PENENTUAN INDEKS KENYAMANAN RUANG TERBUKA HIJAU DAN LAHAN TERBANGUN DI KOTA BOGOR
SITI HAWA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau dan Lahan Terbangun di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Siti Hawa NIM G24110052
ABSTRAK SITI HAWA. Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau dan Lahan Terbangun di Kota Bogor. Dibimbing oleh RIZALDI BOER. Keberadaan ruang terbuka hijau pada suatu kota sangat diperlukan untuk menciptakan kondisi kota yang nyaman bagi penghuninya. Keberadaan ruang terbuka hijau seperti taman kota dapat memberikan rasa nyaman bagi penghuninya baik secara spasial, visual, audial, maupun termal. Kenyamanan termal dapat ditetapkan dengan menggunakan indeks yang disusun berdasarkan parameter iklim. Namun demikian, indeks kenyamanan termal belum tentu dapat mewakili rasa kenyamanan spasial, visual maupun audial karena hal tersebut juga sangat terkait pada kondisi psikologis dan metabolisme seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan indeks kenyamanan termal yang dapat merepresentasikan rasa kenyamanan lainnya melalui interview rasa kenyamanan seseorang pada tiga kondisi waktu (pagi, siang, dan sore) dan dua kondisi spasial yaitu ruang terbuka hijau dan lahan terbangun. Nilai indeks kenyamanan termal dihitung berdasarkan data suhu dan kelembaban udara dan batas kenyamanan menurut nilai indeks ditetapkan berdasarkan hasil interview rasa kenyamanan responden pada beberapa lokasi (ruang) dan waktu. Tiga bentuk indeks kenyamanan termal yang digunakan ialah Temperature Humidity Index (THI), Relative Strain Index (RSI), dan Wet Bulb Globe Temperature (WBGT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai selang indeks kenyamanan untuk ruang terbuka hijau dan lahan terbangun di Kota Bogor ialah nyaman (THI≤27; RSI≤0.17; dan WBGT≤30.8), nyaman-cukup nyaman (27
ABSTRACT SITI HAWA. Determined of Comfort Index of Green Open Space and Development Area in Bogor City. Supervised by RIZALDI BOER. The existence of green open space in a city is needed to create a comfortable environment for the occupants. The existence of green open spaces such as city park can provide comfort for occupants both spatial, visual, audial, or thermal. Thermal comfort can be determined by using an index that is based on climatic parameters. However, the thermal comfort indices may not necessarily represent a sense of spatial comfort, visual and audial because it is also very relevant to the person's psychological condition and metabolism. This study aims to define thermal comfort indices which may represent a sense of other comfort through interviews sense of someone comfort at the three conditions of the time (morning, day, and afternoon) and two spatial conditions are green open space and development area. Thermal comfort index value is calculated based on the data of temperature and humidity and threshold of comfort according to the index value is determined based on the results of interviews sense of comfort respondents in several locations (space) and time. Three forms of thermal comfort indices are Temperature Humidity Index (THI), Relative Strain Index (RSI), and Wet Bulb Globe Temperature (WBGT). The results showed that the value of the comfort index interval to a green open space and development area in the Bogor city is comfortable (THI≤27; RSI≤0.17; and WBGT≤30.8), comfortable-quite comfortable (27
PENENTUAN INDEKS KENYAMANAN RUANG TERBUKA HIJAU DAN LAHAN TERBANGUN DI KOTA BOGOR
SITI HAWA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penentuan Indeks Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau dan Lahan Terbangun di Kota Bogor”. Penulis ingin menyampaikan rasa hormat, apresiasi, dan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof Dr Ir Rizaldi Boer, MSc, selaku pembimbing utama yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr Ir Rini Hidayati, M.Sc dan Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir Bregas Budianto Ass. Dipl selaku dosen pemandu dan pembahas seminar yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Sonni Setiawan, S.Si, M.Si selaku pembimbing akademik selama peneliti menjadi mahasiswa GFM. 5. Bapak Danang, Ibu Nurmalina, Ibu Rinrin, dan seluruh staff Kebun Raya Bogor-LIPI. 6. Aparat Pemerintahan Kota Bogor dan seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. 7. Keluarga yang sangat saya cintai dan sayangi, Abah, Emak, abang dan adik yang selalu memberikan dukungan baik secara material maupun moril serta doa yang tiada henti. 8. Sastra, Yendar, Nunung, Indah, Yuni, Shinten dan teman-teman Wisma Ungu yang selalu membuat hari-hari menjadi menyenangkan. 9. Teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan Adit dan Galuh yang memberikan semangat, dukungan serta bantuan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi. 10. Bang Khabib, Bang Shola, Herze, Aviya, Eka, Atu, Neneh, Iyo, Pradit, Ridwan, Iki, Udin, Mba Anis, Mas Gigih, Mba Joha dan GFM 48 atas bantuan, semangat, dan dukungan. Semoga dengan Rahmat-Nya kita diberi kemudahan dalam menggapai kesuksesan. 11. Tim Dosen GFM IPB, terima kasih atas bantuan, dukungan serta pengajaran yang diberikan, untuk para staff GFM, Pak Azis, Pak Nandang, Pak Engkos, Mas Kiki juga terima kasih atas bantuan selama perkuliahan dan penulisan hingga penyelesaian skripsi. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu. Penulis mengapresiasi atas saran yang membangun demi tersusunnya karya ilmiah ini dengan baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2016 Siti Hawa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Alat dan Bahan
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Prosedur Analisis Data
4
Pengambilan Data Suhu dan Kelembaban Udara
5
Perhitungan Indeks Kenyamanan
6
Pengumpulan Kuisioner
8
Penentuan Indeks Kenyamanan berdasarkan Hasil Kuisioner
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Suhu dan Kelembaban Udara
9 9
Tingkat Kenyamanan menurut Persepsi Responden
13
Batas Indeks Kenyamanan
15
Jumlah Hari Nyaman
17
Histogram Suhu dan Kelembaban Udara
22
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2
Karakteristik lokasi penelitian Rata-rata suhu udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari 3 Rata-rata kelembaban udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari
3 11 11
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
5 6 7 8 9
10
11
12
13
14
15
Diagram alir penelitian Ilustrasi penentuan batas kenyamanan Pola suhu udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c) sore hari Pola kelembaban udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c) sore hari Persentase pendapat responden terhadap kenyamanan (a) pemandangan dan (b) suhu udara di empat lokasi pengamatan Sebaran nilai THI dan jumlah responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman Sebaran nilai RSI dan jumlah responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman Sebaran nilai WBGT dan jumlah responden yang merasa nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014) Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014) Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014) Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014) Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014) Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014) Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada pagi hari (ratarata tahun 2002-2014)
4 9 10
12 14 15 16 17
18
18
18
19
19
19
20
16 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014) 17 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada sore hari (ratarata tahun 2002-2014) 18 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014) 19 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014) 20 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014) 21 Range suhu (a) dan kelembaban udara (b) dari kondisi nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman
20
20
21
21
21 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Lokasi penelitian 2 Dokumentasi penelitian : Jalan Kapten Muslihat (a), Jalan Paledang (b), vertikultur di Jalan Kapten Muslihat (c), Lapangan Sempur (d) 3 Sensor DHT22 dan smartphone sebagai media penyimpan 4 Karakteristik responden di empat lokasi penelitian 5 Persepsi responden terhadap kenyamanan di empat lokasi penelitian 6 Rata-rata data suhu dan kelembaban hasil pengamatan dan data iklim Stasiun Baranangsiang 7 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan sore hari di empat lokasi pengamatan 8 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan sore hari di empat lokasi pengamatan dalam bentuk grafik 9 Beda nilai rata-rata pengamatan dengan Stasiun Iklim Baranangsiang (BS) sebagai estimasi data suhu-kelembaban empat lokasi penelitian 10 Beda nilai rata-rata pengukur suhu-kelembaban dengan Stasiun Iklim Baranangsiang (BS) sebagai data tera suhu-kelembaban
26 26 26 27 28 29 30 30 31 31
