ANALISIS PENGARUH GRADASI PADA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT (SMA) YANG MENGGUNAKAN ADITIF ASBUTON MURNI UNTUK PERKERASAN BANDARA
Agung Hari Widianto Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 Email:
[email protected]
Bambang Sugeng Subagio Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 email:
[email protected]
Harmein Rahman Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 email:
[email protected]
Nasuhi Zain Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132 Telp./Fax: 62-22-2534167 email:
[email protected]
Abstrak –Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh gradasi pada campuran Split Mastic Asphalt (SMA) yang menggunakan Aspal Buton sebagai aditif yang diharapkan mampu memperbaiki kualitas aspal dan kinerja dari campuran perkerasan runway. Aspal Buton murni yang digunakan sebagai aditif diambil dari deposit Lawele.Gradasi yang digunakan dalam campuran diambil menurut peraturan British Standard yaitu D5, D12 dan D22. Pada masing masing gradasi tersebut digunakan aspal pen 60/70 yang mengandung Aspal Buton sebesar 0%, 2% dan 6%. Hasil pengujian sifat fisik campuran aspal diperoleh bahwa nilai penetrasi semakin turun seiring dengan bertambahnya kadar Aspal Buton tetapi memiliki nilai titik lembek yang semakin tinggi. Kinerja campuran hasil uji perendaman Marshall menunjukkan campuran D12 memiliki ketahanan terhadap pengaruh air dan temperatur lebih baik (IKS = 93,0%) dibandingkan campuran lainnya. Hasil uji UMATTA pada temperatur 32°C dan 45°C sesuai peraturan FAA 2009 mendapatkan dua campuran yang masuk kedalam syarat minimal yang ditetapkan oleh FAA yaitu D12 Asbuton 6% dan D5 Asbuton 6%. Secara umum, dari hasil pengujian dilakukan, penggunaan AsButon sebagai aditif dapat dijadikan alternatif dalam struktur perkerasan aspal runway bandara, terutama pada campuran gradasi D12 Asbuton 6% dan gradasi D5 Asbuton 6%. Abstract - This research has aimed on how the gradation effects on Split Mastic Asphalt (SMA) mixtures using Buton Asphalt as additives which is expected to improve asphalt quality and performance of the runway pavement mixtures. Fully extracted bitumen Buton used as additive was taken from Lawele deposit and expected to improve performance of asphalt Pen 60/70. Gradation used in this research was according to British Standard regulation which are D5, D12 and D22 The result of properties test of asphalt mixtures showed declining penetration value along with increasing of Buton asphalt level, with high softening point. The result of Marshall Immersion that used grading of D12 showed better resistance value to a water impact and temperature (IKS=93%) among the others. The results of UMATTA test at 32° C and 45° C temperature according to FAA regulations shown that Modulus Resilient values have increased along with Asbuton level, and got two mixtures in a minimum level that is defined by FAA., They were D12 with 6% Asbuton and D5 with 6% Asbuton. Generally, all test results indicate that using Fully extracted bitumen Buton as additive could be an alternative in pavement structure of the airport runway, especially the grading of D12 with 6% Asbuton Keywords: Stone Mastic Asphalt, Aspal pen 60/70, Aspal Buton Murni, Modulus Resilient, Kelelahan,Runway Bandara.
