Analisis Pembentukan Harga Pasar Oleh
: Saludin Muis
Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008
Hak Cipta © 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Candi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta 55511 Telp. : 0274-4462135; 0274-882262 Fax. : 0274-4462136 E-mail
:
[email protected]
Muis, Saludin Analisis Pembentukan Harga Pasar/Saludin Muis - Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2008 xii + 106 hlm,
Jil. : 23 cm.
ISBN : 978-979-756-422-3 1. Ekonomi
I. Judul
KA TA PENGANT AR KAT PENGANTAR
B
uku ini menyajikan penjelasan pembentukan dan perubahan harga dari sudut pandang teori mikro dan makro ekonomi. Penjelasan bersifat ringkas dan hanya berisikan materimateri pokok. Aspek manajemen dan operasional yang lebih menekankan kepada SDM hanya ditampilkan sebagai salah satu variabel dalam analisis mikro ekonomi, agar penjelasan pokok tetap fokus pada pandangan teori mikro dan makro ekonomi. Penulis menyadari bahwa penjelasan yang bersifat garis besar yang disajikan dalam buku ini, tentu tidak terlepas dari kekurangan. Karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan. Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat menghargai setiap saran atau kritik untuk perbaikan. Akhirnya tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Shirasuna Asia Permai Electronics (produser TV dan Monitor, Tangerang) yang banyak membantu dari segi fasilitas, dan Ibu Cicih (ko pengarang) dari Universitas Borobudur yang mengedit dan melakukan berbagai koreksi yang sangat berarti.
Kepada Albert Ray J, Alexander Rex J, Ibu Rajani Tjandra dan Ibu Salmah yang mendorong terwujudnya penulis buku ini. Dan buku ini secara khusus dipersembahkan kepada Prof. Dr. H. Sudarsono, Msc yang telah meluangkan waktu dan tenaga membimbing penulis ketika mengikuti pendidikan tingkat doktoral pada Fakultas Ekonomi Pascasarjana Universitas Borobudur. Jakarta.
Dr. Saludin, M.Kom. Jakarta, Jan 2008
vi
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
DAFT AR ISI AFTAR
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 BAB 1 ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1) dari Sudut Pandang Mikro Ekonomi 1.1. Analisis Mikro Ekonomi 1.1.1. Pengantar 1.1.2. Analisis Permintaan dan Penawaran 1.1.3. Teori Produksi 1.1.4. Biaya Produksi 1.1.5. Bentuk Pasar
v vii
3 3 3 4 18 24 29
BAB 2 ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2) Dari Sudut Pandang Makro Ekonomi 2.1. Analisis Makro Ekonomi 2.1.1. Pengantar 2.1.2. Analisis Model Perubahan Harga dan Suku Bunga 2.1.3. Permintaan Agregat (Kurva AD) 2.1.4. Penawaran Agregat (Kurva AS)
Daftar Isi
59 59 59 60 61 67
vii
2.1.5. Keseimbangan Kurva AS ñ AD 2.1.6. Kurva Philips dan Penawaran Agregat 2.1.7. Kebijakan Moneter dan Fiskal 2.2. Pendekatan Inflasi 2.2.1. Sumber Inflasi dan Dampaknya 2.2.2. Solusi Inflasi DAFTAR PUSTAKA
viii
70 78 84 92 92 99 105
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
DAFT AR GAMB AR AFTAR GAMBAR
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. 1.8. 1.9a.
Gambar 1.9b. Gambar 1.10a. Gambar 1.10b. Gambar 1.11a. Gambar 1.11b. Gambar 1.12a.
Kurva Permintaan Perubahan Sepanjang Kurva Permintaan Pergeseran Kurva Permintaan Kurva Penawaran Perubahan Sepanjang Kurva Penawaran Pergeseran Kurva Penawaran Kurva Permintaan dan Penawaran Perubahan Titik Keseimbangan Perubahan Keseimbangan. P Lebih Tinggi Q Lebih Rendah Perubahan Keseimbangan. P Lebih Tinggi Q Lebih Rendah Perubahan Keseimbangan. P dan Q Lebih Tinggi Perubahan Keseimbangan. P dan Q Lebih Tinggi Perubahan Keseimbangan. P dan Q Lebih Rendah Perubahan Keseimbangan. P dan Q Lebih Rendah Perubahan Keseimbangan. P Lebih Rendah dan Q Lebih Tinggi
Daftar Gambar
6 7 7 8 9 10 11 11 12 12 13 13 14 14 15
ix
Gambar 1.12b. Perubahan Keseimbangan. P Lebih Rendah dan Q Lebih Rendah Gambar 1.13. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen Gambar 1.14. Kebijakan Harga Terendah Gambar 1.15. Kebijakan Harga Tertinggi Gambar 1.16. Kurva Isoquant Gambar 1.17. The Law of Diminishing Marginal Return Gambar 1.18. Kurva Isocost Gambar 1.19. Kurva Jalur Ekspansi Gambar 1.20. Kurva Produksi dan Kurva Biaya Gambar 1.21. Kurva Biaya Jangka Panjang Gambar 1.22. LAC dan Skala Ekonomi Gambar 1.23. Kurva Permintaan Pasar Persaingan Sempurna Gambar 1.24. Kurva AR, MR, dan TR Untuk Pasar Persaingan Sempurna Gambar 1.25. Pemaksilan Keuntungan Untuk Jangka Pendek Gambar 1.26. Kurva MR, MC, ATC dan AVC Gambar 1.27. Kurva Keuntungan Diatas Normal Gambar 1.28. Kurva Keuntungan Normal Gambar 1.29. Perusahan Rugi Dan Masih Bisa Tutup AVC Gambar 1.30. Perusahan Rugi Dan Membubarkan Diri Gambar 1.31. Kurva Keseimangan Perusahaan Gambar 1.32a. Dampak Kenaikan Permintaan Gambar 1.32b. Dampak Penurunan Permintaan Gambar 1.33. Kurva AC Industri Dengan Biaya Tetap Gambar 1.34. Kurva AC Industri Dengan Biaya Meningkat Gambar 1.35. Pengaruh Beban Pajak Pada Titik Keseimbangan x
15 16 17 17 19 20 23 24 26 28 29 31 32 33 33 34 35 36 36 37 38 39 40 40 42
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Gambar 1.36. Kurva Permintaan Perusahaan Monopolis Gambar 1.37. Kurva Keuntungan Maksimum Monopolis Gambar 1.38. Monopolis Dengan Keuntungan Diatas Normal Gambar 1.39. Monopolis Mengalami Kerugian Gambar 1.40. Monopolis Tidak Memperoleh Keuntungan Kerugian Gambar 1.41. Kurva Penawaran Perusahaan Monopolis Gambar 1.42. Efisiensi Perusahaan Monopolis Gambar 1.43. Keseimbangan Perusahaan Monopolis Jangka Panjang Gambar 1.44. Pengaruh Campur Tangan Pemerintah Terhadap Monopolis Gambar 1.45. Pengaruh Pajak Lumpsum Terhadap Monopolis Gambar 1.46. Pengaruh Pajak Khusus Terhadap Monpolis Gambar 1.47. Keseimbangan Jangka Pendek Perusahaan Monopolistik Gambar 1.48. Keseimbangan Jangka Panjang Perusahaan Monopolistik Gambar 2.1. Keseimbangan Kurva IS-LM dan AD Gambar 2.2. Pengaruh Kurva LM Terhadap Kemiringan Kurva AD Gambar 2.3. Pengaruh Kurva IS Terhadap Kemiringan Kurva AD Gambar 2.4. Perubahan Kurva AD Akibat Kenaikan Pembelanjaan Agregat, IS Berubah Gambar 2.5. Perubahan Kurva AD Akibat Kenaikan Pembelanjaan Agregar, LM Berubah Daftar Gambar
43 44 45 46 46 47 49 50 52 54 55 57 48 62 63 65 66 67 xi
Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8. Gambar 2.9. Gambar 2.10. Gambar 2.11. Gambar 2.12. Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
2.13. 2.14. 2.15. 2.16. 2.17.
Gambar 2.18. Gambar 2.19. Gambar 2.20. Gambar 2.21. Gambar 2.22. Gambar 2.23. Gambar 2.24. Gambar 2.25. Gambar 2.26. xii
Kurva Penawaran Agreget Versi Klasik Kurva Penawaran Agregat Versi Keynesian Kurva Penawaran Agregat Versi Keynesian Baru Kurva Penawaran Agregat Versi Klasik Baru Kurva AD Klasik Penentuan Kurva AS Klasik Keseimbangan Kurva AS-AD: Golongan Klasik Akibat Perubahan Kurva AD Akibat Perubahan Kurva AS Keseimbangan Kurva AS-AD: Keynes Kurva Philips Pembentukan Kurva AS Berdasarkan Kurva Philips Upah dan Permintaan Tenaga Kerja: Kaum Monetaris Kurva Penawaran Agregat: Kaum Ekspektasi Rasional Kurva Penawaran Agregat: Golongan Keynes Baru Kurva IS-LM: Pandangan Kerynesian dan Golongan Monetaris Pembentukan Kurva AD Akibat Penawaran Uang Riil Pembentukan Kurva AS Akibat Peningkatan Penawaran Uang Efektivitas Kebijakan Moneter Keseimbangan Jangka Pendek dan Panjang Untuk Kebijakan Moneter Efektivtas Kebijakan Fiskal
68 68 69 70 71 72 73 76 76 77 78 79 80 82 84 85 86 87 88 89 91
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
2.27. 2.28. 2.29. 2.30. 2.31. 2.32.
Keseimbangan Umum Kurva AD-AS Cost Push Inflation Demand Pull Inflation Penawaran Uang Primer Jumlah Uang Beredar dan Inflasi Kebijakan Anggaran Defisit Dengan Jual Obligasi Gambar 2.33. Kebijakan Anggaran Defisit Dengan Cetak Uang Baru
93 94 94 100 101
Daftar Gambar
xiii
102 103
xiv
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
PEND AHUL U AN PENDAHUL AHULU
B
uku ini menyajikan uraian singkat berupa pokok-pokok pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan harga pasar untuk barang dan jasa. Tinjauan didasari pada pandangan umum teori ekonomi mikro dan makro. Baik teori ekonomi mikro maupun makro, titik pijaknya masih pada analisis kurva penawaran dan permintaan sebagai dasar pembentukan harga barang dan jasa. Sedangkan unsur lain yang bersifat aspek internal perusahaan maupun aspek kebijakan pemerintah ataupun kondisi pasar, dipandang sebagai kekuatan yang berpengaruh pada sisi penawaran dan permintaan. Pada bagian pertama dibahas analisis dari sudut pandang mikro ekonomi, yang menekankan peran kurva penawaran dan permintaan di mana titik keseimbangan menggambaran harga dan jumlah barang atau jasa yang diperjual-belikan antara konsumen dan produsen, kemudian aspek lain yang berpengaruh pada pergeseran kurva penawaran dan permintaan maupun titik keseimbangan, misalnya fungsi produksi dan aspek kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan harga dan perpajakan. Di samping bentuk bentuk pasar yang secara langsung berpengaruh besar pada penentuan harga. Pada bagian kedua dibahas analisis dari sudut pandang makro ekonomi, yang menekankan aspek peran pemerintah dalam mempengaruhi kurva penawaran dan permintaan melalui kebijakan makro ekonomi, yaitu kebijakan moneter dan fiskal
Daftar Gambar
xv
(pada dasarnya pemerintah juga dapat menggunakan instrumen perangkat peraturan untuk mempengaruhi kegiatan perekonomian). Dengan kebijakan tersebut pemerintah mampu mempengaruhi tingkat uang yang beredar, tingkat inflasi dan pengangguran, tingkat suku bunga, tingkat investasi, dan aspek makro ekonomi lainnya sehingga secara langsung akan mempengaruhi kurva penawaran agregat dan permintaan agregat, di mana titik keseimbangan kedua kurva tersebut mencerminkan tingkat harga secara agregat dan keseluruhan produk nasional atau pendapatan nasional. Secara garis besar, isi buku ini terdiri dari 2 bab utama, yaitu: ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1) merupakan pembahasan dari sudut pandang mikro ekonomi, yang terdiri dari sub-bab: Analisis mikro ekonomi, Analisis permintaan dan penawaran, Teori produksi, Biaya produksi, Bentuk pasar; dan ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2) merupakan pembahasan dari sudut pandang makro ekonomi, yang terdiri dari sub-bab: Analisis model perubahan harga dan suku bunga, Permintaan agregat (Kurva AD), Penawaran agregat (Kurva AS), Keseimbangan kurva AS ñ AD, Kurva Philips dan penawaran agregat, Kebijakan moneter dan fiskal, dan Pendekatan inflasi.
xvi
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
1
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
I . Dari Sudut Pandang Mikro Ekonomi
---Semua masalah menjadi kecil bila terabaikan
1.1. Analisis Mikro Ekonomi 1.1.1.
Pengantar
Teori mikro ekonomi secara umum membahas masalah pokok aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan kelangkahan, yang timbul sebagai akibat dari ketidak-seimbangan antara kebutuhan dan faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat. Kebutuhan masyarakat secara kuantitas tidak terbatas jumlahnya, sebaliknya faktor-faktor produksi yang tersedia untuk dipergunakan memproduksi barang dan jasa terbatas baik secara jumlah maupun dari segi kualitas. Masalah pokok tersebut menyangkut:
1.
Barang dan jasa apa yang akan diproduksi (berkaitan dengan keterbatasan faktor-faktor produksi) 2. Dengan cara apa barang dan jasa diproduksi (berkaitan dengan pelaku/produsen, faktor-faktor produksi dan teknologi) 3. Kepada siapa barang dan jasa (berkaitan dengan distribusi). Barang diartikan sebagai benda yang dapat dilihat dan diraba, dan sesuatu yang yang tidak dapat dilihat dan diraba, sedangkan jasa diartikan sebagai bentuk pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pada dasarnya analisis ekonomi hendak menjawab permasalahan pokok ìbagaimana caranya menggunakan sumber daya agar dicapai kemakmuran dan kepuasan optimalî, dan ini berarti berkaitan pula dengan masalah harga barang atau jasa yang dihasilkan. Karena itu aktivitas ekonomi memerlukan unsur: 1. Kebutuhan manusia: secara umum kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan pokok dan kebutuhan tambahan, dengan ciri-ciri tidak terbatas dan beraneka ragam. 2. Sumber daya: yang dimaksud adalah sumber-sumber yang dapat menghasilkan barang dan jasa yang mampu untuk memenuhi kebutuhan. Sumber daya secara garis besar, antara lain: Tanah dan sumber alam, Tenaga kerja (tenaga kerja kasar, tenaga kerja trampil, tenaga kerja terdidik), Modal dan keahlian kewirausahaan. 3. Cara produksi: menyangkut kuantitas, cara-cara produksi dan biaya minimal. 1.1.2.
Analisis Permintaan dan Penawaran
Teori permintaan dan penawaran menyajikan konsep pembentukan harga dan kuantitas barang atau jasa yang berlaku di pasar sebagai akibat interaksi antara pembeli dan penjual yang menentukan harga keseimbangan atau disebut harga pasar dan kuantitas yang diperjual-belikan. Pada sisi analisis permintaan, menggunakan asumsi bahwa permintaan suatu komoditas
2
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
ditentukan oleh harga, sedangkan fakor lain dianggap tidak berubah atau ceteris paribus. Dengan asumsi tersebut, hipotesis yang diajukan adalah semakin rendah harga semakin banyak jumlah komoditas yang diminta, dan sebaliknya. Dengan demikian analisis permintaan dan penawaran merupakan alat untuk memahami: 1. Pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap harga dan kuantitas suatu komoditas. 2. Interaksi antara pembeli dan penjual dalam pembentukan harga dan kuantitas suatu komoditas di pasar. 3. Perilaku produsen dan konsumen dalam proses transaksi 4. Pengaruh intervensi pemerintah terhadap aktivitas pasar (misal: pajak dan kebijakan harga). Pasar yang dimaksud adalah pasar komoditas, yaitu interaksi antara pembeli dan penjual terhadap suatu komoditas baik dari segi harga maupun kuantitas yang akan diperjualbelikan. Faktor pasar diartikan sebagai interaksi antara pengusaha dengan pemilik faktor-faktor produksi dalam menentukan harga dan kuantitas faktor-faktor produksi yang akan diperjual-belikan. Luas pasar merupakan gambaran batas-batas geografis di mana suatu komoditas dapat dimasukkan ke dalamnya, sedangkan industri dalam hal ini diartikan terdiri dari perusahaan perusahaan yang menghasilkan komoditas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Konsumen dalam hal ini sebagai pelaku permintaan atas suatu komoditas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: 1. Harga komoditas yang hendak dibeli dan komoditas lain yang terkait (P). 2. Pendapatan rata-rata rumah tangga yang dapat dibelanjakan (Y) 3. Keragaman distribusi pendapatan masyarakat. 4. Cita rasa dari masyarakat (Ts) 5. Jumlah penduduk 6. Persepsi terhadap keadaan mendatang.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
3
Secara matematis fungsi permintaan ditulis sebagai: QD = f (P,Y, Ts, dan lain-lain) Kurva permintaan D menggambarkan hubungan antara kuantitas (Q D) dan berbagai tingkat harga (P) tertentu dari komoditas yang bersedia dibayar oleh konsumen. Dalam hal ini kurva permintaan merupakan penjumlahan dari permintaan individu-individu terhadap komoditas tersebut untuk berbagai tingkat harga. P
P1
D
P2 Q1
Q2
Q
Gambar 1.1. Kurva Permintaan
Pada kurva permintaan dapat dianalisa berbagai kemungkinan perubahan yang menyebabnkan perubahan terhadap kuantitas permintaan maupun tingkat harga sebagai berikut: 1. Perubahan sepanjang kurva permintaan: Perubahan ini disebabkan oleh salah satu variabel, yaitu perubahan harga komoditas yang menyebakan pergeseran kuantitas yang diminta atau perubahan permintaan konsumen (kuantitas) yang menyebabkan pergeseran harga komoditas. Pada dasarnya pengaruh variabel harga lebih dominan dari pada perubahan kuantitas permintaan (sesuai asumsi di atas bahwa variabel lain dianggap ceteris paribus QD = f (P). Mengikuti kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif maka hubungan antara tingkat harga dan kuantitas berlawanan. Dengan kata lain bila pembeli dapat memperoleh 4
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
komoditas dengan harga yang lebih rendah maka kecenderungan kuantitas permintaan pembeli akan meningkat dan sebaliknya. P D
P1 P2
Q1
Q
Q2
Gambar 1.2. Perubahan Sepanjang Kurva Permintaan
2.
Pergeseran kurva permintaan: Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh faktor faktor selain harga komoditas tersebut. Pergeseran kurva permintaan menyebabkan perubahan satu variabel tidak diikuti oleh variabel lain karena hubungan terjadi antar faktor. Misalnya, pergeseran kurva ke kanan akan menaikan kuantitas permintaan (Qî D) atas komoditas tanpa harus diikuti penurunan tingkat harga, sebaliknya pergeseran kurva permintaan ke kiri akan menurunkan kuantitas permintaan (QíD) atas komoditas tanpa harus diikuti kenaikan tingkat harga. P
P1
D
D
D
P2 Q1
Q2
Q
Gambar 1.3. Pergeseran Kurva Permintaan ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
5
Kurva permintaan menggambarkan keinginan konsumen atas suatu komoditas pada berbagai tingkat harga. Transaksi jual beli terjadi bila produsen (penjual) memproduksi komoditas yang dimaksud. Sama halnya konsumen dengan kurva permintaan, produsen menawarkan komoditas juga berdasarkan kurva penawaran yang menggambarkan jumlah komoditas yang akan ditawarkan kepada pasar untuk berbagai tingkat harga. P S P2 P1 Q1
Q2
Q
Gambar 1.4. Kurva Penawaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran komoditas pada berbagai tingkat harga, antara lain: 1. Harga komoditas (P) 2. Harga komoditas lain yang berkaitan. 3. Biaya-biaya produksi termasuk tingkat teknologi 4. Tujuan perusahaan 5. Musim 6. dan lain lain Secara matematis bila penawaran diasumsikan hanya tergantung kepada variabel harga, variabel lain dianggap ceteris paribus, maka: QS = f (P) Kurva penawaran bertolak belakang dari kurva permintaan. Bila kurva permintaan memiliki kemiringan negatif maka kurva penawaran justru memiliki kemiringan positif, artinya semakin 6
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
tinggi harga komoditas yang dapat diperoleh, semakin banyak kuantitas yang hendak ditawarkan penjual. Sama halnya kurva permintaan, pada kurva penawaran juga dapat dianalisa berbagai kemungkinan perubahan yang menyebabkan perubahan terhadap kuantitas penawaran maupun tingkat harga sebagai berikut: 1. Perubahan sepanjang kurva penawaran: Perubahan ini disebabkan oleh salah satu variabel, yaitu perubahan harga komoditas di pasar yang menyebakan pergeseran kuantitas yang ditawarkan penjual (produsen). Walaupun fungsi penawaran diasumsikan hanya mengandung variabel harga dan variabel lain dianggap ceteris paribus (Q S = f (P). Namun kuantitas yang ditawarkan penjual dalam hal ini lebih fleksibel dibandingkan dengan kurva permintaan, karena dari segi penjual selama harga P masih memberikan keuntungan maka kuantitas yang ditawarkan akan cenderung meningkat Mengikuti kurva penawaran yang memiliki kemiringan positif maka hubungan antara tingkat harga dan kuantitas yang ditawarkan searah. Dengan kata lain bila pembeli bersedia menaikan harga komoditas maka kecenderungan penjual akan meningkat kuantitas penawaran.
