Pengaruh Pemakaian Aditif Wetfix-Be pada Campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) Rohandi S. Akuba1, Fakih Husnan2 dan Frice L. Desei3. ABSTRACT This research aimed to find out the effect of using additive wetfix-be in the AC-BC and to compare on a mixed-use additive wetfix-be. This research discussed about the use of additives wetfix-be which was tested as an additional substance in the mixture of Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) and also applied technique of Marshall data analysis according to Bina Marga standard methods. It also applied experimental studies. Asphalt used was AC 60/70 of Pertamina production and the aggregate of stone crusser produced by PT Jaya Karya Utama which had a variation of asphalt content of 4.5%, 5%, 5.5%, 6% and 6.5%. Each variation of asphalt content was created 5 tests sampel, and to get the optimum asphalt content (OAC) 6.25%, it used variation additional material additives of wetfix-be 0.3%. Then all specimens are examined of Marshall characteristic. This research result, every addition of additive wetfix-be into AC-BC mixture made an increase for every Marshall characteristic. It could be observed an obvious difference within the mixture of additive. The differences were verified through observing additive 0.3% of optimum asphalt content and the effect showed that density value increased from 2.268 gr/cm³ to 2.269 gr/cm, stability value increased from 1857.357 kg to 1980.609 kg, Flow value increased from 3.450% to 3.634%, VFB value increased from 77.762% to 79.46%, Marshall Quotient increased from 527.808 kg/mm to 534.335 kg/mm. However the value of VIM and VMA decreased from 3.899% to 3.595% (VIM) and from 15.082% to 15.046% (VMA). Regarding to result acquired from the test of marshall characteristic, they fulfilled general specification of Bina Marga 2010. Key words: Wetfix-Be, Asphalt Concrete Binder Course, Specification of Bina Marga 2010. PENDAHULUAN Dalam penggunaan campuran hot mix yang masih menggunakan aspal murni (tanpa modifikasi) sering terdapat kerusakan-kerusakan jalan karena kurangnya daya ikat antara aspal dan agregat. Seiring dengan adanya kemajuan teknologi maka sekelompok orang berlomba-lomba untuk memperbaiki struktur lapisan ini, salah satu caranya yaitu memodifikasi campuran aspal dan agregat dengan menambahkan zat aditif, namun belum terlalu memuaskan sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menambah mutu dari perkerasan tersebut. Tujuan pengunaan zat aditif aspal yaitu untuk meningkatkan mutu dan kualitas dari perkerasan jalan, dengan adanya penambahan sedikit bahan aditif, akan memberikan ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, keretakankeratakan sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama dan mengurangi biaya 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Gorontalo. Dosen Pembimbing I, Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Gorontalo. 3 Dosen Pembimbing II, Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Gorontalo. 2
1
perbaikan jalan. Untuk menambah kinerja antara agregat dan aspal ini dengan harga yang relatif murah maka kita dapat memperbaiki sifat-sifat fisik aspal dengan menggunakan bahan aditif wetfix- be. Dengan adanya aditif ini, maka aspal dengan agregat akan lebih saling mengikat dan bisa kedap air. Pemakaian aditif wetfix-be pada perkerasan jalan ini sesuai dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Beton Campuran Panas Aspal beton campuran panas merupakan campuran homogen antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu, maka perkerasan ini dikenal sebagai nama hot mix karena dalam pencampuran nanti kedua material harus dipanaskan pada suhu tertentu terlebih dahulu agar agregat bisa mengering dan mendapatkan tingkat kecairan yang cukup dari aspal sehingga diperoleh kemudahan untuk pencampuran. Sesuai dengan fungsinya maka lapis aspal beton mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis aus, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapis yang kedap air dan mempunyai daya lekat yang cukup tinggi. Sesuai dengan fungsinya maka lapis aspal beton mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis aus, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapis yang kedap air dan mempunyai daya lekat yang cukup tinggi. Campuran aspal beton mempunyai 3 macam campuran yaitu: 1.
AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course), sebagai lapisan yang kedap terhadap air dan cuaca serta lapisan aus yang langsung berhubungan dengan ban kendaraan. Diameter butir maksimal 19,0 mm dan bertekstur halus.
2.