1
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Salah satu bagian fasilitas bandara adalah runway, taxiway serta apron yang peruntukkannya adalah sebagai penunjang sistem di bandara. Untuk runway, taxiway serta apron, perkerasan adalah hal yang penting untuk diperhatikan dalam membuatnya karena dengan mengetahui berapa kekuatan perkerasan yang ada maka akan mempengaruhi jenis pesawat yang akan dapat mendarat di bandara tersebut. Asbuton sebagai sumber kekayaan alam di Indonesia yang jumlahnya sangat besar,dengan deposit diperkirakan lebih dari 200 juta ton,sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Disisi lain kita secara nasional mengimpor aspal dari luar negeri sebanyak 650.000 ton pertahunnya,dikarenakan produksi aspal dalam negri yang masih terbatas. Guna mengatasi masalah tersebut baik dari segi teknis kualitas produk Asbuton, pemenuhan kebutuhan aspal dalam negeri setiap tahunnya dan memenuhi persyaratan peraturan untuk perkerasan bandara maka perlu diadakan inovasi teknologi produk Asbuton. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan komposisi campuran aspal minyak (pen 60/70) dengan Asbuton yang tepat dan optimal, dan akan dibandingkan dengan penggunaan aspal minyak (pen 60/70) yang sudah digunakan saat ini. Perbandingan dilakukan dengan menggunakan jenis campuran SMA. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik dan kinerja campuran SMA pada perkerasan bandara dengan menggunakan aspal minyak (pen 60/70) dan Asbuton murni di laboratorium yang memakai uji: Marshall, UMATTA dan Dartec. 2. Membandingkan kinerja campuran perkerasan dengan tingkat ketahanan fatique dari campuran SMA menggunakan aspal minyak (pen 60/70) dan dengan ditambah Asbuton sebagai bahan aditif pada perkerasan bandara. 1.3. Ruang Lingkup Kegiatan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibatasi pada hal hal berikut: 1. Jenis campuran beraspal yang digunakan adalah SMA. 2. Material a. Agregat yang digunakan untuk campuran diambil dari Karawang. b. Aditif yang digunakan adalah Asbuton murni dengan perbandingan kadar aspal yaitu: 2% dan 6%. c. Menggunakan 3 macam gradasi yang mengikuti peraturan BS EN 13108-5-2006 yaitu : gradasi D 5, gradasi D 12, gradasi D 22. 3. Aspal a. Pada penelitian ini,aspal minyak yang digunakan adalah aspal jenis pen 60/70 yang diproduksi oleh Shell. b. Untuk Aspal Buton digunakan adalah deposit di daerah Lawele. 4. Penelitian ini untuk membandingkan nilai fatique yang terjadi pada aspal minyak (pen 60/70) dan dengan ditambah asbuton sebagai aditif. 5. Pengujian yang dilakukan: a. Pengujian dengan The Universal Material Testing Apparatus (UMATTA) untuk mengukur nilai Modulus Resilien dari campuran. b. Pengujian Kelelahan dengan menggunakan alat uji mesin DARTEC. 6. Analisis kimia dan analisis biaya pada modifikasi aspal tidak diteliti.
2
2. Metodologi Penelitian Rencana kerja dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alur Penelitian 3. Penyajian Data 3.1. Hasil Pengujian Karakteristik Aspal Hasil pengujian Karakteristik Aspal pen 60/70 dan Aspal modifikasi dengan menambahkan kadar Asbuton 2% dan 6% dapat dilihat pada tabel 1dan tabel 2.
3
3.2. Hasil Pengujian Karakteristik Agregat. Hasil pengujian karakteristik agregat dilakukan dengan mengacu pada peraturan British Standard. Berikut data karakteristik agregat halus dan kasar pada tabel 3 dan tabel 4
4
3.3. Hasil Pengujian Marshall Pada uji Marshall yang dilakukan mengacu kepada BS EN 12697-34-2004 dengan mengacu pada British Standard 598-107-2004. Pada uji ini bertujuan untuk mendapatkan Nilai kadar aspal optimum, Nilai kadar aspal optimum adalah nilai rata-rata dari kadar aspal untuk stabilitas maksimum, kepadatan agregat maksimum dan kepadatan campuran maksimum. Benda uji untuk tiap Kadar Aspal Optimum yang diambil adalah 15 benda uji yang mewakili kadar aspal untuk 5%,6%,7%,8%,9%. Untuk tiap kadar aspal diwakili oleh 3 benda uji yang hasilnya nantinya di rata rata. Berikut tabel rekapitulasi pengujian pada masing masing gradasi.
Pada kadar aspal optimum yang dihasilkan, semakin banyak kadar aspal Buton yang ditambahkan maka nilai KAO nya semakin tinggi. 3.3.1. Nilai IKS Pengujian Perendaman Marshall merupakan pengujian untuk mengetahui durabilitas campuran beraspal. Dalam pengujian ini, campuran diukur kinerja ketahanannya terhadap perusakan oleh air melalui perendaman benda uji pada air panas dengan temperature 60 °C selama 30 menit dan 24 jam. Tabel 6 menunjukkan hasil IKS tiap campuran yang nilai kesemuanya diatas 90%, sehingga memenuhi syarat yang ditetapkan Kementrian PU yaitu >90%.
