ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DAN KETERKAITANNYA DENGAN KENYAMANAN KOTA SAMARINDA
AFRIANTO PUTRA RAMDANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ruang Terbuka Hijau dan Keterkaitannya dengan Kenyamanan Kota Samarinda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2015 Afrianto Putra Ramdani NIM A156120021
RINGKASAN AFRIANTO PUTRA RAMDANI. Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Keterkaitannya dengan Kenyamanan Kota Samarinda. Dibimbing oleh SANTUN RISMA PANDAPOTAN SITORUS dan BAMBANG SULISTYANTARA. Banyaknya lahan terbangun dan kurangnya RTH di Kota Samarinda menyebabkan terjadinya perubahan iklim mikro perkotaan. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi penduduknya, terutama untuk penduduk yang beraktivitas diluar ruangan. Tingkat ketidaknyamanan iklim mikro di kawasan perkotaan pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap penurunan produktifitas dari aktivitas masyarakat perkotaan, oleh karena itu keberadaaan Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kawasan perkotaan sangatlah penting untuk dipertimbangkan agar dapat berfungsi sebagai penjaga iklim mikro yang sejuk dan nyaman. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau di Kota Samarinda, 2) menganalisis temperatur dan kelembaban udara serta keterkaitannya dengan Ruang Terbuka Hijau dan lahan terbangun, 3) menganalisis Tingkat Kenyamanan Kota Samarinda dan Keterkaitannya dengan luas RTH, 4) menganalisis kebutuhan Ruang Terbuka Hijau dan areal yang berprioritas untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau, 5) menyusun arahan untuk penambahan Ruang Terbuka Hijau. Berdasarkan hasil studi penelitian diketahui bahwa kondisi eksisting RTH Kota Samarinda saat ini secara keseluruhan ialah seluas 8.850,31 ha atau 12,21% dari luas kota. Luasan tersebut terdiri dari RTH publik dengan luas 732,77 ha atau 1,01% dan RTH privat dengan luas 8.117,54 ha atau seluas 11,20%. Hasil dari analisis keterkaitan RTH dengan temperatur menunjukan bahwa RTH cenderung berpengaruh kecil terhadap penurunan temperatur udara di Kota Samarinda. Setiap penambahan 1% dari luas RTH hanya dapat berpengaruh terhadap penurunan temperatur udara sebesar 0,015⁰C. Target penurunan termperatur sebesar 0,5⁰C di Kota Samarinda dapat diperoleh dengan luas RTH sebesar 33,33%. Hasil analisis keterkaitan antara luas RTH dan kelembaban udara diketahui bahwa setiap meningkatnya RTH seluas 2,84% akan meningkatkan kelembaban udara sebesar 1%. Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa perencanaan RTH kurang efektif menggunakan variabel temperatur sebagai pertimbangan dalam penambahan RTH. Saat ini Kota Samarinda membutuhkan RTH seluas 13.627,23 ha atau 18,9% dari luas kota untuk memenuhi luas minimal RTH. Hasil pemetaan RTH menunjukan bahwa terdapat 4 jenis prioritas areal yang dapat dijadikan RTH di Kota Samarinda. Pertama adalah areal prioritas 1 dengan luas 25.638 ha (35%), areal prioritas 2 dengan luas 24.235 ha (33%), areal prioritas 3 dengan luas 2.883 ha (4%), dan areal prioritas 4 dengan luas 937 ha (1%). Berdasarkan hasil survei kenyamanan masyarakat diketahui bahwa kota Samarinda tidak nyaman secara termal. Hasil analisis regresi logistik terkait dengan kenyamanan masyarakat menunjukan bahwa RTH hanya sedikit pengaruhnya dalam menentukan respon kenyamanan masyarakat di Kota Samarinda. Hasil tersebut menunjukan bahwa perencanaan RTH kurang efektif menggunakan pertimbangan kenyamanan dalam penambahan RTH.
Arahan penambahan RTH Kota Samarinda didasarkan pada prioritas lahan untuk RTH dan luas mininal RTH Kota. Hasil perhitungan untuk rencana penambahan RTH di Kota Samarinda adalah dengan penambahan RTH pada Kecamatan Palaran 4.022 ha, Samarinda Ilir 1.246 Samarinda Seberang 904 ha, Samarinda Ulu 320 ha, Samarinda Utara 6.086 ha, dan Sungai Kunjang 1.049 ha. Kata kunci : Prioritas, Ruang Terbuka Hijau, Temperatur dan Kelembaban udara.
SUMMARY AFRIANTO PUTRA RAMDANI. Green Open Space Analysis and Relationship with Human Comfort in Samarinda City. Supervised by SANTUN RISMA PANDAPOTAN SITORUS dan BAMBANG SULISTYANTARA. Many built area and lack of Green Open Space (GOS) in Samarinda City caused the mikro climate change. This matter caused uncomfortable for townspeople, especially for society are activity on out door. The uncomfortable micro climate in urban area finally will also take effect on society productivity. Therefore existention of GOS in rural area is very important considered to make mikro climate that cool and comfort. The goal of this research is 1) Analyze existing condition GOS in Samarinda City, 2) Analyze relation of air temperature and humidity with GOS, 3) Analyze thermal comfort in Samarinda City and relation with GOS area, 4) Analyze GOS needs and priority area to built GOS, 5) Formulate GOS development direction to increase GOS area. The result of study showed that the current total existing area of Green Open Space in Samarinda City are 8.850,31 ha or 12,21% of total area. The area consists of public GOS area 732,77 ha or 1,01% dan private GOS area 8.117,54 ha or 11,20% of total area. The result of analyze, GOS relation with temperature showed that there are tendency RTH is related to decrease air temperatur in Samarinda City, every increased 1% of GOS area can effect to decrease air temperature 0.015⁰C. Therefore to reduce 0,5⁰C air temperatur in Samarinda City required GOS area 33,33% of total area. The result of analyze GOS relation with air humidity showed that every increased 2,84% GOS area effect increase air humidity 1%. Samarinda City needs GOS area 13.627,23 ha or 18,9% of total area to fulfills GOS area minimum. The result of mapped analyze showed that Samarinda City have 4 priority type for built GOS area. They are priority 1 is 25.638 ha (35%), priority 2 is 24.235 ha (33%), priority 3 is 2.883 ha (4%), and priority 4 is 937 ha (1%). The result of comfort society survey showed that Samarinda City is not comfort in thermal. The result of regresion logistic analyze showed that percentation of RTH area is a variabel that have effect to make comfort responses in Samarinda City. GOS development direction to increased GOS area in Samarinda City is based on region area and shared by proportion area to sub distric in Samarinda City. Best election land for GOS can looked based on priority area. The result of calculation to development GOS area in Samarinda City, required addition GOS area on every Sub district namely, Palaran 4.022 ha, Samarinda Ilir 1246 Samarinda Seberang 904 ha, Samarinda Ulu 320 ha, Samarinda Utara 6.086 ha and Sungai Kunjang 1.049 ha. Keywords : Green Open Space, Priority, Temperature and Humidity.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DAN KETERKAITANNYA DENGAN KENYAMANAN KOTA SAMARINDA
AFRIANTO PUTRA RAMDANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Alinda Fitriani Malik Zain, MSi
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilimiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam karya ilmiah ini adalah pengembangan wilayah khususnya dari aspek analisis yang diperlukan sebagai pertimbangan dalam merencanakan Ruang Terbuka Hijau yang saat ini menjadi masalah di banyak kota di dunia. Masalah ini timbul terutama disebabkan oleh adanya konversi lahan terbuka menjadi lahan terbangun yang banyak terjadi di wilayah perkotaan. Adapun judul tesis ini adalah Analisis RTH dan Keterkaitannya dengan Kenyamanan Kota Samarinda. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tinginya penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr Ir Bambang Sulistyantara selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan, saran dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. 2. Dr Ir Alinda Fitriani Malik Zain, MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. 3. Ketua Program Studi serta segenap dosen pengajar, asisten dan staf pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 4. Orang tua tercinta Dr Heryanto MPd MSi dan Siti Murti SPd yang terus mendukung dengan doa dan semangat. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. 5. Teman-teman Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman yang telah membantu dalam pengumpulan data lapang. 6. Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2015
Afrianto Putra Ramdani
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ..........................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................viii PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1 Perumusan Masalah ...................................................................................................... 2 Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 3 Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 3 Kerangka Pemikiran ..................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 5 Kota Hijau (Green City) ............................................................................................... 5 Ruang Terbuka Hijau ................................................................................................... 6 Temperatur Permukaan ................................................................................................ 6 Pengaruh vegetasi pada temperatur lingkungan ........................................................... 7 Kelembaban Udara ....................................................................................................... 8 Kenyamanan Termal .................................................................................................... 9 Perubahan Luas RTH ................................................................................................. 10 Penginderaan Jauh ...................................................................................................... 11 METODE PENELITIAN ................................................................................................ 12 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 12 Jenis dan Sumber Data serta Alat Penelitian .............................................................. 13 Metode Analisis Data ................................................................................................. 13 Tahap Persiapan ......................................................................................................... 15 Tahap Analisis Data Citra .......................................................................................... 15 Tahap Pengecekan Lapang ......................................................................................... 16 Teknik Pengumpulan Data Lapang ............................................................................ 17 Analisis Keterkaitan RTH dengan Suhu dan Kelembaban Udara .............................. 19 Analisis Prioritas Areal untuk RTH ........................................................................... 19 Survei Keterkaitan RTH dan Kenyamanan Masyarakat ............................................ 20 Arahan Penambahan RTH .......................................................................................... 21 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................................... 23 Letak Geografis .......................................................................................................... 23 Topografi .................................................................................................................... 23 Iklim dan Curah Hujan ............................................................................................... 23 Penggunaan Lahan ..................................................................................................... 24 Penduduk .................................................................................................................... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 26 Interpretasi Citra Landsat ........................................................................................... 26 Interpretasi Citra Quick Bird ...................................................................................... 29
vi Penggunaan Lahan Kota Samarinda .......................................................................... 32 Kondisi eksisting RTH di Kota Samarinda................................................................ 34 RTH Publik Kota Samarinda ..................................................................................... 36 RTH Privat Kota Samarinda ...................................................................................... 38 Analisis Keterkaitan RTH dengan Temperatur dan Kelembaban Udara ................... 38 Survei Respon Kenyamanan ...................................................................................... 40 Kebutuhan RTH Kota Samarinda .............................................................................. 42 Prioritas Areal untuk RTH ......................................................................................... 42 Arahan untuk Penambahan RTH ............................................................................... 45 SIMPULAN DAN SARAN............................................................................................ 48 Simpulan .................................................................................................................... 48 Saran .......................................................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 49 LAMPIRAN ................................................................................................................... 52 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ 63
vii
DAFTAR TABEL 1 Tujuan penelitian, jenis data, sumber data serta teknik analisis 2 Peubah Kenyaman Masyarakat 3 Luas Wilayah Kota Samarinda Berdasarkan Kelerengan 4 Penggunaan Lahan Kota Samarinda 5 Kunci Interpretasi yang diperoleh dari citra Landsat 6 Jumlah Titik Pengecekan Lapang 7 Kunci Interpretasi yang diperoleh dari citra Quick Bird 8 Luas Penggunaan Lahan Kota Samarinda dalam Satuan Hektar (Ha) 9 Luas RTH Publik dan Privat di Kota Samarinda 10 Luas RTH publik di Kota Samarinda 11 Informasi hasil wawancara yang diperoleh dari masyarakat 12 Hasil persamaan Regresi Logistik 13 Luas Prioritas RTH Kota Samarinda 14 Luas areal untuk rencana penambahan RTH
13 21 23 24 26 27 29 32 35 36 41 41 45 46
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran 2 Lokasi Penelitian 3 Diagram Alir Penelitian 4 Grid dan Jalur menuju Titik Pengambilan Data 5 Ukuran Grid Pengambilan Data 6 Proses overlay untuk analisis areal prioritas RTH 7 Peta hasil interpretasi secara visual Kota Samarinda 8 Peta hasil interpretasi secara visual bagian Kota Samarinda 9 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Samarinda 10 Peta Lokasi RTH Publik Kota Samarinda 11 Variabel luas RTH (x) dan temperatur (y) 12 Grafik hubungan antara kenyamanan masyarakat dan luas RTH 13 Peta Prioritas Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda 14 Peta Arahan Penambahan RTH Kota Samarinda
4 12 14 18 19 20 28 31 33 37 39 42 44 47
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Pengamatan, luas RTH dalam grid, temperatur dan kelembaban udara di Kota Samarinda 2 Peta Nilai Tanah Kota Samarinda Tahun 2014 3 Penggunaan Lahan di Kota Samarinda 4 Dokumentasi pengumpulan data temperatur dan kelembaban udara di Kota Samarinda 5 Dokumentasi wawancara terkait kenyamanan Kota Samarinda 6 Titik koordinat pengecekan lapang (Ground Check) pada hasil interpretasi Citra Quick Bird 7 Titik koordinat pengecekan lapang (Ground Check) pada hasil interpretasi Citra Landsat
52 53 53 55 55 56 60
viii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Terjadinya perubahan kondisi iklim di kawasan perkotaan yang mengarah pada kondisi tidak nyaman merupakan sebuah dampak buruk yang dihasilkan dari pembangunan fisik kota yang kurang memperhatikan keseimbangan lingkungan. Permasalahan terkait dengan iklim seringkali muncul ketika kawasan perkotaan dalam pembangunan fisiknya lebih didominasi oleh material non alami daripada material alaminya sehingga menyebabkan terjadi perubahan iklim mikro. Saat ini kecenderungan beberapa Kota di Indonesia, kuantitas RTH publiknya semakin berkurang, terutama pada 30 tahun terakhir ini (Siahaan, 2010). Dilihat dari fungsinya RTH memiliki fungsi yang penting bagi suatu kota. Menurut Purnomohadi (2002) RTH yang ditumbuhi tanaman dapat berfungsi memberikan kesejukan dan kenyamanan. Kendati Ruang Terbuka Hijau (RTH) saat ini masih belum terlalu dipertimbangkan dalam sudut pandang ekonomi, namun saat ini hal tersebut sebenarnya penting dan perlu dipertimbangkan dalam pembangunan agar nantinya suatu pembangunan dapat tetap berkelanjutan. Kota Samarinda sebagai Ibu Kota dari Provinsi Kalimantan Timur, secara fisik mengalami pembangunan yang begitu cepat. Hal tersebut ditandai dengan bertambahnya jumlah bangunan-bangunan, baik untuk keperluan permukiman maupun keperluan lainya seperti perkantoran, tempat perniagaan dan pendidikan, namun bertambahnya ruang terbangun ini tidak diimbangi secara baik dengan pendistribusian Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai penyeimbang kenyamanan di lingkungan perkotaan sehingga yang terjadi saat ini adalah turunnya tingkat kenyamanan iklim mikro yang salah satu parameternya ditunjukan oleh peningkatan temperatur udara Kota Samarinda hingga mencapai 34°C pada tahun 2014. Idealnya tempertur udara yang nyaman bagi manusia adalah sekitar 27°C sampai dengan 28°C (Laurie, 1986). Suhu nyaman sangat diperlukan manusia untuk mengoptimalkan produktifitas kerjanya (Idealistina, 1991). Temperatur udara di Kota Samarinda pada beberapa tahun terakhir menunjukan tren peningkatan setiap tahunnya, dimana temperatur udara Kota Samarinda pada tahun 2011 berkisar 31°C, pada tahun 2012 meningkat menjadi 32°C dan kembali meningkat menjadi 33°C pada tahun 2013 (BMKG, 2014). Berdasarkan data BPS Kota Samarinda tahun 2005 dan 2010, jumlah penduduk Kota Samarinda mengalami peningkatan sebesar 3 % per tahunnya. Pertambahan jumlah penduduk di Kota Samarinda ini meningkatkan kebutuhan ruang untuk dijadikan lahan terbangun. Menurut Sitorus et al. (2007) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH yaitu alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan. Secara perlahan banyaknya lahan terbangun di Kota Samarinda menyebabkan terjadinya perubahan iklim mikro perkotaan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi penduduknya, terutama untuk aktivitas penduduk yang dilakukan diluar ruangan. Tingkat ketidaknyamanan iklim mikro di kawasan perkotaan pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap penurunan produktifitas dari aktivitas masyarakat perkotaan, oleh karena itu keberadaaan Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kawasan perkotaan sangatlah penting untuk dipertimbangkan agar dapat berfungsi sebagai penjaga iklim mikro yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara, cahaya dan pergerakan angin.
