ANA ALISIS PEMBENT P TUKAN INTENSI I ERILAKU U DAN PE PRO LINGKUN L NGAN KE ELUARGA A DI DAE ERAH RA AWAN DAN TIDAK K RAWAN N MASAL LAH LINGKUNGA AN DI KABU UPATEN BANYUMAS
GITA HANUNG G KINAN NTI
DEPARTEM MEN ILMU KELUA ARGA DA AN KONSUMEN FA AKULTA AS EKOL LOGI MAN NUSIA IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR 2011 1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pembentukan Intensi dan Perilaku Pro Lingkungan Keluarga di Daerah Rawan dan Tidak Rawan Masalah Lingkungan di Kabupaten Banyumas adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi maupun kutipan yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Gita Hanung Kinanti NIM. I24063276
ABSTRACT GITA HANUNG KINANTI. Analysis of Family Pro Environmental Intention and Behavioral Formation in Critical and Non Critical Environment Area in Banyumas Regency. Under direction of LILIK NOOR YULIATI. In the last decade, environment functioning is decreasing and becomes more uncomfortable for people. Pro environmental behavior included awareness, ascribed responsibility, and personal norm from each individual in implementing their social function in keeping the environment preservation. The aim of this study is to analyze family pro environmental intention and behavioral formation in critical and non critical environment area in Banyumas Regency. This study located in Tipar Kidul Village and Ajibarang Kulon Village with 100 respondents. Almost all respondents’ awareness, ascribed responsibility, and personal norm were on medium level. The behavior level was on low level. The personal norm has significant effect to intention and knowledge has significant effect to pro environmental behavior. Keywords:
awareness, ascribed responsibility, environmental behavior
personal
norm,
intention,
RINGKASAN GITA HANUNG KINANTI. Analisis Pembentukan Intensi Perilaku Pro Lingkungan Keluarga di Daerah Rawan dan Tidak Rawan Masalah Lingkungan di Kabupaten Banyumas. Dibimbing oleh LILIK NOOR YULIATI. Buruknya pengelolaan lingkungan yang disebabkan oleh masing-masing individu berdampak buruk terhadap semua sektor, khususnya perekonomian dan masyarakat miskin (IEH 2004). Semakin maraknya permasalahan lingkungan dan semakin menonjolnya perhatian berbagai kalangan menunjukkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup agar penghuni bumi ini juga bisa hidup secara berkelanjutan (Widiyanta 2002). Sebagaimana yang telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir bahwa keberfungsian lingkungan semakin menurun dan tidak nyaman di kalangan masyarakat. Intensi atau maksud perilaku pro-lingkungan mencakup kesadaran, norma personal, dan peranan tanggung jawab dari masing-masing responden dalam menjalankan fungsi sosialnya dalam menjaga kelestarian pro-lingkungan (Garling et al 2001). Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pembentukan intensi perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Membedakan karakteristik dan pengetahuan responden di daerah rawan masalah lingkungan (RML) dan daerah tidak rawan masalah lingkungan (TRML); (2) Membedakan akses informasi responden di daerah RML dan daerah TRML; (3) Membedakan kesadaran, norma personal, tanggung jawab, dan intensi perilaku pro lingkungan responden di daerah RML dan daerah TRML; (4) Membedakan perilaku pro lingkungan responden di daerah RML dan daerah TRML; (5) Menganalisis hubungan antara karakteristik responden (lama pendidikan dan pendapatan), pengetahuan, kesadaran, norma personal, tanggung jawab, intensi, dan perilaku pro lingkungan; (6) Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi intensi dan perilaku pro lingkungan pada responden. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan lokasi didasarkan pada tujuan penelitian yang membedakan daerah RML dan TRML di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tipar Kidul dan Kelurahan Ajibarang Kulon, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2010. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluarga yang tinggal di Desa Tipar Kidul sebagai daerah RML dan Kelurahan Ajibarang Kulon sebagai daerah TRML. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 100 responden dengan menggunakan metode convenience sampling yang terdiri dari 60 responden di daerah RML dan 40 responden di daerah TRML. Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik responden (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan pengetahuan), faktor pembentuk intensi perilaku pro lingkungan (kesadaran, tanggung jawab, norma personal, intensi), dan perilaku pro lingkungan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jumlah penduduk dan gambaran umum wilayah penelitian. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entrying, cleaning, dan analisis data dengan menggunakan komputer. Data disajikan dalam tabulasi silang dan analisis deskriptif dengan dengan menggunakan analisis deskriptif, uji beda Ttest, uji korelasi, dan uji regresi linear berganda.
Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik responden (usia, lama pendidikan, dan pendapatan) di daerah RML dan TRML. Lebih dari separuh (56%) responden berjenis kelamin laki-laki. Secara keseluruhan 37 persen responden berada pada rentang usia 31-40 tahun (dewasa madya). Secara keseluruhan 49 persen responden menempuh pendidikan hingga tamat SMA. Pekerjaan responden secara keseluruhan adalah karyawan swasta (43%). Hampir seluruh (88%) responden memiliki pendapatan per kapita di atas garis kemiskinan, yaitu lebih dari Rp 179 982 (BPS Jawa Tengah 2010). Terdapat perbedaan yang nyata tingkat pengetahuan responden dimana tingkat pengetahuan responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Lebih dari separuh responden memiliki tingkat pengetahuan sedang. Pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Media elektronik merupakan sumber informasi yang paling banyak diterima oleh responden dan dipercaya oleh responden sebagai sumber informasi mengenai lingkungan. Hampir seluruh responden menerima sedikit informasi tentang lingkungan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam tingkat kesadaran dan norma personal, dan intensi responden, serta terdapat perbedaan yang nyata dalam tingkat tanggung jawab responden di daerah RML dan TRML. Tingkat kesadaran dan norma personal responden di daerah RML lebih tinggi daripada di daerah TRML, serta tingkat tanggung jawan dan intensi responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Hampir seluruh responden memiliki tingkat kesadaran, tanggung jawab, norma personal, dan intensi perilaku pro lingkungan sedang. Terdapat perbedaan yang nyata tingkat perilaku responden, dimana tingkat perilaku responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Seluruh responden memiliki tingkat perilaku pro lingkungan yang rendah. Perilaku pro lingkungan tergantung dari norma personal yang berasal dari kesadaran dan tanggung jawab yang penting untuk masing-masing responden dan juga orang lain. Lama pendidikan memiliki hubungan yang nyata negatif dengan umur, pendapatan memiliki hubungan yang nyata positif dengan jumlah informasi yang diterima responden, jumlah informasi memiliki hubungan yang nyata positif dengan kesadaran dan nyata negatif dengan intensi perilaku pro lingkungan, norma personal memiliki hubungan yang nyata positif dengan tanggung jawab dan intensi. Terdapat hubungan yang nyata positif antara perilaku pro lingkungan dengan pengetahuan. Norma personal berpengaruh nyata terhadap intensi perilaku pro lingkungan dan pengetahuan berpengaruh nyara terhadap perilaku pro lingkungan. Pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian disarankan adanya program atau kegiatan dari pemerintah maupun LSM pro lingkungan yang dapat meningkatkan pengetahuan responden sejak dini melalui berbagai program. Penelitian pro lingkungan sebaiknya lebih ditekankan pada permasalahan wilayah yang lebih spesifik di lokasi penelitian. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengembangkan faktor-faktor yang belum diteliti dalam penelitian ini. Kata-kata kunci: kesadaran, tanggung jawab, norma personal, intensi, perilaku pro lingkungan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
ANALISIS PEMBENTUKAN INTENSI DAN PERILAKU PRO LINGKUNGAN KELUARGA DI DAERAH RAWAN DAN TIDAK RAWAN MASALAH LINGKUNGAN DI KABUPATEN BANYUMAS
GITA HANUNG KINANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Analisis Pembentukan Intensi dan Perilaku Pro Lingkungan Keluarga di Daerah Rawan dan Tidak Rawan Masalah Lingkungan di Kabupaten Banyumas
Nama
: Gita Hanung Kinanti
NIM
: I24063276
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA
Diketahui, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc
Tanggal ujian:
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Analisis Pembentukan Intensi Perilaku Pro Lingkungan pada Masyarakat di Kabupaten Banyumas” ini dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, kesabaran, dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, sekaligus sebagai dosen Pembimbing Akademik selama tiga tahun di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas perhatian dan motivasi yang telah diberikan. 2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si dan Alfiasari, SP, M.Si selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku dosen pemandu seminar atas waktu dan masukan yang telah diberikan kepada penulis selama seminar. 4. Kepala Desa, aparat desa, serta masyarakat Kelurahan Ajibarang Kulon dan Tipar Kidul yang telah memberikan informasi dan membantu dalam pelaksanaan pengambilan data. 5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan. 6. Bapak Bisri dan Ibu Iin Siswati selaku orangtua penulis yang tidak pernah lelah memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, doa, dan kasih sayang baik yang bersifat fisik, mental, dan spiritual hingga penulis mampu menempuh pendidikan di perguruan tinggi. 7. Tri Wibowo, Nisa Nungnurfathma, Rizki Jordika, dan Mbah Uti yang senantiasa telah memberikan doa, semangat, dan perhatian kepada penulis. 8. Avi, Ina, Tri, Rahmi, Irma, Ayu, Syifa, Arina, Dinar, Uci, Shanti, Sylvia yang senantiasa memberikan doa, semangat, bantuan, perhatian, dan keceriaan kepada penulis.
9. Sahabat-sahabatku di IKK 43 yang senantiasa memberikan keceriaan, tawa, canda, semangat, serta dukungan yang telah mewarnai kehidupan penulis selama menjalani perkuliahan di IKK. 10. Keluarga “Enji Houz” Mba Shanti, Mba Nia, Mba Fru, Mba Wulan, Mba Fuji, Mba Nana, Mba Putri, Mba Achi, Mba Idha, Mba Iiek, Bu Wati, Kak Rini, Rizka, Dian, Wawat, Yani, Inke, dan Desi yang telah memberikan semangat, dukungan, serta keceriaan kepada penulis. 11. Semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini yang semata-mata adalah kesalahan yang datangnya dari penulis. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini diterima dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2011
Gita Hanung Kinanti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Oktober 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Bisri dan Ibu Iin Siswati. Penulis menempuh pendidikan di TK Xaverius 2 Tanjungkarang tahun 1992-1994, SD Fransiskus 1 Tanjungkarang tahun 1994-2000, SMP Negeri 1 Ajibarang tahun 2000-2003, dan SMA Negeri 1 Purwokerto tahun 2003-2006. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SPMB). Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia dengan minor Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan dan organisasi di kampus. Pengalaman penulis menjadi anggota Divisi Syiar Ikatan Keluarga Muslim TPB IPB 43 (IKMT 43) tahun 2006-2007, anggota English Club Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) tahun 20072008, anggota Infokom, Balitbang dan Bendahara Divisi Syiar Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) tahun 2007-2010, anggota dan Sekretaris Departemen Kominfo BEM Fakultas Ekologi Manusia tahun 2007-2009, serta berbagai kegiatan pelatihan dan kepanitiaan kampus lainnya. Penulis berperan serta dalam program Kuliah Kerja Profesi (KKP) tahun 2009 di Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Bersama kelompok KKP, penulis mendirikan PAUD Matahari dan POSDAYA Matahari di lokasi KKP. Penulis juga menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2008, penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2009 dan 2010, penerima dana PPKM (Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa) Direktorat CDA (Career Development and Alumni Affair) DPKHA IPB tahun 2009, serta menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun 2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
PENDAHULUAN ............................................................................................ Latar Belakang ........................................................................................ Perumusan Masalah................................................................................ Tujuan Penelitian ..................................................................................... Kegunaan Penelitian ...............................................................................
1 1 4 6 6
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... Faktor Perilaku Pro Lingkungan .............................................................. Lingkungan .............................................................................................. Karakteristik Contoh ................................................................................ Akses Informasi .......................................................................................
9 9 14 26 28
KERANGKA PEMIKIRAN ...............................................................................
31
METODE PENELITIAN .................................................................................. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... Cara Pengambilan Contoh ...................................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data......................................................... Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ Definisi Operasional ................................................................................
33 33 33 35 36 38
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... Kelurahan Tipar kidul .......................................................................... Kelurahan Ajibarang Kulon ................................................................. Karakteristik Responden ......................................................................... Jenis Kelamin ..................................................................................... Usia .................................................................................................... Pendidikan .......................................................................................... Pekerjaan ........................................................................................... Pendapatan ........................................................................................ Akses Informasi....................................................................................... Pengetahuan mengenai Lingkungan ...................................................... Faktor-faktor Pembentuk Intensi Perilaku Pro Lingkungan ..................... Kesadaran .......................................................................................... Tanggung Jawab ................................................................................ Norma Personal .................................................................................. Intensi Perilaku Pro Lingkungan ......................................................... Perilaku Pro Lingkungan ......................................................................... Hubungan antara Karakteristik Contoh, Pengetahuan, Kesadaran, Norma Personal, Tanggung jawab, Intensi, Perilaku Pro Lingkungan .... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Perilaku Pro Lingkungan ......
41 41 41 44 45 45 46 46 48 48 50 54 57 57 59 61 63 65 70 71
Halaman Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pro Lingkungan .................. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................
73 76
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... Kesimpulan.............................................................................................. Saran .......................................................................................................
77 77 78
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
81
LAMPIRAN .....................................................................................................
85
xx
DAFTAR TABEL Halaman 1
Limbah padat yang dihasilkan di sejumlah kota di Indonesia .................
4
2
Gambar umum sebagian manfaat dan resiko lingkungan di Indonesia ..
17
3
Pengaruh bahan pencemar kendaraan bermotor terhadap kesehatan ..
21
4
Akses penduduk terhadap media massa, tahun 1998-2006 ...................
29
5
Jenis dan cara pengumpulan data ..........................................................
35
6
Variabel, kategori, dan skala pengumpulan data ....................................
36
7
Penduduk Desa Tipar Kidul berdasarkan mata pencaharian Tahun 2009 ........................................................................................................
42
Penduduk Kelurahan Ajibarang Kulon berdasarkan mata pencaharian Tahun 2009 .............................................................................................
44
Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin ......................................
46
10 Sebaran responden berdasarkan usia ....................................................
46
11 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan .............................
47
12 Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan ................................
47
13 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan ...........................................
48
14 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga per kapita per bulan .......................................................................................................
49
15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan .............
49
16 Sumber informasi yang diperoleh responden .........................................
50
17 Sebaran responden berdasarkan jumlah sumber informasi yang diperoleh .................................................................................................
52
8 9
18 Persentase responden berdasarkan indikator pernyataan pro lingkungan dan sumber informasi terpercaya ........................................................... 53 19 Persentasi responden menjawab benar pernyataan pengetahuan ........
55
20 Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang lingkungan...............................................................................................
56
21 Sebaran responden berdasarkan tingkat kesadaran lingkungan ............
58
22 Persentase responden berdasarkan tingkat kesadaran dan rataan skor .........................................................................................................
58
23 Sebaran responden berdasarkan tingkat tanggung jawab lingkungan ...
60
24 Persentase responden berdasarkan tingkat tanggung jawab dan rataan skor .........................................................................................................
61
25 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma personal ......................
62
26 Persentase responden berdasarkan tingkat norma personal dan rataan skor .........................................................................................................
62
Halaman 27 Sebaran responden berdasarkan tingkat intensi pro lingkungan ............
64
28 Persentase responden berdasarkan tingkat intensi dan rataan skor ......
64
29 Sebaran responden berdasarkan tingkat perilaku pro lingkungan ..........
66
30 Persentase responden berdasarkan tingkat perilaku dan rataan skor ....
67
31 Hasil uji korelasi antarvariabel perilaku pro lingkungan ..........................
71
32 Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi perilaku pro lingkungan .........
72
33 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pro lingkungan ....................
74
xxii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Teori NAM (Norm Activation Theory).........................................................
11
2 Diagram masalah-masalah lingkungan .....................................................
18
3 Kerangka pemikiran ...................................................................................
32
4 Cara pengambilan contoh .........................................................................
34
5 TPA Tipar Kidul (daerah RML) ..................................................................
43
6 Taman Hijau Kelurahan Ajibarang Kulon (daerah TRML) .........................
45
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Uji beda rataan T-test (2 kelompok) ..........................................................
86
2 Hasil uji regresi linear berganda intensi perilaku pro lingkungan (total) ....
88
3 Hasil uji regresi linear berganda intensi perilaku pro lingkungan (daerah RML dan TRML) ........................................................................................
89
4 Hasil uji regresi linear berganda perilaku pro lingkungan (total) ................
91
5 Hasil uji regresi linear berganda perilaku pro lingkungan (daerah RML dan TRML) .................................................................................................
92
4 Hasil uji korelasi antarvariabel ...................................................................
95
PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya tidaklah sederhana, melainkan kompleks karena pada umumnya di dalam lingkungan itu terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan. Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan, yaitu udara untuk pernapasan, air untuk minum, keperluan rumah tangga untuk kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian (Soemarwoto 2004). Pada hakekatnya manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sangat beragam. Kebutuhan dan keinginan bermacam-macam baik berupa fisik maupun non fisik. Apabila setiap kebutuhan dan keinginan fisik dan non fisik terpenuhi maka akan terpuaskan, akan tetapi jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan rasa tidak puas. Kebutuhan terdiri dari kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi secara rutin atau disebut juga kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Kenyataan bahwa pembangunan juga melaju dengan cepat agar kebutuhan penduduk dapat tercapai. Manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang berupa sandang, pangan dan papan jika memanfaatkan hasil penemuan baru ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengeruk hasil kekayaan alam yang ada sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Perkembangan teknologi dan industri yang pesat dewasa ini di lain pihak menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi kehidupan manusia. Dampak yang bersifat positif memang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidup, sebaliknya dampak yang bersifat negatif tidak diharapkan karena dapat menurunkan kualitas dan kenyaman hidup. Shaw (1997) diacu dalam Widiyanta (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk merupakan salah satu kunci yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan saat ini. Fakta pokok yang menjadi masalah lingkungan global adalah pengembangan teknologi yang sifatnya mencemari lingkungan (polluting technology), mendorong konsumsi kemewahan (affluent
2
consumption), dan meraup sumber daya alam tanpa memperhitungkan dampaknya bagi masa depan (eksploitating technology). Kenyataannya sering terjadi bahwa orientasi pembangunan di masa lalu seolah-olah mengorbankan lingkungan demi kepentingan manusia. Muncul konsep yang mencerminkan besarnya perhatian terhadap masalah lingkungan. Diantaranya adalah konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan, keserasian interaksi kependudukan dengan lingkungan serta pembangunan berkelanjutan. Berbagai konsep tersebut menempatkan pentingnya kepedulian manusia terhadap lingkungan yang seharusnya diimplementasikan ke dalam berbagai bentuk perilaku manusia (Faturochman & Himam 1995 dalam Widiyanta 2002). Buruknya pengelolaan lingkungan yang disebabkan oleh masing-masing individu berdampak buruk terhadap semua sektor, khususnya perekonomian dan masyarakat miskin (IEH 2004). Permasalahan yang timbul antara lain polusi, banjir atau tanah longsor, keterbatasan air bersih atau kekeringan saat musim kemarau, limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik, dan enggannya masyarakat untuk mengkonsumsi produk ramah lingkungan. Polusi kendaraan bermotor maupun asap rokok yang menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga berakibat pada meningkatnya masalah kesehatan dan rendahnya produktivitas. Ketersediaan sumber utama air menurun dengan sangat cepat, diakibatkan kurangnya pencarian sumber air tanah yang baru untuk daerah perkotaan dan meningkatnya polusi terhadap air permukaan dan air tanah. Penebangan liar dapat menyebabkan banjir yang menggenangi daerah-daerah tertentu rawan banjir. Badan Perlindungan Lingkungan Hidup AS (Environmental Protection Agency, EPA) memproyeksikan bahwa bila permukaan air laut naik satu meter saja, akan dapat merusak daerah pantai sekitar 26-65 persen. Kadar garam di daerah muara sungai, danau, dan daratan dekat pantai akan naik sehingga cadangan airnya tidak dapat digunakan lagi sebagai air minum, karena air laut sudah mengintrusi air tanah. Maka krisis air bersihpun terjadi (Mukhlis 2009). Rumah tangga adalah salah satu produsen limbah padat maupun cair yang berdampak buruk terhadap air dan kualitas tanah maupun udara. Produksi limbah padat (sampah organik maupun anorganik) maupun cair pada rumah tangga naik secara signifikan pada tahun terakhir ini. Hanya sekitar 50% dari limbah padat yang dikumpulkan untuk dibuang ke tempat pembuangan. Daerah-
3
daerah miskin di perkotaan secara umum dilayani secara setengah-setengah atau justru tidak dilayani sama sekali. Sekitar 15-20 persen dari limbah dibuang secara baik dan tepat, sisanya dibuang di sungai dan kali, menciptakan masalah banjir. Diperkirakan 85 persen dari kota-kota kecil dan lebih dari 50 persen kota berukuran menengah secara resmi membuang limbah di tempat-tempat terbuka (IEH 2004). Tabel 1 Limbah padat yang dihasilkan di sejumlah kota di Indonesia Kota
Limbah yang dihasilkan (m2/hari)
Jakarta, Jawa Bandung, Jawa Semarang, Jawa Yogyakarta, Jawa Padang, Sumatra Ujung Pandang, Sulawesi
24,025 6,862 3,215 1,240 1,922 2,424
Limbah harian yang dihasilkan tiap orang (kg/orang/hari) 0.66 0.70 0.69 0.78 0.90 0.86
Sumber: Indonesia Environment Monitor (2003) dalam Indonesia Expanding Horizon (2004)
Tingkat partisipasi masyarakat Indonesia dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam, masih sangat rendah. Pengambilan keputusan dalam berbagai rencana pembangunan tidak secara penuh meminta pendapat publik dan sering kali tidak transparan. Dalam lima tahun terakhir, kelompokkelompok masyarakat sipil dan LSM-LSM telah lebih berani dalam menyuarakan perlindungan lingkungan yang lebih besar dan pengelolaan yang lebih baik dalam sumber daya alam, namun kesadaran dalam keaktifan dari masyarakat sipil belum dapat menciptakan momentum yang cukup untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang secara aktif mendorong partisipasi yang lebih luas dari penduduk setempat dalam mengelola lingkungan mereka. Kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun. Penyebab utamanya adalah pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat kelemahan dari pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Seperti diketahui, pada saat ini perjuangan untuk melestarikan lingkungan hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Seperti kelompok-kelompok peduli lingkungan, LSM, individu-individu yang aktif dalam pelestarian lingkungan dan kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang merugikan lingkungan,serta
kalangan
akademisi.
Pengambilan
keputusan
dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan pembangunan
4
selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan sektor dan cenderung terpusat, menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk dapat terus mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat secara optimal (Imansyah 2010). Kemerosotan lingkungan hidup di banyak negara berkembang berada pada situasi yang berbahaya. Semakin maraknya permasalahan lingkungan dan semakin menonjolnya perhatian berbagai kalangan menunjukkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup agar penghuni bumi ini juga bisa hidup secara berkelanjutan. Semakin maraknya permasalahan lingkungan dan semakin menonjolnya perhatian berbagai kalangan menunjukkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup agar penghuni bumi ini juga bisa hidup secara berkelanjutan (Widiyanta 2002). Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan adalah pengkonsumsian produk-produk ramah lingkungan, tetapi sejauh ini masyarakat masih enggan untuk melaksanakannya karena adanya faktor informasi maupun persepsi harga produk yang relatif tidak terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah padahal tidak semua produk ramah lingkungan harganya mahal.