5
3.4. Hasil Pengujian UMATTA Pengujian Modulus Resilien dilakukan dengan menggunakan alat ‘Universal Material Testing Apparatus (UMATTA)’ yaitu menggunakan benda uji diametral seperti benda uji Marshall dan dibuat pada Kadar Aspal Optimum (KAORef), pengujian mengacu kepada BS DD213-1993 ( British Standard )
3.5. Hasil Pengujian Kelelahan Dengan Three Point Loading 3.5.1. Perhitungan Beban Pesawat Perhitungan beban pesawat dilakukan agar mengetahui nilai tegangan yang akan digunakan untuk pengujian kelelahan,berikut tabel 8 rekapitulasi beban pesawat
6
3.5.2. Hasil Pengujian Kelelahan Pengujian kelelahan menggunakan alat DARTEC, dan menggunakan kontrol stress sebagai parameternya.
4. Analisi Data 4.1. Analisi Karakteristik Material 1. Analisis Pengujian - Penetrasi, Titik Lembek, Kehilangan Berat Pada nilai penetrasi, nilai semakin kecil seiring dengan bertambahnya kadar AsButon, dengan mengacu kepada BS 2000-49-2009 maka nilai Asbuton masih memenuhi syarat yaitu 43 mm,syarat minimum 41 mm. Nilai titik lembek meningkat seiring dengan bertambahnya kadar Asbuton, pada Asbuton 6% memenuhi syarat sebagai aditif karena memiliki nilai titik lembek 54°C,syarat minimum aditif adalah 54°C.Dari hasil pengujian masing masing kadar aspal Buton tidak mengalami penguapan yang besar sehingga tahan terhadap panas.
7
-
Analisis Kepekaan Terhadap Temperatur, pada dasarnya semua jenis aspal bersifat thermoplastic, yaitu dapat berubah sifat tergantung temperatur dimana bila dipanaskan menjadi lunak dan menjadi keras bila didinginkan. Tabel 12. Nilai Penetrasi Indeks Komposisi 0% RAP
Penetration Index (PI)
-
-
0% Asbuton
2% Asbuton
6% Asbuton
-0,865
-0,448
-0,547
Viskositas Saybolt-Furol Kinematis Untuk aspal pen 60/70 suhu pencampuran dicapai pada 154°C dan suhu pemadatan dicapai pada 146°C. Sementara untuk aspal yang menggunakan Asbuton sebanyak 2% suhu pencampuran dicapai pada 159°C dan suhu pemadatan dicapai pada 152°C. Dan untuk aspal dengan Asbuton sebesar 6% suhu pencampuran dicapai pada 164°C dan suhu pemadatan dicapai pada 157°C. Sehingga temperatur bertambah seiring dengan penambahan kadar Asbuton. Analisis Agregat Hasil pengujian karakteristik agregat memenuhi semua standart yang ditetapkan oleh British Standard 4.2. Analisis Pengujian Marshall 4.2.1. Kepadatan Campuran Maksimum Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa seiring bertambahnya kadar aspal maka kepadatan campuran akan turut meningkat hingga pada suatu titik kadar aspal optimum nilai kepadatannya akan menurun
Gambar 2. Kepadatan Maksimum
4.2.2. Kepadatan Agregat Setelah Pemadatan Sama halnya dengan kepadatan campuran, kepadatan agregat dari gambar 3 dapat dilihat bahwa seiring bertambahnya kadar aspal maka kepadatan agregat akan turut meningkat hingga pada suatu titik kadar aspal optimum nilai kepadatannya akan menurun.
8
Gambar 3. Kepadatan Agregat Setelah Pemadatan 4.2.3. Stabilitas Pada hasil pengujian, perbandingan nilai stabilitas seperti pada gambar 4 mempunyai nilai yang berbeda antara gradasi 5 dengan gradasi 12 dan 22 ,hal ini diakibatkan karena semakin besar gradasi berarti rongga yang dihasilkan akan semakin besar dan mempengaruhi stabilitas campuran
Gambar 4. Stabilitas
4.3.
Analisis Perendaman Refusall Pada perendaman refusall dari data tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai terbesar pada D12 dengan Asbuton 2%,sehingga berarti campuran tersebut tahan terhadap suhu tinggi karena memiliki rongga yang kecil. Secara keseluruhan nilai IKS memenuhi persyaratan yaitu >90% 4.4.
Analisis UMATTA Pada pegujian UMATTA dilakukan dengan menggunakan dua suhu yaitu 32°C dan 45°C yang pada suhu 32°C mengacu kepada peraturan FAA 150/5320-6E 2009. Dari tabel 7 didapat penambahan nilai modulus resillien seiring dengan bertambahnya kadar Asbuton dalam campuran, dan mempunyai nilai menurun dengan semakin tinggi suhunya pada campuran yang sama.