2
Iklim mikro perkotaan sangat erat kaitannya dengan keberadaan RTH. Selama ini pembangunan kota masih menganggap RTH tidak memiliki manfaat ekonomi yang besar sehingga dalam proses pembangunan ada kecenderungan mengesampingkan RTH dan lebih memprioritaskan pada pemanfaatan ruang terbangun. Pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, keberadaan RTH sudah ditetapkan luasannya yaitu seluas 30% dari luas wilayah kota, dengan proporsi 20% sebagai RTH publik dan 10% sebagai RTH privat, namun karena seiring belum mencukupi serta tidak menyebar atau tidak terdistribusi dengan baik maka keberadaan RTH tersebut belum berpengaruh besar terhadap kenyaman iklim mikro di kawasan perkotaan. Pendistribusian RTH terkait dengan iklim mikro perkotaan sendiri menjadi persoalan yang cukup sulit karena belum dipetakannya kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau di Kota Samarinda dan belum diketahuinya seberapa besar pengaruh RTH terhadap temperatur dan kelembaban udara dalam menciptakan iklim mikro yang nyaman untuk kawasan perkotaan yang tergambar secara spasial, oleh karena itu perlu dilakukan analisis RTH dan keterkaitannya dengan kenyamanan Kota Samarinda. Penelitian mengenai analisis Ruang Terbuka Hijau ini sendiri dilakukan dengan cara mengukur dua unsur iklim yang dapat dirasakan secara langsung oleh manusia, yaitu temperatur dan kelembaban udara. Informasi mengenai kondisi eksisting RTH dan temperatur serta kelembaban udara dapat digunakan untuk melakukan pendistribusian RTH secara tepat, oleh karena itu dengan diketahuinya informasi tersebut suatu kawasan perkotaan dapat didisain agar dapat menjaga kondisi iklim yang senyaman mungkin bagi aktifitas masyarakat perkotaan, selain itu dengan adanya pendistribusian RTH, pembangunan kota juga akan lebih mengarah pada pembangunan yang ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan memecahkan permasalahan dari iklim mikro perkotaan di Kota Samarinda melalui pendistribusian RTH. Perumusan Masalah Pembangunan fisik kota Samarinda yang tidak selaras antara keberadaan Ruang Terbangun dan distribusi Ruang Terbuka Hijau berdampak pada terjadinya perubahan pada iklim mikro perkotaan. Perubahan tersebut terjadi pada elemen-elemen iklim mikro seperti temperatur, kelembaban, intensitas sinar matahari dan angin. Apabila elemen iklim mikro tersebut berubah, maka dikhawatirkan akan terjadi perubahan kearah yang tidak sesuai dengan kenyamanan kondisi tubuh manusia. Tingkat ketidaknyamanan iklim mikro di kawasan perkotaan pada akhirnya juga akan dapat berpengaruh terhadap penurunan produktifitas dari aktivitas masyarakat perkotaan, oleh karena itu keberadaaan Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kawasan perkotaan sangatlah penting untuk dipertimbangkan agar dapat berfungsi sebagai penjaga iklim mikro yang sejuk dan nyaman. Guna memperoleh iklim mikro kota yang optimal diperlukan suatu pendistribusian RTH yang merata, akan tetapi pendistribusian RTH terkait dengan iklim mikro perkotaan sendiri menjadi persoalan yang cukup sulit karena belum dipetakannya kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau di Kota Samarinda dan belum diketahuinya seberapa besar pengaruh RTH terhadap temperatur dan kelembaban udara dalam menciptakan iklim mikro yang nyaman untuk kawasan perkotaan secara spasial, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan tingkat kenyamanan klimatologis yang dihubungkan dengan keberadaan RTH.
3
Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka disusun empat pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau di Kota Samarinda ? 2. Seberapa besar temperatur dan kelembaban udara serta bagaimana keterkaitannya dengan Ruang Terbuka Hijau ? 3. Bagaimana kondisi kenyamanan termal di Kota Samarinda ? 4. Bagaimana kebutuhan RTH dan dimana areal yang dapat diprioritaskan untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau di Kota Samarinda ? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau di Kota Samarinda 2. Menganalisis temperatur dan kelembaban udara serta keterkaitannya dengan Ruang Terbuka Hijau 3. Menganalisis Tingkat Kenyamanan Kota Samarinda dan Keterkaitannya dengan luas RTH 4. Menganalisis kebutuhan Ruang Terbuka Hijau dan prioritas areal untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau 5. Menyusun arahan untuk penambahan Ruang Terbuka Hijau Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Memberikan masukan untuk memudahkan pengaturan distribusi RTH di Kota Samarinda dalam rangka menciptakan kenyamanan iklim mikro diperkotaan. 2. Memberikan kontribusi pada pengembangan kota serta penerapan RTH di Kota Samarinda. Kerangka Pemikiran Pesatnya pembangunan fisik Kota Samarinda yang menambah Ruang Terbangun mengakibatkan keberadaan Ruang Terbuka menjadi berkurang. Ruang terbangun disini merupakan ruang yang keberadaanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tingkat penggunaan yang tinggi, misalnya jalan, gedunggedung, perumahan, dan infrastruktur lainnya. Ruang terbuka adalah ruang dalam bentuk area maupun dalam bentuk memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14, 1988). Ruang terbuka terdiri dari Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Non Hijau. Ruang Terbuka Hijau adalah area yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik tanaman yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Undang-Undang No. 26, 2007), sedangkan ruang terbuka non hijau adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air (Menteri Pekerjaan Umum, 2009). Elemen-elemen iklim mikro seperti temperatur, kelembaban, intensitas sinar matahari dan angin akan berubah apabila kondisi fisik lingkungan perkotaan mengalami perubahan, khususnya perubahan fisik lingkungan yang menyangkut keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dua elemen iklim mikro yang berpengaruh langsung terhadap aktifitas manusia diluar ruangan adalah temperatur dan kelembaban udara. Meluasnya
4
pembangunan fisik kota diiringi dengan bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan pemanfaatan ruang intensif yang berimplikasi pada terjadinya perubahan iklim mikro secara spasial dalam bentuk peningkatan temperatur kota. Hal ini banyak atau sedikit dapat menyebabkan ketidaknyamanan kota. Berkurangnya tingkat kenyamanan iklim mikro di Kota Samarinda sampai batas tertentu pasti akan berdampak buruk terhadap kehidupan kota, oleh karena itu temperatur udara di Kota Samarinda sangat perlu ditekan dengan upaya-upaya penghijauan. Terjadinya perubahan iklim perkotaan secara mikro salah satunya dapat disebabkan oleh distribusi Ruang Terbuka Hijau yang tidak merata secara spasial, oleh karena itu diperlukan analisis spasial Ruang Terbuka Hijau dan keterkaitannya dengan kenyamanan kota untuk mengetahui sejauh mana keberadaan Ruang Terbuka Hijau dapat berpengaruh terhadap kenyaman di kawasan perkotaan dan seperti apa distribusi Ruang Terbuka Hijau yang efisien dalam mengatur iklim mikro kota. Hasil analisis ini nantinya diharapkan mampu memberikan arahan dalam Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk menjaga kenyamanan iklim mikro di Kota Samarinda. Langkah-langkah penyusunan studi Analisis Ruang Terbuka Hijau dan keterkaitannya dengan kenyamanan Kota Samarinda dapat dilihat pada kerangka pikir penelitian seperti tertera pada Gambar 1. Pembangunan Fisik Kota Samarinda
Ruang Terbuka
Ruang Terbangun
Perubahan temperatur dan kelembaban
Ruang Terbuka Hijau (Vegetasi)
Ruang Terbuka Non Hijau
Analisis RTH & Keterkaitannya dengan Kenyamanan Kota
Ketidaknyamanan Kota Samarinda
Rekomendasi Perencanaan RTH Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA Kota Hijau (Green City) Berdasarkan definisinya Kota Hijau (Green City) menurut Utomo (2003) diartikan sebagai penataan ruang kota yang menempatkan RTH sebagai asset, potensi dan investasi kota jangka panjang yang memiliki nilai ekonomi, ekologis, edukatif dan estetis sebagai bagian penting nilai jual kota. Menurut Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura (2011), Green City diartikan sebagai kota hijau yang diharapkan akan tumbuh kembang sebagai kampanye pemanfaatan florikultura untuk cipta pasar dalam negeri secara sistemik. Green City mempunyai 8 komponen yaitu green planning and design, green open space, green waste, green transportation, green water, green energy, green building dan green community (Andayani, 2011). Kota hijau adalah kota yang sehat secara ekologis. Kota hijau harus dipahami sebagai kota yang memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan menyinergikan lingkungan alami dan buatan (BKPRN, 2012). Salah satu komponen dari green city yang terkait dengan temperatur dan suhu udara perkotaan adalah green open space atau yang dikenal sebagai Ruang Terbuka Hijau. Kondisi fisik dari suatu lingkungan perkotaan terbentuk dari tiga unsur (dinamis) dasar yaitu pepohonan dan organisme di dalamnya, struktur sosial (kondisi sosial), dan manusia (Grey, 1986). Gunadi (1995) menjelaskan istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. Ruang Terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) dalam bangunan. Definisi ruang luar, adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square. Zona hijau bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/jejaring listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes) berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, taman pertanian kota, dan seterusnya. Zona hijau inilah yang kemudian kita sebut Ruang Terbuka Hijau (RTH). Definisi selanjutnya, RTH adalah bagian dari ruang terbuka yang merupakan salah satu bagian dari ruang-ruang di suatu kota yang biasa menjadi ruang bagi kehidupan manusia dan mahkluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan. Ruang terbuka dapat dipahami sebagai ruang atau lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi, konservasi lahan dan sumberdaya alam lainnya, atau keperluan sejarah dan keindahan (Green, 1959). RTH memiliki tiga fungsi dasar, yaitu secara sosial, fisik, dan estetik (Adams, 1952). Secara sosial, RTH merupakan fasilitas untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan, dan olah raga. Ruang Terbuka Hijau kota dapat menjadi tempat untuk menjalin komunikasi antar masyarakat kota. Secara fisik, RTH berfungsi sebagai paruparu kota, melindungi sistem tata air, peredam bunyi, pemenuhan kebutuhan visual, dan menahan perkembangan lahan terbangun (sebagai penyangga). Pepohonan dan vegetasi yang ada di Ruang Terbuka Hijau dapat menghasilkan udara segar dan menyaring debu serta mengatur sirkulasi udara sehingga dapat melindungi warga kota dari gangguan polusi udara. Secara estetika, RTH kota berfungsi sebagai pengikat antar elemen
6
gedung, sebagai pemberi ciri dalam membentuk wajah kota, dan juga sebagai salah satu unsur dalam penataan arsitektur perkotaan. Kota hijau merupakan konsep perkotaan, dimana masalah lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial budaya (kearifan lokal) harus seimbang demi generasi mendatang yang lebih baik. Kota hijau berkorelasi dengan faktor urbanisasi yang menyebabkan pertumbuhan kota-kota besar menjadi tidak terkendali bila tidak ditata dengan baik (BKPRN, 2012). Dengan penyediaan RTH kota akan menjadikan kota yang lebih baik yaitu kota sehat. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (green open space) kota merupakan ruang-ruang terbuka (open space) di berbagai tempat di suatu wilayah kota yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kehidupan manusia dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya selain untuk kelestarian dan keindahan lingkungan (Nurisyah, 1996). Ruang Terbuka Hijau kota terdiri atas tamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang Terbuka Hijau diklasifikasikan berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004). Menurut UU RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan luasannya setiap Kota wajib menyediakan RTH seluas 30% dari luas wilayahnya yang dibedakan masing-masing yaitu 20% untuk luasan RTH publik dan 10% untuk RTH privat. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan guna meningkatkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan secara ekologis, estetis, dan sosial. Secara ekologis, Ruang Terbuka Hijau berfungsi sebagai pengatur iklim mikro kota yang menyejukkan. Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsurunsur iklim yang ada di sekitarnya misalnya suhu, kelembaban, angin dan curah hujan. Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (2006) Ruang Terbuka Hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum dibedakan atas empat fungsi dasar yaitu : 1. Fungsi Bio-ekologis (fisik), 2. Fungsi Sosial, ekonomi (produktif), dan budaya, 3. Fungsi Ekosistem perkotaan dan 4. Fungsi estetis untuk meningkatkan kenyamanan, dan memperindah lingkungan. Temperatur Permukaan Arie (2012) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sebaran temperatur permukaan lahan yaitu, Pertama, perubahan luas tutupan lahan terbangun. Hal ini didasarkan pada hasil pengolahan citra satelit yang menunjukkan bahwa persentase perubahan tutupan lahan terbangun mengalami peningkatan temperatur permukaan yang lebih tinggi sedangkan tutupan lahan lainnya seperti vegetasi yang berupa pepohonan justru memiliki temperatur permukaan yang lebih rendah. Pada analisis penampang kawasan juga menunjukkan pola sebaran pada wilayah dengan kawasan yang mengalami perubahan menjadi lahan terbangun memiliki kecenderungan adanya peningkatan temperatur permukaan lahan dan menyebabkan terbentuknya titik-titik panas. Kedua, Peningkatan sebaran vegetasi. Berdasarkan hasil
7
analisis penampang kawasan menunjukkan bahwa wilayah dengan perubahan tutupan menjadi vegetasi memiliki kecenderungan temperatur menjadi lebih dingin. Hal ini diperkuat dengan analisis indeks vegetasi yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebaran vegetasi pada tahun 2008, sehingga di beberapa wilayah menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Faktor-faktor tersebut diatas, dapat dijadikan sebagai indikator adanya peningkatan atau penurunan temperatur permukaan lahan di Kota, yang berarti bahwa apabila pengelolaan kota lebih banyak merubah tutupan lahan kota menjadi bangunan dengan lapisan permukaan buatan seperti beton, aspal atau membiarkan lahan-lahan menjadi terbuka tanpa adanya vegetasi di permukaan maka peningkatan temperatur permukaan lahan pasti akan terjadi. Pengaruh vegetasi pada temperatur lingkungan Lingkungan termal (temperatur) didefinisikan sebagai lingkungan yang mempengaruhi manusia dalam hal kualitas temperaturnya, sehingga manusia dapat merasakan lingkungan tersebut sebagai lingkungan yang dingin atau panas. Salah satu unsur utama yang membetuk lingkungan termal adalah temperatur udara, disamping unsur lain seperti temperatur radiasi, kelembaban, dan pergerakan udara. Perubahan lingkungan termal di perkotaan pada penelitian ini dilihat dari berubahnya temperatur udara. Emmanuel (2000) berpendapat bahwa perubahan lingkungan termal dipengaruhi oleh : a. Pergantian natural land cover dengan perkerasan, bangunan, dan infrastruktur lainnya b. Pengurangan jumlah pohon dan tanaman sehingga mengurangi efek pendinginan alami dari pembayangan dan penguapan air dari tanah dan dedaunan (evapotranspiration). c. Peningkatan jumlah bangunan tinggi sehingga membentuk jalur-jalur jalan sempit yang memerangkap udara panas dan menghambat aliran udara (geometry effect). d. Peningkatan buangan panas dari kendaraan, pabrik dan AC serta kegiatan manusia lainnya yang menambah panas lingkungan. e. Peningkatan polusi udara yang membentuk lapisan greenhouse gas dan ozone di udara. Salah satu peran vegetasi untuk mengendalikan lingkungan termal adalah melalui mekanisme evapotranspiation (proses penguapan air dari daun ke udara) yang dapat mempercepat pendinginan permukaan daun yang juga berakibat pada penurunan temperatur udara. Pengukuran terhadap proses evapotranspiration pernah dilakukan oleh DOE (Department of Energy) Lawrence Berkeley National Laboratory dan dilaporkan bahwa pohon berdiameter 30 feet dapat melepas air sebanyak 40 galon / hari (Taha, 1997). Di dalam artikel Trees and Vegetation yang dikeluarkan HIG (2004) dinyatakan bahwa pohon dan tanaman mendinginkan udara dengan cara membayangi dan mengurangi jumlah sinar matahari yang mencapai tanah. Jumlah sinar matahari yang menembus canopy dinyatakan dalam nilai transmitansi bervariasi dari 0 – 100%. Nilai 0 berarti sinar matahari sama sekali tidak dapat menembus canopy, nilai 100 berarti tidak ada sinar matahari yang ditahan oleh canopy. Vegetasi berupa pohon sangat berpengaruh positif terhadap lingkungan termalnya dalam hal laju penurunan temperatur udara dan temperatur udara rata-rata,
8
dengan demikian maka mekanisme pohon dalam pengendalian lingkungan termal dapat diintepretasikan sebagai berikut : a. Pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan mekanisme pembayangan (canopy effect), di mana pohon memayungi daerah di bawahnya dari sinar matahari langsung sehingga tidak menjadi panas dan berpengaruh pada udara. b. Pohon berpengaruh positif terhadap proses pendinginan (penurunan temperatur udara sore hari) berdasarkan mekanisme evapotranspirasi, dimana pelepasan air dari permukaan daun pada sore hari mendinginkan permukaan daun dan mempengaruhi temperatur udara di sekitarnya. c. Pohon berpengaruh negatif terhadap proses pemanasan (naiknya temperatur udara pagi hari) berdasarkan mekanisme ‘selimut’ dimana canopy menghalangi pertukaran panas dengan daerah sekitarnya sehingga lingkungan di bawahnya cepat menjadi panas. Efek dari laju naik temperatur udara tidak terlalu berpengaruh pada temperatur udara rata-rata. Kelembaban Udara Secara harfiah kelembaban udara dapat dirtikan sebagai jumlah uap air yang terdapat dalam udara yang dinyatakan dalam persen (Harijanto, 2000). Kelembaban udara erat kaitannya dengan keberadaan RTH, seperti yang dinyatakan oleh Putra (2011) yang mengevaluasi kenyamanan pada beberapa taman kota di jakarta pusat menyatakan bahwa area yang memiliki tutupan kanopi pohon memiliki suhu udara yang rendah dengan kelembaban yang tinggi. Begitu pula dengan area yang sedikit memiliki tutupan kanopi pohon, suhu udara menjadi lebih tinggi dan kelembabannya rendah. Kaka (2013) juga berpendapat bahwa berkurangnya RTH turut mempengaruhi penurunan kelembaban udara dan penurunan jumlah radiasi yang diserap tanaman. Pada siang hari, pohon mampu menyerap radiasi matahari, memberi naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Grey et al. 1978). Wicaksono (2010) yang meneliti pengaruh taman kota sebagai upaya untuk menurunkan polutan debu, menyatakan bahwa pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) taman kota mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kelembaban. Pepohonan dapat meningkatkan kelembaban udara relatif lingkungan yang dinaunginya dan diperlukan untuk memberikan keteduhan yang dapat menurunkan suhu udara lingkungan (Lakitan, 1994). Menurut Purnomohadi (2002) RTH yang ditumbuhi tanaman dapat berfungsi memberikan kesejukan dan kenyamanan. Fungsi dari tanaman bergantung pada karakteristik tanaman tersebut, misal pohon dengan tajuk berbeda maka menghasilkan suhu udara, kelembaban udara, menyerap sinar matahari yang berbeda pula. Struktur tanaman sangat menentukan kondisi iklim mikro sekitarnya. Variasi kelembaban udaranya sendiri bergantung pada suhu udara, perbedaan tipe penutupan lahan atau permukaan di masing-masing lokasi dan kerapatan vegetasi/kerindangan (Lakitan, 1994). Kelembaban udara memiliki pengaruh terhadap kenyamanan manusia, dimana dalam KEPMENKES RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 dinyatakan bahwa persyaratan kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%. Menurut Laurie (1986) kelembaban udara yang ideal bagi manusia adalah kelembaban udara yang berkisar antara 40% sampai dengan 75%, dengan suhu udara kurang lebih 27°C sampai dengan 28°C. Apabila kelembaban udara kurang dari 20 % maka hal tersebut dapat
