P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
aPENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL PADA BUSSINES PERFORMANCE Oleh : Sri Imaningati STIE Bank BPD Jateng Semarang
a
ABSTRAK Terjadi fenomena bahwa nilai buku perusahaan berbeda dengan harga pasarnya. Hal ini mengindikasikan ada factor lain yang mempengaruhi persepsi pasar atas nilai suatu perusahaan. Intellectual Capital (IC) diperkirakan sebagai factor penyebabnya. IC dapat diukur dengan VACA merupakan ukuran dari physical capital, VAHU merupakan ukuran kemampuan kelola manajemen perusahaan. merupakan ukuran human capital, dan STVA yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan. IC berpengaruh pada Bussines Performance Perusahaan yang diukur dengan ROE. Perusahaan Real Estate and Property bangkit dari keterpurukan dengan perbaikan di bidang Intellectual Capitalnya. Pengelolaan IC yang baik akan meningkatkan Bussines Performance Perusahaan dan berlaku sebaliknya. Keywords :
Intellectual Capital, VACA(Value Added Capital Employed), VAHU(Value Added Human Capital), STVA( Structural Capital Value Added, Return On Investment). tercermin dari nilai pasar saham perusahaan. Berdasarkan analisis fundamental, nilai perusahaan dihitung dari nilai bukunya, yaitu berdasar kekayaan, hutang, ekuitas, kemampuan menghasilkan laba, dan kemampuan mengembangkan modal, yang mana semua itu dapat dilihat di Neraca. Namun dalam kenyataannya, pandangan pasar tidak hanya berdasar apa yang tercantum di Neraca saja. Terbukti terdapat selisih antara nilai buku dengan nilai pasar perusahaan. Kemungkinan terdapat selisih lebih ataupun selisih kurang. Hal ini me-
PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir ini, para pengamat ekonomi mulai melihat bahwa perbedaan nilai pasar suatu perusahaan dengan nilai bukunya ternyata banyak yang cukup signifikan. Hal ini mulai menimbulkan pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi. Nilai buku perusahaan merupakan nilai dari kekayaan, utang dan ekuitas perusahaan berdasarkan pencatatan historis yang telah dilakukan. Sedangkan nilai pasar perusahaan merupakan hasil persepsi pasar terhadap nilai perusahaan yang biasanya 67
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
ngindikasikan bahwa terdapat sumber daya lain yang tersembunyi yang menjadi sumber penilaian perusahaan. Aktiva ini tidak nampak di neraca. Dan inilah yang diindikasikan menyebabkan nilai pasar perusahaan berubah. Pasar menilai inilah yang disebut dengan the hidden assets atau aktiva tersembunyi milik perusahaan. Aktiva ini tersembunyi karena tidak dapat dideteksi di Neraca, dan tidak dapat di telusuri di laporan keuangan yang lain. Kekayaan milik perusahaan yang mampu menaikkan nilai pasar perusahaan. Menurut Stewart (1997), selisih antara nilai pasar dan nilai buku tersebut, yang diberinya istilah The Missing Value, merupakan Intangible Assets (IA) yang tidak disajikan di neraca. Hal ini terjadi karena standar akuntansi yang ada tidak memungkinkan menangkap dan melaporkan investasi yang dikeluarkan untuk memperoleh sumber daya non fisik. Standar akuntansi cenderung hanya berfokus pada aktiva yang sifatnya nyata (hard assets) saja yaitu dalam bentuk Intellectual Property. Kalaupun ada Intangible Assets yang disajikan dalam laporan keuangan, biasanya merupakan aktiva yang diukur berdasarkan nilai historis dan bukan potensinya untuk menambah nilai perusahaan. IA yang tidak muncul di Neraca inilah yang kemudian disebut sebagai Intellectual Capital (IC). Jadi dapat disimpulkan IC merupakan suatu bidang ilmu yang bertujuan untuk pembentukan pengetahuan ke dalam asset yang dapat dikalkulasi sehingga dapat dilaporkan secara kuantitatif (Sangkala, 2006). Widyaningrum dalam Warta Ekonomi (2006), tahun 1997 saat kri-
