ANALISIS PENGARUH GUNCANGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
OKTYA SETYA PRATIDINA H14080068
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
OKTYA SETYA PRATIDINA. Analisis Pengaruh Guncangan Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di Indonesia. Di bawah bimbingan (DENIEY ADI PURWANTO).
Bank Indonesia memiliki fokus pada pencapaian dan pemeliharaan nilai mata uang rupiah yang salah satunya tercermin dari inflasi. Menurut UndangUndang No. 3 tahun 2004 menyatakan bahwa inflasi merupakan satu-satunya tujuan kebijakan moneter di Indonesia. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi dapat dipengaruhi oleh guncangan faktor eksternal dan faktor internal. Guncangan faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy. Faktor eksternal yang mempengaruhi inflasi, seperti nilai tukar, harga minyak dunia dan harga pangan dunia. Faktor internal yang mempengaruhi inflasi seperti ekspektasi inflasi, uang beredar, PDB, suku bunga dan pengeluaran pemerintah. Pentingnya faktor eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia, maka perlu dikaji pengaruh faktor-faktor tersebut untuk mengendalikan inflasi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor eksternal dan faktor internal terhadap inflasi di Indonesia. Selain itu, penelitian ini menganalisis respon inflasi ketika terjadi guncangan dari faktor eksternal dan internal. Penelitian ini juga menganalisis kontribusi faktor eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia. Pada penelitian ini, digunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) dengan pemanfaatan analisis Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decompotition (FEVD). Pada faktor eksternal, seperti nilai tukar dan harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Selain itu, harga pangan dunia juga berpengaruh positif, namun tidak signifikan dalam jangka panjang. Pada faktor internal, seperti ekspektasi inflasi, uang beredar dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam
jangka panjang. PDB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Suku bunga berpengaruh negatif, namun tidak signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Berdasarkan hasil IRF, inflasi akan paling cepat merespon ketika terjadi guncangan pada ekspektasi inflasi. Sedangkan, inflasi akan paling lama mencapai keseimbangan jangka panjang ketika terjadi guncangan pada PDB. Berdasarkan hasil FEVD, menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi (faktor internal) memiliki kontribusi terbesar dalam menjelaskan variabilitas inflasi. Adapun variabel harga minyak dunia dan nilai tukar (faktor eksternal) yang memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya dalam menjelaskan variabilitas inflasi. Implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor eksternal ini, yaitu sebaiknya meningkatkan kemandirian energi dan pangan. Swasembada energi dapat dilakukan dengan mencari alternatif sumber energi baru yang dapat diproduksi
dalam
negeri
untuk
memenuhi
kebutuhan
energi
nasional.
Swasembada pangan dapat dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan pangan yang seoptimal mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada impor pangan. Implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor internal, terutama ekspektasi inflasi, maka sebaiknya perlu adanya koordinasi yang baik antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga dalam mengendalikan inflasi. Hal ini dikarenakan, Bank Indonesia hanya dapat mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar dari sektor moneter saja. Sehingga perlu ada kerja sama yang baik dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dari sektor lainnya.
ANALISIS PENGARUH GUNCANGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
Oleh: OKTYA SETYA PRATIDINA H14080068
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Guncangan Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di Indonesia Nama
: Oktya Setya Pratidina
NRP
: H14080068
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2012
Oktya Setya Pratidina H14080068
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Oktya Setya Pratidina lahir pada tanggal 20 Oktober 1990 di Bekasi. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara yang berasal dari pasangan Sigit Sudarmono dan Wiwik Muktiningsih. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 di SD Negeri Jati Mekar IX Bekasi. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 2002 sampai tahun 2005 di SMP Negeri 9 Bekasi. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 48 Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) kemudian terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Program Studi Ilmu Ekonomi. Selama di IPB, penulis pernah mengikuti lomba karya tulis ilmiah. Penulis meraih Juara III LKTI Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan Juara I Economics Championship HIPOTESA IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi HIPOTESA divisi LABLE dan IMEPI Nasional. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitian HIPOTEX-R 2010, Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen serta GEBYAR NUSANTARA 2009.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Guncangan Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada: 1. Bapak Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ibu Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku dosen penguji utama dan Ibu Ranti Wiliasih, Msi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran yang membangun bagi perbaikan skripsi ini. 3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 4. Kedua Orangtua tercinta ayahanda Sigit Sudarmono dan Ibunda Wiwik Muktiningsih. Kedua adik yaitu Shinta Setya Dirgantara dan Tri Oktavia Bhayangkara serta segenap keluarga besar, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi,dukungan baik moril maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Prayoga Noer Iman, atas doa, dukungan, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis setiap harinya.
6. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Dhany Saputra Bangun, Ayu Budiarti, Teuku Arif Pahlevi dan Illinia Ayudhia Riyadi. 7. Kak Marhamah Muth, Kak Sri Retno, Kak Retni, Kak Muti, Kak Avi Sunani atas diskusi dan mendukung penyusunan skripsi ini. 8. Sahabat-sahabatku Fitri Karlinda, Fitria Nugraheni, Ayu Sri Utami, Rian Constantino dan Anggit Cahyo Utomo. 9. Sahabat-sahabatku di Ilmu Ekonomi 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Oktya Setya Pratidina H14080068
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1.
Latar Belakang ................................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah ........................................................................
5
1.3.
Tujuan Penelitian ............................................................................
6
1.4.
Manfaat Penelitian ..........................................................................
7
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian...............................................................
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...................
8
2.1.
Tinjauan Pustaka .............................................................................
8
2.1.1. Definisi Inflasi ....................................................................
8
2.1.2. Teori Inflasi .........................................................................
9
2.1.2.1. Teori Kuantitas Uang ............................................
9
2.1.2.2. Teori Keynes .........................................................
9
2.1.2.3. Teori Strukturalis ..................................................
10
2.1.2.4. Teori Mark-Up Model .........................................
11
2.1.2.5. Teori Ekspektasi Rasional ....................................
11
2.1.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inflasi ........
13
2.1.4. Sumber Inflasi .....................................................................
17
2.1.5. Jenis-Jenis Inflasi .................................................................
18
2.1.6. Pengukuran Tingkat Inflasi ................................................
19
2.2.
Penelitian Terdahulu .......................................................................
22
2.3.
Kerangka Pemikiran........................................................................
26
III. METODE PENELITIAN ..........................................................................
28
3.1.
Data ................................................................................................
28
3.1.1. Jenis dan Sumber Data ........................................................
28
3.1.2. Variabel-variabel Penelitian ................................................
28
ii
3.2.
Metode Analisis .............................................................................
29
3.2.1. Analisis Deskriptif ...............................................................
29
3.2.2. Analisis Ekonometrika ........................................................
30
3.2.2.1. Uji Stasioneritas .....................................................
30
3.2.2.2. Uji Lag Optimal .....................................................
32
3.2.2.3. Uji Stabilitas VAR .................................................
32
3.2.2.4. Uji Kointegrasi ......................................................
33
3.2.2.5. Vector Autoregressive (VAR)................................
33
3.2.2.6. Vector Error Correction Model (VECM)..............
34
3.2.2.7. Impulse Response Function (IRF) .........................
35
3.2.2.8. Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) ...
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
37
4.1.
Analisis Deskriptif .........................................................................
37
4.2.
Analisis Ekonometrika ...................................................................
44
4.2.1. Uji Pra Estimasi ...................................................................
44
4.2.2. Hasil Estimasi VECM .........................................................
50
4.2.7. Analisis Impulse Response Function (IRF) .........................
53
4.2.8. Analisis Variance Decompotition ........................................
59
Implikasi Kebijakan .......................................................................
63
V. PENUTUP ..................................................................................................
67
4.3.
5.1.
Kesimpulan .....................................................................................
67
5.2.
Saran ...............................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
69
LAMPIRAN .....................................................................................................
71
iii
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor 1.1.
Inflasi Indonesia, Harga Pangan Dunia, dan Harga Minyak Dunia Tahun 2008 ...........................................................................................
4
2.1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu ..........................................................
25
3.1.
Variabel, Proksi Data, Satuan dan Sumber ..........................................
29
4.1.
Jumlah Uang Beredar Indonesia Tahun 2000-2011 .............................
40
4.2.
Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2000-2011 .........................
41
4.3.
Pengeluaran Pemerintah Indonesia Tahun 2000-2011 .........................
43
4.4.
Hasil Pengujian Akar Unit Pada Level ................................................
45
4.5.
Hasil Pengujian Akar Unit Pada First Difference ................................
45
4.6.
Hasil Uji Lag Optimal ..........................................................................
46
4.7.
Hasil Uji Stabilitas VAR ......................................................................
48
4.8.
Hasil Uji Kointegrasi............................................................................
49
4.9.
Hasil Estimasi VECM ..........................................................................
50
4.10.
Variance Decompotition ......................................................................
62
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman
Nomor 1.1.
Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 1997-2011 ....................................
3
2.1.
Inflationary Gap ...................................................................................
9
2.2.
Dampak Kenaikan Uang Beredar.........................................................
14
2.3.
GDP dan Inflasi ....................................................................................
15
2.4.
Suku Bunga dan Inflasi ........................................................................
16
2.5.
Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi .....................................................
17
2.6.
Kerangka Pemikiran Teoritis ...............................................................
27
4.1.
Laju Inflasi Tahunan di Indonesia Tahun 2000-2011 .........................
37
4.2.
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Tahun 2000-2011 ........
38
4.3.
Harga Minyak Dunia Tahun 2000-2011 ..............................................
39
4.4.
Indeks Harga Pangan Dunia Tahun 2000-2011 ...................................
39
4.5.
Suku Bunga Indonesia Tahun 2000-2011 ............................................
42
4.6.
Respon Inflasi terhadap Guncangan Inflasi .........................................
54
4.7.
Respon Inflasi terhadap Guncangan Nilai Tukar .................................
55
4.8.
Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Minyak Dunia .................
55
4.9.
Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Pangan Dunia ..................
56
4.10.
Respon Inflasi terhadap Guncangan Uang Beredar .............................
57
4.11.
Respon Inflasi terhadap Guncangan PDB ............................................
57
4.12.
Respon Inflasi terhadap Guncangan Suku Bunga ................................
58
4.13.
Respon Inflasi terhadap Guncangan Pengeluaran Pemerintah.............
59
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Nomor 1.
Data-data yang digunakan ....................................................................
72
2.
Pengujian Akar Unit.............................................................................
78
3.
Pengujian Lag Optimal ........................................................................
83
4.
Pengujian Stabilitas VAR ....................................................................
84
5.
Pengujian Kointegrasi ..........................................................................
84
6.
Hasil Estimasi VECM ..........................................................................
87
7.
Hasil Impulse Response Function ........................................................
90
8.
Hasil Forecast Error Variance Decompotition ...................................
92
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Menurut UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia
memiliki fokus pada pencapaian dan pemeliharaan nilai mata uang rupiah yang salah satunya tercermin dari inflasi. Kemudian, menurut UU No. 3 tahun 2004 menyatakan bahwa inflasi merupakan satu-satunya tujuan kebijakan moneter di Indonesia. Setelah adanya krisis 1998, otoritas moneter memikirkan strategi kebijakan dalam rangka pengendalian moneter untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu yang telah ditetapkan. Awalnya, tujuan kebijakan moneter yang telah ditetapkan adalah multi-objectives. Namun, seringkali sasaran-sasaran tersebut mengandung kontradiktif. Misalnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, terkadang dapat berdampak negatif pada kestabilan
harga.
Pengalaman
di
banyak
negara
menunjukkan
bahwa
perekonomian suatu negara memburuk karena kebijakan moneternya memiliki tujuan ganda (multiple objectives). Sehingga, tujuan kebijakan moneter di Indonesia
diubah
menjadi
single-objective
yang
hanya
berfokus
pada
pengendalian inflasi. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
2
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.1) Menurut Endri (2008) inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy. Perekonomian Indonesia diproyeksikan sebagai negara yang berkarakteristik small open economy dimana konsekuensi yang ditimbulkan yaitu stabilitas perekonomian domestik akan rawan terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh perekonomian dunia. Adapun small open economy merupakan karakteristik suatu negara yang termasuk dalam bagian kecil dari pasar dunia yang memiliki pengaruh kecil pada perekonomian dunia. Inflasi juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktorfaktor yang berasal dari dalam negeri, seperti perubahan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga. Berdasarkan Gambar 1.1 tingkat inflasi di Indonesia saat krisis 1998 mencapai 77,63 persen. Setelah krisis tersebut berlalu, guncangan faktor eksternal dan domestik masih memengaruhi kondisi inflasi di Indonesia. Berdasarkan Gambar 1.1 pada tahun 2000 hingga 2011 terjadi tiga kali kenaikan inflasi yang cukup tinggi yaitu tahun 2001 sebesar 12,55 persen, tahun 2005 sebesar 17,11 persen, dan tahun 2008 sebesar 11,06 persen. 1)
www.bi.go.id
3
INFLASI
Persen 77,63
90 80 70 60 50 40 30
12,55
20
INFLASI
17,11
11,06
10
Tahun 2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
0
Gambar 1.1. Tingkat Inflasi (year-on-year) di Indonesia Tahun 1997-2011 Sumber: BPS, 2012
Pada tahun 2001 terjadi peningkatan inflasi sebesar 12,55 persen (yoy). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi pada tahun 2001 ini. Pada tahun 2001, nilai tukar rupiah kembali mencapai kondisi terlemah pasca krisis 1998 yaitu Rp 11.675 per US Dolar. Hal ini berdampak pada meningkatnya biaya impor dan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan inflasi. Selain itu, inflasi tahun 2001 ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam kenaikan upah minimum pegawai swasta dan kenaikan gaji pegawai negeri yang berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan uang beredar di masyarakat. Ratarata pertumbuhan uang beredar (M2) pada tahun 2001 sebesar 14,74 persen, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 9,88 persen. Meningkatnya uang beredar ini dapat meningkatkan permintaan agregat sehingga dapat meningkatkan inflasi (Bank Indonesia, 2001). Pada tahun 2005 terjadi peningkatan inflasi sebesar 17,11 persen (yoy). Faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi tahun 2005 yaitu meningkatnya harga minyak dunia yang diikuti dengan peningkatan harga BBM (Bahan Bakar
4
Minyak) di Indonesia. Kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada 2005, khususnya kenaikan kedua pada tanggal 1 Oktober 2005 meningkatkan ekspektasi inflasi yang tinggi di masyarakat. Dalam rangka mengendalikan ekspektasi dan pencapaian sasaran inflasi jangka menengah panjang, Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat. Kebijakan moneter cenderung ketat tercermin pada kenaikan suku bunga secara bertahap. Pada Februari 2005 tercatat suku bunga sebesar 7,43 persen perlahan meningkat menjadi 8,25 persen pada Juni 2005 dan 12,75 persen pada Desember 2005 (Bank Indonesia, 2005). Tabel 1.1. Inflasi Indonesia, Indeks Harga Pangan Dunia dan Harga Minyak Dunia Tahun 2008 Inflasi Indonesia Indeks Harga Periode (persen) Pangan Dunia Januari 7,36 221,1175 Februari 7,39 238,3704 Maret 8,16 241,5806 April 8,96 240,5395 Mei 10,38 241,8192 Juni 11,28 248,3409 Juli 12,00 243,9644 Agustus 11,74 231,1427 September 11,93 217,7204 Oktober 11,55 190,9736 November 11,48 174,0497 Desember 10,23 163,9358 Sumber: OECD Stat, FAO dan EIA, 2012 (diolah)
Harga Minyak Dunia (US$ per barel) 92,97 95,39 105,45 112,58 125,4 133,88 133,37 116,67 104,11 76,61 57,31 41,12
Pada tahun 2008 terjadi peningkatan inflasi sebesar 11,06 persen (yoy). Faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi pada awal tahun 2008 yaitu karena adanya kenaikan harga minyak dunia dan harga pangan dunia (Tabel 1.1). Sejak bulan Januari 2008 harga minyak dunia terus meningkat hingga bulan Juni 2008 mencapai 133,88 US$ per barel. Pada saat yang sama, indeks harga pangan dunia juga terus meningkat hingga bulan Juni 2008 mencapai 248,34. Kenaikan harga
5
minyak dunia dan harga pangan dunia ini diikuti oleh inflasi di Indonesia yang sejak bulan Januari 2008 terus meningkat hingga bulan Juli mencapai 12 persen. Kemudian sejak bulan Juli 2008 hingga bulan Desember 2008 terjadi penurunan harga minyak dunia dan harga pangan dunia yang selanjutnya juga diikuti oleh penurunan inflasi. Menurut Mishkin (2008), peningkatan pengeluaran pemerintah juga dapat berkontribusi dalam meningkatkan inflasi. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2008 ketika pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 10,4 persen dari tahun sebelumnya, inflasi juga meningkat sebesar 11,06 persen.
1.2.
Perumusan Masalah Menurut UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia
memiliki fokus pada pencapaian dan pemeliharaan nilai mata uang rupiah yang salah satunya tercermin dari inflasi. Kemudian menurut UU No. 3 tahun 2004 menyatakan bahwa inflasi merupakan satu-satunya tujuan kebijakan moneter di Indonesia. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Menurut Endri (2008) inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy. Perekonomian Indonesia diproyeksikan sebagai negara yang berkarakteristik small open economy dimana konsekuensi yang ditimbulkan yaitu stabilitas perekonomian domestik akan rawan terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh perekonomian dunia. Inflasi juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktorfaktor yang berasal dari dalam negeri, seperti perubahan kebijakan moneter,
6
kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga. Pentingnya pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia dari sisi eksternal dan internal perlu dikaji untuk melihat seberapa besar respon inflasi jika terjadi guncangan pada variabel eksternal dan internal. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia? 2. Bagaimana respon inflasi di Indonesia ketika terjadi guncangan dari variabel eksternal dan internal? 3. Bagaimana kontribusi dari variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia? 4. Bagaimana implikasi kebijakan pemerintah terhadap guncangan eksternal dan internal yang berpengaruh pada inflasi di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia. 2. Menganalisis respon inflasi di Indonesia ketika terjadi guncangan dari variabel eksternal dan internal. 3. Menganalisis kontribusi dari variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia.