9
menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme (Prasasti et al. 2005). Kenyamanan Termal Istilah kenyamanan termal sendiri sesungguhnya sudah dikenal oleh nenek moyang kita berabad-abad lalu. Peneliti kenyamanan termal dari Inggris, Webb (1959) menyatakan bahwa sejak 400 tahun sebelum Masehi, Hippocrates telah memperkenalkan effek fisik dari iklim terhadap manusia yakni dalam bentuk suhu udara, kelembaban, angin dan radiasi sinar matahari. Di dalam bahasa Inggris kata ‘nyaman’ atau ‘comfort’ diartikan sebagai bebas dari rasa sakit atau bebas dari masalah (Macfarlane, 1958). Manusia dinyatakan nyaman secara termal ketika ia tidak dapat menyatakan apakah ia menghendaki perubahan suhu udara yang lebih panas atau lebih dingin dalam ruangan tersebut (McIntyre, 1980). Olgyay (1963) merumuskan suatu ‘daerah nyaman’ sebagai suatu kondisi di mana manusia berhasil meminimalkan pengeluaran energi dari dalam tubuhnya dalam rangka menyesuaikan (mengadaptasi) terhadap lingkungan termal di sekitarnya. Standard ASHRAE (1992) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai perasaan dalam pikiran manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termalnya. Di dalam standar ini juga disyaratkan bahwa suatu kondisi dinyatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90% responden yang diukur menyatakan nyaman secara termal, sementara Standar Internasional Kenyamanan Termal, ISO (1994) juga mensyaratkan kondisi yang sama, yakni tidak lebih dari 10% responden yang diukur diperkenankan berada dalam kondisi tidak nyaman. Manusia merasakan panas atau dingin adalah wujud respon dari sensor perasa yang terletak di bawah kulit terhadap stimulus suhu yang ada di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan informasi rangsangan rasa pada otak, di mana otak akan memberikan perintah pada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi tertentu untuk mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 37°C. Hal ini diperlukan organ tubuh agar dapat menjalankan fungsinya secara baik (Karyono, 1996). Apabila suhu udara di sekitar tubuh manusia lebih tinggi dari suhu yang diperlukan tubuh, aliran darah pada permukaan tubuh atau anggota badan akan meningkat dan ini akan meningkatkan suhu kulit dan bertujuan untuk melepaskan panas dari dalam tubuh secara radiasi ke udara di sekitarnya. Pada tingkat selanjutnya hal ini akan diikuti oleh proses pengeluaran keringat sebagai upaya lebih lanjut dari tubuh untuk melepaskan lebih banyak panas atau kalor melalui proses penguapan. Pada situasi sebaliknya di mana suhu udara lebih rendah dari yang diperlukan tubuh, peredaran darah ke permukaan tubuh atau anggota badan dikurangi. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi pelepasan panas dari tubuh ke udara di sekitarnya. Pada kondisi ini umumnya tangan atau kaki menjadi dingin dan pucat. Pada situasi lebih lanjut, otot-otot akan berkontraksi dan tubuh akan menggigil. Hal ini merupakan usaha terakhir tubuh untuk meningkatkan proses metabolisme dalam rangka memperoleh tambahan panas dalam tubuh (Karyono, 2001). Ilmu kenyamanan termal hanya membatasi pada kondisi udara tidak ekstrim (moderate thermal environment), dimana manusia masih dapat mengantisipasi dirinya terhadap perubahan suhu udara di sekitarnya. Pada kondisi yang tidak ekstrim ini terdapat daerah suhu tertentu di mana manusia tidak memerlukan usaha apapun, seperti halnya menggigil atau mengeluarkan keringat guna mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap berkisar pada 37°C. Daerah suhu inilah yang kemudian disebut dengan 'suhu
10
nyaman'. Suhu nyaman sangat diperlukan manusia untuk mengoptimalkan produktifitas kerjanya (Idealistina, 1991). Tubuh manusia memiliki variasi antara satu dengan lainnya, seperti halnya gemuk, kurus, kekar, dan sebagainya, ada kecenderungan bahwa suhu nyaman yang dimiliki oleh tiap-tiap individu berbeda, untuk itu secara teori tidak akan pernah terjadi bahwa sekelompok manusia yang mengenakan pakaian sama, beraktifitas sama, dapat merasakan nyaman seluruhnya apabila ditempatkan dalam satu ruang yang memiliki suhu yang sama. Persentase maksimum yang dapat dicapai oleh suhu tertentu untuk memberikan kenyamanan terhadap suatu kelompok manusia adalah 95%. Artinya pada suhu tersebut 95% dari individu dalam kelompok itu akan merasa nyaman. Suhu inilah yang kemudian secara teori didefinisikan sebagai suhu netral atau suhu nyaman (ISO, 1994). Perubahan Luas RTH Siahaan (2010) menyatakan bahwa kecenderungan terjadinya penurunan kuantitas ruang publik, terutama RTH pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung, luas RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun 1970-an menjadi 10% pada saat ini. Ruang Terbuka Hijau yang ada sebagian besar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan dan kawasan permukiman baru. Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan terjadinya densifikasi penduduk dan permukiman yang cepat dan tidak terkendali di bagian kota. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan ruang meningkat untuk mengakomodasi kepentingannya. Semakin meningkatnya permintaan akan ruang khususnya untuk permukiman dan lahan terbangun berdampak pada semakin merosotnya kualitas lingkungan. Rencana Tata Ruang yang telah dibuat tidak mampu mencegah alih fungsi lahan di perkotaan sehingga keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin terancam dan kota semakin tidak nyaman untuk beraktivitas (Dwihatmojo, 2012). Menurut Sitorus et al. (2007) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH yaitu alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan. Agrissantika (2007) dalam penelitiannya mengenai dinamika spasial mengenai ruang terbangun dan Ruang Terbuka Hijau menyatakan bahwa berubahnya lahan RTH disebakan karena konversi lahan perkotaan dari lahan bervegetasi atau RTH menjadi lahan terbangun. Muis (2005) melakukan analisis kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dan air di kota Depok Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa ketersediaan dan kebutuhan air bagi masyarakat di Kota Depok diprediksikan tahun 2005-2015 akan mengalami krisis air akibat penggunaan dan peningkatan jumlah penduduk. Hasil penelitian Hakim (2006) yang melakukan analisis temporal dan spasial perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta menyimpulkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau berkurang. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri. Sementara itu menurut Nurisyah et al. (2011) perubahan penggunaan lahan pada bantaran Sungai Martapura, terutama, disebabkan karena pembangunan permukiman, dan karena terjadinya erosi. Perubahan tersebut terlihat dari beralihnya lahan-lahan terbuka terutama dalam bentuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi lahan terbangun dan hilangnya sebagian lahan di bantaran sungai tersebut akibat erosi.
11
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1999). Definisi yang lain juga dikemukakan oleh Konecny (2003) yang mana penginderaan jauh adalah metode untuk memperoleh informasi dari objek yang jauh tanpa adanya kontak langsung. Pada aplikasinya, teknologi penginderaan jauh menggunakan energi elektromagnetik seperti gelombang radio, cahaya, dan panas sebagai sarana untuk mendeteksi dan mengukur karakteristik objek atau target (Howard, 1996). Teknologi penginderaan jauh mampu melakukan pemantauan penggunaan lahan. Hal tersebut didasarkan pada prinsip penginderaan jauh yaitu melakukan deteksi suatu obyek tanpa menyentuhnya. Pemantauan yang dilakukan terkait dengan resolusi citra baik resolusi temporal, resolusi spasial dan resolusi spektral. Pemantauan tersebut dapat dilakukan harian, mingguan dan seterusnya. Parwati et al. (2004) menggunakan citra Landsat 7 ETM dengan resolusi spasial 30 m x 30 m untuk memetakan penutupan lahan. Klasifikasi penutupan lahan dilakukan secara digital. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah metode supervised. Langkah awal adalah membentuk training sample, dengan bantuan training sample tersebut dapat dilakukan proses klasifikasi secara digital, dimana objek dengan nilai statistik terdekat dikelompokkan menjadi kelas sesuai dengan kelas training sample yang diambil. Hasil penelitian Lisnawati dan Wibowo (2007), menggunakan jenis penutupan lahan yang diidentifikasi dari citra Landsat sebagai dasar untuk menginterpretasi jenis penggunaan lahan pada masing-masing penutupan lahan tersebut. Hasil penetapan jenis penggunaan lahan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan. Proses interpretasi jenis penutupan lahan didasarkan pada kondisi lapangan yang diperoleh dari hasil pengecekan lapang.
12
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Samarinda yang merupakan bagian dari wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis lokasi Kota Samarinda terletak pada posisi antara 117°03'00" - 117°18'14" Bujur Timur dan 00°19'02" - 00°42'34" Lintang Selatan. Kota Samarinda memiliki luas 71.800 ha. Adapun batas-batas wilayah Kota Samarinda adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak (Kabupaten Kutai Kartanegara) b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Anggana dan Sanga-Sanga (Kabupaten Kutai Kartanegara) c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Loa Janan (Kabupaten Kutai Kartenegara) d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Badak Tenggarong Seberang (Kabupaten Kutai Kartanegara) Secara administrasi wilayah Kota Samarinda terbagi atas 6 kecamatan dan 53 kelurahan. Waktu pelaksanaan Penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis pada periode bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Juni 2014. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi Penelitian
13
Jenis dan Sumber Data serta Alat Penelitian Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan yaitu data primer yang merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai obyek penelitian (Umar, 2003) dan data skunder yang merupakan data yang tidak langsung diberikan kepada peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau melalui dokumen (Sugiyono, 2005). Data sekunder dikumpulkan dari beberapa intansi yaitu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Samarida berupa peta RTRW kota Samarinda, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasioal berupa data Citra Quick Bird tahun 2013 dengan resolusi 0,6 m x 0,6 m yang merupakan bagian dari Kota Samarinda dan Citra satelit Landsat dengan resolusi 30 m x 30 m yang mencakup Seluruh kota Samarinda, Badan Pusat Statistik Kota Samarinda berupa data statistik penggunaan lahan, dan Badan informasi geospasial berupa peta batas administrasi Kota Samarinda. Data sekunder lainnya adalah peta nilai atau harga tanah yang berasal dari Badan Pertanahan (BPN). Data primer dikumpulkan melalui pengukuran langsung dilapangan terhadap elemen-elemen iklim yang berpengaruh terhadap kenyamanan di daerah tropis, yaitu temperatur dan kelembaban udara di Kota Samarinda. Tujuan, jenis data, sumber data, dan cara pengumpulan data serta teknik analisisnya tertera pada Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan software pembantu alat analisis yaitu MS-Office 2010, PSAW, dan ArcGIS ver. 9.3. Metode Analisis Data Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan empat metode analisis, yaitu, Interpretasi Citra, Analisis Regresi linier, Analisis SIG dengan metode overlay, dan Regresi Logistik. Interpretasi Citra dilakukan untuk mendeliniasi tipe penggunaan lahan di Kota Samarinda. Analisis regresi linier untuk mengetahui seberapa besar pengaruh RTH terhadap kenyamanan iklim perkotaan. Analisis SIG (overlay) untuk memetakan prioritas areal untuk dijadikan RTH. Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh RTH terhadap kenyamanan masyarakat. Tujuan penelitian, jenis data, sumber data sumber data serta teknik analisis dapat dilihat pada Tabel 1.
No 1.
2.
Tabel 1. Tujuan penelitian, jenis data, sumber data sumber data serta teknik analisis Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber data Teknik Output Analisis Menganalisis kondisi Citra Landsat Kota LAPAN Interpretasi Kondisi eksisting RTH di Kota Samarinda tahun Citra eksisting Samarinda 2014 RTH Kota Samarinda Menganalisis temperatur Data temperatur Survei Regresi Hubungan dan kelembaban serta dan kelembaban Lapangan Linier pengaruh keterkaitannya dengan udara Kota dengan Interpretasi RTH RTH Samarinda menggunakan Citra terhadap Citra Quick Bird sistem grid temperatur bagian Kota dan Samarinda tahun kelembaban 2013 udara
14
Tabel 1 (Lanjutan) 3.
Menganalisis Kenyamanan Samarinda
4.
Menganalisis kebutuhan Peta RTRW RTH dan prioritas areal Peta Penggunaan untuk dijadikan RTH Lahan Peta Harga Tanah Menyusun arahan untuk Kondisi eksisting penambahan RTH RTH, Peta RTRW, dan Peta Harga Tanah
5.
Tingkat Hasil wawancara Kota tentang kondisi kenyamanan Luas RTH
Wawancara Masyarakat Kota Samarinda
Regresi Logistik
Bapeda PEMDA BAKOSURT ANAL Bapeda PEMDA BPN
Overlay
Overlay
Pengaruh RTH terhadap Kenyamanan Masyarakat Kebutuhan RTH dan Peta Prioritas areal RTH Arahan Penambahan RTH Kota Samarinda
Citra Landsat 2014
Interpretasi Citra
Ground Check
Citra Quick Bird 2013
Pengumpulan Data Lapang
Temperatur dan Kelelembaban Udara
Wawancara Kepada Masyarakat
Regresi Logistik
Peta RTRW Kota Samarinda Peta Penggunaan Lahan Peta Harga Tanah
Overlay
Kondisi Eksisting RTH Kota Samarinda
Hubungan pengaruh RTH terhadap temperatur dan kelembaban udara
Pengaruh RTH terhadap ResponKenyamanaan Masyarakat
Kebutuhan dan Prioritas areal untuk RTH Kota Samarinda
Arahan untuk penambahan Ruang Terbuka Hijau Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
15
Tahap Persiapan Beberapa persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi literatur terkait dengan topik penelitian, penentukan metode yang tepat untuk digunakan dalam analisis data, penyusunan proposal, orientasi lapang untuk mengetahui secara langsung mengenai keadaan lokasi penelitian, pengumpulan data sekunder serta mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data lapang. Tahap Analisis Data Citra Interpretasi Citra Secara visual untuk mengenali obyek atau tipe tutupan lahan yang terdapat pada citra diperlukan suatu teknik analisis dengan menggunakan unsur-unsur interpretasi citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra digunakan untuk mengenali obyek yang disebut interpretasi citra (Sutanto, 1994). Pengenalan terhadap obyek pada citra menggunakan sembilan unsur interpretasi. Unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis dalam interpretasi tipe penggunaan lahan/vegetasi adalah sebagai berikut (Sutanto, 1986) : a. Rona/Warna Rona/warna merupakan karakteristik spektral, karena rona/warna termasuk akibat besar kecilnya tenaga pantulan maupun pancaran. Unsur ini nampak pada citra dengan tingkat cerah dan gelapnya suatu obyek. Umumnya rona/warna diklasifikasikan menjadi cerah, agak cerah, sedang, agak kelabu dan kelabu. Tingkatan rona/warna ini dapat diukur secara kualitatif. b. Ukuran Unsur ini menunjukan ukuran dari suatu obyek secara kualitatif maupun kuantitatif. Ukuran kualitatif ditunjukan dengan besar, sedang dan kecil (seperti : obyek hutan, perkebunan). Ukuran dapat diukur secara kuantitatif yang ditunjukan dengan ukuran obyek dilapangan. c. Bentuk Unsur ini ditunjukan dengan bentuk dari obyek, karena setiap obyek mempunyai bentuk seperti, jalan memanjang, lapangan bola lonjong dan sebagainya. d. Tekstur Tekstur suatu obyek ditunjukan dengan kehalusan suatu rona, seperti pada air jernih/kotor mempunyai tekstur halus, tetapi bila obyek bervariasi seperti pada obyek hutan belukar, pantulan tenaga dari pohon bervariasi yang ditunjukan dari tekstur yang kasar. e. Pola Pola merupakan unsur keteraturan dari suatu obyek dilapangan yang nampak pada citra. Obyek buatan manusia umumnya memiliki suatu pola tertentu yang diklasifikasikan menjadi teratur, kurang teratur dan tidak teratur. f. Tinggi Unsur ini akan nampak bila obyek itu mempunyai tinggi, dan tiap obyek memiliki tinggi kecuali permukaan air, tetapi untuk citra skala kecil tinggi obyek tidak
16
nampak. Tinggi dapat diukur bila skalanya memungkinkan, terutama citra foto yang menunjukan bentuk 3 dimensi. g. Bayangan Obyek yang mempunyai tinggi akan mempunyai bayangan dan bayangan dapat digunakan untuk mengukur tinggi suatu objek. Dengan pengukuran panjang bayangan maka dapat diketahui tinggi suatu objek. h. Situs Unsur ini merupakan ciri khusus yang dimiliki suatu objek dan setiap objek mempunyai situs, seperti lapangan bola mempunyai situs anak gawang dan podium, sawah mempunyai situs pematang atau galengan dan sebagainya. i. Asosiasi Unsur ini digunakan untuk menghubungkan suatu objek dengan objek lain, karena kenyataan suatu objek akan berasosiasi dengan objek lain dan berkaitan seperti sawah berasosiasi dengan aliran air (irigasi), pemukiman dan sebagainya. Tahap Pengecekan Lapang Setelah interpretasi data citra, kemudian dilakukan pengecekan lapang untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran dari hasil interpretasi. Pengecekan lapang dilakukan pada tiap jenis tipe penggunaan lahan, dimana lokasi tersebut mewakili kelas penutupan lahan sesuai dengan kelas klasifikasi yang telah ditentukan, dan juga pada obyek-obyek yang dirasa masih sulit untuk dikenali. Jika terjadi perbedaan dari hasil interpretasi dengan hasil pengecekan lapangan, maka akan dilakukan pengeditan kembali sesuai dengan kondisi dilapangan. Teknik sampling yang digunakan dalam menentukan titik lokasi pengecekan lapang adalah dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sample sumber data dengan penentuan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Pada penelitian ini jumlah sample yang diambil saat pengecekan lapang adalah sesuai dengan jenis klasifikasi penggunaan lahan yang diperoleh dari interpretasi citra secara visual. Pengambilan sample dilakukan pada dua hasil interpretasi citra yang berbeda yang pertama pada Citra Landsat dan yang kedua pada Citra Quick Bird. Pada hasil interpretasi pertama dengan menggunakan citra landsat pengecekan lapang dilakukan sebanyak 100 kali. Dimana setiap penggunaan lahan masing-masing diambil 20 kali, yaitu hutan, lahan kosong (semak belukar), lahan terbangun, lahan terbuka, dan tubuh air. Pada peta penggunaan lahan hasil interpretasi dengan menggunakan citra Quick Bird pengambilan sample dilakukan sebanyak 180 kali sesuai dengan jumlah grid pengamatan dan jenis penggunaan lahan pada setiap grid. Pertimbangan digunakannya teknik purposive sampling adalah dapat mengurangi waktu dan tenaga saat pengamatan, sebab data hasil interpretasi citra memiliki area yang cukup luas dengan berbagai jenis tipe penggunaan lahan, oleh karenanya teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sample yang tepat digunakan dalam pengecekan hasil interpretasi citra karena informasi mengenai sebaran data dapat diketahui secara keseluruhan dalam lokasi penelitian.