9
Dari gambar 6 juga dapat dilihat bahwa nilai hasil pengujian untuk aspal pen 60/70 untuk gradasi 5 lebih tinggi daripada gradasi 12 maupun gradasi 22, hal ini bisa disebabkan campuran gradasi 5 lebih lentur daripada campuran lainnya.
Gambar 6. Perbandingan Nilai Modulus Resilien 4.4.1. Perbandingan Nilai Laboratorium dengan Perhitungan Pada gambar 13 perbandingan nilai antara perhitungan menggunakan persamaan Shell dengan pengujian di laboratorium terdapat perbedaan nilainya. Pada temperatur 32°C nilai dengan menggunakan persamaan Shell lebih tinggi daripada pengujian di laboratorium.
Pada gambar 14, tetapi pada temperatur 45°C nilai dengan menggunakan persamaan Shell lebih rendah daripada pengujian di laboratorium
10
4.5.
Analisis Pengujian Kelelahan Pengujian kelelahan dilakukan dengan menggunakan mesin uji DARTEC, beradasarkan tabel 9 ,pada gradasi 12 dapat diperbandingkan kedalam gambar berikut:
Gambar 7 Perbandingan siklus dengan tegangan 0,25 kN Dengan Asbuton 6 % lebih cepat runtuh dari pada dengan Asbuton 2% dan 0% hal ini bisa disebabkan karena interlocking antar agregat tidak kuat sehingga dengan bertambahnya kadar Asbuton dalam aspal yang mempunyai titik runtuh yang cepat, hal ini juga bisa dengan bertambahnya kadar Asbuton yang nilai penetrasinya kecil seiring bertambahnya kadar Asbuton mengakibatkan campuran makin keras sehingga pada saat digetar, campuran lebih cepat runtuh..
Gambar 8 Perbandingan siklus dengan tegangan 0,1 kN
11
4.6. Analisis Program FAARFIELD Dari data data yang sudah didapat memasukkan dimasukkan ke dalam program FAARFIELD dengan data perencanaan pesawat sebagai berikut: Tabel 15 Airplane Information No.
Name
1 2
B777-300 ER B747-400ER Passenger
Gross Wt. tonnes 299,370 412,775
Annual Departures 8.281 3.874
% Annual Growth 2,70 1,30
Dari hasil output program didapat analisa bahwa Dari data yang dikeluarkan oleh program FAARFIELD diatas didapatkan bahwa dengan menggunakan campuran gradasi 12 membutuhkan ketebalan 685,6 mm dan pada gradasi 5 dengan ketebalan 682,6 mm sehingga dalam pemanfaatan dilapangan gradasi 5 lebih effisien secara biaya pembuatan. Untuk P/C Ratio Boeing 777-300 ER pada campuran D5 Asbuton 6% memiliki nilai lebih besar yaitu sebesar 0,47% sedangkan campuran D12 Asbuton 6% sebesar 0,46%. Pada Boeing 747-400 ER kedua campuran memiliki nilai P/C Ratio yang sama besar yaitu 0,63% . Dari kedua campuran gradasi di atas, dapat dilihat tabel V.19 dibawah, dari tabel nilai CDF kedua campuran tersebut, masuk kedalam klasifikasi baik karena perkerasan tidak menggunakan semua umur kelelahan yang direncanakan yang bisa bearati umur perkerasan bisa lebih lama. 4.7.
Perbandingan Kedua Campuran Dari kedua campuran yang memenuhi persyaratan FAA untuk modulus resillien yaitu 1,380 Mpa,dapat dilakukan perbandingan dari hasil beberapa pengujian Tabel 16 Rekapitulasi Perbandingan Kedua Jenis Campuran
No
Jenis Campuran
Modulus Resillien (Mpa)
Pengujian Kelelahan
Suhu 32°C Pengujian
Spec.
Tegangan 0,25 0,1 kN kN
Stabilitas Spesifikasi
Rendaman (lbs)
Min. (lbs)
30 Menit
24 Jam
IKS
1
D5 Asbuton 6%
1511,5
1380
241
353
2150
2217,87
2053,25
92,60%
2
D12 Asbuton 6%
1418,5
1380
272
509
2150
2370,93
2185,15
92,20%
Dapat dilihat pada tabel 16, setelah dilakukan pengujian Modulus Resilien maka didapat 2 jenis campuran yang memenuhi standard yang ditetapkan oleh FAA yaitu 1,380 Mpa, campurannya itu adalah gradasi 5 dengan campuran Asbuton 6% dan gradasi 12 dengan campuran Asbuton 6%. Untuk pengujian Kelelahan juga menunjukkan umur rencana dari kedua jenis campuran tersebut mempunyai umur kelelahan yang tinggi yaitu pada tegangan 0,25 kN sebesar 241 untuk gradasi 5 ,dan 272 untuk gradasi 12. Untuk tegangan 0,1 kN yaitu 353 untuk gradasi 5 dan 509 untuk gradasi 12. Untuk tebal perkerasan yang dikeluarkan oleh program FAARFIELD diatas didapatkan bahwa dengan menggunakan campuran gradasi 12 membutuhkan ketebalan 685,6 mm dan pada gradasi 5 dengan ketebalan 682,6 mm.