Perumusan Masalah Kurangnya peranan dan tanggung jawab masyarakat atau individu dalam perhatian dan pemeliharaan lingkungan menunjukkan rendahnya norma personal yang berkembang luas di kalangan masyarakat Indonesia yang mengikat pribadi masing-masing agar setidaknya mampu mentaati peraturan atau undang-undang pemerintahan yang mencakup kelestarian lingkungan. Semakin pesat pertumbuhan penduduk maka semakin meningkat pula jumlah kebutuhan yang diperlukan oleh masing-masing individu. Pengembangan teknologi yang memenuhi kebutuhan penduduk berdampak signifikan terhadap meningkatnya limbah rumah tangga dan polutan bahan bakar industri yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Buruknya pengelolaan lingkungan, rendahnya pengetahuan maupun akses informasi berdampak buruk terhadap semua sektor apabila tidak diimbangi kesadaran, tanggung jawab, dan peran masing-masing individu dalam menjaga kelestarian lingkungannya. Buruknya pengelolaan dan kesadaran lingkungan menimbulkan suatu kondisi rawan masalah lingkungan yang banyak terjadi di Indonesia. Bahkan dari perkembangan yang muncul akhir-akhir ini terkesan semakin meningkat dan
5
meluas di kawasan yang semula tidak terjadi masalah lingkungan telah berlangsung kondisi ini. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, eksploitasi sumberdaya alam, polusi udara, pengelolaan limbah yang tidak tepat, dan adanya kegiatan rawan lainnya yang berlangsung di wilayah Indonesia. Daerah rawan masalah lingkungan ini ditandai dengan adanya permasalahan lingkungan yang ekstrem dibandingkan dengan wilayah yang tidak memiliki permasalahan lingkungan. Akibat eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkendali menyebabkan terganggunya keseimbangan alam dan lingkungan, sehingga timbul berbagai macam masalah lingkungan dan polusi, yang pada hakekatnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Manusia dan sistem sosial lah yang juga akan langsung merasakan akibatnya dengan berbagai masalah. Disinilah diperlukan adanya kesadaran terhadap lingkungan dari setiap anggota keluarga, yang merupakan bagian terkecil dari sistem sosial masyarakat (Guhardja et al 1989). Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan pemahaman lingkungan di seluruh masyarakat. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan niat (intensi)
masyarakat
dalam
menyadari
pentingnya
menjaga
kelestarian
lingkungan. Intensi atau maksud perilaku pro lingkungan mencakup kesadaran, peranan tanggung jawab, dan norma personal dari masing-masing individu dalam menjalankan fungsi sosialnya dalam menjaga kelestarian pro lingkungan (Garling et al 2001). Hubungan antara sikap dengan perilaku lingkungan masih terlalu jauh dan diperlukan adanya faktor yang berperan sebagai penghubung yaitu intensi. Intensi perilaku pro lingkungan dapat memprediksi tingkah laku yang berhubungan dengan perilaku pro lingkungan dengan berbagai alasan. Pengetahuan, akses informasi, kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal terhadap lingkungan masing-masing individu mengarah kepada intensi atau maksud perilaku pro lingkungan yang akan memberi gambaran seberapa besar peran aktual individu dalam mengembangkan sumberdaya pribadinya dalam perilaku pro lingkungan. Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
dapat
dirumuskan
beberapa
permasalahan yang penting untuk diteliti, yaitu: 1. Bagaimana karakteristik dan pengetahuan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan? 2. Bagaimana akses informasi responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan?
6
3. Bagaimana kesadaran, tanggung jawab, norma personal, dan intensi perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan? 4. Bagaimana perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan? 5. Bagaimana hubungan antara karakteristik responden (umur, lama pendidikan dan
pendapatan),
pengetahuan,
jumlah
informasi,
kesadaran,
norma
personal, tanggung jawab, intensi, dan perilaku pro lingkungan? 6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi intensi dan perilaku pro lingkungan pada responden? Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas. Tujuan khusus 1. Membedakan karakteristik dan pengetahuan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan. 2. Membedakan akses informasi responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan. 3. Membedakan kesadaran, tanggung jawab, norma personal, dan intensi perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan. 4. Membedakan perilaku pro lingkungan responden di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan. 5. Menganalisis
hubungan
antara
karakteristik
responden
(umur,
lama
pendidikan dan pendapatan), pengetahuan, jumlah informasi, kesadaran, norma personal, tanggung jawab, intensi, dan perilaku pro lingkungan. 6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi intensi dan perilaku pro lingkungan pada responden.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan yang berguna untuk:
7
1. Penulis,
sebagai
bahan
pembelajaran
dalam
memahami
konsep
pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan. 2. Peneliti, sebagai bahan informasi yang dapat menambah pengetahuan tentang pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan. 3. Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan pro lingkungan dan memperbaiki fasilitas-fasilitas yang ramah lingkungan. 4. LSM, Ormas, dan pemerhati lingkungan sebagai bahan masukan untuk menentukan bentuk pelayanan secara sukarela kepada masyarakat. 5. Pembaca atau masyarakat pada umumnya, sebagai bahan informasi yang dapat memberikan lebih banyak pengetahuan mengenai pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Perilaku Pro lingkungan Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga
kadang-kadang
tidak sempat
memikirkan penyebab
seseorang menerapkan perilaku tertentu (Felix 2008). Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain genetika, norma sosial, sikap, dan kontrol perilaku pribadi. Menurut Sunarto (2006) diacu dalam Utami (2009) perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi unit pembelian dan proses pertukaran. Proses pertukaran melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap disposisi produk atau jasa. Dimana di dalamnya menyangkut pembahasan tentang jenis alasan, waktu, tempat, dan frekuensi pembelian. Dasar penting untuk segmentasi perilaku adalah harga, manfaat yang dicari, tingkat pembelian, dan penggunaan. Segmentasi menurut elastisitas harga didasarkan atas konsep ekonomi, dimana kelompok konsumen yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap perubahan harga produk dan jasa. Perilaku konsumen terbagi atas dua bagian, yaitu perilaku yang tampak dan perilaku yang tidak tampak. Jumlah pembelian, waktu pembelian, karena siapa, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian merupakan variabel-variabel yang tampak. Perilaku yang variabel-variabelnya tidak tampak meliputi persepsi, ingatan terhadap informasi, dan perasaan kepemilikan.
10
Dalam penelitian Junaedi (2008) hubungan antar-variabel model persamaan struktural penelitian ini baik konsumen pria maupun wanita memiliki kesamaan, kecuali pada konsumen wanita orientasi nilai individualistik berpengaruh pada keinginan untuk membayar pangan organik dengan harga premium.
Temuan
ini
mendukung
hasil
penelitian
sebelumnya
yang
menyebutkan bahwa konsumen yang selalu mencari produk pangan organik secara aktif kebanyakan adalah wanita yang memiliki anak, mereka lebih dipengaruhi oleh kualitas produk daripada harga dalam membuat keputusan pembelian. Para konsumen wanita ini memiliki nilai-nilai yang berorientasi pada kemakmuran, citra diri, kesuksesan, kemampuan, kecerdasan, kenikmatan hidup, tantangan hidup dan pilihan tujuan hidup yang mempengaruhi rendahnya sensitivitas terhadap produk-produk yang ramah lingkungan. Kesadaran
lingkungan
seorang
konsumen
akan
mempengaruhi
keinginannya untuk membeli produk ramah lingkungan dengan harga premium dan meningkatkan komitmen konsumen untuk bersikap dan berperilaku ramah lingkungan. Jadi seseorang yang sadar untuk tetap selalu menjaga tanggung jawab lingkungan ternyata akan meningkatkan komitmen konsumen untuk mengaktualisasikan pembelian konsumen pada produk-produk yang ramah lingkungan. Temuan ini sangat menarik untuk didalami lebih lanjut apa sebenarnya yang menyebabkan niat beli seorang konsumen untuk menunjang tanggung jawab pada lingkungan sekitarnya kecuali dipengaruhi kesadaran terhadap lingkungan (Junaedi 2008). Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumer do what they do”. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan, produk atau jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan 2002). Sebagaimana yang telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir bahwa keberfungsian lingkungan semakin menurun dan tidak nyaman di kalangan masyarakat. Faktor Intensi atau maksud perilaku pro lingkungan mencakup kesadaran, norma personal, dan peranan tanggung jawab dari masing-masing individu dalam menjalankan fungsi sosialnya dalam menjaga kelestarian pro lingkungan (Garling et al 2001).
11
Dalam intensi perilaku pro lingkungan, Schwartz (1977) mengembangkan teori NAT (Norm-Activation Theory) atau teori tindakan norma untuk menjelaskan perilaku altruistik. Nilai suatu objek lingkungan dapat dihargai berdasarkan norma harapan diri (normative self-expectation) yaitu norma personal sebagai bentuk konsekuensi dari kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Kesatuan antara kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal mempengaruhi intensi dan perilaku individu dalam pro lingkungan (Wall et al 2007). Perkembangan dari teori sikap dan perilaku lingkungan, teori intensi dalam NAM (Norm Activation Theory) yang menjelaskan bahwa NAM sebagai model pengaruh dalam faktor penentu intensi perilaku. Norma personal adalah sebagai penengah antara hubungan tanggung jawab dengan perilaku, sedangkan tanggung jawab sendiri adalah penengah hubungan antara kesadaran dan norma personal, yang akhirnya kesadaran sebagai penengah antara orientasi nilai dengan tanggung jawab. Secara keseluruhan NAM sebagai model pengengah mencontohkan dalam penelitian (Eriksson, Garvill & Nordlund 2006) mengenai pengurangan bahan bakar kendaraan bahwa intensi sebagai faktor penentu dalam implementasi pemecahan masalah dan polusi lingkungan (De Groot et al 2007). Value orientation Egoistic Altruistic Biospheric
Beliefs Ecological worldview (NEP)
Adverse consequen sces for valued object
Personal norms Perceived ability to reduce threat
Moral obligation to make pro enviromental action
ESB Activism Nonactivist behavior in the public spere Private spere behaviours Organisatioral behaviours
Secara ringkas, bagan teori NAM dapat dilihat dalam gambar di bawah ini: Kesadaran perilaku
Tanggung jawab
Norma personal
Intensi
Perilaku pro lingkungan
Gambar 1 Teori NAM (Norm Activation Theory)
12
Kesadaran individu dalam masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal yang amat penting dimana pencemaran dan perusakan
lingkungan
merupakan
hal
yang
sulit
dihindari.
Kesadaran
masyarakat terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelamatan lingkungan. Kesadaran lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi sudah masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hakhak orang lain. Hak orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni (Arif 2007). Kesadaran menurut Sartre berifat itensional dan tidak dapat dipisahkan di dunia. Kesadaran selalu terarah pada etre en sio (ada begitu saja) atau berhadapan dengannya. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki, yaitu diferensiasi dan integrasi. Meskipun secara kronologis perkembangan kesadaran manusia berlangsung pada tiga tahap, yaitu sensansi (pengindraan), perseptual (pemahaman), dan konseptual (pengertian). Secara epistemologi dasar dari segala pengetahuan manusia adalah tahap perseptual, yaitu kesadaran yang terdiskreminasi pada tingkatan persepsi dimana manusia memahami fakta dan memahami realitas. Kesadaran lingkungan di dalam Revolusi dari Belgrade International Conference an Enviromental Education (1875) adalah kepekaan terhadap lingkungan secara keseluruhan termasuk permasalahan-permasalahan yang terkait di dalamnya (Rahman 2007). Peningkatan kesadaran lingkungan dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain pendidikan dalam arti memberi arahan pada sistem nilai dan sikap hidup untuk mampu memelihara keseimbangan antara pemenuhan kepentingan pribadi, kepentingan lingkungan sosial, dan kepentingan alam. Kedua, memiliki solidaritas sosial dan solidaritas alam yang besar mengingat tindakan pribadi berpengaruh kepada lingkungan sosial dan lingkungan alam. Kegiatan karya wisata di alam bebas merupakan salah satu program yang mendekatkan generasi muda dengan lingkungan, sekaligus cinta akan lingkungan yang serasi dan asri. Pendidikan lingkungan secara informal dalam keluarga dapat dikaitkan dengan pembinaan disiplin anak-anak atas tanggung jawab dan kewajibannya dalam menata rumah dan pekarangan (Harun 2009).
13
Hampir semua masyarakat memiliki norma. Norma lebih spesifik daripada nilai. Norma akan mengarahkan seseorang tentang perilaku yang diterima dan yang tidak diterima. Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Ada tiga jenis norma, yaitu kebiasaan (custom), larangan (mores), dan konvensi (Sumarwan 2002). Norma personal digambarkan sebagai bentuk etika moral maupun kewajiban terhadap sesuatu yang menyangkut orientasi dalam memperlakukan sesuatu. pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis serta manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh
anggota
ekosistem
di
dalamnya
dengan
tepat.
Maka,
sudah
sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi “ramah” terhadap lingkungan hidup (Parwiyanto 2010). Etika lingkungan hidup sendiri secara singkat dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk membangun dasar-dasar rasional bagi sebuah sistem prinsip-prinsip moral yang dapat dipakai sebagai panduan bagi upaya manusia untuk memperlakukan ekosistem alam dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak pendekatan etika lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe pendekatan life-centered (berpusat pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung kewajiban moral manusia untuk menghargai alam karena didasarkan atas kewajiban untuk menghargai sesama sebagai manusia. Sedangkan teori etika life-centered adalah teori etika yang berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap alam tidak berasal dari kewajiban yang dimiliki terhadap manusia. Dengan kata lain, etika lingkungan bukanlah subdivisi dari etika human-centered (Parwiyanto 2010). Tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima sesuatu yang dinamakan hak. Tanggung jawab merupakan perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimanapun juga tanggung jawab menjadi nomor satu di dalam kehidupan seseorang, dengan kita bertanggung jawab maka kita akan dipercaya orang lain, selalu tepat melaksanakan sesuatu, mendapatkan hak dengan wajarnya. Jika kita melalaikan tanggung jawab, maka kualitas dari diri kita mungkin akan rendah. Maka itu, tanggung jawab adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan, karena menyangkut orang lain dan terlebih diri kita.
14
Masalah lingkungan hidup merupakan suatu fenomena besar yang memerlukan perhatian khusus dari kita semua. Setiap orang diharapkan berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mengatasinya (Harun 2009). Menurut Siahaan (2004) asas baru dalam hukum lingkungan adalah asas tanggung jawab yang bersifat khusus yang disebut dengan strict liability. Asas ini oleh sarjana-sarjana hukum lingkungan disebut sebagai asas tanggung jawab langsung dan seketika. Asas baru tersebut termuat dalam Pasal 35 ayat (1) UUPLH yang bunyi lengkapnya adalah “Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau mungkin menghasilkan limbah berbahaya atau beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup” (Siahaan 2004).
Lingkungan Definisi lingkungan Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Setiap organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing. Faktor-faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme, juga berinteraksi sesama faktor tersebut sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkungan itu. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubah-ubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan terjadi baik secara mutlak maupun relatif dari faktor-faktor lingkungan akan berbeda menurut waktu, tempat, dan keadaanya (Irwan 2007). Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati pada 5 Juni setiap tahunnya sejak PBB mengadakan Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1977. Peringatan Hari Lingkungan Hidup
Sedunia
diselenggarakan
di
bawah
kordinasi
United
Nations
Environmental Programme (UNEP), yang dibentuk PBB sejak 1977. Menurut Soemarwoto (2004) ruang lingkup tentang lingkungan hidup dapat sempit, misalnya sebuah rumah dengan pekarangannya, atau luas misalnya sebuah pulau. Lapisan bumi dan udara yang ada makhluknya dapat juga dianggap sebagai suatu lingkungan hidup yang besar, yaitu biosfer. Bahkan
15
tata surya kita atau malahan seluruh alam semesta dapat menjadi objek tujuan. Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor, yaitu jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan, serta faktor non-materiil (suhu, cahaya, dan kebisingan). Salah satu hakikat lingkungan adalah sifatnya tidak statis dan berproses secara terusmenerus dengan hukum alam meskipun terdapat suatu homeostatis berupa kemampuan menahan berbagai perubahan (Siahaan 2004). Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya tidaklah sederhana, melainkan kompleks karena pada umumnya dalam lingkungan itu terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan. Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan, yaitu udara untuk pernapasannya, air untuk minum, keperluan rumah tangga untuk kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian (Soemarwoto 2004). Manusia selalu berusaha mengubah lingkungannya untuk memperoleh keperluannya. Kadang-kadang dalam kegiatannya demikian manusia seolaholah mengganggu dan bahkan merusak komponen-komponen yang ada di dalamnya. Manusia adalah heterotrof dan phagototrof, ketergantungannya dari lingkungan tetap akan terjadi, tidak peduli bagaimanapun rumitnya teknologi yang dimilikinya (Irwan 2007). Mutu lingkungan Mutu lingkungan sangatlah penting karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Mutu lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan, misalnya pencemaran, erosi, dan banjir. Mutu lingkungan yang baik membuat orang kerasan atau betah hidup dalam lingkungan tersebut. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan bersifat holistik, yaitu memandang keseluruhan sebagai suatu kesatuan. Pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan kondisi optimum, didasarkan pada pertimbangan untung rugi. Orang bersedia untuk mengurangi atau mengorbankan suatu keuntungan untuk mendapatkan keuntungan lain atau mengurangi suatu kerugian (Soemarwoto 2004).
16
Tidak semua kebutuhan hidup bersifat esensial, melainkan ada yang bersifat hanya sekedar tambahan agar dapat menikmati hidup dengan lebih baik. Kebutuhan hidup yang esensial disebut dengan kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan untuk dapat hidup dengan sehat, aman, dan manusiawi. Persepsi orang tentang kebutuhan dasar berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, ekonomi, dan waktu, serta pertimbangan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Mutu hidupnya sangatlah tergantung pada pemenuhan kebutuhan dasarnya. Makin baik kebutuhan dasar itu dipenuhi makin baik pula mutu hidupnya (Soemarwoto 2004). Menurut Soemarwoto (2004) mutu lingkungan dapat diartikan sebagai kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Makin tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut, dan sebaliknya. Karena mutu hidup tergantung dari derajat pemenuhan kebutuhan dasar, mutu lingkungan dapatlah diartikan sebagai derajat pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi lingkungan tersebut. Makin tinggi derajat pemenuhan kebutuhan dasar itu, makin tinggi pula mutu lingkungan dan sebaliknya. Adanya mutu lingkungan dengan derajat pemenuhan kebutuhan dasar berarti lingkungan itu merupakan sumberdaya. Dari lingkungan itu diperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk produksi dan konsumsi. Sebagian dari sumberdaya itu dimiliki oleh perorangan dan badan tertentu, misalnya lahan dan sepetak hutan. Sebagian lagi sumberdaya itu merupakan milik umum, misalnya udara, sungai, pantai, laut, dan ikan laut (Soemarwoto 2004). Sumberdaya lingkungan milik umum sering dapat digunakan untuk bermacam simultan, tanpa mengurangi manfaat yang dapat diambil dari sumberdaya itu sendiri. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk melakukan proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayaran sungai, produksi ikan, dan keperluan rumah tangga. Akan tetapi apabila pemanfaatan tersebut melampaui batas daya regenerasi sumberdaya, maka yang lainnya akan menderita. Misalnya, pembuangan limbah yang melampaui batas daya asimilasi sungai akan mengganggu atau bahkan merusak air untuk proses produksi pabrik, produksi ikan, dan keperluan rumahtangga (Soemarwoto 2004).
17
Manfaat dan resiko lingkungan Setiap orang mengetahui bahwa dari segi lingkungan, cara hidup sekarang tidak dapat dipertahankan lagi. Ekonomi global secara harfiah menghancurkan sistem alami yang menopangnya, namun rencana kerja yang terinci dan masuk akal tentang ekonomi yang dapat dipertahankan dimana energinya akan didapat, bagaimana produk dan jasanya dihasilkan, bagaimana mengangkutnya dan memberi makan kepada penduduknya tidak terdapat dalam lingkaran resmi (Brown 1992). Pada hakekatnya orang menganalisis manfaat dan resiko lingkungan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara optimum (Soemarwoto 2004). Tabel 2 Gambaran umum sebagian manfaat dan resiko lingkungan di Indonesia Sumber manfaat dan resiko lingkungan Iklim: Suhu dan kelembaban tinggi sepanjang tahun, curah hujan tinggi di sebagian besar tempat, angin lemah, penyinaran matahari tinggi Gunung berapi
Gempa bumi Flora dan fauna
Penduduk
Pembangunan
Manfaat yang dapat didapat - Baik untuk pertumbuhan banyak tumbuhan dan hewan sepanjang tahun - Tidak perlu investasi besar untuk rumah dan pakaian khusus - Persediaan air cukup untuk di sebagian besar tempat - Penyuburan tanah - Sumberdaya energi - Pemandangan yang indah - Air panas - Pembentukan hujan dan penyimpanan air Sumberdaya energi - Sumberdaya hayati dan gen yang kaya - Pemandangan yang mengasyikkan dan menarik - Objek ilmu pengetahuan yang kaya Sumberdaya manusia
- Perbaikan sanitasi - Berkurangnya vektor penyakit - Bertambahnya pengairan
Resiko yang dihadapi - Pertumbuhan yang cepat untuk hama, vektor penyakit, dan patogen - Resiko kejang panas - Banjir dan erosi - Pedangkalan danau, sungai, waduk, dan saluran irigasi - Letusan yang merusak dan kematian ternak dan manusia - Banjir lahar hujan
Merusak dan menyebabkan kematian ternak dan manusia Banyak hama, vektor, dan penyakit patogen
- Penyusutan sumberdaya - Pencemaran oleh limbah domestik - Penyusutan sumberdaya - Pencemaran oleh industri dan transportasi
Sumber: The Worldwacth Reader, on Global Enviromental Issues (Brown 1992)
Masalah lingkungan Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terus berlangsung empat dekade ini berakumulasi sedemikian luas, sehingga kini manusia berhadapan dengan masalah lingkungan yang kompleks. Sungai, danau, laut yang rusak dan
18
tercemar semakin luas sehingga berakumulasi dan intensifikasi pertanian yang berlebihan, aktifitas penambangan dan industri, serta pemukiman. Perubahan iklim global timbul sejak sisa dari buangan CO2 (karbondioksida) yang besarbesaran dan meluasnya kerusakan hutan. Degradasi hutan atau kepunahan keanekaragaman hayati melonjak secara eksponensial sebagai akibat dari intensifikasi pertanian, kerusakan hutan, dan pemukiman penduduk (Adiwibowo 2006 dalam Septiana 2010). Menurut Siahaan (2004) masalah lingkungan telah menyusup dalam berbagai bentuk dan variasi, lalu membawa rentetan akibat kepada ekosistemekosistem lainnya secara meluas. Bukan saja pada tingkatan lokal, daerah, pulau, atau seluruh bagian negara, namun juga telah meluas secara transnasional, yakni ke tingkat regional dan global (dunia keseluruhan). Kini, masalah lingkungan telah menjadi masalah internasional yang sangat populer dan mendesak. Adapun bentuk dan variasi rentetan masalah lingkungan dapat digambarkan seperti berikut ini:
Pencemaran
Eksploitasi secara tidak kendali
Kelaparan
Interaksi manusia Terhadap lingkungannya Ledakan penduduk
Tekanan-tekanan yang terlampaui
Teknologisasi modernisasi
Kapasitas lingkungan (environmental capacity)
Kemiskinan
Konsumerisasi Ketidakseimbangan ekosistem sosial
Gambar 2 Diagram masalah-masalah lingkungan (Siahaan 2004).