AC-BC (Asphalt Concrete Binder Course), sebagai lapisan yang terletak di bawah lapisan aus dan bisa terletak di antara lapisan AC-WC dan AC-Base. Diameter butir maksimal 25,4 mm dan bertekstur sedang.
3.
AC-Base (Asphalt Concrete Base), laston sebagai lapis pondasi. Diameter butir maksimal 37,5 mm dan bertekstur kasar.
B. Campuran Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC) Menurut Saodang (2005), laston (lapis aspal beton) disebut juga AC (Asphalt Concrete), adalah suatu lapisan permukaan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar, dan dipadatkan, dalam keadaan 2
panas pada suhu tertentu. Ketentuan sifat-sifat yang dimiliki campuran laston AC-BC, seperti dalam Tabel 1. Tabel 1 Ketentuan Campuran AC-BC (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010) AC-BC
Sifat-sifat Campuran Kadar aspal efektif (%) Penyerapan aspal (%) Jumlah tumbukan per bidang
Min. Maks. Min.
Gradasi Halus 4,3 1,2 75 3,5 5,0 14
Min. Min. Maks. Min. Min.
63 800 3 250
Maks.
Rongga dalam campuran (%) (2) Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Rongga Terisi Aspal (%) Stability Marshall (kg) Pelelehan (mm) Marshall Quotient (kg/mm)
Campuran AC-BC ini berfungsi sebagai lapisan antara yang memisahkan lapisan ACWC dan AC-Base. Tebal nominal minimum lapisan ini adalah 4–5 cm. C. Material Campuran Aspal 1. Agregat Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen (Sukirman, 2003). Secara umum jenis pengujian yang harus dilakukan adalah: abrasi (untuk agregat kasar), berat jenis (untuk agregat kasar dan halus), penyerapan (untuk agregat kasar dan halus), sand equivalent (untuk agregat halus), kepipihan dan kelonjongan (untuk agregat kasar), analisa saringan (untuk agregat kasar dan halus), kemampuan lekat terhadap aspal. a. Ketentuan agregat kasar Fraksi agregat kasar disiapkan dalam ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan seperti ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2 Ketentuan Agregat Kasar (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010) Pengujian Abrasi dengan *Campuran AC bergradasi kasar mesin Los *Semua jenis campuran aspal bergradasi Angeles 1) lain Kelekatan agregat terhadap aspal Angularitas (ke dalaman dari permukaan < 10 cm) Angularitas (ke dalaman dari permukaan ≥ 10 cm) Partikel pipih dan lonjong Material lolos ayakan no. 200
Standar
Nilai Maks 30 %
SNI 2417:2008 SNI 2439:2011 DoT’s Pennsylvania Test Method, PTM no. 621 ASTM D4791 Perbandingan 1:5 SNI 03-4142-1996
Maks 40 % Min. 95 % 95/90 ²) 80/75 ²) Maks 10 % Maks 1 %
3
Catatan : 95/90 menunjukan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
b. Ketentuan agregat halus Fraksi agregat halus memenuhi ketentuan seperti dalam Tabel 3. Tabel 3 Ketentuan Agregat Halus (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010) Pengujian Nilai Setara Pasir Kadar lempung Angularitas (ke dalaman dari permukaan < 10 cm)
Standar
Nilai
SNI 03-4428-1997
Min 60%
SNI 3423 : 2008
Maks. 1%
SNI 03-6877-2002
Angularitas (ke dalaman dari permukaan >10 cm)
Min. 45 Min. 40
c. Ketentuan Bahan Pengisi Ketentuan bahan pengisi seperti ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4 Ketentuan Bahan Pengisi (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010) Pengujian
Standar
Lolos saringan N0.200 Bebas dari bahan organik
Nilai Min 75%
SNI 03 M-02-1994-03
Maks 4%
2. Aspal Aspal adalah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan viscoelastis. Aspal merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai lapis permukaan lapis perkerasan lentur. Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik. Sebagian besar senyawa di aspal adalah senyawa polar. Ketentuan aspal keras AC 60/70 yang umum digunakan untuk pekerjaan jalan, seperti dalam Tabel 5. Tabel 5 Ketentuan untuk Aspal Pen. 60/70 (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010)
1
Penetrasi pada 25C (dmm)
