ANALISIS USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI WILAYAH PESISIR KECAMATAN TELUK PANDAN KABUPATEN KUTAI TIMUR 1
2
Wilhelmina M. Kailola , H. Helminuddin , H. Abdunnur 1
3
2
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Timur. Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRACT. Business Analysis of Seaweed Cultivation in Coastal area of Teluk Pandan Sub-District, East Kutai Regency Coastal area of sub-district Teluk Pandan is one of the coastal areas in East Kutai which become of seaweed Eucheuma cottonii cultivation. Cultivation of seaweed has been long practiced by the community, therefore this study aimed to know the profile of cultivation and financing patterns, analyse the financial feasibility and the marketing, as well as to know the external and internal factors that affect the cultivation effort. The method used was primary data obtained by interviewing the respondents and group discussions. Data were analyzed with descriptive qualitative analysis method, namely by spreading questionaires to the respondents. Meanwhile, quantitative descriptive was used in analyzing financial feasibility, SWOT and marketing margins. The results show that Eucheuma cottonii is the species that majority cultivated in the study area. There are 4 (four) active groups of farmer, namely Kandolo group from Village Kandolo, Hidup Baru group and Pantai Teluk Pandan group from Village Teluk Pandan and Teluk Dalam group from Village Martadinata. The average land cultivated by the farmers is 0.506 ha, with a production of 7.809 kg of dry seawead per farmer. There are two patterns of actual funding supporting the seaweed cultivation, namely 1). Business financing from local traders, 2). Finance from some banks (Bank Kaltim and BRI), aid or grant from state and local government fund, as well as from Corporate Social Responsibility (CSR), such as from coal and oil and gas companies. Financial feasibility of seaweed farming in the study area categorized as feasible (profitable), while marketing efficiency achieved in seaweed marketing activity start from farmers to big traders is in the range of 83.33% - 90.90% of efficient (marketing efficiency > 50%). Indicating that seaweed farming in Teluk Pandan is potentially to be developed. Keywords: seaweeds cultivitation, coastel area of Teluk Pandan, Eucheuma cottonii Satu di antara tujuan pembangunan perikanan di Kabupaten Kutai Timur adalah pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir, dengan tetap menjaga keberlanjutan (sustainability) dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga sektor perikanan merupakan satu di antara sektor yang mampu dioptimalkan dalam mencapai tujuan pembangunan tersebut Sektor perikanan termasuk sumberdaya alam yang diperbaharui (renewable resources) dan dapat dijadikan sebagai penstabil perekonomian saat sektor-sektor yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) khususnya tambang batu bara dan migas memasuki masa nonaktifnya. Usaha budidaya rumput laut yang telah cukup lama dikelola oleh masyarakat pesisir Kecamatan Teluk Pandan masih berada pada skala non ekonomis (subsisten), dilihat dari tingkat produksi rumput laut kering yang dihasilkan hanya 0,273 ton per bulan per pembudidaya. Usaha budidaya rumput laut di wilayah ini sebenarnya memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan secara massal, sehingga menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dalam memperkuat ekonomi rumah tangga maupun ekonomi wilayah Kecamatan Teluk Pandan. Rumput laut dikembangkan di wilayah Kecamatan Teluk Pandan, seperti juga rumput laut dari wilayah lain memiliki banyak manfaat antara lain : bahan baku berbagai macam produk makanan, industri farmasi, tekstil, industri karet dan industri kertas. Dengan aneka manfaat rumput laut inilah, maka menjadikannya permintaan tinggi termasuk di pasaran dunia. Hal itupulalah yang menjadikan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan berkembang dengan cepat. Sehubungan dengan uraian tersebut penulis mencoba untuk mengetahui; 1) profil usaha budidaya rumput laut dan pola pembiayaannya yang sedang berjalan di Kecamatan Teluk Pandan Kutai Timur; 2) analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut ditinjau dari financial dan pemasaran; 3) faktor pendukung dan penghambat pengembangan usaha budidaya rumput laut berdasarkan lingkungan internal dan eksternal kelompok pembudidaya di wilayah pesisir Kecamatan Teluk Pandan.