17
Alat yang digunakan dalam pengecekan lapang adalah GPS (Global positioning system). Alat ini digunakan untuk mengetahui koordinat penggunaan lahan dilapang yang selanjutnya dibandingkan dengan koordinat pada peta hasil interpretasi. Untuk mengetahui tingkat kebenaran dari hasil interpretasi citra secara kuantitatif digunakan persamaan sebagai berikut : TK =
Dimana:
X × 100 % Y
Χ = titik pengecekan yang benar Υ = Jumlah titik keseluruhan
Teknik Pengumpulan Data Lapang Data lapang yang diukur dan dikumpulkan secara langsung adalah data temperatur dan kelembaban udara. Data tersebut diukur dengan termometer digital yang dapat mengukur temperatur dan kelembaban udara. Saat pelaksanaannya pengukuran temperatur dan kelembaban dilapangan dilakukan pada ketinggian 150 cm diatas permukaan tanah atau kira-kira setinggi dada orang dewasa, dengan pertimbangan bahwa pada ketinggian 150 cm adalah ketinggian dimana manusia merasakan kenyamanan termal. Teknik sampling yang digunakan untuk menentukan lokasi pengambilan data adalah dengan menggunakan sistem grid. Sebelum melakukan pengukuran lapang, lokasi pengamatan dibagi terlebih dahulu kedalam bentuk grid. Setiap grid ukurannya adalah 500m x 500m dengan jumlah grid sebanyak 36 dan bagian tengahnya adalah yang dijadikan sebagai titik atau tempat pengukuran. Grid tersebut merupakan area pengamatan yang dipilih karena ketersediaan data citra satelitnya benar-benar terbebas dari gangguan awan. Saat pelaksanaannya sebelum melakukan pengumpulan data terlebih dahulu dipelajari lintasan atau jalan yang akan digunakan untuk menuju titik pengamatan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya hambatan perjalanan saat menuju pada setiap grid pengamatan. Jalur menuju titik pengamatan dibagi menjadi tiga bagian, jalur pertama dimulai dari grid nomer 1, jalur ke dua dimulai dari grid nomer 2, dan jalur ke tiga dimulai dari grid nomer 3. Ketiga rute jalur tersebut ditentukan berdasarkan akses jalan yang tersedia dan pertimbangan bahwa rute jalan tesebut merupakan jalan dengan waktu tempuh tercepat yang dapat digunakan untuk menuju titik beberapa titik pengamatan lainnya. Jalur jalan yang digunakan dalam menuju titik pengamatan dapat dilihat pada Gambar 4. Pengumpulan data lapang dilakukan pada saat cuaca cerah dan secara bersamaan atau dalam waktu yang masih dapat ditoleransi, oleh karena itu pengukuran data temperatur dan kelembaban udara dilakukan oleh tiga orang sekaligus dengan menggunakan kendaraan sepeda motor, sehingga pengambilan data lapang berupa temperatur dan kelembaban udara dapat dilakukan secara bersamaan untuk menghindari terjadinya bias pada saat pengambilan data. Rancangan grid pengambilan data lapang dapat dilihat pada Gambar 5.
18
Gambar 4. Grid dan jalur menuju titik pengambilan data
250 m
500 m
19
Keterangan : Titik Pengamatan
250 m 500 m Gambar 5. Ukuran grid pengambilan data
Analisis Keterkaitan RTH dengan Suhu dan Kelembaban Udara Nilai pengaruh keberadaan RTH terhadap temperatur dan kelembaban udara dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier. Analisis regresi dibagi menjadi dua yaitu, analisis regresi pertama untuk mengetahui pengaruh keberadaan RTH terhadap temperatur udara. Variabel yang digunakan adalah persentase luas dari Ruang Terbuka Hijau dan nilai temperatur yang terdapat dalam masing-masing grid pengamatan. Analisis regresi kedua, untuk mengetahui pengaruh keberadaan RTH terhadap kelembaban udara. Variabel yang digunakan adalah persentase luas dari Ruang Terbuka Hijau dan nilai kelembaban yang terdapat dalam masing-masing grid pengamatan. Persentase dari luas RTH dalam analisis regresi dibedakan menjadi beberapa jenis yang terdiri dari pepohonan, rerumputan, dan belukar. Hasil analisis regresi tersebut dapat diperoleh model yang dapat menjelaskan secara kuantitatif seberapa besar pengaruh persentase luas Ruang Terbuka Hijau terhadap kenaikan dan penurunan temperatur maupun kelembaban udara. Model tersebut dapat digunakan dalam menentukan target yang rasional untuk menurunkan temperatur di Kota Samarinda. Berikut ini adalah model persamaan dari regresi linier sederhana. y = α + βx + ε Dimana : y = temperatur dan kelembaban udara α = konstanta(intersep) β = nilai koefisien x = Persentase luas RTH (Pepohonan, Belukar, dan Rerumputan) ε = galat Analisis Prioritas Areal untuk RTH Penentuan prioritas area untuk di jadikan RTH diakukan dengan menggunakan analisis SIG (Sistem Informasi Geografis) berupa overlay atau operasi tumpang tindih
20
peta. Tujuan dari overlay peta ini adalah untuk mendapatkan informasi baru dari kombinasi beberapa peta. Data yang digunakan dalam metode overlay ini merupakan data dalam bentuk vektor yang di turunkan dari peta RTRW Kota Samarinda, Peta Nilai Harga Tanah, dan Penggunaan Lahan Kota Samarinda. Peta RTRW Kota Samarinda digunakan untuk mengetahui arahan pemanfaatan ruang, peta status kawasan untuk mengetahui status fungsi dari kawasan dan peta penggunaan lahan yang digunakan untuk menentukan apakah suatu ruang memungkinkan diperuntukan sebagai RTH. Analisis overlay dari ke dua peta tersebut menghasilkan gabungan atribut yang dapat menunjukan secara spasial skala prioritas areal di Kota Samarinda untuk dijadikan RTH. Apabila pada atribut peta penggunaan lahannya merupakan lahan terbangun maka lahan tersebut tidak masuk dalam prioritas untuk dijadikan RTH. Apabila lahan tersebut merupakan lahan terbuka atau lahan-lahan yang belum dimanfaatkan dengan status kawasan bukan untuk fungsi budidaya maka lahan tersebut merupakan lahan yang diprioritaskan untuk dijadikan RTH. Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari hasil analisis overlay ini adalah diketahuinya luas areal yang dapat diprioritaskan untuk RTH serta sebarannya di kota Samarinda. Dengan demikian nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan RTH di Kota Samarinda. Proses overlay peta untuk analisis prioritas areal untuk RTH dapat dilihat pada Gambar 6. Peta RTRW Kota Samarinda Peta Nilai Harga Tanah
Analisis Atribut Hasil Overlay
Peta Prioritas Areal RTH
Peta Penggunaan Lahan Gambar 6. Proses overlay untuk analisis prioritas areal RTH Survei Keterkaitan RTH dan Kenyamanan Masyarakat Keterkaitan hubungan antara RTH dan kenyamanan termal pada masyarakat Kota Samarinda dalam penelitian ini diketahui melalui survei wawancara langsung kepada masyarakat setempat. Survei ini ditujukan khusus pada masyarakat yang tinggal atau berdomisili di Kota Samarinda. Secara sepesifik target responden yang diwawancarai, diprioritaskan pada masyarakat yang tinggalnya berada dekat dari lokasi titik pengukuran temperatur dan kelembaban udara dengan cara menanyakan langsung pada responden apakah sudah merasa nyaman tinggal dengan kondisi RTH eksisting yang ada di lingkungannya, dengan demikian masyarakat dapat menyatakan perasaannya apakah merasa nyaman atau tidak nyaman. Jumlah responden yang akan diambil sebagai sample dalam penelitian adalah sebanyak 5 orang pada setiap gridnya, dimana respondennya terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan wanita dan dengan beberapa kategori jenis pekerjaan yang berbeda yaitu pekerja kasar, karyawan, dan manajerial. Secara keseluruhan jumlah sample responden yang menjadi target dalam survei keterkaitan RTH dan kenyamanan adalah 180 orang.
21
Survei ini dilakukan secara bertahap, dimana dalam satu harinya jumlah responden yang diwawancarai adalah sebanyak 36 orang, sehingga untuk mencapai 180 orang responden diperlukan waktu selama 5 hari. Jawaban hasil survei wawancara ini merupakan data dalam bentuk kategori nominal, oleh karena itu analisis yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara luas RTH dan kenyamanan masyarakat adalah dengan menggunakan analisis regresi logistik. Jawaban dari responden digunakan sebagai variabel dependen dan sebagai variabel independennya digunakan data luas RTH di setiap grid pengamatan, temperatur, dan kelembaban udara. Peubah kenyamanan masyarakat tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Peubah Kenyamanan Masyarakat Variabel Label Skala Kategori Terikat Kenyamanan Masyarakat Nominal 0 = Nyaman 1 = Tidak Nyaman Penjelas Luas RTH (%) Rasio Hasil analisis regresi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh RTH terhadap kenyamanan masyarakat. Model yang secara simultan menggunakan semua logit kumulatif dapat ditulis sebagai :
Dimana : 𝐿�𝑗 (𝑥) = variabel terikat 𝛼�𝑗 = konstanta(intersep) β = nilai koefisien 𝑥1 = Luas RTH (%)
𝐿�𝑗 (𝑥) = 𝛼�𝑗 + β𝑥𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑅𝑇𝐻
Arahan Penambahan RTH Penyusunan arahan penambahan RTH didasarkan pada amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana disyaratkan luas RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10%. Penyusunan arahan penambahan RTH dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa hasil analisis yaitu, analisis penggunaan lahan, analisis prioritas RTH, dan nilai harga lahan kota Samarinda. Tujuan digunakannya hasil analisis penggunaan lahan adalah agar arahan penambahan RTH dalam implementasinya dapat berjalan secara lebih efisien dengan hanya mempertimbangkan lahan-lahan kosong sebagai prioritas utama dalam penambahan RTH. Proses penyusunan arahan penambahan RTH dimulai dengan menghitung eksisting luas RTH publik dan privat di Kota Samarinda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah RTH di Kota Samarinda sudah mencukupi luas minimal sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Penataan Ruang, sehingga dengan diketahuinya luas RTH di Kota Samarinda selanjutnya dilakukan perhitungan kecukupan RTH berdasarkan luas wilayah. Jika diperoleh hasil perhitungan bahwa RTH di Kota Samarinda masih dibawah standar kecukupan luas minimum maka untuk memenuhi kekurangan RTH perlu dilakukan analisis pontesi RTH.
22
Hasil analisis prioritas areal untuk RTH dapat digunakan sebagai dasar dalam penambahan RTH di Kota Samarinda. Secara teknis dalam analisis tersebut lahan-lahan di Kota Samarinda dipetakan berdasarkan penggunaan lahan eksisting, RTRW Kota Samarinda dan nilai harga lahan. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk mengetahui secara spasial lahan-lahan mana saja di Kota Samarinda yang dapat diprioritaskan untuk RTH. Areal dengan prioritas utama untuk RTH akan dijadikan sebagai rencana penambahan RTH. Luas rencana penambahan RTH dihitung berdasarkan kekurangan RTH di Kota Samarinda dan dibagi sesuai dengan proporsi luas wilayah disetiap kecamatan di Kota Samarinda.
23
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kota Samarinda secara geografis terletak pada posisi antara 117°03'00" 117°18'14" Bujur Timur dan 00°19'02" - 00°42'34" Lintang Selatan, dengan luas wilayah 71.800 ha. Secara administrasi wilayah Kota Samarinda terbagi atas 53 keluarahan dan 6 kecamatan, yaitu Samarinda seberang, Samarinda Ilir, Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Sungai Lunjang, dan Palaran. Topografi Kota Samarinda memiliki topografi yang cenderung mendatar dan terletak di dataran rendah, terbelah oleh Sungai Mahakam. Dilihat dari ketinggiannya Kota Samarinda berada di antara 0-200 m dpl (di atas permukaan laut). Sebesar 294.86 Km² wilayah Kota Samarinda berada pada ketinggian 7-25 m dpl dengan persentase sebesar 41,07 % dari seluruh wilayah Kota Samarinda. Hampir 32,45 % wilayah Kota Samarinda berada pada ketinggian 25-100 m dpl, dan sebesar 24,15 % pada ketinggian 0-7 m dpl. Luas kelerengan di Kota Samarinda secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Wilayah Kota Samarinda Berdasarkan Kelerengan No Lereng Luas (Km2) Persentase ( % ) 1 0-2 259,87 36,19 2 3-14 182,75 25,45 3 15-39 178,6 24,87 4 40-59 72,05 10,04 5 > 60 24,73 3,44 Jumlah 718 100 Iklim dan Curah Hujan Dilihat dari kondisi iklimnya Kota Samarinda merupakan daerah yang beriklim tropis dan mempunyai musim yang hampir sama dengan wilayah Indonesia pada umumnya, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Kota Samarinda secara geografis terletak dekat dengan garis khatulistiwa, oleh karena itu iklim di Kota Samarinda juga dipengaruhi oleh angin Munson, yaitu angin Muson Barat NopemberApril dan angin Munson Timur Mei-Oktober, namun dalam tahun-tahun terakhir ini, keadaan musim kadang tidak menentu. Pada bulan-bulan yang seharusnya turun hujan dalam kenyataannya tidak ada hujan sama sekali, atau sebaliknya pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau bahkan terjadi hujan dengan musim yang jauh lebih panjang. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Stasiun Meteorologi Kota Samarinda pada tahun 2009, Samarinda mengalami iklim panas dengan suhu udara ratarata 27,60⁰C. Suhu udara terendah 24⁰C terjadi pada bulan Juli dan tertinggi 33⁰C pada bulan Desember. Kota Samarinda mempunyai kelembaban udara dan curah hujan yang relatif tinggi. Pada tahun 2009 kelembaban udara berkisar antara 80% sampai dengan 85%, sedangkan rata-rata curah hujan mencapai 162,7 mm, dengan curah hujan tertinggi 278,9 mm pada bulan Maret dan terendah 41,2 mm pada bulan Juni. Persentase
24
penyinaran matahari di Kota Samarinda rata-rata 39%, dan jumlah hari hujan rata-rata tahun 2009 adalah 16 hari hujan. Penggunaan Lahan Jenis penggunaaan lahan di Kota Samarinda berkembang mengikuti pola penyebaran penduduk perkotaan. Akumulasi penduduk sebagian besar terdapat di lokasi-lokasi kegiatan yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota dan didukung dengan prasarana dan sarana transpostasi yang memadai, seperti Pusat perdagangan, Pusat Industri, dan lokasi Transmigrasi. Rincian jenis penggunaan lahan berdasarkan data Bapedda Kota Samarinda tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penggunaan Lahan Kota Samarinda No Jenis Penggunaan Lahan Sawah 1 Tegalan/Kebun 2 Ladang/Huma 3 Perkebunan 4 Hutan Rakyat 5 Tambak 6 Kolam/Tebat/Empang 7 Padang Penggembalaan/Rumput 8 Sementara tidak Diusahakan 9 10 Lainnya (pekarangan yang ditanami tanaman pertanian, dan lainnya) 11 Rumah dan Bangunan 12 Hutan Negara 13 Rawa-rawa 14 Lainnya ( jalan, sungai, danau, lahan tandus, dan lainnya) Luas Keseluruhan
Luas (ha) 6.729 5.381 1.928 6.670 6.757 6 82 12 4.132 2.800 24.126 50 1.147 11.979 71.800
Berdasarkan jenis penggunaan lahannya Kota Samarinda memiliki kawasan terbangun yang terdiri dari rumah dan bangunan seluas 24.126 ha atau mencapai 33,6% dari luas keseluruhan Kota Samarinda, sedangkan untuk total dari luas lahan terbuka yang ada di Kota Samarinda adalah 47.673 ha, dimana sebagian lahannya 31.474 ha merupakan lahan terbuka hijau yang terdiri dari sawah, tegalan/kebun, ladang/huma, perkebunan, hutan rakyat, tambak, padang penggembalaan/rumput, hutan negara dan dan rawa-rawa. Penduduk Jumlah penduduk kota Samarinda berdasarkan hasil dari Rekapitulasi Laporan Kependudukan dari Dinas Catatan Sipil, Rekapitulasi Jumlah Penduduk dan DP4 kota Samarinda 30 Desember Tahun 2011 adalah sebanyak 874.972 jiwa. Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk menunjukan angka 53:47 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan, dengan luas wilayah 718,03 km2 maka kepadatan penduduk tahun 2011 sebesar 1.218 jiwa / km2, dengan pertumbuhan 6,55 %. Sebagai ibukota propinsi Kalimantan Timur, Samarinda merupakan pusat dari perdagangan dari beberapa wilayah disekitarnya, disamping tersedianya lahan tempat
25
tinggal dan tingginya peluang usaha membuat kota ini mempunyai daya tarik yang besar, baik bagi masyarakat di kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Timur, maupun bagi masyarakat di luar Kalimantan Timur, oleh karenanya pertumbuhan penduduk di kota Samarinda terjadi karena dua hal yaitu, pertumbuhan alami dan pergerakan urbanisasi serta migrasi dari luar wilayah. Komposisi usia sebagian besar penduduk kota Samarinda adalah penduduk dalam usia produktif, dewasa atau usia kerja, oleh karena itu kota Samarinda merupakan kota yang mempunyai beban dalam penyediaan lapangan dan peluang kerja termasuk di dalamnya sarana dan prasarana pemukiman.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Citra Landsat Hasil dari interpretasi citra landsat menunjukan bahwa kota samarinda pada tahun 2014 memiliki beberapa jenis kenampakan tutupan lahan yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi penggunaan lahan, diantaranya adalah hutan, lahan kosong berupa semak belukar, tubuh air, lahan terbuka, dan lahan terbangun. Kunci-kunci interpretasi yang dapat digunakan untuk membedakan setiap objek penggunaan lahan yang terlihat pada citra dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kunci Interpretasi yang diperoleh dari citra Landsat Penampakan Citra Penggunaan Lahan Keterangan Hutan (Pepohonan) Pepohonan dicirikan dengan kenampakan vegetasi berwarna hijau gelap dan bertekstur kasar
Lahan Kosong (Belukar)
Belukar memiliki kenampakan warna hijau yang lebih muda dengan tekstur yang sedikit agak kasar terksur.