PENDAHULUAN Latar Belakang Suhu merupakan unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi manusia dalam berpakaian, makan, dan tempat tinggal. Peningkatan suhu udara di berbagai wilayah baik lintang tinggi maupun lintang rendah atau yang lebih dikenal dengan pemanasan global dapat mengubah budaya manusia sehari-hari seperti cara berpakaian, makan, termasuk tempat tinggal. Berbagai upaya dan tindakan terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mencegah pemanasan global maupun mengurangi salah satu sumber pemanasan global yakni peningkatan jumlah karbon di atmosfer, diantaranya dengan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, mencegah kebakaran dan konversi hutan, melakukan penghijauan, dan lain-lain. Adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di setiap kota di Indonesia diharapkan mampu menurunkan suhu udara dan menyerap kembali karbon yang dilepas dari aktivitas di kota tersebut. Ketentuan mengenai RTH telah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Peraturan Pemerintah No. 63/2002 tentang Hutan Kota mendefinisikan ruang terbuka hijau wilayah perkotaan sebagai ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tanaman atau tumbuhtumbuhan yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya. Berdasarkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan besarnya RTH di wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah perkotaan, yaitu terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat. Kota Bogor memiliki luas ±11850 ha, sehingga RTH yang dibutuhkan sekitar ±3555 ha yang terdiri dari ±2370 ha untuk RTH publik (20% dari luas wilayah Kota Bogor) dan ±1185 ha untuk RTH privat (10% dari luas wilayah Kota Bogor). Pada saat ini, RTH di Kota Bogor diperkirakan masih cukup memadai. Pada tahun 2007, RTH Kota Bogor masih sekitar 54.76% (Ainy 2012). Namun demikian, akibat pertumbuhan penduduk, keberadaan RTH Kota Bogor semakin lama akan semakin berkurang. Menurunnya RTH akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Kemampuan kota dalam mereduksi polusi, penyerapan air tanah dan keindahan alami kota akan menurun dan pada akhirnya akan menyebabkan semakin menurunnya tingkat kenyamanan kota. Apabila tingkat keterpaparan penghuni kota terhadap kondisi yang tidak nyaman berlangsung lama dan terus menerus, maka akan berpengaruh pada kualitas kehidupan yaitu dapat menurunkan tingkat produktivitas, tingkat kesehatan, tingkat harapan hidup, dan tingkat kecerdasan anak-anak, bahkan dapat meningkatkan kriminalitas dan konflik horizontal di antara kelompok masyarakat perkotaan (Anggriani 2010). Menurut Karyono (2005) terdapat empat jenis kenyamanan manusia berkaitan dengan keberadaan taman kota, yakni: kenyamanan spasial, kenyamanan visual, kenyamanan audial, dan kenyamanan termal. Tingkat kenyamanan termal pada manusia di berbagai wilayah telah dirumuskan melalui parameter iklim seperti suhu udara, kelembaban relatif, radiasi matahari, dan kecepatan angin. Parameter lain yang mempengaruhi kenyamanan adalah sisi
2
psikologis dan kondisi metabolisme. Temperature Humidity Index (THI) merupakan salah satu rumus yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kenyamanan makhluk hidup melalui suhu dan kelembaban lingkungan. Selain THI beberapa rumus indeks kenyamanan lain yang sudah digunakan di berbagai tempat diantaranya : Discomfort Index, Effective Temperature (Griffiths 1966), Predicted Mean Vote, Wet Bulb Globe Temperature (Lemke dan Kjellstrom 2012), dan lain-lain. Masing-masing persamaan indeks kenyamanan tersebut memiliki batas kenyamanan yang berbeda-beda. Thom (1959) dalam Tjasyono (2004) telah melakukan penelitian empiris di daerah lintang menengah untuk menetapkan kategori nyaman pada THI 21-24 oC dan kategori tidak nyaman pada THI lebih dari 26 oC. Batas kenyamanan Thom telah banyak digunakan di daerah tropis seperti oleh Aprihatmoko (2013) dan Tulandi et al. (2012). Padahal masyarakat di daerah tropis atau lintang rendah memiliki toleransi terhadap panas lebih tinggi sehingga akan memiliki batas indeks kenyamanan lebih tinggi. Selain itu, indeks kenyamanan termal belum tentu dapat mewakili rasa kenyamanan spasial, visual, maupun audial karena hal tersebut juga sangat terkait pada kondisi psikologis dan metabolisme seseorang. Oleh karena itu, penetapan nilai indeks kenyamanan termal yang juga dapat merepresentasikan rasa kenyamanan lainnya sangat diperlukan. Pengukuran kenyamanan termal di Kota Bogor dilakukan melalui parameter iklim. Parameter iklim (suhu dan kelembaban udara) diukur menggunakan sensor DHT22. Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks kenyamanan adalah Temperature Humidity Index (THI), Relative Strain Index (RSI), dan Wet Bulb Globe Temperature (WBGT). Penetapan batas kenyamanan dilakukan dengan menghubungkan indeks kenyamanan dan pendapat masyarakat melalui kuisioner. Selain kenyamanan termal, evaluasi kenyamanan visual di beberapa lokasi di Kota Bogor dilakukan melalui kuisioner pendapat masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam merancang RTH Kota Bogor ke depan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menetapkan indeks kenyamanan termal Kota Bogor yang dapat merepresentasikan rasa kenyamanan lainnya melalui interview rasa kenyamanan seseorang pada beberapa kondisi waktu (pagi, siang dan sore) dan kondisi spasial (ruang terbuka hijau dan lahan terbangun).
METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan yaitu sensor DHT22 sebagai pengukur suhu dan kelembaban, Ms. Excel, Google Earth, dan Minitab 16. Bahan yang digunakan adalah data suhu dan kelembaban udara dari Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014, serta kuisioner.
3
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 hingga Oktober 2015 di Kota Bogor. Lokasi penelitian diwakili oleh tiga lokasi ruang terbuka hijau (Kebun Raya Bogor, Lapangan Sempur, dan Jalan Paledang) dan satu lokasi lahan terbangun (Jalan Kapten Muslihat). Pemilihan keempat lokasi tersebut didasarkan pada karakteristik masing-masing lokasi yang sesuai dengan jenis-jenis RTH sesuai dengan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Karakteristik lokasi penelitian Lokasi
Kebun Raya Bogor (KRB)
Lapangan Sempur
Jalan Paledang
Karakteristik Merepresentasikan kondisi ruang terbuka hijau jenis taman kota dengan vegetasi yang rapat. KRB menjadi tempat wisata, tempat edukasi (penelitian, kunjungan lapang), maupun tempat kegiatan yang sering diselenggarakan baik oleh masyarakat Kota Bogor maupun wisatawan dari luar Bogor. Merepresentasikan kondisi ruang terbuka hijau jenis area dengan vegetasi yang kurang rapat dan lapangan rumput terbuka. Kombinasi jalur hijau dan lapangan rumput terbuka akan mempengaruhi nilai kenyamanan di Lapangan Sempur Merepresentasikan ruang terbuka hijau jenis garis atau jalur hijau. Sepanjang Jalan Paledang merupakan lahan terbangun berupa ruko, sekolah, dan perumahan, namun jalur hijau tetap ditumbuhi pohonpohon.
Gambar lokasi
4
Jalan Kapten Muslihat
Merepresentasikan lahan terbangun dengan kondisi lalu lintas yang ramai dan jumlah vegetasi yang minimum. Penanaman vegetasi di jalur hijau di lokasi ini sangat minimum. Jalur hijau di lokasi ini sangat ramai oleh pejalan kaki dan pedagang kaki lima.
Sumber gambar : Google earth (diakses pada 4 Oktober 2015)
Prosedur Analisis Data Penentuan indeks kenyamaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pengumpulan data suhu dan kelembaban udara melalui pengukuran langsung (observasi) di lokasi penelitian, estimasi data suhu dan kelembaban di empat lokasi penelitian selama 365 hari melalui rata-rata data Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014, perhitungan indeks kenyamanan berdasarkan persamaan indeks kenyamanan suhu-kelembaban, pengumpulan kuisioner, dan penentuan batas indeks kenyamanan berdasarkan hasil kuisioner. Data suhu dan kelembaban di lokasi pengamatan
Data suhu dan kelembaban Stasiun Klimatologi Baranangsiang
Estimasi data lokal selama 365 hari menggunakan rata-rata data Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014
Perhitungan indeks kenyamanan lokasi penelitian
Batas indeks kenyamanan Kota Bogor
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Batas kenyamanan hasil kuisioner
5
Pengambilan Data Suhu dan Kelembaban Udara Pengukuran data suhu dan kelembaban di empat lokasi penelitian menggunakan sensor DHT22. Sensor DHT22 memiliki akurasi suhu ±0.1 oC dan akurasi kelembaban ±2-5% (Digital 2010). Sensor DHT22 dihubungkan ke smartphone sebagai daya dan media penyimpan data (Lampiran 3). Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan di bawah pohon agar sensor tidak terkena sinar matahari langsung. Titik pengambilan data di setiap tempat tidak pernah berubah. Tutupan lahan di titik pengambilan data di seluruh lokasi pengamatan adalah lahan perkerasan (konblok), sehingga kemungkinan ada penambahan panas dari bawah. Data suhu dan kelembaban diukur pada ketinggian sekitar 1.2 meter setiap satu jam mulai pukul 07.00 – 17.00 WIB dengan urutan lokasi yakni : Kebun Raya Bogor, Lapangan Sempur, Jalan Kapten Muslihat, dan Jalan Paledang. Kebun Raya Bogor selalu menjadi lokasi pertama saat pengambilan data dan memiliki perbedaan waktu sekitar setengah jam dengan Jalan Paledang sebagai lokasi terakhir. Pengambilan data dilakukan dengan tiga kali ulangan selama lima hari di bulan Agustus. Sehingga jumlah data suhu dan kelembaban di empat lokasi penelitian sebanyak 11 (jam) x 3 (ulangan) x 5 (hari) x 4 (lokasi) x 2 (suhu dan kelembaban udara) = 1320 data. Data suhu dan kelembaban tersebut kemudian dirata-ratakan berdasarkan waktu, yakni pagi hari (pukul 07.00-10.00), siang hari (pukul 11.00-14.00), dan sore hari (pukul 15.00-17.00) (Lampiran 6). Data masing-masing lokasi penelitian selama 365 hari diestimasikan melalui rata-rata data suhu dan kelembaban Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014. Penggunaan data Stasiun Klimatologi Baranangsiang sebagai data pembanding didasarkan pada jarak Stasiun Klimatologi Baranangsiang yang dekat dengan empat lokasi pengamatan. Metode yang digunakan adalah perbedaan nilai rata-rata selama lima hari antara data suhu dan kelembaban masing-masing lokasi pengamatan dengan data suhu dan kelembaban Stasiun Klimatologi Baranangsiang pada waktu yang sama dengan waktu pengamatan. Perbedaan nilai rata-rata data pengamatan untuk pagi hari dengan data observasi Stasiun Klimatologi Baranangsiang pagi hari (pukul 07.30), perbedaan nilai rata-rata data pengamatan suhu dan kelembaban pada waktu siang hari dengan data observasi Stasiun Klimatologi Baranangsiang untuk waktu siang hari (pukul 13.30), dan perbedaan nilai rata-rata data pengamatan suhu dan kelembaban pada sore hari dengan data observasi Stasiun Klimatologi Baranangsiang sore hari (pukul 17.30) (Lampiran 9). Rata-rata suhu dan kelembaban udara Stasiun Klimatologi Baranangsiang selama 13 tahun (tahun 2002-2014) dan perbedaan nilai rata-rata tersebut digunakan untuk mengestimasi nilai suhu dan kelembaban udara masingmasing lokasi pengamatan selama 365 hari. Pendekatan nilai suhu dan kelembaban masing-masing lokasi pengamatan selama 365 hari ini dapat diterima karena rata-rata data pembanding yang digunakan yaitu data suhu dan kelembaban Stasiun Klimatologi Barangsiang selama 13 tahun dengan simpangan data yang kecil, selain itu fluktuasi data suhu dan kelembaban di Indonesia tidak banyak bervariasi. Metode beda nilai rata-rata yang digunakan untuk mengestimasi perbedaan nilai suhu dan kelembaban di keempat lokasi penelitian dapat diterima karena data penelitian menunjukkan standard error yang sangat kecil (Lampiran 7). Walaupun pengambilan data dilakukan di atas tutupan lahan perkerasan sehingga kemungkinan ada penambahan panas dari bawah, namun pengambilan
