1
Analisis Sistem Pengukuran pada Interpretasi Visual Inspeksi Hasil Pengelasan Menggunakan Attribute Agreement Analysis di PT. Alstom Power ESI Surabaya Nor Imanda, Sri Mumpuni Retnaningsih Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak—. Sistem pengukuran merupakan kunci utama dari segala permasalahan dan perbaikan proses dalam dunia industri, maka dari itu dibutuhkan sistem pengukuran yang benar-benar telah teruji kebenarannya baik dari segi metode pengukuran, alat ukur, dan orang yang melakukan pengukuran. PT. Alstom Power ESI Surabaya saat ini tengah menghadapi permasalahan yaitu adanya ketidaksamaan persepsi antar inspektor quality control dalam memutuskan diterima atau ditolaknya hasil pengelasan, dan juga perbedaan dalam memutuskan jenis cacat yang ada. Penelitian ini menggunakan analisis kapabilitas proses dan Attribute Agreement Analysis untuk mengetahui kemampuan proses, serta kesesuaian dan konsistensi inspektor QC dalam melakukan inspeksi secara visual pada hasil pengelasan, meliputi tiga variabel penelitian yaitu kelengkapan laporan, keputusan terima dan tolak hasil pengelasan, dan diskontinuitas. Analisis kapabilitas proses pada setiap variabel untuk masing-masing inspektor menunjukkan bahwa banyak proses inspeksi yang belum terkendali secara statistik, namun justru memiliki jumlah kesesuaian jawaban yang tinggi jika dilihat pada hasil attribute agreement analysisnya. Kappa Statistik (k) yang merupakan parameter konsistensi pada attribut agreement analysis menunjukkan bahwa konsistensi inspektor QC masih sangat rendah terhadap ketiga variabel tersebut, sehingga dilakukan pelatihan inspeksi visual hasil pengelasan kepada inspektor QC. Nilai koefisien kappa pada setelah pelatihan menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan yang signifikan pada konsistensi inspektor QC untuk variabel kelengkapan dan keputusan, sedangkan untuk variabel diskontinuitas belum terjadi peningkatan yang signifikan. Kata Kunci—Inspektor, Konsistensi.
Inspeksi
Visual,
Kapabilitas,
Kappa,
I. PENDAHULUAN di dunia industri pada saat ini semakin ketat. Persaingan Kunci utama untuk dapat tetap bertahan dan dapat mengalahkan competitor lain ialah dengan meningkatkan kualitas produksi. Peningkatan kualitas sangat bergantung pada sistem pengukuran dalam proses tersebut. Menurut [1] “if you don’t know the capability of your measurement system, you don’t know if your measurement or your productare good or bad”. Jika dalam suatu sistem pengukuran bertujuan untuk mengetahui kapabilitas dari inspektor atau appraiser, dan menghasilkan data diskrit maka metode yang digunakan adalah Attribute Agreement Analysis[2]. PT. Alstom Power ESI Surabaya adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. PT. Alstom memiliki Departemen Quality Control (QC) yang salah satu tugasnya adalah melakukan inspeksi visual pada setiap hasil pengelasan. Selama ini sering terjadi perbedaan persepsi antar inspektor QC dalam memutuskan diterima atau ditolaknya hasil pengelasan, dan juga perbedaan dalam memutuskan jenis cacat las yang ada. Hal ini berdampak pada rawannya terjadi kesalahan penanganan pada tipe cacat sehingga berakibat pada kualitas produk dan membengkaknya biaya produksi. Penelitian ini akan menganalisis sistem pengukuran yang
dilakukan oleh semua personil inspektor QC pada proses inspeksi visual hasil pengelasan. Terdapat tiga perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu bagaimana kapabilitas proses inspeksi visual hasil pengelasan sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan visual inspeksi, bagaimana konsistensi inspektor dalam menginterpretasikan inspeksi visual pengelasan sebelum dan sesudah pelatihan, dan faktor apa saja yang menyebabkan rendahnya konsistensi inspektor dalam menginterpretasikan visual inspeksi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Peta Kendali P Peta kendali p adalah s salah satu peta kendali atribut yang menggambarkan variasi proporsi cacat suatu proses produksi dengan ukuran sampel yang sama atau berbeda[2]. 𝑦 𝑝̂ = 𝑖 (1) 𝑛 Batas kendali dari peta kendali p adalah sebagai berikut. 𝑝(1−𝑝)
BKA = 𝑝 + 3�
𝑛
BKB = 𝑝 − 3�
𝑛
GT = 𝑝
(2)
𝑝(1−𝑝)
