PROSIDING 2012© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
ANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA Adi Tonggiroh, Suharto & Muhardi Mustafa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245 Telp./Fax: (0411) 580202 e-mail:
[email protected]
Abstrak Pengamatan lapangan pada daerah penelitian dijumpai sebaran material longsoran berwarna abu-abu, abu-abu putih, fragmen angular sub angular kuarsit, skis yang menyebabkan endapan nikel laterit tidak tersingkap dipermukaan dan termasuk lokasi nonprospect dari aspek eksplorasi. Hal yang menarik muncul setelah dijumpai spot perbedaan warna soil berwarna kemerahan, merah tua dan sebarannya relatif kecil. Hasil pemboran uji diketahui bahwa di bawah material longsoran terdapat jejak endapan nikel laterit. Tulisan ini menambah pustaka tentang karakteristik endapan nikel laterit di Sulawesi Tenggara dan ada perbedaan genetik laterisasi. Penerapan metode XRF, petrografi, sayatan poles pada random kontinuitas sampel soil, batuan ultramafik diharapkan dapat merekontruksi hubungan material longsoran, pelapukan batuan ultramafik dan laterisasi. Hasil penelitian menunjukkan intensitas laterisasi dan ketebalan lapisan limonit, saprolit dipengaruhi oleh material longsoran. Kata Kunci: material longsoran, pelapukan batuan ultramafik, laterisasi
PENDAHULUAN Batuan ultramafik yang dipengaruhi oleh faktor geologi, geokimia, iklim tropis-sub tropis dan air, akan membentuk endapan nikel laterit. Sebagai bedrock, kondisi batuan ultramafik harus memenuhi syarat komposisi dan intensitas fracture (Burger, 1996). Faktor ini menyebabkan endapan nikel laterit dijumpai pada geologi regional tertentu, terutama erat kaitannya dengan keterdapatan batuan ultramafik. Wilayah Negara Kepulauan Republik Indonesia, sebaran batuan ultramafik juga terbatas dan dijumpai di Pulau Kalimantan, Maluku, Papua dan Sulawesi. Endapan nikel laterit di Provinsi Sulawesi Selatan, dijumpai pada daerah Sorowako, kabupaten Luwu Timur dan Daerah Palakka kabupaten Barru. Selain itu, endapan nikel laterit juga dijumpai di daerah Sulawesi Tengah yaitu Morowali, Bungku (Kabupaten Morowali), Luwuk (Kabupaten Luwuk Banggai) dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Endapan nikel laterit yang dijumpai di Provinsi Sulawesi Tenggara, umumnya tersingkap di Kabupaten Konawe Utara, Konawe Selatan, Bombanna dan Pomalaa. Hasil pengamatan lapangan pada daerah penelitian dan dipadukan dengan Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi (Simanjuntak, 1993), menunjukkan bahwa di Daerah Palangga Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara disusun oleh Formasi Meluhu (RJm) yang terdiri dari batupasir, kuasir, serpih hitam, serpih merah, batusabak, batugamping dan lanau. Sebaran Formasi Meluhu menghampar cukup luas pada topografi pedataran dan dijumpai material erosi. Kondisi fisik sebaran formasi ini, menyebabkan daerah penelitian termasuk lokasi non-prospect untuk dilakukan eksplorasi endapan nikel laterit. Sebaran material erosi relatif luas dengan warna abu-abu terang, abu-abu kehitaman kemerahan dan beberapa titik pengamatan dijumpai spot material lempung berwarna merah, merah tua, keras menggumpal. Pada titik pengamatan ini dilakukan pemboran untuk mengetahui perbedaan warna yang ditimbulkan oleh material lempung dan hasilnya menunjukkan perubahan warna coklat kemerahan, coklat muda, coklat abu-abu, semakin berubah ke arah kedalaman hingga 8 meter hingga dijumpai pelapukan batuan ultramafik. Hasil pemboran ini, menguatkan dugaan bahwa di bawah material erosi terdapat pelapukan batuan ultramafik dan pada prosesnya dapat membentuk endapan nikel laterit.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Geologi TG1 - 1
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Pelapukan Serpentin dan… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Adi Tonggiroh, Suharto & Muhardi Mustafa Perkapalan Sipil