sis ekonomi melanda dunia termasuk Indonesia, maka yang paling terkena imbasnya adalah perusahaan Real Estate and Property. Pada waktu itu perusahaan Real Estate and Property cenderung melakukan pinjaman bank baik dalam negeri maupun luar negeri untuk membiayai pembangunan dan pengelolaan bisnisnya. Ketika rupiah melemah karena krisis ekonomi, maka bank berupaya mempertahankan dana masyarakat dengan meningkatkan bunga depositonya. Akibatnya suku bunga pinjaman meningkat drastis pula, sehingga berjatuhanlah perusahaan-perusahaan dalam bisnis ini. Terjadi kemandegan sampai dengan tahun 2000, dan pelan-pelan bisnis ini mulai bergerak lagi tahun 2001. Sampai dengan tahun 2003, perkembangan belum begitu berarti. Menurut Bayu Utomo (2006), Head of Strategy Consulting & Investment Capital Market, Lembaga Konsultan Properti Jones Lang Lasalle, saat ini perusahaan Real Estate & Property sudah menancapkan kukunya lagi di bisnis ini dengan banyak strategistrategi baru yang dilakukan oleh top manajemen masing-masing perusahaan. Menurut beliau, perkembangan bisnis ini yang mengalami kenaikan 3% dari tahun 2004 akan lebih meningkat lagi di tahun-tahun mendatang. Dengan melakukan restrukturisasi organisasi, perekrutan tenaga ahli baru untuk menjadi manajer baru, perubahan strategi utama perusahaan, serta melakukan kerjasama-kerjasama dengan perusahaan sejenis yang lain. Perbaikan dari segala sisi di kondisi internal perusahaan, serta mengembangkan jaringan di luar perusahaan baik dalam skope dalam negeri mau68
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
pun luar negeri merupakan strategi sebagian besar perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan upaya ini diharapkan dapat kembali berjaya seperti sebelum krisis ekonomi.
yang dimiliki, perusahaan harus menentukan sumber daya kunci yang dapat melahirkan kompetensi inti, yang akan menjadi sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan Dengan teori ini dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan mampu mengelola sumberdayanya dengan baik, maka pertumbuhan perusahaan akan meningkat.
TELAAH TEORI RBV (Resource-Based View) Agar dapat bersaing organisasi membutuhkan dua hal utama, yaitu pertama, memiliki keunggulan dalam sumber daya yang dimilikinya, baik berupa Tangible Assets maupun Intangible Assets, yang kedua adalah kemampuan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki tersebut secara efektif (Susanto, 2007). Kombinasi dari asset dan kemampuan akan menciptakan kompetensi yang khas dari sebuah perusahaan, sehingga mampu memiliki keunggulan kompetitif dibanding para pesaingnya. Metode untuk menganalisis dan mengidentifikasi keunggulan-keunggulan strategis perusahaan yang didasarkan pada hasil pengamatan dari kombinasi-kombinasi asset, ketrampilan, dan kapabilitas yang khas yang dimiliki organisasi inilah yang disebut dengan Resource-Based View (RBV). (Susanto, 2007). Dalam metode ini, menentukan sumber daya kunci yang potensial bagi perusahaan untuk meraih keunggulan kompetitif yang berkelanjutan merupakan hal yang paling utama. Namun perlu diidentifikasi terlebih dahulu berbagai jenis sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, dimana kontribusinya dalam upaya mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan masing-masing tidak sama. Oleh karenanya setelah mengidentifikasi berbagai sumber daya