Tubuh Air
Tubuh air pada citra memiliki kenampakan dengan tekstur sangat halus dan dengan warna yang cenderung sama
Lahan Terbuka
Lahan terbuka memiliki warna kecoklatan yang menunjukan bawah tidak terdapatnya penutup tanah
27 Tabel 5 (Lanjutan) Lahan Terbangun
Lahan terbangun memiliki kenampakan yang teratur dan berasosiasi dengan jalan
Awan dan Bayangan Awan
Awan pada citra memiliki kenampakan dengan warna yang sangat putih dengan bentuk yang khas. Sedangkan bayangan awan berwarna gelap dengan bentuk mirip seperti awan
Kenampakan objek pada citra yang diperoleh dari interpretasi secara visual dapat digunakan untuk menghitung setiap luas dari penggunaan lahan yang ada. Tidak hanya cukup pada interpretasi citra saja, pengecekan lapangan (ground check) juga dilakukan untuk mengetahui apakah peta hasil dari interpretasi sudah sesuai dengan kondisi di lapangan dan juga untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran hasil interpretasi. Pengecekan lapangan dilakukan untuk melihat kembali apakah penggunaan lahan hasil interpretasi citra sudah sesuai dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengecekan lapangan adalah dengan menggunakan GPS untuk melihat koordinat atau mengetahui lokasi di lapangan. Pengecekan lapang dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sample yang diambil dalam pengecekan lapang adalah sebanyak 100 sample. Setiap sample diambil dari beberapa jenis penggunaan lahan yang ada di Kota Samarinda. Jumlah titik pengecekan dan jenis penggunaan lahan yang diambil dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah titik pengecekan lapang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Penggunaan Lahan Hutan Industri Lahan Terbuka Pendidikan Perdagangan Pergudangan Perkantoran Perkebunan Permukiman Semak/Belukar Tubuh Air Jumlah
Jumlah Titik Pengecekan 20 6 10 1 10 5 1 9 14 14 10 100
28
Hasil pengecekan lapang diperoleh 87 titik pengecekan yang benar atau sesuai antara hasil interpretasi dan kondisi di lapangan sedangkan 13 titik pengecekan lainnya tidak sesuai dengan hasil interpretasi citra. Hasil perhitungan dari pengecekan lapangan adalah sebagai berikut : X 87 *100 % = 87 % TK (Tingkat Kebenaran) = *100 % = Y 100 Dimana:
Χ = titik pengecekan yang benar Υ = Jumlah titik keseluruhan
Gambar 7. Peta hasil interpretasi secara visual Kota Samarinda
29
Interpretasi Citra Quick Bird Hasil interpretasi pada citra Quick Bird dengan resolusi 0,6 m x 0,6 m menunjukan bahwa kenampakan tutupan lahan di Kota Samarinda yang dapat diidentifikasi terdiri dari hutan, lahan kosong (semak belukar), rerumputan, lahan terbuka, lahan terbangun dan tubuh air. Hasil dari interpretasi citra dapat digunakan sebagai bahan analisis untuk mengetahui hubungan pengaruh RTH terhadap temperatur dan kelembaban udara. Data citra yang digunakan untuk melakukan analisis penggunaan lahan adalah mencakup sebagian dari wilayah Kota Samarinda. Beberapa kunci interpretasi yang diperoleh dari Citra Quick Bird di Kota Samarinda dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kunci Interpretasi yang diperoleh dari citra Quick bird Penampakan Citra Penggunaan Lahan Keterangan Hutan (Pepohonan) Pepohonan dicirikan dengan kenampakan vegetasi berwarna hijau yang bertekstur kasar dan cenderung berbentuk bulat yang menunjukan sebuah tajuk. Lahan Kosong (Belukar) Belukar memiliki kenampakan warna hijau yang lebih muda dengan tekstur yang sedikit agak kasar terksur. Hal tersebut menunjukan terdapatnya tumbuhan rendah berkayu. Rerumputan
Rerumputan pada citra dicirikan dengan warna hijau dengan terkstur yang halus.
Lahan Terbuka
Lahan terbuka memiliki warna kecoklatan yang menunjukan bawah tidak terdapatnya penutup tanah
30 Tabel 7 (Lanjutan) Lahan Terbangun
Lahan terbangun memiliki kenampakan dengan bentuk objek persegi yang menunjukan bentuk dari bangunan bangunan
Tubuh Air
Tubuh air pada citra memiliki kenampakan dengan tekstur sangat halus dan juga dengan warna yang cenderung sama
Hasil kenampakan objek pada citra yang diperoleh dari interpretasi secara visual citra resolusi tinggi dapat digunakan untuk menghitung secara lebih detil luas dari penggunaan lahan yang ada. Hasil interpretasi dapat digunakan juga untuk melihat keterkaitan dua elemen iklim yaitu temperatur dan kelembaban dengan penggunaan lahan. Tidak hanya cukup pada interpretasi citra, pengecekan lapangan (ground check) juga dilakukan untuk mengetahui apakah peta hasil dari interpretasi sudah sesuai dengan kondisi di lapangan dan juga untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran hasil interpretasi. Pengecekan lapangan dilakukan untuk melihat kembali apakah penggunaan lahan hasil interpretasi citra sudah sesuai dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengecekan lapangan adalah dengan menggunakan GPS untuk melihat koordinat atau mengetahui lokasi di lapangan. Pengecekan lapang dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sample yang diambil dalam pengecekan lapang adalah sebanyak 180 sample. Jumlah grid pengamatan adalah sebanyak 36 dan setiap grid-nya diambil 5 sample. Hasil pengecekan lapang diperoleh 170 titik pengecekan yang benar atau sesuai antara hasil interpretasi dan kondisi di lapangan sedangkan 10 titik pengecekan lainnya tidak sesuai dengan hasil interpretasi citra. Hasil perhitungan dari pengecekan lapangan adalah sebagai berikut :
TK (Tingkat Kebenaran) = Dimana:
X Y
*100 % =
170 180
*100 % = 94 %
Χ = titik pengecekan yang benar Υ = Jumlah titik keseluruhan
31
Gambar 8. Peta hasil interpretasi secara visual bagian Kota Samarinda
32
Penggunaan Lahan Kota Samarinda Hasil analisis penggunaan lahan menunjukan bahwa Kota Samarinda pada tahun 2014 penggunaan lahannya diperuntukan untuk lahan terbangun yang diantaranya terdiri dari bandara, industri, perdagangan, pergudangan dan permukiman, selain itu Kota Samarinda saat ini memiliki lahan kosong berupa semak belukar yang hampir terdapat di setiap kecamatan di Kota Samarinda dengan luas yang cukup besar. Berdasarkan luas penggunaan lahan Kota Samarinda dapat dilihat bahwa lahan kosong di kota samarinda luasannya begitu besar yaitu mencapai 27.817,80 ha atau 38,37% dari luas kota Samarinda, oleh karena itu dalam pengadaaan RTH, lahan kosong dapat diprioitaskan untuk penambahan RTH, mengingat di Kota Samarinda RTH luasnya masih belum memenuhui standar minimum dan secara distribusi belum merata di seluruh kecamatan di Kota Samarinda. Terjadinya perbebedaan distribusi RTH yang ada di setiap kecamatan di Kota Samarinda juga dipengaruhi oleh perbedaan aktifitas penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan. Luas Penggunaan Lahan Kota Samarinda dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Penggunaan Lahan Kota Samarinda dalam Satuan Hektar No
Penggunaan Lahan
Kecamatan Kota Samarinda Palaran
Samarinda Ilir
Samarinda Seberang
Samarinda Ulu
Samarinda Utara
Sungai Kunjang
Luas (ha)
10.270,06
2.273,46
872,69
733,89
4.087,34
1.433,12
19.670,56
-
13,00
-
-
301,58
-
314,58
2
Tidak Teridentifikasi Bandara
3
Hutan
965,54
75,46
163,53
861,85
4.295,13
853,84
7.215,34
4
Industri
63,84
12,16
27,43
-
-
49,12
152,54
5
Lahan Terbuka
936,61
856,05
201,65
352,56
2.552,04
1.147,50
6.046,42
6
Perdagangan
84,57
245,16
43,57
191,98
74,50
51,96
691,73
7
Pergudangan
52,03
10,33
-
-
-
3,53
65,89
8
Perkebunan
497,26
-
-
588,00
549,71
-
1.634,97
Permukiman
299,27
528,78
966,08
908,78
2.870,19
952,71
6.525,82
5.922,35
5.040,78
1.255,66
1.524,37
11.665,65
2.408,99
27.817,80
1.009,24
513,18
522,39
49,64
10,31
254,31
2.359,06
1
9 10 11
Lahan Kosong (Semak/Belukar) Tubuh Air
Berdasarkan analisis penggunaan lahan saat ini diketahui bahwa penggunaan lahan untuk permukiman di Kota Samarinda mencapai 6.525,82 ha atau 9% dari luas kota Samarinda. Penggunaan lahan terbangun lainnya adalah untuk perdagangan yaitu sebesar 691,73 ha dengan penggunaan lahan terbesar di kecamatan Samarinda Ilir. Penggunaan lahan untuk keperluan Industri adalah sebesar 152,54 ha dan bandara 314,58 ha, ditambah lagi penggunaan lahan untuk pergudangan di Kota Samarinda yaitu sebesar 65,89 ha. Lahan terbangun di kota samarinda secara keseluruhan memiliki luas sebanyak 10,69% atau 7.750,56 ha. Saat ini kecamatan Samarinda Utara adalah kecamatan dengan penggunaan lahan untuk permukiman terbesar dengan luas 2.870,19 ha. Samarinda Utara juga merupakan kecamatan yang memiliki luas penggunaan lahan terbesar untuk hutan yaitu 4.295,13 ha. Kecamatan Samarinda utara merupakan daerah yang sedang pesat mengalami pembangunan, dimana pembangunan fisik kota adalah seperti bandara,
33
perumahan, tempat pendidikan perguruan tinggi dan perdagangan mulai mengarah ke sebelah utara Kota Samarinda.
Gambar 9. Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota Samarinda Pada kecamatan lainnya yaitu Samarinda Seberang saat ini merupakan daerah yang berkembang. Tidak banyak yang menonjol dalam penggunaan lahannya, namun untuk penggunaan lahan permukiman kecamatan Samarinda Seberang merupakan
34
kecamatan kedua di Kota Samarinda yang memiliki penggunaan lahan untuk permukiman yaitu sebesar 966,08 ha. Kecamatan ini juga memiliki penggunaan lahan terbangun untuk industri dan perdagangan namun luasnya tidak begitu besar. Pada kecamatan Samarinda Ulu merupakan kecamatan dengan penggunaan lahan perkebunan paling besar di Kota Samarinda, luasnya mencapai 588 ha. Samarinda Ulu merupakan wilayah dengan pembangunan fisik wilayah lebih banyak kepada pembangunan perumahan, industri, dan tempat perniagaan. Pada kecamatan Sungai Kunjang pembangunan fisik wilayahnya banyak digunakan untuk industri, pergudangan, dan permukiman. Kecamatan ini memiliki penggunaan lahan untuk tempat industri kedua di Kota Samarinda dengan luas sebesar 49,12 ha. Tidak banyak yang menonjol dalam hal luas penggunaan lahan lainnya di kecamatan Sungai Kunjang. Pada kecamatan Palaran merupakan kecamatan yang memiliki luas penggunaan lahan untuk industri terbesar di Kota Samarinda yaitu sebesar 63,84 ha. Penggunaan lahan lainnya yang mendukung Kota Samarinda dalam menjaga eksositem kota adalah hutan. Hutan sebagai RTH di Kota Samarinda memiliki luas sebesar 7.215,34 ha. Penggunaan lahan untuk hutan di Kota Samarinda paling besar terdapat di kecamatan Samarinda Utara dan Palaran. Pada kecamatan Samarinda Utara merupakan wilayah yang didalamnya terdapat Kebun Raya, sehingga pada kecamatan samarinda utara masih terdapat hutan yang secara persentase luasnya relatif besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya di kota Samarinda. Berdasarkan sejarahnya Samarinda pernah menjadi wilayah yang digunakan perusahaan kayu dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan juga terdapat beberapa perusahaan tambang, oleh karena itu saat ini beberapa tempat di Kota samarinda terdapat lahan kosong semak belukar dan sebagian lahan terbuka yang begitu luas. Saat ini kecamatan Samarinda Utara merupakan kecamatan yang memiliki lahan kosong berupa semak/belukar terbesar di Kota Samarinda, yaitu seluas 11.665,65 ha dan juga lahan terbuka terluas yaitu seluas 2.552,04 ha. Kondisi eksisting RTH di Kota Samarinda Kondisi pusat kota samarinda sebagian besar masih didominasi oleh lahan terbangun baik untuk lahan permukiman, industri, pergudangan maupun perdagangan, disamping itu Kota Samarinda juga banyak didominasi oleh lahan kosong yang ditumbuhi oleh semak belukar. Dominasi seluruh lahan tersebut cenderung mendesak terhadap keberadaan RTH. Saat ini pada daerah yang sudah banyak dipadati dengan lahan terbangun, RTH cenderung lebih sedikit keberadaan, sedangkan pada daerah dengan lahan terbangun yang tidak begitu padat, RTH cenderung terdapat lebih besar luasnya. Kota Samarinda secara keseluruhan berdasarkan penggunaan lahannya memiliki beberapa jenis RTH. Hal tersebut dapat dilihat berdasakan luas penggunaan lahan di Kota Samarinda. Diantaranya adalah lahan perkebunan dan hutan yang berada pada kawasan budidaya maupun kawasan lindung. Adapun RTH yang ada pada lahan kosong merupakan semak/belukar yang kurang berfungsi maksimal sebagai RTH. Berdasarkan luasannya RTH di kota Samarinda yang benar-benar berfungsi adalah seluas 12,20% dari luas seluruh kota Samarinda, oleh karenanya dengan luas RTH yang ada saat ini kota Samarinda masih belum memenuhi luas minimum dari yang telah ditetapkah oleh Undang-ndang Nomer 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu seluas 30% dari
35
luas wilayah kota dengan proposi 20% sebagai RTH publik dan 10% sebagai RTH privat. Luas RTH publik dan privat Kota Samarinda dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas RTH Publik dan Privat di Kota Samarinda RTH Publik Jumlah Hutan (ha) -
No
Kecamatan Kota Samarinda
Taman
1
Palaran
-
2
Samarinda Ilir Samarinda Seberang Samarinda Ulu Samarinda Utara Sungai Kunjang
178.35
-
95.10
Jumlah
3 4 5 6
RTH Privat Luas (%) -
Hutan
Perkebunan 497.26
Jumlah (ha) 1,284.45
Luas (%) 1.77
787.19
178.35
0.25
75.46
-
75.46
0.10
-
95.10
0.13
68.43
-
68.43
0.09
62.83
-
62.83
0.09
799.02
588.00
1,387.02
1.91
25.75
300
325.75
0.45
3969.38
549.71
4,519.09
6.23
70.75
-
70.75
0.10
783.09
-
783.09
1.08
432.78
300.00
732.78
1.01
6,482.56
1,634.97
8,117.54
11.20
Setiap kecamatan di Kota Samarinda memiliki kondisi eksisting RTH yang berbeda-beda. Kecamatan Samarinda Seberang merupakan satu-satunya kecamatan yang paling sedikit memiliki luas RTH privat yaitu sebesar 68,43 ha atau 0,09% dari luas Kota Samarinda. Hal ini terjadi karena Samarinda Seberang merupakan kecamatan yang masih berkembang di kota Samarinda dan belum begitu banyak membangun RTH. Lahan-lahan pada kecamatan Samarinda Seberang masih lebih banyak dibangun untuk keperluan permukiman, pendidikan, dan industri. Di kecamatan lain untuk RTH publik paling sedikit terdapat di Kecamatan Samarinda Ulu yaitu sebesar 62,83 ha atau 0,09% dari luas Kota Samarinda. Keterbatasan lahan pada kawasan permukiman menyebabkan kecamatan ini tidak begitu banyak memiliki RTH. Pada wilayah kecamatan Samarinda Utara merupakan wilayah dengan luas RTH privat paling besar yaitu sebesar 4.519,09 ha atau 6,23% dari luas Kota Samarinda. Pada wilayah Samarinda Utara RTH banyak dalam bentuk hutan baik di kawasan budidaya maupun pada kawasan lindung, disamping itu pada wilayah ini juga terdapat perkebunan yang membuat kecamatan samarinda Utara menjadi kecamatan dengan luas RTH paling luas di Kota Samarinda. Kecamatan Samarinda Utara juga merupakan kecamatan dengan luas RTH publik paling besar di Kota Samarinda. RTH publik di kecamatan Samarinda Utara berbentuk hutan kota dan taman. Secara keseluruhan luas RTH publik di kecamatan Samarinda Utara adalah sebesar 325,75 ha atau 0,45% dari luas Kota Samarinda. Kecamatan lainnya di Kota Samarinda yaitu, Sungai Kunjang, Samarinda Ilir, dan Palaran merupakan kecamatan dengan luas RTH publik dan privat yang tidak begitu besar. Jika dijumlah luasnya hanya mencapai 2.395,40 ha atau 3,30% dari luas Kota Samarinda, oleh karena itu penambaan RTH perlu dilakukan agar mencukupi setiap kecamatan di Kota Samarinda. Penambahan RTH juga perlu dilakukan dengan cara melihat ruang berdasarkan prioritasnya untuk dijadikan RTH di setiap kecamatan Kota Samarinda. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan lahan eksisting yang sudah ada dan disesuaikan juga dengan nilai harga lahan dan RTRW Kota Samarinda. Dilihat dari sebarannya RTH di kota Samarinda saat ini secara spasial masih menunjukan bahwa RTH di kota samarinda masih belum terdistribusi dengan merata. Dimana RTH lebih banyak terdapat pada daerah dipinggir kota yang masih tidak begitu
36