7
4. Menganalisis implikasi kebijakan pemerintah terhadap guncangan eksternal dan internal yang berpengaruh pada inflasi di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam mengendalikan inflasi. 2. Bagi kalangan akademisi, bermanfaat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan menjadikan penelitian ini sebagai pembanding bagi penelitian sebelumnya atau sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberi wawasan baru mengenai pengaruh, respon dan kontribusi guncangan dari variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas pengaruh guncangan dari faktor eksternal dan
internal terhadap inflasi di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat melihat respon dan kontribusi variabel eksternal dan internal terhadap inflasi di Indonesia. Periode penelitian ini dari tahun 2000 hingga tahun 2011. Variabel eksternal yang digunakan hanya nilai tukar, harga minyak dunia, dan harga pangan dunia. Sedangkan, variabel internal yang digunakan adalah ekspektasi inflasi, uang beredar, PDB, suku bunga dan pengeluaran pemerintah.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Definisi Inflasi Pada tahun awal Perang Dunia II Lerner mengutarakan definisi inflasi. Menurut Lerner, inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess
demand)
terhadap
barang-barang
dalam
perekonomian
secara
keseluruhan. Kelebihan permintaan akan barang-barang ini dapat diartikan sebagai berlebihnya tingkat pengeluaran untuk komoditi akhir dibandingkan dengan tingkat output maksimum yang dapat dicapai dalam jangka panjang dengan sumber-sumber produksi tertentu (Susanto, 2005). Friedman menyatakan bahwa inflasi selalu dan dimana pun merupakan fenomena moneter. Ia menganggap bahwa sumber semua episode inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi. Hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang rendah, inflasi dapat dihindari (Mishkin, 2008). Menurut Ackley, inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang-barang dan jasa secara umum. Kenaikan barang ini bukan hanya terjadi pada satu barang saja, namun dapat berdampak pada kenaikan harga barang lain (Sasana, 2004). Oleh karena itu untuk mengukur tingkat harga ratarata, para ekonom menyusun suatu indeks harga yang merata-rata harga komoditi yang berbeda-beda menurut seberapa penting komoditi tersebut. Indeks tersebut dikenal sebagai Consumer Price Index (CPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK).
9
2.1.2. Teori Inflasi 2.1.2.1. Teori Kuantitas Uang Kaum Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter yang terjadi karena adanya peningkatan jumlah uang beredar, sehingga menyebabkan kenaikan dalam pertumbuhan uang beredar dan dipercaya menjadi pemicu utama dari terjadinya inflasi. Tingkat harga yang berlaku (P) akan berubah secara proposional dengan perubahan uang yang beredar, dimana kecepatan transaksi (V) dan volume transaksi (T) akan dianggap konstan (Mankiw, 2007). Hubungan diantara transaksi dan uang ditunjukkan dalam persamaan berikut yang disebut persamaan kuantititas (quantity equation): Uang x Perputaran = Harga x Transaksi M
x
V
= P
x T
(2.1)
2.1.2.2. Teori Keynes Menurut Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat menginginkan barang dan jasa yang lebih besar daripada yang mampu disediakan oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini menimbulkan inflationary gap karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. P
AS
E1
P1
Inflationary gap P0
E0
AD1 AD0
Yf
Ya
Gambar 2.1. Inflationary Gap Sumber: Mankiw, 2007
Y
10
Inflationary gap ini diawali dari adanya peningkatan pengeluaran total yang menyebabkan peningkatan agregat demand sehingga kurva AD bergeser ke kanan. Pengeluaran total dapat berasal dari pengeluaran konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah dan pengeluaran investasi sektor swasta. Keadaan ini menggeser permintaan agregat bergerak naik melebihi keadaan output full employment. Akibat terjadi kelebihan permintaan pada pasar barang dan jasa sehingga harga meningkat. Kenaikan permintaan terhadap barang dan jasa akan menyebabkan terjadinya kenaikan permintaan terhadap faktor produksi, sehingga kuantitas permintaannya makin meningkat. Kenaikan harga barang dan jasa serta faktor produksi inilah yang menyebabkan terjadi inflasi dalam perekonomian (Nopirin, 2000). Bagi kalangan monetaris yang lebih menekankan terjadinya kenaikan permintaan agregat sebagai akibat dari kenaikan ekspansi jumlah uang yang beredar, tidak disangkal oleh Keynes. Namun, ditambahkan bahwa kenaikan permintaan agregat bisa juga terjadi karena peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah serta ekspor netto. 2.1.2.3. Teori Strukturalis Dasar pemikiran dari teori strukturalis adalah inflasi terjadi akibat adanya kendala struktural dalam perekonomian. Kaum strukturalis berpendapat bahwa penyebab inflasi di negara-negara berkembang adalah peningkatan harga komoditi pangan dan inflasi dari luar negeri. Inflasi di negara berkembang umumnya ditimbulkan oleh tekanan-tekanan, sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi terhadap struktur sosial dan ekonomi yang masih terbelakang. Pada sektor pertanian, dikemukakan bahwa terlambatnya pertumbuhan produktivitas atau faktor iklim menyebabkan penurunan produksi atau faktor iklim menyebabkan
11
penurunan produksi dan peningkatan harga pangan. Di sektor perdagangan luar negeri penurunan nilai mata uang (depresiasi) menyebabkan harga barang-barang impor menjadi semakin tinggi. 2.1.2.4. Teori Mark-up Model Menurut Cavanese, dasar pemikiran teori ini adalah bahwa harga output dipengaruhi oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar (Tambunan, 1996). 2.1.2.5. Teori Ekspektasi Rasional Kurva Phillips dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan utama yaitu ekspektasi inflasi, pengangguran siklis dan guncangan penawaran (Mankiw, 2007).
π =πe −β(u − u n ) + v Dimana:
π πe (u − u n ) v
= = = =
(2.2)
inflasi ekpektasi inflasi pengangguran siklis guncangan penawaran
Persamaan (2.2) mencerminkan hubungan berlawanan antara inflasi dan pengangguran.
Ketika
tingkat
pengangguran
lebih
tinggi
dari
tingkat
pengangguran alamiah, maka inflasi akan menurun. Sebaliknya ketika tingkat pengangguran lebih rendah dari tingkat pengangguran alamiah, maka inflasi akan meningkat. Sehingga menurut kurva Phillips, para pembuat kebijakan yang
12
mengendalikan permintaan agregat akan menghadapi tradeoff
jangka pendek
antara inflasi dan pengangguran Teori ekspektasi rasional hadir sebagai pendekatan alternatif yang mengasumsikan bahwa orang-orang memiliki ekspektasi rasional. Teori ekspektasi
rasional
menggunakan
mengasumsikan
seluruh
informasi,
bahwa
termasuk
orang-orang informasi
secara
tentang
optimal kebijakan
pemerintah sekarang, untuk meramalkan masa depan. Menurut teori ekspektasi rasional, perubahan kebijakan moneter dan fiskal dapat mengubah ekspektasi masyarakat. Jika masyarakat membentuk ekspektasi mereka secara rasional, maka inflasi memiliki inersia yang lebih kecil daripada pertama kali muncul. Sehingga, jika para pembuat kebijakan bersungguh-sungguh ingin menurunkan inflasi, maka orang-orang yang rasional akan memahami komitmen tersebut dan dapat menurunkan ekspektasi inflasi mereka. Jadi, inflasi dapat turun tanpa kenaikan pengangguran dan penurunan output. Ada dua syarat dalam teori ekspektasi rasional ini. Pertama, rencana menurunkan inflasi harus diumumkan sebelum para pekerja dan perusahaan yang menetapkan upah serta harga membentuk ekspektasi mereka. Kedua, para pekerja dan perusahaan harus percaya pada pengumuman itu. Jika tidak, mereka tidak akan menurunkan ekspektasi inflasi. Jika kedua persyaratan itu dipenuhi, pengumuman itu dengan cepat akan menggeser tradeoff jangka pendek antara inflasi dan pengangguran ke bawah, yang membiarkan tingkat inflasi yang lebih rendah tanpa pengangguran yang lebih tinggi.
13
2.1.3. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Inflasi 2.1.3.1. Hubungan Inflasi dan Nilai Tukar Menurut Zainusyukur (2005) perubahan nilai tukar rupiah berpengaruh nyata dan menjadi determinan penting terhadap laju inflasi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena penurunan nilai tukar atau depresiasi akan meningkatkan biaya impor untuk barang-barang impor. Kenaikan harga untuk impor barang modal dan bahan baku akan memengaruhi kenaikan biaya produksi didalam negeri. Sehingga ketika nilai tukar terdepresiasi, maka akan meningkatkan laju inflasi. 2.1.3.2. Hubungan Inflasi dan Harga Minyak Dunia Menurut Blanchard dalam Purwanti (2011), mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dapat dijelaskan melalui model markup. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikan markup sehingga harga akan naik, karena hubungan antara keduanya berbanding lurus. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatan harga. 2.1.3.3. Hubungan Inflasi dan Harga Pangan Dunia Menurut Braun (2008) kenaikan pada harga pangan dapat meningkatkan inflasi dan ketidakseimbangan makroekonomi. Pada sebagian negara, pola kenaikan harga pangan dunia diikuti oleh kenaikan harga pangan domestik. Pada negara berkembang, kenaikan harga pada pangan dapat meningkatkan inflasi. Hal ini dapat terjadi karena rata-rata konsumsi pangan menempati porsi terbesar dari tingkat konsumsi masyarakat. Jadi, kenaikan harga pangan dunia dapat memengaruhi kenaikan inflasi.
14
2.1.3.4. Hubungan Inflasi dan Uang Beredar Bagi kalangan monetaris, meningkatnya jumlah uang beredar secara terus menerus akan meyebabkan terjadinya inflasi. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Mishkin, 2008).
AS4
P AS3 P4
AS2
4 P3
31
AS1
21
AD4
11
AD3
3 P2 2 P1 1 AD2 AD1 Ye Gambar 2.2. Dampak Kenaikan Uang Beredar Sumber: Mishkin, 2008
Y
Awalnya perekonomian berada pada titik 1 dengan output natural dan tingkat harga P1 (perpotongan kuva AD 1 dan kurva AS 1 ). Jika jumlah uang beredar meningkat, kurva permintaan agregat bergeser ke kanan AD 2 sehingga perekonomian berpindah ke titik 11 dan output meningkat diatas tingkat alamiah. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan pengangguran dibawah tingkat awal yang mengakibatkan kenaikan upah. Kurva penawaran agregat akan bergeser ke kiri dan akan berhenti pada titik AS 2 . Pada waktu perekonomian meningkat kembali di tingkat output awal dengan kurva penawaran agregat jangka panjang, terjadi keseimbangan baru di titik 2 sehingga harga meningkat dari P 1 ke P 2 . Apabila jumlah uang beredar meningkat pada tahun berikutnya, kurva AD akan bergeser ke kanan menjadi AD 3 dan kurva AS akan bergeser dar AS 2 ke
15
AS 3 . Perekonomian kemudian akan bergerak dari titik 21 ke 3 dan tingkat harga meningkat ke P 3 . Jika jumlah uang beredar terus tumbuh, perekonomian akan terus bergerak pada tingkat harga yang lebih tinggi. Selama jumlah uang yang beredar meningkat dalam proses terus menerus, inflasi akan timbul. 2.1.3.5. Hubungan Inflasi dan PDB Dari sisi permintaan, meningkatnya PDB dapat meningkatkan permintaan agregat sehingga dapat meningkatkan harga. Berdasarkan Gambar 2.3 menjelaskan hubungan antara GDP dengan inflasi. Titik E 0 merupakan awal keseimbangan AD dan AS. Jika GDP mengalami ekspansi akibat adanya peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ataupun ekspor netto maka akan menggeser kurva AD ke kanan atas (AD 0 ke AD 1 ). Peningkatan kurva AD tersebut menyebabkan bergesernya keadaan ekuilibrium dari E 0 ke E 1 pada tingkat harga yang lebih tinggi (P 1 ) (Mankiw, 2007). AS P E1 P1 P0
E0
AD1 AD0
Yf
Y
Gambar 2.3. GDP dan Inflasi Sumber: Mankiw, 2007 2.1.3.6. Hubungan Inflasi dan Suku Bunga Kebijakan moneter yang kontraktif (LM 0 ke LM 1 ) meningkatkan suku bunga dari r 0 ke r 1 . Suku bunga merupakan harga uang di masa depan. Ketika suku bunga meningkat, masyarakat cenderung akan menyimpan uangnya dalam
16
bentuk tabungan atau obligasi. Hal ini dapat mengurangi jumlah uang beredar sehingga dapat mengurangi kegiatan konsumsi atau investasi. Hal ini dapat mengurangi permintaan agregat (AD 0 ke AD 1 ). r
LM1
r1
LM0
r0 IS Ya
Yf
P
A
P0 P1
Y
LRAS
SRAS0
B SRAS1
C AD0 AD1 Ya
Yf
Y
Gambar 2.4. Suku Bunga dan Inflasi Sumber: Mankiw, 2007
Dalam jangka pendek, harga adalah kaku, sehingga perekonomian bergerak dari titik A ke titik B. Output dan kesempatan kerja turun dibawah tingkat alamiah, yang berarti perekonomian mengalami resesi. Selama itu, dalam menanggapi permintaan yang rendah, upah dan harga turun. Penurunan tingkat harga yang berangsur-angsur ini menggerakkan perekonomian ke bawah sepanjang kurva permintaan agregat ke titik C, yang merupakan ekuilibrium jangka panjang yang baru. Pada ekuilibrium jangka panjang yang baru (titik C), output dan kesempatan kerja kembali ke tingkat alamiah, tetapi tingkat harga menjadi lebih rendah.
17
2.1.3.7. Hubungan Inflasi dan Pengeluaran Pemerintah Inflasi dapat disebabkan dari kebijakan fiskal seperti peningkatan pengeluaran pemerintah (Mishkin, 2008). Hal tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 2.5. Pada awalnya, keseimbangan berada pada titik 1, dimana output berada pada pada tingkat alamiah dan tingkat harga P 1 . Kenaikan pengeluaran pemerintah menggeser kurva permintaan agregat ke AD 2 , sehingga titik keseimbangan berubah menjadi di titik 11 dimana output berada diatas tingkat alamiah Y1. Oleh karena itu, kurva penawaran jangka pendek akan mulai bergeser ke kiri, secara perlahan mencapai AS 2 , dimana kurva tersebut berpotongan dengan kurva permintaan agregat AD 2 sehingga output kembali pada keseimbangan alamiah dan tingkat harga meningkat menjadi P 2 . P
AS AS2
P2
2
AS1 11
P1
1
AD2 AD1
Yf
Ya
Y
Gambar 2.5. Pengeluaran Pemerintah dan Inflasi Sumber : Mishkin, 2008
2.1.4. Sumber Inflasi Penyebab timbulnya inflasi berasal dari sisi permintaan (Demand Pull Inflation) dan sisi penawaran (Cost Push Inflation).
18
1. Demand Pull Inflation Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja. 2. Cost Push Inflation Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi. 2.1.5. Jenis-Jenis Inflasi Jenis-jenis inflasi dapat dikelompokkan berdasarkan sudut pandang sebagai berikut: 1. Asal Inflasi Berdasarkan asal terjadinya, inflasi dibagi menjadi dua, yaitu: a. Domestic Inflation Domestic Inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri, sebagai akibat adanya kenikan harga dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat memengaruhi inflasi.
19
b. Imported Inflation Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi didalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga didalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga diluar negeri terutama harga barang impor atau kenaikan harga bahan baku yang masih belum dapat diproduksi didalam negeri. 2. Bobot Inflasi Berdasarkan bobotnya, inflasi dibagi menjadi empat macam, yaitu inflasi ringan, sedang, berat dan sangat berat. Inflasi ringan (creeping inflation) adalah inflasi dengan laju pertumbuhan secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 persen per tahun. Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat pertumbuhan berada diantara 10-30 persen per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam strukutur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Inflasi berat adalah inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30-100 persen. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara. Inflasi sangat berat (Hyperinflation) adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100 persen per tahun, sebagaimana yang terjadi dimasa perang dunia ke II (1979-1945). Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.
2.1.6. Pengukuran Tingkat Inflasi Pertumbuhan tingkat inflasi dapat diukur dengan menggunakan indikator penghitungan, seperti Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan
20
Besar (IHPB), dan Angka Deflator. Berikut ini akan dibahas mengenai indikator perhitungan inflasi. 2.1.6.1. Indeks Harga Konsumen (IHK) Untuk melihat dan mengamati bagaimana perubahan harga barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat diperlukan data statistik di tingkat konsumen yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK menggambarkan rata-rata perubahan harga antar periode waktu tertentu dari satu kelompok barang/jasa. Atas dasar penghitungan IHK maka akan diperoleh angka inflasi sebagai gambaran meningkatnya harga barang/jasa kebutuhan masyarakat yang dihitung berdasarkan bobot nilai konsumsi yang berlaku di suatu wilayah. IHK merupakan indikator penghitungan inflasi yang umum digunakan. Perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut : 𝐼𝐻𝐾𝑡 −𝐼𝐻𝐾𝑡−1
LI t
=
LI t IHK t IHK t-1
= Laju Inflasi pada tahun atau periode t = Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t = Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t-1
𝐼𝐻𝐾𝑡−1
x 100 %
(2.3)
2.1.6.2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) IHPB adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada tingkat grosir atau perdagangan besar dari komoditas-komoditas yang diperdagangkan disuatu daerah/negara. Komoditas tersebut merupakan produksi dalam negeri yang dipasarkan didalam negeri ataupun diekspor dan komoditas yang
diimpor.
Perhitungannya
menggunakan
formula
Lasfayres
yang
dikembangkan sebagai berikut: In
=
𝑃𝑛 𝑃𝑛−1
∑
𝑥 𝑃𝑛−1 𝑄0
∑ 𝑃0 𝑄0
x 100 %
(2.4)
21
In Pn P n-1 P n-1 Q 0 P0Q0
= Indeks bulan n = Harga pada bulan ke n = Harga pada bulan ke n-1 = Nilai timbangan bulan n-1 = Nilai timbangan tahun dasar
2.1.6.3. Angka Deflator PDB Deflator PDB menggambarkan pengukuran level harga barang akhir dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi. Untuk menghitung deflator PDB dapat dilakukan dengan cara membagi PDB nominal dangan PDB riil (berdasarkan harga konstan). Rumus yang digunakan adalah : Deflator PDB
=
𝑃𝐷𝐵 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑃𝐷𝐵 𝑟𝑖𝑖𝑙
x 100%
(2.5)
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah indikator penghitungan Indeks Harga Konsumen. IHK merupakan sebuah indikator yang menggambarkan berbagai sumber kenaikan harga dari beberapa jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan perubahannya, inflasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1.
