TUGAS AKHIR FLEKSIBILITAS CAMPURAN ACWC (ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE ) DENGAN BAHAN TAMBAH KAPUR DAN BELERANG Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)
DISUSUN OLEH : NAMA : DITA KURMADIHATA NIM
:
01103 – 012
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA Semester : Ganjil
Q
Tahun Akademik : 2008/2009
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Judul Tugas Akhir
:
Fleksibilitas
Campuran
ACWC
(Asphalt
Concrete
Wearing Course) Dengan Bahan Tambah Kapur Dan Belerang Disusun oleh : Nama
:
Dita Kurmadihata
NIM
:
01103 – 012
Program Studi
:
Teknik Sipil
Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada sidang sarjana yang dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2009.
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Zainal Arifin, MT
Ir. Nunung Widyaningsih, Dipl.Eng
Jakarta, Maret 2009 Mengetahui, Ketua Penguji
Ir. Alizar, MT
Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Sipil
Ir. Mawardi Amin, MT
LEMBAR PERNYATAAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Q
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Dita Kurmadihata
NIM
:
01103 – 012
Program Studi
:
Teknik Sipil
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini merupakan kerja asli, bukan duplikatdari karya orang lain. Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya.
Jakarta, Maret 2009 Yang memberikan pernyataan,
( Dita Kurmadihata )
ABSTRAK
Judul : Fleksibilitas Campuran ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) Dengan Bahan Tambah Kapur dan Belerang. Nama : DITA KURMADIHATA. NIM : 01103-012. Pembimbing : Ir. Nunung Widyaningsih, Dipl Eng. Dan Ir. Zainal Arifin, MT. Tahun : 2009. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui bahan tambah yang manakah dari kedua bahan tambah yang diujikan (kapur dan belerang) dalam campuran Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC), yang lebih baik dalam segi Fleksibilitas. Sebelum melakukan pemeriksaan dan pengujian di Laboratorium dilakukan persiapan penyediaan bahan atau material. Agregat yang digunakan adalah agregat yang memenuhi gradasi standar dari Bina Marga untuk Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC). Bahan pengikat yang digunakan adalah aspal keras penetrasi 60/70. Bahan filler yang digunakan adalah Semen, yang fungsinya sebagai bahan pengisi. Dan bahan tambah yang di gunakan adalah Kapur dan Belerang. Beberapa karakteristik campuran yang dapat diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall antara lain stabilitas (Stability), kelelehan (Flow), kekakuan (Marshall Quotient), rongga dalam campuran (Void In Mix), dan rongga dalam agregat (Void In Mineral Agregat).Dengan perendaman yang dilakukan masing-masing tiap kadar kapur dan kadar belerang adalah perendaman 30 menit, 24 jam, 3 hari, dan 7 jam. Dari hasil pengujian didapat nilai kadar aspal optimum yang nilainya = 7%, pada kadar kapur dan kadar belerang inilah keseluruhan syarat parameter Marshall bisa terpenuhi. Di dapat nilai rongga dalam campuran (VIM) yang terbesar dan memenuhi standar beton aspal campur panas pada kadar Kapur dengan perendaman 30 menit yang nilainya = 5.99%, perendaman 24 jam mempunyai nilai = 6.19%, perendaman 3 hari yang nilainya = 5.50% dan pada perendaman 7 hari mempunyai nilai = 6.08%, nilai tertinggi pada nilai VIM didapat pada perendaman 24 jam dengan nilai = 6.19%. Dan untuk nilai rongga dalam agregat (VMA) pada kadar Kapur dengan perendaman 30 menit yang nilainya = 19.85%, perendaman 24 jam mempunyai nilai = 20.02%, perendaman 3 hari yang nilainya = 19.43% dan pada perendaman 7 hari mempunyai nilai = 19.93%, nilai tertinggi pada nilai VMA didapat pada perendaman 24 jam dengan nilai = 20.02%. Sedangkan pada kadar Belerang di dapat nilai rongga dalam campuran (VIM) yang terbesar dan memenuhi standar beton aspal campur panas dengan perendaman 30 menit yang nilainya = 5.93%, perendaman 24 jam mempunyai nilai = 5.89%, perendaman 3 hari yang nilainya = 6.03% dan pada perendaman 7 hari mempunyai nilai = 5.95%, nilai tertinggi pada nilai VIM didapat pada perendaman 3 hari dengan nilai = 6.03%. Dan untuk nilai rongga dalam agregat (VMA) pada kadar Belerang dengan perendaman 30 menit yang nilainya = 19.80%, perendaman 24 jam mempunyai nilai = 19.77%, perendaman 3 hari yang nilainya = 19.89% dan pada perendaman 7 hari mempunyai nilai = 19.82%, nilai tertinggi pada nilai VMA didapat pada perendaman 3 hari dengan nilai = 19.89%.
Kata kunci : ACWC, Campuran beraspal, Uji Marshall, Bahan Tambah Kapur dan Belerang, VIM, VMA.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, tidak lupa juga shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad S.A.W, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tugas akhir ini dengan judul “Fleksibilitas Campuran ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) Dengan Bahan Tambah Kapur Dan Belerang”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana. Dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan dan bimbingan baik secara moril maupun spirituil. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besanya kepada : 1. Kedua orang tua yang tercinta yang selalu memberikan doa serta dukungan moril maupun materil serta kasih sayang yang tiada henti-hentinya. 2. Untuk adik-adikku yang tersayang (Nita, Ng-ging n Hardia) makasih buat do’a, dukungan serta kesabarannya selama ini (aa SAYANG kalian semua). 3. Ibu Ir. Nunung Widyaningsih, Dipl. Eng, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak membimbing penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini. 4. Bapak Ir. Zainal Arifin, MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir dan dosen keahlian transportasi yang telah banyak membimbing penulis dalam penyusunan Tugas akhir ini. 5. Bapak Ir. Alizar, MT, selaku kepala laboratorium Teknik Sipil Universitas Mercu Buana.
6. Ibu Ir. Sylvia Indriani, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. 7. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana 8. Ir. Desiana Vidayanti, MT selaku Pembimbing Akademik yang banyak memberikan motivasi kepada penulis. 9. Seluruh dosen FTSP khususnya Teknik Sipil UMB, terima kasih banyak semua ilmu yang diberikan semoga berguna dan bermanfaat bagi masa depan kami. 10. Untuk A’ndra (nuhun kanggo Curhatanna, “Sadari hati” a’ndra he....), A’Dedex n Elva (You’re My Best FrenZ) dan Temen-temen yang lainnya yang ga bisa disebutin satu persatu, ”Thanks 4 Support n Pray 4 me”. 11. Untuk Neng (Waty) thanx 4your attention n your time 4me, akhirnya Tugas Akhir aku selesai juga… makasih juga buat do’a n support nya, Ehmm.. 12. Buat Danu n Evin, temen seperjuangan TA n di lab. akhirnya TA Q-ta Selesai juga he.... dan buat QQ (semangat ya Q, mudah2an ni terbaik buat lo n jangan putus asa. Chayoo…) 13. Buat temen – temen angkatan ’03, Toge, Arie, Putut, Reny (ayo semangatt jangan kalah sama gw donk’s) Bencil, Adi, Acil, Sandy dan temen – temen yang lainnya yang namanya belum disebutin. Thanx buat dukungannya. 14. Thank’s buat Bang Anin (Martanih), Ayo donk bang anin jangan kalah sama gw, Chayoo… 15. Untuk Bangka, makasih buat do’a, dukungan n masukannya buat gw (kapan curhat lg nih, he…). 16. Buat M. Yus n Harlan, Ayo tetep semangatt.
17. Buat angkatan ’04, Heru, Okha, Riky, Dion, Bajuri, Adi n Ucok, thanks. 18. Buat angkatan ’05, Nicho, Adji, Black, Ijul, Edwin, Ryan n Randy, Makasih n tetep semangatt.. 19. Buat Ipunk, Benny, Jhonny, Garda, Fuad, thank’s atas dukungannya. 20. Buat ng-ka, makasih buat do’a n dukunganya, ayo donk semangatt ngerjain skripsinya katanya mo nyusul he… Chayoo... 21. Buat Echo, Menyeng, Q-dal, Ferdy, Didi dan temen-temen yang lainnya yang ga bisa disebutin satu persatu, Makasih buat dukungannya. 22. Untuk mang Ipin, mang Udin, mas Juki, Asep, Emak n Eben, makasih. 23. Semua rekan dan teman-teman mahasiswa khususnya Teknik Sipil yang ga bisa disebutin satu per satu thanks buat dukungannya hingga Tugas Akhir ini bisa selesai. Penulis sadar bahwa dalam penulisan
Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan
kekurangan baik secara materi maupun secara penyajiannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya saran, kritik, serta masukan untuk penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Jakarta, Maret 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Lembar Pengesahan Kata Pengantar Abstrak Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Persamaan Rumus Bab I:
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I-1
1.2 Tujuan
I-2
1.3 Lingkup Pembahasan
I-2
1.4 Metode Pembahasan
I-3
1.5 Sistematika Penulisan
I-4
Bab II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum
II-1
2.2 Laston
II-4
2.3 Aspal
II-5
2.4 Agregat
II-7
2.4.1 Agregat Kasar
II-8
2.4.2 Agregat Halus
II-8
2.5 Bahan Pengisi (Filler)
II-15
2.6 Semen
II-18
2.7 Kapur
II-20
2.8 Belerang
II-20
2.9 Karakteristik Campuran
II-21
2.10 Perencanaan Campuran Metode Marshall
II-26
Bab III: METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Program Kerja Uji Laboratorium
III-1
3.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat
III-3
3.2.1 Pengujian Sifat Fisik Agregat Kasar
III-3
3.2.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Halus
III-6
3.2.3 Pengujian Sifat Fisik Filler (Bahan Pengisi)
III-7
3.3 Pengujian Mutu Aspal Keras Penetrasi 60/70
III-7
3.4 Pembuatan Benda Uji Marshall
III-10
3.5 Pengujian Dengan Alat Marshall
III-12
3.6 Marshall Immersion Test Pada Penambahan Kapur dan belerang 3.7 Kebutuhan Benda Uji
III-14 III-15
Bab IV: HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal
IV-1
4.1.1 Pengujian Berat Jenis Aspal
IV-1
4.1.2 Pengujian Penetrasi Bahan-bahan Bitumen
IV-2
4.1.3 Pengujian Titik Lembek
IV-3
4.1.4 Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar
IV-4
4.1.5 Pengujian Daktilitas Aspal
IV-5
4.2 Hasil dan Analisa Pengujian Agregat
IV-7
4.2.1 Hasil Pengujian Agregat Kasar
IV-7
4.2.1.1 Hasil Pengujian Berat Jenis, Penyerapan Agregat Kasar
IV-7
4.2.1.2 Hasil Pengujian Keausan agregat Kasar Dengan Mesin Los Angeles 4.2.2 Hasil Pengujian Agregat Halus
IV-9 IV-10
4.2.2.1 Hasil Pengujian Berat Jenis, Penyerapan Agregat Halus 4.3 Hasil Uji Campuran Beraspal Dengan Alat Marshall
IV-10 IV-13
4.3.1 Hasil Uji Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum
IV-13
4.3.2 Analisa Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum Dengan Bahan Filler Semen
IV-18
4.3.3 Pengujian Campuran Kadar Aspal Optimum Dengan Bahan Tambah Kapur
IV-19
4.3.4 Pengujian Campuran Kadar Aspal Optimum Dengan Bahan Tambah Belerang
IV-22
4.3.5 Pengujian Durabilitas Campuran Dengan Bahan Tambah Kapur
IV-27
4.3.6 Pengujian Durabilitas Campuran Dengan Bahan Tambah Belerang
IV-28
Bab V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
V-1
5.2 Saran
V-3
Daftar Pustaka Lampiran Hasil Uji Marshall KAO Lampiran Hasil Uji Marshall KAO Dengan Bahan Tambah Kapur Lampiran Hasil Uji Marshall KAO Dengan Bahan Tambah Belerang Lampiran Foto Alat-Alat Laboratorium Lampiran Pekerjaan Dilaboratorium Lembar Asistensi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70
II-7
Tabel 2.2 Persyaratan Agregat Kasar
II-8
Tabel 2.3 Persyaratan Agregat Halus
II-9
Tabel 2.4 Persyaratan Gradasi Agregat Campuran Berbagai Jenis Aspal
II-13
Tabel 2.5 Tabel Gradasi Saringan
II-14
Tabel 2.6 Perbandingan Agregat Kasar dan Filler
II-15
Tabel 2.7 Gradasi Bahan Pengisi
II-16
Tabel 2.8 Persyaratan Campuran Beraspal Di Indonesia (1998)
II-29
Tabel 3.1 Jumlah Benda Uji Untuk Kadar Aspal Optimum
III-15
Tabel 3.2 Jumlah Benda Uji Untuk Variasi perendaman dengan Bahan Tambah Kapur dan Belerang.