B. Kapabilitas Proses Analisis kapabilitas proses bertujuan untuk mengetahui kemampuan proses dan mengurangi variabilitas proses. Jika kualitas produk diharapkan pada satu batas toleransi maka parameter kapabilitas proses yang digunakan adalah 𝑃𝑃𝐾 [3] yang dirumuskan sebagai berikut. 𝑧(𝑝̅ ) 𝑃𝑃𝐾 = (3) 3 ppmTotal menunjukkan jumlah unit produk cacat setiap satu juta produk yang dihasilkan. ppmTotal dirumuskan sebagai berikut. (4) ppmTotal = 𝑝̅ x106
C. Attribute Agreement Analysis Dalam kehidupan sehari-hari seringkali terdapat keadaan dimana dua orang penilai atau lebih harus memutuskan satu atau beberapa penilaian kedalam beberapa kategori, sehingga perlu diketahui ukuran kesesuaian antara dua penilai atau lebih[4]. Hal ini dapat dilihat pada tingkat akurasi dan presisinya. Akurasi berarti penilaian inspektor sesuai dengan reference value, sedangkan presisi menunjukkan kemampuan antar inspektor dalam memberikan penilaian hasil pengukuran secara berulang-ulang. Presisis terdiri dari repeatability yaitu
2 hasil pengukuran yang dilakukan oleh inspektor yang sama, pada part dan alat ukur yang sama dan dilakukan secara berulang-ulang. Kemudian reproducibility yaitu hasil pengukuran yang dilakukan oleh beberapa inspektor yang berbeda pada part dan alat yang sama secara berulangulang[5]. Kappa Statistik (k) merupakan suatu koefisien yang digunakan untuk mengevaluasi kesesuaian diantara beberapa penilaian. Fleiss’kappa digunakan ketika beberapa penilai (appraisers) melakukan penilaian terhadap data kategoris ke dalam sejumlah keputusan[6]. Kappa didifinisikan sebagai berikut. 𝑝̅ −𝑝̅ 𝐾= 𝑜 𝑒 (5) 1−𝑝̅𝑒
Dimana 𝑝̅𝑜 adalah proporsi dari kesepakatan yang diamati, dan 𝑝̅𝑒 adalah proporsi kesepakatan yang diharapkan. 𝑝̅𝑜 dan 𝑝̅𝑒 dapat dihitung sebagai berikut : 𝑝̅𝑜 =
𝑛
𝑛
𝑘
1 𝑖 2 � 𝑃𝑖 = − 𝑛𝑚� �� � 𝑛𝑖𝑗 𝑛 𝑛𝑚(𝑚 − 1) 𝑖=1
𝑖=1 𝑗=1
𝑘
𝑝̅𝑒 = � 𝑝𝑗2 𝑗=1
(6)
(7)
X ij adalah jumlah dari penilaian pada sampel i (i = 1,2, ..., n) dengan kategori j (j = 1,2, .., k) dan m adalah jumlah pengulangan yang dilakukan. P j dapat didefinisikan sebagai berikut. 𝑃𝑗 =
𝑛
1 � 𝑥𝑖𝑗 𝑛𝑚
(8)
𝑖=1
Secara individu kappa dapat dihitung sebagai berikut. 𝐾𝑗 = 1 −
∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖𝑗 �𝑚 − 𝑥𝑖𝑗 �
𝑛𝑚(𝑚 − 1)𝑃𝑗 �1 − 𝑃𝑗 �
(9)
Attribute agreement analysis memiliki jumlah kesesuaian dari total inspeksi, persen kesesuaian, dan juga interval kepercayaan pada tingkat kepercayaan 95%. Persen kesesuaian dirumuskan sebagai berikut. 100(𝑦) % kesesuaian = (10) 𝑛 Dimana y adalah jumlah inspeksi yang sesuai dan n adalah jumlah yang diinspeksi. Berdasarkan [7] batas bawah dan batas atas interval kepercayaan dirumuskan sebagai berikut. V1 = 2(y) V2 = 2(n − y + 1) α u = F(V1, V2, ; )
batas bawah =
2 V1 (u)
V2 +V1 (u)
V3 = 2(y + 1) V4 = 2(n − y) α w = F(V3 , V4 ; 1 − )
batas atas =
V3 (w)
V4 +V3 (w)
2
(11)
(12)
D. Klasifikasi dari k Klasifikasi dari kappa-statistic menurut [8] ditunjukkan pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1 Klasifikasi Kappa-Statistic menurut Landis dan Koch Kappa <0 0.00-0.20
Agreement Tidak Ada Kesesuaian Rendah
0.21-0.40
Sedang
0.41-0.60
Cukup
0.61-0.80
Baik
0.81-1.00
Sempurna
Kappa berkisar dari nilai -1 sampai 1. Jika kappa = 1, penilaian menunjukkan kesepakatan yang sempurna (konsistensi). Jika kappa bernilai 0, berarti kesepakatan penilaian pada observasi adalah sama dengan kesepakatan yang diharapkan. Jika kappa bernilai negatif berarti nilai ekspektasi kesepakatan lebih besar dari nilai ekspektasi kesepakatan observasi. E. Uji Dua Sampel Berpasangan Wilcoxon Uji Wilcoxon dapat digunakan bukan hanya untuk mengetahui apakah anggota-anggota suatu pasangan hasil pengamatan berbeda, tetapi juga besar relatif beda atau selisih[9]. Hipotesis untuk uji Wilcoxon dinyatakan sebagai berikut. H0 : MD ≤ 0 H1 : MD > 0 Berikut adalah statistik uji untuk uji Wilcoxon satu arah. T=T(-) (21) Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 𝛼, tolak hipotesis nol jika T ≤ dn, 𝛼′. F. Diagram Pareto Diagram pareto ialah suatu diagram batang yang menggambarkan urutan kecacatan dari presentase terbesar ke presentase terkecil. Diagram pareto menggunakan prinsip 80:20 yang berarti 80% akibat yang muncul berasal dari 20% sebab yang ada [10]. G. Visual Inspeksi Pengelasan Tujuan utama dari prosedur inspeksi visual pengelasan ialah untuk mendapatkan hasil