APLIKASI BACKPACKER ITINERARY DENGAN MENERAPKAN METODE USER EXPERIENCE (UX) LIFECYCLE Ariq Cahya Wardhana1, Nenny Anggraini2, Nurul Faizah Rozy3 1Student
23Lecturer
of Informatics Engineering Program Faculty of Science and Technology Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta 1email:
[email protected]
of Informatics Engineering Program Faculty of Science and Technology Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta 2email:
[email protected] 3email:
[email protected]
ABSTRAK Backpacker memiliki beberapa kebutuhan sebelum melakukan perjalanan wisata, salah satunya rancangan penjadwalan perjalanan wisata (itinerary). Itinerary sangatlah penting agar perjalanan lebih terarah dan teratur. Menurut Dinna Mulyani, kurang lengkapnya informasi itinerary perjalanan wisata di Indonesia seperti informasi cara menuju destinasi, transportasi, beserta biayanya menyebabkan backpacker lebih memilih keluar negeri. Selain itu, kemudahan penyusunan itinerary sangat berpengaruh pada keinginan menuju destinasi wisata. Travary merupakan aplikasi berbasis web yang dibangun untuk mempermudah backpacker merencanakan perjalanan wisatanya dengan berbagi pengalaman perjalanan wisata dalam bentuk itinerary. Proses pembuatan aplikasi menerapkan metode User Experience (UX) Lifecycle yang dimulai dari tahap analisis untuk memahami kebutuhan pengguna melalui wawancara dan kuisioner online dengan 136 responden. Tahap desain dilakukan pembuatan persona, sketsa, storyboard, skenario dan wireframe. Hasil desain diimplementasikan dalam bentuk prototipe high fidelity. Penelitian ini berhasil menerapkan metode UX Lifecycle dan berdasarkan hasil evaluasi melalui kuisioner online, secara keseluruhan aplikasi telah berhasil membantu backpacker dalam merencanakan perjalannnya. Kata kunci : Backpacker, Itinerary, Aplikasi Berbasis Web, Aplikasi Backpacker Itinerary, User Experience (UX) Lifecycle
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Elok Dyah (Info Backpacker, 2010:21), backpacker merupakan cara untuk menjelajah dunia. Sebuah perjalanan mandiri yang diurus oleh diri sendiri, tidak bergantung pada event organizer atau travel agent di Indonesia. Backpacker harus kreatif menentukan tempat mana saja yang dikunjungi, bertanggung jawab penuh pada keseluruhan itinerary dan semua bagian perjalanannya. Backpacker juga upaya untuk menghemat semua lini pengeluaran selama perjalanan, baik biaya transportasi, akomodasi bahkan bisa secara gratis melalui berbagai cara. Sedangkan menurut Dinna Mulyani selaku founder komunitas backpacker dolanyukz/travelmate.id, perjalanan backpacker memerlukan beberapa aktivitas perencanaan serta riset informasi yang berkaitan dengan tujuan wisata. Seperti mencari informasi transportasi menuju destinasi wisata, menyiapkan penginapan, serta rancangan penjadwalan perjalanan wisata (itinerary).
Itinerary merupakan agenda rencana perjalanan yang membuat perjalanan traveler terencana dengan baik, budget teralokasi dengan tepat dan daftar tempat kunjungan tertata dengan sempurna (travelmatekamu, 2014). Selain itu, itinerary merupakan daftar yang mengurutkan kegiatan perjalanan secara kronologis, lengkap dengan informasi pendukung seperti lokasi, jumlah hari, kegiatan, informasi akomodasi dan transportasi, serta hal-hal pendukung lainnya (ranselkecil, 2010). Dalam perjalanan backpacker, itinerary merupakan hal yang sangat penting agar perjalanan lebih terarah dan teratur. Melalui itinerary, backpacker akan merasa tenang selama berpergian karena semua informasi maupun akomodasi sudah diperkirakan sejak awal (Shimanto, 2010:1). Hal ini dipertegas dengan hasil kuisioner online yang dilakukan penulis terhadap 136 responden, 92.6% responden menyatakan bahwa itinerary sangatlah penting.
Menurut Dinna Mulyani, kurang lengkapnya informasi itinerary perjalanan wisata di Indonesia seperti informasi cara menuju destinasi, transportasi, beserta biayanya menyebabkan backpacker lebih memilih keluar negeri. Selain itu, kemudahan penyusunan itinerary sangat berpengaruh pada keinginan untuk menuju destinasi wisata. Dengan mudahnya pengumpulan informasi itinerary pada suatu destinasi, memudahkan backpacker merencanakan perjalanan wisatanya. Hal ini berpengaruh terhadap motivasi backpacker melakukan perjalanan wisata, khususnya perjalanan di Indonesia.
1.
2.
1.3. Batasan Masalah Berdasarkan permasalahan yang ada, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini yaitu, 1.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah membuat aplikasi yang dapat membantu backpacker menyusun serta membagikan itinerary. Hasil kuisioner online yang disebarkan oleh penulis terhadap 136 responden, 92.6 % menyatakan bahwa mereka menginginkan adanya aplikasi tersebut. Berdasarkan hasil kuisioner dari 136 responden, sebesar 42.6% mereka lebih memilih menggunakan media sosial untuk mencari informasi perjalanan backpacker daripada menggunakan website official khusus yang hanya sebesar 12.5%. Sebesar 94.9% responden menyatakan bahwa kemudahan penggunaan serta tampilan yang menarik mempengaruhi mereka dalam menggunaakan aplikasi/website/teknologi informasi tersebut.
Bagaimana menerapkan metode user experience (UX) lifecycle pada aplikasi backpacker itinerary? Bagaimana membuat aplikasi yang membantu backpacker dalam melakukan perencanaan perjalanannya?
2.
3.
4.
Metode yang digunakan adalah User Experience (UX) Lifecycle dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka, kuisioner, dan wawancara. Aplikasi berkonsentrasi pada penyusunan/pembuatan atau pembagian itinerary perjalanan wisata dengan ruang lingkup destinasi wisata di Indonesia. Pembuatan prototipe high fidelity adalah berbasis website menggunakan framework bootstrap serta codeigniter dengan bahasa pemrograman PHP dibantu dengan tools yang digunakan meliputi balsamiq mockup, sublime text, UML, serta XAMPP. Pengujian atau evaluasi hanya dilakukan pada high fidelity prototipe sebanyak satu kali.