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kandolo, Desa Teluk Pandan dan Desa Martadinata yang merupakan sentra produksi rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Kegiatan penelitian lapangan dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 Jumlah pembudidaya rumput laut yang ada di wilayah Kecamatan Teluk pandan sebanyak 30 orang yang tersebar pada 3 desa tersebut. Pengambilan sampel secara sensus yaitu semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2004). Data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dengan metode; a) Wawancara kepada responden yakni kelompok pembudidaya rumput laut, responden kunci (key informan) dari seluruh stakeholder yang berkaitan; b) Diskusi kelompok yang terfokus (Focus Group Discussion/FGD) dengan perwakilan kelompok pembudidaya, pengumpul lokal dan tokoh masyarakat; c) Observasi langsung ke lapangan untuk mendapat gambaran langsung kondisi aktual wilayah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat upaya pengembangan usaha budidaya rumput laut. Sedangkan data sekunder meliputi; a) data Monografi Desa dan Kecamatan Teluk Pandan tahun 2014; b) Data kinerja usaha budidaya rumput laut : kalender musim, biaya investasi dan biaya operasional, produksi, harga jual rumput laut ditingkat pembudidaya dan pengumpul lokal; c) Data kelompok pembudidaya dan data faktor pendukung dan penghambat pengembangan usaha budidaya rumput laut dari lingkungan internal dan eksternal kelompok pembudidaya; d) Data pemasaran rumput laut kering di tingkat wilayah Kecamatan Teluk Pandan. Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Analisis ini bertujuan untuk menguraikan secara aktual a) Gambaran umum wilayah penelitian, b) Profil usaha budidaya rumput laut dan pola pembiyaannya yang telah berjalan di daerah tersebut, c) Pemasaran produksi rumput laut kering yang meliputi aspek rantai pemasaran atau saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran dari tingkat pembudidaya hingga tingkat pengumpul Kota Bontang 2. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut Untuk menentukan kelayakan suatu usaha bila ditinjau dari segi finansial digunakan kriteria investasi yang menurut Gray dkk., (1992) adalah : a. NPV (Net Present Value) NPV merupakan selisih antara present value dari pada benefit dan present value dari pada biaya. NPV dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
n
NPV =
Bt Ct
(1 i) t 1
t
Keterangan: Bt = Benefit sehubungan dengan suatu usaha pada tahun t (Rp) Ct = Biaya sehubungan dengan usaha pada tahun t, (Rp) n = Umur ekonomis usaha (Tahun). i = Opportunity cost of capital sebagai tingkat diskonto sosial (%). t = Tahun Kriteria Jika : NPV > 0, maka usaha layak dilaksanakan NPV < 0, maka usaha tidak layak dilaksanakan
b. IRR (Internal Rate of Return) Tingkat pengembalian internal atau Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate yang dapat membuat besarnya NPV sama dengan nol. Dapat dicari dengan rumus sebagai berikut : IRR = i’ +
NPV (i"i' ) NPV ' NPV "
Keterangan: i’ = OCC pada discount rate yang terendah yang memberikan nilai NPV positif. i” = OCC pada discount rate yang terendah atau yang memberikan nilai negatif. NPV’ = NPV positif tingkat discount rate i’ NPV” = NPV negatif tingkat discount rate i” Kriteria : Jika IRR > OCC, maka usaha layak dilaksanakan IRR < OCC, maka usaha tidak layak dilaksanakan. c.
Net B/C (Net Benefit Cost Ratio) Rasio bersih manfaat-biaya atau Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri dari Present Value total dari benefit bersih yang bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri dari Present Value dari biaya bersih yang bersifat negatif, dapat dicri dengan rumus sebagai berikut :
( Bt Ct ) t t 1 ( I i ' ) Net B/C = n (Ct Bt ) t t 1 ( I i" ) n
Keterangan: Bt = Benefit sehubungan dengan suatu usaha pada tahun t (Rp). Ct = Biaya sehubungan dengan usaha tahun t, (Rp). N = Umur ekonomi usaha (Tahun) I = Opportunity cost of capital sebagai tingkat diskonto sosial (%). t = Tahun. i’ = OCC pada discount rate yang terendah atau yang memberikan nilai NPV positif. i” = OCC pada discount rate yang terendah atau yang memberikan nilai NPV negatif. Jika : Net B/C > 1, maka usaha (usaha) layak dijalankan. Net B/C < 1, maka usaha (usaha) tidak layak dijalankan. Selain 3 (tiga) kriteria investasi di atas, maka digunakan alat analisis tambahan, yakni Payback Period d. Waktu Pengembalian (Payback period) Rumus untuk Payback period dalam analisis usaha adalah: Pp =
I AB
Keterangan: Pp = Payback period (Bln) I = Besar biaya investasi yang di keluarkan (Rp) AB = Benefit bersih yang dapat di peroleh pada setiap tahun (Rp)
e. Analisis Kepekaan (Sensitivity analisys) Nilai switching value, suatu nilai yang menunjukkan sampai seberapa besar suatu variabel usaha harus berubah, sehingga menyebabkan usaha menjadi tidak layak lagi (LPEM FE-UI, 1995) Variabel yang dianggap kritis dalam penelitian ini adalah output usaha, switching value akan dihitung pada nilai NPV usaha.
Switching value = n’+(n’’+n’) f.