pengelasan yang dapat diterima dengan parameter-parameter yang telah ditentukan[11]. PT.Alstom Power ESI memiliki standar penerimaan yang disebut dengan ASME (American Standard Mechanical Engineering). ASME yang mengatur secara spesifik terhadap inspeksi visual hasil pengelasan ialah ASME Section 1. H. Diskontinuitas Hasil Pengelasan Diskontinuitas (welding discontinuity) didefinisikan sebagai ketidakhomogenan pada material, baik menyangkut sifat-sifat mekanis, metalurgi, atau fisik. Diskontinuitas adalah belum tentu merupakan defect, namun defect adalah diskontinuitas yang ditolak[12]. Macam-macam diskontinuitas antara lain tipe indikasi cacat (undercut, porosity, valleys, spatter, tack weld on base metal, incomplete weld), lokasi indikasi, ukuran indikasi, size of fillet, dan reinforcement. II. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dari proses inspeksi visual hasil pengelasan yang dilakukan oleh inspektor quality control. Inspeksi dilakukan terhadap 5 specimen yang berbeda, yaitu sebuah nozzle, plate, dan tiga buah tube. pengambilan data dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap I sebelum pelatihan inspeksi visual hasil las dan tahap II setelah pelatihan. Tahap I terdiri dari 3 inspektor yang masing-masing melakukan pengulangan inspeksi sebanyak 3 kali pada setiap specimen, sedangkan tahap II terdiri dari 3 inspektor dengan 2 kali pengulangan inspeksi pada setiap specimen yang sama. Waktu inspeksi untuk setiap inspektor ialah berbeda-beda pada setiap pengulangannya. Variabel penelitian antara lain variabel kelengkapan yang terdiri dari 13 kriteria kelengkapan, variabel keputusan yang terdiri dari 2 kriteria inspeksi, dan variabel diskontinuitas yang
3 terdiri dari 34 kriteria diskontinuitas. Attribute agreement analysis dilakukan dengan menghitung nilai kappa pada empat parameter pengukuran yang ada pada Attribut agreement analysis untuk setiap variabel, yaiu within appraiser, each appraiser vs standard, between appraisers, dan all appraisers vs standard. Selanjutnya akan dilakukan analisis terhadap faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya konsistensi inspektor QC, serta melakukan uji signifikasi untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan konsistensi pada tahap II.
60 40 20 0
Gambar 2 Kriteria Kelengkapan yang Tidak Dilengkapi oleh Inspektor
Analisis kapabilitas proses selanjutnya yaitu pada variabel kelengkapan yang disajikan pada Gambar 3 berikut. 0,7
1,0
UCL=1
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,6
_ P=0,364
0,4
0,2
LCL=0
0,0 1
7
13
19
25
31 37 Sample
43
49
55
61
(a)
1 11 1
1 1 1
1 11
1 1 1
1 1 1
UCL=0,992
0,8
Proportion
_ P=0,631
Proportion
Proportion
UCL=1
1,0
0,8
0,6
0,4 _ P=0,246
0,2
LCL=0
0,0 1
7
13
19
25
31 37 Sample
43
49
55
61
LCL=0
0,0 1
7
13
(b)
19
25
31 37 Sample
43
49
55
61
(c)
Gambar 1 Peta Kendali p Variabel Kelengkapan (a) Inspektor 1 (b) Inspektor 2 (c) Inspektor 3
Titik pengamatan pada peta kendali p adalah merupakan proporsi jawaban salah dari 13 kriteria kelengkapan pada 5 specimen. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada proses inspeksi kelengkapan oleh inspektor 3 belum terkendali secara statistik sehingga parameter proporsi tidak dapat digunakan untuk menghitung kapabilitas prosesnya. Gambar 1(c) menunjukkan bahwa hanya terdapat dua variasi proporsi, yaitu salah semua (p=1) dan benar semua (p=0). Titik out of control menunjukkan proporsi jawaban salah menjadi out of control karena inspektor 3 sudah banyak memiliki proporsi 0 sehingga 𝑝̅ semakin kecil. Jika dilihat pada analisis selanjutnya yaitu attribut agreement analysis, hal ini justru berarti inspektor 3 memiliki jumlah kesesuaian jawaban paling banyak jika dibandingkan dengan inspektor lainnya. Tabel 1 Parameter Kapabilitas Proses Inspeksi terhadap Variabel Kelengkapan Inspektor 1 Inspektor 2 P pk
0,112
0,116
ppm Total
631000
364000
Nilai indeks P PK untuk inspektor 1 dan 2 bernilai kurang dari 1, hal ini menunjukkan bahwa kualitas pengisisan form laporan oleh inspektor 1 dan 2 belum memenuhi batas spesifikasi yang telah ditentukan. Rendahnya kualitas proses kelengkapan disebabkan karena banyaknya kriteria kelengkapan yang tidak diisi oleh inspektor, yang disajikan pada Gambar 2 berikut.