Menurut Trescases (1973), intensitas erosi umumnya terjadi pada Mio-Pliosen dimana pelapukan menyebabkan topografi pada saat itu cenderung berbeda membentuk endapan lereng, punggungan bukit atau rawa pada pedataran. Meskipun endapan material relatif tebal, namun hasil analisis laboratorium pada sampel batuan ultramafik menunjukkan range nilai kadar nikel relatif tinggi antara 0,3% sampai 2,2%. Jangkauan kadar nikel yang terletak antara 0,4% sampai 0,7 % menunjukkan bahwa proses pelapukan terjadi pada batuan ultramafik (Tonggiroh, 2009). Secara vertikal, endapan nikel laterit terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan atas (limonit), lapisan tengah (saprolit) dan batuan dasar (ultramafik) (Bold, 1976). Lapisan limonit dicirikan oleh soil laterit berwarna coklat, coklat tua, coklat kemerahan dan mengandung oksida besi. Lapisan saprolit dicirikan oleh soli berwarna abuabu, abu-abu kehijauan dan mengandung fragmen batuan ultramafik. Batuan ultramafik berwarna hijau, hijau tua, mengandung mineral olivin, piroksen dan ada yang mengalami serpentinisasi. Menurut Golightly (1978), model laterisasi endapan nikel laterit di Sorowako Sulawesi Selatan terdiri dari empat lapisan, yaitu : limonit, medium grade limonit, saprolit dan batuan ultramafik (bedrock). Penerapan geokimia pada model yang dikemukakan oleh Golighly (1978) merupakan acuan penelitian geologi yang diketahui dari kenampakan lapangan pada endapan nikel laterit di Daerah Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Endapan nikel laterit di Daerah Konawe Selatan menunjukkan profil permukaannya yang ditutupi oleh material erosi dan menimbulkan kesulitan dalam eksplorasi endapan nikel laterit. Eksplorasi endapan nikel laterit diduga berkaitan dengan pelapukan batuan ultramafik dalam pembentukan endapan nikel laterit dan keberadaan material erosi yang tersebar diatas permukaan. Kajian profil pelapukan serpentin merupakan indikasi proses laterisasi yang terjadi pada batuan ultramafik dan dilakukan melalui analisis petrografi dan sayatan poles.
Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Daerah Palangga Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara, dan dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian termasuk Ofiolit Sulawesi Timur.
Metode Penelitian Metode yang diterapkan meliputi penelitian lapangan, laboratorium dan penulisan. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan meliputi pengambilan sampel dari permukaan material erosi sampai dengan batuan ultramafik. Hasil pengambilan sampel selanjutnya dideskripsikan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik. Penelitian Laboratorium Penelitian laboratorium menggunakan mikroskop bijih dan petrografi.
TINJAUAN PUSTAKA Geologi Regional Sukamto (1981) membagi Pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya ke dalam tiga mandala geologi berdasarkan asosiasi litologi dan struktur regional. Ketiga mandala tersebut adalah Mandala Geologi Sulawesi Barat, Mandala Geologi Sulawesi Timur, dan Mandala Geologi Banggai Sula. Berdasarkan pembagian tersebut maka daerah penelitian termasuk dalam Mandala Sulawesi Timur. Batuan tertua pada Mandala Geologi Sulawesi Timur adalah batuan ultramafik yang merupakan batuan alas, terdiri dari harzburgit, serpentinit, dunit, wherlit, gabro, diorit, basal, mafik malihan dan magnetit, diduga berumur Kapur (Simanjuntak,1994).
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Geologi TG1 - 2
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 2012© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Gambar 1. Peta Geologi Lembar Kolaka (Simanjuntak, 1994)
Pelapukan Batuan Esensi pelapukan pada iklim tropis – sub tropis dalam pembentukan endapan laterit adalah homogenitas batuan ultramafik. Hal ini mempengaruhi geokimia pelapukan dalam fluktuasi unsur pada topografi lembah, kemiringan lereng dan batas infiltrasi air. Geokimia pelapukan dicirikan oleh kehadiran fragmen besi yang berasosiasi dengan endapan lempung (Gonord & Trescases, 1970 dalam Trescases, 1973). Fluktuasi unsur dari pelapukan batuan ultramafik juga mengikuti perubahan air meteorik mengisi celah rekahan dimana silika dan magnesia larut. Ini menyebabkan perubahan topografi.
