e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
NASKAH PUBLIKASI
APLIKASI FISHBONE ANALYSIS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PARE PUTIH DI ASPAKUSA MAKMUR KABUPATEN BOYOLALI
Program Studi Agribisnis
Oleh : GEA GITA RISMAHARDI H0808105
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
APLIKASI FISHBONE ANALYSIS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PARE PUTIH DI ASPAKUSA MAKMUR KABUPATEN BOYOLALI GEA GITA RISMAHARDI H0808105 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil usahatani pare putih, menganalisis masalah, menganalisis faktor yang berpengaruh, menganalisis faktor penyebab paling dominan, dan merumuskan tindakan perbaikan yang paling tepat untuk dilakukan Aspakusa Makmur dalam meningkatkan kualitas pare putih. Metode penelitian yang digunakan deskriptif analitis. Penentuan lokasi dan key informants secara sengaja (purposive) yaitu di Aspakusa Makmur. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, indepth interview, dan pencatatan. Metode analisis data yang digunakan adalah check sheet, pareto chart, dan fishbone analysis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui (1) profil usahatani pare putih di Aspakusa Makmur meliputi pembenihan, pembibitan, budidaya, panen, pasca panen dengan R/C rasio sebesar 1,5 berarti efisien dan layak dijalankan (2) Permasalahan paling dominan yaitu bintik (50,76%) (3) Faktor yang mempengaruhi kualitas pare putih adalah manusia, metode, bahan baku, dan lingkungan (4) Faktor paling dominan yang mempengaruhi kualitas pare putih adalah faktor manusia (5) Tindakan perbaikan yang disarankan (1) faktor manusia: pemeriksaan lebih teliti secara rutin, petugas lebih teliti dalam penataan pare putih dalam krat dan proses wrapping, mengecek kembali buah yang dibrongsong serta membuang buah cacat, penggunaan polybag saat pengangkutan (2) faktor metode: peletakkan perangkap di sisi luar lahan, penggantian perangkap sebulan sekali, penggunaan pestisida nabati, penggunaan polybag bersih, pengurangan pupuk N2 (3) faktor bahan baku: pengujian benih dan penambahan unsur yang dapat meningkatkan kualitas (4) faktor lingkungan: penggunaan pagar tanaman alami untuk mengalihkan hama, pergiliran tanaman, perbaikan saluran air, dan memberi asupan air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kata Kunci : Fishbone Analysis, Kualitas, Pare Putih, Aspakusa Makmur, Tindakan Perbaikan
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
FISHBONE ANALYSIS APPLICATION IN IMPROVING QUALITY OF PARE PUTIH AT ASPAKUSA MAKMUR BOYOLALI REGENCY GEA GITA RISMAHARDI H 0808105
ABSTRACT This research aims to find out the farming profile pare white, analyze the problem, analyze the influential factors, analyzing the causes of the most dominant factor, and formulate the most appropriate corrective actions to be done in improving the quality of Aspakusa Affluent white pare. The research method used is descriptive analytic. Determination of location and key informants intentionally (purposive) at Aspakusa. The type of the data being used is the primary and secondary data. The technique of data collection by means of observation, indepth interviews, and record keeping. Data analysis method used is the pareto chart, check sheet, and fishbone analysis. Based on the results of the study are known (1) profile of farming the white Aspakusa pare Prosperous include seeding, breeding, cultivation, harvesting, post harvest with R/C ratio of 1.5 means efficient and viable to run (2) most dominant Issue that Freckle (50,76%) (3) the factors influencing the quality of white is man, the pare method, raw materials, and the environment (4) the dominant Factor affecting the quality of the human factor in white are the pare (5) suggested corrective actions are (1) human factors: an examination more thorough routinely, officers more thoroughly in pare white in the crates and the process of wrapping, rechecking the fruit dibrongsong fruit and removed defects, use of poly bag when transporting (2) factor method: laying on the trap in the outer side of the land, replacing the trap once a month, the use of plant-based pesticides, the use of poly bag is clean, a reduction in fertiliser N2 (3) factors for raw materials: seed testing and the addition of elements that can improve the quality (4) environmental factors: the use of natural plant fence to divert pests, crop plants, drains, repair and give the water intake that fits the needs of the plant.