19
Kota-kota besar merupakan parasit semata dalam biosfer. Makin besar kota itu makin banyak mereka meminta dari daerah pinggiran di sekitarnya dan makin besar bahaya serta kemungkinan dari perusakan lingkungannya. Sedemikian jauh manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya telah sibuk menaklukkan alam sehingga kurang memperhatikan atau menenggang kesejahteraan makhluk hidup lain sebagai penghuni lingkungan (Irwan 2007). Menurut Frans Doorman dari Global Development dalam Susanto (2010), walaupun ada kemajuan di negara-negara kaya dalam mengendalikan polusi dan melindungi ekosistem namun di belahan bumi lainnya kondisinya sangat memprihatinkan. Negara kaya menilai bahwa hanya 20 persen dari daratan bumi yang benar-benar aman dari dampak negatif kerusakan lingkungan, selebihnya dalam kondisi beresiko terhadap kerusakan dan dampak negatif. Beberapa kondisi di bawah ini merupakan contoh betapa kerusakan lingkungan mengancam planet bumi kita: 1. Ekosistem alami hilang secara cepat. Jika hal ini terjadi terus maka dalam 2030 tahun hutan tropis dan hutan pegunungan akan habis. Demikian juga lahan basah akan musnah atau setidaknya terkena polusi berat. 2. Polusi udara dan air akan menimpa jutaan orang setiap tahun, sehingga menyebabkan infeksi akut dan permasalahan kesehatan yang kronis dan berujung pada kematian prematur. Polusi tanah akan meningkat dan akan menurunkan kualitas air tanah. 3. Pemanasan global akan menaikkan permukaan laut dalam beberapa kaki dan akan mengancam setengah penduduk yang bermukim di pesisir. Spesies flora dan fauna terancam existensinya di daerah yang kering bertambah luas. 4. Menurunnya kualitas dan kuantitas hasil pertanian karena meningkatnya salinasi air irigasi. Hal ini terutama pada daerah-daerah yang padat penduduk. 5. Diperkirakan tahun 2050 baik negara kaya maupun miskin akan menghadapi permasalahan serius dalam penyediaan air bersih. Keraf (2002) dalam Septiana (2010) berpendapat bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini baik pada lingkup global maupun nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti di laut, hutan, atmosfer, air, tanah, dapat bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan. Berkaitan dengan keinginan manusia,
20
keinginan yang mendominasi masalah lingkungan dapat dibagi dalam beberapa pola. Pola-pola keinginan ini didasarkan pada potensinya dalam mempengaruhi keseimbangan tata ekologi, yaitu sebagai berikut: 1. Pola individual, tergolong lagi ke dalam faktor-faktor yang berupa faktor tidak adanya perangkat-perangkat norma yang mengatur interaksi-interaksi individu pada
lingkungannya,
faktor
tidak
adanya
sarana-sarana
pembinaan
lingkungan, faktor egoisme atau mementingkan diri sendiri, serta faktor pengawasan dan penegakan hukum 2. Pola politik pembangunan, pola ini meliputi ambisi yang tidak pernah memuaskan dan politik pembangunan versus politik lingkungan 3. Pola negara-negara industri, meliputi ketidakjujuran negara-negara maju dan negara berkembang yang haus pembangunan. Ada enam sasaran pengelolaan lingkungan, yaitu: 1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insane dan pembina lingkungan. Salah satu corak atau karakteristik masalah lingkungan adalah bersifat transfortir, yaitu bersifat lintas batas atau tidak mengenal batas-batas yang dibuat oleh manusia. Oleh karena itu pembinaan ekologi merupakan kebutuhan yang bersifat universal, sehingga wajar jika bangsa Indonesia turut ambil bagian dalam upaya pembinaan lokal dan regional 3. Terjaminnya kepentingan generasi kini dan generasi mendatang 4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan 5. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana 6. Terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah negara berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan Menurut Soemarwoto (2004) pembuangan limbah ke udara dan perairan juga terus bertambah. Di banyak tempat telah tampak gejala-gejala bahwa daya udara dan air untuk mengasimilasi limbah itu telah dilampaui dan menghadapkan pada masalah pencemaran. Dengan adanya pencemaran udara, pernapasan dan air untuk rumah tangga telah terganggu. Pencemaran / polusi kendaraan bermotor Menurut Isnaini (2008) polusi kendaraan bermotor merupakan masalah lingkungan yang berdampak pada kondisi sosial kemasyarakatan. Karena polusi
21
udara yang mayoritas berasal dari asap kendaraan bermotor, mengandung zatzat yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia, antara lain CO2 (karbondioksida), HCL (asam klorida), dan NOx (nitrooksida) yang akan menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan seperti bronchitis dan asma. Bahkan, dalam taraf yang paling berbahaya zat-zat tersebut dapat mengakibatkan tingkat kecerdasan otak anak dan dewasa. Ketiga jenis gas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. CO adalah gas beracun yang apabila terhirup berlebihan bisa menyebabkan kematian mendadak. NOx dan HCL sama beracunnya yang dapat merusak paru-paru sedikit demi sedikit. Bahaya akibat racun sisa pembakaran dan pemanasan global demikian memaksa otoritas transportasi untuk menerbitkan regulasi terkait dengan pembatasan polusi di dunia (Ilham 2007). Penanganan masalah polusi kendaraan bermotor ini sudah dilakukan oleh pemerintah pusat melalui keputusan dari kementrian lingkungan hidup tentang pengendalian pencemaran udara. Di lingkup daerah, belum semua daerah melakukan penanganan ekstra terhadap masalah ini. Baru ada satu daerah yaitu Jakarta yang telah membuat peraturan perundang-undangan melalui Perda DKI Jakarta No.22 tentang pencemaran udara (Isnaini 2008). Tabel 3 Pengaruh bahan pencemar kendaraan bermotor terhadap kesehatan Bahan pencemar Karbon monoksida
Timah
Nitrogen oksida
Ozon
Emisi beracun
Pengaruh terhadap kesehatan Mengganggu kemampuan darah untuk menyerap oksigen, merusak persepsi dan berpikir, memperlambat reflex, menimbulkan kantuk, dan dapat menyebabkan pingsan dan kematian; kalau dihirup wanita hamil, dapat mengancam pertumbuhan dan perkembangan mental dari janin Mempengaruhi sistem sirkulasi, reproduksi, syaraf, ginjal; diduga penyebab kegiatan yang luar biasa (hiperaktif), dan pada anak-anak mengurangi kemampuan belajar; berbahaya bahkan sesudah penyingkapan berakhir Dapat menambah kerentanan terhadap infeksi oleh virus seperti influenza. Dapat pula merangsang paru-paru dan menyebabkan bronkitis dan pneumonia Merangsang selaput lendir sistem pernapasan; menyebabkan kantuk, tercekik, dan mengganggu fungsi paru-paru; mengurangi ketahanan terhadap pilek dan pneumonia; dapat menambah buruk penyakit jantung kronis, asma, bronkitis, dan emphysema Diduga menyebabkan kanker, masalah yang berkenaan dengan reproduksi, dan cacat pada kelahiran. Benzena adalah karsinogen (bahan penyebab kanker) yang terkenal
Sumber: National Clean Air Coalition and the US Enviromental Protection Agency (Brown 1992)
22
Limbah rumah tangga Pembuangan limbah ke udara dan perairan juga terus bertambah. Di banyak tempat telah tampak gejala-gejala bahwa daya udara dan air untuk mengasimilasi limbah itu telah dilampaui dan menghadapkan pada masalah pencemaran. Dengan adanya pencemaran udara, pernapasan dan air untuk rumah tangga telah terganggu (Soemarwoto 2004). Limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah merupakan buangan atau bekas aktifitas yang berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera, dan sebagainya. Air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran air, tanah, maupun udara (Menristek 2010). Menurut AMPL (2008) limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sampah, air buangan yang dihasilkan dari kegiatan mandi dan mencuci, serta kotoran yang dihasilkan manusia. Limbah-limbah ini jika tak dikelola baik maka akan berpotensi tinggi mencemari lingkungan sekitar, yaitu: 1. Pemanfaatan sampah organik Di tingkat rumah tangga diperlukan kesadaran untuk memisahkan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik antara lain dapat berupa sampah persiapan masakan, kulit telur, kulit buah-buahan, rumput, daun, ranting, rambut, bulu, dan sebangsanya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti mineral, minyak bumi, atau proses industri. Sampah anorganik antara lain plastik, kaleng, kertas, kaca dan Styrofoam. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng minuman, kertas, dapat diolah dalam industri menjadi beraneka bahan baku. Tempat untuk mengolah sampah organik, selain dibuat dari bahan jaringan baja tulangan (BRC), dapat pula dibuat dari drum besi yang diberi lubang, batang kayu atau bambu, atau kerangka baja profit L dengan kawat kasa yang berbelit. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah bagian bawah tempat sampah harus menyentuh tanah sehingga dapat men jamin sampah organik menjadi kompos dan pupuk alam dalam waktu singkat dengan bantuan cacing
23
dan serangga dari dalam tanah, perlu juga sampah tersebut diaduk seminggu sekali agar seluruh bagiannya terkena udara. 2. Pemanfaatan grey water Grey water biasanya berupa air sabun bekas kegiatan rumah tangga seperti mencuci dan mengepel, mandi, dan lain sebagainya. Air ini disalurkan lewat selokan terbuka. Untuk memanfaatkan grey water sebagai sumber air bersih, dibutuhkan instalasi khusus yang tidak mudah dibuat sendiri. Grey water masih dapat digunakan untuk menyiram kebun, namun perlu dipastikan bahwa air tidak mengandung detergen yang keras, pemutih, ataupun zat kimia berbahaya lainnya. Grey water bekas mencuci sayuran dan buah dapat langsung ditampung untuk menyiram kebun. Untuk memaksimalkan grey water sebagai air penyiram tanaman, dapat dipilih sabun deterjen atau sabun cuci piring yang bebas dari zat kimia. Saat ini beberapa produsen sabun telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan marnpu menyuburkan tanah saat larut di dalam air. Pastikan grey water yang masih mengandung bahan kimia dialirkan melalui saluran yang baik, memiliki penampang yang memadai sesuai volumenya agar limbah dapat mengalir dengan baik menuju saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan penyakit ataupun bau yang tidak sedap. 3. Pemanfaatan air tinja/Black Water Air tinja adalah kotoran manusia baik padat maupun cair, ditambah dengan air siram. Air tinja mengandung kolibakteri (E. coli) dan kuman yang dapat mengganggu kesehatan manusia, serta berbau tidak sedap. Maka pembuangan air tinja harus disalurkan dalam pipa tertutup. Air tinja dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan menggunakan instalasi septictank yang tepat. Untuk daerah dengan iklim tropis, dapat digunakan "septictank vietnam". Dibandingkan
dengan
septictank
biasa,
septictank
vietnam
tidak
perlu
dikuras/dibersihkan, karena isi septictank dapat digunakan sebagai pupuk. Septictank ini terdiri dari dua buah bak dengan ukuran yang sama, serta alat untuk memindahkan saluran pengisian. Satu bak digunakan terlebih dahulu, setelah penuh, saluran pengisian dipindahkan ke bak kedua. Sesudah enam bulan sampai satu tahun, isi bak pertama telah menjadi pupuk, tidak berbau, dan dapat dimanfaatkan untuk tanaman atau kebun sayur. Untuk menghindari pencemaran tanah yang mungkin terjadi akibat kebocoran, atau bakteri
24
mencemari air lewat pipa atau sumur resapan, septictank harus dibuat kedap. Septictank sebaiknya berjarak minimal 11 m dari sumur air. Menurut Anwar (2007) limbah atau sampah domestik dapat berarti sampah yang dihasilkan oleh sampah rumah tangga baik organik atau anorganik. Sampah ini biasanya terdiri dari campuran sisa-sisa makanan, potongan daging, hingga daun kering. Sampah organik merupakan sampah basah seperti sayuran, kulit buah-buahan, kulit udang, sisa udang, sisa daging, ikan, dan ayam, daun kering, pangkasan tanaman, potongan rumput, bunga layu, jerami, dan serbuk gergaji. Jumlah sampah organik ini mencapai 300-500 gram per hari untuk satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak. Angka ini dihitung dari sisa makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh satu keluarganya. Sampah yang berasal dari pohon volumenya tergantung dari luas halaman dan banyaknya tanaman. Lebih dari 60 persen total produksi sampah penduduk yang mencapai 6000 ton per hari berasal dari limbah rumah tangga. Sampah anorganik berasal dari limbah bahan pabrikasi, misalnya sisasisa kertas yang tidak terpakai dan plastik bekas bungkus makanan atau detergen, juga potongan kain atau benang. Sumber sampah ini berada di ruang kerja, ruang keluarga, dapur, juga teras belakang (Anwar 2007). Ekosistem Lingkungan Keluarga Lingkungan dari suatu sistem adalah berbagai kondisi dan karakteristik tertentu yang mempengaruhi sistem tersebut, tetapi bukan sistem, sedang di dalam sistem ada elemen sistem. Hubungan yang terjadi antar elemen sistem struktur internal, sedangkan antara elemen dengan lingkungan disebut struktur eksternal. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sistem keluarga yaitu faktor dari dari lingkungan makro maupun lingkungan mikro (Deacon dan Firebaugh 1988). Lingkungan makro meliputi sistem sosial dan sistem alami-buatan. Pada sistem alami dan buatan, sifat dan struktur sistem meliputi lingkungan fisik dan biologis dimana sistem-sistem kemasyarakatan berfungsi. Kedua faktor ini akan menyediakan bahan-bahan mentah untuk berbagai macam proses produksi yang dibutuhkan oleh sistem sosial. Faktor ini juga menyediakan lingkungan alam bagi kepentingan sosial. Manusia mampu merubah bahan mentah dan energi ke dalam berbagai macam bentuk. Akibat eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkendali menyebabkan terganggunya keseimbangan alam dan lingkungan, sehingga timbul berbagai macam bencana alam dan polusi, yang pada
25
hakekatnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Manusia dan sistem sosial lah yang juga akan langsung merasakan akibatnya dengan berbagai masalah. Disinilah diperlukan adanya kesadaran terhadap lingkungan dari setiap anggota keluarga, yang merupakan bagian terkecil sistem sosial (Guhardja et al 1989). Perhatian terhadap lingkungan perlu ditumbuhkan untuk meningkatkan pengenalan terhadap hubungan antar berbagai sistem. Perubahan terhadap lingkungan alami seringkali dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lebih baik. Tiap keluarga mempunyai kontribusi penting dalam melestarikan dan memelihara lingkungan, karena keluarga yang biasanya memilih lahan untuk pemukiman (Guhardja et al 1989). Menurut Puspitawati dan Herawati (2009) revolusi hijau dimulai sejak tahun 1960-an yang pada dasarnya adalah merubah sistem pertanian tradisional menjadi sistem mekanisasi dimana dengan menggunakan alat-alat mesin seperti traktor, mesin penyemprot, penyemprot air, dan variasi hasil panen. Hal tersebut juga tidak terlepas dari penggunaan insektisida, pupuk, dan benih-benih yang berkualitas tinggi untuk hasil panen. Keluarga sebagai konsumen menghasilkan atau membuang berbagai limbah dan polusi secara langsung melalui alat-alat yang digunakannya, seperti asap kendaraan, gas dari ruang pemanasan dan pembakaran, berbagai bunyi dari mesin dan sampah (Guhardja et al 1989). Sumberdaya alami dan yang mengelilinginya secara serius dipengaruhi oleh tingkat kehidupan yang disenangi manusia. Perhatian terhadap kualitas lingkungan harus dipertimbangkan terhadap masalah-masalah lain, seperti adanya kekurangan energi. Manusia telah berusaha untuk mengontrol dan memodifikasi lingkungannya termasuk iklim. Peningkatan pengawasan manusia terhadap lingkungan terutama pada tingkat mikro, mungkin lambat laun akan mengurangi kemampuan biologis, psikologis, dan sosial dalam menyerap dan menerima kondisi lingkungan yang baru. Manusia lebih mementingkan modifikasi lingkungannya daripada mengawasi makhluk hidup atau manusia sehingga memberikan kemampuan untuk menanggulangi lingkungan. Sistem keluarga dan individu berinteraksi secara teratur dengan seluruh aspek lingkungan makro yang dibuat manusia itu sendiri, yang semuanya sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan individu. Interaksi lingkungan makro (fisik dan biologis) dengan sistem sosial dalam lingkungan makro akan memberikan pertukaran penting dari ekosistem secara keseluruhan (Guhardja et al 1989).
26
Karakteristik Contoh Umur Umur seseorang dapat mempengaruhi seleranya terhadap beberapa barang dan jasa. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam pembuatan keputusan untuk menerima segala sesuatu, seperti barang dan jasa, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan oleh umur yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima informasi baru. Seseorang yang berumur relatif muda akan relatif lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru (Kotler 2002). Sumarwan (2002) menyatakan bahwa memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda pula. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Para pemasar harus memahami apa kebutuhan dari konsumen dengan berbagai tingkat usia, dan membuat beragam produk yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Jenis Kelamin Pada setiap masyarakat, sangat umum sekali untuk menemukan sesuatu produk yang khusus diasosiasikan pada jenis kelamin tertentu. Di Amerika Serikat misalnya, alat cukur, rokok, dan dasi diasosiasikan sebagai produk pria, sedangkan gelang, hair spray, dan pengering rambut diasosiasikan sebagai produk wanita. Oleh sebab itulah, jenis kelamin telah menjadi dasar segmentasi pasar yang digunakan pada berbagai produk (Schiffman & Kanuk 1994). Pendidikan dan Pekerjaan Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsi seseorang (Kotler 2003). Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh konsumen. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) pendidikan adalah proses yang dilakukan secara sadar, terus-menerus, sistematis, dan terarah yang mendorong
terjadinya
perubahan-perubahan
di
dalam
setiap
individu.
Keterlibatan seseorang dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap
27
informasi (Sumarwan 2002). Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang, semakin tinggi pendapatan dan posisi orang tersebut dalam pekerjaan (Schiffman dan Kanuk 1994). Kotler (1997) menyatakan bahwa pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri atas penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan, hutang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap atas belanja atau menabung. Orangtua berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya serta lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan perkembangan informasi dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan rendah (Pulungan 1993 dalam Widianti 2004). Pendidikan juga merupakan indikator sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi cara pengasuhan (Berns 1997 dalam Wahini 2001). Pendapatan Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi konsumen untuk membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan menggambarkan besarnya daya beli dari konsumen. Jumlah pendapatan menggambarkan besarnya daya beli seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya barang/jasa yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. Pendapatan yang diukur dari konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima individu, melainkan
pendapatan
yang
diterima
oleh
seluruh
anggota
keluarga.
(Sumarwan 2002). Pengetahuan Menurut Engel et al (2004) Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Psikolog kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar yaitu deklaratif dan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan faktor subjektif yang sudah diketahui. Arti subjektif disini adalah pengetahuan seseorang tersebut mungkin tidak selalu sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta-fakta tersebut dapat digunakan. Mowen dan minor (2002) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga kategori, yaitu: (1) pengetahuan objektif, (2) pengetahuan subjektif, dan (3) infomasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan di dalam memori jangka
28
panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya. Pengetahuan deklaratif dibagi menjadi dua kategori yaitu episodik dan semantik. Pengetahuan episodik melibatkan pengetahuan yang dibatasi dalam lintasan waktu. Sebaliknya, pengetahuan semantik mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan yang memberikan arti bagi dunia seseorang (Engel et al 2004). Pengetahuan di dalam Revolusi dari Belgrade International Conference an Enviromental Education (1875) adalah pemahaman terhadap lingkungan, permasalahan-permasalahan yang terkait, serta kehadiran manusia yang menyandang peran dan tanggung jawab di dalamnya (Rahman 2007). Riset yang dilakukan oleh Said et al (2003) dalam judul ”Environmental concerns,
knowledge
and
practices
gap
among
Malaysian
teachers”
menyimpulkan bahwa pengetahuan mengenai isu-isu lingkungan sudah relatif baik namun demikian tingkat pengetahuan dan perhatian terhadap lingkungan tidak berbanding lurus dengan perilaku ramah lingkungan terutama yang berkaitan dengan aktifitas reduce, reuse, recycle produk yang dikonsumsi (Rahayu 2008). Akses Informasi Konsumen
membutuhkan
informasi,
karena
informasi
mempunyai
berbagai fungsi bagi konsumen. Informasi membantu konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional dan efisien, sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga dapat mengurangi resiko dan ketidakpastian. Konsumen bukan sekedar membutuhkan informasi, melainkan informasi yang benar. Informasi yang salah bukan saja akan berakibat fatal
bagi
konsumen
dalam
mengambil
keputusan,
tetapi
juga
akan
menghilangkan kepercayaan konsumen kepada produsen (Sumarwan 2002). Kebutuhan informasi semakin penting pada era industralisasi ini, karena konsumen dihadapkan kepada beragam produk makanan dan minuman dengan berbagai macam merek (Sumarwan 2002). Menurut Kotler (2002), sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu: (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), (2) sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pajangan di toko), (3) sumber publik (media massa), dan (4) sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk).
29
Tabel 4 Akses penduduk terhadap media massa, tahun 1998-2006 Indikator Terpilih Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Mendengarkan Radio Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Menonton Televisi Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Membaca Koran/Majalah
1998
2000
2003
2006
64,52
43,72
50,29
40,26
88,72
87,97
84,94
85,86
28,36
17,47
22,06
23,46
Sumber: Akses terhadap media massa, BPS 2009
Menurut Junaedi (2008) informasi yang diperoleh konsumen akan mempengaruhi
pemahaman
pengetahuan
ekologikal
konsumen.
Sumber
informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya televisi, surat khabar, majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Dalam pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik demografi dari segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan. Penyebaran ide melalui media massa sangat efektif menyadarkan konsumen untuk ambil bagian dan turut serta memberikan sumbangannya dalam menghentikan atau mengurangi laju degradasi kualitas lingkungan. Pada realitasnya, ketersediaan data dan informasi berkaitan dengan lingkungan dan produk-produk yang diklaim ramah lingkungan masih cukup minim sehingga konsumen sebenarnya tidak mengetahui sepenuhnya kebenaran dari klaim-klaim tersebut (Rahayu 2008).
KERANGKA PEMIKIRAN Pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain karakteristik responden, akses informasi, kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan tingkat pengetahuan. Akses atau media informasi memberikan gambaran kepada responden mengenai pengetahuan dan informasi pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan. Karakteristik contoh mempengaruhi kesadaran, norma personal, dan tanggung jawab pro lingkungan. Kesadaran lingkungan dilakukan dengan berbagai kegiatan aktifitas lingkungan yang mampu memelihara keseimbangan antara pemenuhan kepentingan pribadi dengan kepentingan lingkungan. Tanggung jawab merupakan wujud nyata dari kesadaran lingkungan responden dimana ketika responden melalaikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan maka
kualitas
diri
serta
lingkungan
menjadi
rendah.
Norma
personal
digambarkan sebagai bentuk etika moral maupun kewajiban terhadap sesuatu yang menyangkut orientasi dalam memperlakukan sesuatu, serta pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup. Norma personal merupakan bentuk konsekuensi dari kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal mempengaruhi terbentuknya intensi atau maksud pro lingkungan. Intensi sendiri diartikan sebagai niat responden untuk melakukan sesuatu di masa depan, artinya responden akan melakukan sesuatu tingkah laku hanya jika ia benar-benar ingin melakukannya. Intensi pro lingkungan akan terwujud dalam tingkah laku yang sebenarnya jika responden tersebut mempunyai kesempatan dan waktu yang tepat untuk merealisasikannya. Perilaku pro lingkungan dipengaruhi oleh intensi perilaku pro lingkungan dan faktor-faktornya yang diwujudkan dalam berbagai tindakan nyata atau aktual sebagai bukti prediksi intensi atau maksud atau niat perilaku pro lingkungan. Terdapat hubungan antara intensi dan perilaku pro lingkungan dan antara variabel lainnya yang dapat dilihat dalam Gambar 3.
32
1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik individu: Jenis kelamin Umur Pendidikan dan pekerjaan Pendapatan Tingkat pengetahuan
Model Pembentukan Intensi Kesadaran
Akses informasi pro lingkungan
Tanggung jawab
Norma personal
Intensi
Perilaku pro lingkungan
Gambar 3 Kerangka pemikiran analisis pembentukan intensi dan perilaku pro lingkungan keluarga di daerah rawan dan tidak rawan masalah lingkungan di Kabupaten Banyumas.