6
data tersebut dilakukan di bawah naungan pohon sehingga pemanasan dari bawah tidak terlalu besar karena terlindungi bayangan kanopi pohon. Kekurangan dari metode ini adalah waktu pengambilan data selama lima hari yang dilakukan pada bulan Agustus di musim panas, sehingga tidak mewakili data saat musim hujan. Perhitungan Indeks Kenyamanan Temperature Humidity Index (THI) Perhitungan indeks kenyamanan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Temperature Humidity Index (THI) yang telah dikembangkan oleh Nieuwolt. Persamaan THI mengaitkan kenyamanan manusia dengan suhu udara dan kelembaban udara sekitar. Rumus THI tersebut yakni: THI 0.8t
RH 500
(1)
dengan: THI = indeks kenyamanan Ta = suhu udara (oC) RH = kelembaban relatif (%) Suhu udara mempengaruhi nilai THI sekitar 80%, namun untuk menjaga tingkat THI yang sama bisa dilakukan dengan mengkombinasikan suhu udara tinggi dengan kelembaban udara yang rendah atau sebaliknya dengan meningkatkan kelembaban dan menurunkan suhu udara (McGregor dan Nieuwolt 1998). Kekurangan persamaan THI yang dikembangkan oleh Nieuwolt menurut Emmanuel (2005) adalah hanya menitikberatkan faktor suhu udara dan kelembaban relatif tanpa melihat faktor lain seperti kebiasaan manusia dalam berpakaian, makan, dan lain-lain. Relative Strain Index (RSI) Ada tiga faktor yang mempengaruhi efek panas pada manusia, yaitu: kondisi lingkungan, faktor manusia (umur, jenis kelamin, metabolisme, dll), dan batas toleransi panas. Ketiga faktor tersebut dapat dihitung melalui pendekatan enam variabel, yakni: suhu udara, kelembaban udara, angin, pancaran panas, laju metabolisme, dan pakaian (Balafoutis dan Makrogiannis 2003). Karena keterbatasan dalam menghitung enam variabel tersebut secara kontinu, maka persamaan RSI dibuat dengan beberapa syarat/kondisi yang dapat mencakup seluruh variabel tersebut, diantaranya : laki-laki berusia 25 tahun, berpakaian formal, produksi panas internal sekitar 100 W/m2, tidak terpapar sinar matahari langsung, belum teraklimatisasi terhadap panas, dan kecepatan angin sekitar 1 m/s (Emmanuel 2005). Berbeda dengan THI yang menggunakan suhu udara dan kelembaban relatif, persamaan RSI menggunakan suhu udara dan tekanan uap aktual. RSI
- 21 58 - e
(2)
7
Ta merupakan suhu udara (oC) dan e adalah tekanan uap aktual (mbar). Nilai tekanan uap aktual diturunkan dari beberapa persamaan kelembaban udara relatif dan tekanan uap jenuh (es). Hal ini dilakukan karena data yang tersedia adalah data suhu udara dan kelembaban relatif. Reaksi tubuh terhadap kenyamanan termal bisa dikaitkan dengan nilai rata-rata suhu bola basah atau nilai rata-rata kelembaban udara (Tjasyono 2004). Nilai suhu bola basah (Tw) didapat melalui persamaan berikut: RH 100 -
300 (Ta-Tw) Ta
(3)
RH merupakan kelembaban relatif (%), Tw suhu bola basah (oC), dan Ta adalah suhu udara (oC). Kemudian nilai suhu bola basah tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai tekanan uap jenuh (es) menggunakan persamaan berikut: e
17.68 Tw 6.112 exp Tw 243.5
(4)
es merupakan tekanan uap jenuh (mbar) dan Tw merupakan suhu bola basah (oC). Setelah mendapat nilai tekanan uap jenuh, maka nilai tekanan uap aktual didapat menggunakan persamaan: RH
e e
100
(5)
RH merupakan kelembaban relatif (%), es tekanan uap jenuh (mbar), dan e merupakan tekanan uap aktual (mbar). Perhitungan nilai tekanan uap aktual dengan menurunkan beberapa persamaan seperti diatas lebih baik dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari tabel psikrometrik (Emmanuel 2005). Wet Bulb Globe Temperature (WBGT) Persamaan WBGT merupakan persamaan yang memperhitungkan suhu bola basah, suhu global, dan suhu udara. Persamaan WBGT yang digunakan pada penelitian ini adalah persamaan dari Australian Bureau of Meteorology (ABM, 2007). Persamaan ini biasa digunakan untuk mengetahui stres panas pada kegiatan di luar ruangan. Persamaan ini hanya membutuhkan data suhu udara dan kelembaban, sedangkan radiasi matahari dan kecepatan angin diasumsikan pada tingkat sedang. WBGT = 0.567Ta + 0.393e + 3.94 e
RH 100
17.27Ta 6.105 exp 237.7 Ta
(6) (7)
Ta merupakan suhu udara dengan satuan oC dan e adalah tekanan uap aktual (mbar). Beberapa kondisi yang tidak sesuai dengan syarat persamaan WBGT di atas seperti langit yang berawan atau kondisi berangin akan menyebabkan nilai WBGT yang dihasilkan lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai kenyamanan sebenarnya (Kellerman 2005).
8
Pengumpulan Kuisioner Pengumpulan pendapat masyarakat melalui kusioner dilakukan di empat lokasi penelitian pada waktu yang berbeda-beda. Pengumpulan kuisioner di Kebun Raya Bogor dilakukan pada waktu pagi, siang, dan sore hari, sedangkan di Jalan Paledang dan Jalan Kapten Muslihat dilakukan pada siang hari. Pengumpulan kuisioner di Lapangan Sempur dilakukan pada pagi hari. Perbedaan waktu pengumpulan kuisioner ini didasarkan pada kondisi psikologis dan jumlah responden. Adapun aktivitas responden saat dilakukan interview, diantaranya: berteduh atau bersantai di bawah pohon, berjualan, menunggu angkutan kota, dan pejalan kaki yang lewat. Pengambilan data kuisioner dilakukan berdasarkan metode quota sampling. Quota sampling merupakan metode sampling dimana jumlah dan kriteria sampel telah ditentukan (Nasution 2003). Kriteria sampel ditetapkan berdasarkan usia responden minimal 16 tahun dengan jumlah responden di masing-masing lokasi adalah 50 responden, sehingga total responden adalah 200 responden. Jenis kuisioner yang digunakan merupakan kuisioner tertutup. Kuisioner tertutup merupakan kuisioner dengan jawaban pendek (Best 1982) dan kemungkinan jawabannya sudah ditentukan (Singarimbun dan Sofian 1981). Penyusunan pilihan jawaban kuisioner dilakukan berdasarkan skala likert. Skala likert merupakan suatu skala berupa angka atau skor untuk mengetahui pernyataan sikap responden mengenai suatu hal (Risnita 2012). Data yang dikumpulkan melalui kuisioner adalah data karakteristik responden dan data tingkat kenyamanan yang responden rasakan terhadap suhu udara dan pemandangan di empat lokasi pengamatan (Lampiran 4). Pilihan jawaban responden dibagi menjadi lima kategori skala likert, yaitu : (1) sangat tidak nyaman; (2) tidak nyaman; (3) cukup nyaman; (4) nyaman; dan (5) sangat nyaman (Lampiran 5). Kekurangan dari metode pengumpulan kuisioner yang dilakukan adalah tidak memperhitungkan kondisi psikologis responden. Seluruh responden dengan usia, jenis kelamin, makanan, dan asal daerah diasumsikan sama. Padahal makanan, usia, dan jenis kelamin akan mempengaruhi metabolisme responden. Asal daerah menentukan kemampuan aklimatisasi responden. Aklimatisasi merupakan kemampuan adaptasi seseorang terhadap iklim di suatu wilayah. Kondisi psikologis dan aktivitas fisik responden juga mempengaruhi jawaban responden terhadap kuisioner yang diajukan. Penentuan Indeks Kenyamanan berdasarkan Hasil Kuisioner Best (1982) menyarankan jumlah alternatif jawaban lebih baik tiga kategori dibanding lima kategori. Dalam analisis data, kategori tingkat kenyamanan dikurangi menjadi tiga yaitu nyaman (gabungan nyaman dan sangat nyaman), nyaman-cukup nyaman (gabungan cukup nyaman, nyaman, dan sangat nyaman), dan tidak nyaman (gabungan tidak nyaman dan sangat tidak nyaman). Penggabungan kategori menjadi tiga tersebut juga didasarkan pada hasil persentase yang sangat kecil. Kategori cukup nyaman yang merupakan gabungan sangat nyaman, nyaman, dan cukup nyaman membuat kategori cukup nyaman tidak berada antara tidak nyaman dan nyaman, melainkan lebih dominan ke arah kategori nyaman sehingga kategori cukup nyaman pada penggolongan
9
Persen Responden
kenyamanan dalam penelitian ini disebut nyaman-cukup nyaman. Penetapan batas indeks kenyamanan dilakukan dengan menggunakan titik-titik perpotongan antara garis persamaan nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman seperti ilustrasi berikut:
Nyaman+Cukup Nyaman+Sangat Nyaman Nyaman+Sangat Nyaman Tidak Nyaman+Sangat Tidak Nyaman
X1 X2 Indeks Kenyamanan (IK) Gambar 2 Ilustrasi penentuan batas kenyamanan Berdasarkan hubungan di atas ditetapkan wilayah kenyamanan sebagai berikut: 1. Zona nyaman : IK≤X1 2. Zona nyaman-cukup nyaman : X1
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Suhu dan Kelembaban Udara Berdasarkan laman resmi Kota Bogor, Kota Bogor terletak pada lintang 106o43’30’’BT – 106o51’BT dan 6o30’30’’LS – 6o41’LS dengan luas 11850 ha. Kota Bogor memiliki curah hujan tahunan sekitar 3500-4000 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Januari, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September. Rata-rata suhu udara 26 oC dengan suhu udara terendah 21.8oC dan suhu udara tertinggi 30.4 oC serta kelembaban udara 70%. Ketinggian tempat di Kota Bogor rata-rata antara 190 m hingga 330 m di atas permukaan laut. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Tanah Sereal. Kota Bogor dibatasi oleh Kabupaten Bogor yaitu: - sebelah utara berbatasan dengan Kec. Sukaraja, Kec. Bojong Gede, dan Kec. Kemang - sebelah timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi - sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin - sebelah barat berbatasan dengan Kec. Kemang, Kec. Ciomas, dan Kec. Dramaga Jenis penggunaan lahan di kota Bogor tahun 2007 terdiri atas ruang terbuka hijau sekitar 54.76% (6464.25 ha), lahan terbangun di Kota Bogor sekitar 42.21% (4982.4 ha), dan sisanya sekitar 3.03% (358.2 ha) adalah badan air (Ainy 2002).