III-15
Tabel 4.1 Hasil Uji Berat Jenis Aspal
IV-1
Tabel 4.2 Hasil Uji Penetrasi Aspal
IV-2
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Titik Lembek Aspal Pen 60/70
IV-4
Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Nyala Dan Titik Bakar
IV-5
Tabel 4.5 Hasil Uji Daktilitas Aspal
IV-6
Tabel 4.6 Hasil Uji Laboratorium
IV-7
Tabel 4.7 Hasil Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar
IV-9
Tabel 4.8 Hasil Uji Keausan Agregat Kasar Dengan Mesin
Tabel 4.9
Los Angeles
IV-10
Hasil Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus
IV-12
Tabel 4.10 Hasil Uji Marshall Dengan Filler Semen
IV-14
Tabel 4.11 Hasil Gradasi Agregat Dengan Bahan Tambah Kapur 10%
IV-19
Tabel 4.12 Hasil Uji VIM Dan VMA Dengan Bahan Tambah Kapur
IV-20
Tabel 4.13 Hasil Gradasi Agregat Dengan Bahan Tambah Belerang 10% IV-22 Tabel 4.14 Hasil Uji VIM Dan VMA Dengan Bahan Tambah Belerang
IV-23
Tabel 4.15 Hasil Durabilitas Dengan Bahan Tambah Kapur
IV-27
Tabel 4.16 Hasil Uji Durabilitas Dengan Bahan Tambah Belerang
IV-28
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Susunan Lapisan Perkerasan Jalan
II-1
Gambar 2.2
Kurva Gradasi ACWC
II-14
Gambar 4.1
Cara Mendapatkan Nilai Kadar Aspal Optimum
IV-18
DAFTAR PERSAMAAN RUMUS
Halaman Persamaan 3.1 Berat Jenis Curah (Bulk) Agregat Kasar
III-3
Persamaan 3.2 Berat Kering Permukaan Jenuh (SSD) Agregat Kasar
III-4
Persamaan 3.3 Berat Jenis Semu (Apparent) Agregat Kasar
III-4
Persamaan 3.4 Penyerapan Agregat Kasar
III-4
Persamaan 3.5 Berat Jenis Curah (Bulk) Agregat Halus
III-6
Persamaan 3.6 Berat Kering Permukaan Jenuh (SSD) Agregat Halus
III-6
Persamaan 3.7 Berat Jenis Semu (Apparent) Agregat Halus
III-7
Persamaan 3.8 Penyerapan Agregat Halus
III-7
Persamaan 3.9 Berat Jenis Aspal
III-9
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi. Perkerasan harus mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi juga ekonomis. Perkerasan
merupakan hal yang utama untuk jalan yang
memberikan pelayanan yang optimal aman, nyaman, kuat, dan cepat. Untuk memenuhi hal tersebut di atas maka usaha-usaha untuk meningkatkan mutu perkerasan jalan terus dikembangkan dari waktu kewaktu. Hal ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan jalan yang bermutu tinggi. Kerusakan jalan di Indonesia sering sekali terjadi, bahkan kerusakan terjadi sebelum jalan tersebut mencapai umur rencana yang telah di tetapkan. Hasil penelitian menunjukan penyebab kerusakan jalan sebagian besar akibat tingginya temperatur permukaan jalan pada perkerasan aspal, curah hujan, dan peningkatan volume serta bebas lalu lintas. Masalah pengelupasan adalah masalah internal yang menyebabkan kerusakan campuran yang disebabkan oleh jeleknya daya ikat aspal pada batuan tertentu terutama bila ada air. Filler adalah suatu bahan berbutir halus atau bahan tambah pada beton aspal, bahan filer ini dapat berupa : debu batu, kapur, Portland cement, belerang atau bahan lain. kapur dan belerang adalah beberapa bahan yang bisa ditambahkan pada beton aspal, penggunaan
filler
yang
berbeda
dalam
campuran
mempengaruhi karakteristik beton aspal tersebut.
beton
aspal
diharapkan
Berdasarkan pemikiran di atas tersebut maka penulis mengambil judul Tugas Akhir “ Fleksibilitas Campuran ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) dengan Bahan Tambah Kapur dan Belerang “. 1.2 Tujuan Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh kapur dan belerang sebagai bahan tambah terhadap fleksibilitas campuran ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) guna meningkatkan mutu lapis penutup pada pekerjaan perkerasan jalan dari pengaruh iklim dan volume arus kendaraan. 1.3 Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut : a. Penelitian ini dilakukan melalui percobaan di laboratorium dan tidak melakukan pengujian lapangan. b. Tidak dilakukan analisa biaya lapis perkerasan. c. Penelitian hanya dilakukan pada campuran perkerasan ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) untuk campuran bahan jalan raya. d. Pengujian keausan agregat kasar dilakukan dengan uji Marshall. e. Tidak dilakukan penelitian terhadap sifat-sifat kimia dari bahan yang dijadikan objek penelitian. f. Material yang digunakan adalah aspal ( penetrasi 60 / 70) dan agregat. g. Bahan tambah yang digunakan adalah kapur dan belerang. h. Pemeriksaan sifat-sifat bahan yang digunakan dan spesifikasi gradasi agregat yang digunakan adalah spesifikasi yang memenuhi standar sesuai petunjuk pelaksanaan No. 13/PT/B/1983.
1.4 Metode Pembahasan Metodologi penelitian yang digunakan : a. Studi Literatur Menjelaskan penelitian dilaboratorium yang diperoleh dari buku-buku, hasil seminar, dan penelitian baik itu teori maupun rumus-rumus yang mendukung. b. Pengujian dilakukan di laboratorium Teknik Sipil Universitas Mercu
Buana.
c. Analisa hasil pengujian di laboratorium. Dari pengujian dilaboratorium dapat dilakukan analisa untuk mendapatkan kesimpulan akhir penelitian mengenai seberapa besar pengaruh penggunaan Bahan Tambah kapur dan belerang terhadap Fleksibilitas Campuran ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) Dengan Bahan Tambah Kapur dan Belerang.
1.5 Sistematika Penulisan Secara garis besar sistematika penulisan dapat dijelaskan sebagai berikut : Bab I, Pendahuluan, pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penulisan, metode penelitian, lingkup pembahasan, dan sistematika penulisan. Bab II, Tinjauan pustaka, pada bab ini akan dibahas mengenai karakteristik bahanbahan campuran aspal. Bab III, Metodologi penelitian, pada bab ini dijelaskan metodologi penelitian yang dilakukan di laboratorium.
Bab IV, Hasil dan analisa data, pada bab ini akan diuraikan hasil percobaan yang terdapat di laboratorium, yang akan disajikan dalam tabel-tabel dan grafik kemudian dari hasil tersebut dilakukan analisa dan pembahasan. Bab V, Kesimpulan dan saran, pada bab ini dijelaskan kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian dilaboratorium.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur dari konstruksi perkerasan terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya, seperti terlihat pada gambar 2.1.
Lapisan Permukaan (Surface) course) Lapisan Pondasi Atas (Base course) Lapisan Pondasi Bawah (Sub base) course) Tanah Dasar (Sub grade) Gambar 2.1 Susunan Lapisan Perkerasan Jalan ( Silvia Sukirman, 1999 ) Akibat kendaraan yang melewati permukaan jalan maka lapisan keras akan mengalami dua macam baban kendaraan yaitu beban statis dan beban dinamis. Beban statis terjadi pada saat kendaraan berhenti lama pada lapisan keras, yang menimbulkan gaya tekan vertikal statis. Beban dinamis terjadi pada kendaraan yang sedang berjalan diatas lapisan lapisan perkerasan, beban ini dapat berupa gaya horizontal yaitu gaya rem kendaraan dan pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran . lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas menerimagaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja.
Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas : a.
Perkerasan
lentur
atau
Flexible
Pavement
merupakan
perkerasan
yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dengan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit pavement) yaitu perkerasan yang mengunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagaian besar dipikul oleh pelat beton. c. Perkerasan Komposit (Composive Pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur diatas permukaan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Dalam pembatasan ini hanya akan dibahas mengenai perkerasan lentur untuk konstruksi jalan raya. Selain itu juga Silvia Sukirman (1999) mengatakan bahwa perkerasan lentur harus mempunyai beberapa persyaratan yaitu : a. Permukaan harus rata, tidak bergelombang. b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah mengalami perubahan bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya. c. Permukaan tidak mengkilap sehingga pantulan dari sinar matahari tidak akan silau. d. Permukaan cukup kesat dan akan memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan, sehingga tidak slip. e. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ketanah dasar. f.
Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan bawahnya.
g. Permukaan mudah mengalirkan air hujan dengan cepat. Fungsi dari lapis permukaan antara lain : a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban beban roda selama masa pelayanan. b. Lapis kedap air, lapis permukaan harus kedap terhadap air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan dibawahnya dan melemahkan lapisanlapisan tersebut. c. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan dengan ban akibat rem kendaraan sehingga mudah terjadi aus. d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih lemah. Selain itu lapis permukanan juga
mempunyai persyaratan bahan-bahan
pencampurnya antara lain : a. Aspal sebagai salah satu bahan pencampurnya tidak boleh mengandung parafin b. Aspal harus dapat mengadakan ikatan dengan batuan dan agregat. c. Batuan atau agregat yang dipakai harus kuat, kokoh dan tidak mudah aus. d. Bahan atau agregat harus dapat mengadakan ikatan yang baik dengan aspal.
2.2. Perkerasan Lapisan Aspal Beton (Laston) Lapisan aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. Lapisan aspal beton dibuat melalui suatu proses penyiapan bahan, pencampuran, pengengkutan, penghamparan
serta pemadatan yang benar-benar terkendali, sehingga dapat diperoleh lapisan yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan rencana. Pembuatan laston dimaksudkan untuk mendapatkan sutu lapisan permukaan atau lapisan antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya. Sebagai lapis permukaan, lapisan aspal beton harus dapat memberikan kenyamanan serta keamanan yang tinggi. Lapisan aspal beton ini terdiri dari campuran agregat kasar, agregat halus dan pengisi (filler) yang diselaputiaspal dengan perbandingan yang diatur sangat teliti, bila campuran dibuat dengan semestinya maka campuran akan memberikan mutu permukaan yang tahan lama yang mampu menahan lalu lintas yang paling berat. Aspal beton yang baik harus memenuhi persyaratan – persyaratan utama diantaranya adalah : 1. Campuran harus mempunyai stabilitas yang tinggi, artinya kemampuan maksimum dari aspal beton dalam menahan beban sampai terjadi kelelahan plastis, yang dinyatakan dalam satuan beban. 2. Campuran tidak boleh retak, artinya harus mampu menahan lendutan yang mungkin timbul terhadap hamparan. 3. Campuran harus tahan lama, artinya tidak lepas atau aus dibawah pengaruh lalu lintas dan cuaca. 4. Campuran tidak boleh bergeser dan harus tetap demikian selama umur pelayanan.
2.3. Aspal Menurut Buku Silvia Sukirman aspal adalah bahan yang berwarna coklat tua sampai hitam yang memiliki sifat kohesi dan adhesi, kedap terhadap air dan tidak menguap tetapi menjadi cair jika temperatur tinggi. Sebagai material konstruksi lentur, aspal merupakan salah satu komponen yang sangat kecil, umumnya hanya (4-10)% berdasarkan berat, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. Sebagai pengisi aspal harus dapat menyesuaikan dengan ruang yang tersedia, sehingga harus mempunyai sifat plastis yang tinggi dan pada waktu dipakai mempunyai sifat kecairan yang cukup baik tetapi mempunyai sifat kohesi yang baik. Aspal yang baik adalah yang kekentalannya tidak mudah terpengaruh oleh perubahan temperatur. Karena konstruksi menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, maka aspal harus mempunyai dan memenuhi sifat yang baik terhadap perubahan temperatur. Aspal dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan sebagai bahan pengikat, oleh karena itu aspal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Daya tahan (durabilitas), yaitu kemampuan mempertahankan sifat aspal, akibat pengaruh suhu / cuaca selama pelayanannya. Campuran harus tahan terhadap air dan perubahan sifat aspal karena penguapan dan oksidasi. Durabilitas dapat ditingkatkan dengan cara membuat campuran yang padat (memiliki sedikit rongga) dan kedap air, yang dapat diperoleh dengan menggunakan agregat bergradasi rapat (dense graded) dan aspal yang cukup banyak sehingga dapat menyelimuti agregat dengan baik. b. Sifat adhesi dan kohesi, sifat adhesi yaitu kemampuan aspal untuk mengikat agregat dan sifat kohesi yaitu kemampuan aspal untuk tetap pertahankan agregat di tempatnya setelah terjadi pengikatan.
c. Memberikan sifat elastis yang baik. Secara umum jenis aspal terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu : 1. Aspal alam, terbentuk oleh adanya minyak bumi yang mengalir kepermukaan bumi melalui retakan-retakan kulit bumi. Di Indonesia jenis aspal alam antara lain diperoleh di pulau Buton, dan dikenal sebagai Butas atau Asbuton. 2. Tar, diperoleh dengan proses denstilasi dari batu bara. Jenis ini tidak dipergunakan pada pengaspalan di Indonesia. 3. Aspal minyak, diperoleh dengan proses denstilasi dari minyak bumi yang mengandung aspal. Secara umum aspal minyak yang dipergunakan pada pekerjaan pengaspalan yaitu: •
Aspal Keras (Asphalt cement) adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu hasil destilasi minyak bumi pada keadaan hampa udara yang pada temperatur normal ( 25°C - 30°C ) berbentuk padat dan berwarna hitam, yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu : Aspal pen 40/50, Aspal pen 60/70, Aspal pen 85/100, Aspal pen 120/150, Aspal pen 200/300.
•
Aspal Cair, dibuat dari aspal keras ditambah bahan pelarut, dimana bahan pelarut ini dapat berupa bensin, minyak tanah dan solar, yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin.
Tabel 2.1 Persyaratan Aspal jenis pemeriksaan
Cara Pemeriksaan
Persyaratan Pen
Satuan
60/70 No 1
0
Penetrasi (25 ,100 gr,5 det)
2
Titik Lembek
Min
Max
SNI 06-2456-1991
60
79
SNI 06-2434-1991
48
56
0.1 mm 0
C
0
C
3
Titik Nyala
SNI 06-2433-1991
200
4
0
Daktilitas (25 C, 5cm/menit)
SNI 06-2432-1991
100
Cm
5
Berat Jenis
SNI 06-2434-1991
1
gr/cc
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan.Dir Jend Bina Marga, 1999
2.4. Agregat Struktur utama dari aspal beton telah kita ketahui adalah agregat yang merupakan bagian dari campuran yang akan digunakan untuk mencapai stabilitas yang tinggi. Suatu agregat dinyatakan bermutu baik bila mempunyai bentuk bersegi, keras, padat dan mempunyai permukaan yang tidak licin serta susunan butir (gradasi) yang baik dan lengkap. Banyak agregat dalam campuran perkerasan pada umumnya antara 90-95% berat, atau 75 - 85% volume. Agregat merupakan bahan utama yang turut menahan beban yang diderita oleh bahan perkerasan jalan, begitu pula pada perkerasan, dimana digunakan bahan partikel aspal, sangat dipengaruhi oleh mutu agregat. Menurut Silvia Sukirman, agregat yang digunakan untuk lapisan perkerasan haruslah mempunyai daya tahan degradasi. Degradasi didefinisikan sebagai kehancuran agregat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil akibat gaya yang diberikan pada waktu penimbunan, pemadatan atau oleh beban lalu lintas.