Key Words : Fishbone Analysis, Quality, Pare Putih, Aspakusa Makmur, Corrective Action
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang besar menjadi potensi dalam pengembangan sektor pertanian di Indonesia. Salah satu komoditas pertanian yang berpotensi dikembangkan adalah hortikultura. Pasokan produk hortikultura nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri yang dijual di pasar tradisional maupun pasar modern dan luar negeri sebagai komoditas ekspor. Keunggulan komoditas ini ditunjang oleh kondisi lingkungan (lahan dan iklim) yang menunjang di beberapa lokasi, sebagian masyarakat yang sudah mengenalnya dengan baik, serta peluang pasar domestik dan internasional yang sangat besar (Saragih, 1997). Aspakusa Makmur merupakan asosiasi petani asparagus, kucai dan sayuran yang berlokasi di Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Aspakusa Makmur
merupakan satu-satunya tempat produksi komoditi pare putih di
Kabupaten Boyolali dan produknya telah mampu bersaing yang dipasarkan di beberapa supermarket yang ada di kota besar di Pulau Jawa. Namun Aspakusa Makmur mengalami kendala dalam memenuhi permintaan pasar akan pare putih yaitu kualitas pare putih yang tidak sesuai standar. Hal ini dikarenakan adanya penyimpangan dengan standar kualitas yang ditetapkan oleh pihak Aspakusa Makmur. Tabel 1. Hasil Produksi Pare Putih di Aspakusa Makmur Tahun 2007- 2011 Tahun Produksi
Jumlah Produksi (kg)
2007 2008 2009 2010 2011
1859,2 1786,3 2102,4 1331,0 416,1
Jumlah Produksi di Aspakusa Makmur (kg) 1638,2 1576,3 2001,2 1123,7 407,7
Jumlah yang Diterima Konsumen (kg) 1400,0 1238,7 1859,2 1014,8 346,0
Lost Product (%)
24,70 30,65 11,57 23,76 16,85
Sumber : Data Aspakusa Makmur Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa di tahun 2009 produksi lahannya mencapai jumlah produk tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dikarenakan kondisi baik dari kualitas maupun jumlah bibit dan iklim yang
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
mendukung. Lost product adalah selisih antara jumlah produk di lahan dengan jumlah produk akhir yang diterima konsumen dibagi dengan jumlah produk di lahan. Produksi pare putih dihitung pada lahan budidaya seluas 300 m2 dari total lahan budidaya di Aspakusa Makmur yaitu 3300 m2. Pada tahun 2011 terdapat penurunan jumlah produksi yang disebabkan karena keterlambatan benih yang disediakan oleh pihak TTM sehingga hanya melakukan satu kali penanaman saja. Kehilangan produk tertinggi terjadi tahun 2008 karena panen yang telah tersortasi banyak yang dibuang karena tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Hasil panen pada tahun 2011 sebesar 416,1 kg didapatkan dari sekali masa tanam saja selama satu tahun. Permintaaan pare putih tiap bulannya adalah sebesar 130 kg. Perkembangan budidaya pare putih di Aspakusa Makmur dapat dilihat dari perbedaan antara standar kualitas pare putih yang ditetapkan pihak Aspakusa Makmur dengan yang telah dilakukan oleh Aspakusa Makmur selama ini. Penyebabnya berasal dari faktor manusia, bahan baku, metode, modal, mesin, serta lingkungan. Kualitas pare putih yang diharapkan kriterianya memiliki panjang 25-30 cm, tidak bengkok, dan tidak terdapat cacat fisik. Pare putih yang tidak sesuai standar kualitas inilah yang menjadi permasalahan Aspakusa Makmur dalam melakukan produksi pare putih. Perumusan Masalah Permintaan pasar akan produk hortikultura di berbagai pasar masih menemui kendala yaitu tentang manajemen persediaan yang sulit untuk diantisipasi. Persediaan yang kurang karena sifat dari tanaman hortikultura sendiri yang mudah mengalami kebusukan dan beberapa komoditas hanya dapat diproduksi di musim tertentu membuat para pelaku usaha agribisnis harus mencari alternatif untuk permasalahan ini. Aspakusa Makmur mengusahakan proses produksi pare putih agar mampu memenuhi standar kualitas dari Aspakusa Makmur itu sendiri mulai dari benih hingga pasca panennya. Kualitas pare putih yang diharapkan adalah yang mempunyai panjang 25-30 cm, diameter 5-7 cm, warna putih susu, tanpa cacat apapun. Namun ada kalanya terdapat penyimpangan dalam proses produksi pare putih dari standar kualitas dari Aspakusa Makmur. Hal inilah yang menyebabkan