Biaya O & M naik 1%- k% Total Cost naik 1%- k% Produksi turun 1%- k%
Analisis BEP (Break Even Point) 1) Titik keseimbangan harga (Break Event Point) Titik keseimbangan harga dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Shang (1991) dalam Suharyani (2003): BEPi =
TC TVP
Keterangan : BEPi : Break Even Price (Rp/kg) TC : Total Cost (Rp) TVP : Total Value of Product (kg) 2) Titik Keseimbangan Produksi (Break Even Production) Titik keseimbangan produksi dapat dihitung dengan rumus menurut Shang (1991) dalam Suharyani (2003) sebagai berikut: BEPr =
TC OPU
Keterangan : BEPr : Break Even Production (kg) TC : Total Cost (Rp) OPU : Output Price Unit 3) Titik keseimbangan Penjualan (Break Even Point Sale) Untuk perhitungan titik impas penjualan dengan rumus, menurut Sutojo (2002) sebagai berikut: BEP =
TFC TVC 1 s
Keterangan: BEP : Jumlah penjualan Break Event yang dicari dalam rupiah (Rp) TFC : Total Fixed Cost (Rp) S : Sale (Rp) TVC : Total Variabel Cost (Rp)
3. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) Analisis ini bertujuan untuk menguraikan faktor pendukung dan faktor penghambat pengembangan usaha budidaya rumput laut berdasarkan lingkungan internal dan ekternal kelompok pembudidaya di wilayah Kecamatan Teluk Pandan. Analisis SWOT ini menghasilkan konsep pengembangan usaha budidaya rumput laut di wilayah Kecamatan Teluk Pandan HASIL DAN PEMBAHASAN 2 Luas wilayah Kabupaten Kutai Timur adalah 35.747,50 Km yang memiliki 18 kecamatan dan 135 desa. Berdasarkan aspek geografis wilayah kabupaten ini mempunyai posisi yang strategis baik di tingkat Provinsi Kalimantan Timur maupun regional Kalimantan yang didasari pada beberapa hal yaitu : 1. Terletak pada poros regional lintas trans Kalimatan yang menghubungkan wilayah Kalimantan Utara dengan jalur Kabupaten Nunukan – Malinau – Bulungan (Kota Tanjung Selor) – Berau (Kota Tanjung Redeb) ke Kota Samarinda langsung ke Balikpapan serta ke Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat; 2. Terletak pada poros pertumbuhan kawasan ekonomi terpadu SASAMBA (SamarindaSamboja-Balikpapan) dan kawasan segitiga pertumbuhan Bontang-Sangatta-Muara Wahau dan Sangkulirang; 3. Terletak di sepanjang Selat Makassar yang merupakan alur pelayaran nasional, regional dan internasional. Posisi strategis ini juga didukung dengan berbagai faktor internal yang ada di Kabupaten Kutai Timur antara lain : a. Kekayaan sumberdaya alam yang sangat besar, meliputi sumberdaya alam batubara, minyak bumi dan sumberdaya mineral industri (granit, pasir kuarsa, lempung, batu gamping dsb); b. Kekayaan sumberdaya kehutanan dan keanekaragaman hayati; c. Kekayaan sumberdaya kelautan (perikanan, dsb.) A. Gambaran Umum Kecamatan Teluk Pandan Kecamatan Teluk Pandan merupakan satu di antara 18 kecamatan yang merupakan bagian dari wilayah administrasi Kutai Timur, yang dibentuk berdasarkan Peraturan daerah No 12 Tahun 2005 tentang pembentukan dan pemekaran kecamatan. Pada tahun 1997 - 1998, wilayah Kecamatan Teluk Pandan merupakan bagian dari wilayah administrasi pedesaan Kecamatan Sangata. Seiring perjalanan roda pemerintahan Kecamatan Sengatta, Desa Teluk Pandan mengalami pemekaran pada tahun 2001 menjadi Desa Suka Rahmat dan Desa Suka Damai. Proses pemekaran wilayah Teluk Pandan terus berlanjut hingga tahun 2004, sehingga melahirkan desa baru yaitu Desa Kandolo, Desa Martadinata dan Desa Danau Redan. Melalui berbagai proses pemekaran wilayah tersebut akhirnya pada tahun 2005, terdapat 6 desa dalam wilayah administrasi Teluk Pandan yang memisahkan diri dari Kecamatan Sengatta menjadi Kecamatan Teluk Pandan. Tabel 1. Desa-Desa di Kecamatan Teluk Pandan No
Nama Desa
Luas (Ha)
Prosentase (%)
1 Kandolo 5.200 18,47 2 Teluk Pandan 8.960 31,82 3 Martadinata 3.500 12,43 4 Suka Rahmat 4.500 28,41 5 Suka Damai 3.000 10,65 6 Danau Redan 3.000 10,65 Sumber :Kabupaten Kutai Timur Dalam Angka (2014)
Tahun Pembentukan Defintif 2004 Definitif 1999 Defintif 2004 Definitif 2003 Definitif 2003 Definitif 2004
Gambar 1. Peta wilayah Kecamatan Teluk Pandan Secara administrasi, Kecamatan Teluk Pandan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Kecamatan Sengatta Selatan Sebelah Timur dengan Selatan Makassar dan Kota Bontang Sebelah Barat dengan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kecamatan Marang Kayu) Sebelah Selatan dengan Kota Bontang (Kecamatan Bontang Utara dan Kecamatan Bontang Barat) B. Profil Usaha Budidaya Rumput Laut 1. Profil Sosial Ekonomi Usaha budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii, sudah berkembang di Kecamatan Teluk Pandan sejak tahun 2007 sampai sekarang, tepatnya di Desa Martadinata, Desa Teluk Pandan, dan Desa Kandolo . Pada awalnya terdapat 15 pembudidaya yang menekuni usaha ini, dengan kapaistas usaha rata-rata 10 jalur dengan panjang 30 meter. Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan akan rumput laut dari pedagang pengumpul lokal dan agen di Kota Bontang, Balikpapan, Makassar dan Surabaya, maka jumlah pembudidaya di wilayah ini meningkat hingga mencapai 40 orang pada tahun 2014, dengan rata -rata kapasitas usaha 92 jalur dengan panjang 55 meter, sehingga diperoleh luas lahan usaha yaitu 0,506 ha. Usaha budidaya rumput laut yang telah dikelola oleh masyarakat lokal umumnya sudah berada pada skala ekonomi, dengan ditunjang oleh sistem pembukuan administrasi dan pembukuan keuangan, walaupun masih relatif sederhana. Setiap aktivitas kelompok yang berkaitan dengan usaha budidaya, diupayakan tercatat pada buku administrasi seperti buku tamu dan buku kegiatan kelompok secara bulanan. Pembudidaya rumput laut di Kecamatan Teluk pandan tepatnya di Desa Martadinata, Desa Teluk Pandan dan Desa Kandolo tergabung dalam 4 kelompok Pembudidaya rumput laut yaitu Kelompok Pantai Teluk Dalam, Kelompok Kelompok Hidup Bahari, Kelompok Temputu, Kelompok Kandolo. Pembentukan kelompok ini betujuan untuk mengembangkan usaha individu secara bersama-sama, dengan menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah, pedagang besar, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Kelompok pembudidaya dibentuk pada tahun 2008, bertepatan dengan adanya program pengembangan usaha budidaya rumput laut di wilayah pesisir Kutai Timur oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan Perikanan (PNPM KP) dan bantuan hibah sarana budidaya rumput laut oleh Pemkab Kutai Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan. Setiap kelompok beranggotakan lebih kurang 5 - 14 orang pembudidaya. 2.
