ANALISIS NARATIF LARANGAN PACARAN DALAM AGAMA ISLAM PADA BUKU UDAH, PUTUSIN AJA KARYA FELIX YANWAR SIAUW Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh Dwita Apriliani NIM: 1110051000025
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
ABSTRAK Dwita Apriliani Analisis Naratif Larangan Pacaran Dalam Agama Islam Pada Buku Udah, Putusin Aja Karya Felix Yanwar Siauw Saat ini media massa sudah berkembang pesat. Hal ini memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat khususnya remaja. Kehidupan remaja salah satunya pacaran tidak lain karena pengaruh dari media massa. Di samping itu, kurangnya pendidikan dan perhatian orangtua terhadap anak membuat pergaulan remaja menyimpang. Di sisi lain, para ustadz menyadari dan mulai membuat variasi dari dakwahnya. Jelasnya, ustadz Felix Yanwar Siauw menulis buku Islam tentang pacaran yang dikemas secara menarik dengan judul Udah, Putusin Aja. Berdasarkan konteks di atas, maka pertanyaan mayornya adalah bagaimana buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw dinaratifkan? Kemudian pertanyaan minornya adalah bagaimana larangan pacaran pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw berdasarkan analisis naratif Tzvetan Todorov? Untuk menjawab rumusan masalah di atas, penelitian ini menggunakan metodologi penelitian dengan paradigma konstruktivisme, yakni mengungkapkan realitas terselubung dibalik buku Udah, Putusin Aja. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yaitu untuk memahami peristiwa sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis naratif, yakni analisis yang digunakan untuk mengelola struktur sebuah cerita. Analisis naratif adalah teori yang membahas tentang perangkat dan konvensi dari sebuah cerita. Cerita yang dimaksud bisa dikategorikan fiksi atau fakta yang sudah disusun secara berurutan. Hal ini memungkinkan khalayak untuk terlibat dalam cerita tersebut. (Branston dan Stafford, 2003: 32). Metode penelitian analisis naratif yang digunakan adalah analisis naratif Tzvetan Todorov, yaitu mengatakan bahwa sebuah cerita dimulai dari adanya keseimbangan, di mana terdapat potensi gangguan yang bertentangan dengan keseimbangan tersebut. Teori ini juga memiliki struktur dari awalan, pertengahan, dan akhir. (Branston dan Stafford, 2003: 36). Dalam buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw ini, dibahas tentang makna cinta sebenarnya dan kewajaran seorang remaja ketika merasakan perasaan ini. Selanjutnya, perasaan cinta yang tidak bisa dikendalikan oleh hawa nafsu ternyata membawa kerugian bagi individu yang melakukan pacaran. Karena bahaya, maka pacaran itu dilarang dalam Islam. Islam pun memberikan solusi bagi individu, yakni melalui khitbah dan ta’aruf. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa pacaran dilarang dalam Islam. Islam memberikan alternatif bagi individu berupa khitbah dan ta’aruf bagi yang sudah siap. Bagi yang belum siap, Islam menyarankan untuk memperbaiki diri dari segi keimanan dan fisik. Menurut teori penetrasi sosial Altman dan Taylor, khitbah dan ta’aruf sesuai dengan tiga tahap; yakni orientation stage, exploratory affective, dan affective stage. Keyword: naratif, larangan, pacaran, khitbah, dan ta’aruf.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur peneliti ucapkan atas berkah dan rahmat serta karunia yang telah Allah SWT selama ini berikan, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa peneliti curahkan selalu kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih tersebut peneliti haturkan kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. H. Arief Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed., Ph.D. selaku Wakil Dekan (Wadek) I, Drs. Jumroni, M.Si., selaku Wadek II, dan Dr. Sunandar, M.Ag., selaku Wadek III. 3. Rachmat Baihaky, M.A., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Umi Musyarafah, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Fita Fathurokhmah, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu membimbing peneliti dan memberikan masukan serta ilmu dalam penulisan penelitian ini. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu-ilmu selama perkuliahan.
ii
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti mengenai hal administrasi perkuliahan. 7. Orangtua tercinta, Bapak Margono dan Ibu Laksmi Prastiwi, S.Pd., serta kakak Ika Rakhmasari, S.Pd, terima kasih atas dukungan dan nasehatnya. 8. Felix Yanwar Siauw dan istri atas kesediaan meluangkan waktu untuk wawancara, berfoto bersama, dan membagi pengalaman hidup. 9. Teman-teman KPI A angkatan 2010, khususnya ichi-ichi yang senantiasa memberikan dukungan, masukan, dan waktu luang untuk menemani peneliti. 10. Hamidah, Nurul, Maria, Eka Diana Philbertha, dan Nadya yang telah memberikan dukungan dan menemani peneliti saat menyelesaikan penelitian. 11. Keluarga besar 107.9 RDK FM, khususnya angkatan 2011 dan tim newsroom periode 2013-2014 atas pengertiannya kepada peneliti dalam membagi waktu. 12. Teman-teman kosan Anggrek, khususnya Mela, Pepeb, Kiki, Dina, Ega, Elip, Hana, dan keluarga besar KKN RESPECT. Peneliti ucapkan terima kasih untuk seluruh pihak atas segala bantuan, dukungan, dan masukan saat menyelesaikan penelitian ini. Peneliti mohon maaf atas kesalahan maupun kekurangan yang terdapat dalam penelitian. Semoga penelitian ini menjadi penelitian yang dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 8 Mei 2014
Dwita Apriliani
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................i KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii DAFTAR ISI .........................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................viii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................7 C. Tujuan Penelitian ......................................................................8 D. Manfaat Penelitian ....................................................................8 E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian ...........................................................9 2. Pendekatan Penelitian .......................................................10 3. Metode Penelitian ..............................................................10 4. Teknik Pengumpulan Data ................................................11 5. Teknik Analisis Data .........................................................12 6. Waktu dan Tempat Wawancara ........................................13 7. Subjek dan Objek Penelitian .............................................14 F. Tinjauan Pustaka .....................................................................14 G. Sistematika Penulisan ..............................................................16
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Penetrasi Sosial Altman dan Taylor ..............................17 B. Teori Naratif Todorof 1. Definisi Analisis Naratif ...................................................20 2. Karakteristik Narasi ..........................................................22 3. Analisis Naratif Tzvetan Todorof .....................................24 C. Konsep Buku 1. Kategori Buku ...................................................................27 iv
2. Nilai Budaya Buku ............................................................29 D. Definisi Konsep Pacaran Menurut Islam …….……………...30 BAB III
GAMBARAN UMUM BUKU A. Deskripsi Tampilan Fisik Buku Udah, Putusin Aja ................40 B. Sinopsis Buku Udah, Putusin Aja ...........................................41 C. Biografi Felix Yanwar Siauw ..................................................46
BAB IV
ANALISIS BUKU UDAH, PUTUSIN AJA A. Analisis Naratif Todorov dalam Buku Islam Udah, Putusin Aja ...........................................................................................50 B. Analisis Naratif Tzvetan Todorof dan Teori Penetrasi Sosial Altman & Taylor dalam Hubungan Manusia Berkomunikasi ........................................................................71 C. Analisis Larangan Pacaran dalam Buku Islam Udah, Putusin Aja .............................................................................76
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ..............................................................................82 B. Saran ........................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................86 LAMPIRAN .........................................................................................................89
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 & 2. Salah satu bagian isi buku Udah, Putusin Aja yang dikemas seperti komik .......................................................41
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Izin Penelitian atau Wawancara
Lampiran 2
: Surat Keterangan Wawancara
Lampiran 3
: Transkip Wawancara dengan Penulis Buku Udah, Putusin Aja
Lampiran 4
: Daftar Riwayat Hidup Penulis Buku Udah, Putusin Aja
Lampiran 5
: Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 6
: Sampul Buku Udah, Putusin Aja
Lampiran 7
: Foto Dokumentasi Wawancara Penulis Buku Udah, Putusin Aja
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai agen perubahan. Perubahan tersebut memiliki peranan yang signifikan, yakni: Pertama, media massa berperan sebagai media edukasi, disini media massa memiliki peranan dalam membentuk masyarakat yang cerdas, berpikiran terbuka dan maju. Kedua, media massa sebagai media informasi, dimana setiap saat media massa selalu memberikan informasi terkini pada masyakarat yang berdampak terhadap terbentuknya masyarakat informatif. Ketiga, media massa berperan sebagai media hiburan, yaitu dalam segi budaya, media massa berperan pada perkembangan budaya maupun pencegah munculnya budaya-budaya yang bisa merusak masyarakat.1 Seperti dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa media massa memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai media informasi, pendidikan, dan hiburan. Jika dilihat dari fungsi-fungsi tersebut, media massa seperti tidak ada negatifnya. Pada kenyataannya, media massa memiliki efek negatif. Perkembangan teknologi secara tidak langsung menghadirkan fungsi negatif media massa. Hasil teknologi komunikasi seperti televisi, handphone, dan internet mendapat banyak kritik dari masyarakat karena adanya efek tersebut.
1
M. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 85-86.
1
2
Media massa tidak hanya memiliki pengaruh yang besar pada perilaku dan sikap individu, tetapi juga pada tatanan kehidupan masyarakat. Dengan fungsi media massa dan efeknya yang dapat merubah sikap, perilaku, dan tatanan masyarakat, Islam melihat ini sebagai peluang untuk berdakwah. Ditambah dengan kemajuan teknologi komunikasi, cara para da’i untuk berdakwah tidak hanya menggunakan cara-cara tradisional; seperti berceramah di masjid maupun melalui pengajian, tetapi juga memanfaatkan kemajuan yang sedang berkembang ini agar lebih meluas dan tepat sasaran. Yang dimaksud dengan media dakwah adalah peralatan yang digunakan dalam menyampaikan materi dakwah kepada mad’u. Pada zaman modern seperti sekarang ini, medianya seperti televisi, video, kaset rekaman, majalah, dan surat kabar.2 Menjelang akhir tahun 2013, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita mengenai perbuatan asusila yang dilakukan remaja maupun orang dewasa. Berita murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang melakukan adegan seks maupun berita seorang mahasiswi dihamili oleh budayawan terkenal tidak luput dari sorotan masyarakat. Salah satu pemberitaan perbuatan asusila lainnya yakni terjadi pada bulan September di Cibinong kota Depok yang dilakukan oleh sepasang kekasih berakhir pada tindakan pria yang mencoba membunuh kekasihnya saat mengetahui ternyata pacarnya hamil.
2
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h. 113.
3
Menurut Deputi KS-PK BKKBN Dr. Sudibyo Alimoesa, M.A, terjadinya perbuatan tersebut terutama yang dilakukan remaja tidak lain karena mereka meniru tayangan situs-situs porno melalui telepon genggam. Tidak hanya itu, menurutnya, remaja dan keluarga yang tidak mau menerima konseling tentang menjaga kesehatan reproduksi remaja serta bahaya jika melakukan seks pra nikah adalah penyebab perbuatan negatif tersebut dilakukan.3 Melihat dari berkembangnya teknologi komunikasi di dunia, peristiwa yang dijelaskan diparagraf sebelumnya merupakan efek negatif dari media massa. Disinilah bagaimana Islam memanfaatkan peristiwa tersebut sebagai latar belakang untuk merambah dunia dakwah lebih luas agar tercapainya tujuan dan tepat sasaran terhadap segmentasi yang dituju. Dakwah adalah suatu kegiatan komunikasi keagamaan
yang
dihadapkan pada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin maju, karenanya memerlukan suatu penyesuaian terhadap kemajuan itu. Dakwah diharuskan untuk dikemas dengan terapan media komunikasi sesuai dengan macam-macam mad’u yang dihadapi. Dakwah yang menggunakan media komunikasi lebih efektif dan efisien.4
3
“Banyak Remaja Indonesia Hamil di Luar Nikah” Berita ini diakses pada 23 Desember 2013 http://www.beritasatu.com/berita-utama/81710-banyak-remaja-indonesia-hamil-di-luarnikah.html 4 M. Bahri Ghazali, Da’wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Da’wah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), h. 33.
4
Secara umum media-media benda yang dapat digunakan sebagai media dakwah dikelompokkan pada: media visual, audio, audio visual, dan media cetak.5 Pada media visual terdapat film slide, Overhead Proyektor (OHP), gambar dan foto. Pada media audio terdapat radio dan tape recorder. Pada media audio visual terdapat televisi, film atau sinetron, dan video. Sedangkan pada media cetak terdapat buku, surat kabar, dan majalah. Media cetak memiliki pengaruh yang besar dalam memengaruhi sekaligus mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku masyarakat. Media dakwah dapat menyalurkan fungsinya sebagai saluran yang efektif dalam melakukan pendidikan sosial, politik, moral, dan berbagai arti kehidupan lainnya secara massal.6 Keefektifan dakwah melalui media cetak dapat dilihat dari adanya kegiatan-kegiatan baru yang dipelopori oleh pelajar atau mahasiswa. Misalnya yaitu kegiatan bedah buku-buku Islam yang pembicaranya selain penulis buku tersebut juga ada tokoh Islam maupun kaum intelektual. Perkumpulan diskusi mahasiswa tentang kitab-kitab fiqih pun juga mulai bermunculan. Terdapat tujuh keunggulan dakwah melalui media cetak, diantaranya: Pertama, lebih dalam pengaruhnya dari gelombang suara lisan ahli pidato. Kedua, tulisan atau sari pena seorang pengarang cukup berbicara satu kali dan akan melekat terus menerus dalam hati serta menjadi buat tutur setiap hari. Ketiga, bahasa tulisan lewat media cetak lebih rapi dan lebih teratur dari pada 5
Amin, Ilmu Dakwah, h. 116. Suf Kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Da’wah Bi Al-Qalam dalam Al-Qur’an (Jakarta: Teraju, 2004), h. 129. 6
5
bahasa lisan karena menulis adalah berpikir dengan teratur. Keempat, pembaca bisa membaca berulang-ulang hingga meresapi. Kelima, lebih menguatkan jalinan atau persaksian. Keenam, terekam. Ketujuh, dapat diproduksi.7 Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pembahasan tentang dakwah melalui media cetak, yaitu buku. Buku merupakan kumpulan tulisan seseorang yang telah disusun sehingga seseorang dapat membacanya secara sistematis apa yang diungkapkan oleh penulisnya. Keberadaan buku di tengah masyarakat sangat besar peranannya. Dengan membaca buku seseorang dapat memperoleh informasi, dengan membaca buku seseorang dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang sesuatu dan dengan membaca buku seseorang dapat belajar sendiri tanpa perlu bantuan orang lain.8 Saat ini telah banyak buku Islam diterbitkan dan tidak lain merupakan karya dari tokoh-tokoh Islam, baik tokoh yang sudah lama berkecimpung dalam dunia dakwah maupun yang masih baru. Buku-buku tersebut ada yang masih bertahan untuk dikaji, seperti buku karya Imam Al-Ghazali berjudul Ihya’ ‘Ulumuddin dan Imam Nawawi berjudul Riyadh Ash-Shalihin. Selain buku cetakan dahulu, buku-buku Islam sekarang sudah tidak hanya mengenai hukum-hukum Islam seperti fiqh dan lainnya, tetapi telah mengaitkan fenomena yang terjadi di masyarakat ini dengan aturan Islam.
7 8
Kasman, Jurnalisme Universal, h. 127-129. Amin, Ilmu Dakwah, h. 123.