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey dengan desain cross sectional study. Desain cross sectional study dicirikan oleh pengambilan data pada satu populasi, pengumpulan data dilakukan dalam satu titik yang sama dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok. Pemilihan lokasi didasarkan pada tujuan penelitian yang membedakan daerah rawan masalah lingkungan (RML) dan tidak rawan masalah lingkungan (TRML) di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tipar Kidul dan Kelurahan Ajibarang Kulon, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pemilihan tempat berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Banyumas, dimana Desa Tipar Kidul merupakan salah satu daerah rawan masalah lingkungan (RML) dan terdapat salah satu TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Kabupaten Banyumas yang tidak memiliki kriteria kelayakan dari anjuran, serta Kelurahan Ajibarang Kulon yang merupakan daerah tidak rawan masalah lingkungan (TRML) termasuk wilayah yang menjalani perilaku pro lingkungan seperti penanaman pohon, penanggulangan daerah longsor maupun kekurangan air bersih. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Mei-November 2010.
Cara Pengambilan Contoh Terdapat 27 kecamatan di Kabupaten Banyumas dimana 12 kecamatan termasuk dalam daerah RML dan 15 kecamatan termasuk dalam daerah TRML. Secara purposif Kecamatan Ajibarang diambil sebagai wilayah penelitian yang mewakili kriteria lokasi dan populasi penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluarga di Kecamatan Ajibarang yang diwakili oleh keluarga yang tinggal di Desa Tipar Kidul sebagai daerah RML dengan jumlah 2 710 kepala keluarga (KK) dan Kelurahan Ajibarang Kulon sebagai daerah TRML dengan jumlah jumlah 2 480 KK. Total kepala keluarga di wilayah penelitian sebanyak 5 290 KK. Pemilihan contoh melalui pendekatan keluarga dengan kriteria contoh yang telah tinggal atau menetap di lokasi penelitian sekurangkurangnya 10 tahun terakhir. Contoh dipilih dengan menggunakan metode convenience sampling yang memiliki kriteria anggota keluarga sebagai masyarakat atau responden yang tinggal di wilayah penelitian yaitu di daerah
34
RML dan TRML, kepala keluarga atau istri atau anak yang berusia dewasa. Jumlah responden yang diambil berdasarkan rumus Slovin, yaitu salah satu teknik penentuan jumlah responden untuk penelitian sosial dengan tingkat kesalahan 10% (Umar 2006). N
Rumus yang digunakan yaitu: n
N
Keterangan: n
= ukuran responden
N
= ukuran populasi
e
= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan respnden yang masih dapat ditolerir atau diinginka. Tingkat kesalahan yaitu 10 persen. Berdasarkan rumus Slovin diperoleh jumlah responden yang digunakan
pada penelitian ini, yaitu: n
N 1 N
1
5 290 5 290 0.1
98.14 ≈ 100
Jumlah contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah 98.14 responden, sehingga dibulatkan menjadi 100 responden dengan pembagian responden di daerah RML yaitu 60 orang dan responden di daerah TRML yaitu 40 orang. Teknik pengambilan sampel atau responden dilakukan dengan cara convenience sampling yaitu anggota populasi atau contoh yang ditemui peneliti dan bersedia menjadi responden.
purposive
Kecamatan Ajibarang
Daerah RML (6 desa)
Daerah TRML (9 desa)
Desa Tipar Kidul (2 710 KK)
Kelurahan Ajibarang Kulon (2 490 KK)
n = 60
n = 40 Total n = 100
Gambar 4 Cara pengambilan contoh.
purposive
convenience sampling
35
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner oleh contoh di tempat penelitian. Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik individu meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan tingkat pengetahuan; (2) akses informasi perilaku pro lingkungan; (3) faktor pembentuk intensi perilaku pro lingkungan yang meliputi kesadaran, norma personal, dan tanggung jawab; (4) intensi atau maksud perilaku pro lingkungan; (5) perilaku pro lingkungan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: (1) data jumlah penduduk di Kelurahan Tipar Kidul, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah melalui demografi
desa;
(2)
gambaran
umum
wilayah
penelitian
berlangsung.
Responden diwawancarai dengan menggunakan panduan kuesioner dengan menggunakan pertanyaan tertutup dan terbuka. Data yang dikumpulkan dijelaskan dalam Tabel di bawah ini. Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Karakteristik individu: jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan tingkat pengetahuan Akses informasi perilaku pro lingkungan Faktor pembentuk intensi perilaku pro lingkungan: kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal Intensi atau maksud perilaku pro lingkungan Perilaku pro lingkungan Data jumlah penduduk Gambaran umum wilayah penelitian
Jenis Data Primer Primer Primer Primer Primer Sekunder Sekunder
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibagi atas tujuh bagian. Bagian pertama berisikan mengenai identitas (karakteristik) contoh. Bagian kedua berisikan mengenai tingkat pengetahuan contoh. Bagian ketiga berisikan mengenai akses informasi. Bagian keempat berisikan mengenai kesadaran perilaku pro lingkungan. Bagian kelima berisikan mengenai norma personal perilaku pro lingkungan. Bagian keenam berisikan mengenai intensi perilaku pro lingkungan. Bagian ketujuh mengenai perilaku pro lingkungan. Data sekunder digunakan untuk mendukung fakta yang ada di lapangan yang diperoleh dari data jumlah penduduk dan gambaran umum wilayah penelitian. Variabel yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 6.
36
Tabel 6 Variabel, kategori, dan skala pengumpulan data No 1
Variabel Jenis kelamin
Skala Nominal
2
Umur
Rasio
3
Lama pendidikan
Rasio
4
Pekerjaan
Nominal
5
a. Pendapatan keluarga
Rasio
b. Pendapatan per kapita
Rasio
Pengetahuan (skor)
Ordinal
6
7
Sumber informasi
Nominal
8
Frekuensi informasi
Ordinal
9
Kesadaran
Ordinal
10
Tanggung jawab
Ordinal
11
Norma personal
Ordinal
12
Intensi Ordinal
13
Perilaku pro lingkungan
Ordinal
Kategori 1. Laki-laki 2. Perempuan Hurlock (1980) 1. Dewasa awal 2. Dewasa madya 3. Dewasa akhir SD SMP SMA Diploma/Sarjana Sarjana 1. PNS 2. TNI/POLRI 3. BUMN 4. Swasta 5. Wiraswasta 6. Ibu RumahTangga 7. Tidak bekerja 8. Lainnya 1. Rp. 179.982-Rp. 1.000.000 2. Rp. 1 000001-Rp. 2.000.000 3. Rp. 2.000.001-Rp. 3.000.000 4. > Rp. 3.000.000 1. Miskin (≤ Rp. 179 982) 2. Tidak Miskin (> Rp. 179 982) Berdasarkan Khomsan (2002) 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik 1. Media elektronik 2. Media cetak 3. Tokoh 1. Sedikit (<15 kali) 2. Sedang (16-30 kali) 3. Banyak (>30 kali) 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Skor
1. 20 – 30 tahun 2. 31 – 40 tahun 3. > 40 tahun 1. 0 – 6 tahun 2. 7 – 9 tahun 3. 10 – 12 tahun 4. 12 – 15 tahun 5. > 15 tahun
< 60% (< 9) 60-80% (10-12) >80% (> 12)
< 15 kali 16-30 kali > 30 kali < 60% (< 24) 60-80% (25-32) >80% (> 32) < 60% (< 24) 60-80% (25-32) >80% (> 32) < 60% (< 24) 60-80% (25-32) >80% (> 32) < 60% (< 24) 60-80% (25-32) >80% (> 32) < 60% (< 24) 60-80% (25-32) >80% (> 32)
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara tertulis dengan menggunakan kuesioner terlebih dahulu dilakukan editing, coding, scoring, dan entrying ke dalam softcopy di komputer, kemudian data di cleaning dan terakhir data dianalisis dan diterjemahkan ke dalam kalimat. Data diolah menggunakan
37
program Microsoft excel 2007 dan Statistical Package for the Social Solution (SPSS) 16.0 for windows. Sistem skoring dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor maka semakin tinggi kategorinya. Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan inferensia, yaitu: 1. Analisis deskriptif untuk mengidentifikasi karakteristik individu (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan), pengetahuan, akses informasi pro lingkungan, faktor pembentuk intensi perilaku pro lingkungan (kesadaran, norma personal, dan tanggung jawab), intensi atau maksud perilaku pro lingkungan, dan perilaku pro lingkungan. 2. Uji beda T (Independent Sample T-test) digunakan untuk melihat perbedaan rataan skor pada variabel yang diamati yaitu untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel di kedua kelompok contoh (desa yang merupakan daerah rawan masalah lingkungan dan kota yang bukan merupakan daerah rawan masalah lingkungan). Rumus pengujian dengan uji T adalah sebagai berikut: 2 1 3. Analisis korelasi yang digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara karakteristik contoh (lama pendidikan dan pendapatan), pengetahuan, jumlah informasi, kesadaran, tanggung jawab, norma personal, intensi, dan perilaku pro lingkungan. Rumus pengujian dengan analisis korelasi Spearman (Supranto 2000) yaitu sebagai berikut: 1 4. Analisis
6∑ 2 1 regresi
linear
berganda
untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor
mempengaruhi intensi dan perilaku pro lingkungan pada contoh. Rumus pengujian dengan analisis regresi linear berganda (Supranto 2000) yaitu: a. Faktor-faktor mempengaruhi intensi perilaku pro lingkungan pada contoh: Y = α + β1X1 + β2X2 + β 3X3 Keterangan: Y = indeks intensi perilaku pro lingkungan α = konstanta β
= koefisien regresi
X1 X2 X3
= kesadaran = norma personal = tanggung jawab
38
b. Faktor-faktor mempengaruhi perilaku pro lingkungan pada contoh: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + β9X9 Keterangan: Y = indeks perilaku pro lingkungan α = konstanta β
= koefisien regresi
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
= jumlah informasi = jenis kelamin = lama pendidikan = pendapatan rumah tangga (rupiah) = pengetahuan = kesadaran = norma personal = tanggung jawab = intensi Definisi Operasional
Lingkungan: suatu sistem komplek yang berhubungan langsung dengan kehidupan individu dimana individu harus menjaga kelestariannya dari kerusakan lingkungan seperti pencemaran limbah, banjir, longsor, polusi asap rokok, serta berperan aktif di dalamnya melalui berbagai kegiatan baik dari swadaya, pemerintah maupun LSM atau Ormas. Pro lingkungan: tindakan masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungannya dengan mencegah polusi udara dari asap rokok, kebanjiran maupun kekurangan air bersih, limbah rumah tangga, dan penggunaan produkproduk ramah lingkungan. Pengetahuan: berbagai informasi yang dimiliki oleh contoh dan akan mempengaruhinya dalam tindakan pro lingkungan. Pengetahuan contoh diukur melalui jawaban pernyataan yang terdiri dari 15 item pernyataan dengan skor <9, 10-12, dan >12 dan dikategorikan ke dalam rentang skala rendah, sedang, dan baik. Akses informasi: kemampuan seseorang untuk mendapatkan berbagai informasi dari berbagai sumber informasi mengenai tindakan pro lingkungan. Sumber informasi: berbagai sarana informasi (media elektronik, media cetak, dan tokoh) yang digunakan individu untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pro lingkungan. Kesadaran: unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap lingkungan yang diukur melalui kuesioner penelitian melalui pernyataan kesadaran yang terdiri dari
39
delapan item pernyataan dengan skor 8-24, 25-32, dan >32 dan dikategorikan ke dalam rentang skala rendah, sedang, dan tinggi. Tanggung jawab: sesuatu yang harus dilakukan agar menerima sesuatu yang dinamakan hak dalam pelestarian lingkungan yang diukur melalui kuesioner penelitian melalui pernyataan tanggung jawab yang terdiri dari delapan item pernyataan dengan skor 8-24, 25-32, dan >32 dan dikategorikan ke dalam rentang skala rendah, sedang, dan tinggi. Norma personal: etika moral maupun kewajiban terhadap sesuatu yang menyangkut orientasi dalam memperlakukan lingkungan di sekitarnya yang diukur melalui kuesioner penelitian melalui pernyataan norma personal yang terdiri dari delapan item pernyataan dengan skor 8-24, 25-32, dan >32 dan dikategorikan ke dalam rentang skala rendah, sedang, dan tinggi. Intensi pro lingkungan: maksud individu terhadap suatu tindakan yang berhubungan dengan tindakan pro lingkungan yang diukur melalui kuesioner penelitian melalui pernyataan intensi yang terdiri dari delapan item pernyataan dengan skor 8-24, 25-32, dan >32 dan dikategorikan ke dalam rentang skala rendah, sedang, dan tinggi. Perilaku pro lingkungan: tindakan atau aksi nyata individu terhadap intensi pro lingkungan seperti menanami pekarangan rumah dengan pepohonan atau tanaman lain, menggunakan produk-produk ramah lingkungan, mengelola sampah organik dan anorganik dengan baik, tidak merokok, mengikuti program pro lingkungan dari pemerintah seperti car free day, dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar yang diukur melalui kuesioner penelitian melalui pernyataan perilaku yang terdiri dari delapan item pernyataan dengan skor 0-10, 11-13, dan >13 dan dikategorikan ke dalam rentang skala rendah, sedang, dan tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Tipar Kidul dan Kelurahan Ajibarang Kulon, yang terletak di Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan Ajibarang memiliki 15 kelurahan yang secara geografis memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara
: Kecamatan Pekuncen
b. Sebelah selatan
: Kecamatan Wangon
c. Sebelah timur
: Kecamatan Cilongok, Kecamatan Purwojati
d. Sebelah barat
: Kecamatan Gumelar
Desa Tipar Kidul Desa Tipar Kidul merupakan wilayah paling selatan dari Kecamatan Ajibarang yang berada pada kondisi geografis 07º25’40” - 07º27’20” lintang selatan dan 109º01’40” - 109º04’30” bujur timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara
: Desa Darmakradenan, Desa Karang Bawang
b. Sebelah selatan
: Desa Windunegara, Kecamatan Wangon
c. Sebelah timur
: Desa Pancasan, Desa Sawangan
d. Sebelah barat
: Kecamatan Gumelar
Desa Tipar Kidul memiliki luas wilayah sebesar 928.42 Ha dengan pembagian wilayah tanah sawah sebesar 170.64 Ha, pekarangan sebesar 132.93 Ha, tegalan sebesar 34.23 Ha, kebun campur sebesar 540.86 Ha, hutan sebesar 33.46 Ha, penggunaan lain sebesar 5.86 Ha, dan sungai sebesar 10.44 Ha, dengan arahan fungsi kawasan meliputi kawasan lindung sebesar 186.66 Ha, kawasan penyangga sebesar 240.69 Ha, dan kawasan budidaya sebesar 501.07 Ha. Desa Tipar Kidul terdiri dari empat dusun, yaitu Dusun Tipar Kidul, Dusun Janggawana, Dusun Tanjungsari, dan Dusun Cibodas. Total Rukun Warga berjumlah 13 RW dan total Rukun Tetangga berjumlah 63 RT. Lokasi ini dihuni oleh 2.710 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk keseluruhan adalah 9 731 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 4 856 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 4 875 jiwa. Pada usia produktif penduduk Desa Tipar Kidul memiliki mata pencaharian atau pekerjaan yang beragam, namun pekerjaan yang paling
42
banyak digeluti oleh penduduk berada pada sektor pertanian dan buruh tani. Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (59.1%) penduduk Desa Tipar Kidul bekerja pada sektor pertanian yaitu sebagai petani dan buruh tani. Jenis pekerjaan penduduk lainnya di seluruh sektor yaitu bekerja sebagai pedagang/wiraswasta (2.6%), pengrajin (0.2%), PNS (1.4%), TNI/POLRI (0.4%), penjahit (0.2%), montir (0.1%), sopir (0.6%), pramuwisma (1.3%), karyawan swasta (3.7%), kontraktor (0.1%), tukang kayu (0.8%), tukang batu (1.1%), dan guru swasta (0.4%). Tabel 7 Penduduk Desa Tipar Kidul berdasarkan mata pencaharian Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pekerjaan Buruh tani Petani Pedagang/wiraswasta Pengrajin PNS TNI/POLRI Penjahit Montir Sopir Pramuwisma Karyawan Swasta Kontraktor Tukang kayu Tukang batu Guru swasta Total
Jumlah (jiwa) 1101 2315 102 7 56 14 9 4 23 51 145 2 32 43 16 3920
Persentase (%) 28.1 59.1 2.6 0.2 1.4 0.4 0.2 0.1 0.6 1.3 3.7 0.1 0.8 1.1 0.4 100.0
Sumber: Data penduduk Desa Tipar Kidul, 2009
Jumlah terbesar pendidikan yang ditempuh oleh penduduk terdapat pada penduduk yang tamat SD/sederajat (1 057 jiwa), sedangkan yang lainnya yaitu tidak tamat SD/sederajat (611 jiwa), tamat SLTP/sederajat (533 jiwa), tamat SLTA/sederajat (361 jiwa), tamat Diploma I (15 jiwa), tamat Diploma II (24 jiwa), tamat Diploma III (31 jiwa), tamat S1 (30 jiwa), dan tamat S2 (12 jiwa). Menurut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, potensi lingkungan terbagi menjadi dua yaitu potensi atau daerah rawan masalah lingkungan (RML) dan tidak rawan masalah lingkungan. Kriteria RML meliputi adanya potensi lahan kering, kebakaran hutan, penyakit hama tanaman kebun dan sawah, banjir dan tanah longsor, kekurangan air bersih, pencemaran limbah pabrik dan rumah tangga, pencemaran udara oleh industri, serta konsumerisme. Menurut Bappenas (2010), UU Nomor 24 Tahun 2007 dalam Bab I Pasal 1 tentang Ketentuan Umum Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa daerah rawan masalah lingkungan atau rawan bencana adalah daerah dengan
43
kondisi atau karakteristik karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Lokasi penelitian ini berada pada kondisi rawan masalah lingkungan (RML). Hal ini dikarenakan banyaknya gejala-gejala rawan masalah lingkungan yang meliputi hutan gundul, daerah aliran sungai yang kerap banjir, longsor, dan kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berada dekat dengan pemukiman penduduk. Pertengahan tahun 2002, hutan di wilayah pegunungan Desa Tipar Kidul menjadi gundul dikarenakan adanya penebangan liar dan pembakaran hutan yang dilakukan oleh warga setempat dan warga luar Desa Tipar Kidul. Selain itu, aliran Sungai Tajum ketika musim hujan sering mengalami kenaikan/meluap sehingga menyebabkan adanya kebanjiran pada daerah di sekitar sungai. TPA Tipar Kidul merupakan salah satu TPA dari 4 (empat) TPA yang berada dalam wilayah Kabupaten Banyumas. TPA Tipar Kidul memiliki luas wilayah sebesar 2 Ha dan berada pada tingkat kelayakan 82 persen dari anjuran dengan 600 skor, dimana tingkat kelayakan TPA ini masih di bawah TPA lainnya di Kabupaten Banyumas dan belum menerapkan sistem sanitasy land fill sehingga mudah dikendalikan dan dikontrol.
Gambar 5 TPA Tipar Kidul (daerah RML)
44
Kelurahan Ajibarang Kulon Kelurahan Ajibarang Kulon merupakan wilayah paling selatan dari Kecamatan Ajibarang dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara
: Desa Pandansari
b. Sebelah selatan
: Desa Karangbawang
c. Sebelah timur
: Desa Kracak, Kecamatan Gumelar
d. Sebelah barat
: Desa Ciberung
Kelurahan Ajibarang Kulon terdiri dari 4 (empat) dusun. Total Rukun Warga berjumlah 12 RW dan total Rukun Tetangga berjumlah 70 RT. Lokasi ini dihuni oleh 2 480 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk keseluruhan adalah 7 885 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 3 915 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 3 970 jiwa. Pada usia produktif penduduk Kelurahan Ajibarang Kulon memiliki mata pencaharian atau pekerjaan yang beragam, namun pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh penduduk berada pada sektor pedagang/wiraswasta. Tabel 8 menunjukkan bahwa hampir separo responden (47.9%) penduduk Kelurahan Ajibarang Kulon bekerja pada sektor pedagang/wiraswasta. Jenis pekerjaan penduduk lainnya di seluruh sektor yaitu bekerja sebagai buruh tani (14.5%), petani (9.5%), pengrajin (11.6%), PNS (7.1%), TNI/POLRI (2.4%), peternak (0.1%), karyawan swasta (4.9%), dan dokter (0.4%). Tabel 8 Penduduk Kelurahan Ajibarang Kulon berdasarkan mata pencaharian Tahun 2009 No.
Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Buruh tani Petani Pedagang/wiraswasta Pengrajin PNS TNI/POLRI Montir Peternak Karyawan Swasta Dokter Total
Jumlah (jiwa) 157 103 518 125 77 26 17 1 53 4 1081
Persentase (%) 14.5 9.5 47.9 11.6 7.1 2.4 1.6 0.1 4.9 0.4 100.0
Sumber: Data penduduk Kelurahan Ajibarang Kulon, 2009
Jumlah terbesar pendidikan yang ditempuh oleh penduduk terdapat pada penduduk yang tamat SD/sederajat (1 057 jiwa), sedangkan yang lainnya yaitu tidak tamat SD/sederajat (1 128 jiwa), tamat SLTP/sederajat (1 851 jiwa), tamat
45
SLTA/sederajat (1 231 jiwa), tamat Diploma I (11 jiwa), tamat Diploma II (15 jiwa), tamat Diploma III (10 jiwa), tamat S1 (133 jiwa), dan tamat S2 (5 jiwa). Lokasi penelitian ini berada pada kondisi tidak rawan masalah lingkungan (TMRL). Hal ini dapat dilihat dari kondisi lingkungan lokasi yang tidak mengalami gejala-gejala rawan masalah lingkungan seperti yang telah disebutkan dalam pemaparan lokasi rawan masalah lingkungan (Desa Tipar Kidul). Kelurahan Ajibarang Kulon juga telah memiliki taman kota (Taman Hijau) sebagai salah satu simbol daerah yang mampu menjaga kelestarian lingkungannya dengan baik. Selain itu, lokasi perumahan penduduk juga lebih terlihat bersih daripada kelurahan-kelurahan lainnya. Gambar Taman Hijau dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
Gambar 6 Taman Hijau Kelurahan Ajibarang Kulon (daerah TRML)
Karakteristik Responden Jenis Kelamin Berdasarkan penelitian, lebih dari separuh (56%) responden berjenis kelamin laki-laki. Lebih dari tiga per lima (61.7%) responden di daerah RML berjenis kelamin laki-laki, sedangkan lebih dari separuh (52.5%) responden di daerah TRML berjenis kelamin perempuan. Uji beda rataan yang dilakukan (Tabel 9) dalam penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada responden (p = 0.165). Persentase jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki di daerah RML lebih mendominasi disebabkan karena proporsi jumlah penduduk laki-laki di daerah RML ini lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah TRML, sehingga pengambilan responden laki-laki lebih banyak dilakukan di daerah RML.