HASIL DAN BAHASAN Beberapa analisis dilakukan untuk mengetahui proses pelapukan batuan ultramafik dan hubungannya dengan material erosi.
Geologi Daerah penelitian Gomorfologi satuan bentangalam bergelombang denudasional dan pedataran denudasional terletak pada ketinggian 300 m sampai 400 m dpl. Satuan bentangalam bergelombang denudasional dicirikan oleh proses geomorfologi agradasi dan degradasi, menyebar pada bagian utara dan selatan meliputi Kecamatan Palangga Selatan, Palangga Utara. Satuan bentang alam pedataran denudasional menempati bagian tengah dan bagian barat dari daerah penelitian, dengan beda tinggi < 5 meter dan kemiringan lereng 0 - 2 %.
Gambar 2. Foto Kenampakan Satuan Bentang Alam Bergelombang Denudasional
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Geologi TG1 - 3
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Pelapukan Serpentin dan… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Adi Tonggiroh, Suharto & Muhardi Mustafa Perkapalan Sipil
Proses genetik yang berkembang yaitu denudasional dengan tingkat pelapukan sedang sampai tinggi baik yang membentuk lapisan soil di permukaan berupa residual soil. Kondisi pedataran, telah mengalami proses pengelupasan yang disebabkan oleh proses erosi dan pelapukan.
Gambar 3. Foto Kenampakan Bentang Alam Pedataran Denudasional
Berdasarkan data pemboran maka analisis sebaran batuan ultramafik dilakukan secara vertikal meliputi bagian atas permukaan material erosi dan bagian bawah batuan ultramafik. Batuan ultramafik menempati 5% daerah penelitian dengan kenampakan lapangan; warna segar abu-abu putih, hijau muda, warna lapuk hijau kecoklatan, coklat muda. (Gambar 4a). Kenampakan petrografis pada sayatan tipis, komposisi mineral olivin 21%, klinopiroksen 6%, ortopiroksen 3%, mineral opak (kromit, magnetit, hematit) 15%, serpentin 42%, kalsit 8%, mineral lempung 5%, kalsit 8%, nama batuan Peridotit serpentinit (Streckeisen, 1974). Kenampakan mikroskopis pada mineral olivin, piroksen sebagian telah mengalami perubahan membentuk serpentin dan mengisi retakan yang berasosiasi dengan mineral opak. (Gambar 4b).
Gambar 4. (a) Sebaran Batuan Ultramafik, (b) Kenampakan Petrografis
Pelapukan Orientasi pelapukan terjadi pada permukaan dan zona rekahan batuan harzburgit, terdapat variasi sebaran urat kuarsa tidak beraturan, tebal 1 – 2 mm. Rekahan terisi oleh mineral serpentin (tebal rata-rata 1 cm) dengan arah umum timur laut. Struktur sheared yang berkembang dalam fractures batuan harzburgit. Tipe sheared dijumpai pada zona-zona sesar lokal, memperlihatkan zona slip-fibre serpentinit. Karakteristik slip-fibre serpentinit umumnya memperlihatkan permukaan yang tipis dan berwarna kuning kehijauan sampai abu-abu kehijauan sampai hijau pucat atau kuning kehijauan (Gambar 5).