Agregat yang digunakan dalam campuran aspal beton digolongkan dalam tiga golongan, yaitu : 1. Agregat kasar Agregat kasar yang digunakan untuk campuran aspal beton adalah agregat yang tertahan pada saringan no. 8 (2,38 mm). Agregat kasar haruslah terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet dan bebasdari bahan – bahan yang mengganggu serta memenuhi persyaratan seperti tercantum pada tabel 2.2
Tabel 2.2. Persyaratan agregat kasar
1 2 3 4 5
Jenis Pemeriksaan Berat jenis efektif Penyerapan agregat kasar Berat jenis efektif Penyerapan garegat halus Berat jenis efektif mineral filler keausan pada 500 putaran kelekatan dengan aspal
Persyaratan Min 2,5 gr/cm3 Max 3% Min 2,5 gr/cm3 Max 3% Min 2,5 gr/cm3
Cara Pemeriksaan PB-0202-76 MPBJ
max 40% min 95 %
PB-0206-76 MPBJ PB-0205-76 MPBJ
PB-0203-76 MPBJ PB-0208-76 MPBJ
Sumber: Bina Marga, 1987
Agregat kasar lebih mampu menahan deformasi yang timbul dengan menghasilkan ikatan antar partikel yang lebih kuat. Pada campuran dengan aspalpun ikatan antar partikel-partikel dan lapisan aspal lebih baik pada permukaan kasar dibandingkan dari permukaan halus. Sudut geser dalam antar partikel bertambah besar dengan semakin kasarnya permukaan agregat. 2. Agregat halus Agregat halus adalah agregat yang lolos pada saringan No.8. Agergat halus harus bersih, kering, bebas dari gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang
mengganggu serta terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar. Agergat halus berasal dari pecahan batu induk, pasir alam dapat ditambahkan untuk campuran beraspal maksimal 15%. Dalam keadaan apapun, pasir alam yang kotor dan berdebu serta mengandung partikel halus lolos pada saringan No.200 lebih besar dari 8% dan atau mempunyai nilai ekivalen pasir kurang dari 50 menurut AASHTO T-176, tidak boleh digunakan dalam campuran. Table 2.3 Persyaratan Agregat Halus No
Jenis Pemeriksaan
Persyaratan
Cara Pemeriksaan
1
Berat jenis efektif
Min 2,5 gr/cm3
PB-0203-76 MPBJ
2
Penyerapan garegat halus
Max 3%
Sumber: Bina Marga, 1987
Memilih jenis agregat yang akan digunakan dalam pencampuran aspal tergantung dari tersedianya harga, mutu bahan, dan juga dari bentuk konstruksi yang dikehendaki. Untuk mengetahui apakah jenis agregat yang akan digunakan pada konstruksi aspal itu sesuai atau tidak, ditentukan dengan menilai bahan itu dengan cara penentuan : a. Ukuran dan grading b. Kebersihan c. Kekerasan / keausan d. Bentuk butiran e. Daya absorbsi /daya pelekatan
Dari penilaian tersebut maka dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Gradasi Gradasi suatu agregat menunjukan ukuran dan pembagian butir. Gradasi ditentukan dengan melakukan analisa saringan dimana biasanya dipergunakan saringan yang berlubang persegi. Kegunaan dari gradasi agregat didalam perkerasan jalan adalah agar diperoleh suatu lapisan yang padat setelah digilas, dimana rongga-rongga diantara butiran perkerasan (agregat) akan diisi oleh butiran-butiran yang berlainan besarnya. 2. Kebersihan Yang dimaksud kebersihan adalah kebersihan terhadap debu dan zat organik. Kotoran ini sangat berpengaruh terhadap daya pelekatan aspal. Kotoran yang dimaksud adalah akar-akar, batu lunak, kulit batu, dan lain-lain. 3. Kekerasan / keausan Pada campuran perkerasan, batuan (agregat) akan mengalami proses-proses tambahan seperti pemecah, pengikisan akibat pengaruh cuaca, ketika sedang dibuat campuran dan dipadatkan, agregat juga akan mengalami pengikisan yang disebabkan oleh lalu-lintas, karenanya agregat harus keras dan mempunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan, penurunan mutu, dan penguraian. 4. Ketahanan Agregat untuk perkerasan aspal, harus dapat tahan lama dan tidak boleh merosot mutunya, atau menjadi hancur akibat pengaruh cuaca.
5. Bentuk Butiran Bentuk butiran disamping dapat mempengaruhi cara pengerjaan campuran perkerasan, dapat pula merubah kemampuan pemadatan yang diperlukan untuk mencapai kepadatan yang diinginkan. Butiran yang tidak tentu bentuknya
atau
bentuk bersudut, seperti batu pecah, mempunyai kecenderungan untuk saling mengunci satu sama lainnya bila dipadatkan dan bisa menahan perpindahan tempat. Batu yang berbentuk bulat tidak akan diperoleh penguncian yang baik, dimana butir-butirnya mudah bergerak (berpindah tempat). Fraksi agregat kasar biasanya adalah batu pecah atau kerikil pecah, sedangkan agregat halus biasanya pasir alam dengan butir bulat. Untuk filler stabilitas lapisan campuran batu pecah dipengaruhi oleh sifat filler yang biasanya terdiri atas bahan batu pecah yang sangat halus dan sebagian bahan penutup berupa batuan lapuk atau lempung yang plastis. 6. Daya Absorbsi Pori-pori pada agregat dapat mengabsorbsi aspal, hal ini penting sekali untuk lapisan-lapisan aus. Batu-batu yang berpori akan menghisap aspal lebih banyak, dimana sebagian aspal berguna untuk melekatkan batu satu dengan batu yang lainnya. Selain itu batu-batu tersebut juga harus mempunyai daya tahan terhadap keausan, dimana batu berpori mempunyai daya keausan yang kurang, bila dibandingkan dengan jenis batu yang sama, tetapi sedikit berpori. Batu alam yang berpori banyak tidak dapat digunakan. 7. Daya Pelekatan Terhadap Aspal Faktor yang mempengaruhi kelekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas 2 bagian, yaitu :
1. Sifat mekanis yang tergantung dari : a. Pori-pori absorbsi. b. Bentuk dan tekstur permukaan. c. Ukuran butiran. 2. Sifat kimiawi agregat Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal, sehingga ikatan antara aspal dan agregat baik. Keausan agregat bila diperiksa dengan mesin Los Angeles pada putaran 500 (PB0206-76), maksimum 40%. Dan kelekatan terhadap aspal (PB-0205-76) lebih besar 95%. Sand Equivalent (AASHTO T-176) minimum 50% dan non plastis.
Tabel 2.4 Persyaratan Gradasi Agregat Campuran Berbagai Jenis Beton Aspal Ukuran Saringan
% Berat Lolos Laston (AC)
No.
Bukaan mm
11/2 “ 1”
AC WC
AC - BC
37,5
Lataston (HRS) AC Base
HRS - WC
Latasir (SS) Kelas
Kelas
A
B
100
100
100
25
100
90-100 Maks 90
3/4
“
19
100
90-100
1/2
”
12,5
90-100
Maks 90
3/8
“
9,5
Maks 90
No.8
2,36
28-58
No.16
1,18
No. 30
0,600
No. 200
0,75
100 90-100 75-85
23-39
19-45
90100
50-721
75100
35-60 4-10
4-8
3-7
Daerah Larangan No. 4
4,75
-
-
39,5
No. 8
2,36
39,1
34,6
26,830,8
No. 16
1,18
25,631,6
22,328,3
18,124,1
No. 30
0,600
19,123,1
16,720,7
13,617,6
No. 200
0,075
15,5
13,7
11,4
Sumber : Depkimpraswil, 2002.
6-12
10-15
8-13
Tabel 2.5 Gradasi Saringan No. Campuran Gradasi Tebal Padat (mm) Uk. Saringan (mm) 38.1 25.4 19.1 12.7 9.5 2.4 1.2 0.6 0.075
IV Rapat 25.4-50.8 % Berat Yang Lewat Saringan 100 90-100 80-90 28-58 18-30 10-20 4-10
120
Presentasi lolos Saringan (%)
100
80
bts bwh bts atas
60
40
20
0
19 12.5 9.5
0.6 1.18 2.36 Ukuran Saringan (mm)
0.075
Gambar 2.2 Kurva gradasi ACWC Ket: Batas Atas => Batas terluar yang tidak boleh dilewati untuk menentukan gradasi Batas Bawah => Batas standar untuk mencari gradasi
2.5. Bahan pengisi (filler) Filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat ayakan no. 30 (595 u) US Standart Sieve dan
65 % lewat ayakan no. 200 (74 u). bahan filler dapat berupa :
debu batu, abu batu bara dan bahan lainnya. Pembuatan lapis permukaan dari beton aspal diperlukan agregat dengan gradasi tertentu, untuk itu biasanya dibutuhkan,disamping agregat kasar, agregat halus juga bahan pengisi (filler). Campuran agregat-agregat itu akan membentuk gradasi tertentu sesuai dengan yang dipersyaratkan. Dalam campuran beton aspal, filler memiliki peranan tersendiri, untuk mendapatkan beton aspal yang memenuhi ketentunnya. Jika dikaitkan dengan agregat, akan tampak bahwa : Tabel 2.6 Perbandingan agregat kasar dan filler Parameter butiran ukuran butiran Bentuk butiran Gradasi Luas permukaan Daya affinity
Agregat kasar Besar disc/blade/round/cubical dense/open/gap tergantung sumber bahannya
Filler kecil cubical/round open lebih luas -
Tabel 2.7 Gradasi bahan pengisi (filler)
Ukuran saringan No. 30 (0.590 mm) No. 50 (0.279 mm) No. 100 (0.149 mm) No. 200 (0.074 mm)
Persentase berat yang lolos (%) 100 95 - 100 90 - 100 70 - 100
Sumber : Bina Marga, 1987.
Pengunaan filler dalam campuran aspal beton akan sangat mempengaruhi karakteristik beton aspal tersebut, efek tersebut dapat dikelompokkan : 1. Efek penggunaan filler terhadap karakteristik campuran aspal filler. a. Efek penggunaan filler terhadap viskositas campuran : - efek penggunaan berbagai jenis filler terhadap viskositas campuran tidak sama - luas permukaan filler yang makin besar akan menaikkan viskositas campuran sebanding dengan yang berluas permukaan kecil. - adanya daya afinitas, menyebabkan jumlah aspal yang dapat diserap oleh berbagai filler cukup bervariasi. Pada keadaan dimana viskositas naik, jumlah aspal yang diserap semakin besar. b. efek penggunaan filler terhadap daktilitas dan penetrasi campuran : - kadar filler yang semakin tinggi akan menurunkan daktilitas, hal ini juga terjadi pada berbagai suhu. - jenis filler akan menaikkan viskositas aspal, akan menurunkan penetrasi aspal
c. efek suhu dan pemanasan - jenis dan kadar filler memberikan pengaruh yang saling berbeda pada berbagai Temperature 2. Efek pengaruh penggunaan filler terhadap karakteristik campuran beton aspal. Kadar filler dalam campuran akan mempengaruhi dalam proses pencampuran, penggelaran, dan pemadatan. Di samping itu kadar dan jenis filler akan berpengaruh terhadap sifat elastic campuran dan sensifitas terhadap air. Beberapa hasil penelitian pengaruh penggunaan filler terhadap campuran beton aspal adalah sebagai berikut : a. filler diperlukan untuk meningkatkan kepadatan, kekuatan dan karakteristik lain beton aspal. b. Filler dapat berfungsi : 1. sebagai bagian dari agregat, filler akan mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat sehingga akan meningkatkan kekuatan campuran. 2. bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat yang berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara bersama-sama c. Sifat aspal (daktilitas, penetrasi, viskositas) diubah secara drastis oleh filler, walaupun kadarnya relative lebih rendah dibanding pada campuran beton aspal. Penambahan filler pada aspal akan meningkatkan konsistensi aspal. d. Pada kadar filler yang umum digunakan dalam campuran beton aspal, daktilitas campuran aspal – filler akan mencapai nol. Sedangkan pada suhu dan kadar filler
yang sama, nilai penetrasi campuran aspal-filler akan turun sampai < 1/3 dari penetrasi semula. e. Viskositas campuran aspal-filler pada suhu tinggi sangat bervariasi pada kisaran lebar, tergantung pada jenis dan kadarnya. Perbedaan ini menjadi kecil pada suhu lebih rendah. f. hasil tes menunjukkan bahwa ada hubungan yang baik antara viskositas aspal dan usaha pemadatan campuran. Disarankan suhu perlu dinaikkan bila memadatkan campuran filler-aspal dengan konsistensi tinggi. g. hasil tes menunjukkan ada hubungan yang baik antara stabilitas campuran dan kekentalan aspal pada pemadatan campuran dengan kadar void yang sama. h. Sensitivitas campuran terhadap air pada tipe dan kadar filler berbeda menunjukkan variasi yang besar. Hasil tes menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap air dapat diturunkan dengan mengurangi kadar filler yang sensitive air. 2.6. Semen Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan
ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg. Pada tugas akhir ini digunakan semen abu (Portland cement) tipe 3 yang ada dipasaran sebagai salah satu bahan pengisi (filler) pada campuran ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) / aspal beton. Jenis-jenis semen : a. semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V. b. semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni. c. oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai. d. mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
2.7. Kapur Pada tugas akhir ini kapur juga digunakan sebagai salah satu bahan pengisi (filler) dalam campuran ACWC (Asphalt Concrete Wearing Course) / aspal beton. Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. 2.8. Belerang Belerang atau sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan nomor atom 16. Bentuknya adalah non-metal yang tak berasa, tak berbau dan multivalent. Belerang, dalam bentuk aslinya, adalah sebuah zat padat kristalin kuning. Di alam, belerang dapat ditemukan sebagai unsur murni atau sebagai mineral- mineral sulfide dan sulfate. Ia adalah unsur penting untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua asam amino. Penggunaan komersilnya terutama dalam fertilizer namun juga dalam bubuk mesiu, korek api, insektisida dan fungisida.