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
kualitasnya rendah. Kualitas yang rendah ini menyebabkan nilai lost product pare putih di atas 20%. Tingginya nilai lost product tiap tahun pada komoditas pare putih merupakan masalah yang melatarbelakangi perumusan masalah. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana profil usahatani pare putih di Aspakusa Makmur? 2. Masalah apa sajakah yang dihadapi Aspakusa Makmur dalam meningkatkan kualitas pare putih? 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas pare putih di Aspakusa Makmur? 4. Faktor apa yang menjadi penyebab paling dominan yang mempengaruhi kualitas pare putih di Aspakusa Makmur? 5. Apakah tindakan perbaikan untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam mempengaruhi kualitas pare putih di Aspakusa Makmur? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui profil usahatani pare putih di Aspakusa Makmur. 2. Mengidentifikasi
masalah
yang
dihadapi
Aspakusa
Makmur
dalam
meningkatkan kualitas pare putih. 3. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kualitas pare putih di Aspakusa Makmur. 4. Mengidentifikasi faktor yang menjadi penyebab paling dominan yang mempengaruhi kualitas pare putih di Aspakusa Makmur. 5. Menentukan tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan kualitas pare putih di Aspakusa Makmur. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis yaitu metode yang berpusat pada pemecahan masalah yang ada dengan mengumpulkan data, menyusun, menjelaskan, kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di Aspakusa Makmur, Teras, Boyolali dengan pertimbangan karena di tempat ini merupakan satu-satunya penghasil komoditas pare putih di Kabupaten Boyolali
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang sedang mengalami masalah terkait kualitas pare putih yang belum sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan Aspakusa Makmur. Penentuan key informants dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan memiliki informasi yang lengkap terkait masalah kualitas pare putih mulai dari budidaya sampai dengan pasca panen. Key informants yang dipilih adalah manajer lahan, 4 tenaga lahan, 3 tenaga grading, dan 2 driver. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung oleh peneliti dan data sekunder yang merupakan data yang dicatat secara sistematis dikutip secara langsung dari literatur yang berkaitan dengan penelitian. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan key informants. Data sekunder diperoleh dari literatur Aspakusa Makmur, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Boyolali yang terkait dengan penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi (pengamatan secara langsung), wawancara mendalam, dan pencatatan data. Metode Analisis Data 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas produksi pare putih dilakukan dengan menggunakan empat alat, yaitu check sheet, pareto chart dan fishbone analysis. a. Check sheet digunakan untuk menentukan permasalahan yang dihadapi dengan mengumpulkan data permasalahan yang dihadapi. b. Pareto chart adalah tipe diagram batang yang digunakan untuk menggolongkan beberapa kategori dan dilengkapi dengan persentase masing-masing kategori yang disusun dari paling kecil ke besar. Pareto chart digunakan untuk mengidentifikasi masalah paling dominan yang mempengaruhi kualitas pare putih di Aspakusa Makmur. c. Fishbone analysis digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masalah kualitas pare putih di Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali. Masalah yang terjadi dianggap sebagai kepala ikan sedangkan penyebab masalah dilambangkan dengan tulang-tulang ikan yang dihubungkan menuju kepala ikan. Fishbone chart, digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab suatu masalah.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Langkah-langkah dalam membuat fishbone chart : 1) Menggambarkan garis horizontal dengan tanda panah pada ujung sebelah kanan dan kotak di depannya yang berisi masalah yang diteliti Masalah