P S P2 P1 Q1
Q2
Q
Gambar 1.5. Perubahan Sepanjang Kurva Penawaran ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
7
2.
Pergeseran kurva penawaran: Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh faktor faktor selain harga komoditas tersebut. Pergeseran kurva penawaran menyebabkan perubahan satu variabel tidak diikuti oleh variabel lain karena hubungan terjadi antar faktor. Misalnya, pergeseran kurva ke kanan akan menaikan kuantitas penawaran (Q î S) atas komoditas tanpa harus diikuti kenaikan tingkat harga yang diharapkan, sebaliknya pergeseran kurva penawaran ke kiri akan menurunkan kuantitas permintaan (Q íS) atas komoditas tanpa harus diikuti penurunan tingkat harga. P
S S
P2
S
P1 Qs
Qs
Q
Gambar 1.6. Pergeseran Kurva Penawaran
Pertemuan kurva permintaan yang mewakili keinginan membeli konsumen atas suatu komoditas dan kurva penawaran yang mewakili keinginan menjual produsen atas suatu komoditas akan menentukan harga pasar dan kuantitas komoditas terkaitan. Dengan kata lain harga pasar merupakan titik keseimbangan dimana penjual dan pembeli sepakat untuk melakukan transaksi atas komoditas tersebut pada kuantitas tertentu. Adapun asumsi yang dipergunakan adalah pasar berbentuk persaingan sempurna dan informasi bersifat simetris, yang ditandai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Komoditas yang dimaksud haruslah homogen 2. Baik penjual dan pembeli, secara perorangan tidak dapat menentukan atau mempengaruhi harga 8
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
3.
Tidak ada unsur luar yang dapat memaksa mekanisme pasar (komoditas, harga, penawaran dan permintaan). Dengan kata lain prinsip ekonomi diterapkan secara benar. P
D
S
P0
Q0
Q
Gambar 1.7. Kurva Permintaan dan Penawaran
Berdasarkan pergeseran kurva permintaan gambar 1.2 dan 1.3, serta pergeseran kurva penawaran pada gambar 1.5 dan 1.6. Titik keseimbangan baru dapat menempati salah satu dari empat kemungkinan sebagai berikut: P
P0
Kelebihan Penawaran
D 1
S 2
3
4 Kelebihan Permintaan
Q0
Q
Gambar 1.8. Perubahan Titik Keseimbangan
1.
Titik P baru lebih tinggi dan titik Q baru lebih rendah Bila penawaran turun dan permintaan naik, di mana penurunan penawaran lebih besar dari pada kenaikam permintaan.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
9
S
P E P2
S E
P1
D D
Q2
Q1
Q
Gambar 1.9.a. Perubahan Keseimbangan P Lebih Tinggi Q Lebih Rendah
Bila penawaran dan permintaan turun, di mana penurunan penawaran lebih besar dari pada penurunan permintaan. S
P E P2
S E
P1
D D Q2
Q1
Q
Gambar 1.9.b. Perubahan Keseimbangan P Lebih Tinggi Q Lebih Rendah
2.
Titik P dan Q baru berada pada posisi lebih tinggi Bila penawaran turun dan permintaan naik, di mana penurunan penawaran lebih kecil dari kenaikan permintaan.
10
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
D
P
S E
D
P2
S
E
P1
Q1
Q
Q2
Gambar 1.10.a. Perubahan Keseimbangan P dan Q Lebih Tinggi
Bila penawaran dan permintaan naik, di mana kenaikan penawaan lebih kecil dari kenaikan permintaan. D
P
S D
P2 P1
S E E
Q1
Q2
Q
Gambar 1.10.b. Perubahan Keseimbangan P dan Q Lebih Tinggi
3.
Titik P dan Q baru berada pada posisi lebih rendah Bila penawaran naik dan permintaan turun, di mana kenaikan penawaran lebih kecil dari penurunan permintaan.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
11
D
P
S
P1
E
D
S
E
P2
Q2
Q1
Q
Gambar 1.11.a. Perubahan Keseimbangan P dan Q Lebih Rendah
Bila penawaran dan permintaan turun, di mana penurunan penawaran lebih kecil dari penurunan permintaan.
D
P
S D
S
P1
E E
P2
Q2
Q1
Q
Gambar 1.11.b. Perubahan Keseimbangan P dan Q Lebih Rendah
4.
Titik P baru lebih rendah dan titik Q baru lebih tinggi Bila penawaran dan permintaan naik, di mana kenaikan penawaran lebih besar dari kenaikan permintaan
12
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
P
S
D D
P1
S
E
E
P2
Q2
Q1
Q
Gambar 1.12.a. Perubahan Keseimbangan, P Lebih Rendah dan Q Lebih Tinggi
Bila penawaran dan permintaan turun, di mana penurunan penawaran lebih besar dari penurunan permintaan. P D
D
S E
P1 S E P2 Q1
Q2
Q
Gambar 1.12.b. Perubahan Keseimbangan, P Lebih Rendah dan Q Lebih Tinggi
Titik keseimbangan di mana antara produsen dan konsumen sepakat melakukan jual-beli sejumlah barang (jasa) pada berbagai tingkat harga. Namun terkadang harga yang berlaku lebih rendah atau lebih tinggi dari titik keseimbangan yang seharusnya sehingga terjadi apa yang disebut sebagai surplus konsumen dan surplus produsen. ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
13
P D
S
Surplus Konsumen Surplus Produsen
Q
Gambar 1.13. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen
Yang dimaksud surplus konsumen adalah harga yang berlaku pada titik keseimbangan (harga pasar) justru lebih rendah dari harga yang bersedia dibayar konsumen. Sehingga surplus konsumen merupakan keuntungan bagi konsumen karena konsumen membeli komoditas dengan harga yang lebih rendah dari yang diharapkan. Sebaliknya surplus produsen adalah harga yang berlaku pada titik keseimbangan (harga pasar) justru lebih tinggi dari harga yang diharapkan. Sehingga surplus produsen merupakan keuntungan bagi produsen karena produsen menjual komoditas dengan harga yang lebih tinggi dari yang diharapkan. Keseimbangan antara kurva permintaan dan kurva penawaran yang menentukan harga pasar suatu komoditas, karena mekanisme pasar bekerja dengan baik dengan adanya mobilitas semua faktor ekonomi dan adanya informasi yang simetri, namun keseimbangan dapat terganggu oleh campur tangan pemerintah, misalnya dengan cara menetapkan harga (harga terendah atau harga tertinggi), pajak, dan subsidi. Kebijakan pemerintah menetapkan harga terendah (floor price) bertujuan menaikkan jumlah penawaran atau mengurangi permintaan dan untuk menciptakan surplus di pasar. Kebijakan harga terendah mirip dengan surplus produsen karena harga pasar lebih tinggi dari titik keseimbangan atau yang diharapan produsen, dengan demikian produsen akan menaikkan kuantitas penawaran untuk mengambil keuntungan lebih bila memungkin14
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
kan atau sebaliknya konsumen yang mengurangi permintaan karena harga terendah lebih tinggi dari seharusnya. Dengan demikian apapun langkahnya akan menciptakan surplus di pasar. P D
S
Surplus
P1
Harga Batas Bawah
Q1
Q
Q2
Gambar 1.14. Kebijakan Harga Terendah
Kebalikannya adalah kebijakan pemerintah menetapkan harga tertinggi (ceiling price). Kebijakan ini mirip dengan surplus konsumen karena harga pasar lebih rendah dari titik keseimbangan atau yang seharusnya dibayar konsumen untuk membeli komoditas tersebut. Tujuan dari kebijakan ceiling price jelas untuk melindungi konsumen dan akibatnya adalah permintaan naik (karena harga lebih murah), penawaran turun (produsen dirugikan) dan terjadi kekurangan komoditas di pasar. P S
D Surplus
Shortage Harga Batas Atas
P1 Q1
Q2
Q
Gambar 1.15. Kebijakan Harga Tertinggi ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
15
Sedangkan kebijakan pajak dan subsidi memberikan dampak pada kenaikan harga jual dan penurunan harga jual, sehingga mempengaruhi kuantitas permintaan. Bila harga jual akibat beban pajak menjadi lebih tinggi maka konsumen akan mengurangi kuantitas permintaan (menggeser kurva permintaan ke kiri) sebaliknya bila pemerintah melakukan subsidi dimana harga juga akan lebih rendah, akan berpengaruh pada peningkatan permintaan komoditas oleh konsumen (menggeser kurva permintaan ke kanan). 1.1.3.
Teori Produksi
Masyarakat memerlukan komoditas tertentu, dan fungsi produksi dalam arti keseharian dimaksudkan sebagai proses perubahan faktor-faktor produksi (masukan) menjadi barang atau jasa (komoditas tertentu; keluaran, Q). Faktor faktor produksi antara lain berupa modal (K) , tenaga kerja (L), tanah, sumber alam (X), teknologi dan kewirausahaan. Secara matematis dapat ditulis dalam bentuk fungsi sebagai berikut: Q = f (K, L, X,ÖÖÖ) Pada umumnya, untuk tujuan kesederhanaan analisis, fungsi produksi hanya menggunakan variabel modal (K) dan tenaga kerja (L) sebagai masukan. Q = f (K, L) Contoh fungsi produksi dengan menggunakan dua variabel masukan yang sangat dikenal dalam analisis adalah persamaan Cobb Douglas Q = aKâLá. Dalam analisis proses produksi, jangka waktu kegiatan produksi dibedakan: jangka pendek bila faktor faktor produksi jumlahnya bersifat tetap misalnya mesin-mesin dan bangunan (gedung); jangka panjang bila faktor faktor produksi (variabel masukan) dapat mengalami perubahan, dalam arti jumlah dapat 16
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
produsen akan menaikkan kuantitas penawaran untuk mengambil keuntungan lebih bila memungkinkan atau sebaliknya konsumen yang mengurangi permintaan karena harga terendah lebih tinggi dari seharusnya. Dengan demikian apapun langkahnya akan menciptakan surplus di pasar. P D
S
Surplus
P1
Harga Batas Bawah
Q1
Q
Q2
Gambar 1.14. Kebijakan Harga Terendah
Kebalikannya adalah kebijakan pemerintah menetapkan harga tertinggi (ceiling price). Kebijakan ini mirip dengan surplus konsumen karena harga pasar lebih rendah dari titik keseimbangan atau yang seharusnya dibayar konsumen untuk membeli komoditas tersebut. Tujuan dari kebijakan ceiling price jelas untuk melindungi konsumen dan akibatnya adalah permintaan naik (karena harga lebih murah), penawaran turun (produsen dirugikan) dan terjadi kekurangan komoditas di pasar. P S
D Surplus
Shortage Harga Batas Atas
P1 Q1
Q2
Q
Gambar 1.15. Kebijakan Harga Tertinggi
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
17
Sedangkan kebijakan pajak dan subsidi memberikan dampak pada kenaikan harga jual dan penurunan harga jual, sehingga mempengaruhi kuantitas permintaan. Bila harga jual akibat beban pajak menjadi lebih tinggi maka konsumen akan mengurangi kuantitas permintaan (menggeser kurva permintaan ke kiri) sebaliknya bila pemerintah melakukan subsidi dimana harga juga akan lebih rendah, akan berpengaruh pada peningkatan permintaan komoditas oleh konsumen (menggeser kurva permintaan ke kanan). 1.1.3.
Teori Produksi
Masyarakat memerlukan komoditas tertentu, dan fungsi produksi dalam arti keseharian dimaksudkan sebagai proses perubahan faktorfaktor produksi (masukan) menjadi barang atau jasa (komoditas tertentu; keluaran, Q). Faktor faktor produksi antara lain berupa modal (K) , tenaga kerja (L), tanah, sumber alam (X), teknologi dan kewirausahaan. Secara matematis dapat ditulis dalam bentuk fungsi sebagai berikut: Q = f (K, L, X,ÖÖÖ) Pada umumnya, untuk tujuan kesederhanaan analisis, fungsi produksi hanya menggunakan variabel modal (K) dan tenaga kerja (L) sebagai masukan. Q = f (K, L) Contoh fungsi produksi dengan menggunakan dua variabel masukan yang sangat dikenal dalam analisis adalah persamaan Cobb Douglas Q = aKâLá. Dalam analisis proses produksi, jangka waktu kegiatan produksi dibedakan: jangka pendek bila faktor faktor produksi jumlahnya bersifat tetap misalnya mesin-mesin dan bangunan (gedung); jangka panjang bila faktor faktor produksi (variabel masukan) dapat mengalami perubahan, dalam arti jumlah dapat dikurangi maupun ditambahkan sesuai tujuan perubahan, misalnya kapasitas produksi dapat
18
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
ditingkatkan dengan menambah jumlah mesin atau merombak, dan menambah keragaman komoditas produksi. Kombinasi berbagai variabel masukan dengan hasil keluaran yang sama disebut isoquant. K A
∆K1
Isoquant
B
∆K2
∆L1
∆L2
L
Gambar 1.16. Kurva Isoquant
Kemiringan kurva isoquant menunjukkan berapa variabel K dan variabel L dapat diubah-ubah bersamaan untuk menghasilkan tingkat keluaran (output) yang sama, atau dikenal sebagai marginal rate of technical substitution (MRTS) yang didefinisikan sebagai:
Dengan ∆K1 > ∆K2 > ∆K3 maka MRTS mengecil dari A ke B. MP (marginal product) menunjukkan perubahan kuantitas produksi akibat perubahan penggunaan satu satuan variabel faktor produksi. MP K (marginal product of capital) menunjukkan perubahan Q terhadap setiap perubahan modal K yang dipergunakan untuk menghasilkan Q. MPL (marginal product of labor) menunjukkan perubahan Q terhadap setiap perubahan tenaga kerja L yang dipergunakan untuk menghasilkan Q, ini berbeda dengan AP L (average product of labor = Q/L) yang menunjukkan rata-rata produk yang dihasilkan tenaga kerja L. Berkaitan dengan APL perlu dipahami hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (the law of dimisnishing marginal return) yang diartikan bila
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
19
variabel fakor produksi L terus menerus ditambah, tidak selalu diikuti pertambahan produksi total, karena pada tingkat tertentu pertambahan produksi akan menurun dan pada akhirnya mencapai nilai negatif.
Q Q3
TP
Q2 Q1
L
0 I
II
III
APL 0
L1
L2
L3
MP
L
Gambar 1.17. The Law of Diminishing Marginal Return
Secara matematis, kondisi ini dapat dijelaskan sebagai berikut : suatu fungsi y = f(x) akan mencapai titik maksimum bila turunan pertama sama dengan nol atau yí = 0, sehingga Q, APL, MPL mencapai nilai maksimum bila Qí = 0, APLí= 0, APLí= 0. Pada gambar di atas tampak bahwa MPL memotong APL pada saat APL maksimum karena berlaku hukum diminishing, dimana MPL naik APL juga naik dan selama MPL > APL maka ketika MPL turun APL masih naik, sebaliknya bila MP L < AP L maka MP L turun akan diikuti AP L. AP mencapai nilai maksimum dikatakan produksi mencapai efisiensi teknis karena pemakaian faktor produksi pada kondisi tersebut memberikan hasil paling tinggi. Pemahaman ini berbeda dengan konsep efisiensi ekonomis yang menekankan keuntungan maksimum. Secara umum perusahaan yang beroperasi pada efisiensi teknis akan lebih mungkin mencapai efisiensi ekonomi walaupun tidak selalu demikian karena ada kaitan
20
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
dengan ragam produk dan pola distribusi maupun persaingan di pasar disamping biaya internal. Konsep efisiensi teknis perlu dikaitan dengan konsep elastisitas produksi, yang mendefinisikan perbandingan perubahan relatif keluaran Q terhadap perubahan relatif fakor produksi masukan yang dipergunakan misalnya L.
Dari rumus dan gambar terakhir dapat dirangkum sebagai berikut:
Berkaitan dengan efisiensi teknis, perlu dipahami pula konsep skala pengembalian yang menunjukkan keterkaitan antara perubahan faktor produksi masukan secara bersama-sama terhadap perubahan keluaran Q. Konsep ini berbeda dengan economic of scale yang menekankan skala produksi besar untuk mencapai hasil ekonomis, namun bila kapasitas produksi optimal sudah dilampaui maka penambahan produksi justru akan meningkatkan biaya produksi yang memberikan hasil tidak optial. Misalnya persaman fungsi produksi Cobb Douglas yang ditulis:
Penjumlahan pangkat yaitu skala pengembalian, bila: 1.
menunjukkan signifikansi ekonomi
> 1 berarti skala pengembalian membesar, kenaikan x% faktor produksi masukan akan diikuti kenaikan keluaran Q lebih dari x%.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
21
2.
3.
= 1 berarti skala pengembalian konstan, kenaikan x% faktor produksi masukan akan diikuti kenaikan keluaran Q secara proposional. < 1 berarti skala pengembalian mengecil, kenaikan x% faktor produksi masukan akan diikuti penurunan keluaran Q lebih dari x%.
Economic of scale yang berhubungan dengan kapasitas produksi optimal secara langsung berkaitan dengan biaya produksi yang tidak lain menunjukkan penggunaan dana minimal untuk mencapai hasil keluaran Q tertentu. Dalam hal ini perusahaan dapat memilih kombinasi faktor faktor produksi masukan agar tercapai kemiringan kurva isoquant sama dengan kemiringan kurva isocost. Konsep isocost menggambarkan penggunaan sejumlah dana (C) yang tersedia oleh sebuah perusahaan untuk membelanjakan berbagai faktor produksi masukan Misalnya K dan L. Dengan kata lain pengadaan faktor faktor produksi berhubungan dengan kendala biaya yang ada. C = w.L +r.K w dan r adalah gaji persatuan tenaga kerja dan biaya sewa persatuan unit mesin. L dan K adalah jumlah tenaga kerja dan jumlah capital atau modal. Persamaan C dapat dibawa kepada fungsi L sebagai variabel dinamis yang mudah diubah-ubah untuk substitusi variabel K sebagai berikut: K = C/r – (w/r).L Kemiringan kurva isocost adalah:
22
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
K Isocost c/ r K= cr - w r L
c/ w
L
Gambar 1.18. Kurva Isocost
Dengan demikian persamaan di mana keadaan kapasitas produksi optimal tercapai adalah:
M RTS = ∆K/ ∆L =( ∆Q/∆L)/( ∆Q/∆K) = MPL/ MPK dan ; sehingga: Kemiringan kurva Isoquant = Kemiringan kurva Isocost M RTS M PL/ MPK M PL/ w
= äK/ äL = w/r = MPK /r
Hasil terakhir ini dikenal sebagai golden rule of cost minimization. Manfaat dan penafsiran pemakaian persamaan diatas adalah perusahaan dapat menghemat biaya produksi bila: 1.
MPL/ w > MPK / r L diperbanyak atau K dikurangi
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
23
2.
MPL/ w < MPK / r K diperbanyak atau L dikurangi
Persamaan dapat diperluas untuk faktor produksi lebih dari dua dengan menyamakan perbandingan dari semua marginal produk terhadap harga masing masing. MP1 /P1 = MP2 /P2 = Ö Ö Ö Ö Ö Ö . = M Pn /Pn Sedangkan jalur ekspansi adalah garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi faktor faktor produksi yang memberikan hasil keluaran optimal.
