ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
ROSITADEVY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Komoditas di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten Ogan Komering Ulu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
November 2007
Rositadevy NRP. A.353060284
ABSTRACT ROSITADEVY. Analysis of Commodity Development in Batumarta Agropolitan Area, Ogan Komering Ulu District. Under direction of ATANG SUTANDI and ISKANDAR LUBIS. Unbalanced development between rural areas as an agricultural production base and urban as centres of activities and economic growth have pressed unbalanced activity of rural recources to urban. One of the effort to realize rural development is an agropolitan model. This research was aimed: 1) to analize land suitability potency in agropolitan area, 2) to identify commodity development prospective in agropolitan area, 3) to evaluate financial achievement of prospective commodity in agropolitan area, 4) to analize marketing chain activity in agropolitan area, and 5) to analize spatial structure in agropolitan area. The result of land suitability potency analysis show that Lubuk Batang Sub District is the largest area for estate commodity in agropolitan area of Ogan Komering Ulu District. The result of Location Quotien, Shift Share, and financial analysis show that the rubber commodity was the best prospective commodity in agropolitan area. Baturaja Timur and Lubuk Batang Sub Districts were selected as an agropolis. Keywords: agropolitan, prospective commodity, agribusiness
RINGKASAN ROSITADEVY. Analisis Pengembangan Komoditas di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten Ogan Komering Ulu. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan ISKANDAR LUBIS. Dalam mempercepat pembangunan perdesaan dan pertanian diperlukan komitmen dan tanggung jawab moral pembangunan dari segenap aparatur pemerintah, masyarakat maupun swasta, sehingga pembangunan pertanian dapat dilakukan secara efektif, efisien, terintegrasi, dan sinkron dengan pembangunan sektor lainnya dan berwawasan lingkungan. Salah satu ide yang dikemukakan adalah dengan mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri, dimana ketergantungan dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan. Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Metode analisis untuk mengetahui potensi sumberdaya lahan di lima kecamatan pengembangan agropolitan di Kabupaten OKU adalah dengan overlay peta landuse dengan peta kelas kesesuaian untuk komoditas basis, yang menghasilkan peta satuan lahan homogen sesuai komoditas basis. Software yang digunakan dalam analisis ini adalah ArcView Ver 3.2. Metode analisis untuk mengidentifikasi potensi produksi komoditas unggulan di lima kecamatan pengembangan agropolitan di Kabupaten OKU adalah dengan analisis Location Quotien dan Shift Share Analysis Untuk mengevaluasi kelayakan finansial komoditas yang akan dikembangkan pada lima kecamatan pengembangan agropolitan di Kabupaten OKU dilakukan analisis NPV, IRR dan B/C Ratio. Untuk mengkaji marjin tataniaga agropolitan di Kabupaten OKU dilakukan analisis marjin tata niaga. Untuk mengkaji hirarki pusat pertumbuhan agropolitan di Kabupaten OKU dilakukan analisis skalogram. Analisis potensi kesesuaian lahan wilayah agropolitan Kabupaten OKU menggunakan Software ArcView Ver 3.2 dengan sumber data Peta Digital Provinsi Sumatera Selatan dan Peta Land Systems with Land Suitability and Environmental Hazards yang dioverlay dengan peta penggunaan lahan Kabupaten OKU. Hasil analisis potensi sumberdaya lahan untuk komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi menunjukkan bahwa komoditas karet, kelapa sawit, dan kelapa memiliki luas lahan dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) yang paling luas yaitu sebesar 99,56%; serta kopi yaitu sebesar 99,39% di wilayah Kecamatan Lubuk Batang. Selanjutnya komoditas karet, kelapa sawit dan kelapa memiliki luas areal dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) sebesar 93,50%; serta kopi sebesar 82,32% di wilayah Kecamatan Peninjauan. Komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi memiliki luas areal dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) sebesar 48,35% di wilayah Kecamatan Baturaja Timur. Hasil analisis Location Quotien dapat ditarik kesimpulan komoditas karet merupakan komoditas basis di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU karena memiliki nilai LQ > 1 dan tersebar di seluruh kecamatan pengembangan Agropolitan Kabupaten OKU. Selain karet komoditas lain yang merupakan komoditas basis kecamatan yaitu kelapa di Kecamatan Peninjauan dan Lubuk
Raja, serta komoditas kelapa sawit yang merupakan komoditas basis di Kecamatan Peninjauan dan Lubuk Batang. Hasil analisis Shift Share menunjukkan komoditas karet memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi yaitu sebesar 0,0893 dibandingkan dengan pertumbuhan komoditas perkebunan lainnya dan pertumbuhan komoditas perkebunan total di Kabupaten OKU. Laju pertumbuhan komoditas karet mempunyai tingkat competitiveness lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan komoditas kelapa sawit, kelapa dan kopi. Oleh karena itu pengembangan komoditas karet akan menguntungkan bagi pertumbuhan wilayah Kabupaten OKU. Hasil analisis kelayakan finansial beberapa komoditas perkebunan yang memiliki nilai manfaat paling besar berturut-turut adalah komoditas karet dengan nilai manfaat sebesar 6,55; kedua komoditas kelapa sawit dengan nilai manfaat sebesar 6,37; ketiga komoditas kelapa dengan nilai manfaat sebesar 5,87; dan terakhir komoditas kopi dengan nilai manfaat sebesar 2,56. Tingginya nilai manfaat komoditas karet disebabkan karena karet memiliki potensi pemasaran yang cukup luas yaitu disamping potensi pasar lokal juga memiliki potensi pasar diluar daerah seperti Palembang dan Jakarta. Hasil analisis marjin tataniaga terhadap empat komoditas perkebunan memperlihatkan bahwa komoditas kelapa memiliki proporsi harga yang diterima petani paling tinggi karena harga yang diterima petani mencapai 72,00%; disusul kopi sebesar 66,67%; karet sebesar 65,54%; dan kelapa sawit sebesar 55,00%. Semakin panjang rantai pemasaran yang melibatkan banyak lembaga yang terlibat didalamnya, maka semakin kecil proporsi harga yang diterima petani (share petani). Hasil analisis skalogram dimana jumlah jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan jumlah penduduk digunakan sebagai variabel penentu hirarki terlihat bahwa Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Lubuk Raja dapat dipilih sebagai agropolis di kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. Dalam perkembangannya diharapkan kedua kecamatan ini dapat saling menunjang dan melengkapi untuk mendorong wilayah kecamatan di sekitarnya. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU disarankan untuk memilih komoditas karet sebagai komoditas unggulan di kawasan agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. Komoditas kelapa sawit dan kelapa dapat dijadikan komoditas alternatif sebagai penunjang komoditas karet. Pemilihan komoditas karet sebagai komoditas unggulan berdasarkan beberapa kriteria antara lain: 1) memiliki potensi kesesuaian lahan, 2) sebagai komoditas basis serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, 3) memiliki kelayakan finansial untuk diusahakan, dan 4) diterima oleh masyarakat dan pemerintah daerah di Kabupaten OKU. Kata kunci: komoditas basis, pengembangan agropolitan, sistem permukiman, sistem agribisnis.
ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
ROSITADEVY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
:
Analisis Pengembangan Komoditas Di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten Ogan Komering Ulu
Nama NRP
: :
Rositadevy A 353060284
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi. Ketua
Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Tanggal Ujian: 29 November 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini ialah sektor unggulan di kawasan agropolitan, dengan judul Analisis Pengembangan Komoditas Di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten Ogan Komering Ulu. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan tarima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB. 2. Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, M.S selaku dosen pembimbing. 3. Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus, MSc selaku dosen penguji. 4. Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas). 5. Staf pengajar dan Manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB. 6. Teman-teman Kelas Khusus Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah tahun 2006. 7. Semua pihak yang berperan dalam proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada ayah, ibu, anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2007 Rositadevy
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkal Pinang pada tanggal 24 Oktober 1974 dari ayah H.M Arub, S.H. dan ibu Hj. Yang Zubaidah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Sekolah Dasar diselesaikan penulis di SD Theresia I di kota kelahirannya Pangkal Pinang. Sekolah Menengah Pertama diselesaikan penulis di SMP Xaverius II Palembang. Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di SMA Xaverius I Palembang. Selanjutnya pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Sriwijaya yang ditamatkan pada tahun 1997. Setelah lulus Sarjana Pertanian Unsri, penulis bekerja di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan sampai sekarang. Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………..….…. DAFTAR GAMBAR …………………………………….
ii iii
I.
PENDAHULUAN ………………………………………. 1.1. Latar Belakang ……………………………............. 1.2. Perumusan Masalah …………….………………... 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………. 1.4. Manfaat Penelitian ………………………………...
1 1 7 9 10
II.
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………….. 2.1. Wilayah dan Wilayah Perdesaan …………………. 2.2. Pengembangan Kawasan Agropolitan ……………. 2.3. Teori Pusat Lokasi ................................................... 2.4. Sektor Basis ............................................................. 2.5. Agroindustri dan Agrobisnis ...................................
11 11 12 16 17 18
III.
METODE PENELITIAN ........................................ ........ 3.1. Kerangka Pemikiran ............ …………………….. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………….. 3.3. Jenis dan Sumber Data .....……………………….. 3.4. Metode Penarikan Contoh ……………………… 3.5. Metode Analisis ....................................................... 3.6. Keterbatasan Penelitian ............................................
21 21 22 25 25
GAMBARAN UMUM KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OKU 4.1. Lokasi Kawasan Agropolitan .................................... 4.2. Pusat Agropolitan (Agropolis) ................................. 4.3. Keadaan Fisik dan Penggunaan Lahan ..................... 4.4. Kependudukan .......................................................... 4.5. Sarana dan Prasarana Transportasi ......................... 4.6. Sektor Pertanian ...................................................... 4.7. Satuan Pemukiman Transmigrasi ............................ 4.8. Potensi Wisata ......................................................... 4.9. Sarana Sosial Ekonomi .............................................
37
IV.
i
25 36
37 38 38 41 45 47 53 53 54
Halaman V.
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………. 5.1. Analisis Potensi Kesesuaian Lahan ……………….. 5.2. Analisis Location Quotient ...................................... 5.3. Analisis Shift Share ………………………………. 5.4. Analisis Kelayakan Finansial …………………….. 5.5. Analisis Marjin Tataniaga ....................................... 5.6. Analisis Skalogram ……………………………….. 5.7. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan …….
57 57 64 67 68 74 79 85
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………… 6.1. Kesimpulan …………………………………….. 6.2. Saran ……………………………………………..
88 88 89
DAFTAR PUSTAKA ………………………………….. LAMPIRAN …………………………………………….
90 92
ii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16. 17.
Luas, jumlah dan kepadatan penduduk kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005........ Tujuan penelitian, teknik analisis data, variabel, sumber data dan output penelitian................................................................ Skalogram Kabupaten X.......................................................... Jumlah dan luas kecamatan kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2006............................ Penggunaan lahan kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2005.............................................. Luas, jumlah dan kepadatan penduduk kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2005........ Perkembangan penduduk kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2001-2005............................................................ Jumlah tenaga kerja menurut kelompok umur dan mata pencaharian di Kabupaten OKU ............................................ Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005..............................n Panjang jalan menurut perkerasannya di kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2006............................ Perkembangan luas panen dan produksi padi sawah dan padi ladang kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2000-2005............................................................................... Luas dan panen produksi palawija kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005................................................... Luas dan produksi perkebunan rakyat kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2006................................ Penguasaan lahan oleh perkebunan besar di sekitar kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005................. Jumlah pabrik pengolahan dan kios sarana produksi perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU............. Jumlah bank di kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005... ............................................................................. Jumlah pemakaian listrik PLN di kawasan agropolitan tahun 2005................................................................................
iii
6 26 34 38 41 42 42 44 45 46
48 49 50 51 52 55 56
Halaman 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Luas areal kesesuaian lahan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU ……………………………………………. Hasil analisis LQ luas areal komoditas perkebunan tahun 2006 di Kabupaten Ogan Komerimg Ulu....................................... Hasil analisis SSA komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU .................................................... Hasil analisis Net Present Value (NPV) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU .................................................................. Hasil analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU…………………………….. Hasil analisis Internal Rate of Return (IRR) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU............................................. Hasil analisis marjin pemasaran komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU............................... Skalogram Kabupaten Ogan Komering Ulu............................
iv
59 66 68 70 71 73 76 82
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Peta administrasi Kabupaten Ogan Komering Ulu......................
5
2.
Bagan alir metode penelitian......................................................
23
3.
Bagan alir kerangka pemikiran..................................................
24
4.
Peta kesesuaian lahan untuk karet di Kabupaten OKU.............
60
5.
Peta kesesuaian lahan untuk kelapa sawit di Kabupaten OKU...........................................................................
61
6.
Peta kesesuaian lahan untuk kelapa di Kabupaten OKU............
62
7.
Peta kesesuaian lahan untuk kopi di Kabupaten OKU...............
63
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Daftar pertanyaan untuk petani ..................................................
93
2.
Daftar pertanyaan untuk pelaku pemasaran...............................
97
3.
Luas areal komoditas perkebunan di Kabupaten OKU tahun 2005 …………………………………...........................
99
Luas areal komoditas perkebunan di Kabupaten OKU Tahun 2006 ...............................................................................
100
5.
Analisis marjin tataniaga karet .................................................
101
6.
Analisis marjin tataniaga kelapa sawit .....................................
102
7.
Analisis marjin tataniaga kelapa ..............................................
103
8.
Analisis marjin tataniaga kopi ..................................................
104
4.
vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini telah menimbulkan
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan tingkat
kesejahteraan antar wilayah yang tidak berimbang. Hal ini terutama bisa dilihat dari interaksi antara desa dan kota, yang
secara empiris
menunjukkan suatu hubungan yang saling memperlemah. Berkembangnya kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan ternyata tidak memberikan efek penetesan ke bawah, tetapi justru menimbulkan efek pengurasan sumberdaya di wilayah sekitarnya. Hubungan antara wilayah perdesaan dan perkotaan yang tidak seimbang telah menimbulkan berbagai permasalahan baik di perdesaan dan perkotaan.
Padahal seharusnya antara wilayah perdesaan dan perkotaan
terjadi mekanisme pertukaran sumberdaya yang saling menguntungkan sehingga hubungan yang saling memperkuat ini akan mampu mewujudkan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya backwash effect tersebut.
Pertama, terbukanya akses ke daerah perdesaan seringkali
mendorong kaum elit kota, pejabat pemerintah pusat, dan perusahaanperusahaan besar untuk mengeksploitasi sumberdaya yang ada di desa. Masyarakat desa sendiri tidak berdaya karena secara politik dan ekonomi memiliki posisi tawar yang jauh lebih rendah. Kedua, kawasan perdesaan sendiri umumnya dihuni oleh masyarakat yang kualitas sumber daya manusia dan kelembagaannya kurang berkembang (lemah). Kondisi ini mengakibatkan ide-ide dan pemikiran modern dari kaum elit kota sulit untuk didesiminasikan. Oleh karena itu, sebagian besar aktivitas pada akhimya lebih bersifat enclave dengan mendatangkan banyak SDM dari luar yang dianggap lebih mempunyai ketrampilan dan kemampuan. Dinamika pembangunan termasuk pembangunan pertanian, dari waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan berkembang semakin kompleks. Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan lingkungan strategis,
2
baik dalam negeri, regional maupun global, maka strategi pengembangan sistem dan usaha agribisnis sudah waktunya ditingkatkan menjadi strategi yang mensinergikan pengembangan strategi agribisnis dengan pendekatan wilayah. Sebagai negara besar dengan berbagai produk unggulan di daerah, maka pengembangan ekonomi berbasis pertanian yang berorientasi pada pembangunan agribisnis, yang strateginya didasarkan pada “agro-based sustainable development” perlu terus ditingkatkan karena diyakini dapat memperkokoh
perekonomian
bangsa
Indonesia,
serta
menjamin
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam mempercepat pembangunan perdesaan
dan
pertanian
diperlukan komitmen dan tanggung jawab moral pembangunan dari segenap aparatur pemerintah, masyarakat maupun swasta, sehingga pembangunan pertanian dapat dilakukan secara efektif, efisien, terintegrasi dan sinkron dengan pembangunan sektor lainnya dan berwawasan lingkungan. Menyikapi berbagai tantangan dan ancaman dalam pengembangan agribisnis dan perdesaaan, maka diperlukan terobosan
program, yang melibatkan
berbagai pihak yang perlu dilakukan secara terarah dan terkoordinasi. Salah satu ide yang dikemukakan adalah dengan mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri, dimana ketergantungan dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan. Berkaitan dengan ide inilah Friedmann dan Douglass (1976), menyarankan suatu bentuk pendekatan agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang.
Agropolitan menjadi
relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang menjadi mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan sehingga masyarakat yang tinggal di perdesaan akan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap perkembangan dan pembangunan daerahnya sendiri.
3
Pengembangan wilayah perlu dimulai dengan analisis kondisi wilayah, potensi unggulan wilayah, dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan wilayah dengan berdasarkan keterkaitan antara perkembangan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, potensi sumberdaya alam, serta ketersediaan sarana dan prasarana wilayah dalam mendukung aktivitas perekonomian di wilayah tersebut. Kenyataan telah membuktikan akan pentingnya peran strategis sektor pertanian sebagai pilar penyangga atau basis utama ekonomi nasional dalam upaya penanggulangan dampak krisis yang lebih parah. Sektor pertanian rakyat serta usaha kecil dan menengah relatif mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi dan menyelamatkan negara kita dari situasi yang lebih parah. Disamping pendekatan kemitraan dan penguatan jaringan, akan disinergikan pula dengan pendekatan peningkatan nilai tambah produksi pada usaha-usaha kecil yang berorientasi pada pasar/ekspor sesuai dengan kompetensi ekonomi lokal daerahnya Pemerintah Daerah perlu menentukan sektor dan komoditas apa saja yang diperkirakan dapat tumbuh dan berkembang cepat di wilayah tersebut. Sektor dan komoditas tersebut haruslah yang merupakan sektor unggulan atau mempunyai prospek untuk dipasarkan ke luar wilayah dan dapat dikembangkan secara maksimal.
Sektor tersebut perlu didorong,
dikembangkan dan disinergikan dengan sektor-sektor lain, yang pada akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah. Salah satu upaya pengembangan wilayah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) adalah dengan meningkatkan pertumbuhan dan keterkaitan kawasan yang berkembang dan kurang
berkembang,
meningkatkan
perkembangan
kawasan-kawasan
potensial, pengembangan sektor unggulan, mengupayakan pengembangan sektoral, pengarahan pola investasi secara sistematis dengan mengupayakan optimasi pertumbuhan dan pemerataan sesuai dengan potensi wilayah. Berkenaan dengan hal tersebut, sebagaimana telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2006 tentang Rencana Tata
4
Ruang Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu, salah satu bentuk kawasan pengembangan wilayah adalah Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi Kawasan Agropolitan apabila mempunyai produk unggulan yang dapat dipasarkan dan memiliki sarana dan prasarana agribisnis yang memadai Luas total Kabupaten OKU adalah sekitar 4.797 km². Dari total luas tersebut sekitar 39,19 % berupa hutan belukar, 23,80 % diusahakan untuk perkebunan besar maupun perkebunan rakyat dengan komoditas seperti kelapa sawit, karet, kopi, dan tanaman tahunan lainnya. Tanaman pangan dan tanaman semusim
kurang diusahakan di kabupaten ini. Hal ini
dikarenakan sampai saat ini belum ada jaringan irigasi tehnis yang tersedia, disamping pengaruh iklim yang cenderung memiliki bulan kering relatif panjang. Dibidang perekonomian terdapat berbagai sektor usaha yang menyusun PDRB Kabupaten OKU antara lain : pertanian, pertambangan, perdagangan dan jasa, konstruksi/bangunan dan lain sebagainya. Pertanian merupakan sektor usaha penyumbang terbesar kedua terhadap pembentukan PDRB Kabupaten OKU yaitu : Rp 522.328 juta atau lebih kurang 25,62 %. Sebagai perbandingan sektor usaha terbesar adalah pertambangan (28,20%), perdagangan (12,34 %),
jasa-jasa (9,04 %), dan konstruksi/ bangunan
(6,97 %). Lokasi Kawasan Agropolitan di wilayah Kabupaten OKU ini berdasarkan hasil identifikasi dan usulan Pemerintah Daerah Kabupaten OKU serta mengacu pada arahan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten OKU, mencakup wilayah Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan Lubuk Batang, Kecamatan Peninjauan, Kecamatan Lubuk Raja, dan Kecamatan Sinar Peninjauan. Dominasi
kegiatan
sektor
pertanian
kawasan
agropolitan tersebut adalah kegiatan sub-sektor perkebunan rakyat yang utamanya adalah: karet, kopi, kelapa sawit, tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Peta administrasi Kabupaten Ogan Komering Ulu dapat dilihat pada Gambar 1.
5
6
Jumlah penduduk yang tercatat di kawasan agropolitan pada tahun 2005 secara keseluruhan berjumlah 166.336 jiwa yang tersebar di 5 (lima) wilayah kecamatan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Baturaja Timur dengan jumlah penduduk sebesar 76.802 jiwa, disusul dengan Kecamatan Peninjauan sebesar 34.116 jiwa, Kecamatan Lubuk Raja sebesar 23.351 jiwa, Kecamatan Lubuk Batang sebesar 16.527 jiwa dan Kecamatan Sinar Peninjauan 15.540 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Baturaja Timur yaitu 49,9 jiwa/ha, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat pada Kecamatan Peninjauan yaitu sebanyak 0,25 jiwa/ha. Distribusi jumlah penduduk dan penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2005 an agropolitan tahun 2004 No.