1.4. Tujuan Penelitian
Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengembangan aplikasi yang mampu memperhatikan kebutuhan pengguna serta kemudahan penggunaan berdasarkan pengalaman pengguna (user experience). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi tersebut adalah menggunakan User Experience (UX) Lifecycle. Pada dasarnya, UX Lifecycle merupakan sebuah siklus kerangka terstruktur yang terdiri dari serangkaian tahapan seperti analisis, desain, implementasi, dan evaluasi. Metode ini membuat dan memperbaiki desain yang mengarah pada pengalaman pengguna yang berkualitas. (Pyla, 2012:15)
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Merujuk latar belakang di atas, mendorong peneliti untuk menerapkan User Experience (UX) Lifecycle dalam membangun aplikasi backpacker itinerary. Hal ini juga yang menjadi alasan peneliti melakukan penelitian dengan topik “Aplikasi Backpacker Itinerary Dengan Menerapkan Metode User Experience (UX) Lifecycle”.
Backpacker menurut Anton Tirta (Info Backpacker, 2010:16) merupakan wisatawan yang mandiri mencari informasi dan menentukan tujuan perjalanan (destinasi) via berbagai media seperti internet, majalah, buku, dan lain sebagainya. Bebas untuk mengubah acara yang telah disusun selama perjalanan. Selalu ingin mendapatkan tiket yang murah, selalu ingin mendapatkan tempat menginap yang murah bahkan kalau perlu gratis (couchsurfing). Transportasi publik jadi kendaraan utama dan selalu ingin berpergian kembali ke tempat yang belum pernah dikunjungi.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
Pengguna dapat membuat atau membagikan pengalaman perjalanan wisata dalam bentuk itinerary melalui aplikasi Memberikan kemudahan backpacker untuk melakukan perencanaan perjalanan wisata di Indonesia
II. LANDASAN TEORI 2.1.
Pengertian Backpacker
Sedangkan menurut Matatita (Info Backpacker, 2010:18), backpacker merupakan cara
melakukan perjalanan secara independent, bukan dikelola oleh travel agent. Mulai dari mengurus tiket, mencari tempat menginap, hingga itinerary semua dilakukan sendiri oleh pejalan. Para pejalanan sangat mencermati biaya (budget) serta destinasi yang bisa kemana saja. Selain itu, backpacker juga dapat dipahami sebagai upaya seseorang untuk mengambil jeda, keluar dari rutinitas harian, menepi sesaat untuk menemukan sesuatu yang dapat memperkaya jiwa batinnya. Menurut Elok Dyah (Info Backpacker, 2010:21), backpacker merupakan cara untuk menjelajah dunia. Sebuah perjalanan mandiri yang diurus oleh diri sendiri, tidak bergantung pada event organizer atau travel agent di Indonesia. Backpacker harus kreatif menentukan tempat mana saja yang dikunjungi, bertanggung jawab penuh pada keseluruhan itinerary dan semua bagian perjalanannya. Backpacker juga upaya untuk menghemat semua lini pengeluaran selama perjalanan, baik biaya transportasi, akomodasi bahkan bisa secara gratis melalui berbagai cara. Selain itu, backpacker merupakan cara untuk mengenal budaya masyarakat lain dan tidak terikat aturan-aturan seperti jika sedang dalam suatu group tour. 2.2.
Rencana Perjalanan Wisata (Itinerary)
Menurut situs travelsingapura.com (2012), Itinerary merupakan rencana detail kunjungan atau wisata anda. Biasanya berisi daftar tujuan dan waktunya. Pembuatan itinerary sangat dianjurkan agar liburan anda lebih terencana. Salah satu tips dalam pembuatan itenerary adalah realistis, artinya pertimbangkan waktunya jangan sampai terburuburu karena mengejar banyak tempat tujuan. Menurut Shimanto (2010:1), itinerary dalam perjalanan backpacker merupakan hal yang sangat penting agar perjalanan lebih terarah dan teratur. Melalui itinerary, backpacker akan merasa tenang selama berpergian karena semua informasi maupun akomodasi sudah diperkirakan sejak awal. Rencana perjalanan (itinerary) adalah daftar yang mengurutkan kegiatan perjalanan secara kronologis, lengkap dengan informasi pendukung seperti lokasi, jumlah hari, kegiatan, informasi akomodasi dan transportasi, serta hal-hal pendukung lainnya. Rencana perjalanan sangat penting dibuat baik untuk perjalanan pendek atau panjang. (Ranselkecil, 2010). 2.3.
Pengertian User Experience
Experience atau pengalaman merupakan suatu hasil persepsi atau reaksi dari seseorang terhadap suatu produk, sistem atau jasa. User Experience (UX) mencakup emosi, keyakinan, preferensi, persepsi, respon fisik, perilaku dan
pencapaian dari pengguna tersebut yang terjadi sebelum, selama dan setelah menggunakan produk/sistem. (ISO, 2010: 9241-210) Pengalaman pengguna atau User Experience (disingkat UX) adalah cara untuk membuat seseorang merasa nyaman ketika berinteraksi dengan sistem. Sistem ini bisa menjadi website, aplikasi web atau desktop software. Dalam konteks modern, umumnya dilambangkan dengan beberapa bentuk interaksi manusia-komputer (HCI). (Chandler, Unger., 2012:3) Berdasarkan situs usability.gov, pengalaman pengguna atau user experience (UX) adalah fokus pemahaman yang mendalam tentang pengguna, apa yang mereka butuhkan, apa yang mereka nilai, kemampuan mereka, dan juga keterbatasan mereka. Hal ini juga memperhitungkan tujuan bisnis maupun tujuan sebuah proyek. Menurut Marc Hassenzahl (2013) pada situs interaction-design.org, UX bukan tentang desain yang baik dalam dunia industri, multi-touch, atau interface mewah. Ini adalah tentang fancy interface (menyukai sebuah tampilan), yaitu tentang menciptakan pengalaman pengguna melalui perangkat. Selain itu, user experience (UX) dapat dikatakan efek yang dirasakan oleh pengguna sebagai hasil dari interaksi penggunaan sistem, perangkat, atau produk. Termasuk pengaruhnya terhadap kegunaan, dampak emosional selama interaksi, dan kenikmatan setelah berinteraksi. Maksud dari interaksi sangat luas serta memiliki cakupan seperti melihat, menyentuh, dan berpikir tentang sistem atau produk, termasuk mengagumi tampilan sebelum interaksi fisik. (Pyla, Hartson., 2012:5). 2.4.