Profil Teknis Produksi Lahan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan terletak pada wilayah perairan pesisir dan laut Teluk Pandan yang berbatasan langsung dengan perairan laut Kota Bontang dan perairan laut Kecamatan Sangata Selatan. Panjang garis pantai adalah 18,3 km. Luas lahan budidaya rumput laut yang dimanfaatkan oleh pembudidaya di Kecamatan Teluk Pandan hanya sekitar 18 ha. Perairan pesisir dan laut yang menjadi lahan budidaya memiliki
karakteristik perairan yang tenang pada bulan-bulan tertentu ; musim angin utara, dan menjadi cenderung bergelombang pada saat bertiup angin musim selatan. Masyarakat pembudidaya rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan banyak yang menggunakan metode budidaya rawai (long line). Pembudidaya di wilayah ini lebih memilih menggunakan metode ini karena dianggap mudah dalam penerapannya, dengan biaya investasi yang tidak terlalu mahal. Ratarata luas lahan budidaya yang diusahakan oleh Pembudidaya adalah 0,506 ha, dengan luas lahan terbesar adalah 1,5 ha (250 jalur, panjang jalur 60 m) dan luas terkecil 0,04 ha (4 jalur, panjang 100 m). Posisi pemasangan konstruksi budidaya Metode Rawai (Long Line) terbagi menjadi 2 yaitu: Konstruksi yang dipasang secara horisontal dengan garis pantai Konstruksi yang dipasang vertikal dengan garis pantai, mengarah ke laut lepas PETAK 1 Tiap 25 m Terdapat 50 50 m Jalur
Pada Jalur Utama Terdapat 5 Pelampung
25 m
PETAK 2
25 m 50 m
20 cm
A
H RA
DA
RA
T
20 cm
1m 1m
Tali Ris Utama PE 8 mm
20 cm 20 cm
Panen Tiap Titik 1 kg
AR
AH
LA
UT
Bibit 200 gram/ titik
1m Jalur 25 m Terdapat 5 Pelampung
1m
Tali Rentang PE 4 mm Total 245 titik/jalur 50 meter
Balok Ulin 4 m x 8cm x 8cm
Gambar 2. Contoh Konstruksi Budidaya dengan Metode Rawai (Long Line) dengan posisi vertikal terhadap garis pantai (diacu dalam Syafril, dkk, 2011) Profil teknis yang ada pada Masyarakat pembudidaya rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan tidak terlepas dari beberapa tahapan antara lain; a. Persiapan Lahan; b. Pengadaan Bibit; c. Penanaman Bibit; d. Pemeliharaan Tanaman; e. Pemanenan dan Pasca Panen. C. Pola Pembiayaan Aktual pada Usaha Budidaya Rumput Laut 1. Sumber Dana Pembudidaya rumput laut yang ada wilayah Kecamatan Teluk pandan telah memiliki 2 sumber pembiayaan yaitu : a. Pembiayaan dari pengumpul lokal b. Pembiayaan yang berasal dari pihak perbankan (Bankaltim, BRI), bantuan/hibah dari dana APBN, APBD, ataupun dana Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Batu Bara dan migas. 2. Pola Penyaluran Penyaluran dana yang berasal dari pedagang pengumpul lokal langsung diserahkan kepada anggota kelompok pembudidaya yang membutuhkan tambahan modal usaha (modal kerja dan modakl investasi), sedangkan pembiayaan usaha dari bank (BRI dan Bankaltim) hanya melalui pedagang pengumpul lokal, selanjutnya pedagang pengumpul lokal akan menyalurkannya kepada anggota kelompoknya yang merupakan relasi dalam penjualan rumput laut kering. a. Pola Pembiayaan dari Pedagang Pengumpul Lokal Pembiayaan tipe ini merupakan pembiayaan langsung dari pedagang pengumpul kepada pembudidaya (dalam bentuk natura). Pada awal usaha, pedagang pengumpul yang juga merupakan ketua kelompok pembudidaya, memberikan modal investasi kepada anggotanya dalam hal pembuatan dan pemasangan konstruksi pada lokasi budidaya. Jumlah modal investasi konstruksi yang diberikan berkisar Rp.5.000.000 - Rp.10.000.000. para pembudidaya yang melakukan pinjaman pada pedagang pengumpul harus menjual
hasil produksi rumput lautnya kepada pedagang pengumpul tersebut. Penerimaan yang diperoleh dari penjualan produksi tersebut akan dipotong sebagai angsuran pinjaman bagi pembudidaya sebagaimana kesepakatan pada awal usaha. Dalam memberikan kredit investasi, pedagang pengumpul tidak pernah menerapkan persyaratan adanya agunan/jaminan (kolateral), kelengkapan administrasi dan lain-lain. Pemberian kredit hanya berdasarkan kepercayaan, kesukuan atau kekeluargaan, Ilustrasi pola pembiayaan ditampilkan pada gambar dibawah ini
Kredit (natura)
1
2
Pembudi 3
Pengiriman Barang 4
daya 5
Pedagang
Bayar (produk)
Order
Pengumpul Pembayaran
6
Pembayaran
Pedagang Besar di Bontang, Balikpapan
Gambar 4. Pola Pembiayaan Budidaya Rumput Laut dari Pedagang Pengumpul b. Pembiayaan dari Bankaltim Merupakan pembiayaan langsung dari Bankaltim yang ada di Kota Bontang dan Sangata kepada pembudidaya rumput laut di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Kredit yang telah diberikan oleh Lembaga keuangan ini mencapai Rp.100.000.000 per pembudidaya yang telah memenuhi persyaratan kredit (bankable). Pola pembiayaan dan persyaratan kredit yang diterapkan sebagai berikut : Kredit (Investasi & Modal Kerja