Kecamatan
2
Baturaja Timur Peninjauan
3
Lubuk Batang
1
4 5
Lubuk Raja Sinar Peninjauan Jumlah
Luas (ha)
Lakilaki (Jiwa)
15.390
Perempuan (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
Kepadatan (Jiwa/ha)
38.309
38.493
76.802
49,90
136.770
17.341
16.775
34.116
0,25
44.006
4.241
12.286
16.527
0,37
6.871
12.343
11.008
23.351
3,39
8.532
7.942
7.598
15.540
1,82
211.569
80.176
86.160
166.336
0,79
Sumber : Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005 Luas lahan kebun rakyat di Kawasan Agropolitan mencapai 36.462 ha dengan produksi sekitar 16.598,09 ton dengan komoditas yang dihasilkan adalah karet, kelapa, lada, dan kopi. Dari beberapa komoditas tersebut yang dominan adalah karet dengan luas lahan mencapai 35.360 ha dengan produksi 15.750 ton.
Komoditas lainnya yang cukup dominan
adalah kelapa mencapai 669 ha dengan hasil produksi mencapai 712 ton, komoditas kopi mencapai 425 ha dengan hasil produksi sekitar 133 ton dan komoditas yang paling sedikit adalah lada yaitu sekitar 8 ha dengan hasil produksi sebesar 3 ton. Dengan demikian sektor perkebunan rakyat yang
7
menonjol di Kawasan Agropolitan ini ditinjau dari luas dan jumlah produksinya adalah karet rakyat, kopi, dan kelapa rakyat. Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan wilayah melalui pendekatan agropolitan menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan, dengan alasan: 1) memiliki tujuan meningkatkan kapasitas produksi lokal dan nilai tambah melalui pelaksanaan pembangunan pertanian secara terpadu dengan aktivitas pendukung usaha budidaya seperti pengolahan, pemasaran, dan agrowisata, 2) agropolitan dapat menurunkan ketimpangan spasial yang terjadi, 3)
dapat menurunkan angka pengangguran yang
berpendidikan tinggi di perdesaan, 4) dapat memfasilitasi pembangunan sektoral (sektor pertanian dan sektor lain) dan pembangunan spasial (perkotaan dan perdesaan) dalam rangka pembangunan ekonomi perdesaan (Harun, 2004). 1.2. Perumusan Masalah Adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal perlu diminimalisasi, sehingga terjadi interaksi antara perkotaan dengan perdesaan yang saling menunjang. Proses interaksi kedua wilayah selama ini secara fungsional ada dalam posisi saling memperlemah. Pembangunan sektor pertanian dan wilayah perdesaan sekarang dianggap sangat penting, karena apabila pembangunan sektor ini di wilayah tersebut menjadi tidak berhasil dikembangkan, terutama dalam jangka menengah dan jangka panjang, dapat memberi dampak negatif terhadap pembangunan nasional keseluruhannya, berupa terjadinya kesenjangan yang semakin melebar antar wilayah dan antar kelompok tingkat pendapatan. Pada gilirannya keadaan ini menciptakan ketidakstabilan (instability) yang rentan terhadap setiap goncangan yang menimbulkan gejolak ekonomi sosial yang dapat terjadi secara berulang ulang.
8
Kabupaten OKU sebagai kabupaten yang sedang berkembang juga mengalami kondisi seperti di atas, dimana Kabupaten OKU memiliki berbagai komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan, dengan didukung oleh kondisi lahan yang luas serta produksi yang cukup tinggi. Salah satu contohnya adalah komoditas karet yang merupakan mata pencaharian masyarakat Kabupaten OKU.
Namun pengelolaan dan
pengembangannya belum optimal dan bersifat parsial karena belum ada suatu
konsep
yang
dapat
mengkoordinasikan
program-program
pembangunan antar wilayah yang memiliki potensi yang sama dan saling terkait satu sama lain sehingga kegiatan pembangunan yang terpadu dan saling menunjang dapat diwujudkan. Pengembangan kawasan agropolitan Batumarta di Kabupaten OKU merupakan suatu kebutuhan untuk mengatasi permasalahanpermasalahan pendapatan petani yang rendah, produktivitas tanaman yang rendah, rendahnya harga produk, teknologi yang masih rendah, dan kelembagaan petani yang kurang berkembang.
Oleh karena itu, dalam
pengembangan agropolitan di Kabupaten OKU pemilihan komoditas yang dikembangkan pada kawasan agropolitan perlu mendapat perhatian. Komoditas yang dikembangkan yaitu komoditas yang merupakan basis perekonomian masyarakat berdasarkan luas areal dan produktivitas komoditas tanaman perkebunan. Disamping itu, komoditas basis dipilih yang memiliki potensi pasar yang luas serta telah memiliki industri pengolahan yang memadai. Selanjutnya dipilih lima kecamatan yaitu Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan Peninjauan, Kecamatan Lubuk Raja, Kecamatan Sinar Peninjauan, dan Kecamatan Lubuk Batang sebagai pusat kawasan agropolitan karena kelima kecamatan ini memiliki potensi sebagai berikut: 1. Dalam konstelasi regional kawasan agropolitan ini terletak pada kawasan strategis. 2. Potensi fisik kawasan merupakan kawasan relatif datar dengan kemiringan lahan 2-15%.
9
3. Terdapat kawasan budidaya yang didominasi kegiatan perkebunan karet rakyat. 4. Terdapat sumberdaya manusia yang besar berjumlah 294.774 jiwa. 5. Struktur mata pencaharian penduduk didominasi sektor pertanian. 6. Sistem jaringan jalan arteri yang cukup baik sehingga aksesibilitas kawasan ini cukup baik. 7. Prasarana dan sarana umum sudah cukup baik terdapat rumah sakit, sekolah sampai jenjang pendidikan menengah atas, terdapat lembaga keuangan dan pusat perdagangan (bank dan koperasi). 8. Prasarana dan sarana dasar kawasan seperti jaringan listrik, air bersih dan telekomunikasi sudah menjangkau wilayah ini. Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian: 1. Bagaimana potensi sumberdaya lahan dan wilayah bagi komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU? 2. Apa yang menjadi komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU? 3. Bagaimana kelayakan finansial komoditas yang akan dikembangkan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU? 4. Bagaimana marjin tataniaga komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU? 5. Bagaimana
hirarki
pusat pertumbuhan
di kawasan
agropolitan
Kabupaten OKU? 6. Bagaimana arahan pengembangan komoditas unggulan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU?
1.3. Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan latar belakang dan permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui potensi sumberdaya lahan dan wilayah bagi komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU.
10
2. Mengidentifikasi komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU. 3. Melakukan analisis kelayakan finansial komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU. 4. Melakukan analisis marjin tataniaga komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU. 5. Mengkaji hirarki pusat pertumbuhan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU. 6. Arahan pengembangan komoditas unggulan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Merupakan bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten OKU dalam
mempertimbangkan
penyusunan
kebijakan
pengembangan
agropolitan di wilayah kecamatan yang merupakan pusat agropolitan beserta komoditas pertanian yang dapat dikembangkan. 2. Diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah daerah Kabupaten OKU sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan dalam penyusunan pengalokasian anggaran pembangunan baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam pengembangan wilayah. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi para investor yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten OKU sehingga percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah akan semakin cepat berkembang dan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat khususnya di kawasan pengembangan agropolitan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Wilayah dan Wilayah Perdesaan Wilayah menurut UU
No. 26 tahun 2007 adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sementara menurut Rustiadi et al. (2006), wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas yang spesifik (tertentu) dimana bagian-bagian dari wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada batasan yang spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat meaningful,
baik untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
pengendalian, maupun evaluasi. Dengan demikian batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi pada pembangunan suatu wilayah.
Konsep
pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyeserasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta antar pelaku pembangunan dalam
mewujudkan
tujuan
pembangunan
daerah
(Anwar
dan
Rustiadi, 1999). Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget et al., 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah dalam tiga kategori, yaitu: 1) wilayah homogen (uniform atau homogenous region), 2)
wilayah nodal (nodal region), dan 3) wilayah
perencanaan (planning region atau programming region).
Wilayah
homogen adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan dapat beragam (heterogen). Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
12
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan dan pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dengan kondisi demikian, strategi pembangunan bagaimana yang mampu menjawab tantangan pembangunan perdesaan, sehingga mampu mengangkat kondisi kawasan ini untuk maju dan seimbang dengan kawasan perkotaan belum terjawab secara sempurna. Pembangunan perdesaan selama orde baru yang identik dengan pembangunan padi, secara keseluruhan telah mendudukkan posisi petani sebagai salah satu alat (obyek) untuk menyukseskan skenario besar pembangunan pertanian, khususnya untuk mencapai swasembada beras. Untuk mendukung pembangunan pertanian di era orde baru dilaksanakan berbagai program baik yang sifatnya fisik: pembangunan irigasi, jalan, pasar, dan lain-lain, maupun pembangunan sumberdaya manusia dan kelembagaan di perdesaan (Rustiadi dan Hadi, 2006) Pembangunan sektor pertanian dan wilayah perdesaan sekarang dianggap sangat penting, karena apabila pembangunan sektor ini di wilayah tersebut menjadi tidak berhasil dikembangkan, terutama dalam jangka menengah dan jangka panjang, dapat memberi dampak negatif terhadap pembangunan nasional keseluruhannya, berupa terjadinya kesenjangan yang semakin melebar antar wilayah dan antar kelompok tingkat pendapatan. Pada gilirannya keadaan ini menciptakan ketidakstabilan (instabillity) yang rentan terhadap setiap goncangan yang menimbulkan gejolak ekonomi sosial yang dapat teriadi secara berulang ulang (Anwar dan Rustiadi, 1999)
2.2. Pengembangan Kawasan Agropolitan Konsep pengembangan agropolitan muncul dari permasalahan adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal. Proses interaksi ke dua wilayah selama ini secara fungsional ada dalam posisi saling memperlemah. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor primer, khususnya pertanian, mengalami
produktivitas
yang
selalu
menurun
akibat
beberapa
13
permasalahan. Di sisi lain wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan
menerima
beban
berlebih
sehingga
memunculkan
ketidaknyamanan akibat permasalahan permasalahan sosial (konflik, kriminal, dan penyakit) dan lingkungan (pencemaran dan buruknya sanitasi lingkungan permukiman). Hubungan yang saling memperlemah ini secara agregat wilayah keseluruhan akan berdampak pada penurunan produktivitas wilayah (Rustiadi dan Hadi, 2006). Konsep pengembangan wilayah dengan basis pengembangan kotakota pertanian atau yang lebih dikenal dengan Agropolitan menjadi pilihan utama Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonominya. Daerah-daerah yang berbasis pertumbuhan pada ekonomi pertanian hampir tidak banyak menderita akibat krisis ekonomi nasional.
Karena itu menjadi acuan
Pemerintah Daerah setelah mendapatkan kewenangan mengatur rumah tangga
dan
model
pembangunan
daerahnya
secara
lebih
leluasa
(Harun, 2004). Konsep Agropolitan sebenarnya lahir sebagai respon dari munculnya ketimpangan desa-kota dan kebijakan pembangunan yang bersifat urban bias yang dalam jangka pendek merugikan bagi perkembangan kawasan perdesaan dan dalam jangka panjang merugikan tatanan kehidupan bangsa secara nasional.
Agropolitan adalah suatu konsep yang berbasis pada
pengembangan suatu sistem kewilayahan yang mampu memfasilitasi berkembangnya kawasan perdesaan dalam suatu hubungan desa-kota yang saling memperkuat (Rustiadi et al. 2006). Menurut Rustiadi et al. (2006), Agropolitan adalah kawasan yang merupakan sistem fungsional yang terdiri dari satu atau lebih kota-kota pertanian (agropolis) pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis, terwujud baik melalui maupun tanpa melalui perencanaan. Agropolis adalah lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian.
14
Sementara itu menurut Anwar (2004), pengertian agropolitan adalah merupakan tempat-tempat pusat (central places) yang mempunyai struktur berhierarki, dimana agropolis mengandung arti adanya kota-kota kecil dan menengah di sekitar wilayah perdesaan (Micro Urban-village) yang dapat bertumbuh dan berkembang karena berfungsinya koordinasi pada sistem kegiatan-kegiatan
utama
usaha
agribisnis,
serta
mampu
melayani,
mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian di kawasan sekitarnya. Oleh karenanya kawasan agropolitan diartikan sebagai sistem fungsional satu atau lebih kota-kota pertanian pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem hierarki keruangan (spatial hierarchy) satuan-satuan permukiman petani, yang terdiri dari pusat agropolitan dan pusat-pusat produksi disekitarnya. Menurut Ertur (1984), penekanan utama dalam penguatan daerah agropolitan didasarkan pada metode sebagai berikut: 1. Peningkatan produktivitas dan diversifikasi pertanian dan agroindustri. 2. Peningkatan partisipasi tenaga kerja. 3. Peningkatan permintaan barang dan jasa. 4. Peningkatan inovasi teknologi dan produksi. 5. Perluasan kapasitas untuk ekspor. Beberapa hal yang searah antara pendekatan pembangunan agropolitan dengan permasalahan dan tantangan kewilayahan dalam pembangunan perdesaan saat ini adalah : 1) Mendorong ke arah terjadinya desentralisasi pembangunan maupun kewenangan; 2) Menanggulangi hubungan saling memperlemah antara perdesaan dengan perkotaan; dan 3) Menekankan pada pengembangan ekonomi yang berbasis sumberdaya lokal dan diusahakan dengan melibatkan sebesar mungkin masyarakat perdesaan itu sendiri (Rustiadi dan Hadi, 2006). Pengembangan kawasan agropolitan menekankan pada hubungan antara kawasan perdesaan dengan kawasan perkotaan secara berjenjang. Dengan demikian beberapa argumen mengemukakan bahwa pengembangan kota-kota dalam skala kecil dan menengah pada beberapa kasus justru akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Hal ini karena dengan
15
tumbuhnya kota-kota kecil menengah tersebut fasilitas-fasilitas pelayanan dasar bisa disediakan dan pasar untuk produk-produk perdesaan juga bisa dikembangkan. Jadi sebenarnya semuanya sangat tergantung pada bagaimana perekonomian dari kota kecil menengah bisa dikembangkan dan bagaimana keterkaitannya dengan komunitas yang lebih luas bisa diorganisasikan. Karena itu dalam pengembangan agropolitan sebenarnya keterkaitan
dengan
perekonomian
kota
tidak
Keterkaitan yang sifatnya berjenjang dari desa, menengah,
kota
besar
akan
lebih
bisa
perlu
diminimalkan.
kota kecil,
mendorong
kota
peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa. Hanya saja keterkaitan inipun harus diikuti oleh kebijakan pembangunan yang terdesentralisasi, bersifat bottom up dan mampu melakukan empowerment (pemberdayaan) terhadap masyarakat perdesaan untuk mencegah kemungkinan kehadiran kota kecil menengah tersebut justru akan mempermudah kaum elit dari luar dalam melakukan eksploitasi sumberdaya (Rustiadi dan Hadi, 2006) Menurut Rustiadi dan Hadi (2006), Pengembangan agropolitan di wilayah perdesaan pada dasarnya lebih ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro-processing skala kecil menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian, dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasi-lokasi permukiman di perdesaaan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinya lebih menyebar. Investasi dalam bentuk jalan yang menghubungkan lokasi-lokasi pertanian dengan pasar merupakan suatu hal penting yang diperlukan untuk menghubungkan antara wilayah perdesaan dengan pusat kota. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006), Kawasan Agropolitan merupakan kawasan perdesaan yang secara fungsional merupakan kawasan dengan kegiatan utama adalah sektor pertanian. Dengan demikian penetapan tipologi kawasan agropolitan harus memperhatikan : 1) Pengertian sektor
16
Pertanian ini dalam arti luas meliputi beragam komoditas yaitu : pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, maupun kehutanan; 2) Kawasan agropolitan bisa pula dilihat dari persyaratan agroklimat dan jenis lahan, sehingga dapat pula dibedakan dengan : pertanian dataran tinggi, pertanian dataran menengah, pertanian dataran rendah, pesisir dan lautan; 3) Kondisi sumberdaya, manusia, kelembagaan, dan kependudukan yang ada juga menjadi pertimbangan; 4) Aspek posisi geografis kawasan agropolitan; dan 5) Ketersediaan infrastruktur.
2.3. Teori Pusat Lokasi Lokasi Pusat (Central Place) merupakan suatu tempat dimana sejumlah produsen cenderung mengelompok di lokasi tersebut untuk menyediakan barang dan jasa bagi populasi di sekitarnya. Lokasi pusat tertata dalam suatu pola yang vertikal maupun horisontal. Kepentingan relatif lokasi pusat tergantung pada jumlah dan order barang dan jasa yang disediakan (Rustiadi et al., 2006). Dengan menggunakan framework yang digunakan dalam memahami wilayah yaitu adanya pembagian suatu wilayah menjadi pusat (center) yang dikelilingi oleh daerah belakang (hinterland), pembangunan agropolitan (kota kecil di lingkungan pertanian) merupakan pembangunan pusat-pusat pelayanan pada kota-kota kecil. Daerah belakang merupakan suatu wilayah yang dikembangkan berdasarkan konsep pewilayahan komoditas dan menghasilkan
satu
komoditas
utama
maupun
beberapa
komoditas
pendukung yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan. Pada daerah pusat diberikan beberapa perlengkapan infrastruktur fasilitas publik perkotaan. Fasilitas tersebut digunakan untuk mendorong keberhasilan pembangunan pertanian dan perekonomian perdesaan sehingga dapat memberikan peluang investasi dan peluang kerja. dengan
agropolitan
Dengan kata lain pengembangan wilayah
diwujudkan
sebagai
pembangunan
infrastruktur
pendukung kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan yang berlokasi pada pusat-pusat
(central
places)
dan
pertumbuhan baru (Anwar, 1999).
diharapkan
akan
menjadi
pusat
17
Implikasi pendekatan transformasi pada pusat pertumbuhan desa adalah konstruktif dan positif. Pada tingkat hirarki terendah, pasar desa adalah titik aktivitas ekonomi dasar dimana orang desa menukar produk pertanian pada barang dan jasa yang mereka butuhkan. Dalam penyebaran aktivitas ekonomi yang berhirarki, pasar desa perkotaan adalah titik dimana aliran ke atas produksi pertanian dan jenis-jenis kerajinan diperkenalkan ke tingkat yang lebih tinggi dari sistem pasar. Juga pasar desa perkotaan adalah tujuan efektif terakhir dari pergerakan barang dan jasa yang berorientasi pada konsumsi petani. Pada waktu yang singkat ini dapat menjadi konsep sederhana sebagai fungsi pembangunan dasar ekonomi agropolitan (Ertur, 1984).
2.4. Sektor Basis Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda- beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun
pasar luar wilayah/daerah.
Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang (Rustiadi et al., 2006). Menurut Hendayana (2003), penentuan komoditas
unggulan
merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan.
Langkah
menuju efisiensi
dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang memiliki keunggulan komparatif, baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan.
Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh
18
superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan bukan basis dapat digunakan dengan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah lebih luas dalam suatu wilayah. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan industri mana yang tersebar (Shukla 2000 dalam Rustiadi et al. 2006 ). Menurut Rustiadi et al. (2006), arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis.
Hal ini berarti kegiatan industri basis mempunyai peranan
penggerak pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah.
