ANALISIS SITUASI MASALAH KURANG ENERGI KRONIK PADA IBU HAMIL DI INDONESIA
LALU JUNTRA UTAMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Situasi Masalah Kurang Energi Kronik pada Ibu Hamil di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Juli 2015
Lalu Juntra Utama NIM I151124041
RINGKASAN LALU JUNTRA UTAMA Analisis Situasi Masalah Kurang Energi Kronik pada Ibu Hamil di Indonesia. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA dan M RIZAL M DAMANIK Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pilar utama bagi pembangunan, karena kualitas sumber daya manusia sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Kualitas sumber daya manusia antara lain dicerminkan oleh derajat kesehatan, yang ditentukan oleh kualitas kehamilan wanita. Pada periode ini wanita hamil sangat membutuhkan asupan gizi seimbang, kesehatan yang baik dan benar agar dapat melewati fase kehamilan secara optimal. Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Saat seorang ibu hamil makan, maka sebenarnya ada dua tubuh yang harus tercukupi kebutuhan akan zat gizinya, yaitu tubuh ibu dan tubuh janin yang selalu tumbuh dan berkembang. Masa kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju masa kelahiran sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan berdampak besar bagi kesehatan ibu janin. Beberapa gangguan gizi ibu hamil pada masa kehamilan diantaranya adalah Kurang Energi Kronik. Kurang energi kronik (KEK) adalah keadaan dimana ibu mengalami kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan – gangguan kesehatan ibu dengan tanda atau gejala antara lain badan lemah dan muka pucat (Depkes RI 2005). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, anemia gizi besi merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi pada wanita hamil berusia 15 – 49 tahun sebesar 24,2%. Beberapa propinsi menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari nasional, seperti Sulawesi Tengah, Maluku, Papua dan NTT dengan prevalensi 45%. (Balitbangkes 2013). Proporsi penduduk Indonesia yang hamil umur 10-54 tahun di Indonesia adalah 2,68 persen, di perkotaan (2,8%) lebih tinggi dibanding perdesaan (2,55%). Pola kehamilan berbeda menurut kelompok umur dan tempat tinggal. Penduduk perempuan umur 10-54 tahun, terdapat kehamilan pada umur sangat muda (<15 tahun), meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,02%), terutama terjadi di perdesaan (0,03%). Proporsi kehamilan pada umur remaja (15-19 tahun) adalah 1,97 persen, perdesaan (2,71%) lebih tinggi dibanding perkotaan (1,28%) (Balitbangkes 2013) Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut : (1) Mengidentifikasi karakteristik ibu hamil berdasarkan perdesaan, perkotaan dan wilayah pulau (2) Menganalisis prevalensi KEK pada ibu hamil (3) Menganalisis hubungan karakteristik ibu hamil dengan KEK di perdesaan dan perkotaan (4) Menganalisis determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan dan perkotaan (5) Menganalisis hubungan karakteristik ibu hamil dengan KEK berbagai pulau di Indonesia (6) Menganalisis determinan KEK pada ibu hamil berbagai pulau di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 (Riskesdas 2013). Riskesdas merupakan survey
dengan desain crossectional untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk Indonesia secara keseluruhan. Populasi dalam analisis ini adalah seluruh ibu hamil di Indonesia yang telah terdata oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sampel yang digunakan adalah ibu hamil yang mempunyai data lengkap dalam electronic file. Jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 5643 orang. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Office Excell 2007 dan SPSS versi 19.0. Pengolahan data dilakukan terhadap karakteristik ibu hamil (status gizi, usia ibu, usia kehamilan, jarak kehamilan, jumlah kehamilan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, konsumsi tablet Fe, antenatal care dan tempat tinggal. Analisis univariate dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi dan frekwensi dari berbagai variable yang diteliti. Pengujian hubungan antar variable digunakan uji Chi square. Pengujian untuk menentukan faktor determinan KEK dilakukan dengan analisis regresi biniar berganda dengan metode stepwise. Ibu hamil yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan mempunyai prevalensi kurang energi kronik sebesar 20,7% dan tempat tinggal diwilayah pedesaan sebesar 26% , total untuk penduduk perkotaan dan perdesaan sebesar 23,4%. Sebagian besar sampel mempunyai tempat tinggal di perdesaan. Proporsi terbanyak tingkat pendidikan ibu hamil adalah pendidikan dasar. Sebagian besar ibu hamil adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Jumlah ibu hamil yang beresiko dengan jarak kehamilan baik pada daerah perkotaan dan perdesaan tidak jauh berbeda yaitu masing-masing 18,9% di perkotaan dan 18,1% di perdesaan. Berdasarkan uji statistik, usia ibu, jumlah kehamilan dan antenatal care mempunyai hubungan dengan KEK di perkotaan (p<0,05). Sedangkan dengan variable lain tidak terdapat hubungan yang nyata. Daerah perdesaan, KEK berhubungan nyata dengan usia ibu, jarak kehamilan, dan tingkat pendidikan. Sementara dengan variabel lain tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hubungan KEK dan variabel lain menurut pembagian pulau mempunyai perbedaan. Pulau Sumatera dan Jawa, KEK berhubungan dengan jumlah kehamilan. Pulau Bali dan Nusra, KEK berhubungan dengan jumlah kehamilan, jarak kehamilan, tingkat pendidikan dan antenatal care. Pulau Kalimantan, KEK berhubungan dengan antenatal care. Pulau Sulawesi, KEK berhubungan dengan jumlah kehamilan, jarak kehamilan, status kerja dan konsumsi Fe. Pulau Maluku dan Papua, KEK tidak berhubungan nyata dengan semua variabel. Hasil regresi binier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap KEK pada ibu hamil di perkotaan adalah jumlah kehamilan, tingkat pendidikan dan antenatal care. Daerah perkotaan yang berpengaruh signifikan adalah tingkat pendidikan, usia ibu, jarak kehamilan dan jumlah kehamilan. Sementara daerah gabungan perkotaan dan perdesaan, yang berpengaruh signifikan adalah jumlah kehamilan, jarak kehamilan dan tingkat pendidikan. Pulau Sumatera, yang berpengaruh signifikan adalah jumlah kehamilan dan tingkat pendidikan. Pulau Jawa, yang berpengaruh signifikan adalah jumlah kehamilan. Pulau Bali dan Nusra yang berpengaruh signifikan adalah tingkat pendidikan dan jarak kehamilan. Pulau Kalimantan yang berpengaruh signifikan adalah tingkat pendidikan dan status antenatal care. Pulau Sulawesi yang berpengaruh adalah jumlah kehamilan, jarak kehamilan, status kerja, usia ibu dan konsumsi tablet Fe. Pulau Maluku dan Papua yang berpengaruh terhadap KEK pada ibu hamil adalah status kerja.
SUMMARY LALU JUNTRA UTAMA Analysis of Chronic Energy Deficiency on Pregnant Women in Indonesia Supervised by IKEU TANZIHA and M RIZAL M DAMANIK Improving the quality of human resources is the main pillar for development, because of the quality of human resources will determine the progress of a nation. The quality of human resources, among others, mirrored by health status, which is determined by the quality of the woman's pregnancy.In this period of pregnant women in dire need of balanced nutrition, good health and correctly in order to pass through a phase of pregnancy optimally. Pregnancy is always associated with the physiological changes that result in an increase in the volume of fluid and red blood cells and a decrease in the concentration of nutrient-binding proteins in the blood circulation, as well as a decrease in micronutrients. When a pregnant woman eating, then in fact there are two bodies that must be fulfilled the need for nutrients, the body of the mother and fetus are always growing and developing. The gestation period is a period of growth and development of the fetus toward the birth so that the nutritional disorder that occurs during pregnancy will impact the health of the mother of the fetus. Some maternal malnutrition during pregnancy include Chronic energy deficiency. Chronic energy deficiency (CED) is a condition in which women experience chronic food shortages lasting (chronic) resulting in impaired maternal health disorders with signs or symptoms include weakness and pallor (Depkes RI 2003). Based on the results of Health Research (Riskesdas) in 2013, iron deficiency anemia is a public health problem with a prevalence among pregnant women aged 15-49 years at 24.2%. Some provinces showed higher prevalence of national, such as Central Sulawesi, Maluku, Papua and NTT with a prevalence of 45%. (Balitbangkes 2013). Indonesia proportion of the population aged 10-54 years who were pregnant in Indonesia was 2.68 percent, in urban areas (2.8%) higher than in rural areas (2.55%). Different patterns of pregnancy by age group and place of residence. Among the female population aged 10-54 years, there is a pregnancy at a very young age (<15 years), albeit with a very small proportion (0.02%), mainly in rural areas (0.03%). The proportion of pregnancies in teens (15-19 years) was 1.97 per cent, rural (2.71%) higher than in urban areas (1.28%). (Balitbangkes 2013).Specifically, this research aims as follows: (1) Identify the characteristics of pregnant women based in rural, urban and island regions (2) to analyze the prevalence of CED in pregnant women (3) analyze the relationship between the characteristics of pregnant women with CED in rural and urban areas (4) Analyze the determinant CED in pregnant women in rural and urban areas (5) analyze the relationship between the characteristics of pregnant women with CED various islands in Indonesia (6) to analyze the determinants of CED in pregnant women various islands in Indonesia. The data used in this research is secondary data from the Health Research in 2013 (Riskesdas 2013). Riskesdas is a cross-sectional survey design to describe the health problems of the Indonesian population as a whole. The population in this analysis are all pregnant women in Indonesia, which has been recorded by the Central Statistics Agency (BPS). The samples used were pregnant
women who had complete data in the electronic file. The total number of samples in this study were 5643 people. Processing and analysis of data in this study using the software Microsoft Office Excel 2007 and SPSS version 19.0. Data processing is done on the characteristics of pregnant women (nutritional status, maternal age, gestational age, spacing of pregnancy, number of pregnancies, employment status, education level, consumption of iron tablet, antenatal care and shelter. Univariate analysis conducted to obtain a picture of the distribution and frequency of different variables studied. Testing the relationship between variables used Chi square test. Tests to determine the determinant factors KEK done biniar multiple regression analysis with stepwise method. The prevalence of pregnant women with chronic energy malnutrition status that is 20.7% urban, 26% rural, urban and rural total of 23.4%. Most of the samples have a place to stay in rural areas. CED pregnant women mostly in rural areas. The highest proportion of maternal education level is primary education. Most pregnant women are housewives who are not working. The number of pregnant women who are at risk of pregnancy distances well in urban and rural areas are not much different that each of 18.9 in urban areas and 18.1 in rural areas. Based on statistical test, maternal age, number of pregnancies, and antenatal care have a relationship with KEK in urban areas (p <0.05). Whereas the other variables there are no real relationship. Rural areas, CED associated significantly with maternal age, pregnancy spacing, and level of education. While the other variable is not significant relationship. CED relations and other variables according to the division of the island has a difference. Sumatra Island, KEK associated with the number of pregnancies. Java Island CED associated with the number of pregnancies. The island of Bali and Nusra, CED berhubungn the number of pregnancies, spacing pregnancies, educational level and antenatal care. Borneo island, CED associated with antenatal care. Sulawesi Island, CED associated with the number of pregnancies, spacing pregnancies, employment status and consumption of iron tablets. Island of Maluku and Papua, CED is not related real with all the variables Binier multiple regression results show that the factors that significantly influence CED in pregnant women in urban areas is the number of pregnancies, educational level and antenatal care. Urban areas is the significant effect of education level, maternal age, pregnancy spacing and number of pregnancies. While a combination of urban and rural areas, which significantly is the number of pregnancies, pregnancy spacing and level of education. The island of Sumatra, which significantly is the number of pregnancies and education level. Java, which significantly is the number of pregnancies. The island of Bali and Nusa Tenggara which significantly is the level of education and distance pregnancy. Borneo island which significantly is the level of education and the status of antenatal care. Sulawesi island influential is the number of pregnancies, spacing pregnancies, employment status, maternal age and tablet consumption Fe. Island of Maluku and Papua, which affects the CED in pregnant women is employment status.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS SITUASI MASALAH KURANG ENERGI KRONIK PADA IBU HAMIL DI INDONESIA
LALU JUNTRA UTAMA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kasih, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Situasi Masalah Kurang Energi Kronik Pada Ibu Hamil di Indonesia”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master (S2) pada program study ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, dari lubuk hati yang paling dalam, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc,PhD, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS sebagai dosen penguji luar komisi dan kepada Dr. Katrin Roosita, SP, MSi selaku moderator yang telah memandu jalannya sidang tesis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Badan Litbangkes, Badan PPSDM Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI dan Poltekkes Kemenkes Kupang yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor Ilmu Gizi Masyarakat dan memberikan bantuan beasiswa pendidikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar Sekolah Pasca Sarjana IPB Gizi Masyarakat yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh pendidikan, serta seluruh staf administrasi atas pelayanan yang telah diberikan. Kepada teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 2013, terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan dukungannya selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Kita telah melewati masa-masa indah di bangku kuliah. Kepada istri tercinta, Lina Yunita, S.Si, terima kasih atas semua do’a, dukungan, pengertian dan kasih sayang selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda Lalu Mas’ud dan Ibunda BaiqAmenahyang tak putus-putusnya selalu memberikan dukungan dan mendoakan untuk kelancaran dan keberhasilan penulis. Kepada mertua Bapak Abdullah Daeng Tolla (Alm), Bunda Nunung, Lani Laranita,ST, Lalu Januarsa Atmaja,SH, Abdian Saputra, Diah Sapitri,ST, Baiq Marisa Atmayanti, Amd.Kep, Lia, Rahman terima kasih untuk semuanya. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan studi ini, penulis ucapkan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas semua kebaikannya. Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan kesehatan, khususnya pada ibu hamil. Semoga karya penelitian ini bermanfaat
Bogor, Juli 2015
Lalu Juntra Utama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Kehamilan
4
Kurang Energi Kronik (KEK)
4
Karakteristik yang mempengaruhi KEK pada ibu hamil
5
Usia ibu dan usia kehamilan
5
Paritas dan jarak kehamilan
6
Antenatal care
6
Pekerjaan dan pendidikan
7
Penyakit infeksi
8
Kesehatan lingkungan
9
Pelayanan kesehatan
10
Anemia
10
KERANGKA PEMIKIRAN METODE
12 14
Desain, lokasi dan waktu penelitian
14
Jumlah dan cara pengambilan contoh
14
Jenis dan cara pengumpulan data
14
Pengolahan dan analisis data
15
Definisi operasional
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Gambaran umum wilayah penelitian
18
Karakteristik ibu hamil
18
Karakteristik ibu hamil di perdesaan dan perkotaan
18
Karakteristik ibu hamil diberbagai pulau di Indonesia
21
Prevalensi KEK pada ibu hamil
25
Hubungan karakteristik ibu hamil dengan status KEK
26
Hubungan karakteristik ibu hamil dengan status KEK di perdesaan
26
Hubungan karakteristik ibu hamil dengan status KEK di perkotaan
29
Hubungan karakteristik ibu hamil dengan status KEK di perdesaan dan perkotaan
32
Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil
35
Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan
35
Determinan KEK pada ibu hamil di perkotaan
36
Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan dan perkotaan
37
Hubungan karakteristik ibu hamil dengan KEK berbagai wilayah di Indonesia
39
Usia ibu hamil
39
Jumlah kehamilan
40
Jarak Kehamilan
42
Status pekerjaan
44
Pendidikan
45
Status Antenatal Care
46
Usia kehamilan
48
Determinan KEK pada ibu hamil di berbagai wilayah Indonesia
49
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Sumatera
49
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Jawa
50
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Bali dan Nusa Tenggara
51
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Kalimantan
52
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Sulawesi
52
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Maluku dan Papua
54
Keterbatasan penelitian
54
SIMPULAN DAN SARAN
55
Simpulan
55
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
56
LAMPIRAN
60
RIWAYAT HIDUP
67
DAFTAR TABEL 1 Kategori variable karakteristik ibu hamil 2 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dan sosial ekonomi di perdesaan dan perkotaan 3 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dan sosial ekonomi di berbagai pulau di Indonesia 4 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dengan status KEK di perdesaan 5 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dengan status KEK di perkotaan 6 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dengan status KEK di perdesaan dan perkotaan 7 Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan 8 Determinan KEK pada ibu hamil di perkotaan 9 Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan dan perkotaan 10 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik usia ibu dengan status KEK di berbagai wilayah 11 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik jumlah kehamilan dengan status KEK di berbagai wilayah 12 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik jarak kehamilan dengan status KEK di berbagai wilayah 13 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik status kerja dengan status KEK di berbagai wilayah 14 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik pendidikan dengan status KEK di berbagai wilayah 15 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik ANC dengan status KEK di berbagai wilayah 16 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik usia kehamilan dengan status KEK di berbagai wilayah49 17 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Sumatera 18 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Bali dan Nusa Tenggara 19 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Kalimantan 20 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Sulawesi
16 19 23 27 31 34 36 37 38 40 41 43 44 46 47
50 51 52 53
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 2 Sebaran ibu hamil berdasarkan status gizi menurut lingkar lengan atas (LILA)
13 26
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil analisis berdasarkan pulau di Indonesia 2 Hasil analisis berdasarkan sebaran ibu hamil di Indonesia
60 60
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pilar utama bagi pembangunan, karena kualitas sumber daya manusia sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Kualitas sumber daya manusia antara lain dicerminkan oleh derajat kesehatan, yang ditentukan oleh kualitas kehamilan wanita. Pada periode ini wanita hamil sangat membutuhkan asupan gizi seimbang, kesehatan yang baik dan benar agar dapat melewati fase kehamilan secara optimal. Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan gizi mikro. Saat seorang ibu hamil makan, maka sebenarnya ada dua tubuh yang harus tercukupi kebutuhan akan zat gizinya, yaitu tubuh ibu dan tubuh janin yang selalu tumbuh dan berkembang. Masa kehamilan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan janin menuju masa kelahiran sehingga gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan akan berdampak besar bagi kesehatan ibu janin. Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor, karena pada masa kehamilan banyak terjadi perubahan pada tubuhnya yaitu adanya peningkatan metabolisme energi dan juga berbagai zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah jumlah makanan, beban kerja, pelayan kesehatan, status kesehatan, pendidikan, absorbsi makanan, paritas dan jarak kelahiran, konsumsi kafein, dan konsumsi tablet besi. Apabila dalam masa kehamilan tingkat status gizinya rendah, maka akan mengakibatkan kehamilan yang berisiko dan untuk mengurangi risiko tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan faktor penyebab terjadinya status gizi buruk terutama Kurang Energi Kronik (KEK). Beberapa gangguan gizi ibu hamil pada masa kehamilan diantaranya adalah Kurang Energi Kronik. Kurang energi kronik (KEK) adalah keadaan dimana ibu mengalami kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan – gangguan kesehatan ibu dengan tanda atau gejala antara lain badan lemah dan muka pucat (Depkes RI 2006). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, anemia gizi besi merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi pada wanita hamil berusia 15 – 49 tahun sebesar 24,2%. Beberapa propinsi menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari nasional, seperti Sulawesi Tengah, Maluku, Papua dan NTT dengan prevalensi 45%. Proporsi penduduk Indonesia yang hamil umur 10-54 tahun di Indonesia adalah 2,68 persen, di perkotaan (2,8%) lebih tinggi dibanding perdesaan (2,55%). Pola kehamilan berbeda menurut kelompok umur dan tempat tinggal. Penduduk perempuan umur 10-54 tahun terdapat kehamilan pada umur sangat muda (<15 tahun), meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,02%), terutama terjadi di perdesaan (0,03%). Proporsi kehamilan pada umur remaja (1519 tahun) adalah 1,97 persen, perdesaan (2,71%) lebih tinggi dibanding perkotaan (1,28%) (Balitbangkes 2013). KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat
2
menyebabkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. KEK ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran dan bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bila BBLR bayi mempunyai Risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23.5 cm. apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda, sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR. Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA ibu hamil dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai Risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai Risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak. KEK pada ibu hamil juga dapat meningkatkan Risiko untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya (Almatsier 2011). Di Indonesia kajian faktor risiko Kurang Energi Kronik pada ibu hamil sejauh ini banyak dilakukan pada skala kecil. Oleh karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) telah melakukan penelitian data dasar kesehatan skala nasional (Riskesdas) tahun 2013 yang berpotensi diolah dan dianalisis. Penulis tertarik untuk meneliti dan mempelajari faktor risiko KEK pada ibu hamil di Indonesia. Perumusan Masalah Kurang Energi Kronis merupakan salah satu masalah pada ibu hamil. Beberapa hal yang mempengaruhi KEK pada ibu hamil adalah karakteristik ibu hamil, sosial ekonomi, pendidikan, konsumsi makanan, antenatal care. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyajikan data tentang informasi kesehatan dasar penduduk di Indonesia yang belum di analisis lebih lanjut. Data ibu hamil yang mengalami Kurang Energi Kronis dari hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan yang berat dan cenderung mengalami peningkatan pada sebagian penduduk indonesia yang mengalami kehamilan dengan angka 24,2%, jika dibandingkan dengan Kurang Energi Kronis pada Riskesdas 2007 sebesar 21,6%. Pada MDGs 2015 Indonesia menargetkan penurunan angka kematian ibu sebesar 102/100.000 kelahiran. Upaya-upaya untuk menurunkan kurang energi protein dan kesehatan ibu hamil pada dasarnya adalah mencegah wanita indonesia untuk hamil terlalu tua, hamil terlalu muda, mempunyai banyak anak. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dirumuskan permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
3
