ANALISIS USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DI PERAIRAN PULAU TAKOUW KECAMATAN TOBELO TIMUR Ontje Fransisca Winesty Tutupary Abstract The effect main in an effort which is gets gain. More and more gain which is gotten, therefore effort will get amends. Farmer or entrepreneur gets to know how big gain which will or be gotten by makes an analisis effort. Analisis's result following it can be utilized to assess effort feasibility that is carried on. This research aims to analyze the yield of seaweed cultivation bussiness in Takouw Island at East Tobelo. Research method used the descriptive qualitative method for analysis of the business revenue analysis, revenue cost-ratio analysis (R/C), breakevent point analysis (BEP) and return on investment analysis (ROI), while for knowing the feasibility of a seaweed cultivation business be reviewed based on the investment criteria analysis of benefit cost-ratio (B/C). The result of the bussines revenue analysis and revenue cost-ratio (R/C) is interpreted that the bussines seaweed is profitable. BEP(Rp) analysis results the break-even for seaweed cultivation worth Rp.4.333, with break even-point is 3.837 Kg. Based on the comparison of the income and capital production ROI values obtained for 0,85 which it’s means any capital gains amaounting by Rp. 100 will obtainable the profit as Rp. 85,00. Based on the calculation B/C ratio, the value of B/C ratio is 1,85 more greater than one, and it’s conclude that the seaweed cultivation in Takouw Island is feasible. Keywords : Seaweed cultivation, Business analysis, Feasibility
A. Pendahuluan Rumput laut atau alga (see weed) merupakan salah satu potensi sumberdaya perairan yang sudah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan dan obat-obatan. Saat ini pemanfaatan rumput laut telah mengalami kemajuan yang sangat pesat yaitu dijadikan agar-agar, algin, karaginan (carrageenan) dan furselaran (furcellaran) yang merupakan bahan baku penting dalam industri makanan, farmasi, kosmetik dan lain-lain (Khordi, 2010). Seiring dengan meningkatnya tingkat pemanfaatan rumput laut maka permintaan pasar rumput laut baik di dalam maupun luar negeri juga semakin tinggi. Salah satu jenis rumput laut yang mendominasi ekspor di Indonesia yaitu Eucheuma. Menurut Anggadiredja ddk, (2011) kebutuhan dunia meningkat setiap
tahunnya sehingga hampir setiap tahun terjadi kekurangan bahan baku untuk agar, karaginan dan lain-lain. Pasar agar di dunia pada tahun 2001 mencapai 7.630 ton dengan kebutuhan bahan baku sekitar 76.000 ton rumput laut kering, sedangkan hasil panen hanya sekitar 55 ton dengan demikian terjadi kekurangan bahan baku sekitar 21.000 ton. Pasar karaginan pada tahun 2001 untuk Eucheuma sp. mencapai 33.000 ton dengan kebutuhan bahan baku karaginofit 165.000 ton, sementara produksi Eucheuma sp. hanya mencapai 149.000 ton sehingga masih terdapat kekurangan 16.000 ton. Kebutuhan Eucheuma sp. di dalam negeri dan ekspor pada tahun 2005 sebesar 50.000 ton, sedangkan produksinya baru mencapai 32.000 ton sehingga masih terdapat kekurangan 18.000 ton.