SNI 06-2456-1991
Aspal Pen. 60-70 60-70
2
Viskositas 135C (cSt)
SNI 06-6441-2000
385
3
Titik Lembek (C)
SNI 06-2434-1991
>48
SNI-06-2432-1991 SNI-06-2433-1991 ASTM D5546 SNI-06-2441-1991
> -1,0 >100 >232 >99 >1,0
No
4 5 6 7 8
Jenis Pengujian
4)
Indeks Penetrasi Daktilitas pada 25C, (cm) Titik Nyala (C) Kelarutan dlm Toluene (%) Berat Jenis
Standar
4
3. Bahan Tambah (Wetfix-Be) Wetfix-be adalah bahan kimia anti striping yang disarankan dosis pemakaiannya yaitu 0,3% terhadap kadar aspal, berguna untuk meningkatkan ikatan dan menstabilkan campuran antara agregat dan aspal terutama pada musim hujan. Zat aditif kelekatan dan anti pengelupasan dapat ditambahkan ke dalam aspal dan prosentase aditif yang diperlukan serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya. Keuntungan lain menggunakan zat aditif wetfix-be pada perkerasan jalan yaitu: a. Sebagai modifier aspal untuk meningkatkan ikatan agregat dan aspal. b. Dapat digunakan untuk berbagai macam jenis agregat. c. Pemeliharaan rutin menjadi berkurang. d. Dapat memperpanjang umur jalan 3-4 tahun. e. Jalan selalu baik terpelihara dan nyaman. Spesifikasi yang dimiliki oleh wetfix-be seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Spesifikasi yang dimiliki oleh Wetfix-Be (Akzo Nobel, 2003) Parameter
Batas
Metode
Asam Nilai
<10 mg KOH / g
VE/2.013
Jumlah Amina Nomor
160-185 mg HCl / g
VE/2.018
Kimia dan Data Fisik
Khas Nilai
Penampilan
coklat, cairan kental pada 20 ° C
pH
11 (5% dalam air)
Kepadatan
980 kg / m³ pada 20 ° C
Titik nyala
> 218 ° C
Titik lebur
< -20 ° C
Kelekatan Kelarutan
800 mPa.s pada 20 ° C Khas Nilai
Etanol
Larut
Air Emulsifialbe Kemasan dan Penyimpanan Penyimpanan dan Produk ini stabil selama minimal dua tahun dalam wadah aslinya Penanganan tertutup pada suhu kamar.
D. Perencanaan Campuran (mix design) Metode Bina Marga Perancangan campuran dengan metode Bina Marga dimulai dari kadar aspal efektif yang tetap sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pencampuran agregat yang tersedia di lokasi divariasi untuk dapat memenuhi syarat rongga udara, tebal film aspal, dan stabilisasi. Jadi pada metode ini, rongga udara dalam campuran ini merupakan kriteria pokok bersama dengan kadar aspal efektif yang akhirnya menentukan tebal film aspal 5
yang terjadi. Kondisi ini memberikan sifat durability yang tinggi. E. Metode Analisa Marshall Test Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall yang dikembangkan selanjutnya oleh U.S Corps of Engineer. Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan stability dan kelelehan plastis (Flow) dari campuran agregat dan aspal. Flow bisa terjadi akibat beban yang dipikul sudah mencapai batas maksimum sehingga terjadi perubahan bentuk campuran. Beberapa parameter lain yang berpengaruh terhadap campuran aspal yaitu density, VMA (Voids Mineral Aggregate), VIM (Voids in Mix) dan VFB (Voids Filled with Bitumen), TFA (Thick Film Asphalt), dan MQ (Marshall Quotient). F. Penentuan KAO Untuk menentukan nilai KAO dibuat 5 variasi kadar aspal yang masing-masing berbeda 0,5% dengan 2 kadar aspal di atas dan 2 kadar aspal di bawah kadar aspal rancangan dan setiap kadar aspal mempunyai 5 buah benda uji. Setelah melakukan pengujian Marshall, menghitung beberapa parameter Marshall, yang diantaranya: density, VMA, VIM, stability, Flow, VFB, TFA, dan MQ. Kemudian hasilnya diplotkan ke dalam bentuk grafik batang dan menentukan wilayah kadar aspal yang memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 terhadap masing-masing sifat Marshall. METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan yang dilakukan pada saat penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Survey lapangan, dilakukan sebelum penelitian agar bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan informasi tentang agregat, aspal, dan bahan aditif yang digunakan pada perkerasan.