6
Salah satunya adalah buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw. Felix Yanwar Siauw yang merupakan seorang mualaf keturunan etnis Tionghoa ini, sebelum menerbitkan buku Udah, Putusin Aja, Felix sering berdakwah melalui jejaring sosial twitter tentang haramnya berpacaran karena tidak tertuang diAl-Qur’an maupun Hadits. Dari banyaknya pengalaman buruk follower ditwitter yang bercerita kepadanya baik melalui twitter atau via e-mail, melatar belakangi Felix dalam menulis buku tentang ruginya berpacaran. Hal ini ia katakan diakun twitter miliknya. Ketika peneliti membaca salah satu artikel diwebsite kompasiana mengenai larisnya buku Felix Yanwar Siauw, terdapat sebuah penjelasan dari Yadi Saeful Hidayat, yang merupakan editor in chief buku tersebut dari penerbit Mizan. Ia mengatakan bahwa larisnya buku itu tidak terlepas dari kepintaran penerbit dalam mempromosikan; yakni seperti event launching dan bedah buku yang diadakan, serta keberhasilan dari Felix sendiri mengenalkannya melalui twitter serta facebook. Yadi sendiri menjelaskan bahwa diterbitkannya buku tersebut karena melihat aktivitas dakwah Felix dimedia sosial yang membawa kepopulerannya menjadi meningkat. Hal ini didapati dari jumlah follower ditwitter yang saat ini mencapai 632.809 followers. Jika dibandingkan dengan buku serupa, salah satunya ialah buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan karya Salim A. Fillah, buku Udah, Putusin Aja memiliki beberapa keunggulan. Hal ini dilihat dari segi fisik buku. Buku karya Salim terlihat biasa seperti buku lainnya, yakni hanya berisi
7
tulisan saja tidak disertai gambar-gambar lucu dan unik seperti yang terdapat pada buku karya Felix. Jika ditelaah kembali, kedua buku ini segmentasinya sama yaitu remaja. Sedangkan minat remaja dalam membaca buku saat ini mengalami penurunan. Selain dari segi fisik buku, dari segi isi pun buku Udah, Putusin Aja lebih memuat banyak kalimat ajakan untuk tidak berpacaran dan kata-kata yang digunakan mudah dicerna oleh remaja. Hal ini berbeda dengan buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan yang dari segi penggunaan kalimatnya masih sulit dimengerti untuk remaja. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik meneliti buku Islam Udah, Putusin Aja dengan analisis naratif larangan pacaran dalam agama Islam. Maka penelitian ini berjudul Analisis Naratif Larangan Pacaran Dalam Agama Islam Pada Buku Udah, Putusin Aja Karya Felix Yanwar Siauw.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada larangan pacaran menurut agama Islam yang terkandung dalam buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw. Buku yang terdiri dari sebelas bab dan 180 halaman ini hanya peneliti teliti yang berhubungan dengan larangan pacaran dalam agama Islam dari buku tersebut dengan membatasi pada efek negatif dari pacaran.
8
2. Rumusan masalah yang peneliti angkat yakni sebagai berikut: 1. Apa alur cerita dari awal, tengah, dan akhir pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw? 2. Bagaimana larangan pacaran pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw berdasarkan analisis naratif Todorov dan teori penetrasi sosial Altman & Taylor?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menggambarkan alur cerita dari awal, tengah, dan akhir pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw. 2. Untuk menggambarkan larangan pacaran pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw berdasarkan analisis naratif Todorov dan teori penetrasi sosial Altman & Taylor.
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat secara teoritis untuk mengembangkan ilmu komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat membantu dalam tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis, terutama tentang analisis naratif dari isi pesan sebuah buku. Buku sebagai media yang
9
digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu sesuai dengan kepentingan penulis. Maka penelitian ini diharapkan bermanfaat agar isi buku harus mempertimbangkan faktor pengaruh positif dan baik bagi pembaca. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini bermanfaat secara praktis diantaranya yakni untuk mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi mahasiswa KPI dalam meneliti analisis naratif.
E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Pada penelitian ini paradigma yang digunakan yaitu paradigma konstruktivis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger.9 Paradigma konstruktivis melihat bahwa realitas kehidupan sosial merupakan hasil dari konstruksi, bukan realitas yang alami. Maka dari itu, analisis dalam pandangan konstruktivis ialah menemukan bagaimana realitas dikonstruksi dan menggunakan cara apa konstruksi tersebut dibentuk. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, karena
9
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2005), h. 13.
10
peneliti melihat buku Udah, Putusin Aja ditulis dengan maksud konstruksi penulis buku tersebut terhadap realitas negatif dari pacaran. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian disini menggunakan pendekatan kualitatif terhadap buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw. Pendekatan kualitatif fokus memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.10 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis naratif model Tzvetan Todorov dan teori penetrasi sosial Altman & Taylor. Peneliti menggunakan analisis naratif Todorof karena peneliti akan meneliti aluralur cerita mengenai larangan pacaran dalam buku Udah, Putusin Aja. Sedangkan
digunakan
teori
penetrasi
sosial
karena
teori
ini
mengungkapkan tentang perkembangan hubungan antar individu dari baru mengenal sampai sangat mengenal.
10
Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 306.
11
Sebuah teks baru bisa disebut sebagai narasi apabila terdapat beberapa peristiwa atau rangkaian dari peristiwa-peristiwa.11 Analisis naratif melihat teks berita sebuah berita, sebuah cerita, sebuah dongeng. Di dalam cerita ada plot, adegan, tokoh, dan karakter.12 Model naratif Todorov memiliki struktur dari awal sampai akhir, yakni terdapat awalan, pertengahan, dan akhir.13 Teori penetrasi sosial merupakan teori yang muncul untuk mengkaji seperti apa proses perkembangan keintiman antar individu dalam sebuah hubungan. Teori yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor ini berbicara mengenai perkembangan hubungan tahap baru mengenal sampai benar-benar mengenal secara mendalam.14 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Mendalam Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan
11
Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 2. 12 Eriyanto, Analisis Naratif, h. 8. 13 Branston & Stafford, The Media Student’s Book (London: Routledge, 2003), h. 33. 14 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi Edisi 9. Penerjemah Mohammad Yusuf Hamdan (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 291.
12
demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.15 Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian yakni dengan cara mewawancarai penulis buku Udah, Putusin Aja, yaitu Felix Yanwar Siauw. b. Dokumentasi Selain melakukan pengamatan pada buku Udah, Putusin Aja, peneliti juga menggunakan metode dokumentasi dalam mengumpulkan data-data penelitian. Data tersebut berasal dari buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini maupun informasi yang didapat dari internet. Tidak hanya itu, dokumen berbentuk surat-surat; catatan harian; dan foto adalah sebagai bukti bahwa peneliti telah melaksanakan penelitian ini. 5. Teknik Analisis Data Peneliti mendapatkan data-data dari hasil wawancara dengan penulis buku Udah, Putusin Aja dan berbagai referensi yang membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, baik berupa buku maupun data dari internet. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis teks cerita dari segi alur awal, tengah, dan akhir berdasarkan analisis naratif Todorov serta teori penetrasi sosial Altman & Taylor.
15
M. Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), h.108.
13
Tzvetan Todorov dikenal karena mengajukan gagasannya tentang struktur dari suatu narasi. Menurut Todorov, narasi adalah apa yang dikatakan, karenanya mempunyai urutan kronologis, motif dan plot, dan hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa. Tidak hanya itu, Todorov juga mengatakan suatu narasi mempunyai struktur dari awal hingga akhir.16 Teori penetrasi sosial Altman dan Taylor mengungkapkan perkembangan hubungan antar individu. Dalam perkembangannya, terdapat lima tahap yang dilalui, yaitu: orientation stage, exploratory affective, affective stage, stable stage, dan depenetration.17 6. Waktu dan Tempat Wawancara Wawancara ini dilaksanakan dua kali karena data-data yang didapatkan peneliti sudah cukup untuk diolah ke dalam penelitian. Wawancara pertama yaitu pada bulan Januari yakni hari Senin tanggal 27 Januari 2014. Tempat wawancara dilakukan digedung Auditorium TVRI (Televisi Republik Indonesia) ketika Felix melakukan tapping siaran acara Inspirasi Iman di TVRI. Wawancara kedua pada bulan April yakni hari Rabu tanggal 23 April 2014 yang berlangsung di ruko milik Felix Yanwar Siauw di daerah Daan Mogot Baru sebelum Felix melakukan kajian. Wawancaran ini dilakukan dengan sebelumnya berkoordinasi terlebih dahulu dengan Felix selaku penulis buku Udah, Putusin Aja.
16
Eriyanto, Analisis Naratif, h. 46. Emory A. Griffin, A First Look at Communication Theory (New York: McGraw-Hill, 2003), h. 135. 17
14
7. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw, objeknya yaitu isi buku tentang larangan pacaran menurut agama Islam.
F. Tinjauan Pustaka Untuk menghindari tindakan plagiarism, maka peneliti telah melakukan penelusuran literatur-literatur penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti buat. Berikut ini adalah penelitian yang peneliti jadikan tinjauan pustaka, diantaranya: Nilai-nilai Kekeluargaan Dalam Novel Lontara Rindu oleh Dewi Angela, mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Persamaannya yakni teletak pada pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif dan metode penelitian analisis naratif serta model naratif Tzvetan Todorov. Perbedaannya terletak pada objek dan judul. Penelitian ini membahas tentang bagaimana nilai-nilai kekeluargaan itu digambarkan dan penokohannya seperti apa pada novel Lontara Rindu. Pengaruh Pacaran Terhadap Prestasi Belajar Siswa (Studi Kasus Yayasan SMEA Puspita Bangsa Ciputat-Tangerang) oleh Zuhrotul Hayati, mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. Persamaannya yakni membahas
15
tentang pacaran. Perbedaannya yakni terletak pada judul, objek, pendekatan, dan metode yang digunakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif analisis. Penelitian ini membahas tentang seberapa besar pengaruh pacaran terhadap prestasi belajar siswa SMEA Puspita Bangsa di Ciputat, Tangerang. Analisis Naratif Film Dokumenter Alkinemokiye: The Struggle Dawns New Hope oleh Hilman Fauzi, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Persamaannya yakni terletak pada pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif dan metode penelitian analisis naratif serta model naratif Tzvetan Todorov. Perbedaannya terletak pada judul, objek. Penelitian ini membahas tentang seperti apa karakter para tokoh dalam film tersebut, bagaimana cerita di awal; pertengahan hingga akhir film, dan seperti apa sifat-sifat yang berlawanan pada film itu. Analisis Narasi Yang Ditulis Oleh Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar Negeri oleh Yasmin Aulia Hayyu, mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Studi Indonesia Universitas Indonesia, 2008. Persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Perbedaannya terletak pada objek, judul, dan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana kemampuan siswa kelas empat sekolah dasar negeri dalam mendeskripsikan struktur narasi dan aspek-aspek kebahasaan yang muncul dalam narasi.
16
G. Sistematika Penulisan Peneliti
membagi
penelitian
ini
ke
dalam
lima
bab
agar
mempermudah dalam pembahasannya, disetiap bab terdapat sub bab. Sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan, meliputi Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan. Bab II : Landasan Teoritis dan Kerangka Konsep, meliputi Teori Penetrasi Sosial Altman dan Taylor, Teori Naratif Todorov, Konsep Buku, Definisi Konsep Pacaran Menurut Islam. Bab III : Gambaran Umum Buku, meliputi Deskripsi Tampilan Fisik Buku Udah, Putusin Aja, Sinopsis Buku Udah, Putusin Aja, dan Biografi Felix Yanwar Siauw. Bab IV : Analisis Buku Udah, Putusin Aja, meliputi Analisis Naratif Todorov dalam Buku Udah, Putusin Aja, Analisis Naratif Todorov dan Penetrasi Sosial Altman & Taylor pada Kedudukan Hubungan Manusia dalam Berkomunikasi, Analisis Larangan Pacaran dalam Buku Islam Udah, Putusin Aja. Bab V
: Penutup, meliputi Kesimpulan dan Saran.
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
A. Teori Penetrasi Sosial Altman dan Taylor Teori penetrasi sosial merupakan teori yang muncul untuk mengkaji seperti apa proses perkembangan keintiman antar individu dalam sebuah hubungan. Teori yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor ini berbicara mengenai perkembangan hubungan tahap baru mengenal sampai benar-benar mengenal secara mendalam.1 Penetrasi sosial (social penetration) didasari melalui proses suatu hubungan yang telah terjalin dimana individu-individu berkembang dari komunikasi supersial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Menurut Altman dan Taylor, keintiman yang dimaksud tidak sekedar keintiman fisik; tetapi juga keintiman pola pikir dan emosional. Maka dari itu, proses dalam teori penetrasi sosial Altman dan Taylor ini terdapat didalamnya perilaku verbal (kata-kata yang digunakan), perilaku non verbal (postur tubuh individu, sejauh mana individu tersenyum, dan sebagainya) dan perilaku yang merujuk pada lingkungan (kehidupan sosial dimasyarakat dengan objek fisik yang ada di lingkungan, dan sebagainya).2
1 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi Edisi 9. Penerjemah Mohammad Yusuf Hamdan (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 291. 2 Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3: Analisis dan Aplikasi. Penerjemah Maria Natalia Damayanti Maer (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 196.
17
18
Teori
penetrasi
sosial
menyatakan
bahwa
seseorang
dapat
mempelajari berbagai hal yang berbeda pada orang lain atau seseorang tersebut bisa mempelajari secara lebih dalam mengenai informasi satu atau dua hal. Hubungan yang terjalin semakin dekat membuat kedekatan antar keduanya lebih luas dan mendalam. Teori penetrasi sosial ini menjelaskan tentang perkembangan hubungan dua orang atau lebih sehingga orang tersebut menjadi intim atau akrab. Altman dan Taylor menerapkan teori penetrasi sosial pada contoh Pete dan Jon. Pete adalah mahasiswa baru yang pertama kali menginjakan kakinya di asrama kampus bersama teman sekamarnya. Pete sudah mengucapkan selamat tinggal kepada teman-temannya dulu dan pacarnya. Ia khawatir bagaimana perasaan pacarnya yang ditinggal dan ia hanya kembali ke rumah ketika perayaan Thanksgiving. Akankah pacarnya mengalami keadaan seperti diilustrasikan oleh pepatah lama yang berbunyi “ketiadaan membuat hati tumbuh makin cinta” atau akankah “hilang dari penglihatan, hilang dari pikiran” menjadi pepatah yang lebih pas menggambarkan hubungan selanjutnya? Demikian dengan Jon, teman sekamar Pete. Beberapa menit sebentar mereka bertukar percakapan yang memberikan mereka kesempatan dapat saling berpendapat satu sama lain. Terkadang Pete ingin memberitahu Jon bahwa ia merindukan pacarnya, tetapi ia merasa hal itu
19
tidak tepat untuk diceritakan saat pertemuan pertama yang sebaiknya diceritakan lain kali.3 Dari penjabaran contoh Pete dan Jon, Altman dan Taylor pada teori penetrasi sosia memiliki lima tahap perkembangan individu, yaitu:4 1. Orientation Stage. Hal-hal yang termasuk ditahap ini merupakan tahapan dimana antar keduanya baru bertemu dan baru akan mengenal satu sama lain. Pertukaran informasi umum saat baru mengenal seringkali lebih terjadi dibanding informasi pribadi. 2. Exploratory Affective. Dalam hubungan keduanya terdapat timbal balik, yakni setelah mulai sering terjadi percakapan antara satu sama lain, Pete dan Jon masing-masing memberikan informasi dari percakapan yang terjalin tentang kehidupan pribadi. Baik Pete maupun Jon, sudah timbul sedikit adanya kepercayaan sehingga sikap keterbukaan hadir. 3.
Affective Stage. Penetrasi berjalan dengan cepat diawal tetapi perlahanlahan secara pasti terjadi keintiman semakin dalam. Pada tahap ini masingmasing keduanya saling memiliki rasa cocok atau nyaman ketika berbicara. Perasaan menyukai baik sebagai teman bercengkrama atau ada rasa ketertarikan dapat terasa pada tahap ini.
4. Stable Stage. Ketika rasa nyaman sebagai teman akrab sudah terjalin, mulai terdapat konflik walaupun kecil. Konflik-konflik tersebut biasanya akan membuat hubungan kedekatan akan renggang, namun jika keduanya
3
Emory A. Griffin, A First Look at Communication Theory (New York: McGraw-Hill, 2003), h. 132. 4 Griffin, A First Look at Communication Theory, h. 135.
20
bisa memperbaiki, kedekatan tersebut dapat terjalin lagi dengan penyelesaian secara baik-baik. 5.
Depenetration. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari teori penetrasi sosial, dimana pada tahap ini kehangatan yang terjalin antar satu sama lain sudah semakin hangat walau terdapat gangguan-gangguan berupa konflik. Hubungan keduanya terjalin lebih dalam dipermudah dengan kedekatan yang sudah ada, yakni keterbukaan dan kepercayaan. Hal ini bisa diartikan sebagai proses pembukaan informasi diri sendiri kepada orang lain yang memiliki tujuan. Informasi yang diberikan bersifat pribadi dan hanya diberikan kepada orang-orang yang dipercaya. Altman dan Taylor berpendapat suatu hubungan yang tidak intim dapat maju menuju hubungan yang intim disebabkan oleh keterbukaan dari individu sendiri.
B. Teori Naratif Todorof 1. Definisi Analisis Naratif Analisis naratif biasa digunakan dalam penelitian tentang ceritacerita fiksi, seperti novel, dongeng, atau film. Kenyataannya, analisis naratif juga digunakan pada peristiwa fakta, sebab pada dasarnya analisis naratif merupakan analisis bagaimana cara dan struktur cerita dari suatu teks. Peristiwa fakta bisa dicontohkan yakni sebuah berita. Dalam teks berita, terdapat struktur bercerita, alur (plot), sudut panggambaran, hingga karakter.