Konsep Dasar UX Lifecycle
User Experience (UX) Lifecycle merupakan sebuah metode yang memperhatikan pengalaman pengguna (UX) serta melibatkan beberapa tahapan dalam sebuah lifecycle. Siklus ini terdiri dari empat aktivitas utama, yaitu analisis, desain, prototipe, dan evaluasi. (Pyla, Hartson., 2012:53) UX Lifecycle mengadopsi serta menambahkan beberapa metode UX dengan metode pengembangan aplikasi yang sudah ada selama ini. Metode yang paling signifikan dipakai dalam metode ini adalah waterfall, spiral, mayhew’s usability engineering lifecycle, star lifecycle of usability engineering, the wheel, the LUCID framework of interaction design. (Pyla, Hartson., 2012:50) Konsep UX Lifecycle lebih pada sebuah metode yang lebih spesifik pada pengalaman
pengguna (UX). Saat dilakukan fase implementasi, fase tersebut hanya terbatas pada komponen desain interaksinya saja. Prototipe merupakan manifestasi dari desain yang dirancang sebelumnya. Lalu dilakukan evaluasi sebelum produk tersebut dirilis atau diproduksi. (Pyla, Hartson., 2012:54) 2.5.
Analisis 2.5.1
System Concept Statement
System concept statement adalah penulisan 100-150 kata mengenai gambaran sistem yang akan dibuat, pengguna sistem, gambaran kerja sistem, masalah yang akan diselesaikan, dan pengalaman dengan pengaruh emosional yang ingin diciptakan. (Nahdirah, 2014:3) Menurut Pyla & Hartson (2012:96), system concept statement adalah ringkasan deskriptif singkat dari sistem atau produk yang menyatakan visi awal sistem. Singkatnya, itu adalah pernyataan misi untuk proyek tersebut. Didalam pembuatan sebuah sistem (atau produk) concept statement sinilah semuanya akan dimulai, bahkan sebelum dilakukan contextual inquiry. Sebelum tim UX dapat melakukan contextual inquiry, konsep dari sistem ini yang menjadi persyaratan wajib pada desain sistem, harus ada konsep sistem. 2.5.2
Contextual Inquiry
Contextual inquiry adalah kegiatan siklus hidup produk UX untuk mengumpulkan deskripsi rinci dari kerja praktek dari pengguna untuk tujuan memahami kegiatan kerja dan pemikiran yang mendasari. Tujuan penyelidikan kontekstual adalah untuk meningkatkan praktik kerja pengguna yang membangun atau meningkatkan desain sistem untuk mendukungnya. (Pyla, Hartson., 2012:9) Selain itu menurut Hartson & Pyla (2012:85), contextual inquiry adalah proses empiris untuk memperoleh dan mengumpulkan data aktivitas pengguna yang berkaitan dengan pembuatan sistem. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nahdirah (2014:14), contextual inquiry adalah pengumpulan data melalui wawancara, observasi, kuisioner online terhadap wisatawan. Dan data tersebut sebagai acuan perancangan sistem yang tepat untuk mendukung aktivitas wisatawan. 2.5.3
Contextual Inquiry
Contextual analysis merupakan identifikasi analisis sistematis, penyortiran, pengorganisasian, interpretasi, konsolidasi, dan komunikasi dari pekerjaan pengguna data aktivitas kontekstual dikumpulkan dalam contextual inquiry, untuk tujuan memahami konteks kerja sistem baru yang akan dirancang. (Pyla, Hartson., 2012:129)
Menurut Beyer dan Holtzblatt dalam Hartson dan Pyla (2012:130), contextual analysis mencakup interpretasi data aktivitas kerja pengguna, konsolidasi, dan komunikasi. Interpretasi data dilakukan dengan membuat sebuah flow model dan work activity notes. Flow model merupakan diagram yang memberikan gambaran besar domain kerja pengguna, komponen-komponennya, serta keterhubungannya satu sama lain. Work activity notes adalah data aktivitas dituliskan pada kertaskertas catatan (notes) dengan nomor identitas. Data konsolidasi dan komunikasi dipenuhi dengan membangun sebuah diagram afinitas aktivitas kerja pengguna (WAAD). Hasil intepretasi work activity notes dikategorikan berdasarkan kesamaan dan keterhubungannya satu sama lain dan disusun menjadi sebuah diagram yang dinamakan work activity affinity diagram (WAAD). (Pyla, Hartson., 2012:130) Work Roles didefinisikan sebagai jenis pekerjaan pengguna dan perannya dalam pengunaan sistem (Pyla, Hartson., 2012:132). Sedangkagkan WAAD merupakan sebuah diagram berbentuk hirarki yang digunakan untuk mengurutkan serta mengorganisir work activity notes berdasarkan tingkat kesamaannya. (Pyla, Hartson., 2012:131) 2.5.4
Extracting Requirements
Requirements dalam konteks UX adalah kebutuhan desain interaksi. Setiap note aktivitas kerja pengguna dianalisis untuk menentukan apa saja yang menjadi kebutuhan desain interaksi. Statement kebutuhan interaksi desain tersebut dikemas dalam sebuah requirements document. (Nahdirah, 2014:14) Selain menurut Hartson & Pyla (2012:170), extracting requirement merupakan persyaratan rutin untuk tugas-tugas, fungsi, fitur, serta mencari karakteristik yang penting untuk memberikan pengalaman penggunaan (UX) yang berkualitas. Karena pada tahap ini terdapat faktor yang berhubungan dengan dampak emosional atau aspek fenomenologis yang mungkin masuk kedalam interaksi fungsional sistem. 2.5.4
Design Informing Models
Design informing models adalah abstraksi dimensi yang berbeda antara work roles dan area desain. Hal ini termasuk model yang menggambarkan bagaimana pekerjaan dilakukan, bagaimana peran berbeda dalam setiap interaksi domain work roles. (Pyla, Hartson., 2012:55) Dalam pembuatan produk bagaimanapun requirement yang dihasilkan akan di distribusikan. Oleh karena itu dibutuhkan spesifikasi yang jelas kepada siapa produk ini akan di deliver
dan seperti apa pengguna produk. Design informing models juga di representasikan seperti personas, task descriptions, user experience goals, atau skenario penggunaan. (Pyla, Hartson., 2012:164) Social Model merupakan deskripsi diagram yang menangkap aspek-aspek sosial dari tempat kerja organisasi pengguna, termasuk rasa keseluruhan, filsafat, suasana, dan faktor lingkungan serta proses berpikir, cara berpikir, kebijakan, perasaan, sikap, kekhawatiran dan pengaruh, norma perilaku, sikap, dan tekanan yang mempengaruhi pengguna. (Pyla, Hartson., 2012:184) 2.6.