1. Bagaimana hubungan karakteristik ibu hamil, perilaku pemeriksaan selama kehamilan, sosial ekonomi, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dengan prevalensi kurang energi kronis ibu hamil di Indonesia 2. Bagaimana hubungan karakteristik ibu hamil, perilaku pemeriksaan selama kehamilan, sosial ekonomi, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan yang KEK dan normal di perdesaan dan perkotaan dengan prevalensi kurang energi kronis ibu hamil berbeda 3. Bagaimana hubungan karakteristik ibu hamil, perilaku pemeriksaan selama kehamilan, sosial ekonomi, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan yang KEK dan normal di wilayah berbeda 4. Faktor Risiko apa saja yang mempengaruhi status kurang energi kronis berdasarkan analisis uji pada ibu hamil di Indonesia Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis situasi masalah status KEK pada ibu hamil di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik ibu hamil berdasarkan perdesaan, perkotaan dan wilayah pulau 2. Menganalisis prevalensi KEK pada ibu hamil 3. Menganalisis hubungan karakteristik ibu hamil dengan KEK di perdesaan dan perkotaan 4. Menganalisis determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan dan perkotaan 5. Menganalisis hubungan karakteristik ibu hamil dengan KEK wilayah pulau di Indonesia 6. Menganalisis determinan KEK pada ibu hamil wilayah pulau di Indonesia Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang situasi status Kurang Energi Kronis pada ibu hamil di Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil dari penelitian ini mampu memberikan informasi dan bermanfaat sebagai bahan untuk penyusunan strategi dan kebijakan gizi oleh para penentu kebijakan dalam menanggulangi masalah Kurang Energi Kronis pada ibu hamil di Indonesia. Bagi bidang pendidikan, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan yang mendalam tentang masalah kurang energi kronis pada ibu hamil. Sementara bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu gizi masyarakat, sekaligus sebagai media pembelajaran untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menempuh pendidikkan.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Kehamilan Kehamilan merupakan periode dalam siklus kehidupan manusia yang sangat penting karena akan menentukan kualitas seorang anak. Selama periode kehamilan dalam siklus kehidupan manusia ini terjadi perubahan pada tubuh ibu secara anatomis, fisiologis maupun biokimia. Perubahan tersebut terjadi karena terjadinya pembentukan jaringan-jaringan baru yang berfungsi sebagai pendukung untuk menjaga kelangsungan janin. (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Masa kehamilan berlangsung normal terjadi selama 38-40 minggu. Kehamilan akan terjadi setelah ovulasi atau kurang lebih 40 minggu setelah hari haid terakhir (Arisman,2004). Selama periode kehamilan akan terjadi proses anabolik yang meliputi proses pertumbuhan dan pematangan plasenta dan janin. Pada proses anabolik ini juga terjadi proses penyesuaian fisiologik dan metabolik dari ibu hamil, sehingga akan terjadi pembesaran ukuran uterus, payudara, volume darah ibu, cairan ketuban dan massa jaringan lemak (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Perubahan yang paling penting bagi ibu hamil adalah peningkatan berat badan selama kehamilan. Pada saat hamil seorang wanita memerlukan zat gizi untuk pertumbuhan organ reproduksi dan pertumbuhan janin. Jika terpenuhi, maka akan terjadi peningkatan berat badan. Pertambahan berat badan ibu hamil sebesar 8.8 Kg – 13.6 Kg. Pertambahan komponen dalam tubuh ibu terjadi sepanjang trimester kedua dan pertumbuhan janin dan plasenta serta pertambahan cairan berlangsun cepat selama trimester ketiga (Arisman,2009). Pertambahan berat badan ini digunakan sebagai indikator untuk memprediksi berat badan lahir bayi. Berat baadan ibu harus bertambah sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Jika pertambahan usia kehamilan tidak sesuai dengan peningkatan berat badan ibu, maka kemungkinan Risiko dengan kelahiran berat bayi lahir rendah, keguguran, perdarahan setelah persalinan. Peningkatan berat badan ibu harus di tunjang dengan peningkatan kebutuhan gizi ibu hamil, tidak hanya pada energi dan protein, namun zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Masalah kekurangan vitamin dan mineral yang paling banyak ditemukan pada ibu hamil adalah kekurangan vitamin A dan zat besi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pada saat kehamilan, sehingga wanita hamil menjadi salah satu kelompok yang di prioritaskan untuk mendapat suplementasi. Suplementasi tablet tambah darah pada ibu hamil diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat besi. Selama kehamilan ibu hamil mendapatkan tablet tambah darah 90 butir (Arisman,2009). Kurang Energi Kronis (KEK) Status Kekurangan Energi Kronis sebelum kehamilan dalam jangka panjang dan selama kehamilan akan menyebabkan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Di samping itu, akan mengakibatkan anemia pada bayi baru lahir, mudah terinfeksi, abortus, dan terhambatnya pertumbuhan otak janin (Supariasa et al 2002). Hardinsyah (2000) menyebutkan bahwa 41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti
5
kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio-sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur, paritas, dan sebagainya. KEK merupakan gambaran status gizi ibu di masa lalu, kekurangan gizi kronis pada masa anak-anak baik disertai sakit yang berulang, akan menyebabkan bentuk tubuh yang kuntet (stunting) atau kurus (wasting) pada saat dewasa. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA<23.5 cm (SKRT 2001). Penapisan KEK dengan ukuran LILA yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari-hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia. Ibu hamil dan WUS dengan status gizi yang baik mempunyai kemungkinan lebih besar untuk melahirkan bayi yang sehat. Seperti pada pengertian status gizi secara umum, maka status gizi ibu hamilpun adalah suatu keadaan fisik yang merupakan hasil dari konsumsi, absorpsi dan utilisasi berbagai macam zat gizi baik makro maupun mikro. Oleh karena proses kehamilan menyebabkan perubahan fisiologi termasuk perubahan hormon dan bertambahnya volume darah untuk perkembangan janin, maka intake zat gizi ibu hamil juga harus ditambah guna mencukupi kebutuhan tersebut. Implikasi ukuran LILA terhadap berat bayi lahir adalah bahwa LILA menggambarkan keadaan konsumsi makan terutama konsumsi energi dan protein dalam jangka panjang. Kekurangan energi secara kronis ini menyebabkan ibu hamil tidak mempunyai cadangan zat gizi yang adekuat untuk menyediakan kebutuhan fisiologi kehamilan yakni perubahan hormon dan meningkatnya volume darah untuk pertumbuhan janin, sehingga suplai zat gizi pada janin pun berkurang akibatnya pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat dan lahir dengan berat yang rendah (Depkes RI, 2006). Anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. Karakteristik yang mempengaruhi KEK pada ibu hamil Usia ibu dan usia kehamilan Usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosi cenderung masih labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami guncangan
6
yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi selama hamil. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit (Manuaba 2010) Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun cenderung melahirkan bayi dengan berat yang lebih rendah di bandingkan ibu yang berusia 20-35 tahun. Ibu yang hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai Risiko 1.4 dan 1.8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah dibandingkan dengan ibu hamil pada usia 20-35 tahun (Setiawan 1995) Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai oleh pemasukan yang cukup, maka cadangan zat besi akan menurun dan dapat mengakibatkan anemia. Meningkatnya kejadian anemia dengan bertambahnya umur kehamilan disebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada kehamilan yang dimulai pada minggu ke-6, yaitu bertambahnya volume plasma dan mencapai puncaknya pada minggu ke-26 sehingga terjadi penurunan kadar Hb (Maryanti 2011) Paritas dan jarak kehamilan Salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan besi dalam tubuh ibu hamil selain dari konsumsi dan absorbsi zat gizi yang rendah adalah jarak kelahiran dan paritas. Jika kehamilan berdekatan dengan kehamilan sebelumnya, maka ibu tidak mempunyai cukup waktu untuk mengembalikan cadangannya dan akan berpotensi menyebabkan anemia. Paritas atau jumlah persalinan juga berhubungan dengan anemia. Semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar resiko kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb. Setiap kali wanita melahirkan, jumlah zat besi yang hilang diperkirakan sebesar 250 mg. Hal tersebut akan lebih berat lagi apabila jarak melahirkan relatif pendek (Manuaba 2010) Paritas merupakan istilah untuk jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, baik lahir hidup ataupun lahir mati. Risiko anemia pada ibu berpotensi terjadi pada ibu yang melahirkan dengan paritas yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena selama hamil zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya. Jarak kelahiran merupakan waktu sejak ibu hamil sampai terjadi kelahiran berikutnya. Jarak lahir yang terlalu dekat dapat meningkatkan potensi untuk bisa terjadinya anemia. Hal ini disebabkan karena kondisi ibu hamil setelah melahirkan belum optimal untuk masa recovery namun sudah harus memenuhi zat gizi janin yang baru. Sehingga Risiko anemia semakin besar dengan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran yang pendek. Hal ini disebabkan karena adanya kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dari pemulihan faktor hormonal. Jarak persalinan yang baik adalah minimal 24 bulan (Manuaba 2010) Antenatal Care Antenatal Care (ANC) sebagai salah satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO 2010), antenatal care untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan
7
persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin (Wibowo 1992). Pemanfaatan perawatan prenatal diketahui bervariasi lintassectional dengan karakteristik sosiodemografi, terutama ras/etnis, pendidikan, usia, dan status perkawinan (Charles 2008). Setiap ibu hamil yang diperiksa kehamilan (ANC) oleh petugas kesehatan, minimal harus menerima 5T. Maksud dari 5T adalah ibu hamil yang yang melakukan ANC pernah ditimbang badan, diukur tensi/ tekanan darah, menerima tablet Fe, menerima imunisasi TT dan diperiksa tinggi fundus uteri (SKRT 2001). Perawatan antenatal umumnya dianggap metode yang efektif untuk meningkatkan derajat kehamilan, tetapi efektivitas spesifik program perawatan antenatal sebagai sarana untuk mengurangi kematian bayi dalam kelompok sosioekonomi kurang beruntung dan perempuan belum dievaluasi secara mendalam (Hollowell 2011). Program kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu program pokok di puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil, menyusui, bayi, dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian (Sani 2009). Angka kematian bayi dan ibu serta bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang tinggi pada hakekatnya juga ditentukan oleh status gizi ibu hamil. Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko kematian yang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan berat badan yang normal (Maryanti 2011) Pekerjaan dan Pendidikan Supariasa menjelaskan pendidikan kurang merupakan salah satu faktor yang mendasari penyebab gizi kurang. Pendidikan rendah akan menyebabkan seseorang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini akan menyebabkan rendahnya penghasilan seseorang yang akan berakibat pula terhadap rendahnya sesorang menyiapkan makanan baik secara kualitas maupun kuantitasnya (Supariasa et al 2002). Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang, hal ini akan mempengaruhi orang tersebut dalam pemilihan, cara pengolahan dan cara pengaturan menu makan, pada masyarakat yang berpendidikan rendah biasanya lebih banyak kepercayaan dan tahayul dalam makanan, dan biasanya lebih sulit untuk dirubah. Pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam mencari fasilitas pelayanan kesehatan. Studi tentang perilaku makan telah dilakukan oleh Jerome yang dikutip oleh Soeharjo, menemukan bahwa jumlah uang belanja untuk makan erat kaitannya dengan serentetan karakteristik masyarakat daripada dengan pendapatan keluarga. Jerome juga menemukan perbedaan dalam konsumsi pangan dan perbedaan yang berarti tampak pada konsumsi jeruk dan sayuran hijau. Demikian pula pendatang dari selatan cenderung memelihara dan mempertahankan kebiasaan makananya yang sesuai dengan latar belakang pertanian. Setiap kelompok juga berbeda dalam tingkat konsumsi makanan. Analisis Jerome menyimpulkan bahwa pendapatan bukan sebagai faktor penentu dalam perilaku konsumen, tetapi faktor-faktor gabungan antara pendapatan dan gaya hidup dapat memberi andil bagi perilaku kelompok yang kebudayaannya cenderung berubah (Suhardjo, 2003).
8
Menurut Suhardjo (2003) pendidikan mempunyai pengaruh nyata terhadap kesehatan ibu hamil. Kehamilan melalui usia perkawinan dini dan pengetahuan yang rendah akan meningkatkan resiko kurang energi kronik. Hardinsyah (2000) menyatakan semakin tinggi pendidikan ibu hamil atau suami akan semakin rendah kejadian kurang energi kronik pada ibu hamil, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan biasanya diikuti dengan meningkatnya pendapatan keluarga termasuk kesehatan atau gizi ibu hamil dan perhatian terhadap kehamilan meningkat. Pekerjaan dapat mempengaruhi status ekonomi keluarga, meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Madanijah 2003) Penyakit Infeksi Infeksi dapat berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare/muntah atau pengaruh metabolisme makanan dan banyak cara lain lagi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Zat besi merupakan unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb <10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang rendah pula. Seseorang dapat terkena anemia karena meningkatnya kebutuhan tubuh akibat kondidi fisiologis (hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pasca bedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi cacing tambang, malaria, TBC) (Notoatmodjo 2007) Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat mengakibatkan abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit infeksi yang diidap ibu hamil biasanya tidak diketahui saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan. Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan tubuh serta zat gizi lainnya. Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin dan bayi yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular dapat mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung menderita penyakit, namun demam yang menyertai penyakit infeksi sudah cukup untuk menyebabkan keguguran. Penyakit menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat pada janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan meningkatkan kematian janin 30% (Bahar 2006). Anemia malaria berat lebih sering ditemukan pada daerah dengan penyebaran malaria yang tinggi dan sebagian besar ditemukan pada anak-anak dan wanita hamil. Prevalensi anemia yang didefinisikan sebagai kadar hematokrit (Hct) lebih tinggi dari 0,33, pada daerah endemic malaria di Afrika, bervariasi antara 31% dan 91% pada anak-anak dan antara 60% dan 80% pada wanita hamil. Cukup sulit untuk menentukan jumlah kasus anemia berat yang disebabkan oleh
9
malaria sebagaimana defenisi WHO mengenai anemia malaria berat (kadar haemoglobin [Hb] < 50 g/L [5 g/dL] atau Hematokrit [Hct] < 0,15, dalam keadaan adanya parasitemia > 10.000 per mikroliter [µL), dan sebuah lapisan darah yang normocytic) dapat mengeluarkan proporsi pertimbangan dari anak anemia berat yang memiliki apusan darah negative untuk parasit malaria tetapi merespon terhadap pengobatan antimalaria. Kemungkinan akan sulit untuk menghubungkan anemia dengan sebuah penyebab tunggal karena penyebab anemia malaria di daerah endemic biasanya kompleks dan defisiensi hematinin, sifat genetic, dan infeksi berulang kesemuanya itu berkontribusi terhadap anemia (Roberts 2005). Namun demikian, sebuah randomized placebo-controlled trial profilaksis malaria dan suplementasi besi pada bayi, pada sebuah daerah endemic, telah memperihatkan bahwa infeksi malaria merupakan faktor etiologi utama yang mendasari terjadinya anemia (Schellenberg 2001). Menurut Suharjo (1996), penyakit infeksi dan demam dapat menyebabkan penurunan nafsu makan atau kesulitan menelan dan mencerna makanan. Parasit dalam usus seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi kedalam peredaran darah. Keadaan demikian membantu terjadinya KEK. Hubungan yang erat antara interaksi bakteri, virus dan parasit dengan malnutrisi. Penyakit infeksi akan mempercepat malnutrisi. Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan sebelum melahirkan terutama untuk masyarakat miskin akan mengurangi resiko terjadinya KEK dan kematian ibu dan anak (Supariasa et al 2002). Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum. Ruang lingkup sanitasi lingkungan antara lain meliputi perumahan, pembuangan feses, penyediaan air bersih, pembuangan sampah dan sebagainya (Notoatmodjo 2007). Air bersih merupakan faktor utama yang menentukan bagi proses kehidupan dan kesehatan. Air yang bersih berperan penting dalam menjaga kesehatan karena beberapa bibit penyakit tertentu dapat ditularkan oleh air yang terkontaminasi. Air bersih dapat diperoleh melalui : (1) sumur pompa tangan, (2) penampungan air hujan jika sumber mata air yang lain tidak ada, (3) mata air yang dirawat, dan (4) sumur gali tertutup. Agar memenuhi syarat kesehatan sebagai sumber air utama rumah tangga, maka sumber air harus dilindung dari bahaya-bahaya pengotoran. Penyakit menular yang disebabkan oleh air secara langsung dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau Water Borne Diseases. Mikroba dapat menyebar lewat air mulai dari virus, bakteri, protozoa dan metazoa. Penyakit dapat menyebar apabila mikroba penyebab dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Pengaruhnya terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan limbah tersebut. Misalnya limbah beracun, limbah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, dll. Efek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak dalam limbah
10
Lingkungan sekitar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan. Penyakit terjadi akibat adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Bahwa lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya penyakit sudah sejak lama diperkirakan (Slamet 1996). Sanitasi dasar yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air (sumber air), jamban dan pembuangan sampah. Kesehatan lingkungan erat kaitannya dengan kondisi pemukiman. Syarif (1992) menyatakan bahwa sanitasi lingkungan mempengaruhi status gizi seseorang. Status gizi bukan hanya ditentukan oleh jumlah dan mutu makanan yang dikonsumsi oleh seseorang tetapi juga dipengaruhi oleh sanitasi dan lingkungan tempat tinggal atau pemukiman. Pemukiman yang tidak baik misalnya tidak tersedianya air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban dan lain lain, memungkinkan seseorang terkena penyakit infeksi dan menyebabkan KEK. Pelayanan Kesehatan Menurut Juanita (2002), pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yakni: Pelayanan kesehatan primer atau pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau kecelakaan. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit agar terhindar dari penyakit. Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan tersebut antara lain berupa Posyandu, dana sehat, Polindes, pos obat desa (POD), pengembangan masyarakat, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya peningkatan pendapatan dan sebagainya (Juanita 2002). Kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Pelayanan kesehatan merupakan faktor langsung yang berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi (morbiditas). Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yaitu hak untuk memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan (Hidayat & Jahari 2012). Anemia Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI, 1996). Definisi lain menyatakan anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman 2004). Anemia gizi adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang normal, sebagai akibat
11
dari defisiensi salah satu atau beberapa makanan essensial (protein, besi, asam folat dan vitamin B12), yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Supariasa et al 2002). Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan besi (Fe) sehingga disebut anemia gizi besi (Depkes RI 2006). Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal itu disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang (Depkes RI 2006). Dalam kehamilan terjadi penambahan volume darah yang dikenal dengan istilah hidremia atau hemodolusi, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama, pengenceran tersebut akan meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah, resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua, pada perdarahan waktu persalinan, jumlah unsur besi yang hilang akan lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental. Pengambilan nilai 11 g/dl sebagai batas terendah untuk kadar Hb dalam kehamilan. Seorang wanita hamil yang memiliki Hb kurang dari 11g/100 ml barulah disebut menderita anemia dalam kehamilan. Karena itu, para wanita hamil dengan Hb antara 11 dan 12 g/dl tidak dianggap anemia patologik, akan tetapi anemia fisiologik atau psedoanemia (Supariasa et al 2002). Secara umum ada tiga penyebab anemia defisiensi besi, yaitu: (1) kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak perdarahan kronis seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, keganasan, (2) asupan zat gizi yang tidak cukup dan absorpsi yang tidak adekuat, dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui (Arisman, 2004). Seseorang yang menderita anemia berpeluang untuk beresikko KEK. Hal ini karena anemia merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kekurangan zat gizi besi dalam tubuh. Penderita KEK dengan ukuran LILA yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari-hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi besi (Maryanti, 2011).
12
KERANGKA PEMIKIRAN Status kurang energi kronik pada wanita hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum ada dua faktor penyebab anemia pada ibu hamil yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Secara langsung, status kek pada ibu hamil disebabkan oleh status kesehatan, asupan gizi, konsumsi zat inhibitor penyerapan Fe dan suplement Fe, serta infeksi dan penyakit. Secara tidak langsung, status Kurang energi kronik pada ibu hamil disebabkan oleh karakteristik sosial ekonomi, lingkungan tempat tinggal. Kesehatan ibu hamil meliputi usia ibu, usia kehamilan, paritas, jarak kelahiran, dan pemeriksaan kehamilan (ANC). Karakteristik ibu hamil yang meliputi umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan pendapatan. Status usia kehamilan meningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%, sehingga dengan penambahan volume plasma akan mengakibatkan pengenceran darah pada ibu hamil. Pengenceran terjadi sejak trimester II kehamilan dan mencapai puncaknya pada trimester III akhir. Pengenceran darah ini akan menyebabkan perubahan kadar hemoglobin ibu hamil sekitar 1 - 1,5 gr% lebih rendah dari kadar hemoglobin sebelum hamil. Usia saat hamil, paritas dan jarak kehamilan merupakan faktor Risiko KEK pada ibu hamil. Usia reproduksi yang sehat adalah 20 sampai 35 tahun, sedangkan kehamilan akan berisiko tinggi terjadi pada umur kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun. Paritas merupakan jumlah kelahiran dan Indeks kehamilan Risiko tinggi menurut Fortney dan E.W. Whitenhorne adalah paritas lebih dari 3 kali. Jarak kehamilan merupakan salah satu penyebab anemia dengan jarak kehamilan yang pendek yaitu kurang dari 2 tahun. Penyakit infeksi, misalnya malaria dan hepatitis juga merupakan faktor risiko untuk anemia. Prevalensi anemia yang cukup tinggi biasanya ditemukan pada lingkungan dengan kejadian penyakit infeksi yang tinggi. Kejadian penyakit infeksi dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan, pengetahuan, sikap dan prilaku dan akses dan fasilitas pelayanan kesehatan. Ibu hamil yang tinggal pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk akan rentan terjangkit penyakit infeksi. Selain itu, kurangnya jumlah atau jauhnya akses fasilitas pelayanan kesehatan juga meningkatkan risiko kejadian penyakit infeksi. Dengan demikian, sanitasi lingkungan dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat menjadi faktor tidak langsung yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil. Tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, besar keluarga dan pengeluaran rumah tangga akan mempengaruhi secara tidak langsung terhadap anemia pada ibu hamil. Karakteristik keluarga tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan pangan rumah tangga, pola asuh orangtua, sanitasi lingkungan, dan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan penjabaran diatas, diduga karakteristik ibu hamil, karakteristik keluarga, penyakit infeksi (malaria dan hepatitis), sanitasi dan kesehatan lingkungan, pengetahuan, sikap dan prilaku kesehatan, serta fasilitas pelayanan kesehatan merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
13
Status Kurang Energi Kronik
Konsumsi (Tablet Fe)
Infeksi
Daya Beli
kesehatan Lingkungan
Pemeriksaan kehamilan
Fasilitas Kesehatan
Ketahanan Pangan
Pengetahuan dan Sikap
Karakteristik Ibu hamil : Usia Ibu hamil Usia Kehamilan Paritas Jarak Kehamilan Pendidikan dan pekerjaan Tempat tinggal
Karakteristik Keluarga : Tingkat pendidikan Jenis pekerjaan Besar keluarga Pengeluaran rumah tangga
Keterangan : = Variabel yang dianalisis = Variabel yang tidak dianalisis
= Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1 Kerangka pemikiran
14
3 METODE Desain, Lokasi dan Waktu Desain penelitian ini secara keseluruhan mengacu pada desain penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini seluruhnya menggunakan data dasar dalam bentuk electronic files. Wilayah penelitian ini terdiri dari 33 provinsi, 497 Kabupaten/Kota. Pengumpulan data di berbagai provinsi oleh tim pengumpul data Riskesdas dimulai sejak bulan Mei-Juni 2013. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data oleh peneliti dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2014 di Kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat. Populasi ibu hamil dalam penelitian ini adalah 7.664 orang, sedangkan contoh yang dianalisis sebanyak 5.634 orang. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Populasi dalam Riskesdas 2013 adalah seluruh rumah tangga yang mewakili 33 provinsi. Sampel rumah tangga dalam Riskesdas 2013 dipilih berdasarkan listing Sensus Penduduk (SP) 2010. Proses pemilihan rumah tangga dilakukan BPS dengan memilih BS untuk Riskesdas 2013 berdasarkan sampling frame SP 2010, sama dengan metode pengambilan sampel Riskesdas 2010, yaitu sebagai berikut (Balitbangkes 2013): Dari 12.000 BS terpilih untuk sampel Riskesdas 2013, berhasil ditemukan dan dikunjungi 11.986 BS (99,9%) yang tersebar di 33 Provinsi, 497 kabupaten/kota. 14 BS dengan rincian 12 BS di Papua, 1 BS di Papua Barat, dan 1 BS di DKI Jakarta tidak berhasil dikunjungi dengan alasan sulit dijangkau, dan penolakan warga setempat. Adapun jumlah rumah tangganya adalah 294.959 dari 300.000 RT yang ditargetkan (98,3%) dengan jumlah anggota rumah tangga (ART) 1.027.763 orang. Berdasarkan SP 2010, dengan rata-rata jumlah ART per RT adalah 3.8 orang, maka response rate untuk ART adalah 93 persen. Dari 294.959 RT, ada sejumlah 77.830 ART yang tidak bisa dikumpulkan informasinya, karena tidak ada di tempat pada kurun waktu pengumpulan data Riskesdas 2013. Jumlah sampel tersebut, termasuk untuk estimasi kabupaten/kota, provinsi, dan nasional (biomedis) tergantung BS masing-masing. Contoh penelitian ini adalah perempuan yang mengalami kehamilan yang terdapat dalam electronic files data Riskesdas 2013 dengan data lengkap. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Riskesdas 2013 dalam bentuk electronic files. Data yang digunakan meliputi variabel karakteristik ibu hamil (usia, usia kehamilan, paritas, LILA, jarak kehamilan, pendidikan dan pekerjaan, konsumsi pil besi, tempat tinggal).