46
Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total P.value t-test
Daerah RML n % 37 61.7 23 38.3 60 100.0
Daerah TRML n % 19 47.5 21 52.5 40 100.0 0.165
Total n % 56 56.0 44 44.0 100 100.0
Usia Usia responden berkisar antara 20 hingga 56 tahun. Berdasarkan Hurlock (1980) kategori usia responden dibagi menjadi 3 (tiga kategori) yaitu dewasa awal (20 – 30 tahun), dewasa madya (31 – 40 tahun), dan dewasa akhir (> 40 tahun). Secara keseluruhan sepertiga responden (37.0%) berada pada rentang usia 31-40 tahun (dewasa madya). Lebih dari sepertiga (35.0%) responden di daerah RML berada pada usia 31-40 tahun (usia madya), begitu pula pada daerah TRML dua per lima (40%) berada pada kategori usia 31-40 tahun usia madya sehingga keseluruhan responden berada pada usia madya. Rataan usia responden di daerah RML lebih tinggi daripada rataan usia responden di daerah tidak rawan masalah lingkungan. Rataan usia responden di daerah RML 35.95 tahun dan di daerah TRML 34.73 tahun. Uji beda rataan yang dilakukan (Tabel 10) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.517). Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi
seseorang
dalam
pembuatan
keputusan
untuk
menerima segala sesuatu (Kotler 2002). Usia dewasa madya merupakan usia yang cukup matang untuk menerima keadaan lingkungan di sekitar dan mengambil keputusan yang tepat dalam berperilaku pro lingkungan sesuai dengan kesadaran, norma, dan tanggung jawab masing-masing responden. Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan usia Usia Dewasa awal Dewasa madya Dewasa akhir Total Min-max (tahun) Mean ± SD (tahun) P.value t-test
Daerah RML n % 20 33.3 21 35.0 19 31.7 60 100.0 20-55 35.95±9.16
Daerah TRML n % 13 32.5 16 40.0 11 27.5 40 100.0 20-56 34.73±9.35 0.517
Total n % 33 33.0 37 37.0 30 30.0 100 100.0 20-56 35.46±9.22
Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari dua per lima (48.3%) responden di daerah RML menempuh pendidikan hingga tamat SMA, begitu pula
47
separuh (50%) responden di daerah TRML menempuh pendidikan hingga tamat SMA. Secara keseluruhan hampir separuh (49.0%) responden menempuh pendidikan hingga tamat SMA (Tabel 12). Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir bahkan persepsinya terhadap suatu masalah (Sumarwan 2002). Hal ini berbanding lurus dalam Pulungan (1993) diacu dalam Widianti (2004) bahwa orangtua berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya serta lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan masyarakat. Berdasarkan data yang disajikan bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.117). Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan SD SMP SMA DIPLOMA (DI, DII, DIII) S1 Total P.value t-test
Daerah RML n % 1 1.7 9 15.0 29 48.3 9 15.0 12 20.0 60 100.0
Daerah TRML n % 0 0.0 3 7.5 20 50.0 3 7.5 14 35.0 40 40.0 0.117
Total n % 1 1.0 12 12.0 49 49.0 12 12.0 26 26.0 100 100.0
Jenjang pendidikan sampai 6 tahun adalah jenjang pendidikan sampai dengan tamat SD, 7-9 tahun adalah jenjang pendidikan sampai dengan tamat SD, 10-15 tahun adalah pendidikan sampai Diploma dan Strata 1 (Sarjana), dan jenjang pendidikan lebih dari 16 tahun adalah pendidikan Pasca Sarjana yaitu S2 dan S3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh (49%) responden menempuh pendidikan selama 10-12 tahun. Hampir separuh (48.3%) responden di daerah RML menempuh pendidikan selama 10-12 tahun dimana jenjang pendidikannya adalah sampai jenjang pendidikan SMA. Begitu pula separuh (50%) responden di daerah TRML menempuh pendidikan selama 10-12 tahun. Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan Lama pendidikan 0 – 6 tahun 7 – 9 tahun 10 – 12 tahun 12 – 15 tahun > 15 tahun Total Min-max Mean ± SD P.value t-test
Daerah RML n % 1 1.7 9 9.0 29 48.3 9 15.0 12 20.0 60 100.0 6-16 12.70±2.47
Daerah TRML n % 0 0.0 3 7.5 20 50.0 3 7.5 14 35.0 40 100.0 9-16 13.40±2.26 0.155
Total n % 1 1.0 12 12.0 49 49.0 12 12.0 26 26.0 100 100.0 6-16 12.98±2.40
48
Rataan lama pendidikan responden di daerah tidak rawan lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan responden di daerah RML. Rataan lama pendidikan responden di daerah RML adalah 12.70 tahun. Rataan lama pendidikan responden di daerah TRML adalah 13.40 tahun. Berdasarkan data yang disajikan (Tabel 12) bila diuji beda rataan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.155). Pekerjaan Pekerjaan responden beragam, secara keseluruhan didominasi oleh karyawan swasta (43%), yaitu lebih dari dua per lima dari total responden. Jenis pekerjaan responden lainnya secara berurutan adalah PNS (16%), karyawan BUMN (13%) ibu rumah tangga atau tidak bekerja (13%), wiraswasta (11%), dan TNI/POLRI (4%). Lebih dari dua per lima (43.3%) responden (Tabel 13) di daerah RML dan di daerah TRML (42.5%) didominasi oleh pekerja atau karyawan swasta. Hal ini disebabkan karena tingkat dan lama pendidikan yang sebagian besar responden hanya sampai tamat SMA dan di sekitar lingkungan tempat tinggal terdapat berbagai macam usaha rumah tangga maupun pabrik yang menjadi salah satu sumber utama mata pencaharian penduduk (responden) sekitar. Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan Pekerjaan PNS TNI/POLRI BUMN Swasta Wiraswasta Ibu RumahTangga Total
Daerah RML n % 10 16.7 2 3.3 9 15.0 26 43.3 5 8.3 8 13.3 60 100.0
Daerah TRML n % 6 15.0 2 5.0 4 10.0 17 42.5 6 15 5 12.5 40 40.0
Total n % 16 16.0 4 4.0 13 13.0 43 43.0 11 11.0 13 13.0 100 100.0
Pendapatan Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi konsumen untuk membiayai kegiatan konsumsinya. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan pada umumnya diterima dalam bentuk uang (Sumarwan 2002). Pendapatan per kapita responden diukur berdasarkan Garis Kemiskinan Jawa Tengah daerah pedesaan (untuk Kabupaten Banyumas). Garis kemiskinan diambil berdasarkan kriteria BPS Jawa Tengah yaitu di bawah Rp 179 982 (BPS Jawa Tengah 2010).
49
Pendapatan keluarga merupakan semua pemasukan uang yang diterima oleh keluarga baik yang berasal dari pendapatan (diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah) anggota keluarga maupun sumber-sumber lain seperti pinjaman, dan bantuan dari kerabat atau pemerintah. Pendapatan keluarga responden berkisar antara Rp. 500 000 - Rp. 5 600 000. Data penelitian menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga (37%) contoh menunjukkan bahwa memiliki pendapatan kurang dari Rp 1 000 000. Sebanyak dua per lima (40%) responden di daerah RML memiliki pendapatan kurang dari Rp 1000 000, sedangkan lebih dari sepertiga (35%) responden di daerah TRML memiliki pendapatan antara Rp 1000 001 – 2 000 000. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Pendapatan Rp. 500 000 – Rp. 1 000 000 Rp. 1 000 001 – Rp. 2 000 000 Rp. 2 000 001 – Rp. 3 000 000 > Rp. 3 000 000 Total Min-max (rupiah) Mean ± SD (rupiah)
Daerah RML n % 24 40.0 15 25.0 17 28.3 4 6.7 60 60.0 600 000 – 5 600 000 1 770 000 ± 1 080 000
P.value t-test
Daerah TRML n % 13 32.5 14 35.0 9 22.5 4 10.0 40 40.0 500 000 – 5 000 000 1 780 000 ± 1 010 000 0.951
Total n % 37 37.0 29 29.0 26 26.0 8 8.0 100 100.0 500 000 – 5 600 000 1 770 000 ± 1 050 000
Rataan pendapatan contoh di daerah TRML lebih tinggi daripada rataan pendapatan contoh di darah RML. Rataan pendapatan contoh di daerah RML adalah sebesar Rp. 1 770 000, sedangkan di daerah TRML adalah sebesar Rp 1 780 000. Berdasarkan uji beda rataan yang dilakukan dalam penelitian (Tabel 15) tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.951). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan Pendapatan < Rp. 179 982 Rp. 179 983 – Rp. 500 000 Rp. 500 001 – Rp. 1 000 000 > Rp 1 000 000 Total Min-max (rupiah) Mean ± SD (rupiah)
Daerah RML n % 9 15.0 25 41.7 22 36.7 4 6.7 60 60.0 125 000 – 1 866 667 543 000 ± 367 981
Daerah TRML n % 3 7.5 19 47.5 16 40.0 2 5.0 40 40.0 166 667 – 1 266 667 521 000 ± 291 190
Total n % 12 12.0 44 44.0 38 38.0 6 6.0 100 100.0 125 000 – 1 866 667 534 000 ± 337 959
Kriteria garis kemiskinan yang digunakan adalah BPS Jawa Tengah (2010), standar kemiskinan sebesar Rp 179 982 per kapita per bulan.
50
Berdasarkan standar garis kemiskinan, hampir seluruh contoh berada dalam kategori tidak miskin (Tabel 15). Hal ini disebabkan karena proporsi penduduk miskin yang diambil sebagai contoh tidak ada dan cukup banyaknya lapangan pekerjaan yang mendukung perekonomian responden di sekitar tempat tinggalnya.
Akses Informasi Konsumen
membutuhkan
informasi,
karena
informasi
mempunyai
berbagai fungsi bagi konsumen. Informasi membantu konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional dan efisien, sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga dapat mengurangi resiko dan ketidakpastian (Sumarwan 2002). Menurut Junaedi (2008) informasi yang diperoleh konsumen akan mempengaruhi
pemahaman
pengetahuan
ekologikal
konsumen.
Sumber
informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya televisi, surat khabar, majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Dalam pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik demografi dari segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan. Tabel 16 Persentase responden berdasarkan indikator pernyataan pro lingkungan dan sumber informasi yang diperoleh No 1 2 3
4 5 6
Indikator pernyataan Membuang sampah pada tempatnya Gerakan menanam pohon Pemisahan limbah rumah tangga (sampah organik dan anorganik) Dilarang merokok di tempat umum Car free day (hari bebas kendaraan) Produk ramah lingkungan
Daerah RML (%) ME MC T
Sumber informasi Daerah TRML Total (%) (%) ME MC T ME MC T
43
17
12
38
27
15
81
44
27
48
8
22
39
15
14
87
23
36
45
10
8
33
19
3
78
29
11
52
7
13
36
28
12
88
35
25
42
25
6
31
10
11
73
35
17
36
22
5
27
13
0
63
35
5
Keterangan: pilihan jawaban boleh lebih dari satu *ME=Media elektronik, MC=Media cetak, T=Tokoh
Akses informasi diperoleh responden melalui berbagai sumber, yaitu sumber media elektronik (televisi, radio, internet), media cetak (poster, baliho, majalah, koran, tabloid), dan tokoh (pemerintah, tokoh masyarakat setempat, penyuluh, artis). Berdasarkan Tabel 16 responden menempatkan media
51
elektronik sebagai sumber informasi yang lebih sering diterima atau diakses dibandingkan dengan media cetak dan tokoh untuk seluruh komponen pernyataan perilaku pro lingkungan. Hampir seluruh (81%) responden lebih banyak mengakses media elektronik dalam mendapatkan informasi mengenai membuang sampah pada tempatnya. Hampir seluruh (87%) responden lebih banyak mengakses media elektronik dalam mendapatkan informasi mengenai gerakan menanam pohon. Hampir seluruh (78%) responden lebih banyak mengakses media elektronik dalam mendapatkan informasi mengenai pemisahan limbah rumah tangga (sampah organik dan anorganik). Hampir seluruh (88%) responden lebih banyak mengakses
media
elektronik
dalam
mendapatkan
informasi
mengenai
pelarangan merokok di tempat umum. Hampir seluruh (73%) responden lebih banyak mengakses media elektronik dalam mendapatkan informasi mengenai car free day (hari bebas kendaraan). Tabel 16 menjelaskan bahwa lebih dari tiga per lima (63%) responden lebih banyak mengakses media elektronik dalam mendapatkan informasi mengenai
produk ramah lingkungan. Konsumsi berbagai media menurut
Fotopoulos dan Krystallis (2002) dalam Junaedi (2008) diduga berpengaruh terhadap motif pembelian produk-produk yang bertanggung jawab pada lingkungan. Hal ini disebabkan oleh makin tinggi seseorang mengakses atau mengkonsumsi media tertentu akan menambah pengetahuan ekologikal seseorang sehingga konsumen lebih memiliki kesadaran pada lingkungan. Menurut
Junaedi
(2008)
menerangkan
bahwa
selain
frekuensi
mengkonsumsi media yang ada, sumber informasi yang didapatkan seorang konsumen juga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan ekologikal dan afek ekologikal seseorang untuk lebih memiliki kepedulian terhadap lingkungannya. Frekuensi penerimaan informasi perilaku pro lingkungan diukur berdasarkan berapa banyak responden menerima akses informasi dalam 6 (enam) bulan terakhir. Frekuensi dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu kategori sedikit (kurang dari 15 kali), sedang (16 – 30 kali), dan banyak (lebih dari 30 kali). Berdasarkan Tabel 17 secara keseluruhan responden baik di daerah RML dan di daerah TRML termasuk dalam kategori yang sedikit mendapatkan informasi mengenai membuang sampah pada tempatnya (81%), gerakan menanam pohon (99%), pemisahan limbah rumah tangga (84%), pelarangan merokok di tempat umum (82%), car free day (88%), dan produk ramah
52
lingkungan (87%). Uji beda rataan yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada akses informasi mengenai pelarangan merokok di tempat umum (p = 0.001). Hal ini menunujukkan bahwa responden di daerah RML lebih banyak menerima informasi mengenai pelarangan merokok di tempat umum. Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan jumlah sumber informasi yang diperoleh no
1
2
3
4
5
6
Jumlah / frekuensi Sumber informasi Membuang sampah pada tempatnya a. Sedikit (<15 kali) b. Sedang (16-30 kali) c. Banyak (>30 kali) Gerakan menanam pohon a. Sedikit (<15 kali) b. Sedang (16-30 kali) c. Banyak (>30 kali) Pemisahan limbah rumah tangga (sampah organik dan anorganik) a. Sedikit (<15 kali) b. Sedang (16-30 kali) c. Banyak (>30 kali) Dilarang merokok di tempat umum a. Sedikit (<15 kali) b. Sedang (16-30 kali) c. Banyak (>30 kali) Car free day (hari bebas kendaraan) a. Sedikit (<15 kali) b. Sedang (16-30 kali) c. Banyak (>30 kali) Produk ramah lingkungan a. Sedikit (<15 kali) b. Sedang (16-30 kali) c. Banyak (>30 kali)
Sumber informasi Daerah Daerah Total RML TRML n % n % n %
46
76.7
35
87.5
81
81.0
8
13.3
3
7.5
11
11.0
6
10.0
2
5.0
8
8.0
60
100.0
39
97.5
99
99.0
0
0.0
1
2.5
1
1.0
0
0.0
0
0.0
0
0.0
53
88.3
31
77.5
84
84.0
1
1.7
7
17.5
8
8.0
6
10.0
2
5.0
8
8.0
56
93.3
26
65.0
82
82.0
4
6.7
11
27.5
15
15.0
0
0.0
3
7.5
3
3.0
52
86.7
36
90
88
88.0
8
13.3
3
7.5
11
11.0
0
0
1
2.5
1
1.0
50
83.3
37
92.5
87
87.0
4
6.7
1
2.5
5
5.0
6
10.0
2
5.0
8
8.0
P value
0.175
0.323
0.629
0.001*
0.912
0.200
Sumber informasi terpercaya adalah sumber informasi yang hanya dipilih salah satu oleh responden sebagai sumber informasi yang paling baik dalam memberikan informasi mengenai perilaku pro lingkungan. Secara keseluruhan media elektronik merupakan sumber informasi terpercaya. Uji beda rataan yang
53
dilakukan (Tabel 18) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada informasi mengenai membuang sampah pada tempatnya (p = 0.001), pemisahan limbah rumah tangga (p = 0.007), dan car free day (p = 0.000). Tabel 18 Persentase responden berdasarkan indikator pernyataan pro lingkungan dan sumber informasi terpercaya N o 1 2 3 4 5 6
Indikator pernyataan Membuang sampah pada tempatnya Gerakan menanam pohon Pemisahan limbah rumah tangga (sampah organik dan anorganik) Dilarang merokok di tempat umum Car free day (hari bebas kendaraan) Produk ramah lingkungan
Sumber informasi Media Media Tokoh elektronik cetak n % n % n % 65 12 12.0 23 23.0 65.0 52 20 12.0 28 23.0 52.0 54
54.0
20
20.0
26
26.0
67 57 82
67.0 57.0 82.0
32 34 11
32.0 34.0 11.0
1 9 7
1.0 9.0 7.0
Lebih dari tiga per lima (65%) responden mempercayai media elektronik sebagai pengakses informasi mengenai membuang sampah pada tempatnya. Lebih dari separuh (52%) responden mempercayai media elektronik sebagai pengakses informasi mengenai gerakan menanam pohon. Lebih dari separuh (54%) responden mempercayai media elektronik sebagai pengakses informasi mengenai pemisahan limbah rumahtangga. Lebih dari tiga per lima (67%) responden mempercayai media elektronik sebagai pengakses informasi mengenai pelarangan merokok di tempat umum. Lebih dari separuh (57%) responden mempercayai media elektronik sebagai pengakses informasi mengenai car free day atau hari bebas kendaraan. Hampir seluruh (82%) responden mempercayai media elektronik sebagai pengakses informasi produk ramah lingkungan. Penyebaran ide melalui media massa sangat efektif menyadarkan konsumen untuk ambil bagian dan turut serta memberikan sumbangannya dalam menghentikan atau mengurangi laju degradasi kualitas lingkungan. Pada realitasnya, ketersediaan data dan informasi berkaitan dengan lingkungan dan produk-produk yang diklaim ramah lingkungan masih cukup minim sehingga konsumen sebenarnya tidak mengetahui sepenuhnya kebenaran dari klaim-klaim tersebut (Rahayu 2008). Sumber informasi yang diperoleh responden beserta yang dipercaya oleh responden mengenai berbagai pernyataan pro lingkungan menyatakan bahwa proporsi terbesar responden adalah memperoleh informasi dari media elektronik dan responden mempercayainya. Pada informasi membuang sampah pada
54
tempatnya, sebanyak 81 persen responden menyatakan bahwa media elektronik sebagai sumber yang banyak memuat informasi dan 62 persen responden menyatakan bahwa media elektronik merupakan sumber yang banyak memuat informasi. Sebanyak 87 persen responden menyatakan bahwa media elektronik sebagai sumber yang banyak memuat informasi mengenai gerakan menanam pohon dan 46 persen responden mempercayainya. Pada informasi pemisahan limbah rumah tangga 78 persen responden menyatakan bahwa media elektronik sebagai sumber yang banyak memuat informasi dan 49 persen responden mempercayainya. Sebanyak 88 persen responden menyatakan bahwa media elektronik sebagai sumber yang banyak memuat informasi mengenai dilarang merokok di tempat umum dan 62 persen responden diantaranya mempercayainya. Sebanyak 73 persen responden menyatakan bahwa media elektronik sebagai sumber yang banyak memuat informasi mengenai hari bebas kendaraan (car free day) dan 52 persen responden diantaranya mempercayainya. Pada informasi produk ramah lingkungan sebanyak 63 persen responden menyatakan bahwa media elektronik sebagai sumber yang banyak memuat informasi dan 55 persen responden mempercayai sumber informasi tersebut.
Pengetahuan mengenai Lingkungan Definisi pengetahuan lingkungan menurut Chan (1999) diacu dalam Junaedi (2008) adalah seberapa besar seorang individu mengetahui isu-isu tentang lingkungan. Tingkat pengetahuan mengenai lingkungan diukur dalam berbagai pernyataan (15 pernyataan), yaitu tentang beberapa aspek lingkungan mengenai pengetahuan umum lingkungan, perilaku pro lingkungan, kegiatan pro lingkungan di sekitar masyarakat (responden), dan manfaat perilaku pro lingkungan. Hampir seluruh responden dari daerah RML dan dari daerah TRML menjawab dengan baik pernyataan satu (pesatnya pertumbuhan penduduk merupakan kunci yang menyebabkan kualitas kemerosotan lingkungan saat ini) sebesar 91 persen, pernyataan dua (pekarangan rumah merupakan salah satu unsur aset dalam menjaga kelestarian lingkungan) sebesar 99 persen, pernyataan lima (penanaman pohon di Gunung Putri, Desa Tipar Kidul bertujuan untuk mengatasi tanah longsor) sebesar 93 persen, dan pernyataan 15 (masalah lingkungan menurunkan kualitas hidup manusia) sebesar 91 persen (Tabel 19).