Inflasi Bulanan, yakni inflasi yang terjadi selama satu bulan tertentu. Dengan kata lain, inflasi bulanan merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu terhadap IHK bulan sebelumnya. Contoh: IHK Umum bulan Juni 2011 sebesar 126,50; dan IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35 maka inflasi bulan Juli 2011 adalah 0,67 persen. Yakni, persentase perubahan IHK bulan bulan Juli 2011 terhadap IHK bulan Juni 2011 yang diformulasikan
ke
dalam
rumus
126,50)/126,50 x 100% = 0,67 persen
matematik
adalah
=
(127,35-
22
2.
Kumulatif / Tahun Kalender, yakni inflasi yang terjadi selama bulan Januari sampai dengan bulan tertentu. Misalkan inflasi kumulatif pada bulan Juli 2011 berarti inflasi Januari 2011 hingga Juli 2011. Dengan kata lain inflasi, tahun kalender merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu terhadap IHK bulan Desember tahun sebelumnya. Contoh : IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35; IHK Desember 2010 sebesar 125,17 maka inflasi kumulatif bulan Juli 2011 adalah = (127,35-125,17)/125,17 x 100% = 1,74 persen.
3.
Year on Year (YoY) yakni inflasi yang terjadi selama setahun terakhir dari bulan tertentu tahun sebelumnya sampai dengan bulan yang sama tahun sekarang. Misalkan inflasi year on year pada bulan Juli berarti inflasi bulan Juli 2011 terhadap Juli 2010. Dengan kata lain, inflasi YoY merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu tahun sekarang terhadap IHK bulan yang sama tahun sebelumnya. Contoh : IHK bulan Juli 2011 sebesar 127,35; sedangkan IHK Juli 2010 sebesar 121,74 maka inflasi year on year bulan Juli 2011 adalah = (127,35-121,74)/121,74 × 100% = 4,61 persen.
2.2.
Penelitian Terdahulu Dengan latar belakang yang relatif sama yaitu pentingnya pengendalian
inflasi di Indonesia, sehingga peneliti – peneliti terdahulu seperti Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002), Susanto (2005), Ekamaryasa (2005), Endri (2008), Wahyuni (2011) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di
23
Indonesia. Namun, Purwanti (2011) lebih spesifik lagi menganalisis pengaruh guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi di Indonesia. Untuk menganalisis permasalahan yang ada Susanto (2005) dan Ekamaryasa (2005) menggunakan metode analisis regresi linear berganda, sedangkan Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002), Endri (2008) dan Wahyuni (2011) menggunakan metode VECM. Selain itu, digunakan metode FD-GMM (First Difference Generalized Method of Moments) oleh Purwanti (2011). Pada penelitian sebelumnya, seluruhnya menggunakan data sekunder. Sebagian besar data yang digunakan berupa data time series. Sedangkan Purwanti (2011) menambahkan data cross section. Data diperoleh dari berbagai macam sumber publikasi seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, IFS (International Financial Statistic), IMF (International Monetary Fund), ADB (Asian Development Bank), EIA (Energy Information Administration), dan FAO (Food Agricultural Organization). Secara garis besar, pada penelitian terdahulu menunjukan bahwa pada periode tertentu ada beberapa variabel makroekonomi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang memengaruhi inflasi di Indonesia. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ramakhrisnan dan Vamvakidis (2002) yang menunjukan bahwa variabel inflasi luar negeri dan nilai tukar berpengaruh positif dan menjadi kontributor utama pada inflasi di Indonesia. Susanto (2005), Ekamaryasa
(2005),
dan
Endri
(2008),
menunjukkan
bahwa
variabel
makroekonomi seperti nilai tukar, uang beredar, suku bunga dan PDB berpengaruh pada inflasi. Wahyuni (2011) juga menunjukkan bahwa harga
24
minyak dunia dan harga pangan dunia berkontribusi pada inflasi di Indonesia. Secara ringkas, penelitian-penelitian di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu perbedaan pada variabel yang digunakan, jenis data yang digunakan, periode analisis dan metode yang digunakan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu inflasi, nilai tukar, harga minyak dunia, harga pangan dunia, jumlah uang beredar, suku bunga, PDB, pengeluaran pemerintah dan ekspektasi inflasi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data bulanan. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu dari Januari 2000 hingga Desember 2011. Selain itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VECM (Vector Error Correction Model).
25
Tabel 2.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu Judul dan peneliti
Latar Belakang
Metode Analisis
Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia” oleh Endri (2008)
Adanya perubahan rezim nilai tukar, menjadi floating exchange rate dan bertumpu pada UU No.23 Tahun 1999 dimana Bank Indonesia berfokus pada pencapaian kestabilan inflasi sehingga perlu dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Indonesia yang terdiri dari variabelvariabel domestik dan eksternal.
VECM
Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia dari Sisi Penawaran” oleh Dwi Wahyuni (2011)
Guncangan penawaran yang bersifat negatif dapat meningkatkan biaya produksi dan dapat meningkatkan inflasi
VECM
Analisis Determinan Inflasi di Indonesia” oleh Hery Susanto (2005)
Kecenderungan Bank Sentral di dunia untuk memfokuskan pada kestabilan harga sebagai sasaran akhir, sehingga perlu diidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Indonesia.
Regresi Linear Berganda
Forecasting Inflation in Indonesia” oleh Uma Ramakhrisnan dan Athanasius Vamvakidis (2002)
Ketika Bank Indonesia menetapkan target inflasi yang kredibel dan akurat, Bank Indonesia perlu menganalisis leading indicator dari inflasi dan pemahaman yang penting bagi keberhasilan kebijakan moneter.
VECM
Hasil Variabel suku bunga, output gap dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Nilai tukar memiliki kecepatan penyesuaian yang cukup besar dan signifikan untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya. Suku bunga merupakan kontributor terbesar dalam memengaruhi inflasi di Indonesia. Variabel nilai tukar signifikan memengaruhi inflasi di Indonesia. Shock (guncangan) variabel endogen yang berkontribusi pada inflasi jangka panjang yaitu ekspektasi inflasi (42,77 persen), nilai tukar (23,34 persen), harga minyak dunia (9,29 persen), harga pangan dunia (6 persen) dan upah buruh (1,34 persen). Uang beredar dan dummy krisis 1997 berpengaruh positif dan tidak signifikan. Nilai tukar, suku bunga dan PDB berpengaruh positif dan signifikan. Kontribusi terbesar adalah ekspektasi inflasi dimana variabel ini berpengaruh positif dan signifikan. Nilai tukar dan inflasi luar negeri merupakan kontributor utama terhadap inflasi di Indonesia dengan suatu kekuatan prediksi yang besar. Pertumbuhan uang beredar secara statistik signifikan dengan dampak yang kecil.
26
Analisis FaktorFaktor Yang Memengaruhi Inflasi Jangka Pendek” oleh I Putu Ekamaryasa (2005)
Pengendalian inflasi dapat dilakukan melalui kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, sehingga perlu dikaji pengaruh dari uang beredar dan pengeluaran pemerintah terhadap inflasi di Indonesia
Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN +3” oleh Dewi Purwanti (2011)
Pentingnya minyak bumi sebagai input produksi menyebabkan fluktuasi harga minyak bumi sangat sensitif terhadap kondisi perekonomian di setiap negara. Guncangan harga minyak dunia memberikan kontribusi terhadap resesi global dalam tiga puluh tahun terakhir.
2.3.
Regresi Linear Berganda
Variabel jumlah uang primer (G_M0) menunjukkan pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi. Variabel uang beredar dalam arti sempit (G_M1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Variabel pengeluaran pemerintah (G_P_PEMER) dengan menggunakan G_M0 memberikan pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap inflasi. Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah (G_P_PEMER) dengan menggunakan G_M1 memberikan pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Data Panel Dinamis FDGMM (First Difference Generalized Method of Moments)
Selama tahun 1999-2008 peningkatan harga minyak dunia umumnya diikuti oleh peningkatan inflasi di masing-masing Negara ASEAN+3 kecuali di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh penerapan subsidi harga bahan bakar minyak yang sangat tinggi di Indonesia.
Kerangka Pemikiran Salah satu indikator makroekonomi yang menjadi tujuan utama (single
objective) bagi perekonomian Indonesia adalah inflasi. Menurut Endri (2008) inflasi disebabkan dari faktor eksternal dan internal. Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik Indonesia sebagai negara small open economy. Perekonomian Indonesia diproyeksikan sebagai negara yang berkarakteristik
27
small open economy dimana konsekuensi yang ditimbulkan yaitu stabilitas perekonomian domestik akan rawan terhadap guncangan yang ditimbulkan oleh perekonomian dunia. Adapun small open economy merupakan karakteristik suatu negara yang termasuk dalam bagian kecil dari pasar dunia yang memiliki pengaruh kecil pada perekonomian dunia. Inflasi juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam negeri, seperti perubahan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga. Berdasarkan uraian teori di atas dan hasil penelitian terdahulu, sehingga yang menjadi variabel eksternal dalam penelitian ini adalah variabel nilai tukar, harga minyak dunia, dan harga pangan dunia. Sedangkan, variabel internal dalam penelitian ini adalah ekspektasi inflasi, uang beredar, PDB, suku bunga, dan pengeluaran pemerintah. Faktor Eksternal
Faktor Internal
• Nilai Tukar • Harga Minyak Dunia • Harga Pangan Dunia
• • • • •
Ekspektasi Inflasi Uang Beredar Suku Bunga PDB Pengeluaran Pemerintah
Pengaruh Guncangan dan Kontribusi Faktor Eksternal dan Internal terhadap Inflasi di Indonesia
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis
28
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Data
3.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 hingga Desember 2011. Pada penelitian ini juga ditambahkan variabel dummy Inflation Targeting Framework. Data-data sekunder diperoleh dari Bank Indonesia,
OECD.Stat
(Organisation
for
Economic
Co-operation
and
Development), EIA (Energy Information Administration), dan FAO (Food Agricultural Organization). Selain itu, data didapatkan melalui literatur dari perpustakaan, buku, jurnal, internet dan media informasi lainnya.
3.1.2. Variabel – Variabel Penelitian Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah inflasi, nilai tukar, harga minyak dunia, harga pangan dunia, pertumbuhan uang beredar, PDB, suku bunga, pengeluaran pemerintah dan ekspektasi inflasi. Semua data dikonversi dalam bentuk logaritma natural, kecuali data inflasi, pertumbuhan uang beredar, dan suku bunga. Proksi data yang digunakan pada masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
29
Tabel 3.1 Variabel, Proksi Data, Satuan dan Sumber Variabel INFLASI KURS
Eksternal OILPRICE
Proksi data yang digunakan Inflasi month to month Nilai tukar rupiah terhadap US dolar Harga spot minyak mentah West Texas Intermediate Harga
OECD.Stat
Rupiah per US $
Bank Indonesia
US $ per Energy Information barel Administration
Persen
Bank Indonesia
PDB
PDB berdasarkan Miliar harga konstan rupiah tahun 2000
Bank Indonesia
SB
Suku bunga SBI
Persen
Bank Indonesia
Miliar rupiah
Bank Indonesia
Persen
OECD.Stat
G INFLASI (-1)
3.2.
Persen
Food Agricultural Organization
M2GROWTH Pertumbuhan M2
Internal
Sumber
Indeks
FPI
Indeks Pangan
Satuan
Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Inflasi bulan sebelumnya
Metode Analisis Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
analisis ekonometrika.
3.2.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Analisis deskriptif dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan grafik, tabel dan diagram. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
30
mengenai perkembangan laju inflasi yang terjadi di Indonesia selama tahun 2000 hingga 2011. Analisis ini juga digunakan untuk menggambarkan perkembangan variabel eksternal seperti nilai tukar, harga minyak dunia, dan indeks harga pangan dunia. Selain itu juga analisis ini digunakan untuk menggambarkan variabel internal seperti uang beredar, suku bunga, PDB dan pengeluaran pemerintah.
3.2.2. Analisis Ekonometrika Analisis ekonometrika adalah analisis yang menggunakan model statistik dalam menjelaskan perilaku ekonomi (Juanda, 2009). Pada penelitian ini akan menggunakan analisis Vector Error Correction Model karena data yang digunakan tidak semua stasioner pada level dan terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel tersebut.
3.2.2.1. Uji Stasioneritas Dalam uji stasioneritas ini digunakan uji akar unit (unit root test). Uji ini dilakukan guna menentukan stasioner atau tidaknya suatu variabel. Tujuan dari uji ini adalah untuk mendapatkan nilai rata-rata yang stabil sehingga model regresi yang diperoleh memiliki kemampuan prediksi yang handal dan menghindari timbulnya regresi lancung (spurious regression). Pengujian stasioneritas secara teori dan prakteknya menggunakan tiga asumsi dasar yaitu tidak adanya trend dan konstanta, adanya konstanta, adanya trend dan konstanta. Dalam melakukan uji statistik dan hipotesis alternatif yang sesuai diperlukan pengujian adanya trend pada data deret waktu. Pengujian trend
31
ini dilakukan untuk menghasilkan uji unit root yang lebih powerfull. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan melihat adanya trend pada data dengan menggunakan grafik. Uji akar unit pertama kali dikembangkan oleh Dickey Fuller, dasar uji stasioner data dengan akar unit dapat dijelaskan melalui persamaan: Y t = ρY t-1 + e t , dimana -1 ≤ ρ ≤ 1 Dimana ρ adalah koefisien autoregresif
(3.1) dan e t adalah rresidual yang
bersifat random dimana residualnya memiliki mean nol, varians konstan dan nonautokorelasi. Residual yang seperti itu disebut white noise. Jika pada persamaan 3.1 memiliki ρ=1, maka dikatakan bahwa variabel Y memiliki unit root. Jika suatu data memiliki akar unit, maka data tersebut tidak stasioner. Dalam bentuk hipotesis dapat ditulis: Ho: ρ = 1 (series memiliki akar unit) Ho: ρ ≠ 1 (series tidak memiliki akar unit) Persamaan (3.1) dapat dinyatakan dalam bentuk lain (turunan pertama), yaitu: Y t - Y t-1 = ρY t-1 - Y t-1 + e t ∆ Yt
= (ρ-1) Y t-1 + e t
∆ Yt
= δ Y t-1 + e t
(3.2)
Dari persamaan diatas dapat dibuat hipotesis: Ho: δ = 0 (series memiliki akar unit) Ho: δ ≠ 0 (series tidak memiliki akar unit) Dengan menggunakan uji ADF (Augmented Dickey-Fuller), suatu variabel dapat dilihat kestasionerannya. Jika koefisien ADF statistic lebih besar dari
32
Critical Value McKinnon (1%, 5%, 10%) artinya terima Ho dimana series memiliki akar-akar unit. Dan dapat disimpulkan variabel tersebut tidak stasioner. Apabila tidak stasioner pada level, maka dilanjutkan ke tahap Uji Derajat Integrasi (integration test). Jika koefisien ADF statistic lebih kecil dari Critical Value McKinnon (1%, 5%, 10%) artinya tolak Ho dimana series tidak memiliki akarakar unit. Dan dapat disimpulkan variabel tersebut stasioner.
3.2.2.2. Uji Lag Optimal Uji lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR. Tujuan dari uji lag optimal karena uji lanjutan pada VAR dan VECM sangat peka terhadap panjang lag. Penentuan lag optimal harus mempertimbangkan adanya kemungkinan korelasi antar residual dan penurunan degree of freedom dari persamaan yang dihasilkan dan jumlah parameter yang diestimasi menjadi semakin banyak sehingga tidak efisien. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Jika kriteria informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat selang, maka kandidat tersebutlah yang optimal. Namun, jika diperoleh lebih dari satu kandidat, maka dilanjutkan pada perbandingan nilai adjusted R2 VAR dari masing-masing kandidat lag. Lag optimal yang dipilih dari sistem VAR yaitu yang menghasilkan nilai adjusted R2 terbesar dalam sistem.
3.2.2.3. Uji Stabilitas VAR Setelah dilakukan uji stasioneritas, maka tahap selanjutnya dalam estimasi VAR adalah uji stabilitas VAR. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui valid atau
33
tidaknya analisis Impulse Response Function. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial berada dalam unit circle atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR tersebut stabil, sehingga Impulse Response Function valid.
3.2.2.4. Uji Kointegrasi Uji ini merupakan lanjutan dari uji akar unit dan uji derajat integrasi. Dalam uji kointegrasi ini bertujuan untuk medeteksi stabilitas hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependennya. Dalam penelitian ini menggunakan Johansen Cointegrating Test. Hipotesis nol dalam uji ini adalah tidak ada kointegrasi. Jika trace statistic > critical value, maka tolak Ho sehingga persamaan tersebut terkointegrasi.
3.2.2.5. Vector Autoregressive (VAR) Vector Autoregressive (VAR) pertama kali diperkenalkan oleh Sims pada tahun 1980. Dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series analysis. VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan. Menurut Nachrowi (2006) terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan model VAR ini. Beberapa kelebihan dari model VAR, yaitu:
34
1. Model VAR adalah model yang sederhana dan tidak perlu membedakan mana variabel yang endogen dan mana yang eksogen. Semua variabel pada model VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen. 2. Cara estimasi model VAR sangat mudah, yaitu dengan menggunakan OLS pada setiap persamaan secara terpisah. 3. Peramalan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih baik dibanding menggunakan model dengan persamaan simultan yang lebih kompleks. Sekalipun banyak kelebihan, model VAR tetap mempunyai sisi lemah. Ada beberapa kelemahan yang dimiliki model tersebut, antara lain: 1.
Model VAR lebih bersifat a-teoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu. Oleh karenanya, model tersebut sering disebut sebagai model yang tidak struktural.
2.
Mengingat tujuan utama model VAR untuk peramalan maka model VAR kurang cocok untuk analisis kebijakan.
3.
Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat.
4.
Semua variabel dalam VAR harus stasioner, jika tidak stasioner maka harus ditransformasikan terlebih dahulu.
5.
Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah.
3.2.2.6. Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model (VECM) adalah model VAR terestriksi yang digunakan untuk variabel yang non-stasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Hal yang perlu diperhatikan pada variabel yang berkointegrasi
35
adalah apabila suatu model menghendaki adanya persamaan jangka panjang, pergerakan dari beberapa variabel mengadakan reaksi adanya kecenderungan ketidakseimbangan dalam jangka pendek yang sering kita temui dalam peristiwa ekonomi. Hal ini berarti apa yang diinginkan perilaku ekonomi belum tentu sama dengan apa yang sebenarnya terjadi. Untuk itu suatu model yang memasukkan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan atau model koreksi kesalahan (Vector Error Correction Model). Model dari VECM dapat ditulis sebagai berikut: ∆ Yt
= α 0 + α 1 ∆X t + α 2 ECT t-1 + e t
(3.3)
Dimana: ECT t-1 = (Y t-1 – β 0 – β 1 X t-1 )
(3.4)
α 0 = konstanta α 1 = koefisien jangka pendek α 2 = koefisien koreksi ketidakseimbangan yang menjelaskan seberapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai keseimbangannya.