15
Pengumpulan data dilakukan oleh Tim Riskesdas dari Balitbangkes, Kementerian Kesehatan yang dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013. Cara pengumpulan data dijelaskan sebagai berikut (Balitbangkes 2013) : 1. Pengumpulan data rumah tangga dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.RT dan Pedoman Pengisian Kuesioner dengan responden adalah Kepala Keluarga atau Ibu rumah Tangga atau Anggota Rumah Tangga yang dapat memberikan informasi. 2. Pengumpulan data individu pada berbagai kelompok usia dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan Kuesioner RKD13.IND dan Pedoman Pengisian Kuesioner dengan responden adalah setiap anggota rumah tangga. Khusus untuk anggota rumah tangga yang berusia kurang dari 15 tahun atau dalam kondisi sakit maka wawancara dilakukan terhadap anggota rumah tangga yang menjadi pendampingnya. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Pengolahan data yang akan dilakukan meliputi coding, cleaning, dan analisis. Coding merupakan pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner. Cleaning merupakan melakukan pengecekan terhadap isian data yang di luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner atau isian data yang di luar kewajaran. Data yang telah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel, diagram, atau kurva dan dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 19.0. Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik ibu hamil meliputi usia ibu hamil, usia kehamilan, LILA, paritas, jarak kehamilan, konsumsi tablet besi, pendidikan dan pekerjaan. Usia ibu hamil dibedakan menjadi dua kategori, yaitu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, dan rentang usia 20 – 35 tahun. Usia kehamilan dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu trimester I, trimester II dan trimester III. Lingkar lengan atas (LILA) dikategorikan menjadi dua, yaitu LILA normal (23,5 Cm) dan Kurang Energi Kronik (<23,5 Cm). Paritas dibedakan menjadi dua, yaitu > 3 orang anak dan ≤ 3 orang. Jarak kehamilan dibedakan menjadi dua, yaitu ≤ 2 tahun dan > 2 tahun. Konsumsi tablet besi dibedakan menjadi dua kategori, yaitu cukup dan kurang. Tingkat Pendidikan ibu hamil dikategorikan menjadi dua, yaitu ≤ SMP dan > SMP . Pekerjaan ibu hamil di kategorikan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Antenatal care dibedakan menjadi dua yaitu antenatal care lengkap dan tidak lengkap. Tempat tinggal dibedakan menjadi dua yaitu pedesaan dan perkotaan.
16
Tabel 1. Kategori variabel karakteristik ibu hamil No. 1.
Variabel Karakteristik Ibu Hamil Usia ibu hamil
2.
Usia Kehamilan
3.
Lingkar Lengan Atas
4.
Paritas
5.
Jarak kehamilan
6.
Konsumsi tablet Fe
7.
Tingkat pendidikan
8.
Pekerjaan
9.
Tempat Tinggal
10
Pemeriksaan ANC
Kategori < 20 tahun dan >35 tahun 20-35 Tahun Trimester I Trimester II Trimester III Normal KEK > 3 orang ≤ 3 orang ≤ 2 tahun >2 tahun Cukup Kurang ≤ SMP/Sederajat > SMP/ Sederajat Bekerja Tidak bekerja Perkotaan Pedesaan Lengkap Tidak Lengkap
Analisis data Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariate. Analisis univariat berfungsi untuk menjelaskan secara deskriptif dari setiap variabel yang digunakan, baik variabel independen maupun variabel dependent dengan distribusi frekuensinya dan bentuk statistik deskriptif dalam jumlah dan persentase. Analisis bivariat berfungsi untuk menghubungkan atau menjelaskan hubungan antara dua variabel, yaitu variabel dependen dengan salah satu independen dengan uji Chi-square (χ2) untuk jenis data kategorik. Analisis selanjutnya adalah multivariate yang berfungsi untuk mengetahui nilai faktor risiko variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan model multiple logistic regression. Model yang digunakan adalah sebagai berikut: F Y
=
= Log 1- F
Keterangan : Y = Status KEK ibu hamil F = Fungsi kumulatif β0 - β1 = koefisien regresi
X1 + 2X2 + 3X3 + 7X7 + 8X8 + 9X9 + 0+
1
4X 4+
5X5
+ 6X6 +
17
x1 = usia ibu hamil x2 = usia kehamilan x3 = Paritas x4 = Jarak kehamilan x5 = Tingkat pendidikan x6 = tempat tinggal x7 = pekerjaan x8 = konsumsi tablet Fe x9 = pemeriksaan ANC Definisi Operasional Ibu hamil adalah wanita yang sedang mengandung janin. Umur ibu adalah bilangan yang dihitung dari tahun kelahiran hingga tahun penelitian, dinyatakan dalam satuan tahun. Tingkat pendidikan adalah tingkatan sekolah formal yang telah ditempuh oleh ibu hamil. Status pekerjaan adalah keterangan tentang bekerja atau tidaknya ibu hamil. Status anemia adalah keadaan kesehatan ibu hamil yang didasarkan pada kadar Hb dalam darah. Usia kehamilan adalah bilangan yang dihitung dari hari pertama haid terakhir hingga saat dilakukan penelitian, dinyatakan dalam satuan bulan. Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami ibu. Paritas tinggi jika memiliki lebih dari 3 anak dan normal jika memiliki ≤ 3 Jarak kelahiran adalah lama waktu awal kehamilan saat ini dengan kelahiran sebelumnya, dinyatakan dalam satuan bulan. Kurang Energi Kronis (KEK) adalah suatu keadaan kekurangan energi dalam waktu yang lama yang dideteksi dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA); LILA < 23.5 cm termasuk kategori KEK dan LILA 23,5 termasuk normal . LILA adalah ukuran lingkar lengan bagian atas dari ibu hamil, dinyatakan dalam satuan centimeter. Konsumsi tablet besi adalah suplementasi tablet besi yang dikonsumsi ibu hamil selama kehamilan. Faktor risiko adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi baik itu meningkatkan maupun menurunkan risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Antenatal Care adalah pengawasan pada ibu hamil sebelum melahirkan dinyatakan dalam ANC lengkap dan tidak Contoh adalah contoh Riskesdas 2013 ibu hamil yang memiliki data lengkap dan memenuhi kriteria inklusi.
18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua. Indonesia berada di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, yang terletak di Benua Asia bagian tenggara dengan koordinat Geografis 6OLU – 11OLS dan 95OBT – 141O BT. Di Indonesia terdapat 34 Propinsi yang meliputi 508 Kabupaten/Kota. Penelitian Riskesdas 2013 Jumlah Propinsi, Kabupaten/Kota yang diikutkan sebanyak 33 Propinsi dan 497 Kabupaten/Kota. Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik ibu hamil di perdesaan dan perkotaan Karakteristik ibu hamil terdiri dari usia ibu hamil, usia kehamilan, paritas, jarak kehamilan, antenatal care, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan konsumsi tablet Fe. Adapun sebaran karakteristik ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2, sebagian besar ibu hamil, baik yang bertempat tinggal di perkotaan maupun di perdesaan berada dalam rentang usia 20 – 35 tahun, yaitu masing-masing 50,2% dan 49,8%. Ibu hamil di perdesaan dengan usia berada pada usia muda dan usia lanjut memungkinkan untuk rmengalami resiko KEK. Usia ibu hamil akan menjadi risiko kejadian KEK pada masa kehamilan yang disebabkan oleh adanya kompetisi dalam penyerapan zat gizi antara ibu hamil dengan janin yang dikandungnya (Gigante 2005). Usia kehamilan merupakan jumlah bulan kehamilan yang dibagi menjadi trimester kehamilan. Usia kehamilan yang diteliti meliputi trimester I, II, dan trimester III, dimana masing-masing trimester I sebesar 50,4% di perkotaan dan 49,6% di perdesaan, trimester II, 49,7% di perkotaan dan 50,3% di perdesaan, trimester III 47,8% di perkotaan dan 52,2% di perdesaan. Meningkatnya jumlah usia kehamilan akan menyebabkan kebutuhan akan zat gizi akan bertambah, namun pada masa awal kehamilan jumlah zat gizi yang dapat terserap oleh tubuh lebih sedikit yang dikarenakan perubahan hormonal tubuh, hal ini ditandai dengan mual dan muntah yang terjadi pada masa awal kehamilan (Moore 2004). Pada Tabel 2, jumlah kelahiran atau paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu. Jumlah paritas tinggi jika > 3 kali dan normal jika ≤ 3 kali. Sebanyak 44,0% di perkotaan dan 56,0% di perdesaan ibu hamil mengalami paritas tinggi. Ibu hamil yang mempunyai paritas normal masingmasing 50,3% di perkotaan dan 49,7% di perdesaan. Menurut Moore 2004, paritas tinggi pada ibu hamil dapat menyebabkan KEK, hal ini diakibatkan karena kemampuan tubuh ibu dalam memberikan asupan gizi bagi janin. Jarak kehamilan merupakan lama waktu awal kehamilan saat ini dengan kelahiran sebelumnya, yang dinyatakan dalam satuan tahun. Sebanyak 50,1% ibu hamil mengalami jarak kehamilan yang pendek yaitu < 2 tahun di perkotaan dan 49,9% di perdesaan. Ibu hamil yang jarak kehamilannya normal di perkotaan sebesar 48,9% dan di perdesaan sebesar 51,1%.
19
Tabel 2 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dan sosial ekonomi di perdesaan dan perkotaan Karakteristik Ibu Hamil Usia Ibu <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun Total Usia Kehamilan Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Total Jumlah Kehamilan > 3 kali ≤ 3 kali Total Jarak Kehamilan <2 tahun ≥2 tahun Total Status Kerja Tidak Bekerja Bekerja Total Tingkat Pendidikan ≤SMP >SMP Total Konsumsi tablet besi Kurang Cukup Total Antenatal care Tidak lengkap Lengkap Total Status Gizi KEK Normal Total
Perkotaan
Perdesaan
n
n
%
%
559
45,4
673
54,6
2208 2767
50,2 49,1
2194 2867
647 1085 1035 2767
50,4 49,7 47,8 49,1
473 2294 2767
Perkotaan dan Perdesaan n %
p
0,00
1232
100
49,8 50,9
4402 5634
100 100
636 1099 1132 2867
49,6 50,3 52,2 50,9
1283 2184 2167 5634
100 100 100 100
44,0 50,3 49,1
601 2266 2867
56,0 49,7 50,9
1074 4560 5634
100 100 100
0,00
523 2244 2767
50,1 48,9 49,1
520 2347 2867
49,9 51,1 50.9
1043 4591 5634
100 100 100
0,46
1855 912 2767
50,3 46,8 49,1
1832 1035 2867
49,7 53,2 50,9
3687 1947 5634
100 100 100
0,01
1168 1599 2767
37,0 64,6 49,1
1991 876 2867
63,0 35,4 50,9
3159 2475 5634
100 100 100
0,00
2289 478 2767
48,6 52,0 49,1
2425 442 2867
51,4 48,0 50,9
4714 920 5634
100 100 100
0,05
837 1930 2767
44,0 51,7 49,1
1066 1801 2867
56,0 48,3 50,9
1903 3731 5634
100 100 100
0,00
574 2193 2767
43,5 50,8 49,1
746 2121 2867
56,5 49,2 50,9
1320 4314 5634
100 100 100
0,00
0,10
20
Jarak kehamilan dengan rentang kurang dari dua tahun tidak berbeda nyata, di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan perdesaan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh kemudahan akses kesehatan dan faktor sosial seperti gaya hidup dan pergaulan bebas. Sebagian besar status pekerjaan ibu hamil di perkotaan adalah ibu rumah tangga atau tidak bekerja dengan prosentase 50,3% dan ibu hamil di perdesaan yang tidak bekerja sebesar 49,7%. Ibu hamil dengan status pekerjaan, pada ibu hamil bekerja yang bertempat tinggal di perdesaan sebesar 53,2% dan daerah perkotaan sebesar 46,8%. Karakteristik pada ibu hamil berhubungan pula dengan tempat tinggal, dimana sebagian besar karakteristik ibu hamil dengan predikat kurang baik bertempat tinggal di perdesaan. Salah satu faktor yang menyebabkan wanita di desa ikut bekerja adalah keadaan ekonomi dengan banyaknya tanggungan keluarga (Aritonang 2005). Menurut Suhanda 2009, sebagian besar penduduk yang tinggal di perdesaan mempunyai pekerjaan sebagai petani yang merupakan pekerjaan utama sehingga akan mempengaruhi tingkat ekonomi keluarga. Sebagian besar ibu hamil pada Tabel 2 merupakan ibu hamil dengan pendidikan paling tinggi Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setara sebesar 63,0% berada didaerah pedesaan dan Pendidikan SMA/Diploma/PT sebesar sebagian besar berada di daerah perkotaan dengan 64,4%. Berbagai faktor penyebab masalah gizi, kemiskinan merupakan penyebab yang bersifat timbal balik, dimana kemiskinan menyebabkan kurang gizi dan individu yang kurang gizi menyebabkan berkurangnya kesempatan dalam hal produktifitas, menurunkan kemampuan kognitif dan berakibat rendahnya pendidikan dan dapat menurunkan tingkat ekonomi keluarga yang pada akhirnya akan menyebabkan kemiskinan (Bapennas 2007). Konsumsi Fe merupakan jumlah konsumsi suplementasi tablet besi ibu hamil selama kehamilan. Dikatakan baik jika mengkonsumsi tablet besi ≥90 hari dan kurang jika < 90 hari. Dalam penelitian ini konsumsi tablet besi kurang dari 90 hari sebesar 48,6% didaerah perkotaan dan 51,4% didaerah perdesaan. Konsumsi tablet besi yang kurang merupakan penyebab terjadinya anemia pada ibu hamil dengan berkurangnya kadar Hemoglobin di dalam darah. Anemia yang terjadi pada ibu hamil dapat mengakibatkan berkuranganya asupan zat-zat gizi kedalam target sel, sehingga dapat menyebabkan kurang energi protein pada ibu hamil (Kordas 2013). Antenatal Care merupakan pengawasan pada ibu hamil sebelum melahirkan yang dinyatakan dengan ANC lengkap dan tidak lengkap. Antenatal care pada ibu hamil yang dinyatakan lengkap sebesar 51,7% di perkotaan dan sebesar 48,3% di pedesaan. Antenatal care yang tidak lengkap sebesar 44% didaerah perkotaan dan 56% di daerah pedesaan. Antenatal care pada ibu hamil di anggap kurang berhasil walaupun tingkat kelengkapannya cukup tinggi, hal ini dikarenakan kepatuhan mengkonsumsi suplemen yang diberikan sangat rendah (WHO 2010) Hasil uji beda pada Tabel 2, status KEK pada ibu hamil di perkotaan sebesar 43,5% dan KEK di perdesaan sebesar 56,5%. Status gizi normal di daerah perkotaan sebesar 50,8% dan daerah perdesaan sebesar 49,2%. Variabel penelitian pada daerah perkotaan dan perdesaan yaitu usia ibu, jumlah kehamilan, status pekerjaan, status pendidikan, konsumsi besi, antenatal care dan status gizi mempunyai perbedaan yang signifikan dengan nilai p < 0,05.