Desain 2.6.1
Design Thinking and Ideation
Design thinking merupakan cara berpikir pada konsep desain sebuah produk untuk memberikan emotional impact dan pengalaman pengguna secara dominan. Dengan kata lain, design thinking adalah sebuah pendekatan untuk menciptakan produk yang membangkitkan pengalaman pengguna, mencakup dampak emosional, estetika, dan nilai interaksi sosial. (Pyla, Hartson., 2012:259) Sebagai paradigma desain, design thinking itu mendalam, integratif, berorientasi pasar yang bercampur dengan seni, kerajinan, ilmu pengetahuan, dan penemuan. Semua hal ini membutuhkan kreatifitas dan inovasi dari seni mendesain. (Pyla, Hartson., 2012:259) Ideation merupakan penggambaran ide yang aktif, kreatif, eksploratif, iterative, bergerak cepat dalam proses kolaboratif berkelompok untuk membentuk ide-ide untuk desain. Dengan fokus pada brainstorming, ideation menerapkan design thinking. (Pyla, Hartson., 2012:259) Persona menurut Hartson & Pyla (2012:183) adalah hipotetis yang secara khusus berbentuk "karakter" dalam peran pekerjaan tertentu, dengan karakteristik kelas pengguna tertentu. Sebagai suatu teknik membuat pengguna nyata untuk desainer. Persona juga merupakan cerita atau deskripsi dari individu yang realistis yang memiliki nama, kehidupan, dan kepribadian, yang memungkinkan desainer untuk membatasi desain fokus ke sesuatu yang sangat spesifik.System concept statement adalah penulisan 100-150 kata mengenai gambaran sistem yang akan dibuat, pengguna sistem, gambaran kerja sistem, masalah yang akan diselesaikan, dan pengalaman dengan pengaruh emosional yang ingin diciptakan. (Nahdirah, 2014:3)
2.6.1
Conceptual Design
Conceptual design merupakan bagian dari desain interaksi yang mengandung tema, gagasan, atau ide dengan tujuan berkomunikasi melalui visi desain sistem atau produk. Conceptual design juga merupakan manifestasi dari model mental desainer dalam sistem. (Pyla, Hartson., 2012:305) Conceptual design adalah cara anda berinovasi melalui brainstorming untuk menanam serta memelihara benih pengalaman pengguna untuk pertama kali. Anda tidak pernah dapat mengiterasi desain kemudian untuk menghasilkan pengalaman pengguna yang baik jika anda tidak mendapatkan bagian konseptual tepat di depan. (Pyla, Hartson., 2012:305) Storyboard adalah urutan visual "frame" yang menggambarkan interaksi antara pengguna dan sistem yang dibayangkan. Storyboard membawa desain secara hidup dalam bentuk grafis "klip," freeze-frame sketsa cerita tentang bagaimana orang akan bekerja dengan sistem. Deskripsi narasi ini bisa datang dalam berbagai bentuk dan pada tingkat yang berbeda. (Pyla, Hartson., 2012:316) Scenario adalah masukan desain dalam bentuk cerita tentang orang-orang tertentu yang melakukan aktivitas kerja dalam situasi kerja tertentu dalam konteks kerja tertentu, diceritakan dalam bentuk narasi, seolah-olah itu merupakan transkrip dari kejadian nyata. Skenario sengaja dibentuk tidak baku, terbuka, dan fragmentaris dengan penggambaran narasi dari situasi peristiwa yang terjadi dari waktu ke waktu. (Pyla, Hartson., 2012:183) 2.6.1
Design Production
Menurut Hartson & Pyla (2012:56), design production merupakan proses desain dari sebuah bagian aktivitas yang terlibat dalam proses requirement, design informing models, dan visi akhir produk. Produksi desain memerlukan prototyping dan iterasi dari desain konseptual. Sehingga dapat dikatakan bahwa design production merupakan tahap ekstraksi desain menjadi sebuah interaksi interface sebelum produk itu masuk ke tahap selanjutnya. Wireframe merupakan visual skema, cetak biru, atau template desain layar atau halaman Web dalam desain interaksi. Ini adalah representasi kerangka layar (atau halaman) tata letak interaksi objek seperti tab, menu, tombol, kotak dialog, display, dan elemen navigasi. Fokus wireframe adalah pada konten layar dan perilaku tapi spesifik tidak grafis seperti font, warna, atau grafis. Seringkali ide-ide desain cara yang paling awal menjadi nyata, wireframe merupakan dasar
untuk prototipe cepat dan dilakukan secara berulang. (Pyla, Hartson., 2012:336) 2.6.
Prototipe 2.6.1
High Fidelity Prototype Prototipe high fidelity adalah
representasi yang lebih rinci dari desain, termasuk rincian tampilan dan perilaku interaksi. Prototipe ini memerlukan evaluasi detail dari desain dan bagaimana pengguna dapat melihat secara lengkap (dalam arti realisme) desain dari produk yang ditawarkan.
Prototipe
menyempurnakan
ini
rincian
sebagai
proses
desain
untuk
mendapatkan desain yang lengkap untuk menuju implementasi akhir. (Pyla, Hartson., 2012:397) 2.6.
Evaluasi 2.6.1
Kuisioner
Kuesioner merupakan instrumen utama untuk mengumpulkan data subjektif dari peserta di semua jenis evaluasi. Hal ini dapat digunakan untuk melengkapi tujuan (langsung diamati) data dari metode berbasis laboratorium atau pengumpulan data lain atau sebagai metode evaluasi sendiri. Kuesioner dapat berisi pertanyaan tentang pengalaman total pengguna. (Pyla, Hartson., 2012:444) The Quis, dikembangkan di University of Maryland (Chin, Diehl, & Norman, 1988) adalah salah satu yang paling awal jenis kuesioner kepuasan pengguna untuk digunakan dalam evaluasi kegunaan. Itu kuesioner yang paling luas dan paling menyeluruh divalidasi pada saat perkembangannya untuk menentukan subjektif desain interaksi kegunaan. (Pyla, Hartson., 2012:445) Dengan tujuan mengukur dimensi yang paling penting dari kegunaan bagi pengguna di banyak domain yang berbeda, Lund (2001, 2004) mengembangkan penggunaan, kuesioner untuk mengevaluasi pengalaman pengguna pada tiga dimensi khasiatnya, kepuasan, dan kemudahan penggunaan. Penggunaan didasarkan pada tujuh poin model skala likert. (Pyla, Hartson., 2012:449) III. METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan metode pengumpulan dan pengembangan sistem yang penulis gunakan dalam penelitian ini, maka diperoleh kerangka pemikiran sebagai berikut:
Bagan 3.1. Kerangka Pemikiran
IV. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN 4.1.