2.5. Agroindustri dan Agrobisnis Pengembangan agropolitan ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian dan penjualan hasil-hasil pertanian, mendukung tumbuhnya industri agro prosesing skala kecil menengah dan mendorong keberagaman aktivitas ekonomi dari pusat pasar. Segala aktivitas harus diorganisasikan terutama untuk membangun keterkaitan antara perusahaan di kota dengan wilayah suplai di perdesaan dan untuk menyediakan fasilitas, pelayanan, input produksi pertanian dan aksesibilitas yang mampu memfasilitasi lokasilokasi pemukiman di perdesaan yang umumnya mempunyai tingkat kepadatan yang rendah dan lokasinva lebih menyebar. Investasi dalam bentuk jalan yang menghubungkan lokasi-lokasi pertanian dengan pasar merupakan suatu hal penting yang diperlukan untuk menghubungkan antara wilayah perdesaan dengan pusat kota. Perhatian perlu diberikan terhadap
19
penyediaan air, perumahan, kesehatan dan jasa-jasa sosial di kota-kota kecil menengah untuk meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja. Perhatian juga perlu diberikan untuk memberikan kesempatan kerja di luar sektor produksi pertanian (off farm) dan berbagai kenyamanan fasilitas perkotaan di kota-kota kecil (Rustiadi dan Hadi, 2006) Dalam kaitannya dengan proses produksi pangan dan bahan mentah, kawasan perdesaan adalah konsumen bagi produk sarana produksi pertanian, produk investasi dan jasa produksi sekaligus sebagai pemasok bahan mentah untuk industri pengolah atau penghasil produk akhir. Dengan cabang kegiatan ekonomi lain di depan (sektor hilir) dan dibelakangnya (sektor hulu), sektor pertanian perdesaan seharusnya terikat erat dalam apa yang disebut sebagai sistem agribisnis. Dalam perspektif agribisnis, sektor hulu seharusnya terdiri dari perusahaan jasa penelitian, perusahaan benih dan pemuliaan, industri pakan, mesin pertanian, bahan pengendali hama dan penyakit, industri pupuk, lembaga penyewaan mesin dan alat-alat pertanian, jasa pergudangan, perusahaan bangunan pertanian dan asuransi, agen periklanan pertanian, media massa pertanian, serta jasa konsultasi ilmu pertanian. Pandangan yang lebih maju mengharuskan adanya jasa jaminan kesehatan dan hari tua pelaku usahatani oleh koperasi petani atau lembaga yang sejenis. Karena tingginya intensitas keterlibatan sektor perdagangan, maka di sektor hulu ini perlu juga diperhatikan peran dan fungsi organisasi dagang seperti pedagang besar, pedagang ritel, serta jasa-jasa perantara. Sektor hilir agribisnis mencakup industri manufaktur makanan, industri makanan dan hotel, restoran dan toko-toko pengolah sekaligus penjual makanan (Rustiadi dan Hadi, 2006). Integrasi antara konsep agroindustri dan pembangunan desa menjadi penting keterkaitannya dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi, penyediaan dana dan investasi, teknologi, serta dukungan sistem tataniaga dan perdagangan yang efektif. Pengembangan agroindustri pada dasarnya diharapkan selain memacu pertumbuhan tingkat ekonomi, juga sekaligus diarahkan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani. Wibowo dalam Andri (2006) mengemukakan perlunya pengembangan
20
agroindustri di perdesaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar diantaranya: 1) memacu keunggulan kompetitif dan komparatif komoditas setiap wilayah; 2) memacu peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, menumbuhkan agroindustri yang sesuai dan mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan; 3) memperluas wilayah sentra-sentra agribisnis komoditas unggulan yang nantinya akan berfungsi sebagai penyandang bahan baku yang berkelanjutan; 4) memacu pertumbuhan agribisnis wilayah dengan menghadirkan subsistem-subsitem agribisnis; dan 5) menghadirkan berbagai saran pendukung berkembangnya industri perdesaan. Menurut
Mulyani
(2007),
program
pengembangan
kawasan
agropolitan belum signifikan dalam meningkatkan pendapatan usahatani petani disebabkan: 1) keterbatasan petani dalam hal permodalan, 2) pembangunan infrastruktur transportasi di kawasan agropolitan tidak mengubah pola pemasaran pertanian karena petani tetap menjual komoditas pertaniannya kepada tengkulak, dan 3) petani belum melaksanakan proses pengolahan komoditas pertanian (agroprosesing) yang merupakan subsistem pemberi nilai tambah terbesar dalam sistem agribisnis. Salah satu hambatan dalam pengembangan agropolitan yang dialami oleh masyarakat perdesaan adalah hambatan keuangan (modal), hambatan untuk memiliki lahan garapan, hambatan informasi dan teknologi pertanian, serta hambatan pemasaran produk. Untuk itu dalam pengembangan usaha diperlukan satu bentuk kemitraan dalam produksi, pengolahan dan pemasaran (Hastuti, 2001).
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pada tahap awal penelitian ini dilakukan
identifikasi potensi dan
sumberdaya lahan dan wilayah untuk komoditas basis di wilayah agropolitan Kabupaten OKU.
Metode yang digunakan adalah Evaluasi Kesesuaian
Lahan FAO dan analisa deskriptif. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta tanah dalam kaitan dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman. Analisis potensi kesesuaian lahan wilayah Agropolitan Kabupaten OKU menggunakan Software ArcView Ver 3.2 dengan sumber data Peta Digital Provinsi Sumatera Selatan dan Peta Land Systems with Land Suitability and Environmental Hazards yang dioverlay dengan peta penggunaan lahan Kabupaten OKU.
Output pada tahap ini adalah potensi
lahan untuk komoditas basis. Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi potensi komoditas basis di wilayah agropolitan Kabupaten OKU. Metode yang digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ dapat dilakukan dengan menggunakan data luas areal, produksi, nilai ekonomi atau tenaga kerja. Shift Share adalah analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Output yang diharapkan pada tahap ini adalah deskripsi pemusatan aktivitas komoditas pertanian utama. Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi kelayakan finansial komoditas basis yang akan dikembangkan di wilayah agropolitan Kabupaten OKU. Metode yang digunakan adalah metode analisis kelayakan finasial terdiri dari: analisis B/C Ratio, analisis NPV dan analisis IRR. Output yang dihasilkan pada tahap ini adalah kelayakan pelaksanaan investasi komoditas basis.
22
Selanjutnya,
yang dilakukan adalah
mengkaji marjin tataniaga
komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU. Metode yang dilakukan dengan menggunakan analisis margin tataniaga. Output yang dihasilkan pada tahap ini adalah struktur margin tataniaga.
Dengan
melakukan keempat tahap seperti tersebut di atas, maka diharapkan akan diperoleh identifikasi komoditas basis di wilayah tersebut. Selain itu, untuk mengetahui hirarki pusat pertumbuhan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU dilakukan analisis skalogram.
Metode ini
mengidentifikasi seluruh fasilitas umum yang dimiliki setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel.
Metode skalogram ini digunakan
dengan menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki setiap wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya. Output yang diharapkan pada tahap ini adalah hirarki pusat pertumbuhan di wilayah agropolitan Kabupaten OKU.
Setelah melakukan kelima tahap analisis seperti di atas maka
diharapkan akan diperoleh Arahan Pengembangan Komoditas di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU. Bagan alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 dan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Baturaja Timur meliputi 8 (delapan) Desa/Kelurahan, Kecamatan Lubuk Batang 8 (delapan) Desa, Kecamatan Peninjauan 15 (lima belas) Desa, Kecamatan Lubuk Raja 4 (empat) Desa, dan Kecamatan Sinar Peninjauan 6 (enam) Desa. Pemilihan lokasi pengembangan ini karena merupakan daerah kawasan perkotaan di Kabupaten OKU dan memiliki aktivitas perekonomian pada sub sektor perkebunan.
Disamping itu, kelima kecamatan
pengembangan tersebut memiliki berbagai potensi pengembangan dengan aksesibilitas yang mudah dijangkau untuk pengembangan agropolitan. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2007.
23
Permasalahan Pembangunan: • Disparitas desa kota • Hubungan saling memperlemah • Pengurasan sumberdaya perdesaaan
Model Pengembangan Wilayah dengan Agropolitan
Pusat Pertumbuhan Baru: • Potensi lahan • Potensi komoditas basis • Kelayakan finansial • Marjin Tataniaga • Hirarki Pusat Pertumbuhan
Implikasi yang diharapkan: • Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan di Kawasan Agropolitan Batumarta
Backwach effect: • •
• •
Pengurasan sumberdaya perdesaan SDM rendah
Kemandirian daerah Pengelolaan SDA wilayah secara optimal
Analisa: • Kesesuaian lahan dengan overlay peta • Analisis LQ • Analisis SSA • Analisis B/C Ratio, NPV, IRR • Analisis Marjin Tataniaga • Analisis Skalogram
Gambar 2 Bagan alir kerangka pemikiran.
24
25
3.3.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer untuk memperoleh informasi tentang aspek sosial dan ekonomi yang diperoleh melalui wawancara dengan responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang berkaitan langsung dengan komoditas yaitu Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten OKU. Hubungan antara tujuan penelitian, teknik analisis data, variabel, sumber data dan output yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.
3.4. Metode Penarikan Contoh Unit contoh dalam penelitian ini adalah petani dan pedagang pengumpul. Pengambilan contoh petani dan pedagang pengumpul sebagai responden di lima kecamatan dilakukan dengan stratified random sampling terhadap populasi responden. 3.5.
Metode Analisis 3.5.1. Mengetahui Potensi Sumberdaya Lahan dan Wilayah Komoditas Basis dengan Evaluasi Kesesuaian Lahan FAO dan Analisis Deskriptif Untuk mengetahui potensi sumberdaya lahan dan pola penyebaran komoditas basis, dengan melakukan identifikasi potensi dan sumberdaya lahan dan wilayah untuk komoditas basis di wilayah agropolitan Kabupaten OKU.
Metode yang digunakan adalah
Evaluasi Kesesuaian Lahan FAO dan analisa deskriptif.
Hal ini
dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta tanah dalam kaitan dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman. kesesuaian
lahan
wilayah
Agropolitan
Analisis potensi
Kabupaten
OKU
menggunakan Software ArcView Ver 3.2 dengan sumber data Peta Digital Provinsi Sumatera Selatan dan Peta Land Systems with Land Suitability and Environmental Hazards yang dioverlay dengan peta
26
penggunaan lahan Kabupaten OKU.
Lahan yang layak dan
potensial dijadikan kawasan komoditas basis berdasarkan kesesuaian secara spasial dan biofisik adalah lahan yang memiliki kelas Sesuai (S1, S2 dan S3) untuk komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi. Kelas tidak sesuai (N) tidak termasuk areal yang potensial dalam penelitian ini. Tabel 2 Tujuan penelitian, teknik analisis data, variabel, sumber data dan output penelitian No.
Tujuan Penelitian
Teknik Analisis Data -Evaluasi Kesesuaian Lahan FAO - Deskriptif
Variabel
Sumber Data
Output Penelitian
1.Kesesuaian Lahan 2. Indikator Perkembangan Desa
- Bappeda - Podes (BPS)
Potensi lahan
Luas Areal komoditas basis (karet, kopi, kelapa sawit, dan kelapa) BC Ratio NPV IRR
Dinas Perkebunan & Kehutanan
Komoditas basis
Data primer
Kelayakan finansial komoditas basis
- Analisis marjin tataniaga - Survei
- Harga beli, harga jual, biaya yang dikeluarkan
- Survey (kuisioner)
Struktur marjin tataniaga
Skalogram
Jumlah unit fasilitas, Jumlah jenis fasilitas pelayanan, dan jumlah penduduk.
- Podes (BPS) - Survey
Hirarki Pusat Kegiatan
1.
Mengetahui potensi sumberdaya lahan dan wilayah untuk komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU.
2.
Mengidentifikasi komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU.
Location Quotient Shift Share Analysis
3.
Mengevaluasi kelayakan finansial komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU.
Analisis kelayakan finansial
4.
Mengkaji marjin tataniaga di kawasan agropolitan Kabupaten OKU.
5.
Mengkaji hirarki pusat pertumbuhan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU.
27
3.5.2. Identifikasi Indikasi Sektor Komoditas Basis dengan Analisis Location Quotient (LQ) Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ pada penelitian ini menggunakan data luas areal tanam empat komoditas perkebunan (karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi) yang terdapat di lima kecamatan agropolitan Kabupaten OKU.
Data yang digunakan bersumber dari Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU tahun 2006. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut:
LQij =
Xij / Xi. X . j / X ..
Dimana: LQij : Xij : Xi. : X.j : X.. :
Indeks kuosien lokasi kecamatan i untuk komoditas j. luas areal masing-masing komoditas j di kecamatan i (ha). luas areal total perkebunan di kecamatan i (ha). luas areal total komoditas j di kabupaten OKU (ha). luas areal total seluruh komoditas perkebunan wilayah Kabupaten OKU (ha). Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis
adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1), berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Kabupaten OKU.
28
3.5.3.
Shift Share Analysis (SSA) Shift Share Analysis merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Hasil analisis SSA diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah.
Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3
komponen hasil analisis, yaitu : 1. Komponen
Laju
Pertumbuhan
Total
(komponen
share).
Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah. 3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran
ini
menjelaskan
bagaimana
tingkat
kompetisi
(competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen
ini
menggambarkan
dinamika
(keunggulan/
ketakunggulan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis SSA adalah sebagai berikut :
SSA
⎛ =⎜ ⎜ ⎝
⎞ ⎛ − 1⎟ + ⎜ ⎟ ⎜ (t 0) ⎠ ⎝
X .. X ..
( t1)
a
X X
i ( t1) i (t 0)
b
−
⎞ ⎛ ⎟+⎜ ⎟ ⎜ (t 0) ⎠ ⎝
X .. X ..
( t1)
X X
ij ( t1)
−
ij ( t 0 )
c
X X
⎞ ⎟ ⎟ i (t 0) ⎠ i ( t1)
29
dimana : a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan X.. = Nilai total aktivitas dalam total wilayah X.i = Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah Xij = Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 = titik tahun akhir t0 = titik tahun awal Metode analisis SSA pada penelitian ini menggunakan data luas areal tanam empat komoditas perkebunan (karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi) yang terdapat di lima kecamatan agropolitan Kabupaten OKU.
Data yang digunakan bersumber dari Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU tahun 2005 - 2006. 3.5.4. Analisis untuk Evaluasi Kelayakan Finansial Komoditas Basis Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau nilai tambah adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi.
Metode ini
menghitung selisih antara manfaat
(penerimaan) dengan biaya (pengeluaran). Perhitungan ini diukur dengan nilai uang sekarang (present value) dengan rumus (Kadariah et al., 1999): n
Bt
t =0
(1+ i*)
∑
t
=
n
Ct
t =0
(1+ i*)
∑
t
Dimana: Bt = penerimaan kotor dari komoditas jenis x pada tahun t. Ct = biaya kotor dari komoditas jenis x pada tahun t. n = umur ekonomis. i = discount rate (pada tingkat 12% dan 20%). Kriteria yang digunakan adalah apabila: a) nilai NPV > 0, maka pengembangan komoditas layak untuk diusahakan, b) nilai NPV < 0, maka pengembangan komoditas tidak layak untuk diusahakan, dan c) nilai NPV = 0, maka pengembangan komoditas mencapai break event point.
30
Analisis kelayakan finansial pada penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (Lampiran 1 dan 2).
Pengambilan contoh
petani dan pedagang pengumpul sebagai responden di lima kecamatan dilakukan dengan stratified random sampling terhadap populasi responden.
Jumlah sampel yang digunakan adalah
sebanyak 20 orang petani dan 10 orang pedagang pengumpul pada masing-masing kecamatan agropolitan.
3.5.5. Internal Rate of Return (IRR) Menurut Kadariah et al. (1999), Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat keuntungan yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0).
IRR (dinotasikan dengan
i*) merupakan
tingkatan penghasilan internal yang dapat dibayar oleh proyek untuk faktor produksi yang digunakan. Perhitungan IRR ditulis dengan rumus: n
Bt
t =0
(1+ i*)
∑
t
=
n
Ct
t =0
(1+ i*)
∑
t
Kriteria yang digunakan adalah apabila: a) nilai IRR > 1, maka pengembangan komoditas layak untuk diusahakan, b) nilai IRR < 1, maka pengembangan komoditas tidak layak untuk diusahakan, dan c) nilai IRR = 1, maka pengembangan komoditas mencapai break event point.
31
3.5.6. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah nilai perbandingan antara nilai manfaat bersih dengan biaya bersih yang diperhitungkan nilainya saat ini. Dengan demikian Benefit Cost Ratio merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah biaya yang digunakan. Net B/C Ratio akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakannya jika
Benefit Cost Ratio
mempunyai nilai yang lebih besar dari satu. Net B/C menggunakan rumus: n
Bt − Ct
t =1
(1+i)
n
Ct − Bt
t =1
(1+i)
∑ NetB / C =
∑
t
t
Dimana: Bt = penerimaan kotor dari komoditas jenis x pada tahun t. Ct = biaya kotor dari komoditas jenis x pada tahun t. n = umur ekonomis. i = discount rate (pada tingkat 12% dan 20%). Kriteria
pengukuran adalah apabila Net B/C > 1, maka
kegiatan pengembangan komoditas yang dilakukan menguntungkan karena penerimaan lebih besar daripada biaya total dan sebaliknya.
3.5.7. Mengkaji Marjin Tataniaga dengan Analisis Marjin Tataniaga Indikator Marjin tataniaga didasarkan pada konsep efisiensi operasional yang menekankan pada kemampuan meminimumkan biaya-biaya yang digunakan untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen.
Sedangkan marjin tataniaga adalah
merupakan perbedaan antara harga yang diterima petani dengan harga akhir yang dibayar konsumen.
Dengan demikian marjin
tataniaga dapat menggambarkan efisiensi pemasaran suatu komoditas dari produsen hingga ke konsumen. Secara matematis persamaan marjin tataniaga adalah sebagai berikut:
32
m
m
n
m
j =1
j =1 i =1
M = ∑ Mj = ∑∑ Cij + ∑ Pj j =1
Dimana: M = Marjin tataniaga (Rp/kg). Mj = Marjin tataniaga (Rp/kg) lembaga tataniaga ke j (j=1,2,...,m), m: jumlah lembaga tataniaga yang terlibat. Cij = biaya tataniaga ke i (rp/kg) pada lembaga tataniaga ke j (i=1,2,...,n) dan n jumlah jenis pertanyaan. Pj = Marjin keuntungan lembaga tataniaga ke j (Rp/kg). Analisis marjin tataniaga pada penelitian ini menggunakan data primer. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (Lampiran 1 dan 2).
Pengambilan contoh
petani dan pedagang pengumpul sebagai responden di lima kecamatan dilakukan dengan stratified random sampling terhadap populasi responden.
Jumlah sampel yang digunakan adalah
sebanyak 20 orang petani dan 10 orang pedagang pengumpul pada masing-masing kecamatan agropolitan.
3.5.8. Mengkaji Hirarki Pusat Pertumbuhan Agropolitan dengan Analisis Skalogram Metode skalogram banyak digunakan untuk menentukan hirarkhi wilayah. Metode ini mengidentifikasi seluruh
fasilitas
umum yang dimiliki setiap unit wilayah didata dan disusun dalam satu tabel (Tabel 3).
Metode skalogram bisa digunakan dengan
menuliskan jumlah fasilitas yang dimiliki setiap wilayah, atau menuliskan ada/tidaknya fasilitas tersebut di suatu wilayah tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya. Melalui metode ini juga akan diidentifikasi jenis, jumlah dan karakteristik
infrastruktur
yang
mendukung
perekonomian di kawasan Agropolitan.
perkembangan
Infrastruktur ini akan
mencakup tiga kelompok prasarana utama yaitu:
33
•
Hardware Infrastructure, meliputi: Jaringan jalan, listrik, gas, air bersih, telekomunikasi, dan sebagainya.
•
Software Infrastructure, meliputi: Kualitas sumberdaya manusia (SDM), sikap kewirausahaan, manajemen, kemampuan menghimpun informasi pasar dan pemasaran, dan konsultasi.
•
Institutional Infrastructure, meliputi: Pendidikan dan latihan, promosi, perdagangan, penelitian, asosiasi produsen, pedagang dan eksportir, dan sebagainya.
Tahapan dalam Penyusunan Skalogram 1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas dalam unit-unit wilayah. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh wilayah diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai
fasilitas
yang
terdapat paling
jarang
penyebarannya dalam seluruh unit wilayah yang ada diletakkan di kolom tabel paling kanan.
Angka yang dituliskan adalah
jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit wilayah. 2. Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak disusunan paling bawah. 3. Menjumlahkan seluruh fasilitas secara horisontal baik jumlah jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas di setiap unit wilayah. 4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah. 5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan sub wilayah yang mempunyai fasilitas terlengkap. Sedangkan posisi terbawah merupakan sub wilayah dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap.
34
6. Jika dari hasil penjumlahan dan pengurutan ini diperoleh dua daerah dengan jumlah jenis dan jumlah unit fasilitas yang sama, maka pertimbangan ketiga adalah jumlah penduduk.
Sub
wilayah dengan jumlah penduduk lebih tinggi diletakkan pada posisi atas. Tabel 3 Skalogram Kabupaten X Kec. Barat Timur Tengah Selatan Utara Jumlah Wilayah Jumlah
Populasi
Mushola
SD
Puskesmas
SMP
Bank
Jumlah Jenis
Jumlah Unit
2.543 2.500 2.365 2.369 2.400 5
53 51 42 32 32 5
20 21 20 15 20 5
3 2 2 1 0 4
2 1 1 1 0 4
1 1 0 0 0 2
5 5 4 4 2 5
79 76 65 49 52 5
12.177
210
96
8
5
2
20
321
Analisis skalogram pada penelitian ini menggunakan data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2006. Variabel yang digunakan sebagai penentu hirarki adalah jumlah jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan jumlah penduduk. Adapun fasilitasfasilitas umum yang diidentifikasi berupa fasilitas perdagangan, pendidikan, kesehatan, dan peribadatan. Disamping cara sebagaimana yang telah dijelaskan pada metode Skalogram tersebut, terdapat metode lain yang merupakan modifikasi dari metode skalogram di atas dengan penentuan indeks sentralitas berdasarkan jumlah penduduk dan jenis fasilitas pelayanan.
Tahapan Penyusunan Skalogram dengan Indeks Sentralitas. 1. Pekerjaaan pertama yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada Penyusunan Skalogram I (poin 1 dan 2). Jika dari hasil pengurutan dengan metode skalogram I sudah diperoleh, maka selanjutnya melakukan penggantian seluruh nilai fasilitas dengan nilai 1 jika ada fasilitas tersebut di suatu wilayah atau 0 jika tidak ada fasilitas tersebut di suatu wilayah.
35
2. Disamping data fasilitas umum, maka data yang perlu ditabelkan adalah data populasi. 3. Setelah diperoleh hasil dari penyusunan skalogram I (poin 1 dan 2), dihitung nilai standar deviasi dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di total wilayah. Nilai ini akan digunakan untuk menghitung nilai sentralitas dan mengelompokkan unit wilayah dalam kelas-kelas yang dibutuhkan.
Kita asumsikan
bahwa kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu Kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, Kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang, dan Kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika nilai rataan kepadatan penduduk adalah lebih besar atau sama dengan (2 x standar deviasi + nilai rata-rata), maka dikategorikan tingkat perkembangan tinggi, kemudian jika tingkat kepadatan penduduk antara nilai rata-rata sampai (2 x standar deviasi + nilai rata-rata) maka termasuk tingkat pertumbuhan sedang dan jika nilai kepadatan penduduk ini kurang dari nilai rata-rata maka termasuk dalam nilai pertumbuhan rendah.