21
Karakteristik ibu hamil berbagai pulau di Indonesia Pada penelitian ini menggunakan contoh di pulau-pulau besar di Indonesia. Pulau yang digunakan dalam analisis yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. Pada Tabel 3 dapat dilihat perbandingan karakteristik ibu hamil antara pulau-pulau besar di Indonesia. Hasil uji Man-Whitney menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antar pulau untuk usia ibu, jumlah kehamilan, jarak kehamilan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, konsumsi tablet Fe, antenatal care dan status kurang energi kronik dengan nilai p < 0,05. Berdasarkan usia ibu hamil, dalam penelitian ini usia ibu dengan rentang usia dibawah 20 tahun dan lebih dari 35 tahun proporsi terbanyak ada di pulau Jawa dengan prosentase 24,2%. Usia ibu dengan rentang 20 – 35 tahun proporsi terbanyak ada di pulau Sumatera dengan prosentase 80,9%. Usia kehamilan pada trimester I proporsi tertinggi berada di wilayah Sumatera dengan 24,7%, terendah berada di wilayah Sulawesi dengan 19,5%. Usia kehamilan pada trimester II proporsi tertinggi berada di wilayah Sulawesi dengan 40,7%, terendah berada di wilayah Jawa dengan 37,4%. Usia kehamilan pada trimester III proporsi tertinggi berada di wilayah Maluku & Papua dengan prosentase 40,2%, terendah berada di wilayah Sumatera dengan prosentase 36,3%. Ibu hamil dengan jumlah kehamilan lebih dari 3 kali proporsi terbanyak berada di wilayah Maluku dan Papua dengan prosentase 29,3%, terendah berada di wilayah Jawa dengan 12,1%. Ibu hamil dengan jumlah kehamilan kurang atau sama dengan 3 kali proporsi terbanyak berada di wilayah Jawa dengan prosentase 87,9%, sedangkan proporsi terendah adalah wilayah Maluku & Papua dengan prosentase 70,7%. Ibu hamil dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun pada penelitian ini dengan proporsi tertinggi berada di wilayah Maluku & Papua dengan prosentase 28%, sedangkan proporsi terendah berada di wilayah Jawa dengan prosentase 13,8%. Usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosi cenderung masih labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi selama hamil. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun cenderung melahirkan bayi dengan berat yang lebih rendah di bandingkan ibu yang berusia 20-35 tahun. Ibu yang hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai Risiko 1.4 dan 1.8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah dibandingkan dengan ibu hamil pada usia 20-35 tahun (Nurhadi 2006) Ibu hamil dengan jarak kehamilan lebih atau sama dengan 2 tahun proporsi tertinggi berada di wilayah Jawa dengan prosentase 86,2%, sedangkan proporsi terendah berada di wilayah Maluku & Papua dengan 72%. Status kerja pada ibu hamil dengan status bekerja dengan proporsi tertinggi berada di wilayah Bali & Nusa Tenggara dengan prosentase 52,5%, sedangkan terendah berada di wilayah Sulawesi dengan prosentase 28,9%. Ibu hamil yang tidak bekerja dengan proporsi tertinggi berada di wilayah Sulawesi dengan prosentase 71,1%, sedangkan proporsi terendah berada di wilayah Bali & Nusa Tenggara dengan prosentase 47,5%. Salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan besi dalam tubuh ibu
22
hamil selain dari konsumsi dan absorbsi zat gizi yang rendah adalah jarak kelahiran dan paritas. Jika kehamilan berdekatan dengan kehamilan sebelumnya, maka ibu tidak mempunyai cukup waktu untuk mengembalikan cadangannya dan akan berpotensi menyebabkan anemia Perbedaan karakter demografi masing-masing pulau akan menyebabkan perbedaan beberapa faktor yang secara langsung mempengaruhi ibu hamil melakukan kunjungan Antenatal Care antara lain ; pendidikan ibu, pekerjaan, umur, paritas serta jarak kehamilan. Pendidikan yang rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh terhadap kunjungan Antenatal Care pada ibu hamil. Berdasarkan penelitian ini ditemukan kelompok ibu yang paling banyak tidak melakukan Antental Care adalah sebanyak 14 ibu (78,8%) dengan pendidikan tamat Sekolah dasar (Notoatmodjo 2007) Hubungan yang saling mempengaruhi antara pendidikan dengan pemeriksaan kehamilan yang semakin tinggi dengan jenjang pendidikan makin tinggi pula, hal ini dapt dilihat melalui data sebagai berikut: tidak sekolah yang memeriksakan kehamilannya (75,8%) dengan presentase terendah, dan kelompok tingkat pendidikan dengan tamat perguruan tinggi memilik presentase tertinggi dari kelompok pendidikan yang lain untuk memeriksakan kehamilannya yaitu (94,4%) (Balitbangkes 2007) Tingkat pendidikan pada ibu hamil dan wilayah yang mempunyai proporsi dengan pendidikan ibu hamil kurang atau sama dengan SMP adalah pulau Kalimantan dengan prosentase 64,2%, sedangkan yang terendah berada di wilayah Sumatera dengan prosentase 47,3%. Ibu hamil dengan pendidikan diatas SMP dengan proporsi terbanyak berada di pulau Sumatera dengan prosentase 52,7%, sedangkan yang terendah berada di wilayah Kalimantan dengan prosentase 35,8%. Ibu hamil dengan frekuensi konsumsi tablet Fe kurang dari 90 hari dengan proporsi terbanyak berada di wilayah Sumatera dengan prosentase 93,8%, sedangkan proporsi terendah berada di wilayah Bali & Nusa Tenggara dengan prosentase 87,7%. Ibu hamil dengan prekuensi konsumsi tablet lebih atau sama dengan 90 hari proporsi tertinggi berada di wilayah Bali & Nusa Tenggara dengan prosentase 12,3%, sedangkan yang terendah berada di wilayah Sumatera dengan prosentase 6,2%. Ibu hamil dengan antenatal care tidak lengkap dengan proporsi tertinggi berada di wilayah Maluku & Papua dengan prosentase 43,2%, sedangkan proporsi terendah berada di wilayah Jawa dengan prosentase 30%. Ibu hamil dengan antenatal care lengkap dengan proporsi tertinggi berada di wilayah Jawa dengan prosentase 70%, sedangkan yang terendah berada di pulau Maluku & Papua dengan prosentase 56,8%. Status gizi ibu hamil dengan status KEK tertinggi berada di wilayah Bali & Nusa Tenggara dengan prosentase 28,6%, sedangkan yang paling rendah adalah pulau Sumatera dengan prosentase 19,8%. Ibu hamil dengan status gizi normal atau tidak mengalami KEK proporsi tertinggi berada di wilayah Sumatera dengan prosentase 80,2%, sedangkan yang paling rendah berada di wilayah Bali & Nusa Tenggara dengan prosentase 71,4%. Perbedaan budaya, ras dan suku bangsa setidaknya memberikan perbedaan dalam hal outcome yang dihasilkan, dalam hal ini adalah kesehatan dan asupan gizi pada ibu hamil ( School 2005)
Usia Ibu <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun Total Usia Kehamilan Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Total Jumlah Kehamilan > 3 kali ≤ 3 kali Total Lanjutan Jarak Kehamilan <2 tahun ≥2 tahun Total
Karakteristik Ibu Hamil 19.1 80.9 100 24.7 39.0 36.3 100 20.7 79.3 100 20.7 79.3 100
1300 1606
397 626 583 1606
332 1274 1606
332 1274 1606
%
306
n
Sumatera
249 1555 1804
219 1585 1804
413 674 717 1804
1368 1804
436
n
%
13.8 86.2 100
12.1 87.9 100
22.9 37.4 39.7 100
75.8 100
24.2
Jawa
105 350 455
108 347 455
103 181 171 455
365 455
90
23.1 76.9 100
23.7 76.3 100
22.6 39.8 37.6 100
80.2 100
19.8
Bali & Nusa Tenggara n %
86 497 583
122 461 583
128 233 222 583
460 583
123
n
14.8 85.2 100
20.9 79.1 100
22.0 40.0 38.1 100
78.9 100
21.1
%
Kalimantan
156 620 776
173 603 776
151 316 309 776
592 776
184
n
20.1 79.9 100
22.3 77.7 100
19.5 40.7 39.8 100
76.3 100
23.7
%
Sulawesi
115 295 410
120 290 410
91 154 165 410
317 410
93
28.0 72.0 100
29.3 70.7 100
22.2 37.6 40.2 100
77.3 100
22.7
Maluku & Papua n %
1043 4591 5634
1074 4560 5634
1283 2184 2167 5634
4402 5634
1232
n
%
18.5 81.5 100
19.1 80.9 100
22.8 38.8 38.5 100
78.1 100
21.9
Total
Tabel 3 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dan sosial ekonomi di berbagai pulau Indonesia
23
Status Kerja Bekerja Tidak Bekerja Total Tingkat Pendidikan ≤SMP >SMP Total Frekuensi Konsumsi Fe <90 hari ≥90 hari Total Antenatal Care Tidak lengkap Lengkap Total Status Gizi KEK Normal Total
Karakteristik Ibu Hamil 35.7 64.3 100 47.3 52.7 100 93.8 6.2 100 30.6 69.4 100 19.8 80.2 100
760 846 1606
1507 99 1606
491 1115 1606
318 1288 1606
%
573 1033 1606
n
Sumatera
438 1366 1804
541 1263 1804
1670 134 1804
1073 731 1804
555 1249 1804
n
%
24.3 75.7 100
30.0 70.0 100
92.6 7.4 100
59.5 40.5 100
30.8 69.2 100
Jawa
130 325 455
152 303 455
399 56 455
266 189 455
239 216 455
28.6 71.4 100
33.4 66.6 100
87.7 12.3 100
58.5 41.5 100
52.5 47.5 100
Bali & Nusa Tenggara n %
143 440 583
213 370 583
542 41 583
374 209 583
193 390 583
n
24.5 75.5 100
36.5 63.5 100
93.0 7.0 100
64.2 35.8 100
33.1 66.9 100
%
Kalimantan
181 595 776
329 447 776
724 52 776
452 324 776
224 552 776
n
23.3 76.7 100
42.4 57.6 100
93.3 6.7 100
58.2 41.8 100
28.9 71.1 100
%
Sulawesi
110 300 410
177 233 410
376 34 410
234 176 410
163 247 410
26.8 73.2 100
43.2 56.8 100
91.7 8.3 100
57.1 42.9 100
39.8 60.2 100
Maluku & Papua n % %
1320 4314 5634
1903 3731 5634
5218 416 5634
3159 2475 5634
23.4 76.6 100
33.8 66.2 100
92.6 7.4 100
56.1 43.9 100
1947 34.6 3687 65.4 5634 100
n
Total
24
25
Pada Tabel 3, jumlah kehamilan dan jarak kehamilan di daerah Maluku dan Papua mempunyai prosentase tertinggi yaitu 29,3% dan 28,%. Hal ini berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan dampaknya pada bayi yang dilahirkan. Daerah Maluku dan Papua merupakan daerah dengan indeks kemiskinan tertinggi di Indonesia, dengan Provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku menempati peringkat satu sampai tiga. Kemiskinan akan berdampak jauh kepada masalah kesehatan masyarakat. Status gizi ibu hamil dengan status KEK tertinggi berada di daerah Bali dan Nusa Tenggara dengan 28,6%. Hal ini sering dikaitkan dengan sumber daya alam dan kemiskinan di daerah NTB dan NTT, sumber protein yang sebagian besar berasal dari sayuran dan biji-bijian mempengaruhi tingkat pembentukan otot dan cadangan lemak. Tingkat pendidikan dan askes pelayanan kesehatan yang masih rendah juga menambah risiko terjadinya masalah KEK. Prevalensi KEK Pada Ibu Hamil Masalah KEK perlu medapatkan perhatian serius. Prevalensi Nasional KEK adalah 23%. Namun dalam penelitian ini berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa ibu hamil dengan status kurang energi kronik berjumlah 23,4% atau berjumlah 1320 ibu hamil. Sementara ibu hamil dengan status lingkar lengan atas Normal berjumlah 76,6% atau berjumlah 4314 ibu hamil. Hal ini disebabkan oleh kelengkapan data dan jumlah setiap propinsi berbeda dalam hal contoh. Sebaran status gizi ibu hamil dapat dilihat pada Gambar 2. Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko kematian yang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan berat badan yang normal. Sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronik (KEK) dan anemia. Kejadian KEK dan anemia pada ibu hamil umumnya disebabkan karena rendahnya asupan zat gizi ibu selama kehamilan bukan hanya berakibat pada ibu bayi yang dilahirkannya, tetapi juga faktor resiko kematian ibu (Almatsier, 2004). Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA<23.5 cm. Penapisan KEK dengan ukuran LILA yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam intake makanan sehari-hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi. Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita anemia (Arisman 2009)
26
23,4% Kurang Energi Kronik Normal
76,6%
Gambar 2 Sebaran ibu hamil berdasarkan status gizi menurut lingkar lengan atas (LILA) Status Kekurangan Energi Kronis sebelum kehamilan dalam jangka panjang dan selama kehamilan akan menyebabkan ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Kurang energi kronik juga akan mengakibatkan anemia pada bayi baru lahir, mudah terinfeksi, abortus, dan terhambatnya pertumbuhan otak janin (Supariasa 2002). Hardinsyah (2007) menyebutkan bahwa 41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan biososial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur, paritas, dan sebagainya. KEK merupakan gambaran status gizi ibu di masa lalu, kekurangan gizi kronis pada masa anak-anak baik disertai sakit yang berulang, akan menyebabkan bentuk tubuh yang kuntet (stunting) atau kurus (wasting) pada saat dewasa Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Status KEK Hubungan karakteristik ibu hamil dengan status KEK di perdesaan Karakteristik ibu hamil di perdesaan beberapa diantaranya mempunyai hubungan dan menjadi faktor resiko terjadinya kurang energi kronik. Tempat tinggal mempengaruhi terjadinya kurang energi kronis. Keluarga dengan ibu hamil yang tinggal di perdesaan cenderung lebih banyak mengalami kekurangan gizi dibanding perkotaan. Usia ibu hamil yang bertempat tinggal diperdesaan mempunyai hubungan dengan kurang energi kronik pada ibu hamil. Usia ibu hamil yang terlalu dini yang mungkin diakibatkan pendidikan orang tua yang kurang. Shaheen (2006) kualitas hidup ibu hamil dipedesaan menjadi menurun akibat kekurangan zat gizi
27
dan hal tersebut disebabkan karena pernikahan dini dan anemia. Usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Berdasarkan analisis pada Tabel 4, KEK berhubungan dengan usia ibu OR 1,252 (CI 95%, 1,033-1,517), jarak kehamilan OR 1,321 (CI 95%, 1,072-1,627) dan pendidikan OR 1,289 (CI 95%: 1,070-1,552). Tabel 4 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dengan status KEK di perdesaan Variabel
Status Gizi KEK Normal n % n %
Usia ibu <20 tahun dan 198 >35 tahun 548 20-35 tahun 746 Total Jumlah kehamilan 140 >3 kali 606 ≤3 kali 746 Total
29.4
475
70.6
Total n
%
673
100
25.0 26.0
1646 2121
75.0 74.0
2194 2867
100 100
23.3 26.7 26.0
461 1660 2121
76.7 73.3 74.0
601 2266 2867
100 100 100
p
OR
0.022
1.252 (1.0331.517)
0.087
0.832 (0.6741.027)
0.009
1.321 (1.0721.627)
0.576
1.051 (0.8831.251)
0.007
1.289 (1.0701.552)
0,556
0,934 (0,7431,173)
0.08
1,163 (0,9201,380)
Jarak kehamilan <2 tahun ≥2 tahun Total Pekerjaan
159 587 746
30.6 25.0 26.0
361 1760 2121
69.4 75.0 74.0
520 2347 2867
100 100 100
Tidak bekerja Bekerja Total Pendidikan
483 263 746
26.4 25.4 26.0
1349 772 2121
73.6 74.6 74.0
1832 1035 2867
100 100 100
547 ≤SMP 199 >SMP 746 Total Konsumsi tablet Fe 626 Kurang 120 Cukup 746 Total
27.5 22.7 26.0
1444 677 2121
72.5 77.3 74.0
1991 876 2867
100 100 100
25,8 27,1 26.0
1799 322 2121
74,2 72,9 74.0
2425 442 2867
100 100 100
27,9 24,9 26.0
769 1352 2121
72,1 75,1 74.0
1066 1801 2867
100 100 100
Antenatal care Tidak lengkap Lengkap Total
297 449 746
Ibu hamil yang bertempat tinggal di perdesaan, jika dianalisis secara bivariate, maka usia ibu hamil mempunyai hubungan yang signifikan dengan p < 0,05 dengan nilai odds ratio 1,252 yang artinya usia ibu hamil kurang dari 20
28
tahun dan lebih dari usia 35 tahun menjadi faktor resiko 1,25 kali lebih tinggi menderita KEK jika dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia dalam rentang 20 sampai dengan 35 tahun. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosi cenderung masih labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi selama hamil. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun cenderung melahirkan bayi dengan berat yang lebih rendah di bandingkan ibu yang berusia 20-35 tahun. Ibu yang hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai Risiko 1.4 dan 1.8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah dibandingkan dengan ibu hamil pada usia 20-35 tahun (Nurhadi 2006) Jarak kehamilan berhubungan dengan kurang energi kronik pada ibu hamil. Ibu hamil yang bertempat tinggal di perdesaan, jika dianalisis secara bivariate, maka jarak kehamilan mempunyai hubungan yang signifikan dengan p < 0,05 dengan nilai odds ratio 1,321 yang artinya jarak kehamilan kurang dari 2 tahun menjadi faktor resiko 1,32 kali lebih tinggi menderita KEK jika dibandingkan dengan ibu hamil yang jarak kehamilannya lebih atau sama dengan 2 tahun. Jarak kelahiran merupakan waktu sejak ibu hamil sampai terjadi kelahiran berikutnya. Jarak lahir yang terlalu dekat dapat meningkatkan potensi untuk bisa terjadinya anemia. Hal ini disebabkan karena kondisi ibu hamil setelah melahirkan belum optimal untuk masa recovery namun sudah harus memenuhi zat gizi janin yang baru, sehingga risiko anemia semakin besar dengan jarak kelahiran kurang dari 2 tahun (Nurhadi 2006). Jarak kehamilan yang terlalu dekat atau dibawah dua tahun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan besi dalam tubuh ibu hamil selain dari konsumsi dan absorbsi zat gizi yang rendah. Pengetahuan dan pendidikan sangat penting dalam menentukan asupan zat gizi bagi ibu hamil dan keluarga karena pendidikan dapat membantu penyampaian informasi tentang makanan bergizi yang mendukung kesehatan keluarga (Suhardjo 1996). Sementara itu menurut Adeladza (2009), ibu dengan pendidikan yang baik atau tinggi mempunyai status gizi yang lebih baik dibandingkan yang tidak atau kurang berpendidikan. Ibu hamil yang bertempat tinggal di perdesaan, jika dianalisis secara bivariate, maka pendidikan ibu hamil mempunyai hubungan yang signifikan dengan p < 0,05 dengan nilai odds ratio 1,289 yang artinya pendidikan ibu hamil kurang atau sama dengan SMP/Sederajat menjadi faktor resiko 1,28 kali lebih tinggi menderita KEK jika dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai pendidikan SMA/Perguruan Tinggi. Jumlah kehamilan, pekerjaan, konsumsi tablet Fe dan antenatal care tidak berhubungan dengan kurang energi kronis pada ibu hamil di pedesaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Nurhadi (2006) yang menyatakan bahwa jumlah kehamilan atau paritas dapat menjadi risiko anemia pada ibu berpotensi terjadi pada ibu yang melahirkan dengan paritas yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena selama hamil zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Martianto dan Ariani (2004) menyatakan tingkat pendapatan dan status pekerjaan seseorang akan berpengaruh
29
terhadap jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Menurut Notoatmodjo (2007) ada beberapa faktor yang secara langsung mempengaruhi ibu hamil melakukan kunjungan antenatal care antara lain ; pendidikan ibu, pekerjaan, umur, paritas serta jarak kehamilan. Pendidikan yang rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil. Menurut Gao (2013), bahwa ada hubungan antara KEK dengan riwayat kehamilan. Ibu hamil di pedesaan dengan status pendidikan, antenatal care, jarak kelahiran dan usia ibu menjadi faktor risiko KEK kemungkinan karena ketersediaan fasilitas kesehatan tidak memadai, ketersediaan sekolah dan kemungkinan pernikahan pada usia yang sangat muda. Ibu hamil yang tinggal diperdesaan dengan kondisi yang ekonomi yang miskin dan fasilitas pelayanan kesehatan serta higiene sanitasi lingkungan yang rendah akan memberikan dampak yang buruk terhadap status gizi dan kesehatan. Kondisi tempat tinggal setidaknya akan mempengaruhi kualitas kesehatan ibu hamil, dimana tempat tinggal dengan pelayanan kesehatan dan keterjangkauan askes kesehatan akan mampu meningkatkan derajat kesehatan seseorang (Anderson 2003) Menurut penelitian Saad et.al (2012) yang dilakukan di selatan Israel, menyatakan bahwa status gizi ibu dan kadar Hb pada ibu hamil banyak disebabkan oleh konsumsi protein yang berasal dari daging, sehingga meningkatkan resiko obesitas dan sebaliknya didaerah pinggiran dengan protein yang bersumber dari sayur-sayuran dan biji-bijian menyebabkan status gizi dan kadar Hb menjadi rendah. Kadar hemoglobin yang rendah sering dikaitkan dengan status anemia. Seseorang yang menderita anemia, dengan berkurangnya kadar hemoglobin dalam darah, maka berkurang pula kadar oksigen, sehingga proses oksidasi dan metabolisme zat gizi akan menurun. Daerah pedesaan di India, ditemukan bahwa perbedaan dalam pengkategorian makanan yang tabu menjadi penyebab kurangnya pilihan makanan bagi ibu hamil, hal ini dikarenakan kepercayaan dan prilaku menjadi saling berkaitan didalam lingkungan yang sosiokultural (Mukhopadhay dan Sarkar 2009). Penelitian Anderson et al (2003) di pedesaan Thamil Nadu, India Selatan menemukan bahwa adanya hubungan antara status gizi pada ibu hamil dengan beberapa faktor sosial ekonomi seperti paritas, pendidikan, pendapatan keluarga dan antenatal care. Hubungan karakteristik ibu hamil dengan status KEK di perkotaan Berdasarkan analisis pada Tabel 5, KEK berhubungan dengan usia ibu OR 0,750 (0,589-0,956), jumlah kehamilan OR 0,525 (CI 95%, 0,395-0,698) dan antenatal care OR 0,793 (CI 95%, 0,645-0,975) menjadi faktor risiko pada ibu hamil untuk mengalami masalah KEK. Hal ini sejalan dengan hasil review Alemu (2013) bahwa ibu hamil akan mengalami berbagai masalah ketika kekurangan micronutrient termasuk zat besi. Begitu juga dengan kurangnya perhatian dari pemerintah dan kesadaran ibu hamil untuk memeriksakan kesehatannya selama kehamilan akan menyebabkan kurangnya asupan kepada ibu hamil dan janin. Ibu hamil yang bertempat tinggal di perkotaan, jika dianalisis secara bivariate, maka usia ibu hamil mempunyai hubungan yang signifikan dengan p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,750 yang artinya usia ibu hamil kurang dari 20
30
tahun dan lebih dari usia 35 tahun menjadi faktor protektif 0,75 kali lebih rendah menderita KEK jika dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia dalam rentang 20 sampai dengan 35 tahun. Usia ibu hamil yang terlalu dini yang mungkin diakibatkan pendidikan orang tua yang kurang dan akibat pergaulan bebas di perkotaan. Usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosi cenderung masih labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi selama hamil. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun cenderung melahirkan bayi dengan berat yang lebih rendah di bandingkan ibu yang berusia 20-35 tahun. Ibu yang hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai Risiko 1.4 dan 1.8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah dibandingkan dengan ibu hamil pada usia 20-35 tahun (Nurhadi 2006) Jumlah kehamilan mempunyai hubungan dengan kurang energi kronik pada ibu hamil di perkotaan. Ibu hamil yang bertempat tinggal di perkotaan, jika dianalisis secara bivariate, maka jumlah kehamilan mempunyai hubungan yang signifikan dengan p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,525 yang artinya jumlah kehamilan lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif 0,52 kali lebih rendah menderita KEK jika dibandingkan dengan jumlah kehamilan kurang atau sama dengan 3 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nurhadi (2006) yang menyatakan bahwa jumlah kehamilan atau paritas dapat menjadi risiko anemia pada ibu berpotensi terjadi pada ibu yang melahirkan dengan paritas yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena selama hamil zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya. Penelitian Gao (2013) di Tiongkok, menunjukkan bahwa ibu hamil yang tinggal diperkotaan mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami kekurangan gizi. Faktor yang mungkin mempengaruhi konsumsi di tingkat rumah tangga mencakup pengetahuan gizi, daya beli pangan yang ditentukan oleh faktor sosial demografi (Hardinsyah 2007). Daerah perkotaan mempunyai kelebihan yang tidak ada pada daerah pedesaan, diantaranya adalah fasilitas kesehatan yang memadai, pusat pelayanan dan askes yang membuat status gizi dan kesehatan menjadi lebih terkontrol. Pelayanan antenatal care di daerah perkotaan mempunyai hubungan dengan kurang energi kronik pada ibu hamil. Antenatal care yang bertempat tinggal di perkotaan, jika dianalisis secara bivariate, maka antenatal care mempunyai hubungan yang signifikan dengan p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,793 yang artinya antenatal care tidak lengkap menjadi faktor protektif 0,79 kali lebih rendah menderita KEK jika dibandingkan dengan ibu hamil dengan antenatal care lengkap. Menurut Notoatmodjo (2007) Pendidikan yang rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil, ada beberapa faktor yang secara langsung mempengaruhi ibu hamil melakukan kunjungan antenatal care antara lain ; pendidikan ibu, pekerjaan, umur, paritas serta jarak kehamilan. Daerah perkotaan mempunyai pertumbuhan yang pesat sehingga memberikan beberapa efek samping diantaranya persaingan di
31
pasar tenaga kerja, kondisi ini menyebabkan pilihan jenis pekerjaan akan menjadi sangat terbatas (Maxwell 2000). Jarak kehamilan, status pekerjaan, pendidikan dan konsumsi tablet Fe tidak berhubungan signifikan dengan KEK di daerah tempat tinggal perkotaan dengan nilai p > 0,05. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hardinsyah (2007) yang menyebutkan bahwa 41% (2.0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan biososial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur, paritas, dan sebagainya. Tabel 5 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dengan status KEK di perkotaan Variabel
Status Gizi KEK Normal n % n %
Usia Ibu <20 tahun dan 96 >35 tahun 478 20-35 tahun 574 Total Jumlah kehamilan 62 >3 kali 512 ≤3 kali 574 Total Jarak kehamilan 112 <2 tahun 462 ≥2 tahun 574 Total Status pekerjaan 399 Tidak bekerja 175 Bekerja 574 Total Pendidikan 258 ≤SMP 316 >SMP 574 Total Konsumsi tablet Fe 482 Kurang 92 Cukup 574 Total Antenatal care Tidak lengkap Lengkap Total
152 422 574
7,2
463
82.8
Total
P
n
%
559
100
21,6 20,7
1730 2193
78.4 79.3
2208 2767
100 100
13,1 22,3 20,7
411 1782 2193
86.9 77.7 79.3
473 2294 2767
100 100 100
21.4 20.5 20.7
411 1782 2193
78.6 81.3 79.3
523 2244 2767
100 100 100
21.5 19.2 20.7
1456 737 2193
78.5 80.8 79.3
1855 912 2767
100 100 100
22.1 19.8 20.7
910 1283 2193
77.9 80.2 79.3
1168 1599 2767
100 100 100
21,1 19,2 20.7
1807 386 2193
78,9 80,8 79.3
2289 478 2767
100 100 100
18,2 21,9 20.7
685 1508 2193
81,2 78,1 79.3
837 1930 2767
100 100 100
OR
0.02
0,750 (0.589-0.956)
0.00
0.525 (0,395-0.698)
0.67
1.051 (0.833-1.326)
0.15
1.154 (0,946-1.408)
0.13
1.151 (0.957-1.385)
0,37
1.119 (0,873-1,435)
0,02
0,793 (0,645-0,975)
32
Hubungan karakteristik ibu hamil dengan status KEK di perdesaan dan perkotaan Karakteristik ibu hamil erat kaitannya dengan status kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil. Karakteristik ibu hamil dalam penelitian ini yang meliputi usia ibu, usia kehamilan, paritas dan jarak kehamilan. Berdasarkan uji Chi-Square pada tabel 6, usia ibu hamil berhubungan dengan status kurang energi kronik pada ibu ( p < 0,05) dengan nilai odds ratio 1,031. Hal ini berarti ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau usia lebih dari 35 tahun menjadi faktor resiko 1,03 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai usia dengan rentang 20 – 35 tahun. Ibu hamil usia muda remaja lebih beresiko untuk kekurangan gizi, dikarenakan ibu hamil yang masih remaja tersebut masih membutuhkan gizi untuk pertumbuhannya sendiri, sedangkan wanita yang berusia lebih dari 35 tahun akan mengalami retardasi pertumbuhan kandungan, kematian janin sehingga mempunyai resiko yang meningkat pada kebutuhan zat gizi. Menurut Bahar (2006) Umur muda yaitu < 20 tahun pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit. Usia lebih dari 35 tahun kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35 tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan. Pendapat ini dikuatkan dengan penelitian Nurhadi (2006) yang mengatakan bahwa ibu hamil dengan usia < 20 tahun dianggap belum siap untuk mengalami kehamilan, sedangkan ibu yang berusia > 35 tahun secara fisik sudah menurun untuk menanggung kehamilan. Antara usia kehamilan dan kurang energi kronik pada ibu hamil terdapat hubungan yang signifikan berdasarkan uji Chi-Square (p < 0,05). Hal ini berarti ibu hamil yang memiliki usia kehamilan lebih tinggi memiliki status gizi yang lebih baik atau ibu yang mempunyai usia kehamilan trimester I akan cenderung menderita status KEK dibandingkan dengan ibu dengan usia kehamilan pada trimester II dan trimester III. Hal ini disebabkan karena pada masa awal kehamilan, ibu hamil cenderung tidak mau mengkonsumsi makanan atau dikarenakan hipermiesis gravidarum sehingga asupan energi dan proteinnya tidak tercukupi. Pada masa pembentukan janin, memerlukan asupan energi dan zat gizi lainnya untuk pemebentukan organ-organ dan sistem dalam tubuh janin (Manuaba 2010). Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas atau jumlah kelahiran dengan status kurang energi kronik pada ibu hamil (p < 0,05) dengan odds ratio 0,713. Hal ini berarti ibu hamil yang mengalami kelahiran lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif sebesar 0,71 kali lebih rendah mengalami kurang energi kronik jika dibandingkan dengan ibu yang paritasnya normal. Kondisi tersebut disebabkan karena kondisi rahim ibu dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu dengan paritas tinggi. Paritas lebih dari 3 kemungkinan persalinan lama, karena semakin banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah. Interval atau Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu dekat maka rahim dan kesehatan ibu bulum pulih, keadaan ini mengakibatkan persalinan lama, kemungkinan pertumbuhan
33
janin kurang baik atau perdarahan. Hal ini juga disebabkan oleh gangguan plasenta dan sirkulasi darah ke janin dan jika hal ini berlangsung lama maka akan mempengaruhi berat badan ibu menjadi menurun (Irawati 2009). Pada tabel 6 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jarak kelahiran dengan status kurang energi kronik pada ibu hamil (p < 0,05) dengan nilai odds ratio 1,185. Hal ini berarti bahwa ibu hamil dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun menjadi faktor resiko sebesar 1,18 kali lebih tinggi untuk mengalami kurang energi kronik jika dibandingkan dengan ibu hamil yang jarak kehamilannya lebih dari 2 tahun. Daya tahan dan organ reproduksi sehingga akan mempengaruhi gizi ibu. Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun berpengaruh pada kehamilan berikutnya karena kondisi ibu yang belum kembali pada keadaan sebelumnya. Secara psikologis kondisi ibu belum siap untuk hamil kembali karena anak yang sebelumnya masih memerlukan perhatian ibu. Secara fisiologi kelahiran dengan jarak kurang dari dua tahun akan menyebabkan kelahiran yang beresiko dan anemia pada saat persalinan (Irawati 2009). Sosial ekonomi ibu hamil erat kaitannya dengan status kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil. Sosial ekonomi ibu hamil dalam penelitian ini yang meliputi pekerjaan, pendidikan, konsumsi tablet Fe dan daerah tempat tinggal. Pada tabel 6 menunjukkan hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu hamil dengan status kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil (p < 0,05). Hal ini berarti ibu yang bekerja mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita kurang energi kronik jika dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak bekerja. Hardinsyah (2007) mengemukakan hubungan pekerjaan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kualitas dan kuantitas makanan. Pekerjaan seseorang menggambarkan pendapatan yang diperoleh untuk mencukupi kebutuhannya dalam keluarga termasuk kesehatan dan gizi. Pekerjaan berpengaruh langsung pada ketersediaan bahan pangan dalam keluarga. Ibu yang bekerja dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi dirinya dan keluarga. Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang signifikan dengan status KEK, nilai p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,923, yang artinya bahwa ibu yang bekerja mejadi faktor protektif 0,923 kali lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Antara pendidikan ibu hamil dan status kurang energi kronik mempunyai hubungan yang signifikan setelah analisis menggunakan Chi-square (p < 0,05) dengan nilai odds ratio 1,301. Hal ini berarti ibu hamil yang mempunyai pendidikan lebih rendah atau sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) mempunyai resiko mengalami kurang energi kronik 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan ibu hamil yang mempunyai pendidikan diatas Sekolah Menengah Pertama atau sederajat. Hal ini disebabkan karena pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas konsumsi makanan, karena dengan pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Masalah gizi sering timbul karena ketidaktahuan dan kurangnya informasi tentang gizi yang memadai (Irawati 2009).