1
1,0
UCL=0,6196
0,6
1
1,0
UCL=1
UCL=0,893
0,5
0,8
0,8
0,4
0,6
0,6
Proportion
Proportion
A. Analsisi Kapabilitas Proses Inspeksi Visual Hasil Pengelasan Analisis kapabilitas proses terdiri dari pengontrolan kualitas proses dengan menggunakan peta kendali p dan menggunakan perhitungan kapabilitas proses untuk data atribut. Analisis kapabilitas proses variabel kelengkapan bertujuan untuk mengetahui kemampuan inspektor dalam mengisi kelengkapan form inspeksi. Hal ini perlu dilakukan karena selama ini inspektor sering tidak melengkapi laporan hasil inspeksi sehingga ketika terjadi permasalahan di lapangan, inspektor sulit mencari rekap data.
0,3
0,4
_ P=0,333
0,2 0,1
_ P=0,1
0,2
0,0
LCL=0
0,0
1
2
3
4
5 6 Sample
7
8
9
10
(a)
LCL=0 1
2
3
4
5 6 Sample
(b)
7
8
9
10
Proportion
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
0,4
0,2
_ P=0,2
0,0
LCL=0 1
2
3
4
5 6 Sample
7
8
9
10
(c)
Gambar 3 Peta Kendali p Variabel Keputusan (a) Inspektor 1 (b) Inspektor 2 (c) Inspektor 3
Gambar 2 menunjukkan bahwa proses inspeksi pengambilan keputusan tolak atau terimanya hasil pengelasan untuk inspektor 1 dan 3 belum terkendali secara statistik karena terdapat titik out of control. Sehingga hanya inspektor 2 yang dapat dihitung indeks P PK nya yaitu 0,144 dan ppm total yaitu 333000 yang berarti proses pengambilan keputusan masih belum memenuhi batas spesifikasi minimum yang ditentukan. Analisis pada variabel diskontinuitas dibagi berdasarkan jenis specimen 1(nozzle), specimen 2 (plate), dan specimen 2,4,5 (tube). berdasarkan peta kendali p proses inspeksi diskontinuitas oleh inspektor 1 dan 2 tidak terkendali pada specimen nozzle dan tube, maka didapatkan kapabilitas proses sebagai berikut. Plate P pk ppm Total
Tabel 2 Parameter Kapabilitas Proses untuk Variabel Diskontinuitas pada Plate Inspektor Inspektor Inspektor Inspektor 2 Inspektor 3 1 2 3 (Nozzle) (Tube) 0,07 0,18 0,16 0,16 0,18 588000 706000 686000 686000 294000
Secara keseluruhan, inspeksi terhadap variabel diskontinuitas pengelasan oleh ketiga inspektor memiliki kapabilitas proses yang masih sangat rendah. B. Attribute Agreement Analysis Inspeksi Visual Pengelasan Analisis kesesuaian penilaian dilakukan untuk mengetahui bagaimana konsistensi inspektor dalam memberikan penilaian terhadap inspeksi visual hasil pengelasan, dimana selama ini sering terjadi ketidaksepakatan antar inspektor dalam memberikan penilaian terhadap inspeksi visual pengelasan. Tabel 3. Nilai Kappa untuk Masing-Masing Inspektor dan dibandingkan Standart Variabel Kelengkapan
Inspektor
1 2 3
Kappa Kappa (Setiap Inspektor) (Setiap Inspektor vs Standard) 0,48391 -0,19361 0,78026 0,12600 1,00000 0,45321
Tabel 3 menunjukkan bahwa inspektor 3 memiliki konsistensi yang sempurna terhadap diri sendiri dalam mengisi kelengkapan laporan, begitu juga inspektor 2 karena memiliki nilai kappa > 0,7. Namun jika dibandingkan standar, inspektor 2 dan 3 memiliki konsistensi menjawab dengan benar sangat rendah.