Secara matematis kelompok tersebut
adalah:
X + 2 Stdev ≤ Kel .1
X + 2St − dev > Kel.II ≥ X Kelompok .III < X 4. Nilai rata-rata jumlah penduduk setiap kelompok (I, II, III) dibagi dengan 1000. Selanjutnya dari tabel fasilitas pelayanan yang tersusun, batasi wilayah yang berisi fasilitas untuk tiap kelompoknya. Batas tersebut digunakan sebagai acuan untuk menuliskan indeks setiap kelompok. Fasilitas yang berada di kolom paling kiri otomatis akan diisi dengan indeks terkecil (nilai rata-rata polulasi/1000 Kelompok III), sedangkan fasilitas
36
yang berada paling kanan akan diisi dengan indeks paling besar (nilai rata-rata populasi/1000 Kelompok I). 5. Selanjutnya seluruh indeks dari kolom fasilitas yang telah terisi dijumlahkan. Indeks ini bisa digunakan untuk membandingkan dukungan fasilitas terhadap jumlah penduduk di setiap wilayah.
3.6. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis data dari sumber yang berbeda antara lain dari:
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten
OKU, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten OKU, dan Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat. Berhubung analisis yang dilakukan menggunakan data yang berbeda sumbernya, sehingga dalam beberapa hal terdapat inkonsistensi data.
IV.
GAMBARAN UMUM KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OKU
Agropolitan adalah kawasan yang merupakan sistem fungsional yang terdiri dari satu atau lebih kota-kota pertanian (agropolis) pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis, terwujud baik melalui maupun tanpa melalui perencanaan.
Agropolis adalah
lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian (Rustiadi, 2006). Menurut Rustiadi (2006), pembangunan agropolitan adalah suatu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi (pengkotaan dalam arti positif), serta bisa menanggulangi dampak negatif pembangunan (migrasi desa kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran masif sumberdaya, dan pemiskinan desa). 4.1.
Lokasi Kawasan Agropolitan Lokasi Kawasan Agropolitan di Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu ini berdasarkan hasil identifikasi dan usulan Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu serta mengacu pada arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu. Wilayah yang menjadi Kawasan Agropolitan adalah mencakup Wilayah Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan Lubuk Batang, Kecamatan Peninjauan, Kecamatan Lubuk Raja, dan Kecamatan Sinar Peninjauan. Dominasi kegiatan sektor pertanian Kawasan Agropolitan tersebut adalah kegiatan sub-sektor perkebunan rakyat yang utamanya adalah; karet, kopi, kelapa sawit, dan terdapat juga usaha tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Kawasan Agropolitan yang terpilih di Wilayah Kecamatan Baturaja Timur meliputi 6 (enam) Desa/Kelurahan, Kecamatan Lubuk Batang 8 (delapan) Desa, Kecamatan Peninjauan 15 (limabelas) Desa, Kecamatan Lubuk Raja 4 (empat) Desa, dan Kecamatan Sinar Peninjauan 6 (enam) Desa.
38
4.2. Pusat Agropolitan (Agropolis) Kota Pertanian (agropolis) sebagai pusat Kawasan Agropolitan direncanakan lokasinya di di Kecamatan Lubuk Raja meliputi Desa Batumarta I dan Desa Batumarta II. Untuk lebih jelasnya jumlah dan luas kecamatan kawasan agropolitan
Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun
2006 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan luas kecamatan kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2006 Luas Jumlah Ibukota No. Kecamatan Wilayah Desa Kecamatan (ha) 1. Baturaja Timur 6 15.390 Baturaja Timur 2. Peninjauan 15 136.770 Peninjauan 3. Lubuk Batang 8 44.006 Lubuk Batang 4. Sinar Peninjauan 6 8.532 Karya Mukti 5. Lubuk Raja 4 6.871 Batumarta II Jumlah 39 211.569 Sumber : Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, BPS, Biro Hukum Kabupaten OKU Tahun 2005 4.3. Keadaan Fisik dan Penggunaan Lahan 4.3.1. Fisik Dasar A. Kemiringan Lahan Kawasan Agropolitan terletak pada kemiringan lahan 0-2%, 2-15% dan sebagian antara 15-40%. Secara keseluruhan Kawasan
Agropolitan
didominasi
oleh
kemiringan
lahan
2-5% dengan luas lahan 146.203,74 ha atau 75,89%, kemudian disusul oleh kemiringan lahan 0-2% seluas 42.142,56 ha atau 21,17% dan kemiringan lahan 15-40 % seluas 5.713,70 ha atau 2,94% dari luas Kawasan Agropolitan. Daerah dataran rendah dengan kemiringan lahan 0-2% pada umumnya berada pada bentangan sekitar aliran sungai. Dataran di Kawasan Agropolitan pada umumnya memiliki ketinggian rata-rata
0-50 meter diatas permukaan laut (dpl).
Tinggi Kawasan Agropolitan ini untuk Wilayah Kecamatan Baturaja Timur yaitu ± 49 meter dpl, Wilayah Kecamatan
39
Peninjauan ± 29 meter dpl, Wilayah Kecamatan Lubuk Batang ± 45 meter dpl, sedangkan untuk 2 (dua) kecamatan lainnya (Kecamatan Lubuk Raja dan Kecamatan Sinar Peninjauan) relatif sama yaitu datar bergelombang dengan ketinggian ± 45 meter dpl. Kawasan Agropolitan ini terdapat aliran sungai besar seperti Sungai Ogan dan anak-anak sungainya. Sungai besar mengalir sepanjang tahun termasuk pada musim kemarau. B. Tanah Jenis tanah di Kawasan Agropolitan ini menurut Lembaga Penelitian
Tanah
Bogor,
Departemen
Pertanian
(1979),
didominasi oleh Podsolik Merah Kuning dan sebagian Aluvial sepanjang kiri dan kanan bantaran Sungai Ogan. Tanah Podsolik Merah Kuning merupakan tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil sedang, merah sampai kuning, horizon argilic, kurus dan kejenuhan basa rendah, sangat peka erosi. Podsolik Merah Kuning pada daerah
dataran umumnya
mempunyai tekstur kasar, kerikil, kwarsit dan kongresi besi di jumpai di dalam tanah, pada beberapa tempat merupakan lapisan padat dan tersembul di permukaan. Dalam keadaan alami kesuburan tanah ini hanya terbatas pada lapisan berbahan organik diatas tetapi bila digunakan kurang seksama kesuburannya cepat menurun. Pembakaran akan mempercepat merosotnya kesuburan kimia dengan merusak struktur tanahnya. Tanah Podsolik Merah Kuning merupakan tanah yang marginal untuk pertanian tanaman. Umumnya tanah ini lebih sesuai untuk tanaman tahunan misalnya berbentuk perkebunan dan kehutanan. Pada daerah datar sampai berombak dapat di usahakan pertanian tanaman pangan dan peternakan dengan ketentuan harus diiringi dengan manajemen yang tepat. Tanah Aluvial terdapat pada kiri dan kanan Sungai Ogan. Jenis tanah aluvial umumnya mempunyai corak dan sifat dangkal
40
sampai dalam, berwarna kelabu sampai kelabu kekuningan dan kecoklatan, sering berglei dan bertotol kuning, coklat dan merah, bertekstur lempung sampai liat, berlapis-lapis debu dan pasir, lapisan atas masih selalu mengalami penambahan bahan, kadangkadang mengandung bahan organik. Umumnya secara tetap atau semusim dipengaruhi penggenangan air (berkala/menetap) atau pelimpahan air banjir (pasang). Konsistensi basah lekat sampai teguh dengan daya penahan air rendah sampai tinggi. Kesuburan tanah Aluvial dipengaruhi pula oleh
asam-asam humus dan
bahan-bahan racun (Al dan Fe) yang ikut terbawa oleh air. Beraneka ragamnya daerah penyebaran tanah alluvial disertai beraneka ragamnya kesuburan. Potensi tanah alluvial bervariasi dari tinggi hingga rendah tergantung dari tersedianya air. C. Iklim dan Cuaca Kawasan agropolitan ini mempunyai iklim tropis dan basah dengan temperatur bervariasi antara 22 - 310C. Curah hujan di wilayah relatif cukup tinggi, pada tahun 2004 curah hujan bervariasi antara 0,5 - 519 mm per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi bulan November - Mei dan terendah pada bulan Juli September. 4.3.2. Penggunaan Lahan Luas secara keseluruhan Kecamatan Baturaja Timur 15.390 ha, Kecamatan Peninjauan seluas 136.770 ha, Kecamatan Lubuk Batang seluas 44.006 ha, Kecamatan Sinar Peninjauan seluas 8.532 ha, dan Kecamatan Lubuk Raja seluas 6.871 ha. Penggunaan lahan di Kawasan Agropolitan yang dominan adalah perkebunan rakyat yaitu karet dan kopi rakyat yang merupakan mata pencaharian penduduk setempat, dan sebagian besar di Kawasan Agropolitan ini disamping kegiatan pertanian lainnya. Tersedianya juga lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal
41
yaitu adanya kawasan semak belukar, dan alang-alang (lahan gambut) yang dapat dimanfaatkan atau dikembangkan untuk kegiatan perkebunan rakyat. Jenis penggunaan lahan di kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Penggunaan lahan kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2005 No. Jenis Penggunaan Lahan
Luas Lahan (ha)
1 Pemukiman 1.656,49 2 Kebun Karet Rakyat 65.362,98 3 Kebun Kopi Rakyat 33.874,10 4 Semak Belukar Basah 19.987,68 5 Perkebunan Besar 70.110,00 6 Kebun Campuran 10.002,42 7 Hutan Sejenis 3.810,30 8 Alang-Alang 1.979,65 9 Tegalan 4.785,35 JUMLAH 211.569,00 Sumber : Kantor BPN Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005 Data dimodifikasi dari Dinas Perkebunan Kabupaten OKU. 4.4. Kependudukan 4.4.1. Jumlah dan Penyebaran Penduduk Jumlah penduduk yang tercatat di Kawasan Agropolitan pada tahun 2005 secara keseluruhan berjumlah 166.336 jiwa yang tersebar di 5 (lima) wilayah kecamatan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Wilayah Kecamatan Baturaja Timur dengan jumlah penduduk sebesar 76.802 jiwa disusul dengan Kecamatan Peninjauan sebesar 34.116 jiwa, Kecamatan Lubuk Raja sebesar 23.351 jiwa, Kecamatan Lubuk Batang 16.527 jiwa, dan Kecamatan Sinar Peninjauan sebesar 15.540 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Baturaja Timur yaitu 49,9 jiwa/ha, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat pada Kecamatan Peninjauan yaitu sebanyak 0,25 jiwa/ha. Distribusi jumlah penduduk dan penyebarannya dapat dilihat pada Tabel 6.
42
Tabel 6 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005 an
No 1 2 3 4 5
Kecamatan Baturaja Timur Peninjauan Lubuk Batang Lubuk Raja Sinar Peninjauan Jumlah
Luas (ha)
Agropolitan
Tahun 2004
Lakilaki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
Kepadatan (Jiwa/ha)
15.390
38.309
38.493
76.802
49,9
136.770
17.341
16.775
34.116
0,25
44.006
4.241
12.286
16.527
0,37
6.871
12.343
11.008
23.351
3,39
8.532
7.942
7.598
15.540
1,82
211.569
80.176
86.160
166.336
0,79
Sumber : Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005 4.4.2. Perkembangan dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk pada Kawasan Agropolitan ini pada tahun 2001 berjumlah 167.657 jiwa dan pada tahun 2005 berjumlah 166.336 jiwa. Secara keseluruhan perkembangan penduduk terlihat menunjukkan perkembangan yang cenderung relatif menurun. Untuk lebih jelas perkembangan penduduk di kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan penduduk kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2001-2005 Perkembangan Jumlah Penduduk (Jiwa) No. Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 Baturaja 89.164 90.890 88.675 92.312 76.802 1 Timur 2 Peninjauan 49.177 50.134 47.975 49.942 34.116 3 Lubuk Batang 29.316 29.886 28.963 30.151 16.527 4 Lubuk Raja* - 23.351 Sinar - 15.540 5 Peninjauan* Jumlah 167.657 170.910 165.613 172.405 166.336 Sumber : Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005
43
Keterangan : * Data penduduk tahun sebelumnya untuk 2 kecamatan (Kec. Sinar Peninjauan dan Lubuk Raja) masih bergabung dengan kecamatan induknya.
4.4.3. Struktur Penduduk Menurut Agama Karakteristik struktur penduduk di Kawasan Agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu ini pada umumnya adalah pemeluk Agama Islam sebesar 150.139 jiwa atau 93,12%; Kristen Katholik sebesar 4.582 jiwa atau 2,84%; Kristen Protestan sebesar 2.759 jiwa atau 1,71%;
Hindu sebesar 1.093 jiwa atau 0,68%; dan Budha
sebesar 2.664 jiwa atau 1,65%. Pemeluk Agama Islam merupakan pemeluk yang paling besar jumlahnya. Keadaan kerukunan beragama di Kawasan Agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu ini terjalin dengan baik dan rukun. 4.4.4. Struktur Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk yang dominan adalah pada sektor pertanian utamanya adalah sektor perkebunan rakyat (dengan komoditas karet dan kopi), tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Selebihnya pada sektor perdagangan dan pegawai negeri serta
bidang
mata
pencaharian
lainnya.
Mata
pencaharian
masyarakat yang berdiam di wilayah pedesaan pada umumnya adalah sektor pertanian sedangkan penduduk yang dekat dengan wilayah perkotaan banyak bergerak pada sektor perdagangan dan jasa.
Jumlah tenaga kerja menurut kelompok umur dan mata
pencaharian di Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 8.
44
Tabel 8 Jumlah tenaga kerja menurut kelompok umur dan mata pencaharian di Kabupaten OKU
MATA PENCAHARIAN
≤ 24 Laki- Perem laki puan
Golongan Umur 25 - 54 Laki- Perem laki puan
737 1. Profesional, Ahli tehnis, 382 313 650 dan ahli sejenisnya 2. Kepemimpinan & 10 15 22 19 Ketatausahaan 63 59 162 150 3. Bidang Administrasi Tata 51 68 116 200 Usaha 65 85 195 167 4. Bidang Perdagangan 14 15 21 23 5. Bidang jasa 6. Bidang pertanian, 95 170 205 382 peternakan & perkebunan 7. Lain-lain JUMLAH 680 725 1.428 1.720 Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten OKU.
≥ 55 Laki- Perem laki puan
-
-
-
-
-
-
-
-
4.4.5. Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU menunjukkan bahwa di Kecamatan Baturaja Timur tingkat pendidikan rendah (SD dan sederajat) dan menengah (SLTP dan sederajat) merupakan jumlah terbesar begitupun wilayahwilayah lainnya. Jumlah penduduk berpendidikan SD mencapai 19.178 jiwa, pendidikan menengah mencapai 11.614 jiwa, dan pendidikan
menengah
atas
mencapai
15.450 jiwa. Tingkat
pendidikan di Kecamatan Peninjauan untuk pendidikan SD mencapai 7.860 jiwa, pendidikan menengah mencapai 7.511 jiwa, dan pendidikan menengah atas 6.100 jiwa. Tingkat pendidikan di Kecamatan Lubuk Batang untuk pendidikan SD mencapai 5.904 jiwa, pendidikan menengah sebesar 5.502 jiwa, serta pendidikan menengah atas mencapai 6.305 jiwa.
Tingkat pendidikan di
Kecamatan Lubuk Raja untuk pendidikan SD mencapai 3.161 jiwa, pendidikan menengah dan menengah atas sebesar 2.910 jiwa. Selanjutnya tingkat pendidikan di Kecamatan Sinar Peninjauan
45
untuk pendidikan SD mencapai 2.631 jiwa, pendidikan menengah sebesar 2.490 jiwa, dan pendidikan menengah atas sebesar 2.360 jiwa. Gambaran tingkat pendidikan penduduk tersebut merupakan potensi bagi pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu dalam meningkatkan potensi sumberdaya alamnya. Semakin
tinggi
tingkat
pendidikan
penduduk
diharapkan
mempunyai kaitan dengan pengembangan sistem pertanian yang pada akhirnya dapat meningkatkan pengembangan kawasan dan pendapatan
serta
kesejahteraan
penduduk.
Proporsi
jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan di kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9
Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005 Di Kawasan Agropolitan Tahun 2004lk Tingkat Pendidikan
No.
1 2 3 4 5
Kecamatan
Baturaja Timur Peninjauan Lubuk Batang Lubuk Raja Sinar Peninjauan Jumlah % Total Jumlah Penduduk
Tidak Sekolah
SD
SLTP
SLTA
Akademi
Sarjana
Pasca Sarjana
9.116 4.025 3.800 2.820 1.560 21.321
19.178 7.860 5.904 3.161 2.631 38.734
19.191 7.511 5.502 2.910 2.490 37.604
15.450 6.100 6.305 2.910 2.360 19.220
3.835 185 29 3 2 4.054
3.256 49 12 2 1 3.320
20 1 1 22
17,16
31,17
30,26
15,47
3,26
2,67
0,02
Sumber : Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten OKU Tahun 2005. 4.5. Sarana dan Prasarana Transportasi 4.5.1. Jaringan Jalan Sistem jaringan jalan yang terdapat di Kawasan Agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu terdiri atas jaringan jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan kolektor sekunder dan jalan-jalan lokal. Jaringan jalan primer merupakan jaringan jalan negara (Lintas Sumatera) yang berfungsi sebagai Jalan Lintas Propinsi. Dari arah Utara menghubungkan dari Kota Palembang – Kota Baturaja – Kota Bandar Lampung. Jalan kolektor primer menghubungkan Kota Baturaja dengan Wilayah Kecamatan Lubuk Batang, Kecamatan
46
Peninjauan dan langsung ke Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Muara Enim -
Kota Palembang. Sedangkan Jalan
Kolektor Sekunder menghubungkan sentra-sentra produksi pertanian di Kawasan Agropolitan ini sebagai akses jalan-jalan menuju jalan kolektor primer atau jalan arteri primer. Sedangkan jalan-jalan lokal tersebar mengikuti pola pemukiman dan kawasan-kawasan lahan usahatani. Rencana Jalan Lingkar (Outer Ring Road) dalam arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu yang menghubungkan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Lubuk BatangPeninjauan dan Kecamatan Madang Suku II (Kabupaten OKU Timur) hingga saat ini belum terealisasi. Ditinjau dari kondisi perkerasan jalan, maka jalan dengan perkerasan aspal mencapai ± 72 Km terdapat di Wilayah Kecamatan Baturaja Timur, ± 51 Km terdapat di Wilayah Kecamatan Peninjauan dan ± 40 Km terdapat di Wilayah Kecamatan Lubuk Batang. Kondisi dan jenis perkerasan jalan di kawasan agropolitan dirinci setiap desa dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Panjang jalan menurut perkerasannya di kawasan agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2006 Panjang Jalan (Km) No. Kecamatan Jalan Jalan Jalan Aspal Diperkeras Tanah 1 Baturaja Timur 168.066 65.700 2 Peninjauan 10.000 7.500 12.800 3 Lubuk Batang 4.000 8.500 34.500 4 Sinar Peninjauan 50,0 22,8 5 Lubuk Raja 8,0 84,5 Jumlah 182.124 81.807,3 47.300 Sumber : Dinas PU (Bina Marga) Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005.
47
4.5.2. Sistem Terminal Sistem terminal yang ada di Kawasan Agropolitan hanya terdapat 1 unit di Kota Baturaja yang berfungsi sebagai terminal angkutan lokal maupun regional. Angkutan lokal adalah angkutan kota yang melayani penduduk di Wilayah Kota Baturaja dengan angkutan regional, sedangkan dalam Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu adalah angkutan regional antar wilayah kecamatan. Sistem terminal yang ada di Ibukota Kecamatan hingga saat ini belum ada, masih dalam rencana pembangunan yang berlokasi di Desa Pusar Kecamatan Baturaja Barat. Terminal di Batumarta II sebagai terminal sementara yang berfungsi melayani pada saat kegiatan pasar berlangsung. 4.6. Sektor Pertanian Pola penggunaan lahan di Kawasan Agropolitan ini menunjukkan bahwa kawasan ini didominasi oleh kegiatan perkebunan rakyat. Hingga tahun 2005 sektor pertanian masih penyumbang terbesar (leading factor) bagi perekonomian Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu. 4.6.1. Sub Sektor Pertanian Produktivitas tanaman padi sawah dan padi ladang di Kawasan Agropolitan tidak begitu menonjol, karena terbatasnya lahan yang tersedia. Menurut luas dan produksi tanaman padi di Wilayah Kecamatan Baturaja Timur, maka luas panen padi sawah tahun 2005 adalah seluas 250 ha dengan produksi sebesar 1.425,00 ton; sedangkan rata-rata luas panen padi ladang seluas 300 ha dengan produksi 831,00 ton. Selanjutnya di Wilayah Kecamatan Peninjauan luas panen padi sawah tahun 2005 adalah seluas 525 ha dengan produksi sebesar 2.793,00 ton; sedangkan rata-rata luas panen padi ladang seluas 1.602 ha dengan produksi 4.437,54 ton. Kecamatan Lubuk Batang memiliki luas panen padi sawah tahun 2005 adalah seluas 203 ha dengan produksi 1.071,84 ton; sedangkan
48
luas panen padi ladang seluas 1.075 ha dengan rata-rata produksi 2.795,00 ton. Perkembangan luas dan produksi padi sawah dan padi ladang sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi musim baik musim penghujan maupun musim kemarau.