BANKALTIM
PEMBUDIDAYA Pembayaran Angsuran Kredit
Gambar 5. Pola Pembiayaan Budidaya Rumput Laut dari Bankaltim Tabel 2. Persyaratan Kredit UMKM Bidang Perikanan di Kabupaten Kutai Timur No Persyaratan Kredit Investasi Modal kerja 1 2 3 4 5 6
Bunga (% p.a) Grace Period (bulan) Jangka waktu kredit (thn) Dana sendiri nasabah (% plafond) Periode angsuran Agunan
14 % - 15 % Flat 1 dan 3 bln Maks. 2 thn
14 % - 15 % Flat 1 dan 3 bln Maks. 2 thn
30
30
Bulanan Bulanan Sertifikat Tanah/Bangunan, PPAT. Tidak Sengketa
Sumber : Data Sekunder diolah (2015) D. Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut Suatu usaha dikatakan layak dilaksanakan apabila telah lulus uji kelayakan teknis, kelembagaan, lingkungan, sosial budaya dan finansial. Pada umumnya jika usaha memiliki orientasi bisnis yang tinggi, lebih ditekankan pada besarnya kontribusi usaha tersebut terhadap keuntungan finansial bagi pelaku usaha, maka analisis finansial memegang satu diantara peran utama dalam menentukan apakah usaha tersebut layak apa tidak untuk dilaksanakan (GO or NO GO). Analisis finansial dilakukan dengan beberapa asumsi dengan maksud meminimalisasi dan mengeliminasi penyimpangan dari beberapa komponen analisis agar proyeksi benefit dan cost pada saat ini dan mendatang yang dipresent valuekan tetap relevan dengan waktu sekarang dimana analisis finansial sedang dibuat. Adapun asumsi-asumsi yang mendasari analisis finansial usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Asumsi-Asumsi Analisis Finansial pada Usaha Budidaya Rumput Laut Desa Teluk Pandan No
Uraian
Kuantitas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Luas rata-rata lahan per pembudidaya Kapasitas usaha rata-rata per pembudidaya Rata- rata panjang jalur yang ditanami rumput laut Masa panen Jarak tanam antar bibit Berat bibit per titik Jarak antar jalur Jarak antar pelampung pada tali ris utama Jarak antar pelampung pada jalur Jumlah produksi per titik jalur Jumlah titik per jalur 11 Nilai susut produk berat basah menjadi kering Jumlah produksi/tahun (kering) rata12 rata/pembudidaya 13 Jumlah siklus panen rata-rata per tahun 14 Harga per kg berat kering Periode proyek dalam analisis berdasarkan 15 peralatan dalam proses produksi, dalam hal ini kontruksi budidaya Sumber: Data Primer yang Diolah, 2015
2
3.900 m : 49 m x 80 m 49 jalur 80 m 45 hari 0,14 m atau 14 cm 0,1 kg 1m 5m 5m 2 kg 560 titik 90% 7.672,8 kg 6 siklus Rp. 10.000 5 tahun
1. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional Usaha budidaya rumput laut di perairan pesisir dan laut Kecamatan Teluk Pandan membutuhkan biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yang meliputi pengadaan konstruksi budidaya dan peralatan pendukung dikeluarkan pada tahun awal (tahun ke 0), sebelum dilakukannya kegiatan operasional. Biaya operasional dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan proses produksi budidaya rumput laut dari pemasangan bibit hingga pemasaran. a. Biaya Investasi Usaha yang telah lama ditekuni oleh masyarakat di wilayah ini, tidak terlepas dari kemampuan biaya investasi dan modal kerja yang dialokasikan dan dipergunakan pada awal tahun usaha. Biaya investasi pada usaha budidaya rumput laut meliputi biaya konstruksi budidaya (kayu, tali induk dan tali jalur, pelampung), peralatan transportasi (perahu, mesin dongpeng dan mesin ketinting), peralatan pendukung lainnya (pisau, terpal, dan tempat penjemuran). Kebutuhan rata-rata biaya investasi per pembudidaya dengan luas lahan produktif pada ke tiga desa berbeda-beda yaitu untuk Desa Kandolo sejumlah Rp. 57.005.692, Desa Teluk Pandan Rp. 152.690.000, dan Desa Martadinata Rp.28.829.800. Rekapitulasi biaya investasi Desa Teluk Pandan disajikan pada tabel berikut. Tabel 4. Rekapitulasi Biaya Investasi pada Usaha Budidaya Rumput Laut Kelompok Pantai Teluk pandan di Desa Teluk Pandan
1
Jenis Investasi Kayu Pancang
2
Tali Induk
meter
480
2,000
960,000
3
Tali Jalur
meter
6,000
2,000
4
Pelampung (botol aqua) Perahu
buah
1,200
unit
7
Mesin dongpeng Terpal 6 x 8
8
Lantai Jemur
No
5 6
14
Harga (Rp/satuan) 25,000
Jumlah (Rp) 350,000
-
Depresias i 70,000
5
-
192,000
12,000,000
5
-
2,400,000
250
300,000
1
-
300,000
1
6,500,000
6,500,000
4
-
1,625,000