4 Assessment Agreement
Within Appraisers 100
100
95,0% C I P ercent
95,0% C I P ercent
80
Percent
80
Percent
Jika dibandingkan dari ketiga jenis specimen, konsistensi paling buruk inspektor QC ialah pada penilaian diskontinuitas specimen nozzle karena memiliki nilai kappa terhadap standar yang bernilai negatif. Hal ini ditunjukkan juga pada Gambar 6, yaitu nilai kappa untuk seluruh inspektor vs standar yang bernilai negatif.
Appraiser vs Standard
60
60
40
40
20
20 1
2 Appraiser
1
3
2 Appraiser
3
Gambar 4 Jumlah Kesesuaian Penilaian Masing-Masing Inspektor
Gambar 4 pada grafik within appraiser menunjukkan jumlah jawaban yang sesuai dalam tiga kali pengulangan oleh masing-masing inspektor terhadap diri sendiri. Sedangkan gambar appraiser vs standard menunjukkan jumlah jawaban yang sesuai dengan standart dalam tiga kali pengulangan. Inspektor 1 memiliki jumlah kesesuaian penilaian paling rendah jika dibandingkan dengan inspektor 2 dan 3. Tabel 4 Nilai Kappa Masing-Masing Inspektor dan dibandingkan dengan Standart Variabel Keputusan
Kappa (Inspektor QC)
1 2 3
0,659091 -0,03448 0,280000
Kappa (Inspektor QC vs Standart) 0,752381 -0,20098 0,436111
40.0% %matched
20.0%
Kappa
0.0% -20.0%
Nozzle
Berdasarkan nilai kappa dan % matched, konsistensi inspektor QC masih sangat lemah dalam menginspeksi specimen nozzle dan plate dibandingkan dengan tube, hal ini dikarenakan inspektor sudah terbiasa melakukan inspeksi terhadap tube dalam keseharian. Maka dapat diketahui penyebab rendahnya konsistensi pada nozzle yang disajikan pada Gambar 7. 250 100 200
Tabel 5 Nilai Kappa untuk Semua Inspektor dan dibandingkan dengan Standart Variabel Keputusan
Kappa Kappa (Inspektor QC) (Inspektor QC vs Standart) 0,238722 0,329171 0,238722 0,329171
Acceptable Unacceptable
Within Appraisers
Diskontinuitas Nozzle
Appraiser vs Standard 90 80
70
70
Percent
Percent
100
95,0% C I P ercent
80
60 50
95,0% C I P ercent
60 50
40
40
30
30 1
2 Appraiser
3
1
2 Appraiser
3
Gambar 5 Jumlah Kesesuaian Penilaian Tolak atau Terima Hasil Pengelasan Masing-Masing Inspektor
Jumlah kesesuaian keputusan yang diberikan inspektor QC memiliki interval kepercayaan yang sangat lebar, hal ini menunjukkan bahwa dalam memberikan keputusan, inspektor masih belum stabil atau memiliki kemungkinan salah yang besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemberian keputusan terima atau tolak hasil pengelasan adalah faktor diskontinuitas. Maka dilakukan attribute agreement analysis pada variabel diskontinuitas untuk mengetahui kemampuan inspektor dalam melakukan interpretasi diskontinuitas. Tabel 6 Nilai Kappa Diskontinuitas Masing-Masing Inspektor dan Dibandingkan dengan Standart Kappa (Nozzle) Kappa (Plate) Kappa (Tube) Inspektor Inspektor Inspektor Inspektor Inspektor Inspektor Inspektor vs vs vs standart standart standart 1 0,255 -0,180 0,478 0,118 0,818 0,409 2 3
1,000 0,440
-0,222 0,075
0,701 0,379
-0,146 0,214
0,601 0,766
150
60 40
50
Assessment Agreement
90
80
100
Berdasarkan Tabel 5 dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan inspektor QC masih sulit dalam memberikan keputusan terima dan tolak hasil pengelasan secara konsisten dan benar yang ditunjukkan dengan nilai kappa < 0,7. 100
Tube
Gambar 6 % matched dan Nilai Kappa pada Masing-Masing Specimen
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa inspektor 2 memiliki nilai kappa negatif, hal ini berarti sama sekali tidak terdapat konsistensi dalam memberikan keputusan terima dan tolak hasil las dari tiga kali inspeksi terhadap lima specimen. Response
Plate
0,537 0,389
Percent
Inspector
60.0%
20
0
t si si si et en ika ika ika F il em an In d In d In d ur e si orc n f k p a a i r n k U T u ei Lo Uk nR ur a Uk
h Ot
0
er