3.2.2.7. Impulse Response Function (IRF) Impulse Response Function (IRF) adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini dikarenakan shock variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VECM. Dengan kata lain IRF mengukur respon suatu variabel dimasa datang ketika terjadi suatu guncangan (Firdaus, 2011).
36
3.2.2.8. Forecast Error Variance Decompotition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR/VECM. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Dengan kata lain, FEVD dapat digunakan untuk menganalisis kontribusi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya (Firdaus, 2011).
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Analisis Deskriptif
4.1.1. Gambaran Umum Laju Inflasi di Indonesia Laju inflasi tahunan Indonesia selama kurun waktu 2000 hingga 2011 masih menunjukkan fluktuasi seperti pada Gambar 4.1. Rata-rata inflasi tahun 2000-2011 sebesar 8,19 persen. Nilai tertinggi inflasi tahunan terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 17,11 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga minyak dunia yang diikuti oleh pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah dengan menaikkan harga BBM sebanyak dua kali. Kenaikan harga BBM terjadi pada 1 Maret 2005 dari Rp 1.800 menjadi Rp 2.400 dan pada 1 Oktober 2005 dari Rp 2.400 menjadi 4.500. Sedangkan, nilai terendah inflasi tahunan terjadi pada tahun 2009 sebesar 2,78 persen. Pada awal tahun 2009 pemerintah menurunkan harga BBM dari Rp 5.000 menjadi Rp 4.500.
PERSEN
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
17.11 12.55 9.35
11.06
10.03 5.06
6.4
6.6
6.96
6.59 2.78
3.79
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 4.1. Laju Inflasi Tahunan di Indonesia Tahun 2000-2011 Sumber: OECD.Stat (diolah)
38
4.1.2. Gambaran Umum Nilai Tukar Rupiah di Indonesia Pada tahun 2000 nilai tukar rupiah dibuka dengan nilai Rp 7.425 per US Dolar. Pada awal tahun 2000 tersebut merupakan kondisi nilai tukar terkuat pada periode 2000-2011. Namun, sepanjang tahun 2000 nilai tukar rupiah menunjukkan nilai yang semakin terdepresiasi akibat perkembangan politik dan keamanan menjelang Sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Pada periode 2000-2011, kondisi nilai tukar rupiah terlemah terjadi pada November 2008 sebesar Rp 12.151 per US Dolar. Kuatnya tekanan terhadap nilai tukar rupiah ini disebabkan oleh dampak negatif dari krisis finansial global yang membuat para investor asing menarik dananya dari Indonesia. Terjadinya capital outflow menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi. Rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun 2000-2011 yaitu Rp 9303 per US Dolar. RUPIAH
Rp 12.151/ US$
14000 12000 10000 8000 6000
Rp 7.425/ US$
4000 2000
Apr-11
Jul-10
Oct-09
Jan-09
Apr-08
Jul-07
Oct-06
Jan-06
Apr-05
Jul-04
Oct-03
Jan-03
Jul-01
Apr-02
Oct-00
Jan-00
0
Gambar 4.2. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Tahun 2000-2011 Sumber: Bank Indonesia (diolah)
4.1.3. Gambaran Umum Harga Minyak Dunia Pada periode 2000-2011 harga minyak dunia cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata harga minyak dunia tahun 2000-2011 yaitu 57,10 US Dolar per barel. Harga minyak dunia terendah periode 2000-2011 terjadi pada
39
Desember 2001 sebesar 19,39 US Dolar per barel. Harga minyak dunia tertinggi periode 2000-2011 terjadi pada Juni 2008 sebesar 133,88 US Dolar per barel. 160$ / barel US
133,88 US$/barel
140 120 100 80 60
19,39 US$/barel
40 20 May-11
Sep-10
Jan-10
May-09
Sep-08
Jan-08
May-07
Sep-06
Jan-06
May-05
Sep-04
Jan-04
May-03
Sep-02
Jan-02
May-01
Sep-00
Jan-00
0
Gambar 4.3. Harga Minyak Dunia Tahun 2000-2011 Sumber: EIA (diolah)
4.1.4. Gambaran Umum Harga Pangan Dunia Pada periode 2000-2011 indeks harga pangan dunia cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata indeks harga pangan dunia tahun 2000-2011 yaitu 152,73. Indeks harga pangan dunia terendah periode 2000-2011 terjadi pada Mei 2002 sebesar 94,30. Indeks harga pangan dunia tertinggi periode 2000-2011 terjadi pada Februari 2011 sebesar 263,31. 300 INDEKS
263,31
248,34
250 200 150 100
94,30
50
Gambar 4.4. Indeks Harga Pangan Dunia Tahun 2000-2011 Sumber: FAO (diolah)
Sep-11
Feb-11
Jul-10
Dec-09
May-09
Oct-08
Mar-08
Aug-07
Jan-07
Jun-06
Nov-05
Apr-05
Sep-04
Feb-04
Jul-03
Dec-02
May-02
Oct-01
Mar-01
Jan-00
Aug-00
0
40
4.1.5. Gambaran Umum Jumlah Uang Beredar Pada tahun 2000-2011 rata-rata jumlah uang beredar Indonesia sebesar Rp 1.507.094 miliar. Pada tahun 2000 hingga tahun 2011 jumlah uang beredar selalu meningkat. Jumlah uang beredar tahun 2000 sebesar Rp 747.028 miliar. Jumlah uang beredar tahun 2011 sebesar Rp 2.877.220 miliar. Rata-rata pertumbuhan uang beredar Indonesia pada tahun 2000-2011 sebesar 13,32 persen. Pertumbuhan uang beredar terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 4,72 persen. Pertumbuhan uang beredar tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 19,32 persen. Tabel 4.1. Jumlah Uang Beredar Indonesia Tahun 2000-2011 Tahun Jumlah Uang Beredar (Miliar Rupiah) 2000 747.028 844.053 2001 883.908 2002 955.692 2003 1.033.877 2004 1.202.762 2005 1.382.493 2006 1.649.662 2007 1.895.839 2008 2.141.384 2009 2.471.206 2010 2.877.220 2011 Rata-rata 1.507.094 Sumber: Bank Indonesia (diolah)
Pertumbuhan (persen) 15,6 13 4,72 8,12 8,18 16,33 14,94 19,32 14,92 12,95 15,40 16,42 13,32
4.1.6. Gambaran Umum PDB Pada tahun 2000-2011 rata-rata PDB Indonesia sebesar Rp 1.847.477 miliar. Pada tahun 2000 hingga tahun 2011 nilai PDB selalu meningkat. PDB tahun 2000 sebesar Rp 1.323.940,2 miliar. PDB tahun 2011 sebesar Rp. 2.463.242 miliar. Peningkatan PDB setiap tahunnya dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia
41
pada tahun 2000-2011 sebesar 5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 2001 sebesar 3,6 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 6,5 persen. Tabel 4.2. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2000-2011 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
PDB (Miliar Rupiah) 1.389.769,9 1.440.405,7 1.505.216,4 1.577.171,3 1.656.516,8 1.750.815,2 1.847.126,7 1.964.327,3 2.082.456,1 2.178.850,4 2.313.838 2.463.242 1.847.477
Pertumbuhan (persen) 4,9 3,6 4,4 4,7 5,1 5,6 5,5 6,4 6 4,6 6,1 6,5 5,2
Sumber: Bank Indonesia (diolah)
4.1.7. Gambaran Umum Suku Bunga Bank
Indonesia
menggunakan
instrumen
suku
bunga
dalam
mengendalikan laju inflasi. Pada tahun 2000-2001, suku bunga mengalami peningkatan hingga mencapai nilai tertinggi sebesar 17,67 persen pada Agustus 2001. Peningkatan suku bunga ini dilakukan guna menekan laju inflasi di akhir tahun 2000 yang mencapai 9,35 persen. Pada tahun 2002-2003 suku bunga cenderung menurun. Pada tahun 2004 hingga pertengahan tahun 2005 suku bunga cenderung stabil pada kisaran 7 persen. Namun, pada akhir 2005 hingga tahun 2006 suku bunga kembali meningkat mencapai 12,75 persen. Hal ini dilakukan guna menekan laju inflasi yang tinggi akibat kenaikan harga BBM. Pada tahun 2008 suku bunga kembali meningkat pada kisaran 8 persen untuk menekan laju
42
inflasi yang tinggi akibat krisis 2008. Pada tahun 2009-2011 suku bunga cenderung stabil pada kisaran 6 persen. Suku bunga terendah terjadi pada April 2010 sebesar 6,2 persen. Rata-rata suku bunga pada tahun 2000-2011 sebesar 10,03 persen. PERSEN
17,67
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Sep-11
Feb-11
Jul-10
Dec-09
May-09
Oct-08
Mar-08
Aug-07
Jan-07
Jun-06
Apr-05
Nov-05
Sep-04
Feb-04
Jul-03
Dec-02
May-02
Oct-01
Mar-01
Aug-00
Jan-00
6,2
Gambar 4.5. Suku Bunga Indonesia Tahun 2000-2011 Sumber: Bank Indonesia (diolah)
4.1.8. Gambaran Umum Pengeluaran Pemerintah Pada tahun 2000-2011 rata-rata pengeluaran pemerintah Indonesia sebesar Rp 145.504,7 miliar. Pada tahun 2000 hingga tahun 2011 pengeluaran pemerintah selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 pengeluaran pemerintah Indonesia sebesar Rp 90.780 miliar. Pada tahun 2011 pengeluaran pemerintah Indonesia sebesar Rp 202.612 miliar. Kenaikan pengeluaran pemerintah tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 15,7 persen. Kenaikan pengeluaran pemerintah terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 0,3 persen. Rata-rata kenaikan pengeluaran pemerintah Indonesia tahun 2000-2011 sebesar 7,56 persen.
43
Tabel 4.3 Konsumsi Pengeluaran Pemerintah Indonesia Tahun 2000-2011 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
Pengeluaran Pemerintah (Miliar Rupiah) 90.780 97.646 110.334 121.404 126.249 134.626 147.564 153.310 169.297 195.835 196.399 202.612 145.504,7
Pertumbuhan (persen) 6,5 7,5 13 10 4 6,6 9,6 4 10,4 15,7 0,3 3,2 7,56
Sumber: Bank Indonesia (diolah) 4.1.9
Gambaran Umum Inflation Targeting Framework (ITF) Berlakunya Undang-Undang Nomer 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral
mengenai tujuan Bank Indonesia yang memiliki fokus pada pencapaian dan pemeliharaan kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari inflasi dan nilai tukar. Awalnya untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dilakukan dengan pengendalian uang beredar. Namun, beberapa studi BI menyimpulkan strategi kebijakan moneter dengan pengendalian uang beredar semakin sulit diandalkan. Sehingga, sejak Juli 2005 Bank Indonesia menerapkan Inflation Targeting Framewok (ITF) di Indonesia. ITF adalah
kerangka kebijakan moneter yang ditandai oleh pemberitahuan kepada masyarakat mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu, dimana suku bunga BI rate dijadikan instrumen untuk mencapai dan mengendalikan laju inflasi yang rendah dan stabil. Adapun tiga konsep dasar kebijakan moneter dengan kerangka ITF yaitu forward looking, transparansi, serta akuntabilitas dan kredibilitas. Forward looking berarti Bank Indonesia bersifat antisipatif dengan memperkirakan
44
pergerakan inflasi ke depan dan memprediksi lag dari pengaruh kebijakan moneter. Transparansi berarti menunjukkan komitmen Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi dengan mempublikasikan arah kebijakan moneter kepada masyarakat/pelaku ekonomi. Dengan adanya publikasi tersebut, maka diharapkan masyarakat/pelaku ekonomi akan membentuk ekspektasinya sesuai dengan arah kebijakan moneter yang telah dibuat. Akuntabilitas merupakan tanggung jawab dari Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya. Bank Indonesia akan memberikan laporan mengenai ukuran keberhasilan Bank Indonesia dalam mencapai target inflasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas ini pada akhirnya akan mempengaruhi kredibilitas dari Bank Indonesia dalam menjalakan tugasnya untuk mengendalikan inflasi. 4.2.
Analisis Ekonometrika
4.2.1.
Uji Pra Estimasi
4.2.1.1. Pengujian Akar-Akar Unit (Unit Root Test) Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, perlu dilakukan uji stasioneritas terlebih dahulu terhadap data yang digunakan. Tujuan dari uji stasioneritas yaitu untuk menghindari timbulnya regresi lancung (spurious regression). Selain itu, data yang tidak stasioner dapat mengakibatkan kurang baiknya model yang di estimasi (Nachrowi, 2006). Dalam penelitian ini, uji stasioneritas yang digunakan adalah uji akar unit (Unit Roots Test) dengan menggunakan metode Augmented Dickey Fuller Test (ADF Test). Pengujian akar unit data yang dilakukan terhadap seluruh variabel dalam model penelitian, didasarkan pada Augmented Dickey Fuller test (ADF). Perhitungannya menggunakan bantuan komputer program Eviews 6.0. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut :
45
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level. Variabel INFLASI LN_KURS LN_OILPRICE LN_FPI M2GROWTH LN_PDB SB LN_G DUMMY
ADF statistik -9.94284 -3.98827 -3.04007 -1.21062 -2.26318 -2.59945 -1.45073 -0.29323 -1.08076
Nilai Kritis Mc.Kinnon 1 persen 5 persen 10 persen -3.47647 -2.88169 -2.57759 -3.47681 -2.88183 -2.57767 -4.02398 -3.44178 -3.14547 -3.47714 -2.88198 -2.57775 -3.48043 -2.88341 -2.57851 -4.02849 -3.44396 -3.14676 -3.47681 -2.88183 -2.57767 -3.48004 -2.88324 -2.57842 -3.47647 -2.88168 -2.57759
Keterangan Stasioner Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
Hasil uji akar unit pada tingkat level menunjukkan bahwa hanya variabel INFLASI dan LN_KURS yang stasioner. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai ADF statistik yang lebih kecil dari nilai kritis Mc.Kinnon. Variabel LN_KURS stasioner pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Variabel INFLASI stasioner pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan, variabel lainnya tidak stasioner pada tingkat level, baik pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Oleh karena itu, pengujian unit root dilanjutkan pada first differences dikarenakan pada level masih mengandung akar unit. Dengan mendeferensiasikan masing-masing data hingga menjadi stasioner. Berdasarkan uji tingkat first differences diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.5. Hasil Pengujian Akar Unit pada first differences Variabel INFLASI LN_KURS LN_OILPRICE LN_FPI M2GROWTH LN_PDB SB LN_G DUMMY
ADF statistik -8.87809 -10.34520 -9.14114 -6.29091 -8.67219 -5.78284 -5.27523 -5.33953 -11.91638
Nilai Kritis Mc.Kinnon 1 persen 5 persen 10 persen -3.47855 -2.88259 -2.57807 -3.47681 -2.88183 -2.57767 -4.02398 -3.44178 -3.14547 -3.47681 -2.88183 -2.57767 -3.48043 -2.88341 -2.57851 -4.02849 -3.44396 -3.14676 -3.47681 -2.88183 -2.57767 -3.48004 -2.88324 -2.57842 -3.47681 -2.88183 -2.57767
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
46
Pada pengujian dalam bentuk first differences (Tabel 4.5), semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai kritis Mc.Kinnon pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Seluruh variabel telah stasioner pada first differences. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa seluruh variabel yang diestimasi dalam penelitian ini telah stasioner pada derajat yang sama, yaitu pada derajat integrasi satu I(1). 4.2.1.2. Uji Lag Optimal Penentuan lag dalam sebuah sistem VAR merupakan hal yang penting. Disamping berguna untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya, penentuan lag optimal juga berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Pengujian lag optimal dalam penelitian ini menggunakan kriteria AIC, SC dan HQ. Adapun hasil uji lag optimal dapat dilihat pada Tabel dibawah ini: Tabel 4.6. Hasil Uji Lag Optimal Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8
AIC 3.726440 -14.48329 -15.39417 -15.45857 -17.33566 -17.62604 -17.49661 -17.88601 -18.07207*
SC 3.919189 -12.55580* -11.73193 -10.06159 -10.20394 -8.759576 -6.895403 -5.55006 -4.00138
HQ 3.804768 -13.70001 -13.90593 -13.26537 -14.43751* -14.02293 -13.18855 -12.87299 -12.3541
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan kandidat selang yang dipilih
Penentuan lag optimal didasarkan adanya tanda asterik (*) pada nilai AIC, SC dan HQ. Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 8 lag (bulan), lag yang terdapat tanda * terdapat pada lag ke 8 pada AIC, lag ke 1 pada SC dan lag 4 pada HQ. Kemudian masing-masing kandidat lag diuji untuk mendapatkan nilai
47
adjusted R2 terbesar. Dari uji coba yang telah dilakukan, maka kandidat lag yang dipilih adalah lag 1. 4.2.1.3. Hasil Estimasi VAR Uji lag optimal telah dilakukan, selanjutnya dapat ditulis persamaan umum model VAR dari inflasi. Model ini nantinya akan digunakan untuk melihat stabilitas modelnya, sehingga dapat dilakukan langkah selanjutnya, yaitu estimasi dengan menggunakan model VECM dikarenakan data yang tersedia tidak stasioner pada first different. Model VAR dituliskan sebagai berikut: INFLASI t = ∑1𝑖=1 𝛼 LN_KURS
t-1
+ ∑1𝑖=1 𝛽 LN_OILPRICE t-1 + ∑1𝑖=1 𝛾 LN_FPI t-1
+ ∑1𝑖=1 𝜃 M2GROWTH t-1 + ∑1𝑖=1 𝜓 LN_PDB t-1 + ∑1𝑖=1 𝜔 SB t-1 + ∑1𝑖=1 𝛿 LN_G t-1 + ∑1𝑖=1 𝛺 DUMMY
t-1
+ ∑1𝑖=1 𝜌 INFLASI t-1 + ε t (5.1)
Dimana: INFLASI LN_KURS LN_OILPRICE LN_FPI M2GROWTH LN_PDB SB LN_G DUMMY
: Inflasi : Logaritma natural dari data nilai tukar : Logaritma natural dari data harga minyak dunia : Logaritma natural dari data indeks harga pangan dunia : Pertumbuhan uang beredar : Logaritma natural dari data PDB : Suku Bunga :Logaritma natural dari data konsumsi pengeluaran pemerintah : Dummy Inflation Targeting Framework
4.2.1.4. Uji Stabilitas VAR Langkah berikutnya adalah menguji stabilitas VAR atau VAR stability condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polynomial. Jika
48
semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya kurang dari 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil. Tabel 4.7. Hasil Uji Stabilitas VAR Root 0.998355
Modulus 0.998355
0.946785 - 0.072246i
0.949538
0.946785 + 0.072246i 0.881473 - 0.034562i
0.949538 0.882150
0.881473 + 0.034562i
0.882150
0.776053 - 0.162206i
0.792824
0.776053 + 0.162206i
0.792824
-0.046103 - 0.165155i
0.171469
-0.046103 + 0.165155i
0.171469
Berdasarkan Tabel 4.7, seluruh variabel memiliki modulus lebih kecil dari satu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem VAR stabil. Sehingga peramalan menggunakan IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecast Error Variance Decompotition) yang akan dihasilkan dianggap valid. Selanjutnya, mengingat hasil pengujian kestasioneran data didapatkan hasil bahwa tidak semua data stasioner di tingkat level, maka diperlukan uji kointegrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan data deret waktu menggunakan estimasi VAR first differences atau dengan VECM. 4.2.1.5. Uji Kointegrasi Berdasarkan hasil pengujian kestasioneran data menunjukkan bahwa tidak semua data stasioner di tingkat level. Data yang stasioner pada first differences kemungkinan besar menggunakan VAR first difference atau VECM. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk mendeteksi hubungan jangka panjang antar variabel. Uji ini dilakukan dengan menggunakan Johansen Trace Statistic test.