Peluang pengembangan usaha rumput laut Eucheuma sp. sangat menjanjikan seiring dengan meningkatnya permintaan pasar sehingga peluang ini dimanfaatkan oleh masyarakat dengan melakukan usaha budidaya. Tujuan utama dalam suatu usaha yaitu memperoleh keuntungan. Semakin banyak keuntungan yang diperoleh, maka usaha akan semakin berkembang. Petani atau pengusaha dapat mengetahui seberapa besar keuntungan yang akan atau telah diperoleh dengan membuat suatu analisis usaha. Hasil analisis nantinya dapat digunakan untuk menilai kelayakan usaha yang dijalankan (Khordi, 2011). Salah satu kawasan di Halmahera Utara yang telah digunakan masyarakat sebagai kawasan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottoni yaitu di perairan Pulau Takouw. Dalam upaya pengembangan budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw masih banyak mangalami kendala, salah satunya adalah masih terbatasnya data dan informasi mengenai keuntungan hasil usaha budidaya rumput laut yang akan atau telah dicapai. Pembudidaya umumnya tidak menganalisis hasil usaha yang dijalani sehingga kelayakan usahanya tidak diketahui dengan pasti. Berdasarkan gambaran tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hasil usaha dan kelayakan usaha budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw. B.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisa kajian literatur yang berkenaan dengan variabe-variabel yang digunakan dalam pengumpulan data. Pendekatan kuantitatif diperoleh dari hasil wawancara kepada responden. Responden yang menjadi sampel penelitian didasarkan
pada purposive sampling yaitu penentuannya berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu atau sesuai tujuan. Dalam Penelitian ini yang menjadi responden yaitu pembudidaya rumput laut. Data yang diambil merupakan data primer yaitu data yang diperoleh dari responden atau berdasarkan observasi lapangan yaitu melakukan pengamatan atau peninjauan langsung ke lapangan untuk melihat aktivitas budidaya. Dalam penelitian ini digunakan analisis usaha, yaitu analisis jangka pendek atau analisis yang dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun. Metode analisa usaha terdiri atas analisis pendapatan usaha, analisis revenue cost ratio (R/C), analisis break even point (BEP) dan analisis return on investmen (ROI). Untuk mengetahui layak tidaknya usaha budidaya di perairan Pulau Takouw di tinjau berdasarkan analisis kriteria investasi Benefit Cost Ratio (B/C). B.1. Analisis Usaha a. Analisis Pendapatan Usaha Analisis pendapatan usaha dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ¶ = TR – TC Keterangan: ¶ = Pendapatan usaha TR = Penerimaan total (total revenue) TC = Biaya total (total cost) Dengan kriteria: TR > TC : Usaha menguntungkan TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan (titik impas) TR < TC : Usaha mengalami kerugian Analisis Revenue–Cost Ratio (R/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama b.
periode tertentu menguntungkan:
(1
tahun)
apakah
R/C = TR/TC Keterangan: TR = Penerimaan total (total revenue) TC = Biaya total (total cost) Dengan kriteria : R/C > 1 : Usaha menguntungkan R/C = 1 : Usaha impas R/C < 1 : Usaha rugi Analisis Break Event Point (BEP) Break even point adalah suatu keadaan dimana modal telah kembali semua atau pengeluaran sama dengan pendapatan, atau keadaan titik impas yaitu merupakan keadaan dimana penerimaan perusahaan (TR) sama dengan biaya yang ditanggung (TC), atau TR = TC. Break even point dapat dirumuskan sebagai berikut (Kordi, 2011): c.