K TC3/r Jalur Ekspansi
TC2/r TC1/r K1
IQ3 IQ2 IQ1 L1 TC1/w TC2/w TC3/w
L
Gambar 1.19. Kurva Jalur Ekspansi.
1.1.4.
Biaya Produksi
Dalam analisis ekonomi, biaya produksi dipahami sebagai biaya perolehan untuk menghasilkan sejumlah hasil keluaran (output) yang berasal dari sejumlah faktor produksi masukan (biaya input). Biaya ini disebut biaya korbanan (opportunity cost) yang terdiri dari biaya eksplisit yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar faktor-faktor produksi yang tercatat secara akuntansi dan biaya implisit yang diartikan bahwa input tersebut dapat dipakai untuk memproduksi output lain atau dipakai
24
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
di tempat lain. Biaya produksi dibedakan biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek meliputi input tetap (faktorfaktor produksi tetap) yang dicirikan adanya biaya tetap. Yang termasuk biaya pendek adalah: 1. 2.
3. 4.
Biaya tetap total ( TFC = total fixed cost) : biaya ini bersifat tetap tidak terpengaruh pada jumlah output (hasil keluaran). Biaya variabel total (TVC = total variabel cost) : biaya ini berkaitan dengan penggunaan faktor masukan (input) dan perubahan jumlah hasil keluaran (output). Biaya total (TC = total cost): merupakan jumlah TFC dan TVC Biaya marjinal (MC = marginal cost). Didefinisikan sebagai perubahan biaya total akibat perubahan jumlah output sebanyak satu satuan. MC = ∆TC / ∆Q
5.
Biaya tetap rata-rata (AFC = average fixed cost): Biaya rata-rata tetap yang dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan output. AFC = TFC / Q
6.
Biaya variabel rata-rata (AVC = average variabel cost): Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan output. AVC = TVC / Q
7.
Biaya total rata-rata (AC =average cost): Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan output. AV
= TC / Q = (TFC + TVC ) / Q = AFC + AV C
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
25
Untuk analisis biaya jangka pendek. Fungsi produksi hanya menghubungkan keluaran Q dengan sejumlah faktor produksi masukan yang bersifat variabel karena biaya tetap tidak berubah. Misalnya faktor produksi masukan hanya terdiri dari dua variabel saja yaitu K (dianggap sebagai biaya tetap) dan L (sebagai variabel). Q = f (K, L) Biaya total: TC = K. r + L. w = TFC + TVC Input (Q)
TVC
Q2
Tp
Q1
Biaya (VC) VC 2 VC 1
VI 1 VI 2
Input (VI)
Gambar 1.20. Kurva Produksi vs Kurva Biaya
Dari persamaan biaya total, suku TVC = L. w, bila dibagi Q dan menggantikan L/Q dengan 1/APL, maka diperoleh: TVC = L. w TVC/Q = w. L/Q AV C = w / APL
26
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Mengikuti hukum diminishing maka pada daerah dimana APL menurun, kurva AVC naik karena w dibagi faktor APL yang semakin mengecil. Sebaliknya pada daerah di mana APL naik, AVC menurun. Dengan demikian APL maksimum pada titik AVC minimum. Jadi kurva AVC berbentuk U (kurva AC dan MC juga berbentuk U sesuai hukum diminishing). Walaupun kurva AC juga berbentuk U, namun titik minimumnya lebih tinggi dari AVC, karena komponen AC terdiri dari komponen AVC dan AFC, dimana pada saat AVC berada pada titik minimum, komponen AFC masih turun. AC naik setelah tercapai kenaikan AVC lebih besar dari penurunan AFC. Kurva MC (juga kurva MP) berbentuk U karena pada saat tingkat output masih rendah, penambahan faktor produksi masukan atau input akan menambah kenaikan keluaran atau output yang besar ( MP naik), akan tetapi penambahan input lebih lanjut akan menyebabkan kenaikan output semakin menurun. Dengan kata lain biaya tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan tambahan satu satu output masih kecil bila tingkat output rendah, namun semakin tinggi tingkat output, biaya tambahan untuk menghasilkan satu satuan tambahan output akan semakin besar. Ini sesuai hukum diminishing. Keterkaitannya dapat diringkas sebagai berikut: 1. 2. 3.
Bila marginal product naik, marginal cost turun Bila marginal product maksimum, marginal cost minimum Bila marginal product turun, marginal cost naik.
Karena TFC konstan maka MC dapat didefinisikan sebagai perubahan biaya variabel terhadap perubahan satu satuan pada output. MC = ∆TVC / ∆Q Sesuai contoh di atas bahwa biaya variabel muncul dari pemakaian tenaga kerja L, sehingga ∆TVC = w. ∆L, sedangkan MPL = ∆Q/ ∆L sehingga persamaan MC dapat ditulis sebagai:
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
27
MC
= w.∆L/ ∆Q = w / ( ∆Q/ ∆L) = w / MPL
Untuk biaya jangka panjang, semua variabel faktor produksi masukan atau input bersifat variabel sehingga hanya ada satu kurva biaya total yang disebut biaya total jangka panjang (LTC= long run total cost). Dalam analisis jangka pendek, kurva AC berbentuk U karena hukum diminishing sedangkan untuk jangka panjang LAC berbentuk U karena efek return of scale, yaitu perubahan keluaran yang disebabkan oleh perubahan semua faktor produksi masukan pada proporsi yang sama. Return of scale meningkat untuk tingkat produk rendah atau pada awalnya, yang berarti biaya rata-rata menurun, sedangkan return of scale menurun untuk tingkat produksi tinggi atau setelahnya, yang berarti biaya rata-rata naik. Daerah dimana biaya rata-rata LAC turun dan keluaran Q meningkat disebut skala ekonomis (economics of scale) sedangkan daerah dimana biaya rata-rata LAC naik dan keluaran Q menurun disebut skala tidak ekonomis (dis-economics of scale). TC LT c
MC AC
Output Q
LMC L
Output Q
Gambar 1.21. Kurva Biaya Jangka Panjang
28
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Biaya
LAC
Skala Ekonomis
Skala Tidak Ekonomis
Output Q
Gambar 1.22. LAC dan Skala Ekonomi
Baik jangka pendek maupun jangka panjang, laba operasional perusahaan ditentukan oleh dua item, yaitu penerimaan (TR= total revenue) dan biaya (TC = total cost), dimana selisihnya dikatakan sebagai laba bagi perusahaan. Jadi berdasarkan pemikiran ini laba maksimum perusahaan ditentukan oleh perubahan penerimaan dan perubahan biaya dengan syarat perubahan laba sama dengan nol atau turun pertama dari persamaan laba sama dengan nol.
∆ /∆Y = ∆TR/ ∆Y – ∆TC/ ∆Y = 0
MR MC 0 MR 1.1.5.
= ∆TR/ ∆Y = ∆TC/ ∆Y = MR - MC = MC
Bentuk Pasar
1.1.5.1. Bentuk Pasar Persaingan Sempurna. Untuk memahami perusahaan yang beroperasi pada pasar persaingan sempurna, secara umum dapat melihat sifat-sifat bentuk pasar dengan persaingan sempurna sebagai berikut:
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
29
1.
2.
3. 4. 5. 6. 7.
Ada kesamaan komoditas yang diperdagangkan atau bersifat homogen sehingga tidak tergantung siapa yang menjual melainkan sepenuhnya tergantung pada harga. Pelaku baik penjual maupun pembeli sedemikian banyak sehingga tidak ada pelaku perorangan yang bisa mempengaruhi harga secara sendiri. Perusahaan bertindak sebagai price taker yaitu menerima harga pasar yang ada. Tidak ada paksaan dari pihak luar dalam bentuk apapun. Ada informasi tentang harga yang simetris. Mobilitas semua faktor ekonomi berjalan sesuai dengan prinsipprinsip ekonomi. Tidak terdapat kendala bagi perusahan untuk masuk dan keluar dari industri terkait.
Pada kenyataan, tidak ada pasar bentuk persaingan sempurna, namun model persaingan sempurna menjadi bahan analisis penting karena secara struktur merupakan bentuk yang paling ideal dengan efisiensi yang tinggi. Kurva permintaan untuk pasar persaingan sempurna berupa garis elastis sempurna, yaitu garis horizontal pada titik harga tertentu beapapun kuantitas yang diminta (bersifat price taker), karena begitu produsen menaikkan harga, pembeli akan membeli dari produsen lain karena produk yang ditawarkan bersifat homogen dan terdapat banyak pelaku di pasar sehingga memungkinkan pembeli membeli dari produsen lain.
30
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
TC LT c
Output Q
MC AC
LMC L
Output Q
Gambar 1.23. Kurva Permintaan Pasar Persaingan Sempurna
Akibat dari kurva permintaan yang berupa garis elastis sempurna untuk pasar persaingan sempurna karena bersifat price taker, maka berlaku kondisi D=AR=MR=P. Garis TR yang berasal dari perkalian P.Q akan berupa garus lurus bermula dari titik nol, MR yang merupakan tambahan hasil penjualan yang didapat perusahaan bila menjual satu unit tambahan komoditas. Karena garis permintaan berupa garis elastic maka berapa kuantitas yang dijual, tambahan yang diperoleh akan sebanding dengan harga P: MR
= ∆TR / ∆Q = ∆(P.Q)/ ∆Q = P( ∆Q)/ ∆Q =P
Demikian pula AR yang berupa rata-rata pendapatan dari hasil penjualan akan sebesar P karena total penjualan adalah P.Q, sedangkan rata-rata penjualan didapat dar hasil bagi P.Q dengan Q sehingga diperoleh P.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
31
TR AR
= P.Q = TR/Q = P.Q/Q =P
P TR
AR=MR
Q Gambar 1.24. Kurva AR,MR dan TR Untuk Pasar Persaingan Sempurna
Untuk perusahaan pada pasar persaingan sempurna dimana perusahaan bisa masuk dan keluar tanpa kendala, maka bila terdapat keuntungan diatas normal akan mengundang perusahaan lain masuk, sebaliknya bila harga penjualan komoditas menunjukkan kerugian akan menyebabkan perusahaan tertentu meninggalkan lapangan persaingan. Analisis pemaksimalan keuntungan untuk jangka pendek adalah : laba perusahaan ditentukan oleh selisih dua item, yaitu penerimaan (TR= total revenue) dan biaya (TC = total cost), ila selisihnya positif dikatakan perusahaan memperoleh laba. Jadi berdasarkan pemikiran ini laba maksimum perusahaan ditentukan oleh perubahan penerimaan dan perubahan biaya dengan syarat perubahan laba sama dengan nol atau turun pertama dari persamaan laba sama dengan nol.
∆ M M 0 M
32
= TR – TC /∆Y = ∆TR/ ∆Y – ∆TC/ ∆Y = 0 R = ∆TR/ ∆Y C = ∆TC/ ∆Y = MR - MC R = MC
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Satuan Uang
TC TR
MR=A
TFC
I Q1
Q2
Q3
-TFC
Output Q
T1
Gambar 1.25. Pemaksimalan Keuntungan Untuk Jangka Pendek
Satuan Uang
MC
C A
AC AVC
P=MR=AR
B
Q1
Q2
Q3
Q (Output)
Gambar 1.26. Kurva MR,MC,ATC dan AVC
Bila MC < MR menunjukkan keuntungan bagi perusahaan belum maksimum sehingga perusahaan akan menaikkan produksi untuk meningkatkan keuntungan. Sebalilknya bila MC > MR perusahaan berada pada kondisi mengalami kerugian atau keuntungan berkurang sehingga perusahaan akan mengurangi produksi. Dari dua kondisi di atas jelas bahwa perusahaan akan memperoleh keuntungan maksimum bila MC=MR sebagaimana penjabaran di atas.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
33
Pada jangka pendek terdapat tiga kemungkinan operasional perusahaan pada pasar persaingan sempurna sebagai berikut : 1. 2. 3.
TC < TR : Perusahaan mengalami keuntungan TC = TR : Perusahaan berada pada kondisi kembali modal atau break Even Point TC > TR : Perusahaan mengalami kerugian
Untuk kasus TC > TR, dapat terjadi keuntungan perusahaan bersifat normal atau diatas normal. Secara jangka pendek keuntungan diatas normal dapat terjadi namun secara jangka panjang hal ini tidak mungkin terjadi karena pada pasar persaingan sempurna, perusahaan dapat keluar masuk secara bebas. Ketika harga pasar (permintaan) memungkinkan perusahaan mengambil keuntungan, akan mengundang perusahaan diluar masuk menambah penawaran yang pada akhirnya menyebabkan harga turun sampai pada tingkat tertentu dimana akan mengurangi keuntungan perusahaan sampai tercapai kondisi TC=TR. P, C P0 B
D=MR=AR
MC AC
E
AVC
A
Q0
Q (Komoditas)
Gambar 1.27. Kurva Keuntungan Diatas Normal
Pada kasus perusahaan mendapat keuntungan diatas normal, dalam arti keuntungan maksimum, maka MC=MR. pada gambar diatas tampak jelas perpotongan terjadi pada titik E. pada titik E harga pasar untuk komoditas tersebut adalah P0 dan kuantitas yang diperlukan untuk mencapai keuntungan maksimm adalah Q0. TR dari penjualan adalah Q0.P0. pada titik keseimbangan tersebut (titik E) tarik garis vertical ke
34
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
bawah memotong kurva AC pada titik A. Kemudian dari titik A tarik garis horizontal memotong sumbu harga pada titik B. Titik B merupakan biaya rata-rata untuk memproduksi komoditas tersebut sehingga TC = Q 0.B. Selisih antara TR ñ TC adalah keuntungan diatas normal bagi perusahaan karena berada di atas kurva AC. P, C
E1
P1
MC AC AVC
D=MR=AR
Q1
Q
(Komoditas)
Gambar 1.28. Kurva Keuntungan Normal
Sebagaimana disinggung di atas bahwa secara jangka panjang, masuknya perusahaan akan menambah penawaran dan menurunkan harga komoditas sampai tercapai kondisi TC=TR atau keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi bila perpotongan kurva harga komoditas (sama kurva MR) dengan kurva MR terletak pada titik minimum kurva AC. Pada titik keseimbangan E1(P1, Q1), terjadi TC = TR dan keuntungan bagi perusahaan berupa biaya tersembuyi (implicit cost). Pada kasus terakhir adalah perusahaan mengalami kerugian atau TC > TR. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yaitu merugi tetapi masih mampu menutup biaya variabel dan perusahaan membubarkan diri.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
35
P, C P2
MC E
AC AVC
B
E2
Q2
D=MR=AR
Q (Komoditas)
Gambar 1.29. Perusahaan Rugi Dan Masih Bisa Tutup AVC
P, C MC
AC AVC
E3 P3
Q3
D=MR=AR
Q
(Komoditas)
Gambar 1.30. Perusahaan Rugi Dan Membubarkan Diri
Bila TC > TR tetapi perpotongan kurva P (MR) dan MC masih terletak diatas kurva AVC, misalnya pada titik keseimbangan E2 (P2, Q 2). TR = P 2. Q2 dan TC = B, Q 2 akibatnya perusahaan mengalami kerugian sebesar (B-P2).Q2. Walaupun terjadi kerugian tetapi TR masih bisa menutup biaya variabel sehingga perusahaan masih bisa beroperasi. Sebaliknya bila harga P terus menurun, misalnya titik perpotongan kurva P (MC) dan MR terletak dibawah kurva AVR. Misalnya pada titik keseimbangan E3 (P3, Q3). Pada titik E3 harga permintaan komoditas P2
36
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
berada di bawah biaya produksi sehingga bila perusahaan bersikeras bertahan akan terus mengalami kerugi sebesar P3.Q3 ñ TC. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kurva permintaan yang menempatkan kurva P elastis sempurna pada berbagai tingkat harga Px dan kuantitas Qx akan memberikan berbagai kemungkinan keuntungan sebagai berikut: P, C
MC E4
P4 P3 P2 P1
E3 E2 E1
AC
AVC D4 = MR4 = AR4 D3 = MR3 = AR3 D2 = MR2 = AR2 D1 = MR1 = AR1
Q1 Q2 Q3 Q4
Q (Komoditas)
Gambar 1.31. Kurva Keseimbangan Perusahaan
1. 2. 3. 4.
P4 > AC akan memberikan keuntungan diatas normal P3 = AC akan memberikan keuntungan normal AVC P2 < AC akan mengalami kerugian tetapi masih dapat beroperasi P < AVC akan menyebabkan perusahaan membubarkan diri.
Pada pasar persaingan sempurna, bila terjadi perubahan permintaan, misalnya kurva permintaan bergeser ke kanan dari D ke Dí. walaupun kurva harga bersifat elastis sempurna, namun pada jangka pendek. Titik keseimbangan semula terletak pada perpotongan antara kurva permintaan D dan S pada titik E(P1,Q1). Pada sisi lain, setelah pergeseran D ke Dí, harga yang terbentuk P2 berpotongan dengan kurva MC pada titik E2(P2,Q2) yang terletak di atas kurva AC. Dengan kata lain memberikan keuntungan kepada perusahaan di atas normal, hal
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
37
ini mengundang minat perusahaan baru masuk pasar sehingga menaikkan kuantitas penawaran atau menggeser kurva S ke Sí. Kurva Sí memberikan titik keseimbangan pada titik E1(P1, Q1) yang artinya harga keseimbangan baru kembali ke semula P1, atau secara jangka panjang perusahaan hanya memperoleh keuntungan normal saja. P
P DI
P2 P1
D
EI
S S
E2
I
MC AC
E1 E
E II
Q1 Q2 Q Gambar 1.32a. Dampak Kenaikan Permintaan
Sebaliknya dampak perubahan penurunan permintaan akan menggeser kurva D ke Dí. Pada jangka pendek, titik keseimbangan yang berbentuk setelah pergeseran D ke Dí adalah E2(P2,Q2). Harga komoditas P 2 memotong kurva MC berada di bawah kurva AC yang berarti perusahaan mengalami kerugian. Kerugian ini menyebabkan sebagian perusahaan meninggalkan pasar persaingan sehingga secara kuantitas, jumlah penawaran akan berkurang sehingga menggeser kurva S ke Sí dimana titik keseimbangan kembali ke semula pada E1(P1,Q 1), atau dengan kata lain harga keseimbangan baru kembali ke semula yang memberikan keuntungan normal kepada perusahaan secara jangka panjang.
38
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
P
P D D
S
I
MC
I
S
E1
P1 E
E II P2
AC
E2
EI
Q2
Q1
Q
Gambar 1.32b. Dampak Penurunan Permintaan
Tingkat keuntungan sangat tergantung pada posisi kurva AC tiap perusahaan atau industri terkait. Dalam hal ini dapat dikelompokan: industri dengan biaya tetap, industri dengan biaya meningkat dan industri dengan biaya menurun. Pada industri dengan biaya tetap memiliki karakteristik yang dicirikan oleh kurva penawaran jangka panjang yang elastis sempurna atau garis horizontal. Dengan kata lain perusahaan dapat melakukan menyesuaikan terhadap waktu dengan mengembangkan industri terkait tanpa meningkatkan harga di sepanjang kurva penawaran jangka panjang. Pada industri dengan biaya tetap, yang terjadi bukan peningkatan biaya faktor produksi per unitnya melainkan akibat peningkatan output Q yang disertai kebutuhan akan penambahan penggunaan faktor-faktor produksi terkait. Jadi jelas harga komoditas akan kembali ke normal mendahului tingkat keuntungan perusahaan yang juga kembali ke posisi normal.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
39
Satuan Uang
SMC E2
MR2 = AR2
P2
LMC LAC
E1
P1
MR1 = AR1
Q1
Q2
Q
Gambar 1.33. Kurva AC Industri Dengan Biaya Tetap.
Untuk industri dengan biaya meningkat, sepintas mudah disimpulkan bahwa untuk mencegah kerugian, kenaikan biaya perlu disertai peningkatan harga komoditas, karena kenaikan biaya jelas akan menggeser kurva AC keatas dari LAC menjadi LAC*. Jadi pada pasar persaingan sempurna, industri dengan biaya meningkat memiliki kurva penawaran dengan kemiringan positif dimana harga pasar P** pada titik keseimbangan jangka panjang C (cost) lebih tinggi dari harga pasar komoditas semula P. Kenaikan biaya disebabkan oleh berkembangnya industri yang disertai peningkatan output Q yang mendorong kenaikan harga faktor-faktor produksi. Satuan Uang
P** MR1 = AR1
SMC* SMC E II LAC*
P*
MR2 = AR2
P
MR = AR
EI
LAC
Q
Gambar 1.34. Kurva AC Industri Dengan Biaya Meningkat.