34
Hasil analisis menggunakan Chi-square untuk hubungan daerah tempat tinggal dengan resiko kurang energi kronik mempunyai hubungan yang signifikan ( p < 0,05 ). Tabel 6 Sebaran ibu hamil berdasarkan karakteristik kehamilan dengan status KEK di perdesaan dan perkotaan Variabel Status Gizi KEK Normal p OR n % n % CI 95% Usia ibu hamil < 20 tahun dan > 35 tahun 294 5,2 938 16,7 1,031 20 – 35 tahun 1026 18,2 3376 59,9 0,028 (0,889-1,196) Total 1320 23,4 4314 76,6 Usia kehamilan Trimester I 339 6,0 944 16,8 Trimester II 500 8,9 1684 29,9 0,004 Trimester III 481 8,5 1686 29,9 Total 1320 23,4 4314 76,6 Jumlah kelahiran > 3 kali 202 3,6 872 15,5 0,713 ≤ 3 kali 1118 19,8 3442 61,1 0,000 (0,603-0,843) Total 1320 23,4 4314 76,6 Jarak kelahiran < 2 tahun 271 4,8 772 13,7 1,185 ≥ 2 tahun 1049 18,6 3542 62,9 0,003 (1,016-1,383) Total 1320 23,4 4314 76,6 Status pekerjaan ibu Bekerja 438 7,8 1509 26,8 0,923 Tidak Bekerja 882 15,7 2805 49,7 0,013 (0,810-1,052) Total 1320 23,5 4314 76,5 Tingkat pendidikan ≤ SMP 805 14,3 2354 41,8 1,301 > SMP 515 9,1 1960 34,8 0,000 (1,148-1,476) Total 1320 23,4 4314 76,6 Konsumsi tablet Fe Kurang 1235 21,9 3983 70,7 1,207 Cukup 85 1,5 331 5,9 0,016 (0,943-1,545) Total 1319 23,4 4314 76,6 Antenatal care Lengkap 449 7,9 1454 25,8 1,014 Tidak Lengkap 871 15,5 2860 50,8 0,026 (0,890-1,155) Total 1320 23,4 4314 76,6
35
Hal ini dapat diartikan bahwa ibu hamil yang tinggal didaerah perkotaan mempunyai resiko kurang energi kronik yang lebih rendah dan sebaliknya, ibu hamil yang tinggal di daerah pedesaan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita kurang energi kronik. Seseorang yang tinggal didaerah pedesaan mempunyai peluang terhambat dalam pencapaian pertumbuhan 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan (Mulyati 2006). Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi tablet Fe dengan resiko kurang energi kronik ( p < 0,05) dengan nilai odds ratio 1,207. Hal ini berarti ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe kurang dari 90 tablet mempunyai resiko kurang energi kronik 1,2 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe minimal 90 tablet. Hal ini disebabkan karena tablet Fe berhubungan langsung dengan kadar hemoglobin dalam darah. Jika ibu hamil tidak mengalami anemia maka kecukupan gizi dalam tubuhnya akan tercukupi (School 2005). Antenatal care untuk ibu hamil merupakan kebijakan Nasional yang mencakup semua perempuan hamil dengan sedikitnya 3 kali pemeriksaan antenatal. Standar waktu tersebut dimaksudkan untuk menjamin mutu pelayanan. Pada tabel 6 menunjukkan bahwa hubungan antara antenatal care dengan status kurang energi kronis (KEK) menggunakan analisis Chi-square menunjukkan hasil yang signifikan ( p < 0,05 ) dengan nilai odds ratio 1,014. Hal ini berarti bahwa ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya tidak lengkap mempunyai resiko kurang energi kronik 1,01 kali lebih tinggi dibandingkan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya secara lengkap. Menurut Notoatmodjo (2007) hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang secara langsung mempengaruhi ibu hamil melakukan kunjungan antenatal care antara lain: pendidikan ibu, pekerjaan, umur, paritas serta jarak kehamilan. Pendidikan yang rendah merupakan salah satu masalah yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil. Determinan Kurang Energi Kronik Pada Ibu Hamil Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan Hasil regresi linier berganda pada Tabel 7 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap status kurang energi kronik adalah paritas, tingkat pendidikan, usia ibu dan jarak kehamilan. Adapun, model persamaan yang diperoleh adalah : F Log 1 – F
= 0,722 + 0,267 pendidikan + 0,281 usia ibu + 0,393 jarak kehamilan – 0,357 paritas
Jika dilihat dari faktor yang mempengaruhi status gizi berdasarkan UNICEF (1990), variable yang tidak diteliti dalam penelitian ini diantaranya adalah konsumsi zat gizi dan penyakit infeksi, yang kemungkinan lebih mempengaruhi terjadinya kurang energi kronik pada ibu hamil. Ibu hamil yang bertempat tinggal di perdesaan, jika dianalisis secara multivariate maka determinan KEK adalah tingkat pendidikan dengan odds ratio sebesar 1,306, sehingga ibu hamil yang tingkat pendidikannya SMP/Sederajat mempunyai resiko
36
untuk menderita KEK 1,3 kali lebih tinggi dari ibu hamil yang tingkat pendidikannya lebih dari SMP/Sederajat. Tabel 7 Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan Variabel
B
Sig.
OR
Tingkat pendidikan
.267
0,006
Usia ibu Jarak kehamilan Jumlah kehamilan
.281 .393 -.357
0,006 0,000 0,002
95% CI for OR Lower
Upper
1,306
1,081
1,578
1,324 1,481 0,700
1,085 1,192 0,560
1,616 1,840 0,875
Variabel usia ibu mempunyai nilai odds rasio sebesar 1,324, sehingga ibu hamil yang mempunyai usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun mempunyai resiko untuk menderita KEK 1,3 kali lebih tinggi dari ibu hamil yang rentang usianya 20 – 35 tahun. Variabel jarak kehamilan mempunyai nilai odds ratio sebesar 1,481, sehingga ibu hamil yang jarak kelahirannya kurang dari 2 tahun mempunyai resiko 1,5 kali lebih besar mengalami KEK dibandingkan dengan ibu hamil yang jarak kehamilan lebih dari 2 tahun. Menurut penelitian Priyanka (2014) di India menyatakan prevalensi KEK di daerah pinggiran maupun di pedesaan banyak disebabkan oleh keadaan sosio-demografi, sehingga menyebabkan banyak keterbatasan dalam hal akses dan informasi kesehatan. Paritas yang tinggi di daerah pedesaan menyebabkan angka kematian bayi juga tinggi. Hal tersebut disebabkan karena kondisi rahim ibu dan komplikasikomplikasi yang terjadi selama kehamilan. Plasenta dan sirkulasi darah ke janin juga akan terganggu dengan adanya paritas yang tinggi dan menyebabkan berat badan ibu menjadi menurun. Jumlah kehamilan jika dianalisis secara multivariate, maka menjadi faktor yang mempengaruhi status KEK pada ibu hamil di perdesaan. Jumlah kehamilan mempunyai nilai p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,700. Hal ini berarti bahwa ibu hamil yang jumlah kehamilannya lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif terhadap kejadian KEK sebesar 0,7 kali lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai jumlah kehamilan kurang atau sama dengan 3 kali. Determinan KEK pada ibu hamil di perkotaan Hasil regresi linier berganda menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap status kurang energi kronik adalah paritas, tingkat pendidikan dan antenatal care. Adapun, model persamaan yang diperoleh adalah : F Log 1–F
= 1,943 - 0,663 Jumlah kehamilan + 0,220 pendidikan – 0,220 Antenatal care
Menurut teori Bloom dalam Etrawati (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang dapat meliputi keturunan, lingkungan
37
fisik, kimia, biologis, pelayanan kesehatan dan prilaku sosial budaya. Dalam penelitian ini, variabel jumlah kehamilan dan jarak kehamilan mewakili keturunan, variabel pendidikan mewakili lingkungan. Tabel 8 Determinan KEK pada ibu hamil di perkotaan 95% CI for OR Variabel B Sig. OR Lower Upper Jumlah kehamilan -.663 0,00 0,515 0,387 0,687 Tingkat pendidikan .220 0,02 1,246 1,032 1,504 Antenatal care -.226 0,03 0,798 0,647 0,983 Determinan KEK di perkotaan adalah tingkat pendidikan dengan nilai odds ratio sebesar 1,246 yang artinya ibu hamil di perkotaan mempunyai resiko mengalami KEK 1,25 kali lebih tinggi pada ibu hamil dengan tingkat pendidikan SMP/Sederajat dibandingkan dengan ibu hamil dengan tingkat pendidikan SMA/PT. Menurut UNICEF dalam Hapsari (2009), faktor yang determinan terhadap status gizi seseorang dapat berupa faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. Faktor penyebab tidak langsung dan faktor ini juga penyebab dari faktor asupan makanan dan infeksi yaitu ketersediaan pangan, pola pengasuhan, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu penyebab pola asuh dan informasi pada seseorang. Namun jika dilihat lebih dalam, akar dari permasalahan status gizi adalah kemiskinan. Sehingga status gizi seseorang merupakan dampak dari kemiskinan dan bukan masalah. Pendidikan ibu turut mempengaruhi terjadinya status kurang energi kronik, dimana menurut Madanijah (2003) tingkat pendidikan ibu berpengaruh kepada tingkat pemahaman terhadap perawatan kesehatan dan kesadarannya terhadap kesehatan keluarganya. Jumlah kehamilan jika dianalisis secara multivariate, maka menjadi faktor yang mempengaruhi status KEK pada ibu hamil di perkotaan. Jumlah kehamilan mempunyai nilai p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,515. Hal ini berarti bahwa ibu hamil yang jumlah kehamilannya lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif terhadap kejadian KEK sebesar 0,51 kali lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai jumlah kehamilan kurang atau sama dengan 3 kali. Antenatal care jika dianalisis secara multivariate, maka menjadi faktor yang mempengaruhi status KEK pada ibu hamil di perkotaan. Antenatal care mempunyai nilai p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,798. Hal ini berarti bahwa ibu hamil yang antenatal care tidak lengkap menjadi faktor protektif terhadap kejadian KEK sebesar 0,79 kali lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai antenatal care lengkap. Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan dan perkotaan Hasil regresi logistik pada Tabel 9 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap status kurang energi kronik adalah paritas, jarak kehamilan dan pendidikan.
38
Adapun, model persamaan yang diperoleh adalah : F Log 1–F
= 1,196 – 0,438 jumlah kehamilan + 0,266 jarak kehamilan + 0,318 Pendidikan
Tabel 9 Determinan KEK pada ibu hamil di perdesaan dan perkotaan 95% CI for OR Variabel B Sig. OR Lower Upper Jumlah kehamilan -.438 ,000 0,645 0,543 0,766 Jarak kehamilan .266 ,001 1.304 1,113 1,528 .318 ,000 1.375 1,210 1,562 Pendidikan Berdasarkan analisis, faktor-faktor yang mempengaruhi KEK di perdesaan dan perkotaan adalah paritas dengan OR 0,645 (CI 95%, 0,543-0,766), jarak kehamilan OR 1,304 (CI 95%, 1,113-1,528), artinya jarak kehamilan kurang dari dua tahun akan meningkatkan resiko KEK 1,3 kali lebih besar jika dibandingkan dengan jaraj kehamilan normal. Pendidikan OR 1,375 (CI 95%, 1,210-1,562) yang artinya pendidikan lebih dari SMP/Sederajat mampu menekan resiko KEK sebesar 1,37 kali daripada ibu hamil yang pendidikannya sampai SMP/Sederajat. Jumlah kehamilan jika dianalisis secara multivariate, maka menjadi faktor yang mempengaruhi status KEK pada ibu hamil di perkotaan dan perdesaan. Jumlah kehamilan mempunyai nilai p < 0,05 dengan nilai odds ratio 0,645. Hal ini berarti bahwa ibu hamil yang jumlah kehamilannya lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif terhadap kejadian KEK sebesar 0,64 kali lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai jumlah kehamilan kurang atau sama dengan 3 kali. Penelitian Bharti et.al (2007) kasus KEK di negara berkembang lebih disebabkan oleh pendidikan dan pekerjaan yang belum merata antara perdesaan dan perkotaan. Hal yang berbeda di penelitian Rajesh (2008) bahwa pendapatan juga berperan dalam menentukan status gizi seseorang. Begitu juga dengan pendapat Nair (2009) bahwa pendapatan ibu rumah tangga memberikan suplay gizi untuk keluarga. Menurut penelitian Lee, et al (2012) yang diambil dari berbagai penelitian dan laporan yang berkaitan dengan gizi dan konsumsi makanan pada ibu hamil di Negara berkembang menyatakan bahwa ketidakseimbangan asupan zat gizi makro, ketidakcukupan zat gizi mikro dan dominannya makanan yang bersumber dari sayuran dan biji-bijian menjadi masalah pada ibu hamil di Negara berkembang, sehingga peningkatan akses kepada pangan lokal yang kaya akan zat gizi, suplementasi zat gizi mikro dan fortifikasi dibutuhkan untuk menunjang gizi ibu hamil di negara berkembang. Menurut UNICEF (1990), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil. Faktor penyebab langsung adalah makanan dan penyakit infeksi. Penyebab langsung ini dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, pola pengasuhan dan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Pola asuh, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan diantaranya dipengaruhi oleh
39
pendidikan, pelayanan kesehatan dan informasi. Kemiskinan merupakan akar masalah dari hal-hal tersebut. Paritas lebih dari 3 kemungkinan persalinan lama, karena semakin banyak anak keadaan rahim ibu semakin lemah. Interval atau Jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang < 2 tahun, bila jarak terlalu dekat maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih, keadaan ini mengakibatkan persalinan lama, kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik atau perdarahan. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan KEK di berbagai Wilayah di Indonesia Usia ibu hamil Tabel 10 menunjukkan bahwa prevalensi contoh kurang energi kronik tidak berhubungan signifikan pada 6 pulau jika dilihat dari usia ibu dimana pada ibu yang usia rentang 20-35 tahun dan < 20 tahun, > 35 tahun dengan nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa pada keseluruhan pulau, tidak ditemukan hubungan usia ibu untuk membuat seorang ibu hamil menderita KEK. Usia reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosi cenderung masih labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami guncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi selama hamil. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun terkait dengan kemunduran dan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun cenderung melahirkan bayi dengan berat yang lebih rendah di bandingkan ibu yang berusia 20-35 tahun. Ibu yang hamil dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai Risiko 1.4 dan 1.8 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah dibandingkan dengan ibu hamil pada usia 20-35 tahun (Nurhadi 2006) Menurut Bahar (2006) Umur muda yaitu < 20 tahun pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik sehingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit. Usia lebih dari 35 tahun kesehatan dan rahim ibu sudah tidak baik seperti pada umur 20-35 tahun sebelumnya sehingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan resiko cacat bawaan Secara keseluruhan jika di total maka usia ibu juga tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan risiko status KEK ibu hamil dengan p > 0,05. Menurut Gigante (2005), usia ibu memberikan dampak pada status gizi pada ibu hamil, dimana dengan kondisi ibu hamil yang masih muda dapat menyebabkan persaingan kebutuhan zat gizi untuk ibu hamil yang masih dalam masa pertumbuhan dan janin yang dikandung. Hal yang berbeda juga terdapat dalam penelitian Balaraja (2013) di India, usia ibu antara 25-29 tahun juga berhubungan dengan status gizi ibu hamil.