12
5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Dari penyajian data dan analisa maka didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengujian sifat fisik aspal pen 60/70 produksi shell menunjukkan bahwa aspal menjadi lebih keras jika ditambah oleh Asbuton murni yang ditunjukkan dengan nilai penetrasi yang menurun yaitu 66 untuk aspal pen 60/70, dan 41 untuk aspal ditambah Asbuton 6% serta nilai titik lembek yang bertambah seiring ditambahnya kadar Asbuton. 2. Hasil uji perendaman Marshall menunjukkan bahwa campuran dengan gradasi 12 memiliki nilai IKS yang lebih baik dari pada campuran gradasi 5 dan gradasi 22 yaitu: 90,5% (Asbuton 0%), 93% (Asbuton 2%), dan 92,2% (Asbuton 6%). Hal ini berarti gradasi 12 tahan terhadap suhu tinggi dan memiliki rongga yang kecil. 3. Pada temperatur 32°C didapat 2 jenis campuran yang mempunyai nilai memenuhi standart yang ditetapkan oleh FAA 2009 yaitu minimal sebesar 1380 Mpa.Campuran yang memenuhi standart itu adalah gradasi 5 dengan asbuton 6% sebesar 1511,50 Mpa dan campuran gradasi 12dengan asbuton 6% yaitu sebesar 1418,50 Mpa 4. Campuran dengan Asbuton 0% memperlihatkan bahwa umur kelelahan yang dihasilkan mempunyai nilai tertinggi pada gradasi 5 yaitu 319 cycles, kemudian gradasi 12 yaitu 166 cycles dan yang terkecil gradasi 22 yaitu 159 cycles. 5. Pada Campuran dengan Asbuton 2% yang ditambahkan kedalam kadar aspal pen 60/70 memperlihatkan bahwa umur kelelahan yang dihasilkan mempunyai nilai tertinggi pada gradasi 5 yaitu 271 cycles, kemudian gradasi 12 yaitu 251 cycles dan yang terkecil gradasi 22 yaitu 177 cycles. 5.2. Saran Berdasarkan hasil evaluasi penelitian ini, maka disampaikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlu ditinjau lagi untuk penambahan kadar Asbuton menjadi lebih besar daripada 6% tetapi masih dibawah 10% serta dengan menggunakan gradasi yang berbeda. 6. Daftar Pustaka 1. AASHTO, (1998) : Standard Spesifications for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing, Washington D.C.Affandi, F. (2006b) : Jurnal, Ekstraksi Aspal Asbuton Untuk Campuran Beraspal Panas, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Republik Indonesia. 2. British Standard Institution (2000) : Bitumen and Bituminous Binder, BSI, London 3. British Standard Institution (2000) : Methods of Test for Petroleum and its Products, BSI, London 4. British Standard Institution (2003) : Aggregates for Bituminous Mixtures and Surface Treatments for Roads, Airfields, and Other Trafficked Areas, BSI, London 5. British Standard Institution (2004) : Sampling and Examination of Bituminous Mixtures for Roads and Other Paved Areas, BSI, London Nono. Kurniadji. Riswan. (2005) : Jurnal, Kinerja Campuran Beton Aspal Dengan 7. FAA, ( 2009 ) : 150/5320-6E 8. David, R.B, (2011 ) : FAARFIELD 1.3 Hands on Training 9. Shell Bitumen (2003) : The Shell Bitumen Handbook, Shell Bitumen, U.K. 10. Standar Nasional Indonesia, SNI (2003) : Metoda Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat Marshall, RSNI M-01-2003, Badan Standar Nasional Indonesia. 11. Widianto,A.H. (2012) : Analisis Pengaruh Gradasi Pada Campuran Split Mastic Asphalt (Sma) Yang Menggunakan Aditif Asbuton Murni Untuk Perkerasan Bandara
13