Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
PENGARUH PENAMBAHAN ASBUTON PADA PENUAAN CAMPURAN BERASPAL
Topik Makalah : Desain dan Bahan Perkerasan Dr. Ir. H. R. Anwar Yamin, MSc. Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan (PUSJATAN) Departemen Pekerjaan Umum Jl. Raya Timur 264, Ujung Berung – Bandung Telp.022 7811878 fax. 022 7811878 – 7802726
[email protected]
Dr. Ir. Imam Aschuri, MSc. Dosen/Peneliti Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional (Itenas) Jl. PHH Mustapa 23, Bandung, 40124 (P):022-7272215 (ext 135)(F):022-7202892
[email protected]
ABSTRAK Kinerja struktur perkerasan jalan yang merupakan suatu struktur yang tidak terlindung sangat dipengaruhi oleh kondisi klimatik lokasi dimana jalan tersebut dibangun. Kondisi klimatik ini memberikan pengaruh jangka panjang tidak saja pada kinerja struktur perkerasan jalan tetapi juga pada respon struktur perkerasan tersebut terhadap beban karena kondisi klimatik sangat menentukan kecepatan penuaan aspal. Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durabilitas campuran beraspal. Penuaan ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada aspal dan selanjutnya akan meningkatkan kekakuan campuran beraspal dan akhirnya akan mempengaruhi kinerja campuran tersebut. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asbuton pada penuaan campuran beraspal pada iklim tropis Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, dua jenis campuran, campuran yang mengandung dan yang tidak mengandung asbuton, dikondisikan terhadap pengaruh lingkungan dengan cara mengeksposnya secara langsung di udara terbuka selama 0, 1, 2, 3, 6, dan 15 bulan. Uji laboratorium pada modulus kekakuan dilakukan pada ke dua jenis campuran yang sudah dikondisikan tersebut. Selain itu, dilakukan juga pengamatan lapangan pada kinerja ke dua jenis campuran tersebut di lapangan. Kata Kunci : Asbuton, Penuaan, Pengaruh klimatik, Modulus Kekakuan ABSTRACT As an unprotected structure, performance of pavement is mainly affected by climatic condition where it is constructed. Since climatic condition is affecting the rate of bitumen aging, so it gives long term effect not only to performance of pavement structure but also to structural respond of traffic load. Bitumen aging is a good parameter to know the durability of asphaltic mixtures. This aging causes bitumen hardening and furthermore will improve stiffness modulus of asphalted mixtures, finally will affect pavement performance. The aims of this study were to know the effect of adding asbuton on the aging of asphaltic mixtures under Indonesian tropical climate. To meet these purposes, two kinds of asphaltic mixtures, with and without asbuton, were conditioned to tropical environment by direct expos to open air during 0, 1, 2, 3, 6, and 15 months. Stiffness laboratory testing was conducted to conditioned-samples. Beside those, field monitoring performances were carried out on the those asphaltic layer. Keywords: Asbuton, Climatic effect, Stiffness Modulus
I. PENDAHULUAN Kerusakan pada lapis permukaan jalan dapat disebabkan oleh faktor lalu lintas, lingkungan, rencana awal, kualitas pekerjaan atau kombinasi dari faktor tersebut. Dari keempat faktor ini, lalu lintas, lingkungan dan interaksi antara keduanya merupakan penyebab utama kerusakan pada lapis permukaan pada struktur perkerasan beraspal (Turki et al. 1993). Sebagai contoh, kerusakan berupa alur (rutting) dan retak buaya adalah jenis kerusakan yang disebabkan oleh lalu lintas. Sedangkan jenis kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan atau yang bukan disebabkan oleh pengaruh lalu lintas adalah retak melintang dan retak memanjang pada permukaan lapis beraspal.