MBV (Market-Based View) Orientasi MBV memandang kinerja perusahaan dipengaruhi faktor-faktor eksternal. Konsep MBV didasarkan atas konsep Competitive Force (Santoso, 2007). Model ini menjelaskan lima faktor pendorong eksternal yang harus diperhatikan oleh sebuah organisasi agar mampu memperoleh keunggulan kompetitif dalam lingkungan bisnis, yaitu ancaman pemain baru dalam bisnis, persaingan diantara perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri, ancaman adanya produk atau layanan pengganti, kekuasaan pemasok, dan kekuatan pembeli. Kekuatan kolektif dari kelima faktor pendorong ini akan menentukan potensi keuntungan secara keseluruhan dalam sebuah industri. Setiap industri memiliki seperangkat karakteristik ekonomi dan teknis yang menentukan kekuatan masing-masing faktor pendorong ini. Pemain baru merupakan saingan baru dalam bisnis atau usaha yang sama. Pesaing ini biasanya masuk dengan model yang berbeda dari pemain lama dan biasanya model ini merupakan competitive model bagi mereka untuk masuk dan kemudian memenangkan persaingan. Selain pemain baru yang merupakan pesaing baru, pemain lamapun menurut pan69
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
dangan MBV perlu diperhatikan. Apalagi jika pesaing lama merupakan pesaing kuat yang penuh dengan inovasi baru. Munculnya inovasi dari pesaing akan membuat perusahaan bereaksi menghadapinya dengan membangun strategi baru, dimana strategi baru tersebut tidak lepas dari biaya. Pengelolaan biaya yang baik untuk menghadapi pesaing merupakan bagian dari kinerja perusahan. Barang pengganti juga merupakan ancaman, apalagi kalau barang tersebut mempunyai kemampuan merubah preferensi pasar sehingga tidak menganggapnya sebagai barang pengganti lagi melainkan menjadi barang tujuan utama. Dalam hal ini daya beli pembeli cukup berperan penting dalam menentukan barang mana yang akan menjadi pilihan mereka. Dewasa ini kekuatan pemasok juga berperan penting dalam keberlanjutan usaha suatu perusahaan (Santoso,2007). Terutama pemasok yang sudah mempunyai organisasi sendiri, maka perannya akan sangat kuat baik untuk menentukan harga maupun metode penjualan. Pengadaan persediaan, baik dari segi pendanaan maupun usaha kerjasama dengan pemasok yang sangat berpengaruh pada kontinuitas produksi sangat dipengaruhi oleh kemampuan kelola manajemennya. Manajemen yang baik akan mampu mengantisipasi semua persoalan yang muncul dalam kaitannya dengan pemasok. Mengatasi permasalahan dari kelima faktor penting diatas ternyata sangat dipengaruhi oleh kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Dimana akhirnya nanti akan sangat berpengaruh pada penilaian kinerja perusahaan.
IC (Intellectual Capital) Intellectual Capital dapat diartikan sebagai modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini juga merupakan hasil akhir dari proses transformasi pengetahuan atau pengetahuan itu sendiri yang dijadikan dalam bentuk asset atau hak intelektual perusahaan. Pemahaman tentang Intellectual Capital berkembang melalui berbagai penelitian. Sampai dengan saat ini belum terdapat kesamaan pendapat mengenai komponen Intellectual Capital. Beberapa peneliti mendefinisikannya secara berbeda tergantung pada akar pengetahuan seperti apa yang mereka pegang. Menurut Sullivan (2000), IC adalah pengetahuan yang dapat diubah ke dalam profit, dimana meliputi Modal manusia, Asset Intellectual, Modal struktural. Menurut Bontis (2002), IC sebagai koleksi unik dari sumber daya tangible dan intangible serta transformasinya, adapun komponennya meliputi Modal Manusia, Modal Struktural dan Modal Pelanggan. Menurut Belkaoui (2003), IC merupakan talenta dari sebuah sistem organisasi yang komponennya meliputi Human Capital, Structural Capital dan Customer Capital. Firer, 2003 menyatakan IC merupakan kekayaan perusahaan yang merupakan kekuatan dibalik penciptaan kesejahteraan perusahaan meliputi Phisical Capital, Structural Capital, Human Capital. Chen, 2005 menyatakan IC merupakan sumber daya unik milik perusahaan yang berbeda yang dapat menjadi keunggulan bersaing perusahaan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan meliputi Capital 70
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
employed, Human Capital, Structural 1.
Bontis , 2002
VAIC dapat diperoleh dari tiga kom-
IC sebagai koleksi unik dari sumber daya tangible dan intangible serta transformasinya.
2.