unit
1
4,500,000
4,500,000
5
225,000
lembar
4
250,000
1,000,000
2
500,000
unit
1
20,000,000
20,000,000
5
4,000,000
Satuan
Jumlah
batang
UT (th) 5
NS
855,000
9
Pisau
bilah
6
30,000
Jumlah
180,000
3
60,000
45,790,000
Jlh dep (Rp/thn) Jlh dep (Rp/hari)
10,002,000 27,403
Jlh dep (Rp/mt)
1,233,123
Keterangan : NS : Nilai Sisa Investasi pada akhir umur teknis
UT : Umur Teknis/Masa Pakai Barang Investassi Sumber : Data Primer diolah (2015) b. Biaya Operasional Komponen biaya operasional usaha meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap meliputi : Biaya pemeliharaan dikeluarkan setiap bulan untuk pemeliharaan beberapa peralatan investasi seperti : 1) Mesin ketinting dan mesin dongpeng, berupa pembelian oli mesin , 2) Pemeliharaan perahu berupa lem perahu dan pengecatan perahu , Biaya rokok dan konsumsi selama masa pemeliharaan tanaman, Biaya penyusutan peralatan investasi (depresiasi) Biaya penggantian peralatan investasi Selain biaya tetap, terdapat juga biaya tidak tetap/biaya variabel yang meliputi : Biaya pembelian bensin dan solar untuk mesin ketinting dan mesin dongpeng Biaya pembelian tali pengikat bibit berupa palstik dan tali nilon Biaya pembelian karung untuk penyimpanan rumput laut kering ketika akan dijual ke pengumpul lokal. Kapasitas karung adalah 50 kg Biaya pembelian bibit rumput laut, dengan berat 100 gram per titik. Biaya tenaga kerja pemasangan bibit rumput laut pada tali jalur yang dilakukan oleh wanita nelayan, dengan upah Rp.8.000 - Rp.16.000 per jalur Biaya tenaga kerja penjemuran rumput laut dan biaya pengemasaan kedalam karung. Biaya investasi dan biaya operasional bersumber dari modal sendiri dari pembudidaya, pinjaman dari kerabat atau keluarga dan pinjaman dari pengumpul lokal. 2. Produksi dan Pendapatan Jumlah produksi rumput laut basah pada ke 3 desa ini bervariasi, berada pada kisaran sebesar 179.032 kg per siklus - 1.693.720 kg per siklus. Penelitian ini menggunakan asumsi bahwa produksi rumput laut basah mengalami penyusutan hingga 90% ketika dilakukan penjemuran selama 3 – 4 hari, dengan demikian produksi rumput laut kering yang mampu dihasilkan oleh pembudidaya di ke tiga desa ini sebesar 17.903 kg - 169.372 kg per siklus. Setiap usaha yang dilaksanakan tentulah memiliki tujuan ekonomi yaitu memperoleh penerimaan bersih atau keuntungan melalui efisensi penggunaan faktor dan biaya produksi yang telah dikeluarkan. Jargon ekonomi ini juga berlaku di lingkungan kelompok pembudidaya rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan. Rata-rata jumlah keuntungan yang dihasilkan setiap siklus produksi untuk Desa Kondolo sebesar Rp.89.386.862, Desa Teluk Pandan Rp.266.344.787, dan Desa Martadinata Rp.5.717.510. Setiap tahun, pembudidaya mengalami penurunan pendapatan selama 3 bulan (bulan ke 10 -12) , sebagai pengaruh dari perubahan kondisi perairan pada saat bertiupnya angim musim selatan. Jumlah produksi, penerimaan dan keuntungan per bulan dan pertahun secara rinci ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 5. Jumlah Produksi, Penerimaan dan Keuntungan Pembudidaya Rumput Laut Kelompok Pantai Teluk pandan dan Kelompok Nelayan Hidup Baru di Desa Teluk Pandan No Klp
Jlh
Produksi
Produksi
Jalur
Basah
Kering
(kg/mt)
(Kg/mt)
1
300
252,000
Penerimaan
Jumlah Biaya
Pendapatan
(Rp/mt)
(Rp/mt)
(Rp/mt)
25,200
68,050,796
183,949,204
101,259,630
348,740,370
169,310,427
532,689,573
84,655,213
266,344,787
252,000,000 2
300
450,000
45,000 450,000,000
Jumlah
600
702,000
70,200 702,000,000
Rata-rata
300
351,000
35,100 351,000,000
Sumber : Data Primer diolah (2015) Catatan : 1 : Kelompok Pantai Teluk Pandan. 2 : Kelompok Nelayan Hidup Baru 3. Proyeksi Rugi Laba Usaha dan Titik Impas Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut yang berlangsung sepanjang tahun, mampu menghasilkan rata-rata laba per pembudidaya setelah pajak dari tahun ke 1 s/d tahun ke 5 dengan kisaran Rp.255,687,951 - Rp.260,210,082 untuk Desa Kandolo, Pembudidaya Desa Teluk Pandan Kelompok Pantai Teluk Pandan memiliki kisaran laba setelah pajak Rp. 158.433.200 - Rp. 165.063.200. Kelompok Hidup Baru, Rp. 1.670.379.767 - Rp. 1.696.474.767 dan laba untuk pembudidaya di Desa Martadinata sebesar Rp. 13.129.551 - Rp. 16.256.410. Kondisi titik impas (break event poit) terendah pada Desa Kandolo tercapai pada tahun ke 1 sebesar Rp. 354.800.895, titik impas tertinggi pada tahun 5 sebesar Rp. 362.957.604. Titik impas penjualan pada kondisi terendah di Desa Teluk pandan tercapai pada tahun ke 1 sebesar Rp. 36.239.094 dan tertinggi pada tahun ke 5 Rp. 46.406.166. Untuk Desa Martadinata, titik impas penjualan terendah pada tahun 1 sebesar Rp. 37.994.840 dan tertinggi pada tahun ke 5 sebesar Rp. 43.833.404 karena usia maksimumperalatan yang digunakan. Tabel 6. Proyeksi rugi laba usaha budidaya rumput laut Kelompok Pantai Teluk pandan di Desa Teluk Pandan No