1
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durabilitas campuran beraspal. Penuaan aspal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (penuaan jangka pendek, short-term aging), dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang, long-term aging). Penuaan ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada aspal dan selanjutnya akan meningkatkan kekakuan campuran beraspal sehingga akan mempengaruhi kinerja campuran tersebut. Beberapa usaha telah dilakukan untuk menghambat penuaan campuran beraspal, salah satunya dengan menggunakan aspal modifikasi. Asbuton adalah aspal alam yang terdapat di Indonesia. Aspal ini dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal atau sebagai bahan untuk memodifikasi sifat aspal konvensional sehingga campuran beraspal yang dihasilkan memiliki sifat yang lebih baik. 1.2. Tujuan Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asbuton pada penuaan campuran beraspal pada iklim tropis Indonesia. 1.3. Lingkup Studi Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, campuran beraspal jenis AC-WC dibuat dengan menggunakan dua jenis aspal, yaitu aspal minyak pen 60 dan aspal minyak pen 60 yang dimodifikasi sifatnya dengan menggunakan asbuton butir tipe B 5/20. Kedua campuran tersebut digelar dilapangan sebagai lapis aus. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan, digunakan benda uji Marshall yang dikondisikan terhadap pengaruh lingkungan dengan cara mengeksposnya secara langsung di udara terbuka selama 0, 1, 2, 3, 6, dan 15 bulan. Uji modulus kekakuan di laboratorium dilakukan pada campuran yang sudah dikondisikan terhadap lingkungan tersebut. Selain itu, dilakukan juga pengamatan lapangan pada kinerja ke dua jenis campuran tersebut di lapangan. 2.
STUDI PUSTAKA
2.1. Asbuton Asbuton (aspal batu buton) adalah aspal alam yang terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Deposit asbuton diketemukan pada tahun 1924 dan Asbuton mulai diproduksi sejak tahun 1926. Sejak diketemukannya, teknologi pemakaian asbuton terus berevolusi mulai dari Asbuton Konvensional, Asbuton Halus, Asbuton Mikro, Mastic Asbuton, Asbuton Butir dan Asbuton Murni. Perkembangan teknologi asbuton ini didorong oleh perkembangan teknologi produksi asbuton yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas campuran beraspal yang menggunakan asbuton secara memuaskan. Asbuton butir adalah asbuton dengan ukuran butir maksimum lebih kecil dari 1,16 mm. Asbuton jenis ini bersifat homogen, halus dan tidak menggumpal dan memiliki kandungan air yang sangat kecil. Dipasaran terdapat empat tipe asbuton butir yang dibedakan berdasarkan nilai kekerasan dan persentase kandungan bitumen didalamnya. Keempat tipe tersebut adalah asbuton Butir B5/20, B 15/20, B15/25 dan B20/25. Angka awal dari kode ini menunjukkan nilai penetrasi bitumennya dan angka selanjutnya menyatakan persentase kandungan bitumennya. Persentase pemakaian tipe asbuton tersebut di atas tidak sama satu dengan yang lainnya. Semakin kecil nilai penetrasi asbuton, semakin kecil persentase pemakaiannya. Persentase maksimum pemakaian asbuton Butir B5/20, B 15/20, B15/25 dan B20/25 masing-masing adalah 5%; 7%; 8,5%; dan 10,5% terhadap berat total campuran. Pemakaian asbuton butir yang lebih besar dari batasan tersebut di atas akan menghasilkan campuran beraspal yang
2
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
Batas Modulus Campuran Beraspal yg masih sifat lentur
Proporsi Tipe Asbuton Butir (% thd Berat Total Mix)
sangat kaku dan getas. Banyaknya asbuton butir yang akan digunakan dalam campuran beraspal harus mempertimbangkan gradasi dan tingkat kekakuan campuran beraspal yang ingin dicapai. Gambar 1 di bawah ini merupakan tipikal kenaikan modulus resilien campuran beraspal yang menggunakan berbagai tipe asbuton butir.