Davis, 2002
IC adalah nilai yang tersembunyi dari perusahaan
3.
Belkaoui, 2003
IC sebagai value of talented people to an organizational system
4.
5.
Firer, 2003
Chen , 2005
IC merupakan kekayaan perusahaan yang merupakan kekuatan dibalik penciptaan kesejahteraan perusahaan IC merupakan sumber daya unik milik perusahaan yang berbeda yang dapat menjadi keunggulan bersaing perusahaan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Capital. Beberapa definisi IC untuk mengukur variabel Modal Intelektual (Intellectual Capital) menggunakan metode yang digunakan Chen (2005). Intellectual Capital terdiri atas Capital Employed, Human Capital dan Structural Capital. Untuk mengukur IC, Ming mengacu pada metode yang digunakan Pulic (2000), dengan mengukur koefisien nilai tambah dari kemampuan intelektual perusahaan atau disebut VAIC (Value Added Intellectual Coefficient). Pulic beranggapan IC dapat dilihat dari sisi physical capital, human capital dan structural capital. Oleh karenanya
Modal manusia Modal Struktural Modal Pelanggan Modal manusia Modal perusahaan Modal pelanggan Human Capital Structural Capital Customer Capital Phisical Capital Structural Capital Human Capital Capital employed Human Capital Structural Capital.
ponen yaitu VACA (Capital Employed Efficiency) merupakan ukuran dari physical capital. VAHU (Human Capital Efficiency) merupakan ukuran human capital, dan STVA (Structural Capital Efficiency) merupakan ukuran dari structural capital.. VACA merupakan nilai tambah dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya kekayaan perusahaan yang merupakan modal fisik (physical capital) perusahaan. Mengukur IC dengan cara ini merupakan cara mengukur baik ilmu pengetahuan, tehnologi, fasilitas maupun strategi perusahaan (merupakan bagian dari IC) dalam pengelolaan 71
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
modalnya. VACA diukur dengan cara menghitung rasio nilai tambah yang dihasilkan dari pengelolaan Capital Employed (seluruh kekayaan perusahaan diluar Intangible Asset) terhadap Capital Employed itu sendiri. Intangible Asset (IA) dikeluarkan karena menurut Ming (2005), IA yang tercantum di Neraca bukanlah keseluruhan dari IA yang dimiliki perusahaan, sebab belum termasuk juga hal-hal lain milik perusahaan yang mengakibatkan nilai pasar perusahaan di atas nilai bukunya. IA tersebut hanya IA yang dapat diukur secara historis saja, sehingga agar tidak menimbulkan kerancuan persepsi lebih baik dikeluarkan saja. VAHU merupakan nilai tambah dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia yang merupakan karyawan perusahaan (human capital). Yang diukur adalah rasio nilai tambah yang ditimbulkan karena pengelolaan SDM dengan baik terhadap seluruh pengorbanan yang dikeluarkan untuk pengelolaan SDM tersebut. Ketika SDM dikelola dengan baik, maka ilmu pengetahuan dan ketrampilan karyawan (bagian dari IC) meningkat dan berekses pada kinerja karyawan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. STVA merupakan nilai tambah dari kemampuan organisasi perusahaan (structural capital). Nilai tambah dari Structural Capital ini meliputi modal inovasi, modal hubungan relasi (dengan keseluruhan stakeholder, seperti karyawan, pelanggan, pemasok, pesaing dll)., dan infrastruktur organisasi. Diukur dengan cara menghitung rasio modal struktural perusahaan (nilai tambah diluar
pengorbanan untuk pengelolaan SDM) terhadap nilai tambah perusahaan secara total tanpa pengurangan apapun. Untuk menghitung semua komponen di atas, terlebih dahulu harus dihitung Value Added (VA). VA digunakan dengan anggapan terjadinya VA disebabkan karena adanya kekayaan perusahaan yang tidak dapat diukur secara historis yaitu kekayaan Intellectual yang menyebabkan nilai pasar perusahaan berbeda dengan nilai bukunya, sehingga dengan VA-lah kita mengukur IC yang dirasiokan dengan berbagai komponen yang menimbulkan VA tersebut. Dalam penelitian ini cara menghitung VA menggunakan model Bontis (2001), yaitu : VA = S – OE – T - CCh Keterangan : VA : Value Added S : Sales Revenue OE : Operating Expenditure T : Taxes CCh : Capital Charges Capital Charges merupakan hasil perhitungan dari weighted average cost of capital multiplied (WACC) dari total modal yang diinvestasikan. Karena perusahaan sample sangat banyak, maka WACC dihitung secara rata-rata tahunan dengan data industri yang diambil dari data Bank Indonesia untuk industri Real Estate & Property. Sedangkan untuk jumlah modal yang diinvestasikan dihitung dari total modal yang diinvestasikan kepada pihak ketiga. Selanjutnya untuk menghitung masing-masing komponen IC, maka 72