40
Tabel 10 Sebaran karakteristik usia ibu dengan status KEK di berbagai wilayah Status Gizi Usia Ibu
KEK
Total
Normal
n
%
n
%
n
561
18.3
250
81.7
306
100
262 318
20.2 19.8
1038 1288
79.8 80.2
1300 1606
100 100
106
14.3
330
75.7
436
100
332 438
24.3 24.3
1036 1366
75.7 75.7
1368 1804
100 100
<20 tahun dan >35 tahun
32
35.6
58
64.4
90
100
20-35 tahun
98
26.8
267
73.2
365
100
130
28.6
325
71.4
455
34
27.6
89
72.4
123
100
109 143
23.7 24.5
351 440
76.3 75.5
460 583
100 100
46
25.0
138
75.0
184
100
135 181
22.8 23.3
457 595
77.2 76.7
592 776
100 100
20 90
21.5 28.4
73 227
78.5 71.6
93 317
100 100
110
26.8
300
73.2
410
p
OR
0.464
0.887 (0.644-1.222)
0.985
1.002 (-.780-1.289)
0.102
1.503 (0.921-2.453)
0.366
1.230 (0.785-1.929)
0.538
1.128 (0.768-1.658)
0.188
0.691 (0.398-1.200)
0.684
1.031 (0.889-1.196)
%
Sumatera <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun Total Jawa <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun Total Bali dan Nusa Tenggara
Total
100
Kalimantan <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun Total Sulawesi <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun Total Maluku dan Papua <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun Total
100
Keseluruhan <20 tahun dan >35 tahun 20-35 tahun
294
23.9
938
76.1
1232
100
1028
23.3
3376
76.7
4402
100
Total
1320
23.4
4314
76.6
5634
100
Jumlah kehamilan Tabel 11 menunjukkan hubungan signifikan di Pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa tenggara, Sulawesi, jika dilihat dari jumlah kehamilan dengan KEK, jumlah kehamilan > 3 untuk Pulau Sumatera sebesar 15,7%, Jawa sebesar 14,6%, Bali & Nusa Tenggara sebesar 37,0%, Sulawesi sebesar 12,7% dan jumlah kehamilan ≤ 3 untuk masing-masing pulau sebesar 20,9%, 25,6%, 25,9% dan 26,4% dengan nilai p < 0,05. Pulau Sumatera, status KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan jumlah kehamilan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 0,704 yang artinya bahwa di Pulau Sumatera jumlah kehamilan lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif sebesar 0,7 kali lebih rendah
41
untuk mengalami KEK dibandingkan dengan jumlah kehamilan kurang atau sama dengan tiga. Pulau Jawa, KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan jumlah kehamilan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 0,497 yang artinya bahwa di Pulau Jawa jumlah kehamilan lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif sebesar 0,49 kali lebih rendah untuk mengalami KEK dibandingkan dengan jumlah kehamilan kurang atau sama dengan tiga. Pulau Bali dan Nusa Tenggara, KEK mempunyai hubungan signifikan dengan jumlah kehamilan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 1,680 yang artinya bahwa di Pulau Bali dan Nusa Tenggara jumlah kehamilan lebih dari 3 kali menjadi faktor resiko sebesar 1,68 kali lebih tinggi untuk mengalami KEK dibandingkan dengan jumlah kehamilan kurang atau sama dengan tiga. Pulau Sulawesi, KEK mempunyai hubungan signifikan dengan jumlah kehamilan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 0,407 yang artinya bahwa di Pulau Sulawesi jumlah kehamilan lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif sebesar 0,4 kali lebih rendah. Tabel 11 Sebaran karakteristik jumlah kehamilan dengan status KEK di berbagai wilayah Jumlah Kehamilan
Status Gizi KEK Normal n % n %
Sumatera 52 15.7 >3 kali 266 20.9 ≤3 kali 318 19.8 Total Jawa 32 14.6 >3 kali 406 25.6 ≤3 kali 438 24.3 Total Bali dan Nusa Tenggara 40 37.0 >3 kali 90 25.9 ≤3 kali 130 28.6 Total Kalimantan 26 >3 kali 117 ≤3 kali 143 Total Sulawesi 22 >3 kali 159 ≤3 kali 181 Total Maluku dan Papua 30 >3 kali 80 ≤3 kali 110 Total
Total n
P
OR
0.03
0.704 (0.508-0.974)
0.00
0.497 (0.336-0.735)
0.02
1.680 (1.062-2.657)
0.35
0.796 (0.492-1.289)
0.00
0.407 (0.251-0.659)
0.59
0.875 (0.538-1.424)
%
280 1008 1288
84.3 79.1 80.2
332 1274 1606
100 100 100
187 1179 1366
85.4 74.4 75.7
219 1585 1804
100 100 100
68 257 325
63.0 74.1 71.4
108 347 455
100 100 100
21.3 25.4 24.5
96 344 440
78.7 74.6 75.5
122 461 583
100 100 100
12.7 26.4 23.3
151 444 595
87.3 73.6 76.7
173 603 776
100 100 100
25.9 27.6 26.8
90 210 300
75.0 72.4 73.2
120 290 410
100 100 100
42
Hal yang sebaliknya terjadi di pulau Kalimantan dan Maluku dan Papua, dimana jumlah kehamilan ini tidak berhubungan secara signifikan dengan p > 0,05. Jumlah kehamilan yang tinggi akan berdampak pada jumlah anggota keluarga dalam sebuah keluarga. Jumlah anggota keluarga yang ada menentukan tingkat asupan dan pemberian makan pada anggota keluarga. Pada ibu hamil status paritas yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan pemulihan ulang yang berjalan lambat (Moore 2004). Penelitian Sarmiento et al (2012) di Kolombia menemukan adanya hubungan antara paritas, tempat tinggal dengan status gizi pada ibu hamil. Jumlah kehamilan erat kaitannya dengan proses recovery kondisi tubuh ibu hamil. Jumlah kehamilan yang tinggi akan berakibat kurang efektifnya organ tubuh dalam mempersiapkan diri secara optimal dalam proses kehamilan. Hal ini akan mengakibatkan janin tidak menerima asupan gizi dengan baik. Tubuh memerlukan waktu untuk pembentukan otot dan deposit lemak, sehingga jumlah kehamilan yang tinggi akan menyebabkan penurunan metabolisme tubuh. Ibu hamil dengan asupan protein hewani yang tinggi mampu menjaga berat badan dalam keadaan ideal dan bahkan beresiko menderita obesitas. Proses persalinan yang dilakukan lebih dari tiga kali, tidak menimbulkan efek pada cadangan lemak dan protein tubuh (Saad 2012). Paritas yang tinggi pada ibu hamil juga berkaitan dengan asupan protein hewani yang tinggi. Sosio-demografi pada daerah dengan wilayah hutan yang besar seperti Kalimantam dan Papua mampu menyediakan askes protein hewani yang berlimpah baik dari hasil berburu, nelayan dan berternak. Ibu hamil dengan akses protein hewani yang kurang cenderung akan mengalami resiko KEK jika mempunyai jumlah kehamilan yang tinggi seperti di daerah Bali dan Nusa Tenggara, Jawa dan Sumatera. Jarak kehamilan Tabel 12 menunjukkan hubungan signifikan di pulau Bali dan Nusa tenggara dan Sulawesi, jika dilihat dari hubungan jarak kehamilan dengan KEK, jarak kehamilan < 2 tahun untuk pulau Bali & Nusa Tenggara sebesar 41,0%, Sulawesi sebesar 30,8% dan jarak kehamilan ≥ 2 tahun untuk masing-masing pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 24,9% dan Pulau Sulawesi sebesar 21,5% dengan nilai p < 0,05. Hal yang sebaliknya terjadi di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Maluku dan Papua, dimana jarak kehamilan ini tidak berhubungan secara signifikan dengan p > 0,05. Pulau Bali dan Nusa Tenggara, KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan jarak kehamilan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 2,097 yang artinya bahwa di Pulau Bali dan Nusa Tenggara jarak kehamilan kurang dari 2 tahun menjadi faktor resiko sebesar 2,09 kali lebih tinggi untuk mengalami KEK dibandingkan dengan jarak kehamilan lebih atau sama dengan 2 tahun. Pulau Sulawesi, KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan jarak kehamilan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 1,627 yang artinya bahwa di Pulau Sulawesi jarak kehamilan kurang dari 2 tahun menjadi faktor resiko sebesar 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami KEK dibandingkan dengan jarak kehamilan lebih atau sama dengan 2 tahun.
43
Jarak kehamilan pada ibu hamil erat kaitannya dengan anemia karena status gizi ibu yang belum pulih, selain itu seorang ibu bisa mengalami infeksi, ketuban pecah secara dini dan pendarahan. Faktor budaya, kepercayaan dan demografi suatu daerah turut membantu mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil. Daerah Bali dan Nusa Tenggara dan pulau Sulawesi masih banyak yang menganggap kehamilan dan mempunyai anak yang banyak adalah suatu hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Ibu hamil merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke petugas puskesmas. Daerah Bali dan Nusa tenggara masih ada anggapan tentang jenis kelamin anak, khususnya harapan akan anak laki-laki sebagai penerus silsilah keluarga. Anggapan ini menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu hamil mempunyai risiko tinggi pada saat kehamilan dan melahirkan. Tabel 12 Sebaran karakteristik jarak kehamilan dengan status KEK di berbagai wilayah Jarak Kehamilan
Status Gizi KEK Normal n % n %
Sumatera 69 20.8 <2 tahun 249 19.5 ≥2 tahun 318 19.8 Total Jawa 54 21.7 <2 tahun 384 24.7 ≥2 tahun 438 24.3 Total Bali dan Nusa Tenggara 43 41.0 <2 tahun 87 24.9 ≥2 tahun 130 28.6 Total Kalimantan <2 tahun ≥2 tahun Total Sulawesi <2 tahun ≥2 tahun Total Maluku dan Papua <2 tahun ≥2 tahun Total
Total n
P
OR
%
263 1025 1288
79.2 80.5 80.2
332 1274 1606
100 0.614 100 100
1.080 (0.801-1.457)
195 1171 1366
78,3 75.8 75.7
249 1555 1804
100 0.304 100 100
0.844 (0.612-1.166)
62 263 325
59.0 75.1 71.4
105 350 455
100 0.001 100 100
2.097 (1.326-3.316)
24 119 143
27.9 23.9 24.5
62 378 440
72.1 76.1 75.5
86 497 583
100 0.430 100 100
1.230 (0.735-2.056)
48 133 181
30.8 21.5 23.3
108 487 595
69.2 78.5 76.7
156 620 776
100 0.014 100 100
1.627 (1.101-2.404)
33 77 110
28.7 26.1 26.8
82 218 300
71.3 73.9 73.2
115 295 410
100 0.594 100 100
1.139 (0.705-1.842)
44
Jarak kehamilan yang terlalu dekat akan meningkatkan resiko anemia, dimana anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan absorbsi zat gizi baik energi, protein dan zat mikro lainnya menjadi terganggu (Gibson 2008). Jarak kehamilan yang terlalu dekat biasanya diakibatkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan dan masih adanya faktor budaya patrialistik, yang mengambil garis keturunan dari laki-laki. Paradigma ini masih di pakai didaerah Bali, Lombok, Sulawesi dan pulau Timor dan Flores di Nusa Tenggara Timur. Budaya patrialistik tanpa melihat kesehatan ibu hamil dapat menyebabkan angka kematian pada ibu hamil dan kematian bayi. Status pekerjaan Tabel 13 menunjukkan hubungan signifikan di pulau Sulawesi, jika dilihat dari status pekerjaan dengan KEK, ibu hamil yang bekerja untuk pulau Sulawesi sebesar 17,9% dan tidak bekerja sebesar 25,5% dengan p < 0,05. Tabel 13 Sebaran karakteristik status kerja dengan status KEK di berbagai wilayah Status Kerja
Status Gizi KEK Normal n % n %
Sumatera 104 18.2 Bekerja 214 20.7 Tidak bekerja 318 19.8 Total Jawa 135 24.3 Bekerja 303 24.3 Tidak bekerja 438 24.3 Total Bali dan Nusa Tenggara 69 28.9 Bekerja 61 28.2 Tidak bekerja 130 28.6 Total Kalimantan Bekerja Tidak bekerja Total Sulawesi Bekerja Tidak bekerja Total Maluku dan Papua Bekerja Tidak bekerja Total
Total n
P
OR
%
469 819 1288
81.8 79.3 80.2
573 1033 1606
100 0.216 100 100
0.849 (0.654-1.101)
420 946 1366
75.7 75.7 75.7
555 1249 1804
100 0.976 100 100
1.004 (0.795-1.267)
170 155 325
71.1 71.8 71.4
239 216 455
100 0.882 100 100
1.031 (0.686-1.550)
39 104 143
20.2 26.7 24.5
154 286 440
79.8 73.3 75.5
193 390 583
100 0.088 100 100
0.696 (0.459-1.057)
40 141 181
17.9 25.5 23.3
184 411 595
82.1 74.5 76.7
224 552 776
100 0.022 100 100
0.634 (0.428-0.936)
51 59 110
31.3 23.9 26.8
112 188 300
68.7 76.1 73.2
163 247 410
100 0.098 100 100
1.451 (0.933-2.257)
45
Pulau Sulawesi, KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan jarak kehamilan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 0,634 yang artinya bahwa di Pulau Sulawesi ibu yang bekerja menjadi faktor protektif sebesar 0,63 kali lebih rendah untuk mengalami KEK dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak bekerja. Hal yang sebaliknya terjadi di pulau Sumatera, Jawa, Bali & Nusa Tenggara, Kalimantan dan Maluku & Papua, dimana status pekerjaan ini tidak berhubungan secara signifikan dengan p > 0,05. Pulau Sulawesi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi didaerah timur Indonesia memberikan dampak pada rendahnya kesempatan kerja terutama pada ibu hamil, karena peningkatan kompetisi pasar tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Ausa (2013) di Kabupaten Gowa bahwa pekerjaan ibu hamil tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap status gizi ibu hamil, dimana ibu hamil lebih banyak mengeluarkan energi pada saat bekerja dibandingkan dengan asupan yang menunjang kehamilan. Pendidikan Tabel 14 menunjukkan hubungan signifikan di pulau Bali & Nusa Tenggara, jika dilihat dari status pendidikan dengan KEK, ibu hamil yang pendidikan ≤ SMP untuk pulau Bali & Nusa Tenggara sebesar 35,0% dan status pendidikan > SMP sebesar 19,6% dengan p < 0,05. Hal yang sebaliknya terjadi di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku & Papua, dimana status pendidikan ini tidak berhubungan secara signifikan dengan p > 0,05. Pulau Bali dan Nusa Tenggara, status KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan pendidikan dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 2,208 yang artinya bahwa di Pulau Bali dan Nusa Tenggara pendidikan ibu hamil yang kurang atau sama dengan pendidikan SMP/Sederajat menjadi faktor resiko sebesar 2,2 kali lebih tinggi untuk mengalami KEK dibandingkan dengan ibu hamil yang pendidikannya lebih atau sama dengan SMA/Sederajat. Menurut penelitian Rahmaniar (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan pendidikan dengan kejadian KEK pada ibu hamil, yang disebabkan oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan kemungkinan menderita KEK semakin kecil, dalam hal ini ibu akan dapat memilih serta menyusun sendiri makanan dan gizi bagi dirinya dan janin yang dikandung (Balaraja 2013). Penelitian Anderson (2012) bahwa pendidikan mempunyai hubungan yang signifikan dengan status gizi ibu hamil. Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat dengan daerah yang luas dan penduduk yang sedikit, sehingga proporsi dan rasio perbandingan yang besar antara penduduk dengan luas wilayah. Rasio yang besar ini menimbulkan konsekuensi ketersediaan fasilitas pendidikan, pusat pelayanan kesehatan menjadi semakin terpusat didaerah yang penduduk padat. Sekolah dan akses yang jauh dari tempat tinggal berdampak pada antusiasme untuk bersekolah dan melanjutkan pendidikan. Pendidikan yang rendah akan berakibat pada pengetahuan dan penerimaan informasi yang lambat.
46
Tabel 14 Sebaran karakteristik pendidikan dengan status KEK di berbagai wilayah Tingkat Pendidikan
Status Gizi KEK Normal n % n %
Sumatera 162 21.3 ≤SMP 156 18.4 >SMP 318 19.8 Total Jawa 271 25.3 ≤SMP 167 22.8 >SMP 438 24.3 Total Bali dan Nusa Tenggara 93 35.0 ≤SMP 37 19.6 >SMP 130 28.6 Total Kalimantan 101 ≤SMP 42 >SMP 143 Total Sulawesi 114 ≤SMP 67 >SMP 181 Total Maluku dan Papua 64 ≤SMP 46 >SMP 110 Total
Total n
P
OR
%
598 690 1288
78.7 81.6 80.2
760 846 1606
100 0.149 100 100
1.198 (0.937-1.532)
802 564 1366
74.7 77.2 75.7
1073 731 1804
100 0.241 100 100
1.141 (0.915-1.423)
173 152 325
65.0 80.4 71.4
266 189 455
100 0.000 100 100
2.208 (1.424-3.425)
27.0 20.1 24.5
273 167 440
73.0 79.9 75.5
374 209 583
100 0.063 100 100
1.471 (0.978-2.212)
25.2 20.7 23.3
338 257 595
74.8 79.3 76.7
452 324 776
100 0.140 100 100
1.294 (0.918-1.822)
27.4 26.1 26.8
170 130 300
72.6 73.9 73.2
234 176 410
100 0.784 100 100
1.064 (0.684-1.656)
Status Antenatal Care Tabel 15 menunjukkan hubungan signifikan di pulau Bali & Nusa Tenggara dan Kalimantan jika dilihat dari status antenatal care dengan KEK, ibu hamil yang ANC tidak lengkap untuk pulau Bali & Nusa Tenggara sebesar 34,9% dan Pulau Kalimantan sebesar 19,7% dan ibu hamil yang ANC lengkap, masingmasing 25,4% dan 27,3% dengan nilai p < 0,05. Hal yang sebaliknya terjadi di pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Maluku & Papua, dimana status ANC ini tidak berhubungan secara signifikan dengan p > 0,05. Pulau Bali dan Nusa Tenggara, status KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan antenatal care dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 1,571 yang artinya bahwa di Pulau Bali dan Nusa Tenggara antenatal care tidak lengkap menjadi faktor resiko sebesar 1,57 kali lebih tinggi untuk mengalami KEK dibandingkan dengan antenatal care lengkap. Pulau Kalimantan, status KEK pada ibu hamil mempunyai hubungan signifikan dengan antenatal care dengan nilai p < 0,05 dan nilai odds ratio 0,654 yang artinya bahwa di Pulau Kalimantan status antenatal
47
care lengkap menjadi faktor protektif sebesar 0,65 kali lebih rendah untuk mengalami KEK dibandingkan dengan antenatal care lengkap. Tabel 15 Sebaran karakteristik ANC dengan status KEK di berbagai wilayah Antenatal Care
Status Gizi KEK Normal n % n %
Sumatera Tidak 108 22.0 lengkap 210 18.8 Lengkap 318 19.8 Total Jawa Tidak 118 21.8 lengkap 320 25.3 Lengkap 438 24.3 Total Bali dan Nusa Tenggara Tidak 53 34.9 lengkap 77 25.4 Lengkap 130 28.6 Total Kalimantan Tidak 42 lengkap 101 Lengkap 143 Total Sulawesi Tidak 78 lengkap 103 Lengkap 181 Total Maluku dan Papua Tidak 50 lengkap 60 Lengkap 110 Total
19.7
383
78.0
Total n
%
491
100
905 1288
70.3 80.2
1115 1606
100 100
423
78.2
541
100
P
OR
0.143
1.215 (0.36-1.578)
0.110
0.822 (0.647-1.045)
943 1366
74.7 75.7
1263 1804
100 100
99
65.1
152
226 325
74.6 71.4
303 455
100 0.035 100 100
171
80.3
213
100
27.3 24.5
269 440
72.7 75.5
370 583
100 100
23.7
251
76.3
329
100
23.0 23.3
344 595
77.0 76.7
447 776
28.2
127
71.8
177
25.8 26.8
173 300
74.2 73.2
233 410
1.571 (1.030-2.396)
0.041
0.654 (0.435-0.983)
0.828
1.038 (0.742-1.453)
100 100
100 0.572 100 100
1.135 (0.731-1.762)
Antenatal care berkaitan dengan sumber daya manusia dan ketersediann pusat kesehatan masyarakat di suatu daerah. Provinsi NTB dan NTT dengan kondisi kekurangan tenaga penyuluh kesehatan dan tenaga bidan akan menyulitkan petugas untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Jarak dan lokasi tempat tinggal yang jauh dari pusat kesehatan masyarakat membuat ibu hamil kesulitan terhadap akses pelayanan antenatal care. Antenatal care juga berkaitan dengan kebiasaan dan budaya masing-masing daerah, sehingga menganggap pemeriksaan kehamilan ke pusat kesehatan dan bidan merupakan hal yang tidak
48
perlu dilakukan. Budaya yang masih tabu untuk memperlihatkan tubuh dan alat genital pada orang lain membuat ibu hamil dilarang untuk memeriksakan kehamilan. Ibu hamil menerima ANC dari penyedia terlatih dan mendapatkan kunjungan ANC pertama kurang dari 4 bulan selama kehamilan. Meskipun cakupan ANC pada ibu hamil tinggi selama kehamilan, namun tidak cukup efektif walaupun pada saat ANC ibu hamil menerima suplemen namun tidak mengkonsumsi dalam jumlah yang cukup (WHO 2010) Tingkat kepatuhan untuk mengkonsumsi suplement asam folat dan tablet besi di daerah turut mempersulit ketidakcukupan asupan zat gizi mikro pada ibu hamil. Penelitian Balaraja (2013) di India menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status kunjungan ANC dengan status gizi ibu hamil, hal ini terkait dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi suplemen yang diberikan. Suplemen yang cukup pada saat kehamilan akan menunjang pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Pemeriksaan kesehatan dapat memantau perkembangan dan pertumbuhan janin selama kehamilan. Usia kehamilan Tabel 16 menunjukkan hubungan yang tidak signifikan di semua pulau jika dilihat dari usia kehamilan dengan KEK dengan nilai p > 0,05. Antara usia kehamilan dan kurang energi kronik pada ibu hamil terdapat hubungan yang tidak signifikan berdasarkan uji Chi-Square (p > 0,05). Hal ini berarti ibu hamil yang memiliki usia kehamilan lebih tinggi memiliki status gizi yang lebih baik atau ibu yang mempunyai usia kehamilan trimester I akan cenderung menderita status KEK dibandingkan dengan ibu dengan usia kehamilan pada trimester II dan trimester III. Hal ini disebabkan karena pada masa awal kehamilan, ibu hamil cenderung tidak mau mengkonsumsi makanan atau dikarenakan hipermiesis gravidarum sehingga asupan energi dan proteinnya tidak tercukupi. Pada masa pembentukan janin, memerlukan asupan energi dan zat gizi lainnya untuk pemebentukan organ-organ dan sistem dalam tubuh janin (Manuaba 2010). Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai oleh pemasukan yang cukup, maka cadangan zat besi akan menurun dan dapat mengakibatkan anemia. Menurut Suwandono dan Soemantri (1995), meningkatnya kejadian anemia dengan bertambahnya umur kehamilan disebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada kehamilan yang dimulai pada minggu ke-6, yaitu bertambahnya volume plasma dan mencapai puncaknya pada minggu ke-26 sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Meningkatnya jumlah usia kehamilan akan menyebabkan kebutuhan akan zat gizi akan bertambah, namun pada masa awal kehamilan jumlah zat gizi yang dapat terserap oleh tubuh lebih sedikit yang dikarenakan perubahan hormonal tubuh, hal ini ditandai dengan mual dan muntah yang terjadi pada masa awal kehamilan (Moore 2004).