Sifat-sifat fisik belerang adalah : - Kristal belerang berwarna kuning, kuning kegelapan, dan kehitam-hitaman, karena pengaruh dari unsur pengotornya. - Berat Jenis ialah 2,05 - 2,09 - Kekerasan : 1,5 - 2,5 pada skala MOhs - Ketahanan : getas atau mudah hancur(brittle) - Pecahan : berbentuk konkoidal dan tidak rata - Kilap : damar - Goresan berwarna putih 2.9. Karakteristik Campuran Karakteristik yang harus dipenuhi oleh campuran aspal beton adalah : 1. Stabilitas 2. Durabilitas 3. Flexibilitas 4. Tahan geser (skid resistance) 5. Kedap air 6. Kemudahan pekerjaan (workability) 7. Ketahanan lelah (fatigue resistance)
1. Stabilitas
Stabilitas lapis perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, ataupun bleeding. Kebutuhan akan stabilitas setingkat dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar kendaraan berat yang sering melintasi jalan tersebut menuntut stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan volume lalu lintasyang hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Kestabilan terlalu tinggi menyebabkan lapisan itu terlalu kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena volume antara aggregat kurang, mengakibatkan kadar aspal yang dibutuhkan rendah, hal ini menghasilkan film aspal tipis dan mengakibatkan ikatan aspal mudah lepas sehingga durabilitasnya rendah. Stabilitas terjadi dari hasil pergeseran antara butiran pengunci antar partikel dan daya ikat yang baik dari aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan : a. Agregat dengan gradasi rapat (dense graded). b. Agregat dengan permukaan yang kasar. c. Agregat berbentuk kubus. d. Aspal dengan penetrasi rendah. e. Aspal dengan jumlah yang cukup untuk ikatan antar butir. Aggregat bergradasi baik, bergradasi rapat memberikan rongga antar butiran aggregat (VMA) yang kecil. Keadaan ini menghasilkan stabilitas yang tinggi, tetapi
membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk megikat aggregat. VMA yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat menyelimuti aggregat terbatas dan mengakibatkan film aspal yang tipis. Film aspal yang tipis akan mudah lepas yang mengakibatkan lapisan tidak lagi kedap air, oksidasi mudah terjadi, dan lapisan perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang terlalu banyak mengakibatkan aspal tidak lagi dapat menyelimuti aggregat dengan baik (karena VMA kecil) dan juga menghasilkan rongga antar campuran (VMA) yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan mengakibatkan lapisan aspal meleleh keluar yang dinamakan bleeding. b. Durabilitas Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan. Faktor yang mempengaruhi durabilitas laston antara lain : a. Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi tinggi. b. VIM kecil sehingga lapis kedap air, dan udara tidak masuk kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh/getas. c. VMA besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding besar. Untuk menjadi VMA yang besar ini digunakan aggregate bergradasi senjang.
3. Flexibilitas Flexibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi ulang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Flexibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan cara : a. Penggunaan aspal bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar. b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi). c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil. 4. Tahanan Geser (skid resistance) Tahanan geser adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik diwaktu hujan atau basah maupun disaat kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antar permukaan jalan dan ban kendaraan. Tahanan geser menjadi tinggi jika: a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding. b. Penggunaan agregat dengan permukaan yang kasar. c. Penggunaan aggregate berbentuk kubus. d. Penggunaan aggregate kasar yang cukup. 5. Ketahanan kelelahan (fatigue resistance) Ketahanan kelelahan adalah ketahan dari laston dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan berupa alur (ruting) dan retak.
Factor yang mempengaruhi kelelahan antara lain : a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat. b. VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan pais perkerasan menjadi fleksible. 6. Kemudahan pekerjaan (workability) Yang dimaksud dengan kemudahan pekerjaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. Faktor yang mempengaruhi kemudahan pekerjaan adalah: a. Gradasi agregat, agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan daripada agregat bergradasi lain. b. Temperatur campuran, yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis. c. Kandungan bahan pengisi (filler) yang terlalu tinggi menyebabkan pelaksanaan lebih sukar. d. Lapisan perkerasan yang baik adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Kadar aspal yang cukup akan memberikan kelenturan. 2. Stabilitas yang cukup memberikan kemampuan memikul beban sehingga tidak terjadi deformasi yang merusak.
3. Kadar rongga, cukup memberikan kesempatan untuk pemadatan tambahan akibat beban berulang dan flow dari aspal. 4. Dapat memberikan kemudahan kerja sehngga tidak menimbulkan segregesi. 5. Dapat menghasilkan campuran yang akhirnya menghasilkan lapis perkerasan yang sesuai dengan persyaratan dalam pemilihan lapis perkerasan pada tahap perencanaan. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi kualitas dari aspal beton adalah : a. Absorbsi aspal. b. Kadar aspal efektif. c. Rongga antar butir (VMA). d. Rongga udara dalam campuran (VIM). e. Gradasi aggregat. 2.10. Perencanaan Campuran Metode Marshall Menurut asphalt institute, adapun tahap-tahap dalam prosedur perencanaan campuran adalah sebagai berikut : a. Memilih gradasi yang akan dipakai. b. Memilih agregat yang akan dipakai dalam campuran. c. Menentukan perbandingan dari tiap-tiap agregat sehingga mendapatkan gradasi yang diinginkan. d. Menentukan banyaknya aspal yang dipakai berdasarkan kadar aspalnya.
Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksa Marshall. Saat ini pemeriksaan Marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74 dan ASTM D 1559-62 T. Pemeriksaaan Marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang dilengkapi dengan arloji pengukur untuk stabilitas campuran. Disamping terdapat arloji kelelehan (flowmeter) untuk mengukur kelelehan plastis. Dari proses persiapan benda uji sampai pemeriksaan dengan alat marshall, diperoleh data-data sebagai berikut : 1. Kadar aspal, dinyatakan dalam bilangan decimal 1 anggka dibelakang koma. 2. Berat volume. 3. Stabilitas, dinyatakan dalam bilangan bulat. Stabilitas menunjukkan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (rutting). 4. Kelelahan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atai inci. Flow dapat merupakan indicator terhadap lentur. 5. VIM, persen rongga dalam campuran, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma, VIM merupakan indicator dari durabilitas, kemungkinan bleeding. 6. VMA, persen rongga terhadap agregat. 7. Penyerapan aspal, persen terhadap berat campuran sehingga diperoleh berapa kadar aspal efektifnya.
Kecenderungan karakteristik Marshall yang akan didapat pada pengujian : a. Nilai stabilitas naik sampai maksimum kemudian menurun dengan naiknya kadar aspal. b. Nilai kelelehan naik dengan naiknya kadar aspal. c. Kurva kepadatan hamper menyerupai kurva nilai stabilitas kecuali nilai kepadatan maksimum umumnya terjadi pada kadar aspal sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar aspal dimana terjadinya nilai stabilitas maksimum. d. Persen rongga udara (VIM) turun dengan meningkatkan kadar aspal dalam campuran sampai akhirnya mencapai suatu nilai rongga minimum. e. Persen rongga udara dalam agregat (VMA) biasanya menurun sampai batas minimum kemudian naik kembali dengan naiknya kadar aspal. Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari butir kasar sampai butir halus. Apabila dilakukan cara Marshall (PC-0201-76) campuran harus memenuhi persyaratan sesuai dengan tabel dibawah.
Tabel 2.8 Persyaratan Campuran Beraspal di Indonesia (1998) Latasir
Lataston
Laston
L.
Sifat - sifat campuran A Penyerapan Aspal, % berat campuran
Kadar Aspal Total, % berat campuran
B
L.A
Po
L.A
us
nd
us
L.Pond
Mak s
Sesuai dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tabel ini
50
75
1121)
Mak
3
3
3
s
6
6
8
Min
20
18
Jumlah Tumbukan Marhall 2 x tiap permukaan Min Rongga Dalam Campuran (VIM), %
Rongga Di Antara Mineral Agregat (VMA),% 16
1,000, 000 ESA
Min
65
50000 Rongga
Terisi
0 ESA
Aspal
jangan digunaka
(VFB), %
n
1,000,
Lalu Lintas Stabilitas Marshall, kg
Min
untuk
000
Mak
lalu lintas 68
ESA
s
berat
50000 0 ESA
-
min Mak
75
s
-
min
200
800
18001)
Mak
Kelelehan , mm
-
s
850
MIn
2
31)
Mak
Hasl bagi marshall, kg/mm
s
3
-
Min
80
200
Mak s
Stabilitas Sisa, perendaman 24 jam Pada Suhu 600 C, %
-
Min Mak
75
s
-
Pemadatan Dengan Kepadatan Mutlak: jangan digunaka n
untuk
lalu lintas Jumlah Tumbukan Marshall 2 x tiap permukaan berat
400
1,000,0
Rongga
Dalam
00 ESA Min
3
500000
2
Campuran ESA
Min
(kepadatan mutlak),% 1,000,0 00 ESA 500000 ESA
Min
1
6001)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Program Kerja Uji Laboratorium Bagan alir yang dipergunakan untuk kelancaran dari program penelitian ini dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing percobaan diuraikan pada bagian dari bab ini. Pengujian ini dilakukan di laboratorium Perkerasan Jalan Universitas Mercu Buana Jakarta. Tahap awal penelitian di laboratorium ialah dengan mempersiapkan bahan baik agregat maupun aspal serta alat yang digunakan untuk pemeriksaan bahan campuran beraspal. Setelah mengetahui
karakteristik bahan dan telah memenuhi spesifikasi yang ada
selanjutnya dilakukan rancangan campuran berdasarkan yang telah ditentukan dengan variasi kadar aspal 5%, 6%,, 7%, 8% sehingga berat agregat masing-masing fraksi dapat ditentukan. Kemudian disiapkan benda uji sebanyak 3 buah untuk setiap kadar aspal. Lalu dilakukan uji Marshall dengan alat Marshall. Alat Marshall ini merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 500 pound, proving ring ini dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran dan kelelehan plastis. Pada pengujian Marshall ini akan didapat kadar aspal optimum. Lalu disiapkan lagi benda uji dengan dua bahan tambah yang berbeda masing-masing 10% untuk uji Marshall (dipanaskan pada suhu tertentu) lalu dilakukan uji Marshall. Kemudian dilakukan perendaman dalam air dengan suhu 60o C (normal) dalam jangka waktu yang sudah ditentukan.
mulai
Persiapan bahan Agregat - kasar - halus
Filler Semen
Aspal Pen 60/70
Tes Fisik
Tes Fisik
Tes Fisik
Bahan Tambah Kapur & Belerang
Rancangan Campuran (Mix Design) Variasi Kadar Aspal 5%,6%,7%,8% Uji Marshall
Analisis
Kadar Aspal Optimum Rancangan Campuran Pada Kadar Aspal Optimum Terhadap Penambahan Kapur (10%) dan Belerang (10%)
Uji Marshall
Analisa data Kesimpulan dan Saran Selesai
Gbr. 3.1 Bagan Alir Penelitian.
3.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Pada tahap awal pengujian bahan dilakukan pengujian terhadap agregat dengan analisa saringan. Pengujian terhadap agregat dilakukan untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki oleh agregat yang selanjutnya digunakan untuk keperluan perencanaan campuran aspal. 3.2.1 Pengujian Sifat Fisik Agregat Kasar Pengujian sifat fisik agregat kasar meliputi beberapa pengujian yang terdiri dari : 1. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar Pengujian berat jenis dimaksudkan untuk menentukan berat jenis curah (bulk), berat jenis permukaan jenuh (saturated surface dry), berat jenis semu (apparent spesific gravity) serta penyerapan agregat kasar. Pemeriksaan ini berdasarkan SNI 03 – 1969 – 1990. Adapun pengertian istilah tersebut adalah sebagai berikut : a. Berat jenis curah (bulk spesific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh air pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : Berat jenis curah =
Bk Bj - Ba
. (3.1)
b. Berat jenis permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan antara berat agregat jenuh kering permukaan dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh kering permukaan pada
suhu tertentu. rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Berat kering permukaan jenuh (SSD) =
Bj BJ - Ba
. (3.2)
c. Berat jenis semu (apparent) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. rumus yang digunakan adalah :
Berat jenis semu (apparent) =
Bk Bk - Ba
. (3.3)
d. Pengujian penyerapan air yaitu persentase berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Rumus yang digunakan adalah :
Penyerapan =
Bj – Bk Bk (
X 100%
(
(3.4)
Keterangan : Bk = Berat benda uji kering
(gr)
Bj = Berat benda uji permukaan jenuh
(gr)
Ba = Berat benda uji permukaan jenuh didalam air
(gr)
2. Pengujian keausan dengan mesin Los Angeles. Pengujian keausan agregat terhadap kehancuran dapat diperiksa dengan menggunakan percobaan Abrasi Los Angeles, dimana gradasi dan berat yang telah ditetapkan dimasukan bersama dengan bola baja (jumlah bola yang tergantung dari tipe gradasi yang digunakan) kedalam mesin Los Angeles setelah itu diputar dengan kecepatan 30/33 rpm selama 500 putaran. Nilai akhir dari hasil pengujian keausan dinyatakan dalam persen, yang merupakan hasil perbandingan.
Antara berat benda uji semula berat benda uji tertahan saringan No.12 sesudah percobaan dengan berat benda uji semula. Prosedur pemeriksaan ini berdasarkan SNI.03 – 2417 – 1991. 3. Pengujian indek kepipihan Indek kepipihan ini menunjukan persentase agregat yang pipih terhadap berat total. Indek kepipihan ini perlu dibatasi mengingat bentuk agregat yang pipih kurang menguntungkan untuk dipergunakan sebagai bahan pembentuk campuran beraspal. 4. Kelekatan agregat terhadap aspal Kelekatan aspal terhadap agregat aspal merupakan perbandingan luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan luas permukaan. Hal ini perlu diperiksa untuk mengetahui
tingkat kelekatan agregat terhadap aspal yang dipergunakan. Prosedur
pemeriksaannya berdasarkan SNI M - 28 - 1990 - F. 5. Benturan agregat (impact) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperoleh besaran atau agregat terhadap benturan atau tumbukan yang mungkin timbul
angka ketahanan karena proses
pencampuran, pemadatan, repetisi beban lalu lintas dan disintegrasi (penghancuran ) yang terjadi dimasa pelayanan jalan tersebut. 3.2.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Halus pengujian sifat fisik agregat halus meliputi beberapa pengujian yang terdiri dari : 1.
Pengujian berat jenis dan penyerapan air. Pemeriksaan ini juga untuk menentukan berat jenis curah (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu(apparent), dan penyerapan air. Pengertian keterangan istilah diatas sama dengan agregat kasar. Untuk pengujian memakai benda uji sebanyak 500 gr. Prosedur pemeriksaan ini mengikuti SNI 03 – 1970 – 1990.
Adapun rumus-rumus yang digunakan adalah : a.
Berat jenis curah (bulk) Berat jenis curah =
b.
Bk . (B + 500 – Bt)
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) Berat kering permukaan jenuh (SSD) =
c.