21
Narasi berasal dari kata Latin narre, yang artinya “membuat tahu.” Dengan begitu, narasi berhubungan dengan usaha untuk memberitahu sesuatu atau peristiwa.5 Teori naratif merupakan teori yang membahas tentang perangkat dan konvensi dari sebuah cerita. Cerita yang dimaksud bisa dikategorikan fiksi atau fakta yang sudah disusun secara berurutan. Hal ini memungkinkan khalayak untuk terlibat dalam cerita tersebut.6 Narasi merupakan cerita yang berkelanjutan dan memiliki dua sisi. Sisi pertama adalah rantai atau plot. Plot itu bergerak diantara keseimbangan terbuka yang terganggu, mempercepat yang dilakukan melalui halangan biasanya, kemudian menuju keseimbangan yang baru. Sisi kedua dari narasi melibatkan pilihan, yakni seperti apa cara cerita tersebut diceritakan. Narasi dapat digunakan pada genre non-fiksi, seperti berita televisi.7 Definisi menarik tentang narasi diungkapkan oleh Branigan, yakni narasi adalah cara untuk mengelola data spasial dan temporal menjadi penyebab dan memunculkan efek keterkaitannya sebuah peristiwa, dari awal, tengah, dan akhir cerita yang akan menimbulkan sifat dari cerita itu.8
5
Eriyanto, Analisis Naratif: Dasar-dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 1. 6 Gill Branston & Roy Stafford, The Media Student’s Book, 3rd ed (London: Routledge, 2003), h. 32. 7 John Hartley, Communication, Cultural, and Media Studies: Konsep Kunci Cet. 1. Penerjemah Kartika Wijayanti (Yogyakarta: Jalasutra Anggota IKAPI, 2010), h. 206-207. 8 Branston & Stafford, The Media Student’s Book (London: Routledge, 2003), h. 33.
22
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis naratif adalah analisis yang digunakan untuk memberi tahu atau mengelola struktur sebuah cerita, baik cerita fiksi maupun fakta yang di dalamnya terdapat alur, tokoh, karakter, sudut penggambaran, dan lainnya secara berurutan. 2. Karakteristik Narasi Sebuah teks dikatakan narasi jika didalamnya terdapat tiga karakteristik narasi, antara lain:9 adanya rangkaian peristiwa, rangkaian peristiwa yang mengikuti logika tertentu, dan pemilihan peristiwa. Pertama, adanya rangkaian peristiwa yakni sebuah narasi tidak bisa hanya terdiri dari satu peristiwa saja, tetapi harus terdiri dari rangkaian peristiwa, minimal dua peristiwa. Sebab, jika hanya satu peristiwa saja, tidak ada yang bisa dirangkai. Kedua, rangkaian peristiwa harus mengikuti logika tertentu. Jika peristiwa tersebut dirangkainya secara acak, maka makna yang disampaikan tidak akan sampai ke pembaca. Rangkaian peristiwa disusun secara logis dan berurutan, tetapi bisa juga salah satunya. Misalnya yaitu rangkaian peristiwa yang berurutan sesuai waktu kejadian atau bisa juga sesuai dengan peristiwa yang berkaitan dengan yang satunya sehingga menghasilkan makna. Ketiga, terdapat pemilihan peristiwa yang dirangkai. Dari sekian peristiwa yang ada akan dipilih beberapa saja yang sesuai
9
Eriyanto, Analisis Naratif, h. 2.
23
dengan makna yang ingin disampaikan. Pada karakteristik ini, tentu terdapat proses mana peristiwa yang diambil dan mana yang dibuang. Proses penyaringan cerita sehingga cerita itu bisa dipahami oleh pencerita maupun pembaca mengharuskan adanya urutan waktu: permulaan, pertengahan, dan akhir cerita.10 Oleh sebab itu, ketiga karakteristik narasi di atas harus dimiliki sebuah teks jika ingin dikatakan sebuah narasi. Menggunakan analisis naratif berarti menempatkan teks sebagai sebuah cerita (narasi) sesuai dengan karakteristik di atas. Teks dilihat sebagai rangkaian peristiwa, logika, dan tata urutan peristiwa, bagian dari peristiwa yang dipilih dan dibuang. Analisis naratif mempunyai sejumlah kelebihan.11 Pertama, analisis naratif membantu kita memahami bagaimana pengetahuan, makna, dan nilai diproduksi dan disebarkan dalam masyarakat. Sehingga dengan menggunakan analisis naratif kita akan bisa mengungkapkan nilai dan bagaimana nilai tersebut disebarkan kepada masyarakat. Kedua, analisis naratif membuat kita mengerti seperti apa dunia sosial dan politik diceritakan dalam sebuah pandangan yang bisa membantu memahami kekuatan dan nilai sosial
yang dominan
dimasyarakat. Dalam narasi sejarah, yang paling menonjol diceritakan yaitu kelompok atau orang paling berkuasa. Dengan begitu, kita dapat
10 Ian Parker, Psikologi Kualitatif. Penerjemah: Victorius Didik Suryo Hartoko (Yogyakarta: ANDI, 2008), h. 108. 11 Eriyanto, Analisis Naratif, h. 9-10.
24
mengetahui karakter mana yang pahlawan dan penjahat serta makna apa yang diambil dari cerita tersebut. Ketiga, peristiwa yang dipilih dan penggambaran sebuah karakter, yakni pilihan mengenai karakter mana yang menjadi penjahat dan pahlawan, serta pilihan tentang nilai-nilai pendukung agar terciptanya makna yang ditonjolkan oleh pembuat cerita. Keempat, analisis naratif merefleksikan kontinuitas dan perubahan komunikasi. Cerita yang sama mungkin diceritakan beberapa kali dengan cara dan narasi yang berbeda dari satu waktu ke waktu lain. Perubahan narasi menggambarkan kontinuitas atau perubahan nilai-nilai yang terjadi dalam masyarakat. 3. Analisis Naratif Tzvetan Todorof Dalam narasi, peristiwa dilihat tidak datar, sebaliknya terdiri atas berbagai bagian. Pembuat narasi tidak hanya memilih peristiwa yang dipandang penting tetapi juga menyusun peristiwa tersebut ke dalam tahapan tertentu. Peristiwa dalam narasi memiliki tahapan, yaitu adanya awal dan akhir. Tahapan atau struktur narasi yang dimaksud tersebut adalah cara pembuat narasi dalam menghadirkan peristiwa kepada khalayak.12 Tzvetan Todorov merupakan seorang ahli sastra dan budaya dari Bulgaria yang memiliki gagasan tentang struktur dari suatu narasi. Ia melihat bahwa pada teks terdapat struktur tertentu. Menurutnya, pembuat teks dalam menyusun narasi belum tentu secara sadar membentuk struktur
12
Eriyanto, Analisis Naratif, h. 45.
25
seperti itu. Narasi dalam pandangan Todorov ialah apa yang dikatakan, maka dari itu narasi memiliki urutan kronologis motif dan plot, serta adanya hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa. Todorov berpendapat bahwa sebuah cerita dimulai dari adanya keseimbangan, di mana terdapat pontensi gangguan yang bertentangan dengan keseimbangan tersebut. Teori ini juga memiliki struktur dari awal sampai
akhir,
yakni
terdapat
awalan,
pertengahan,
dan
akhir.
Keseimbangan ini tertuju pada keadaan tertentu dan bagaimana keseimbangan tersebut digambarkan dengan cara tertentu diantara potensi gangguan bertentangan yang ada. Menurut Todorov, tentang bagaimana; kapan dan dimana dari sebuah cerita selalu dipertanyatakan. 13
C. Konsep Buku Media cetak adalah barang cetak yang digunakan sebagai sarana penyampaian pesan seperti surat kabar, brosur, buletin, buku, dan sebagainya.14 Buku merupakan media cetak yang akan peneliti bahas, yakni sebuah buku Islam berjudul Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw. Dalam arti luas, buku mencakup semua tulisan dan gambar yang ditulis dan dilukis dari segala macam materi, seperti: papyrus, lontar, perkamen, dan kertas dengan berbagai macam bentuknya. Ada yang berbentuk gulungan, dilubangi, diikat, atau dijilid. Buku merupakan hasil dari perekaman dan perbanyakan yang paling populer. Berbeda dengan media 13 14
Branston & Stafford, The Media Student’s Book, h. 36. Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya Cet.1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 228.
26
cetak lain, yakni koran, tabloid; buku dibuat untuk dibaca dengan tidak terlalu memperhatikan waktu terbitnya karena tidak begitu memengaruhi.15 Karena fungsi dan peranannya yang sangat penting dalam mengomunikasikan, mendokumentasikan, serta menyebarluaskan hasil pemikiran manusia, maka buku disebut sebagai inti dan pondasi dari media cetak. Selain buku, tidak ada media cetak yang begitu lama dan tinggi kandungan nilai hasil olah pikir dan olah budaya manusia di dalamnya.16 Buku biasanya menarik minat baca individu yang berpendidikan tinggi atau yang memerlukan sesuatu yang lebih serius secara mendalam dibanding isi media lain.17 Dengan begitu tidak heran bila banyak individu yang mempercayai buku sebagai referensi dalam mengerjakan sebuah penelitian (karya tulis), misalnya buku; skripsi; tesis, dan disertasi. 1. Kategori Buku: Berbagai jenis buku yang telah diterbitkan, tentu dengan segmentasi pembaca yang berbeda membuat Association of America Publishers membagi buku dalam beberapa kategori penjualan, yaitu:18 a. Edisi klub buku (book club edition) adalah buku yang dijual dan didistribusikan serta dipublikasikan oleh klub-klub buku.
15
R Masri Sareb Putra, Media Cetak: Bagaimana Merancang dan Memroduksi Cet.1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 38. 16 Putra, Media Cetak: Bagaimana Merancang dan Memroduksi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 38. 17 William L. Rivers et al., Media Massa & Masyarakat Modern Cet. Ke-3. Penerjemah Haris Munandar & Dudy Priatna (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 305. 18 Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya. Penerjemah S. Rouli Manalu (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 100-101.
27
b. El-hi adalah buku teks yang diproduksi untuk sekolah, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah atas. c. Buku teks perguruan tinggi (higher education) adalah buku teks yang diproduksi untuk perguruan tinggi dan universitas. d. Buku pesan-kirim (mail-order book) adalah buku-buku yang diiklankan ditelevisi oleh Time-Life Books, dikirimkan lewat pos dan biasanya merupakan jilid dari gabungan buku edisi khusus atau novel klasik. e. Buku massal bersampul tipis (mass market paperback) adalah buku yang dipublikasikan dalam edisi bersampul tipis dan dibuat untuk menarik pembaca yang luas; seperti novel roman, buku diet, dan bukubuku pertolongan mandiri. f. Buku untuk kalangan profesional (profesional book) adalah buku pendidikan yang dibuat khusus untuk para profesional, seperti dokter, insinyur, pengacara, ilmuwan, dan manajer. g. Buku religi (religion book) adalah buku-buku seperti Alkitab, katekisme, dan buku-buku pujian. h. Buku yang terstandardisasi (standarized test) adalah buku petunjuk dan buku latihan yang dibuat untuk para pembaca dalam menghadapi berbagai ujian, seperti SAT atau barexam. i. Buku referensi berlangganan (subscription reference book) adalah publikasi seperti Encyclopedia, Britanica, atlas, dan kamus yang biasanya dibeli secara langsung dari penerbit.
28
j. Trade books dapat berupa hardcover atau softcover dan tidak hanya termasuk fiksi dan nonfiksi, namun juga seperti buku memasak, biografi, buku seni, buku coffee-table (buku yang dengan sengaja ditaruh di atas coffee table atau meja tamu, yang isinya berupa gambargambar dengan tujuan memberikan visualisasi kepada tamu) dan buku ‘how-to’. k. Buku terbitan penerbit kampus (university press book) berasal dari perusahaan penerbitan yang bekerja sama dengan sekaligus berada di bawah naungan universitas. Dalam penelitian ini, buku Udah, Putusin Aja termasuk ke dalam buku religi. Hal ini disebabkan buku Udah, Putusin Aja berisi tentang materi-materi agama Islam, yaitu tentang larangan pacaran yang disetai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits. 2. Nilai Budaya Buku Buku memiliki nilai-nilai budaya dalam kehidupan setiap manusia. Nilai tersebut berpengaruh terhadap perubahan sikap dan pola pikir masyarakat. Melalui buku, individu menemukan dunia baru yang ditemui. Berikut ini merupakan nilai-nilai budaya buku, antara lain:19 a. Buku merupakan agen perubahan sosial dan budaya. Buku bebas dari kebutuhan dalam menghasilkan produk untuk pengiklan, ide-ide yang unik, kontroversi, bahkan ide-ide revolusioner dapat menjangkau masyarakat. Contohnya: Turner Diaries karya Andrew MacDonald
19
Baran, Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya, h. 91-96.
29
adalah buku pedoman yang berisi ideologi dan cara-cara pergerakan milisi anti-pemerintah di Amerika Serikat. b. Buku merupakan sebuah tempat penyimpanan budaya yang penting. Biasanya masyarakat selalu mencari pada buku untuk mencari kepastian dan kebenaran tentang dunia tempat masyarakat tinggal dan hal-hal yang ingin diketahui. c. Buku adalah jendela masyarakat ke masa lalu. Seperti apa Amerika Serikat pada abad ke-19? Bacalah Democracy in America karya Alexis de Tocqueville. Bagaimana dengan Inggris pada awal 1800-an? Bacalah Pride and Prejudies karya Jane Austen. Buku-buku tersebut dituliskan dengan menggambarkan kejadian itu terjadi pada masanya. Buku-buku ini merupakan gambaran yang lebih akurat dibanding yang tersedia dalam media elektronik modern. d. Buku merupakan sumber utama dalam pengembangan kepribadian seseorang. Buku yang lebih jelas untuk hal ini adalah buku-buku pertolongan mandiri dan pengembangan diri. Tetapi, buku juga berbicara kepada kita secara pribadi lebih dibanding media yang diikuti oleh pengiklan karena buku lebih kecil dan mengutamakan targer pasar. e. Buku adalah sumber hiburan, pelarian, dan gambaran diri yang luar biasa. Arthur C. Clarke, John Grisham, Judith Krontz, dan Stephen King, semua memiliki keahlian dalam menulis novel yang sangat menghibur dan imajinatif.
30
f. Pemberian dan pembacaan sebuah buku adalah kegiatan yang jauh lebih personal dibanding mengonsumsi media yang didukung oleh iklan (televisi, radio, surat kabar, dan majalah) atau media dengan promosi yang tinggi (musik populer dan film). Dengan demikian, buku cenderung mendorong diri dengan tingkatan yang lebih tinggi daripada media-media lain. g. Buku merupakan cerminan budaya. Buku, beserta media lainnya merefleksikan budaya yang menciptakan sekaligus mengonsumsinya.
D. Definisi Konsep Pacaran Menurut Islam Pacaran merupakan fenomena yang mudah ditemui saat ini. Hampir setiap orang melewatkan masa remajanya dengan berpacaran. Beberapa alasan dikemukakan bahwa pacaran dilakukan sebagai penyemangat atau memotivasi belajar remaja. Tidak hanya itu, pacaran juga dilakukan sebagai identitas diri remaja yang membanggakan karena telah menjadi remaja gaul. Dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, pacaran berasal dari kata “pacar” yang berarti kekasih; yang dicintai dan dikasihi. Sedangkan kata “berpacaran” berarti bercintaan, berkasih-kasihan.20 Pacaran memiliki banyak arti, tetapi pada intinya pacaran adalah hubungan yang terjalin antara seorang remaja dengan lawan jenisnya yang didasari rasa cinta. Praktik pacaran juga bermacam-macam, ada yang sekedar
20
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap (Surabaya: Apollo, 1997), h. 452.