Gambar 1. Peningkatan Modulus Resilien Campuran Beraspal Panas yang Mengandung Asbuton Butir
2.2. Pengaruh Lingkungan terhadap Kinerja Campuran Beraspal Kinerja struktur perkerasan jalan yang merupakan suatu struktur yang tidak terlindung sangat dipengaruhi oleh kondisi klimatik lokasi dimana jalan tersebut dibangun. Kondisi klimatik ini memberikan pengaruh jangka panjang tidak saja pada kinerja struktur perkerasan jalan tetapi juga pada respon struktur perkerasan tersebut terhadap beban (Ullitdz, 1987). Kondisi klimatik yang sangat mempengaruhi kinerja struktur perkerasan adalah kelembaban dan temperatur. Menurut Ullitdz (1987), kelembaban udara akan mempengaruhi kinerja tanah dasar dan lapis pondasi, sedangkan temperatur akan mempengaruhi kinerja lapisan yang menggunakan material dengan bahan pengikat aspal atau semen. Pendapat ini memperkuat hasil studi yang dilakukan oleh Hugo et al. (1985) yang telah membuktikan bahwa kelembaban dan temperatur sangat mempengaruhi kinerja perkerasan beraspal. Studi yang dilakukan oleh Glenn et al. (1981) di California juga menunjukkan bahwa pengaruh temperatur dan kelembaban di danau, gunung dan di lembah terhadap penuaan aspal adalah relatif sama dan sangat jauh berbeda dibandingkan dengan penuaan akibat pengaruh temperatur dan kelembaban di gurun pasir. 2.3. Pengaruh Temperatur terhadap Kecepatan Penuaan Campuran Beraspal Hasil penelitian yang dilakukan oleh Transport Research Laboratory (RN 31, 1993) di daerah tropis menunjukkan bahwa model kegagalan campuran beraspal di daerah ini berbeda dengan model kegagalan yang biasanya terjadi di daerah sub-tropis. Perbedaan ini menunjukkan bahwa iklim sangat mempengaruhi kinerja campuran beraspal. Akibat panas yang tinggi, pengerasan aspal akibat penuaan lebih cepat terjadi di daerah yang beriklim tropis dari pada di daerah sub-tropis. Pengerasan ini terutama terjadi pada permukaan beraspal yang terekspos langsung terhadap lingkungan. Oleh sebab itu keretakan pada lapis permukaan beraspal di daerah tropis akan terjadi dengan cepat sebelum retak di daerah sub-tropis terjadi. (RN 31, 1993). Pada temperatur tinggi umur kelelahan suatu perkerasan jalan menurun drastis sebagai akibat dari peningkatan regangan tarik yang terjadi. Kekuatan atau stabilitas lapis beraspal akan
3
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
menurun bila temperatur meningkat, hal ini terjadi karena adanya penurunan modulus kekakuan campuran beraspal. Penurunan kekuatan ini selanjutnya akan meningkatkan kecenderungan terjadinya deformasi permanen dan alur pada lapis ini. Selain itu, akibat temperatur yang tinggi pada struktur perkerasan beraspal akan terjadi pengalihan tegangan secara berlebihan ke lapisan bawah struktur perkerasan yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada distorsi lapisan-lapisan tersebut. Campuran beraspal adalah campuran yang peka terhadap temperatur dan waktu pembebanan, oleh sebab itu campuran beraspal akan melunak pada temperatur tinggi dan atau pada waktu pembebanan yang relatif lama (Monismith, 1981). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh temperatur dan waktu pembebanan. Banyak cara untuk mengetahui penuaan aspal, misalnya dengan simulasi penuaan di laboratorium baik dengan cara pengovenan ataupun dengan cara mengekspos langsung aspal tersebut terhadap lingkungan. Tingkat penuaan yang terjadi pada aspal dapat diketahui melalui pengamatan visual, tetapi informasi yang lebih akurat dan terukur akan didapatkan hanya melalui pengujian di laboratorium pada aspal yang dipulihkan (recovery asphalt) hasil ekstraksi dari campuran beraspal yang sudah mengalami penuaan (Millard, 1993). 2.4. Pengaruh Temperatur pada Modulus Kekakuan Campuran Beraspal Klimatologi suatu lokasi merupakan salah satu pertimbangan yang perlu dikaji dalam tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pemeliharaan struktur perkerasan beraspal. Dalam pertimbangan tersebut temperatur merupakan variabel utama yang harus diperhatikan dari berbagai pengaruh lingkungan lainnya. Variasi temperatur harian sampai tahunan memberikan kontribusi yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan kegagalan atau kemungkinan keruntuhan suatu struktur perkerasan beraspal. Variasi temperatur udara tidak berpengaruh banyak pada modulus tanah dasar dan lapis pondasi tanpa bahan pengikat (unbound base layer), kecuali bila pembekuan terjadi. Namun temperatur sangat menentukan modulus kekakuan aspal, modulus kekakuan campuran beraspal, regangan dan pada akhirnya akan menentukan umur kelelahan campuran beraspal. Shook et al. (1969), seperti yang dilaporkan oleh Croney et al. (1992), dalam penelitian yang intensif mengenai modulus kekakuan campuran beraspal