10
(a)
31.0 29.0 27.0
1 35 69 103 137 171 205 239 273 307 341
23.0 Hari (b)
KRB Lap. Sempur Jl. Kapten Muslihat Jl. Paledang
1 32 63 94 125 156 187 218 249 280 311 342
suhu (oC)
KRB Lap. Sempur Jl. Kapten Muslihat Jl. Paledang
25.0
Hari
32.0 31.0 30.0 29.0 28.0 27.0 26.0 25.0 24.0
33.0 suhu (oC)
28.0 27.0 26.0 25.0 24.0 23.0 22.0 21.0 20.0
KRB Lap. Sempur Jl. Kapten Muslihat Jl. Paledang
1 32 63 94 125 156 187 218 249 280 311 342
suhu (oC)
Estimasi suhu dan kelembaban udara rata-rata di empat lokasi penelitian dihasilkan dari rata-rata suhu dan kelembaban udara Stasiun Klimatologi Baranangsiang tahun 2002-2014. Oleh sebab itu, nilai suhu dan kelembaban udara maksimum dan minimum seluruh lokasi pengamatan akan mengikuti pola suhu dan kelembaban udara maksimum dan minimum Stasiun Klimatologi Baranangsiang. Pada pagi hari, rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan JuliAgustus, sedangkan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada bulan April dan November (Gambar 3a). Pada siang hari, rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan Desember dan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Oktober (Gambar 3b). Pada waktu sore hari, rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan Februari dan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada bulan September (Gambar 3c).
Hari (c)
Gambar 3 Pola suhu udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c) sore hari Suhu udara terendah pada siang dan sore hari terjadi pada puncak musim hujan (Desember-Februari), namun suhu udara terendah pada pagi hari justru terjadi pada musim kemarau (Juli-Agustus). Suhu udara tertinggi terjadi pada bulan peralihan dari musim kemarau ke musim hujan (Oktober dan September),
11
serta pada peralihan dari musim hujan ke musim kemarau (April). Tabel 2 menunjukkan rata-rata suhu udara selama setahun di empat lokasi penelitian. Lokasi yang memiliki rata-rata suhu udara terendah hingga tertinggi pada pagi, siang, dan sore hari berturut-turut, yakni: Kebun Raya Bogor (KRB), Lapangan Sempur, Jalan Paledang, dan Jalan Kapten Muslihat. Lokasi dengan jumlah vegetasi yang lebih banyak memiliki suhu udara yang lebih rendah, sedangkan lokasi lahan terbangun yang diwakili oleh Jalan Kapten Muslihat dengan vegetasi yang minimum memiliki suhu udara lebih tinggi. Suhu udara yang lebih rendah pada lokasi bervegetasi disebabkan oleh proses evaporasi. Evaporasi di sekitar vegetasi atau permukaan air memiliki efek menurunkan suhu udara, sehingga suhu udara di sekitar vegetasi akan lebih rendah dengan kelembaban relatif yang lebih tinggi (Griffiths 1966). Tabel 2 Rata-rata suhu udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari Waktu Pagi Siang Sore
KRB 21.8 27.5 27.0
Lap. Sempur 22.7 28.6 28.1
Suhu (oC) JL.Paledang 23.2 29.6 28.2
Jl. Kapten Muslihat 24.2 30.7 29.4
Kelembaban udara di empat lokasi penelitian selama setahun pada pagi hari memiliki nilai paling besar, dan berangsur menurun menjelang siang hari kemudian kembali meningkat pada sore hari (Tabel 3). Lokasi dengan jumlah vegetasi yang lebih banyak memiliki kelembaban udara yang lebih tinggi, sedangkan lokasi dengan vegetasi yang lebih sedikit memiliki kelembaban udara yang lebih rendah. Kelembaban yang tinggi disebabkan oleh penambahan uap air hasil evapotranspirasi. Evapotranspirasi juga menghilangkan panas sehingga suhu udara di sekitar tanaman menjadi lebih rendah (Asiani 2007). Tabel 3 Rata-rata kelembaban udara selama setahun di empat lokasi penelitian pada waktu pagi, siang, dan sore hari Waktu Pagi Siang Sore
KRB 88 64 89
Kelembaban (%) Lap. Sempur JL.Paledang 87 86 62 60 87 86
Jl. Kapten Muslihat 84 58 84
Pola rata-rata kelembaban udara relatif tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 4a (pagi hari), Gambar 4b (siang hari), dan Gambar 4c (sore hari). Rata-rata kelembaban udara relatif terendah di seluruh lokasi pada pagi hari terjadi pada bulan Agustus dan rata-rata kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Februari (Gambar 4a). Pada siang hari rata-rata kelembaban udara relatif terendah terjadi pada bulan Agustus-September dan rata-rata kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Februari (Gambar 4b). Pada sore hari rata-rata kelembaban udara relatif terendah terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi terjadi pada bulan Desember dan Februari (Gambar 4c). Rata-rata kelembaban relatif tertinggi pada
12
pagi, siang dan sore hari terjadi pada bulan Desember dan Februari. Bulan Desember dan Januari merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi di Kota Bogor sehingga jumlah uap air berlimpah dan meningkatkan kelembaban udara. Sebaliknya, rata-rata kelembaban udara terendah terjadi pada musim kering di bulan Agustus.
kelembaban (%)
kelembaban (%)
95.0 90.0 85.0 80.0 75.0
1 32 63 94 125 156 187 218 249 280 311 342
70.0
Hari
Hari
(a)
kelembaban (%)
100.0 95.0
80.0 75.0 70.0 65.0 60.0 55.0 50.0 45.0 40.0
KRB Lap. Sempur Jl. Kapten Muslihat Jl. Paledang
1 32 63 94 125 156 187 218 249 280 311 342
KRB Lap. Sempur Jl. Kapten Muslihat Jl. Paledang
100.0
(b) KRB Lap. Sempur Jl. Kapten Muslihat Jl. Paledang
90.0 85.0 80.0 75.0 1 30 59 88 117 146 175 204 233 262 291 320 349
70.0 Hari (c)
Gambar 4 Pola kelembaban udara rata-rata tahun 2002-2014 selama 365 hari di empat lokasi di Kota Bogor pada waktu (a) pagi, (b) siang, dan (c) sore hari Kelemahan penggunaan data Stasiun Klimatologi Baranangsiang sebagai data regresi diantaranya menyebabkan nilai suhu dan kelembaban udara maksimum/minimum lokasi pengamatan mengikuti nilai suhu dan kelembaban udara maksimum/minimum Stasiun Klimatologi Baranangsiang, selain itu kesalahan pengambilan data suhu dan kelembaban Stasiun Klimatologi Baranangsiang akan menyebabkan bertambahnya error pada nilai kenyamanan. Kesalahan data iklim bisa disebabkan oleh kesalahan alat, kesalahan paralaks, dan kesalahan manusia. Pengambilan data suhu dan kelembaban pada bulan Agustus 2015 saat musim kering tidak merepresentasikan kondisi suhu dan kelembaban lokasi pengamatan saat musim hujan.