Gambar 7 Diagram Pareto untuk Nozzle
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa 80% penyebab rendahnya konsistensi inspektor QC dalam menginterpretasikan diskontinuitas nozzle ialah karena kesalahan dalam penilaian tipe indikasi cacat dan lokasi indikasinya. Tabel 7 Kesalahan Interpretasi Tipe Indikasi Cacat pada Nozzle Tipe Indikasi
Inspektor 1 19
Inspektor 2 21
Inspektor 3 10
0
0
2
Notches
2
0
6
Ripples
0
0
6
Valleys
0
0
6
Spatter
0
0
2
Porosity
0
0
2
Tidak Ada Identifikasi Mark Grinding
Berdasarkan Tabel 7 kesalahan terbesar yang dilakukan inspektor ialah tidak mendeteksi adanya indikasi cacat pada beberapa lokasi yang sebenarnya terdapat indikasi cacat. Sedangkan untuk kesalahan lokasi indikasi, dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu tidak ada keterangan lokasi
5
i i i le t as as as F il dik dik dik n In In In ra si n e u a p k a k U ur Ti Lo Uk
r he Ot
0
1,0
0,8
0,6
0,6
0,4
_ P=0,323
Tabel 8 Kesalahan Tipe Indikasi Cacat pada Plate Tipe Indikasi Inspektor Inspektor Inspektor 1 2 3 Tidak Ada Indikasi 12 18 9 Rippleys 2 1 Sparter 3 Incompleted Weld 3 5 Tack Weld on Base
1
13
19
25
31 37 Sample
43
49
55
61
1
7
13
19
25
31 37 Sample
43
49
55
-0,50 1
61
7
13
19
25
31 37 Sample
43
49
55
61
0,50
1,0
1
1
1,0
0,8
0,8
0,25
UCL=0,736
UCL=0,736
_ LCL=0 UCL=0 P=0
0,00
-0,25
0,6
0,4
0,2
_ P=0,1
0,0 2
3
4
5 6 Sample
7
8
9
10
LCL=0 1
2
3
4
5 6 Sample
7
8
9
0,6
0,4
0,2
_ P=0,1
0,0
10
LCL=0 1
2
3
4
5 6 Sample
7
8
9
10
(a) (b) (c) Gambar 11 Peta Kendali p Variabel Keputusan (a) Inspektor 1 (b) Inspektor 2 (c) Inspektor 3 Tahap II Gambar 11 menunjukkan bahwa inspektor 1 memiliki nilai
proporsi kesalahan dalam memberikan keputusan yaitu nol yang berarti semua keputusan yang diberikan oleh inspektor 1 sudah benar. Dalam satu juta pengambilan keputusan tolak atau terima hasil las, sama sekali tidak ada keputusan yang salah yang dilakukan oleh inspektor 1 yang ditunjukkan dengan ppm Total yang bernilai nol. Berdasarkan peta kendali p untuk nozzle, plate, dan tube oleh masing-masing inspektor, didapatkan perhitungan kapabilitas sabagai berikut. Tabel 9 Parameter Kapabilitas Proses untuk Variabel Diskontinuitas Tahap II Inspektor Nozzle Plate Tube
Personnel a ad k n n da a d a Ti et a s i m en ng pe p et y a m n ko t ih a la pe ai su se
Keterampilan Kerja Rendahnya Pengalaman Sedikit Konsistensi Inspektor QC
s te a or ad kt k pe da s T i in k tu un ur ru ed ba os pr a ur a d at k ng da e Ti g m n ya
Padatnya jadwal kerja
_ LCL=0 UCL=0 P=0
-0,25
_ P=0,023 LCL=0
Gambar 10 menunjukkan proses inspeksi kelengkapan oleh inspektor 3 telah bebas dari jawaban yang salah, sehingga proporsi jawaban salah adalah nol dan tidak memiliki batas kendali atas dan bawah. Sehingga untuk perhitungan kapabilitas proses hanya didapatkan ppm Total yang bernilai nol, yang berarti dalam satu juta pengisian kelengkapan laporan, tidak ada sama sekali kesalahan.
1
Tidak ada agreement test rutin
Environment
7
-0,50
Measurements
UCL=0,342
0,00
(a) (b) (c) Gambar 10 Peta Kendali p Variabel Kelengkapan (a) Inspektor 1 (b) Inspektor 2 (c) Inspektor 3 Tahap II
Metal
Sama seperti deteksi lokasi indikasi cacat, kesalahan terbesar dalam deteksi indikasi tipe cacat dikarenakan tidak adanya penilaian pada indikasi. Selain itu inspektor 3 melakukan kesalahan dalam memberikan penilaian terhadap beberapa tipe cacat. Secara keseluruhan hasil analisis terhadap kapabilitas proses dan konsistensi inspektor QC menggunakan attribute agreement analysis didapatkan hasil yang menunjukkan rendahnya kemampuan inspektor QC dalam melakukan interpretasi secara visual pada hasil pengelasan. Berdasarkan pengamatan dan informasi dari perusahaan, diketahui faktor penyebabnya yang disajikan pada Gambar 9.