Analisis
4.1.1. System Concept Statement Travary merupakan aplikasi berbasis web yang memberikan kemudahan bagi backpacker untuk merencanakan perjalanan wisatanya. Pengguna dapat membagikan pengalaman perjalanan wisata dalam bentuk itinerary atau mencari informasi itinerary yang telah dibagikan pengguna lain. Pengguna harus terdaftar dahulu sebagai anggota jika ingin membuat itinerary. Proses pembuatan itinerary dilakukan pengguna dengan memasukan informasi destinasi, transportasi, biaya, serta aktivitas selama perjalanan. Umpan balik atau komentar juga dapat dilakukan pengguna pada itinerary yang telah dibagikan. Pembagian (sharing) itinerary juga dapat dilakukan
pengguna ke media sosial. Pengguna dapat membaca rute transportasi serta destinasi selama perjalanan dalam bentuk timeline. Diharapkan dengan Travary, backpacker dapat lebih mudah merencanakan perjalanan wisata di Indonesia khususnya pada destinasi wisata di daerah-daerah yang belum terkenal masyarakat luas.
Selain itu, sebesar 42.6% responden lebih senang menggunakan media sosial untuk mencari informasi backpacker. Sejumlah 94.9% responden menyatakan bahwa kemudahaan penggunaan sistem mempengaruhi mereka untuk menggunakannya. 4.1.3. Contextual Analysis
4.1.2. Contextual Inquiry Pada tahap ini penulis melakukan wawancara kepada salah satu founder komunitas backpacker. Pertanyaan yang diajukan terdiri atas dua bagian, yaitu mengenai pengalaman melakukan perjalanan wisata di Indonesia, serta kebutuhan backpacker terhadap aplikasi yang akan dirancang.
Berdasarkan hasil analisa dari tahapan sebelumnya penulis merancang sebuah skenario aplikasi Travary yang menunjukan alur informasi serta hubungan antara pengguna dengan perangkat yang digunakan. Pada gambar dibawah ini, penulis menggunakan flow model untuk merepresentasikan skenario aplikasi tersebut.
Hasil wawancara dengan narasumber Ibu Dinna Mulyani menyatakan bahwa itinerary merupakan hal yang sangat penting sebelum melakukan perjalanan. Narasumber juga merasa kesulitan dalam melakukan perencanaan perjalanan wisata di Indonesia karena kurang terakomodirnya informasi cara menuju destinasi. Narasumber berharap aplikasi Travary dapat memberikan informasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan backpacker, tidak seperti penggunaan forum yang sebagian besar digunakan untuk mengobrol dan belum sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, belum adanya aplikasi itinerary khusus backpacker di Indonesia membuat narasumber mendukung rilisnya aplikasi Travary. Untuk menvalidasi kembali hasil wawancara, penulis melakukan kuisioner online terhadap komunitas backpacker lainnya. Penulis mengajukan pertanyaan mengenai pengalaman backpacker dalam melakukan perjalanan wisata serta kebutuhannya terhadap aplikasi yang akan dirancang. Melalui pembagian kuisioner secara online melalui group sosial media komunitas backpacker, penulis mendapatkan 136 responden dengan rata-rata terbesar umur 25-35 tahun terbagi menjadi 53.7% responden perempuan dan 46.3% laki-laki. Pada umumnya mereka melakukan perjalanan backpacker sekali dalam setahun dengan pertimbangan lebih murah daripada menggunakan agen wisata. Dari keseluruhan responden, 92.6% menyatakan bahwa itinerary sangat penting, mereka juga menginginkan adanya sistem khusus berbagi itinerary yang membantu merencanakan perjalanan wisata di Indonesia.
Pada kategori [A] terbagi menjadi empat kategori minor yaitu keinginan backpacker untuk mengetahui durasi perjalanan menuju destinasi [AA], dapat memilih alternatif transportasi [AB], mengetahui biaya transportasi yang diperlukan [AC], serta dapat mengetahui gambaran rute transportasi [AD]. Sedangkan untuk mengakses informasi dengan mudah [B] backpacker menginginkan aplikasi dapat digunakan di semua platform [BA], informasi itinerary mudah dibagikan dengan orang lain [BB], mudah dilakukan filter informasi itinerary [BC], mudah membaca pattern destinasi [BD], serta mudah bertanya kepada pengguna lain [BE].
Sedangkan kategori [C] terbagi menjadi tujuh kategori minor antara lain keinginan backpacker untuk memperoleh informasi berupa foto destinasi [CA], memuat informasi detail biaya selama di destinasi [CB], review tentang destinasi [CC], informasi biaya masuk destinasi [CD], informasi event yang ada di destinasi [CE], informasi akomodasi selama di destinasi [CF] yang terdiri dari informasi aktifitas selama didestinasi [CF1] serta informasi biaya yang dibutuhkan setiap aktifitas [CF2]. Backpacker juga menginginkan adanya maps atau peta [CG] yang berisi informasi lokasi destinasi wisata [CG1]. Backpacker menginginkan adanya informasi penginapan [D] yang terdiri dari informasi biaya penginapan [DA] serta rekomendasi penginapan [DB]. Selain itu, detail biaya selama perjalan juga dibutuhkan oleh backpacker [E] seperti informasi estimasi total biaya keseluruhan selama perjalanan [EA].
4.1.4.