13
Tingkat Kenyamanan menurut Persepsi Responden Kenyamanan merupakan rasa nyaman untuk tinggal atau beraktivitas di suatu objek/kawasan (Anggriani 2010). Menurut Karyono (2005) kenyamanan visual berkaitan dengan estetika/keindahan, kenyamanan termal berkaitan dengan kemampuan taman kota dalam mengurangi ketidaknyamanan termal yang diakibatkan iklim setempat. Karakteristik responden mengenai tingkat kenyamanan suhu udara dan kelembaban relatif di empat lokasi pengamatan dilihat pada Lampiran 4. Jumlah dan persentase persepsi responden terhadap kenyamanan di empat lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 5 menunjukkan persentase responden yang merasa nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman terhadap kenyamanan pemandangan dan suhu udara di masingmasing lokasi penelitian tanpa membedakan waktu pagi, siang, maupun sore hari. Persentase nyaman merupakan gabungan dari persentase sangat nyaman dan nyaman, persentase nyaman-cukup nyaman merupakan gabungan persentase sangat nyaman, nyaman, dan cukup nyaman, sedangkan persentase tidak nyaman merupakan gabungan dari persentase sangat tidak nyaman dan tidak nyaman. Gambar 5a menunjukkan persentase responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman terhadap pemandangan di empat lokasi pengamatan. Kebun Raya Bogor menjadi lokasi yang paling memberikan kenyamanan dari segi pemandangan, sedangkan lokasi yang paling tidak nyaman dari segi pemandangan adalah Jalan Kapten Muslihat. Lokasi yang paling banyak dipilih responden sebagai tempat dengan suhu udara ternyaman adalah Kebun Raya Bogor, sedangkan lokasi dengan suhu udara yang tidak nyaman adalah Jalan Paledang (Gambar 5b). Kebun Raya Bogor menjadi lokasi ternyaman dari segi suhu udara dan pemandangan (sekitar 47%) karena lokasi tersebut dipenuhi oleh tumbuhan alami yang rapat. Kebersihan di Kebun Raya Bogor juga terjaga sehingga tidak ada sampah yang merusak pemandangan. Lapangan Sempur dengan luas sekitar 9000 m2 merupakan salah satu taman kota dengan lapangan rumput yang dikelilingi barisan pepohonan. Sekitar 35% responden merasa nyaman terhadap pemandangan Lapangan Sempur (Gambar 5a) dan sekitar 37% responden merasa suhu udara Lapangan Sempur memberikan kenyamanan (Gambar 5b). Jalan Paledang dengan panjang sekitar 900 meter merupakan lahan terbangun dengan barisan pepohonan di sepanjang jalur hijau. Sekitar 32% responden masih merasa nyaman terhadap pemandangan di Jalan Paledang (Gambar 5a). Sekitar 46% responden merasa tidak nyaman terhadap suhu udara di Jalan Paledang, jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah responden yang merasa tidak nyaman di Jalan Kapten Muslihat (Gambar 5b). Besarnya jumlah responden yang merasa tidak nyaman terhadap suhu udara di Jalan Paledang bisa disebabkan beberapa hal seperti pengaruh panas dari kendaraan bermotor dan kondisi psikologi responden, padahal adanya vegetasi di sepanjang jalur hijau membuat suhu udara di Jalan Paledang lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbangun di Jalan Kapten Muslihat (lihat Gambar 3 dan Gambar 4). Jalan Kapten Muslihat merupakan jalan yang berada di depan Stasiun Bogor. Sekitar 47% responden merasa tidak nyaman terhadap suhu udara di Jalan Kapten Muslihat (Gambar 5b). Pemerintah Kota Bogor telah menanam vertikultur
14
100%
persentase responden
persentase responden
di pinggir dan pembatas Jalan Kapten Muslihat. Namun, fungsi estetika dari tanaman vertikultur tersebut belum tercapai karena sekitar 35% responden merasa pemandangan di Jalan Kapten Muslihat tidak nyaman (Gambar 5a). Suhu udara di lokasi ini cukup tinggi akibat kurangnya vegetasi ditambah dengan panas dari kendaraan bermotor. Panas dan debu dari knalpot kendaraan serta jumlah naungan vegetasi yang tidak mencukupi membuat lokasi ini menjadi tidak nyaman. Perlu kajian lebih jauh untuk mengetahui pengaruh suhu yang lebih tinggi pada Jalan Kapten Muslihat akibat lahan terbangun dengan vegetasi yang minimum atau akibat adanya penambahan panas dari kendaraan bermotor. Menurut Karyono (2005) badan jalan yang terbuat dari aspal atau beton sebaiknya dilindungi oleh vegetasi jenis pohon, bukan hanya tanaman perdu yang berdimensi kecil dan rendah. Kombinasi tanaman perdu dengan vegetasi jenis pohon dapat mengurangi polusi udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor disamping juga berfungsi sebagai estetika kota. Keberadaan pohon juga dapat mengurangi intensitas radiasi matahari, menurunkan suhu udara, meningkatkan kelembaban udara, dan mengurangi kecepatan angin (Setyowati 2008; Kalfuadi 2009). Selain itu, pohon atau tumbuhan yang ditanam pada taman dan jalur hijau dapat mengurangi pencemaran dan pemanasan udara, mereduksi karbondioksida, serta meningkatkan oksigen (Karyono 2005).
80% 60% 40% 20%
80% 60% 40% 20% 0%
0%
Kategori :
100%
Tidak nyaman Nyaman-cukup nyaman Nyaman
(a)
(b)
Gambar 5 Persentase pendapat responden terhadap kenyamanan (a) pemandangan dan (b) suhu udara di empat lokasi pengamatan Jenis tutupan lahan akan mempengaruhi kenyamanan manusia. Lokasi dengan jumlah vegetasi yang lebih banyak mampu memberikan kenyamanan visual, termal, dan audial. Gambar 5 menunjukkan lokasi bervegetasi lebih memberikan kenyamanan daripada lokasi lahan terbangun yang minim vegetasi, baik kenyamanan termal maupun kenyamanan visual. Kenyamanan audial berkaitan dengan kemampuan taman kota dalam mengurangi polusi suara dari kendaraan bermotor (Karyono 2005). Beberapa fungsi ekologis ruang terbuka
15
hijau, yaitu: mengurangi pencemaran, menyediakan air tanah dan mengendalikan emisi, memperbaiki iklim mikro, dan estetika (Asiani 2007). Contoh lahan terbangun di Kota Bogor dengan vegetasi yang kurang mencukupi, antara lain: Jalan Mayor Oking, Jalan Merdeka, dan Jalan Perintis Kemerdekaan. Contoh lahan terbangun dengan badan jalan yang dilindungi pohon, antara lain: jalanjalan di lingkar Kebun Raya Bogor seperti Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Jalak Harupat, dan Jalan Salak. Batas Indeks Kenyamanan
persentase responden (%)
Perpotongan antara trendline nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman ditetapkan sebagai batas indeks kenyamanan. Trendline negatif menunjukkan semakin rendah nilai indeks kenyamanan, maka persentase responden yang merasa nyaman akan semakin tinggi dan persentase responden yang merasa tidak nyaman akan semakin rendah. Trendline positif menunjukkan semakin tinggi nilai indeks kenyamanan maka persentase responden yang merasa tidak nyaman akan semakin tinggi dan persentase responden yang merasa nyaman akan semakin rendah. Batas kenyamanan THI di bawah 27masuk kategori nyaman, antara indeks 27.0-28.5 masuk kategori nyaman-cukup nyaman, sedangkan indeks THI di atas 28.5 masuk kategori tidak nyaman (Gambar 6). 20 15
y = -0.7188x + 26.007
10 y = -0.685x + 22.998
5
y = 0.6319x - 12.513
0 20
21
22
23
24
25 THI
26
27
28
tidak nyaman
nyaman-cukup nyaman
nyaman
Linear (tidak nyaman)
Linear (nyaman-cukup nyaman)
Linear (nyaman)
29
30
Gambar 6 Sebaran nilai THI dan jumlah responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman Temperature Humidity Index (THI) merupakan indeks yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban lingkungan untuk menyatakan stres panas pada manusia (McGregor dan Nieuwolt 1998). THI merupakan salah satu indeks kenyamanan termal yang paling banyak digunakan. Penelitian empiris yang dilakukan Thom di lintang menengah menentukan batas kenyamanan THI bernilai 21 (seluruh peserta merasa nyaman), pada THI bernilai 24 (50% perserta merasa nyaman), dan nilai THI diatas 26 (100% peserta tidak nyaman). Batas kenyamanan THI yang telah dilakukan Thom melalui penelitian empiris tersebut dilakukan pada sejumlah orang dengan budaya dan reaksi yang mirip sehingga persamaan ini tidak bisa diaplikasikan di Afrika, Asia, termasuk daerah tropis (Griffith 1966). Orang yang hidup di dataran rendah tropis mungkin dapat mentoleransi nilai THI yang lebih besar (McGregor dan Nieuwolt 1998).
16
persentase responden (%)
Nilai THI bervariasi secara diurnal dan musiman mengikuti variasi suhu dan kelembaban (McGregor dan Nieuwolt 1998). Kekurangan dari persamaan THI adalah tidak melibatkan faktor radiasi dan aliran angin (Griffith 1966). Padahal kenyamanan termal pada manusia tidak hanya melibatkan suhu dan kelembaban lingkungan. Faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan termal pada manusia diantaranya: makanan, pakaian, aktivitas fisik, keterpaparan sinar matahari langsung, dan kemampuan aklimatisasi. Adanya faktor bio-iklim tersebut membuat penelitan indeks kenyamanan termal saat ini telah berkembang dari penelitian empiris ke model biofisik yang lebih kompleks. Model biofisik melibatkan pertukaran panas manusia-lingkungan berdasarkan keseimbangan energi manusia (McGregor dan Nieuwolt 1998). Relative Strain Index (RSI) merupakan indeks kenyamanan termal yang disusun berdasarkan beberapa kondisi, yaitu: laki-laki sehat berusia 25 tahun dengan pakaian kantor, produksi panas (heat production) sekitar 100 W/m2, kecepatan angin 1 m/s, dan tidak terpapar radiasi matahari langsung (Emmanuel 2004). Beberapa kondisi tersebut menjadi kelemahan dari persamaan RSI karena penerapan persamaan RSI di lokasi lain yang tidak sesuai dengan kondisi di atas akan memperbesar kesalahan perhitungan. Kelemahan lain dari persamaan RSI dapat dilihat pada Persamaan 2 yang menunjukkan bahwa persamaan RSI tidak berlaku jika suhu udara sama dengan 21 karena akan menghasilkan nilai pembilang nol. Nilai penyebut nol juga akan terjadi jika nilai tekanan uap air sama dengan 58. Batas kenyamanan RSI di bawah 0.17 masuk kategori nyaman, antara 0.17-0.22 masuk kategori cukup nyaman, sedangkan indeks RSI di atas 0.22 masuk kategori tidak nyaman (Gambar 7). 20 15 y = -25.57x + 11.167
10
y = -24.967x + 8.9424 y = 26.197x + 0.0049
5 0 0
0.05
0.1
0.15 RSI
0.2
0.25
tidak nyaman
nyaman-cukup nyaman
nyaman
Linear (tidak nyaman)
Linear (nyaman-cukup nyaman)
Linear (nyaman)
0.3
Gambar 7 Sebaran nilai RSI dan jumlah responden yang merasa nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman Persamaan WBGT yang digunakan pada penelitian ini adalah persamaan WBGT yang digunakan oleh Australian Bureau of Meteorology (ABM 2005). Persamaan WBGT ini hanya memasukkan suhu dan tekanan udara tanpa kecepatan angin dan radiasi matahari. Parameter tekanan udara diturunkan dari suhu dan kelembaban udara. Persamaan WBGT ini dikembangkan oleh American College of Sport Medicine tahun 1984 dan diterapkan pada bidang olahraga. Australian Bureau of Meteorology menggunakan persamaan WBGT ini karena keterbatasan instrumentasi pada stasiun iklim di Australia (ABM 2005).