40
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Sebaliknya industri dengan biaya menurun merupakan ciri-ciri industri yang bergerak secara global, yang boleh dikatakan memiliki sifat konsep pasar persaingan sempurna yang mencerminkan tingkat efisiensi ekonomis dan teknis yang tinggi karena dukungan manajemen dan teknologi yang baik. Dengan demikian industri dengan biaya menurun memiliki kurva penawaran jangka panjang dengan kemiringan negatif. Hal ini dimungkinkan karena industri tersebut melakukan penyesuaian terhadap peningkatan permintaan dengan menaikkan output disertai penurunan kurva biaya, sehingga titik keseimbangan jangka panjang menghasilkan harga pasar yang lebih rendah dan kuantitas yang lebih tinggi. Kurva AC yang berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan (untuk pasar persaingan sempurna, bersifat price taker, perusahaan tidak dapat menaikkan TR dengan menaikkan harga P) tidak semata-mata berasal dari internal perusahaan tetapi dapat bersumber dari luar, misalnya kebijakan pemerintah dalam hal pajak. Pada dasarnya pajak akan menaikkan harga penawaran (jual) sehingga akan menurunkann permintaan. Bila perusahaan ingin mempertahankan kuantitas penawaran maka perusahaan harus menanggung sebagian atau keseluruhan pajak, akibatnya kurva AC akan bergeser keatas dan mengurangi keuntungan perusahaan. Sebaliknya bila beban pajak ditanggung pihak konsumen, maka akibatnya akan terjadi penurunan permintaan, yang pada akhirnya akan juga berpengaruh pada TR dan mengurangi keuntungan perusahaan.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
41
P
P S=S I
P1
}
P
Q1
EI
SI
Pajak S
Pajak P=P
I
E
Q
Q2
Q
Gambar 1.35. Pengaruh Beban Pajak Pada Titik Keseimbangan
1.1.5.2. Bentuk Pasar Monopoli Bentuk pasar monopoli merupakan bentuk pasar extrim pada kutub lainnya yang berseberangan dengan bentuk pasar persaingan sempurna. Dimana pada pasar persaingan sempurna diasumsikan terdiri dari banyak produsen sehingga bersifat price taker, sedangkan pada bentuk pasar monopoli, produsen hanya satu dan diasumsikan tidak mungkin terjadi substitusi sempurna terhadap komoditas yang ditawarkan. Dengan demikian pada bentuk pasar monopoli, harga komoditas ditentukan atas kebijakan produsen monopolis, misalnya dengan diskriminasi harga. Munculnya bentuk pasar monopoli dapat disebabkan oleh faktor: skala ekonomis yang menyangkut efisiensi dan kuantitas produksi, kepemilikan atas sumber daya tertentu dan adanya pelindungan oleh undang-undang maupun hak cipta. Ciri bentuk pasar monopoli antara lain: 1.
42
Karena tidak ada substitusi sempurna dan hanya ada satu produsen, syarat syarat penjualan komoditas sepenuhnya ditentukan oleh monopolis.
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
2.
3.
Sulitnya perusahaan lain masuk industri karena ada hambatan antara lain: modal yang besar, teknologi yang canggih dan undang-undang yang resmi. Bersifat price setter sehingga tidak memerlukan promosi produk
Karena monopolis merupakan satu-satunya produsen yang memproduksi komoditas yang dibutuhkan maka kurva permintaan menurun dari kiri ke kanan dan juga bersifat inelastis akibat tidak ada barang substitusi sempurna. Dengan demikian semakin sedikit barang yang diproduksi atau jual semakin tinggi harga, dan menurun ketika jumlah barang yang diproduksi bertambah banyak, namun untuk perusahaan monopolis, harga selalu berada diatas marginal revenue. P
P
D=AR MR
Q
Kuantitas
Gambar 1.36. Kurva Permintaan Perusahaan Monopolis
Akibat dari menurunnya harga seiring dengan bertambahnya kuantitas produksi, maka pertambahan total revenue juga akan menurun ketika kuantitas produksi meningkat. Pada perusahaan monopolis marginal revenue selalu lebih rendah dari harga, kecuali tingkat produksi mencapai 1 unit dimana marginal revenue akan sama dengan harga. Dengan demikian untuk mengoptimalkan keuntungan, perusahaan monopolis dapat menggunakan golden rule yaitu marginal revevue sama dengan marginal cost MR = MC. Secara grafik dapat
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
43
dilihat bahwa pada saat kuantitas produksi mencapai Q1, kurva MR memotong kurva MR. Mengacu kepada titik perpotongan MR=MC dapat ditarik garis vertikal yang memotong kurva permintaan D pada titik C*. Dari titik C* ditarik garis horisontal memotong sumbu harga pada titik P*. Pada kondisi produksi berada pada titik (Q1 , P*) perusahaan monopolis mencapai keuntungan maksimal, yaitu TR ñ TC = maksimum Harga/Satuan Uang
P*
C*
D=AR MR
Q1
Q
Gambar 1.37. Kurva Keuntungan Maksimum Monopolis
Karakteristik monopolis pada umumnya diukur berdasarkan indeks Lerner, yang didefunisikan: Lerner Indeks = (P-MC)/P = 1/ Berdasarkan persamaan diatas, jelas untuk perusahaan persaingan sempurna dengan MC = P akan menghasilkan indeks Lerner = 0, sedangkan pada sisi ekstrim lain indeks akan bernilai 1. Jadi nilai indeks Lerner berkisar antara 0 ñ 1, semakin besar indeks Lerner semakin besar kekuatan monopoli perusahaan. Kekuatan monopoli perusahaan ditentukan oleh: 1.
44
Faktor elastisitas yang berkaitan dengan kurva permintaan pasar. Untuk pasar diluar monopolis, faktor ini tergantung pada
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
2.
ragam komoditas, jumlah perusahaan yang bersaing dan peluang masuknya perusahaan baru dalam persaingan. Barang substitusi yang ditawarkan perusahaan lain yang secara langsung akan menentukan tingkat pengurang pada keluaran atau output komoditas yang sama. Untuk kasus monopolis diasumsikan tidak ada barang substitusi sempurna sehingga besifat inelastis atau = 1 dan Lerner Indeks = 1.
Sangat sulit dibayangkan, pada jaman globalisasi sekarang ini dapat ditemukan produk yang dapat bersifat monopoli tanpa ada barang substitusi sempurna. Setidaknya akan ada barang yang mampu memsubstitusi sebagai fungsi komoditas dari monopolis, disamping perusahaan monopolis juga tidak dapat memaksa konsumen membeli komoditas yang ditawarkan dengan harga yang ditetapkan oleh pihak monopolis secara sepihak. Sehingga walaupun secara teoritis, perusahaan monopolis dengan mudah akan memperoleh keuntungan diatas normal akibat penetapan harga sepihak, namun dapat terjadi pula perusahaan monopolis mengalami kerugian. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut: Satuan Uang
MC P*
C
I
AC Pac
D MR
Q1
Q
Gambar 1.38. Monopolis Dengan Keuntungan Diatas Normal
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
45
P, C Pac
a
MC b
P*
AC
c D=MR MR Q1
Q
Gambar 1.39. Monopolis Mengalami Kerugian
P, C MC P*
AC
N
D=MR MR Q1
Q
Gambar 1.40. Monopolis Tidak Memperoleh Keuntungan/kerugian
Pada kasus perusahaan monopolis memperoleh keuntungan diatas normal, tampak jelas bahwa harga P* berada diatas kurva AC. Sama halnya penjelasan sebelumnya bahwa selama TR ñTC > 0 dan bila kurva MR = MC maka perusahaan monopolis akan memperoleh keuntungan maksimum. Sebaliknya pada kasus dimana perusahaan monopolis mengalami kerugian. Kerugian perusahaan monopolis dapat diminimumkan bila perusahaan memproduksi sebanyak Q1 yang tidak lain merupakan hasil perpotongan kurva MR=MC. Karena kurva AC berada diatas harga P* (titik Pac) maka tingkat kerugian yang dialami adalah P*.Q 1 - P ac . Q 1 atau luasan P*P ac bc. Dengan demikian,
46
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
perusahaan monopolis akan mengalami kerugian lebih besar bila memproduksi komoditas di atas atau di bawah Q1. Dari uraian diatas jelas bahwa untuk perusahaan monopolis, kondisi perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian, terjadi bila P*= Pac atau titik potong terusan dari MR=MC merupakan persinggungan antara kurva D dan AC (misalnya titik N). Pada titik N tersebut, baik kuantitas dan harga komoditas yang terbentuk akan memberikan total revenue sama dengan total cost, sehingga perusahaan monopolis beroperasi pada kondisi break even point atau total pendapatan tepat sama untuk mencukupi total pembiayaan. Pada sisi penawaran, perusahaan monopolis berbeda dengan perusahaan persaingan sempurna, karena pada perusahaan monopolis, kurva marginal cost tidak menunjukkan sifat kurva penawaran sebagaimana pada pasar persaingan sempurna. Pada perusahaan persaingan sempurna, kurva MC yang berada diatas kurva AVC juga menunjukkan penawaran perusahaan pada berbagai tingkat harga. Sedangkan pada perusahaan monopolis, tidak dapat ditunjukkan secara pasti kurva penawaran. Hal ini disebabkan tidak ada sifat keterkaitan yang tetap antara jumlah komoditas dan harga yang ditawarkan oleh perusahaan monopolis. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: P, C MC P
I
P DI MR I MR Q
D Kuantitas
Gambar 3.41. Kurva Penawaran Perusahaan Monopolis
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
47
Misalnya kurva permintan semula adalah D dan kurva marginal cost maupun marginal revenue masing masing adalah MC dan MR. untuk memaksimalkan keuntungan, syaratnya adalah MR=MC, perpotongan ini menghasilkan kuantitas komoditas Q dan harga P. Bila permintaan berubah menjadi Dí dan marginal revenue menjadi MRí. Perusahaan monopolis dapat mempertahankan tingkat produksi komoditas tetap pada Q dengan tidak ada tambahan biaya atau dengan kata lain kurva marginal cost sama dengan kurva MC semula. Dengan demikian untuk kurva permintaan baru Dí akan membentuk harga Pí. Jadi untuk perusahaan monopolis, karena sifat kekuatan monopoli dan sebagai penetap harga, tidak ada hubungan tetap antara harga dan kuantitas komoditas yang ditawarkan. Sebagaimana disinggung diatas, walaupun perusahaan monopolis memiliki kemampuan menetapkan harga namun tidak dapat memaksa konsumen membeli sebanyak kuantitas komoditas yang diproduksi, sehinga dalam kasus tertentu dapat terjadi dimana perusahaan monopoli justru menanggung kerugian atau setidaknya tingkat keuntungan menjadi tidak optimal. Karena itu efisiensi merupakan hal penting bagi perusahaan monopolis sama halnya perusahaan persaingan sempurna. Dalam kasus perusahaan persaingan sempurna memang dipandang akan mampu mengalokasikan sumber daya sedemikian efisien sehingga terjadi penambahan tingkat produksi sampai tercapai kondisi MR=MC. Sebaliknya untuk perusahaan monopolis, karena sifat kekuatan monopoli yang dimiliki, beroperasi pada tingkat yang kurang efisien dan berhenti produksi sebelum kondisi tersebut tercapai dengan kuantitas lebih rendah dan tentu dengan harga komoditas yang lebih tinggi. Untuk memahami hal ini dapat membandingkan perusahaan persaingan sempurna dengan perusahaan monopolis sebagai berikut
48
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
P
Pm
A
Welfare Cost
PO PS
C B
LS=AC=MC D
MR m
Qm
QO
E QS
Q
Gambar 1.42. Efisiensi Perusahaan Monopolis
Bila untuk jangka panjang baik perusahaan persaingan sempurna (indeks s) maupun perusahaan monopolis (indeks m) memiliki kurva LRS (supply) =LRAC =LRMC. Selanjutnya bila kurva permintaan pasar adalah D dimana untuk pasar persaingan sempurna D= MR s . Perpotongan kurva MR dan MC untuk perusahaan persaingan sempurna terjadi pada titik C dengan harga P s. dan kuantitas Q s. sedangkan untuk perusahan monopolis dengan kurva marginal revenue MRm perpotongan terjadi pada titik A dengan harga Pm dan kuantitas Qm. Disini tampak jelas bahwa Pm > Ps dan juga Qm < Qs . Letak ketidakefisienannya terletak pada luas segitiga ABC yang disebut welfare cost (luas empat persegi PmPsAB adalah keuntungan bagi monopolis). Karena itu perusahaan monopolis dengan keuntungan di atas normal selalu dianggap sebagai sumber ketidak-adilan dalam distribusi pendapatan yang tidak merata karena pada dasarnya pemilik perusahaan monopolis adalah golongan menengah ke atas, sedangkan kaum pekerja dari golongan bawah tidak mendapat apa-apa dari keuntungan di atas normal dan bahkan harus membeli komoditas yang dibutuhka dengan harga lebih tinggi. Untuk perusahaan monopolis sendiri secara jangka panjang, sebenarnya kurva LRAC ëì LRMC, jadi pada panjang jangka panjang perusahaan monopolis masih memperoleh keuntungan di atas normal. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut:
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
49
P, C SM PS
A*
CS
E
PL CL
SAC LRMC B*
A
LRAC
F
D
B MR QS
QL
Q
Gambar 1.43. Keseimbangan Perusahaan Monopolis Jangka Panjang
Dimisalkan kurva permintaan dan kurva marginal revenue jangka pendek dan jangka panjang adalah D dan MR, sedangkan kurva average cost AC dan marginal cost MR dibedakan dengan huruf S dan LR untuk short run dan long run. Pada gambar tampak bahwa untuk short run. Perpotongan kurva MR dengan SMC pada titik A, terusan garis vertikal melewati titik A akan memotong kurva D pada titik A*, memotong kurva SAC pada titik E dan memotong sumbu kuantitas pada titik Qs,. Dari titik A* ditarik garis horisontal memotong sumbu harga pada Ps dan dari titik E ditarik garis horisontal memotong sumbu harga pada Cs. Untuk long run, perpotongan kurva MR dengan LRMC pada titik B, terusan garis vertikal melewati titik B akan memotong kurva D pada titik B*, memotong kurva LRAC pada titik F dan memotong sumbu kuantitas pada titik Ql,. Dari titik B* ditarik garis horisontal memotong sumbu harga pada P l dan dan dari titik F ditarik garis horisontal memotong sumbu harga pada CL. Baik keseimbangan pada jangka pendek maupun pada jangka panjang, harga P selalu diatas cost C, sedangkan cost C selalu diatas titik cost minimum, jadi dapat disimpulkan bahwa perusahaan monopolis pada umumnya selalu memperoleh keuntungan diatas normal dan tidak efisien dengan cost diatas cost minimum.
50
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Sebagaimana diuraikan diatas bahwa perusahaan monopolis menetapkan harga komoditas tetapi tidak dapat memaksa konsumen membeli sebanyak yang mau ditawarkan. Karena itu perusahaan monopolis dapat menerapkan kebijakan diskriminasi harga untuk mencakup segmen pasar secara luas agar mampu menyerap keseluruhan kuantitas komoditas yang ditawarkan. Diskriminasi harga berarti untuk komoditas yang sama diterapkan harga yang berbeda. Sejauh ini dikenal 3 macam diskriminasi harga, yaitu diskrimianasi harga derajat pertama, diskrimianasi harga derajat kedua dan diskrimianasi harga derajat ketiga. Diskriminasi harga hanya dapat diterapkan secara baik bila: 1.
2.
3.
Komoditas tidak dapat dipindahkan dari satu pasar ke pasar lain (misalnya letaknya saling berjauhan), disamping ada perbedaan elastisitas pada masing-masing pasar. Jenis komoditas yang ditawarkan memang memungkinkan diterapkan diskriminasi harga dan biaya kebijakan tersebut tidak melebihi keuntungan. Monopolis berada pada kondisi ideal dalam arti mempunyai kekuatan penetapan harga tanpa kehilangan konsumen (karena tidak ada komoditas substitusi sempurna dan tidak ada pesaing lain) disamping ada kemungkinan memanfaatkan sikap tidak rasional konsumen.
Yang dimaksud diskriminasi harga derajat pertama adalah perusahaan monopolis menerapkan kebijakan perbedaan harga untuk jumlah komoditas yang berbeda, dengan menjual pada harga tertinggi tiap unitnya yang mau dibayar konsumen dan ditujukan untuk mencakup seluruh surplus konsumen. Kesulitan diskriminasi harga derajat pertama adalah tidak mudah bagi monopolis mengetahui harga tertinggi yang mau dibayar oleh konsumen untuk komoditas yang ditawarkan.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
51
Kebijakan diskriminasi harga derajat kedua berkaitan dengan kurva permintaan yang memang memiliki kemiringan negatif dan pertimbangan economies of scale sehingga perusahaan monopolis menerapkan kebijakan penurunan harga persatuan komoditas berdasarkan fungsi jumlah komoditas yang dibeli konsumen. Kebijakan ini juga akan mampu mencakup seluruh surplus konsumen dan memberikan keuntungan bagi perusahaan monopolis. Sedangkan diskriminasi harga derajat ketiga lebih rumit dimana perusahaan monopoli harus mempertimbangkan biaya produksi tiap pasar dan sifat tiap pasar (elastisitas) yang dijadikan target kebijakan penerapan harga yang berbeda agar diperoleh keuntungan maksimum. Walaupun penguasa monopolis memiliki kemampuan menetapkan harga dari komoditas yang ditawarkan, tetapi pemerintah juga dapat menggunakan wewenangnya untuk melindungi konsumen dengan menetapkan harga tertinggi dari komoditas yang ditawarkan perusahaan monopolis. P, C A*
P0
E*
P1
MC
B
C0 C1
AC E
A
D
MR Q0
Q1
Q
Gambar 1.44. Pengaruh Campur Tangan Pemerintah Terhadap Monopolis
52
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Pada dasarnya perusahaan monopolis akan menekankan perolehan keuntungan maksimum dengan tingkat produksi pada Q0 dimana MR = MC berpotongan pada titik A, harga komoditas yang berlaku untuk tingkat permintaan kurva D sebesar Q0 adalah P0 dan biaya produksi rata-rata adalah sebesar C0 (perpotongan dengan kurva AC di titik B). Keuntungan bagi perusahaan monopolis adalah luasan C0P0 A*B. Tingkat produksi ini masih jauh dibawah tingkat bila AC minimum, jadi perusahaan monopolis masih belum beroperasi pada tingkat efisien yang optimal (marginal cost = harga). Seandainya pemerimtah menghendaki perusahaan monopolis bekerja efisien dengan menempatkan kuantitas produksi pada Q1. Pada tingkat produksi ini biaya rata-rata produksi adalah C1 (perpotongan dengan kurva AC di titik E) dan harga komoditas adalah P1 (perpotongan dnegan kurva D). Pada kondisi ini perusahaan monopolis masih memperoleh keuntungan walaupun lebih kecil yaitu sebesar luasan C1P1 E*E. Di samping campur tangan pemerintah dalam hal penerapan harga komoditas yang ditawarkan perusahaan monopolis, pemerintah juga dapat menggunakan kebijakan pajak untuk mengontrol tingkat keuntungan perusahaan monopolis. Secara garis besar pengaruh pajak terhadap biaya perusahaan ada dua macam, yaitu hanya berpengaruh pada biaya tetap seperti pajak lumpsum dan berpengaruh terhadap marginal cost seperti pajak khusus yang berkaitan dengan jumlah komoditas. Pajak lumpsum mengenakan besar pajak tetap terhadap perusahaan monopolis, tidak tergantung pada jumlah komoditas yang dihasilkan atau ditawarkan kepada konsumen. Dengan demikian jenis pajak ini hanya bersifat sebagai biaya tetap yang berpengaruh pada besaran biaya rata-rata AC tetapi tidak berpengaruh terhadap marginal cost.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
53
P, C MC AC1
A
P0
C
C1 C0
AC0 MC=MR
B MR
AR Q
Q0
Gambar 1.45. Pengaruh Pajak Lumpsum Terhadap Monopolis
Jumlah yang diproduksi monopolis masih sebesar Q 0 yang diperoleh dari titik perpotongan kurva MR dan MC pada titik B dan memotong sumbu kuantitas Q pada Q0. Harga komoditas didapat dari perpanjangan garis horisontal melalui titik A memotong sumbu harga pada titik P0 dan biaya rata-rata produksi pada kuantitas Q0 merupakan perpotongan terhadap kurva AC0 melalui titik B. Pada kondisi ini monopolis memperoleh keuntungan sebesar luasan C0P0AB. Setelah dikenai pajak lumpsum, akan berpengaruh terhadap kenaikan kurva AC menjadi AC1 sehingga biaya rata-rata naik menjadi C1. Kenaikan biaya ini mengurangi keuntungan monopolis menjadi C1P0AC. Pajak khusus yang dikenakan berdasarkan jumlah komoditas yang diproduksi akan berpengaruh terhadap baik average cost maupun marginal cost karena bersifat biaya variabel.