AA
AB
AC
AD
Mengetahui biaya transportasi yang diperlukan
Memberikan informasi biaya transportasi dengan background yang berbeda dalam satuan rupiah
√
Menampilka n input form biaya dalam satuan rupiah dengan warna background pada label yang berbeda
√
Rute transportasi ditampilkan dengan warna yang berbeda dengan destinasi dalam bentuk single page timeline
√
Aplikasi dapat digunakan di semua platform
Tampilan serta navigasi dibuat berbeda jika menggunaka n device yang berbeda
√
Mudah dibagikan dengan orang lain
Menampilka n background dengan warna serta icon berbeda untuk kondisi sebelum maupun sesudah dibagikan
√
Tampilan untuk membagikan ke orang lain diluar sistem dibuat berbeda dengan hanya menampilkan background serta icon
√
Mengetahui gambaran rute transportasi
Contextual Analysis
Setiap kebutuhan backpacker pada WAAD dianalisis kembali untuk menentukan kebutuhan desain interaksi dalam bentuk statement. ID WAA D
berdasarkan jenis kendaraanny a
Work Activity
Requirement Statements
Feasibilit y
Mengetahui durasi perjalanan menuju destinasi
Menampilka n informasi durasi perjalanan dalam satuan jam dengan warna background yang berbeda
√
Memilih alternatif transportasi
Menampilka n input form untuk memasukan durasi dalam satuan jam
√
Menampilka n informasi alternatif transportasi dengan icon yang berbeda-beda
√
Menampilka n pilihan alternatif transportasi berbentuk radio option
√
BA
BB
BC
Mudah dilakukan filter informasi itinerary
Menampilka n tags model didalam input form untuk memilih destinasi tujuan yang diinginkan
Menampilka n pilihan filter berdasarkan biaya maupun berdasarkan tanggal dibagikan BD
BE
CA
CB
Mudah membaca pattern destinasi
Pattern destinasi dibuat dengan kombinasi icon serta warna yang berbeda dengan transportasi dalam bentuk single page timeline
CC
√
CD
CE
√
CF1
√
Mudah bertanya kepada pengguna lain
Menampilka n kolom isi komentar berbentuk modal
√
Mendapatka n informasi foto destinasi
Tampilan foto destinasi berbentuk kotak dan dapat dilihat saat mencari informasi itinerary maupun saat memilih detail itinerary Menampilka n informasi seluruh biaya selama berada pada destinasi dengan ukuran font yang lebih besar
Menampilka n link informasi review destinasi dalam bentuk tab
√
Review destinasi berbentuk teks deskriptif
√
Mengetahui informasi biaya masuk ke destinasi
Tampilan informasi biaya didapatkan dalam bentuk teks dengan memberi efek bold
√
Mengetahui informasi event yang ada di destinasi
Memberikan informasi event terbaru yang ada pada destinasi dalam bentuk timeline list
x
Mengetahui informasi aktifitas selama di destinasi
Informasi aktifitas dibuat dalam link tab dengan bentuk table list
√
Informasi biaya setiap aktifitas selama di destinasi
Informasi biaya aktifitas ditampilkan disamping list aktifitas dalam bentuk teks dengan background yang berbeda
√
Informasi peta lokasi destinasi
Menampilka n informasi peta lokasi berbentuk poin maps destinasi
x
Informasi biaya penginapan
Menampilka n informasi biaya penginapan dengan font bold
x
Informasi rekomendasi penginapan
Menampilka n rekomendasi penginapan dalam bentuk list
x
Informasi total biaya keseluruhan
Total biaya ditampilkan didalam list informasi
√
Tampilan detail pattern destinasi dibuat dengan membentuk panel yang berbeda dengan transportasi
Memuat informasi detail biaya selama di destinasi
Melihat review tentang destinasi
CF2
CG1
√
DA
DB
√ EA
√
selama perjalanan
4.1.5.
itinerary dengan font bold dan ukuran yang besar
Design Informing Model
Setelah memiliki requirement document proses selanjutnya adalah tahapan akhir proses analisis dengan melakukan pembuatan social model untuk menggambarkan work roles serta kebutuhan interaksinya didalam sistem. Work roles pada penelitian ini adalah backpacker.
4.2.
Desain
4.2.2. Conceptual Design
4.2.1. Design Thinking and Ideation Design thinking dilakukan dengan membuat persona lalu melakukan ideation melalui pembuatan sketsa aplikasi (sketching). Persona merupakan gambaran mengenai profil pengguna yang sebenarnya, kebutuhan, keinginan, dan harapan untuk merancang kemungkinan pengalaman terbaik bagi backpacker secara spesifik.
Conceptual Design menggunakan dua proses desain yaitu storyboard dan skenario. Storyboard adalah konsep desain frame to frame berupa ilustrasi pengguna saat berinteraksi dengan aplikasi. Storyboard mengkombinasikan gambar dan kata-kata yang menjelaskan kegiatannya melakukan persiapan perjalanan backpacker serta kebutuhannya terhadap aplikasi Travary untuk mendukung kebutuhan persiapan perjalanan wisata.
Konsep pemodelan desain antarmuka media sosial yang digunakan adalah aplikasi path. Model desain antarmuka timeline aktifitas path digunakan untuk meringkas informasi agar tidak terlalu deskriptif. Pemodelan bentuk desain timeline tersebut diterapkan pada antarmuka kumpulan aktifitas perjalanan itinerary dengan sedikit modifikasi untuk memberikan user experience yang berbeda pada pengguna, seperti pada gambar dibawah ini.
Pengguna mencari informasi itinerary lalu mengakses travary menggunakan browser, diarahkan ke halaman utama. Pada halaman
utama pengguna mencari informasi itinerary berdasarkan destinasi tujuan. Aplikasi akan memberikan pilihan informasi detail itinerary untuk pengguna. Pengguna memilih destinasi lalu diarahkan ke halaman explore yang berisi kumpulan informasi itinerary. Informasi itinerary dapat dipilih pengguna berdasarkan biaya, destinasi maupun waktu publikasi. Pengguna akan diarahkan ke halaman daftar atau masuk untuk mendapatkan informasi pada halaman detail itinerary maupun membuat itinerary. Jika memutuskan untuk memilih itinerary yang sesuai pada halaman detail itinerary, pengguna akan mendapatkan informasi lengkap mengenai destinasi yang dipilih berdasarkan pengalaman pengguna lain yang telah dibagikan. Selain itu, pengguna juga dapat berkomentar maupun melakukan sharing diluar lingkungan aplikasi. Pengguna juga dapat membuat itinerary, dengan menambah informasi destinasi maupun transportasi selama perjalanan. Transportasi dapat dipilih dengan beragam alternatif pilihan beserta biayanya. Pada tambah destinasi pengguna akan memberikan pengalaman kunjungan atau informasi tentang destinasi, seperti informasi tiket masuk, akomodasi, maupun aktifitas serta biayanya. Pengaturan informasi itinerary juga dapat dilakukan pengguna dengan mengatur untuk publik atau pribadi. 4.2.3. Design Production Proses design production dilakukan dengan membuat wireframe yang menerapkan komponen desain bootstrap dari Spurlock (2013) menggunakan tools balsamiq mockup. Langkah pertama diawali dengan membuat pattern layout utama aplikasi travary yang terdiri dari pattern layout browser dan pattern layout mobile. Pemanfaatan fitur responsive bootstrap diterapkan pada pembuatan pattern layout ini.