31
berkirim surat, telpon, mengantar, menjemput atau menemani pergi ke suatu tempat, apel, sampai ada yang layaknya pasangan suami istri.21 Pacaran dapat diartikan sebagai ajang untuk saling mengenal agar mengetahui karakter masing-masing pasangan. Selain itu, pacaran juga berarti hubungan cinta kasih antara lawan jenis di luar nikah, tidak memiliki kandungan nilai, dan terdapat kegiatan-kegiatan yang membahayakan masa depan kedua pasangan tersebut baik dunia maupun akhirat.22 Pacaran adalah suatu tingkatan hubungan batin yang telah mendalam antara pria dan wanita. Tingkatan disini berarti terjadi suatu kenaikan menuju yang lebih baik dari sebelumnya dan mendalam dalam hal hubungan batin.23 Pacaran adalah masa pendekatan yang dilakukan oleh sepasang individu yang berlawan jenis. Dimulai dengan saling mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang. Dapat juga disebut bahwa pacaran adalah langkah awal untuk mewujudkan harapan dan cita-cita kehidupan yang ideal, yaitu memiliki pendamping hidup yang saling melengkapi.24 Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah masa pendekatan yang dilakukan antar dua orang yang saling mencintai dan menyayangi untuk saling mengenal satu sama lain lebih dalam sebelum menuju pernikahan.
21 Jefri Al-Bukhari, Sekuntum Mawar Untuk Remaja (Jakarta: Pustaka Al-Mawardi, 2005), h. 11-12. 22 Abu Al-Ghifari, Pacaran yang Islami Adakah? (Bandung: Mujahid Press, 2003), h. 1920. 23 EV. Djohan Kubnadi, Berpacaran yang Sehat, (Jakarta: Metanoia, 2006), h. 3. 24 Sholeh Gisymar, Mitos Pacaran (Yogyakarta: Amorbook, 2005), h. 4.
32
Sebelum seperti sekarang ini, pacaran hanya berfungsi sebagai penyeleksian pasangan untuk menikah saja. Biasanya orang tua akan sibuk dengan membanggakan anaknya sebagai calon pasangan. Untuk saat ini, kondisi seperti itu sudah berubah. Remaja memiliki kendali yang cukup besar dalam menentukan dengan siapa akan menjalin hubungan. Di zaman sekarang, pacaran minimal memiliki delapan fungsi: 25 1. Pacaran merupakan sebuah bentuk rekreasi. Remaja berpacaran terlihat menikmatinya dan menganggap bahwa pacaran sebagai sumber kesenangan dan rekreasi. 2. Pacaran dapat menjadi sumber yang memberikan status dan prestasi. Remaja
dinilai
berdasarkan
status
orang
yang
diajak
kencan,
penampilannya, popularitasnya, dan sebagainya. 3. Pacaran merupakan bagian dari proses sosialisasi di masa remaja. Pacaran dapat membantu remaja untuk mempelajari bagaimana bergaul dengan orang lain serta mempelajari tata-krama dan perilaku sosial. 4. Pacaran melibatkan kegiatan mempelajari keakraban dan memberikan kesempatan untuk menumbuhkan hubungan yang bermakna dan unik dengan lawan jenis kelamin. 5. Pacaran dapat menjadi sarana untuk melakukan eksperimen dan eksplorasi seksual. 6. Pacaran dapat memberikan rasa persahabatan melalui interaksi dan aktivitas bersama lawan jenis kelamin. 25
John W. Santrock, Remaja: jilid 2 edisi kesebelas. Penerjemah Benedictine Widyasinta (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 82.
33
7. Pengalaman pacaran berkontribusi bagi pembentukan dan pengembangan identitas. Pacaran juga membantu remaja untuk memperjelas identitas mereka dan memisahkannya dari asal-usul keluarga. 8. Pacaran dapat memberikan kesempatan kepada remaja untuk mensortir dan memilih pasangan. Munculnya niat seseorang ingin berpacaran biasanya terdapat sebuah alasan untuk melakukannya. Pacaran dianggap remaja sebagai hal yang penting dari kehidupannya. Di bawah ini merupakan beberapa alasan seseorang berpacaran:26 a. Pacaran sebagai bentuk rekreasi. Salah satu alasan banyak orang yang berpacaran yakni agar dapat bersantai-santai, memperoleh kesenangan, dan menikmati kehidupan dari kesibukan yang dilakukan sehari-hari. b. Pacaran sebagai bentuk pertemanan, persahabatan, dan keintiman pribadi. Banyak remaja berpacaran untuk memiliki seorang teman dekat yang bisa bertukar cerita, mendengarkan keluh kesah, dan bertukar pikiran mengenai hal-hal penting dalam hidup. c. Pacaran sebagai bentuk sosialisasi. Pacaran membantu seseorang mempelajari dan memahami keterampilan bersosialisasi, menambah kepercayaan diri dan ketenangan, mulai menjadi ahli dalam berbicara, bekerjasama, dan perhatian terhadap orang lain.
26
Mary Kay DeGenova, Intimate Relationships, Marriages & Families 7th ed. (New York: McGraw-Hill, 2008), h. 119.
34
d. Pacaran berkontribusi untuk pengembangan kepribadian. Salah satu cara bagi individu yang dilakukan untuk mengembangkan identitas diri mereka yaitu melalui berhubungan dengan orang lain (pacaran). e. Pacaran memberikan kesempatan untuk mencoba peran gender. Peran gender harus dipraktekkan dalam kehidupan nyata dengan pasangan. Banyak wanita saat ini menemukan bahwa mereka tidak bisa menerima peran tradisionalnya yang pasif; pacaran membantu mereka mengetahui hal ini. Pria juga mencoba belajar jenis peran apa saja yang mereka inginkan untuk berasumsi dalam pacaran. . f. Pacaran merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang. Tidak peduli berapa banyak teman sehari-hari yang dimiliki, mereka akan menemukan perasaan mendalam yang dibutuhkan untuk cinta dan kasih sayang ketika pacaran. g. Pacaran memberikan kesempatan untuk percobaan dan kepuasan seksual. Pacaran menjadi lebih berorientasi seksual, dengan adanya peningkatan jumlah kaum muda yang semakin tertarik untuk melakukan hubungan intim. h. Pacaran merupakan bentuk seseorang mencari teman hidup dengan jangka waktu yang lama. Dalam budaya kita, pacaran merupakan metode menyeleksi pasangan yang terbaik. Prosesnya dilakukan dari banyak sekali calon pasangan menjadi beberapa yang dapat dihitung dengan jari, lalu hanya satu terpilih.
35
Tetapi, tidak semua orang mendapatkan pasangan hidup yang terbaik melalui pacaran. Ada juga cara lain dalam menemukan pasangan hidup, yakni berteman lama dengan seseorang tanpa menyadari bahwa diantara keduanya memiliki banyak kecocokan dan karena telah lama berteman, tentu telah mengenal baik satu sama lain. Jadi, pacaran adalah bentuk seseorang sebelum menuju pernikahan. Tidak hanya menyeleksi pasangan saja, tetapi pacaran juga bisa menjadi gambaran seseorang untuk belajar seperti apa kehidupan menikah nanti. Selain itu, pacaran juga dapat dimanfaatkan untuk individu dalam memahami sifat dan perilaku orang. Dilihat dari definisi pacaran sebelumnya pada konsep pacaran, yakni dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, pacaran berasal dari kata “pacar” yang berarti kekasih; yang dicintai dan dikasihi. Sedangkan kata “berpacaran” berarti bercintaan, berkasih-kasihan.27 Dari definisi di atas, pacaran tidak dilarang dalam Islam. Islam membolehkan jika pacaran yang dimaksud sesuai dengan arti pada Kamus Bahasa Indonesia Lengkap itu. Mengenai bercintaan dan berkasih-kasihan, terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 14 yang berbunyi:28 َ ُزيِّنَِ للنَّاسِ حُبِ ال َّشهَ َواتِ منَِ النِّ َساءِ َو ْالبَنينَِ َو ْالقَنَاطيرِ ْال ُمقَ ْن ِط َرةِ منَِ ال َّذهَبِ َو ْالفضَّةِ َو ْال َخيْل ُِّللاُ ع ْن َدِهُ ْال َمآب ُحسْن َِّ ع ْال َحيَاةِ الد ْنيَا َو ُِ ك َمتَا َِ ْال ُم َس َّو َمةِ َو ْاْلَ ْن َعامِ َو ْال َحرْ ثِ َٰ َذل
Artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” 27
Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, h. 452. Artikel ini diakses pada 28 http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=3&aid=14&pid=arabicid 28
April
2014
dari
36
Jika dilihat definisi pacaran yang dimaksud pada saat ini yaitu sebuah aktivitas yang mendekati zina, maka definisi pacaran yang terdapat pada Kamus Bahasa Indonesia Lengkap dengan pacaran dalam kenyataannya tidak sama. Islam memang tidak secara langsung mengatakan bahwa pacaran itu dilarang hukumnya. Tetapi, di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan bahwa pacaran itu dilarang, yaitu perbuatan yang mendekati zina. Hal ini tertuang pada surat al-Isra ayat 32 yang berbunyi: ً ل تَ ْق َربُوا ال ِّزنَا إنَّ ِه ُ َكانَِ فَاح َش ِةً َو َسا َِء َسب ِيل ِ َ َو
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sunggguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”
Hal di atas juga diungkapkan oleh beberapa ustadz dan ustadzah, yakni ustadz Yusuf Mansur, ustadz Wijayanto, dan ustadzah Mamah Dedeh ketika sedang memberika ceramah ditelevisi. Dalam ceramahnya dikatakan bahwa di Islam memang tidak ada pacaran, karena pacaran bisa menjerumuskan ke dalam bahaya bagi orang-orang yang melakukannya. Ustadz Wijayanto dalam ceramah yang disampaikan pada salah satu episode program talk show Hitam Putih diTrans7 mengatakan bahwa kata pacaran bila dilihat dari arti yang ada dalam kamus bahasa Indonesia tidak masalah, diperbolehkan dalam Islam. Tetapi, jika dilihat dari kata pacaran untuk saat ini, maka pacaran tentu dilarang. Sebab, saat ini pacaran merupakan kegiatan berdua-duaan untuk orang berlawan jenis. Allah Mahacerdas, seandainya ada orang yang ingin bersikeras untuk melarang zina secara langsung, ia mungkin melupakan proses-proses awal
37
yang menjadi celah terjadinya zina itu. Maka Al-Qur’an jauh-jauh hari telah mengingatkan secara pukul rata bahwa segala aktivitas yang dapat menjadi pemicu terjadinya zina, adalah haram. Terlebih zina itu sendiri.29 Dalam Hadits juga terdapat riwayat mengenai aktivitas yang bisa memicu perbuatan zina, Haditsnya yang berbunyi:30 ِ ِ ِ َ ََالِ ٍٍ ََ ْن اَبِي ُه َرْْ َر َ ص ْوٍر أَ ْخبَ َرنَا أَبُو ِه َ ب َح َّد ثَنَا ُس ََ ْي ُُ ابْ ُن اَبِي ُ َحدَّثَنَا ا ْس َح ُق بْ ُن َم ْن َ ش ٍام ُ الم ْخ ُزْوم ٍّي َح َّد ثَنَا ُو َه ْي ِ ِ ِ ِ ِ َك الَمحالَةَ فَالْع ْي ن ِ َ َََن النَّبِ ِّي َلَّي اهلل ََلَْي ِه وسلَّم ق اه َما النََّظَُر َ ب ََلَي ابْ ِن َ َان ِزن َ ُ َ َ َ َ أد َم نَص ْيبُهُ م َن ال ِزنَا ُم ْد ِر ٌك ذَل ْ َ ال ُكت َ ََ ِ ِ ِ ِّ ِ ِ ِ ِ ْب َْ َْ َوى َوَْتَ َمنَّى ِّ ْش َو َ َالر ْج ُُ زن َ َسا ُن زنَاهُ الْ َك ََل ُم َوالْيَ ُد زن ُ ََواألُذُنَان زن ُ اها الْبَط ُ اها الْ ُخطَا َوالْ َقل َ اه َما األ ْست َماعُ َوالل )ج َوُْ َك ِّذبُهُ ( اخرجه مسلم فى كتاب القدر باب قدر َلى ابن ادم حَظه من الزنا وغيره َ ِص ِّد ُق ذَل َ َُْو ُ ك الْ َف ْر
Artinya: “Abdurrahman Ibn Shakhar (Abu Hurairah) Ra. Bahwa Nabi SAW bersabda: “telah diterapkan bagi anak-anak Adam yang pasti terkena, kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berkata-kata, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah berjalan, hati zinanya adalah keinginan (hasrat) dan yang membenarkan dan mendustakannya adalah kemaluan. (HR. Muslim dalam kitab Qadr bab ketentuan batas-batas zina dan lainnya bagi anak-anak Adam.)”
Dari Hadits di atas dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang mendekati zina itu dilarang. Sedangkan saat ini kegiatan manusia ketika berpacaran tidak jauh berbeda, yakni lebih banyak mendekati zina seperti yang disebutkan Hadits di atas. Aktivitas pacaran tersebut jika dilakukan terus-menerus akan menuju pada seks bebas. Hal inilah yang ditakutkan oleh Islam, yakni ternodanya diri manusia.
29
Fikri Habibullah Muharram, Tuhan, Izinkan Aku Pacaran (Jakarta: Gema Insani, 2010), h. 119 30 “Pengertian Zina” Artikel ini diakses pada 9 Februari 2014 http://makalahterbaru.blogspot.com/2012/01/pengertian-zina.html
38
Rasa kasih sayang yang dimiliki manusia telah ternoda oleh pikiran-pikiran mengenai kebutuhan biologis dan seks. Pikiran ini menyebabkan mereka terjerumus ke dalam kemaksiatan sehingga dapat menjauhkan mereka dari kebenaran. Hal tersebut membuat mereka lebih dekat pada perbuatan dosa dengan tidak lagi memikirkan ajaran agama dan nilai-nilai moral dimasyarakat. Keinginan nafsu dalam diri manusia memang mempunyai faedah misalnya dorongan nafsu seks berfaedah untuk melangsungkan keturunan manusia, sebab jika nafsu seks itu dihilangkan, maka makhluk manusia itu akan mengalami kepunahan. Akan tetapi, nafsu seks berupa rangsangan erotik itu juga akan menyebabkan terjadinya malapetaka yang besar jika tidak dapat dikendalikan.31 Hasrat seksual seseorang tidak akan hilang sama sekali dengan berpegang teguh pada Islam. Agama Islam tidak mengingkari adanya gejolak biologis yang meluap-luap dalam jiwa seorang pemuda. Islam juga tidak memandang kotor hal tersebut, ataupun lari menghindarinya. Yang diminta Islam adalah, agar setiap pemuda berusaha untuk mengontrolnya, bukan mematikannya. Mengontrolnya dengan penuh kesadaran, berangkat dari keinginan dirinya sendiri. Bukan pula ia menghindar darinya. Yang diminta oleh Islam dari para pemuda ialah, agar mereka bisa menahannya sampai pada waktu yang tepat.32
31 Moh. Ardani, Akhlak-Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti Dalam Ibadat dan Tasawuf (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), h. 106. 32 Shahba’ Muhammad Bunduq, Coctail of Love: Mencari Makna Cinta Sejati. Penerjemah: Abdurrochim (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007), h. 172-123.
39
Menahan di sini bukanlah berarti menghilangkan nafsu biologis. Islam tidak bertujuan menghalangi manusia dari usaha untuk memenuhi apa yang sudah menjadi kebutuhan primer mereka. Namun Islam juga tidak ingin kebutuhan tersebut lantas menguasai diri mereka, atau membuat mereka sibuk dalam urusan tersebut.33 Pacaran hanya membuat dunia ini ramai dengan pezina-pezina halus.
Ia
semakin
membantu
kita
dalam
memaknai
ketidaktanggungjawaban sebagai amal nyata. Hubungan pranikah yang tidak syari ini hanya membuat kita terbelenggu pada ikatan-ikatan yang semu dan tidak merdeka.34 Maka dari itu Islam melarang manusia berpacaran dan menahan hasrat tersebut untuk disimpan sampai nanti menikah.
33 34
Bunduq, Coctail of Love, h. 173. Fikri Habibullah M, Tuhan, Izinkan Aku Pacaran, h. 68.
BAB III GAMBARAN UMUM BUKU
A. Deskripsi Tampilan Fisik Buku Udah, Putusin Aja Buku Udah, Putusin Aja merupakan buku keempat karya ustadz mualaf keturunan etnis Tionghoa bernama Felix Yanwar Siauw atau biasa dikenal dengan Felix Siauw. Felix membuat buku bertemakan pelarangan pacaran ini didasari atas pergaulan remaja muslim yang sudah melanggar aturan-aturan Islam dan mulai mengikuti gaya hidup barat. Felix beserta tim kreatif visual buku, yakni Emeralda Noor Achni mengemas tampilan buku ini berbeda dari buku dakwah remaja lainnya. Dalam wawancara dengan peneliti, Felix mengatakan kemasan yang berbeda supaya para pembaca, terutama remaja tertarik untuk membaca buku ini sampai akhir. Menurutnya, buku-buku dakwah remaja sudah semestinya dikemas dengan penuh gambar dan berwarna. Hal ini tidak lain untuk membuat para pembaca tidak bosan. Felix juga menuturkan model materi buku yang seperti komik tidak lain karena Felix sendiri gemar membaca komik. Baginya, manusia akan mudah tertarik dan cepat menyerap makna yang dimaksud dari suatu buku jika terdapat visualisasi yang baik. Hal ini dibuktikan dari followersnya ditwitter yang mengatakan dengan buku yang dikemas secara unik ini membuat mereka mudah memahami makna yang terkandung. Tidak hanya itu, dari segi penjualan pun buku ini dikategorikan sebagai buku best seller.