Perkembangan luas
panen dan produksi padi sawah dan padi ladang di Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perkembangan luas panen dan produksi padi sawah dan padi ladang Kabupaten OKU tahun 2005 No.
Kecamatan
1
Lengkiti
2
Sosoh Buay Rayap
3
Pengandonan
4
Semidang Aji.
5
Ulu Ogan.
6
Padi Sawah Luas Panen Produksi (ha) (Ton) 30 163,50
Padi Ladang Luas Panen Produksi (ha) (Ton) 914 2.019,94
9
43,38
522
1.221,48
2.221
12.526,77
823
1.818,83
956
5.286,68
765
1.652,40
1.226
7.000,46
775
1.643,00
Peninjauan
525
2.793,00
1.602
4.437,54
7
Lubuk Batang
203
1.071,84
1.075
2.795,00
8
Baturaja Timur
250
1.425,00
300
831,00
9
Baturaja Barat
43
227,04
339
881,40
7.115
17.300,59
5.463 30.37,34 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten OKU Tahun 2005. Jumlah
Selain tanaman padi sawah dan padi ladang, pada Kawasan Agropolitan ini terdapat juga tanaman palawija dengan luas panen 369 ha dan produksi 1.828,91 ton meliputi komoditas ketela pohon, ketela rambat, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai, seperti yang terlihat pada Tabel 12.
49
Tabel 12 Luas dan panen produksi palawija kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005 No. I 1 2 3 4 5 6
Kecamatan/ Komoditas Luas Panen (ha) Peninjauan Ketela Pohon 55 Ketela Rambat 0 Jagung 91 Kacang Tanah 0 Kacang Hijau 20 Kacang Kedelai 10 Jumlah I 176 II Lubuk Batang 1 Ketela Pohon 15 2 Ketela Rambat 15 3 Jagung 69 4 Kacang Tanah 23 5 Kacang Hijau 5 6 Kacang Kedelai 16 Jumlah II 143 III Baturaja Timur 1 Ketela Pohon 17 2 Ketela Rambat 0 3 Jagung 27 4 Kacang Tanah 6 5 Kacang Hijau 0 6 Kacang Kedelai 0 Jumlah III 50 TOTAL 369 Sumber : Bappeda Kabupaten OKU Tahun 2005.
Produksi (Ton) 699,60 0 263,90 0 22,80 7,00 993,30 190,65 123,00 188,37 31,05 5,65 15,36 554,08 215,56 0 59,67 6,30 0 0 281,53 1.828,91
4.6.2. Sub Sektor Perkebunan Luas lahan kebun rakyat di Kawasan Agropolitan mencapai 36.462 ha dengan produksi sekitar 16.598,09 ton. Komoditas yang dihasilkan adalah karet, kelapa, lada, dan kopi.
Dari beberapa
komoditas tersebut yang dominan adalah karet dengan luas lahan mencapai 35.360 ha dengan produksi 15.750 ton. Komoditas lainnya yang cukup dominan adalah kelapa mencapai 669 ha dengan hasil produksi mencapai 712,09 ton; komoditas kopi mencapai 425 ha dengan hasil produksi sekitar 133 ton; dan komoditas yang paling sedikit adalah lada yaitu sekitar 8 ha dengan hasil produksi sebesar 3 ton. Dengan demikian sektor perkebunan rakyat yang paling
50
menonjol di Kawasan Agropolitan ini ditinjau dari luas dan jumlah produksinya adalah karet rakyat, kopi, dan kelapa rakyat seperti terlihat pada Tabel 13. Di Kawasan Agropolitan ini terdapat juga penguasaan lahan perkebunan besar yang banyak terdapat di Wilayah Kecamatan Peninjauan dengan pengembangan komoditas kelapa sawit dan karet. Penguasaan lahan perkebunan tersebut hingga tahun 2005 mencapai luas 70.110 ha dan diperkirakan akan semakin bertambah luasnya pada tahun–tahun mendatang, seperti terlihat pada Tabel 14. Tabel 13 Luas dan produksi perkebunan rakyat kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2006 No. I 1 2 3 4 II 1 2 3 4 III 1 2 3 4
Luas dan Produktifias Luas Panen Produksi Produktivitas (ha) (Ton) (Ton/ha) Kecamatan Baturaja Timur Karet Rakyat 1.211,00 611,00 0,50 Kelapa Rakyat 8,00 8,45 Lada Kopi 74,00 41,00 0,55 Jumlah 1.293,00 660,45 1,06 Kecamatan Peninjauan Karet Rakyat 11.382,00 3.666,00 0,32 Kelapa Rakyat 627,00 673,24 Lada 8,00 3,00 0,38 Kopi 48,00 28,00 0,58 Jumlah 12.065,00 4.370,24 1,28 Kecamatan Lubuk Batang Karet Rakyat 7.061,00 3.092,00 0,44 Kelapa Rakyat 34,00 30,40 Lada Kopi 303,00 64,00 0,21 Jumlah 7.398,00 3.186,40 0,65 Kecamatan
51
Tabel 13 (Lanjutan) Luas dan Produktifias Luas Panen Produksi Produktivitas (ha) (Ton) (Ton/ha) IV Kecamatan Lubuk Raja 1 Karet Rakyat 8.053,00 4.803,00 0,60 2 Kelapa Rakyat 3 Lada 4 Kopi Jumlah 8.053,00 4.803,00 0,60 V Kecamatan Sinar Peninjauan 1 Karet Rakyat 7.653,00 3.578,00 0,47 2 Kelapa Rakyat 3 Lada 4 Kopi Jumlah 7.653,00 3.578,00 0,47 TOTAL 36.462,00 16.598,09 Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU Tahun 2006. (Produksi kelapa setara kopra, dimana 1 kg kopra = 4 butir kelapa). No.
Kecamatan
Tabel 14 Penguasaan lahan oleh perkebunan besar di sekitar kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perkebunan Komoditas Luas (ha) PT. Mitra Ogan I Sawit 12.000,00 PT. Mitra Ogan II*) Sawit 2.500,00 PT. Minanga Ogan Sawit 6.393,00 KUD Minanga Ogan Sawit 33.500,00 Kopkar Minanga Ogan Sawit 7.500,00 PT. Gunung Meraksa Sawit 400,00 Pt. G. Meraksa Prabu M Sawit 520,00 PT. Sungaiwai Sawitindi Sawit 500,00 PT. Inti Srikaton Karet 119,00 PT. Nusantara VII Karet 5.000,00 PT. Mitra Ogan Karet 428,00 Ponpes Darul Muttaqin Karet 750,00 70.110,00 Jumlah Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU Tahun 2005.
52
Perkembangan industri perkebunan di Kabupaten Ogan Komering Ulu cukup menggembirakan. Selain itu, juga terdapat toko-toko yang menjual sarana produksi pertanian.
Dengan adanya pabrik-pabrik
pengolahan dan toko sarana produksi komoditas perkebunan dapat menunjang perkembangan industri perkebunan di daerah Kabupaten OKU. Jumlah pabrik pengolahan dan kios sarana produksi perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah pabrik pengolahan dan kios sarana produksi perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU No.
Jumlah Kios Saprodi (Unit) 3 0 1 7 6 17
Kecamatan
Jumlah Pabrik Pengolahan (Unit) 1. Peninjauan 2 2. Sinar Peninjauan 0 3. Lubuk Batang 4 4. Lubuk Raja 3 5. Baturaja Timur 3 Jumlah 12 Sumber: Data Podes BPS Tahun 2006. 4.6.3. Sub Sektor Peternakan
Kawasan Agropolitan ini terdapat juga peternakan baik peternakan besar maupun peternakan kecil.
Jenis komoditas
peternakan besar meliputi sapi, kerbau, kambing dan domba, sedangkan ternak kecil meliputi: ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging, dan itik/bebek. Jumlah ternak besar di lima kecamatan Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU adalah sapi 6.432 ekor, kerbau 981 ekor, kambing 6.713 ekor, dan domba 451 ekor.
Desa-desa
penghasil ternak besar pada umumnya di Wilayah Kecamatan Baturaja Timur, sedangkan desa-desa lainnya jumlahnya merata. Selanjutnya jumlah ternak ayam kampung sebanyak 118.512 ekor yang secara berurutan dari jumlah yang paling banyak terdapat di Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan Lubuk Raja, Kecamatan Peninjauan, dan Kecamatan Lubuk Batang. Ternak ayam buras sudah mulai dibudidayakan yang jumlahnya mencapai 2.500 ekor terdapat di
53
Wilayah Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Lubuk Raja. Ternak itik sejumlah 7.457 ekor yang terdapat di Kecamatan Baturaja Timur, Kecamatan Lubuk Raja, Kecamatan Peninjauan, Kecamatan Lubuk Batang.
dan
Dari jumlah peternakan tersebut, jenis
ternak di kawasan ini masih didominasi oleh jenis ternak ayam lokal dan beberapa desa baru dikembangkan jenis ternak ayam ras/potong. 4.6.4. Sub Sektor Perikanan Potensi perikanan di Kawasan Agropolitan ini berasal dari perairan umum, budidaya dan kolam buatan. Perkembangan produksi perikanan ini meliputi perikanan perairan umum mencapai 80 ton per tahun dan budidaya 1,30 ton per tahun. Produksi ikan di kawasan ini masih jauh dari kebutuhan masyarakat, sehingga kebanyakan di pasok dari daerah lain. 4.7. Satuan Pemukiman Transmigrasi Selain kawasan pemukiman Batumarta I dan Batumarta II di Kecamatan Lubuk Raja, terdapat juga satuan pemukiman transmigrasi sebagai wilayah hinterland. Kawasan Agropolitan di Kecamatan Sinar Peninjauan yaitu Marga Bakti, Karya Bakti, Karya Jaya dan Sri Mulya memiliki potensi pengembangan sebagai perkebunan karet rakyat. Satuan pemukiman (SP 1 - SP 8) merupakan kawasan transmigrasi dengan pengembangan perkebunan besar (Mitra Ogan) tidak termasuk dalam wilayah hinterland Kawasan Agropolitan karena merupakan perkebunan besar. 4.8. Potensi Wisata Potensi wisata di Kawasan Agropolitan ini pada umumnya adalah wisata kebun dengan banyaknya terdapat kawasan-kawasan perkebunan kelapa sawit dan karet di Wilayah Kecamatan Peninjauan yang berfungsi sebagai Kawasan Agrowisata. Jumlah pengunjung kawasan wisata ini masih terbatas pada pengunjung domestik terutama bagi penduduk desa-desa dan kota Baturaja yang relatif jaraknya dekat dengan Kawasan Agropolitan ini.
54
4.9. Sarana Sosial Ekonomi 4.9.1. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan di Kawasan Agropolitan ini terdiri dari yang dikelola pemerintah maupun swasta. Hingga saat ini jumlah sarana SD sejumlah 62 unit negeri dan 7 unit swasta, SLTP sejumlah 5 unit negeri dan 5 unit swasta, SLTA sejumlah 6 unit negeri dan 10 unit swasta. Untuk sarana SD setiap desa di Kawasan Agropolitan ini pada umumnya memiliki sarana SD, sedangkan SLTP dan SLTA tersebar pada desa-desa pusat pertumbuhan dengan jumlah penduduk yang relatif besar. 4.9.2. Fasilitas Peribadatan Jumlah fasilitas peribadatan di Kawasan Agropolitan ini meliputi Masjid berjumlah 121 unit, Langgar 174 unit, dan Gereja 12 unit. Sarana peribadatan bagi umat Islam setiap desa di kawasan agropolitan ini pada umumnya adalah Masjid dan Langgar. Untuk sarana peribadatan umat Kristiani terdapat 2 unit di Desa Tanjung Baru dan Kemalaraja, 1 unit di Kecamatan Baturaja Timur, 2 unit Desa Gunung Meraksa, dan 1 unit di Desa Lekis Rejo (Kecamatan Lubuk Raja). 4.9.3. Fasilitas Kesehatan Sarana kesehatan seperti Puskesmas berjumlah 13 unit, Pustu 3 unit, Klinik Bersalin 8 unit dan Balai Pengobatan 40 unit. Sarana Puskesmas menyebar pada desa-desa pusat pertumbuhan dengan jumlah penduduk paling tinggi bila dibandingkan dengan desa-desa sekitarnya. Pustu hanya terdapat di Desa Kemalaraja sebanyak 3 unit, Klinik Bersalin dan Balai Pengobatan hanya terdapat di desa-desa di wilayah Kecamatan Baturaja Timur yaitu 8 unit dan 40 unit, sedangkan desa-desa lainnya belum terdapat. Selanjutnya Posyandu hampir terdapat di semua desa.
55
4.9.4. Fasilitas Perdagangan Sarana
perdagangan
di
Kawasan
Agropolitan
diidentifikasikan meliputi pasar harian dan mingguan atau lebih dikenal dengan Kalangan. Pasar harian hanya terdapat di Desa Kemalaraja sebanyak 1 Unit dan Desa Batumarta II sebanyak 1 unit. Pasar mingguan/ kalangan terdapat
di Desa Baturaja, Desa
Batumarta I, Desa Lubuk Rukam, Desa Bindu, Desa Kedaton, Desa Suka Pindah, Desa Merbau, Desa Bandar Agung, Desa Banu Ayu, dan Desa Lubuk Batang Lama masing-masing sebanyak 1 unit. Pada pasar harian setiap hari kegiatan pasar ramai dikunjungi penduduk dan terjadi berbagai kegiatan. Perdagangan utamanya adalah hasil-hasil pertanian dan kebutuhan pokok. Pasar mingguan yang dilaksanakan 1 atau 2 kali dalam seminggu. Kondisi bangunan pasar yang ditemui pada umumnya dengan kondisi semi permanen hingga temporer. 4.9.5. Fasilitas Perbankan Sarana perbankan yang terdapat di Kawasan Agropolitan ini terdapat 1 unit di desa Kemalaraja dan 4 unit di Desa Baturaja Kecamatan Baturaja Timur, serta 3 unit di Kecamatan Lubuk Raja. Sedangkan wilayah-wilayah/desa lain belum ada. Kelengkapan sarana perbankan terdapat di pusat Kota Baturaja sebagai Ibukota Kabupaten baik bank pemerintah maupun bank swasta. Jumlah bank di kawasan agropolitan Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah bank di kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2006 Jumlah No. Kecamatan Jumlah Bank Perkreditan Rakyat Bank (Unit) (Unit) 1. Baturaja Timur 5 1 2. Lubuk Raja 3 1 3. Peninjauan 0 0 4. Lubuk Batang 0 0 5. Sinar Peninjauan 0 0 JUMLAH 8 2 Sumber: Potensi Desa BPS Tahun 2006.
56
4.9.6. Ketenagalistrikan Sistem jaringan listrik sudah memasuki Kawasan Agropolitan di Kabupaten OKU ini. Jumlah bangunan yang listrik PLN di Wilayah 16.834
unit,
di
menggunakan
Kecamatan Baturaja Timur sebanyak
Wilayah
Kecamatan Peninjauan sebanyak
2.253 KK, dan di Kecamatan Lubuk Batang sebanyak 1.278 KK. Beberapa desa yang belum terlayani oleh listrik terdapat di Wilayah Kecamatan Lubuk Batang yaitu sekitar 4 (empat) desa (Desa Merbau, Desa Gunung Meraksa, Desa Bandar Agung dan Desa Tanjung Dalam). Selain penerangan yang menggunakan fasilitas PLN terdapat juga masyarakat yang menggunakan penerangan lainnya berupa lampu minyak tanah, diesel dan tenaga surya sebesar 2.738 KK di Kecamatan Peninjauan dan 2.299 KK di Kecamatan Lubuk Batang. Dengan kondisi tersebut pemenuhan kebutuhan listrik berpeluang pada desa-desa yang belum terlayani listrik PLN. Jumlah pemakaian listrik dan jaringan di kawasan agropolitan ini dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah pemakaian listrik PLN di kawasan agropolitan Kabupaten OKU tahun 2005 No. 1 2 3 4 5
Kecamatan
PLN
Jumlah Pemakai (KK) Penerangan Non PLN Lainnya 10.694 2.738 119 2.299 -
Baturaja Timur 16.834 Peninjauan 2.253 Lubuk Batang 1.278 Lubuk Raja Sinar Peninjauan Jumlah 20.365 10.813 5.037 I+II+III+IV+V Sumber : PT. PLN (Persero) Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2005.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Potensi Kesesuaian Lahan Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan
yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang
terbatas, dan sementara itu juga melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan masa mendatang. Kecenderungan seperti dikemukakan diatas telah mendorong pemikiran akan perlunya suatu perencanaan atau penataan kembali penggunaan lahan agar lahan dapat dimanfaatkan secara lebih efisien (Sitorus, 2004). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), evaluasi sumberdaya lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah.
Inti
evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan lahan tersebut. Selanjutnya menurut Sitorus (2004), kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan. Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan mempunyai penekanan yang tajam, yaitu mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi atau penggunaannya. Penilaian kesesuaian lahan pada dasarnya dapat berupa pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta tanah dalam kaitan dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan.
58
Untuk mendisain rencana pembukaan usaha perkebunan langkah utama yang dilakukan adalah melakukan evaluasi sumberdaya lahan
di
lokasi yang direncanakan. Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya alam untuk berbagai penggunaannya. Evaluasi sumberdaya lahan yang digunakan pada disain perencanaan usaha perkebunan adalah evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan ini cenderung lebih spesifik dibandingkan dengan kemampuan lahan. Beberapa persyaratan berhubungan dengan tanaman atau penggunaan lahan itu sendiri, yang lain berhubungan dengan fungsi sistem-sistem pertanian secara keseluruhan dan teknik budidaya pertanian yang berkaitan dengan penggunaan lahan tersebut, dan masih ada yang lain lagi yang berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan kelembagaan.
Semua dimensi tersebut harus dipertimbangkan dalam
menentukan kriteria kesesuaian lahan yang dibangun. Analisis potensi kesesuaian lahan wilayah Agropolitan Kabupaten OKU menggunakan Software ArcView Ver 3.2 dengan sumber data Peta Digital Provinsi Sumatera Selatan dan Peta Land Systems with Land Suitability and Environmental Hazards yang dioverlay dengan peta penggunaan lahan Kabupaten OKU.
Hasil analisis potensi sumberdaya
lahan untuk komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi menunjukkan bahwa komoditas karet, kelapa sawit, dan kelapa memiliki luas lahan dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) yang paling luas yaitu sebesar 99,56%; serta kopi yaitu sebesar 99,39% di wilayah Kecamatan Lubuk Batang. Selanjutnya komoditas karet, kelapa sawit dan kelapa memiliki luas areal dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) sebesar 93,50%; serta kopi sebesar 82,32% di wilayah Kecamatan Peninjauan. Komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi memiliki luas areal dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) sebesar 48,35% di wilayah Kecamatan Baturaja Timur. Luas areal kesesuaian lahan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 18.
59
Tabel 18
No.
Luas areal kesesuaian lahan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU Komoditas/ Kecamatan
Sesuai (S) Luas % Areal (ha)
Tidak Sesuai (N) Luas % Areal (ha)
Luas Areal Total (ha)
I. Karet 1. Lubuk Batang 61.135,32 99,56 268,14 0,44 2. Peninjauan 50.141,69 93,50 3.485,79 6,50 3. Baturaja Timur 7.078,83 48,35 7.561,47 51,65 II. Kelapa Sawit 1. Lubuk Batang 61.135,32 99,56 268,14 0,44 2. Peninjauan 50.141,69 93,50 3.485,79 6,50 3. Baturaja Timur 7.078,83 48,35 7.561,47 51,65 III. Kelapa 1. Lubuk Batang 61.135,32 99,56 268,14 0,44 2. Peninjauan 50.141,69 93,50 3.485,79 6,50 3. Baturaja Timur 7.078,83 48,35 7.561,47 51,65 IV. Kopi 1. Lubuk Batang 61.028,07 99,39 375,39 0,61 2. Peninjauan 44.146,14 82,32 9.481,34 17,68 3. Baturaja Timur 7.078,83 48,35 7.561,47 51,65 Sumber: Peta Land Systems with Land Suitability and Environmental Hazards.
61.403,46 53.627,48 14.640,30 61.403,46 53.627,48 14.640,30 61.403,46 53.627,48 14.640,30 61.403,46 53.627,48 14.640,30
Adapun pembatas wilayah Kecamatan Peninjauan dan Baturaja Timur yang memiliki kelas kesesuaian Tidak Sesuai (N) adalah faktor temperatur dan lereng. Pada sebagian wilayah memiliki suhu minimum dan suhu maksimum yang tidak sesuai dengan persyaratan keempat komoditas perkebunan tersebut. Selain itu, faktor lereng dengan kemiringan 40% pada sebagian wilayah menjadi faktor pembatas terhadap potensi budidaya keempat komoditas perkebunan di kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU tersebut.
Peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet,
kelapa sawit, kelapa, dan kopi dapat dilihat pada Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7.
60
61
62
63
64
5.2. Analisis Location Quotient (LQ) Strategi pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem usaha agribisnis di Indonesia yang mempunyai potensi sumberdaya yang beragam, mendorong pengembangan sektor pertanian melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu: optimalisasi sumberdaya lokal, penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di setiap wilayah dan perwujudan sentra pengembangan komoditas ungulan atau kawasan sentra produksi.
Pendekatan tersebut menekankan pada konsentrasi wilayah
produksi dan pengembangan komoditas unggulan.