Gambar 1. Analisis Masalah Dengan Fishbone Chart
2) Menuliskan penyebab utama dalam kotak yang dihubungkan ke arah garis panah utama. SDM
Metode
Modal
Masalah
Mesin
Material
Lingkungan
Gambar 2. Analisis Penyebab Utama Dengan Fishbone Chart 3) Menuliskan
penyebab
kecil
di
sekitar
penyebab
utama
dan
menghubungkannya dengan penyebab utama SDM
Metode
Modal
Masalah
Mesin
Material
Lingkungan
Gambar 3. Analisis Penyebab Kecil dengan Fishbone Chart 4) Menentukan sebab-sebab potensial dari permasalahan dan menentukan penyebab yang paling dominan dari permasalahan yang terjadi. 5) Menentukan tindakan perbaikan untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam meningkatkan kualitas produksi pare putih dengan cara wawancara mendalam dan diskusi dengan responden sebagai key informants.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Profil Usahatani Pare Putih di Aspakusa Makmur Standar untuk pare putih yang ditetapkan oleh Aspakusa Makmur adalah yang memiliki panjang 25-30 cm dengan diameter 5-7 cm, tidak bengkok, warna putih susu, dan tidak ada cacat fisik. Pembibitan dilakukan dengan menanam benih pada potray, setelah dua minggu bibit dipindah di lahan. Pembuatan bedengan dan jarak tanam dengan ukuran yaitu lebar 3.5 m, dengan jarak tanam 3x1.5 m. Kemudian dibuat para-para dengan tinggi 1.8 m. Pemupukan menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan yaitu pupuk SP36, ZA, dan ponska. Pemeliharaan meliputi pemangkasan sulur secara teratur, membuang buah yang tidak normal, serta pembungkusan pare putih dengan polybag. Pada saat panen, buah pertama harus dibuang untuk memacu pertumbuhan selanjutnya. Pada saat panen, pare putih dipilih, dipotong tangkainya menggunakan gunting tanaman. Proses pasca panen dilakukan dengan sortasi pare putih dipilih dengan kualitas yang baik kemudian dilakukan proses wrapping untuk melindungi pare putih dari kerusakan selama proses pengangkutan dan menjaga kesegaran pare putih. 1. Biaya Tetap Produksi Pare Putih Biaya variabel digunakan untuk pembiayaan para-para, mulsa, plastik pembungkus, rafia, biaya penyusutan, dan biaya tenaga kerja.. Total dari biaya tetap dalam satu kali masa produksi ini adalah Rp. 685.000,00. Tabel 2. Biaya Tetap Produksi Pare Putih Satu Masa Tanam No.
Komponen Biaya
1. Para-para (bambu) 2. Mulsa 3. Polybag 4. Rafia 5. Biaya Penyusutan Alat 6. Biaya Tenaga Kerja Total Biaya Tetap
Harga Satuan (Rp)
15.000 10.000 500 10.000
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
Satuan
Kebutuhan
buah meter buah ball
3 buah 7,2 meter 100 buah 0,2 ball
Biaya (Rp)
45.000 72.000 50.000 2.000 66.000 450.000 685.000
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Biaya Variabel Produksi Pare Putih Total dari biaya variabel yang digunakan dalam satu kali proses produksi tanaman pare putih ini sebesar Rp. 729.000,00. Biaya variabel meliputi pembelian benih, penggunaan pupuk, pestisida, dan biaya pengairan yang dihitung habis untuk sekali masa produksi. Tabel 3. Biaya Variabel Produksi Pare Putih Satu Masa Tanam
No.
Variabel
1. 2. 3.
Benih Dolomite Kompos Organik Pupuk SP36 Pupuk ZA Pupuk Ponska Methyl Eugenol Regent Matador Actara Detaine Pengairan Jumlah
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Harga Satuan (Rp) 135.000 8.000 2500
Satuan
Kebutuhan
Sak (52 biji) kg kg
50 biji 15 kg 8 kg
129.900 120.000 20.000
80.000 75.000 120.000 26.000 23.000 17.000 8.000 34.000 10.000
kg kg kg Botol 100 ml 100 ml Botol Botol -
1840 gram 1260 gram 420 gram 1 botol 50 ml 50 ml 0.5 Botol 0.5 Botol 10x
147.200 94.500 50.400 26.000 11.500 8.500 4.000 17.000 100.000 729.000
Jumlah Biaya (Rp)