49
Tabel 16 Sebaran karakteristik usia kehamilan dengan status KEK di berbagai wilayah Usia Kehamilan Sumatera Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Total Jawa
Status Gizi KEK Normal n % n %
Total n
P %
87 113 118 318
21.9 18.1 20.2 19.8
310 513 465 1288
78.1 81.9 79.8 80.2
397 626 583 1606
100 100 100 100
116 Trimester 1 157 Trimester 2 165 Trimester 3 438 Total Bali dan Nusa Tenggara 30 Trimester 1 60 Trimester 2 40 Trimester 3 130 Total Kalimantan 38 Trimester 1 57 Trimester 2 48 Trimester 3 143 Total
28.1 23.3 23.0 24.3
297 517 552 1366
71.9 76.7 77.0 75.7
413 674 717 1804
100 100 100 100
29.1 33.1 23.4 28.6
73 121 131 325
70.9 66.9 76.6 71.4
103 181 171 455
100 100 100 100
29.7 24.5 21.6 24.5
90 175 174 440
70.3 75.5 78.4 75.5
128 233 222 583
100 100 100 100
42 73 66 181
27.8 23.1 21.4 23.3
109 243 243 595
72.2 76.9 78.6 76.7
151 316 309 776
100 100 100 100
26 40 44 110
28.6 26.0 26.7 26.8
65 114 121 300
71.4 74.0 73.3 73.2
91 154 165 410
100 100 100 100
0.302
0.120
0.127
0.240
Sulawesi Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Total Maluku dan Papua Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Total
0.304
0.905
Determinan KEK pada Ibu Hamil di Berbagai Wilayah Indonesia Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Sumatera Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Sumatera adalah jumlah kehamilan, tingkat pendidikan.
50
Adapun model persamaan yang diperoleh adalah : F Log
= 1,605 – 0,403 Jumlah Kehamilan + 0,236 Tk. Pendidikan 1–F
Tabel 17 menunjukkan hubungan signifikan di pulau Sumatera jika dilihat dari jumlah kehamilan dengan KEK (OR = 0.668, 95% CI = 0,480 – 0,929) dan jika dilihat dari tingkat pendidikan dengan status KEK (OR = 1.266, 95% CI = 0,986 – 1,625). Determinan KEK di Pulau Sumatera dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 0,668 untuk jumlah kehamilan, yang artinya bahwa ibu hamil dengan jumlah kehamilan lebih dari 3 kali menjadi faktor protektif 0,66 kali lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang jumlah kehamilannya kurang atau sama dengan tiga kali. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, fakta geografis menyebabkan Indonesia mempunyai keragaman budaya, adat istiadat, dan suku atau etnik dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Keragaman budaya, adat istiadat, dan etnik yang berbeda memungkinkan perbedaan distribusi lemak dan massa otot yang menyebabkan perbedaan kecenderungan ukuran LILA sehingga berpengaruh terhadap ambang batas LILA yang optimal pada wanita di berbagai provinsi Indonesia. Perbedaan kecenderungan pola hidup dan pola pembentukan lemak terjadi pada warga di berbagai provinsi di Indonesia seperti Sulawesi Utara dan Gorontalo. Kedua provinsi tersebut mempunyai konsumsi lemak pada penduduk dewasa wanita lebih besar dibanding penduduk pria. Provinsi Gorontalo mempunyai pola konsumsi makanan berlemak tertinggi yaitu 25,8%, lebih tinggi dibanding angka nasional 12,8% sedangkan di Sulawesi Utara tidak lebih tinggi dari angka nasional. Tabel 17 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Sumatera 95% CI for OR Variabel
B
Sig.
OR Lower
Upper
Jumlah Kehamilan
-.403
,017
.668
,480
,929
Tk.Pendidikan
.236
,064
1.266
,986
1,625
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Jawa Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kurang energi kronik pada ibu hamil di pulau Jawa adalah jumlah kehamilan. Adapun model persamaan yang diperoleh adalah : F Log
= 1,765 – 0,699 Jumlah Kehamilan 1–F
51
Hubungan signifikan di Pulau Jawa jika dilihat dari jumlah kehamilan dengan KEK (OR = 0.497, 95% CI = 0,336 – 0,735) dengan nilai p < 0,05. Determinan KEK di Pulau Jawa dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 0,497 untuk variabel jumlah kehamilan, yang artinya bahwa ibu hamil dengan jumlah kehamilan lebih dari tiga menjadi faktor protektif 0,49 kali lebih rendah untuk menderita KEK dibandingkan dengan ibu hamil yang jumlah kehamilannya kurang atau sama dengan tiga kali. Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Bali dan Nusa Tenggara Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kurang energi kronik pada ibu hamil di pulau Bali dan Nusa Tenggara adalah jarak kehamilan, tingkat pendidikan. Adapun model persamaan yang diperoleh adalah : F Log
= 0,052 + 0,806 Tk. Pendidikan + 0,758 Jarak Kehamilan . 1–F
Tabel 18 menunjukkan hubungan signifikan di pulau Bali dan Nusa Tenggara jika dilihat dari jarak kehamilan dengan KEK (OR = 2,239, 95% CI = 1,436 – 3,491) dan jika dilihat dari tingkat pendidikan dengan status KEK (OR = 2.135, 95% CI = 1,339 – 3,404). Mayoritas pekerjaan wanita di kedua provinsi Nusa Tenggara adalah ibu rumah tangga dan buruh tani. Daerah tertinggal belum terpengaruh modernisasi dan kemudahan di berbagai aspek ditambah dengan mayoritas pekerjaan pada wanita di provinsi tersebut berpengaruh terhadap aktivitas. Wanita di provinsi tersebut mempunyai kecenderungan aktivitas yang tinggi sehingga pola pembentukan lemak menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pembentukan otot. Tabel 18 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Bali dan Nusa Tenggara Variabel
B
Sig.
OR
Tk.Pendidikan
,806
,000
Jarak Kehamilan
.758
,001
95% CI for OR Lower
Upper
2,239
1,436
3,491
2,135
1,339
3,404
Determinan KEK di Pulau Bali dan Nusa Tenggara dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 2,239 untuk variabel pendidikan, yang artinya bahwa ibu hamil dengan tingkat pendidikan SMP/Sederajat mempunyai resiko KEK 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang pendidikannya diatas SMP/Sederajat. Variabel jarak kehamilan mempunyai nilai odds ratio sebesar 2,135, yang artinya jarak kehamilan mejadi faktor resiko sebesar 2,1 kali lebih besar untuk
52
mengalami resiko KEK pada ibu hamil yang jarak kehamilannya kurang dari dua tahun dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai jarak kehamilan lebih atau sama dengan dua tahun. Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Kalimantan Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Kalimantan adalah tingkat pendidikan dan status antenatal care. Adapun model persamaan yang diperoleh adalah : . F Log = 1,286 + 0,430 Tk. Pendidikan - 0,465 Antenatal Care 1–F Tabel 19 menunjukkan hubungan signifikan di Pulau Kalimantan jika dilihat dari tingkat pendidikan dengan KEK (OR = 1,538, 95% CI = 1,019 – 2,321) dan jika dilihat dari status ANC dengan status KEK (OR = 0.628, 95% CI = 0,416 – 0,947) Tabel 19 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di Pulau Kalimantan Variabel
B
Sig.
OR
Tk.Pendidikan
,430
,040
Antenatal Care
-,465
,026
95% CI for OR Lower
Upper
1,538
1,019
2,321
,628
0,416
0,947
Determinan KEK di Pulau Kalimantan dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 1,538 untuk variabel pendidikan, yang artinya bahwa ibu hamil dengan tingkat pendidikan SMP/Sederajat mempunyai resiko KEK 1,5 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang pendidikannya diatas SMP/Sederajat. Determinan KEK di Pulau Kalimantan dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 0,628 untuk variabel antenatal care, yang artinya bahwa ibu hamil dengan antenatal care lengkap menjadi faktor protektif 0,62 kali lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil yang antenatal care tidak lengkap untuk menderita KEK. Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Sulawesi Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kurang energi kronik pada ibu hamil di pulau Sulawesi adalah Jumlah kehamilan, jarak kehamilan, status kerja, usia ibu dan konsumsi tablet Fe. Adapun model persamaan yang diperoleh adalah : F Log 1–F
= 1,593 – 1,098 Jumlah Kehamilan + 0,635 Jarak Kehamilan - 472 Status Kerja + 0, 396 Usia Ibu + 0,922 Kons.Fe
53
Tabel 20 menunjukkan hubungan signifikan di pulau Sulawesi jika dilihat dari jumlah kehamilan dengan KEK (OR = 0,333, 95% CI = 0,201 – 0,553) dan jika dilihat dari jarak kehamilan dengan status KEK (OR = 1,887, 95% CI = 1,255 – 2,838), status kerja dengan status KEK (OR = 0,624, 95% CI = 0,418 – 0,930), Usia ibu dengan status KEK (OR = 1,486, 95% CI = 0,989 – 2.234) dan konsumsi Fe dengan status KEK (OR = 2,515, 95% CI = 1,044 – 6,057). Hampir setengah penduduk khususnya wanita di Sulawesi Utara mempunyai aktivitas fisik yang rendah. Di Gorontalo, secara umum penduduk tersebut mempunyai aktivitas yang cukup atau sedang, tetapi dengan prevalensi aktivitas kurang pada penduduk wanita lebih tinggi daripada pria. Status gizi wanita di Sulawesi Utara berhubungan dengan aktivitas fisik yang rendah sedangkan di Gorontalo berkaitan dengan pola konsumsi makanan berlemak tinggi. Semakin modern kehidupan di suatu wilayah, semakin berkurang aktivitas fisik penduduk di wilayah tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh modernisasi yang cenderung memberikan kemudahan pada setiap orang sehingga aktivitas menjadi berkurang dan menyebabkan massa lemak bertambah karena energi dari makanan disimpan sebagai lemak cadangan. Tabel 20 Determinan kurang energi kronik pada ibu hamil di pulau Sulawesi Variabel
B
Sig.
OR
Jumlah Kehamilan
-1,098
0,000
Jarak Kehamilan
,635
Status Kerja
95% CI for OR Lower
Upper
0,333
0,201
0,553
0,002
1,887
1,255
2,838
-,472
0,020
0,624
0,418
0,930
Usia Ibu
,396
0,057
1,486
0,989
2,234
Konsumsi Fe
,922
0,040
2,515
1,044
6,057
Determinan KEK di Pulau Sulawesi dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 1,887 untuk variabel jarak kehamilan, yang artinya bahwa ibu hamil dengan jarak kehamilan kurang dari dua tahun mempunyai resiko KEK 1,8 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang jarak kehamilannya lebih dari dua tahun. Variabel usia ibu dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 1,486, yang artinya bahwa ibu hamil dengan usia kurang dari dua puluh atau lebih dari tiga puluh lima tahun mempunyai resiko KEK 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang rentang usia 20 – 35 tahun. Variabel konsumsi Fe dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 2,515 yang artinya bahwa ibu hamil dengan konsumsi Fe kurang mempunyai resiko KEK 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan konsumsi Fe cukup.
54
Determinan KEK pada ibu hamil di Pulau Maluku dan Papua Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kurang energi kronik pada ibu hamil di pulau Maluku dan Papua adalah status kerja. Adapun model persamaan yang diperoleh adalah : F Log
= 0,787 + 0,372 Status Kerja 1–F
Hubungan signifikan di pulau Maluku dan Papua jika dilihat dari status kerja dengan KEK (OR = 1,451, 95% CI = 0,933 – 2,257). Mayoritas pekerjaan wanita di kedua provinsi Nusa Tenggara adalah ibu rumah tangga dan buruh tani. Daerah tertinggal belum terpengaruh modernisasi dan kemudahan di berbagai aspek ditambah dengan mayoritas pekerjaan pada wanita di provinsi tersebut berpengaruh terhadap aktivitas. Wanita di provinsi tersebut mempunyai kecenderungan aktivitas yang tinggi sehingga pola pembentukan lemak menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pembentukan otot. Determinan KEK di Pulau Maluku dan Papua dengan analisis multivariate menghasilkan nilai odds ratio sebesar 1,451 untuk variabel status kerja, yang artinya bahwa ibu hamil dengan bekerja mempunyai resiko KEK 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak bekerja. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang mengacu pada ketidaksediaan data tersebut dalam Survey Riskesdas 2013, diantaranya data konsumsi ibu hamil dan penyakit infeksi. Data konsumsi dan penyakit infeksi ini adalah hal yang penting jika membahas tentang status gizi pada pada ibu hamil dan merupakan faktor langsung dalam mempengaruhi status gizi, sehingga tidak dapat menggambarkan faktor resiko kurang energi kronik secara lengkap. Selain hal-hal tersebut, Riskesdas 2013 merupakan survei dengan desain cross-sectional sehingga tidak dapat melihat hubungan sebab-akibat. Selain itu, data sekunder ini telah melalui proses editing dan cleaning sehingga bias penelitian kemungkinan dapat terjadi
55
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Prevalensi KEK secara keseluruhan untuk hasil survey Riskesdas adalah sebesar 23,4%. Faktor yang berhubungan dengan KEK pada ibu hamil adalah usia ibu, jumlah kelahiran, jarak kelahiran, status pekerjaan, tingkat pendidikan, konsumsi tablet Fe dan antenatal care. Determinan KEK secara keseluruhan adalah jumlah kehamilan, jarak kehamilan dan tingkat pendidikan. Ibu hamil dengan status gizi KEK sebesar 43,5% bertempat tinggal di wilayah perkotaan dan bertempat tinggal di perdesaan sebesar 56,5%. Karakteristik usia kehamilan, jarak kehamilan dan tingkat pendidikan berhubungan dengan kejadian KEK di daerah perdesaan. Karakteristik usia ibu, jumlah kehamilan dan antenatal care berhubungan dengan kejadian KEK di wilayah perkotaan. Determinan KEK di perdesaan adalah tingkat pendidikan, usia ibu, jarak kehamilan dan jumlah kehamilan. Determinan KEK di perkotaan adalah jumlah kehamilan, tingkat pendidikan dan antenatal care. Karakteristik ibu hamil yang berhubungan dengan KEK di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa adalah jumlah kehamilan. Pulau Bali dan Nusa Tenggara adalah jumlah kehamilan, jarak kehamilan, pendidikan dan status antenatal care. Pulau Kalimantan adalah Antenatal care. Pulau Sulawesi adalah jumlah kehamilan, jarak kehamilan, status pekerjaan. Determinan KEK untuk Pulau Sumatera adalah jumlah kehamilan dan tingkat pendidikan. Determinan KEK untuk Pulau Jawa adalah jumlah kehamilan. Determinan KEK untuk Pulau Bali dan Nusa Tennggara adalah tingkat pendidikan dan jarak kehamilan. Determinan KEK untuk Pulau Kalimantan adalah tingkat pendidikan dan antenatal care. Determinan KEK untuk Pulau Sulawesi adalah jumlah kehamilan, jarak kehamilan, status kerja, usia ibu dan konsumsi Fe. Determinan KEK untuk Pulau Maluku dan Papua adalah status pekerjaan. Saran Penyebab masalah kurang energi kronik merupakan masalah sosial yang kompleks. Kurang energi kronik merupakan dampak dari berbagai masalah yang umumnya berasal dari akibat kemiskinan, sehingga status gizi bukan hanya masalah kesehatan. Kerjasama lintas sektor sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah kurang energi kronik. Usaha yang dapat dilakukan antara lain : 1. Perbaikan dan peningkatan pendidikan ibu hamil baik formal maupun nonformal, khususnya mengenai kesehatan ibu hamil, gizi dan antenatal care. 2. Program keluarga berencana juga perlu lebih disosialisasikan kembali agar menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta mendapatkan keluarga dengan jumlah ideal. 3. Program revitalisasi posyandu dan pemberian insentif kader untuk dapat memantau perkembangan ibu hamil, menggiatkan kembali kegiatan posyandu.
56
DAFTAR PUSTAKA Adeladza TA. 2009. The Influence of Socio-Economic and Nutritional Characteristics on Child Growth in Kwale District of Kenya. AJAD Vol 9 (7) ISSN 1684-5374 Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Anderson LT, Thilstad SH, Neilson BB, Rangasamy S. 2003. Food and nutrition intakes among pregnant women in rural Thamil Nadu, South India. Pub Health Nutr. 6 : 131 - 137 Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi Dalam Daur Kehidupan Edisi 2. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Alemu T, Ayele H. 2013. Micronutrients and pregnancy : effect of suplementation on pregnancy and pregnancy outcome : a systematic review. Nutr J. doi.10.1186/1475-2891-12-20 Ausa. 2013. Hubungan Pola Makan dan Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian KEK pada Ibu Hamil di Kabupaten Gowa. Artikel penelitian Universitas Hassanudin Balaraja, Y. 2013. Maternal Iron and Folid Acid Suplement is Associated with Low Risk of Low Birth Weight in India. J Nutr 143 : 1309 – 1315. [Balitbangkes RI] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Bahar, H. 2006. Infeksi, Perbaiki Gizi Ibu Hamil. [Terhubung Berkala] http:// www. Fajar.co.id/news.php? news id=21240 Bharti S, Pal M, Bhattacharya B N, Bharti S. 2007. Prevalence and causes of chronic energy deficiency and obesity in Indian women. Hum Bio J. 79 (4) : 395-412 Charles J. 2008. Maternal And Child Health Epidemiologi. Jur New J, Nutr J 08 :625-0364 [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2005. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan untuk Petugas). Jakarta (ID): Depkes RI. Etrawati F. 2012. Intervensi Prilaku dan Lingkungan dalam Pencegahan Kejadian Penyakit Malaria di Indonesia. Ejournal Litbang Depkes. 2968/2153 Gao, H.2013. Dietary and food habits of pregant women residing in urban and rural areas of Deyang City, Shicuan Provincies. Tiongkok. J Nutr 5(8): 2933-2954. Gibson, RS. 2008. Zinc, Gravida and Iron but not Vitamin B-12 or Folate Status, Predict Hemoglobin during Pregnancy in Southern Ethiopia. J Nutr 138 : 581 – 586. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment, 2nd ed. New York: Oxford University Press, Inc. Gigante, PD. 2005. Pregnancy Increases BMI in Adolescents of a Population – Based Birth Cohort. J Nutr 135: 74 – 80.
57
Hapsari, D. 2009. Pengaruh lingkungan sehat dan prilaku hidup sehat terhadap status kesehatan. Ejour Lit. 2192/1090 Hardinsyah. 2007. Review faktor determinan keragaman konsumsi pangan. J Giz Pang 2 (2): 55-74 Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor Hollowell J, Oakly C, Kerinczuk JJ, Brocklehurst P, Grey R. 2011. The effectiveness of antenatal care programmes to reduce infant mortality and preterm birth in socially disadvantaged and vulnerable women in highincome countries: a systematic review. BMC Pregnancy and Childbirth 2011, 11:13 doi:10.1186/1471-2393-11-13 Irawati, A. 2009. Faktor Determinan KEK pada Ibu Menyusui. Penelitian Gizi dan Makanan 32 (2) : 82 – 93 Juanita. 2002. Peran asuransi kesehatan dalam benchmarking rumah sakit dalam menghadapi krisis ekonomi [ulasan]. Universitas Sumatera Utara : 1 - 10 Kordas K, Centeno F Y Z, Pachon H, Soto JZA. 2013. Being overweight or obese is associated with lower prevalence of anemia among Colombian women of reproductive age. J Nutr. 143 : 175 -181 Lee ES, Talegawkar AS, Menaldi M, Caulfield EL. 2012. Dietary intake of women during pregnancy in low and middle – income countries. Pub Health Nutr. 16 (8) : 1340 – 13530. Doi : 10.1017/S1368980012004417 Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” Bagi Ibu serta Dampaknya terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Manuaba IBG. 2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB untuk pendidikan bidan. Edisi 2. Jakarta. EGC Maryanti, D. 2011. Penatalaksanaan pada bayi resiko tinggi. Jakarta. Rinieke Cipta Maxwell DG, Levin CE, Armar KM, Ruel MT, Morris SS, Ahiadeke C. 2000. Urban Livelihoods and Food and Nutrition Security in Greater Accra, Ghana. IFPRI Jour 112: 02 Moore VM, Davies MJ, Wilson KJ, Worssley A, Robinson JS. 2004. Dietary Composition of Pregnant Women is related to Size of Baby at Birth. J Nutr 134 : 1920 – 1826. Mukhopadhay S, Sarkor A. 2009. Pregnancy-related food habits among women of rural Sikkim, India. Pub Health Nutr. 12 (12): 2317-2322. Doi: 10.1017/S1368980009005576 Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Nurhadi. 2006. Faktor resiko ibu dan layanan antenatal terhadap kejadian bayi berat lahir rendah [Thesis]. Universitas Diponegoro Semarang Nair CV. 2009. Study of chronic energy deficiency among women laboerers in Rajastan. Int J Epidem. volume 8 Issue 1.