padat dengan lahan terbangun. Secara spasial terlihat ada kecenderungan bahwa keberadaan RTH di kota Samarinda tertekan oleh pesatnya pembangunan fisik kota yang membuat RTH menjadi lahan terbangun. Kedepan distribusi RTH harus diarahkan pada kecamatan yang masih sangat minim sekali luas RTH-nya seperti pada kecamatan Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, dan Sungai Kunjang. RTH Publik Kota Samarinda Berdasarkan surat keputusan Walikota Samarinda Nomor : 178/HK-KS/2005, RTH publik Kota Samarinda yang terdiri dari hutan dan taman kota ada adalah seluas 732,77 ha atau hanya 1,02% dari luas wilyah Kota Samarinda. Idealnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang suatu kota perlu memiliki luas minimum RTH publik sebesar 20% dari luas. Saat ini Kota Samarinda masih memerlukan luas RTH sebesar 19% dari luas total wilayah Kota Samarinda. Secara rinci luas setiap RTH publik di Kota Samarinda dapat dilhat pada Tabel 10. Tabel 10. Luas RTH publik di Kota Samarinda No Lokasi 1 SMU 10 MELATI 2 Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) 3 Tanah Pemkot 4 Hutan Kota Belakang Rumah Walikota 5 Asih Manuntung 6 Pesantren Hidayatullah 7 Tanah Pemkot di Makroman 8 Tanah Pertanian Terpadu 9 Kas Desa Lempake 10 Fakultas Pertanian Unmul 11 Pesantren Nabil Husein 12 Pesantren Syachona Cholil 13 Rumah Potong Hewan 14 Hotel Mesra 15 Jalan Pembangunan Voorvo 16 Lingkungan Balaikota 17 Lingkungan Lapangan Softball GOR Segiri 18 Perpustakaan Kota Samarinda 19 Ujung Jembatan Mahakam 20 PT. HARTATY 21 PT. Gani Mulya 22 PT. Sumber Mas 23 PT. Sumalindo 24 Taman Makam Pahlawan 25 PT. KIANI (Teluk Cinta di Selili) Jumlah
Luas (ha) 5 300 5 1.75 0.25 1 167 20 3.5 49 9.75 0.25 2 2.3 0.48 6.9 0.5 0.6 1.5 60 0.097 85 3.6 1.3 6 732.777
37
Gambar 10. Peta Lokasi RTH Publik Kota Samarinda
38
RTH Privat Kota Samarinda Berdasarkan penggunaan lahan Kota Samarinda saat ini memiliki luas RTH Privat seluas 8.117,54 ha atau seluas 11,30% dari luas seluruh Kota Samarinda. RTH Privat di Kota Samarinda sebagian besar adalah berbentuk penggunaan lahan hutan dan perkebunan. Secara persentase luas RTH Privat di Kota Samarinda sudah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu untuk proporsi RTH privat adalah sebesar 10%, namun jika dilihat lebih detil lagi pada setiap kecamatan di Kota Samarinda, hanya terdapat beberapa kecamatan saja di Kota Samarinda yang RTH privatnya tidak kurang dari 10%, yaitu pada kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Utara, dan Sungai Kunjang. Analisis Keterkaitan RTH dengan Temperatur dan Kelembaban Udara Kota Samarinda secara geografis merupakan wilayah yang terletak berdekatan dengan garis khatulistiwa. Hal tersebut membuat Kota Samarinda memiliki temperatur yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia yang tidak berdekatan dengan garis khatulistiwa. Data BMKG pada tahun 2010 menunjukan bahwa rataan temperatur kota Samarinda berkisar antara 24⁰C sampai dengan 33⁰C. Hasil pengamatan lapang yang dilakukan pada tanggal 3 sampai dengan 5 April 2014 tepatnya pada siang hari pukul 11:30-13:00 WIT menunjukan bahwa temperatur udara di kota samarinda berkisar antara 36.5⁰C hingga 38.5⁰C dan dengan kelembaban antara 48 % sampai dengan 80 %. Pengukuran temperatur dan kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan termohygrometer, sedangkan secara spasial dibantu dengan GPS untuk menuju 36 titik-titik pengamatan yang telah ditentukan dalam grid pengamatan. Grid pengamatan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan jenis tutupan lahannya terdapat kecenderungan bahwa pada tempat atau grid dengan luas vegetasi (RTH) sedikit memiliki temperatur udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempat atau grid yang memiliki vegetasi (RTH) yang lebih luas. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 (a), yang ditunjukan dengan bentuk grafik menurun. Sedangkan untuk kelemaban udara kecenderungannya adalah bervanding terbalik dengan temperatur udara. Semakin luas areal RTH maka semakin tinggi kelembaban udaranya. Hal tersebut ditunjukan dengan bentuk grafik yang menanjak Gambar 11 (b). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rushayati (2009) bahwa suhu udara tinggi dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan berupa lahan terbangun, sedangkan suhu udara rendah dipengaruhi oleh RTH. Semakin tinggi persentase lahan ruang terbangun di suatu area, maka akan semakin tinggi juga suhu udara di area tersebut, sebaliknya semakin tinggi persentase RTH, maka semakin rendah suhu udaranya. Besarnya pengaruh keberadaan RTH terhadap temperatur dan kelembaban dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier. Beberapa variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel luas RTH (x) dan temperatur (y), dapat dilihat pada Gambar. 11 (a) 2. Variabel luas RTH (x) dan kelembaban (y), dapat dilihat pada Gambar. 11 (b) Hasil pengamatan lapang menunjukan bahwa temperatur udara di kota samarinda berkisar antara 36,5⁰C hingga 38,5⁰C dan dengan kelembaban antara 48 % sampai dengan 80 %. Pengamatan ini dilakukan pukul 11:30-13:00 WIT. Hasil analisis
39
regresi antara variabel luas RTH dan temperatur diperoleh persamaan y = -0,0158x + 38,292 dengan nilai R² sebesar 0,7083. Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan 1 % dari luas RTH dapat berpengaruh terhadap penurunan temperatur udara sebesar 0,015⁰C, dengan demikian untuk menurunkan 0,5⁰C temperatur di kota samarinda diperlukan luas areal RTH seluas 33,33%. Hasil analisis regresi ke dua yaitu antara variabel luas RTH dan kelembaban udara diperoleh persamaan y = 0,352x + 40,336 dengan nilai R² sebesar 0,7219. Koefisien hasil regresi RTH dan kelembaban udara menunjukan bahwa setiap penambahan 1 % dari luas RTH dapat berpengaruh terhadap peningkatan kelembaban udara sebesar 0,35 %, dengan demikian untuk menaikan kelembaban udara sebesar 1 % diperlukan penambahan RTH seluas 2,84%. Nilai R² menunjukkan bahwa kemampuan variabel bebas (luas RTH) dalam menjelaskan varians dari variabel terikatnya yaitu kelembaban udara adalah sebesar 72%. 39 y = -0,0158x + 38,292 R² = 0,7083
Temperatur ⁰C
38,5 38 37,5 37 36,5 36 0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
80,00
100,00
Luas RTH (%)
Gambar. 11 (a) 90 y = 0,352x + 40,336 R² = 0,7263
80
Kelembaban %
70 60 50 40 30 20 10 0 0,00
20,00
40,00
60,00
Luas RTH (%)
Gambar. 11 (b)
40
Terdapatnya pengaruh RTH terhadap temperatur udara dan kelembaban udara juga diperkuat oleh beberapa peneliti sebelumnya. Kaka (2013) mengatakan bahwa RTH memberikan pergerakan udara yang lebih baik jika dibandingkan dengan daerah di permukiman. Kepadatan dan orientasi bangunan yang tidak teratur mengakibatkan pergerakan angin tidak mengalir dan suhu udara tetap tinggi, disamping itu RTH bukan merupakan lahan yang diperkeras dengan material bangunan. Pada lahan terbangun efek panas cahaya matahari yang dihasilkan oleh cahaya matahari tidak dapat diserap baik oleh material tersebut, sedangkan pada RTH sangat memungkinkan terjadinya penyerapan (absorbsi) panas cahaya matahari yang dilakukan oleh tanaman maupun oleh tanah. Seluruh hal tersebut akan mengakibatkan kondisi iklim mikro yang lebih rendah temperaturnya dibandingkan pada lahan-lahan terbangun. RTH sebagai tanaman memiliki fungsi sebagai pengendali kelembaban dan suhu lingkungan terkait langsung dengan siklus hidrologi yang dialami oleh tumbuhan, karena tumbuhan dapat berperan sebagai absorban radiasi matahari dan untuk proses evapotraspirasi tersebut memerlukan panas maka tanaman dapat menurunkan suhu lingkungannya. Pada daerah yang banyak ditumbuhi tanaman maka kecepatan turbulensi angin akan lebih kecil karena itu masa udara yang mengandung uap air tidak dapat bergerak secara cepat sehingga kelembabannya lebih tinggi, dengan demikian dalam pembuatan iklim mikro yang nyaman maka penanaman pohon adalah hal yang penting (Sukawi, 2008). Akbari (2008) menyatakan bahwa radiasi surya yang sampai permukaan akan mengalami pemantulan dan penyerapan radiasi. Semua jenis tutupan lahan memiliki nilai albedo. Albedo adalah perbandingan antara radiasi surya yang dipantulkan dengan radiasi yang datang. Vegetasi berdaun lebar memiliki nilai albedo 0,15 sampai 0,18 sedangkan rumput memiliki albedo 0,25. Lahan terbangun berupa beton memiliki nilai albedo 0,55 sedangkan jalan beraspal memiliki nilai 0,04 – 0,12. Ruang terbangun memiliki nilai albedo yang tinggidengan begitu menyebakan semakin tinggi radiasi yang dipancarkan kembali ke atmosfer sehingga akan terjadi pemanasan udara dan peningkatan suhu udara. Survei Respon Kenyamanan Hasil survei wawancara kepada masyarakat terkait dengan respon kenyamanan termal di Kota Samarinda menunjukan bahwa dari 180 responden, 80 orang menyatakan rasa nyaman dan 100 orang lainnya menyatakan tidak nyaman. Secara persentase 44,44% responden menyatakan nyaman dan 55,55% menyatakan tidak nyaman. Hal ini mengindikasikan bahwa saat ini Kota Samarinda tidak nyaman secara termal bagi masyarakatnya. Standard ASHRAE (1992) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai perasaan dalam pikiran manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termalnya. Pada standar ini disyaratkan bahwa suatu kondisi dinyatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90% responden yang diukur menyatakan nyaman secara termal, sementara Standar Internasional Kenyamanan Termal, ISO (1994) juga mensyaratkan kondisi yang sama, yakni tidak lebih dari 10% responden yang diukur diperkenankan berada dalam kondisi tidak nyaman. Informasi hasil wawancara yang diperoleh dari masyarakat dapat dilihat pada Tabel 11.
41
Tabel 11. Informasi hasil wawancara yang diperoleh dari masyarakat No Informasi Responden Jumlah % Nyaman 80 44,44 Kenyamanan 1 Masyarakat Tidak 100 55,55 Kasar 88 48,89 Karyawan 68 37,78 2 Pekerjaan Manajerial 24 13,33 Laki-laki 107 59,44 3 Kelamin Prempuan 73 40,56 4
20-30 31-40 41-50 51-60
Umur
96 65 10 9
53,33 36,11 5,56 5,00
Besarnya pengaruh luas RTH terhadap respon kenyamanan masyarakat Samarinda diketahui dengan menggunakan analisis regresi logistik, dalam analisis tersebut, variabel yang digunakan terdiri dari respon kenyaman masyarakat sebagai veriabel dependen dan variabel persentase luas RTH sebagai variabel independennya. Berdasarkan hasil dari analisis regresi logistik diperoleh persamaan sebagai berikut : Ln[P/1-P](Respon Kenyamanan) = -10,34 + 0.204(Luas RTH)
Berdasarkan hasil uji statistik, variabel luas RTH memiliki pengaruh terhadap kenyaman masyarakat hal tersebut ditunjukan dengan nilai signifikasi kurang dari 0,05. Persamaan tersebut menunjukan bahwa luas RTH memiliki pengaruh terhadap respon kenyaman masyarakat di Kota Samarinda. Hal tesebut ditunjukan dengan nilai koefisien luas RTH sebagai variabel independen yang memiliki nilai positif yaitu sebesar 0,204. Nilai koefisien tesebut walaupun positif dan memiliki pengaruh terhadap respon kenyamanan masyarakat Kota Samarinda namun nilainya tidak begitu besar, oleh karena itu perencanaan RTH di Kota Samarinda kurang efektif menggunakan variabel respon kenyamanan sebagai pertimbangannya. Hasil statistik dari setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil statistik dari nilai koefisien persamaan regresi logistik menunjukan bahwa setiap penambahan 0,25 ha atau 1% luas RTH dalam grid pengamatan belum dapat meningkatkan peluang respon kenyamanan terhadap masyarakat secara signifikan. Hal tesebut dapat dilihat pada Gambar 12. Peluang respon kenyamanan baru dapat diperoleh jika luas RTH sudah mencapai 7 ha atau 28% dari luas grid pengamatan, yaitu dapat memberikan peluang kenyamanan sebesar 0,96% kepada masyarakat. Secara statistik jika ingin memberikan peluang respon kenyamanan yang lebih baik, yaitu sebesar 81% kepada masyarkat maka diperlukan RTH dengan luas sebesar 14,5 ha atau 58%. Gambar grafik peluang kenyamanan dapat dilihat pada Gambar 12. Tabel 12. Hasil persamaan Regresi Logistik Variabel B S.E. Wald Luas RTH (%) Constant
0,204 -10,346
0,037 1,899
29,834 29,665
df
Sig.
Exp(B)
1 1
0.00 0.00
1,22 0.00
Peluang Respon Kenyamanan
42
Luas RTH (%)
Gambar 12. Grafik hubungan antara kenyamanan masyarakat dan luas RTH Kebutuhan RTH Kota Samarinda Hasil analisis kebutuhan RTH dibagi menjadi dua pendekatan yaitu berdasarkan temperatur udara dan luas wilayah. Temperatur udara merupakan salah satu elemen iklim yang dapat dirasakan langsung oleh manusia dan memiliki peranan dalam menentukan nyaman tidaknya suatu kondisi lingkungan. Hasil analisis regresi linier antara temperatur dan RTH menunjukan bahwa RTH memiliki pengaruh terhadap nilai temperatur udara. Secara statistik 1% luas RTH dapat menurunkan 0,015 ⁰C, oleh karenanya kota Samarinda membutuhkan RTH seluas 23.930,94 ha atau 33,33% dari luas wilayah untuk mencapai target penurunan temperatur sebesar 0,5 ⁰C di siang hari. Kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disyaratkan bahwa luas minimal RTH adalah sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10%. Hasil analisis luas RTH menunjukan bahawa saat ini kota Samarinda memiliki luas RTH publik sebesar 732,77 1,01% dan luas RTH privat sebesar 8.117,54 ha atau seluas 11,20%, dengan luasan tersebut artinya Kota Samarinda masih membutuhkan RTH seluas 13.627,23 ha atau 18,9% dari luas wilayahnya. Prioritas Areal untuk RTH Berdasarkan penggunaan lahan di kota Samarinda terdapat beberapa kelas penggunaan lahan yang diprioritaskan untuk dijadikan RTH. Di dalam penentukan prioritas areal untuk dijadikan RTH adalah dengan melihat beberapa pertimbangan
43
diantaranya adalah jenis penggunaan lahan eksisting, RTRW kota Samarinda dan nilai jual lahan. Suatu areal dapat diprioritaskan untuk RTH apabila areal tersebut bukan merupakan lahan terbangun dan dalam RTRWnya merupakan areal yang diperuntukan sebagai tempat tumbuh tanaman seperti daerah kawasan lindung, buffer, ataupun lahan pertanian, sebaliknya jika pada atribut peta penggunaan lahannya merupakan lahan terbangun maka dapat dikatakan bahwa lahan tersebut tidak diprioritaskan untuk dijadikan RTH. Apabila lahan tersebut merupakan lahan terbuka atau lahan-lahan yang belum dimanfaatkan dengan status kawasan bukan untuk fungsi budidaya maka lahan tersebut merupakan lahan yang diprioritaskan untuk dijadikan RTH. Secara lebih spesifik dari hasil pemetaan prioritas areal untuk RTH di kota Samarinda diperoleh 4 macam prioritas (Gambar 11). Penentuan prioritas dari RTH didasarkan pada jenis penggunaan lahan dan peta RTRW kota Samarinda. Prioritas areal untuk RTH tersebut adalah sebagai berikut : a. Prioritas 1 : merupakan areal dengan penggunaan lahan yang masih kosong berupa semak belukar, lahan terbuka, dan, berada pada Kawasan Lindung maupun buffer zone dengan nilai lahan lahan yang berkisar Rp. 100.000 s/d Rp.500.000 per meter²nya. b. Prioritas 2 : merupakan areal dengan penggunaan lahan yang masih kosong berupa semak belukar, lahan terbuka dan berada pada Kawasan Budidaya dengan nilai lahan lahan yang berkisar Rp. 100.000 s/d Rp.500.000 per meter²nya. c. Prioritas 3 : merupakan areal dengan penggunaan lahan kosong berupa semak belukar dan lahan terbuka pada Kawasan Budidaya dengan nilai lahan yang berkisar Rp. 500.000 s/d Rp. 1.000.000 per meter²nya. d. Prioritas 4 : merupakan areal dengan penggunaan lahan kosong berupa semak belukar dan lahan terbuka pada Kawasan Budidaya dengan nilai lahan yang berkisar Rp. 2.000.000 s/d Rp. 8.000.000 per meter²nya. e. Tidak diprioritaskan : merupakan lahan terbangun pada Kawasan Budidaya maupun Kawasan Lindung Berdasakan analisis prioritas areal untuk RTH diperoleh hasil 25.638 ha (35%) luas Kota Samarinda merupakan areal dengan prioritas 1 untuk dijadikan RTH. Areal ini merupakan lahan yang masih kosong berupa semak belukar, lahan terbuka, dan berada pada Kawasan Lindung. Areal tersebut sebagai Kawasan Lindung memiliki fungsi untuk melindungi kawasan bawahannya oleh karena itu kawasan ini sangat potensial untuk dijadikan sebagai RTH, disamping itu pada Kawasan Lindung ancaman perubahan lahan terhadap keberadaan RTH akan lebih kecil jika dibandingkan dengan Kawasan Budidaya dan secara spasial letaknya tersebar diluar inti kota. Nilai atau harga tanah pada areal ini relatif lebih murah jika dibandingkan dengan nilai tanah pada areal lainnya di Kota Samarinda yaitu berkisar Rp. 100.000 s/d Rp. 500.000 per meter²nya, oleh karenanya areal ini merupakan prioritas utama untuk penambahan RTH di Kota Samarinda. Rekomendasi kedepan untuk kota Samarinda dalam pembangunan RTH adalah dengan cara memprioritaskan terlebih dahulu areal prioritas 1.