49
Terdapat lima asumsi deterministic trend dalam uji kointegrasi dan untuk menentukan pilihan trend yang akan dipakai bisa dilihat dari hasil summary, serta pilihan lag yang digunakan adalah lag optimal. Berdasarkan hasil summary dapat dilihat bahwa deterministic trend yang tersedia untuk pilihan ini adalah no intercept or trend (1) yang didasarkan pada adanya tanda bintang pada uji kointegrasi tersebut. Sehingga, untuk penelitian ini akan digunakan pilihan trend yang model 1 yaitu no intercept or trend. Setelah mengetahui pilihan trend yang akan digunakan dan lag optimal yang akan dipakai, selanjutnya akan dilakukan kointegrasi. Hasil uji tersebut disajikan dalam tabel 4.8. Tabel 4.8. Hasil Uji Kointegrasi (Johansen Trace Statistic test) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 At most 7 At most 8
0.586665 0.488002 0.342544 0.162245 0.118310 0.093634 0.067860 0.048978 0.002096
354.4541 228.9975 133.9377 74.38611 49.24800 31.36802 17.40768 7.428984 0.297970
179.5098 143.6691 111.7805 83.93712 60.06141 40.17493 24.27596 12.32090 4.129906
0.0000 0.0000 0.0009 0.2013 0.2908 0.2871 0.2859 0.2844 0.6466
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan adanya kointegrasi pada taraf nyata 5 persen
Hasil uji kointegrasi dengan menggunakan Johansen Trace Statistic test menunjukkan bahwa, pada pengujian menggunakan model no intercept no trend dan lag optimal 1 terdapat tiga persamaan kointegrasi pada taraf 5 persen. Artinya, terdapat tiga persamaan linear jangka panjang yang dikandung oleh model. Hal ini diperoleh dengan, membandingkan estimasi Trace Statistic terhadap nilai kritisnya (critical value), dimana dalam taraf 5 persen ada tiga persamaan yang nilai critical value lebih kecil dibandingkan dengan Trace
50
Statisticnya. Dengan adanya kointegrasi, hasil estimasi selanjutnya menggunakan model VECM.
4.2.2. Hasil Estimasi VECM Setelah diketahui bahwa data yang tidak stasioner tetapi memiliki hubungan kointegrasi, maka metode yang digunakan adalah VECM. Estimasi VECM menghasilkan informasi kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) atas ketidakstabilan hubungan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang. Berikut adalah hasil estimasi VECM: Tabel 4.9. Hasil Estimasi VECM Variabel
[ 1.06200] [ 0.20518] [-0.10802] [ 1.46154] [-0.70478] [-0.43874] [ 1.35337] [-0.56110] [-0.43649] [-8.12627]* [ 4.19799]* [ 4.00771]*
LN_FPI(-1)
Koefisien Jangka Pendek 0.097996 0.424997 -0.095698 4.029277 -0.036771 -3.290634 0.268580 -0.412292 -0.360918 -1.044154 0.772991 0.572028 Jangka Panjang 0.260197
M2GROWTH(-1) LN_PDB(-1) SB(-1) LN_G(-1) DUMMY(-1)
0.722344 -2.066609 -0.000783 2.377529 -0.835714
[ 5.75683]* [-2.43034]* [-0.01754] [ 2.47665]* [-2.19615]*
D(INFLASI(-1)) D(LN_KURS(-1)) D(LN_OILPRICE(-1)) D(LN_FPI(-1)) D(M2GROWTH(-1)) D(LN_PDB(-1)) D(SB(-1)) D(LN_G(-1)) D(DUMMY(-1)) CointEq1 CointEq2 CointEq3
T-statistik
[ 0.30798]
Catatan: tanda asterik (*) menunjukkan signifikansi berdasarkan tabel T-statistik pada taraf nyata 5 persen, dimana n>30 dikatakan signifikan jika nilai T-statistik > |1,96|.
51
Tabel diatas merupakan rangkuman hasil analisis VECM untuk melihat pengaruh dan signifikansi variabel dalam jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek, inflasi periode sebelumnya, nilai tukar, harga pangan dunia, dan suku bunga berpengaruh positif, namun tidak signifikan. Sedangkan harga minyak dunia, uang beredar, PDB, dan pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan tidak signifikan dalam jangka pendek. Terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi pertama (INFLASI) yang secara statistik signifikan. Tanda negatif pada koefisien menunjukkan nilai dugaan parameter koreksi kesalahan tersebut mampu melakukan koreksi pada persamaan inflasi dari ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang. Sehingga, dapat diketahui pengaruh inflasi periode sebelumnya terhadap inflasi dalam jangka panjang. Inflasi periode sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Hal ini sesuai teori Kurva Phillips dimana salah satu yang mempengaruhi inflasi adalah inflasi periode sebelumnya. Ketika terjadi kenaikan pada inflasi saat ini, maka masyarakat membentuk ekspektasinya bahwa inflasi bulan selanjutnya akan meningkat. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Susanto (2005) yang menyatakan bahwa ekspektasi inflasi berpengaruh positif pada inflasi. Selain itu, terdapat dugaan parameter koreksi kesalahan persamaan kointegrasi kedua (LN_KURS) dan ketiga (LN_OILPRICE) yang secara statistik signifikan. Sehingga, dapat diketahui pengaruh nilai tukar dan harga minyak dunia terhadap inflasi dalam jangka panjang. Pada jangka panjang, nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal ini sesuai dengan teori dimana ketika terjadi depresiasi nilai tukar, maka harga barang impor akan
52
meningkat. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan pada struktur biaya (cost) sehingga mendorong terjadinya kenaikan harga barang domestik. Pada jangka panjang, harga minyak dunia juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hal ini sesuai dengan teori mark-up. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan menaikan mark-up sehingga harga akan naik. Peningkatan harga minyak akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatan harga. Variabel harga pangan dunia (LN_FPI) berpengaruh positif, namun tidak signifikan dalam jangka panjang. Pengaruh positif ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Braun (2008) yang menyatakan bahwa pola kenaikan harga pangan dunia diikuti oleh kenaikan pangan domestik. Pada negara berkembang, kenaikan harga pada pangan dapat menimbulkan inflasi karena rata-rata konsumsi pangan menempati porsi terbesar dari tingkat konsumsi masyarakat. Variabel pertumbuhan uang beredar (M2GROWTH) berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori kuantitas uang. Ketika terjadi kenaikan uang beredar, maka tingkat suku bunga akan menurun. Menurunnya suku bunga ini dapat meningkatkan konsumsi dan investasi yang dapat meningkatkan permintaan agregat. Meningkatnya permintaan agregat dapat meningkatkan harga sehingga terjadi inflasi. Variabel PDB (LN_PDB) berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Namun, dapat dijelaskan bahwa meningkatnya PDB berarti meningkatnya produksi barang/jasa di suatu negara. Peningkatan produksi dapat meningkatkan supply sehingga dapat menurunkan harga.
53
Variabel suku bunga (SB) berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap inflasi. Suku bunga merupakan instrumen kebijakan moneter ketika inflasi tidak sesuai dengan target yang ditetapkan. Ketika inflasi ke depannya diperkirakan berada diatas target inflasi yang telah ditetapkan, maka Bank Indonesia akan meningkatkan suku bunga. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan diharapkan dapat menurunkan inflasi sehingga sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Variabel pengeluaran pemerintah (LN_G) berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap inflasi. Penurunan konsumsi pengeluaran pemerintah dapat menurunkan permintaan agregat sehingga dapat menurunkan inflasi. Inflation Targeting Framework (DUMMY) berpengaruh negatif dan signifikan dalam jangka panjang. Artinya, setelah adanya ITF ini inflasi cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan tujuan dilakukannya ITF yaitu untuk mengendalikan inflasi yang rendah dan stabil.
4.2.3. Analisis Impulse Response Function 4.2.3.1. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan Inflasi Periode Sebelumnya Guncangan laju inflasi periode sebelumnya sebesar satu standar deviasi pada bulan pertama akan menyebabkan peningkatan pada inflasi sebesar 0,810 persen. Pada bulan kedua respon positif inflasi mengalami penurunan yaitu
54
menjadi 0,088 persen. Pada bulan ketiga dan selanjutnya respon inflasi semakin menurun. Pada akhirnya respon inflasi terhadap guncangan inflasi periode sebelumnya mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-18, dimana inflasi merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 0,005 persen.
Response of INFLASI to Cholesky One S.D. INFLASI Innovation 1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 4.6. Respon Inflasi terhadap Guncangan Inflasi
4.2.3.2. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan Nilai Tukar Guncangan nilai tukar pada bulan pertama belum direspon oleh inflasi. Inflasi baru merespon guncangan nilai tukar pada bulan kedua. Guncangan nilai tukar sebesar satu standar deviasi pada bulan kedua akan menyebabkan peningkatan pada inflasi sebesar 0,121 persen. Pada bulan ketiga dan selanjutnya respon inflasi terhadap guncangan nilai tukar semakin menurun. Pada akhirnya respon inflasi terhadap guncangan nilai tukar mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-18, dimana inflasi merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 0,026 persen.
55
Response of INFLASI to Cholesky One S.D. LN_KURS Innovation .14 .12 .10 .08 .06 .04 .02 .00 5
10
15
20
25
30
35
40
50
45
55
60
Gambar 4.7. Respon Inflasi terhadap Guncangan Nilai Tukar
4.2.3.3. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Minyak Dunia Guncangan harga minyak dunia pada bulan pertama belum direspon oleh inflasi. Inflasi baru merespon guncangan harga minyak dunia pada bulan kedua. Guncangan harga minyak dunia sebesar satu standar deviasi pada bulan kedua akan menyebabkan peningkatan pada inflasi sebesar 0,032 persen. Pada bulan ketiga dan keempat respon inflasi terhadap guncangan harga minyak dunia semakin meningkat menjadi 0,047 persen. Pada bulan kelima dan selanjutnya respon inflasi terhadap guncangan harga minyak dunia semakin menurun. Pada akhirnya respon inflasi terhadap guncangan harga minyak dunia mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-17, dimana inflasi merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 0,035 persen. Response of INFLASI to Cholesky One S.D. LN_OILPRICE Innovation .05
.04
.03
.02
.01
.00 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 4.8. Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Minyak Dunia
56
4.2.3.4. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Pangan Dunia Guncangan harga pangan dunia pada bulan pertama belum direspon oleh inflasi. Inflasi baru merespon guncangan harga pangan dunia pada bulan kedua. Guncangan harga pangan dunia sebesar satu standar deviasi pada bulan kedua akan menyebabkan peningkatan pada inflasi sebesar 0,080 persen. Pada bulan ketiga dan selanjutnya respon inflasi terhadap guncangan harga pangan dunia semakin menurun hingga. Pada akhirnya respon inflasi terhadap guncangan harga pangan dunia mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-23, dimana inflasi merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 0,005 persen. Response of INFLASI to Cholesky One S.D. LN_FPI Innovation .10
.08
.06
.04
.02
.00
-.02 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 4.9. Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Pangan Dunia
4.2.3.5. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan Uang Beredar Guncangan uang beredar pada bulan pertama belum direspon oleh inflasi. Inflasi baru merespon guncangan uang beredar pada bulan kedua. Guncangan uang beredar sebesar satu standar deviasi pada bulan kedua akan menyebabkan peningkatan pada inflasi sebesar 0,175 persen. Pada bulan ketiga dan selanjutnya respon inflasi terhadap guncangan uang beredar semakin menurun. Pada akhirnya respon inflasi terhadap guncangan uang beredar mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-20, dimana inflasi merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 0,001 persen.
57 Response of INFLASI to Cholesky One S.D. M2GROWTH Innovation .20
.16
.12
.08
.04
.00
-.04 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 4.10. Respon Inflasi terhadap Guncangan Uang Beredar
4.2.3.6. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan PDB Guncangan PDB pada bulan pertama belum direspon oleh inflasi. Inflasi baru merespon guncangan PDB pada bulan kedua. Guncangan PDB sebesar satu standar deviasi pada bulan kedua akan menyebabkan penurunan pada inflasi sebesar 0,006 persen. Pada bulan ketiga respon negatif inflasi meningkat menjadi 0,123 persen. Pada bulan keempat, respon negatif inflasi terhadap guncangan PDB semakin menurun. Pada bulan kelima hingga kedelapan respon inflasi menjadi positif mencapai 0,033 persen. Pada bulan kesembilan dan selanjutnya respon inflasi semakin menurun. Pada akhirnya respon inflasi terhadap guncangan PDB mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-30, dimana inflasi merespon negatif guncangan tersebut pada kisaran 0,007 persen. Response of INFLASI to Cholesky One S.D. LN_PDB Innovation .04
.00
-.04
-.08
-.12
-.16 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 4.11. Respon Inflasi terhadap Guncangan PDB
58
4.2.3.7. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan Suku Bunga Guncangan suku bunga pada bulan pertama belum direspon oleh inflasi. Inflasi baru merespon guncangan suku bunga pada bulan kedua. Guncangan suku bunga sebesar satu standar deviasi pada bulan kedua akan menyebabkan peningkatan pada inflasi sebesar 0,076 persen. Pada bulan ketiga dan selanjutnya respon inflasi semakin menurun. Pada akhirnya respon inflasi terhadap guncangan suku bunga mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-15, dimana inflasi merespon positif guncangan tersebut pada kisaran 0,016 persen. Response of INFLASI to Cholesky One S.D. SB Innovation .08 .07 .06 .05 .04 .03 .02 .01 .00 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 4.12. Respon Inflasi terhadap Guncangan Suku Bunga
4.2.3.8. Analisis Respon Inflasi terhadap Guncangan PengeluaranPemerintah Guncangan pengeluaran pemerintah pada bulan pertama belum direspon oleh inflasi. Inflasi baru merespon guncangan pengeluaran pemerintah pada bulan kedua. Guncangan pengeluaran pemerintah sebesar satu standar deviasi pada bulan kedua akan menyebabkan penurunan pada inflasi sebesar 0,008 persen. Pada bulan ketiga dan keempat respon inflasi terhadap guncangan pengeluaran pemerintah semakin positif. Pada bulan kelima dan selanjutnya, inflasi kembali merespon negatif terhadap guncangan pengeluaran pemerintah. Pada akhirnya
59
respon inflasi terhadap guncangan pengeluaran pemerintah mulai mencapai keseimbangan pada bulan ke-21, dimana inflasi merespon negatif guncangan tersebut pada kisaran 0,017 persen. Response of INFLASI to Cholesky One S.D. LN_G Innovation .08 .06 .04 .02 .00 -.02 -.04 -.06 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Gambar 4.13. Respon Inflasi terhadap Guncangan Pengeluaran Pemerintah
4.2.4. Analisis Forecast Error Variance Decompotition FEVD bermanfaat untuk menjelaskan kontribusi masing-masing variabel terhadap shock (guncangan) yang ditimbulkannya terhadap variabel endogen utama yang diamati. Dengan kata lain, FEVD menjelaskan proporsi variabel lain dalam menjelaskan variabilitas variabel endogen utama penelitian. Dalam kaitannya dengan FEVD maka penelitian ini akan membahas bagaimana kontibusi berbagai macam variabel yang terdapat dalam ruang lingkup penelitian dalam menjelaskan laju inflasi. Berdasarkan hasil dekomposisi varian (tabel 4.10), dapat disimpulkan bahwa pada awal periode yaitu di bulan pertama, variabilitas laju inflasi disebabkan oleh guncangan inflasi periode sebelumnya yakni sebesar 100 persen. Pada bulan kedua tampak variabel-variabel lain mulai memengaruhi variabilitas laju inflasi. Pada tahun pertama (12 bulan) kontribusi inflasi periode sebelumnya dalam menjelaskan inflasi masih dominan namun berkurang yaitu sebesar 81,68
60
persen. Variabel nilai tukar (LN_KURS) menempati posisi kedua yaitu sebesar 4,34 persen. Setelah itu diikuti oleh kontribusi pertumbuhan uang beredar (M2GROWTH) dan PDB (LN_PDB) yaitu sebesar 3,85 persen dan 3,07 persen. Sedangkan variabel lain seperti pengeluaran pemerintah, harga minyak dunia, suku bunga, harga pangan dunia, dan dummy ITF masing-masing sebesar 1,89 persen, 1,75 persen, 1,41 persen, 1,26 persen dan 0,72 persen. Pada tahun kedua (24 bulan) kontribusi inflasi periode sebelumnya dalam menjelaskan fluktuasi laju inflasi masih dominan namun berkurang yaitu sebesar 78,57 persen. Variabel nilai tukar (LN_KURS) masih menempati posisi kedua dimana kontribusi nilai tukar meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 5,12 persen. Pada tahun kedua ini kontribusi dari pertumbuhan uang beredar dan PDB menurun menjadi 3,71 persen dan 3,03 persen. Kontribusi harga minyak dunia pada tahun kedua ini meningkat menjadi 3,40. Pada tahun ketiga (36 bulan) kontribusi inflasi periode sebelumnya dalam menjelaskan fluktuasi laju inflasi masih dominan namun berkurang yaitu sebesar 75,67 persen. Variabel nilai tukar (LN_KURS) masih menempati posisi kedua, dimana kontribusinya semakin meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,86 persen. Kontribusi harga minyak dunia (LN_OILPRICE) menempati posisi ketiga, dimana pada tahun ketiga ini kontribusi harga minyak dunia meningkat menjadi 4,94 persen. Pada tahun keempat (48 bulan) kontribusi inflasi periode sebelumnya dalam menjelaskan fluktuasi laju inflasi itu sendiri masih dominan namun berkurang yaitu sebesar 72,98 persen. Pada tahun keempat ini diikuti oleh peningkatan kontribusi guncangan nilai tukar (LN_KURS) dan harga minyak
61
dunia (LN_OILPRICE) masing-masing sebesar 6,54 persen dan 6,37 persen. Selanjutnya diikuti oleh kontribusi uang beredar (M2GROWTH) yang menurun menjadi 3,45 persen. Periode jangka panjang yang distimulasikan dalam analisis ini yakni proyeksi pada tahun kelima (49-60 bulan) kontibusi inflasi periode sebelumnya dalam menjelaskan fluktuasi laju inflasi masih dominan namun berkurang yaitu sebesar 70,48 persen. Dalam jangka panjang, variabel berikutnya yang memengaruhi inflasi yaitu harga minyak dunia (LN_OILPRICE) dan nilai tukar (LN_KURS) masing-masing sebesar 7,70 persen dan 7,17 persen. Selanjutnya diikuti oleh uang beredar (M2GROWTH), pengeluaran pemerintah (LN_G), PDB (LN_PDB), suku bunga (SB), ITF (DUMMY) dan harga pangan dunia (LN_FPI) masing-masing sebesar 3,33 persen, 3,20 persen, 2,96 persen, 2,54 persen, 1,37 persen dan 1,21 persen. Hasil variance decompotition menunjukkan bahwa selama lima tahun kedepan inflasi periode sebelumnya akan memberikan kontribusi terbesar pada inflasi Indonesia yaitu sebesar 70,48 persen. Hal ini sesuai dengan teori ekspektasi inflasi, dimana laju inflasi yang akan datang dipengaruhi nilainya oleh laju inflasi itu sendiri di masa lampau. Selain itu, penelitian ini juga sesuai dengan Susanto (2005) yang mengatakan bahwa ekspektasi inflasi merupakan kontribusi terbesar dalam memengaruhi inflasi di Indonesia.