40
41
Gambar 1 & 2. Salah satu bagian isi buku Udah, Putusin Aja yang dikemas seperti komik
B. Sinopsis Buku Udah, Putusin Aja Udah, Putusin Aja merupakan sebuah buku dakwah yang menceritakan mengenai kedudukan pacaran dalam Islam berdasarkan AlQur’an dan Hadits. Buku ini dimulai dengan seperti apa pacaran saat ini yang dilakukan remaja usia sekolah, dari bangku Sekolah Dasar (SD) sampai bangku kuliah. Tidak hanya itu, buku ini juga memberikan beberapa data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Komisi Perlindungan Anak tentang seberapa banyak remaja perempuan yang hilang keperawanannya dan pernah berhubungan intim. Sebelum dimulainya materi perbab, Felix menyantumkan sebuah e-mail dari salah satu followersnya ditwitter yang menceritakan tentang keperawanannya yang hilang dilakukan bersama kekasih yang ia pacari semenjak dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selanjutnya, dibab pertama Felix menjelaskan
42
tentang makna cinta sebenarnya. Cinta merupakan anugerah yang Allah berikan terhadap setiap makhluk ciptaan-Nya. Dengan adanya cinta, kehidupan yang dijalani menjadi tentram dan damai. Cinta bagi manusia merupakan bagian dari naluri-naluri, yakni algharaiz. Al-gharaiz ialah naluri yang tidak dapat dilihat dan disentuh oleh indra, melainkan dirasa, yaitu menuntut adanya pemenuhan. Al-gharaiz ini terbagi dalam tiga kategori, antara lain: gharizah baqa (rasa ingin dihargai, takut jika merasa terancam), gharizah nau (rasa sayang terhadap orangtua, anak, saudara, dan lawan jenis), dan gharizah tadayyun (rasa kagum ketika melihat sesuatu yang agung). Dalam buku Udah, Putusin Aja cinta yang dimaksud ialah gharizah nau. Islam mengajarkan cinta yang penuh keberkahan dan cinta kasih. Islam tidak memberikan ajaran tentang cinta dipenuhi hawa nafsu yang dapat merugikan dan membahayakan manusia. Bab kedua merupakan penjabaran dari bab pertama, yakni gambaran seperti apa perasaan timbul jika jatuh cinta. Islam tidak melarang ketika remaja berlawan jenis saling jatuh cinta. Yang Islam tekankan yakni bagaimana kedua remaja tersebut menjaga perasaannya hingga waktu yang tepat dan melalui cara yang halal. Dibab ketiga Felix mulai menjelaskan tentang maksiat yang bermula dari pacaran, seperti berpegangan, berciuman, dan meraba-raba. Tidak hanya itu, Felix juga mengatakan pacaran merupakan salah satu cara memuaskan nafsu laki-laki atau sebaliknya. Dalam bab ini, Felix mencantumkan data BKKBN yang menunjukkan tingkat hilang keperawanan
43
remaja di kota-kota besar Indonesia dan data dari Komisi Perlindungan Anak berupa seberapa besar pelajar pernah melakukan hubungan intim dan aborsi. Bab selanjutnya menceritakan pandangan Islam terhadap pacaran. Felix menceritakan apapun alasan berpacaran itu, misalnya untuk motivasi belajar; menyambung tali silaturahim; dan membahagiakan orang yang disayang merupakan persepsi yang salah. Persepsi tersebut merupakan salah satu cara setan untuk menjerumuskan manusia agar tetap berpacaran. Islam juga melarang berkhalwat, yaitu berdua-duaan dengan yang bukan mahram, baik berduaan bersama pacar maupun teman. Penyebabnya adalah ketika lakilaki dan wanita berduaan, orang ketiganya yakni setan. Pada bab kelima ini, Felix memberikan judul Udah, Putusin Aja sesuai dengan judul bukunya. Menurut peneliti, bab kelima ini merupakan inti dari isi buku. Felix membahas mengenai mengapa orang yang sudah berpacaran lebih baik memutuskan hubungan tersebut dengan bersabar sambil menunggu jodohnya kelak melalui jalan yang halal. Seperti yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa pacaran itu banyak ruginya dan penuh kemaksiatan, Felix menekankan jika seseorang menginginkan pasangan yang baik budi dan imannya, maka tidak melalui jalan maksiat seperti pacaran. Tidak hanya menjelaskan mengapa yang sudah pacaran lebih baik putus, tetapi Felix juga memasukkan pembahasan mengenai hari valentine. Felix sangat menyayangkan generasi penerus bangsa Indonesia ini banyak yang turut ikut merayakan hari valentine. Menurutnya dalam bab ini, remaja
44
yang merayakan sudah menjadi bagian korban dari kapitalis dan hedonisme. Tentunya, Islam tidak mengenal adanya hari valentine. Bab keenam bercerita tentang apa yang dilakukan manusia jika ia merasa sudah siap untuk menikah. Felix memberikan beberapa contoh peristiwa yang sering terjadi dalam hal ini, diantaranya yaitu: mempersiapkan dengan matang (psikis dan fisik) jika sudah memiliki keinginan untuk menikah dan melobi orangtua jika semua (mapan secara rohani dan harta) sudah tercapai tetapi belum diizinkan. Melobi orangtua juga dilakukan ketika calon pasangan yang ingin dinikahi tidak disetujui oleh mereka, misalnya berbeda suku atau tidak berasal dari keluarga bangsawan. Pada bab ketujuh, dijelaskan apa itu khitbah dan ta’aruf. Inilah alternatif yang Islam berikan untuk manusia yang ingin menikah. Khitbah adalah peminangan dari lelaki kepada wanita yang ingin dijadikan pasangan hidup atau walinya atau sebaliknya. Setelah khitbah terlaksana, dimulailah proses ta’aruf. Ta’aruf sendiri berarti proses pengenalan setelah khitbah, terdapat pertemuan diantara keduanya tetapi tidak seperti pacaran yang identik dengan berduaan, ta’aruf selalu disertai dengan orang lain (mahram dari salah satunya). Selain itu, juga diberikan keterangan seperti apa ta’aruf yang salah dan bagaimana proses peminangan itu dilakukan. Dalam bab ketujuh ini juga diungkapkan data-data dari UKDating.com, UndercoverLovers.com, Majalah Eksekutif, Universitas Indiana dan Universitas Manchester Metropolitan yang menyatakan bahwa ketika menikah banyak pasangan yang secara diam-diam melakukan kencan
45
atau selingkuh dengan orang lain. Mereka adalah orang-orang yang sebelum memutuskan untuk menikah, telah melalui pacaran untuk proses perkenalan. Hal ini membuktikan bahwa dengan pacaran yang bisa dibilang lebih jauh mengenal calon pasangan dibanding yang melalui khitbah-ta’aruf, belum tentu juga pacaran menjamin keharmonisan rumah tangga. Bab selanjutnya, yaitu bab kedepalan menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan bagi seseorang yang belum siap menikah. Ini lebih ditujukan untuk remaja-remaja yang masih duduk dibangku sekolah. Menurut Felix, bagi yang masih belum siap disarankan untuk menyelesaikan pendidikan terlebih dahulu dan perbanyak puasa serta mengingat Allah sampai waktu yang pas tiba untuk menghalalkan rasa cinta terhadap orang yang dicintai tersalurkan. Disarankan juga bagi yang belum siap agar jangan mengumbar perasaan cinta dan sayang kemana-mana, sebab dapat menimbulkan keinginan untuk berpacaran. Dalam bab kesembilan ini, Felix menceritakan tentang apa yang semestinya dilakukan ketika seseorang mengetahui bahwa dirinya belum siap menikah tetapi menyimpan kegalauan tiada akhir. Pertama, banyak mengingat Allah karena akan membuat galau percintaan tersebut menjadi sebuah ketenangan. Kedua, gabungkan diri dalam perjuangan Islam. Ketiga, banyak membaca kisah-kisah Rasulullah; sahabat; dan panglima-panglima Islam. Keempat, temukan hobi-hobi positif yang bisa mengalihkan diri dari rasa galau itu.
46
Isi bab kesepuluh tidak jauh berbeda dengan bab-bab sebelumnya, yakni menceritakan betapa bahayanya pacaran. Yang ditambahkan pada bab ini yaitu kecintaan seseorang terhadap sesama manusia alangkah baiknya jika mengutamakan cinta kepada orangtua. Felix berpendapat bahwa tanpa orangtua, seseorang tidak mungkin bisa sampai seperti sekarang ini (misalnya sudah sukses bekerja atau berprestasi di sekolah). Jadi, utamakan cinta mulia itu pada orangtua. Setelah seseorang sudah benar-benar mencintai orangtua dengan baik, kemudian mulailah mencintai orang lain yang diinginkan untuk menjadi pasangan hidup melalui cara yang halal. Bab terakhir, yakni bab kesebelas menceritakan kapan waktu yang tepat seseorang dikatakan siap untuk menikah. Sebelum mengatakan sudah siap menikah, orang tersebut sudah harus memantaskan terlebih dahulu dirinya, baik dari segi rohani, fisik, dan harta. Jika sudah merasa siap, lalu banyaklah bergaul dengan masyarakat, tentu dengan menunjukkan sudah pantas dan siap untuk menikah. Pergaulan yang dilakukan pun sesuai dengan ajaran Islam dan dianjurkan untuk sering-sering berbincang dengan kerabat yang sudah berkeluarga agar kedewasaan bertambah.
C. Biografi Felix Yanwar Siauw Felix Yanwar Siauw atau biasa dikenal dengan Felix Siauw merupakan ustadz mualaf keturunan etnis Tionghoa. Ia baru masuk Islam tahun 2002 saat menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam wawancara dengan peneliti, Felix mengatakan ia mengenal Islam lebih jauh
47
dari teman-teman kosan yang kebetulan banyak menjadi aktivis dakwah. Semenjak lahir, Felix menganut agama Katolik, tetapi ketika ia sudah beranjak remaja, ia mulai mempertanyakan apa yang diajarkan dalam agamanya sampai suatu saat ia memilih untuk menjadi seorang atheis. Diskusi yang Felix lakukan mengenai Islam dan kehidupan bersama teman-teman aktivis dakwah kosannya itu seringkali terjadi perdebatan walaupun pada akhirnya ia mengakui kebenaran tentang Islam. Ketika masih menjadi atheis, Felix sendiri yang dari lahir sudah berada di lingkungan non muslim tidak terbiasa dengan kegiatan ibadah temantemannya itu, seperti shalat lima waktu, puasa, mengaji, dan ibadah sunah lainnya. Perjalanan menjadi seorang muslim ditempuh tidak mudah, dengan latar belakang keluarga non muslim dan teman-teman sewaktu sekolah dulu 95% jauh dari Islam, banyak cobaan Felix hadapi. Orangtua pria kelahiran 31 Januari 1984 ini sampai sekarang masih non muslim, begitupun dengan anggota keluarganya yang lain. Alumni SMA Xaverius 1 Palembang ini juga menceritakan seperti apa tanggapan keluarga besarnya ketika baru-baru menjadi seorang mualaf. Felix diuntungkan dengan orangtuanya yang menerima dan menghargai keputusannya menjadi muslim walaupun sempat terjadi perdebatan dan ketidaksetujuan dari orangtuanya.1
1
“Ustadz Felix Siauw/ Profil/ Ustadz Keturunan Chinese.” Artikel ini diakses pada 20 Maret 2014 dari http://blogalakadar.blogspot.com/2013/04/ustadz-felix-siauw-yangketurunan.html
48
Setelah pernikahan dengan teman kuliahnya tahun 2006, Felix menghadapi banyak cobaan, salah satunya pekerjaan dan keguguran yang dialami istirnya. Panggilan pekerjaan dari lamaran yang dikirim tidak kunjung datang membuat ia sementara menjadi guru ngaji di Masjid. Seiiring berjalannya waktu, istrinya hamil dan sampai sekarang dikaruniai empat anak. Seketika itu juga Felix mendapatkan pekerjaan menjadi seorang dosen matematika dasar di salah satu universitas swasta di Jakarta. Pekerjaan tersebut ia dapat bukan dari hasil mengirim lamaran, melainkan dari pertemuan
tidak
sengaja
dengan
seorang
temannya
yang
sedang
membutuhkan pengajar matematika dasar di kampusnya.2 Menjadi seorang ustadz, menurutnya tidak hanya melakukan dakwah melalui lisan saja, tetapi juga melalui tulisan. Saat ini terdapat bukubuku karya Felix yang telah diterbitkan, antara lain: 1. Beyond The Inspiration (Khilafah Press, 2010) 2. Muhammad Al-Fatih 1453 (Khilafah Press, 2011) 3. How To Master Your Habits (Khilafah Press, 2012) 4. Udah, Putusin Aja (Mizania, 2013) 5. Yuk, Berhijab! (Mizania, 2013) 6. The Chronicles of Ghazi (Mizania, 2014) 7. Khilafah (Al Fatih Center, 2014)
2
Yefri Hisashiburi, “Kisah Singkat Bahtera Keluarga Ust. Felix Siauw.” Artikel ini diakses pada 20 Maret 2014 dari http://udayefri.wordpress.com/2013/04/27/kisah-singkat-bahterakeluarga-ust-felix-siauw/
49
Dalam wawancara dengan peneliti, Felix mengatakan bahwa buku Udah, Putusin Aja sudah diangkat menjadi sebuah film dan sekarang ini masih dalam tahap produksi. Filmnya sendiri berencana tayang pada 14 Februari 2014, bertepatan dengan hari valentine. Felix menjelaskan kesengajaan waktu penayangan filmnya ini dengan hari valentine dikarenakan ingin mengubah pandangan masyarakat, terutama remaja dalam memahami pacaran dan hari valentine itu sendiri. Tetapi, Felix dan tim produksi filmnya juga tidak memaksa apabila film ini tidak tayang pada 14 Februari 2014.
BAB IV ANALISIS BUKU UDAH, PUTUSIN AJA
A. Analisis Naratif Todorov dalam Buku Udah, Putusin Aja Penelitian ini menggunakan analisis naratif Tzvetan Todorov untuk menganalisis seperti apa alur cerita dan dimaknai yang terdapat pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw. Analisis naratif Tzvetan Todorov menekankan teori naratif pada keseimbangan cerita dan membagi menjadi beberapa alur, yakni: alur awal, tengah, dan akhir. Pada alur awal ini, cerita membuat pembaca untuk mengikuti alur-alur berikutnya. Oleh karena itu, dialur awal harus berisi cerita yang menarik agar pembaca lebih tertarik untuk melanjutkan membaca sampai akhir. Cerita diawal menentukan pembaca apakah akan menyelesaikan membaca buku sampai selesai atau tidak. Sebelum memulai bab satu, Felix sebagai penulis buku Udah, Putusin Aja menuliskan sebuah e-mail dari followernya ditwitter yang menceritakan bagaimana ia kehilangan keperawanannya saat dibangku kuliah yang dilakukan bersama pacarnya. Dalam e-mailnya itu, ia menulis bahwa sebenarnya ia sudah berkali-kali menolak melakukan hubungan intim ketika diminta oleh pacarnya, tetapi akhirnya ia menyerah dan menyesal telah melakukannya. Hubungan intim ia lakukan sebanyak tiga kali, setelah itu dia menolak untuk melakukannya lagi.