500 . (B + 500 – Bt)
(3.6)
Berat jenis semu (apparent) Berat jenis semu (apparent) =
d.
(3.5)
Bk . (B + Bk - Bt)
(3.7)
Penyerapan Penyerapan =
500 – Bk Bk
X 100% (3.8)
Keterangan : Bk = Berat benda uji kering oven
(gr)
Bj = Berat piknometer berisi air
(gr)
Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air
(gr)
500 = Berat benda uji dalam kering permukaan jenuh
(gr)
3.2.3 Pengujian Sifat Fisik Filler (Bahan pengisi) Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan berat jenis yang dimaksudkan untuk menentukan berat jenis filler yang dinyatakan sebagai perbandingan antara berat filler dan
berat air suling yang mempunyai isi yang sama pada suhu tertentu prosedur pengujian berdasarkan SNI 1969-1990-f.
3.3 Pengujian Mutu Aspal Keras Penetrasi 60/70 Sebelum aspal dipergunakan harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu dilaboratorium untuk mengetahui sifat aspal tersebut. Dalam penelitian ini aspal yang dipergunakan adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70. Pemeriksaan yang dilakukan pada aspal ini adalah : 1. Penetrasi (SNI M-21-1990-F) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang dilakukan dengan memasukan jarum penetrasi berdiameter 1 mm dengan diberi pembebanan sebesar 50 gram, sehingga diperoleh beban bergerak seberat 100 gram (berat jarum + beban) selama 5 detik pada temperatur 25°C, besar penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka yang merupakan kelipatan 0,1 mm. 2. Titik nyala (SNI M-19-1990-F) Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari aspal yang mempunyai nyala open cup kurang dari 79°C. Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal. 3. Titik lembek (SNI M-20-1990-F) Pengujian titik lembek maksudnya adalah suhu dimana aspal yang diperiksa menjadi lembek karena pembebanan tertentu. Biasanya beban tersebut terdiri dari bola baja berdiameter 9,53 dan seberat kurang lebih 3,5 gram, suhu titik lembek dibaca pada saat aspal berikut bola menyentuh pelat dasar yang berjarak ± 1 inchi dibawah cetakan cincin.
4. Kehilangan berat (SNI 06- 2441-1991) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan penurunan berat minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu yang dinyatakan dalam persen berat semula. Aspal seberat 50 gram dimasukan kedalam oven dengan suhu 163°C dan berputar dengan kecepatan 5 putaran permenit selama 5 jam ± 20 menit. Setelah itu didinginkan pada suhu ruang dan timbang beratnya. Prosentase berat akhir dan berat awal merupakan nilai kehilangan berat. 5. Daktilitas (SNI M-18-1990-F) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan harga pengujian aspal, selanjutnya dapat dipergunakan untuk mengetahui elastisitas bahan aspal, Daktilitas aspal adalah nilai keelastisisan bahan aspal yang diukur dari jarak terpanjang, apabila didalam dua cetakan berisi aspal keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 25°C dengan kecepatan tarik 50 mm permenit. 6. Berat jenis (SNI M-30-1990-F) Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25°C. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis aspal adalah Bj
=
C–A . (B – A) – (D – C)
Dimana : A= Berat piknometer dengan penutup (gr). B= Berat piknometer berisi air (gr). C= Berat piknometer berisi aspal (gr).
D= Berat piknometer berisi aspal dan air (gr). 7. Penetrasi aspal setelah kehilangan berat (SNI 06-2456-1991) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui penetrasi aspal setelah kehilangan berat. Adapun hasil yang akan diperoleh yaitu perbandingan antara angka penetrasi sebelum dan sesudah kehilangan berat, yang dihitung dalam persen.
3.4 Pembuatan Benda Uji Marshall. Pembuatan benda uji dimulai setelah didapat berat fraksi dan berat kadar aspal. Bila berat fraksi dan berat kadar aspal telah didapat lalu dilakukan penimbangan agregat dan aspal. Setelah itu dilakukan pencampuran dengan cara panas (hotmix), yaitu agregat dipanaskan sehingga mencapai suhu 60°C dan aspal dipanaskan pada suhu 110°C, kemudian dicampur menjadi satu dengan cara menuangkan agregat kemudian diaduk hingga merata di atas kompor yang masih menyala. Setelah agregat dan aspal tercampur secara merata, kemudian dituangkan ke dalam cetakan yang telah disiapkan sebelumnya dengan cara dibersihkan dan diberi selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan kemudian masukkan campuran kedalam cetakan sambil ditusuk-tusuk dengan spatula 10 kali kedalam campuran dan 15 kali disekeliling pinggirannya, lalu ratakan permukaan campuran dengan sendok semen sehingga berbentuk sedikit cembung kemudian siap untuk dipadatkan (compact) Pemadatan benda uji dilakukan setelah aspal dan agregat dimasukkan kedalam cetakan yang berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm. Pemadatan dilakukan dengan cara ditumbuk dengan jumlah tumbukan tujuh puluh lima kali (2x75) dan tinggi jatuh 45 cm. Setelah dipadatkan pada satu sisi maka benda uji dibalik untuk ditumbuk dengan jumlah yang sama. Setelah benda uji ditumbuk kemudian dikeluarkan dari cetakan
dengan menggunakan dongkrak, setelah itu benda uji didiamkan dengan suhu ruang selama 24 jam untuk diuji Marshall. Sama dengan pembuatan benda uji pada kadar aspal optimum untuk persiapan benda uji dengan bahan tambah kapur dan belerang. Benda uji dibuat ada dua jenis yaitu yang dengan bahan tambah kapur dan belerang, jumlah benda uji untuk masing-masing kadar aspal adalah tiga buah. Kemudian aspal dituangkan kedalam agregat, dan diusahakna agar agregat dan aspal berada dalam batas suhu pencampuran. Pengadukan dilakukan sampai agregat terlapisi aspal secara merata. Untuk keperluan pemadatan benda uji maka perlengkapan cetakan benda uji beserta alat penumbuk dibersihkan dan dipanaskan untuk menjaga agar suhu campuran pada saat akan dipadatkan sesuai dengan suhu pemadatannya. Kemudian diletakkan selembar kertas saring atau selembar kertas penghisap yang sudah digunting menurut ukuran cetakan kedalam dasar cetakan, masukkanlah seluruh campuran kedalam cetakan sambil ditusuk-tusuk campuran tersebut dengan spatula yang telah dipanaskan sebanyak 15 kali disekeliling pinggirannya dan 10 kali dibagian dalamnya. Kemudian lepaskanlah lehernya, dan ratakan permukaan campuran dengan mempergunakan sendok menjadi bentuk yang sedikit cembung. Waktu akan dipadatkan, suhu campuran harus berada dalam batas suhu pemadatan yang telah ditentukan. Kemudian letakkan cetakan di atas landasan pemadat dalam pemegang cetakan, dan lakukanlah pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75 tumbukan, selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada atas cetakkan. Setelah itu lepaskan keping atas dan lehernya balikkan alat cetak berisi benda uji tersebut dan pasanglah kembali perlengkapannya. Terhadap permukaan benda uji yang sudah dibalik ini tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang sama yaitu 75 tumbukan. Sesudah pemadatan, lepaskanlah keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji diatas permukaan ujung ini, kemudian dengan hati-hati keluarkanlah dan letakkan benda uji di
atas permukaan yang rata, Perendaman untuk masing-masing benda uji adalah 30 menit, 24 jam, 3 hari, dan 7 hari.
3.5 Pengujian Dengan Alat Marshall Kinerja campuran beraspal dapat diperiksa dengan menggunakan alat Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S Corps Engineer. Pengujian campuran beraspal dilakukan berdasar Standar Nasional Indonesia (SNI). Tujuan dari pengujian Stabilitas Marshall adalah untuk menentukan ketahanan (stabilitas) sebelum terjadi kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Kelelehan plastis (flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Alat Marshall ini merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 500 pound. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis (flow). Pengujian benda uji Marshall pada campuran beraspal konvensional maupun pada penambahan variasi kadar busa serabut sintetis terhadap kadar aspal optimum, cara pengujiannya sama. Sebelum pengujian dilakukan, benda uji ditimbang dalam keadaan kering dan direndam dalam water bath bersuhu 25°C selama 1X 24 jam, setelah itu benda uji ditimbang dalam air. Lalu benda uji ditimbang pada kondisi kering permukaan jenuh untuk mendapatkan volume. Data ini dipakai untuk mencari berat isi serta persentase rongga dalam campuran
untuk keperluan analisis. Kemudian benda uji direndam dalam water bath bersuhu 60°C selama 30 sampai 40 menit untuk selanjutnya dilakukan uji Marshall untuk satu benda uji diangkat dari water bath.
3.6 Marshall Immersion Test Pada Penambahan Kapur dan Belerang Tes ini pada pengujian Marshall bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana ketahanan daya ikat campuran beraspal serta nilai sisa dari suatu campuran terhadap pengaruh air. Perendaman dilakukan dengan cara merendam benda uji kedalam water bath pada suhu 60°C selama 30 menit, 24 jam, 3 hari, dan 7 hari. Dalam pengujian ini tata cara yang dilakukan sama seperti penjelasan di atas. Adapun hasil yang ingin didapatkan adalah rasio stabilitas akibat rendaman 24 jam dan 3 hari dibagi dengan stabilitas akibat rendaman 30 menit dengan target yang harus dicapai adalah lebih besar dari 75%. Target yang harus dicapai itu sering disebut dengan Indeks Kekuatan Sisa (IKS). Adapun rumus untuk menentukan Indeks Kekuatan Sisa adalah sebagai berikut :
IKS = 1 –
(S1 - S2)
x 100%
S1
Keterangan : IKS
= Indeks Kekuatan Sisa (%), harus lebih besar dari 75%
S1
= Stabilitas hasil rendaman 30 menit pada suhu 60°C (Kg)
S2
= Stabilitas hasil rendaman 24 jam pada suhu 60°C (Kg)
3.7 Kebutuhan Benda Uji Pada penelitian ini benda uji yang dibuat adalah 36 buah dengan perincian perhitungan sebagai berikut : Jumlah benda uji untuk Kadar Aspal Optimum kadar aspal (%) jumlah benda uji 5 3 6 3 7 3 8 3
Tabel 3.1 Jumlah benda uji untuk kadar aspal optimum Pada Tabel 3.1 di atas didapatkan 12 buah benda uji untuk pengujian aspal konvensional guna mendapatkan kadar aspal optimum.
Perendaman Filler Kapur (10%) kadar aspal KAO(%)
30 menit
24 jam
3 hari
7 hari
KAO
3
3
3
3
Perendaman Filler Belerang (10%) kadar aspal KAO(%)
30 menit
24 jam
3 hari
7 hari
KAO
3
3
3
3
Tabel 3.2 Jumlah Benda Uji Untuk Variasi perendaman dengan Bahan Tambah Kapur dan Belerang. Pada Tabel 3.2 di atas didapatkan 24 buah benda uji untuk Uji Marshall yang sebelumnya dilakukan perendaman sesuai dengan tabel pada suhu 60°C.
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70. Pengujian aspal di laboratorium meliputi uji penetrasi, uji titik nyala dan titik bakar, berat jenis, daktilitas, titik lembek aspal 4.1.1 Pengujian Berat Jenis Aspal Pengujian berat jenis aspal dilakukan mengunakan 2 sampel, cara pengerjaannya meliputi : - Siapkan 2 buah botol, kemudian timbang botol 1 dan 2 (A) - Botol diisi air hingga penuh kemudian ditimbang (B) - Kemudian air dibuang botol diisikan aspal dan ditimbang.(C) - Botol yang sudah diisikan aspal ditambahkan air dan dioven 24 jam dgn suhu 600 C agar udara yang berada di dalam aspal bisa keluar) kemudian ditimbang. (D) Rumus yang digunakan.
Bj
=
C–A . (B – A) – (D – C) (4.2)
Ket : C
: Berat botol berisikan aspal (gr)
A
: Berat botol (gr)
B
: Berat botol berisi air (gr)
D
: Berat botol + aspal + air (gr)
Hasil dari uji laboratorium. Table 4.1 - Hasil Uji Berat Jenis Aspal A B C D 114.6 400 232.7 401.5 110.8 394 205.3 413 Rata - rata
Berat Jenis 1.02 1.16 1.09
Satuan gram gram gram
Dari hasil di atas didapatkan berat jenis aspal adalah 1.09 berarti memenuhi standar yaitu min 1.
4.1.2 Pengujian Penetrasi Bahan – Bahan Bitumen. Pengujian dilakukan di laboratorium mercubuana. Cara melakukan: -
Letakkan benda uji tersebut kedalam wadah kemudian dimasukkan kedalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang ditentukan (dlm hal ini 250).
-
Sebelum mengunakan alat penetrasi jarum penetrasi terlebih dahulu dibersihkan dengan toluene atau pelarut lain.
-
Pindahkan sampel kebawah alat penetrasi, turunkan jarum tersebut menyentuh permukaan benda uji. Kemudian atur angka 0 di arloji penetrometer.
-
Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stopwatch selama jangka waktu ( 5±0.1 detik).
-
Kemudan baca nilai angka penetrasi. Bulatkan hingga angka 0.1 mm terdekat.
-
Lakukan pekerjaan diatas tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu dengan yang lain dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
Tabel 4.2 - Hasil Uji Penetrasi Aspal Rata – rata PERCOBAAN
1
2
3
Benda uji 1
71
68
70
69.7
Benda uji 2
72
70
73
72.7
( mm )
Dari hasil uji penetrasi didapatkan nilai di kurang dari 79 berarti aspal memenuhi standar syarat aspal penetrasi 60/70.
4.1.3 Pengujian Titik Lembek. Pengujian dilakukan di laboratorium universitas mercubuana. Pelaksanaan : -
Aspal dilelehkan kemudian dimasukkan cetakan titik lembek.
-
Kemudian tunggu sampai dingin kemudian masukkan cawan + air + cawan silinder beserta air.
Tabel 4.3 - Hasil Pengujian Titik Lembek Aspal Pen. 60/70 Titik Lembek Cincin I 48° C Rata-rata 48° C
Percobaan I dan Percobaan II Cincin II Cincin I 48° C 50° C Rata-rata 50.5 °C Total rata-rata 49.25° C
Cincin II 51° C
Dari hasil uji laboratorium didapatkan hasil titik lembek pada suhu 49.25, percobaan ini telah memenuhi standar aspal penetrasi 60/70 yaitu min 48dan max 56.