55
Tidak semua pernyataan dijawab dengan baik oleh seluruh responden karena adanya keterbatasan informasi yang diterima baik secara langsung maupun tidak langsung. Hanya 21 persen dari keseluruhan responden dapat menjawab dengan baik pernyataan delapan (salah satu ciri khas produk ramah lingkungan adalah mencantumkan label antieco-friendly pada kemasannya). Angka persentase ini merupakan angka terendah dari keseluruhan item pernyataan yang diberikan. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya informasi yang diterima responden dan banyaknya responden yang tidak mau mencari informasi terbaru. Tabel 19 Persentase responden menjawab benar pernyataan pengetahuan No 1
2 3 4 5 6 7 8
9
10
11
12 13 14 15
Pernyataan Pesatnya pertumbuhan penduduk merupakan kunci yang menyebabkan kualitas kemerosotan lingkungan saat ini Pekarangan rumah merupakan salah satu unsur aset dalam menjaga kelestarian lingkungan Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi potensi lestarinya Emisi gas oksigen mempunyai peranan yang besar dalam menurunkan temperatur permukaan bumi Penanaman pohon di Gunung Putri, Desa Tipar Kidul bertujuan untuk mengatasi tanah longsor Limbah rumah tangga berupa sampah anorganik dapat dijadikan sebagai pupuk alami atau kompos Limbah cair rumah tangga dapat digunakan untuk menyiraman berbagai jenis tanaman Salah satu ciri khas produk ramah lingkungan adalah mencantumkan label antieco-friendly pada kemasannya Perdes no. 10 Tahun 2009 dikeluarkan oleh Desa Tipar Kidul yang berisi denda bagi warga yang merokok di sembarang tempat Pemisahan sampah organik dan anorganik berfungsi untuk menjaga kelestarian dan kesehatan lingkungan Produk pembersih rumah yang mengandung CFC atau chlorofluorocarbon dapat diuraikan lagi menjadi senyawa yang ramah lingkungan LSM Bestari Wyakti Kec. Ajibarang menjalankan program penanaman pohon pada bulan April 2010 Resiko kesehatan perokok pasif sama saja dengan perokok aktif Hari lingkungan hidup diperingati setiap tanggal 5 Juli Masalah lingkungan menurunkan kualitas hidup manusia
Responden Daerah Daerah RML TRML (%) (%)
Total (%)
88.3
95.0
91.0
98.3
100.0
99.0
50.0
47.5
49.0
22.3
22.5
23.0
90.0
97.5
93.0
50.0
40.0
46.0
58.3
35.0
49.0
15.0
30.0
21.0
38.3
32.5
36.0
78.3
72.5
76.0
23.3
42.5
31.0
26.7
32.5
29.0
33.3
72.5
49.0
46.7
30.0
40.0
90.0
92.5
91.0
56
Banyaknya pernyataan yaitu kurang lebih 10 pernyataan yang tidak dijawab dengan baik oleh responden dengan persentase jumlah responden yang menjawab sebesar kurang dari 66 persen dapat disebabkan karena adanya pengetahuan subjektif, yaitu pengetahuan seseorang tersebut mungkin tidak selalu sesuai dengan realitas yang sebenarnya (Engel et al. 2004). Menurut Khomsan (2002) tingkat pengetahuan lingkungan responden dibagi menjadi 3 (tiga) ketegori, yaitu kategori kurang (nilai <60), kategori sedang (nilai 60 – 80), dan kategori baik (nilai >80). Secara keseluruhan sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai lingkungan menunjukkan bahwa lebih dari separuh (55%) responden memiliki tingkat pengetahuan sedang yaitu dengan skor nilai antara 60 – 80. Hampir separuh (43.3%) responden di daerah RML memiliki tingkat pengetahuan sedang dan hampir seluruh (72.5%) responden di daerah RML memiliki tingkat pengetahuan sedang. Jumlah persentase yang menjawab dengan benar pernyataan di daerah RML lebih tinggi yang disebabkan karena banyaknya responden yang menyadari adanya permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitar responden. Menurut Strong (1998) diacu dalam Rahayu (2008) pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Rataan pengetahuan mengenai lingkungan responden di daerah TRML lebiih tinggi dibandingkan dengan rataan pengetahuan responden di daerah RML. Rataan pengetahuan responden di daerah RML adalah sebesar 54.00 sedangkan rataan pengetahuan responden di daerah TRML adalah sebesar 62.83. Hal ini menjelaskan bahwa pengetahuan responden di daerah TRML lebih baik daripada pengetahuan responden di daerah RML. Berdasarkan data yang disajikan (Tabel 20) uji beda rataan terdapat perbedaan signifikan (p = 0.000). Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang lingkungan Pengetahuan Kurang (skor <60) Sedang (skor 60-80) Baik (skor >80) Total Min-max Mean ± SD P.value t-test
Daerah RML n % 34 56.7 26 43.3 0 0.0 60 100.0 33.33-80 54.00±11.09
Daerah TRML n % 9 22.5 29 72.5 2 5.0 40 100.0 33.33-86.67 62.83±11.78 0.000*
Total n % 43 43.0 55 55.0 2 2.0 100 100.0 33.33-86.67 57.53±12.12
57
Faktor-faktor Pembentuk Intensi Perilaku Pro lingkungan Kesadaran Kesadaran berperilaku adalah adanya rasa sadar yang diyakini untuk melakukan sesuatu yang aktif dan pasif sesuai dengan norma yang berlaku, serta unsur dalam diri manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap lingkungan. Secara epistemologi dasar dari segala pengetahuan manusia adalah tahap perseptual, yaitu kesadaran yang terdiskreminasi pada tingkatan persepsi dimana manusia memahami fakta dan memahami realitas. Kesadaran berperilaku dalam penelitian ini adalah menyadari
pentingnya
peningkatan
kesadaran
hidup
dalam
menjaga
keseimbangan lingkungan dan mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan dalam perilaku pro lingkungan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Kesadaran berperilaku pro lingkungan diukur dengan 8 (delapan) item pernyataan yang dapat dipilih responden untuk pilihan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Tingkat kesadaran responden dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu kategori rendah (skor <60), kategori sedang (skor 60 – 80), dan kategori tinggi (skor >80). Secara keseluruhan sebaran responden berdasarkan tingkat kesadaran menunjukkan bahwa lebih dari tiga per lima (62%) responden memiliki tingkat kesadaran sedang yaitu dengan skor 60 – 80. Berdasarkan penelitian, lebih dari tiga per lima (61.7%) responden di daerah RML memiliki tingkat kesadaran sedang, begitu pula lebih dari tiga per lima (62.5%) responden di daerah TRML memiliki tingkat kesadaran sedang. Hal ini berdasarkan jawaban responden yang menyatakan bahwa responden menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, keseimbangan alam, menyadari pentingnya melaksanakan kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan, serta meninggalkan kegiatan yang merugikan lingkungan maupun masyarakat sekitarnya. Konsumen yang memiliki kesadaran lingkungan disebut green orientation yang pada masa mendatang diprediksikan akan meningkat. Konsumen yang memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungan akan memilih produk-produk yang ramah lingkungan walaupun harganya relatif lebih mahal (Vlosky et al 1999; Laroche et al 2001 dalam Junaedi 2008). Rataan nilai kesadaran responden di daerah RML lebih tinggi dibandingkan dengan rataan nilai kesadaran responden di daerah TRML. Rataan nilai kesadaran responden di daerah RML adalah sebesar 76.68 sedangkan
58
rataan kesadaran conto di daerah TRML adalah sebesar 70.02. Berdasarkan uji beda rataan (Tabel 21) dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang nyata (p = 0.711). Tabel 21 Sebaran responden berdasarkan tingkat kesadaran lingkungan Kesadaran Rendah (skor <60) Sedang (skor 60-80) Tinggi (skor >80) Total Min-max Mean ± SD P.value t-test
Daerah RML n % 0 0.0 37 61.7 23 38.3 60 100.0 65.63-93.75 76.68±9.21
Daerah TRML n % 0 0.0 25 62.5 15 37.5 40 100.0 65.63-93.75 70.02±7.57 0.711
Total n % 0 0 62 62.0 38 38.0 100 100.0 65.63-93.75 76.41±8.56
Sebaran jawaban pernyataan kesadaran yang telah dijawab responden dibagi menjadi tiga kategori rataan skor, yaitu negatif (skor 1 – 2.6), netral (skor 2.61 – 3.4), dan positif (skor 3.41 – 5). Secara keseluruhan, rataan skor pada pernyataan kesadaran berada pada skor positif yang artinya responden telah menyetujui atau menyadari bahwa kesadaran lingkungan mutlak diperlukan. Tabel 22 Persentase responden berdasarkan tingkat kesadaran dan rataan skor Persentase No
Pernyataan
1 2
Menjaga kelestarian lingkungan Keseimbangan alam adalah kenyamanan dan kemudahan di dalamnya Menjaga kelestarian lingkungan tidak berdampak baik terhadap kegiatan yang saya jalankan Produk ramah lingkungan banyak dicari oleh masyarakat Kegiatan penanaman pohon dapat mencegah kebanjiran dan tanah longsor Jumlah limbah rumah tangga yang saya keluarkan tidak melebihi mengganggu dan kelestarian lingkungan Dampak dari polusi kendaraan bermotor sangat buruk bagi kesehatan masyarakat Merokok di tempat umum tidak berbahaya bagi kesehatan orang lain Rataan skor
3
4 5
6
7
8
Netral
setuju
Rataan skor
0
100
4.79
0
0
100
4.38
69
25
6
3.95
7
30
63
3.57
0
7
93
4.64
58
21
21
2.41
1
1
98
4.46
82
8
10
4.25
Tidak setuju 0
4.06
Proporsi terbesar responden telah menyetujui bahwa pentingnya kesadaran akan menjaga kelestarian lingkungan, keseimbangan alam, produk ramah lingkungan, dan buruknya dampak polusi bagi kesehatan, serta
59
responden tidak menyetujui bahwa menjaga kelestarian lingkungan tidak berdampak baik terhadap kegiatan yang dijalankan, jumlah limbah rumah tangga tidak melebihi dan mengganggu kelestarian lingkungan, dan merokok di tempat umum tidak berbahaya bagi kesehatan. Telah
terbentuk
kesadaran
global
bahwa
persoalan
lingkungan
merupakan persoalan bersama dan hanya bisa teratasi kalau setiap individu secara aktif baik sendiri-sendiri atau pun melalui gerakan kolektif memberikan sumbangannya. Perkembangan terakhir bahkan sampai pada kesadaran bahwa lingkungan yang sehat dan lestari tidak saja memberikan kehidupan yang sehat namun menjamin pula efisiensi pada level mikro perusahaan dan sustainable development pada level makro pembangunan sebuah negara (Rahayu 2008). Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah sesuatu yang harus dilakukan agar menerima sesuatu yang dinamakan hak. Menurut Siahaan (2004) asas baru dalam hukum lingkungan adalah asas tanggung jawab yang bersifat khusus yang disebut dengan strict liability. Asas ini oleh sarjana-sarjana hukum lingkungan disebut sebagai asas tanggung jawab langsung dan seketika. Tanggung jawab berperilaku dalam penelitian ini adalah sesuatu yang harus dilakukan agar menerima sesuatu yang dinamakan hak dalam pelestarian lingkungan, bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan, bertanggung jawab menggunakan barang-barang agar tidak menimbulkan konsekuensi yang membahayakan lingkungan dan masyarakat sekitar, serta bertanggung jawab melaksanakan kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan. Tanggung jawab berperilaku pro lingkungan diukur dengan delapan item pernyataan yang dapat dipilih responden untuk pilihan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Tingkat tanggung jawab responden dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah (skor <60), kategori sedang (skor 60 – 80), dan kategori tinggi (skor >80). Secara keseluruhan sebaran responden berdasarkan tingkat tanggung jawab menunjukkan bahwa hampir seluruh (72%) responden memiliki tingkat tanggung jawab sedang yaitu dengan skor 60 – 80. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Tabel 23) hampir seluruh (83.3%) responden di daerah RML memiliki tingkat tanggung jawab sedang, begitu pula tiga per lima (60%) responden di daerah TRML memiliki tingkat tanggung jawab sedang. Hal ini berdasarkan jawaban responden yang menyatakan bahwa
60
responden bertanggung jawab dan perhatian terhadap kelestarian lingkungan, bertanggung jawab terhadap pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekitar, serta bertanggung jawab untuk meninggalkan hal-hal buruk yang dapat merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar. Rataan nilai tanggung jawab responden di daerah TRML lebih tinggi dibandingkan dengan rataan nilai tanggung jawab responden di daerah RML. Rataan nilai tanggung jawab responden di daerah RML adalah sebesar 71.98 sedangkan rataan nilai tanggung jawab responden di daerah TRML adalah sebesar 75.39. Hal ini menjelaskan bahwa tanggung jawab responden di daerah TRML lebih baik daripada di daerah RML. Berdasarkan data yang disajikan (Tabel 23) bila diuji beda rataan terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.036). Tabel 23 Sebaran responden berdasarkan tingkat tanggung jawab lingkungan Tanggung jawab Rendah (skor <60) Sedang (skor 60-80) Tinggi (skor >80) Total Min-max Mean ± SD P.value t-test
Daerah RML n % 3 5.0 50 83.3 7 11.7 60 100.0 43.75-87.50 71.98±7.57
Daerah TRML n % 2 5.0 24 60.0 14 35.0 40 100.0 56.25-96.88 75.39±8.26 0.036*
Total n % 5 5.0 74 74 21 21 100 100.0 43.75-96.88 73.35±7.99
Sebaran jawaban pernyataan tanggung jawab yang telah dijawab responden dibagi menjadi 3 (tiga) kategori rataan skor, yaitu negatif (skor 1 – 2.6), netral (skor 2.61 – 3.4), dan positif (skor 3.41 – 5). Secara keseluruhan, rataan skor pada pernyataan tanggung jawab berada pada skor positif yang artinya responden telah menyetujui atau menyadari bahwa tanggung jawab lingkungan diperlukan untuk membentuk perilaku pro lingkungan yang baik. Rataan skor terbesar terdapat pada pernyataan pertama bahwa hampir seluruh (90%) responden bertanggung jawab dan perhatian terhadap lingkungan di sekitarnya sebesar 4.30, sedangkan rataan skor terkecil yaitu 3.37 pada pernyataan ketidaksetujuan responden yang merasa tidak bertanggung jawab terhadap konsekuensi limbah rumah tangga seperti sampah dan air bekas cucian. Hal ini disebabkan karena responden tidak menyadari dampak limbah yang dihasilkan akan berpengaruh pada lingkungan sekitar sehingga tanggung jawab yang dirasa tidak terlalu besar. Menurut Siahaan (2004) asas baru dalam hukum lingkungan adalah asas tanggung jawab yang bersifat khusus yang disebut dengan strict liability. Asas ini oleh sarjana-sarjana hukum lingkungan disebut sebagai asas tanggung jawab
61
langsung dan seketika, sehingga dapat dikatakan bahwa tanggung jawab lingkungan yang dilakukan responden berasal dari pribadi masing-masing dan berdampak kembali di sekitar lingkungannya sehingga responden memberi perhatian yang khusus untuk berpatisipasi dalam kelestarian lingkungan. Tabel 24 Persentase responden berdasarkan tingkat tanggung jawab dan rataan skor Persentase No
Pernyataan
1
Bertanggung jawab dan perhatian terhadap lingkungan di sekitar saya Rasa tanggung jawab terhadap lingkungannya Tidak bersalah jika merokok di depan umum Menyebarkan informasi tentang produk ramah lingkungan Mengatasi masalah lingkungan di sekitar Tidak bertanggung jawab terhadap konsekuensi limbah rumah tangga Tidak menanami tumbuhan atau pepohonan di pekarangan rumah Tidak bersalah jika menebang pohon di hutan milik pemerintah Rataan skor
2 3 4 5 6 7 8
Tidak setuju
Netral
setuju
Rataan skor
4
6
90
4.30
4
3
93
4.29
62
31
7
3.79
8
29
63
3.70
1
20
73
4.15
50
33
17
3.37
5
13
82
3.94
70
19
11
3.39 3.93
Norma Personal Salah satu pembentuk intensi pro lingkungan adalah norma personal yang melibatkan adanya kesadaran dan tanggung jawab dari pelaku yang bersangkutan (Garling et al 2001). Norma personal didefinisikan sebagai bentuk etika moral maupun kewajiban terhadap sesuatu yang menyangkut orientasi dalam memperlakukan sesuatu (Parwiyanto 2010). Norma personal dalam penelitian ini adalah sikap etika yang ditujukan dalam menyikapi masalah lingkungan sekitar serta menyikapi keadaan yang terjadi dalam lingkungan. Norma personal perilaku pro lingkungan diukur dengan delapan item pernyataan yang dapat dipilih responden untuk pilihan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Tingkat norma personal responden dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah (skor <60), kategori sedang (skor 60 – 80), dan kategori tinggi (skor >80). Secara keseluruhan sebaran responden berdasarkan tingkat norma personal menunjukkan bahwa hampir seluruh (84%) responden memiliki tingkat norma personal sedang yaitu dengan skor 60 – 80.
62
Berdasarkan penelitian, hampir seluruh responden di daerah RML (86.7%) dan TRML (80%%) memiliki tingkat norma personal sedang. Hal ini berdasarkan jawaban responden yang menyatakan bahwa sebagian besar responden merasa secara moral wajib untuk menjaga kelestarian lingkungan, melaksanakan kegiatan yang bermanfaat, serta meninggalkan hal-hal yang merugikan lingkungan maupun masyarakat sekitar. Rataan nilai norma personal di daerah TRML lebih tinggi dibandingkan dengan rataan nilai norma personal di daerah RML. Rataan nilai norma personal di daerah RML sebesar 68.80, sedangkan di daerah TRML sebesar 69.61. Berdasarkan uji beda rataan yang dilakukan (Tabel 25) untuk nilai norma personal tidak ada perbedaan nyata yang dihasilkan (p = 0.583). Tabel 25 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma personal Norma personal Rendah (skor <60) Sedang (skor 60-80) Tinggi (skor >80) Total Min-max Mean ± SD P.value t-test
Daerah RML n % 0 0.0 52 86.7 8 13.3 60 100.0 62.50-84.38 71.04±6.38
Daerah TRML n % 3 7.5 32 80.0 5 12.5 40 100.0 46.88-90.63 70.08±9.75 0.583
Total n % 3 3.0 84 84.0 13 13.0 100 100.0 46.88-90.63 70.66±787
Sebaran jawaban pernyataan norma personal yang telah dijawab responden dibagi menjadi tiga kategori rataan skor, yaitu negatif (skor 1 – 2.6), netral (skor 2.61 – 3.4), dan positif (skor 3.41 – 5). Secara keseluruhan, rataan skor norma personal berada pada skor positif yang artinya responden menyetujui bahwa norma personal dibutuhkan dalam intensi perilaku pro lingkungan. Tingginya skor akan mempengaruhi intensi perillaku individu (Wall et al 2007). Tabel 26 Persentase responden berdasarkan tingkat norma personal dan rataan skor Persentase No
Pernyataan
1 2 3
Menjaga kelestarian lingkungan Bersepeda satu minggu sekali Tidak wajib untuk mengatasi masalah lingkungan Wajib mengkonsumsi produk-produk ramah lingkungan Memisahkan limbah rumah tangga organik dan anorganik adalah penting Tidak perlu menanami tumbuhan atau pepohonan di pekarangan rumah Kampanye anti rokok Tidak wajib mendukung pemerintah dalam kegiatan car free day Rataan skor
4 5 6 7 8
Netral
setuju
Rataan skor
4 5
93 88
4.28 4.12
79
20
1
3.99
7
45
48
3.55
0
9
91
4.03
61
20
19
3.5
4
27
69
3.75
54
38
8
3.39
Tidak setuju 3 7
3.83
63
Rataan skor terbesar terdapat dalam pernyataan secara moral responden wajib menjaga kelestarian lingkungan sebanyak hampir seluruh (88%) responden sebesar 4.28. Sedangkan rataan skor terendah terdapat dalam pernyataan penolakan responden untuk tidak mendukung pemerintah dalam kegiatan car free day (hari bebas kendaraan) sebanyak lebih dari separuh (54%) responden sebesar 3.39. Hal ini disebabkan kurangnya informasi yang diterima dan banyaknya kegiatan yang dilakukan responden sehingga tidak mengikuti kegiatan tersebut. Intensi Perilaku Pro lingkungan Faktor intensi atau maksud perilaku pro lingkungan mencakup kesadaran, norma personal, dan peranan tanggung jawab dari masing-masing individu dalam menjalankan fungsi sosialnya dalam menjaga kelestarian pro lingkungan (Garling et al 2001). Intensi adalah maksud berperilaku menurut cara-cara tertentu dan merupakan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Intensi perilaku pro lingkungan diukur dengan delapan item pernyataan yang dapat dipilih responden untuk pilihan sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Tingkat intensi responden dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah (skor <60), kategori sedang (skor 60 – 80), dan kategori tinggi (skor >80). Secara keseluruhan sebaran responden berdasarkan tingkat intensi perilaku pro lingkungan menunjukkan bahwa hampir seluruh (76%) responden memiliki tingkat intensi sedang yaitu dengan skor 60 – 80. Berdasarkan penelitian yang dilakukan hampir seluruh responden di daerah RML (76.7%) dan TRML (75%) memiliki tingkat intensi perilaku pro lingkungan sedang. Hal ini berdasarkan jawaban responden yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yang berkeinginan melestarikan lingkungan dan berkeinginan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung keseimbangan lingkungan untuk masyarakat sekitar. Intensi atau maksud atau keinginan seseorang itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kepribadian, yaitu sikap, locus of control dan rasa tanggung jawab intensi untuk bertindak ditentukan oleh faktor-faktor internal pelaku (Wibowo 2009). Rataan nilai intensi pro lingkungan di daerah TRML lebih tinggi dibandingkan dengan rataan nilai intensi pro lingkungan di daerah RML. Rataan nilai intensi pro lingkungan di daerah RML adalah sebesar 68.80 sedangkan
64
rataan nilai intensi pro lingkungan di daerah TRML adalah sebesar 69.61. Berdasarkan uji beda rataan yang disajikan (Tabel 27) diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.677). Tabel 27 Sebaran responden berdasarkan tingkat intensi pro lingkungan Daerah RML n % 6 10.0 46 76.7 8 13.3 60 100.0 46.88-87.50 68.80±9.39
Intensi Rendah (skor <60) Sedang (skor 60-80) Tinggi (skor >80) Total Min-max Mean ± SD P.value t-test
Daerah TRML n % 5 12.5 30 75.0 5 12.5 40 100.0 46.88-93.75 69.61±9.55 0.677
Total n % 11 11.0 76 76.0 13 13.0 100 100.0 46.88-93.75 69.13±9.41
Sebaran jawaban pernyataan norma personal yang telah dijawab responden dibagi menjadi tiga kategori rataan skor, yaitu negatif (skor 1 – 2.6), netral (skor 2.61 – 3.4), dan positif (skor 3.41 – 5). Secara keseluruhan, rataan skor intensi perilaku pro lingkungan berada pada skor positif yang artinya responden menyetujui bahwa perilaku pro lingkungan membutuhkan intensi atau maksud atau niat untuk dapat sampai ke tujuan perilakunya. Tabel 28 Persentase responden berdasarkan tingkat intensi dan rataan skor Persentase No
Pernyataan
1 2
Akan menjaga kelestarian lingkungan Akan berpatisipasi dalam program car free day (hari bebas kendaraan) Tidak berkeinginan mengatasi permasalahan lingkungan Berkeinginan untuk memboikot produkproduk yang tidak ramah lingkungan Akan menerapkan cara pengelolaan limbah rumah tangga dengan memisahkan sampah organik dan anorganik Tidak akan menegur orang-orang yang merokok di tempat umum atau di kendaraan umum Akan memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanami tanaman Tidak akan mengikuti kegiatan penanaman pohon yang dilakukan oleh pemerintah Rataan skor
3 4 5
6
7 8
Netral
setuju
Rataan skor
11
83
4.08
8
10
82
4.11
76
20
4
3.90
16
53
31
3.19
0
22
78
3.96
41
24
35
3.14
3
4
93
4.16
56
40
4
3.58
Tidak setuju 6
3.77
Rataan skor tertinggi sebesar 4.16 terdapat dalam pernyataan bahwa responden akan memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanami tumbuhan atau pepohonan sebanyak hampir seluruh (93%) responden. Sedangkan skor
65
terendah sebesar 3.14 terdapat dalam pernyataan bahwa responden tidak menyetujui untuk tidak akan menegur orang-orang yang merokok di tempat umum atau di kendaraan umum sebanyak hampir separuh (41%) responden. Hal ini disebabkan karena masih banyak responden, khususnya responden laki-laki yang masih sering merokok dan adanya rasa enggan untuk menegur karena bagi sebagian dari responden merokok adalah suatu keadaan privasi dan urusan pribadi masing-masing yang tidak perlu ditegur oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibowo (2009) bahwa individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, mempunyai sikap positif terhadap lingkungan serta terhadap perilaku pro lingkungan, biasanya memiliki intensi untuk mewujudkan tindakan perilaku bertanggung jawab. Namun faktor-faktor situasional, seperti keadaan ekonomi, tekanan sosial dan peluang yang tersedia, dapat menghambat atau memperkuat kemungkinan munculnya perilaku yang dimaksud.
Perilaku Pro lingkungan Menurut Felix (2008) perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Pro lingkungan adalah tindakan
masyarakat
untuk
menjaga
kelestarian
lingkungannya
dengan
mencegah polusi udara dari asap rokok, kebanjiran maupun kekurangan air bersih, limbah rumah tangga, dan penggunaan produk-produk ramah lingkungan. Perilaku pro lingkungan adalah tindakan atau aksi nyata individu terhadap intensi pro lingkungan. Tingkat perilaku pro lingkungan dalam penelitian ini diukur dengan delapan pernyataan yang mencakup berbagai kebiasaan responden sesuai dengan faktor intensi yang mendukungnya. Perilaku pro lingkungan dibagi menjadi tiga kategori kebiasaan aktual responden, yaitu tidak pernah, kadangkadang, dan sering. Sedangkan tingkat perilaku pro lingkungan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kategori rendah (skor <60), kategori sedang (skor 60 – 80), dan kategori tinggi (skor >80). Secara keseluruhan sebaran responden berdasarkan tingkat perilaku pro lingkungan menunjukkan bahwa seluruh (100%) responden memiliki tingkat intensi rendah yaitu dengan skor nilai kurang dari 60. Rendahnya tingkat perilaku pro lingkungan di kedua daerah ini dapat disebabkan
karena
kurangnya
pengetahuan
yang
didapat
(berdasarkan
penelitian variabel pengetahuan dalam Tabel 19 oleh lebih dari separuh
66
responden. Berdasarkan wawancara mendalam, lebih dari separuh responden hanya peduli pada lingkungan dalam cakupan wilayah tempat tinggalnya sendiri dan jarang melaksanakan kegiatan-kegitan umum atau missal yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Rataan nilai perilaku pro lingkungan di daerah TRML lebih tinggi dibandingkan dengan rataan nilai perilaku pro lingkungan di daerah RML. Rataan nilai perilaku pro lingkungan di daerah RML adalah sebesar 29.69 dan rataan nilai perilaku pro lingkungan di daerah TRML adalah sebesar 35.46. hal ini menjelaskan bahwa perilaku responden di daerah TRML lebih baik daripada di daerah RML. Berdasarkan uji beda rataan yang dilakukan (Tabel 29) terdapat perbedaan yang nyata pada kedua kelompok responden (p = 0.008). Tabel 29 Sebaran responden berdasarkan tingkat perilaku pro lingkungan Perilaku Rendah (skor <60) Sedang (skor 60-80) Tinggi (skor >80) Total Min-max Mean ± SD P.value t-test
Daerah RML n % 60 100.0 0 0.0 0 0.0 60 100.0 0-50 29.69±10.20
Daerah TRML n % 40 100.0 0 0.0 0 0.0 40 100.0 0-50 35.46±10.99 0.008*
Total n % 100 100.0 0 0.0 0 0.0 100 100.0 0.00-50.00 32.00±10.85
Perilaku pro lingkungan tergantung dari norma personal yang berasal dari kesadaran dan tanggung jawab yang sangat penting untuk masing-masing responden dan juga orang lain. Rendahnya perilaku pro lingkungan juga disebabkan banyaknya item pernyataan yang tidak dijawab sesuai dengan orientasi sosial responden (Garling et al 2001). Kesatuan antara kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal mempengaruhi intensi dan perilaku individu dalam tindakan pro lingkungan (Wall et al 2007). Berdasarkan data yang disajikan (Tabel 30) dalam persentase jawaban pernyataan perilaku pro lingkungan, hampir semua pernyataan dijawab pada pilihan jawaban kadang-kadang. Hampir seluruh (97%) responden dalam penelitian ini tidak pernah mengikuti organisasi atau LSM pro lingkungan selama enam bulan terakhir. Hal ini disebabkan karena responden tidak dikenalkan pada organisasi pro lingkungan bersangkutan yang aktif di daerahnya dan tidak ingin andil dalam perkumpulan organisasi atau LSM tersebut. Responden biasanya hanya mengikuti kegiatan-kegiatan pro lingkungan yang diadakan oleh organisasi sekitar.