44
Gambar 13. Peta Prioritas Areal untuk Ruang Terbuka Hijau Kota Samarinda
45
Areal prioritas 2 memiliki luas 24.235 ha atau 33% dari luas Kota Samarinda. Areal ini merupakan kawasan budidaya dengan penggunaan lahan masih kosong berupa semak belukar dan lahan terbuka. Areal ini memiliki nilai atau harga tanah yang relatif tidak mahal yaitu sekitar Rp. 100.000 s/d Rp.500.000 per meter²nya. Areal ini dapat digunakan sebagai pilihan untuk pengadaan RTH pada kawasan budidaya baik berupa taman-taman rekreasi maupun untuk hutan yang dapat berfungsi secara ekologis untuk mengatur iklim mikro kota. Pada areal prioritas 3 untuk dijadikan RTH memiliki luas 2.883 ha atau 4% dari luas Kota Samarinda. Areal ini merupakan areal yang terdapat pada Kawasan Budidaya dengan penggunaan lahan kosong berupa semak belukar dan lahan terbuka. Pada areal ini nilai lahannya berkisar berkisar antara Rp. 500.000 s/d Rp. 1.000.000 per meter². Kendati pada areal ini prioritasnya lebih rendah dibandingkan dengan areal prioritas 1 dan 2, namun areal ini cukup baik untuk penambahan RTH khususnya pada daerahdaerah disekitar pusat kota Samarinda. Status Kawasan Budidaya areal ini tepat digunakan untuk RTH yang berbentuk seperti taman kota, perkebunan, ataupun lahan pertanian. Pada areal prioritas 4 untuk dijadikan RTH memiliki luas 937 ha atau 1% dari luas Kota Samarinda. Areal ini merupakan areal yang memiliki kesamaan dengan areal prioritas 3, namun yang membedakan adalah nilai atau harga tanahnya yang lebih tinggi yaitu berkisar antara Rp. 2.000.000 s/d Rp. 8.000.000 per meter²nya, areal ini lebih cocok dipilih untuk pengadaan RTH yang jumlahnya kecil atau terbatas, misalnya untuk penambahan taman, lapangan olahraga yang tidak begitu memerlukan wilayah yang luas mengingat harga lahan yang relatif mahal. Luas setiap areal berdasarkan prioritasnya untuk dijadikan RTH pada setiap kecamatan di Kota Samarinda dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Luas Potensi RTH Kota Samarinda No
Areal Prioritas RTH
Kecamatan kota Samarinda (ha) Palaran
Samarinda Ilir
Samarinda Seberang
Samarinda Ulu
Samarinda Utara
Sungai Kunjang
Jumlah (ha)
1
Areal Prioritas 1
2
Areal Prioritas 2
7.566,97 9.655,28
2.343,45 4.754,23
1.700,02 636,14
602,41 1.481,45
1.1450,5 4.980,8
1.974,17 2.726,88
25.638 24.235
3
Areal Prioritas 3
2,16
4
Areal Prioritas 4
1.098,93 0,01
0,34 9,68
219,09 317,02
1.370,32 513,7
191,85 96,99
2.883 937
17.224,41
8.196,62
2.346,18
2.619,97
18.315,32
4.989,89
53.692
Jumlah
Arahan untuk Penambahan RTH Hasil analisis luas RTH menunjukan bahwa luas RTH publik dan privat di Kota Samarinda adalah 8.850,31 ha. Masing-masing RTH luasnya adalah 732,77 ha untuk RTH publik dan 8.117,54 ha untuk RTH privat. Secara persentase RTH publik di Kota Samarinda masih jauh di bawah standar yaitu 1,01%, sedangkan untuk RTH privat persentasenya adalah sebesar 11,20% dari wilayah Kota Samarinda, dengan luas RTH publik yang ada saat ini artinya kota samarinda masih membutuhkan lahan seluas 13.627,23 ha atau 18,9% dari luas Kota untuk RTH, oleh karena itu dalam rangka
46
memenuhi standar minimal luas RTH publik Kota Samarinda maka perlu diperhatikan ketersediaan lahan dan potensi untuk RTH. Pemilihan lahan yang tepat untuk RTH dapat dilihat berdasarkan prioritas lahan yang ditentukan oleh beberapa pertimbangan yaitu penggunaan lahan, nilai lahan, dan RTRW Kota Samarinda. Hasil analisis lahan terhadap prioritas RTH menunjukan bahwa Kota Samarinda memiliki areal prioritas 1 atau areal terbaik untuk dijadikan RTH dengan luas 25.637 ha atau 35,3% dari luas seluruh kota Samarinda. Areal prioritas 1 dapat menjadi pilihan dalam pembelian lahan untuk memenuhi kekurangan RTH Kota Samarinda. Areal tersebut terbagi di beberapa kecamatan diantaranya adalah kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, Samarinda Ulu, Samarinda Utara dan Sungai Kunjang. Secara teknis arahan penambahan RTH perlu dilakukan pada wilayah-wilayah yang memiliki areal dengan prioritas 1 paling sedikit yaitu kecamatan Samarinda Seberang dan Samarinda Ulu, karena dengan sedikitnya ketersediaan lahan tersebut dikhawatirkan akan terancam dengan perubahan penggunaan lahan lain selain RTH. Pada empat wilayah kecamatan lainnya juga perlu dilakukan penambahan RTH sebab untuk memenuhi kebutuhan luas minimum RTH Kota Samarinda diperlukan ketersediaan areal prioritas 1 yang lebih luas untuk RTH. Ketersediaan areal tersebut terdapat pada kecamatan Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Utara, dan Sungai Kunjang. Luas areal untuk rencana penambahan RTH di Kota Samarinda dapat dilihat pada Tabel 14.
No 1 2 3 4 5 6
Tabel 14. Luas areal untuk rencana penambahan RTH Rencana Penambahan Kecamatan RTH (ha) Palaran 4.022 Samarinda Ilir 1.246 Samarinda Seberang 904 Samarinda Ulu 320 Samarinda Utara 6.086 Sungai Kunjang 1.049 Jumlah 13.627
Berdasarkan luas rencana RTH, kecamatan Samarinda Utara merupakan kecamatan dengan perencanakan RTH paling luas. Hal tersebut dapat dilihat dari luas wilayah kecamatan samarinda utara dan ketersediaan potensi lahan untuk RTH, sedangkan untuk kecamatan Samarinda Ulu merupakan wilayah dengan luas rencana RTH paling sedikit. Hal tersebut karena wilayah kecamatan Samarinda Ulu sebagian wilayahnya sudah ditempati oleh RTH esksisting disamping itu kecamatan Samarinda Ulu juga memiliki luas wilayah yang tidak begitu luas yaitu hanya 5.211 ha atau merupakan wilayah kecamatan paling kecil di Kota Samarinda. Secara spasial rencana RTH dapat dilihat pada Gambar 13.
47
Gambar 14 . Peta Arahan Penambahan RTH Kota Samarinda
48
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil studi penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi eksisting RTH Kota Samarinda saat ini secara keseluruhan ialah seluas 8.850,31 ha atau 12,21% dari luas kota. Luasan tersebut terdiri dari RTH publik dengan luas 732,77 ha atau 1,01% dan RTH privat dengan luas 8.117,54 ha atau seluas 11,20%. Hasil dari analisis keterkaitan RTH dengan temperatur menunjukan bahwa RTH cenderung berpengaruh kecil terhadap penurunan temperatur udara di Kota Samarinda. Setiap penambahan 1% dari luas RTH hanya dapat berpengaruh terhadap penurunan temperatur udara sebesar 0,015⁰C. Target penurunan termperatur sebesar 0,5⁰C di Kota Samarinda dapat diperoleh dengan luas RTH sebesar 33,33%. Hasil analisis keterkaitan antara luas RTH dan kelembaban udara diketahui bahwa setiap meningkatnya RTH seluas 2,84% akan meningkatkan kelembaban udara sebesar 1%. Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa perencanaan RTH kurang efektif menggunakan variabel temperatur sebagai pertimbangan dalam penambahan RTH. Kota Samarinda membutuhkan RTH seluas 13.627,23 ha atau 18,9% dari luas kota untuk memenuhi luas minimal RTH. Hasil pemetaan RTH menunjukan bahwa terdapat 4 jenis prioritas areal yang dapat dijadikan RTH di Kota Samarinda. Pertama adalah areal prioritas 1 dengan luas 25.638 ha (35%), areal prioritas 2 dengan luas 24.235 ha (33%), areal prioritas 3 dengan luas 2.883 ha (4%), dan areal prioritas 4 dengan luas 937 ha (1%). Berdasarkan hasil survei kenyamanan masyarakat diketahui bahwa kota Samarinda tidak nyaman secara termal. Hasil analisis regresi logistik terkait dengan kenyamanan masyarakat menunjukan bahwa RTH hanya sedikit pengaruhnya dalam menentukan respon kenyamanan masyarakat di Kota Samarinda. Hasil tersebut menunjukan bahwa perencanaan RTH kurang efektif menggunakan pertimbangan kenyamanan dalam penambahan RTH. Arahan penambahan RTH Kota Samarinda didasarkan pada prioritas lahan untuk RTH dan luas mininal RTH Kota. Hasil perhitungan untuk rencana penambahan RTH di Kota Samarinda adalah dengan penambahan RTH pada Kecamatan Palaran 4.022 ha, Samarinda Ilir 1.246 Samarinda Seberang 904 ha, Samarinda Ulu 320 ha, Samarinda Utara 6.086 ha, dan Sungai Kunjang 1.049 ha. Saran Dilihat dari fungsinya RTH memiliki peranan yang sangat berarti untuk suatu kota seperti fungsi ekologis, namun lemahnya perlindungan terhadap RTH menyebabkan banyak RTH cenderung terkonversi menjadi lahan-lahan terbangun. Pada akhirnya temperatur kota cenderung meningkat dan menyebabkan ketidaknyaman bagi penduduknya, oleh karena itu perlindungan terhadap RTH di Kota Samarinda harus lebih ditingkatkan. Kota Samarinda saat ini hanya memiliki RTH seluas 12,21%, jika melihat potensi ruang yang ada sebenarnya Kota Samarinda masih memiliki potensi ruang RTH yang cukup, oleh karena itu agar luas ideal RTH dapat terpenuhi secara maksimal maka Kota Samarinda perlu melakukan penambah dan meningkatkan kualitas RTH pada areal-areal dengan potensi terbaik yang ada di Kota Samarinda.
49
DAFTAR PUSTAKA Agrissantika T. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Akbari H. 2008. Saving energy and improving air quality in urban heat islands. Berkeley (USA) : Lawrence Berkeley National Laboratory. Institute of Physics. Andayani A. 2011. Pedoman Green City. Jakarta (ID) : Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura. Arie FC. 2012. Sebaran Temperatur Permukaan Lahan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Di Kota Malang. 2012 Jul 11; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW). hlm 23-24. [ASHRAE] American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers. 1992. Standard Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy. Atlanta (US): ASHRAE Inc. [BKPRN] Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. 2012. Gerakan Kota Hijau. Jakarta (ID): Buletin Tata Ruang. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika. 2014. Prakiraan Cuaca Indonesia. Jakarta (ID): Deputi Bidang Meteorologi. [BPS Kalimantan Timur] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2012. Kalimantan Timur Dalam Angka 2012. Samarinda (ID): Badan Pusat Statistik. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, 2006. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura. 2011. Pedoman Green City Seri Peran Serta Masyarakat dan Pelaku Usaha. Jakarta (ID): Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura. Dwihatmojo R. 2012. Ruang Terbuka Hijau Yang Semakin Terpinggirkan. Bogor (ID): Badan Informasi Geospasial. Emmanuel R. 2000. Assesment of Impact of Land Cover Changes on Urban Bioclimatic: The Case of Colombo, Sri Lanka. Sydney (AU): Architectural Science Review. 46(2):151-158. Fandeli C. 2004. Perhutanan Kota. Yogyakarta (ID): Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. Canada (US): John Wiley and Sons Book Company, Inc. Green AW. 1959 Recretion, Leisure, and Politics. New York (US): McGraw-Hill. Gunadi S. 1995. Arti RTH Bagi Sebuah Kota. Makalah pada Buku: “Pemanfaatan RTH di Surabaya”, bahan bacaan bagi masyarakat serta para pengambil keputusan Pemerintahan Kota. Surabaya (ID). Harijanto PN. 2000. Malaria Epidemiologis, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta (ID): EGC. Hakim DR. 2006. Analisis Temporal dan Spasial Peubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [HIG] Heat Island Group. 2004. Trees and Vegetation. United States Environmental Protection Agency. Howard JA. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi. Terjemahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
50
Idealistina F. 1991, Model Termoregulasi Tubuh untuk Penentuan Besaran Kesan Thermal Terbaik dalam kaitannya dengan Kinerja Manusia [tesis]. Bandung (ID): Bandung Institute of Technology (ITB) [ISO]. International Organization for Standardization. 1994. Moderate Thermal Environments - Determination of the PMV and PPD Indices and Specification of the Conditions for Thermal Comfort. Geneva (CH): International Standard 7730 – 1994 ISO. Kaka MA. 2013. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Karyono TH. 1996. Thermal Comfort in the Tropical South East Asia Region. Sydney (AU): Architectural Science Review. 39(1):135-139. Karyono TH. 1989. Solar Energy and Architecture: A Study of Solar Passive Design for Hospital Wards in Indonesia [disertasi]. New York (US): Institute of Advanced Architectural Studies, University of York. Konecny G. 2003. Geoinformation : Remote sensing, photogrammetry and geographic information system. London (GB): Taylor and Francis. Lakitan B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Laurie M. 1986. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung (ID): Intermatra. Lillesand T, Kiefer RW. 1999. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Lisnawati A, Wibowo YR. 2007. Penggunaan Citra Landsat Etm+ Untuk Monitoring Perubahan Penggunaan Lahan Di Kawasan Puncak. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Macfarlane WV. 1958. Thermal Comfort Zones. Sydney (AU): Architectural Science Review. 21(4):1-14. McIntyre DA. 1980. Indoor Climate. London (GB): Applied Science. Menteri Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 Tahun 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Menteri Pekerjaan Umum. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau Di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan. Menteri Pekerjaan Umum. 2011. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Muis BA. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air Kota Depok Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan. Jakarta (ID): Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Kota Samarinda. 2005. Surat Keputusan Walikota Samarinda Nomor : 178/HK-KS/2005 tentang Hutan Kota. Samarinda (ID) : Wali Kota Samarinda. Prasasti CI, Mukono J, Sudarmaji. 2005 Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber–Ac Terhadap Gangguan Kesehatan. Surabaya (ID): Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1(2):160-169.
51
Purnomohadi N. 2002. Pengelolaan RTH Kota dalam Tatanan Program Bangun Praja Lingkungan Perkotaan yang Lestari di NKRI. Jakarta (ID): Widyaiswara LH. Bidang Manajemen SDA dan Lingkungan KLH. Putra PT. 2011. Evaluasi Kenyamanan pada Beberapa Taman Kota Di Jakarta Pusat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rushayati SB. 2011. Green Open Space Development Based on Distribution of Surface Temperature in Bandung Regency. Bogor (ID) : Forum Geografi. 25(1):17-26. Siahaan J. 2010. Ruang Publik : Antara Harapan dan Kenyataan. Jakarta (ID): Buletin Tata Ruang Edisi Juli - Agustus 2010. 2(4):1-11. Sitorus S R.P, Aurelia W, Panuju D R. 2011. Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan. Bogor (ID): Jurnal Landskap Indonesia. 3(1):15-20. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung (ID): Alfabeta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta. Sukawi. 2008. Taman Kota dan Upaya Pengurangan Suhu Lingkungan Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang). Semarang (ID): Universitas Diponogoro Press. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Jogjakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 2. Jogjakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Taha A, Haider DA. 1997. Urban climates and heat islands : albedo, evapotranspiration, and anthropogenic heat. Berkeley (USA) : Elsevier Science S.A. 25(1):99-103. Olgyay V. 1963. Design with Climate: Bioclimatic Approach to Architectural Regionalism, Princeton (US) : Princenton University Press. Umar H. 2003. Metode Riset Komunikasi Oraganisasi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Utomo, H. 2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap Prinsip Unsur dan Aplikasi Desain. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Webb CG. 1959. An Analysis of Some Observations of Thermal Comfort in An Equatorial Climate. London (GB): British Journal of Industrial Medicine. 16(4):297-310. Wicaksono. 2010. Pengaruh Taman Kota Sebagai Upaya Untuk Menurunkan Polutan Debu [Skripsi]. Surabaya (ID): Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Widjajanti. 2010. Keberadaan Dan Optimasi Ruang Terbuka Hijau Bagi Kehidupan Kota. Surabaya (ID): Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.