50
51
Ia mengatakan bahwa alasan ia menolak karena telah membaca tweet dari Felix mengenai pacaran. Ia merasa berdosa dan menyesal telah melakukan maksiat. Setelah penolakan tersebut, pacarnya marah dan menjauhinya. Hal itu membuat dirinya semakin yakin telah mengakhiri hubungan dengan pacarnya merupakan tindakan yang tepat. Seperti yang tertulis pada buku tersebut: “Ustad, setelah membaca tweet-tweet Ustad mengenai “pacaran” yang dilarang Islam, saya sadar bahwa pacaran itu sangat merugikan pihak perempuan. Apalagi setelah si pria puas menggerayangi bagian-bagian intim perempuan. Saya jadi sangat menyesal telah melakukan perbuatan seperti itu. Saya baru putus beberapa hari lalu dengan pacar saya karena saya menganggap hubungan ini sudah sangat tidak wajar.”1 “Tiga kali saya melakukan perzinaan itu. Keempat kalinya dia meminta, saya tidak mau. Karena saya baru saja melihat tweet-tweet Ustad mengenai pacaran. Pada saat saya menolak, dia marah sekali.” “Dia marah dan ngambek sama saya karena tidak dikasih. Saya didiemin sampai tiga atau empat hari. Saya telepon nggak diangkat, SMS nggak dibales, BBM juga nggak dibales, sekalinya dibaca nggak dibales.” “Saya mengakhiri hubungan dengan rasa penyesalan yang teramat dalam. Kalau saja saya tidak menyerahkan kehormatan saya untuk lelaki seperti dia, mungkin saya tidak akan seperti ini.”2
Dicantumkan isi e-mail dari salah satu followernya yang menceritakan bagaimana keperawanannya telah hilang merupakan cara Felix dalam menuntun pembaca merasakan fakta kejadian tersebut dan terbuka dalam melihat fenomena akibat dari pacaran. Seperti yang diungkapkan pada sesi wawancara dengan peneliti:
1 2
Felix Y. Siauw, Udah, Putusin Aja (Bandung: Mizania, 2013), h. 12. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 13.
52
“Saya percaya bahwa setiap hal untuk penjelasan kepada manusia harus dimulai dari penjelasan tentang hal-hal yang mudah membuka mata mereka dulu, mereka harus tahu faktanya. Ketika mereka telah memahami faktanya, baru saya berikan fakta pengganti. Fakta pengganti seperti apa yang diberikan? Begini, dengan mereka sudah tahu dan paham bahwa pacaran itu tidak boleh dan jelek, maka mereka akan berpikir: apa yang harus dilakukan agar saya (wanita) mendapatkan laki-laki yang baik? Maka saya bantah dulu bahwa apakah benar laki-laki yang baik akan ditemui lewat pacaran? Tidak. Lalu bagaimana? Apakah kita langsung menikah juga? Itu juga engga. Lalu lewat apa? Nah yang saya tawarkan ada diakhir yaitu jika samasama mencintai Allah pasti akan mencintai, sama-sama taat pada Allah tidak mungkin mereka saling mengecewakan. Jadi awalnya dibuka dengan itu dulu membuka mata mereka bahwa ini loh pacaran, bukan yang hanya kangen-kangenan dan berbagai hal lain sampai-sampai mereka hilang akal. Kalau laki-laki engga bandel, maka perempuan pun tidak. Laki-laki itu yang bandel banyak, kalau perempuan masih jarang. Laki-laki tidak berbekas, perempuan yang ada bekasnya.”
Dari pernyataan wawancara dengan Felix Yanwar Siauw, peneliti melihat Felix berusaha agar masyarakat yang membaca buku Udah, Putusin Aja ini percaya jika alasan Felix mengatakan pacaran itu dilarang dalam agama Islam disebabkan oleh fakta-fakta yang telah terjadi banyak yang tidak baik. Karena kejadian negatif yang dihasilkan dari pacaran itu membuat Felix mengatakan bahwa dalam Islam tidak ada pacaran, seperti pada isi wawancara lainnya dengan peneliti: “Dalam Islam engga ada pacaran. Kalau definisi pacaran itu sebuah kegiatan maksiat antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram.”
Kemudian, alur awal pada buku Udah, Putusin Aja berlanjut pada bab satu dan dua. Dalam bab satu, diceritakan seperti apa makna cinta sebenarnya, yakni cinta yang merupakan karunia Allah tidak lain diberikan
53
untuk manusia sebagai wujud dari rasa cinta-Nya pada manusia agar mereka berpikir tentang Allah. Cinta yang merupakan bagian dari naluri-naluri (al-ghara’iz) ini terbagi menjadi tiga, yaitu: gharizah baqa (rasa ingin dihargai), gharizah nau’ (rasa sayang terhadap orangtua dan anak, saudara, atau lawan jenis), dan gharizah tadayyun (rasa takjub dalam beragama). Cinta yang dibahas dalam buku ini adalah gharizah nau’, khususnya rasa sayang terhadap lawan jenis. Karena gharizah nau’ ada disetiap diri manusia, maka wajar saja jika mulai tumbuh pada masa remaja sudah menyukai atau menyayangi lawan jenis dengan disertai rasa untuk memiliki. Dijelaskan pada bab satu ini bahwa cinta yang Islam tekankan adalah cinta kasih yang Allah SWT berikan pada makhluk ciptaan-Nya. Jika Allah memberikan adanya rasa sayang dan cinta, maka hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang buruk. Islam mengarahkan manusia agar bisa menjalankan rasa sayang dan cinta melalui jalan yang benar. Seperti yang dijelaskan pada buku tersebut: “Bila cinta adalah karunia Allah Swt., mustahil Allah mengaruniakan sesuatu yang buruk.” “...Islam mengarahkan cinta agar ia berjalan pada koridor yang semestinya. Islam mengatur bagaimana menunaikan cinta kepada orangtua, cinta kepada saudara seiman, kepada sesama manusia, juga tentu cinta kepada lawan jenis. Bila kita bicara cinta di antara lawan jenis, satu-satunya jalan adalah pernikahan yang dengan semuanya cinta jadi halal dan penuh keberkahan.”3
3
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 23.
54
Menurut peneliti, yang Felix kemukakan pada bab satu ini yang berisikan tentang pengertian cinta sebenarnya merupakan hal yang benar. Sebab, menurut peneliti sebelum seorang penulis buku memberikan pernyataan tentang hal utama yang dibahas, maka perlu diberikan dahulu pada pembukaan mengenai definisi dari hal itu. Dalam bukunya, Felix mengungkapkan makna cinta seperti apa dibab satu sebelum mengatakan bahwa pacaran itu memberikan dampak negatif. Felix menceritakan dibab dua bahwa cinta yang remaja rasakan terjadi karena adanya keseharian yang menyertai, misalnya jatuh cinta pada teman sekantor atau sekampus, sebab interaksi yang terjadi sering dan lebih saling mengenal. Tidak hanya itu, ciri-ciri mulai tumbuhnya rasa cinta dan sayang terhadap lawan jenis juga dituliskan Felix pada bab ini, seperti rindu karena baru sehari tidak bertemu dan pikiran dibenak yang hanya dipenuhi oleh sosok yang dicintai. Itu semua menurut Felix adalah hal yang wajar karena menandakan bahwa ia normal. Sebagaimana yang tertulis pada buku tersebut: “Awalnya biasa saja, entah mulai kapan muncul rasa. Bergejolak di dalam dada laksana air mendidih menggelegak. Pikiran penuh dengan wajahnya dan lidah tak bisa dikendalikan untuk selalu menyebut namanya. Senyum yang jarang terlihat kini jadi bingkai wajah dan entah kenapa seluruh dunia juga seolah membalas senyumnya.”4 “Saat berjauhan rindu, tapi bertatap muka malu. Saat tak jumpa terbayang-bayang, namun saat bertemu canggung meradang. Ribuan kata dalam akal pikiran sudah terangkai, namun lidah kelu
4
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 26.
55
kaku dan lunglai. Dari pesimistis berubah jadi romantis, dari oportunis bisa berganti puitis.”5 “Sudah kami katakan, cinta adalah fitrah dan indikasi kedewasaan. Bila Anda sudah merasa jatuh cinta, kami ucapkan selamat! Karena itu tanda Anda normal dan baik-baik saja.”6
Dalam tahap ini kedua individu baru saling mengenal. Perkenalan tersebut terjadi disaat baru bertemu atau sudah sering bertemu tetapi pada sebelum-sebelumnya tidak pernah terjadi percakapan yang mendalam. Awal perkenalan ini biasanya hanya berupa nama, sekolah atau kuliah, sudah bekerja atau belum, selanjutnya tinggal di mana, dan lain sebagainya. Intinya adalah percakapan yang dibahas tidak sampai pada percakapan-percakapan intim, yakni yang akan memberi tahu mengenai informasi pribadi. Pada bab dua ini menurut peneliti merupakan penggambaran Felix mengenai seperti apa keadaan seseorang jatuh cinta. Penggambaran jatuh cinta dalam tulisannya seperti seseorang merasakan rindu tidak bertemu, merasakan rindu karena tidak bertegur sapa merupakan beberapa contoh seseorang jatuh cinta. Dalam hal itu, menurut peneliti yang Felix kemukakan bahwa rasa yang dialami seseorang ketika jatuh cinta memang betul benar. Islam, bagi peneliti tidak mempermasalahkan perasaan rindu maupun menyukai seseorang karena hal itu adalah sesuatu yang alami adanya dan Allah juga telah mengaruniai setiap makhluk ciptaan-Nya untuk memiliki perasaan tersebut.
5 6
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 27. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 29.
56
Gharizah nau’ ini merupakan pemberian Allah SWT, maka dari itu ketika ada seorang remaja yang mulai merasakan hal ini, tidak lain merupakan hal yang wajar. Seperti yang diungkapkan Felix ketika melakukan wawancara dengan peneliti, latar belakang ditulisnya sebuah e-mail dari salah satu followernya ditwitter karena ia percaya untuk membuat orang lain yakin akan suatu kebenaran harus diberikan sebuah fakta peristiwa. Seperti dalam wawancara berikut: “Saya percaya bahwa setiap hal untuk penjelasan kepada manusia harus dimulai dari penjelasan tentang hal-hal yang mudah membuka mata mereka dulu, mereka harus tahu faktanya. Ketika mereka telah memahami faktanya, baru saya berikan fakta pengganti.”
Setelah diberikan penjelasan mengenai fakta peristiwa itu, kemudian dibab selanjutnya akan dibahas mengenai fakta-fakta pengganti, misalnya apa yang dilakukan agar mendapat jodoh terbaik dan jodoh seperti apa yang disebut bahwa ia adalah jodoh yang baik. E-mail tersebut merupakan salah satu fakta yang dikirim oleh followersnya ditwitter. Alur tengah merupakan alur dimana mulai terdapat sebuah konflik yang membuat cerita semakin menarik. Pada alur tengah ini biasanya merupakan fokus dari sebuah cerita. Cerita yang terdapat pada alur tengah adalah pengembangan dari tahapan-tahapan terbentuknya narasi. Alur tengah dalam buku Udah, Putusin Aja terbagi pada bab tiga sampai lima. Pada bab tiga, diceritakan mengenai hal-hal negatif dari pacaran, yakni dapat dilihat dalam judul bab: “Pacaran Tanda Dewasa atau Beradegan Dewasa”. Pada bab empat, diceritakan tentang pacaran dalam agama Islam
57
seperti apa hukumnya dengan judul pada bab: “Pacaran dalam Pandangan Islam”. Pada bab lima, diceritakan mengenai alasan mengapa harus menyudahi pacaran dengan judul pada bab sesuai judul buku, yakni: “Udah, Putusin Aja”. Dalam bab tiga, pacaran yang dilakukan remaja hanya sebuah kegiatan untuk menyalurkan nafsu, baik laki-laki maupun perempuan yang belum siap untuk menikah. Karenanya banyak interaksi fisik yang dilakukan ketika pacaran. Sebagaimana dalam buku tersebut: “Kebanyakan muslim, khususnya remaja, beranggapan bahwa pacaran adalah tanda kedewasaan. Jadi, seorang pria dikatakan sudah dewasa bila ia sudah mampu menggandeng tangan wanita, melakukan rutinitas dewasa lainnya, seperti apel malam Minggu, jalan, makan di kafe atau restoran. Tentu, tidak ketinggalan, akhirnya melakukan adegan-adegan dewasa.”7 “...Remaja belum tentu siap menikah, karenanya pacaran hanya menjadi alasan untuk baku syahwat. Memuaskan nafsu lelaki atau malah wanitanya yang menginginkan.” “Bukan pacaran namanya jika tidak berpegangan, berciuman, meraba-raba, atau segala perbuatan lain yang meninggikan syahwat...”8
Tidak hanya itu, pacaran di Indonesia merajalela dikalangan remaja karena adanya budaya negatif dari barat yang masuk, yakni film dan serial drama televisi. Dari yang menceritakan pacaran di sekolah sampai pesta-pesta remaja di rumah yang menyebabkan hilangnya keperawanan perempuan, padahal hubungan intim yang dilakukan ketika pesta-pesta tersebut tidak jarang dilakukan oleh remaja barat yang tidak berpacaran.
7 8
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 32. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 33.
58
Dari pembahasan tersebut, dapat dipahami bahwa interaksi fisik yang dilakukan oleh remaja di negara barat sangat bebas tanpa perlu melalui pacaran terlebih dahulu. Dengan demikian, budaya remaja barat memiliki pengaruh negatif terhadap gaya hidup remaja Indonesia. Dalam penelitian ini, rasa tertarik dan nyaman tersebut merupakan ciri-ciri niat pacaran itu berasal. Salah satu dari kedua individu itu akan menyatakan perasaannya, jika individu lainnya merasakan hal yang sama, maka mereka resmi berpacaran. Setelahnya, akan terjadi pernyataan kasih sayang dan cinta dari keduanya berupa interaksi fisik (berpegangan tangan, berciuman, dan berpelukan). Dalam bab tiga juga dicantumkan data-data pendukung di Indonesia yang menyatakan bahwa remaja Indonesia banyak yang melakukan hubungan intim atau sekedar kontak fisik semata (berciuman dan oral sex). Data pertama didapatkan dari BKKBN pada tahun 2010, yakni di Jabodetabek remaja yang hilang keperawanannya mencapai 51%, sedangkan di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya sebesar 54%, Medan 52%, Bandung 47%, dan Yogyakarta sebesar 37%. Masih menurut BKKBN, usia remaja berpacaran adalah 12 tahun. Sedangkan data berikutnya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang telah melakukan penelitian di 12 kota besar di Indonesia pada tahun 2007 menyatakan bahwa terdapat 92% pelajar pernah melakukan kissing, petting, dan oral sex; 62% pernah melakukan hubungan intim; dan 22,7% siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) pernah melakukan aborsi.
59
Dalam bab tiga ini menurut peneliti yang dikemukakan Felix tentang pacaran berisikan hanya dari sisi negatif saja. Peneliti melihat fenomena pacaran memang sudah merajalela dimasyarakat, khususnya remaja. Pacaran yang peneliti lihat memang banyak terjadi interaksi fisik, yakni yang paling minimalnya adalah berpengangan tangan. Untuk pacaran tanpa interaksi fisik, mungkin hanya pacaran yang dilakukan lewat kata-kata saja, seperti dalam berkirim pesan melalui handphone atau telepon. Sayangnya Felix dalam bab tiga kurang memberikan alasan yang kuat mengenai pacaran yang hanya berkirim pesan melalui handphone. Pada bab keempat dijelaskan mengenai kedudukan pacaran dalam pandangan Islam. Islam sendiri melarang adanya pacaran karena merugikan bagi yang melakukan. Pacaran hanya menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Islam juga sangat menjaga perempuan, yakni menjaganya dengan diterapkannya aturan yang berkaitan dengan kemuliaan mereka, misalnya diperintahkan untuk pemisahan sebisa mungkin ketika terdapat aktivitas antara laki-laki dan perempuan. Peraturan tersebut dibuat agar kemuliaan perempuan tetap terjaga, seperti yang tertulis pada buku tersebut: “Dalam kehidupan Islam sebagaimana yang dapat kita baca dalam sejarah Rasulullah Saw., atau buku-buku yang menggambarkan kehidupan Islam pada masa Rasulullah Saw., aktivitas kaum lelaki dan wanita terpisah, kecuali dalam beberapa aktivitas khusus yang diperbolehkan syariat.”9 “...Dalam hal-hal yang memang jelas dan perlu, syariat membolehkan interaksi antara lelaki dan wanita. Keduanya 9
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 41.