Komoditas unggulan
adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, dan infrastruktur) untuk dikembangkan di suatu wilayah. Selain itu beberapa kriteria mengenai komoditas unggulan menurut Alkadri et al. (2001) dalam Daryanto (2004) antara lain: 1. Harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian, yakni dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. 2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang baik terhadap sesama komoditas unggulan maupun komoditas lain. 3. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan. 4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain dalam hal pasar/ konsumen maupun pemasokan bahan baku. 5. Mampu menyerap tenaga kerja secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 6. Dapat bertahan dalam jangka panjang mulai dari fase pemunculan, pertumbuhan, hingga fase pendewasaan atau penurunan. 7. Tidak rentan terhadap gejolak internal dan eksternal. 8. Pengembangannya mendapat berbagai dukungan, misalnya informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif, dan lain-lain.
65
Keberlanjutan
pembangunan
pertanian
dipengaruhi
oleh
jenis
komoditas yang diusahakan. Komoditas unggulan merupakan jenis pilihan komoditas yang diusahakan pada daerah setempat yang memiliki sifat-sifat unggul bagi daerah tersebut bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Identifikasi potensi komoditas basis di wilayah agropolitan Kabupaten OKU dilakukan dengan menggunakan analisis Location Quotien (LQ). Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Pada penelitian ini dilakukan analisis LQ terhadap luas areal empat komoditas perkebunan dengan menggunakan data yang bersumber dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU Tahun 2006. Berdasarkan hasil analisis LQ terhadap luas areal empat komoditas perkebunan di Kabupaten OKU, menunjukkan komoditas karet merupakan komoditas basis di lima kecamatan Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU dengan nilai LQ > 1. Komoditas kelapa merupakan komoditas basis di Kecamatan Peninjauan dan Kecamatan Lubuk Raja.
Berdasarkan hasil analisis LQ
menunjukkan Kecamatan Peninjauan memiliki nilai LQ sebesar 4,57 dan Kecamatan Lubuk Raja memiliki nilai LQ sebesar 2,10. Hal ini disebabkan oleh luas areal kelapa yang cukup sempit dan hanya terdapat pada dua kecamatan
pengembangan
agropolitan
tersebut,
sehingga
apabila
dibandingkan dengan luas total komoditas perkebunan lain di Kabupaten OKU menghasilkan nilai LQ yang tinggi. Hal ini merupakan salah satu kelemahan analisis LQ. Hal yang serupa juga pada komoditas kelapa sawit, dimana hasil analisis LQ tinggi pada Kecamatan Peninjauan yaitu sebesar 2,55 dan Kecamatan Lubuk Batang sebesar 5,28. Pada penelitian ini walaupun terdapat beberapa komoditas yang merupakan komoditas basis dan memiliki nilai LQ yang lebih besar dari nilai LQ karet, namun tanaman karet merupakan salah satu komoditas basis utama yang terdapat di kawasan Agropolitan Batumarta. Hal ini dapat dilihat dari luas areal tanaman karet yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas
66
lainnya dan menyebar di lima kecamatan pengembangan agropolitan. Komoditas karet ini merupakan tanaman yang telah diusahakan oleh penduduk secara turun menurun dan merupakan mata pencaharian utama penduduk di wilayah tersebut. Di samping itu, pemilihan komoditas karet ini sebagai komoditas yang dikembangkan karena komoditas karet telah memiliki industri pengolahan yang dikembangkan oleh PT. Nusantara VII dan PT. Mitra Ogan. Hasil analisis LQ luas areal komoditas perkebunan tahun 2006 di Kabupaten Ogan Komerimg Ulu dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil analisis LQ luas areal komoditas perkebunan tahun 2006 di Kabupaten Ogan Komerimg Ulu No.
Kecamatan Karet
Komoditas Kopi Kelapa
1. Peninjauan 2,17 0,01 4,57 2. Lubuk Batang 1,46 0,11 0,31 3. Baturaja Timur 1,56 0,06 0,17 4. Sinar Peninjauan 1,60 0,00 0,00 5. Lubuk Raja 1,55 0,00 2,10 Sumber: Hasil olahan data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU Tahun 2006.
Sawit
2,55 5,28 0,00 0,00 0,30
Berdasarkan hasil analisis Location Quotien dapat ditarik kesimpulan bahwa komoditas karet merupakan komoditas basis di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU karena memiliki nilai LQ > 1 dan terdapat di seluruh wilayah
kecamatan
pengembangan
Agropolitan
Komoditas karet memiliki jumlah areal yang terluas.
Kabupaten
OKU.
Luasan areal ini
diusahakan oleh petani individual maupun kelompok-kelompok petani. Selain karet komoditas lain yang merupakan komoditas basis kecamatan yaitu kelapa di Kecamatan Peninjauan dan Lubuk Raja, serta komoditas kelapa sawit yang merupakan komoditas basis di Kecamatan Peninjauan dan Lubuk Batang.
67
5.3. Analisis Shift Share (SSA) Perkembangan suatu wilayah dapat diketahui dari efek pengganda yang terbagi atas efek pengganda pendapatan dan efek pengganda tenaga kerja. Penetapan jenis efek pengganda itu sangat tergantung dari indikator yang akan digunakan.
Umumnya indikator yang digunakan adalah
pendapatan dan tenaga kerja. Pengganda pendapatan merupakan penduga terbaik untuk mengetahui potensi perubahan kesejahteraan suatu aktivitas ekonomi. Suatu perubahan sektor produksi akan menghasilkan peningkatan pendapatan masyarakat.
Pengganda tenaga kerja bertujuan untuk
menciptakan sejumlah pekerjaan baru yang diciptakan oleh aktivitas ekonomi baru dalam wilayah. Analisis SSA menjelaskan kinerja suatu aktivitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total. Analisis SSA mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di suatu wilayah. Sebab-sebab yang dimaksud dibagi menjadi tiga bagian yaitu: sebab yang berasal dari dinamika lokal
(sub wilayah),
sebab dari dinamika aktivitas/sektor (total wilayah), dan sebab dari dinamika wilayah secara umum. Pada penelitian ini dilakukan analisis SSA terhadap luas areal empat komoditas perkebunan dengan menggunakan data yang bersumber dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU tahun 2005 dan 2006. Hasil analisis SSA menunjukkan bahwa laju pertumbuhan komoditas perkebunan di Kabupaten OKU adalah sebesar 0,0020. Komoditas karet memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi yaitu sebesar 0,0893 dibandingkan dengan pertumbuhan komoditas perkebunan lainnya dan pertumbuhan komoditas perkebunan total di Kabupaten OKU. Komoditas karet memiliki laju pertumbuhan positif karena perkembangan luas areal tanam karet semakin meningkat. Hal ini dikarenakan petani di kawasan agropolitan Batumarta Kabupaten OKU menggangap karet adalah komoditas yang paling menguntungkan dan telah diusahakan secara turun temurun. Komoditas kelapa sawit, kelapa dan kopi memiliki laju pertumbuhan yang
68
negatif diduga karena perkembangan luas areal tanam ketiga komoditas tersebut yang relatif rendah. Laju
pertumbuhan
komoditas
karet
mempunyai
tingkat
competitiveness lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan komoditas kelapa sawit, kelapa dan kopi. Oleh karena itu pengembangan komoditas karet akan menguntungkan bagi pertumbuhan wilayah Kabupaten OKU. Hasil
analisis
SSA
komoditas
perkebunan
di
kawasan
agropolitan Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Hasil analisis SSA komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU No.
Komoditas
Pertumbuhan
Pergeseran Pergeseran Proporsional Differensial 1. Karet 0,0020 - 0,0014 0,0887 2. Kelapa Sawit 0,0020 - 0,0014 - 2,4561 3. Kelapa 0,0020 0,1499 - 0,9285 4. Kopi 0,0020 - 0,0025 - 2,4809 Sumber: Hasil olahan data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU Tahun 2005 dan 2006.
Total 0,0893 - 2,4555 - 0,7766 - 2,4814
5.4. Analisis Kelayakan Finansial Kelayakan finansial usahatani merupakan suatu hal penting yang harus diidentifikasi karena faktor paling penting yang akan membuat petani terus bertani adalah seberapa besar nilai tambah yang bisa diperoleh. Semakin kecil keuntungan yang diperoleh, maka keberlangsungan aktivitas usaha tani akan sulit untuk dipertahankan.
Petani akan terdorong untuk menjual
lahannya dan berganti profesi atau pindah ke kota untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Sebaliknya, apabila keuntungan usaha tani semakin besar maka petani akan semakin terdorong untuk terus melakukan investasi dan inovasi teknologi. Karena itu dalam jangka panjang, marjin keuntungan yang memadai akan mampu mendorong perkembangan sektor pertanian itu sendiri, baik dari sisi skala aktivitasnya maupun teknologi yang digunakannya. Analisis kelayakan usahatani komoditas yang dikembangkan pada kawasan pengembangan agropolitan di Kabupaten OKU dilakukan terhadap komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi.
Pemilihan keempat
69
komoditas yang dikembangkan tersebut karena keempat komoditas tersebut merupakan komoditas basis bagi perekonomian masyarakat di wilayah pengembangan agropolitan di Kabupaten OKU.
5.4.1. Analisis Net Present Value (NPV) Hasil analisis finansial karet menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp. 14.965.482,-.
Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 20% nilai NPV masih menunjukkan nilai positif, sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 20% investasi karet layak untuk dilakukan. Besarnya nilai NPV pada komoditas karet disebabkan oleh pendapatan petani yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp. 11.000.000,per tahun dibandingkan dengan jumlah input yang digunakan. Selain itu sebagian besar petani memiliki lahan karet yang cukup luas yaitu sekitar 1 -2 ha. Hasil analisis finansial kelapa sawit menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp.
8.252.338,-.
Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 20% nilai NPV masih menunjukkan nilai positif, sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 20% investasi kelapa sawit layak untuk dilakukan. Hasil analisis finansial kelapa menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp.
7.618.591,-.
Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 20% nilai NPV masih menunjukkan nilai positif, sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 20% investasi kelapa layak untuk dilakukan. Hasil analisis finansial kopi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp.
2.771.613,-.
Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 20% nilai NPV masih menunjukkan nilai positif, sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 20% investasi kopi layak untuk dilakukan. Rendahnya nilai NPV pada komoditas kopi di Kabupaten OKU ini diduga disebabkan oleh pendapatan petani yang cukup rendah
70
yaitu sebesar Rp. 2.500.000,- per tahun dibandingkan dengan jumlah input yang digunakan cukup besar. Selain itu luasan areal kebun yang cukup sempit terutama komoditas kopi yang memiliki areal dibawah 1 ha. Dengan luasan areal kebun yang sempit sedangkan input cukup besar, sehingga nilai NPV tidak begitu tinggi. Hasil analisis Net Present Value (NPV) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hasis analisis Net Present Value (NPV) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU NPV DF 12% 1. Karet Rp. 30.237.176,2. Kelapa Sawit Rp. 19.147.832,3. Kelapa Rp. 18.974.827,4. Kopi Rp. 6.552.408,Sumber: Hasil olahan data primer. No.
Komoditas
DF 20% Rp. 14.965.482,Rp. 8.252.338,Rp. 7.618.591,Rp. 2.771.613,-
5.4.2. Analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Alat analisis lain yang dapat digunakan untuk menentukan kriteria layak atau tidaknya usaha untuk dijalankan adalah dengan menghitung
B/C ratio. Bila B/C ratio > 1 maka usaha tersebut
dapat dilakukan, sedangkan bila B/C ratio < 1 maka usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis B/C ratio terhadap komoditas karet menghasilkan nilai B/C ratio sebesar 6,55. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi karet layak untuk dilaksanakan. Nilai B/C ratio sebesar 6,55 menunjukkan bahwa setiap Rp. 1,00,- biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 6,55,-. Hal ini menunjukkan pula bahwa mengusahakan komoditas karet cukup menguntungkan karena penerimaan yang akan diperoleh sebesar 6,55 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis B/C ratio terhadap komoditas kelapa sawit menghasilkan nilai B/C ratio sebesar 6,37. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi kelapa sawit layak untuk dilaksanakan.
71
Nilai B/C ratio sebesar 6,37 menunjukkan bahwa setiap biaya Rp.
yang 6,37,-.
dikeluarkan
akan
diperoleh
Rp. 1,00,-
keuntungan
sebesar
Hal ini menunjukkan pula bahwa mengusahakan
komoditas kelapa sawit cukup menguntungkan karena penerimaan yang akan diperoleh sebesar 6,37 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis B/C ratio terhadap komoditas kelapa menghasilkan nilai B/C ratio sebesar 5,87. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi kelapa layak untuk dilaksanakan. Nilai B/C ratio sebesar 5,87 menunjukkan bahwa setiap Rp. 1,00,- biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 5,87,-. Hal ini menunjukkan pula bahwa mengusahakan komoditas kelapa cukup menguntungkan karena penerimaan yang akan diperoleh sebesar 5,87 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis B/C ratio terhadap komoditas kopi menunjukkan bahwa nilai B/C ratio sebesar 2,56. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi kopi masih layak untuk dilaksanakan. Nilai B/C ratio sebesar 2,56 menunjukkan bahwa setiap Rp. 1,00,biaya yang dikeluarkan akan diperoleh Rp. 2,56,-.
keuntungan
sebesar
Hal ini menunjukkan pula bahwa mengusahakan
komoditas kopi masih
cukup menguntungkan karena penerimaan
yang akan diperoleh sebesar 2,56 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Hasil
analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
komoditas perkebunan
di Kabupaten OKU dapat dilihat pada
Tabel 22. Tabel 22 Hasil analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU Analisis B/C Ratio DF 12% DF 20% 1. Karet 11,89 6,55 2. Kelapa Sawit 14,65 6,37 3. Kelapa 13,59 5,87 4. Kopi 4,56 2,56 Sumber: Hasil olahan data primer. No.
Komoditas
72
5.4.3. Analisis Internal Rate of Return (IRR) Selanjutnya
analisis
Internal
Rate
of
Return
(IRR)
menunjukkan persentase keuntungan yang akan diperoleh tiap tahun atau merupakan kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga bank. Hal ini berarti IRR sama dengan tingkat bunga discount factor (DF) pada waktu NPV = 0. Hasil analisis menunjukkan bahwa IRR komoditas karet sebesar
27,8%.
Hal ini berarti bahwa bila
dibandingkan dengan tingkat bunga bank sebesar 20% investasi karet masih menguntungkan. Hasil analisis IRR komoditas kelapa sawit menunjukkan bahwa IRR sebesar 26,1%. Hal ini berarti bahwa bila dibandingkan dengan tingkat bunga bank sebesar 20% investasi kelapa sawit masih menguntungkan. Hasil analisis IRR terhadap komoditas kelapa menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar
24,8%. Hal ini berarti bahwa bila
dibandingkan dengan tingkat bunga bank sebesar 20% investasi kelapa masih menguntungkan Hasil analisis IRR terhadap komoditas kopi menunjukkan bahwa IRR sebesar 25,6%. Hal ini berarti bahwa bila dibandingkan dengan tingkat bunga bank sebesar 20% investasi kopi masih menguntungkan. Hasil analisis IRR menunjukkan bahwa keempat komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU masih menguntungkan apabila dibandingkan dengan tingkat suku bunga investasi komersial yang berlaku di lokasi penelitian. Hasil analisis Internal Rate of Return (IRR) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU dapat dilihat pada Tabel 23. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani dilapangan, sebagian besar petani kelapa dan kopi mempunyai kendala kekurangan modal dalam usaha taninya.
Sebagian besar petani
kelapa dan kopi memiliki luas areal kebun di bawah 1 ha. Dengan
73
input yang cukup tinggi, maka penerimaan petani kelapa dan kopi masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, pada kenyataannya peran kelembagaan formal masih kurang berkembang.
Sebagian
petani masih kurang memanfaatkan kelompok tani dan Koperasi Unit Desa (KUD). Petani lebih suka meminjam uang kepada tengkulak dengan bunga yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan kelembagaan di kawasan Agropolitan Batumarta ini.
Selain itu,
kegiatan seperti pelatihan dan penyuluhan juga membantu petani dalam peningkatan kapasitas produksi usaha taninya. Tabel 23 Hasil analisis Internal Rate of Return (IRR) komoditas perkebunan di Kabupaten OKU No.
Komoditas
Analisis IRR (%)
1. Karet 2. Kelapa Sawit 3. Kelapa 4. Kopi Sumber: Hasil olahan data primer. Berdasarkan hasil
27,8 26,1 24,8 25,6
analisis finansial
beberapa komoditas
tersebut yang memiliki nilai manfaat paling besar berturut-turut adalah komoditas karet dengan nilai manfaat sebesar 6,55; kedua komoditas kelapa sawit dengan nilai manfaat sebesar 6,37; ketiga komoditas kelapa dengan nilai manfaat sebesar 5,87; dan terakhir komoditas kopi dengan nilai manfaat sebesar 2,56. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa komoditas karet adalah komoditas
paling
unggul
yang
memungkinkan
usaha
yang
berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. Tingginya nilai manfaat komoditas karet disebabkan oleh komoditas karet memiliki potensi pemasaran yang cukup luas yaitu disamping potensi pasar lokal juga memiliki potensi pasar diluar daerah seperti Palembang dan Jakarta.
74
5.5.
Analisis Marjin Tata Niaga Manfaat penggunaan analisis marjin tata niaga atau marjin pemasaran
adalah untuk mengidentifikasi struktur pasar yang terjadi di Kawasan Agropolitan Batumarta.
Struktur pasar dapat memberikan gambaran
mengenai kemampuan petani dalam menentukan harga jualnya. Selain itu, analisis marjin pemasaran juga dapat memperlihatkan masing-masing lembaga pemasaran terhadap nilai tambah produk yang dipasarkan. Idealnya keuntungan yang diperoleh oleh setiap pelaku pemasaran proporsional dengan biaya atau perlakuan yang diberikan
pada produk yang
dipasarkannya. Informasi lain yang dapat diperoleh dari analisis marjin pemasaran adalah untuk melihat efisien tidaknya sistem distribusi komoditas dari petani ke pemakai atau pengguna terakhir. Semakin panjang jalur pemasaran akan mengurangi share bagian petani dibandingkan dengan harga di tingkat pengguna akhir. Dengan demikian keuntungan ekonomi tidak ditransfer ke petani tetapi ditransfer ke lembaga pemasaran yang terlibat. Dalam hal ini komoditas yang diteliti analisis marjin pemasaran adalah komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi yang
diusahakan petani di Kawasan
Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU.
5.5.1. Analisis Marjin Tata Niaga Karet Rantai pemasaran karet di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU melalui beberapa lembaga tataniaga yaitu : Petani Pedagang Pengumpul - Pedagang Besar Desa - Pedagang Besar Kecamatan - Konsumen (Pabrik karet). Setelah panen, petani yang umumnya mempunyai luas areal kebun karet antara 1 - 2 ha membawa hasil panennya dengan menggunakan kendaraan motor ke pasar/ kalangan lokal. Jumlah produksi karet yang dihasilkan petani rata-rata 350 – 500 kg/ha setiap bulan. Hasil panen ini dibeli oleh pedagang pengumpul dengan cara pembayaran tunai.
Selanjutnya pedagang pengumpul ini menjual
kepada pedagang besar desa di pasar induk desa.
Kemudian
75
pedagang besar desa menjual hasil karet ini ke pedagang besar kecamatan di pasar kecamatan. Adapun fungsi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul, pedagang besar desa dan pedagang besar kecamatan adalah fungsi pembersihan. Selanjutnya konsumen akhir membeli karet ini dari pedagang besar kecamatan di pasar induk kecamatan dengan harga Rp. 13.000,-/kg. pengolahan karet yang terdapat di
Adapun industri
Kabupaten OKU adalah
PT. Nusantara VII dan PT. Mitra Ogan. Hasil analisis marjin tataniaga (Tabel 24) menunjukkan bahwa marjin total pemasaran karet mulai dari petani sampai konsumen adalah sebesar Rp. 4.500,-/kg. Nilai marjin pemasaran karet masih relatif tinggi karena melibatkan berbagai tingkat lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar desa, dan pedagang besar kecamatan. Akibatnya efisiensi pemasaran berkurang dan nilai harga di petani terhadap harga pembeli menjadi relatif rendah. Besarnya marjin pada rantai pemasaran karet ini disebabkan oleh masih panjangnya rantai perdagangan atau masih banyak lembaga pemasaran yang terlibat. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam distribusi suatu komoditas akan menyebabkan tingginya biaya-biaya yang muncul dalam proses tersebut. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rantai pemasaran karet ini adalah biaya transportasi, biaya membersihkan, biaya bongkar muat, biaya retribusi, dan biaya
susut.
Kondisi ini seringkali menimbulkan
inefisiensi dalam pemasaran. Analisis marjin tataniaga karet dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Tabel 24 terlihat bahwa pada rantai pemasaran karet harga yang diterima petani sebesar 65,54%, sedangkan sisanya akan beralih ke pedagang pengumpul, pedagang besar desa, dan pedagang besar kecamatan. Angka ini menunjukkan bahwa proporsi marjin yang diterima petani masih cukup rendah.
Kondisi ini juga
memperlihatkan bargaining position petani yang masih lemah.
76
Tabel 24 Hasil analisis marjin pemasaran komoditas perkebunan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU No.
Uraian Karet
1.