52
LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Pengamatan, luas RTH dalam grid, temperatur dan kelembaban udara di Kota Samarinda No Grid Luas RTH (ha) RTH (%) Temperatur Kelembaban % 1 1.01 4.06 38.5 48 2 2.99 12.08 38 50 3 7.22 29.11 37.5 51 4 4.35 17.53 37.9 49 5 7.82 33.19 37.9 52 6 7.42 29.83 37.7 54 7 13.38 53.80 37.3 55 8 14.90 60.60 37.6 59 9 9.87 39.75 37.8 54 10 3.54 14.31 38.3 49 11 8.44 34.00 37.6 55 14 15.44 62.23 37.4 60 15 10.25 41.31 37.7 52 16 7.93 32.72 37.5 53 18 11.99 48.35 37.8 50 19 21.65 88.19 36.6 75 20 23.34 94.00 36.5 80 21 13.62 52.68 37.2 55 22 12.11 48.75 37.7 52 23 13.59 54.87 37.4 53 24 17.46 70.35 37.5 70 25 18.88 76.10 37.2 72 26 11.73 47.97 37.4 52 27 9.77 40.22 37.5 55 28 20.16 81.56 37 76 31 11.81 49.01 37.7 51 32 12.18 49.04 37.3 56 33 11.66 47.84 37.6 53 36 13.29 55.77 37.8 55 37 16.21 65.78 37.5 68 38 5.98 24.15 37.6 51 41 13.33 55.53 37.3 66 42 11.73 47.63 37.7 58 43 12.84 52.05 37.4 53 46 11.39 52.98 37.4 61 47 12.22 51.18 37.6 54 Min 1.01 4.06 36.50 48.00 Maks 23.34 94.00 38.50 80.00 Rata-rata 11.71 47.74 37.54 57.14 Lampiran 2. Peta Nilai Tanah Kota Samarinda Tahun 2014.
53
Sumber data : Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2014
Lampiran 3. Penggunaan Lahan di Kota Samarinda
a. Pusat Perdagangan
b. Hutan Kota
54
c. TamanKampus
d. Taman Kota
e. RTH Balai Kota
f. Stadion Olahraga
g. Taman Bermain
55
Lampiran 4. Dokumentasi pengumpulan data temperatur dan kelembaban udara di Kota Samarinda
Lampiran 5. Dokumentasi wawancara terkait kenyamanan Kota Samarinda
56
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Lampiran 6. Titik koordinat pengecekan lapang (Ground Check) pada hasil interpretasi Citra Quick Bird Titik Koordinat Jenis Penggunaan Lahan Ground Check Sesuai/Tidak Sesuai X Y Berdasarkan Hasil Berdasarkan Pengecekan Interpretasi Lapang 516622 9946999 Permukiman Permukiman Sesuai 516432 9947197 Pepohonan Pepohonan Sesuai 516203 9947261 Pepohonan Pepohonan Sesuai 516453 9947327 Rerumputan Rerumputan Sesuai 516421 9947343 Rerumputan Rerumputan Sesuai 517120 9946909 Permukiman Permukiman Sesuai 517125 9947213 Rerumputan Rerumputan Sesuai 517145 9947113 Permukiman Permukiman Sesuai 517025 9946984 Rerumputan Rerumputan Sesuai 516978 9947152 Pepohonan Pepohonan Sesuai 517284 9946917 Permukiman Permukiman Sesuai 517239 9947103 Pepohonan Pepohonan Sesuai 517542 9946871 Rerumputan Rerumputan Sesuai 517645 9947018 Belukar Belukar Sesuai 517570 9946939 Belukar Belukar Sesuai 517766 9946893 Permukiman Permukiman Sesuai 518094 9947233 Belukar Belukar Sesuai 517873 9947229 Rerumputan Rerumputan Sesuai 517879 9947071 Permukiman Permukiman Sesuai 517658 9947012 Rerumputan Belukar Tidak Sesuai 518471 9947016 Permukiman Permukiman Sesuai 518243 9947199 Pepohonan Pepohonan Sesuai 518217 9947153 Permukiman Permukiman Sesuai 518381 9947185 Rerumputan Rerumputan Sesuai 518416 9946956 Belukar Belukar Sesuai 516275 9947825 Permukiman Permukiman Sesuai 516206 9947461 Rerumputan Rerumputan Sesuai 516254 9947480 Pepohonan Pepohonan Sesuai 516491 9947517 Permukiman Permukiman Sesuai 516379 9947652 Pepohonan Pepohonan Sesuai 516879 9947421 Permukiman Permukiman Sesuai 517153 9947364 Pepohonan Pepohonan Sesuai 517146 9947358 Permukiman Permukiman Sesuai 516952 9947591 Rerumputan Rerumputan Sesuai 516749 9947792 Rerumputan Belukar Tidak Sesuai 517435 9947475 Permukiman Permukiman Sesuai 517166 9947361 Permukiman Permukiman Sesuai 517503 9947435 Rerumputan Rerumputan Sesuai 517272 9947691 Rerumputan Rerumputan Sesuai
57
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
Lampiran 6. (Lanjutan) 517343 9947421 518154 9947500 518047 9947403 517686 9947768 517862 9947589 517787 9947451 518572 9947636 518174 9947478 518469 9947642 518505 9947631 518646 9947666 516291 9948026 516640 9948076 516576 9948260 516404 9947928 516204 9947898 517716 9948223 518142 9947852 518112 9947872 517943 9947928 517855 9948173 518375 9948300 518461 9948058 518387 9948099 518511 9948123 518548 9948145 516623 9948520 516367 9948425 516619 9948812 516525 9948787 516418 9948746 517642 9948367 517454 9948590 517524 9948689 517325 9948780 517300 9948416 517744 9948831 517926 9948825 518067 9948785 517737 9948649 517790 9948511 518391 9948586 518650 9948827 518650 9948443
Belukar Lahan Terbuka Permukiman Rerumputan Rerumputan Rerumputan Permukiman Lahan Terbuka Permukiman Belukar Rerumputan Permukiman Pepohonan Permukiman Rerumputan Pepohonan Permukiman Belukar Rerumputan Rerumputan Permukiman Permukiman Belukar Permukiman Belukar Permukiman Permukiman Pepohonan Pepohonan Rerumputan Permukiman Permukiman Permukiman Belukar Rerumputan Pepohonan Permukiman Belukar Permukiman Lahan Terbuka Permukiman Rerumputan Rerumputan Permukiman
Belukar Lahan Terbuka Permukiman Rerumputan Rerumputan Belukar Permukiman Lahan Terbuka Permukiman Belukar Rerumputan Permukiman Pepohonan Permukiman Rerumputan Pepohonan Permukiman Rerumputan Rerumputan Rerumputan Permukiman Permukiman Belukar Permukiman Belukar Permukiman Permukiman Pepohonan Belukar Rerumputan Permukiman Permukiman Permukiman Belukar Rerumputan Pepohonan Permukiman Rerumputan Permukiman Lahan Terbuka Permukiman Rerumputan Rerumputan Permukiman
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
58
84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127
Lampiran 6. (Lanjutan) 518595 9948430 Permukiman 518606 9948461 Permukiman 518647 9948671 Permukiman 516251 9949030 Pepohonan 516596 9948900 Belukar 516563 9948866 Permukiman 516483 9948922 Belukar 516873 9948857 Belukar 516689 9948851 Belukar 517145 9949132 Permukiman 516866 9949098 Permukiman 516773 9949077 Pepohonan 517500 9948856 Rerumputan 517598 9948959 Permukiman 517339 9949077 Permukiman 517643 9948971 Belukar 517579 9948965 Pepohonan 518004 9949006 Rerumputan 518005 9949298 Belukar 518023 9949003 Permukiman 517881 9949024 Permukiman 518146 9949040 Pepohonan 518584 9949159 Rerumputan 518642 9948920 Belukar 518568 9949103 Permukiman 518474 9949211 Pepohonan 518462 9949265 Pepohonan 516260 9949795 Pepohonan 516370 9949760 Permukiman 516259 9949583 Lahan Terbuka 516174 9949729 Belukar 516417 9949546 Pepohonan 516862 9949336 Permukiman 517005 9949529 Rerumputan 516909 9949818 Pepohonan 517130 9949524 Permukiman 516931 9949408 Belukar 517393 9949516 Belukar 517167 9949784 Permukiman 517643 9949582 Lahan Terbuka 517461 9949340 Pepohonan 517332 9949366 Belukar 516514 9950242 Permukiman 516243 9949927 Pepohonan
Permukiman Permukiman Permukiman Pepohonan Belukar Permukiman Belukar Rerumputan Belukar Permukiman Permukiman Pepohonan Rerumputan Permukiman Permukiman Belukar Pepohonan Rerumputan Belukar Permukiman Permukiman Pepohonan Rerumputan Rerumputan Permukiman Pepohonan Pepohonan Pepohonan Permukiman Lahan Terbuka Belukar Pepohonan Permukiman Rerumputan Pepohonan Permukiman Belukar Rerumputan Permukiman Lahan Terbuka Pepohonan Belukar Permukiman Pepohonan
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
59
128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171
Lampiran 6. (Lanjutan) 516249 9950179 516480 9949989 516624 9949839 517100 9950283 516866 9949912 517103 9949993 516926 9950125 516686 9950264 517221 9950264 517611 9949948 517194 9949981 517590 9950098 517298 9950245 516251 9950647 516343 9950647 516304 9950467 516208 9950749 516397 9950804 516978 9950699 516904 9950589 516702 9950359 517149 9950356 516906 9950770 517549 9950812 517565 9950405 517428 9950609 517230 9950725 517400 9950429 516629 9951275 516644 9951254 516418 9951085 516234 9951280 516586 9950858 517039 9951185 517154 9950886 516662 9951287 516683 9951307 516859 9950866 517604 9951044 517201 9951085 517264 9951017 517647 9950994 517522 9951125 516526 9951425
Belukar Tubuh Air Permukiman Permukiman Pepohonan Belukar Pepohonan Permukiman Permukiman Rerumputan Belukar Permukiman Lahan Terbuka Permukiman Belukar Permukiman Rerumputan Lahan Terbuka Permukiman Belukar Rerumputan Pepohonan Permukiman Belukar Permukiman Belukar Permukiman Rerumputan Rerumputan Belukar Lahan Terbuka Pepohonan Permukiman Permukiman Belukar Lahan Terbuka Rerumputan Permukiman Pepohonan Rerumputan Belukar Permukiman Lahan Terbuka Permukiman
Belukar Tubuh Air Permukiman Permukiman Pepohonan Belukar Pepohonan Permukiman Permukiman Rerumputan Belukar Permukiman Lahan Terbuka Permukiman Belukar Permukiman Rerumputan Lahan Terbuka Permukiman Belukar Rerumputan Pepohonan Permukiman Pepohonan Permukiman Belukar Permukiman Rerumputan Rerumputan Belukar Lahan Terbuka Pepohonan Permukiman Permukiman Belukar Lahan Terbuka Rerumputan Permukiman Pepohonan Rerumputan Belukar Permukiman Lahan Terbuka Permukiman
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
60
172 173 174 175 176 177 178 179 180
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Lampiran 6. (Lanjutan) 516479 9951560 Lahan Terbuka 516621 9951714 Belukar 516443 9951608 Permukiman 516449 9951630 Pepohonan 516977 9951723 Belukar 516835 9951709 Permukiman 517129 9951545 Lahan Terbuka 517032 9951628 Permukiman 517050 9951602 Pepohonan
Lahan Terbuka Belukar Permukiman Pepohonan Belukar Permukiman Lahan Terbuka Permukiman Pepohonan
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Lampiran 7. Titik koordinat pengecekan lapang (Ground Check) pada hasil interpretasi Citra Landsat Titik Kordinat Jenis Penggunaan Lahan Ground Check Sesuai/Tidak X Y Sesuai Berdasarkan Hasil Berdasarkan Pengecekan Interpretasi Lapang 507102 9935337 Tubuh Air Tubuh Air Sesuai 507241 9937723 Permukiman Permukiman Sesuai 507455 9935115 Tubuh Air Tubuh Air Sesuai 508365 9937019 Industri Industri Sesuai 508548 9938568 Perdagangan Perdagangan Sesuai 508600 9938907 Hutan Hutan Sesuai 508664 9939752 Hutan Hutan Sesuai 508760 9938350 Pergudangan Pergudangan Sesuai 508879 9940830 Semak/Belukar Lahan Terbuka Tidak Sesuai 509041 9939399 Hutan Hutan Sesuai 509495 9938094 Tubuh Air Tubuh Air Sesuai 509564 9938109 Tubuh Air Tubuh Air Sesuai 509566 9944211 Permukiman Permukiman Sesuai 509731 9937467 Perdagangan Perdagangan Sesuai 510125 9938564 Hutan Semak/Belukar Tidak Sesuai 510148 9949152 Hutan Hutan Sesuai 510636 9945716 Permukiman Permukiman Sesuai 510816 9940184 Industri Industri Sesuai 511088 9953391 Perkebunan Perkebunan Sesuai 511304 9940261 Perdagangan Perdagangan Sesuai 511430 9950781 Permukiman Permukiman Sesuai 511830 9940219 Perdagangan Perdagangan Sesuai 511983 9937274 Lahan Terbuka Lahan Terbuka Sesuai 512012 9954355 Tubuh Air Tubuh Air Sesuai 513275 9945227 Permukiman Permukiman Sesuai 513435 9941466 Semak/Belukar Semak/Belukar Sesuai 513473 9941550 Industri Industri Sesuai 513746 9939983 Permukiman Permukiman Sesuai 513882 9941156 Semak/Belukar Semak/Belukar Sesuai
61
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
Lampiran 7. (Lanjutan) 514012 9953604 Semak/Belukar 514103 9943340 Perdagangan 514292 9937220 Lahan Terbuka 514319 9941703 Hutan 515098 9942314 Hutan 515199 9942465 Semak/Belukar 515248 9942496 Perkantoran 515898 9923517 Hutan 515927 9944336 Tubuh Air 516314 9945293 Perdagangan 516403 9929929 Perkebunan 516610 9930682 Perkebunan 516624 9950948 Permukiman 516833 9948234 Pendidikan 517428 9955095 Lahan Terbuka 517727 9953964 Lahan Terbuka 517985 9941215 Tubuh Air 518181 9933540 Hutan 518193 9922035 Perkebunan 518262 9939454 Industri 518468 9947986 Permukiman 518603 9953309 Permukiman 518607 9949811 Lahan Terbuka 518968 9928784 Semak/Belukar 519092 9924327 Perkebunan 519157 9940821 Perdagangan 519224 9921559 Hutan 519538 9926824 Lahan Terbuka 519698 9938983 Tubuh Air 519869 9937202 Permukiman 520065 9947478 Hutan 520154 9935593 Industri 520164 9937663 Semak/Belukar 520265 9937278 Semak/Belukar 520280 9943376 Hutan 520289 9937620 Pergudangan 520755 9955921 Hutan 521000 9936430 Pergudangan 521216 9953734 Permukiman 521273 9951546 Perkebunan 521301 9928267 Perkebunan 521340 9928097 Semak/Belukar 521385 9953342 Hutan 521888 9955382 Permukiman
Perkebunan Perdagangan Semak/Belukar Hutan Hutan Semak/Belukar Perkantoran Hutan Tubuh Air Perdagangan Perkebunan Perkebunan Permukiman Pendidikan Lahan Terbuka Lahan Terbuka Tubuh Air Hutan Perkebunan Industri Permukiman Permukiman Lahan Terbuka Semak/Belukar Perkebunan Perdagangan Hutan Semak/Belukar Tubuh Air Perdagangan Hutan Industri Semak/Belukar Semak/Belukar Hutan Pergudangan Hutan Pergudangan Permukiman Perkebunan Perkebunan Perkebunan Hutan Permukiman
Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai
62
74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Lampiran 7. (Lanjutan) 522088 9929022 Hutan 522090 9928653 Semak/Belukar 522143 9945544 Tubuh Air 522334 9947331 Hutan 522365 9936534 Semak/Belukar 522391 9952204 Semak/Belukar 522722 9955626 Hutan 522825 9929626 Hutan 523156 9942925 Lahan Terbuka 523348 9931462 Semak/Belukar 523485 9935831 Perdagangan 523533 9952717 Hutan 523569 9936814 Tubuh Air 523598 9952096 Lahan Terbuka 523970 9935712 Permukiman 524303 9959599 Hutan 524350 9935914 Semak/Belukar 524379 9938407 Pergudangan 524540 9951731 Permukiman 524605 9937933 Permukiman 524744 9938374 Perdagangan 524842 9959257 Hutan 525483 9956502 Permukiman 526148 9934343 Semak/Belukar 526364 9933448 Lahan Terbuka 527910 9959031 Lahan Terbuka 528957 9935378 Permukiman
Hutan Semak/Belukar Tubuh Air Hutan Semak/Belukar Lahan Terbuka Hutan Hutan Lahan Terbuka Semak/Belukar Perdagangan Hutan Tubuh Air Lahan Terbuka Pergudangan Hutan Semak/Belukar Pergudangan Permukiman Industri Perdagangan Hutan Permukiman Semak/Belukar Lahan Terbuka Lahan Terbuka Permukiman
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sesuai
63
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 10 Juni 1989 dari pasangan Bapak Heryanto dan Ibu Siti Murti. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan sarjana penulis ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dan lulus pada tahun 2012. Artikel ilmiah yang pernah penulis terbitkan berjudul Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Keterkaitannya dengan Kenyaman Kota Samarinda telah direview dan dinyatakan diterima untuk diterbitkan pada Majalah Ilmiah Globe Volume 17 No 1, Juni 2015. Majalah Ilmiah Globe merupakan jurnal ilmiah dari Badan Informasi Geopasial yang terakreditasi LIPI.