58
Robert D, Julie T, Skarbinski J. 2005. Malaria Surveillance United States. CDC. 56(SS06);23-38 Saad KA, Shahar RD, Fraser D, Vardi H, Fringer M, Bolotin A, Freedman LS. 2012. Adequacy of usual dietary intake and nutritional status among pregnant women in the context of nutrition transition : The DEPOSIT study. Brit J Nutr. 108 : 1874 – 1883. Doi: 10.1017/S000711451100729x Sani. 2009. Perilaku Ibu Hamil Dalam Antenatal Care Diwilayah Kerja Puskesmas Carangki Kabupaten Maros. J Indo pub health ISSN 02163527 Volume 34, No.2. Sarmiento LO, Ramirez A, Kutschbach SB, Ojeda G, Forero Y. 2012. Nutrition in Colombian pregnant women. Pub Health Nutr. 15 (6): 955-963. Doi: 10.1017/S1368980011003399 Schellenberg JA, Abdulla S, Nathan R, Mukasa O. 2001. Impact on malaria morbidity of a programme supplying insecticide treated nets in children aged under 2 years in Tanzania: community cross sectional study. British Med J. 322 (7281) 270-273 School O, T. 2005. Iron Status During Pregnancy : Setting the Stage for Mother and Infant. Am J Clin Nutr 81: 1218s – 22 s Setiawan R H. 1995. Resiko terjadinya berat badan lahir rendah. Yogyakarta. Nuha medika Shaheen R, Lindholm L. 2006. Quality of life among pregnant women with chronic energy deficiency in rural Bangladesh. Policy J. Volume 78(2-3): 128-34 Singarimbun M dan Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi. LP3ES, Jakarta Slamet S. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jakarta : FKUI Steketee RW, Nahlen BL, Parise ME, Menendez C. 2001. The Burden of Malaria in Pregnancy in Malaria Endemic Areas. Am J Trop Med. 64 supp : 28-35 Suhanda NS, Amalia L. 2009. Gold Standar dan Indikator Garis Kemiskinan Rumah Tangga Petani di Subang. Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Departemen Pertanian dan Neys-van Hoogstraten Foundation Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Bumi aksara. Jakarta Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Priyanka D.2014. Prevalence of Chronic Energy Deficiency and Socioeconomic Profile of Women in Slums of Amristar City. Punjab, India. Int J Health Sci. ISSN:2321-7251. Rajesh K, Thakur R. 2008. Traditional occupations and nutritional adaptation among cetral indian caste population. J Biososial Scie.PP 40 (05): 697723. [RANPG] Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. 2007. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta (ID). Bapennas Rahmaniar. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi kronis pada ibu hamil di Tampa Padang, Kabupaten Mamuju. Artikel Penelitian Universitas Hassanudin
59
Walker PS. 1997. Nutritional issue for women in developing countries. Proceeding of nutrition society. 56: 345- 365 Wibowo A. 1992. Faktor-faktor pemantauan antenatal care (ANC). Depok. Disertasi seminar hasil penelitian. UI press [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Angka Kecukupan Gizi. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Indonesia. [WHO] World Health Organization. 2010. Laporan Final Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia. Jakarta (ID)
60
Lampiran 1 : Hasil analisis berdasarkan pulau di Indonesia Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) Prevalensi_by_Pulau Pulau
Step
Sumater 1
a
a
2
3
4
a
Step 5
a
Exp(B)
Lower
Upper
1
,733
,943
,673
1,321
Jumlah_Kehamilan(1)
-,430
,176
5,957
1
,015
,650
,460
,919
,163
,157
1,081
1
,299
1,177
,865
1,602
-,140
,135
1,066
1
,302
,870
,667
1,134
Tingkat_Pendidikan(1)
,205
,131
2,457
1
,117
1,228
,950
1,587
Status_ANC(1)
,201
,137
2,159
1
,142
1,222
,935
1,598
Frekuensi_Kons_Fe(1)
-,014
,182
,006
1
,938
,986
,691
1,407
Constant
1,518
,252
36,247
1
,000
4,561
Usia_Ibu(1)
-,059
,172
,117
1
,732
,943
,673
1,320
Jumlah_Kehamilan(1)
-,431
,176
5,962
1
,015
,650
,460
,919
,164
,157
1,086
1
,297
1,178
,866
1,602
-,139
,135
1,064
1
,302
,870
,667
1,134
Tingkat_Pendidikan(1)
,205
,131
2,454
1
,117
1,228
,950
1,587
Status_ANC(1)
,200
,136
2,158
1
,142
1,221
,935
1,594
Constant
1,516
,252
36,345
1
,000
4,555
Jumlah_Kehamilan(1)
-,445
,171
6,783
1
,009
,641
,458
,896
,170
,156
1,197
1
,274
1,186
,874
1,609
-,139
,135
1,060
1
,303
,870
,668
1,134
Tingkat_Pendidikan(1)
,202
,131
2,387
1
,122
1,224
,947
1,581
Status_ANC(1)
,196
,136
2,099
1
,147
1,217
,933
1,587
Constant
1,479
,226
42,752
1
,000
4,388
Jumlah_Kehamilan(1)
-,446
,171
6,786
1
,009
,640
,458
,896
Jarak_Kehamilan(1)
,164
,156
1,107
1
,293
1,178
,868
1,597
Tingkat_Pendidikan(1)
,223
,129
2,971
1
,085
1,249
,970
1,609
Status_ANC(1)
,199
,136
2,161
1
,142
1,220
,936
1,592
Constant
1,381
,204
45,596
1
,000
3,978
Jumlah_Kehamilan(1)
-,419
,169
6,140
1
,013
,658
,472
,916
Tingkat_Pendidikan(1)
,211
,129
2,694
1
,101
1,235
,960
1,589
Status_ANC(1)
,194
,135
2,048
1
,152
1,214
,931
1,582
1,498
,173
75,308
1
,000
4,471
Jarak_Kehamilan(1) Status_Kerja(1)
Step
Sig.
,117
Status_Kerja(1)
a
df
,172
Jarak_Kehamilan(1)
Step
Wald
-,059
Status_Kerja(1)
a
S.E.
Usia_Ibu(1)
Jarak_Kehamilan(1)
Step
B
Constant
61
Step 6
a
Jumlah_Kehamilan(1)
-,403
,169
5,732
1
,017
,668
,480
,929
Tingkat_Pendidikan(1)
,236
,127
3,425
1
,064
1,266
,986
1,625
1,605
,156
105,300
1
,000
4,977
,098
,134
,532
1
,466
1,103
,848
1,433
Jumlah_Kehamilan(1)
-,737
,207
12,692
1
,000
,479
,319
,718
Jarak_Kehamilan(1)
-,036
,169
,044
1
,833
,965
,693
1,343
Status_Kerja(1)
,019
,121
,025
1
,875
1,019
,804
1,291
Tingkat_Pendidikan(1)
,170
,117
2,115
1
,146
1,185
,943
1,489
Status_ANC(1)
-,179
,125
2,048
1
,152
,836
,654
1,068
Frekuensi_Kons_Fe(1)
-,158
,147
1,154
1
,283
,854
,640
1,139
Constant
1,829
,267
47,064
1
,000
6,229
,098
,134
,532
1
,466
1,103
,848
1,433
Jumlah_Kehamilan(1)
-,736
,207
12,675
1
,000
,479
,319
,718
Jarak_Kehamilan(1)
-,036
,169
,045
1
,832
,965
,693
1,343
,167
,116
2,091
1
,148
1,182
,942
1,484
Status_ANC(1)
-,180
,125
2,088
1
,149
,835
,654
1,066
Constant
1,844
,251
54,144
1
,000
6,319
Frekuensi_Kons_Fe(1)
-,158
,147
1,154
1
,283
,854
,640
1,139
Jumlah_Kehamilan(1)
-,743
,204
13,198
1
,000
,476
,319
,710
Tingkat_Pendidikan(1)
,170
,115
2,169
1
,141
1,185
,945
1,486
Status_ANC(1)
-,182
,125
2,125
1
,145
,834
,653
1,065
Constant
1,817
,218
69,751
1
,000
6,156
,099
,134
,549
1
,459
1,104
,850
1,435
Frekuensi_Kons_Fe(1)
-,158
,147
1,149
1
,284
,854
,640
1,140
Jumlah_Kehamilan(1)
-,715
,201
12,670
1
,000
,489
,330
,725
Tingkat_Pendidikan(1)
,183
,114
2,568
1
,109
1,200
,960
1,501
Status_ANC(1)
-,177
,124
2,017
1
,156
,838
,657
1,070
Constant
1,859
,211
77,832
1
,000
6,416
Frekuensi_Kons_Fe(1)
-,157
,147
1,138
1
,286
,855
,641
1,140
Jumlah_Kehamilan(1)
-,705
,201
12,351
1
,000
,494
,334
,732
Tingkat_Pendidikan(1)
,180
,114
2,510
1
,113
1,198
,958
1,497
Status_ANC(1)
-,190
,124
2,364
1
,124
,827
,649
1,054
Constant
1,834
,209
76,900
1
,000
6,258
Jumlah_Kehamilan(1)
-,718
,200
12,858
1
,000
,488
,329
,722
Tingkat_Pendidikan(1)
,164
,113
2,088
1
,149
1,178
,943
1,471
Constant
1,717
,194
78,347
1
,000
5,569
Jumlah_Kehamilan(1)
-,699
,200
12,254
1
,000
,497
,336
,735
Constant Pulau Jawa
Step 1
a
Step 2
a
Usia_Ibu(1)
Usia_Ibu(1)
Tingkat_Pendidikan(1)
Step 3
a
Usia_Ibu(1)
Step 4
a
Step 5
a
Step 6
a
Step
62
7
a
1,765
,191
85,157
1
,000
5,844
Usia_Ibu(1)
,377
,262
2,066
1
,151
1,458
,872
2,438
Jumlah_Kehamilan(1)
,186
,254
,537
1
,463
1,205
,732
1,982
Nusa
Jarak_Kehamilan(1)
,698
,249
7,848
1
,005
2,009
1,233
3,273
Tenggar
Status_Kerja(1)
-,024
,217
,012
1
,911
,976
,638
1,492
a
Tingkat_Pendidikan(1)
,730
,231
9,972
1
,002
2,074
1,319
3,263
Status_ANC(1)
,324
,225
2,078
1
,149
1,382
,890
2,147
Frekuensi_Kons_Fe(1)
,121
,261
,215
1
,643
1,129
,677
1,882
-,537
,355
2,283
1
,131
,585
Usia_Ibu(1)
,377
,262
2,068
1
,150
1,458
,872
2,439
Jumlah_Kehamilan(1)
,183
,252
,526
1
,468
1,201
,732
1,970
Jarak_Kehamilan(1)
,698
,249
7,846
1
,005
2,009
1,233
3,273
Tingkat_Pendidikan(1)
,730
,231
9,978
1
,002
2,075
1,319
3,263
Status_ANC(1)
,323
,224
2,067
1
,150
1,381
,889
2,144
-,545
,347
2,466
1
,116
,580
Frekuensi_Kons_Fe(1)
,120
,261
,210
1
,646
1,127
,676
1,878
Jumlah_Kehamilan(1)
,177
,252
,495
1
,482
1,194
,728
1,957
Jarak_Kehamilan(1)
,709
,248
8,166
1
,004
2,031
1,249
3,302
Tingkat_Pendidikan(1)
,729
,231
9,964
1
,002
2,073
1,318
3,261
Status_ANC(1)
,333
,223
2,227
1
,136
1,396
,901
2,162
-,521
,343
2,310
1
,129
,594
Usia_Ibu(1)
,368
,262
1,981
1
,159
1,445
,865
2,413
Jarak_Kehamilan(1)
,748
,241
9,597
1
,002
2,112
1,316
3,390
Tingkat_Pendidikan(1)
,753
,228
10,869
1
,001
2,124
1,357
3,323
Status_ANC(1)
,334
,223
2,239
1
,135
1,396
,902
2,163
-,451
,327
1,896
1
,168
,637
Usia_Ibu(1)
,398
,258
2,379
1
,123
1,488
,898
2,467
Tingkat_Pendidikan(1)
,783
,228
11,841
1
,001
2,188
1,401
3,418
-,270
,303
,795
1
,373
,763
Usia_Ibu(1)
,397
,257
2,372
1
,124
1,487
,898
2,463
Jarak_Kehamilan(1)
,783
,239
10,686
1
,001
2,187
1,368
3,497
Tingkat_Pendidikan(1)
,806
,227
12,654
1
,000
2,239
1,436
3,491
Constant
,052
,219
,056
1
,812
1,053
Jarak_Kehamilan(1)
,758
,238
10,143
1
,001
2,135
1,339
3,404
Usia_Ibu(1)
,318
,240
1,746
1
,186
1,374
,858
2,201
-,373
,259
2,079
1
,149
,689
,415
1,143
,348
,271
1,655
1
,198
1,417
,833
2,408
-,319
,219
2,120
1
,145
,727
,473
1,117
Pulau
Step
Bali dan 1
a
Constant
Constant Step 2
a
Constant
Step 3
a
Constant
Step 4
a
Constant
Step 5
a
Step 6
Pulau
Step
Kalimant 1 an
a
a
Constant
Jumlah_Kehamilan(1) Jarak_Kehamilan(1) Status_Kerja(1)
63
Tingkat_Pendidikan(1)
,432
,219
3,884
1
,049
1,540
1,002
2,365
-,499
,213
5,489
1
,019
,607
,400
,922
,124
,270
,211
1
,646
1,132
,666
1,924
1,264
,393
10,372
1
,001
3,541
,315
,241
1,718
1
,190
1,371
,855
2,196
-,374
,259
2,086
1
,149
,688
,414
1,143
,346
,271
1,633
1
,201
1,413
,831
2,402
-,317
,219
2,093
1
,148
,729
,474
1,119
,436
,219
3,974
1
,046
1,547
1,007
2,375
Status_ANC(1)
-,490
,212
5,332
1
,021
,613
,404
,929
Constant
1,279
,391
10,685
1
,001
3,594
Jumlah_Kehamilan(1)
-,338
,257
1,731
1
,188
,713
,431
1,180
Status_Kerja(1)
-,308
,218
1,992
1
,158
,735
,479
1,127
,402
,217
3,439
1
,064
1,494
,977
2,285
Status_ANC(1)
-,486
,212
5,265
1
,022
,615
,406
,932
Constant
1,555
,328
22,432
1
,000
4,737
,304
,240
1,604
1
,205
1,355
,847
2,168
Jumlah_Kehamilan(1)
-,273
,251
1,182
1
,277
,761
,466
1,245
Tingkat_Pendidikan(1)
,416
,216
3,712
1
,054
1,516
,993
2,315
Status_ANC(1)
-,463
,210
4,848
1
,028
,629
,417
,950
Constant
1,713
,306
31,383
1
,000
5,545
Status_Kerja(1)
-,297
,218
1,865
1
,172
,743
,485
1,138
,379
,213
3,160
1
,075
1,461
,962
2,218
Status_ANC(1)
-,470
,210
5,011
1
,025
,625
,414
,943
Constant
1,521
,246
38,124
1
,000
4,579
Status_Kerja(1)
-,311
,217
2,053
1
,152
,733
,479
1,121
,430
,210
4,200
1
,040
1,538
1,019
2,321
Constant
1,286
,180
50,917
1
,000
3,620
Status_ANC(1)
-,465
,210
4,923
1
,026
,628
,416
,947
,374
,209
3,193
1
,074
1,453
,964
2,190
-1,112
,260
18,276
1
,000
,329
,198
,548
,666
,209
10,138
1
,001
1,946
1,292
2,932
-,392
,214
3,367
1
,066
,675
,444
1,027
,256
,190
1,809
1
,179
1,291
,890
1,875
-,077
,180
,182
1
,670
,926
,651
1,317
,861
,310
7,694
1
,006
2,364
1,287
4,343
1,430
,355
16,237
1
,000
4,179
Status_ANC(1) Frekuensi_Kons_Fe(1) Constant Step 2
a
Usia_Ibu(1) Jumlah_Kehamilan(1) Jarak_Kehamilan(1) Status_Kerja(1) Tingkat_Pendidikan(1)
Step 3
a
Tingkat_Pendidikan(1)
Usia_Ibu(1) Step 4
a
Step 5
a
Step 6
Pulau
Step
Sulawes 1 i
a
a
Tingkat_Pendidikan(1)
Tingkat_Pendidikan(1)
Usia_Ibu(1) Jumlah_Kehamilan(1) Jarak_Kehamilan(1) Status_Kerja(1) Tingkat_Pendidikan(1) Status_ANC(1) Frekuensi_Kons_Fe(1) Constant
64
Step 2
a
Usia_Ibu(1)
,373
,209
3,187
1
,074
1,453
,964
2,188
-1,115
,260
18,424
1
,000
,328
,197
,545
,662
,209
10,045
1
,002
1,939
1,287
2,919
-,389
,214
3,318
1
,069
,677
,446
1,030
,250
,190
1,733
1
,188
1,284
,885
1,862
1,395
,345
16,326
1
,000
4,036
,840
,306
7,516
1
,006
2,315
1,270
4,220
-1,079
,258
17,467
1
,000
,340
,205
,564
,660
,209
9,999
1
,002
1,934
1,285
2,911
Status_Kerja(1)
-,474
,204
5,383
1
,020
,623
,417
,929
Constant
1,515
,333
20,632
1
,000
4,549
Usia_Ibu(1)
,394
,208
3,566
1
,059
1,482
,985
2,231
Frekuensi_Kons_Fe(1)
,825
,305
7,313
1
,007
2,282
1,255
4,151
Usia_Ibu(1)
-,324
,291
1,236
1
,266
,723
,409
1,280
Jumlah_Kehamilan(1)
-,183
,269
,467
1
,495
,832
,492
1,409
Jarak_Kehamilan(1)
,144
,261
,305
1
,581
1,155
,693
1,925
Status_Kerja(1)
,380
,227
2,807
1
,094
1,463
,937
2,282
Tingkat_Pendidikan(1)
,083
,233
,127
1
,722
1,087
,688
1,717
Status_ANC(1)
,125
,239
,275
1
,600
1,133
,710
1,810
-,109
,281
,150
1
,698
,897
,517
1,555
,984
,375
6,895
1
,009
2,674
Usia_Ibu(1)
-,312
,289
1,162
1
,281
,732
,415
1,291
Jumlah_Kehamilan(1)
-,175
,267
,429
1
,513
,839
,497
1,418
Jarak_Kehamilan(1)
,144
,261
,307
1
,580
1,155
,693
1,925
Status_Kerja(1)
,382
,227
2,837
1
,092
1,465
,939
2,286
Status_ANC(1)
,139
,236
,346
1
,556
1,149
,724
1,823
Constant
,995
,373
7,092
1
,008
2,704
Frekuensi_Kons_Fe(1)
-,109
,281
,149
1
,699
,897
,517
1,556
Jumlah_Kehamilan(1)
-,177
,267
,441
1
,507
,837
,496
1,414
Jarak_Kehamilan(1)
,147
,261
,318
1
,573
1,158
,695
1,930
Status_Kerja(1)
,385
,227
2,876
1
,090
1,469
,942
2,291
Status_ANC(1)
,116
,228
,258
1
,611
1,123
,718
1,755
Constant
,992
,373
7,048
1
,008
2,695
Usia_Ibu(1)
-,324
,288
1,265
1
,261
,724
,412
1,272
Jumlah_Kehamilan(1)
-,165
,266
,386
1
,534
,848
,504
1,427
,152
,260
,342
1
,559
1,164
,699
1,938
Jumlah_Kehamilan(1) Jarak_Kehamilan(1) Status_Kerja(1) Tingkat_Pendidikan(1) Constant Frekuensi_Kons_Fe(1)
Step 3
Maluku dan
a
Step 1
a
Papua
Jumlah_Kehamilan(1) Jarak_Kehamilan(1)
Frekuensi_Kons_Fe(1) Constant Step 2
a
Step 3
a
Step 4
a
Jarak_Kehamilan(1)
65
Constant
1,056
,352
9,001
1
,003
2,875
Usia_Ibu(1)
-,337
,286
1,381
1
,240
,714
,407
1,252
,382
,227
2,841
1
,092
1,465
,940
2,284
Jumlah_Kehamilan(1)
-,117
,252
,216
1
,642
,889
,542
1,459
Constant
1,146
,317
13,037
1
,000
3,144
Usia_Ibu(1)
-,355
,285
1,559
1
,212
,701
,401
1,224
,381
,226
2,826
1
,093
1,463
,939
2,281
Constant
1,079
,282
14,633
1
,000
2,942
Usia_Ibu(1)
-,372
,282
1,737
1
,187
,689
,396
1,199
Status_Kerja(1)
,374
,226
2,740
1
,098
1,453
,933
2,263
Constant
,787
,169
21,686
1
,000
2,196
Status_Kerja(1)
,372
,225
2,727
1
,099
1,451
,933
2,257
Status_Kerja(1) Step 5
a
Status_Kerja(1) Step 6
a
Step 7
a
a. Variable(s) entered on step 1: Usia_Ibu, Jumlah_Kehamilan, Jarak_Kehamilan, Status_Kerja, Tingkat_Pendidikan, Status_ANC, Frekuensi_Kons_Fe.
66
Lampiran 2 : Hasil analisis berdasarkan sebaran ibu hamil di Indonesia Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
Usia_Ibu(1)
,936
1,274
-,456
,090
25,842
1
,000
,634
,531
,755
,277
,081
11,611
1
,001
1,319
1,125
1,546
-,034
,068
,252
1
,616
,967
,846
1,104
Tingkat_Pendidikan(1)
,307
,066
21,298
1
,000
1,359
1,193
1,548
Skor_Kons_Fe(1)
,193
,126
2,326
1
,127
1,213
,946
1,554
Status_ANC(1)
-,006
,067
,009
1
,924
,994
,871
1,134
Constant
1,151
,123
87,690
1
,000
3,163
,087
,079
1,238
1
,266
1,091
,936
1,273
-,457
,090
25,948
1
,000
,633
,531
,755
,277
,081
11,602
1
,001
1,319
1,125
1,546
-,034
,068
,249
1
,618
,967
,847
1,104
Tingkat_Pendidikan(1)
,306
,066
21,422
1
,000
1,358
1,193
1,546
Skor_Kons_Fe(1)
,193
,126
2,331
1
,127
1,213
,947
1,554
1,148
,118
95,195
1
,000
3,152
,088
,079
1,240
1
,266
1,091
,936
1,273
-,459
,090
26,176
1
,000
,632
,530
,754
Jarak_Kehamilan(1)
,276
,081
11,556
1
,001
1,318
1,124
1,545
Tingkat_Pendidikan(1)
,311
,065
22,594
1
,000
1,365
1,201
1,552
Skor_Kons_Fe(1)
,192
,126
2,308
1
,129
1,212
,946
1,553
Constant
1,126
,109
107,218
1
,000
3,082
Jumlah_Kehamilan(1)
-,439
,088
24,963
1
,000
,645
,543
,766
Jarak_Kehamilan(1)
,268
,081
10,966
1
,001
1,307
1,115
1,531
Tingkat_Pendidikan(1)
,318
,065
23,915
1
,000
1,375
1,210
1,562
Skor_Kons_Fe(1)
,192
,126
2,305
1
,129
1,212
,946
1,552
Constant
1,181
,097
148,972
1
,000
3,258
Jumlah_Kehamilan(1)
-,438
,088
24,962
1
,000
,645
,543
,766
Jarak_Kehamilan(1)
,266
,081
10,819
1
,001
1,304
1,113
1,528
Tingkat_Pendidikan(1)
,318
,065
23,916
1
,000
1,375
1,210
1,562
1,196
,096
154,223
1
,000
3,307
Usia_Ibu(1)
Constant Usia_Ibu(1) Jumlah_Kehamilan(1)
Step 5
a
Upper
1,092
Status_Kerja(1)
Step 4
Lower
,265
Jarak_Kehamilan(1)
a
Exp(B)
1
Jumlah_Kehamilan(1)
Step 3
Sig.
1,245
Status_Kerja(1)
a
df
,079
Jarak_Kehamilan(1)
Step 2
Wald
,088
Jumlah_Kehamilan(1)
a
S.E.
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Usia_Ibu, Jumlah_Kehamilan, Jarak_Kehamilan, Status_Kerja, Tingkat_Pendidikan, Skor_Kons_Fe, Status_ANC.
67
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 8 Juni 1986 dari ayah Lalu Mas’ud dan ibu Baiq Amenah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidkan di Madrasah Tsanawiyah Al-Islahuddiny Kediri dan melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negri (MAN) 1 Praya. Tahun 2004 penulis lulus dan melanjutkan pendidikan D3 ke Poltekkes Kemenkes Mataram Jurusan Gizi. Tahun 2007 lulus dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan D4 Gizi ke Poltekkes Kemenkes Malang dan berhasil lulus pada tahun 2008 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (SST). Pada tahun 2008 penulis diterima bekerja sebagai PNS di Poltekkes Kemenkes Kupang, sebagai tenaga pengajar hingga saat ini. Tahun 2013, penulis diterima menjadi mahasiswa pascasarjana (S2) program studi Ilmu Gizi Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia di Institut Pertanian Bogor (IPB).