BEP(Kg) = BEP(Rp) = d. ROI (Return On Invesment) Peluang pengembangan usaha tidak terlepas dari pertimbangan ekonomi diantaranya besar keuntungan dan lama waktu pengembalian investasi. Return on invesment (ROI) adalah nilai keuntungan yang diperoleh dari sejumlah modal, dengan rumus (Indriani dan Suminarsih, 2003): ROI = 2.2. Analisis Kelayakan Usaha a. Analisis Kriteria Investasi Benefit Cost Ratio (B/C). Menurut Indriani dan Suminarsih (2003) Benefit Cost Ratio merupakan
analisa yang paling sederhana karena masih dalam keadaan nilai kotor. Lewat analisis B/C dapat diketahui kelayakan suatu usaha. Bila nilainya 1 (satu), berarti usaha itu belum mendapatkan keuntungan dan perlu adanya pembenahan. Rumus untuk mendapatkan nilai B/C adalah: B/C = C. Pembahasan C.1. Gambaran Umum Budidaya Beberapa gambaran umum menyangkut budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw sebagai berikut: 1. Budidaya rumput laut ini merupakan usaha yang dilakukan oleh satu keluarga keluarga dengan 3 orang tenaga kerja. 2. Metode budidaya rumput laut yang digunakan oleh pembudidaya di perairan Pulau Takouw adalah metode jalur (kombinasi metode long line dan metode rakit). 3. Luas lahan budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw yaitu 0,3 ha. Terdapat 8 unit budidaya rumput laut, dengan ukuran 8 x 50 m/unit. Pada tiap unit terdapat 5 tali ris dengan panjang 50 m dan jarak antar tali ris ± 1,5 m. Pada bagian ujung setiap unit diberi jangkar beton dan pelampung utama. Pada setiap 2,5 m tali ris diberi pelampung yang terbuat dari botol aqua bekas 600 ml. 4. Kebutuhan bibit rumput laut yaitu 750 rumpun/unit atau 6000 rumpun untuk 8 unit, dengan berat setiap rumpun 50 gr dan jarak antara rumpun yaitu 30 cm. Dengan demikian total kebutuhan bibit rumput laut yaitu 37,5 Kg/unit atau 300 kg untuk 8 unit. 5. Harga penjualan rumput laut basah 5000/kg dan rumput laut kering 8000/kg.
6.
7.
Dalam satu tahun terdapat 4 kali produksi rumput laut, dengan 1 kali produksi ±1,5 bulan. Analisis usaha lebih difokuskan pada hasil produksi rumput laut kering.
C.1.1 Biaya Produksi Biaya produksi mencakup dua macam yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Indriani dan Suminarsih (2003) biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya bibit, bambu, tali plastik, pisau dan lain-lain, sedangkan biaya NO
KEBUTUHAN
A
Biaya Tetap
1
Bibit
2
Wadah Budidaya
variabel adalah biaya yang penggunaannya habis atau dianggap habis dalam satu masa produksi, misalnya tenaga kerja. Untuk budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw, biaya tetap terdiri dari bibit dan wadah budidaya sedangkan yang menjadi biaya variabel adalah biaya perawatan dan panen. Dalam biaya variabel untuk upah tenaga kerja tidak dihitung, karena pengeloaannya dilakukan oleh anggota keluarga. Rincian biaya tetap dan biaya variabel yang dibutuhkan oleh pembudidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel SATUAN
JUMLAH
HARGA SATUAN (RP)
Kg
300
5.000
1.500.000
1.500.000
Tali ris no. 6
Kg
94
40.000
3.760.000
3.760.000
Tali jangkar no. 10
Kg
40
40.000
1.600.000
1.600.000
Tali rafia
roll
14
20.000
280.000
560.000
Pelampung Aqua
Buah
800
350
280.000
580.000
Pelampung Besar
Buah
16
100.000
1.600.000
1.600.000
Perahu jukung
Unit
1
500.000
500.000
500.000
Karung
Buah
20
5.000
100.000
100.000
Jangkar
Buah
16
22.000
352.000
352.000
Pisau
Buah
3
10.000
30.000
60.000
Terpal 4x6 dan 2x3
Buah
1
165.000
165.000
165.000
Bambu
Buah
24
5.000
120.000
240.000
10.287.000
10.997.000
2.047.500
8.190.000
2.047.500
8.190.000
12.334.500
19.187.000
Total Biaya Tetap B
Biaya Variabel
1
Biaya Perawatan dan Minggu Panen Total Biaya Variabel
7
TOTAL BIAYA PRODUKSI (BIAYA TOTAL)
292.500
JUMLAH /PRODUKSI (RP)
JUMLAH /TAHUN (RP)