54
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
P, C
MC1 MC0
P1
AC1
P0
AC0
MR Q1
Q0
AR Q
Gambar 1.46. Pengaruh Pajak Khusus Terhadap Monopolis
Karena pajak khusus berpengaruh terhadap AC dan MC maka kurva AC akan bergeser ke AC1 dan kurva MC akan bergeser ke MC1. selanjutnya pergeseran kurva MC akan menyebabkan perbedaan harga komoditas karena perpotongan kurva MR=MC bergeser keatas, sehingga harga komoditas setelah dikenai pajak khusus menjadi lebih tinggi, disamping kuantitas produksi menjadi lebih sedikit dari Q0 menjadi Q1. pada umumnya monopolis akan membebenkan pajak khusus kepada konsumen dan pemasok faktor produksi. Akibat dari pajak khusus terhadap monopolis tampak bahwa monopolis akan menurunkan jumlah produksi dan menaikkan harga komoditas. Jelas penurunan kuantitas produksi dapat menyebabkan semakin tidak efisien monopolis karena semakin menjauhi titik minimum kurva AC, di samping kenaikan harga komoditas semakin membebani konsumen dan menjadikan komoditas semakin tidak menarik.
1.1.5.3. Bentuk Pasar Persaingan Monopolistik Bentuk pasar persaingan sempurna dan monopoli yang dibahas sebelumnya merupakan bentuk yang ekstrim, di mana dalam kenyataan sangat sulit ditemukan bentuk pasar yang benar-benar berlaku
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
55
karakteristik seperti itu. Di antara kedua bentuk pasar yang ekstrim terdapat bentuk pasar yang lebih realistik yaitu monopolistik dan oligopoli. Pendekatan bentuk pasar monopolistik lebih mendekati bentuk pasar persaingan sempurna dimana diasumsikan terdapat banyak perusahaan pada pasar yang sama dengan berbagai komoditas yang dihasilkan. Sebaliknya pendekatan bentuk pasar oligopoli lebih mendekati bentuk pasar monopoli dimana diasumsikan terdapat beberapa perusahaan besar dengan komoditas homogen. Dengan kata lain pendekatan bentuk pasar monopolistik memungkinkan perusahaan tidak harus bersaing secara langsung tetapi karena berada di pasar yang sama dengan komoditas yang berbeda karakteristik memungkinkan terjadi substitusi yang mengurangi jumlah yang ditawarkan. Sedangkan pendekatan oligopoli, memungkinkan perusahaan lain menawarkan komoditas yang sama sehingga tidak memungkinkan penetapan harga secara sepihak kecuali perusahaan-perusahaan oligopoli membentuk kartel yang berakhir mirip dengan cara kerja monopolis. Bentuk pasar monopolistik dicirikan, antara lain: (1) Terdapat cukup banyak perusahaan, sehingga secara keseluruhan tidak memungkinkan dominasi oleh perusahaan tertentu, terutama dalam hal penentuan harga, (2) Komoditas yang dihasilkan berbeda karakteristik walaupun secara garis besar sama fungsinya sehingga promosi berjalan sangat aktif, dan (3) Tidak ada hambatan yang berarti untuk memasuki industri terkait. Kurva permintaan yang bersifat elastik sempurna dimiliki oleh bentuk pasar persaingan sempurna, sebaliknya kurva permintaan yang bersifat tidak elastik sempurna dimiliki bentuk pasar monopoli, sedangkan kurva permintaan perusahaan monopolistik lebih bersifat elastik dari pada perusahaan monopoli. Dengan demikian kurva permintaan perusahaan monopolistik bersifat landai, menurun secara perlahan. Sifat kurva permintaan yang landai berarti perubahan harga akan sangat berpengaruh terhadap kuantitas komoditas yang
56
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
ditawarkan atau jual. Sifat landai ini juga menyebabkan kurva MR tidak berhimpit dengan kurva permintaan. Pemaksimuman keuntungan jangka pendek untuk perusahaan monopolistik terjadi bila perusahaan terus menghasilkan komoditas sampai tercapai keadaan MC = MR P MC AC
A
P B
C
D E MR
Q0
Q
Gambar 1.47. Keseimbangan Jangka Pendek Perusahaan Monopolistik
Perpotongan kurva MR dan kurva MC pada titik E, terusan garis vertikal melalui titik E akan memotong kurva D pada titik A dan kurva AC pada titik B. Penarikan garis horisonal masing masing melalui titik A dan B memotong sumbu harga pada titik P (harga) dan C (biaya ratarata produksi). Pada kondisi keseimbangan jangka pendek ini keuntungan bagi perusahaan monopolistik adalah luas CPAB. Sama halnya pasar persaingan sempurna yang tidak ada hambatan berarti bagi perusahaan lain untuk memasuki industri selama masih memungkinkan diperoleh keuntungan diatas normal. Masuknya perusahaan baru akan memperkecil porsi penjualan tiap perusahaan monopolistik sehingga akan menggeser kurva D ke kiri sekaligus juga kurva MR. Berangkat dari kesamaan yang dihadapi perusahaan persaingan sempurna, secara jangka panjang hanya akan memperoleh
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (1)
57
keuntungan normal, maka pada perusahaan monopolistik juga menghadapi hal yang sama bahwa secara jangka panjang keuntungan akan mendekati normal di mana P ACmin. P, C MC P
AC E
P*
A B
D D* MR MR* Q1
Q0
Q
Gambar 1.48. Keseimbangan Jangka Panjang Perusahaan Monopolistik
Tampak dari gambar, bahwa akibat pergeseran kurva D ke D* dan kurva MR ke MR*, Pergeseran titik perpotongan baru antara kurva MR=MC dari titik A ke B menyebabkan harga komoditas turun dari P ke P*. Titik harga P* lebih rendah dari P semula dan semakin mendekati AC minimum yang berarti mendekati keuntungan normal. *****
58
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
2
ANALISIS PEMBENTUKAN HAR GA (2) HARGA
2. Dari Sudut Pandang Makro Ekonomi
---- Semua masalah menjadi besar bila saling keterkaitan
2.1. Analisis Makro Ekonomi 2.1.1.
Pengantar
Makro ekonomi menganalisis masalah ekonomi secara keseluruhan, berbeda dengan pemahaman analisis mikro ekonomi, di mana dalam analisis mikro ekonomi, pengertian produsen maupun konsumen dapat diartikan sebagai pelaku individu atau kelompok, sedangkan dalam analisis makro ekonomi, yang dipahami adalah produsen secara keseluruhan, demikian pula konsumen keseluruhan, sebagai pelaku yang menggunakan pendapatannya untuk membeli barang atau jasa yang dihasilkan oleh perekonomian. Karena itu kurva AS maupun kurva AD dalam analisis makro ekonomi diartikan sebagai penawaran/permintaan barang atau jasa secara agregat, yang pada
59
akhirnya memberikan gambaran umum terbentuknya harga barang atau jasa berdasarkan titik keseimbangan. Sama halnya mikro ekonomi, dalam analisis makro ekonomi juga dianalisis peran pemerintah yang berdampak pada kegiatan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan fiskal. Dengan cara mempengaruhi kegiatan ekonomi, pemerintah dapat mengarahkan kecenderungan AS dan AD disamping tingkat suku bunga dan pendapatan, yang pada dasarnya berkaitan dengan terbentuknya harga barang dan jasa secara agregat. Salah satu isu pokok yang langsung berkaitan dengan pembentukan harga barang dan jasa dalam analisis makro ekonomi adalah masalah inflasi. Terjadinya inflasi berkaitan dengan banyak hal dan kompleks, sehingga topik ini dianalisis tersendiri secara garis besar pada bagian 2.2.
2.1.2.
Analisis Model Perubahan Harga dan Suku Bunga
Model analisa yang mengasumsikan harga dan bunga merupakan variabel yang berubah, lebih realistik dibandingkan model yang mengasumsikan hanya terjadi perubahan pada suku bunga atau baik suku bunga maupun harga tetap. Model yang mengasumsikan perubahan harga dan suku bunga menunjukkan pengaruh perubahan harga terhadap pertumbuhan, karena perubahan harga secara langsung akan mempengaruhi tingkat pengeluaran dalam suatu perekonomian, disamping tingkat penawaran agregat (terhadap komoditas, baik berupa barang maupun jasa) itu sendiri, yang dalam analisa makraekonomi dikenal sebagai model permintaan-penawaran agregat atau disingkat analisis AD-AS. Model ini lebih cocok menggambarkan kegiatan suatu perekonomian terbuka.
60
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
2.1.3.
Permintaan Agregat (Kurva AD)
Konsep permintaan agregat menunjukkan hubungan antara nilai riil pembelanjaan pada berbagai tingkat harga dalam suatu perekonomian. Analisis ini berkaitan dengan kuantitas penawaran uang nominal yang dalam hal ini dilakukan oleh bank sentral dan perubahan tingkat harga itu sendiri. Secara konseptual, bila tingkat harga meningkat, akan menyebabkan permintaan atas uang semakin besar untuk membeli barang dan jasa, dibandingkan dengan tingkat harga sebelumnya yang lebih rendah. Efek dari kebutuhan uang yang lebih banyak untuk kebutuhan pembelanjaan barang dan jasa akan mengurangi uang yang tersedia di masyarakat untuk tujuan spekulasi, bila penawaran uang nominal tetap jumlahnya. Akibatnya akan mendorong kenaikan suku bunga yang pada dasarnya akan memberikan efek negatif pada permintaan agregat maupun pendapatan nasional. Lebih jauh, peningkatan harga sama dengan menempatkan tingkat inflasi ke atas karena dengan jumlah uang yang sama, barang dan jasa yang diperoleh lebih sedikit. Dan bila tingkat nilai tukar (kurs) antara mata uang negara dianggap tidak berubah, maka harga barang dan jasa dalam negeri yang meningkat akan menyebabkan harga ekspor ke pasar internasiona menjadi lebih mahal, sebaliknya barang dan jasa yang sama dari luar negeri atau import dari pasar internasional akan menjadi lebih murah dibandingkan barang dan jasa sejenis dalam negeri. Dengan kata lain bahwa kenaikan tingkat harga yang berefek kepada inflasi akan menyebabkan pendapatan nasional menurun seiring dengan turunnya permintaan agregat dan ekspor, dan diperparah dengan kecenderungan naiknya import yang mengurangi cadangan devisa. Secara grafik pada gambar 2.1, tampak jelas dampak inflasi pada titik titik keseimbangan kurva IS-LM. Titik keseimbangan awal pada titik E yang merupakan perpotongan antara kurva IS (I = investment, S = saving) dan LM (L = liquidity, M = money; pada tingkat harga awal P). Dengan terjadinya inflasi (akibat peningkatan harga; inflasi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor kenaikan biaya produksi atau faktor peningkatan permintaan) yang diikuti kenaikan tingkat
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
61
permintaan akan kebutuhan uang (penawaran uang nominal dari bank sentral tetap jumlahnya), suku bunga yang semula berada pada titik r akan bergerak ke titik rí bersesuaian dengan pergeseran kurva LM yang mencapai titik keseimbangan pada Eí. Pada kondisi keseimbangan baru Eí, tingkat pendapatan nasional menurun sebesar ∆Y pada titik Yí. Suku Bunga
LM(pI) LM(p) rI
E
I
r
E IS yI
y
Pendapatan nasional riil
Harga
pI p AD yI
y Pendapatan nasional riil
Gambar 2.1. Keseimbangan Kurva IS-LM dan AD
Setelah kurva keseimbangan IS-LM tercapai dengan tingkat pendapatan nasional pada titik Y dan Yí, dan dengan bantuan kurva tipikal permintaan agregat AD yang menurun dari kiri ke kanan. Dapat diperoleh perubahan tingkat harga yang terjadi, yaitu dari P ke Pí dan pendapatan nasional riil menurun dari Y ke Yí (dikatakan tingkat pendapatan nasional riil karena dalam hal ini perubahan harga sebagai variabel, ini berbeda dengan analisis IS-LM di mana pendapatan nasional nominal sama dengan riil tanpa menghadirkan perubahan harga sebagai variabel).
62
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Hubungan kedua grafik di atas dapat dikatakan bahwa kurva AD menggambarkan sekaligus keseimbangan di pasar barang dan pasar uang pada berbagai tingkat harga. Dengan demikian akan lebih logis bila perubahan harga dianggap sebagai variabel (sebab) maka grafik keseimbangan IS-LM merupakan ikutan yang menyesuaikan diri dengan titik titik keseimbangan kurva AD pada berbagai tingkat harga. Mengacu pada gambar 2.1. di atas tampak jelas bahwa gradien atau kemiringan kurva AD berkaitan dengan kurva IS dan LM. Semakin landai kurva IS atau semakin curam kurva LM akan memberikan efek semakin landai kurva AD. Secara grafik pengaruh kecuraman kurva LM terhadap kelandaian kurva AD dapat digambarkan sebagai berikut: r
LM
I
1
r1 r2
I
E1
I
LM E2
I
I
2
I
LM1 LM2
r1 = r2
E1= E2 IS1 y p
p1
I
p2
I
E1
I
E2
p1 = p2
I
E1= E2 AD1 AD2 y1 I
y2 I
y1 = y2
y
Gambar 2.2. Pengaruh Kurva LM Terhadap Kemiringan Kurva AD.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
63
Bila diasumsikan terjadi kenaikan harga dari P1 menjadi P1í, sesuai dengan uraian sebelumnya bahwa kenaikan harga akan menyebabkan kebutuhan akan permintaan uang untuk transaksi bertambah, dan bila jumlah uang nominal di pasar tetap, maka akan terjadi kenaikan tingkat suku bunga dari r1 menjadi r1í melalui titik potong E1 dan E1í disertai penurunan tingkat pendapatan nasional sebesar Y1 - Y1í. Kemiringan kurva AD yang terbentuk dapat dibandingkan dengan bila kurva LM ( dalam hal ini LM2 ) lebih landai, hasil yang diperoleh melalui titik potong E2 dan E2í kenaikan tingkat suku bunga lebih kecil, yaitu sebesar r2 - r2í dan penurunan tingkat pendapatan juga lebih kecil, yaitu sebesar Y2 Y2í, dan kemiringan kurva AD yang terbentuk lebih curam. Pengaruh kurva IS terhadap kemiringan kurva AD adalah searah, dimana bila kurva IS semakin curam maka kemiringan kurva AD juga semakin curam. Untuk melihat pengaruh kurva IS terhadap kemiringan kurva AD, digambarkan secara bersamaan dua kurva IS dengan kelandaian yang berbeda, yaitu IS1 dan IS2. Misalkan titik keseimbangan awal terletak pada titik E0 dimana merupakan perpotongan antara kurva IS1 dan IS2 serta garis LM0 (kurva LM untuk kondisi harga P0) yang melalui titip terpotongan tersebut. Jika terjadi perubahan harga dari P0 menjadi P1, yang menyebabkan kurva LM juga ikut bergeser dari LM0 ke posisi LM1, sehingga titik perpotongan keseimbangan baru untuk kedua kurva IS terletak pada titik E1 untuk kurva IS1 dan E2 untuk kurva IS 2 . Titik E 0 ñ E 1 membentuk kurva AD 1 atau kurva permintaan agregat pertama yang berasal dari kurva IS1 dan Titik E0 ñ E2 membentuk kurva AD2 atau kurva permintaan agregat kedua yang berasal dari kurva IS2. Pada gambar 2.3. tampak bahwa kurva IS yang semakin curam akan membentuk kurva AD yang semakin curam pula dan bersamaan dengan itu penurunan suku bunga r juga semakin besar (r0r1 > r0r2). Sebaliknya kecuraman kurva IS menyebabkan pendapatan nasional menjadi lebih kecil (Y0Y1 < Y0Y2).
64
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Suku bunga
LM0 r0
E0
LM1
r2
E2
r1
IS2
E1 IS1 y0
y1
y2 Pendapatan nasional riil
Tingkat harga
p0
E0
p1
E2
E1 AD1 y0
y1
y2
AD2 Pendapatan nasional riil
Gambar 2.3. Pengaruh Kurva IS Terhadap Kemiringan Kurva AD.
Dari pembahasan diatas menggambarkan bahwa perubahan pasar uang akan menggeser kurva AD. Demikian pula perubahan pembelanjaan agregat yang berkaitan dengan permintaan juga akan mempengaruhi kurva AD. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Pembelanjaan agregat dalam bentuk komponen apapun selalu berhubungan dengan permintaan, yang tidak lain adalah kurva AD. Misalnya pasar uang LM dianggap tidak mengalami perubahan atau tidak ada penambahan penawaran uang dan harga P 0 tetap maka perubahan permintaan agregat dalam bentuk investasi yang ditunjukkan kurva IS0 dengan titik keseimbangan pada titik E0 dan suku bunga pada r 0, akan menggeser kurva IS 0 ke atas pada posisi IS 1 . Pada titik
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
65
keseimbangan baru E 1 , suku bunga yang berlaku adalah r 1 dan pendapatan nasional adalah Y1. Model pada gambar 2.4. dengan asumsi harga tetap adalah logis mengingat penawaran uang tidak mengalami perubahan atau terdapat kebijakan uang ketat sehingga memungkinkan harga tetap. Dengan harga tidak mengalami perubahan, kurva AD bergeser dari posisi semula AD0 ke titik keseimbangan baru menjadi AD 1 . Suku Bunga
r1
IS 1 IS0
r0
y0
y1
y
Harga
AD 0 p0
AD1 E0
y0
E1
y1
y
Gambar 2.4. Perubahan Kurva AD Akibat Kenaikan Pembelanjaan Agregat, IS berubah.
Sebaliknya bila yang terjadi adalah perubahan pasar uang, atau kurva LM bergeser kebawah, sedangkan kurva IS dan harga P0 dianggap tetap. Apabila bank sentral menambah penawaran uang ke pasar sehingga menyebabkan kurva LM bergeser ke titik keseimbangan baru E1. Perubahan ini mengakibatkan suku bunga turun dari titik semula r0 menjadi r 1 dan terjadi kenaikan pendapatan nasional daridari Y 0 menjadi Y 1 . Dengan harga yang tidak berubah, perubahan
66
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
keseimbangan kurva LM akan menyebabkan pergeseran kurva AD dari posisi AD0 ke titik keseimbangan baru berupa AD1. Suku Bunga
Lm 0 r0
E0
Lm 1
r1
E1 IS y0
y1
E0
E1
y
Harga
p0
AD 0 y0
y1
AD1 y
Gambar 2.5. Perubahan Kurva AD Akibat Kenaikan Pembelanjaan Agregat. LM berubah.
2.1.4.