Tahun
Uraian 1
2
3
4
5
A
Penerimaan
1
Jumlah Produksi (kg)
30,240
30,240
30,240
30,240
30,240
2
Harga
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
3
Penjualan
302,400,000
302,400,000 302,400,000
302,400,000
302,400,000
Total Penjualan
302,400,000
302,400,000 302,400,000
302,400,000
302,400,000
B
Pengeluaran
1
Biaya Variabel
70,404,000
70,404,000
70,404,000
70,404,000
70,404,000
2
Biaya Tetap
27,802,000
28,102,000
29,102,000
28,282,000
35,602,000
3
Depresiasi dan Amortisasi Total Pengeluaran
10,002,000
10,002,000
10,002,000
10,002,000
10,002,000
108,208,000
108,508,000 109,508,000
108,688,000
116,008,000
C
R/L Sebelum Pajak
194,192,000
193,892,000 192,892,000
193,712,000
186,392,000
D
Pajak 15%
29,056,800
27,958,800
29,128,800
29,083,800
28,933,800
E
R/L Setelah Pajak
F
BEP : Penjualan (Rp)
165,063,200
164,808,200 163,958,200
164,655,200
158,433,200
36,239,094
36,630,135
37,933,606
36,864,760
46,406,166
Produksi (Kg)
9,821
9,851
9,951
9,869
10,601
Harga
3,578
3,588
3,621
3,594
3,836
Sumber : Data Primer diolah (2015) 4. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Finansial Proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan berperan penting dalam menganalisis kelayakan suatu usaha dari aspek keuangan (finansial). Analisis finansial dalam buku ini menggunakan metode kriteria investasi terdiskonto (discounted measures), meliputi Net Present Value (NPV). Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (NBCR), dan Payback Period (PP). Usaha dikatakan layak apabila mampu memenuhi kriteria investasi yang telah disusun secara teoritis. Adapun deskripsi masing-masing metode kriteria investasi yang digunakan dalam analisis usaha budidaya rumput laut di Desa Kandolo, Desa Teluk Pandan dan Desa Martadinata, dapat dijelaskan dengan rekapitulasi analisis keuangan usaha marikultur rumput laut per pembudidaya secara rata-rata yang ditampilkan pada tabel berikut; Tabel 7. Hasil Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut Kelompok Pantai Teluk Pandan No
Kriteria Kelayakan
Nilai
Justifikasi Kelayakan
1
NPV (Rp)
631.465.923,79
NPV > 0 : Layak
2
IRR (%)
427%
IRR > 15% : Layak
3
Net B/C
14,21
Net B/C > 1 : Layak
4
Payback Period (Tahun)
0,35
Payback Period < Umur Usaha : Layak
Sumber : Data Primer diolah (2015) E. Analisis Pemasaran Analisis pemasaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perhitungan keuntungan ekonomi per kg berat rumput laut kering baik ditingkat pembudidaya maupun pedagang pengumpul lokal. Pembudidaya di wilayah ini, menjual hasil produksinya pada pedagang pengumpul lokal dengan harga Rp.10.000 per kg. Biaya operasional dan pemeliharaan, termasuk biaya pemasaran (pengepakan) untuk pembudidaya di ke tiga desa tersebut berkisar Rp.2.250,21 - Rp. 4.530,08 per kg berat kering. Adapun pendapatan rata-rata berkisar Rp. 5.469,92 - Rp. 7.749,79 per kg berat kering, sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 8. Rekapitulasi Biaya Pemasaran dan Keuntungan Pemasaran No
Desa
Total Biaya (Rp/mt) 3.139,19
Pendapatan (Rp/mt) 6.860,81
a. Kelompok Pantai Teluk Pandan b. Kelompok Hidup Baru
2.700,43
7.299,57
2.250,21
7.749,79
Martadinata
4.530,08
5.469,92
1
Kandolo
2
Teluk pandan :
3
Sumber : Data Primer diolah (2015)
Pedagang pengumpul lokal mendistribusikan produksi rumput laut kering yang telah mencapai kapasitas pemasaran, kepada pedagang besar yang ada di Kota Bontang, dengan harga jual Rp.11.000 - Rp.12.000 per kg. Biaya pemasaran per kg sebesar Rp.500, sehingga setiap 1 ton pengiriman produksi, pedagang pengumpul memperoleh margin keuntungan pemasaran sebesar Rp.500.000 - Rp.1.500.000. Efisiensi pemasaran yang tercapai dalam kegiatan pemasaran rumput laut kering berada pada kisaran 83,33 % - 90,90%. Angka ini memberikan penafsiran bahwa, pembudidaya memperoleh bagian harga hingga ketingkat pedagang pengumpul di Kota Bontang sebesar 83,33% - 90,90%. Share harga jual yang terjadi melebihi batas nilai efisiensi 50%, sehingga rantai pemasaran yang terjadi memiliki kelayakan ekonomi terhadap pembudidaya. Rata-rata frekuensi pengiriman dari setiap pedagang pengumpul mencapai 4 kali per bulan. Terdapat 3 orang pedagang pengumpul lokal yang melakukan kegiatan pemasaran rumput laut dari Kecamatan Teluk Pandan sebagai sentra produksi menuju Kota Bontang