62 62
Tabel 4.10. Variance Decompotition Dijelaskan Oleh Guncangan
Variabel Dependen
INFLASI
Periode
INFLASI
LN_KURS
LN_OILPRICE
LN_FPI
M2GROWTH
LN_PDB
SB
LN_G
DUMMY
1
100.0000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
12
81.68067
4.344984
1.752393
1.260343
3.855429
3.078064
1.414890
1.892953
0.720273
24
78.57373
5.127656
3.404359
1.245156
3.710736
3.039830
1.724253
2.271597
0.902682
36
75.67600
5.860804
4.944691
1.234013
3.576317
3.012252
2.018137
2.606454
1.071330
48
72.98790
6.541136
6.373799
1.223555
3.451613
2.986622
2.290631
2.916929
1.227817
60
70.48682
7.174122
7.703467
1.213829
3.335584
2.962766
2.544171
3.205825
1.373417
63
4.3
Implikasi Kebijakan Pengaruh faktor eksternal tidak terlepas dari karakteristik negara Indonesia
sebagai negara small open economy dimana stabilitas perekonomian domestik dapat dipengaruhi oleh guncangan perekonomian dunia. Adapun faktor eksternal seperti nilai tukar, harga minyak dunia dan harga pangan dunia yang dapat mempengaruhi inflasi di Indonesia. Pentingnya pengaruh harga minyak dunia dan harga pangan dunia dikarenakan Indonesia masih bergantung pada impor minyak dan impor pangan. Sejak tahun 2003, Indonesia telah mengundurkan diri dari keanggotaan OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) dan menjadi negara pengimpor minyak. Hal ini dilakukan karena produksi minyak dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya. Selain itu, menurut Braun (2008) harga pada pangan dunia dapat menaikkan tekanan secara umum pada inflasi. Dalam kaitannya dengan negara berkembang, hal ini dapat terjadi karena rata-rata konsumsi pangan menempati porsi terbesar dari tingkat konsumsi masyarakat. Implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor eksternal ini, yaitu sebaiknya meningkatkan kemandirian energi dan pangan. Swasembada energi dapat dilakukan dengan mencari alternatif sumber energi baru yang dapat diproduksi
dalam
negeri
untuk
memenuhi
kebutuhan
energi
nasional.
Swasembada pangan dapat dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan pangan yang seoptimal mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada impor pangan. Pengaruh faktor eksternal lainnya, yaitu nilai tukar. Ketika terjadi depresiasi nilai tukar maka harga barang impor akan meningkat. Peningkatan
64
harga barang impor ini dapat menyebabkan peningkatan pada struktur biaya (cost) sehingga mendorong terjadinya kenaikan harga barang domestik. Implikasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yaitu melalui kebijakan suku bunga dalam Operasi Pasar Terbuka. Ketika suku bunga SBI dinaikkan maka masyarakat akan cenderung menukarkan uangnya dengan surat berharga atau obligasi, karena suku bunga adalah harga uang dimasa depan. Sehingga jumlah uang beredar di masyarakat berkurang. Apabila uang rupiah relatif berkurang dibandingkan mata uang asing, maka nilai rupiah akan cenderung menguat terhadap mata uang asing. Kebijakan pengendalian stabilitas nilai tukar ini juga berhubungan dengan kebijakan moneter dalam pengendalian faktor internal. Pengaruh faktor internal seperti adanya perubahan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan di bidang harga dalam negeri juga dapat berpengaruh pada inflasi. Menurut teori ekspektasi rasional diasumsikan bahwa orang-orang memiliki ekspektasi secara rasional. Teori ekspektasi rasional mengasumsikan bahwa orang-orang secara optimal menggunakan seluruh informasi, termasuk informasi tentang kebijakan pemerintah sekarang, untuk meramalkan masa depan. Pengendaliaan ekspektasi inflasi tersebut dapat dilakukan melalui koordinasi antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga. Menurut sumber terjadinya inflasi, inflasi dipengaruhi dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dimana inflasi dari sisi permintaan dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Sedangkan, inflasi dari sisi penawaran
65
terjadi diluar kendali otoritas moneter seperti volatile food dan administered prices. Dari sisi permintaan, kebijakan moneter di Indonesia untuk mengendalikan inflasi yaitu melalui kerangka kebijakan moneter yang disebut dengan Inflation Targeting Framework (ITF). Tujuan dari ITF ini yaitu mencapai inflasi yang rendah dan stabil melalui instrumen suku bunga BI rate. Contohnya, saat krisis 2008 terjadi depresiasi nilai tukar hingga mencapai Rp 12.151 per dollar AS dan inflasi mencapai 11,06 persen. Bank Indonesia meningkatkan BI rate hingga mencapai 9,5 persen untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan inflasi. Pada tahun 2009 nilai tukar kembali menguat dan inflasi turun mencapai 2,78 persen. Dalam pengendalian inflasi, Bank Indonesia hanya dapat mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar dari sektor moneter saja. Sehingga perlu ada kerja sama yang baik dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dari sektor lainnya. Dari sisi permintaan, inflasi juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan fiskal. Instrumen yang digunakan dalam kebijakan fiskal ini melalui kebijakan defisit atau surplus anggaran (pendapatan-pengeluaran). Untuk menentukan defisit atau surplus, dalam penentuan RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara) diperhitungkan asumsi ekonomi makro seperti besarnya inflasi dan nilai tukar dimasa datang. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi yang baik antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam menentukan RAPBN. Sehingga kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dapat berjalan searah sesuai tujuan. Dari sisi penawaran, inflasi salah satunya dipengaruhi oleh administered prices yaitu harga barang yang ditentukan oleh pemerintah seperti Tarif Dasar Listrik dan Harga BBM. Pada pengalaman sebelumnya, kenaikan harga BBM
66
selalu memicu terjadinya inflasi. Pada April 2012 pemerintah mewacanakan akan meningkatkan harga BBM. Hal ini membuat ekspektasi masyarakat bahwa inflasi akan naik. Hal ini mengundang tindakan penimbunan BBM, sehingga harga-harga barang terlanjur naik meskipun harga BBM tidak jadi naik. Sehingga perlu adanya koordinasi antara pemerintah dalam penetapan kebijakan harga, kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga ekspektasi inflasi di masyarakat. Implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor internal ini, yaitu sebaiknya perlu adanya koordinasi yang baik antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga dalam mengendalikan inflasi. Hal ini dikarenakan, Bank Indonesia hanya dapat mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar dari sektor moneter saja. Sehingga perlu ada kerja sama yang baik dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dari sektor lainnya.
67
V. PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1. Pada faktor eksternal, seperti nilai tukar dan harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Selain itu, harga pangan dunia juga berpengaruh positif, namun tidak signifikan dalam jangka panjang. Pada faktor internal, seperti ekspektasi inflasi, uang beredar dan pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. PDB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. Suku bunga berpengaruh negatif, namun tidak signifikan terhadap inflasi dalam jangka panjang. 2. Berdasarkan hasil IRF, inflasi akan paling cepat merespon ketika terjadi guncangan pada ekspektasi inflasi. Sedangkan, inflasi akan paling lama mencapai keseimbangan jangka panjang ketika terjadi guncangan pada PDB. 3. Berdasarkan hasil FEVD, menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi (faktor internal) memiliki kontribusi terbesar dalam menjelaskan variabilitas inflasi. Adapun variabel harga minyak dunia dan nilai tukar (faktor eksternal) yang memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dengan variabel lainnya dalam menjelaskan variabilitas inflasi. 4. Berdasarkan hasil penelitian, implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor eksternal, yaitu sebaiknya meningkatkan kemandirian
68
energi dan pangan melalui program swasembada energi dan pangan. Implikasi kebijakan untuk meminimalisir guncangan faktor internal ini, yaitu sebaiknya perlu adanya koordinasi yang baik antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan
dibidang harga dalam
mengendalikan inflasi.
5.2.
Saran 1. Untuk meminimalisir pengaruh guncangan faktor eksternal seperti kenaikan harga minyak dunia dan harga pangan dunia, maka sebaiknya perlu meningkatkan kemandirian energi dan pangan. Swasembada energi dapat dilakukan dengan mencari alternatif sumber energi baru yang dapat diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Swasembada pangan dapat dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan pangan yang seoptimal mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada impor pangan. 2. Untuk meminimalisir guncangan faktor internal, terutama ekspektasi inflasi, maka sebaiknya perlu adanya koordinasi yang baik antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan kebijakan dibidang harga dalam mengendalikan inflasi. Hal ini dikarenakan, Bank Indonesia hanya dapat mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar dari sektor moneter saja. Sehingga perlu ada kerja sama yang baik dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dari sektor lainnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, D.K. 2007. Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Output di Indonesia: Periode 1990-2006 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bank Indonesia, 2000. Laporan Tahunan 2000. Jakarta. , 2001. Laporan Tahunan 2001. Jakarta. , 2002. Laporan Tahunan 2002. Jakarta. , 2003. Laporan Tahunan 2003. Jakarta. , 2004. Laporan Tahunan 2004. Jakarta. , 2005. Laporan Tahunan 2005. Jakarta. , 2006. Laporan Tahunan 2006. Jakarta. , 2007. Laporan Tahunan 2007. Jakarta. , 2008. Laporan Tahunan 2008. Jakarta. , 2009. Laporan Tahunan 2009. Jakarta. , 2010. Laporan Tahunan 2010. Jakarta. , 2011. Laporan Tahunan 2011. Jakarta. Braun.2008. Food and Financial Crisis, Implication for Agriculture and the Poor [Report]. International Food Policy Research Institute (IFPRI), Washington. Ekamaryasa, I P. 2005. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Inflasi Jangka Pendek di Indonesia Periode 1983-2003 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Endri. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang, Hal: 1-13. Firdaus, Muhammad. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. IPB Press, Bogor. Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
70
Mankiw NG. 2007. Teori Makroekonomi Edisi Keenam. Iman N [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Mishkin, Frederic S. 2008. The Economics of Money, Banking and Financial Buku 2 Edisi Kedelapan. Soelistianingsih dan Yulianita [penerjemah]. Salemba Empat, Jakarta. Nachrowi, N.D dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Popoler dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter Buku II. BPFE, Yogyakarta. Purwanti, Dewi. 2011. Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ramakrishnan, Uma dan Athanasios Vamvakidis. 2002 Forecasting Inflation in Indonesia. IMF Working Paper 02/111. Sasana, Hadi. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia dan Filiphina. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 11: 207-220. Susanto, Hery. 2005. Analisis Determinan Inflasi di Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Tambunan. 1996. Sumber Inflasi dan Kebijakan Kontraktif di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia Vol XLIV Nomer 1. Wahyuni, Dwi. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Inflasi di Indonesia Dari Sisi Penawaran Tahun 1998-2010 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Zainusyukur. 2005. Kaitan Antara Nilai Tukar Nominal Rupiah dengan Inflasi di Indonesia Tahun 1995-2003 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
71
LAMPIRAN
72
Lampiran 1 Data-data yang digunakan Periode Jan-00 Feb-00 Mar-00 Apr-00 May-00 Jun-00 Jul-00 Aug-00 Sep-00 Oct-00 Nov-00 Dec-00 Jan-01 Feb-01 Mar-01 Apr-01 May-01 Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01
INFLASI KURS 1.318743 7425 0.073152 7505 -0.45301 7590 0.557906 7945 0.841894 8620 0.497005 8735 1.282219 9003 0.512026 8290 -0.05654 8780 1.161071 9395 1.315779 9530 1.943284 9595 0.329767 9450 0.855555 9835 0.892799 10400 0.473425 11675 1.127481 11058 1.667801 11440 2.124585 9525 -0.2097 8865 0.638922 9675 0.67658 10435 1.709075 10430
OILPRICE 27.26 29.37 29.84 25.72 28.79 31.82 29.7 31.26 33.88 33.11 34.42 28.44 29.59 29.61 27.25 27.49 28.63 27.6 26.43 27.37 26.2 22.17 19.64
FPI M2GROWTH PDB 97.12269 0.67966 112442 98.62424 0.420691 114421.2 98.49902 0.477091 115989.1 98.72405 1.401476 114055.5 98.81214 2.67798 113432.3 99.90656 0.125535 113377.5 100.4105 0.818313 116592.8 100.167 -0.62803 118607.9 99.79198 0.124124 120088.8 101.7185 3.05833 117682.3 101.7324 1.811302 116887.1 104.4909 3.716292 116193.4 101.9899 -1.110668 117939.4 102.8969 2.32385 118704.2 104.3966 1.443846 119471.2 102.5858 3.314372 119702 104.2012 -0.493167 120047.8 102.9153 1.030039 120783.1 105.7223 -3.177264 121744 105.3554 0.376328 122817 103.6579 1.171391 122956.3 101.5163 3.24478 120168.6 102.5 1.62978 118512.3
SB 11.16 11.02 10.91 10.88 11.07 12.33 13.53 13.56 13.62 13.74 14.15 14.53 14.74 14.79 15.58 16.09 16.33 16.65 17.17 17.67 17.57 17.58 17.6
G 7279.723 7380.344 7468.932 7618.037 7628.148 7571.815 7187.012 7194.309 7331.679 7934.728 8080.543 8104.728 7771.284 7729.21 7742.506 7914.531 7961.049 7985.42 7821.815 7926.259 8132.926 8808.432 8944.58
DUMMY 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
73
Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02 Aug-02 Sep-02 Oct-02 Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04
1.61925 2.12429 1.134022 0.30581 -0.20326 0.814666 0.30303 0.704929 0.299999 0.598204 0.495543 1.775157 1.162788 0.957848 0.189757 -0.1894 0.284641 0.283822 0.188671 0 0.65914 0.374177 0.559179 0.92679 0.826444 0.637529
10400 10320 10189 9655 9316 8785 8730 9108 8867 9015 9233 8976 8940 8876 8905 8908 8675 8279 8285 8505 8535 8389 8495 8537 8465 8441
19.39 19.72 20.72 24.53 26.18 27.04 25.52 26.97 28.39 29.66 28.84 26.35 29.46 32.95 35.83 33.51 28.17 28.11 30.66 30.76 31.57 28.31 30.34 31.11 32.13 34.31
102.0701 99.75818 97.6755 97.771 95.99506 94.30848 95.2244 97.47962 99.16659 102.8313 103.3583 105.2998 104.6736 105.6617 107.5175 105.4891 104.5628 105.5409 105.8811 104.8682 106.5275 108.6856 111.5918 114.6703 116.544 120.0378
2.721461 -0.714529 -0.102861 -0.686727 -0.376829 0.58024 0.666319 1.679276 0.482809 0.33507 0.384317 0.815286 1.593249 -1.156795 0.862098 -0.390257 0.573267 1.157783 0.132582 0.802493 0.455852 0.632359 1.657221 1.977924 1.16922 -1.731625
117559.5 121160.8 122900.2 124589.4 124540.5 125067.2 126113.2 127932 129726.1 130261.5 126243.2 124060.7 122621.5 126941.3 128896.2 130906.5 130779 131405.9 132435.6 133983.5 135608.8 136015.3 132038.5 129844.6 128316.3 132394.2