0,4
0,0
LCL=0
0,0
Proportion
Kesalahan interpretasi lokasi indikasi cacat pada plate disebabkan karena tidak adanya deteksi indikasi lokasi cacat oleh inspektor 1 dan 2 yang menyebabkan rendahnya konsistensi dalam penilaian lokasi indikasi. Sedangkan kesalahan pada tipe indikasi ditunjukkan pada Tabel 8 berikut.
0,50
0,25
1
0,2
0,2
Gambar 8 Diagram Pareto untuk Plate
1
1,0
UCL=1
0,8
Proportion
Diskontinuitas Plate
20
0
Proportion
40 50
Percent
60 100
Proportion
100 80
150
Proportion
200
faktor metode adalah tidak adanya prosedur yang mengatur inspektor secara berkala untuk membuka kembali QCP, tidak adanya tes persamaan persepsi (agreement test) secara rutin dan berkala baik untuk inspektor lama, dan untuk inspektor baru. Begitu juga akar permasalahan pada sistem pengukuran, yaitu tidak adanya tes secara rutin sehingga bisa menyamakan kembali persepsi inspektor. Dari faktor lingkungan disebabkan karena terlalu padatnya jadwal proyek yang harus dikerjakan. C. Analisis Kapabilitas Proses Tahap II Setelah mengetahui hasil dari proses pertama dimana kapabilitas proses inspeksi yang rendah maka dilakukan perbaikan proses dengan melakukan pelatihan inspeksi visual terlebih dahulu. Berikut adalah hasil analisis kapabilitas tahap II setelah dilakukan pelatihan. Proportion
indikasi yang dilakukan oleh inspektor 1 dan 2 dan kesalahan lokasi indikasi yang dilakukan oleh inspektor 3. Pada specimen plate, dapat diketahui bahwa 80% penyebab rendahnya konsistensi inspektor QC dalam menginspeksi diskontinuitas plate juga dikarenakan kesalahan deteksi lokasi indikasi dan tipe indikasi cacat yang disajikan pada Gambar 9 berikut.
Tidak ada pengecekan
Methods
Gambar 9 Diagram Sebab Akibat Rendahnya Konsistensi Inspektor QC
Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa faktor penyebab rendahnya konsistensi inspektor QC dalam menginterpretasikan visual inspeksi hasil pengelasan berasal dari empat faktor utama, yaitu personnel, methode, measurement, dan environtment. Akar permasalahan pada
1
ppm total
P PK
ppm Total
P PK
ppm Total
P PK
691000
0,166
529000
0,024
-
-
2
706000
0,181
588000
0,074
184000
0,300
3
691000
0,166
632000
0,112
267000
0,207
Meskipun proses telah terkendali namun kapabilitas proses inspeksi terhadap diskontinuitas pengelasan tahapII masih belum memenuhi spesifikasi minimum yang telah ditetapkan. D. Attribute Agreement Analyisis Tahap II Attribut agreement analysis tahap II bertujuan untuk mengetahui konsistensi penilaian inspektor QC baik terhadap diri sendiri maupun terhadap jawaban sebenarnya apakah telah meningkat jika dibandingkan dengan tahap I.
6 Tabel 10 Nilai Kappa untuk Masing-Masing Inspektor dan dibandingkan Standart Tahap II Inspektor Kappa Kappa (Setiap Inspektor) (Setiap Inspektor vs Standard) 1 0,87724 0,19532 2 0,94399 0,91572 3 1,00000 1,00000
Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan koefisien kappa pada konsistensi inspektor dalam melengkapi laporan secara benar yang ditunjukkan dengan nilai kappa >0,7.