Sumber: Analisis Data Primer, 2012 3. Perhitungan Analisis Usaha Tani Berdasarkan perhitungan antara biaya tetap dan biaya variabel didapatkan biaya total sebesar Rp. 1.441.000,00. Harga pare putih tiap kilonya adalah Rp. 6.000,00 dengan hasil satu kali masa produksi adalah 360 kg, maka didapatkan penerimaan sebesar Rp. 2.160.000,00. R/C rasio yang didapatkan dengan membagi total penerimaan dengan total biaya produksi yaitu 1,5. Hasil usahatani pare putih yang dilakukan Aspakusa Makmur layak dijalankan dengan arti tiap satu satuan produksi akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1.5,Analisis Permasalahan Kualitas Pare Putih Permasalahan pare putih pada Aspakusa Makmur berdasarkan pengamatan secara langsung terhadap hasil produksi pare putih di Aspakusa Makmur terdapat empat permasalahan yaitu bintik, bentuk tidak lurus, busuk, dan lecet.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Permasalahan ini menyebabkan kualitas pare putih tidak sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan pihak Aspakusa Makmur. Tabel 4. Data Permasalahan Kualitas Pare Putih di Aspakusa Makmur PANEN KE 1 2 3 4 JUMLAH
∑ BUAH
BINTIK
BUSUK
LECET
24 36 42 43 145
6 7 9 11 33
1 1 3 4 9
1 2 2 4 9
BENTUK TIDAK LURUS 1 2 4 7 14
Sumber: Analisis Hasil Pengamatan, 2012 Berdasarkan tabel di atas, permasalahan diurutkan berdasarkan persentase mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Persentase kumulatif berguna untuk menyatakan perbedaan yang ada dalam frekuensi kejadian diantara permasalahan yang terjadi. Tabel 5. Data Persentase Permasalahan Kualitas Pare Putih di Aspakusa Makmur Masalah yang Terjadi Bintik Bentuk Tidak Lurus Busuk Luka Fisik
∑ Pengamatan
∑ Kejadian
Persentase (%)
65 65 65 65
33 14 9 9
50,76 21,54 13,85 13,85
Persentase Kumulatif (%) 50,76 72,30 86,15 100
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Gambar 4. Diagram Pareto Permasalahan Kualitas Pare Putih di Aspakusa Makmur
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Berdasarkan Diagram Pareto di atas dapat diketahui persentase permasalahan yang terjadi di Aspakusa Makmur Boyolali yang terjadi ada empat yaitu bintik, busuk, lecet, dan bentuk tidak lurus. Permasalahan yang paling dominan yaitu terdapatnya bintik yang ada di buah pare putih sebesar 50,76%. Bintik pada buah disebabkan karena serangan hama lalat buah yang menghisap pare putih kemudian membuat lubang di dalamnya untuk meletakkan telur pada buah. Bintik merupakan gejala awal dari serangan lalat buah, akibat selanjutnya adalah busuk buah yang disebabkan karena telur yang diletakkan pada pare putih menetas menjadi larva yang memakan daging buah. Permasalahan yang lain adalah bentuk tidak lurus dengan persentase sebesar 21,54% atau sebanyak 13 buah dari 65 buah yang mengalami permasalahan. Bentuk tidak lurus disebabkan karena metode pembrongsongan yang tidak tepat. Pembrongsongan seharusnya dilakukan pengikatan pada tangkai buah agar polybag tidak jatuh. Akan tetapi, pada kenyataannya, petugas kadang mengikat pada leher buah sehingga nutrisi terhenti pada letak ikatan saja. Buah menjadi berbentuk seperti angka delapan. Selain itu, kurangnya asupan air akan berdampak pada bentuk pare putih. Pare putih yang pada masa pertumbuhannya kekurangan air akan mengalami penyusutan kemudian melengkung. Permasalahan yang memiliki persentase sama yaitu busuk dan lecet sebesar 13,85% dengan jumlah buah yang terindikasi permasalahan ini ada 18 buah. Busuk bisa disebabkan karena adanya larva di dalam buah maupun buah yang terlalu masak. Selain itu permasalahan lecet juga berpotensi menjadi busuk buah karena lecet yang terkontaminasi pengaruh luar. Lecet disebabkan karena ketidaktelitian petugas saat melakukan proses pengangkutan, penataan, dan wrapping. Analisis Faktor Penyebab Permasalahan Kualitas Pare Putih Permasalahan kualitas pare putih yang diketahui kemudian dilakukan pencarian data primer tentang faktor penyebab permasalahan yang terjadi. Faktor penyebab permasalahan terhadap kualitas pare putih ini didapatkan setelah melakukan wawancara mendalam dengan sepuluh key informants. Faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab timbulnya masalah paling dominan yaitu bintik adalah
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
manusia
metode
Keterlambatan dalam pembrongsongan Serangan lalat buah meningkat
Penggunaan perangkap kurang optimal cairan perangkap tidak diganti selama proses budidaya
Bintik Berdekatan dengan tanaman budidaya lain lain Lingkungan