Keinginan backpacker untuk memperoleh informasi pilihan alternatif transportasi serta rute transportasi menuju destinasi ditampilkan melalui komponen icon yang berbeda berbentuk timeline ke bawah seperti gambar diatas. Icon ditampilkan sesuai dengan jenis transportasinya. 4.3.
Prototipe
4.3.1. High Fidelity Proses desain selanjutnya adalah pembuatan prototipe high fidelity, prototipe ini sudah membentuk sebuah aplikasi dengan konsep interaksi utuh aplikasi yang akan didapatkan oleh pengguna. Prototipe ini dibangun menggunakan database mysql, framework codeigniter dan twitter bootstrap. Perancangan desain interface pada prototipe high fidelity menggunakan bahasa pemrograman PHP, HTML, CSS, Javascript dengan database MYSQL. Framework yang digunakan adalah bootstrap dan codeigniter. Font yang digunakan adalah open sans dengan warna standar flat yang mengikuti standar dari situs flatuicolors.Warna utama aplikasi travary adalah warna orange dengan nilai HEX E67E22.
4.4.
Evaluasi
4.4.1. Kuisioner Online Setelah dilakukan implementasi prototipe high fidelity pada shared hosting, dengan alamat website prototipe http://demo.travary.com penulis melakukan evaluasi menggunakan kuisioner online untuk mengevaluasi web tersebut. Penulis membagikan kuisioner online ke group media sosial backpacker dan orang-orang yang menyukai traveling secara backpacker. Penulis membuat pertanyaan kuisioner yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu evaluasi UX untuk interface aplikasi dan evaluasi kegunaan (usability) dari aplikasi travary. Tujuan dari evaluasi/pengujian desain interaksi aplikasi adalah memberikan nilai dari desain interaksi. Nilai dari evaluasi desain interaksi digunakan sebagai bahan perbaikan prototipe. Sedangkan evaluasi kegunaan (usability) digunakan untuk memberikan seberapa besar nilai kegunaan dari aplikasi guna menjawab rumusan masalah pada penelitian ini. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, maka dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai hubungan antara rumusan masalah dan hasil penelitian dimana penulis akan mencoba mencari kesimpulan yang dapat menjawab rumusan masalah yang sudah ditentukan. Berdasarkan hasil dari studi literatur, metode user experience (UX) lifecycle terdiri dari beberapa tahapan yaitu analisis, desain, prototipe dan evaluasi. Penulis melakukan tahapan tersebut pada pembuatan aplikasi backpacker itinerary. Pada tahap analisis penulis berhasil melakukan analisa dari hasil kuisioner online kebutuhan backpacker yang dibagikan ke berbagai group backpacker di media sosial. Hasil analisa tersebut menjadi flow model, WAAD, requirements document, dan social model. Setelah dilakukan analisa, penulis melakukan tahapan desain yang terdiri dari pembuatan persona, sketching, storyboard, skenario, dan wireframes. Hasil dari tahapan desain dibuat menjadi prototipe, dalam penelitian ini penulis berhasil membuat prototipe high fidelity. Setelah dilakukan pembuatan prototipe high fidelity, dilakukan evaluasi untuk mengetahui kualitas dari prototipe aplikasi yang telah dibuat. Hasil evaluasi digunakan untuk mengukur seberapa besar kualitas aplikasi terhadap kebutuhan backpacker. Hasil dari seluruh proses penerapan
metode user experience (UX) lifecycle dapat dilihat pada bab empat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, diketahui bahwa aplikasi yang telah dibuat telah diimplementasikan ke pengguna dalam bentuk prototipe. Lalu dilakukan evaluasi menggunakan kuisoner online kepada 20 orang responden yang dibagi menjadi 2 bagian kuisioner. Pada kuisioner bagian pertama secara keseluruhan pembuatan desain interaksi aplikasi telah memenuhi kebutuhan informasi backpacker dalam merencanakan perjalanannya. Dimana desain interaksi pada aplikasi yang perlu diperbaiki adalah mudah digunakan pada semua platform serta kemudahan akses informasi biaya masuk destinasi. Pada kuisioner bagian kedua secara menyeluruh aplikasi dapat membantu merencanakan perjalanan wisata backpacker. Dimana 40% dari responden memilih nilai 4 untuk aplikasi dapat dipelajari dengan mudah, 40% memilih nilai 4 untuk fitur-fitur berjalan baik, 45% responden setuju dengan memilih nilai 4 jika orang lain dapat mempelajari website dengan cepat, 45% responden memilih nilai 4 untuk bisa menggunakan website tanpa bimbingan orang lain, 35% memilih nilai 5 untuk menggunakan website tanpa harus mempelajari hal yang baru, 80% memilih nilai 4 untuk tampilan dan akan kembali menggunakannya, dan 50% responden menyatakan nilai 4 bahwa aplikasi dapat membantu dalam merencanakan perjalanan wisatanya. VI. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai aplikasi backpacker itinerary dengan menerapkan metode user experience (UX) lifecycle. Maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Penelitian ini berhasil membuat aplikasi backpacker itinerary dalam bentuk prototipe high fidelity dengan nama travary menggunakan metode user experience (UX) lifecycle. Tahapan penerapan metode UX lifecycle terdiri dari analisis, desain, prototipe, dan evaluasi. Pada setiap tahapan terdapat bagian-bagian tahapan seperti pada tahapan analisis penulis melakukan contextual inquiry yaitu melakukan pengumpulan data, contextual analysis yaitu melakukan analisa data melalui flow model serta WAAD, extracting design requirements melalui pembuatan requirements document, dan design
2.
informing model melalui pembuatan social model. Sedangkan pada tahapan desain terdiri dari design thinking and ideation yaitu membuat persona serta melakukan sketching, conceptual design membuat storyboard lengkap dengan skenario, dan design production dengan membuat wireframes. Tahapan pembuatan prototipe menggunakan jenis prototipe high fidelity sedangkan tahapan evaluasi UX atau UX testing dilakukan menggunakan kuisioner online. Berdasarkan hasil evaluasi UX terhadap aplikasi, penelitian ini berhasil membuat aplikasi yang membantu backpacker merencanakan perjalan wisatanya. Dengan jumlah 100% responden yang menyatakan bahwa aplikasi pada penelitian ini membantu mereka dalam merencanakan perjalanan wisata dan mendapatkan 50% responden dengan nilai 4 dalam skala penilaian kegunaan (usability) 1 sampai 5.