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
dihitung terlebih dahulu CE, HU, dan SC. Adapun rumusnya sebagai berikut :
tersebut tidak dapat dipisahkan. Jika suatu perusahaan bertujuan memperoleh kinerja keuangannya, maka seharusnya perusahaan dapat memotivasi para pegawainya di elemen non keuangan, karena kinerja non keuangan akan berefek secara jangka panjang terhadap kinerja keuangannya. Apabila kinerja keuangan yang diukur, maka ukuran ini akan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumberdaya keuangan perusahaan. Sedangkan apabila kinerja non keuangan yang diukur, maka hasil ukuran ini akan menunjukkan kemampuan perusahaan mengelola sumberdaya non keuangan perusahaan yang dapat mendukung operasi perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Kinerja perusahaan ini dapat meningkat diindikasikan karena pengelolaan terhadap sumber daya fisik, sumber daya manusia serta sumber daya organisasi perusahaan (komponen IC) dilakukan dengan baik. Mengacu pada penelitian Chen (2005), menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara IC dengan kinerja perusahaan. Ini mengindikasikan bahwa jika pengelolaan IC semakin baik maka kinerja perusahaan akan semakin baik pula. Salah satu contohnya adalah dengan pengelolaan SDM yang baik dalam perusahaan, maka dapat meningkatkan produktivitas karyawan, meningkatnya produktivitas karyawan dapat meningkatkan pendapatan dan juga profit perusahaan, yang akibatnya ROE perusahaan meningkat, dan akhirnya pertumbuhan perusahaanpun dapat terlihat (dari peningkatan pendapatan). Produktivitas selain dilihat dari produktivitas karyawan juga dapat
CE = TA – IA HU = TEE SC = VA – HU Keterangan : CE : Capital Employed TA : Total Assets (dapat dilihat di neraca sebelah debet) IA : Intangable Assets (dapat dilihat di neraca sebelah debet) HU : Human Capital TEE : Total Expenditure on Employes (meliputi penjumlahan dari upah, gaji, honor dan biaya lain untuk karyawan, dapat dilihat dari penjelasan Laporan Laba Rugi) SC : Structural Capital Selanjutnya menghitung komponen dari IC : VACA : VA CE VAHU : VA HU STVA : SC VA Business Performance (BF) Kinerja menurut Fisher, 1998, merupakan operasi atau kegiatan operasional perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, dimana dapat diukur dengan elemen keuangan maupun non keuangan. Namun demikian dalam perkembangannya kedua kinerja 73
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009 dilihat dari produktivitas kekayaan perusahaan. Asumsinya jika perusahaan mampu mengelola kekayaannya dengan baik, maka produktivitas aktivanya juga akan meningkat. Untuk mengukur variabel Kinerja Perusahaan (Business Performance), peneliti menggunakan metode yang digunakan Belkaoui., (2005). Kinerja Perusahaan diukur dengan ukuran ROE. Perhitungan ini dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut :
ISSN 1411 - 1497 PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Variabel Variab el ROE VACA
Mean
Minimum
0,000 0,3947
Standar Dev 0,981 4,9396
VAHU
61,7605
1651,6027
12777,2538
STVA
2,6440
31,0999
-1,6150
-2,681 -0,9172
Maxi mum 2,939 61,01 836 13398 ,5319 384,4 596
Hasil Uji Determinasi R2
ROE = pre-tax income : average stockholders’ equity
VACA+ VAHU+ STVA
Return on Equity/ROE memperlihatkan kembalian modal saham pemilik modal, dan ini merupakan indikator keuangan yang sangat penting bagi investor. Dari penjelasan di atas maka dapat disusun hubungan Intellectual Capital yang diukur dengan VACA, VAHU dan STVA terhadap Kinerja Perusahaan yang diukur dengan ROE, sebagai berikut :
R2 AR2 n