17.62 16.93 16.86 16.76 16.61 15.51 15.11 14.93 14.35 13.22 13.1 13.06 12.93 12.69 12.24 11.4 11.06 10.44 9.53 9.1 8.91 8.66 8.48 8.49 8.31 7.86
8907.988 8312.63 8220.074 8244.296 8507.074 8673.519 8865.407 9040.074 9314.852 9647.074 10539.85 10609.63 10359.52 8985.123 8698.531 8695.346 9386.284 9641.877 9872.84 9910.481 10218.7 10628.82 11785.46 11915.86 11664.68 10182.62
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
74
Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06
-0.09051 0.362326 0.992781 0.893649 0.442873 0.44092 0.087792 0 0.526315 0.959862 1.037163 1.368695 -0.16878 1.944209 0.331671 0.206613 0.503098 0.77958 0.545557 0.688371 8.702599 1.309656 -0.04376 1.359008 0.583962 0.028598
8447 8587 8661 9210 9415 9168 9328 9170 9090 9018 9290 9165 9260 9480 9570 9495 9713 9819 10240 10310 10090 10035 9830 9395 9230 9075
34.69 36.74 36.75 40.28 38.03 40.78 44.9 45.94 53.28 48.47 43.15 46.84 48.15 54.19 52.98 49.83 56.35 59 64.99 65.59 62.26 58.32 59.41 65.49 61.63 62.69
121.2841 125.3076 125.526 123.8616 126.1498 125.0975 124.3548 124.8263 124.1003 125.8562 126.6459 127.1069 126.3604 129.5236 127.052 128.3418 129.6479 129.5074 129.3259 131.4269 133.2876 131.8791 134.4684 134.1138 139.1025 136.3097
-1.287344 0.026859 0.138251 2.50532 2.264017 0.07181 0.879994 0.560107 1.011361 0.342528 3.223987 -1.584908 -0.306145 0.820899 2.342127 0.273251 2.573567 1.456537 2.462539 3.123129 1.281484 0.02079 2.880629 -0.65042 0.237083 0.081485
134129.8 136073.3 136357.9 137227.1 138350.5 139944 141533.7 142374.6 140211.2 139282.3 138638.2 141036.7 142166.8 143408.6 144307.8 145229.9 146583.6 148153 149852.3 150592.4 147738.9 146359.3 145385.9 148216.7 149474.5 150794.1
7.48 7.42 7.33 7.32 7.34 7.36 7.37 7.39 7.41 7.41 7.43 7.42 7.43 7.44 7.7 7.95 8.25 8.49 9.51 10 11 12.25 12.75 12.75 12.75 12.75
9805.21 9683.173 10249.25 10313.4 10308.36 9847.123 9993.975 10361.9 11936.14 12007.28 11560.58 9378.543 8809.247 8635.21 9194.012 9557.309 10062.68 10707.95 11499.1 12433.95 14896.46 15080.75 14370.79 10506.07 9702.963 9700.963
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
75
Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08
0.05019 0.372381 0.449536 0.447436 0.325237 0.380608 0.863639 0.341174 1.214087 1.041845 0.617338 0.235974 -0.16146 0.101129 0.228826 0.71851 0.74666 0.800811 0.794366 0.182341 1.098721 1.774968 0.650813 0.954281 0.572041 1.409748
8775 9220 9300 9070 9100 9235 9110 9165 9020 9090 9160 9118 9083 8828 9054 9186 9410 9137 9103 9376 9419 9291 9051 9217 9234 9318
69.44 70.84 70.95 74.41 73.04 63.8 58.89 59.08 61.96 54.51 59.28 60.44 63.98 63.46 67.49 74.12 72.36 79.92 85.8 94.77 91.69 92.97 95.39 105.45 112.58 125.4
138.2021 138.9924 138.1192 141.4112 139.4882 138.564 142.087 146.7674 148.866 148.2793 151.1234 152.1135 155.7362 160.2965 170.5576 177.381 184.3231 194.2265 197.5219 205.1579 211.3626 221.1175 238.3704 241.5806 240.5395 241.8192
-0.135642 3.737547 1.281943 -0.39506 1.697616 1.621557 2.678599 0.941384 3.021968 -1.051434 0.094009 0.729892 0.46968 0.747051 4.19106 1.38817 1.239584 1.59633 1.118213 1.677091 5.776721 -3.218659 0.450029 -0.583632 1.085117 1.864005
151528.1 152332.4 153776.3 156317.8 158646 159939.7 156647.4 155264.9 154188.8 157186.9 158488.3 159966.5 161341.2 162571.6 164508.4 166911.7 169438 170583.3 166302.5 164277.3 162751.7 166679.3 168332.8 170206.7 171495.3 172818
12.75 12.5 12.5 12.25 11.75 11.25 10.75 10.25 9.75 9.5 9.25 9 9 8.75 8.5 8.25 8.25 8.25 8.25 8.25 8 8 7.93 7.96 7.99 8.31
12015.48 12479.15 12607.37 11363.16 11598.24 12275.61 15188.41 15405.52 14720.07 10852.52 10071.63 10097.85 12426.3 12945.41 13150.3 12144.27 12393.24 13000.49 15568.32 15690.47 14969.21 11169.68 10437.75 10538.57 12885.31 13591.72
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
76
Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10
1.045416 1.371692 0.510859 0.97178 0.450326 0.123069 -0.03509 -0.07027 0.21097 0.219197 -0.30626 0.043907 0.114021 0.446971 0.558439 1.049901 0.188921 -0.02571 0.325728 0.837412 0.313525 -0.16052 0.152341 0.287232 0.968695 1.568524
9225 9118 9153 9378 10995 12151 10950 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9400 9365 9335 9115 9012 9180 9083 8952
133.88 133.37 116.67 104.11 76.61 57.31 41.12 41.71 39.09 47.94 49.65 59.03 69.64 64.15 71.05 69.41 75.72 77.99 74.47 78.33 76.39 81.2 84.29 73.74 75.34 76.32
248.3409 243.9644 231.1427 217.7204 190.9736 174.0497 163.9358 161.9019 156.3732 158.3745 163.181 174.3815 174.9816 170.698 176.5181 176.9821 180.3584 193.5311 197.0732 199.2018 194.8561 186.4919 188.3231 187.7429 186.17 191.0925
3.755056 -1.017447 -0.192106 5.664807 1.931851 2.12597 2.421148 -1.144282 1.390664 0.870643 -0.215437 0.755328 2.618634 -0.838538 1.751402 1.163544 0.148972 2.012793 3.839452 -3.153285 -0.355799 2.206733 0.186585 1.285927 4.101758 -0.607559
174891.3 177391.1 180090.3 181159.6 175680.8 172973.1 170737.8 174606.9 175910.2 177539.5 178790.8 179963 181924 184835.2 187670.1 189131.7 184675.9 182707.6 181095.6 184828 186303 188148.2 189778.8 191329.2 193431 195845.2
8.73 9.23 9.28 9.71 10.98 11.24 10.83 9.5 8.74 8.21 7.59 7.25 6.95 6.71 6.58 6.48 6.49 6.47 6.46 6.45 6.41 6.27 6.2 6.3 6.26 6.25
14070.98 13590.54 14164.91 15061.54 18021.96 18256.96 17508.07 13250.26 12427.37 12514.37 15175.11 15834 16154.89 14866.72 15464.9 16678.38 21532.25 21707.51 20229.25 13084.68 11308.98 10889.35 13774.88 14605.58 15330.54 15153.77
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
77
Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11
0.763927 0.440197 0.064941 0.600196 0.919174 0.894738 0.134609 -0.32418 -0.30941 0.119349 0.548483 0.671929 0.934422 0.272263 -0.11636 0.341801 0.565047
9041 8924 8928 9013 8991 9057 8823 8709 8574 8537 8597 8508 8578 8823 8835 9170 9068
76.6 75.24 81.89 84.25 89.15 89.17 88.58 102.86 109.53 100.9 96.26 97.3 86.33 85.52 86.32 97.16 98.56
202.5249 214.9054 226.8705 235.5774 247.1377 256.0195 263.312 256.7311 259.9378 256.3167 258.3324 255.9203 255.216 249.1068 238.8711 239.5269 233.2433
0.850953 1.721253 1.489762 1.687462 5.255923 -1.397166 -0.676651 1.28774 -0.688538 1.676235 1.918883 1.655803 2.214403 0.838718 1.303487 1.932616 5.410487
198392.7 199831.1 196540.5 195254.1 194156.2 197078.2 198282.4 199866.9 201964.7 203696.5 205964 208482.9 211111 212835.9 209311 208181.6 206467
6.27 6.3 6.34 6.38 6.42 6.47 6.5 6.53 6.55 6.56 6.57 6.57 6.56 6.54 6.52 6.49 6.46
16264.25 17865.99 23117.8 23332.95 21670.25 13586.28 11575.43 11094.28 14409.31 15287.72 15995.98 15584.51 16664.65 18286.84 20451.06 23157.32 26405.62
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
78
Lampiran 2 Pengujian akar unit INFLASI Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.942838 -3.476472 -2.881685 -2.577591
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-8.878094 -3.478547 -2.882590 -2.578074
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-3.988270 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.0020
t-Statistic
Prob.*
-10.34522 -3.476805 -2.881830
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 5 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian akar unit LN_KURS Null Hypothesis: LN_KURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LN_KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level
79
10% level
-2.577668
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian Akar Unit LN_OILPRICE Null Hypothesis: LN_OILPRICE has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.040070 -4.023975 -3.441777 -3.145474
0.1252
t-Statistic
Prob.*
-9.141139 -4.023975 -3.441777 -3.145474
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.210622 -3.477144 -2.881978 -2.577747
0.6690
t-Statistic
Prob.*
-6.290906
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LN_OILPRICE) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian Akar Unit LN_FPI Null Hypothesis: LN_FPI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LN_FPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
80
Test critical values:
1% level 5% level 10% level
-3.476805 -2.881830 -2.577668
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian Akar Unit M2GROWTH Null Hypothesis: M2GROWTH has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 11 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.263175 -3.480425 -2.883408 -2.578510
0.1855
t-Statistic
Prob.*
-8.672187 -3.480425 -2.883408 -2.578510
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-2.599454 -4.028496 -3.443961 -3.146755
0.2814
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(M2GROWTH) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian Akar Unit LN_PDB Null Hypothesis: LN_PDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(LN_PDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
81
Lag Length: 9 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.782835 -4.028496 -3.443961 -3.146755
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.450725 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.5557
t-Statistic
Prob.*
-5.275231 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-0.293232 -3.480038 -2.883239 -2.578420
0.9217
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian Akar Unit SB Null Hypothesis: SB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Null Hypothesis: D(SB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian Akar Unit LN_G Null Hypothesis: LN_G has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
82
Null Hypothesis: D(LN_G) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 9 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.339525 -3.480038 -2.883239 -2.578420
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-1.080762 -3.476472 -2.881685 -2.577591
0.7225
t-Statistic
Prob.*
-11.91638 -3.476805 -2.881830 -2.577668
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Pengujian Akar Unit DUMMY Null Hypothesis: DUMMY has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(DUMMY) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=13)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
83
Lampiran 3 Pengujian Lag Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: INFLASI LN_KURS LN_OILPRICE LN_FPI M2GROWTH LN_PDB SB LN_G DUMMY Exogenous variables: C Date: 06/27/12 Time: 21:59 Sample: 2000M01 2011M12 Included observations: 136 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-244.3979 1074.864 1217.804 1303.183 1511.825 1612.571 1684.769 1792.249 1885.901
NA 2444.515 245.9403 135.6022 303.7587 133.3398 86.00145 113.8015* 86.76608
3.36e-10 4.16e-18 1.70e-18 1.65e-18 2.72e-19 2.30e-19* 3.17e-19 2.85e-19 3.55e-19
3.726440 -14.48329 -15.39417 -15.45857 -17.33566 -17.62604 -17.49661 -17.88601 -18.07207*
3.919189 -12.55580* -11.73193 -10.06159 -10.20394 -8.759576 -6.895403 -5.550060 -4.001380
3.804768 -13.70001 -13.90593 -13.26537 -14.43751* -14.02293 -13.18855 -12.87299 -12.35410
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
84
Lampiran 4 Pengujian Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: INFLASI LN_KURS LN_OILPRICE LN_FPI M2GROWTH LN_PDB SB LN_G DUMMY Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 06/27/12 Time: 22:01 Root
Modulus
0.998355 0.946785 - 0.072246i 0.946785 + 0.072246i 0.881473 - 0.034562i 0.881473 + 0.034562i 0.776053 - 0.162206i 0.776053 + 0.162206i -0.046103 - 0.165155i -0.046103 + 0.165155i
0.998355 0.949538 0.949538 0.882150 0.882150 0.792824 0.792824 0.171469 0.171469
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Lampiran 5 Uji Kointegrasi Date: 06/27/12 Time: 22:02 Sample: 2000M01 2011M12 Included observations: 142 Series: INFLASI LN_KURS LN_OILPRICE LN_FPI M2GROWTH LN_PDB SB LN_G DUMMY Lags interval: 1 to 1 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 3 3
None Intercept No Trend 3 3
Linear Intercept No Trend 3 3
Linear Intercept Trend 4 4
Quadratic Intercept Trend 4 4
85
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 1060.417 1123.145 1170.675 1200.451 1213.020 1221.960 1228.940 1233.930 1237.495 1237.644
1060.417 1124.703 1172.713 1203.497 1217.612 1230.145 1238.652 1245.443 1249.522 1252.441
1068.407 1132.046 1179.925 1210.494 1223.809 1236.333 1244.833 1249.434 1252.437 1252.441
1068.407 1133.973 1182.641 1213.233 1241.289 1254.600 1264.839 1272.617 1276.708 1279.702
1069.126 1134.617 1183.284 1213.845 1241.729 1254.845 1265.054 1272.783 1276.875 1279.702
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -13.79461 -14.42458 -14.84050 -15.00635 -14.92986 -14.80225 -14.64705 -14.46380 -14.26049 -14.00907
-13.79461 -14.43244 -14.84103 -15.00699 -14.93820 -14.84711 -14.69932 -14.52736 -14.31722 -14.09072
-13.78038 -14.42318 -14.84401 -15.02105 -14.95506 -14.87792 -14.74412 -14.55541 -14.34418 -14.09072
-13.78038 -14.43624 -14.85410 -15.01736 -15.14491* -15.06479 -14.94139 -14.78333 -14.57335 -14.34791
-13.66374 -14.33263 -14.76456 -14.94148 -15.08069 -15.01190 -14.90217 -14.75751 -14.56161 -14.34791
0 1 2 3 4 5 6
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -12.10854 -12.36383 -12.40506* -12.19623 -11.74506 -11.24277 -10.71288
-12.10854 -12.35087 -12.36397 -12.13443 -11.67013 -11.18355 -10.64026
-11.90697 -12.17508 -12.22124 -12.02359 -11.58291 -11.13110 -10.62262
-11.90697 -12.16733 -12.18969 -11.95746 -11.68951 -11.21389 -10.69499
-11.60299 -11.89720 -11.95444 -11.75668 -11.52121 -11.07774 -10.59333
86
7 8 9
-10.15495 -9.576965 -8.950860
-10.07280 -9.467163 -8.845164
-10.05922 -9.473309 -8.845164
-10.14143 -9.535959 -8.915019
-10.07398 -9.503404 -8.915019
Date: 06/27/12 Time: 22:02 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Trend assumption: No deterministic trend Series: INFLASI LN_KURS LN_OILPRICE LN_FPI M2GROWTH LN_PDB SB LN_G DUMMY Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5 At most 6 At most 7 At most 8
0.586665 0.488002 0.342544 0.162245 0.118310 0.093634 0.067860 0.048978 0.002096
354.4541 228.9975 133.9377 74.38611 49.24800 31.36802 17.40768 7.428984 0.297970
179.5098 143.6691 111.7805 83.93712 60.06141 40.17493 24.27596 12.32090 4.129906
0.0000 0.0000 0.0009 0.2013 0.2908 0.2871 0.2859 0.2844 0.6466
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
87
Lampiran 6 Hasil Estimasi Vector Error Correction Estimates Date: 06/27/12 Time: 22:03 Sample (adjusted): 2000M03 2011M12 Included observations: 142 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
CointEq3
INFLASI(-1)
1.000000
0.000000
0.000000
LN_KURS(-1)
0.000000
1.000000
0.000000
LN_OILPRICE(-1)
0.000000
0.000000
1.000000
LN_FPI(-1)
0.260197 (0.84486) [ 0.30798]
-5.267215 (12.4944) [-0.42156]
6.525588 (15.7862) [ 0.41337]
M2GROWTH(-1)
0.722344 (0.12548) [ 5.75683]
22.96041 (1.85564) [ 12.3733]
-29.41423 (2.34452) [-12.5459]
LN_PDB(-1)
-2.066609 (0.85034) [-2.43034]
5.960792 (12.5755) [ 0.47400]
-13.13996 (15.8886) [-0.82701]
SB(-1)
-0.000783 (0.04464) [-0.01754]
-0.452502 (0.66013) [-0.68547]
0.681843 (0.83405) [ 0.81751]
LN_G(-1)