Gambar 5. Fishbone Chart Permasalahan Bintik Pada Pare Putih di Aspakusa Makmur Berdasarkan fishbone chart dapat diketahui bahwa faktor-faktor penyebab dari cacat fisik ada tiga faktor yaitu dari faktor manusia, metode, dan lingkungan. Pembahasan dari ketiga faktor berikut adalah: 1. Manusia Keterlambatan dalam pembrongsongan Keterlambatan dalam pembrongsongan akan mengakibatkan kualitas fisik pare putih menurun, baik itu karena ada cacat maupun dari segi warna. Jika pare putih yang telah gugur bunganya tidak segera dibrongsong, maka hama lalat akan lebih mudah menyerang. Selain itu sinar matahari yang terlalu banyak diserap akan mengakibatkan warna pare putih tercampur warna hijau. Pare putih seharusnya dibrongsong pada saat bunga sudah gugur dengan panjang pare putih kurang lebih 5 cm. Serangan lalat buah terjadi jika pembrongsongan lalat buah terlambat. Lalat buah menyerang pare putih dengan cara menghisap. Bekas hisapannya akan meninggalkan bekas berupa bintik berwarna hitam. Buah yang sudah terserang lalat buah jika tidak segera dibuang akan busuk. 2. Metode Penggunaan perangkap kurang optimal Perangkap digunakan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah lalat buah yang menyerang pare putih. Perangkap dibuat dari botol yang dilubangi
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
serta didalamnya
diisi kapas yang telah diberi cairan methyl eugenol.
Perangkap digunakan untuk mengurangi jumlah lalat buah betina yang dibuahi oleh lalat buah jantan sehingga akan mengurangi populasi lalat buah. Cairan methyl eugenol yang digunakan pada perangkap diberikan satu kali dari sejak adanya serangan sampai masa panen. Padahal, daya tarik methyl eugenol untuk keefektifan sebagai perangkap hanya sampai 30 hari. Penggunaan perangkap menjadi tidak efektif jika daya tarik methyl eugenol tidak berfungsi. Serangan hama lalat buah menjadi lebih mudah pada buah yang belum dibrongsong. 3. Lingkungan Berdekatan dengan tanaman budidaya lain Lahan Aspakusa Makmur digunakan untuk menanam berbagai tanaman budidaya lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Penanaman pare putih yang berdekatan dengan tanaman budidaya lain membuat serangan hama akan sulit dikendalikan. Hal ini terjadi jika hama dan penyakit antar tanaman sama dan tidak ada sela diantara tanaman budidaya yang berdekatan. Misalnya pada beberapa penanaman pare putih di lahan, pare putih ini ditanam dekat dengan tanaman okra dan leunca yang memiliki hama utama yang sama yaitu lalat buah. Dalam perkembangannya, lalat buah lebih menyukai pare putih dibandingkan tanaman budidaya lainnya karena fisik luar dari pare putih lebih mudah untuk ditembus oleh mulut penghisap dari lalat buah. Faktor Penyebab Paling Dominan Secara umum, kualitas pare putih dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktor manusia, faktor metode, faktor bahan baku, dan faktor lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat faktor tersebut yang paling dominan pengaruhnya adalah faktor manusia. Faktor manusia menjadi penyebab paling dominan karena terdapat masalah yang sering muncul yaitu keterlambatan pembrongsongan, keterlambatan panen, ketidaktelitian pemeliharaan, dan ketidaktelitian pasca panen. Keterlambatan pembrongsongan akan menyebabkan serangan lalat buah pada pare putih menjadi lebih mudah. Serangan lalat buah akan menimbulkan bintik yang nantinya akan menjadi busuk pada buah jika tidak
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
segera dimusnahkan. Keterlambatan panen mempengaruhi kualitas pare putih karena pare putih yang terlambat dipanen warna kulitnya akan berubah menjadi kekuningan dan kemudian busuk. Ketidaktelitian pemeliharaan terkait dengan pembrongsongan yang tidak tepat yaitu pengikatan buah tidak tepat pada tangkai buah yang menyebabkan buah pare putih bentuknya tidak. Ketidaktelitian pasca panen yaitu saat wrapping, petugas lahan kadang tidak berhati-hati sehingga menimbulkan luka fisik. Selain itu, ketidaktelitian saat penataan pare putih akan berdampak pada fisik buah yaitu adanya lecet yang berpotensi menjadi busuk. Tindakan Perbaikan Tindakan perbaikan yang disarankan untuk permasalahan paling dominan yaitu bintik pada pare putih yaitu: Tabel 6. Tindakan Perbaikan Untuk Masalah Bintik Pada Pare Putih
1.