Harga yang diterima petani (%) 2. Harga jual ke konsumen (Rp/kg) 3. Total Biaya Pemasaran (Rp) 4. Total Keuntungan (Rp) 5. Total Marjin Pemasaran (Rp) Sumber: Hasil olahan data primer
65,54
Komoditas Kelapa Kelapa Kopi Sawit 55,00 72,00 66,67
13.000
1.750
2.500
13.500
4.600
725
1.275
2.350
1.150
675
275
2.900
4.500
900
700
4.500
5.5.2. Analisis Marjin Tata Niaga Kelapa Sawit Rantai pemasaran kelapa sawit di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU melalui beberapa lembaga tataniaga yaitu Petani - Pedagang Pengumpul - Pedagang Besar Desa - Konsumen (Pabrik CPO). Setelah panen, petani yang umumnya mempunyai luas areal kebun kelapa sawit sekitar 1 – 2 ha membawa hasil panennya dengan menggunakan kendaraan motor dan gerobak ke pasar/ kalangan lokal. Jumlah produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani sekitar 250 kg/ha setiap bulan.
Hasil panen ini dibeli oleh pedagang
pengumpul dengan cara pembayaran tunai atau dengan sistem pinjaman KUD.
Selanjutnya pedagang pengumpul ini menjual
kepada pedagang besar desa di pasar induk desa.
Kemudian
pedagang besar desa menjual hasil kelapa sawit ini ke konsumen akhir yaitu pabrik CPO dengan harga Rp. 2000,-/kg.
Pabrik
pengolahan kelapa sawit yang cukup besar adalah PT. Mitra Ogan dan PT. Minanga Ogan.
77
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa marjin total pemasaran kelapa sawit mulai dari petani sampai konsumen adalah sebesar Rp. 900,-/kg. Nilai marjin pemasaran kelapa sawit masih relatif tinggi karena melibatkan berbagai tingkat lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul dan pedagang besar desa.
Akibatnya
efisiensi pemasaran berkurang dan nilai harga di petani terhadap harga pembeli menjadi relatif rendah. Besarnya marjin pemasaran kelapa sawit disebabkan oleh masih panjangnya rantai perdagangan atau masih banyak lembaga pemasaran yang terlibat.
Semakin
banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam distribusi suatu komoditas akan menyebabkan tingginya biaya-biaya yang muncul dalam proses tersebut. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rantai pemasaran kelapa sawit ini adalah berupa biaya transportasi, biaya bongkar muat, dan biaya
susut. Analisis marjin tataniaga
kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada Tabel 24 terdahulu terlihat bahwa pada rantai pemasaran kelapa sawit harga yang diterima petani sebesar 55,00%, sedangkan sisanya akan beralih ke pedagang pengumpul dan pedagang besar desa. Angka ini menunjukkan bahwa proporsi marjin yang diterima petani masih cukup rendah.
Kondisi ini juga memperlihatkan
bargaining position petani yang masih lemah.
5.5.3. Analisis Marjin Tata Niaga Kelapa Rantai pemasaran untuk komoditas kelapa diidentifikasi hanya terdapat satu jalur pemasaran utama yang digunakan petani. Saluran tersebut adalah: Petani - Pedagang Pengumpul - Konsumen (warung/ pasar). Setelah panen, petani yang umumnya mempunyai luas areal kebun kelapa
sekitar 0,5 - 1 ha
menjual hasil panen kepada
pedagang pengumpul dengan cara pembayaran tunai.
Transaksi
dilakukan dengan mendatangi petani di beberapa desa kemudian mengumpulkannya dan dijual kepada konsumen akhir yaitu pasar
78
induk di desa dengan harga Rp. 2.000,-/kg. Adapun fungsi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi sortasi dan penjemuran. Hasil analisis pemasaran kelapa menunjukkan bahwa marjin total pemasaran kelapa mulai dari petani sampai konsumen adalah sebesar Rp. 700,-/kg. Nilai marjin pemasaran kelapa tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan karet dan kelapa sawit karena hanya melibatkan satu lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul. Analisis marjin tataniaga kelapa dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan analisis marjin pemasaran komoditas perkebunan pada Tabel 24 terdahulu terlihat bahwa harga yang diterima petani sebesar 72,0%, sedangkan sisanya akan beralih ke pedagang pengumpul. Fenomena ini sudah agak menguntungkan petani sebab sudah proporsioal dengan resiko dan korbanan yang ditangung petani. Bagian harga yang diterima petani sebesar 72,0% juga menunjukkan petani telah memiliki bargaining position yang relatif kuat terhadap pasar.
5.5.4. Analisis Marjin Tata Niaga Kopi Rantai pemasaran untuk komoditas kopi diidentifikasi hanya terdapat satu jalur pemasaran utama yang digunakan petani. Saluran tersebut adalah: Petani-Pedagang Pengumpul-Pedagang Besar DesaKonsumen (warung/pasar desa). Setelah panen, petani yang umumnya mempunyai luas areal kebun kopi kurang dari 1 ha menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul dengan cara pembayaran tunai. dengan
mendatangi
petani
di
Transaksi dilakukan
beberapa
desa
kemudian
mengumpulkannya dan dijual kepada pedagang besar desa di pasar induk desa.
Adapun fungsi yang dilakukan oleh pedagang
pengumpul ini adalah fungsi sortasi dan penjemuran.
Kemudian
pedagang besar desa menjual hasil kopi ini ke konsumen akhir yaitu pasar Induk desa dengan harga Rp. 13.500,-/kg.
79
Hasil analisis pemasaran kopi menunjukkan bahwa marjin total pemasaran kopi mulai dari petani sampai konsumen adalah sebesar Rp. 4.500,-/kg. Nilai marjin pemasaran kopi tersebut masih relatif tinggi karena melibatkan lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul dan pedagang besar desa. Akibatnya efisiensi pemasaran berkurang dan nilai harga di petani menjadi relatif rendah. Analisis marjin tataniaga kopi dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan analisis marjin pemasaran komoditas perkebunan pada Tabel 24 terdahulu terlihat bahwa harga yang diterima petani sebesar 66,67%, sedangkan sisanya akan beralih ke pedagang pengumpul dan pedagang besar desa. Angka ini menunjukkan bahwa proporsi marjin yang diterima petani masih cukup rendah. Hasil analisis marjin tataniaga terhadap empat komoditas di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU memperlihatkan bahwa komoditas kelapa memiliki proporsi harga yang diterima petani paling tinggi karena harga yang diterima petani mencapai 72,00%; disusul kopi sebesar 66,67%; karet sebesar 65,54%; dan kelapa sawit sebesar 55,00%. Semakin panjang rantai pemasaran yang melibatkan banyak lembaga yang terlibat didalamnya, maka semakin kecil proporsi harga yang diterima petani (share petani). 5.6.
Analisis Skalogram Keterkaitan antara aktivitas ekonomi dengan aspek lokasi dalam suatu ruang sudah mulai dipelajari sejak era Von Thunen
yang menjelaskan
tentang pola spasial dari aktivitas produksi pertanian. Von Thunen berangkat dari teori sederhana bahwa pola penggunaan lahan dalam suatu ruang merupakan fungsi dari perbedaan produk pertanian yang dihasilkan dan perbedaan biaya produksinya, dimana jarak dari pusat pasar merupakan faktor penentu besarnya biaya produksi. Pemikiran ini kemudian diperkaya teori pusat lokasi yang mulai menjelaskan mengapa dalam suatu wilayah bisa muncul pusat-pusat aktivitas. Menurut Christaller setiap produsen mempunyai skala ekonomi yang berbeda sehingga aktivitasnya akan menjadi efisien apabila jumlah
80
konsumennya mencukupi.
Karena itu secara lokasional aktivitas suatu
produsen ditujukan untuk melayani wilayah konsumen yang berada dalam suatu jarak atau range tertentu. Dengan demikian wilayah cakupan dari produk yang dihasilkan akan sangat tergantung pada seberapa jauh keinginan konsumen melakukan perjalanan untuk memperolehnya, elastisitas demand, harga produk, biaya transport dan frekuensi penggunaannya. Area di sekitar produsen atau supplier yang memiliki tingkat demand konsumen yang mencukupi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan disebut dengan istilah treshold. Setiap produk yang dihasilkan termasuk dalam hal ini fasilitas umum mempunyai wilayah threshold nya sendiri.
Oleh karena itu,
distribusi
spasial dari aktivitas produksi (termasuk fasilitas umum) bisa diprediksi berdasarkan wilayah threshold nya. Dari sisi karakteristik suplai, aktivitas ekonomi skala besar akan berada di pusat pelayanan wilayah threshold nya luas.
hirarki 1 karena
Sementara dari sisi karakteristik demand,
produk yang sifatnya inelastis dan frekuensi penggunaannya tidak terlalu sering juga akan berada di pusat pelayanan hirarki 1 sebagai upaya untuk mengoptimalkan keuntungan melalui maksimisasi jumlah konsumen yang harus dilayani. Distribusi spasial dari berbagai aktivitas dengan threshold yang berbeda akan mengarah pada tumbuhnya berbagai tingkatan lokasi pusat pelayanan, dan selanjutnya distribusi pusat-pusat ini akan membentuk pola spasial sistem lokasi pusat-pusat pelayanan. Analisis skalogram merupakan salah satu analisis terhadap pemusatan dalam suatu wilayah.
Dengan melakukan identifikasi terhadap fasilitas-
fasilitas kunci yang mempengaruhi perekonomian wilayah yang dimiliki serta pendekatan kuantitatif maka dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan. Wilayah diasumsikan dalam tipologi wilayah nodal, dimana pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana yang ada. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau
81
mempunyai hirarki paling tinggi. Sebaliknya, jika suatu wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum serta sarana dan prasarana dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah lain. Pada penelitian ini analisis skalogram menggunakan data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2006. Berdasarkan hasil analisis skalogram dimana jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan jumlah penduduk digunakan sebagai variabel penentu hirarki terlihat bahwa Kecamatan Baturaja Timur menempati posisi paling atas. Kecamatan Baturaja Timur merupakan ibukota Kabupaten OKU, dimana
memiliki jumlah unit dan
jumlah jenis fasilitas yang paling banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Fasilitas-fasilitas yang terdapat di Kecamatan Baturaja Timur
terutama adalah fasilitas-fasilitas pemukiman dan fasilitas penunjang sistem agribisnis. Berdasarkan hasil pengamatan secara deskriptif pada Kecamatan Baturaja Timur terdapat banyak toko-toko yang menjual sarana produksi pertanian dan peralatan pertanian sebagai penunjang sistem agribisnis. Ditinjau dari kondisi perkerasan jalan, maka jalan dengan perkerasan aspal mencapai ± 72 Km terdapat di Wilayah Kecamatan Baturaja Timur. Selain itu Kecamatan Baturaja Timur memiliki jumlah pengguna PLN yang paling banyak sebagai tenaga listrik utama.
Selanjutnya ditinjau dari sarana
perdagangan dan perbankan Kecamatan Baturaja Timur memiliki jumlah unit terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Oleh karena itu,
Kecamatan Baturaja Timur dapat dijadikan pilihan agropolis di kawasan Agropolitan tersebut. Skalogram Kabupaten Ogan Komering Ulu dapat dilihat pada Tabel 25.
82
Tabel 25 Skalogram Kabupaten Ogan Komering Ulu
NO
KECAMATAN
1 2 3 4 5
BTRAJA TIMUR LUBUK RAJA PENINJAUAN LB BATANG S. PENINJAUAN JUMLAH WIL. JUMLAH
JML PDDK (ORG)
65.617 22.112 26.457 15.299 15.454 5 144.939
MES JID
SD
POS YAN DU
84 52 31 49 28 26 81 16 6 34 5 5 230 177
26 18 18 11 20 5 93
32 16 17 8 16 5 89
WA RUNG
TOKO
450 287 107 27 16 5 887
TK
SLTP
RES TO RAN
KOPE RASI
23 8 8 8 1 6 6 0 2 7 5 4 40 29
7 7 5 2 5 5 26
16 2 2 3 0 4 23
8 8 2 1 1 5 20
BI DAN
Tabel 25 (Lanjutan) GERE JA
SMU
TOKO OBAT
PA SAR
PUS KES MAS
BANK
3 9 1 0 3 4 16
7 4 2 0 1 4 14
8 5 0 0 0 2 13
0 1 3 2 6 4 12
3 2 2 1 2 5 10
5 3 0 0 0 2 8
KLI NIK
HO TEL
0 1 1 0 5 3 7
6 0 0 0 0 1 6
PT
KUD
PURA
BPR
JML JENIS
4 0 0 0 0 1 4
1 2 0 0 0 2 3
0 0 1 0 2 2 3
1 1 0 0 0 2 2
19 19 16 11 15 22 80
Sumber: data olahan Podes BPS tahun 2006. Apabila dilihat dari rencana pengembangan Kawasan Agropolitan Batumarta yang telah disusun oleh Pemda Kabupaten OKU,
yang
direncanakan sebagai pusat kawasan agropolitan adalah Kecamatan Lubuk Raja. Pemda Kabupaten OKU
merencanakan Kecamatan Lubuk Raja
sebagai pusat Kawasan Agropolitan yang meliputi Desa Batumarta I, dan Desa Batumarta II. Penentuan lokasi Kota Pertanian (Agropolis) di kawasan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, adalah sebagai berikut : 1. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kawasan Batumarta I dan Batumarta II diarahkan sebagai pusat kegiatan koleksi dan distribusi hasil pertanian, sektor perdagangan dan jasa. 2. Kawasan Batumarta I dan Batumarta II (Kecamatan Lubuk Raja) didominasi oleh budidaya pertanian dengan sub sektor perkebunan rakyat (karet dan kopi) dan didukung oleh sektor tanaman pangan, perikanan dan peternakan.
JML UNIT
744 462 222 158 126 1.712
83
3. Kawasan Batumarta I dan Batumarta II (Kecamatan Lubuk Raja) ini sudah terdapat infrastruktur seperti; sarana perbankan, pasar (perdagangan) serta aksesibilitas, sehingga Kawasan Batumarta I dan Batumarta II mempunyai ciri-ciri kegiatan kota. 4. Identifikasi Desa-Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), Kawasan Batumarta I dan Batumarta II terpilih sebagai desa satu pusat pertumbuhan dengan desadesa sekitarnya sebagai wilayah hinterland. 5. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan dan pedesaan di Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu, dengan Kawasan Batumarta I dan Batumarta II sebagai pusat pertumbuhan Kawasan Kota Pertanian dan desa-desa sekitarnya sebagai Wilayah Pedesaan yang perlu dipacu
pertumbuhan
dan
perkembangan
wilayahnya,
melalui
pengembangan prasarana dan sarana Kawasan Agropolitan. Menurut Rustiadi et al. (2006), Agropolitan adalah kawasan yang merupakan sistem fungsional yang terdiri dari satu atau lebih kota-kota pertanian (agropolis) pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis, terwujud baik melalui maupun tanpa melalui perencanaan. Agropolis adalah lokasi pusat pelayanan sistem kawasan sentra-sentra aktivitas ekonomi berbasis pertanian. Sesuai dengan konsep Agropolitan seperti di atas, maka Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Lubuk Raja dapat dipilih sebagai agropolis di kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. Yang
penting kedua
kecamatan tersebut mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan
pembangunan
pertanian
di
kawasan
sekitarnya.
Dalam
perkembangannya diharapkan kedua kecamatan ini dapat saling menunjang dan melengkapi untuk mendorong wilayah kecamatan di sekitarnya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah wilayah Kecamatan Lubuk Raja yang potensial sebagai kawasan budidaya diharapkan segera melengkapi fasilitasfasilitas yang menunjang sistem agribisnis dan permukimannya, sehingga dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakatnya.
84
Pembangunan infrastruktur agropolitan timbul karena tingginya migrasi desa kota akibat dari kurangnya kesempatan kerja dan kenyamanan di wilayah perdesaaan. Konsep agropolitan adalah manifestasi dari Teori Pusat Pertumbuhan namun berbeda dalam perspektif.
Teori Pusat
Pertumbuhan
di
mengutamakan
pembangunan
infrastruktur
wilayah
perkotaan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan efek penetesan ke wilayah perdesaan. Pembangunan infrastruktur agropolitan di wilayah perdesaan mendukung sektor pertanian sebagai sektor ekonomi utama di perdesaan.
Pengembangan infrastruktur dalam pengembangan
agropolitan meliputi: 1) 2)
pengembangan
pengembangan infrastruktur permukiman,
infrastruktur
sistem
produksi
pertanian,
dan
3) pengembangan infrastruktur pasar dan sistem informasi. Pengembangan infrastruktur permukiman menjadi penting selain untuk mencegah terjadinya urbanisasi juga penting untuk membangun akumulasi nilai tambah dalam wilayah. Dengan infrastruktur wilayah yang memadai orang tidak perlu pergi keluar wilayah untuk memenuhi kebutuhannya. Selain kedua aspek di atas, ketersediaan berbagai sarana dan prasarana permukiman yang meliputi jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, air bersih, dan sarana transportasi ini diharapkan dapat menjadi insentif bagi investor untuk menanamkan modalnya di kawasan agropolitan. Pengembangan infrastruktur sistem produksi pertanian merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung sistem agribisnis.
Infrastruktur
sistem produksi pertanian meliputi pengembangan sarana produksi pertanian, sarana pengolahan, sarana transportasi, dan sarana irigasi. Pengembangan kawasan agropolitan tanpa memperhatikan keterkaitan sosial ekonomi aktual yang terjadi antar hirarki dalam wilayah akan menyebabkan terjadinya inefisiensi dan pemborosan anggaran pembangunan. Hal ini karena pada akhirnya banyak sarana dan prasarana penunjang pertanian yang telah dibangun tidak dimanfaatkan secara optimal dan bahkan biaya pemeliharaannya menjadi beban masyarakat. Pemanfaatan yang tidak optimal terjadi karena lokasi penempatan fasilitas yang tidak sesuai dengan pola aktivitas sosial ekonomi yang telah berkembang.
85
Penelitian Pribadi (2005) yang dilaksanakan di Kawasan Agropolitan Cianjur menunjukkan hasil analisis skalogram Desa Cipanas dan Desa Cipendawa
menduduki urutan pertama dari sisi ketersediaan fasilitas.
Namun ternyata pihak Pemda Cianjur agropolitan justru menempatkan
sebagai pelaksana program
Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya
sebagai desa pusat pertumbuhan. Sebagai akibatnya berbagai pembangunan fasilitas yang dilakukan di desa pusat pertumbuhan menjadi kurang optimal karena ternyata pusat aktivitas tetap berada di Desa Cipanas. Ditinjau dari sisi jenis fasilitas yang tersedia terlihat bahwa fasilitas toko, warung, mesjid, SD, SLTP, Posyandu, Bidan, dan Puskesmas hampir terdapat pada semua wilayah kecamatan di Kawasan Agropolitan Batumarta. Hal ini tentunya cukup bagus terutama dalam hal tingkat ketersediaan sarana dan prasarana dasar permukiman. Namun sayangnya fasilitas-fasilitas yang bisa meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan penunjang perkembangan usahatani tidak terdapat di semua wilayah kecamatan. Fasilitas-fasilitas seperti lembaga pendidikan (TK, SMU, dan Perguruan Tinggi), fasilitas Perbankan, pasar, KUD justru banyak terkonsentrasi di wilayah-wilayah tertentu terutama di wilayah pusat aktivitas
seperti
Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Lubuk Raja.
5.7. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Pada tahap awal penelitian ini dilakukan identifikasi potensi dan sumberdaya lahan dan wilayah untuk komoditas basis di wilayah agropolitan Kabupaten OKU.
Hasil analisis kesesuaian lahan penggunaan lahan
eksisting menunjukkan komoditas karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi memiliki luas lahan dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) yang paling luas di wilayah Kecamatan Lubuk Batang. Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi potensi komoditas basis di wilayah agropolitan Kabupaten OKU. Metode yang digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift Share (SSA). Hasil analisis LQ menunjukkan Komoditas karet merupakan komoditas basis di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU karena memiliki nilai
86
LQ > 1 dan tersebar di seluruh kecamatan pengembangan Agropolitan Kabupaten OKU. Selain karet komoditas basis kecamatan lainnya adalah kelapa di Kecamatan Peninjauan dan Lubuk Raja, serta kelapa sawit di Kecamatan Peninjauan dan Lubuk Batang. Hasil analisis SSA menunjukkan komoditas karet memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan komoditas perkebunan lainnya dan pertumbuhan komoditas perkebunan total di Kabupaten OKU. Laju pertumbuhan komoditas karet mempunyai tingkat competitiveness lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan komoditas kelapa sawit, kelapa dan kopi. Oleh karena itu pengembangan komoditas karet akan menguntungkan bagi pertumbuhan wilayah Kabupaten OKU. Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi kelayakan finansial komoditas basis yang akan dikembangkan di wilayah agropolitan Kabupaten OKU.