Penawaran Agregat (Kurva AS)
Lawannya kurva permintaan agregat adalah kurva penawaran agregat. Bentuk kurva penawaran agregat tergantung kepada pandangan atau asumsi-asumsi yang mendasarinya. Misalnya pandangan kaun Klasik dengan semboyan Supply Create Its Own Demand, yang mengasumsikan perekonomian tidak akan pernah kekurangan permintaan agregat sehingga pendapatan nasional YF selalu pada kondisi optimal dengan kesempatan kerja penuh. Perubahan harga tidak mengakibatkan kekurangan permintaan, dan barang atau jasa yang dihasilkan tetap sebesar YF. Dengan demikian kurva penawaran berupa garis tegak vertika pada titik YF. Perubahan kedudukan YF hanya
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
67
disebabkan oleh faktor produksi saja. Bila faktor-faktor produksi semakin banyak tersedia maka YF bergeser ke kanan dan sebaliknya. Kondisi ekstrim kurva penawaran agregat yang berupa garis lurus vertikal, menurut pandangan golongan kelompok Keynesian agak berbeda dengan mempertimbangkan faktor tenaga kerja. Menurut golongan ini, tingkat harga P0 tidak mengalami perubahan sampai tercapainya tingkat kesempatan kerja penuh. Perluasan pembelanjaan agregat hanya akan menambahkan tingkat pendapatan nasional. Akan tetapi bila tingkat kesempatan kerja penuh telah tercapai maka perluasan pembelanjaan agregat tidak akan menambah pendapatan nasional melainkan akan menyebabkan harga meningkat. Harga p
AS
y
yf
Gambar 2.6. Kurva Penawaran Agregat Versi Klasik
Harga p
AS
p0
yf
y
Gambar 2.7. Kurva Penawaran Agregat Versi Keynesian
68
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Kurva penawaran agregat diatas tentu tidak sesuai dengan kondisi perekonomian yang realistik. Perubahan yang dilakukan menurut pandangan golongan Kaynesian baru lebih realistik dengan mempertimbangkan hubungan antara tenaga kerja dengan upah, dimana peningkatan upah akan menarik peningkatan penggunaan tenaga kerja, sehingga semakin meningkatnya penggunaan tenaga kerja akan menyebabkan peningkatan pendapatan nasional. Dengan kata lain peningkatan harga akan meningkatkan pendapatan nasional riil. Harga p
AS y
Gambar 2.8. Kurva Penawaran Agregat Versi Keynesian Baru
Gabungan kurva penawaran agregat versi Klasik dan Keynesian Baru menghasilkan Kurva penawaran agregat versi Klasik Baru. Golongan Klasik baru membedakan antara kurva penawaran agregat jangka pendek (SRAS) berupa kurva penawaran agregat versi Keynesian Baru dan kurva penawaran agregat jangka panjang (LRAS) berupa kurva penawaran versi Klasik. Berdasarkan sifat kedua kurva yang telah dijelaskan diatas, maka untuk jangka pendek. Dengan kenaikan harga (barang) akan mendorong perusahaan menaikan produksi, sehingga mendorong peningkatan pendapatan nasional riil. Sebaliknya kenaikan harga (barang) tanpa diikuti kenaikan upah pekerja akan mengakibatkan daya beli menurun karena pendapatan riil pekerja menjadi lebih kecil. Dengan demikian para pekerja akan menuntut kenaikan upah agar secara riil pendapatannya sama dengan sebelumnya atau sebanding dengan tingkat kenaikan harga barang. Dengan tingkat upah riil kembali sama dengan kondisi sebelumnya maka tingkat
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
69
kesempatan kerja juga kembali ke tingkat asal dan pendapat nasional berada pada tingkat guna kesempatan kerja penuh sebesar YF. Jadi untuk jangka panjang, yang terjadi pada tingkat pendapatan nasional adalah kenaikan harga dan kenaikan tingkat pendapatan nasional nominal bukan peningkatan produksi riil secara nasional. Harga p
LRAS SRAS
yf
y
Gambar 2.9. Kurva Penawaran Agregat Versi Klasik Baru
2.1.5.
Keseimbangan Kurva AS-AD
Menurut pandangan golongan Klasik, permintaan agregat ditentukan oleh faktor MV dalam persamaan MV = PT. Ini berarti permintaan agregat berkaitan dengan jumlah penawaran uang M dan kelajuan peredaran V. Pada sisi kanan persamaan, faktor T menyatakan jumlah fisik jumlah barang dan jasa yang diproduksi suatu perekonomian atau menunjukkan pendapatan nasional riil. Jadi menurut pandangan Klasik, permintaan agregat sebesar MV ditentukan oleh hubungan antara harga P dan pendapatan nasional riil pada persamaan di atas yang memiliki sifat berkebalikan, yaitu bila harga semakin rendah permintaan agregat semakin banyak dan sebaliknya. Dengan demikian kurva permintaan agregat akan berbentuk T = konstanta/P, dimana bila terjadi kenaikan pertumbuhan penawaran uang MV akan menyebabkan kurva AD bergeser ke atas atau ke kanan, sebaliknya bila terjadi penurunan pertumbuhan penawaran uang MV akan menyebabkan kurva AD bergeser ke bawah atau ke kiri.
70
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
p
MV=AD T
Gambar 2.10. Kurva AD Klasik
Pandangan Klasik mengenai penawaran agregat berkaitan dengan faktor keseimbangan pasar tenaga kerja dan fungsi produksi yang menghubungkan tenaga kerja dengan faktor faktor produksi yang selanjutnya menentukan jumlah produksi nasional yang tidak lain akan menentukan penawaran agregat. Bagi golongan Klasik, Upah bersifat fleksibel sedangkan pengaruh faktor lain dianggap ceteris paribus sehingga selalu memungkinkan terjadi keseimbangan di pasar tenaga kerja antara penawaran tenaga kerja NS dan permintaan tenaga kerja ND. Perpotongan kurva NS dan kurva N D menentukan upah dan kesempatan kerja. Dengan menggambarkan fungsi produksi Y=f(N) yang menghubungkan produksi nasional atau pendapatan nasional riil Y dan jumlah tenaga kerja N yang dibutuhkan, dari hubungan antara keseimbangan (titik E) di pasar tenaga kerja melalui berbagai tingkat upah W/P, dapat diperoleh kurva penawaran agregat Klasik AS yang sesuai dengan pembahasan di atas, yaitu berupa garis lurus vertikal.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
71
Pendapatan nasional y
y
y1
y = f ( N1)
y0
y = f ( N0) 45
N0
N1
y
p
p NS
W1 / p 1 W0 / p 0
0
N
A S0
E1
A S1
N D1
E0 N D0 N0
N1
N
y0
y1
y
Gambar 2.11. Penentuan Kurva AS Klasik.
Pada gambar sebelah kiri bawah, menggambarkan keseimbangan di pasar tenaga kerja antara kurva penawaran tenaga kerja NS dan kurva permintaan tenaga kerja ND. Titik keseimbangan tercapai pada titik E0 dengan tingkat upah sebesar W0 /P0 dan kesempatan kerja N0. Gambar sebelah kiri atas menggambarkan fungsi produksi yang menghubungkan antara pendapatan nasional riil dengan tenaga kerja. Sedangkan gambar kanan atas hanya sebagai alat bantu agar diperoleh kurva AS Klasik pada gambar sebelah kanan bawah. Seandainya faktor produksi lain seperti teknologi tidak dianggap ceteris paribus. Pengaruh faktor produksi teknologi dapat meningkatkan produktivias tenaga kerja. Akibatnya dari peningkatan produktivitas akan menggeser kurva produksi marginal fisik yang tidak lain adalah kurva permintaan tenaga kerja ke atas, atau pada gambar 2.11 titik keseimbangan bergeser dari titik E0 ke titik E1. Artinya kesempatan kerja meningkat dari N0 menjadi N1 disamping upah riil meningkat dari W0 / P0 menjadi W1 /Po, dan fungsi produksi yang semakin tinggi. Dengan meningkatnya fungsi produksi maka pendapatan nasional riil juga
72
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
meningkat dari Y0 menjadi Y1. Pendapatan nasional riil baru ini akan membentuk kurva penawaran yang baru yaitu AS1. Menurut golongan Klasik, keseimbangan kurva permintaan agregat AD0 dan kurva penawaran agregat AS0 tercapai pada titik E0 dalam kondisi dimana permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Pada titik E 0 pendapatan nasional riil adalah sebesar Y 0. Pendapatan nasional riil ini dicapai dalam kondisi kesempatan kerja penuh karena pasar tenaga kerja berada pada keseimbangan antara penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan tenaga kerja pada tingkat harga P0. Harga
p1
E1
p0
E0
p2
E2
Denah kelebihan AI
y1
AD 0
Denah kelebihan AD
y0
y2
y Pendapatan nasional riil
Gambar 2.12. Keseimbangan Kurva AS-AD: Golongan Klasik
Pada gambar diatas. Daerah di sebelah kiri dikatakan kelebihan penawaran agregat dan daerah di sebelah kanan dikatakan kelebihan permintaan agregat. Bila titik keseimbangan bergeser dari E0 ke E1 berarti perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan nasional riil sebesar Y1 dengan tingkat harga keseimbangan pada P1. Y1 lebih kecil dari Y 0 menggambarkan kondisi perekonomian mengalami pengangguran, yang secara teknis sama dengan penawaran agregat melebihi permintaan agregat (di pasar barang) dan penawaran tenaga kerja melebihi permintaan tenaga kerja (di pasar tenaga kerja). Menurut golongan Klasik, upah bersifat fleksibel sehingga kelebihan penawaran
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
73
tenaga kerja akan menyebabkan penyesuaian upah, yang berarti penurunan upah riil. Penurunan upah riil ini akan meningkatkan permintaan tenaga kerja dan pada saat bersamaan terjadi penurunan penawaran tenaga kerja. Penyesuaian ini akan membawa kepada titik keseimbangan kembali dimana akan tercapai kondisi kesempatan kerja penuh untuk penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja. Hal yang sama terjadi di pasar barang. Bila terjadi pergeseran titik keseimbangan, dimana penawaran agregat melebihi permintaan agregat, tingkat harga akan menurun. Dengan harga yang menurun akan mengakibatkan peningkatan permintaan agregat di pasar barang, yang pada akhirnya akan membawa kembali pada titik keseimbangan kesempatan kerja penuh, yaitu E0. Bila pergeseran titik keseimbangan menuju ke daerah kelebihan permintaan pada kondisi titik E2. Pada titik ini pendapatan riil nasional sebesar Y2 pada tingkat harga P2. Pendapatan riil nasional sebesar Y2 ini melebihi pendapatan riil nasional pada kondisi tenaga kerja penuh Y0 yang berarti secara teknis sama dengan kelebihan permintaan. Pada sisi lain kekurangan penawaran agregat di pasar barang akan mengakibatkan peningkatan harga. Peningkatan harga akan diimbangi oleh penurunan tingkat permintaan agregat yang pada akhirnya akan mencapai titik keseimbangan dengan penawaran agregat. Sedangkan di pasar tenaga kerja, akibat kelebihan permintaan agregat di pasar barang, produsen akan memenuhi dengan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Peningkatan tenaga kerja akan mengakibatkan upah naik, yang secara teknis akan mengurangi permintaan akan tenaga kerja, sehingga pada akhirnya akan tercapai keseimbangan pada kondisi kesempatan kerja penuh kembali dimana permintaan tenaga kerja sama dengan penawaran tenaga kerja. Antara kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat dapat terjadi penyesuaian satu terhadap lainnya, sehingga terjadi perubahan keseimbangan pada kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat. Misal, perubahan permintaan agregat yang tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan riil nasional atau kegiatan ekonomi
74
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
nasional tidak mengalami perubahan (kurva AS tetap), yang menyebabkan terjadi inflasi. Mula-mula titik keseimbangan berada pada E0. Akibat dari perubahan permintaan agregat yang menggeser kurva AD0 ke AD1. Harga keseimbangan yang semula berada pada titik P0 bergeser ke titik P1 dengan titik keseimbangan baru kurva permintaan agregat dan kurva penawaran agregat pada titik baru E1. Akibat dari perubahan permintaan agregat yang meningkat tanpa diikuti peningkatan pendapatan nasional riil Y, yang terjadi adalah inflasi. Hal ini sesuai dengan pandangan golongan Klasik yang bersandar pada teori kuantitas uang MV=PT bahwa bila laju peredaran uang tetap dan pendapatan nasional riil tidak mengalami perubahan, peningkatan jumlah uang yang beredar baik itu melalui kebijakan anggaran defisit dengan mencetak uang lebih banyak untuk pembiayaan maupun kebijakan moneter yang ekspansif dengan mendorong pemberian pinjam lebih banyak, maka yang terjadi adalah kenaikan harga atau inflasi. Efek yang ditimbulkan dari perubahan kurva penawaran agregat agak berbeda dengan perubahan kurva permintaan agregat. Peningkatan penawaran agregat dapat ditanggapi oleh kurva permintaan agregat tetap artinya tidak terjadi peningkatan permintaan agregat AD0 walaupun pada sisi lain terjadi peningkatan penawaran agregat dari AS0 ke AS1. Bila hal ini terjadi maka harga akan turun dari P0 ke P1 dan titik keseimbangan bergeser dari E0 ke titik E1. Dalam hal ini pendapatan nasional riil meningkat dari Y0 menjadi Y1. Gejala diatas dapat terjadi bila jumlah uang yang beredar tidak bertambah sehingga memaksa kurva AD0 tidak berubah. Seandainya jumlah uang beredar berubah atau meningkat sebanding dengan kenaikan pendapatan nasional riil, maka kenaikan kurva penawaran akan ditanggapi dengan peningkatan permintaan agregat pula. Ini berarti kurva AS bergeser dari posisi semula AS 0 menjadi AS1 dan pada saat bersamaan kurva AD bergeser dari AD0 menjadi AD1. Titik keseimbangan baru adalah pada E2 dimana harga keseimbangan tidak berubah karena diasumsikan kenaikan uang yang beredar sama dengan pendapatan nasional riil.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
75
Harga
AD 1 AD 0
AS E1
p1 p0
E0
y
y0
Pendapatan nasional riil
Gambar 2.13. Akibat Perubahan Kurva AD
Harga AS 0
p0
AS 1
E0
p1
E1
AD
y y0
y1
Pendapatan nasional riil
Gambar 2.14. Akibat Perubahan Kurva AS
Pandangan golongan Keynes terhadap perubahan kuva AD-AS didasari pada keyakinan bahwa peningkatan permintaan agregat hanya akan menyebabkan kenaikan pendapatan nasional. Keyakinan ini tidak terlepas dari anggapan golongan Keynes tentang perekonomian yang selalu dihadapkan kepada pengangguran sehingga pertambahan uang tidak akan menimbulkan kenaikan harga selama belum tercapai
76
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
kesempatan kerja penuh. Akibatnya dalam analisis faktor harga tidak ikut dipertimbangkan, sampai tercapai kondisi kesempatan kerja penuh. Dengan demikian grafik harga akan tetap berupa garis horisontal sama dengan kurva penawaran agregat AS untuk tiap peningkatan kurva permintaan agregat AD (kurva AD bergeser ke kanan). Perubahan kurva AD hanya akan berpengaruh kepada kenaikan pendapatan nasional Y. Harga AS E4
p0
E3 E0
E1
E2
AD 1
AD 4 AD 2
AD 3
AD 0
y0
y1
y Pendapatan nasional riil
Gambar 2.15. Keseimbangan Kurva AS-AD : Keynes
Pandangan Keynes bersifat kaku, dimana selama titik keseimbangan E antara kurva AD-AS masih berada dibawah pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh Y F, tidak akan terjadi perubahan harga dan perbedaan pendapatan nasional pada titik keseimbangan terhadap Y F hanya berakibat pada munculnya pengangguran. Jadi tidak terdapat penyesuaian, misalnya merosotnya upah yang memungkinkan terjadi keseimbangan kurva AD-AS sehingga tanpa perubahan kurva AD keseimbangan akan terus berada pada titik E 0. Dengan demikian, pandangan Keynes menekankan campur tangan pemerintah melalui kebijakan perekonomian berupa kebijakan
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
77
fiskal atau menaikkan pembelanjaan dan moneter atau meningkatkan penwaran uang, untuk menggeser kurva AD ke kanan atau disebut demand management policy. Idealnya peningkatan permintaan agregat diharapkan dapat mencapai kesempatan kerja penuh, dengan kata lain tenaga kerja terserap penuh dan pendapatan nasional pada titik optimal Y F.
2.1.6.
Kurva Philips Dan Penawaran Agregat
Kurva Philips menggambarkan hubungan antara tingkat upah dan tingkat pengangguran. Temuan hasil penelitian Philips sangat berbeda dengan anggapan golongan Keynes yang menekankan selalu terdapat pengangguran dalam perekonomian. Hubungan negatif pada kurva Philips menyatakan bahwa tingkat persentasi kenaikan upah rendah bila tingkat pengangguran tinggi dan sebaliknya. Hubungan ini ditunjukkan pada grafik sebagai berikut: % Tingkat Upah
Kurva Philips
∆w1
t1
t2
∆w2
U U1
U2
% tingkat pengangguran
Gambar 2.16. Kurva Philips
Walaupun kurva Philips memberikan gambaran yang lebih realistik namun kedudukan antara persentasi pengangguran dan kenaikan upah tidak selalu mengikuti kurva Philips. Kurva Philips akan berubah dari satu periode waktu ke periode waktu lainnya. Meskipun demikian kurva
78
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Philips memberikan pijakan untuk lebih dapat memahami bentuk hubungan yang lebih realistik dari kurva penawaran agregat. Pembentukan kurva penawaran agregat AS berdasarkan pemahaman kurva Philips perlu mencari terlebih dahulu hubungan antara tingkat upah dan tingkat kesempatan kerja (kurvaWN). Mengacu kepada kaitan tersebut ditentukan hubungan antara tingkat harga dan pendapatan nasional riil (kurva AS). Hal ini dimungkinkan karena tingkat upah menentukan biaya produksi yang berkaitan langsung dengan harga barang. Harga barang ditentukan oleh perusahaan atas kebijakan perolehan laba pada saat penjualan. Dengan demikian hubungan antara tingkat harga dan pendapatan nasional riil adalah, bila kesempatan kerja meningkat, produksi nasional riil juga meningkat dan peningkatan ini akan membawa konsekuensi kenaikan upah. Pada sisi penawaran, peningkatan produksi nasioanal riil akan diikuti kenaikan harga karena terjadi kenaikan upah yang mendorong kenaikan harga barang. Tingkat upah
Tingkat harga AS
Nf
Q
Tingkat kesempatan kerja
Pendapatan nasional riil
Gambar 2.17. Pembentukan Kurva AS Berdasarkan Kurva Philips
Pada gambar diatas, tampak bahwa kurva WN menunjukkan : semakin besar kesempatan kerja atau tingkat pengangguran kecil semakin besar kenaikan upah atau semakin tinggi tingkat upah. Kurva AS menunjukkan bahwa semakin besar tingkat produksi nasional riil atau pendapatan nasional riil semakin tinggi tingkat harga. Dengan kata lain pada kurva Philips memungkinkan terjadi inflasi dibawah kesempatan kerja penuh (NF).