2.
Landasan teori, yaitu dengan mengumpulkan semua materi sebanyak mungkin yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai bahan acuan dalam melakukan pengambilan data dan analisis data yang telah dikumpulkan.
3.
Persiapan alat dan bahan, dilakukan dengan menentukan alat-alat dan bahan yang dipakai dan sudah harus disiapkan sebelum memulai penelitian.
6
4.
Pengujian material, dilakukan langsung di Laboratorium Teknik Sipil. Pengujian itu terdiri dari: a. Pengujian agregat, dalam melakukan pengujian agregat bisa berupa: pemeriksaan kadar air, pemeriksaan analisis saringan, pemeriksaan berat jenis dan penyerapan, pemeriksaan keausan agregat dengan mesin Los Angeles, pemeriksaan sand equivalent, dan pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan. b. Pengujian aspal, dalam melakukan pengujian aspal bisa berupa: pemeriksaan berat jenis aspal, pemeriksaan penetrasi aspal bahan-bahan bitumen, pengujian daktilitas aspal, pengujian titik nyala dan titik bakar, dan pengujian titik lembek.
5.
Rancangan proporsi agregat, merancang proporsi agregat dari masing-masing fraksi agregat yang tersedia untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi. Rancangan dilakukan berdasarkan gradasi masing-masing fraksi agregat yang akan dicampur.
6.
Menentukan perkiraan kadar aspal rencana Perkiraan awal kadar aspal rancangan dapat diperoleh dari persamaan: Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%filler) + K ............................... (3.1) dengan: Pb
: kadar aspal rencana (%),
CA
: agregat kasar (%),
FA
: agregat halus (%),
Ff
: bahan Pengisi (%).
Nilai konstanta sekitar 0,5 – 1 untuk AC dan 2,0 – 3,0 untuk HRS 7.
Mix design Tahap I, setelah mendapat proporsi agregat dan kadar aspal rencana, maka akan membuat benda uji/briket beton aspal. Untuk mendapatkan kadar aspal optimum dibuat 25 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal yang masing-masing berbeda 0,5% dan setiap kadar aspal mempunyai 5 buah benda uji. Pada tahap ini melakukan campuran yang sesuai dengan jenis campuran aspal AC-BC.
8.
Pengujian Marshall Test Tahap I. Pengujian Marshall Test dapat dilakukan dengan: a. Melakukan penimbangan terhadap semua benda uji dengan cara: ditimbang dalam keadaan kering, dalam air dan dalam keadaan SSD (kering permukaan). b. Melakukan perendaman benda uji di dalam waterbath selama 30 menit dalam suhu 60°C. 7
c. Melakukan pengujian Marshall untuk mendapatkan Flow dan stability benda uji. d. Menghitung parameter Marshall yang sesuai pada parameter spesifikasi campuran. e. Gambarkan dalam grafik hubungan antara parameter Marshall terhadap kadar aspal. 9.
Menentukan nilai KAO, semua hasil yang didapat pada parameter Marshall diplot ke dalam bentuk grafik batang. Pada grafik tersebut dapat dilihat rentang kadar aspal yang memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, sehingga nilai KAO dapat ditentukan dari nilai tengah rentang kadar aspal tersebut.
10. Mix design Tahap II, setelah mendapatkan KAO pada campuran yang tidak menggunakan bahan aditif, maka akan membuat lagi benda uji/briket aspal yang tanpa menggunakan aditif wetfix-be dan yang menggunakan bahan aditif wetfix-be pada KAO tersebut masing- masing 5 buah benda uji. 11. Pengujian Marshall Test Tahap II Pengujian Marshall Test dilakukan pada KAO dengan: a. Melakukan penimbangan terhadap benda uji denga cara: ditimbang dalam keadaan kering, dalam air dan dalam keadaan SSD (kering permukaan). b. Melakukan perendaman benda uji di dalam waterbath selama 30 menit dalam suhu 60°C. c. Melakukan pengujian Marshall untuk mendapatkan Flow dan stability benda uji. d. Menghitung parameter Marshall yang sesuai pada parameter spesifikasi campuran. e. Gambarkan dalam grafik hubungan antara parameter Marshall terhadap kadar aspal. 12. Hasil dan pembahasan, setelah mendapatkan kedua hasil parameter Marshall pada KAO terhadap aspal yang menggunakan bahan aditif maupun tidak, maka dapat dibandingkan pengaruh bahan tambah wetfix-be pada aspal tersebut, dan pembahasan yang selanjutnya dapat menyimpulkan hasil dari penelitian ini. Secara ringkas, tahapan penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir, seperti pada Gambar 3.1.