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. a. Usaha budidaya rumput laut di daerah penelitian adalah jenis Eucheuma cottonii. Jumlah pembudidaya yang aktif pada saat ini adalah 4 (empat) kelompok, yakni kelompok Nelayan Kandolo dari Desa Kandolo, kelompok Hidup Bahari dan Pantai Teluk Pandan dari Desa Teluk Pandan serta kelompok Teluk Dalam dari Desa Martadinata. b. Terdapat 2 (dua) pola pembiayaan aktual yang mendukung usaha budidaya rumput laut di wilayah pesisir Kecamatan Teluk Pandan ini yaitu: 1). Pembiayaan usaha dari pedagang pengumpul lokal. 2). Pembiayaan usaha dari pihak perbankan (Bankaltim, BRI), bantuan atau hibah dari dana APBN, APBD ataupun dana Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan Batu Bara dan Migas. 2.
Kelayakan finansial, usaha budidaya rumput laut di daerah penelitian layak (menguntungkan), sedangkan efisiensi pemasaran yang dicapai dalam kegiatan pemasaran rumput laut kering dari pembudidaya hingga ke pedagang besar di Kota Bontang memenuhi standard efisiensi pemasaran.
3.
Faktor pendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut berdasarkan lingkungan internal dan ekternal kelompok pembudidaya adalah: a. Tersedianya SDM yang cukup menguasai teknik budidaya rumput laut, memiliki kemauan berusaha yang tinggi, tersedianya modal usaha. b. Adanya peluang usaha budidayarumput laut ini diantaranya potensi sumberdaya perairan yang luas, adanya jaringan pemasaran, sarana transportasi yang cukup memadai serta pembinaan dari Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) bagi kelompok pembudidaya. sedangkan faktor penghambat usaha budidaya rumput laut diantaranya adalah: keterbatasan IPTEK, modal investasi dan modal kerja, manajemen usaha masih lemah, harga berfluktuasi, sarana penjemuran yang masih kurang, illegal fishing (bom, racun, obat bius) yang merusak tanaman rumput laut, serta belum adanya fasilitas penangkar bibit rumput laut di areal budidaya.
SARAN 1. Usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Teluk Pandan memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan pada skala ekonomi yang lebih tinggi melalui dukungan yang lebih serius dari berbagai pihak terkait (pemerintah, perusahaan pertambangan, perusahaan perikanan, lembaga bank dan non bank), antara lain dari aspek permodalan. 2. Perlu pengembangan kemitraan usaha dan penataan kelembagaan usaha secara lebih baik bagi kelompok pembudidaya dalam mengelola usahanya secara professional. 3. Potensi SDM dan SDA yang cukup memadai, pengembangan IPTEK dan pembinaan yang lebih intensif dari pemerintah, serta pengawasan terhadap lingkungan perairan tempat budidaya, dapat meningkatkan usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Teluk pandan.
DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja, J.T., Purwoto, A.Z.H., Istini, S. 2006. Rumput Laut : Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya Seri Agribisnis, Jakarta. Aslan, L. M. 2003. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta. Bank Indonesia, 2005. Kajian Pola Pembiayaan Dalam Hubungan Kemitraan Antara UMKM dan Usaha Besar, Jakarta Bank Indonesia Samarinda dan Universitas Mulawarman. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Kutai Timur Douma, S. dan Schreuder, H. 2002. Economic Approaches to Organization. Third Editions. Prentic, Hall Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Kota Bontang. 2013. Statistik Kelautan, Perikanan dan Pertanian Kota Bontang Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kutai Timur. 2013. Data Base Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kutai Timur, Sangatta Ngamel,KA. 2012. Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut dan Nilai Tambah Tepung Karaginan di Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Sains Terapan Edisi II Vol-2 (1) : 68 – 83 (2012). Program Studi Agribisnis Perikanan, Politeknik Perikanan Negeri Tual Syafril, M dan E. Purnamasari. 2011. Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut Skala Ekonomi di Kelurahan Sungai Parit Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Direktorat Pendidikan Tinggi. Kementerian Pendidikan Nasional RI. Sukino, S. 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Kuala Lumpur. Malaysia