60
diperbolehkan melaksanakan jual beli, belajar-mengajar, ibadah semisal haji dan umroh, berjihad di jalan Allah...”10
Alasan remaja berpacaran biasanya seperti menambah semangat belajar, menjalin tali silaturahim, pacaran merupakan masa untuk saling mengenal lebih dalam sebelum menikah dan lain sebagainya. Alasan tersebut hanyalah sebuah pernyataan semakin kuat bagi remaja untuk pacaran, padahal dalam Islam tetap dilarang dengan alasan apapun. Sebagaimana pelarangan pacaran dalam Islam ini tertulis dalam buku tersebut: “Islam mengharamkan aktivitas interaksi antara lelaki dan wanita yang tidak berkepentingan syar’i, seperti jalan-jalan bersama, pergi bareng ke masjid atau kajian Islam, bertamasya, nonton bioskop...” “Khalwat itu bukan hanya bisa terjadi saat berdua-duaan, walau di tempat umum dan bersama-sama yang lain, tetap saja khalwat bisa terjadi dan itu juga tidak diperkenankan.” “Bila berkumpul bersama, hang out bareng, makan bareng, dan segala pertemuan yang tidak perlu saja tidak dibenarkan di dalam Islam, apalagi aktivitas pacaran yang pasti mengarah ke maksiat? Tentu lebih dilarang.”11
Untuk menjawab alasan-alasan yang dibuat remaja tetap berpacaran, Felix menuliskan sebagaimana dalam buku tersebut: “...Mungkin pada awalnya semangat belajar karena ingin membuktikan kepada pacarnya kalau dia pinter – nah, ini saja sudah bermasalah niatnya...” “Silaturahim itu asal katanya dari kata shilah yang berarti hubungan dan rahim yang berarti rahim bunda. Artinya, yang dimaksud dengan menjalin silaturahim sebenarnya adalah menyambung hubungan antarkerabat dekat yang terhubungkan dengan rahim, atau mahram kita.”12 10
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 43. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 44. 12 Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 48. 11
61
“...Begitulah ciri-ciri lelaki yang miskin komitmen, penjajakan dahulu bukan akad dahulu. Masalahnya, nikahnya belum pasti kapan...”13
Menurut peneliti dalam bab empat ini, Felix memberikan alasanalasan pendukung pada pernyataannya mengenai dilarangnya pacaran dalam agama Islam. Alasan-alasan tersebut telah dikemukakan berdasarkan sudut pandangnya yang Felix lihat dimasyarakat. Alasan yang ditulis sudah cukup menurut peneliti, tetapi alangkah baiknya jika Felix turut memberikan alasan kuat tentang pernyataannya dalam menyanggah pernyataan orang lain yang menyetujui tentang pacaran. Pacaran dilarang Islam ini Felix tuturkan pada wawancara dengan peneliti, sebagai berikut: “Dalam Islam engga ada pacaran. Kalau definisi pacaran itu sebuah kegiatan maksiat antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram.”
Bab lima merupakan bab yang paling banyak karikatur seperti komik. Dalam bab ini yang berjudul sesuai judul buku menjelaskan tentang lelaki atau perempuan seperti apa yang baik untuk membina rumah tangga bersamasama saat susah dan senang. Felix menyatakan bahwa untuk mendapatkan jodoh yang baik, tidak melalui cara pacaran. Sebab, dalam pacaran banyak kebohongan dan kepalsuan yang diungkapkan serta ditunjukan. Jodoh yang seperti itu ketika menikah nanti kemungkinan untuk berbohong besar ada, misalnya berselingkuh.
13
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 51.
62
Lelaki atau perempuan yang baik untuk menjadi jodoh adalah yang berbudi pekerti baik, beriman, santun, dan sebagainya. Bukan berarti yang pandai membaca Al-Qur’an adalah jodoh yang baik, tetapi yang baik adalah yang mengkaji dan memahami Islam, tidak hanya sekedar pandai membaca atau menghafal Al-Qur’an saja. Seperti yang tertulis pada buku tersebut: “...Jalan pernikahan yang mulia pun tidak diawali dengan pacaran yang nyata-nyata dilarang Allah. Ketaatan kepada Allah yang merupakan nyawa setiap bahtera rumah tangga haruslah dilatih dari awal.” “Pasangan yang baik juga datang dari awal yang baik. Tidak akan pernah bertemu lelaki yang baik agamanya dan saleh dalam ibadahnya dengan jalan maksiat bernama pacaran.”14 “Bukan maksud kami mengatakan bahwa lelaki sejati adalah lelaki yang pandai mengaji Al-Qur’an semata, tapi lelaki sejati adalah yang mengkaji dan memahami Islam. Lelaki semisal ini tidak hanya menjadikan shalatnya sebagai tali terima kasih kepada Allah, tapi juga menjadikan harta dan jiwanya berdakwah di jalan Allah.”15
Menurut peneliti, dalam bab lima ini pernyataan Felix tentang jodoh yang terbaik adalah jodoh yang ditemui tidak melalui proses pacaran. Tetapi, menurut peneliti sebaiknya jika Felix menambahkan alasan yang lebih kuat dari yang sudah ditulis, seperti pernyataan dalam menyanggah pasanganpasangan harmonis dan awet yang telah dibina sampai akhir hayat. Sebab, dikenyataan banyak juga terlihat pasangan suami dan istri yang membina hubungan rumah tangga harmonis dari awal menikah sampai sudah punya cucu. Sayangnya dalam buku Udah, Putusin Aja, Felix tidak menyantumkan alasan-alasan untuk menyanggah kenyataan tersebut.
14 15
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 59. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 60.
63
Pada alur tengah buku Udah, Putusin Aja diceritakan tentang seperti Islam memandang pacaran. Selain disebutkan hal-hal buruk dari pacaran, yakni di mana salah satunya bentuk interaksi fisik, dijelaskan jika baiknya bagi orang-orang yang sudah siap menikah untuk menyegerakan pernikahan tanpa melalui proses pacaran. Alur akhir adalah alur penutup, dimana sebuah narasi akan selesai pada alur ini. Konflik-konflik yang telah muncul dialur tengah diselesaikan pada alur akhir, tetapi bisa juga diberikan sebuah akhir yang menggantung. Hal ini dilakukan jika penulis buku menginginkan kelanjutan (sekuel) dari buku tersebut. Tetapi dalam buku Udah, Putusin Aja, Felix Siauw tidak memberikan akhir yang menggantung, melainkan sebuah penyelesaian dari konflik yang dibuat. Alur akhir pada buku Udah, Putusin Aja terdapat dalam bab enam sampai sebelas. Dalam alur akhir ini dibagi menjadi dua bagian, yakni bagi lelaki atau perempuan yang sudah siap menikah dan bagi yang belum siap. Bagi yang sudah siap, terdapat pada bab keenam dan ketujuh dengan masingmasing judul bab: “Bagi Yang Sudah Siap” dan “Khitbah-Ta’aruf Bagi Yang Sudah Siap’. Sedangkan bagi yang belum siap, terdapat pada bab kedelapan, kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas dengan masing-masing judul: “Bagi Yang Belum Siap”, “Udah Putus Galau Nih Gimana Bisa Move On”, “Yang Muda Yang Bercinta”, dan “Kapan Aku Menikah”.
64
Dalam bab keenam dan ketujuh, lelaki atau perempuan yang sudah siap bukan hanya siap harta dan mental, tetapi juga ilmu agama. Ilmu agama merupakan kemampuan yang lebih penting dalam pernikahan dibanding dengan harta dan mental, sebab dengan ilmu agama, interaksi sehari-hari antara suami-istri maupun kepada lingkungan sekitar menjadi harmonis dan penyelesaian ketika konflik-konflik bermunculan bisa diselesaikan dengan baik-baik. Setelah merasa siap untuk menikah, maka selanjutnya adalah persetujuan orangtua dari kedua belah pihak. Sebelum meyakinkan orangtua calon pasangan, yang diyakinkan pertama kali yaitu orangtua sendiri. Jika orangtua sendiri belum memberikan restu untuk menikah, perlu dipikirkan kembali apa alasan dan penyebabnya. Di sini juga diberikan cara untuk mengerti alasan orangtua belum memberi restu dan melobi orangtua apabila orangtua salah pengertian, seperti tidak menyetujui calon pasangan karena berbeda suku; berpendidikan atau tidak, dan karena harta. Sebagaimana yang tertulis pada buku tersebut: “Kemampuan yang dimaksud di sini bukanlah dilihat dari harta, keturunan, atau status sosial, melainkan dari agama semata.”16 “...Rezeki Allah selalu bersama kedua insan yang menikah karena Allah, menikah karena ingin hubungan yang halal.” “...Begitu pun yang menikah karena Allah. Dua insan berpadu karena Allah dan karena pahami Islam. Kelak jalan terbuka baginya dan masalah jauh dari mereka.”17 “...bila orangtua tidak menyetujui pernikahan disebabkan mereka merasa Anda dan dia belum siap untuk menikah, bisa jadi
16 17
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 85. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 88.
65
mereka benar. Karena salah satu rukun pernikahan adalah izin dari wali...”18 “Tunjukkan pada mereka bahwa Anda mampu dalam agama, mampu dalam mental, dan mampu menjadi pemimpin bagi keluarga atau mampu menjadi yang dipimpin dalam keluarga yang akan dibina kelak.”19 “Sampaikan kepada Mamah dengan baik-baik, dengan tenang dan terkendali, bahwa seorang pasangan hidup didahulukan keimanannya kepada Pencipta manusia, bukan muka, keturunan, harta, atau takhtanya.”20
Menurut peneliti, dalam bab lima dan enam ini sudah cukup yang dikatakan Felix, yakni persiapan-persiapan yang dilakukan seseorang jika sudah merasa siap. Memang benar dalam sebuah pernyataan yang berbunyi “kalau jodoh engga ke mana” “jodoh itu Allah yang mengatur”, tetapi jika hanya menunggu saja tetapi tanpa disertai usaha tentu saja percuma. Menurut peneliti, boleh saja percaya dengan pernyataan tersebut tetapi juga harus disertai dengan usaha yang dilakukan, seperti banyak bergaul dan bercengkrama dengan teman-teman dalam hal positif. Kemudian dibab selanjutnya dijelaskan tahap-tahap yang dilakukan jika seseorang telah siap untuk menikah dan sudah memiliki calon pasangan yang disukai, yakni khitbah-ta’aruf. Khitbah adalah peminangan, yakni pernyataan dari seseorang kepada calon pasangan yang disukai atau wali pasangannya. Peminangannya tidak hanya mengatakan bahwa menyukai dan siap menikah, tetapi juga segera menentukan tanggal dan tempat untuk pernikahan apabila wali pasangannya memang menyetujui. Seperti yang tertulis pada buku tersebut: 18
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 89. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 90. 20 Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 95. 19
66
“Sepantasnya seorang lelaki yang ingin menikahi seorang wanita, setelah mengkhitbah wanita dan mendapatkan persetujuannya, harus mendatangi walinya segera untuk membicarakan niat dan maksud menikahi putrinya dan menentukan tanggal pernikahan.”21 “Adapun rentang waktu ta’aruf, tidak ada satu pun dalil yang menjelaskan berapa lama batas waktu ta’aruf, lebih cepat tentu lebih baik...”22 Sedangkan ta’aruf adalah proses perkenalan antara kedua calon pasangan setelah peminangan dilakukan. Perkenalan yang dimaksud bukan berarti seperti pacaran yang banyak menghabiskan waktu berdua, yakni perkenalan untuk mengenal lebih dalam calon pasangan nanti. Untuk mengenalnya pun jika diperlukan kegiatan, maka tidak akan melakukan kegiatan hanya berdua saja antar calon pasangan, tetapi adanya mahram dari salah satu pihak yang menemani. Ta’aruf bisa juga dilakukan dengan wali pasangan, ini bertujuan agar bisa mengetahui calon pasangan lebih dalam mengenai sifat dan kepribadian langsung dari orangtua yang telah hidup bersama pasangan dari kecil hingga dewasa. Jangka waktu dari khitbah-ta’aruf kemudian pernikahan tidak dianjurkan terlalu lama, lebih cepat menikah lebih baik. Khitbah dan ta’aruf ini boleh dibatalkan jika dalam prosesnya salah satu atau kedua belah pihak enggan untuk meneruskan ke jenjang pernikahan, misalnya terdapat ketidak cocokan dalam visi dan misi masa depan. Banyak masyarakat yang masih meragukan khitbah-ta’aruf, biasanya pemikiran mereka didukung karena proses ta’aruf yang tidak berlangsung lama, berbeda
21 22
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 103. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 106.
67
dengan pacaran. Tidak hanya itu, alasan lainnya yaitu keyakinan dari dulu yang ada pada masyarakat adalah cinta dan sayang tidak bisa muncul begitu saja tanpa adanya perkenalan lebih dekat seperti pacaran itu. Khitbah dan ta’aruf adalah dua tahap yang dilakukan individu menuju proses pernikahan dalam Islam dan buku Udah, Putusin Aja memberikan penjelasan bahwa dua tahap ini adalah solusi bagi individu yang telah siap menikah. Selain karena aman, khitbah dan ta’aruf ini juga memiliki tujuan yang jelas untuk masa depan. Pembatalan dalam khitbah dan ta’aruf ini dapat terjadi apabila terdapat ketidakcocokan selama proses ta’aruf berlangsung dan hal ini diperbolehkan. Mereka pun juga mengatakan bahwa banyak pasangan suamiistri cerai yang ketika menuju pelaminan tidak melalui pacaran, padahal lebih banyak pasangan yang cerai didahului pacaran dibanding dengan yang khitbah-ta’aruf. Seperti yang ditulis dalam buku tersebut: “...Padahal, sudah dijelaskan tadi bahwa justru di dalam proses khitbah-ta’aruf perkenalan itu lebih mudah dijalani, masing-masing dapat mengetahui pasangannya dengan lebih baik karena sumbersumbernya tidak hanya dari dirinya, tapi bisa dari ayah-ibu atau keluarganya.”23 “Padahal, pacaran pun tidak menjamin kelanggengan pernikahan. Justru sebaliknya, kita lihat angka perceraian yang meningkat pesat, padahal sebelum menikah sudah bertahun-tahun pacaran. Begitu pun angka perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga yang masih menjadi primadona masalah rumah tangga.”24 “...sebagian besar pernikahan yang kandas diawali dengan pacaran, bukan dengan khitbah-ta’aruf. Malah jarang sekali kita saksikan yang khitbah-ta’aruf lantas bubar pernikahannya....”25 23
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 110. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 111. 25 Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 112. 24
68
Menurut peneliti, dalam bab ini pernyataan yang diungkapkan Felix mengenai solusi tidak berpacaran, yakni melalui khitbah dan ta’aruf sudah benar. Pembahasan yang jelas dan diberikan contoh-contoh yang mendukung sudah cukup baik. Selanjutnya yaitu bab kedelapan sampai kesebelas yang menjelaskan tentang apa yang dilakukan untuk lelaki atau perempuan yang belum siap menikah. Disarankan dalam buku ini agar perbanyak beribadah, terutama berpuasa. Sebab, dengan berpuasa dapat menahan diri dari hawa nafsu dan godaan setan yang mengelilingi pikiran. Selain itu, memperbaiki diri dalam keseharian, misalnya merawat diri dan bersosialisasi dengan baik dilingkungan sekitar agar semakin banyak yang mengenal kepribadiannya. Ini juga bertujuan memperluas pergaulan supaya lingkup calon pasangan luas. Kegalauan atau kesedihan turut hadir dimasa seseorang sedang memperbaiki diri. Dalam buku ini tidak dilarang bersedih, tetapi sedih yang berlarut tidak disarankan. Ketika sedih karena jodoh tidak kunjung datang atau baru saja putus dari pacar karena ingin bertaubat, maka dianjurkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas bermanfaat yang menjauhkan diri dari kesedihan. Selain itu juga dianjurkan tidak sering-sering menonton drama atau film romantis dan mendengarkan lagu-lagu sedih, di mana hal-hal itu akan membuat kesedihan menjadi berlarut. Seperti yang tertulis pada buku tersebut:
69
“Galau ditandai dengan banyak melamun, ngunci diri di kamar sambil dengerin lagu-lagu mellow, anggap diri paling malang sedunia sehingga paling layak dikasihani...”26 “Kalau bener mau bebas galau, keluarlah dari lingkaran galaumu dan masuk dalam lingkaran yang bersemangat dan positif, yang kondisinya bebas dari rangsangan-rangsangan negatif.”27
Hal tentang peran penting media massa yang merupakan salah satu faktor terjadinya pacaran juga diungkapkan Felix dalam wawancara dengan peneliti, sebagai berikut: “Wah, sangat luar biasa peranannya. Itulah habit, dari mana anak-anak jadi senang pacaran? Dari media massa tentu, contoh: gila keren banget twilight, gila keren banget kayaknya kalau gue punya pacar zombie atau vampir. Jadi gini, cinta itu adalah rasa dan rasa itu perlu rangsangan. Kalau rangsangan yang diberikan seperti itu terus menerus, maka mereka akan seperti itu juga.”