8
Mulai
Survey Lapangan Landasan Teori Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Material
Agregat Kasar & Sedang
- Aspal Pen 60/70 - Aspal + wetfix-be
Abu-batu
Tidak Memenuhi Spesifikasi Ya Rancangan Proporsi Agregat Perkiraan Kadar Aspal Rencana Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K Pembuatan 25 Buah Benda Uji dengan Variasi Kadar Aspal (4,5%; 5,0%; 5,5%; 6,0%; 6,5%) Uji Marshall Tahap I Penentuan KAO
Pembuatan 5 Buah Benda Uji tanpa Aditif & 5 Buah Benda Uji dengan Aditif wetfix-be 0,3%
Uji Marshall Tahap II Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai
Gambar 1 Bagan Alir Penelitian
9
B. Alat dan Bahan Penelitian 1.
Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan peralatan yang tersedia di Laboratorium Teknik Sipil
Universitas Negeri Gorontalo, antara lain sebagai berikut: a.
Alat pemeriksaan fisik agregat, terdiri dari: satu set saringan agregat standar dan mesin pengguncang saringan (sieve shaker), mesin Los Angeles, alat uji sand equivalent, alat uji berat jenis, alat uji kepipihan dan kelonjongan.
b.
Alat pemeriksaan fisik aspal, terdiri dari: alat uji berat jenis, alat uji penetrasi, alat uji daktilitas, alat uji titik nyala dan titik bakar, dan alat uji titik lembek.
c.
Peralatan pembuatan benda uji, terdiri dari: 1. Cetakan benda uji/briket berbentuk slinder, ukuran 101,6 mm (4 inci) dan tinggi 75 mm (3 inci). 2. Marshall hammer ukuran diameter 98,4 mm, berat 4,536 kg (10 lbs) dengan tinggi jatuh 457 mm (18 inci). 3. Extruder untuk melepas benda uji dari cetakan setelah dipadatkan. 4. Timbangan kapasitas 6 kg dengan ketelitian 0,01 gr. 5. Thermometer, pan pencampur, sendok pengaduk, spatula, pemanas aspal dan agregat (kompor gas) dll.
d.
Waterbath Immersion dengan ke dalaman 150 mm (6 inci) dilengkapi dengan pengatur suhu.
e.
Alat uji Marshall berkapasitas 2500 kg (5000 lbs), cincin penguji (proving ring) untuk mengukur nilai stability dan Flow meter untuk mengukur kelelehan plastis dengan ketelitian 0,0025 cm.
2.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini, terdiri dari:
a.
Batu pecah (agregat kasar dan agregat sedang), produksi dari stone crusher PT. Jaya Karya Utama.
b.
Abu Batu, produksi dari stone crusher PT. Jaya Karya Utama.
c.
Aspal, digunakan adalah aspal AC 60/70 Produksi Pertamina.
d.
Bahan aditif wetfix-be diproduksi PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Banjarmasin dan diperoleh dari PT. Sinar Karya Cahaya.