Berdasarkan tabel 1, total biaya tetap sebesar Rp. 10.287.000/ produksi dan mengalami kenaikan sebesar Rp. 710.000 menjadi Rp 10.997.000/tahun atau untuk empat kali produksi. Kenaikan biaya tetap terjadi karena adanya penyusutan atau terjadi pergantian beberapa bagian dari wadah budidaya (tali rafia, pelampung aqua, pisau dan bambu). Menurut Indriani dan Suminarsih (2003) biaya tetap dapat menjadi biaya tidak tetap bila usaha berjalan dalam jangka waktu yang lama, dimana perubahan ini disebabkan oleh adanya penyusutan. Biaya variabel terdiri dari biaya perawatan dan panen. Total pengeluaran dihitung untuk 7 minggu atau untuk satu kali produksi rumput laut. Rincian biaya perawatan dan panen terdiri dari konsumsi 3 orang untuk 6 hari kerja/minggu dan biaya transport ke lokasi budidaya berupa bensin 5 liter/minggu, dengan total biaya variabel Rp. 2.047.500/ musim tanam atau Rp. 8.190.000/tahun. Berdasarkan penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel maka total biaya produksi rumput laut Eucheuma cottonii di perairan Pulau Takouw sebesar Rp. 12.334.500/musim tanam atau Rp. 19.187.000/tahun. C.1.2. Hasil Produksi Hasil produksi budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di perairan Pulau Takouw berkisar dari 140- 290 gr/rumpun,
dengan hasil produksi rata-rata 205 gr/rumpun. Indriani dan Suminarsih (2003); Kordi (2010) menyatakan bahwa bibit 100 gr dapat dipanen setelah tanaman dengan berat ikatan (rumpun) 600 gr. Berdasarkan pernyataan ini maka jika dibandingkan dengan berat bibit yang dibudidayakan di perairan Pulau Takouw maka bibit dapat dipanen setelah mencapai masa panen dengan berat bibit 300 gr/rumpun. Perolehan produksi rata-rata rumput laut 205 gr/rumpun, menunjukan bahwa hasil produksi rata-rata rumput laut di perairan Pulau Takouw lebih rendah 95 gr dari kisaran berat rumpun yang ideal untuk di panen. Rendahnya hasil produksi berkaitan dengan laju pertumbuhan harian rumput laut yang dibudidayakan (Indriani dan Suminarsih, 2003). Selain laju pertumbuhan rumput laut yang rendah di perairan Pulau Takouw yaitu 22 gr/minggu atau 3,2 gr/hari (Panawa, 2013), keadaan ini juga disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan rumput laut akibat terjangkit penyakit iceice atau bintik putih (white spot) yang menyebabkan terjadinya perubahan warna thallus menjadi pucat atau tidak cerah, sebagian thallus pada beberapa cabang berwarna putih serta membusuk. Penyakit ice-ice terutama disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan (Kordi, 2011). Gambaran hasil produksi Eucheuma cottonii di perairan Puau Takouw disajikan pada gambar berikut (gambar 1):
Berat (gr)
300 250 200 150 100 50 0 Berat (gr)
min 140
max 290
rata-rata 205
Gambar 1. Hasil Produksi Eucheuma cottonii Berdasarkan hasil produksi ratarata Eucheuma cottonii yaitu 205/rumpun, dikalikan dengan total 6000 rumpun bibit maka di peroleh rata-rata total hasil produksi Eucheuma cottonii di perairan Pulau Takouw yaitu 1.230 Kg. Dari hasil produksi Eucheuma cottonii basah, jika dikeringkan akan mengalami pelepasan kadar air 10 % dari berat rumput laut, sehingga dari 1.230 Kg rumput laut basah akan menghasilkan 1.107 Kg rumput laut kering. C.2. Analisis Hasil Usaha C.2.1. Analisis Pendapatan Usaha
Pendapatan usaha diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan biaya total. Penerimaan total diperoleh dari hasil produksi rumput laut basah 1.230 Kg dikalikan dengan harga jual Rp.5000/kg sehingga diperoleh Rp. 6.150.000/produksi atau Rp. 24.600.000/tahun. Dari hasil produksi rumput laut kering 1.107 Kg dikalikan dengan harga jual Rp.8000/kg diperoleh Rp. 8.856.000/produksi atau Rp.35.424.000/ tahun. Biaya total yang diperlukan untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di perairan Pulau Takouw sebesar Rp. 12.334.500/produksi atau Rp. 19.187.000/tahun. Rincian pendapatan usaha disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rincian Pendapatan Usaha Budidaya Eucheuma cottonii di Perairan Pulau Takouw NO A.