17
persentase responden (%)
Macfarlane (1958) dalam Aynsley dan Spruil (1990) telah menetapkan batas kenyamanan indeks WBGT berdasarkan lintang. Untuk lintang di bawah 30, batas kenyamanan WBGT di musim panas sekitar 24-30 oC, sedangkan pada musim dingin sekitar 21-28 oC. Sebaran nilai indeks WBGT dengan jumlah responden di lokasi penelitian menunjukkan batas kenyamanan WBGT di bawah 30.8 masuk kategori nyaman, antara 30.8-33.4 masuk kategori nyaman-cukup nyaman, sedangkan indeks WBGT di atas 33.4 masuk kategori tidak nyaman (Gambar 8). 20 15 y = -0.5399x + 23.264
10
y = 0.3205x - 5.6157 y = -0.6799x + 25.201
5 0
24
25
26
27
28
29 30 WBGT
31
32
33
tidak nyaman
nyaman-cukup nyaman
nyaman
Linear (tidak nyaman)
Linear (nyaman-cukup nyaman)
Linear (nyaman)
34
35
Gambar 8 Sebaran nilai WBGT dan jumlah responden yang merasa nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman Setiap persamaan kenyamanan tersebut memiliki batas kenyamanan yang berbeda-beda karena kondisi kenyamanan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara tetapi juga dipengaruhi oleh kebiasaan hidup, aktivitas fisik, serta musim dan iklim (Tjasyono 2004). Jumlah Hari Nyaman Informasi mengenai jumlah hari nyaman di suatu lokasi sangat diperlukan bagi masyarakat yang akan beraktivitas di lokasi tersebut. Kondisi nyaman pada suatu lokasi akan membuat masyarakat merasa leluasa menjalankan aktivitasnya. Sebaliknya, semakin banyak jumlah hari tidak nyaman pada suatu lokasi akan menyebabkan terganggunya kenyamanan masyarakat saat menjalankan aktivitas. Kebun Raya Bogor masuk kategori nyaman sepanjang tahun menurut ketiga persamaan THI, RSI, dan WBGT pada pagi hari (Gambar 9). Pada siang hari, Kebun Raya Bogor masuk kategori nyaman sepanjang tahun menurut persamaan THI dan WBGT (Gambar 10), sedangkan menurut persamaan RSI, Kebun Raya Bogor memiliki 359 hari nyaman. Hari dengan kategori nyaman-cukup nyaman terjadi pada pada bulan September (2 hari) dan 4 hari pada bulan Oktober. Pada sore hari, Kebun Raya Bogor masuk kategori nyaman sepanjang tahun menurut persamaan RSI (Gambar 11). Menurut persamaan THI, pada sore hari Kebun Raya Bogor memiliki 304 hari nyaman dan 61 hari nyaman-cukup nyaman. Kebun Raya Bogor memiliki 61 hari nyaman-cukup nyaman pada sore hari mulai bulan April hingga Oktober. Bulan April merupakan bulan peralihan musim hujan ke musim kering, sebaliknya bulan Oktober merupakan awal musim hujan. Sedangkan menurut persamaan WBGT, Kebun Raya Bogor hanya memiliki 23
18
hari nyaman, 341 hari nyaman-cukup nyaman, dan 1 hari tidak nyaman pada sore hari (Gambar 11). Hari nyaman sore hari menurut persamaan WBGT terjadi pada akhir bulan November hingga awal bulan April yang merupakan musim hujan.
Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 365 0 0 RSI 365 0 0 WBGT 365 0 0 Gambar 9 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada pagi hari (ratarata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 365 0 0 RSI 359 6 0 WBGT 365 0 0 Gambar 10 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada siang hari (ratarata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 304 61 0 RSI 365 0 0 WBGT 23 341 1 Gambar 11 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Kebun Raya Bogor pada sore hari (ratarata tahun 2002-2014) Lapangan Sempur merupakan lokasi kedua yang memiliki jumlah hari nyaman terbanyak setelah Kebun Raya Bogor. Lapangan Sempur masuk kategori nyaman sepanjang tahun pada pagi hari menurut persamaan THI, RSI, dan WBGT (Gambar 12). Gambar 13 menunjukkan jumlah hari nyaman pada siang hari di Lapangan Sempur. Lapangan Sempur memiliki 305 hari nyaman dan 60 hari nyaman-cukup nyaman (THI), 254 hari nyaman dan 111 hari nyaman-cukup nyaman (RSI), serta 364 hari nyaman dan 1 hari nyaman-cukup nyaman (WBGT). Hari nyaman-cukup nyaman tersebut terjadi pada akhir bulan April hingga pertengahan bulan Juni dan akhir bulan Juli hingga awal bulan November. Menurut persamaan THI, Lapangan Sempur masih memiliki beberapa hari nyaman pada musim panas saat pertengahan bulan Juni hingga pertengahan bulan Agustus. Sedangkan menurut persamaan RSI, pada siang hari Lapangan Sempur memiliki beberapa hari nyaman hanya saat pertengahan bulan Juni hingga akhir bulan Juli. Pada sore hari menurut persamaan THI, Lapangan Sempur memiliki 2 hari tidak nyaman pada bulan April dan Mei (Gambar 14). Menurut persamaan WBGT, Lapangan Sempur tidak memiliki hari nyaman pada sore hari dan 30 hari
19
tidak nyaman pada bulan April hingga Oktober (Gambar 14). Menurut persamaan RSI, Lapangan Sempur masih memiliki 296 hari nyaman pada sore hari dan 69 hari nyaman-cukup nyaman pada bulan April hingga Oktober.
Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 365 0 0 RSI 365 0 0 WBGT 365 0 0 Gambar 12 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada pagi hari (ratarata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 305 60 0 RSI 254 111 0 WBGT 364 1 0 Gambar 13 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada siang hari (ratarata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 124 239 2 RSI 296 69 0 WBGT 0 335 30 Gambar 14 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Lapangan Sempur pada sore hari (ratarata tahun 2002-2014) Jalan Paledang merupakan lahan terbangun dengan jalur hijau yang ditanami vegetasi. Jalan Paledang masuk kategori nyaman sepanjang tahun pada pagi hari menurut persamaan THI, RSI, dan WBGT (Gambar 15). Pada siang hari, Jalan Paledang memiliki 3 hari tidak nyaman berdasarkan persamaan THI yang terjadi pada bulan Mei dan Oktober (Gambar 16). Sedangkan menurut persamaan RSI, Jalan Paledang hanya memiliki 1 hari tidak nyaman yang terjadi pada bulan Oktober. Menurut persamaan WBGT, pada siang hari Jalan Paledang tidak memiliki hari tidak nyaman. Hari tidak nyaman terbanyak di Jalan Paledang justru terjadi pada sore hari (Gambar 17). Menurut persamaan THI, terdapat 6 hari tidak nyaman di Jalan Paledang pada sore hari. Sedangkan menurut persamaan WBGT jumlah hari tidak nyaman di Jalan Paledang pada sore hari mencapai 46 hari. Sebaliknya, menurut persamaan RSI, Jalan Paledang tidak memiliki hari tidak nyaman pada sore hari. Adanya vegetasi di jalur hijau mampu menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Setyowati 2008; Kalfuadi 2009). Sehingga meskipun Jalan Paledang merupakan lahan terbangun dengan kondisi lalu lintas yang ramai, jumlah hari tidak nyaman di Jalan Paledang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Jalan Kapten Muslihat.
20
Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 365 0 0 RSI 365 0 0 WBGT 365 0 0 Gambar 15 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 111 251 3 RSI 115 249 1 WBGT 283 82 0 Gambar 16 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 102 257 6 RSI 280 85 0 WBGT 0 319 46 Gambar 17 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Paledang pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014) Kondisi pagi hari Kota Bogor masih sangat baik untuk beraktivitas. Hal ini dibuktikan dengan seluruh lokasi penelitian termasuk lahan terbangun yang diwakili Jalan Kapten Muslihat masuk kategori nyaman pada pagi hari sepanjang tahun (Gambar 18). Namun, pengaruh panas dari kendaraan bermotor dan radiasi matahari mulai terlihat pada siang hari karena jumlah hari tidak nyaman pada siang hari mencapai 133 hari menurut persamaan THI dan 76 hari menurut persamaan RSI (Gambar 19). Jumlah hari tidak nyaman menurut persamaan THI terjadi mulai bulan Maret hingga November, sedangkan menurut persamaan RSI hari tidak nyaman mulai terjadi pada bulan April hingga November. Sebaliknya, menurut persamaan WBGT tidak terdapat hari tidak nyaman di Jalan Kapten Muslihat pada siang hari, melainkan jumlah hari nyaman hanya 67 hari dan 298 hari masuk kategori nyaman-cukup nyaman. Kondisi sore hari Jalan Kapten Muslihat lebih tidak nyaman daripada siang hari karena terdapat 178 hari tidak nyaman dan hanya 1 hari nyaman menurut persamaan THI (Gambar 20). Sedangkan menurut persamaan WBGT jumlah hari tidak nyaman di Jalan Kapten Muslihat pada sore hari mencapai 337 hari tidak nyaman tanpa ada hari nyaman. Sebaliknya, menurut persamaan RSI, kondisi sore hari di Jalan Kapten Muslihat lebih nyaman daripada siang hari karena hanya terdapat 1 hari tidak nyaman.