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Geologi TG1 - 4
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 2012© Arsitektur
Elektro
Geologi
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Mesin
Gambar 5. Kenampakan Lapangan (a) Singkapan Batuan Ultramafik, (b) Zona Pelapukan (c), Zona Alterasi
Analisis sayatan poles pada contoh no. 1 batuan ultramafik, dijumpai kromit (Fe,Mg)(Cr,Al,Fe,)2O4, (warna krem pucat, relief tinggi); magnetit (Fe3O4), warna abu-abu kecoklatan, isotropik, kristalin kubik, granular dan serpentin (Mg,Fe)3Si2O5(OH)4 (kuning pucat, vibrous). Mineral kromit (subhedral) tumbuh pada pelapukan serpentin, mineral magnetit sebagian telah mengalami hematitisasi peripheral yang disertai munculnya retakan. Hematisasi yang terjadi pada sisi luar magnetit menunjukkan tahapan awal oksidasi dimana rekristalisasi yang dipengaruhi Fe 2+ menjadi Fe 3+. Tekstur mesh dan bentuk kromit menunjukkan tahapan pelapukan olivin berjalan lambat sampai sedang. Tahapan pelapukan juga ditunjukkan pada tekstur island dari magnetit, terjadi fase oksidasi atau stabilisasi magnetit dengan pelepasan MgO dan SiO2 (O’Hanley et al, 1992) (Gambar 6). A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
Chromite
7
7
8
8
Magnetite
9
9
10
10 XPL
Gambar 6.
0,25 mm
Fotomikrograf Sayatan Poles Tampak Sekelompok Kromit yang Terjebak di antara Serpentin dan Olivin Serta Magnetit yang Mengisi Retakan Halus pada Struktur Mesh
Analisis sayatan poles pada contoh no.2 batuan ultramafik, terdapat mineral kromit, magnetit dan serpentin. Bentuk anhedral dan sub hedral pada mineral kromit menunjukkan pelapukan meningkat dan mengalami gangguan yang menyebabkan orientasi mineral dalam perangkap struktur. Kenampakan mikroskopis pada mineral kromit dan magnetit dalam bentuk fragmen-fragmen anhedral menunjukkan intensitas pelapukan meningkat. Selain itu, tidak adanya perangkap struktur mesh menunjukkan pula bahwa terurainya mineral olivin dan serpentin terjadi secara menyeluruh (Gambar 7).
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Geologi TG1 - 5
ISBN : 978-979-127255-0-6
Analisis Pelapukan Serpentin dan… Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Adi Tonggiroh, Suharto & Muhardi Mustafa Perkapalan Sipil
Kenampakan mikroskopis pada mineral kromit dan magnetit dalam bentuk fragmen-fragmen anhedral menunjukkan intensitas pelapukan meningkat. Selain itu, tidak adanya perangkap struktur mesh menunjukkan pula bahwa terurainya mineral olivin dan serpentin terjadi secara menyeluruh. . A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
Chromite
7 8
7 8
Magnetite
9
9
10
10 XPL
Gambar 7.
0,25 mm
Fotomikrograf Sayatan Poles menunjukkan Tahapan Pelapukan dalam Perangkap Struktur Mineral Olivin
SIMPULAN 1. 2.
Pembentukan endapan nikel laterit diawali dengan proses pelapukan pada batuan peridotit serpentinit dan perubahan bentuk mineral kromit, magnetit pada tektur mesh. Perkembangan pembentukan endapan nikel laterit meningkat yang ditandai oleh terbentuknya lapisan limonit, lapisan saprolit dan kemudian terhenti oleh material erosi.
DAFTAR PUSTAKA Burger, (1996), Origin and Charanteristics of Lateritic Nickel Deposits, Kalgoorlie. Boldt, (1967), Laterit Deposites, Mc. Farlane Publsh. Golightly, (1978), Nickeliferous Laterites: A General Description, PT. International Nickel Indonesia, Sorowako. O’Hanley, David, S., Offler, Robin, (1992), Characterization of Multiple Serpentinization Wodsreef, New South Wales, Canadian Mineralogist, v.30. Simanjuntak, T.,O., Surono, Sukido, (1994), Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi, Departement of Mines and Energy, Directorate General of Geology and Mineral Resources. Tonggiroh, Adi, (2001), Karakteristik Ni-Co pada Endapan Nikel Laterit Sorowako, Program Coop Inco Tbk – Unhas, Sorowako. Trescases, J.,J., (1973), Weathering and Geochemical Behaviour of the Elements of Ultramafic Rocks in New Caledonia, Bureau of Mineral Resources, Geology and geophysics, Canberra. Rab, Sukamto, & T.,O., Simandjuntak, (1981), Tectonic Relationship between Geologic Provinces of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi and Banggai Sula in the Light of Sedimentological Aspects, Presented to the IVth Geosea Conference in Manila.
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Geologi TG1 - 6
Volume 6 : Desember 2012