Faktor-faktor yang diamati Manusia
2.
Metode
3.
Lingkungan
No.
Masalah yang terjadi 1. Keterlambatan dalam pembrongsongan (serangan lalat buah) 1. Penggunaan perangkap kurang optimal
1. Berdekatan dengan tanaman budidaya lain
Sumber: Analisis Data Primer, 2012
Tindakan Perbaikan 1. Pemeriksaan rutin
secara
1. Peletakkan perangkap di sisi luar lahan (antifeeden) 2. Mengganti larutan methyl eugenol sebulan sekali 3. Penggunaan pestisida nabati dari tanaman Tagetes 1. Penggunaan pagar tanaman untuk pengalihan hama 2. Pergiliran tanaman yang bukan inang dari hama
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Aspakusa Makmur merupakan kelompok tani yang melakukan kegiatan agribisnis mulai dari pembibitan, budidaya, panen dan pasca panen pada luas lahan 300m2 dengan R/C rasio sebesar 1,5 artinya sudah efisien dan layak dijalankan. 2. Aspakusa Makmur menghadapi permasalahan paling dominan dalam meningkatkan kualitas pare putih yaitu bintik yang disebabkan oleh serangan lalat buah sebesar 50,76% dengan rincian 33 kejadian dari 65 buah yang diamati. 3. Faktor yang mempengaruhi kualitas pare putih di Aspakusa Makmur yaitu faktor manusia, faktor metode, faktor bahan baku, dan faktor lingkungan. 4. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kualitas pare putih pada Aspakusa Makmur adalah faktor manusia. 5. Tindakan perbaikan yang dapat diterapkan Aspakusa Makmur dalam meningkatkan kualitas pare putih adalah: a. Faktor Manusia: pemeriksaan lebih teliti secara rutin, petugas lebih teliti dalam penataan pare putih dalam krat dan proses wrapping, mengecek kembali buah yang telah dibrongsong, pemberian arah sulur yang tepat, membuang buah yang luka, penggunaan polybag saat pengangkutan. b. Faktor Metode: peletakkan perangkap di sisi luar lahan, pengecekan buah yang telah dibrongsong, mengganti perangkap sebulan sekali, penggunaan pestisida nabati, penggunaan polybag yang bersih, pengurangan pupuk N2, c. Faktor Bahan Baku: Pengujian benih dan penambahan unsur
yang dapat
meningkatkan kualitas d. Faktor Lingkungan: penggunaan pagar tanaman alami untuk mengalihkan hama, pergiliran tanaman yang bukan inang hama, perbaikan saluran air, dan memberi asupan air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
e-Jurnal Agrista – ISSN 2302-1713 - http://agribisnis.fp.uns.ac.id Copyright © 2012 Program Studi Agribisnis – Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
Saran Berdasarkan penelitian ini, peneliti ingin memberikan saran yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam usaha meningkatkan kualitas pare putih di Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: 1. Bagi pihak Aspakusa Makmur, hendaknya melakukan Standard Operational Procedur (SOP) yang tepat terkait dengan pemeriksaan rutin untuk mengecek brongsongan dan serangang hama terhadap pare putih, penataan pare putih dengan lajur horizontal dan menutup sela dengan koran yang bersih untuk menghindari lecet pada fisik buah, peletakkan perangkap di sisi luar lahan dan penggantian larutan methyl eugenol sebulan sekali, penggunaan polybag yang bersih, pengontrolan air secara tepat dengan memperbaiki saluran air waktu musim hujan dan memberi tambahan air di musim kemarau panjang, pemberian pagar tanaman alami seperti tanaman bunga tagetes untuk mengalihkan perhatian opt, khususnya lalat buah. 2. Bagi Pemerintah, hendaknya melakukan pencanangan penggunaan pestisida nabati untuk mengontrol OPT sehingga mengurangi dampak negatif terhadap kualitas hasil produksi maupun kesehatan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Juran, J.M. dan Gryna, F..M.. 1993. Quality Planning and Analysis: From Product Development Through Use, McGraw-Hill Co, Singapore. Saragih,
B. 1997. Pembangunan Sektor Agribisnis Pembangunan Ekonomi. CV Tarsito. Bandung.
Dalam
Kerangka
Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode Dan Teknik. CV Tarsito. Bandung.