21
Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 365 0 0 RSI 365 0 0 WBGT 365 0 0 Gambar 18 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada pagi hari (rata-rata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 43 189 133 RSI 56 233 76 WBGT 67 298 0 Gambar 19 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada siang hari (rata-rata tahun 2002-2014) Metode J F M A M J J A S O N D N CN TN THI 1 186 178 RSI 125 239 1 WBGT 0 28 337 Gambar 20 Jumlah hari nyaman (N/hijau), nyaman-cukup nyaman (CN/biru), dan tidak nyaman (TN/merah) di Jalan Kapten Muslihat pada sore hari (rata-rata tahun 2002-2014) Pohon merupakan jenis vegetasi yang mampu memberikan tingkat kenyamanan paling tinggi (Ainy 2012). Badan jalan di lingkar Kebun Raya Bogor tetap dinaungi vegetasi jenis pohon, namun semakin menjauhi Kebun Raya Bogor jumlah vegetasi yang menaungi badan jalan semakin berkurang. Lokasi dengan campuran vegetasi rumput dan pohon di Lapangan Sempur memiliki hari tidak nyaman pada sore hari. Lokasi lahan terbangun dengan jalur hijau yang ditumbuhi vegetasi (Jalan Paledang) memiliki jumlah hari tidak nyaman yang jauh lebih sedikit daripada lahan terbangun di Jalan Kapten Muslihat. Jalan Kapten Muslihat merupakan lokasi yang memiliki jumlah hari tidak nyaman paling banyak diantara keempat lokasi penelitian. Penyerapan panas melalui jalan dan bangunan pada siang hari, perubahan lahan menjadi pemukiman dan daerah perkotaan akan menambah panas sistem atmosfer (Tjasyono 2004). Suatu lokasi yang didominasi oleh tutupan lahan perkerasan tetapi ternaungi oleh kanopi pohon akan memiliki nilai THI yang lebih kecil dibandingkan dengan tutupan lahan berupa rumput dan tidak ternaungi oleh kanopi pohon (Hadi et al. 2012). Pengurangan RTH akan meningkatan suhu udara, sebaliknya peningkatan RTH akan menurunkan suhu udara (Effendy et al. 2006). Hal ini dapat terlihat pada Jalan Kapten Muslihat yang hanya memiliki satu hari nyaman sepanjang tahun pada sore hari menurut persamaan WBGT. Effendy et al. (2006) menyarankan untuk meningkatkan RTH dan luas badan air berupa kolam, danau buatan, embung/situ untuk meredam peningkatan suhu udara, urban heat island,
22
dan THI. RTH mampu menurunkan suhu udara sekitar 5.68% dan meningkatkan kelembaban udara sekitar 4% (Asiani 2007). Seluruh lokasi penelitian masuk kategori nyaman pada waktu pagi hari baik menurut persamaan THI, RSI, maupun WBGT. Persamaan THI dan WBGT menunjukkan jumlah hari nyaman siang hari lebih banyak daripada sore hari. Seluruh lokasi penelitian di Kota Bogor berdasarkan persamaan THI dan WBGT menunjukkan jumlah hari nyaman pada waktu sore hari lebih sedikit daripada siang hari. Menurut persamaan THI dan WBGT, sore hari merupakan waktu dengan suhu dan kelembaban yang kurang memberikan kenyamanan. Walaupun sore hari memiliki suhu udara yang lebih rendah daripada siang hari, namun kelembaban udara sore hari lebih tinggi daripada siang hari sehingga perpaduan suhu udara dan kelembaban relatif sore hari menghasilkan jumlah hari nyaman yang lebih sedikit dibandingkan waktu siang hari dengan suhu udara yang tinggi dan kelembaban relatif yang rendah. Hal ini berbeda dengan persamaan RSI yang menunjukkan jumlah hari nyaman sore hari lebih banyak daripada siang hari. Selain dipengaruhi oleh vegetasi dan waktu, jumlah hari nyaman juga dipengaruhi oleh musim. Seluruh lokasi menunjukkan jumlah hari nyaman mulai berkurang pada peralihan musim hujan ke musim kemarau dan kembali meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim hujan. Histogram Suhu dan Kelembaban Udara Gambar 21 menunjukkan histogram suhu dan kelembaban udara dari kondisi nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman dari persamaan THI, RSI, dan WBGT. Kondisi nyaman terjadi pada suhu antara 23.6-26.1 oC dengan kelembaban udara sekitar 70.9-87.9 %, kondisi nyaman-cukup nyaman terjadi antara 26.7-30.9 oC dengan kelembaban udara sekitar 60.1-84 %, dan kondisi tidak nyaman terjadi pada suhu sekitar 26.0-30.1 oC dengan kelembaban udara 73.7-97 %. 160
Mean 24.97 29.15 28.16
120 100 80
Nyaman Nyaman-Cukup nyaman Tidak nyaman
70
StDev N 0.4999 365 0.9545 365 0.8582 365
Mean 79.49 72.51 86.46
60
Frequency
Frequency
80
Nyaman Nyaman-Cukup nyaman Tidak nyaman
140
StDev N 3.776 365 5.492 365 5.129 365
50 40
60
30
40
20
20
10 0
0 24.0
25.5
27.0 Suhu (oC)
28.5
30.0
31.5
60
66
72
78 84 Kelembaban (%)
90
96
(a) (b) Gambar 21 Range suhu (a) dan kelembaban udara (b) dari kondisi nyaman, nyaman-cukup nyaman, dan tidak nyaman Peningkatan nilai rata-rata suhu udara akan mengakibatkan pergeseran kondisi nyaman ke kondisi tidak nyaman, sedangkan kelembaban udara yang memberikan kenyamanan adalah yang tidak terlalu kering atau terlalu lembab. Peningkatan kelembaban akan mengakibatkan kondisi tidak nyaman karena kelembaban yang tinggi akan memperlambat evaporasi keringat dari tubuh. Efek pendingingan tubuh melalui evaporasi keringat merupakan faktor penting dalam
23
menjaga keseimbangan suhu tubuh saat kondisi panas (Kellerman 2005). Untuk mencapai kondisi nyaman, peningkatan kelembaban udara perlu dibarengi dengan menurunkan suhu udara (Nicol 2004). Ketiga indeks yang digunakan hanyalah sebagian dari banyaknya persamaan indeks kenyamanan. Ketiga persamaan tersebut bukan yang terbaik diantara indeks kenyamanan lain. Alasan penggunaan ketiga indeks kenyamaan diatas didasarkan pada keterbatasan data yang dimiliki. Namun, diantara ketiga persamaan indeks kenyamanan diatas, yang paling baik digunakan untuk menduga kenyamanan di Kota Bogor adalah Temperature Humidity Index (THI) karena persamaan ini hanya mengkombinasikan suhu dan kelembaban udara. Sedangkan persamaan RSI dan WBGT dibuat dengan beberapa syarat/kondisi tertentu, jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka penyimpangan nilai kenyamanan akan semakin besar. Keutamaan penggunaan persamaan THI dibandingkan dengan persamaan lainnya didasarkan pada keterbatasan variabel kenyamanan yang diukur, yakni hanya suhu dan kelembaban udara yang mewakili variabel iklim. Semakin banyak variabel kenyamanan lain yang diukur, maka nilai kenyamanan yang diperoleh akan semakin baik. Variabel iklim lainnya yang perlu diukur adalah suhu globe, suhu bola basah, radiasi matahari, dan kecepatan angin, sedangkan variabel kenyamanan lain yang perlu diukur adalah laju metabolisme, usia, jenis kelamin, pakaian, makanan, dan sebagainya. Pendugaan kenyamanan manusia-lingkungan menggunakan model bio-iklim telah banyak dikembangkan dengan memasukkan variabel yang lebih kompleks (Sharma dan Ali 1986; Nicol 2004; Bartzokas et al. 2013).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Batas indeks kenyamanan RTH dan lahan terbangun di Kota Bogor kategori nyaman (THI≤27.0; RSI≤0.17; dan WBGT≤30.8), nyaman-cukup nyaman (27.0
24
Saran Pemerintah Kota Bogor sebaiknya melakukan penghijauan di sepanjang jalur hijau Kota Bogor. Penghijauan yang dimaksud disini adalah penanaman vegetasi jenis pohon, bukan hanya tanaman vertikultur yang memiliki fungsi estetika karena tanaman vertikultur tidak mampu memberikan manfaat sebanyak vegetasi pohon. Saran bagi penelitian selanjutnya dalam meng-interview responden sebaiknya dalam kondisi suhu dan kelembaban udara yang seragam, serta jumlah responden yang lebih banyak. Perhitungan kenyamanan di luar ruangan akan lebih baik jika melibatkan parameter iklim lainnya seperti kecepatan angin dan radiasi matahari.