67
Hampir seluruh (80%) responden kadang-kadang menanami pekarangan rumah dengan tumbuhan atau pepohonan. Hal ini disebabkan karena adanya lahan selain lahan rumah yang mendukung untuk ditanami sehingga responden memanfaatkannya untuk ditanami berbagai macam tumbuhan atau pepohonan. Sebanyak lebih dari seperlima (27%) responden sering bersama-sama masyarakat menjaga kelestarian lingkungan. Kecilnya persentase dalam kategori sering ini (paling baik) disebabkan karena banyaknya responden yang merasa sibuk di luar rumah sehingga terkadang mengabaikan kelestarian lingkungan sekitar. Sebaran jawaban pernyataan perilaku pro lingkungan yang telah dijawab responden dibagi menjadi tiga kategori rataan skor, yaitu negatif (skor 0 – 0.66), netral (skor 0.67 – 1.33), dan positif (skor 1.34 – 2). Secara keseluruhan, rataan skor perilaku pro lingkungan berada pada skor negatif yang artinya responden tidak melakukan tindakan pro lingkungan sebagaimana yang dianjurkan dalam kegiatan di sekitarnya. Tabel 30 Persentase responden berdasarkan tingkat perilaku dan rataan skor No
Pernyataan
1
Mengikuti organisasi atau LSM pro lingkungan Menjaga kelestarian lingkungan dalam Menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki ke tempat tujuan Menolak menggunakan plastik Memisahkan limbah sampah rumah tangga yang organik dan anorganik Mengikuti kegiatan penanaman pohon yang dilakukan oleh pemerintah Menanami pekarangan rumah dengan tumbuhan atau pepohonan Berpatisipasi dalam kampanye pro lingkungan Rataan skor
2 3 4 5 6
7 8
Persentase KadangSering kadang
Rataan skor
97
3
0
0.03
37
36
27
0.90
13
77
10
0.97
45
55
0
0.55
47
49
4
0.57
33
57
10
0.77
13
80
7
0.94
64
33
3
0.39
Tidak pernah
0.64
Rendahnya perilaku pro lingkungan ini dapat disebabkan karena tingkat pengetahuan responden yang berada pada tingkat sedang dan sesuai dengan pernyataan Wibowo (2009) bahwa pengetahuan tentang masalah lingkungan dan pengetahuan tentang berbagai tindakan yang tepat untuk mengatasinya menjadi salah satu prasyarat bagi perilaku bertanggungjawab. Memiliki pengetahuan dan kemampuan saja tidak cukup, perlu disertai hasrat atau
68
keinginan untuk mewujudkan perbuatan yang dimaksud. Di lain pihak, perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan selain ditentukan oleh faktor-faktor internal (kesadaran, norma sosial, dan tanggung jawab), juga tidak terlepas dari faktor situasional (faktor eksternal). Perilaku aktual/kebiasaan responden Disamping pernyataan yang diberikan di alat ukur (instrument kuesioner) perilaku aktual atau kebiasaan responden juga diukur melalui pernyataan terbuka seputar tindakan pro lingkungan yang dilakukan sehari-hari, antara lain: 1. Organisasi pro lingkungan yang pernah atau sedang diikuti responden selama 6 (enam) bulan terakhir. Hampir seluruh responden tidak pernah mengikuti organisasi pro lingkungan. Hanya saja responden sering kali mengikuti kegiatan-kegiatan pro lingkungan yang dilakukan oleh Ormas, LSM, dan Karang Taruna di daerahnya masingmasing. Responden yang pernah mengikuti organisasi pro lingkungan yaitu organisasi-organisasi kelembagaan pada saat mengikuti bangku perkuliahan. 2. Kendaraan bermotor yang dimiliki atau digunakan responden selama 6 (enam) bulan terakhir. Hampir seluruh responden menggunakan kendaraan bermotor seperti motor dengan bahan bakar premium (bensin). Sebagian kecil responden di daerah TRML menggunakan kendaraan mobil dengan bahan bakar premium dan pertamax. Responden di daerah RML masih banyak yang menggunakan sepeda sebagai apresiasi dari bentuk perilaku pro lingkungan (ramah llingkungan bahan bakar kendaraan) karena responden tidak berpergian terlalu jauh dari rumah masing-masing dan bekerja di sekitar tempat tinggalnya. 3. Uang yang dikeluarkan atau disumbangkan untuk organisasi pro lingkungan selama 6 (enam) bulan terakhir. Hampir
seluruh
responden
baik
di
daerah
RML
maupun
TRML
menyumbangkan uangnya untuk organisasi pro lingkungan atau kegiatan pro lingkungan minimal sebesar Rp. 10 000 tiap bulannya. Menurut wawancara mendalam yang dilakukan, uang yang disumbangkan berdasarkan permintaan dari pihak terkait dan responden tidak terlibat langsung di dalam kegiatannya. 4. Produk-produk ramah lingkungan yang dikonsumsi selama 6 (enam) bulan terakhir.
69
Hanya sebagian kecil responden yang mengkonsumsi produk ramah lingkungan, seperti popok kain, pangan organik, pupuk organik, dan tungku sekam. Hal ini disebakan karena tingkat pengetahuan yang rendah dan kesadaran lingkungan yang dimilki responden tidak tinggi. Seperti yang dinyatakan Junaedi (2008) bahwa Kesadaran lingkungan mempengaruhi niat beli konsumen terhadap produk-produk ramah lingkungan dan niat beli hijau ini mempengaruhi perilaku beli konsumen. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pengetahuan seseorang pada lingkungan akan mengurangi niat beli produk ramah lingkungan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan lingkungan yang melebihi orang-orang di sekitarnya akan merasa sensitive terhadap produk-produk berlabel ramah lingkungan dan tidak mudah percaya dengan label yang tertera pada produk hijau tersebut karena konsumen tahu persis tentang proses dan pengolahan pangan organik. 5. Pengelolaan limbah rumah tangga (limbah padat atau sampah dan limbah cair). a. Limbah padat atau sampah. Seluruh responden di daerah RML mengelola limbah rumah tangga dengan cara ditanam (landfill) dan dibakar (incinerator). Hal ini disebabkan karena tidak adanya petugas kebersihan yang datang mengambil limbah khususnya sampah padat dan responden memiliki tanah kosong yang dilubangi untuk dijadikan tempat untuk mengumpulkan sampah atau biasa disebut dengan “blumbang”. Hampir seluruh responden di daerah TRML mengelola
limbah
dengan
diambil
oleh
petugas kebersihan serta
membakarnya. Pengelolaan ini dilakukan karena daerah TRML berada di wilayah kota kecamatan sehingga adanya petugas kebersihan yang dating untuk mengambil dan mengumpulkan sampah kemudian dibawa ke TPA Tipar Kidul. Sebagian kecil dari seluruh responden mengelola limbah sampah memilah sampah anorganik dan organik, serta mengolahnya menjadi pupuk kompos. Hal ini dilakukan oleh responden yang memiliki keperluan tambahan dari pengolahan sampah-sampah tersebut. b. Limbah cair (air bekas cucian) Lebih dari separuh responden menggunakan detergen Rinso karena Rinso merupakan detergen dengan harga yang ekonomis dan konsumen (responden) merasa puas mengkonsumsinya. Selain itu, ada beberapa
70
merek yang digunakan oleh responden antara lain: Attack, So Klin, Boom, B-29, Ekonomi, dan lain-lain. Hampir seluruh responden menggunakan Sunlight sebagai sabun cuci piring yang digunakan. Selain itu, ada merek lain yang digunakan oleh responden antara lain Mama Lime, Ekonomi, Cemara, dan lain-lain. Konsumsi detergen dan sabun cuci piring yang dilakukan oleh responden berdasarkan alasan harga (ekonomis), manfaat, dan keuntungan pribadi, tetapi responden tidak memperhatikan dampak dari sabun (limbah) yang dihasilkan kepada lingkungan sekitar khususnya pada limbah kimiawi yang tidak ramah lingkungan yang terkandung dalam air bekas cucian. 6. Hampir seluruh responden di daerah RML menanami pekarangan rumahnya dengan pohon mangga, rambutan, pisang, rumput-rumputan dan bungabungaan, serta tanaman alba maupun jati di selain pekarangan rumah seperti hutan atau lading yang dimiliki. Sebagian besar responden yang berada di daerah ini memiliki pekarangan yang luas sehingga memungkinkan responden untuk menanam lebih banyak pepohonan. Hampir seluruh responden di daerah TRML menanami pekarangan rumahnya dengan rumput-rumputan, bunga-bungaan, atau pohon buah, walaupun pekarangan rumah yang dimiliki tidak luas dibandingkan pekarangan responden di daerah TRML, dan sedikit diantaranya memiliki pekarangan selain pekarangan rumahnya.
Hubungan Antara Karakteristik Responden, Pengetahuan, Kesadaran, Norma Personal, Tanggung jawab, Intensi, dan Perilaku Pro lingkungan Hubungan antarvariabel menghubungkan antara karakteristik responden (lama pendidikan, umur dan pendapatan), pengetahuan, jumlah informasi, kesadaran, norma personal, tanggung jawab, intensi, dan perilaku pro lingkungan. Pengujian hubungan antarvariabel dilakukan dengan uji korelasi (Tabel 31). Berdasarkan hasil uji korelasi, variabel lama pendidikan memiliki hubungan yang nyata negatif dengan umur (r=-0.249, p<0.01) dan nyata positif dengan pengetahuan (r=0.563, p<0.05). Artinya, semakin lama pendidikan responden maka akan semakin baik pengetahuannya. Variabel pendapatan memiliki hubungan yang nyata positif dengan jumlah informasi yang diterima responden (r=0.199, p<0.01). Artinya, semakin besar pendapatan maka akan semakin banyak informasi yang diperoleh oleh responden.
71
Variabel jumlah informasi memiliki hubungan yang nyata positif dengan kesadaran (r=0.198, p<0.01) dan nyata negatif dengan intensi perilaku pro lingkungan (r=-0.207, p<0.01). Artinya, semakin banyak informasi yang diterima maka semakin tinggi kesadarannya dan semakin rendah intensinya. Variabel norma personal memiliki hubungan yang nyata positif dengan tanggung jawab (r=0.212, p<0.01) dan intensi (r=0.307, p<0.05). Artinya semakin tinggi norma personal maka semakin tinggi tanggung jawab dan intensi perilaku pro lingkungan responden. Tabel 31 Hasil uji korelasi antarvariabel perilaku pro lingkungan Koefisien korelasi (r) Variabel
Umur
Lama pendidikan Pendapatan Pengetahuan Jumlah informasi Norma personal
-.249* -0.013 0.048 0.142 -0.061
Pdptn .563** 0.048 .199* 0.056
Ksdrn -0.161 -0.086 0.05 .198* 0.185
Tanggung jawab 0.008 -0.104 0.138 0.103 .212*
Intensi
Perilaku
-0.036 -0.16 0.157 -.207* .307**
0.023 0.032 .202* 0.162 -0.077
* nyata pada p<0.05, ** nyata pada p<0.01
Terdapat hubungan yang nyata positif antara perilaku pro lingkungan dengan pengetahuan (r=0.202, p<0.01). Artinya, semakin tinggi pengetahuan responden maka perilaku pro lingkungannya akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Strong (1998) dalam Rahayu (2008) bahwa pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Perilaku Pro Lingkungan Terdapat tiga faktor yang menjadi variabel independen atau bebas, yaitu kesadaran, norma personal, dan tanggung jawab. Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi perilaku pro lingkungan dilakukan dengan uji regresi linear berganda dengan menggunakan mentode entered. Hasil dari uji regresi linear intensi pada daerah RML menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0.057 dan di daerah TRML sebesar 0.366 yang berarti bahwa 5.7 persen varibel bebas di daerah RML dan 36.6 persen variabel bebas di daerah TRML mempengaruhi intensi perilaku pro lingkungan dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen. Pada daerah RML, hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa kesadaran dan tanggung jawab berpengaruh signifikan terhadap intensi perilaku pro lingkungan.
72
Tabel 32 Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi perilaku pro lingkungan Variabel Konstanta Kesadaran Tanggung jawab Norma personal R2 Adjusted R2
RML B -0.121 -0.131 0.286
TRML Sig 0.000 -0.934 -1.025 2.242 0.105 0.057
B 0.385 0.528 0.037
Sig 0.004 0.009** 0.001** 0.807 0.415 0.366
Total B -0.009 0.098 0.283
Sig 0.000 0.93 0.325 0.006** 0.100 0.072
**) signifikan pada taraf kepercayaan 95%
Hasil total dari uji regresi linear menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0.072 yang berarti bahwa 7.2 persen varibel bebas mempengaruhi intensi perilaku pro lingkungan dan sisanya sebesar 92.8 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen. Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa norma personal berpengaruh signifikan terhadap intensi perilaku pro lingkungan (Tabel 32). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wall et al (2007) bahwa nilai suatu objek lingkungan dapat dihargai berdasarkan norma harapan diri (normative self-expectation) yaitu norma personal sebagai bentuk konsekuensi dari kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Kesatuan antara kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal mempengaruhi intensi dan perilaku individu dalam pro lingkungan. Koefisien regresi kesadaran responden bernilai -0.009, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan kesadaran responden mengalami penambahan satu satuan, maka nilai intensi perilaku pro lingkungan mengalami penurunan sebesar 0.009 kali. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara kesadaran responden dengan intensi perilaku pro lingkungan. Semakin tinggi kesadaran responden, maka semakin menurun intensi perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi norma personal responden bernilai 0.283, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan norma personal responden mengalami penambahan satu satuan, maka nilai intensi perilaku pro lingkungan mengalami peningkatan sebesar 0.283 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara norma personal responden dengan intensi perilaku pro lingkungan. Semakin tinggi norma personal responden, maka semakin meningkat intensi perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi tanggung jawab responden bernilai 0.098, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan tanggung jawab responden mengalami penambahan satu satuan, maka nilai intensi perilaku pro lingkungan mengalami
73
peningkatan sebesar 0.098 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara tanggung jawab responden dengan intensi perilaku pro lingkungan. Semakin tinggi tanggung jawab responden, maka semakin meningkat intensi perilaku pro lingkungannya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pro Lingkungan Terdapat delapan faktor yang menjadi variabel independen atau bebas, yaitu lama pendidikan, pendapatan, jumlah informasi, pengetahuan, kesadaran, norma personal, tanggung jawab, dan intensi perilaku pro lingkungan. Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensi perilaku pro lingkungan dilakukan dengan uji regresi linear berganda dengan menggunakan metode entered. Hasil dari uji regresi linear perilaku pada daerah RML menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0.139 dan di daerah TRML sebesar 0.039 yang berarti bahwa 13.9 persen varibel bebas di daerah RML dan 3.9 persen variabel bebas di daerah TRML mempengaruhi perilaku pro lingkungan dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen. Hasil uji regresi linear menunjukkan tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku pro lingkungan. Hasil total dari uji regresi linear menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0.020 yang berarti bahwa 2 persen varibel bebas mempengaruhi perilaku pro lingkungan dan sisanya sebesar 98 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen. Rendahnya uji pengaruh pada variabel perilaku pro lingkungan disebabkan karena banyaknya faktor-faktor lain yang tidak diujikan dalam penelitian ini sehingga nilai R square menjadi rendah. Faktorfaktor lain yang dapat diduga dalam variabel lain ini adalah sikap (afektif, kognitif, konatif), norma subjektif (persepsi seseorang sejauh mana lingkungan sosial mempengaruhi niatnya dalam berperilaku pro lingkungan), atensi, pemahaman, gaya hidup, kontrol perilaku individu, kepercayaan, karakteristik sosial (ras, etnis), pengalaman (kategori informasi), dan alokasi waktu. Hasil uji linear menunjukkan bahwa pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap perilaku pro lingkungan (Tabel 33). Hal ini sesuai dengan pernyataan Strong (1998) diacu dalam Rahayu (2008) bahwa pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Wibowo (2009) menyatakan bahwa pengetahuan tentang masalah
74
lingkungan dan pengetahuan tentang berbagai tindakan yang tepat untuk mengatasinya menjadi salah satu prasyarat bagi perilaku bertanggungjawab. Memiliki pengetahuan dan kemampuan saja tidak cukup, perlu disertai hasrat atau keinginan untuk mewujudkan perbuatan yang dimaksud. Hasrat atau keinginan
seseorang
itu
sendiri
sangat
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
kepribadian, yaitu sikap, locus of control dan rasa tanggung jawab. Tabel 33 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pro lingkungan Variabel Konstanta Lama pendidikan Pendapatan Jumlah informasi Pengetahuan Kesadaran Norma personal Tanggung jawab Intensi R2 Adj R2
RML B -0.015 0.079 0.056 0.169 -0.002 0.14 0.122 -0.184
TRML Sig 0.876 0.929 0.662 0.709 0.241 0.991 0.342 0.395 0.218 0.095 0.139
B -0.041 -0.11 0.048 0.178 -0.035 -0.182 0.005 -0.051
Total Sig 0.054 0.846 0.595 0.799 0.322 0.872 0.373 0.982 0.840 0.102 0.039
B 0.012 -0.014 0.072 0.265 -.007 -0.054 0.089 -0.123
Sig 0.146 0.919 0.909 0.494 0.011** 0.950 0.625 0.399 0.258 0.099 0.020
**) signifikan pada taraf kepercayaan 95%
Koefisien regresi lama pendidikan responden bernilai 0.012, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan lama pendidikan responden mengalami penambahan satu tingkat, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami peningkatan sebesar 0.012 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara lama pendidikan responden dengan perilaku pro lingkungan. Semakin lama masa lama pendidikan responden, maka semakin meningkat perilaku pro lingkungannya. Koefisien pendapatan responden bernilai -0.014, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan pendapatan responden mengalami penambahan satu rupiah, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami penurunan sebesar -0.014 kali. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara pendapatan responden dengan perilaku pro lingkungan. Semakin besar pendapatan responden, maka semakin menurun perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi jumlah informasi responden bernilai 0.072, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan jumlah informasi yang diperoleh responden mengalami penambahan satu tingkat, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami peningkatan sebesar 0.072 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara jumlah informasi responden dengan
75
perilaku pro lingkungan. Semakin banyak jumlah informasi yang diperoleh responden, maka semakin meningkat perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi pengetahuan responden bernilai 0.265, artinya jika variabel
bebas
lainnya
tetap
dan
pengetahuan
responden
mengalami
penambahan satu satuan, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami peningkatan sebesar 0.265 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan
positif
antara
pengetahuan
responden
dengan
perilaku
pro
lingkungan. Semakin tinggi pengetahuan responden, maka semakin meningkat perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi kesadaran responden bernilai -0.007, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan kesadaran responden mengalami penambahan satu satuan, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami penurunan sebesar 0.007 kali. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara kesadaran responden dengan perilaku pro lingkungan. Semakin tinggi kesadaran responden, maka semakin menurun perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi norma personal responden bernilai -0.054, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan norma personal responden mengalami penambahan satu satuan, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami penurunan sebesar -0.054 kali. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara norma personal responden dengan perilaku pro lingkungan. Semakin tinggi norma personal responden, maka semakin menurun perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi tanggung jawab responden bernilai 0.089, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan tanggung jawab responden mengalami penambahan satu satuan, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami peningkatan sebesar 0.089 kali. Koefisien regresi bernilai positif, artinya terjadi hubungan positif antara tanggung jawab responden dengan perilaku pro lingkungan. Semakin tinggi tanggung jawab responden, maka semakin meningkat perilaku pro lingkungannya. Koefisien regresi intensi responden bernilai -0.123, artinya jika variabel bebas lainnya tetap dan intensi responden mengalami penambahan satu satuan, maka nilai perilaku pro lingkungan mengalami penurunan sebesar -0.123 kali. Koefisien regresi bernilai negatif, artinya terjadi hubungan negatif antara intensi responden dengan perilaku pro lingkungan. Semakin tinggi intensi responden, maka semakin menurun perilaku pro lingkungannya.
76
Keterbatasan Penelitian Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini karena disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya adalah: 1. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah berdasarkan metode convenience
sampling
yang
bersifat
non-probability
sampling
karena
tujuannya baru mengumpulkan informasi bersifat gejala (tujuan eksploratif) dan memiliki jumlah anggota populasi yang kecil (100 responden) sehingga hampir seluruh responden memilih karakteristik yang sama dan keragaan datanya cenderung homogen. 2. Alat ukur atau instrumen (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi berdasarkan jurnal ilmiah yang ditemui dan pertama kali diujicobakan kepada responden. Item pernyataan maupun pertanyaan dalam alat ukur yang digunakan tidak spesifik berdasarkan permasalahan inti yang ada di lokasi penelitian. 3. Tidak dilakukannya penelitian yang menyeluruh tentang aspek-aspek perilaku lingkungan kepada responden.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik responden (usia, lama pendidikan, dan pendapatan) di daerah rawan masalah lingkungan dan daerah tidak rawan masalah lingkungan. Hal ini dapat disebabkan karena responden masih bertempat tinggal di kecamatan yang sama dan memiliki demografi wilayah yang hampir sama. Pengetahuan lingkungan adalah seberapa besar seorang individu mengetahui isu-isu tentang lingkungan. Terdapat perbedaan yang nyata tingkat pengetahuan responden dimana tingkat pengetahuan responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Lebih dari separuh responden memiliki tingkat pengetahuan sedang. Pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Media elektronik merupakan sumber informasi yang paling banyak diterima oleh responden dan dipercaya oleh responden sebagai sumber informasi mengenai lingkungan. Hampir seluruh responden menerima sedikit informasi tentang lingkungan. Selain frekuensi mengkonsumsi media yang ada, sumber informasi yang didapatkan seorang konsumen juga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan ekologikal dan afek ekologikal seseorang untuk lebih memiliki kepedulian terhadap lingkungannya. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam tingkat kesadaran dan norma personal, dan intensi responden, serta terdapat perbedaan yang nyata dalam tingkat tanggung jawab responden di daerah RML dan TRML. Tingkat kesadaran dan norma personal responden di daerah RML lebih tinggi daripada di daerah TRML, serta tingkat tanggung jawan dan intensi responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Hampir seluruh responden memiliki tingkat kesadaran, tanggung jawab, norma personal, dan intensi perilaku pro lingkungan sedang. Konsumen yang memiliki kesadaran lingkungan disebut green orientation yang pada masa mendatang diprediksikan akan meningkat. Salah satu pembentuk intensi pro lingkungan adalah norma personal yang melibatkan
adanya
kesadaran
dan
tanggung
jawab
bersangkutan dalam menjaga kelestarian pro lingkungan.
dari
pelaku
yang
78
Terdapat perbedaan yang nyata tingkat perilaku responden, dimana tingkat perilaku responden di daerah TRML lebih tinggi daripada di daerah RML. Seluruh responden memiliki tingkat perilaku pro lingkungan yang rendah. Perilaku pro lingkungan tergantung dari norma personal yang berasal dari kesadaran dan tanggung jawab yang sangat penting untuk masing-masing responden dan juga orang lain. Rendahnya perilaku pro lingkungan juga disebabkan banyaknya item pernyataan yang tidak dijawab sesuai dengan orientasi sosial responden. Berdasarkan uji korelasi, variabel lama pendidikan memiliki hubungan yang nyata negatif dengan umur, pendapatan memiliki hubungan yang nyata positif dengan jumlah informasi yang diterima responden, jumlah informasi memiliki hubungan yang nyata positif dengan kesadaran dan nyata negatif dengan intensi perilaku pro lingkungan, norma personal memiliki hubungan yang nyata positif dengan tanggung jawab dan intensi. Terdapat hubungan yang nyata positif antara perilaku pro lingkungan dengan pengetahuan. Berdasarkan uji regresi, terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap intensi perilaku pro lingkungan yaitu norma personal. Hasil dari uji regresi
linear
menunjukkan
bahwa
sebesar
7.2
persen
varibel
bebas
mempengaruhi intensi perilaku pro lingkungan dan sisanya sebesar 92.8 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen. Terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku pro lingkungan yaitu pengetahuan. Pengetahuan dasar mengenai lingkungan hidup akan mampu mengembangkan perhatian terhadap lingkungan dan mempunyai perilaku positif serta lebih bertanggung
jawab
terhadap
lingkungan.