URAIAN
TOTAL / TAHUN
Biaya Tetap Bibit (kg)
1.500.000
1.500.000
Wadah Budidaya
8.787.000
9.497.000
10.287.000
10.997.000
2.047.500
8.190.000
2.047.500
8.190.000
12.334.500
19.187.000
Total Biaya Tetap B. Biaya Variabel Biaya Perawatan dan Panen Total Biaya Variabel C
1 MUSIM TANAM
Biaya Total atau Modal Produksi (A+B)
D
E
Penerimaan Hasil Produksi Basah (Kg)
1.230
4.920
Hasil Produksi Kering (Kg)
1.107
4.428
Penerimaan Produksi Basah (Rp. 5000/Kg)
6.150.000
24.600.000
Penerimaan Produksi Kering (Rp.8000/Kg)
8.856.000
35.424.000
Pendapatan Usaha RL Basah (Rp)
-6.184.500
5.413.000
Pendapatan Usaha RL Kering (Rp)
-3.478.500
16.237.000
Pendapatan Usaha/Laba Usaha
Berdasarkan rincian tersebut (tabel 2) maka untuk pendapatan usaha pada tiap masa produksi untuk rumput laut basah diperoleh penerimaan total (TR) Rp. 6.150.000/produksi tanam < biaya total (TC) Rp. 12.334.500/produksi sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha mengalami kerugian karena diperoleh pendapatan usaha rumput laut basah sebesar – 6.184.500. Pendapatan usaha pada tiap masa produksi untuk rumput laut diperoleh penerimaan total (TR) Rp. 8.856.000/produksi < biaya total (TC) Rp. 12.334.500/produksi sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha mengalami kerugian karena diperoleh pendapatan usaha rumput laut kering sebesar – 3.478.500. Adanya kerugian ini disebabkan oleh rendahnya hasil produksi rumput laut yang turut mempengaruhi penerimaan produksi, serta kurangnya evisiensi penggunaan luas lahan (evisiensi jarak antar bibit menjadi ±25 cm dan menambah jumlah tali ris dalam 1 unit menjadi 6-7 tali ris). Berdasarkan gambaran hasil analisis pendapatan usaha, nampak bahwa kerugian yang dialami oleh pembudidaya di Pulau Takouw lebih rendah jika dilakukan penjualah rumput laut kering, dibandingkan dengan penjualan rumput laut basah (untuk bibit). Meskipun pendapatan usaha pada tiap musim tanam mengalami kerugian namun berdasarkan penerimaan total
pertahun dari rumput laut kering diperoleh penerimaan total (TR) Rp. 35.424.000/tahun > biaya total (TC) Rp. 19.187.000/tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha menguntungkan karena diperoleh pendapatan usaha rumput laut kering sebesar Rp.16.237.000. Adanya keuntungan usaha/tahun dikarenakan biaya tetap yang terdiri dari bibit dan wadah budidaya umumnya dapat digunakan untuk 4 kali musim tanam (1 tahun) sehingga tidak membutuhkan biaya total (pengeluaran) yang lebih besar. C.2.2. Analisis revenue-cost ratio (R/C) Analisis revenue cost ratio menunjukkan manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha budidaya rumput laut selama 4 kali produksi (1 tahun). Hasil analisis revenuecost ratio (R/C) tergantung dari pendapatan/total revenue dan pengeluaran/total cost (TC) sebagai berikut: R/C =
=
. .