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
79
Kurva penawaran agregat pada gambar diatas yang berupa garis lurus berdasarkan penalaran kurva Philips agak berbeda dengan pandangan kaum monetaris dan ekspektasi rasional (Milton Friedmen dan Roberst Lucas), yang menggambarkan keseimbangan kurva penawaran agregat berdasarkan interaksi antara sisi perusahaan yang mengacu kepada upah nominal dan harga barang yang dijual dan sisi tenaga kerja yang mengacu kepada upah riil sebagai upah nominal dibagi dengan indeks harga barang yang dikonsumsi. Upah nominal w1
ND( P 1)
ND( P 0) ND( P 2)
S E1
SI
w 1I w0 w 2I
E 1I
E0
E 2I
E2
w2
Jumlah tenaga kerja
Upah riil N 2I I
w2 /p2 E0=E1=E2
wr w 1I / p 1
E 1I
N2
N0
N1
Jumlah tenaga kerja
Gambar 2.18. Upah Dan Permintaan Tenaga Kerja : Kaum Monetaris
Misalkan titik keseimbangan mula-mula pada E0, dimana pada sisi penawaran tenaga kerja (NS) dan permintaan tenaga kerja (ND) sama sama memiliki ekspektasi tingkat harga yang berlaku dalam perekonomian adalah (P0). Pada kondisi demikian perekonomian berada
80
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
dalam kondisi kesempatan kerja penuh karena harga yang diramalkan (ekspektasi) sama dengan harga yang berlaku sebenarnya. Pada titik keseimbangan E0 ini, jumlah kesempatan kerja adalah sebanyak N0 dan upah nominal yang berlaku adalah W0, sedangkan upah riil adalah W0/ P0 = WR. Bila terjadi kenaikan harga barang dari P 0 menjadi P 1. Titik keseimbangan baru tidak langsung menuju pada titik E1, karena reaksi tenaga kerja atas efek kenaikan harga tidak secepat itu. Titik keseimbangan baru akan bergeser ke titik E1í. Titik E1í menunjukkan bahwa ketika harga barang naik, terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja dari titik N 0 menjadi N1 dan upah hanya naik sedikit dari W0 menjadi W1í karena dari sisi penawaran tenaga kerja belum berubah. Walaupun terdapat kenaikan upah nominal namun secara riil merosot dimana W 1í/ P 1 lebih rendah dari WR sehingga tenaga kerja yang menyadari kemerosotan akan menuntut tingkat upah riil kembali ke semula. Tuntutan ini menyebabkan penawaran tenaga kerja berubah dari N S(P 0) menjadi NS(P 1) dan mencapai keseimbangan di pasaran tenaga kerja, yaitu bergeser dari titik E 1í ke titik E1. penyesuaian ini mengakibatkan tingkat harga yang lebih tinggi dan upah nominal meningkat menjadi W2 serta upah riil kembali sebesar WR (W0/P0 =W1/ P1). Pasaran tenaga kerja juga kembali pada titik keseimbangan sebanyak N0 kesempatan kerja penuh. Bila perekonomian merosot dengan daya beli yang menurun menyebabkan harga barang turun ke tingkat harga P2. Penurunan ini mengabikatkan kurva permintaan akan tenaga kerja bergeser dari ND(P0) menjadi ND(P1) dengan titik keseimbangan pada titik E2í. Walaupun upah nominal menurun namun upah secara riil W2í/ P2 masih lebih tinggi dari WR. Pada kondisi ini jumlah kesempatan kerja hanya sebanyak N2. Selisih N0 -N 2 merupakan angka pengangguran pada pasaran tenaga kerja sehingga dari sisi tenaga kerja bersedia menerima penurunan upah nomial lebih lanjut dengan menggeser kurva penawaran tenaga kerja dari NS(P0) menjadi NS(P2) dimana dicapai upah nomial sebesar W2. Upah nominal ini secara riil sama dengan WR (W0/
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
81
P0 =W2/P2) dan pasaran tenaga kerja kembali pada titik keseimbangan sebanyak N0 kesempatan kerja penuh. Dengan memperhatikan penyesaian jangka pendek yang disebabkan oleh pengaruh perubahan harga dan upah yang berkaitan dengan perubahan atas permintaan tenaga kerja. Kurva penawaran agregat kaum monetaris dan ekspetasi rasional hanya terdapat perbedaan dengan kurva penawaran golongan klasik, sejauh menyangkut penyesuaian diatas. Y
Fungsi produksi y=f(N)
y1
y1
y0
y0
y2
y2 N2
N0
N1
w0 / p 0 w1 / p 1
BI
y0
AI SRAS2
SRAS1
E=A=B
p0
AI
E
p2
D
BI N
Kurva tenaga kerja
SRAS0
A
p1
y
y1
LRAS
Harga
WR
w2 / p 2
y2
N
y2
B
y0
B y1
Y
Kurva penawaran agregat
Gambar 2.19. Kurva Penawaran Agregat : Kaum Ekspetasi Rasional
Misalkan titik keseimbangan mula-mula berada pada titik E. Mengacu pada kurva LRAS, titik E berhimpit dengan titik keseimbangan lain yaitu titik A dan B. Titik keseimbangan A menggambarkan hubungan antara tingkat upah W1í dan tingkat harga P1. karena sifatnya yang berhimpit dengan titik keseimbangan mula-mula maka W1í/ P1= W0/ P0. Sama halnya titik keseimbangan A, titik B menggambarkan hubungan antara tingkat upah W2í dan tingkat harga P2 dimana W2í/ P2= W0/ P0. Penyesuaian yang terjadi pada titik keseimbangan sementara Aí adalah bahwa ketika harga barang naik dari P0 ke P1, permintaan
82
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
terhadap pasar tenaga kerja N juga meningkat dari N0 menjadi N1. Pada jangka pendek peningkatan atas permintaan tenaga kerja diikuti kenaikan upah yang lebih rendah W 1 sehingga W 1/ P 1 < W 0/ P 0. Sedangkan titik keseimbangan Bí menggambarkan kondisi sebaliknya, ketika harga barang mengalami penurunan lebih besar dari pada kenaikan upah sehingga W2/ P2 > W0/ P0. Dengan menghubungkan grafik fungsi produksi yang menggambaran hubungan antara tingkat produksi dari kombinasi teknologi tertentu dan tenaga kerja, dengan kurva penawaran agregat jangka pendek SRAS0, dapat diperoleh tingkat pendapatan riil nasional untuk berbagai tingkat harga P dan tenaga kerja N. Misalnya tingkat pendapatan nasional riil Y1 diwujudkan oleh tingkat penggunaan tenaga kerja sebanyak N1 dan harga barang pada tingkat P1. Demikian pula untuk tingkat pendapatan nasional riil Y 2 diwujudkan oleh tingkat penggunaan tenaga kerja sebanyak N2 dan harga barang pada tingkat P 2. Kurva penawaran agregat jangka panjang LRAS dibentuk oleh titik A-E-B. Pada saat harga barang naik dari P0 menjadi P1. Perusahaan menaikkan produksi atau menawarkan barang sebanyak dari Y 0 menjadi Y1. yaitu pada kurva SRAS0 titik Aí. Akan tetapi bila tenaga kerja menuntut upah riil sama dengan semula sesuai dengan tingkat kenaikkan harga ke P 1, maka perusahaan hanya akan menawarkan barang sebanyak Y 0 pada harga P 1. Dengan demikian pendapatan nasional riil setelah penyesuaian upah riil adalah sebesar Y0. Bila terjadi sebaliknya dimana harga barang turun menjadi P2, perusahaan hanya menawarkan barang sejumlah Y2. Dengan kata lain pendapatan nasional riil adalah sebesar Y2. Tingkat pendapatan nasional ini lebih rendah dari Y0 dan upah pasar tenaga kerja lebih tinggi dari harga pasar barang P 2. Kondisi ini menyebabkan pasar tenaga kerja dapat menerima penyesuaian dengan menerima upah riil yang lebih rendah, akibatnya keseimbangan bergeser dari titik Bí ke B karena perusahaan memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja dan meningkatkan penawaran barang sebesar Y 0 atau dengan kata lain pendapatan
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
83
nasional riil kembali sebesar Y0. Jadi untuk jangka panjang bila upah dan harga saling menyesuaikan diri maka pendapatan nasional riil selalu berada pada kondisi tenaga kerja penuh sebesar Y0. Penyesuaian upah tenaga kerja diatas berbeda dengan pandangan golongan Keynes baru yang menganggap bahwa upah cenderung bertahan tetap sesuai kesepakatan antara majikan dan tenaga kerja. Sehingga pertambahan permintaan tenaga kerja tidak akan secara cepat menaikkan upah nominal, sebaliknya pengurangan permintaan tenaga kerja tidak secara langsung menurunkan upah nominal. Berdasarkan pandangan ini maka perbedaan dengan kaum ekspektasi rasional dan monetaris adalah terletak pada kurva upah yang berupa garis konstan. Y
Fungsi produksi C
y1
y0 y2
A B
N2
N0
N1
y2
N
W
y0
y1
Harga ND (P0 )
w0 E2
AS
C
p1
E1
y
p0
A
E0 p2
ND (P2 )
N2
ND (P0 )
B
ND (P1 )
N0 N1 Pasaran tenaga kerja
N
y2
y0 y1
Y
Kurva penawaran agregat
Gambar 2.20. Kurva Penawaran Agregat: Golongan Keynes Baru
2.1.7. Kebijakan Moneter dan Fiskal Pandangan Keynes dan Friedman mengenai kurva IS terdapat perbedaan nyata pada elastisitas terhadap suku bunga. Hal ini disebabkan pandangan tersebut berada pada kondisi perekonomian yang berbeda. Pada periode Keynes, kondisi perekonomian Amerika sedang dalam kondisi lesu dimana barang modal yang dipergunakan berada jauh dibawah kapasitas maksimal, sehingga suku bunga tidak
84
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
pengaruh signifikan terhadap investasi. Sebaliknya pada periode Friedman, perekonomian Amerika sedang dalam kondisi kesempatan kerja penuh dimana barang modal dipergunakan secara maksimal, sehingga perubahan suku bunga (misalnya turun) akan mendorong investasi (meningkat). Dengan demikian kecuraman kurva IS antara pandangan Keynes dan Friedman berbeda. Kurva IS menurut Keynes (indeks K) akan lebih curam atau sejajar dengan sumbu suku bunga, dan kurva IS menurut Friedman (indeks M) akan lebih landai atau tegak pada sumbu suku bunga. Sebaliknya dalam hal kurva LM, menurut pandangan Friedman (Monetaris) perubahan pendapatan nasional sebanding dengan perubahan penawaran uang sehingga kurvanya lebih tidak elastik atau tidak sensitif terhadap suku bunga dibandingkan dengan pandangan Keynes yang memasukan uang untuk spekulasi dalam jumlah permintaan uang agregat. Perbedaan elastisitas tersebut membawa konsekuensi terhadap pembentukan kurva AD, yaitu kurva AD menurut pandangan Keynes akan menjadi lebih curam terhadap sumbu harga dari pada kurva AD menurut pandangan Moneteris.
Tingkat bunga
Tingkat bunga L MK
I SM I SK
L MM Y Pendapatan nasional
Gambar 2.21. Kurva IS-LM : Pandangan Golongan Keynesian dan Golongan Moneteris
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
85
Tingkat bunga
Tingkat bunga LMM (P1 )
r1
LMM (P0 )
E1 E0
r0
r0 I SM
LMK (P1 )
E0 LMK (P0 )
Tingkat harga
p1
E1
r1
I SK
Y Pendapatan nasional riil
Tingkat harga
AI
A ;I A
p0
A AD M
y1
y0
AD K
y1 y0
Y Pendapatan nasional riil
Gambar 2.22. Pembentukan Kurva AD Akibat Penawaran Uang Riil
Kurva IS dan LM pada gambar 2.22 pada dasarnya sama dengan pada gambar 2.21. dimana menurut Monetaris sifat kurva IS elastis dan kurva LM tidak elastis, sebaliknya menurut Keynes sifat kurva IS tidak elastis dan kurva LM elastis.Untuk membentuk kurva AD, dimisalkan titik keseimbangan mula-mula pada E0. dengan tingkat suku bunga r0, dan pendapatan nasional Y 0 . Pada gambar dibawahnya titik keseimbangan berada pada titik A dengan tingkat harga P0. Bila karena satu hal, tingkat harga berubah menjadi P1 sehingga mendorong kurva LM(P0) ke arah LM(P1) dengan titik keseimbangan pada E1 dan tingkat suku bunga serta pendapatan nasional masing masing sebesar r1 dan Y1. dalam hal ini tingkat bunga menjadi lebih tinggi, tetapi pendapatan nasional riil menjadi berkurang. Pada tingkat harga sebesar P1 ini, titik keseimbangan ditunjukkan pada titik Aí. Kurva AD dibentuk dengan menarik garis antara titik A dan Aí. Hasil kurva AD memiliki kemiripan dengan kurva IS dimana menurut Monetaris bersifat elastis sedangkan untuk Keynes bersifat tidak elastis. Karena perbedaan sifat elastis diatas, menyebabkan perubahan pendapatan nasional riil akibat perubahan penawaran uang riil (pergeseran kurva LM ke kiri berkaitan dengan perubahan harga P 1 ) menjadi lebih besar menurut Monetaris dibandingkan menurut Keynes. Andaikan penawaran uang berupa nominal dengan perubahan kurva LM yang menunjukkan jumlah uang
86
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
yang ditawarkan meningkat, misalnya dari jumlah M0 menjadi M1 pada kondisi harga tetap. Pergeseran kurva LM ke kanan (jumlah penawaran uang meningkat) menyebabkan pendapatan nasional meningkat dan tingkat suku bunga turun dari semula r 0 menjadi r1. Karena kondisi harga tetap maka titik keseimbangan pada gambar dibawahnya (gambar 2.23) bergeser dari A ke Aí yang berarti kurva AD ikut bergeser dari AD menjadi ADí. Pada gambar 2.23 tampak jelas bahwa efek penawaran uang nominal terhadap pendapatan nasional Y menurut Monetaris lebih besar (dari Y0 menjadi Y1) dari pada Keynes, ini disebabkan penambahan penawaran uang mengakibatkan pergeseran kurva AD yang menurut Monetaris lebih lebar dari pada Keynes. Tingkat bunga
Tingkat bunga LMM (M0 )
E0
r0
LMM (M1 )
E1
r1
r1 I SM
LMK (M0 )
E1 LMK (M1 )
Tingkat harga
p0
E0
r0
I SK
Y Pendapatan nasional nominal
Tingkat harga
AI
A
A AD M
A ;I AD K
I
AD M
y0
y1
I
AD K
y0 y1
Y Pendapatan nasional nominal
Gambar 2.23. Pembentukan Kurva AD Akibat Peningkatan Penawaran Uang.
Berdasarkan kurva IS dan LM serta pengaruhnya terhadap kurva AD, dapat dianalisis tingkat efektivitas kebijakan fiskal (Keynes) dan Moneter (Friedman) dengan melihat perubahan pendapatan nasional Y yang ditimbulkan.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
87
2.1.7.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter berarti kebijakan yang berpengaruh pada kurva LM dengan kurva IS tetap. Kecuraman kurva IS dan LM menurur pandangan Keynes dan Monetaris mengacu pada gambar 2.21 diatas. Suatu kebijakan dikatakan lebih efektif bila memberikan efek perubahan pendapatan nasional lebih besar. Tingkat bunga
Tingkat bunga LMM (M0 )
E0
r0
LMM (M1 )
E1
r1
E0
r0 r1
I SM
LMK (M0 )
E1 LMK (M1 )
I SK
Y Pendapatan nasional riil
Tingkat harga
Tingkat harga
AI I
p1 p0
A AS M
AI I
p1
AI
p0 AD M
A ;I
A
I
AD M
y0 y2 y1
AD K
I
AD K
y0 y2 y1
Y Pendapatan nasional riil
Gambar 2.24. Efektivitas Kebijakan Moneter
Bagi golongan Keynes, kebijakan moneter tidak efektif untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan pendapatan nasional. Sebaliknya pandangan yang berlawanan justru diberikan oleh golongan Monetaris yang berpendapat, kebijakan moneter sangat efektif untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan pendapat nasional. Kebijakan moneter akan meningkatkan jumlah penawaran uang dari M0 menjadi M1 yang ditunjukkan oleh kurva LM(M0) menjadi LM(M1) dan titik keseimbangan bergeser dari E0 menjadi E1. Peningkatan penawaran uang menyebabkan tingkat suku bunga turun dari r0 menjadi r1 dan menaikkan pendapatan nasional dari Y0 menjadi Y1. Perubahan ini akan menggeser kurva AD dari titik keseimbangan semula A ke titik keseimbangan baru Aí (kurva ADí), dan keseimbangan kurva ADí
88
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
dengan kurva AS pada titik Aî menunjukkan tingkat harga telah naik dari P0 menjadi P1. Berdasarkan gambar 2.24 diatas tampak jelas bahwa perubahan pendapatan nasional akibat kebijakan moneter lebih besar menurut pandangan Monetaris dibandingkan pandangan Keynes. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan pendapatan nasional Y2 lebih besar untuk pandangan Monetaris dari pada pandangan Keynes. Disamping itu penurunan tingkat suku bunga juga lebih besar walaupun dari sisi tingkat harga meningkat lebih besar. Jadi menurut golongan Monetaris, kebijakan moneter merupakan alat yang efektif untuk mendorong kegiatan ekonomi dan pendapatan nasional, walaupun tidak ideal karena menyebabkan inflasi meningkat (harga P naik). Keseimbangan secara jangka pendek menurut pandangan Monetaris lebih efetif dengan kebijakan moneter, karena dapat meningkatakan kesempatan kerja dan pendapatan nasional riil, namun secara jangka panjang justru akan menimbulkan inflasi dan kenaikan pendapatan nasional nominal tanpa memberikan peningkatan kesempatann kerja. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Tingkat harga
p1 p0 p0
LRAS
ARAS 1 ARAS
I
A DI AD
yF
yI
Pendapatan nasional riil
Gambar 2.25. Keseimbangan Jangka Pendek dan Panjang Untuk Kebijakan Moneter.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
89
Pandangan Monetaris menganggap kegiatan ekonomi sudah mencapai atau hampir mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Karena itu titik keseimbangan kurva AS-AD selalu terletak pada kurva LRAS (kurva AS jangka panjang) dimana pendapatan n a s i o n a l b e r a d a p a d a k o n d i s i k e s e m p a t a n k e r j a p e n u h Y F. Misalnya mula-mula titik keseimbangan berada pada titik E 0 . kemudian akibat kebijakan moneter menggeser kurva AD menjadi ADí. Pada jangka pendek titik keseimbangan baru berada pada E 0 í dan pada kondisi ini pendapatan nasional meningkat menjadi Yí dan harga juga meningkat menjadi Pí. Kenaikan harga ini menyebabkan upah riil menurun dan menimbulkan ketidakpuasan pekerja. Logisnya pekerja akan menuntut kenaikan upah yang menyebabkan kurva SRAS bergeser ke SRASí (kurva AS jangka pendek) sama dengan upah riil sebelum kebijakan moneter, atau pada titik keseimbangan E 1 dimana tingkat harga adalah P 1 dan pendapatan nasional riil tetap pada kurva LRAS sebesar Y F.
2.1.7.2. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal berarti kebijakan yang berpengaruh pada kurva IS dengan kurva LM tetap. Kecuraman kurva IS dan LM menurut pandangan Keynes dan Monetaris mengacu pada gambar 2.21 diatas. Suatu kebijakan dikatakan lebih efektif bila memberikan efek perubahan pendapatan nasional lebih besar. Pada kondisi awal, keseimbangan kurva IS dan LM pada titik E0 dengan tingkat bunga r0, tingkat harga P0, dan pendapatan nasional Y0. Serelah kebijakan fiskal, kurva IS bergeser menjadi ISí (belanja negara meningkat) dengan titik keseimbangan baru E1. Kebijakan fiskal ini menyebabkan tingkat bunga dan pendapatan nasional naik menjadi r1 dan Y 1 . Namun pada sisi kurva keseimbangan AD dan AS, titik keseimbangan akhir Aî menunjukkan pendapatan nasional sebesar Y2 yang lebih kecil dari pada Y1. Dengan adanya perubahan tingkat harga
90
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Tingkat bunga
Tingkat bunga LMM (P0 )
LMK (P0 )
E1
r1
E1
r1
E0
r0
r0
E0
ISM I ISM
ISK
LMK (M1 )
Tingkat harga
Y Pendapatan nasional riil
Tingkat harga AD K AD K
p1 p0
AII AS M A
AII
p1
AI AD M
I
p0
I
AI
A
AD M
y0 y2 y1
y0
y2 y1
Y Pendapatan nasional riil
Gambar 2.26. Efektivitas Kebijakan Fiskal
dari P0 menjadi P1, tentu akan mempengaruhi kurva LM. Kurva LM bergeser ke kiri bersesuaian dengan pendapatan nasional sebesar Y2. Dampak terhadap pendapatan nasional yang ditimbulkan kebijakan fiskal (pengeluaran negara bertambah atau pajak dikurangi sehingga terjadi peningkatan investasi) menurut Keynes lebih besar atau efektif dari pada menurut pandangan Monetaris. Menurut pandangan Monetaris, kebijakan fiskal tidak efektif untuk meningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan nasinal, karena menurut pandangan Monetaris, kebijakan fiskal tanpa diimbangi penawaran uang (kurva KM) akan menyebabkan efek crowding out pada nvestasi, dengan naiknya tingkat suku bunga akan menurunkan investasi yang seimbang dengan penurunan pengeluaran belanja negara. Itulah sebabnya kebijakan fiskal hanya berpengaruh kecil terhadap pendapatan nasional.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
91
2.2. Pendekatan Inflasi Inflasi adalah suatu kondisi yang menunjukkan semakin melemahnya daya beli yang disertai semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. Inflasi pada umumnya terjadi pada negara yang mana komponen import. yang tinggi untuk menunjang industri dalam negeri, sifat konsumtif dari masyarakat dan tingkat kestabilan politik yang masih sensitive terhadap rumor Pentingnya mewaspadai laju inflasi karena inflasi yang tinggi dapat berdampak secara luas pada berbagai sendi kehidupan, antara lain pengangguran, daya beli turun, daya saing industri melemah, pelarian modal dan menuburkan korupsi, dan lainnya. Inflasi yang berlangsung lama akan menyebabkan resesi, yaitu penurunan Produj Basional Bruto (PNB) secara terus menerus dan disusul kondisi stagnasi, yaitu suatu keadaan perekonomian yang tumbuh lambat bahkan tanpa pertumbuhan, dan bila diikuti pengangguran yang parah akan menyebabkan stagflasi.