10
C. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data pada penelitian ini didapatkan dari hasil pengujian di Laboratorium yang berupa pengujian agregat, aspal serta campuran beton aspal dengan metode Marshall sesuai Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. D. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data, dilakukan dengan metode Bina Marga menggunakan spesifikasi AC-BC dengan metode pengujian Marshall. Pengujian Marshall meliputi: density, VMA, VIM, stability, Flow, VFB, TFA, dan MQ. Setelah mendapatkan data hasil pengujian tersebut, maka dapat membandingkan pengaruh bahan tambah wetfixbe pada aspal, dan hasilnya bisa dicantumkan pada hasil dan pembahasan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Agregat Hasil pengujian agregat dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7 Hasil Pengujian Agregat Agregat kasar
Agregat sedang
Abu-batu
Spesifikasi Bina Marga, 2010
Berat Jenis Bulk
33,68% 2,50%
37,46% 2,50%
62,26% 2,51%
Min. 60% Mak. 40% Min. 2,5%
SSD
2,55%
2,55%
2,57%
Min. 2,5%
Berat Jenis Semu
2,64%
2,64%
2,67%
Min. 2,5%
Penyerapan
2,05%
2,05%
2,38%
Mak. 3%
9.56% 9,68%
9.62% 9,24%
-
Mak. 10% Mak.10%
Pengujian Sand Equivalent Abrasi Berat Jenis :
Partikel Pipih Partikel Lonjong
B. Aspal Hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium dapat dilihat dalam Tabel 8. Tabel 8 Hasil Pengujian Aspal AC 60/70 Produksi Pertamina
65
Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010 60-70
Berat Jenis Aspal
1,04
≥ 1,0
Berat Jenis Aspal + Aditif Wetfix-be
1,02
-
Daktilitas pada 25°C (cm)
107,5
≥100
280
≥232
Pengujian Penetrasi pada 25°C (dmm)
Titik Nyala (°C)
Hasil
Titik Bakar (°C)
320
-
Titik Lembek (°C)
59,5
≥48
11
C. Hasil Pengujian Marshall Tahap I Hasil pengujian Marshall tanpa menggunakan aditif wetfix-be yang dilakukan di Laboratorium dapat dilihat dalam Tabel 9. Tabel 9 Hasil Pengujian Marshall tanpa Aditif Wetfix-Be Karakteristik Marshall Kadar Aspal Density
VIM
VMA
VFB
Stability
Flow
MQ
TFA
4,5
2,176
10,006
17,026
48,483
1322,650
3,340
388,238
5,059
5,0
2,209
7,996
16,199
57,054
1415,485
2,800
495,618
5,846
5,5
2,232
6,390
15,764
64,888
1555,034
3,320
459,200
6,641
6,0
2,256
4,756
15,327
73,241
1672,611
3,240
506,116
7,444
6,5
2,260
3,938
15,628
78,203
1576,939
3,620
427,077
8,256
D. Hasil Pengujian Marshall Tahap II Data yang didapat pada pengujian karakteristik Marshall dapat dilihat dalam Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10 Hasil Pengujian Marshall tanpa Aditif Wetfix-Be pada KAO Karakteristik Marshall Kadar Aspal
6,25
Density
VIM
VMA
VFB
Stability
Flow
MQ
TFA
2,268
3,899
15,082
77,762
1857,357
3,450
527,808
7,849
Tabel 11 Hasil Pengujian Marshall Menggunakan Aditif Wetfix-Be pada KAO Karakteristik Marshall Kadar Aspal
6,25
Density
VIM
VMA
VFB
Stability
Flow
MQ
TFA
2,269
3.595
15,046
79,460
1980,609
3,63
534,335
7,364
E. Menentukan KAO pada Campuran AC-BC Penentuan KAO untuk semua variasi kadar aspal dapat dilihat pada Tabel 12.
12
Tabel 12 Kadar Aspal Optimum Campuran AC-BC No
Parameter
Kadar Aspal (%)
Spesifikasi 4,5%
1
Density
-
2
VMA
≥ 14
3
VIM
3,5% - 5%
4
Stability
≥ 800 kg
5
Flow
≥ 3 mm
6
VFB
≥ 63%
7
TFA
-
8
MQ
≥ 250 kg/mm
5%
5,5%
6%
6,5%
6%
6,5%
KAO = (6% + 6,5%) / 2 6,25%
KAO = 6,25% F. Perbandingan
Karakteristik
Marshall
untuk
Campuran
AC-BC
tanpa
Menggunakan Aditif Wetfix-Be dengan Campuran yang Menggunakan Aditif Wetfix-Be pada KAO Perbandingan hasil pengujian Marshall tanpa menggunakan aditif wetfix-be dan yang menggunakan aditif pada KAO dapat dilihat dalam Tabel 4.8 Tabel 4.7 Perbandingan Marshall tanpa Wetfix-Be dengan yang Pakai Wetfix-Be Karakteristik Marshall Density
Kadar aspal optimum 6,25% Tanpa menggunakan Aditif Menggunakan Aditif WetfixWetfix-Be Be 2,268 2,269