Saran Penelitian yang dilakukan tentunya tidak terlepas daripada kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, untuk pengembangan aplikasi lebih lanjut, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut : 1.
2.
3.
4.
Perbaikan kembali desain interaksi aplikasi saat akses melalui mobile atau akses semua platform dan perbaikan interaksi pada informasi biaya masuk destinasi. Penulis berharap aplikasi ini dapat dikembangkan ke platform lain seperti IOS, windows phone dan smartphone lainnya, agar pengguna smartphone lainnya juga dapat menggunakan aplikasi tanpa harus membuka browser. Menggunakan teknik evaluasi yang berbeda yaitu teknik evaluasi berbasis laboratorium untuk evaluasi UX atau UX testing aplikasi. Selain itu, untuk pengembangan aplikasi selanjutnya diharapkan pengguna dapat melakukan rating untuk setiap itinerary.
DAFTAR PUSTAKA A.S, Rosa., Shalahuddin, M. 2011. Rekayasa Perangkat Lunak Terstruktur dan Berorientasi Objek. Bandung: Informatika Bandung.
Adinegoro, Erlangga. 2015. Sistem Informasi Rapor SMK Berbasis Kurikulum 2013 Menggunakan UX Lifecycle. Adinugroho, Sigit. Menyusun Rencana Perjalanan. 14 Februari 2010. http://ranselkecil.com/rencana/menyusunrencana-perjalanan/ Admin. Contoh Itinerary Wisata di Singapura. 21 Juli 2012. http://www.travelsingapura.com/contohitinerary-singapura/ Agustin, N., H. 2015. Penerapan Shperical Law of Cosines Pada Aplikasi Pemilihan Objek Wisata Berbasis Mobile Web (Studi Kasus: Pariwisata Jawa Timur) Arief, M. Rudyanto. 2011. Pemrograman Web Dinamis Menggunakan PHP & MySQL. Yogyakarta: ANDI. Badan Pusat Statistik. 2014. Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia Menurut Tempat Tinggal, 2002-2014. Chandler, Unger. 2012. A Project Guide to UX Design, Second Edition. Barkeley: New Riders. Clark, Richard. Studholme, Oli. Murphy, Christopher. Manian, Divya. 2012. Beginning HTML5 and CSS3. New York: Springer. Cochran, D., Whitley, Ian. 2014. Bootstrap Site Blueprints Design Mobile-First Responsive Websites with Bootstrap 3. Birmingham: Packt Publishing Ltd. Connolly, T., Begg, C. 2010. Database Systems: A Practical Approach to Design, Implementation, and Management. 5th Edition. Amerika: Pearson Education Daqiqil, Ibnu. 2011. Framework Codeigniter Sebuah Panduan dan Best Practice. Faranello, Scott. 2012. Balsamiq Wireframes Quickstart Guide. Birmingham: Packt Publishing Ltd. Grannel,
Craig. Sumner, Victor. Synodinos, Dionysios. 2012. The Essential Guide to HTML5 and CSS3 Web Design. New York: Apress Company.
Gube, Jacob. What Is User Experience Design? Overview, Tools and Resources. 5 Oktober 2010. http://www.smashingmagazine.com/2010/ 10/what-is-user-experience-designoverview-tools-and-resources/
Haviluddin. 2011. Memahami Penggunaan UML (Unified Modelling Language). Universitas Mulawarman. Henderi.
2010. Unified Modeling Tangerang.
Language.
Hessenzahl, Marc. User Experience and Experience Design. http://www.travelsingapura.com/contohitinerary-singapura/ Husnia, Arina. How to Make Itinerary. 14 April 2014. http://www.travelmatekamu.com/2014/04/ 14/how-to-make-itinerary/ Hutabarat, Mardelena. 2014. Pengaruh User Experience Terhadap Kepuasan Pengguna Jejaring Sosial Path di Kota Bandung Pada Tahun 2014. International Organization for Standardization (ISO). 2010. Ergonomics of Human-System Interaction, 9241-210. Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta: Grasindo. Kementrian Pariwisata. 2012. Rangking Devisa Pariwisata Terhadap Komoditas Ekspor Lainnya, 2009-2013. Kendall, Kenneth E., Kendall, Julie e. 2011. System Analysis and Design 8th Edition. Prentice Hall : New Jersey. Nadhirah, ASD. 2014. Perancangan Mobile User Experience Aplikasi Visit Puncak Untuk Perkiraan Kunjungan Wisatawan Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Nugroho, Adi. 2010. Rekayasa Perangkat Lunak Menggunakan UML dan Java. Yogyakarta: ANDI. O’Brien. J.A. 2010. Introduction to Information Systems, Penerjemah dewi fitriasari dan Deni Arnos Kwary. Jakarta: Salemba Empat. Pyla, Hartson. 2012. The UX Book Process and Guidelines for Ensuring a Quality User Experience. Waltham: Morgan Kaufmann. Rachman, A.F., Hutagalung, H & Silano, P. 2012. Teori dan Praktik Memandu Wisata. Jakarta: Percetakan UPT ST. Mediakom Trisakti. Raco, JR. 2010. Metode Kualitatif (Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya). Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Setiawan, Iwan. Sekilas Tentang User Experience. http://www.intraktive.com/index.php/articl e/99-sekilas-tentang-user-experience
Sihmanto. 2010. Rp 2 Jutaan Keliling Vietnam dalam 15 Hari. Yogyakarta: B-First. Sixaba, Zinzisa. 2013. Backpacker Tourism: An Analysis of Travel Motivation. Spurlock, Jake. 2013. Bootstrap. Sebastopol: O’Reilly Media Inc. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sultan, Sulfandi, dkk. 2010. Info Backpacker. Yogyakarta. User Experience Basics. http://www.usability.gov/what-andwhy/user-experience.html Wempen, Faithe. 2011. Step by Step HTML5. California: O’Reilly Media, Inc. What is Usability? http://www.usabilitynet.org/management/ b_what.htm Widodo, Prabowo Pudjo dan Herlawati. 2011. Menggunakan UML. Bandung: Informatika.