Hasil
analisis finansial
beberapa komoditas yang
memiliki nilai manfaat paling besar berturut-turut adalah
karet, kelapa
sawit, kelapa, dan kopi. Selanjutnya,
yang dilakukan adalah
mengkaji marjin tataniaga
komoditas basis di kawasan agropolitan Kabupaten OKU. Hasil analisis marjin tataniaga terhadap empat komoditas perkebunan memperlihatkan bahwa komoditas kelapa memiliki proporsi harga yang diterima petani paling tinggi, disusul kopi, karet, dan kelapa sawit. Selain itu, untuk mengetahui hirarki pusat pertumbuhan di kawasan agropolitan Kabupaten OKU dilakukan analisis skalogram. Hasil analisis skalogram dimana jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan jumlah penduduk digunakan sebagai variabel penentu hirarki terlihat bahwa Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Lubuk Raja dapat dipilih sebagai agropolis di kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. Setelah melakukan kelima tahap analisis seperti di atas,
maka
sebagai Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Di Kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU disarankan untuk memilih komoditas karet sebagai komoditas unggulan di kawasan agropolitan
87
Batumarta Kabupaten OKU. Komoditas kelapa sawit dan kelapa dapat dijadikan komoditas alternatif sebagai penunjang komoditas karet. Pemilihan komoditas karet sebagai komoditas unggulan berdasarkan beberapa kriteria antara lain: 1) memiliki potensi kesesuaian lahan, 2) sebagai komoditas basis serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, 3) memiliki kelayakan finansial untuk diusahakan,
dan
4) diterima oleh masyarakat dan pemerintah daerah di Kabupaten OKU. Pengembangan komoditas karet dilakukan terutama di Kecamatan Lubuk Raja yang memiliki kelas sesuai yang paling luas yang didominasi oleh budidaya pertanian dengan sub sektor perkebunan rakyat dan didukung oleh sektor tanaman pangan, perikanan dan peternakan. Kecamatan Lubuk Raja diharapkan segera melengkapi fasilitas-fasilitas yang menunjang sistem agribisnis dan permukimannya, sehingga dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarakatnya. Perlu dipersiapkan
sarana
prasarana yang terkait dengan peningkatan produksi seperti pusat pelatihan, pusat penelitian, institusi penyuluhan, lembaga perkreditan dan sebagainya yang didasarkan pada kebutuhan petani dan memperhatikan dinamika sosial ekonomi masyarakat setempat. Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Lubuk Raja disarankan sebagai agropolis karena merupakan sentra permukiman
dengan
aksesibilitas tertinggi secara internal (dengan seluruh bagian di kawasan agropolitan) dan secara eksternal (dengan pusat-pusat perkotaan lainnya), serta sebagai pusat aktifitas pengolahan dan pusat distribusi hasil pertanian yang dicirikan dengan pemusatan fasilitas-fasilitas dan institusi sistem agribisnis.
Yang
penting kedua kecamatan tersebut mampu melayani,
mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian di kawasan sekitarnya.
Dalam perkembangannya diharapkan kedua
kecamatan ini dapat saling menunjang dan melengkapi untuk mendorong wilayah kecamatan di sekitarnya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis kesesuaian lahan penggunaan lahan eksisting menunjukkan komoditas karet, kelapa sawit, dan kelapa memiliki luas lahan dengan kelas kesesuaian Sesuai (S) yang paling luas yaitu sebesar 99,56%; dan kopi yaitu sebesar 99,39% di wilayah Kecamatan Lubuk Batang. 2. Komoditas karet merupakan komoditas basis di Kawasan Agropolitan Kabupaten OKU karena memiliki nilai LQ > 1 dan tersebar di seluruh kecamatan pengembangan Agropolitan Kabupaten OKU. Komoditas karet memiliki laju pertumbuhan dan tingkat competitiveness yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan komoditas perkebunan lainnya di Kabupaten OKU. 3. Berdasarkan hasil analisis finansial beberapa komoditas yang memiliki nilai manfaat paling besar berturut-turut adalah komoditas karet dengan nilai manfaat sebesar 6,55; komoditas kelapa sawit dengan nilai manfaat sebesar 6,37; komoditas kelapa dengan nilai manfaat sebesar 5,87; dan komoditas kopi dengan nilai manfaat sebesar 2,56. 4. Hasil analisis marjin tataniaga terhadap empat komoditas perkebunan memperlihatkan bahwa komoditas kelapa memiliki proporsi harga yang diterima petani paling tinggi karena harga yang diterima petani mencapai 72,00%; disusul kopi sebesar 66,67%; karet sebesar 65,54%; dan kelapa sawit sebesar 55,00%. 5. Hasil analisis skalogram dimana jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan jumlah penduduk digunakan sebagai variabel penentu hirarki terlihat bahwa Kecamatan Baturaja Timur dan Kecamatan Lubuk Raja dapat dipilih sebagai agropolis di kawasan Agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. 6. Arahan pengembangan komoditas unggulan di kawasan agropolitan Batumarta Kabupaten OKU disarankan untuk memilih komoditas karet sebagai komoditas unggulan di kawasan agropolitan Batumarta Kabupaten OKU. Komoditas kelapa sawit dan kelapa dapat dijadikan komoditas alternatif sebagai penunjang komoditas karet.
89
6.2. Saran 1. Kajian lebih lanjut untuk pengembangan komoditas unggulan disarankan perlu dilakukan pada model pengembangan komoditas karet hingga dapat meningkatkan taraf hidup petani dan meningkatkan pendapatan daerah dalam jangka waktu tertentu. 2. Perlu segera dilakukan pembangunan infrastruktur penunjang sistem agribisnis dan permukiman dalam menunjang peningkatan produksi. 3. Perlu dipersiapkan sarana prasarana yang terkait dengan peningkatan produksi seperti pusat pelatihan, pusat penelitian, institusi penyuluhan, lembaga perkreditan dan sebagainya yang didasarkan pada kebutuhan petani dan memperhatikan dinamika sosial ekonomi setempat.
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Andri, K.B. 2006. Perspektif Pembangunan Wilayah Pedesaan. Inovasi (XVIII): 1-8. Anwar, A dan E. Rustiadi. 1999. Desentralisasi Spasial Melalui Pembangunan Agropolitan, dengan Mereplikasi Kota-Kota Menengah-Kecil di Wilayah Perdesaan. Makalah Lokakarya Pendayagunaan Sumberdaya Pembangunan Wilayah di Propinsi Riau, Pekanbaru. Hal. 1-57. Badan Perencana Pembangunan Daerah. 2005. Kabupaten OKU dalam Angka. Kabupaten OKU. 385 Hal. Badan Perencana Pembangunan Daerah. 2005. Laporan Pendahuluan Rintisan Kawasan Agropolitan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Kabupaten OKU. Hal. I1-V7. Badan Pusat Statistik. 2006. Data Potensi Desa. BPS. Jakarta. Daryanto, A. 2004. Keunggulan Daya Saing dan Teknik Identifikasi Komoditas Unggulan dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Regional. Agrimedia 9(2): 51-62. Ertur, OS. 1984. A Growth –centre Approach to Agropolitan Development. Iowa State University. USA. HABITAT INTL. Vol 8, No.2, p. 61 and 72. Friedmann, J. dan Douglass, S. 1976. Pengembangan Agropolitan: Menuju Siasat Baru Perencanaan Regional di Asia. Makalah Seminar Industrialization Strategies and the Growth Pole Approach to Regional Planning and Development. The Asian Experience. Nagoya, Japan 4-13 November 1985. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 380 Hal. Harun, UR. 2004. Perencanaan Pengembangan Kawasan Agropolitan dalan Sistem Perkotaan Regional di Indonesia. Dalam Rustiadi et al. 2006. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Crespent Press. Bogor. Hal. 32-48. Hastuti, H.I. 2001. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan. [Thesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Hal. 1-261. Hendayani, R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12:1-21.
91
Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Universitas Indonesia. 181 Hal. Mulyani, S. 2007. Kajian terhadap Pendapatan Petani dan Harga Tanah di Kawasan Agropolitan. [Thesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Hal. 1-90. Pribadi, DO. 2005. Pembangunan Kawasan Agropolitan Melalui Pembangunan Kota-Kota Kecil Menengah, Peningkatan Efisiensi Pasar Perdesaan dan Penguatan Akses Masyarakat Terhadap Lahan. [Thesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Hal. 1-215. Rustiadi, E., S. Hadi, dan W.M. Ahmad. 2006. Konsepsi dan Pengelolaan Agropolitan. Makalah disampaikan pada Rapat Koordinasi Pengembangan Agropolitan di Provinsi Lampung, 13 Juni 2006. Hal. 1-39. Rustiadi, E. dan S. Hadi. 2006. Pengembangan Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. Dalam Rustiadi, E., S. Hadi, dan W.M. Ahmad. 2006. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Crespent Press. Bogor. Hal. 1-31. Rustiadi, Ernan, S. Saefulhakim. dan D.R. Panuju. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 231 Hal. Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung. 186 Hal. Sitorus, S.R.P. 2006. Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 20 Hal. Wibowo, R., 1997, Strategi Industrialisasi Pertanian dan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengkajian Sistem Usahatani Spesifik Lokasi Dengan Pendekatan Teknologi Terapan Adaptif, BPPFP Ciawi-Bogor, 14 Maret -12 April 1997.
LAMPIRAN
93
Lampiran 1 Daftar pertanyaan untuk petani DAFTAR PERTANYAAN Nama Responden
: _______________________________________
Kelompok Tani
: _______________________________________
Desa
: _______________________________________
Kecamatan
: _______________________________________
Tanggal wawancara
: _______________________________________
Suku/ Daerah
: _______________________________________
I. Karakteristik Keluarga A. Anggota rumah tangga. Jenis Umur Pendidikan No Hubungan Pekerjaan Menurut Sumber Kelamin (tahun) dengan Curahan Waktu Pendapatan Kepala Utama Utama Sampingan Keluarga
1. 2. 3. 4. 5. Keterangan: • Anggota keluarga adalah semua anggota keluarga yang masuk dalam satu unit anggaran belanja (menjadi tanggungan keluarga). • 1) kepala keluarga, 2) istri, 3) anak, 4) cucu, 5) lainnya. B. Pengguasaan Lahan. 1. Sawah
= ............................................................. (ha)
2. Tegalan
= ..............................................................(ha)
3. Pekarangan
= ..............................................................(ha)
4. Luas bangunan
= ..............................................................(ha)
5. Kebun
= ..............................................................(ha) Komoditas (1) =................................. Komoditas (2) =................................. Komoditas (3) =................................. Komoditas (4) =.................................
94
Lampiran 1 (Lanjutan)
Bila tanah sewa, berapa sewa per tahun = Rp.................................................... 6. Luas penggunaan lahan =.............................................................(ha)
II. TEKNOLOGI USAHA TANI A. Jenis Komoditi = .................................. B. Umur tanaman =.................................... C. Penggunaan Input Produksi. 1. Penggunaan bibit: • Varietas
=..............................................................
• Jumlah
=................................................................
• Harga
=.................................................................
• Jenis bibit
= okulasi/ seed/..........................................
• Tanam tahun
= ………………………………………….
• Kualitas bibit
= berlabel/tidak berlabel
2. Penggunaan pupuk/pestisida (per tahun). •
Urea
= Pemberian……………………………. Jumlah ……………………………… Harga .................................................
•
NPK
= Pemberian…………………………….. Jumlah ……………………………… Harga .................................................
•
KCl
= Pemberian…………………………….. Jumlah ……………………………… Harga .................................................
•
Kompos
= Pemberian…………………………….. Jumlah ……………………………… Harga .................................................
•
Pupuk cair
= Pemberian…………………………….. Jumlah ……………………………… Jenis………………………………
95
Lampiran 1 (Lanjutan) •
Pupuk kandang = jumlah ………………………………. Harga .................................................
•
Pestisida
= jenis ………………………………….. Jumlah ……………………………… Harga .................................................
3. Biaya angkut bibit = ……………………………..……/batang
D. Biaya Tenaga Kerja. No.
1. 2. 3. 4.
5.
Kegiatan
Upah Tenaga Kerja (Rp/HOK) Laki-laki Perempuan
Jumlah Upah (Rp.)
Pembersihan Pembuatan lubang Penanaman Pemeliharaan - Penyiangan - Pemupukan - Pengendalian HPT Panen
♦ Tanaman sudah menghasilkan atau belum menghasilkan? E. Produksi. 1. Jumlah yang telah berproduksi 2. Jumlah produksi/tahun
= ..........................................batang
=....................................................
3. Berapa kali panen dalam setahun ? ................................................ 4. Apakah sudah dilakukan seleksi berdasarkan kualitas? Sudah/ belum 5. Kalau belum, berapa harga per kg ? (Harga tingkat petani). ............................................................................................................. 6. Kalau sudah berapa harga per kelas kualitas per kg? (Harga tingkat petani).......................................................................... ............................................................................................................. 7. Fasilitas spesifik apa yang mendukung sistem agribisnis komoditas ? .............................................................................................................. 8. Biaya angkut produk =............................................................../Kg 9. Berapa biaya panen setahun ? ..........................................................
96
Lampiran 1 (Lanjutan)
F. Pemasaran. 1. Bagaimana cara menjual hasil panen? ………………………………… ………………………………………………………………………... 2. Bagaimana cara pemanenan dan mengangkut hasil panen? ................... ................................................................................................................. 3. Dimana hasil panen dijual
?................................................................
4. Jarak dari kebun ? .................................................................................... 5. Bagaimana system pembayaran, tunai atau dengan system lain? .......... ................................................................................................................ 6. Dengan sistem penjualan tersebut, apakah ada permasalahan?............... ................................................................................................................
G. Penerimaan. 1. Pendapatan diluar komoditi perkebunan. •
Padi (sebutkan)
•
Palawija
2. Pendapatan diluar pertanian? (sebutkan) ................................................ .................................................................................................................
H. Sosial dan Kelembagaan 1. Apakah merupakan anggota kelompok tani? ..................................... 2. Apakah merupakan anggota kelompok tani yang aktif atau tidak? 3. Apakah terdapat pertemuan kelompok tani secara rutin? ................ 4. Apakah manfaat yang diperoleh? ...................................................... 5. Apakah pernah meminjam uang? ..................................................... 6. Jika pernah, meminjam kemana? ..................................................... 7. Bagaimana sistem ikatan bisnisnya? ................................................ 8. Apakah ada lembaga lain yang berkaitan dengan pertanian (lembaga tradisional) ? ....................................................................................
97
Lampiran 2 Daftar pertanyaan untuk pelaku pemasaran
Panduan Wawancara Untuk Pelaku Pemasaran Komoditas yang Diperdagangkan: ............................
I. 1.
Karakteristik Responden: Nama
Jawaban :
2.
Jenis kelamin
: 1. Laki-laki
3.
Umur
: ........... Tahun
4.
Menikah
: 1. Ya
5.
Jumlah anggota keluarga serumah
: .........
6.
Pekerjaan Sampingan
: (sebutkan) .......
2. Perempuan 2. Tidak
Orang
FUNGSI PEMASARAN 1. Pembelian produk dilajukan di: (a) Dalam desa (b) Dalam kecamatan (c) Luar Kecamatan dalam kabupaten/kota (d) Luar kabupaten /kota 2. Penjualan kembali produk di: (a) Dalam desa (b) Dalam kecamatan (c) Luar Kecamatan dalam kabupaten/kota (d) Luar kabupaten /kota
2. Masalah yang berkaitan dengan pemasaran? ………………………….. ..................................................................................................................
98
Lampiran 2 (Lanjutan) 3. Marjin Pemasaran Marjin Pemasaran : (sebutkan komoditasnya) ............. Harga (Rp/kg)
Uraian
No
Biaya (Rp/kg)
1. Harga jual petani
-----
2. Harga beli pedagang pengumpul
-----
− Biaya sortir dan membersihkan
-----
− Biaya angkut/transportasi
-----
− Biaya lainnya, .......
-----
3. Harga jual pedagang pengumpul
-----
4. Harga beli pedagang besar desa
-----
− Biaya membersihkan
-----
− Biaya bongkar muat
-----
− Biaya susut
-----
− ...............
-----
5. Harga jual pedagang besar desa 6. Harga beli pedagang kecamatan/ Kabupaten
----besar
-----
− Biaya membersihkan
-----
− Biaya bongkar muat
-----
− Biaya retribusi
-----
− ..................
-----
7. Harga jual pedagang kecamatan/ Kabupaten
besar
-----
8. Harga beli pedagang pengecer
-----
− Biaya....
-----
− ..............
-----
9. Harga beli konsumen
-----
%
99
Lampiran 3 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Luas areal komoditas perkebunan Kabupaten OKU tahun 2005 Kecamatan
Peninjauan Lubuk Batang Baturaja Timur Sinar Peninjauan Lubuk Raja Lengkiti Sosoh Buay Rayap Pengandonan Semidang Aji Ulu Ogan Baturaja Barat Xij
Karet 9.520,00 4.863,00 5.016,00 9.515,00 6.446,00 8.981,00 3.341,00 3.386,00 7,615,00 95,00 1.062,00 59.840,00
Luas Areal (ha) Sawit Kelapa Kopi 223,50 626,80 48,00 352,00 28,00 310,00 0 8,00 74,00 0 0 0 25,00 265,00 0 0 16,00 14.382,00 226,00 16,00 4.153,00 0 69,10 6.647,00 0 24,00 7.446,00 0 12,74 886,00 0 51,50 108,00 826,50 1.117,15 34.054,00
Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU.
Xi. 10.418,30 5.553,00 5.098,00 9.515,00 6.736,00 23.379,00 7.736,00 10.102,10 15.085,00 993,75 1.221,50 95.837,65
100
Lampiran 4 Luas areal komoditas perkebunan di Kabupaten OKU tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan Peninjauan Lubuk Batang Baturaja Timur Sinar Peninjauan Lubuk Raja Lengkiti Sosoh Buay Rayap Pengandonan Semidang Aji Ulu Ogan Baturaja Barat Xij
Karet 9.329,40 7.067,00 3.305,50 9.308,25 9.384,25 8.922,00 3.761,00 3.396,00 3.881,75 463,00 1.058,00 59.876,15
Luas Areal (ha) Sawit Kelapa Kopi 224,00 627,00 48,00 352,00 31,90 303,00 0 8,00 74,00 0 0 0 25,00 273,00 0 0 18,00 14.382,00 226,00 25,00 4.153,00 0 63,00 6.640,00 0 176,00 7.445,00 0 14,00 886,00 0 51,00 106,00 827,00 1.286,90 34.037,00
Sumber: Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten OKU.
Xi. 10.228,40 7.753,90 3.387,50 9.308,25 9.682,25 23.322,00 8.165,00 10.099,00 11.502,75 1.363,00 1.215,00 96.027,05
101
Lampiran 5 Analisis marjin tataniaga karet. No. 1.
2.
Uraian Petani a. Biaya pasca panen b. Biaya pemasaran Total Biaya Harga Bersih Petani Harga jual petani Pedagang Pengumpul a. Harga beli b. Marjin biaya total - Biaya transportasi - Biaya membersihkan Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Pengumpul
Nilai Rp/ Kg 750 500 1.250 7.250 8.500
(%)
65,54
8.500 500 200 700 300 1.000 9.500
7,69
3.
Pedagang Besar Desa a. Harga beli b. Marjin biaya total - Biaya membersihkan - Biaya bongkar muat - Biaya susut Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Besar Desa 4. Pedagang Besar Kecamatan a. Harga beli b. Marjin biaya total - Biaya membersihkan - Biaya bongkar muat - Biaya retribusi Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Besar Kecamatan (Harga Pabrik) Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Pemasaran Sumber: Hasil olahan data primer.
9.500 250 600 300 1.150 350 1.500 11.000
11,54
11.000 400 800 300 1.500 500 2.000 13.000 4.600 1.150 4.500
15,23
102
Lampiran 6 Analisis marjin tataniaga kelapa sawit. No. 1.
2.
Uraian Petani a. Biaya pasca panen b. Biaya pemasaran Total Biaya Harga Bersih Petani Harga jual petani Pedagang Pengumpul a. Harga beli b. Marjin biaya total - Biaya transportasi Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Pengumpul
Nilai Rp/ Kg 200 300 500 600 1.100
(%)
55,00
1.100 100 100 400 500 1.600
25,00
3.
Pedagang Besar Desa a. Harga beli b. Marjin biaya total - Biaya bongkar muat - Biaya susut Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Besar Desa (Harga Pabrik) Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Pemasaran Sumber: Hasil olahan data primer
1.600 75 50 125 275 400 2.000 725 675 900
20,00
103
Lampiran 7 Analisis marjin tataniaga kelapa. No. Uraian 1. Harga jual petani a. Biaya pasca panen b. Biaya pemasaran Total Biaya Harga Bersih Petani 2. Pedagang Pengumpul c. Harga beli d. Marjin biaya total - Biaya bongkar muat - Biaya sortasi - Biaya penjemuran ulang - Biaya transportasi - Penyusutan Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Pengumpul Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Pemasaran Sumber: Hasil olahan data primer.
Nilai Rp/ Kg 1.800 450 400 850 950
(%) 72,0
1.800 100 100 75 100 50 425 275 700 2.500 1.275 275 700
28,0
104
Lampiran 8 Analisis marjin tataniaga kopi. No. Uraian 1. Petani a. Biaya pasca panen b. Biaya pemasaran Total Biaya Harga Bersih Petani Harga jual petani 2. Pedagang Pengumpul a. Harga beli b. Marjin biaya total - Biaya transportasi - Biaya sortir - Biaya penjemuran Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Pengumpul 3. Pedagang Besar Desa a. Harga beli b. Marjin biaya total - Biaya membersihkan - Biaya bongkar muat - Biaya susut Total Biaya Keuntungan Bersih Marjin Pemasaran Harga Jual Pedagang Besar Desa Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin Pemasaran Sumber: Hasil olahan data primer
Nilai Rp/ Kg
(%)
350 400 750 8.250 9.000
66,67
9.000 100 400 150 650 1.850 2.500 11.500
18,52
11.500 350 400 200 950 1.050 2.000 13.500 2.350 2.900 4.500
14,81
Gambar 1 Peta administrasi Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Gambar 4 Peta kesesuaian lahan untuk komoditi karet di Kabupaten OKU.
Gambar 5 Peta kesesuaian lahan untuk komoditi kelapa sawit di Kabupaten OKU.
Gambar 6 Peta kesesuaian lahan untuk komoditi kelapa di Kabupaten OKU.
Gambar 7 Peta kesesuaian lahan untuk komoditi kopi di Kabupaten OKU.