2.2.1.
Sumber Inflasi dan Dampaknya
2.2.1.1. Sumber Inflasi Menurut teori kuantitas (Fisher), sumber inflasi berasal dari cost push inflation dan demand pull inflation, yang merupakan akbat dari adanya kelebihan permintaan sehingga menyebabkan uang yang beredar meningkat melebihi jumlah semestinya. Disamping penjelasan menurut teori kuantitas, dari sudut teori moneter. Inflasi dipandang sebagai suatu fenomena moneter, dimana ketidakseimbangan antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan jasa dapat menyebabkan inflasi atau sebaliknya deflasi. Bila yang terjadi adalah suatu keadaan dimana terlalu banyak uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan atau kebutuhan masyarakat untuk memiliki uang, maka yang terjadi adalah penurunan harga uang akibat akses permintaan terhadap barang dan jasa karena masyarakat memiliki
92
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
kemudahan membelanjakan kelebihan uang yang beredar. Seiring dengan akses permintaan dalam barang dan jasa, akan mendorong kenaikan harga yang pada akhirnya menyebabkan inflasi, dan sebaliknya. Pendekatan teori moneter ini merupakan salah satu solusi terhadap pengendalian inflasi dengan mengontrol jumlah uang yang beredar dimasyakarat atau dikenal kebijakan uang ketat. Pada dasarnya kenaikan harga P dapat terjadi oleh baik pergeseran kurva permintaan agregat AD maupun kurva penawaran agregat AS. Bila kurva permintaan agregat AD yang bergeser sedangkan kurva penawaran agregat tetap maka inflasi yang berjadi dikatakan bersifat demand pull inflation atau inflasi akibat tarikan permintaan, sebaliknya bila kurva penawaran agregat yan bergeser sedangkan kurva permintaan agregat tetap, maka inflasi yang terjadi dikataka bersifat cost push inflation atau inflasi akibat dorongan biaya.
Harga
p1 E
p p2
AD0
y1
yFE
y2
y
Gambar 2.27. Keseimbangan Umum Kurva AD - AS
Cost push inflation disebabkan oleh kenaikan biaya faktor produksi sehingga produksen mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu yang mana secara keseluruhan total penawaran agregat berada dibawah permintaan agregat. Kondisi ini pada akhirnya akan mendorong terjadi inflasi dan bila berkepanjangan akan menyebabkan perekonomian mengalami resesi. Penyebab cost push inflation dapat
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
93
dikarenakan oleh kenaikan harga bahan baku, sifat monopolis yang tidak efisien, kenaikan upah buruh, bias ekonomi akibat peran pemerintah yang berlebihan, dan dapat pula terjadi akibat reaksi psikologis masyarakat yang berlebihan dengan membeli barang berlebihan secara dadakan, maupun pengaruh negatif faktor alam terhadap produksi. Secara grafik cost push inflation dapat digambarkan sebagai pergeseran kurva AS ke kiri di mana kurva AD tetap. Harga p
AS2 AS1
p2 p1 Q Q2 Q1 QFE
Gambar 2.28. Cost Push Inflation
Demand pull inflation disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat dimana perekonomian sudah berada pada kondisi kesempatan kerja penuh (full employment) sehingga mendorong kenaikan harga. Misalnya kurva permintaan agregat mula-mula AD0 pada knndisi produksi sudah berada pada kesempatan kerja penuh, kemudian terjadin kenaikan permintaan agregat menjadi AD 1 Ö Ö . A D 2 dan seterusnya, output tetap sebesar QFE, akan tetapi harga terdorong naik menjadi P1 Ö..P2 dan seterusnya. Harga p AS
p2 p1 p0
AD2 AD1 AD0
Q QFE
Gambar 2.29. Demand Pull Inflation
94
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Ditinjau dari macamnya, inflasi dapat terjadi baik secara domistik maupun akibat pengaruh luar. Inflasi yang terjadi secara domistik disebut domestic inflation, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri akibat kebijakan pemerintah maupun perilaku masyarakat yang secara psikologis berdampak inflasi, sedangkan inflasi akibat pengaruh kenaikan harga dari luar negeri disebut imported inflation. Hal ini terjadi karena kenaikan harga di luar negeri mempengaruhi harga di dalam negeri, terutama pada barang-barang import atau bahan baku yang belum dapat diproduksi di dalam negeri Adapun pengukuran tingkat inflasi dapat menggunakan cara sebagai berikut: 1.
Angka deflator PNB D (PNB) = Y r/ Y k D (PNB) = angka deflator PNB Yr = PNB menurut harga yang berlaku Yk = PNB mengacu pada harga konstan atau sebagai tahun dasar perhitungan Sedangkan laju pertumbuhan inflasi tahun ke t sendiri (LIt ) dihitung dengan: LIt = ( D(PNB)t - D(PNB)t-1) / D(PNB)t-1
2.
Angka harga umum LIt = ( Ht - Ht-1). 100% / Ht-1 Ht
= harga umum tahun ke t
H t-1 = harga umum tahun ke t-1
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
95
3.
Indeks harga konsumen LIt = ( IHt - IHt-1). 100% / IHt-1 IH t = indeks harga konsumen tahun ke t IH t-1 = indeks harga konsumen tahun ke t-1
4.
Indeks harga umum (bila pengaruh luar negeri diperhitungkan) IHU = 2 IHDN + (1- β) IHLN IHU IHDN IHLN 1-
= = = =
indeks harga umum indeks harga dalam negeri indeks harga luar negeri besarnya pengaruh komponen IHLN terhadap IHU
2.2.1.2. Dampak Inflasi Dampak yang ditimbulkan oleh inflasi antara lain: (1) Efficiency effect, (2) Output effect, dan (3) Equity effect. Efficiency effect disebabkan oleh perubahan pola alokasi faktorfaktor produksi, sebagai reaksi terhadap perubahan peningkatan permintaan yang dikarenakan peningkatan harga-harga faktor produksi yang mendorong biaya produksi secara umum sehingga permintaan terhadap barang barang tertentu meningkat sebagai respon masyarakat terhadap inflasi yang terjadi. Perubahan pola alokasi ini menyebabkan produksi barang-barang tersebut menjadi lebih efisien Sebaliknya bila inflasi tidak diikuti peningkatan efisien, akan mengakibatkan peningkatan harga produk yang disebabkan oleh biaya produksi, yang pada akhirnya mmebuat produk semakin tidak kompetitif dan dapat membangkrutkan perusahaan karena pada saat bersamaan daya beli masyarakat juga melemah.
96
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Output effect disebabkan peningkatan keuntungan yang diterima produksen karena peningkatan harga sehingga produksen menaikkan produksi. Hal ini terjadi karena pada umumnya peningkatan harga produk mendahului kenaikan upah bagi pekerja. Namun pada sisi lain, laju inflasi yang mendorong peningkatan biaya produksi disamping daya beli masyarakat yang menurun akan memotong keuntungan yang diperoleh produksen, dan pada akhirnya akan mengurangi tingkat produksi sampai pada batas yang secara ekonomis masih memungkinkan. Tindakan ini akan menyebabkan pengangguran meningkat. Pengangguran atau pendapatan yang rendah, dengan kata lain daya beli rendah merupakan bagian dari penyebab terjadinya mata rantai lingkaran kemiskinan. Equity effect disebabkan dampak inflasi terhadap pendapatan karena penurunan nilai riil dari penghasilan yang diterima dalam bentuk uang. Akibatnya adalah penurunan daya beli. Sebaliknya bagi yang memiliki kekayaan dalam bentuk barang, nilai kekayaan akan naik seiring dengan tingkat inflasi karena harganya semakin mahal. Pada akhirnya inflasi akan memperlebar jurang antara yang kaya dengan yang miskin disamping sifat inflasi yang secara tidak langsung merupakan pajak bagi seseorang (nilai penghasilanberkurang) dan subsidi bagi yang berpenghasilan lebih rendah. Disamping dampak diatas, inflasi juga berdampak pada investasi dan suku bunga. Investasi merupakan suatu tindakan penggunaan uang pada saat sekarang dengan harapan memperoleh keuntungan pada masa mendatang. Karena itu inflasi yang secara umum berdampak pada penurunan nilai uang sebagai akibat harga barang-barang naik. Naiknya barang-barang tentu menyebabkan biaya modal menjadi semakin mahal disamping kenaikan suku bunga yang ikut membebani. Keadaan inflasi berkepanjangan juga mengakibatkan peningkatan angka pengangguran dan semakin melemahnya daya beli. Dengan demikian pendapatan bagi usaha (investasi) akan menurun dan pada akhirnya dapat menurunkan nilai kapitalisasi bila perusahaan dalam bentuk terbuka (publik) karena harga saham akan turun akibat laba per saham mengecil, terlebih-lebih bila terjadi kelesuan parah pada sektor riil dan kurangnya daya saing,
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
97
akan menyebabkan investor mengalokasikan investasi ke negara lain yang secara ekonomis lebih menguntungkan. Tingkat inflasi yang parah secara langsung akan menyebabkan nilai nominal aktiva tetap pada pembukuan menjadi jauh lebih rendah dan nilai nominal investasi menjadi jauh lebih besar dari pada nilai riilnya. Dampak terhadap suku bunga adalah tingkat inflasi yang tinggi akan diikuti dengan tingkat suku bunga yang tinggi pula, karena suku bunga merupakan salah satu alat kebijakan untuk mengendalikan laju inflasi. Kebijakan suku bunga tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih senang menabung uangnya pada lembaga keuangan dari pada ditanamkan dalam bentuk sektor riil yang lebih berisiko. Kebijakan suku bunga tinggi juga akan mengurangi perilaku konsumtif masyarakat karena secara langsung akan menyerap secara signifikan jumlah yang yang beredar di masyarakat. Pada sisi lain dengan kebijakan suku bunga tinggi menyebabkan besarnya opportunity cost pada sektor riil (dana tersedot dalam bentuk tabungan di lembaga keuangan dari pada diinvestasikan dalam sektor riil), dan menyebabkan hutang luar negeri meningkat karena para pelaku usaha akan meminjam uang ke luar negeri yang dianggap lebih murah. Bahkan dapat terjadi pelarian modal ke luar negeri bila pelaku usaha merasa tidak aman akibat dampak dari kebijakan suku bunga tinggi dan ketidak-pastian usaha pada sektor riil akibat daya beli masyarakat yang melemah. Kebijakan suku bunga akan berpengaruh langsung terhadap jumlah uang yang beredar. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Bila jumlah uang yang beredar (penawaran uang) melebihi kebutuhan uang, maka nilai uang akan jatuh, dengan kata lain terjadi inflasi. Sebaliknya bila jumlah yang yang beredar lebih sedikit dari yang dibutuhkan (permintaan agregat), nilai uang akan naik, atau dikatakan terjadi depresiasi.
98
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
2.2.2.
Solusi Inflasi.
Solusi inflasi dapat berupa kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal. Kebijakan moneter merupakan wewenang bank sentral sedangkan kebijakan fiskal adalah wewenang pemerintah.
2.2.2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter berusaha menyeimbangkan permintaan agregat dan penawaran agregat uang agar tidak menimbulkan inflatoar yang memicu laju inflasi. Bila penawaran agregat uang terlalu banyak akan menyebabkan inflasi meningkat sebaliknya bila penawaran agregat uang terlalu sedikit akan menyebabkan terjadi deflasi. Jumlah uang yang beredar dan dampaknya terhadap nilai uang dapat dilihat dari persamaan kuantitas Fisher. MV = PT M V P T
= = = =
jumlah uang yang beredar (uang kartal dan giral) kecepatan peredaran uang harga dari output total output (volume) yang diperdagangkan
Berdasarkan persamaan kuantitas diatas, agar variabel P tidak membesar (inflasi) maka variabel M dan V harus dikendalikan dan variabel T diusahakan besar (bila T besar, hasil bagi MV/T akan mengecil). Untuk mengendalikan peredaran jumlah uang giral, bank sentral melakukan langkah-langkah: (1) Menentukan giro wajib minimum (simpanan wajib minimum) bagi perbankan, (2) Kebijakan uang ketat, dan (3) Tingkat diskonto. Bila bank sentral menaikkan giro wajib minimum, maka efeknya adalah jumlah uang yang beredar akan menurun.
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
99
M = m. R M m R
= jumlah uang yang beredar = faktor multifier = simpanan wajib
M0
Simpan wajib R
M0
I
E1
I
S S
I
E2
dR E1
I
E2
M 1 M1 M 2 I
M2
I
M
Gambar 2.30. Penawaran Uang Primer
Sumbu R menyatakan penawaran uang, sumbu M menyatakan jumlah uang primer yang beredar, garis S menyatakan kondisi cadangan awal, Sí menyatakan kondisi cadangan setelah mengalami kenaikan sebesar dR, garis M0 menyatakan permintaan uang primer, garis M0í menyatakan permintaan uang primer setelah pengurangan simpanan wajib. Titik-titik keseimbangan antara permintaan agregat dan penawaran agregat uang primer tergantung pula pada elastisitas garis M0. Pada titik keseimbangan E1 jumlah uang primer yang beredar adalah M1, bila cadangan atau simpanan wajib naik sebesar dR maka titik keseimbangan E1 bergeser menjadi E1í jumlah uang primer yang beredar adalah M1í. Faktor multiplier uang m akan menyebabkan perubahan jumlah uang primer yang beredar dM atau (M1í- M1) lebih besar dari penambahan penawaran uang sebesar dR, atau dM > dR. Bila garis permintaan uang primer berubah dari garis M0 menjadi M0í maka jumlah uang primer yang beredar akan bertambah secara eksplosif atau jauh lenih besar. Ini tampak dari perbedaan antara M1í- M1 dengan M2íM2 dan letak titik M1, M1í, M2 dan M2.
100
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Dengan melihat pengaruh simpanan wajib diatas terhadap jumlah uang primer, dimana bila jumlah simpanan wajib dinaikkan maka jumlah yang primer yang beredar akan menurun. Efek yang sama bila tingkat diskonto (tingkat bunga) dari bank sentral dinaikkan, akan menyebab jumlah uang primer yang beredar berkurang karena bank umum menjadi kurang ekspansif untuk meminjam uang dari bank sentral. Dengan demikian dampaknya terhadap inflasi akan positif, artinya inflasi semakin dapat ditekan. Pengaruh jumlah uang primer yang beredar dan permintaan agregat uang terhadap harga adalah sebagai berikut: Harga
AS
pn AD n
p0
AD 0
yFE
y
Gambar 2.31. Jumlah Uang Beredar dan Inflasi
Pada gambar diatas, tampak bahwa kenaikan permintaan agregat (kurva AD) tidak lain disebabkan oleh kenaikan jumlah uang yang beredar. Alasan kenaikan jumlah uang yang beredar adalah kebijakan moneter dari bank sentral yang ekspansif. Dengan demikian bila bank sentral bermaksud mengendalikan laju inflasi maka bank sentral akan mengetatkan uang yang beredar, dengan kata lain dapat menggunakan cara menaikkan simpanan minimum atau jumlah cadangan minimum yang diwajibkan pada perbankan. Adapun cara diskonto (tingkat suku bunga) tidak lain adalah kebijakan bank sentral menentukan tingkat suku bunga yang sesuai untuk tujuan mengendalikan likuiditas pada perbankan, karena dengan kebijakan tingkat suku bunga tinggi dan tingkat suku bunga yang
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
101
rendah, bank sentral dapat mengendalikan jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga perekonomian secara makro (perbankan), yang pada akhirnya dapat mempengaruhi laju pertumbuhan tingkat inflasi.
2.2.2.2. Kebijakan Fiskal Menurut golongan Keynesian, kenaikan permintaan dapat disebabkan oleh kenaikan komponen investasi dan komponen konsumsi pemerintah yang melebihi penerimaan dalam kondisi perekonomian kesempatan kerja penuh (full employment) yang dikenal kebijakan anggaran defisit. Pada dasarnya pemerintah menjalankan sistem anggaran berimbang, yaitu pengeluaran disesuaikan dengan penerimaan. Bila pemerintah melakukan kebijakan fiskal berupa anggaran defisit, dimana pemerintah menaikkan pengeluaran belanja negara dengan cara menjual surat-surat hutang (antara lain obligasi) kepada masyarakat, menaikkan penerimaan sektor pajak, mencetak uang baru dan pinjaman luar negeri. Akibat dari kebijakan anggaran defisit akan berpengaruh terhadap permintaan agregat dan harga, karena bila pemerintah menjual surat hutang (obligasi) berarti menggeser kurva IS ke kanan dari IS menjadi ISí sedangkan kurva LM tetap, akibatnya suku bunga berubah dari i menjadi ií dan output berubah dari Y menjadi Yí. Kenaikan output yang terjadi merupakan akibat dari kenaikan pengeluaran pemerintah dan bersifat inflatoar atau mempengaruhi tingkat inflasi. Suku Bunga
IS
I
r
LM
I
IS
r
y
y
I
y
Gambar 2.32. Kebijakan Anggaran Defisit Dengan Jual Obligasi
102
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
Sebaliknya bila pemerintah menutup kebijakan anggaran defisit dengan mencetak uang baru, maka akan menimbulkan peningkatan jumlah uang yang beredar di masyarakat yang berdampak pada peningkatan permintaan agregat. Jadi mencetak uang baru untuk menutup kebijakan defisit anggaran akan menggeser kurva LM dan IS secara bersamaan dan titik keseimbangan baru menunjukkan kenaikan output dari Y menjadi Yí. Kenaikan output ini berkaitan dengan kenaikan anggaran belanja negara bersifat inflatoar. Suku Bunga
LM E
LM
I
i
E
I
IS
I
IS y
y
I
y
Gambar 2.33. Kebijakan Anggaran Defisit Dengan Cetak Uang Baru
2.2.2.3. Kebijakan Output dan Harga Kebijakan output merupakan langkah pemerintah untuk mendorong kenaikan output dengan cara, antara lain berupa pemotongan tarif pajak dan efisiensi birokrasi yang dapat menyebabkan biaya tinggi. Meningkatnya output yang disertai efisiensi produksi akan membuat harga menjadi lebih murah, sehingga dapat menekan laju inflasi. Sedangkan kebijakan harga berupa pematokan harga (ceiling price) untuk barang-barang tertentu (pada umumnya menyangkut barang kebutuhan pokok) oleh pemerintah. Tentu langkah semacam ini sangat ampuh untuk mencegah kenaikan harga yang menyebabkan inflasi, namun cara pematokan harga dapat membuat fungsi pasar menjadi bias. *****
ANALISIS PEMBENTUKAN HARGA (2)
103
104
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR
DAFT AR PUST AKA AFTAR PUSTAKA
Stanley Fisher dkk., 2004. Makro Ekonomi, Edisi 8. Jakarta: PT Media Global Edukasi. Samuelson dkk., 2004. Makro Ekonomi, Edisi 17. Jakarta: PT Media Global Edukasi. Case dan Fair., 2005. Prinsip ñ Prinsip Ekonomi Mikro, Edisi 7. Jakarta: PT INDEKS Case dan Fair., 2004. Prinsip - Prinsip Ekonomi Makro, Edisi 5. Jakarta: PT INDEKS N. Gregory., 2003. Teori Makro Ekonomi, Edisi 5. Jakarta: Penerbit Erlangga. Walter Nicholson., 2001. Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa. Francisco. L. Rivera Batiz.., 1994. International Finance and Open. Economy, Macro Economics, 2nd Edition. USA: Macmillon Publishing Company. Damiano Brigo.,2004. Interest Rate Models, Theory And Practice. New York: Springer. Rogatianus Maryatmo., 2005. Dampak Moneter. Yogyakarta: Universitas Atmajaya. Iswardono., 2004. Ekonomika Mikro. Yogykarta: UPP AMP YKPN
105
106
A NALISIS P EMBENTUKAN H ARGA P ASAR