, R. (2001). Relationship between critical and creative thinking. [Online] www.depts.ttn.edu. diakses Juni 2004.
Kilby, J., (2001). Creativity is one of the greatest assets in the work place. [Journal Online]. www.bizjournal.com/css/globa.css. diakses Mei 2003. Lehman, H.C., (2004). Human Resource references. [Online] www.hri.8m.com/reference/general_. htm. diakses Maret 2003. Leong, P., (2002). I am crea8: Meraih Sukses Dengan Kreativitas. Jakarta: PT. Prenhallindo. Levesque, L. C., (2003). Achieving top performance in organization through breakthrough creativity. [Journal Online]. www.lynnelevesque.com/ acheiving.html. diakses maret 2003. Martin, R.R., & Poland, E.Y. (1980). Learning to change: A self-Management Approach to adjustment. New York: Mc.Graw Hill. Munandar, S.C.U., (1995). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. _________, (2002). Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Noor, J. (2004). Sales energy. Jakarta: PT. Salemba Emban Patria.
Basaow, S. A. (1999). Gender stereotype and roles. (third edition). California: Brooks Cole Publishing Company.
Papu, J. (2001). Menumbuhkan Kreativitas Ditempat Kerja. [Online]. www.epsikologi. com/manajemen/kreativitas.htm. diakses Desember 2004.
Dharma, S & Akib, H. (2004). Kreativitas sebagai esensi dan orientasi pengembangan Sumber Daya Manusia. Jurnal Usahawan. No. 06 th. XXXIII Juni 2004.
Prabowo, S. (1995). Memahami Dan Membangun Perilaku Asertif. Makalah (tidak diterbitkan). Pada pelatihan Manajer & Supervisor IKIP Semarang.
French, A., (2003). Assertiveness. [Online]. www. Surya.co.id/14092003/01a.pl.tml. diakses Desember 2004.
Prakoso, H., (1995). Analisis Matriks “MultitraitMultimethod”: Validitas konstrak tes Kreativitas Verbal. Jurnal Psikologi. Tahun XXI. No.1.
Hare, B., (1988). Be assertive. USA : The Guernsey Press. Co, Ltd. Hughes, F.P. & Noppe, L.P. (1985). Human Development across the life span. Minnesota : West Publishing Company.
Rakos, R.F., (1991). Assertive behavior: theory, research & training. New York: Routledge, Chapman & Hall.inc.
58
Muhammad Rafki Syukri dan Zulkarnain
Asertivitas dan Kreativitas pada Karyawan...
Rozi, M. F., (2003). Budaya Industri Pemasaran Jaringan di Indonesia. Yogyakarta: Netbooks Press Yogyakarta.
Torrance, E.P., (1974). Torrance test of creative thinking. Norms and technical manual. Benseville, IL : Scholastic Testing Service.
Salim, E., Swasono, S.R., Swasono, Y., Abeng, T., & Sumampouw. M. P., (1997). Manajemen Dalam Era Globalisasi. Jakarta: PT. Gramedia.
Townsend, A. (1993). Developing assertiveness. London : Routledge.
Santrock, J.W., (1997). Life span development. 6 th edition. New York: Times Mirror Higher Education Group. Sinamo, J. H., (2001). Ethos 21: Etos Kerja Professional di Era Digital Global. Jakarta: Penerbit Institut dharma Mahardika. Soedjatmiko., (1990). Manusia Indonesia menjelang abad 21 dan pendidikan. Parameter. No. 98. tahun IX. Februari. IKIP Jakarta. Subagjo, B. (2001). Kreativitas dan Inovasi : Dua Sisi Mata Uang Bagi Keberhasilan Organisasi. [Online]. www.hayati.ipb.com/rudyet/indiv 2001/bambang-subagjo.htm. diakses Desember 2004.
59
Willis, L. & daisley, J. (1995). The assertive trainer. London : Mc Graw Hill Book Co. Zainun, B., (2001). Manajemen SDM Indonesia. Jakarta: PT. Toko Buku Gunung Agung Tbk. Zulkarnain & Ginting, D.J.E., (2003). Kreativitas di Tinjau Dari Tipe Kepribadian ekstrovert dan introvert pada mahasiswa. Jurnal Nusantara. Vol. 36. No. 4. Desember 2003.