4.1.4. Pengujian Titik Nyala Dan Titik Bakar. Pengujian dilakukan di laboratorium universitas mercubuana Metode pelaksanaan : -
Letakkan cawan diatas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanas hingga terletak dibawah titik tengah cawan.
-
Letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7.5 cm dari titik tengah cawan.
-
Tempatkan thermometer tegak lurus didalam benda uji tetapi jangan sampai menyentuh lantai dasar pada cawan.
-
Kemudian putar nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut tiap kenaikan suhu 20C.
-
Lanjutkan pekerjaan sampai terlihat percikan api (titik nyala) dan nyala api (titik bakar).
Tabel 4.4 Hasil Uji Titik Nyala Dan Titik Bakar
Titik Nyala (ºC)
328
Titik Bakar (ºC)
331
Keterangan Didapat nilai titik nyala yang masuk standar Bina Marga . Dimana nilai titik nyala > 200 ºC
Dari hasil pengujian Titik nyala didapatkan nilai titik nyala 3280 C dan titik bakar 3310 C dari standar bina marga min 2000 C. dalam hal ini berarti aspal memenuhi syarat.
4.1.4 Pengujian Daktilitas Aspal. Pengujian dilakukan di laboratorium universitas mercubuana. Metode pelaksanaan : -
Benda uji disiapkan dan lapisi cetakan daktilitas dengan talec + gliserin (agar aspal tidak menempel)
-
Air yang dituang kedalam mesin penguji ditambahkan dengan gliserin secukupnya sehingga aspal yang ada dicetakan nantinya dapat melayang ketika ditarik dengan mesin penguji.
-
Pasang benda uji pada alat mesin uji dan tariklah benda uji secara teratur dengan kecepatan 5cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan lebih kurang 5% masih diijinkan. Selama percobaan berlangsung benda uji harus selalu terendam sekurang-kurangnya 2.5 cm dari air dan suhu harus dipertahankan tetap ( 25 ± 0.50 C).
Tabel 4.5 - Hasil Uji Daktilitas Aspal. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu 1’ 2’ 3’ 4’ 5’ 6’ 7’ 8’ 9’ 10’ 11’ 12’ 13’ 14’ 15’ 16’ 17’ 18’ 19’ 20’
Jarak 3.2 7.7 12.2 16.9 21.5 26 30.3 34.4 38.6 43.3 47.7 52 56.3 60.1 64.1 67.9 72.1 76 80.5 84
No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Waktu 21’ 22’ 23’ 24’ 25’ 26’ 27’ 28’ 29’ 30’ 31’ 32’ 33’ 34’ 35’ 36’ 37’ 38’ 39’
Jarak 87.4 91 95.5 100.1 104.5 108.4 113 116.7 120.4 124.3 127.9 131.3 135.1 139.5 143.7 147.1 151 154.4 Tidak Putus
Pengujian daktilitas dilakukan hingga sampai batas akhir dari alat (161.8 cm) dan tidak putus. Sehingga memenuhi syarat untuk daktilitas aspal.
Tabel 4.6 Hasil Uji Laboratorium Persyaratan No
Jenis Pengujian
Hasil
Satuan Min
Max
1
Penetrasi 25ºC,100 gr , 5 detik
70.7
60
79
0,1 mm
2
Titik Lembek
49.25
48
56
°C
3
Daktilitas
> 100
100
-
cm
4
Titik Nyala
328
200
-
°C
5
Berat Jenis
1.09
1
-
gr/cc
4.2 Hasil dan Analisa Pengujian Agregat Agregat yang digunakan pada tugas akhir ini adalah agregat yang telah disediakan di laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercubuana. Tujuan dari pengujian agregat adalah, untuk mengetahui karakteristik dari agregat yang digunakan dalam percobaan Tugas Akhir ini.
4.2.1 Hasil Pengujian Agregat Kasar Pada percobaan ini agregat kasar adalah agregat yang tertahan oleh saringan no 4, Yang nantiya akan digunakan sebagai salah satu bahan campuran yang akan digunakan dalam membuat sampel untuk uji marshall.
4.2.1.1 Hasil Pengujian Berat jenis, Penyerapan Agregat Kasar Percobaan ini dilakukan di laboratorium Jalan Raya Universitas Mercubuana, cara melakukan: -
Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan – bahan lain yang melekat pada permukaan.
-
Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 1050 C sampai berat tetap.
-
Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1 – 3 jam, kemudian ditimbang (Bk).
-
Rendam benda uji dalam air selama 24 jam
-
Keluarkan benda uji dari air, kemudian lap dengan menggunakan kain lap, sampai air permukaan agregat hilang (SSD).
-
Timbang benda uji kering permukaan jenuh (Bj).
-
Letakkan benda uji didalam keranjang, kemudian dtimbag dalam air (Ba).
Rumus yang digunakan Berat jenis curah =
Bk Bj - Ba
Berat kering permukaan jenuh (SSD) =
.
(4.3)
Bj BJ - Ba
. (4.3)
Berat jenis semu (apparent) =
Bk Bk - Ba
.
(4.5)
Penyerapan =
Bj – Bk Bk
X 100% (4.6)
Keterangan : Bk = Berat benda uji kering
(gr)
Bj = Berat benda uji permukaan jenuh (gr) Ba = Berat benda uji permukaan jenuh didalam air
(gr)
Tabel 4.7 – Hasil Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat kasar
Uraian
Percobaan
Rata – rata
Satuan
A
B
5000
5000
-
gram
5114
5103
-
gram
c. Berat benda uji dalam air ( BA), gram
3264
3295
-
gram
d. Berat jenis bulk = (BK/(BJ - BA)) e. Berat jenis permukaan jenuh =(BJ/(BJBA))
2.70
2.75
2.725
gram
2.76
2.28
2.52
gram
f. Berat jenis semu = (BK/(BK-BA))
2.88
2.93
2.905
gram
g. Penyerapan = ((BJ-BK)/BK)*100%
2.28
2.06
2.17
gram
a. Berat benda uji kering oven ( BK), gram b. Berat benda uji kering permukaan jenuh (BJ), gram
Keterangan
Didapat nilai penyerapan agregat kasar =2.17 Maka 2.17 < 3 ……. ok
4.2.1.2 Hasil Pengujian Keausan Agregat Kasar Dengan Mesin Los Angeles Percobaan ini dilakukan di laboratorium Jalan Raya Universitas Mercubuana, cara melakukan: -
Siapkan benda uji tertahan saringan ½ ‘ lolos saringan no ¾ ambil sebanyak 5000 gram.
-
Masukkan kedalam mesin los angeles dan putar mesin sampai 500 putaran.
-
Selesai kemudian ambil dan saring menggunakan saringan no ½ ‘ , kemudian ditimbang.
Tabel 4.8 – Hasil Uji Keausan Agregat Kasar Dengan Mesin Los Angeles Saringan Lolos
Tertahan
76.2 mm (3")
63.5 mm (2½")
63.5 mm (2½")
50.8 mm (2")
50.8 mm (2")
37.5 mm (1½")
37.5 mm (1½")
25.4 mm (1")
25.4 mm (1")
19.0 mm (3/4")
19.0 mm (3/4")
12.5 mm (1/2")
12.5 mm (1/2")
9.5 mm (3/8")
9.5 mm (3/8")
6.3 mm (1/4")
6.3 mm (1/4")
4,75 mm (N0.4)
4,75 mm (N0.4)
2.36 mm (No.8)
Jumlah Berat Berat tertahan saringan no.3/4 sesudah percobaan (b)
I Berat (a)
5000
II Berat (b)
5000
Satuan
gram
Keterangan
Keausan I = ( (a-b) / a ) * 100% = ((5000 - 3933)/5000*100% = 21.34 % Keausan II = ( (a-b) a ) * 100% = ((5000 – 3270)/5000)*100% = 34.6% Rata – Rata = ( 21.34% +34.6%)/2 = 27.97 % Maka 24.89 < 40% ………ok
5000
5000
garam
3933
3270
gram
4.2.2 Hasil Pengujian Agregat Halus. Pada percobaan ini agregat kasar adalah agregat yang tertahan oleh saringan no 4, Yang nantiya akan digunakan sebagai salah satu bahan campuran yang akan digunakan dalam membuat sampel untuk uji marshall.
4.2.2.1 Hasil Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus. Percobaan ini dilakukan di laboratorium Jalan Raya Universitas Mercubuana, cara melakukan: -
Ambil agregat halus (lolos saringan no 4) sebanyak 1000 gram lebih untuk 2 kali percobaan.
-
Keringkan dalam oven, kemudian direndam dalam air selama 24 jam.
-
Setelah 24 jam buang air perendam, kemudian dilakukan pengeringan dengan cara dibolak-balik. Hingga keadaan kering jenuh (SSD).
-
Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji kedalam kerucut puncung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali tumbukan dan
angkat. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh tapi masih dalam keadaan tercetak. -
Setelah itu masukkan sampel sebanyak 500 gram kedalam piknometer, masukkan air suling sebanyak 90 % isi piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara lagi
-
Timbang piknometer berisi air dan benda uji (Bt)
-
Keluarkan benda uji kemudian timbang (Bk)
-
Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan timbang (B) Berat jenis curah =
Bk . (B + 500 – Bt)
Berat kering permukaan jenuh (SSD) =
Berat jenis semu (apparent) =
Penyerapan =
(4.7)
500 . (B + 500 – Bt)
Bk . (B + Bk - Bt)
500 – Bk Bk
(4.8)
(4.9)
X 100% (4.10)
Keterangan : Bk = Berat benda uji kering oven
(gr)
Bj = Berat piknometer berisi air
(gr)
Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air
(gr)
500 = Berat benda uji dalam kering permukaan jenuh
(gr)
Table 4.9 – Hasil Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus Uraian
Percobaan A
a. Berat permukaan jenuh (SSD), gram b. Berat benda uji kering oven ( BK), gram c. Berat piknometer diisi air (25°C)(B),gram
B
Rata – rata
Satuan
500
500
-
488.3 713.5
489.6 620
-
gram gram gram
Didapat nilai penyerapan agregat halus =2.27
-
gram
Maka 2.27 < 3 ……. ok
d. Berat piknometer + benda uji ( SSD) + air (25°C) (BT), gram
1007.5 2.37
2.461
2.47
gram
2.42
2.525
2.53
gram
h. Berat jenis semu (BK/(B+BK-BT))
2.51
2.630
2.62
gram
i. Penyerapan = ((500-BK)/BK)*100%
2.39
2.61
2.27
gram
f. Berat jenis bulk = ( BK / (B+500-BT))
Keterangan
g. Berat jenis permukaan jenuh = (500/(B+500-BT))
4.3. Hasil Uji Campuran Beraspal Dengan Alat Marshall 4.3.1 Hasil Uji Marshall Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum Pada penelitian ini, variasi kadar aspal dilakukan untuk menentukan kadar aspal optimum. Kadar aspal optimum ini ditentukan dari pemeriksaan uji Marshall sedangkan parameter yang dicatat dalam pengujian Marshall adalah nilai rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam agregat (VMA), kelelehan, dan stabilitas. Dibawah ini disajikan contoh pelaksanaan dan perhitungan dari uji marshall.
Contoh Perhitungan Pada Sampel Filler Semen.
Contoh perhitungan hasil uji marshall : a. Persen aspal terhadap agregat (a)
= 5%
b. Tinggi benda uji (b)
= 72.50mm
c. Berat benda uji dalam keadaan kering (c)
= 1175.5 gr
d. Berat benda uji dalam keadaan jenuh (d)
= 1192 gr
e. Berat benda uji dalam air (e)
= 675 gr
f. Isi benda uji (d-c)
= 517 cc
g. Berat jenis campuran padat (bulk) (c/f)
= 2.274
h. Berat jenis campuran maksimum teoritis (100/(((100-a)/BJ. Agregat)+(a/BJ. Aspal)) i. Nilai rongga dalam campuran (VIM) (100(i/L)))
= 2.352 = 3.342 %
k. Nilai rongga dalam agregat (VMA) (100-(100-h)*g/BJ. Bulk agregat)
= 13.77 %
l. Pembacaan pada alat (stabilitas)
= 1.13 Kg
m. Koreksi
=1
n. Stabilitas yang telah dikoreksi (l*m*kalibrasi alat) (kalibrasi alat = 25.88)
= 1351.19 Kg
o. Pembacaan arloji kelelehan
= 2.71 mm
p. Marshall quotient (n/o)
= 498.60 kg/mm
Adapun data dari uji Marshall untuk menentukan kadar aspal optimum pada Laston dapat dilihat pada tabel.
Tabel 4.10 Hasil Uji Marshall Dengan Filler Semen Kadar Aspal (%) No
Karakteristik Campuran
Persyaratan
5
6
7
8
Min
15.48
17.51
19.33
20.26
16
1
VMA (%)
2
VIM (%)
5.258
5.415
5.374
4.319
3
3
VFB (%)
66.565
70.136
72.381
72.885
65
4
Stabilitas (kg)
1371.56
1466.54
2490.39
1573.65
800
5
Kelelehan (Flow) mm
2.61
3.16
3.1
3.1
6
Kekakuan (MQ) kg/mm
526.73
464.63
803.15
506.62
Maks 6
2 200
Dari hasil diatas bisa disimpulkan bila percobaan yang dilakukan telah memenuhi persyaratan yang diberikan. Berikut grafik – grafik hasil percobaan.
KADAR ASPAL VS VMA
KADAR ASPAL VS VIM 6.000
25.00
5.000
20.00
4.000 VIM (%)
VMA (%)
15.00
10.00
3.000 2.000
5.00 1.000
0.00 4
5
6
7
8
0.000
9
4
5
6
KADAR ASPAL (%)
7
8
9
KADAR ASPAL (%)
Grafik 4.1
Grafik 4.2
KADAR ASPAL VS VFB
KADAR ASPAL VS STABILITAS 3000.00
80.000
2500.00 STABILITAS (kg)
VFB (%)
75.000
70.000
65.000
2000.00
1500.00
1000.00
60.000 4
5
6
7
8
500.00
9
4
5
6
KADAR ASPAL (%)
Grafik 4.3
8
9
Grafik 4.4 KADAR ASPAL VS MQ
KADAR ASPAL VS FLOW 3.5
900.00
3
800.00
MQ (kg/mm)
FLOW (mm)
7
KADAR ASPAL (%)
2.5
2
700.00 600.00 500.00
1.5
400.00 1
300.00 4
5
6
7
KADAR ASPAL (%)
Grafik 4.5
8
9
4
5
6
7
KADAR ASPAL (%)
Grafik 4.6
8
9
4.3.1.1 Karakteristik VMA Pada Campuran Dengan Filler Semen. Pada grafik 4.1 karakteristik campuran aspal dengan filler semen VMA grafiknya cenderung meninggi seiring dengan pertambahan kadar aspal yang terjadi, hal ini dikarenakan dengan kadar aspal yang semakin banyak semakin besar pula rongga – rongga udara yang tertutup oleh aspal tersebut sehingga terjadi ikatan yang kuat antara agregat dalam campuran. VMA yang besar akan membuat selimut aspal lebih tebal sejalan dengan penambahan kadar aspal.