inspektor pada tahap II, maka didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel 10 Nilai T(-)Uji Wilcoxon pada Setiap Variabel Penelitian Variabel T(-) (Masing-Masing T(-)(Masing-Masing Inspektor) Inspektor vs Standar) Kelengkapan
0
0
Keputusan
0
0
Diskontinuitas Nozzle Diskontinuitas Plate
1
1
0
1
Diskontinuitas Tube
1
1
Assessment Agreement
Within Appraisers
Appraiser vs Standard
100
100
95,0% C I P ercent
90
Percent
Percent
90
95,0% C I P ercent
80
70
80
70
60
60
1
2 Appraiser
3
1
2 Appraiser
3
Gambar 12 Jumlah Kesesuaian Penilaian Variabel Keputusan MasingMasing Inspektor Tahap II
Gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah kesesuaian jawaban telah meningkat untuk ketiga inspektor. Tabel 9 Nilai Kappa Masing-Masing Inspektor dan dibandingkan dengan Standart (Out Side dan Inside) Inspector Kappa Kappa (Inspektor QC) (Inspektor QC vs Standart) 1 1,000 1,000 2 1,000 0,733 3 1,000 0,733
Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai kappa >0,7 yang berarti secara keseluruhan inspektor QC telah memberikan keputusan terima atau tolak hasil pengelasan secara konsisten dan benar. Analisis kesesuaian penilaian selanjutnya ialah terhadap variabel diskontinuitas tahap II. Perbandingan jumlah kesesuaian untuk variabel diskontinuitas antara tahap I dengan tahap II disajikan pada Gambar 13 Berikut. 0.6
0.6
0.4
Tahap I
0.2
Tahap II
0
Nozzle Plate
Tube
0.4 0.2 0
Tahap I Tahap II
-0.2
(a) (b) Gambar 13 Perbandingan Nilai Kappa pada (a) Inspektor (b) Inspektor vs Standart Variabel Diskontinuitas Tahap II
Berdasarkan Gambar 13 (a) dapat diketahui bahwa nilai kappa pada nozzle lebih tinggi pada tahap I namun nilai kappa masih kurang dari 0,2. Pada specimen plate mengalami peningkatan dengan nilai kappa >0,4. Sedangkan pada Gambar 15 (b) menunjukkan bahwa nilai kappa untuk tube telah meningkat menjadi 0,5. Sedangkan koefisien kappa untuk nozzle masih tetap bernilai negatif yang berarti sama sekali tidak terdapat konsistensi yang benar dalam menginterpretasikan diskontinuitas pada nozzle. Begitu juga pada nilai kappa specimen plate yang masih kurang dari 0,2 baik pada tahap I dan II. E. Uji Signifikansi Perbedaan Konsistensi Inspektor Tahap I dan Tahap II Uji signifikansi bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan yang signifikan terhadap konsistensi
Pada Uji Wilcoxon masing-masing inspektor dan masing-masing inspektor vs standar memiliki dn,𝛼′= 0,125. Tolak H 0 jika T≤0,125. Maka dapat diketahui bahwa hanya pada variabel kelengkapan dan keputusan baik untuk masingmasing inspektor dan masing-masing inspektor vs standar, dan juga variabel diskontinuitas pada nozzle untuk masing-masing inspektor yang memiliki T(-) kurang dari 0,125 sehingga tolak H 0, yang berarti hanya pada variabel tersebut terdapat peningkatan konsistensi yang signifikan pada tahap II. IV. KESIMPULAN /RINGKASAN Kapabilitas proses inspeksi sebelum diadakan pelatihan menunjukkan bahwa proses inspeksi belum memenuhi spesifikasi minimum yang telah ditentukan, namun setelah dilakukan pelatihan visual inspeksi kapabilitas proses inspektor mengalami peningkatan dari segi proses yang telah terkendali. Begitu juga dengan analisis kesesuaian penilaian yang menunjukkan peningkatan konsistensi inspektor yang signifikan pada variabel kelengkapan, keputusan, dan diskontinuitas pada nozzle. Penyebab rendahnya kapabilitas proses dan konsistensi inspektor QC disebabkan antara lain karena tidak ada pemetaan skill yang dimiliki oleh inspektor secara jelas dan pelatihan yang memadai, selain itu tidak pernah diadakan tes secara rutin untuk menyamakan persepsi kembali untuk visual inspeksi, dan juga padatnya jadwal kerja inspektor. DAFTAR PUSTAKA [1] Crosby, D. C. (1998). A Managers Guide to Gauge R&R. Rubber World 218. [2] Montgomery, C. D. (2009). Introduction to Statistical Quality Control Sixth Edition. United States: John Wiley & Sons, Inc. [3] Bothe, D. R., 1997. Measuring Process Capability. McGraw-Hill. New York. [4] Mega, R. A., Yanti, T. S., & Lisnur, W. (2009, Nopember). Uji Keberartian Koefisien raw Agreement. Statistika, 9(2), 83-88. [5] Dietrich, E. (2002). Measurement System Capability. Birkenau: Q-DAS. [6] Fleiss, J. L. (1981). Statistical Methods for rates and Proportions 3th Editions. john Wiley & Sons. [7] Johnson, N. L., & Kotz, S. (1969). Discrete Distributions. John Wiley & Sons, Inc. [8] Landis, J., & Koch, G. (1977). The Measurement of Observer Agreement for categorical Data. Biometrics, 159-174. [9] Wayne, D. W. (1989). Statistika Nonparametrik Terapan. Jakarta: PT Gramedia. [10] Eugene, L. G., & Richard, S. L. (1996). Statistical Quality Control (7th ed.). united state: McGraw-Hill Companies. [11] Dhuhuri, I. (2012). Visual Inspection of Weld Procedure. Dalam P. A. ESI, Quality Control Procedure 7.2 (hal. 1-20). Surabaya. [12] American Welding Society. (2004). The Everyday Pocket Handbook for visual Inspection and Weld Discontinuities-Causes and Remedies. United States: United States of America.