ROE 0,972 0,971 100
Hasil Uji persamaan ROE = bo + b1 VACA + b2 VAHU + b3 STVA + e
Cont VACA VAHU STVA Sig model
ROE = bo + b1 VACA + b2 VAHU + b3 STVA + e
ROE Coefficient 1,649 13,445 -0,004 0,004 0,000
Sig 0,220 0,000 0,000 0,914
ROE = 1,649 + 13,445VACA 0,004VAHU + 0,004STVA+ e Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien VACA, VAHU, dan STVA adalah 13,445, - 0,004, dan 0,004 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara VACA dan STVA dengan ROE, dan terdapat hubungan negative antara VAHU dengan ROE. Jika va-
VACA VAHU
untuk
ROE
STVA
74
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
riabel yang lain diasumsikan konstan, maka jika kemampuan perusahaan mengelola assetnya, dan efisiensi struktural organisasi perusahaan meningkat, maka ROE akan meningkat pula. Dan jika biaya untuk SDM perusahaan menurun, maka ROE akan meningkat. Industri Real Estate & Property mempunyai modal yang cukup besar. Dimana sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk aktiva tetap untuk kegiatan produksinya. Misalnya mesin-mesin tanah, pembangunan tanah, maupun produk yang disewakan, Maka kemampuan perusahaan untuk mengelola assetnya tersebut merupakan hal penting, Asset perlu dikelola sedemikian rupa agar tidak menganggur, karena asset yang menganggur tetap menyebabkan biaya muncul. Jadi diusahakan asset tersebut menghasilkan pendapatan, sehingga disatu sisi dapat untuk menutup biaya asset tersebut, maupun menghasilkan laba. Ketika pengelolaan modalnya meningkat maka kemampuan perusahaan menghasilkan laba juga meningkat. Perusahaan seperti ini kecenderungan struktur manajemennya ramping namun efektif dan efisien. Dimana mengharuskan manajemen mengatur jenjang tugas dan wewenang dengan jelas dan tegas (Ari Widyaningrum dkk. 2006). Maka tata kelola struktur perusahaan sangat penting. Kemampuan menekan biaya manajemen struktural namun tetap mempertahankan tercapainya tujuan manajemen merupakan benefit tersendiri. Semakin meningkat kemampuan penghematan biaya manajemen struktural, maka laba semakin meningkat. Namun demikian signifikansi model
ini menunjukkan nilai 0,914, sehingga menunjukkan tidak adanya pengaruh manajemen struktural yang efektif dan efisien terhadap kemampuan menghasilkan laba. Hal ini terjadi karena perusahaan Real Estate & Property baru melakukan pembenahan struktural saat penelitian ini dilakukan, sehingga hasilnya belum dapat dilihat saat itu juga. Biaya sumber daya manusia dalam perusahaan seperti ini hanya meliputi biaya untuk karyawan tetap dan bukan buruh. Biaya ini meliputi gaji, biaya pendidikan, pelatihan dan pengembangan karyawan tetap. Biaya tenaga kerja berupa buruh masuk dalam harga pokok produk yang nantinya akan tercermin dalam harga jual, sehingga tidak mempengaruhi biaya SDM. Olehkarenanya jika biaya SDM meningkat, maka ini akan masuk ke biaya operasional dan selanjutnya mengurangi laba. Biaya SDM yang meliputi pendidikan, pelatihan dan pengembangan kecenderungannya signifikan cukup besar, namun benefitnya berupa peningkatan ilmu dan skill karyawan baru akan dinikmati di masa yang akan datang. Sehingga masa disaat dikeluarkannya biaya SDM tersebut, belum terlihat hasilnya. Sehingga saat itu belum ada benefit tapi biaya sudah keluar, akibatnya ketika biaya SDM tinggi, kemampuan menghasilkan laba perusahaan menurun. Berdasarkan nilai signifikansi model , dimana diperoleh hasil 0,000 (signifikan), dan hasil uji determinasi Adjusted R2 sebesar 0,971, maka menunjukkan bahwa model ini dapat digunakan untuk menerangkan hubungan antara VACA, VAHU dan 75
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
STVA dengan ROE, sehingga analisis untuk persamaannya dapat digunakan. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa Intellectual Capital yang diukur dengan VACA, VAHU dan STVA berpengaruh pada Bussines Performance perusahaan Real Estate and Property. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha Industri Properti untuk bangkit dari kondisi stagnan dengan cara peningkatan pengelolaan Intellectual Capital perusahaan ternyata dapat meningkatkan kinerjanya.