pada variasi frekuensi pembebanan menyatakan bahwa peningkatan temperatur pengujian dari 4,5o C ke 38 o C akan mengakibatkan penurunan modulus kekakuan campuran beraspal kira-kira 12 kali. 2.5. Pengaruh Penuaan Aspal pada Durabilitas Campuran Beraspal Penuaan aspal merupakan perubahan tingkat kekerasan (hardening) dan kerapuhan aspal (brittleness) akibat penanganan, proses produksi campuran beraspal dan masa pelayanan campuran beraspal tersebut di lapangan. Penuaan ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada aspal dan selanjutnya akan meningkatkan kekakuan campuran beraspal. Kesemuanya ini berkaitan erat dengan kecepatan terjadinya retak ataupun pelepasan butir pada perkerasan beraspal. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa penuaan aspal sangat mempengaruhi durabilitas campuran beraspal. Oleh sebab itu, penuaan aspal merupakan suatu parameter yang baik untuk mengetahui durabilitas campuran beraspal. III. PRODUKSI DAN PEMBUATAN BENA UJI Proses produksi campuran yang mengandung asbuton butir tidak jauh berbeda dengan proses produksi campuran panas dengan menggunakan aspal keras. Di Asphalt Mixing Plant (AMP), pemasukan (suplay) asbuton butir dapat dilakukan melalui elevator filler. Pada proses pembuatan campuran panas, pencampuran asbuton butir di dalam pugmill dapat dilakukan dengan cara basah. Dengan cara basah ini, agregat panas yang sudah tercampur
4
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
secara merata dicampur terlebih dahulu dengan aspal selama lebih kurang 25 detik, kemudian baru ditambahkan Asbuton butir dan campuran ini kemudian diaduk kembali selama 5 sapai 10 detik. Penggunaan asbuton butir ini tidak merubah besarnya temperatur pencampuran agregat dengan aspal di pugmill, pencampurannya tetap dilakukan pada temperatur yang memberikan nilai viskositas aspal sebesar 170 ± 20 cts dan pemadatannya dilakukan pada temperatur yang memberikan viskositas aspal sebesar 280 ± 30 cst. IV. PENGKONDISIAN DAN UJI LABORATORIUM Pembuatan benda uji Marshall dilakukan dengan menggunakan campuran beraspal yang diambil dari proses produksi di AMP dan dipadatkan dengan 2 x 75 tumbukkan. Sebelum uji laboratorium dilakukan, semua benda uji baik yang mengandung asbuton atau tidak jenis dikondisikan terhadap penuaan jangka panjang. Penuaan jangka pendek tidak dilakukan karena campuran beraspal yang digunakan telah memalui proses penuaan jangka pendek di AMP. Untuk penuaan jangka panjang, atas dasar bahwa faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi kinerja perkerasan adalah temperatur dan kelembaban, dan pengaruh keduanya terhadap penuaan aspal baik yang dikondisikan di danau, gunung ataupun di lembah adalah relatif sama serta pengaruh kelembaban tanah dasar terhadap penuaan campuran beraspal pada struktur perkerasan multi lapis relatif tidak ada (Glenn et al., 1981), maka penuaan jangka panjang yang pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja kedua jenis campuran tersebut akibat pengaruh lingkungan khususnya pada iklim tropis Indonesia dilakukan dengan cara mengekspos langsung semua benda uji dari kedua jenis campuran tersebut yang sudah mengalami penuaan jangka pendek terhadap lingkungan, yaitu dengan meletakkan benda uji di atas lantai beton di ruang terbuka dan membiarkanya mengalami siklus perubahan lingkungan selama 0, 1, 2, 3, 6, dan 15 bulan. Setelah pengkondisian tersebut, benda uji dimasukkan ke dalam ruang temperatur terkendali yang telah diset temperaturnya sesuai dengan temperatur pengujian yang diinginkan, yaitu 25o C, 37,5 o C dan 50o C. Setelah temperatur benda uji mencapai temperatur keseimbangan (temperatur pada kulit sama dengan temperatur pada inti benda uji) baru dilakukan uji modulus. V. HASIL PENGUJIAN Akibat penuaan yang dialaminya, aspal akan mengalami perubahan sifat kekerasannya (penetrasi). Perubahan tingkat kekerasan aspal ini akan mempengaruhi tingkat kekakuan campuran beraspal. Oleh sebab itu, tingkat penuaan aspal (Aging Index, AI), dapat dinyatakan sebagai rasio antara sifat reologi aspal (umumnya diwakili oleh nilai penetrasi atau viskositas aspal) setelah penuaan (aspal-recovery) dengan sifat reologi aspal awalnya (Shell, 1990) atau sebagai rasio antara modulus kekakuan resilien campuran beraspal yang dituakan dengan modulus kekakuan resilien campuran beraspal segar (Kim et al., 1995). Dengan menggunakan definisi kedua ini, hubungan antara rasio perubahan modulus kekakuan resilien AC-WC dengan dan tanpa asbuton butir B5/20 selama periode penuaannya di lapangan pada temperatur pengujian 25oC, 37,5 oC dan 50 oC seperti yang diberikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
5
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
2.4
.