4.3.1.2 Karakteristik VIM Pada Campuran Dengan Filler Semen. Pada grafik 4.2 Karakteristik VIM dapat kita lihat jika VIM membentuk kurva yang semula diatas kemudian menurun seiring dengan adanya penambahan kadar aspal, karena semakin tingginya kadar aspal menyebabkan VIM ( rongga dalam campuran) semakin berkurang.
4.3.1.3 Karakteristik VFB Pada Campuran Dengan Filler Semen. Dari grafik 4.3 dapat dilihat bahwa karakteristik VFB terlihat sebagai kurva yang naik
seiring dengan bertambahnya kadar aspal. VFB, VMA dan
berhubungan. Kriteria VFB membantu perencanaan
campuran
VIM
saling
dengan memberikan
VMA yang dapat diterima.
4.3.1.4 Karakteristik Stabilitas Pada Campuran Dengan Filler Semen. Grafik 4.4 hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas, terlihat dengan bertambahnya kadar aspal maka nilai stabilitas akan naik hingga batas maksimum (pada kadar aspal 7 %) dan menurun sejalan dengan penambahan kadar aspal, hal ini disebabkan dengan semakin bertambahnya kadar aspal maka daya ikat antar partikel agregat akan berkurang ( prosentase jumlah agregat berbanding terbalik dengan prosentase kadar aspal ) sehingga nilai stabilitas akan semakin menurun. Nilai stabilitas mempunyai banyak faktor yang
mempengaruhinya yaitu agregat yang bergradasi baik dan bergradasi rapat yang memberikan rongga antar butiran agregat (Voids In Mineral Agregat = VMA) yang kecil. 4.3.1.5 Karakteristik Flow Pada Campuran Dengan Filler Semen. Grafik 4.5 hubungan Kadar Aspal dengan Kelelehan, terlihat nilai kelelehan semakin meningkat seiring dengan penambahan kadar aspal. Kelelehan yang tinggi dikarenakan nilai VMA yang besar serta kadar aspal yang tinggi.
4.3.1.6 Karakteristik Marshall Quotient Pada Campuran Dengan Filler Semen. Grafik 4.6 hubungan Kadar Aspal dengan Marshall Quotient, didapat nilai kekakuan pada kadar aspal karena mengalami penurunan sejalan dengan penambahan kadar aspal. Makin besar nilai kekakuan maka makin besar kekakuan campuran aspal.
4.3.2 Analisa Untuk Mencari Kadar Aspal Optimum Dengan Filler Semen Parameter Marshall
VMA (%)
VIM (%)
VFB (%)
Stabilitas (kg) Kadar Aspal Optimum (KAO=7%)
Kelelehan (mm)
MQ (kg/mm)
Kadar Aspal (%) 5
6
7
Gambar 4.1
8
Dari gambar 4.1 maka didapat nilai kadara aspal optimum diambil dari batas terdalam yaitu 7%, dimana kadar aspal tersebut akan digunakan untuk campuran dengan lama perendaman yang berbeda yaitu 30 menit, 24 jam, 3 hari dan 7 hari. 4.3.3 Pengujian Campuran Kadar Aspal Optimum Dengan Bahan Tambah Kapur Pada penelitian ini, variasi kadar kapur dilakukan untuk menentukan nilai rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam agregat (VMA). Pada pengujian ini digunakan kadar aspal optimum 7%, Maka gradasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.11 Tabel Gradasi Agregat Dengan Bahan Tambah Kapur 10%
% lolos Berat aspal Kapur (10%) jumlah agregat 3/4 1/2 3/8 no.4 no.8 no.30 no.50 no.200 filler Berat Sampel
84 120
0 10 10 20 17.5 19 5.5 11 7 100
1116 0 111.6 111.6 223.2 195.3 212.04 61.38 122.76 78.12 1320
Tabel 4.12 Hasil Uji VIM Dan VMA Dengan Bahan Tambah Kapur Lama Perendaman 30 Menit 24 Jam 3 Hari 7 Hari
Kadar Kapur (%) 10 10 10 10
VIM
VMA
(%) 5.99 6.19 5.50 6.08
(%) 19.85 20.02 19.43 19.93
Kurva VIM Tiap Perendaman 6.40
VIM (%)
6.20 6.00 5.80 5.60 5.40 5.20 5.00 30 Menit
24 Jam
3 Hari
7 Hari
Lama Perendaman
Grafik 4.7 Kurva VIM Dengan Bahan Tambah Kapur Dapat kita lihat pada grafik 4.7 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan VIM dengan kadar kapur 10% cukup besar karena ditambah dengan bahan tambah kapur 10% dan pada waktu pemukulan/penumbukan tidak maksimal sehingga mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar dan penyerapan semakin banyak, dan pada perendaman 3 hari terlihat Penurunan begitu besar, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan, di karenakan pada waktu penumbukan kurang maksimal terhadap benda uji sehingga mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar.
Kurva VMA Tiap Perendaman 20.20
VMA (%)
20.00 19.80 19.60 19.40 19.20 19.00 30 Menit
24 Jam 3 Hari lama perendaman
7 Hari
Grafik 4.8 Kurva VMA Dengan Bahan Tambah Kapur Dapat kita lihat pada grafik 4.8 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan VMA dengan kadar kapur 10% cukup besar karena ditambah dengan bahan tambah kapur 10% dan dengan kadar aspal 7% sehingga semakin besar pula rongga – rongga yang tertutup dan terjadi ikatan yang kuat antara agregat dalam campuran, dan pada perendaman 3 hari terlihat penurunan begitu besar dikarenakan pada waktu penumbukan kurang maksimal, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan sehingga semakin besar pula rongga-rongga yang tertutup .
4.3.4 Pengujian Campuran Kadar Aspal Optimum Dengan Bahan Tambah Belerang Pada penelitian ini, variasi kadar belerang dilakukan untuk menentukan nilai rongga dalam campuran (VIM) dan rongga dalam agregat (VMA).
Pada pengujian ini digunakan kadar aspal optimum 7%, Maka gradasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.13 Tabel Gradasi Agregat Dengan Bahan Tambah Belerang 10%
% lolos Berat aspal Kapur (10%) jumlah agregat 3/4 1/2 3/8 no.4 no.8 no.30 no.50 no.200 filler Berat Sampel
84 120
0 10 10 20 17.5 19 5.5 11 7 100
1116 0 111.6 111.6 223.2 195.3 212.04 61.38 122.76 78.12 1320
Tabel 4.14 Hasil Uji VIM Dan VMA Dengan Bahan Tambah Belerang Lama Perendaman 30 Menit 24 Jam 3 Hari 7 Hari
Kadar Belerang (%) 10 10 10 10
VIM
VMA
(%) 5.93 5.89 6.03 5.95
(%) 19.80 19.77 19.89 19.82
Kurva VIM Tiap Perendaman 6.05
VIM (%)
6.00 5.95 5.90 5.85 5.80 30 Menit
24 Jam
3 Hari
7 Hari
Lama Perendaman
Grafik 4.9 Kurva VIM Dengan Bahan Tambah Belerang Dapat kita lihat pada grafik 4.9 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan VIM dengan kadar belerang 10% cukup besar karena ditambah dengan bahan tambah belerang 10% dan pada waktu pemukulan/penumbukan tidak maksimal sehingga mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar dan penyerapan semakin banyak, dan pada perendaman 3 hari terlihat Penurunan begitu besar, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan, di karenakan lamanya perendaman dan waktu penumbukan kurang maksimal terhadap benda uji sehingga mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar.
Kurva VMA Tiap Perendaman 19.96
VMA (%)
19.90 19.84 19.78 19.72 19.66 19.60 30 Menit
24 Jam 3 Hari Lama Perendaman
7 Hari
Grafik 4.10 Kurva VMA Dengan Bahan Tambah Belerang
Dapat kita lihat pada grafik 4.10 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat penurunan VMA dengan kadar belerang 10% cukup besar karena seiring penambahan kadar belerang 10% dan dengan kadar aspal 7% sehingga semakin besar pula rongga – rongga yang terbuka dikarenakan pada waktu penumbukan kurang maksimal, dan pada perendaman 3 hari terlihat kenaikan begitu besar dikarenakan penambahan kadar belerang sehingga semakin besar pula rongga-rongga udara yang tertutup sehingga terjadi ikatan yang kuat antara agregat dalam campuran, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami penurunan.
Kurva VIM Kapur Dan Belerang 6.40
VIM (%)
6.20 6.00
6.19 5.99 5.93
5.80
6.03 5.89
6.08 5.95 VIM Kapur VIM Belerang
5.60
5.50
5.40 5.20 30 Menit
24 Jam 3 Hari Lama Perendaman
7 Hari
Grafik 4.11 Kurva VIM Gabungan Antara Kapur Dan Belerang Dapat kita lihat pada grafik 4.11 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan VIM dengan kadar kapur 10% cukup besar mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar dan penyerapan semakin banyak, dan pada perendaman 3 hari terlihat Penurunan begitu besar, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar. Sedangkan pada kadar belerang perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan VIM dengan kadar belerang 10% cukup besar dan pada perendaman 3 hari terlihat Penurunan begitu besar, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan, di karenakan pada waktu penumbukan kurang maksimal terhadap benda uji sehingga mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar.
Kurva VMA Kapur Dan Belerang 20.20 20.02
VMA (%)
20.00 19.80
19.85 19.80
19.89 19.77
19.93 19.82 VMA Kapur VMA Belerang
19.60 19.43
19.40 19.20 30 Menit
24 Jam 3 Hari Lama Perendaman
7 Hari
Grafik 4.12 Kurva VMA Gabungan Antara Kapur Dan Belerang Dapat kita lihat pada grafik 4.12 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan VMA dengan kadar kapur 10% cukup besar karena ditambah dengan bahan tambah kapur 10% dan dengan kadar aspal 7% dan pada perendaman 3 hari terlihat penurunan begitu besar dikarenakan pada waktu penumbukan kurang maksimal, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan sehingga semakin besar pula rongga-rongga yang tertutup . Sedangkan dengan kadar belerang perendaman 30 menit, 24 jam terlihat penurunan VMA dengan kadar belerang 10% cukup besar karena seiring penambahan kadar belerang 10% dan dengan kadar aspal 7% dan pada perendaman 3 hari terlihat kenaikan begitu besar dikarenakan penambahan kadar belerang sehingga semakin besar pula rongga-rongga udara yang tertutup sehingga terjadi ikatan yang kuat antara agregat dalam campuran, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami penurunan dikarenakan penambahan bahan tambah dan pada waktu penumbukan kurang maksimal.
4.3.5 Pengujian Durabilitas Campuran Dengan Bahan Tambah Kapur Pada Pengujian ini digunakan kadar aspal optimum 7%. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui indeks kekuatan sisa (IKS) dalam perendaman.
Tabel 4.15 Hasil Uji Durabilitas Dengan Bahan Tambah Kapur Lama Perendaman 30 Menit 24 Jam 3 Hari 7 Hari
Kadar Kapur (%) 10 10 10 10
Stabilitas (Kg) 1755.50 1415.43 1241.77 964.52
IKS (%) 100.00 80.63 70.74 54.94
Kurva Durabilitas Indeks Kekutan Sisa (%)
120.00 100.00
100.00 80.63
80.00
70.74 60.00
54.94
40.00 20.00 0.00 30 Menit
24 Jam
3 Hari
7 Hari
Lama Perendaman
Grafik 4.13 Kurva Durabilitas Dengan Bahan Tambah Kapur Dari grafik 4.13 bisa kita lihat penurunan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks penurunan kekuatan sisa sebanyak 19.37 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 80.63 %, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga /SNI (tabel 2.5 bab II yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C). Kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 29.26 % stabilitas sisa yang terjadi 70.74 %, Pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 45.06 % stabilitas sisa yang terjadi 54.94 %. Penurunan kekuatan stabilitas ini terjadi
karena adanya pengaruh lama perendaman dan juga suhu perendaman yaitu ± 600 C menyebabkan daya lekat antar aspal dan agregat menjadi sangat lemah sehingga mengurangi kekuatan dari campuran itu, semakin lama campuran terendam dengan air dan suhu ± 600 C maka semakin merusak kelekatan dan kekuatan campuran aspal itu sendiri. Selain kelekatan berkurangnya stabilitas bisa disebabkan faktor oksidasi yang terjadi akibat suhu panas juga menyebabkan partikel – partikel agregat yang tadinya menyatu lama kelamaan akan mulai terpisah – pisah juga karena adanya pengaruh beban, semakin banyak beban yang diterima sampel ini semakin kecil stabilitas yang dihasilkan.