2.377529 (0.95998) [ 2.47665]
-7.251289 (14.1970) [-0.51076]
14.68585 (17.9372) [ 0.81874]
88
DUMMY(-1)
-0.835714 (0.38054) [-2.19615]
-9.119945 (5.62769) [-1.62055]
10.52973 (7.11034) [ 1.48090]
Error Correction:
D(INFLASI)
D(LN_KURS)
D(LN_OILPRIC E)
D(LN_FPI)
D(M2GROWTH )
D(LN_PDB)
D(SB)
D(LN_G)
D(DUMMY)
CointEq1
-1.044154 (0.12849) [-8.12627]
-0.005146 (0.00616) [-0.83569]
0.014977 (0.01267) [ 1.18219]
0.000722 (0.00368) [ 0.19632]
-0.458379 (0.22078) [-2.07622]
0.000353 (0.00187) [ 0.18844]
0.115950 (0.04371) [ 2.65246]
0.010575 (0.01288) [ 0.82080]
-0.008971 (0.01360) [-0.65982]
CointEq2
0.772991 (0.18413) [ 4.19799]
-0.003538 (0.00883) [-0.40088]
-0.048543 (0.01816) [-2.67375]
-0.007589 (0.00527) [-1.44001]
0.526058 (0.31638) [ 1.66273]
-0.002008 (0.00269) [-0.74735]
-0.179917 (0.06264) [-2.87204]
-0.089410 (0.01846) [-4.84288]
0.009622 (0.01948) [ 0.49387]
CointEq3
0.572028 (0.14273) [ 4.00771]
-0.003021 (0.00684) [-0.44157]
-0.037494 (0.01407) [-2.66420]
-0.006059 (0.00408) [-1.48322]
0.453830 (0.24524) [ 1.85053]
-0.001667 (0.00208) [-0.80067]
-0.138127 (0.04856) [-2.84452]
-0.068937 (0.01431) [-4.81708]
0.007056 (0.01510) [ 0.46722]
D(INFLASI(-1))
0.097996 (0.09228) [ 1.06200]
0.001250 (0.00442) [ 0.28254]
-0.017891 (0.00910) [-1.96648]
-0.004571 (0.00264) [-1.73071]
0.194000 (0.15855) [ 1.22360]
-0.000620 (0.00135) [-0.46036]
0.013271 (0.03139) [ 0.42275]
-0.000998 (0.00925) [-0.10784]
0.006590 (0.00976) [ 0.67493]
D(LN_KURS(-1))
0.424997 (2.07133) [ 0.20518]
0.071825 (0.09927) [ 0.72350]
-0.426349 (0.20423) [-2.08759]
-0.006725 (0.05928) [-0.11345]
13.99179 (3.55900) [ 3.93139]
-0.084157 (0.03022) [-2.78462]
1.348257 (0.70469) [ 1.91326]
0.365718 (0.20768) [ 1.76095]
0.008169 (0.21917) [ 0.03727]
D(LN_OILPRICE(-1))
-0.095698 (0.88591) [-0.10802]
-0.021160 (0.04246) [-0.49837]
0.083822 (0.08735) [ 0.95962]
0.022050 (0.02535) [ 0.86966]
-1.738726 (1.52217) [-1.14226]
0.014218 (0.01293) [ 1.09998]
0.616774 (0.30139) [ 2.04640]
0.084270 (0.08883) [ 0.94872]
0.112663 (0.09374) [ 1.20186]
D(LN_FPI(-1))
4.029277 (2.75687) [ 1.46154]
-0.061760 (0.13213) [-0.46742]
0.914884 (0.27182) [ 3.36573]
0.557923 (0.07890) [ 7.07122]
6.882811 (4.73689) [ 1.45302]
-0.008120 (0.04022) [-0.20187]
0.040768 (0.93792) [ 0.04347]
-0.607791 (0.27642) [-2.19882]
-0.041722 (0.29171) [-0.14302]
89
D(M2GROWTH(-1))
-0.036771 (0.05217) [-0.70478]
-0.002841 (0.00250) [-1.13609]
0.003230 (0.00514) [ 0.62797]
-0.004502 (0.00149) [-3.01476]
0.120939 (0.08965) [ 1.34909]
-0.000517 (0.00076) [-0.67959]
0.006220 (0.01775) [ 0.35042]
0.000405 (0.00523) [ 0.07736]
8.01E-05 (0.00552) [ 0.01450]
D(LN_PDB(-1))
-3.290634 (7.50024) [-0.43874]
-0.144607 (0.35947) [-0.40228]
-1.169620 (0.73951) [-1.58161]
-0.314107 (0.21465) [-1.46332]
-2.394444 (12.8870) [-0.18580]
0.339101 (0.10943) [ 3.09869]
-1.415575 (2.55166) [-0.55477]
0.754637 (0.75201) [ 1.00349]
0.727316 (0.79362) [ 0.91645]
D(SB(-1))
0.268580 (0.19845) [ 1.35337]
0.000539 (0.00951) [ 0.05663]
-0.020252 (0.01957) [-1.03499]
-0.012435 (0.00568) [-2.18934]
0.478323 (0.34098) [ 1.40277]
0.001259 (0.00290) [ 0.43497]
0.601467 (0.06752) [ 8.90855]
-0.004152 (0.01990) [-0.20868]
0.022006 (0.02100) [ 1.04795]
D(LN_G(-1))
-0.412292 (0.73479) [-0.56110]
0.034806 (0.03522) [ 0.98835]
-0.027867 (0.07245) [-0.38464]
0.034651 (0.02103) [ 1.64777]
4.493193 (1.26252) [ 3.55891]
-0.024265 (0.01072) [-2.26332]
0.211866 (0.24998) [ 0.84752]
0.640392 (0.07367) [ 8.69232]
0.007815 (0.07775) [ 0.10051]
D(DUMMY(-1))
-0.360918 (0.82687) [-0.43649]
0.030849 (0.03963) [ 0.77844]
0.098017 (0.08153) [ 1.20225]
-0.008331 (0.02366) [-0.35204]
1.389818 (1.42073) [ 0.97824]
0.006337 (0.01206) [ 0.52527]
0.760570 (0.28131) [ 2.70368]
-0.038603 (0.08291) [-0.46562]
-0.020826 (0.08749) [-0.23803]
0.508919 0.467366 85.31561 0.810107 12.24747 -165.3169 2.497421 2.747210 0.003464 1.110013
0.057187 -0.022590 0.195971 0.038826 0.716836 266.0894 -3.578724 -3.328935 0.001332 0.038395
0.272490 0.210931 0.829413 0.079876 4.426515 163.6541 -2.135973 -1.886185 0.008526 0.089920
0.380853 0.328463 0.069881 0.023185 7.269655 339.3032 -4.609904 -4.360116 0.006062 0.028293
0.668326 0.640261 251.8737 1.391938 23.81374 -242.1794 3.579992 3.829780 0.035139 2.320738
0.208144 0.141141 0.018163 0.011820 3.106478 434.9702 -5.957326 -5.707538 0.004157 0.012754
0.580833 0.545365 9.874719 0.275607 16.37627 -12.21398 0.341042 0.590830 -0.032113 0.408751
0.508176 0.466560 0.857683 0.081225 12.21110 161.2744 -2.102456 -1.852668 0.008977 0.111211
0.037996 -0.043404 0.955229 0.085720 0.466780 153.6265 -1.994740 -1.744952 0.007042 0.083918
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
8.13E-19 3.67E-19 1200.451 -15.00635 -12.19623
90
Lampiran 7 Impulse Response Function Period
INFLASI
LN_KURS
LN_OILPRICE
LN_FPI
M2GROWTH
LN_PDB
SB
LN_G
DUMMY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
0.810107 0.088428 -0.056594 0.011473 0.029250 0.001171 -0.011618 -0.005925 0.000940 0.005955 0.008416 0.008105 0.006557 0.005074 0.004318 0.004370 0.004877 0.005425 0.005762 0.005834 0.005728 0.005571 0.005455 0.005415 0.005434 0.005478 0.005515 0.005532
0.000000 0.121783 0.117801 0.040574 0.026560 0.025695 0.020846 0.022928 0.025667 0.027090 0.027629 0.027039 0.026143 0.025556 0.025382 0.025553 0.025864 0.026122 0.026247 0.026248 0.026182 0.026111 0.026071 0.026066 0.026084 0.026106 0.026121 0.026125
0.000000 0.032055 0.037751 0.047227 0.035188 0.029601 0.033451 0.035410 0.036357 0.036598 0.035854 0.035042 0.034548 0.034425 0.034605 0.034880 0.035091 0.035182 0.035169 0.035107 0.035048 0.035018 0.035019 0.035037 0.035057 0.035068 0.035070 0.035066
0.000000 0.080433 0.051188 -0.002122 -0.003426 0.010929 0.016961 0.018861 0.016383 0.011152 0.006467 0.003676 0.002944 0.003594 0.004629 0.005382 0.005632 0.005486 0.005193 0.004958 0.004869 0.004909 0.005009 0.005101 0.005150 0.005154 0.005132 0.005105
0.000000 0.175322 0.020311 -0.006283 0.012007 -0.009636 -0.007513 0.000190 0.002925 0.005430 0.005219 0.003371 0.001814 0.000887 0.000745 0.001142 0.001637 0.001974 0.002076 0.001999 0.001859 0.001749 0.001705 0.001719 0.001760 0.001797 0.001816 0.001816
0.000000 -0.061189 -0.123017 -0.055273 0.015358 0.033771 0.026985 0.007889 -0.010735 -0.019726 -0.019623 -0.014429 -0.008582 -0.005048 -0.004385 -0.005618 -0.007366 -0.008614 -0.009020 -0.008772 -0.008267 -0.007846 -0.007662 -0.007694 -0.007832 -0.007969 -0.008043 -0.008049
0.000000 0.076694 0.054598 0.018152 0.013015 0.020985 0.022107 0.020037 0.017416 0.014811 0.013511 0.013586 0.014445 0.015484 0.016229 0.016534 0.016504 0.016331 0.016175 0.016111 0.016135 0.016201 0.016262 0.016293 0.016293 0.016274 0.016254 0.016241
0.000000 -0.008407 0.064794 0.031041 -0.031398 -0.057596 -0.058176 -0.042317 -0.022940 -0.010592 -0.007040 -0.009841 -0.014946 -0.018948 -0.020523 -0.020036 -0.018612 -0.017315 -0.016683 -0.016716 -0.017114 -0.017543 -0.017799 -0.017845 -0.017754 -0.017627 -0.017537 -0.017509
0.000000 -0.043793 0.033069 0.028756 0.022257 0.022301 0.019292 0.015432 0.011869 0.009962 0.009925 0.010773 0.011747 0.012398 0.012587 0.012460 0.012234 0.012069 0.012025 0.012076 0.012162 0.012232 0.012263 0.012259 0.012238 0.012216 0.012203 0.012202
91
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Choles ky Orderin g:
0.005529 0.005517 0.005504 0.005497 0.005496 0.005500 0.005503 0.005506 0.005507 0.005506 0.005505 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504 0.005504
0.026121 0.026114 0.026108 0.026106 0.026107 0.026108 0.026110 0.026111 0.026111 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110 0.026110
0.035060 0.035055 0.035054 0.035055 0.035056 0.035058 0.035058 0.035058 0.035058 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057 0.035057
0.005089 0.005085 0.005090 0.005098 0.005104 0.005106 0.005105 0.005102 0.005100 0.005099 0.005099 0.005100 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101 0.005101
0.001806 0.001794 0.001787 0.001786 0.001788 0.001792 0.001794 0.001795 0.001794 0.001793 0.001792 0.001792 0.001792 0.001792 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793 0.001793
-0.008014 -0.007971 -0.007944 -0.007937 -0.007945 -0.007958 -0.007968 -0.007971 -0.007970 -0.007966 -0.007963 -0.007961 -0.007961 -0.007962 -0.007963 -0.007964 -0.007964 -0.007964 -0.007964 -0.007963 -0.007963 -0.007963 -0.007963 -0.007964 -0.007964 -0.007964 -0.007963 -0.007963 -0.007963 -0.007963 -0.007963 -0.007963
0.016237 0.016240 0.016246 0.016250 0.016251 0.016250 0.016249 0.016247 0.016247 0.016247 0.016247 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016247 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248 0.016248
-0.017528 -0.017565 -0.017595 -0.017608 -0.017605 -0.017595 -0.017585 -0.017580 -0.017579 -0.017582 -0.017585 -0.017587 -0.017588 -0.017587 -0.017586 -0.017585 -0.017585 -0.017585 -0.017585 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586 -0.017586
0.012207 0.012213 0.012217 0.012218 0.012217 0.012215 0.012213 0.012213 0.012213 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214 0.012214
92
INFLAS I LN_KU RS LN_OIL PRICE LN_FPI M2GR OWTH LN_PD B SB LN_G DUMM Y
Lampiran 8 Forecast Error Variance Decompotition
Period
S.E.
INFLASI
LN_KURS
LN_OILPRICE
LN_FPI
M2GROWTH
LN_PDB
SB
LN_G
DUMMY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.810107 0.853683 0.879612 0.884842 0.887573 0.891590 0.895510 0.898110 0.899970 0.901680 0.903290 0.904758
100.0000 91.12474 86.24545 85.24583 84.83053 84.06818 83.35055 82.87304 82.53098 82.22244 81.93843 81.68067
0.000000 2.035087 3.710424 3.876957 3.942677 3.990292 4.009618 4.051612 4.116222 4.190882 4.269522 4.344984
0.000000 0.140990 0.316991 0.598121 0.751620 0.855087 0.987151 1.136893 1.295397 1.455226 1.607599 1.752393
0.000000 0.887729 1.174820 1.161550 1.155901 1.160537 1.186269 1.223516 1.251602 1.262155 1.262788 1.260343
0.000000 4.217753 4.026071 3.983665 3.977482 3.953411 3.925911 3.903219 3.888160 3.877045 3.866583 3.855429
0.000000 0.513745 2.439806 2.801257 2.813980 2.932154 2.997339 2.987727 2.989621 3.026145 3.062565 3.078064
0.000000 0.807097 1.145488 1.174073 1.188359 1.233073 1.283244 1.325602 1.357576 1.379410 1.396874 1.414890
0.000000 0.009699 0.551737 0.668301 0.789331 1.199537 1.611086 1.823780 1.881224 1.887891 1.887245 1.892953
0.000000 0.263164 0.389215 0.490244 0.550115 0.607733 0.648833 0.674607 0.689215 0.698807 0.708394 0.720273
93
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
0.906181 0.907645 0.909155 0.910683 0.912209 0.913726 0.915233 0.916732 0.918227 0.919722 0.921218 0.922714 0.924208 0.925700 0.927188 0.928674 0.930156 0.931636 0.933113 0.934589 0.936063 0.937534 0.939003 0.940469 0.941933 0.943395 0.944855 0.946312 0.947767 0.949220 0.950671 0.952119 0.953565 0.955009 0.956451 0.957891
81.42971 81.17034 80.90307 80.63413 80.36748 80.10436 79.84475 79.58793 79.33286 79.07883 78.82570 78.57373 78.32327 78.07456 77.82765 77.58249 77.33895 77.09695 76.85642 76.61737 76.37979 76.14371 75.90912 75.67600 75.44435 75.21413 74.98532 74.75792 74.53192 74.30729 74.08404 73.86214 73.64160 73.42238 73.20448 72.98790
4.414589 4.479635 4.542701 4.606204 4.671199 4.737433 4.804089 4.870371 4.935827 5.000396 5.064260 5.127656 5.190741 5.253561 5.316077 5.378226 5.439958 5.501256 5.562131 5.622606 5.682702 5.742433 5.801800 5.860804 5.919442 5.977714 6.035622 6.093172 6.150369 6.207216 6.263717 6.319876 6.375694 6.431175 6.486321 6.541136
1.892246 2.030002 2.168138 2.307562 2.447828 2.587963 2.727109 2.864857 3.001225 3.136445 3.270772 3.404359 3.537238 3.669361 3.800660 3.931089 4.060641 4.189335 4.317201 4.444264 4.570540 4.696036 4.820752 4.944691 5.067856 5.190255 5.311897 5.432789 5.552940 5.672358 5.791047 5.909015 6.026268 6.142812 6.258654 6.373799
1.257445 1.254960 1.253385 1.252676 1.252300 1.251750 1.250851 1.249689 1.248434 1.247228 1.246137 1.245156 1.244237 1.243330 1.242405 1.241457 1.240497 1.239538 1.238591 1.237658 1.236738 1.235825 1.234917 1.234013 1.233111 1.232214 1.231323 1.230438 1.229559 1.228686 1.227818 1.226956 1.226098 1.225245 1.224398 1.223555
3.843737 3.831442 3.818786 3.806140 3.793741 3.781621 3.769692 3.757851 3.746034 3.734227 3.722451 3.710736 3.699108 3.687573 3.676128 3.664762 3.653469 3.642242 3.631081 3.619988 3.608965 3.598013 3.587131 3.576317 3.565571 3.554891 3.544276 3.533726 3.523242 3.512821 3.502464 3.492170 3.481938 3.471769 3.461660 3.451613
3.077378 3.070551 3.062681 3.056218 3.052523 3.051283 3.050957 3.050144 3.048327 3.045703 3.042737 3.039830 3.037188 3.034819 3.032609 3.030430 3.028202 3.025910 3.023581 3.021254 3.018954 3.016692 3.014462 3.012252 3.010053 3.007863 3.005679 3.003507 3.001348 2.999203 2.997074 2.994958 2.992856 2.990766 2.988688 2.986622
1.435864 1.460338 1.487355 1.515331 1.543001 1.569826 1.595893 1.621566 1.647169 1.672847 1.698579 1.724253 1.749758 1.775032 1.800069 1.824899 1.849559 1.874075 1.898454 1.922694 1.946787 1.970725 1.994508 2.018137 2.041618 2.064954 2.088147 2.111199 2.134110 2.156882 2.179514 2.202008 2.224365 2.246587 2.268675 2.290631
1.914217 1.951626 1.996102 2.037815 2.072634 2.101669 2.127980 2.154276 2.182005 2.211300 2.241456 2.271597 2.301158 2.330006 2.358308 2.386318 2.414229 2.442111 2.469938 2.497640 2.525156 2.552459 2.579551 2.606454 2.633189 2.659768 2.686196 2.712468 2.738581 2.764532 2.790321 2.815950 2.841423 2.866743 2.891911 2.916929
0.734819 0.751110 0.767784 0.783929 0.799296 0.814092 0.828675 0.843319 0.858118 0.873018 0.887906 0.902682 0.917297 0.931757 0.946092 0.960331 0.974495 0.988587 1.002601 1.016529 1.030365 1.044109 1.057763 1.071330 1.084814 1.098216 1.111536 1.124775 1.137933 1.151009 1.164006 1.176923 1.189762 1.202524 1.215208 1.227817
94
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Choles ky Orderin g: INFLAS I LN_KU RS LN_OIL PRICE LN_FPI M2GR OWTH LN_PD B SB LN_G DUMM Y
0.959329 0.960764 0.962197 0.963628 0.965057 0.966484 0.967909 0.969332 0.970752 0.972171 0.973587 0.975002
72.77261 72.55861 72.34588 72.13441 71.92419 71.71522 71.50747 71.30095 71.09563 70.89151 70.68858 70.48682
6.595623 6.649784 6.703622 6.757141 6.810344 6.863232 6.915809 6.968078 7.020041 7.071701 7.123061 7.174122
6.488255 6.602027 6.715122 6.827546 6.939304 7.050403 7.160848 7.270645 7.379800 7.488318 7.596205 7.703467
1.222718 1.221886 1.221059 1.220236 1.219419 1.218606 1.217798 1.216995 1.216196 1.215403 1.214613 1.213829
3.441625 3.431697 3.421828 3.412018 3.402266 3.392571 3.382934 3.373353 3.363828 3.354358 3.344944 3.335584
2.984568 2.982526 2.980497 2.978480 2.976476 2.974482 2.972501 2.970531 2.968573 2.966626 2.964690 2.962766
2.312456 2.334150 2.355714 2.377151 2.398461 2.419645 2.440705 2.461641 2.482454 2.503147 2.523718 2.544171
2.941797 2.966517 2.991089 3.015515 3.039797 3.063935 3.087931 3.111786 3.135502 3.159080 3.182521 3.205825
1.240350 1.252808 1.265192 1.277503 1.289740 1.301906 1.314000 1.326023 1.337975 1.349858 1.361672 1.373417