DAFTAR PUSTAKA [ABM] Au tralian Bureau of Meteorology. 2005. About the WBGT and apparent temperature indice [internet]. [diunduh 2015 Okt 4]. Ter edia pada: http:// www.bom.gov.au/info/ termal_ tre /. Ainy CN. 2012. Pengaruh ruang terbuka hijau terhadap iklim mikro di kawasan Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anggriani N. 2010. Ruang Publik dalam Perancangan Kota. Surabaya (ID): Humaniora Pr. Aprihatmoko F. 2013. Analisis hubungan antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan indeks kenyamanan (Studi kasus : Kota Yogyakarta) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Asiani Y. 2007. Pengaruh kondisi ruang terbuka hijau (RTH) pada iklim mikro di Kota Bogor [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Aynsley R, Spruil M. 1990. Thermal comfort models for outdoor thermal comfort in wam humid climates and probabilities of low windspreeds. J Wind Engin Industr Aerodynam. 36:481-488. Balafoutis CJ, Makrogiannis TJ. 2003. Hourly discomfort conditions in the city of Thessaloniki (North Greece) estimated by The Realtive Strain Index (RSI). Greece: Aristotle University Pr. Bartzokas A, CJ Lolis, PA Kassomenos, GR McGregor. 2013. Climate characteristics of summer human thermal discomfort in Athens and its connection to athmospheric circulation. Nat Hazard Earth Syst. 13:32713279. Best JW. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Sanapiah S, Mulyadi GW, penyunting. Surabaya (ID): Usaha Nasional. [Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2002 No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Jakarta (ID): Depdagri. _________. 2007. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang: Penataan Ruang. Jakarta (ID): Depdagri. Digital humidity and temperature sensor AM2302 [internet]. 2010. [diunduh 2015 Agt 10]. Tersedia pada: https://www.adafruit.com/datasheets/Digital%20 humidity%20and%20temperature%20sensor%20AM2302. Effendy S, Bey A, Zain AFM, Santosa I. 2006. Peranan ruang terbuka hijau dalam
25
mengendalikan suhu udara dan urban heat island wilayah JABOTABEK. J Agrom Indones. 20(1):23-33. Emmanuel R. 2005 Termal comfort implications of urbanization in a warm-humid city: The Colombo Metropolitan Region (CMR), Sri Lanka. J Build Environm. 40:1591-1601. Hadi R, Komang AL, I Gusti Alit G. 2012. Evaluasi indeks kenyamanan taman kota (Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung) Denpasar, Bali. J Agroekoteknol Trop. 1(1): 34-45. Griffiths JF. 1966. Apllied Climatology. London (UK): Oxford University Pr. Kalfuadi Y. 2009. Analisis Temperature Heat Index (THI) dalam hubungannya dengan ruang terbuka hijau (Studi Kasus: Kabupaten Bungo-Propinsi Jambi) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Karyono TS. 2005. Fungsi ruang hijau kota ditinjau dari aspek keindahan, kenyaman, kesehatan, dan penghematan energi. J Tek Ling. 6(3):452-457. Kellerman Nielsen. 2005. Heat index manual [internet]. [diunduh 2015 Okt 4]. Tersedia pada: http://kestrel.com.au Lemke B, Kjellstrom T. 2012. Calculating workplace WBGT from meteorological data: a tool for climate change assessment. J Industr Health. 50: 267–278. McGregor Glen R dan Simon Nieuwolt. 1998. Tropical Climatology. Edisi ke-2. London (UK): John Wiley and Sons ltd. Nasution R. 2003. Teknik Sampling. Sumatera Utara (ID): USU Digital Library. Nicol F. 2004. Adaptive thermal comfort standards in the hot humid tropics. J Ener Build. 36:628-637. [Pemkot Bogor] Pemerintah Kota Bogor. Letak geografis Kota Bogor [internet]. [diunduh 2015 Mar 06]. Tersedia pada: http://kotabogor.go.id/ index.php /page/detail/9/ letak-geografis. Risnita. 2012. Pengembangan skala model likert. J Edu Bio.3:86-99. Setyowati DL. 2008. Iklim mikro dan kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Semarang. J Manus Lingkung. 15(3): 125-140. Sharma MR, Ali S. 1986. Tropical summer index (A study of thermal comfort of indian subjects). J Build Environm. 21(1):11-24. Singarimbun, Masri, Sofian E. 1981. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3S. Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung (ID): ITB Pr. Tulandi D, Henny P, Bagio Y, Wiske R. 2012. Termal Comfort assessment in the boulevard area in Manado CBD, North Sulawesi. IJCEE-IJENS. 12(2).
26
Lampiran 1 Lokasi penelitian
Sumber gambar : Google earth, 4 Oktober 2015 Lampiran 2 Dokumentasi penelitian : Jalan Kapten Muslihat (a), Jalan Paledang (b), vertikultur di Jalan Kapten Muslihat (c), Lapangan Sempur (d)
(a)
(b)
(c)
(d)
Lampiran 3 Sensor DHT22 dan smartphone sebagai media penyimpan
27
Lampiran 4 Karakteristik responden di empat lokasi penelitian No Karakteristik Keterangan 1
Jenis kelamin
2
Usia
3
Tempat tinggal
Laki-laki Perempuan 16-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun >55 tahun Bogor Luar Bogor
Kebun Raya Bogor Persentase Jumlah (%) 24 48.00 26 52.00 26 52.00 11 22.00 5 10.00 5 10.00 3 6.00 26 52.00 24 48.00
Sempur Persentase Jumlah (%) 21 42.00 29 58.00 9 18.00 6 12.00 11 22.00 9 18.00 15 30.00 49 98.00 1 2.00
Jl. Kapten Muslihat Persentase Jumlah (%) 36 72.00 14 28.00 20 40.00 11 22.00 13 26.00 5 10.00 1 2.00 42 84.00 8 16.00
Jl. Paledang Persentase Jumlah (%) 18 36.00 32 64.00 7 14.00 18 36.00 14 28.00 6 12.00 5 10.00 49 98.00 1 2.00
Catatan : Aktivitas yang dilakukan responden saat dilakukan interview di seluruh lokasi penelitian, diantaranya : berteduh / bersantai di bawah pohon, berjualan, menunggu angkutan kota, dan pejalan kaki yang lewat.
27
28
28
Lampiran 5 Persepsi responden terhadap kenyamanan di empat lokasi penelitian Kategori Kenyamanan suhu udara
Kenyamanan pemandangan
Keterangan 1 Sangat tidak nyaman 2 Tidak nyaman 3 Cukup nyaman 4 Nyaman 5 Sangat nyaman 1 Sangat tidak nyaman 2 Tidak nyaman 3 Cukup nyaman 4 Nyaman 5 Sangat nyaman
Kebun Raya Bogor (KRB) 0 3 2 39 6 0 0 5 32 13
Lapangan Jl. Kapten Sempur Muslihat Jumlah 0 6 6 22 15 13 28 8 1 1 0 5 5 17 18 15 26 13 1 0
Jalan Paledang 8 21 8 13 0 0 6 21 23 0
29
Lampiran 6 Rata-rata data suhu dan kelembaban hasil pengamatan dan data iklim Stasiun Baranangsiang KRB Tanggal
Rata-rata
Lap. Sempur
Jl. Jl. Kapten Paledang Muslihat
KRB
Suhu (oC) 25-08
26-08
28-08
29-08
31-08
pagi siang sore pagi siang sore pagi siang sore pagi siang sore pagi siang sore
21.0 29.8 30.1 20.6 28.4 30.3 21.2 30.0 30.2 21.1 29.8 30.2 21.3 30.2 30.3
22.1 31.1 31.1 21.5 29.3 31.3 22.2 31.3 31.1 21.8 30.9 31.8 22.2 31.1 31.1
23.3 33.7 32.1 22.6 32.0 32.4 23.8 33.3 32.7 23.8 33.1 32.9 23.7 32.6 33.0
Lap. Sempur
Jl. Kapten Muslihat
Jl. Paledang
RH (%) 22.5 31.9 31.2 21.6 30.7 30.9 22.7 32.3 31.9 22.8 31.8 31.3 22.6 32.3 31.9
85.0 48.7 66.8 83.8 45.7 67.4 85.9 48.1 67.9 86.0 47.8 68.1 87.9 46.8 68.4
83.6 45.6 65.1 82.0 43.4 64.6 84.0 46.2 66.4 84.1 45.4 65.4 86.1 46.3 66.4
80.9 41.8 63.3 80.1 39.3 63.6 81.3 42.1 63.1 81.1 41.8 63.4 82.9 42.5 63.6
82.9 44.1 65.0 81.8 40.8 65.4 83.1 40.8 65.0 82.4 43.8 66.1 84.5 44.2 65.1
St. Baranangsiang Suhu (oC) 22.6 32.4 29.3 23.5 30.6 30 24.1 32.8 31 23.2 32.2 30 23.3 33.3 30.5
RH (%) 82 48 66 84 59 62 86 46 49 85 53 59 78 40 54
29
30
Waktu Pagi Siang Sore
Lap. Jl. Kapten Jl. Sempur Muslihat Paledang o Suhu ( C) 21.0±0.1 22.0±0.1 23.5±0.2 22.5±0.2 29.7±0.3 30.7±0.4 32.9±0.3 31.8±0.3 30.30±0.0 31.3±0.1 32.6±0.2 31.4±0.2 KRB
KRB 85.7±0.7 47.4±0.5 67.7±0.3
Lap. Sempur
Jl. Kapten Jl. Muslihat Paledang RH (%) 83.9±0.7 81.2±0.5 82.9±0.5 45.4±0.5 41.5±0.6 43.5±0.7 65.6±0.3 63.4±0.1 65.3±0.2
Lampiran 8 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan sore hari di empat lokasi pengamatan dalam bentuk grafik 34 95 kelembaban udara (%)
suhu udara (oC)
32 30 28 26 24
85 75 65 55 45
22 20
35 pagi
siang
sore
pagi
siang
sore
KRB
Lap. Sempur
KRB
Lap. Sempur
Jl. Paledang
Jl. Kapten Muslihat
Jl. Paledang
Jl. Kapten Muslihat
30
Lampiran 7 Rata-rata dan standar eror suhu-kelembaban waktu pagi, siang, dan sore hari di empat lokasi pengamatan
31
Lampiran 9 Beda nilai rata-rata pengamatan dengan Stasiun Klimatologi Baranangsiang (BS) sebagai estimasi data suhu-kelembaban empat lokasi penelitian ∆(Lap. ∆(Jl. Kapten ∆(Jl. Paledang∆(KRB-BS) Sempur-BS) Muslihat-BS) BS) Waktu suhu RH suhu RH suhu RH suhu RH -2.3 2.7 -1.4 0.9 0.1 -1.8 -0.9 -0.1 pagi (07.00-10.00) -2.6 -1.8 -1.5 -3.8 0.7 -7.7 -0.5 -5.7 siang (11.00-14.00) 0.1 9.7 1.1 7.6 2.5 5.4 1.3 7.3 sore (15.00-17.00) Lampiran 10 Beda nilai rata-rata pengukur suhu-kelembaban dengan Stasiun Klimatologi Baranangsiang (BsS) sebagai data tera suhukelembaban Waktu pagi (07.00-10.00) siang (11.00-14.00) sore (15.00-17.00)
∆(BS-Pengukur) suhu RH -5.6 1.0 -1.6 -46.7 -0.1 -23.3
31
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 28 Desember 1992 dari Bapak Naralih dan Ibu Sanah. Penulis adalah putri kelima dari enam bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 62 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dan mendapatkan beasiswa Bidikmisi mulai dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Saat mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi, diantaranya menjadi Bendahara di HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) IPB tahun 2013-2014, dan mengikuti beberapa kepanitian dari mulai lingkup departemen sampai lingkup IPB. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan magang di Bidang Data, Pusdatin, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta dengan judul laporan Pemantauan Jumlah Hotspot di Sembilan Provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan serta Kaitannya dengan Parameter Cuaca (Suhu Udara, Visibility, dan Curah Hujan).