4.3.6 Pengujian Durabilitas Campuran Dengan Bahan Tambah Belerang Pada Pengujian ini digunakan kadar aspal optimum 7%. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui indeks kekuatan sisa (IKS) dalam perendaman. Tabel 4.16 Hasil Uji Durabilits Dengan Bahan Tambah Belerang Lama Perendaman 30 Menit 24 Jam 3 Hari 7 Hari
Kadar Belerang (%) 10 10 10 10
Stabilitas (Kg) 2508.68 2553.44 2106.45 1724.44
IKS (%) 100.00 101.78 83.97 68.74
Kurva Durabilitas Indeks Kekuatan Sisa (%)
120.00 100.00
100.00
101.78 83.97
80.00
68.74 60.00 40.00 20.00 0.00 30 Menit
24 Jam 3 Hari Lama Perendaman
7 Hari
Grafik 4.14 Kurva Durabilitas Dengan Bahan Tambah Belerang
Dari grafik 4.14 bisa kita lihat kenaikan terjadi pada hari pertama dari lama perendaman 30 menit ke 24 jam sampel uji marshall mengalami indeks kenaikan kekuatan sisa sebanyak 1.78 % hingga stabilitas sisa yang terjadi yaitu 101.78 % lebih besar penurunan yang terjadi bila dibandingkan dengan Sampel kapur, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga /SNI (tabel 2.5 bab II yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C). Kemudian pada lama perendaman 3 hari terjadi penurunan kekuatan sisa sebanyak 16.03 % stabilitas sisa yang terjadi 83.97 % lebih besar daripada sampel dengan bahan tambah kapur, hasil ini masih memenuhi peryaratan bina marga /SNI (tabel 2.5 bab II yaitu kekuatan sisa minimal 75 % pada perendaman 24 jam pada suhu 600 C). Pada perendaman yang terakhir yaitu 7 hari terjadi penurunan sisa yang paling signifikan yaitu 31.26 % stabilitas sisa yang terjadi 68.74 % ,lebih kecil penurunannya dari pada sampel dengan bahan tambah kapur. Penurunan kekuatan stabilitas ini terjadi karena adanya pengaruh lama perendaman dan juga suhu perendaman yaitu ± 600 C menyebabkan daya lekat antar aspal dan agregat menjadi sangat lemah sehingga mengurangi kekuatan dari campuran itu, semakin lama campuran terendam dengan air dan suhu ± 600 C maka semakin merusak kelekatan dan kekuatan campuran aspal itu sendiri. Selain kelekatan berkurangnya stabilitas bisa disebabkan faktor oksidasi yang terjadi akibat suhu panas juga menyebabkan partikel – partikel agregat yang tadinya menyatu lama kelamaan akan mulai terpisah – pisah juga karena adanya pengaruh beban, semakin banyak beban yang diterima sampel ini semakin kecil stabilitas yang dihasilkan. Pada sampel dengan bahan tambah belerang ini bisa dilihat adanya kenaikan dari nilai durabilitas sampel dengan bahan tambah kapur hal ini karena adanya sifat belerang yang tidak seperti kapur yaitu belerang dapat mengikat dengan baik apabila terkena air.
Kurva Durabilitas Kapur Dan Belerang Indeks Kekuatan Sisa (%)
120.00 100.00
100.00
101.78 80.63
80.00
83.97 70.74
60.00
68.74 54.94
Kadar Belerang Kadar Kapur
40.00 20.00 0.00 30 Menit
24 Jam
3 Hari
7 Hari
Lama Perendaman
Grafik 4.15 Kurva Durabilitas Gabungan Dari grafik 4.15 bisa kita dapatkan kesimpulan bahwa durabilitas campuran dengan bahan tambah belerang lebih baik daripada durabilitas campuran dengan bahan tambah kapur. dan perendaman dengan bahan tambah kapur tidak dapat terendam oleh air lebih dari 24 jam karena akan merusak campuran aspal dari suatu perkerasan, Sedangkan perendaman dengan bahan tambah belerang tidak dapat terendam oleh air lebih dari 3 hari karena akan merusak campuran aspal dari suatu perkerasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Aspal yang digunakan adalah aspal yang telah diuji di Laboratorium Universitas Mercu Buana diantaranya pengujian, uji berat jenis, titik nyala titik bakar, daktilitas titik lembek aspal semua pengujian yang di lakukan memenuhi syarat standar Bina Marga. 2. Waktu perendaman memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap karakteristik campuran beraspal sebagai lapisan permukaan jalan. 3. Dapat kita lihat pada grafik 4.11 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan
VIM dengan kadar kapur 10% cukup besar mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar dan penyerapan semakin banyak, dan pada perendaman 3 hari terlihat Penurunan begitu besar dengan nilai = 5.50, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar. Sedangkan pada kadar belerang perendaman 30 menit, 24 jam terlihat penurunan VIM karena ditambah dengan bahan tambah belerang 10% dan pada perendaman 3 hari terlihat kenaikan dengan nilai = 6.03, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami penurunan, di karenakan pada waktu penumbukan kurang maksimal terhadap benda uji sehingga mengakibatkan rongga dalam campuran semakin besar. 4. Dapat kita lihat pada grafik 4.12 perendaman 30 menit, 24 jam terlihat kenaikan VMA cukup besar karena ditambah dengan bahan tambah kapur 10% sehingga semakin besar pula rongga – rongga yang tertutup dan terjadi ikatan yang kuat antara agregat dalam campuran, dan pada perendaman 3 hari terlihat penurunan begitu besar dikarenakan pada waktu penumbukan kurang maksimal, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami kenaikan sehingga semakin besar pula ronggarongga yang tertutup . Sedangkan dengan kadar belerang perendaman 30 menit, 24 jam terlihat penurunan VMA dengan kadar belerang 10% karena seiring
penambahan kadar belerang dan pada perendaman 3 hari terlihat VIM mengalami kenaikan dikarenakan penambahan kadar belerang sehingga semakin besar pula rongga-rongga udara yang tertutup sehingga terjadi ikatan yang kuat antara agregat dalam campuran, sedangkan pada perendaman 7 hari mengalami penurunan dikarenakan penambahan bahan tambah dan pada waktu penumbukan kurang maksimal. 5. Dari hasil penelitian, bahan tambah kapur dan belerang cukup tinggi daya lekatnya terhadap campuran aspal maka di pakai jenis aspal pen 80/100. 6. Dari hasil uji laboratorium campuran dengan kadar aspal 7 % dan bahan tambah kapur setelah direndam 24 jam dengan hasil IKS (indeks kekuatan sisa) dengan nilai = 80.63 %. Sedangkan campuran dengan bahan tambah belerang setelah direndam 24 jam dengan hasil IKS (indeks kekuatan sisa) dengan nilai = 101.78 %. Kedua bahan tambah ini memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu kuat tekan sisa min 75 % setelah direndam 24 jam, Sehingga bisa dipakai untuk perkerasan jalan raya Laston ACWC.
5.2 Saran Dari hasil yang dilakukan pada penelitian campuran perkerasan jalan dengan bahan aspal dan Busa Stereofoam, dapat disimpulkan kembali dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Perlunya penelitian yang lebih lanjut tentang analisa biaya perkerasan yang ekonomis tetapi memiliki kualitas mutu perkerasan yang baik. 2. Perlunya penelitian yang lebih lanjut tentang pemanfaatan Kapur dan Belerang yang dikombinasikan dengan
material
lainnya
sebagai upaya
perbaikan
memperoleh campuran perkerasan yang lebih berkualitas. 3. Untuk Filler sebaiknya menggunakan semen karena untuk menambah daya ikat yang lebih kuat pada pengisian rongga-rongga pada sampel tersebut. 4. Perlu adanya penelitian tentang pengaruh suhu perendaman, pembebanan pada campuran perkerasan, dan bila mungkin dilanjutkan perendaman dengan lama perendaman yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bina Marga. 1983. Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON).
2.
Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU, Standar Nasional Indonesia, Metode Pengujian Titik Lembek Aspal Dan Ter, SNI 06-2434-1991;SK SNI M-20-1990-F.
3.
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983.
4.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga 1999
5.
Laboratorium Perkerasan Jalan FTSP-UMB. 2003. Pedoman Praktikum Bahan Perkerasan Jalan FTSP-UMB. Jakarta.
6.
Sukirman, Silvia. 1995. Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta.
7.
Sukirman, Silvia. 1995. Perkerasan Lentur Jalan Raya. NOVA : Bandung.
8.
http://www.google-belerang/02Desember2008.
Tabel Hasil Pengujian Berat Jenis Semen Benda uji
I
II
a. Berat contoh (P) Gram
64
64
b. Bacaan awal (V1) , ml c. Bacaan akhir (V2) , ml
0.3 21.3
0.2 19.5
3.048
3.316
Keterangan Didapat berat jenis filler = 3.182 Maka 3.182 > 3 …….. 0k
BJ= (P/(V2-V1))* d d= berat jenis air = 1 gr/ml Rata - rata
3.182
Tabel Gradasi Agregat Yang Dipakai Untuk Kadar Aspal Optium (KAO)
No Saringan 1/2" 3/8" No.4 No.8 No.30 No.50 No.200 Filler Berat Agregat Berat Aspal Berat Sampel
% Gradasi 10 10 20 17.5 19 5.5 11 7
5% 114 114 228 199.5 216.6 62.7 125.4 79.8 1140 60 1200
6% 112.8 112.8 225.6 197.4 214.32 62.04 124.08 78.96 1128 72 1200
Kadar Aspal 7% 8% 111.6 110.4 111.6 110.4 223.2 220.8 195.3 193.2 212.04 209.76 61.38 60.72 122.76 121.44 78.12 77.28 1116 1104 84 96 1200 1200
Tabel Faktor Koreksi Stabilitas Isi Benda Uji
Tabel Benda Uji
(cm)
(in)
(mm)
200-312 214-225 226-237 238-250 251-264 265-276 277-289 290-301 302-316 317-328 329-340 341-353 354-367 368-379 380-392 393-405 406-420 421-431 432-443 444-456 457-470 471-482 483-495 496-508 509-522 523-535 536-546 547-559 560-573 574-585 586-598 599-610 611-625
1 1 1/6 1 1/8 1 3/16 1 1/4 1 5/16 1 3/8 1 7/16 1 1/2 1 9/16 2 2/3 1 11/16 1 3/4 1 13/16 1 7/8 1 5/16 2 2 1/16 2 1/8 2 3/16 2 1/4 2 5/16 2 3/8 2 7/16 2 1/2 2 9/16 2 5/8 2 11/16 2 3/4 2 13/16 2 7/8 2 15/16 3
25.4 27 28.6 30.2 31.8 33.3 34.9 36.5 38.1 39.7 41.3 42.9 44.4 46 47.6 49.2 50.8 52.4 54 55.6 57.2 58.7 60.3 61.9 63.5 64 65.1 66.7 68.3 71.4 73 74.6 76.2
Angka Koreksi 5.56 5 4.5 4.17 3.85 3.57 3.23 3.03 2.78 2.5 2.27 2.08 1.92 1.79 1.67 1.56 1.47 1.39 1.32 1.25 1.19 1.14 1.09 1.04 1 0.96 0.93 0.89 0.86 0.83 0.81 0.78 0.76
Grafik Hasil Uji Marshall Campuran KAO Dengan Bahan Tambah Kapur
Kurva VMA Tiap Perendaman 20.20
6.20
20.00
6.00 VM A (% )
VIM (% )
Kurva VIM Tiap Perendaman 6.40
5.80 5.60 5.40
19.80 19.60 19.40 19.20
5.20 5.00
19.00
30 Menit
24 Jam
3 Hari
7 Hari
30 Menit
Lama Perendaman
7 Hari
Kurva VFB Tiap Perendaman
2000.00
72.00
1600.00
71.00 V F B (% )
stabilitas (kg)
Kurva Stabilitas Tiap Perendaman
24 Jam 3 Hari lama perendaman
1200.00 800.00
70.00 69.00 68.00
400.00
67.00 30 Menit
0.00 30 Menit
24 Jam 3 Hari Lama Perendaman
7 Hari
24 Jam
3 Hari
7 Hari
Lama Perendaman
Kurva Flow Tiap Perendaman
Kurva MQ Tiap Perendaman
4.30
500.00 400.00
4.10
Kekakuan (MQ)
FLOW (m m )
4.20 4.00 3.90 3.80
300.00 200.00 100.00
3.70 3.60
0.00
30 Menit
24 Jam 3 Hari Lama perendaman
7 Hari
30 Menit
24 Jam
3 Hari
Lama Perendaman
7 Hari
Grafik Hasil Uji Marshall Campuran KAO Dengan Bahan Tambah Belerang
Kurva VMA Tiap Perendaman 19.96
6.00
19.90 V M A (% )
VIM (% )
Kurva VIM Tiap Perendaman 6.05
5.95 5.90 5.85
19.84 19.78 19.72 19.66
5.80 30 Menit
24 Jam
3 Hari
19.60
7 Hari
30 Menit
Lama Perendaman
3000.00
70.40
2500.00
70.20
2000.00
V F B (% )
S tabilitas (kg)
7 Hari
Kurva VFB Tiap Perendaman
Kurva Stabilitas Tiap Perendaman
1500.00 1000.00
70.00 69.80 69.60
500.00
69.40
0.00 30 Menit
24 Jam
3 Hari
30 Menit
7 Hari
24 Jam
3 Hari
7 Hari
Lama Perendaman
Lama Perendaman
Kurva Kekakuan (MQ) Tiap Perendaman
Kurva Flow Tiap Perendaman 800.00
6.00
700.00 Kekakuan (MQ) kg/mm
5.00 F LO W (m m )
24 Jam 3 Hari Lama Perendaman
4.00 3.00 2.00 1.00
600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00
0.00 30 Menit
24 Jam
3 Hari
Lama Perendaman
7 Hari
0.00 30 Menit
24 Jam
3 Hari
Lama Perendaman
7 Hari
Foto : alat Vibrator
Foto : Alat Uji Penetrasi
Foto : Alat Uji Titik Nyala
Foto : Piknometer
Foto : Alat Uji Daktilitas
Foto : Penggorengan, Kompor dan Spatula
Foto : Oven
Foto : Alat Uji Marhall
Foto : Saringan
Foto : Mesin Los Angeles
Foto : Timbangan
Foto : Alat Penumbuk Marshall
Foto Alat Pengeluar Sampel
Foto : Water Bath
Gambar : Sampel Dengan Bahan Tambah Kapur
Gambar : Sampel Dengan Bahan Tambah Belerang
Gambar : Sampel Yang Sedang Direndam
Gambar : Agregat + Bahan Tambah Kapur
Gambar : Aspal + Agregat + Bahan Tambah Kapur
Gambar : Aspal + Agregat + Bahan Tambah Belerang
Gambar : Uji Marshall Dengan Bahan Tambah Kapur
Gambar : Uji Marshall Dengan Bahan Tambah Belerang
Gambar : Sampel Yang Sedang Ditimbang Dalam Air
Gambar : Sampel Yang Sedang Ditimbang
Gambar : Sampel Yang Sedang Ditumbuk
Gambar : Pengukuran Suhu Sewaktu Pencampuran Agregat dan Aspal
Gambar : Sampel Yang Sedang Dikeluarkan Dari Mold Menggunakan Extruder
Gambar : Sampel Uji Daktilitas Sedang Direndam Dalam Suhu 60ºC
Gambar : Aspal Yang Sedang Dipanaskan
Gambar : Uji Titik Lembek