. .
= 1,8
Berdasarkan hasil perhitungan analisis revenue cost ratio (R/C) diperoleh nilai (R/C) untuk rumput laut kering yaitu 1,8. Berdasarkan kriteria revenue cost ratio (R/C) diperoleh nilai R/C > 1, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa usaha
budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw menguntungkan. C.2.3. Analisis break event point
dengan besarnya investasi yang ditanamkan adalah baik, artinya setiap modal sebesar Rp.100 di peroleh keuntungan sebesar Rp.85,00.
BEP menunjukkan suatu gambaran produksi setiap tahun yang harus dicapai untuk memperoleh titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Keadaan titik impas merupakan keadaan dimana penerimaan usaha rumput laut (TR) sama dengan biaya yang di tanggung (TC) atau TR=TC. berikut hasil perhitungan BEP:
C.2.5. Analisis Kelayakan Usaha
BEP(Kg) =
B/C =
.
.
= 3.837 Kg Perolehan BEP(Kg) di atas artinya, titik impas akan dicapai saat budidaya rumput laut menghasilkan rumput laut kering sebanyak 3.837 Kg. BEP(Rp)
= =
.
.
.
= Rp. 4.333 Perolehan BEP(Rp) di atas artinya, titik impas akan dicapai pada harga jual rumput laut sebesar Rp. 4.333/Kg. C.2.4. Analisis Return on invesment (ROI) ROI = ROI =
. .
. .
= 0,85 = 85 %
Berdasarkan perbandingan laba dan modal produksi diperoleh nilai ROI sebesar 85 %, yang berarti bahwa besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan
Untuk menilai kelayakan usaha digunakan analisis kriteria investasi Benefit Cost Ratio (B/C). Adapun nilai kriteria investasi usaha budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw adalah sebagai berikut: = =
. .
. .
.
= 1,85
B/C ratio menunjukkan perbandingan antara keuntungan dan biaya produksi. Berdasarkan perhitungan B/C ratio, diperoleh nilai B/C ratio adalah 1,85. Berdasarkan kriteria nilai B/C, nilai B/C ratio yang diperoleh lebih besar dari 1 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa usaha budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw layak dilaksanakan, atau dapat dijelaskan bahwa dengan modal Rp.19.187.000 kita dapat memperoleh hasil penjualan sebesar 1,85 kali jumlah modal. D. Penutup Dari hasil penelitian ini maka beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu: 1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usaha dan revenue cost ratio (R/C) dapat diinterpretasikan bahwa usaha budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw mengalami keuntungan, sedangkan berdasarkan BEP titik impas akan dicapai saat budidaya rumput laut menghasilkan rumput laut kering sebanyak 3.837 Kg atau titik impas akan dicapai pada harga jual rumput laut sebesar Rp. 4.333/Kg, dan berdasarkan analisis return on
investmen (ROI) besarnya keuntungan yang diperoleh dengan modal sebesar Rp.100 di peroleh keuntungan sebesar Rp.85,00. 2. Berdasarkan analisis kriteria investasi Benefit Cost Ratio (B/C) usaha budidaya rumput laut di perairan Pulau Takouw layak dilaksanakan. Daftar Pustaka Anggadiredja Jana T, A. Zatnika, H. Purwoto dan Sri Istini. 2011. Rumput Laut (Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial). Penebar Swadaya. Jakarta.
Indriani H dan Suminarsih E. 2003. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Kordi, M. Ghufran H. 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik, dan ObatObatan. Andi Offset, Yogjakarta. Kordi, M. Ghufran H. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan Tambak. Andi. Yogjakarta. Panawa, Y. 2013. Pertumbuhan Rumput Laut dalam Hubungannya dengan Suhu dan Salinitas. Skripsi Fakultas Ilmu Alam dan Teknologi Rekayasa Universitas Halmahera. Tobelo