Hasil
dari
uji
regresi
linear
menunjukkan bahwa sebesar 2 persen varibel bebas mempengaruhi perilaku pro lingkungan dan sisanya sebesar 98 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel independen.
Saran 1. Diperlukan adanya program atau kegiatan dari pemerintah maupun LSM pro lingkungan yang dapat meningkatkan pengetahuan responden seputar perilaku pro lingkungan sejak dini baik melalui pendidikan formal dan nonformal. 2. Program dapat digalakkan dari berbagai elemen (tidak hanya dari media elektronik), yaitu melalui tokoh dan media cetak. Program ini dapat
79
dilaksanakan pemberdayaan
melalui
kegiatan,
masyarakat
antara
madani
lain
mencakup
pengembangan penguatan
dan
kapasitas,
peningkatan peran, penggalangan gerakan masyarakat peduli lingkungan melalui bank pohon dan penghijauan, pengembangan kader lingkungan, fasilitasi pendampingan dan pelatihan, pemberian insentif dan stimulan, inventarisasi, dokumentasi dan publikasi kearifan lingkungan, pengembangan komunikasi lingkungan. 3. Penelitian pro lingkungan sebaiknya lebih ditekankan pada permasalahan wilayah yang lebih spesifik di lokasi penelitian. 4. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengembangkan faktor-faktor yang belum diteliti dalam penelitian ini, antara lain: sikap berperilaku, pengendalian perilaku kebiasaan, norma subjektif yang dikembangkan oleh Ajzen (1991) diacu dalam teori TPB (Garling et al 2001); orientasi nilai sosial dan aktifitas pro lingkungan (Stern 1999); orientasi nilai (individu dan altruistik), orientasi hedonis,
perilaku
konsumen
(perilaku
individu
dan
umum)
dikembangkan oleh Stern (2000) diacu dalam teori VBN (Perera 2009).
yang
DAFTAR PUSTAKA [AMPL] Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Mengelola Limbah Rumah Tangga [terhubung berkala]. http://www.digilibampl.net/detail/detail.php?row=0&tp=artikel&ktg=airlimbah&kd_link=&kode= 2065 [30 Mei 2010]. Anonim. 2009. Analisis Pengaruh Komponen Atmospherics Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen Pada Distro Bandung Sport Malang [terhubung berkala]. http://jurnalskripsi.com/analisis-pengaruh-komponen-atmosphericsterhadap-perilaku-pembelian-konsumen-pada-distro-bandung-sport-malangpdf.htm [8 Januari 2010]. Anwar MA. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan Berbasis Konsep Ecoliving dalam Pengembangan Pemukiman Berkelanjutan (Studi Kasus: di Desa Jambangan, Surabaya). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Arif S. 2007. Ekologi Manusia dan Kesadaran Individu dalam Pengelolaan Lingkungan [terhubung berkala]. http://file.upi.edu/Direktori/B%20%20FPIPS/JUR.%20PEND.%20GEOGRAFI/197210242001121%20%20BAGJA%20WALUYA/EKOLOGI_PARIWISATA/Ekologi%20Manusia%2 0dan%20Kesadaran%20Individu%20dalam%20Pengelolaan%20Lingkungan .pdf [29 Nopember 2010]. [BAPPENAS]. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Undangundang Republik Indonesia tentang Penanggulangan Bencana [terhubung Berkala].http://landspatial.bappenas.go.id/peraturan/the_file/UUNo.24Tahun 2007.pdf [29 Nopember 2010]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Akses Terhadap Media Massa [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id [03 Juni 2010]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Garis Kemiskinan di Daerah Perdesaan Menurut Provinsi [terhubung berkala]. http://www.bps.jateng.go.id [25 September 2010]. Brown LR. 1992. Tantangan Masalah Lingkungan Hidup: Bagaimana Membangun Masyarakat Manusia Berdasarkan Kesinambungan Lingkungan Hidup yang Sehat. Maimoen S, penerjemah; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari: The Worldwacth Reader, on Global Enviromental Issues. De Groot JIM, Steg L, Dicke M. 2007. Morality and Reducing Car Use: Testing the Norm Activation Model of Prosocial Behavior. In F. Columbus (Ed.), Transportation Research Trends (in press), NOVA Publishers. Deacon R, Firebaugh F. 1988. Family Resource Management 2nd Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
82
Engel JF, Blackweel RD, Winiard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Budiyanto FX, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Consumer Behaviour. Felix A. 2008. Definisi Persepsi dan Perilaku [terhubung berkala]. http://antoniusfelix-shared.blogspot.com/2008/10/definisi-persepsi.html [15 Juni 2010]. Garling T, Fujii S, Garling A, Jakobsson C. 2001. Moderating Effect of Social Value Orientation on Determinants of Proenviromental Behaviour Intention. Environmental Psychology 23(7):1-9. Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Saharia. 1989. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor: GMSK Faperta, IPB. Gunarsa S, Gunarsa YSD. 1991. Psikologis Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Agung. Harun R. 2009. Peningkatan Kesadaran Lingkungan Hidup [terhubung berkala].http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Peningkatan+K esadaran+Lingkungan+Hidup&dn=20090409154317 [30 Mei 2010]. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psychologi. [IEH] Indonesia Expanding Horizon. 2004. Mengelola Lingkungan Hidup [terhubung berkala]. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/2 80016-1106130305439/617331-1110769011447/8102961110769073153/environment.pdf [28 Mei 2010]. Ilham. 2007. Bahaya Polusi Kendaraan Bermotor [terhubung berkala]. http://kafemotor.wordpress.com/2007/11/09/bahaya-polusi-kendaraanbermotor-i/ [30 Mei 2007]. Imansyah. 2010. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan [terhubung berkala]. http://www.khairulihwan.net/pdf/PEMBERDAYAAN%20MASYARAKAT%20 DALAM%20PENGELOLAAN%20LINGKUNGAN.pdf [28 Mei 2010]. Irwan Zoer’aini D. 2007. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem, Komunitas, dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Isnaini N. 2008. Mengurangi Polusi Kendaraan Bermotor Melalui Partisipasi Masyarakat [terhubung berkala]. http://rekhanah.multiply.com/journal/item/1/Mengurangi_Polusi_Kendaraan_ Bermotor_Melalui_Partisipasi_Masyarakat [30 Mei 2010]. Junaedi MFS. 2008. Pengaruh Gender sebagi Pemoderasi Pengembangan Model Perilaku Konsumen Hijau di Indonesia. Kinerja 12(1):17-37.
83
Kautsar A. 2009. Inilah Produk-Produk Ramah Lingkungan [terhubung berkala]. http://kautsarku.wordpress.com/2009/05/07/inilah-produk-produk-ramahlingkungan/ [28 Mei 2010]. Khomsan A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Jilid ke-2. Teguh H, Rusli RA, penerjemah; Anggawijaya AHP, editor. Jakarta: Prenhallindo. Terjemahan dari: Marketing Management. . 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid ke-1. Molan B, penerjemah; Jakarta: Prenhallindo. Terjemahan dari: Marketing Management. . 2003. Marketing Managemen. New Jersey: Prentice Hall. [Menristek]. Kementrian Riset dan Teknologi. 2010. Teknologi Tepat Guna: Pengelolaan Limbah Industri Rumah Tangga [terhubung berkala]. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=5&doc=5e6 [30 Mei 2010]. Mowen JC, Minor M. 2002. Perilaku Konsumen. Jilid ke-1. Ed ke-5. Salim l, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Consumer Behaviour. Mukhlis A. 2009. Ekologi Energi: Mengenali Dampak Lingkungan dalam Pemanfaatan Sumber-Sumber Energi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Parera C, Hill R, Puncheva P. 2009. Climate Change, Value Orientations, dan Consumer Behavioural Adaptations. Sustainable Social Enterprise – International Nonprofit and Social Marketing Conference 2009, Victoria University. Parwiyanto H. 2010. Masalah Lingkungan dalam Kajian Etika dan Moral [terhubung berkala]. http://meandmyheart.files.wordpress.com/2009/05/masalah-lingkungan-dlmkajian-etika-dan-moral.pdf [28 Mei 2010]. Puspitwati H, Herawati T. 2009. Sistem dan Dinamika Keluarga. Bogor: IKK FEMA, IPB. Rahayu NS. 2008. Pengembangan Model Pendidikan Lingkungan Hidup (Enviromental Education) dalam Upaya Membudayakan Gaya Hidup Ramah Lingkungan pada Siswa Sekolah Dasar di Yogyakarta [terhubung berkala]. http://images.n1n1x.multiply.com/attachment/0/SB6RrQoKCCIAAE9crgo1/e nvironmental%20education.pdf?nmid=94460621. [13 Agustus 2010]. Rahman NT. 2007. Evaluasi Pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL) Dalam Pendidikan Lingkungan Hidup di SMA Insan Kamil. [Skripsi]. Departemen , Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Schiffman LG, Leslie LK. 1994. Consumer Behaviour. New Jersey: Prentice Hall Inc.
84
Septiana Y. 2010. Partisipasi Santri dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup di Pesantren Darul Fallah, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Intitut Pertanian Bogor. Siahaan NHT. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga. Soemarwoto Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Stern PC. 1999. A Value-Belief-Norm Theory of Support for Social Movements: The Case of Enviromentalism. Human Ecology 6(2):81-97. Sumarwan Ujang. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Supranto J. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi, Jilid I (6nd ed.). Jakarta: Erlangga. Umar H. 2006. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Utami PW. 2009. Analisi Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sikap dan Perilaku Membeli Buku Bajakan pada Mahasiswa IPB. [Skripsi]. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Wall R, Wright PD, Mill GA. 2007. Comparing and Combining Theories to Explain Proenvironmental Intentions. Environment and Behaviour 39(6):731-753. Wibowo I. 2009. Pola Perilaku Kebersihan: Studi Psikologi Lingkungan Tentang Penanggulangan Sampah Perkotaan. Makara, Sosial Humaniora 13(1):3727. Widianti S. 2004. Analisis Gender Tentang Karakteristik Individu dan Perilaku Kenakalan Pelajar Putra dan Pelajar Putri Sekolah Menengah Kejuruan Teknik Industri dan Sekolah Menengah Umum di Kota Bogor. [Skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Widiyanta A. 2002. Sikap Terhadap Lingkungan Alam [terhubung berkala]. http://library.usu.ac.id/download/fk/psiko-ari.pdf [07 Mei 2010].
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji beda rataan T-test (2 kelompok) Independent Samples Test
Jenis kelamin
Usia
Tingkat pendidikan
Lama pendidikan
Pekerjaan
Equal variances assumed
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F
t
1.990
Sig.
.161
Equal variances not assumed Equal variances assumed
.012
.912
Equal variances not assumed Equal variances assumed
1.165
.283
Equal variances not assumed Equal variances assumed
.040
.842
Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
.019
.892
df
Sig. (2tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-1.398
98
.165
-.142
.101
-.343
.059
-1.389
81.925
.169
-.142
.102
-.345
.061
.650
98
.517
1.225
1.886
-2.517
4.967
.647
82.577
.519
1.225
1.893
-2.541
4.991
-1.583
98
.117
-.333
.211
-.751
.085
-1.577
82.713
.119
-.333
.211
-.754
.087
-1.434
98
.155
-.700
.488
-1.668
.268
-1.460
88.668
.148
-.700
.479
-1.653
.253
-.377
98
.707
-.117
.310
-.731
.498
-.377
83.848
.707
-.117
.309
-.732
.499
Pendapatan
Pengetahuan
Kesadaran
Norma personal
Tanggung jawab
Intensi
Perilaku
Equal variances assumed
.223
.638
Equal variances not assumed Equal variances assumed
.004
.949
Equal variances not assumed Equal variances assumed
2.517
.116
Equal variances not assumed Equal variances assumed
6.917
.010
Equal variances not assumed Equal variances assumed
1.462
.229
Equal variances not assumed Equal variances assumed
.217
.642
Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
.009
.925
-.062
98
.951
-13250.000
214553.560
-439024.558
412524.558
-.063
87.321
.950
-13250.000
211818.924
-434241.205
407741.205
-3.805
98
.000
-8.83325
2.32142
-13.44004
-4.22646
-3.759
80.219
.000
-8.83325
2.34969
-13.50909
-4.15741
.371
98
.711
.65108
1.75487
-2.83141
4.13357
.386
93.683
.700
.65108
1.68735
-2.69934
4.00151
.598
98
.551
.96383
1.61158
-2.23429
4.16196
.551
61.129
.583
.96383
1.74794
-2.53123
4.45890
-2.129
98
.036
-3.41158
1.60230
-6.59130
-.23187
-2.092
78.600
.040
-3.41158
1.63079
-6.65784
-.16532
-.418
98
.677
-.80758
1.92978
-4.63716
3.02199
-.417
82.786
.678
-.80758
1.93614
-4.65863
3.04347
-2.690
98
.008
-5.78125
2.14884
-10.04555
-1.51695
-2.650
79.330
.010
-5.78125
2.18161
-10.12335
-1.43915
Lampiran 2 Hasil uji regresi linear berganda intensi perilaku pro lingkungan (total) Model Summaryb Change Statistics Model
R
R Square
Adjusted Square
R Std. Error of the R Square Estimate Change F Change
1 .317a .100 .072 9.06865 .100 a. Predictors: (Constant), tanggung_jawab2, kesadaran2, norma_personal2 b. Dependent Variable: intensi
3.565
df1
df2
Sig. F Change
DurbinWatson
3
96
.017
1.699
Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
52.808
6.395
kesadaran2
-6.032E-5
.001
norma_personal2
.002
tanggung_jawab2 .001 a. Dependent Variable: intensi
Model 1
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
8.258
.000
-.009
-.088
.930
.957
1.045
.001
.283
2.798
.006
.917
1.091
.001
.098
.989
.325
.956
1.046
Lampiran 3 Hasil uji regresi linear berganda intensi perilaku pro lingkungan (daerah RML dan TRML) a. Intensi Daerah RML Model Summaryb,c R status =
Adjusted Std. Error of Change Statistics 0 status
Model (Selected) 1
.324a
~=
0
R
the
R
Durbin-Watson Statistic
Square
Sig.
~=
(Unselected)
R Square
Square
Estimate
Change
F Change df1
df2
Change
(Selected) (Unselected)
.089
.105
.057
9.12105
.105
2.187
56
.100
1.592
3
a. Predictors: (Constant), tanggung_jawab2, norma_personal2, kesadaran2 b. Unless noted otherwise, statistics are based only on cases for which status = 0. c. Dependent Variable: intensi Coefficientsa,b Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
64.839
9.244
kesadaran2
.000
.001
norma_personal2
.003
.001
Model 1
F status = 0 status
tanggung_jawab2 -.001 .001 a. Dependent Variable: intensi b. Selecting only cases for which status = 0
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
7.014
.000
-.121
-.934
.354
.960
1.041
.286
2.242
.029
.980
1.020
-.131
-1.025
.310
.974
1.026
1.846
0
b. Intensi Daerah TRML Model Summaryb,c R status =
Adjusted Std. Error of Change Statistics 1 status
~=
1
R
the
R
Durbin-Watson Statistic
Square
Sig.
F status = 1 status
~=
Model
(Selected)
(Unselected)
R Square
Square
Estimate
Change
F Change df1
df2
Change
(Selected) (Unselected)
1
.644a
.
.415
.366
7.59853
.415
8.520
36
.000
1.818
3
a. Predictors: (Constant), tanggung_jawab2, kesadaran2, norma_personal2 b. Unless noted otherwise, statistics are based only on cases for which status = 1. c. Dependent Variable: intense
Coefficientsa,b Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
26.938
8.688
kesadaran2
.003
.001
norma_personal2
.000
Model
Collinearity Statistics t
Sig.
3.100
.004
.385
2.781
.001
.037
tanggung_jawab2 .004 .001 a. Dependent Variable: intensi b. Selecting only cases for which status = 1
.528
1
Tolerance
VIF
.009
.846
1.182
.246
.807
.736
1.358
3.739
.001
.813
1.229
1.672
1
Lampiran 4 Hasil uji regresi linear berganda perilaku pro lingkungan (total) Model Summaryb Change Statistics Model
R
R Square
Adjusted Square
R Std. Error of the R Square Estimate Change F Change
df1
df2
Sig. F Change
DurbinWatson
1 .315a .099 .020 624.40286 .099 1.253 8 91 .278 1.991 a. Predictors: (Constant), intensi2, lama_pendidikan, kesadaran2, tanggung_jawab2, pengetahuan2, jumlah_info, norma_personal2, pendapatan b. Dependent Variable: perilaku2 Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
866.086
590.473
pendapatan
-8.254E-6
.000
lama_pendidikan
3.231
jumlah_info
Model 1
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
1.467
.146
-.014
-.114
.909
.688
1.454
31.749
.012
.102
.919
.676
1.479
.916
1.334
.072
.687
.494
.904
1.106
pengetahuan2
.118
.045
.265
2.597
.011
.952
1.050
kesadaran2
-.003
.049
-.007
-.062
.950
.912
1.097
norma_personal2
-.031
.063
-.054
-.490
.625
.824
1.213
tanggung_jawab2
.049
.058
.089
.847
.399
.888
1.126
.053
-.123
-1.138
.258
.846
1.182
intensi2 -.061 a. Dependent Variable: perilaku2
Lampiran 5 Hasil uji regresi linear berganda perilaku pro lingkungan (daerah RML dan TRML) a. Perilaku Daerah RML Model Summaryb,c R status = 0 status ~= 0 Model (Selected) (Unselected) R Square
Adjusted Std. Error of Change Statistics R the R Square Square Estimate Change F Change df1
Durbin-Watson Statistic df2
Sig. F status = 0 status ~= 0 Change (Selected) (Unselected)
1 .319a . .102 -.039 571.00343 .102 .722 8 51 .672 1.739 1.999 a. Predictors: (Constant), intensi2, lama_pendidikan, kesadaran2, tanggung_jawab2, pengetahuan2, norma_personal2, jumlah_info, pendapatan b. Unless noted otherwise, statistics are based only on cases for which status = 0. c. Dependent Variable: perilaku2 Coefficientsa,b Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
(Constant)
127.434
810.945
pendapatan
-7.853E-6
.000
lama_pendidikan
17.916
jumlah_info
Model 1
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
.157
.876
-.015
-.089
.929
.611
1.637
40.769
.079
.439
.662
.544
1.838
.541
1.440
.056
.376
.709
.806
1.241
pengetahuan2
.079
.066
.169
1.186
.241
.865
1.156
kesadaran2
.000
.054
-.002
-.011
.991
.898
1.114
norma_personal2
.085
.088
.140
.959
.342
.830
1.204
tanggung_jawab2
.066
.077
.122
.858
.395
.865
1.156
-.184
-1.248
.218
.812
1.232
intensi2 -.081 .065 a. Dependent Variable: perilaku2 b. Selecting only cases for which status = 0
b. Perilaku Daerah TRML Model Summaryb,c R Model
status = 1 (Selected)
status ~= 1 (Unselected)
R Square
Change Statistics Adjusted Std. Error of R the R Square Square Estimate Change F Change df1 df2
Durbin-Watson Statistic Sig. F Change
status = 1 status ~= 1 (Selected) (Unselected)
1 .308a .028 .095 -.139 708.42232 .095 .405 8 31 .909 2.427 1.190 a. Predictors: (Constant), intensi2, jumlah_info, pengetahuan2, lama_pendidikan, norma_personal2, kesadaran2, pendapatan, tanggung_jawab2 b. Unless noted otherwise, statistics are based only on cases for which status = 1. c. Dependent Variable: perilaku2 Coefficientsa,b Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
2173.065
1086.286
pendapatan
-2.692E-5
.000
-32.387
jumlah_info pengetahuan2
Standardized Coefficients Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
2.000
.054
-.041
-.196
.846
.669
1.496
60.348
-.110
-.537
.595
.690
1.448
.912
3.548
.048
.257
.799
.849
1.178
.080
.079
.178
1.007
.322
.935
1.069
kesadaran2
-.020
.121
-.035
-.163
.872
.621
1.611
norma_personal2
-.092
.101
-.182
-.904
.373
.724
1.381
tanggung_jawab2
.003
.131
.005
.022
.982
.481
2.079
intensi2 -.026 a. Dependent Variable: perilaku2 b. Selecting only cases for which status = 1
.125
-.051
-.204
.840
.474
2.108
lama_pendidikan
Lampiran 6 Hasil uji korelasi antarvariabel
Lm pddkn Lm pddkn
Umur
Pendapatan
Pengetahuan
Jumlah info
Kesadaran
Norma personal
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Umur
Pendapatan
Pengetahuan
Jumlah info
Kesadaran
Norma personal
Tanggung jawab
Intensi
Perilaku
1
-.249*
.563**
0.12
0.142
-0.161
0.138
0.008
-0.036
0.023
.
0.012 100
0 100
0.233 100
0.159 100
0.11 100
0.172 100
0.938 100
0.724 100
0.818 100
1
-0.013
-0.194
-0.045
0.091
-0.061
0.11
-0.173
0.006
0.896 100
0.053 100
0.655 100
0.367 100
0.547 100
0.274 100
0.085 100
0.95 100
1
0.048
.199*
-0.086
0.056
-0.104
-0.16
0.032
0.636 100
0.048 100
0.395 100
0.581 100
0.303 100
0.112 100
0.755 100
1
0.159
0.05
0.157
0.138
0.157
.202*
0.113 100
0.623 100
0.118 100
0.172 100
0.118 100
0.044 100
1
.198*
0.047
0.103
-.207*
0.162
0.048 100
0.645 100
0.307 100
0.039 100
0.107 100
1
0.185
0.062
0.081
0.011
0.065 100
0.541 100
0.422 100
0.914 100
1
.212*
.307**
-0.077
0.034 100
0.002 100
0.444 100
Lm pddkn Tanggung jawab
Intensi
Perilaku
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Umur
Pendapatan
Pengetahuan
Jumlah info
Kesadaran
Norma personal
Tanggung jawab
Intensi
1
0.117
0.05
.
0.245 100
0.618 100
1
-0.181
.
0.072 100
Perilaku
1