Prosentase naik/turun 0,04%
VIM
3,899
3,595
-7,82%
VMA
15,082
15,046
-0,24%
VFB
77,76
79,460
2,18%
Stability
1857,357
1980,609
6,64%
Flow
3,450
3,63
5,33%
Marshall Quotient
527,808
534,335
1,24%
TFA
7,849
7,364
-6,19%
KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pengaruh pemakaian aditif wetfix-be untuk campuran AC-BC pada KAO 6,25% dengan variasi bahan tambah aditif 0,3% terhadap kadar aspal, telah mengalami 13
peningkatan pada beberapa karakteristik Marshall. Untuk nilai density meningkat 0,04%, stability meningkat 6,64%, Flow meningkat sebesar 5,33%, VFB meningkat 2,18%, dan pada MQ terjadi peningkatan sebesar 1,24%, sedangkan untuk VMA dan VIM mengalami penurunan sebesar 0,24% dan 7,82%. Hal ini jika dilihat dari karakteristik Marshall untuk campuran AC-BC yang menggunakan aditif wetfix-be memiliki durability atau daya tahan yang lebih kuat sehingga mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca maupun gesekan roda kendaraan. Campuran memiliki impermeability yang tinggi dan akan mampu untuk tidak dapat meloloskan air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal dan memiliki stability yang lebih tinggi sehingga bisa menahan beban yang volume lalu-lintas yang tinggi. 2.
Perbandingan penggunaan aditif wetfix-be dan yang tanpa menggunakan aditif wetfixbe pada KAO 6,25% untuk campuran AC-BC masing-masing mempunyai nilai density 2,268 gr/cm³ dan 2,269 gr/cm³, nilai stability 1857,357 kg dan 1980,609 kg, nilai Flow 3,450% dan 3,634%, nilai VFB 77,762% dan 79,460%, nilai MQ 527,808 kg/mm dan 534,335 kg/mm, nilai VIM 3,899% dan 3,595%, nilai VMA 15,082% dan 15,046%. Semua hasil karakteristik Marshall telah memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2010
SARAN Beberapa saran pada penelitian ini untuk meningkatkan kinerja jalan, sebagai berikut: 1.
Disetiap ruas jalan yang beban lalu lintasnya tinggi dan sering tergenang air akibat cuaca, sebaiknya campuran aspal menggunakan anti stripping wetfix-be, karena bisa meningkatkan stability serta ikatan antara aspal dan agregat.
2.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih jauh kinerja dari aditif wetfix-be dengan variasi kadar aspal dan variasi prosentase kadar wetfix-be.
3.
Dengan adanya hasil penelitian ini agar bisa menjadi pegangan untuk penelitian selanjutnya ditinjau dari durability dan skid resistance.
DAFTAR PUSTAKA Akzo Nobel, 2003, Heat-Stable Adhesion Promoter for Bituminous Binders, http://sc.akzonobel.com/en/asphalt/Pages/product-detail.aspx?prodID=8557, diakses tanggal 1 Oktober 2012
14
Bina Marga, Dep. PU., 2011, Dokument Pelelangan Nasional, Spesifikasi Umum Penyediaan Pekerjaan Konstruksi (Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan, Edisi 2010 (revisi 1). Dinas Pekerjaan Umum, 2010, Lanjutan Peningkatan Jalan Letjend Suprapto, Spesifikasi Teknis, Balikpapan. Hardiyatmo, H. C., 2007, Pemeliharaan Jalan Raya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Roberts, F. L., Kandhal, P. S., Brown, E. R., Lee, D. Y., & Kennedy, T. W., 1991, Hot Mix Aspalt Materials, Mixture Design and Contruction, First Edition, Napa Education Foundation, Maryland. Saodang, H., 2005, Kontruksi Jalan Raya, Cetakan 1, Nova, Bandung. Sukirman, S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Edisi Pertama, Granit, Jakarta. The Asphalt Institute, Asphalt Plant Manual, Second Edition, Manual Series No. 3 (MS3). The Asphalt Institute, Spesification and Construction Methods For Asphalt Concrete and Other Plant-Mix Types, Third Edition, Spesification Series No 1 (SS-1). Transportation Research Board, 2003, Moisture Sensitivity of Asphalt Pavements, National Seminar, Tanggal 4-6 Februari, California.
15