3,3 ; ABI/ INFORM Global pg 223. Canibano. Leandro , Ayuso, Sanchez . Paloma. 2000. “Accounting for Intangibles Assets”. Journal of Accounting Literature ; 19 ; ABI/INFORM Global, pg 102. Chauvin, K.W. and Hirschey, M. 1993. “Advertising, R&D expenditures and the Market Value of The Firm”., Financial Management, Vol. 22 No. 4, pp. 128-40. Chen. Ming – Chin, Cheng. Shu – Ju, Hwang.Yuhchang, 2005. “An Empirical Investigation of the Relationship between Intellectual Capital & Firms’ Market Value and Financial Performance”. Journal of Intellectual Capital,6, 2 ; ABI/INFORM Global pg 159. Edvinsson, L dan Malone, M. 1997. ”Intellectual Capital”. Harper Business, New York, NY. Eksekutif. 2007. Berburu Hunian Bebas Banjir. No. 332 April. Hal 46-47. Firer. Steven. & Williams. S. Mitchell. 2003. “Intellectual Capital and Traditional Measures of Corporatet Performance”. Journal of Intellectual Capital; 4, 3 ; ABI/INFORM Global pg 348. Hall.Richard. 1992. “The Strategic Analysis of Intangible Resources”. Strategic Management Journal . Feb ; 13 ; 2 ; ABI / INFORM Global, pg. 135. Nelly Novelina. 2007. “Human Capital Resources sebagai Sumber Keunggulan Kompetitif Baru”. Manajemen Usahawan Indone-
DAFTAR PUSTAKA A B Susanto . 2007. Resource-Based Versus Market-Based.. Eksekutif No. 333 Mei Hal 24-25. Ari Widyaningrum dkk. 2006. “Selamat Datang Kembali”. Warta Ekonomi No. 25 tahun XVIII, 11 Desember. Hal 40-42 Belkaoui. Ahmed Riahi. 2003. “Intellectual Capital and Firm Performance of US Multinational Firms, A Study of The Resource-Based and Stakeholder Views”, Journal of Intellectual Capital;4,2; ABI/Inform Global pg 215. Bontis, Nick. 1998. “Intellectual Capital : an exploratory study that develops measures and models”, Manajemen Decision 36/2 pg. 63 – 76, MCB University Press, ISSN 0025 – 1747. Bontis .Nick & Jae Fitz-enz. 2002. “Intellectual Capital ROI : A Causal Map of Human Capital Antecedents and Consequents”. Journal of Intellectual Capital ; 76
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 5 No. 2 - Desember 2009
ISSN 1411 - 1497
sia. No. 05/TH. XXXVI Mei 2007 hal 8-16. Partiwi Dwi Astuti dkk. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Buiness Performance dengan Diamond Specification : Sebuah Perspektif Akuntansi “. SNA VIII Solo, Sept, 15 – 16. Sangkala. 2006. Intellectual Capital Management, Strategi Baru Membangun Daya Saing Perusahaan. Yapensi, Jakarta . Stewart, T. 2001 “ Intellectual Capital : The New Wealth of Organization”. Doubleday. New York.
77