12000
.
R2 = 0.6448
2.2
R2 = 0.8653
Indeks Penuaan
Modulus (MPa)
10000 8000
R2 = 0.8653 6000 4000
B5/20 2000
2.0 1.8 1.6
R2 = 0.6448
1.4
B5/20 1.2
Pen 60
Pen 60 1.0
0
0
0
2
4
6
8
10
12
14
2
4
6
16
8
10
12
14
16
Waktu Penuaan (Bulan)
Waktu Penuaan (Bulan)
a. Temperatur 25o C
7000
5.0
.
.
R2 = 0.7794
6000
4.5
Indeks Penuaan
Modulus (MPa)
R2 = 0.8777
4.0
5000 4000 2
R = 0.8777
3000 2000
B5/20 1000
Pen 60
3.5 3.0
R2 = 0.7794
2.5 2.0
B5/20
1.5
Pen 60
1.0
0 0
2
4
6
8
10
12
14
0
16
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Penuaan (Bulan)
Waktu Penuaan (Bulan)
b. Temperatur 37,5o C
5.5
2500
.
.
R2 = 0.7749
5.0 4.5
Indeks Penuaan
Modulus (MPa)
2000
1500
1000
R2 = 0.8955 B5/20
500
Pen 60
4.0
R2 = 0.8955
3.5 3.0
R2 = 0.7749
2.5 2.0
B5/20
1.5
Pen 60
1.0
0 0
2
4
6
8
10
12
14
0
16
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Penuaan (Bulan)
Waktu Penuaan (Bulan)
c. Temperatur 50o C
Gambar 2. Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Modulus Kekakuan Resilien dan Indeks Penuaan ACWC Dengan dan Tanpa Asbuton Butir B5/20
5.5
.
25 C
5.0 4.5
37,5 C
4.0
50 C
Indeks Penuaan
Indeks Penuaan
.
5.5
R2 = 0.7749
3.5 3.0
R2 = 0.7794
2.5 2.0 1.5
25 C
5.0 4.5
37,5 C
4.0
50 C
R2 = 0.8955 R2 = 0.8777
3.5 3.0 2.5 2.0 1.5
1.0 0
2
4
R2 = 0.6448
6
8
R2 = 0.8653
1.0 10
12
Waktu Penuaan (Bulan)
a. AW-WC dengan Asbuton B5/20
14
16
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Penuaan (Bulan)
b. AC-WC Tanpa Asbuton
Gambar 3. Indeks Penuaan AC-WC dengan dan Tanpa Asbuton pada Variasi Temperatur Pengujian
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa akibat penuaan yang dialami oleh campuran beraspal (AC-WC) dengan dan tanpa asbuton, akan terjadi peningkatan kekakuan dari kedua campuran tersebut yang ditunjukkan oleh naiknya nilai modulus kekakuan resiliennya. Akibat penuaan yang dialaminya modulus kekakuan resilien dari kedua campuran tersebut akan naik sejalan dengan lamanya waktu penuaan yang dialaminya dan tingkat kenaikkannya adalah
6
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
relatif sama untuk ketiga variasi temperatur pengujian (25 o C; 37,5o C; dan 50 o C) yang ditunjukkan dengan hampir samanya gradien garis hubungan antara perubahan modulus kekakuan resilien kedua campuran tersebut dengan lamanya waktu penuaan yang dialaminya. Akibat penuaan yang dialaminya, kenaikkan tingkat kekakuan campuran beraspal yang mengandung asbuton pada semua temperatur pengujian adalah lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kenaikkan kekakuan yang terjadi pada campuran beraspal tanpa asbuton, seperti yang ditunjukkan pada yang ditunjukkan pada Gambar 2. Hal ini disebabkan karena nilai penetrasi aspal yang terkandung dalam asbuton akibat penuaan jangka pendek (umur nol bulan) adalah lebih rendah dari pada campuran beraspal tanpa asbuton. Walaupun pada penuaan jangka panjang, kekakuan campuran beraspal dengan asbuton masih lebih tinggi dibandingkan campuran beraspal tanpa asbuton. Hal ini menunjukkan kekakuan campuran beraspal yang menggunakan asbuton relatif tidak peka terhadap waktu penuaan. Tidak banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui kinerja campuran beraspal akibat penuaan (SHRP, 1997). Salah satu studi mengenai penuaan pada campuran beraspal adalah yang dilakukan oleh Kim et al. (1995) pada campuran beraspal yang dituakan melalui uji oksidasi dan diuji perubahan modulus kekakuan resiliennya. Berdasarkan definisi indeks penuaan oleh Kim et al. (1986), hubungan antara rasio perubahan modulus kekakuan resilien pada campuran yang mengandung asbuton dan tanpa asbuton dengan periode penuaannya di lapangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 ini dapat dilihat bahwa ada korelasi yang baik antara rasio perubahan modulus kekakuan resilien dengan periode penuaan pada campuran beraspal yang mengandung dan tanpa asbuton. Makin lama waktu penuaan yang diberikan, makin tinggi rasio modulus kekakuan resilien yang dihasilkannya. Walaupun campuran beraspal yang mengandung asbuton memiliki kecenderungan indeks penuaan yang lebih rendah dibandingkan dengan campuran beraspal yang tanpa asbuton. Hal ini disebabkan karena aspal yang mengandung asbuton relatif tidak peka terhadap lama waktu penuaannya dan temperatur uji juga sangat mempengaruhi perbedaan perubahan rasio modulus kekakuan resilien caampuran beraspal yang mengandung asbuton maupun tanpa asbuton. VI. 1. 2. 3.
4.
KESIMPULAN Penuaan aspal pada campuran beraspal yang mengandung asbuton dan tanpa asbuton memiliki kecepatan penuaan yang sama. Lama waktu penuaan relatif tidak memberikan pengaruh terhadap indeks penuaan pada temperatur uji rendah. Akibat penuaan yang dialaminya, kekakuan campuran beraspal yang mengandung asbuton adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kekakuan yang terjadi pada campuran beraspal tanpa asbuton untuk semua temperatur uji Secara garis besar menunjukkan bahwa kinerja campuran beraspal yang mengandung asbuton lebih baik terhadap pengaruh waktu penuaan pada rentang temperatur uji dibandingkan dengan campuran beraspal yang konvensional
PUSTAKA 1. Croney, D., and Croney, P., (1992), The Design and Performance of Road Pavement, McGraw – Hill Book Company. 2. Glenn, R. Kemp and Nelson, H. Predoehl, (1981), A comparasion of field and laboratory environments on asphalt durability, Proceeding Association of Asphalt Paving Technologies, Vol. 50. pp. 492-537. San Diego, California.
7
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29 & 30 Oktober 2008
3.
4.
5.
6.
7.
8. 9.
Hugo, F and T. W. Kennedy, (1985), “Surface cracking on asphalt mixtures in Southern Africa”, Proceeding Association of Asphalt Paving Technologies, Vol. 54. pp454-501. Monismith, C. L., (1981), “Fatigue characteristics of asphalt paving mixtures and their use in pavement design”, Proceeding 18th Paving Conferance University of Mexico, Albuquerque. Rote Note 31, (1993), “A Guide To The Structural Design of Bituminous-Surfaced Roads in Tropical and Sub-tropical Countries”, Transport Research Laboratory, Crow Thorne, London, U. K. Shook , J. F. and B. F. Kallas, (1969), “Factors influencing dynamic modulus of asphalt concrete”, Proceeding Session The Association of Asphalt Paving Technologies, Vol. 38, Los Angeles. Turki, I., Al-Suleiman, Adnan, A, Basma and Khaled Ksaibati, (1993), “Examination of pure environmental effects on pavement condition”, TRR. No.1388, Transportation Research Board, National Research Council, Washington D. C. Ullidtz, P., (1987), “Pavement Analysis”, Elsevier, Amsterdam-Oxford-New YorkTokyo. Valkering, C. P., Stapel, F. D. R and Lijzenga, J., (1992), “The shell pavement design method on personal computers”, Seventh International Conferance on Asphalt Pavements, Vol. 1, pp. 351 – 375, Nottingham, U. K.
8