Menurut peneliti, hal ini yang diungkapkan Felix yang ditujukan bagi orang-orang yang belum siap menikah pun sudah cukup baik. Misalnya sudah ingin menikah tetapi belum memiliki harta, maka yang perlu dilakukan adalah mencari pekerjaan tambahan lain atau sudah ingin menikah tetapi orang tua belum merestui karena belum lulus kuliah, maka yang perlu dilakukan adalah belajar dengan giat agar lulus kuliah cepat dengan nilai memuaskan. Bagi seseorang yang belum siap menikah, tetapi bingung bagaimana menghadapi perasaan sedih yang selalu mengelilingi, dalam buku ini diberikan empat cara untuk mengatasi rasa sedih itu, antara lain: banyak mengingat Allah, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan dakwah, sering 26 27
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 127. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 133.
70
membaca kisah-kisah Rasulullah dan sahabat, serta melakukan suatu kegiatan baru (misalnya hobi) yang bisa mengalihkan pikiran. Selanjutnya dalam bab sepuluh, Felix mengantar pembaca kembali memaknai apa cinta itu sebenarnya dan cinta seperti apa yang tulus. Felix memberikan pembahasan tentang cinta kasih yang tulus adalah cinta orangtua kepada anaknya, yang selalu ikhlas tanpa meminta imbalan apapun. Saat ayah bekerja keras dari pagi hingga malam, dan ibu mengurusi anak serta rumah, semua itu dilakukan hanya untuk keberlangsungan hidup keluarga nanti. Sebagaimana yang tertulis pada buku tersebut: “Ayah kita begitu gembira menanti kedatangan kita. Di tengah usahanya menafkahi bunda dan calon anaknya serta menabung untuk kelahiran buah hatinya...”28 “Inilah cinta. Ayah pun menghambur masuk, mencium bunda dan segera mengumandangkan azan ke telinga kita. Tanda syukur yang mendalam, buyar sudah semua cemas-galaunya. Inilah cinta.”29 “Ketika kita tumbuh dan berkembang pun semuanya diliputi kehangatan cinta. Tangis kita menjadi usikan di kala mereka berdua tidur, tapi dengan senang hati bunda bangun, mengganti popok yang basah, menenangkan kita yang rewel untuk tidur kembali.”30
Peneliti setuju dengan pernyataan yang Felix ungkapkan dalam bab sepuluh ini, yakni sebelum kita jatuh cinta atau kita ingin membina rumah tangga, sebaiknya kita berpikir kembali apakah kita sudah cukup membuat orangtua bahagia, atau apakah kita sudah cukup mencintai dan menyayangi orangtua kita. Menurut peneliti, mencintai dan menyayangi orangtua merupakan hal yang lebih penting dibanding orang lain.
28
Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 145. Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 146. 30 Siauw, Udah, Putusin Aja, h. 147 29
71
Dibab terakhir, yakni bab sebelas berbicara mengenai waktu yang tepat untuk menikah. Tentunya dijelaskan kembali oleh Felix ciri-ciri seseorang yang dikatakan sudah siap untuk menikah dan apa yang harus dilakukan setelah merasa dirinya sudah siap menempuh hidup keluarga baru. Pemantasan diri yang dimaksud adalah siap dari segi rohani, fisik, dan harta. Apabila ketiganya telah terpenuhi, maka perbanyak bergaul. Peneliti setuju pada pernyataan Felix yang menyatakan bahwa seseorang harus kembali mempersiapkan diri dengan matang bahwa sudah siap menempuh hidup baru. Kesiapan ini dilakukan tentu sesuai dengan pernyataan Felix lainnya yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya. Dalam alur akhir yang merupakan sebuah penutup dari buku Udah, Putusin Aja ini, Felix menuliskan solusi apa yang harus dilakukan bagi seseorang yang belum siap dan yang telah siap menikah. Tidak hanya itu, Felix juga memberikan gambaran seperti apa nanti kehidupan keluarga sebenarnya dibab sebelas. Felix juga menekankan pentingnya berdoa dan melakukan ibadah-ibadah sunnah serta usaha untuk memperbaiki diri.
B. Analisis Naratif Tzvetan Todorov dan Teori Penetrasi Sosial Altman & Taylor dalam Kedudukan Hubungan Manusia Berkomunikasi Penelitian ini menggunakan analisis naratif Tzvetan Todorov serta teori penetrasi sosial Altman dan Taylor untuk menganalisis seperti apa alur cerita dan pacaran dimaknai yang terdapat pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw. Analisis naratif Tzvetan Todorov menekankan
72
teori naratif pada keseimbangan cerita dan membagi menjadi beberapa alur, yakni: alur awal, tengah, dan akhir. Sedangkan teori penetrasi sosial Altman dan Taylor merupakan teori yang membahas tentang hubungan antar dua individu yang saling mengenal. Pembahasan dalam teori ini mulai dari awal kedua individu baru mengenal hingga sudah intim (sangat dekat). Pada penelitian ini yang difokuskan peneliti adalah hubungan dua manusia yang melakukan pacaran. Menurut Altman dan Taylor, hubungan manusia bisa diteliti ke dalam lima tahap, antara lain: orientation stage, exploratory stage, affective stage, stable stage, dan depenetration. Tahapan-tahapan tersebut merupakan tahapan saat dua individu saling mengenal.31 Peneliti menganalisis seperti apa kedudukan hubungan manusia dalam pacaran dengan menggunakan teori penetrasi sosial Altman dan Taylor serta analisis naratif Tzvetan Todorov. Dari lima tahapan teori penetrasi sosial, orientation stage; exploratory affective, dan affective stage merupakan tahap yang terdapat pada alur awal buku Udah, Putusin Aja. Untuk orientation stage, hal ini dapat dilihat dalam penjelasan buku mengenai perasaan sayang dan cinta yang bisa timbul karena terbiasa, yaitu sering bertemu atau bertatap muka. Interaksi tatap muka antara dua orang lawan jenis yang terjadi pertama kali walaupun hanya saling melihat atau berbincang sebentar bisa menimbulkan perasaan tertarik satu sama lain. Dalam buku Udah, Putusin Aja diceritakan seperti apa perasaan itu muncul dan apa penyebabnya. 31
Emory A. Griffin, A First Look at Communication Theory (New York: McGraw-Hill, 2003), h. 135.
73
Selanjutnya yaitu exploratory affective dan affective stage terdapat dalam penjelasan mengenai gharizah nau’ yang bermakna rasa sayang terhadap manusia, khususnya lawan jenis. Rasa sayang yang dibahas pada gharizah nau’ ini adalah rasa sayang yang tumbuh bersamaan dengan rasa ingin memiliki. Gharizah nau’ ini merupakan pemberian Allah SWT, maka dari itu ketika ada seorang remaja yang mulai merasakan hal ini, tidak lain merupakan hal yang wajar. Gharizah nau’ dikatakan sebagai bagian dari exploratory affective dan affective stage karena rasa sayang dalam diri seseorang terhadap lawan jenis muncul disertai dengan sering berbincang (exploratory affective) dan adanya rasa kenyamanan serta percaya pada satu sama lain (affective stage). Kenyamanan tersebut timbul misalnya karena kepribadian yang baik maupun ketaatan kepada Allah yang tinggi. Pada
alur
tengah,
konflik
atau
pertentangan-pertentangan
bermunculan. Pertentangan yang dimunculkan yaitu pembahasan negatifnya pacaran yang banyak terjadi interaksi fisik. Hal ini merupakan salah satu penyebab dilarangnya pacaran dalam Islam. Bentuk pacaran berupa interaksi fisik termasuk dalam affective stage pada teori penetrasi sosial Altman dan Taylor, yakni di mana setelah percakapan yang dilakukan sudah sering dan menumbuhkan rasa percaya serta keterbukaan, mengakibatkan antar kedua individu timbul ketertarikan atau kenyamanan. Dengan munculnya rasa kenyamanan dan keterbukaan itu, masing-masing pasangan merelakan terjadinya sebuah kontak fisik.
74
Konsep kenyamanan dan keterbukaan pada affective stage Altman dan Taylor berbeda dengan kenyamanan menurut Felix. Dalam wawancara dengan peneliti, Felix mengatakan bahwa kenyamanan dan keterbukaan yang dimaksud dalam Islam (khitbah dan ta’aruf) adalah kesamaan visi dan misi masa depan. Tidak hanya itu, faktor ketaatan terhadap Allah juga menjadi salah satu faktor rasa nyaman atau kecenderungan menjadi menyukai calon pasangan itu timbul. Dalam penelitian ini, rasa tertarik dan nyaman tersebut merupakan ciri-ciri niat pacaran itu berasal. Salah satu dari kedua individu itu akan menyatakan perasaannya, jika individu lainnya merasakan hal yang sama, maka mereka resmi berpacaran. Setelahnya, akan terjadi pernyataan kasih sayang dan cinta dari keduanya berupa interaksi fisik (berpegangan tangan, berciuman, dan berpelukan). Pada buku ini, tahap penetrasi sosial seperti exploratory dan affective stage tidak berlaku jika digunakan untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan pacaran. Diperbolehkan kedua tahap tersebut dilakukan apabila bertujuan untuk melanjutkan hubungan ke pernikahan dalam bentuk khitbah dan ta’aruf dengan didampingi dari salah satu pihak. Proses yang dilakukan yakni khitbah dahulu, kemudian ta’aruf. Diceritakan tentang seperti apa kedudukan pacaran dalam Islam. Selain disebutkan hal-hal buruk dari pacaran, yakni di mana salah satunya bentuk interaksi fisik, dijelaskan jika baiknya bagi orang-orang yang sudah siap menikah untuk menyegerakan pernikahan tanpa melalui proses pacaran.
75
Dalam tahapan teori penetrasi sosial Altman dan Taylor ini, hal pelarangan pacaran dalam Islam masuk ke dalam tahap orientation stage; exploratory stage; affective stage; stable stage; dan depentration. Kelima tahap tersebut digunakan pada bahasan alur tengah tentang penyebab dilarangnya pacaran dalam Islam. Pelarangan pacaran disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan dari bentuk interaksi ketika pacaran (misalnya hamil di luar nikah), di mana proses pacaran sendiri yang mengakibatkan interaksi fisik berlebihan (berhubungan badan) sesuai dengan urutan dari tahapan penetrasi sosial tersebut. Sedangkan pada buku Udah, Putusin Aja dijelaskan bahwa untuk mengenal lebih dekat seseorang yang disenangi adalah melakukan khitbah dan ta’aruf. Dalam teori Altman dan Taylor, khitbah dan ta’aruf masuk pada tahap orientation stage; exploratory affective, dan affective stage saja. Pembahasan pada alur akhir tentang tahapan lain yang dapat dilalui individu tanpa pacaran menjelaskan bahwa kelima tahap teori penetrasi sosial Altman dan Taylor tidak semuanya sesuai dengan yang ada pada buku Udah, Putusin Aja. Dari kelima tahap tersebut, hanya orientation stage, exploratory affective, dan affective stage yang dapat digunakan dalam hubungan manusia berlawan jenis. Dalam orientation stage yang merupakan tahap awal perkenalan ini adalah tahap antar lawan jenis baru saling bertemu atau bertatap muka, di mana dalam khitbah dan ta’aruf kedua calon pasangan pun akan bertemu dahulu. Jika saat pertemuan itu berlangsung muncul rasa ketertarikan satu
76
sama lain, maka berlanjutlah exploratory affective dan affective stage; yaitu tahap di mana setelah pertemuan, mulai terjadi perbincangan berbagai hal tentang kehidupan pribadi masing-masing. Exploratory dan affective ini bisa disebut dengan ta’aruf, sebab pengenalan tentang antar satu sama lain terjadi dalam tahap ini. Akan tetapi, proses pengenalannya pun tidak dengan cara calon pasangan berdua-duaan, melainkan ada mahram dari salah satu pihak yang menyertai. Terkadang untuk lebih mengenal lebih jauh calon pasangan, satu sama lain mendapatkan informasi-informasi yang bersifat pribadi dari keluarga atau teman-teman dekat calonnya. Exploratory affective adalah tahap di mana ta’aruf itu baru sekedar perbincangan mengenai informasi pribadi maupun visi dan misi masa depan, sedangkan affective stage adalah tahap dalam ta’aruf yang telah menimbulkan kecenderungan rasa suka dan nyaman karena kepribadian yang baik dan ketaatan terhadap Allah. Pembatalan dalam khitbah dan ta’aruf ini dapat terjadi apabila terdapat ketidakcocokan selama proses ta’aruf berlangsung dan hal ini diperbolehkan.
C. Analisis Larangan Pacaran dalam Buku Islam Udah, Putusin Aja Penelitian buku Islam Udah, Putusin Aja merupakan penelitian yang membahas tentang larangan pacaran dalam pandangan Islam. Felix Yanwar Siauw sebagai penulis buku ini telah melihat fenomena yang terjadi akibat pacaran. Banyak remaja, khususnya remaja putri yang masa depannya
77
hancur karena pacaran. Fenomena itu misalnya bagian-bagian tubuh sudah digerayangi pacarnya, sudah tidak perawan lagi sampai hamil di luar nikah. Tidak heran fenomena tersebut melatar belakanginya dalam menulis buku ini. Pacaran identik dengan adanya interaksi fisik, karena dalam Islam telah dilarang hubungan apapun antar lawan jenis yang bukan mahram, terutama jika keduanya berdua-duaan, maka pacaran pun dapat dikatakan sebagai bentuk aktivitas yang dilarang. Hal ini terdapat pada hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:32 ي خ لون أحدك م ب امرأة ف إن ال ش يطان ث ال ثهما Artinya: “Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban [lihat Shahih Ibnu Hibban 1/436], At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth 2/184, dan Al-Baihaqi dalam sunannya 7/91. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam AsShahihah 1/792 no. 430).
Keseluruhan isi buku Udah, Putusin Aja banyak membahas tentang larangan pacaran walaupun fokus larangannya ini terdapat pada bab tiga sampai lima. Tetapi, disetiap bab selalu diselipkan kalimat-kalimat larangan itu. Hal ini menurut peneliti semata-mata untuk selalu mengingatkan pembaca disetiap bab. Pacaran dikatakan tidak boleh dalam buku ini berdasarkan apa yang tertulis diAl-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an dan hadits menjadi landasan kuat Felix Siauw dalam menulis buku ini, termasuk buku-buku lainnya.
32
Firanda Andirja “Mewaspadai Bahaya Khalwat”. Artikel diakses pada 26 Maret 2014 dari http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/mewaspadai-bahaya-khalwat.html
78
Buku ini ditulis sesuai dengan kenyataan yang ada dimasyarakat. Meningkatnya remaja putri yang hilang keperawanannya dan tingkat aborsi yang semakin tinggi memperkuat dampak negatif dari pacaran. Pacaran umumnya dilakukan oleh para remaja yang masih duduk dibangku sekolah, tentu mereka hanya mencari kesenangan saja. Bagi orang yang beranggapan bahwa pacaran merupakan ajang untuk saling mengenal lebih dekat sebelum menuju pernikahan, berarti mereka telah salah mengerti. Dari peristiwa hamil di luar nikah dan peristiwa buruk lainnya sudah membuktikan kalau pacaran memang merupakan ajang untuk mendapat kesenangan.Walaupun terkadang kesenangan yang dicari tidak sampai melakukan hubungan intim, tapi interaksi baik verbal maupun non verbal yang dilakukan tetap saja haram. Sebab, ketika pacaran itu hanya diliputi oleh hawa nafsu dan dilakukan bukan dengan mahramnya. Hubungan ini dikatakan bukan hubungan yang halal. Islam tentu memberikan petunjuk dan jalan keluar dari persoalan ini. Persoalan yang dimaksud adalah pertanyaan bagi orang-orang yang memiliki anggapan di atas, yakni apa yang harus dilakukan oleh seseorang untuk menikah tetapi mengenal calon pasangan saja tidak melalui pacaran dan bagaimana bisa dua orang akan menikah tetapi belum mengenal calon pasangan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tertulis dalam surat AlBaqarah ayat 235 yang berbunyi:33
33
Artikel ini diakses pada http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=2&aid=235&pid=arabicid
26
Maret
2014
dari
79
Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma´ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ´iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Sesuai dengan ayat dan Hadits di atas, dalam buku ini dituliskan tentang cara apa yang dilakukan agar seseorang mengenal calon pasangannya jika tidak melalui pacaran. Pemikiran akan keraguan tentang khitbah-ta’aruf masih dipertanyakan bagi sebagian orang, karena mereka telah terdoktrin budaya barat yang merajalela, salah satunya film.Melalui film, negara-negara barat dapat dengan mudah mempengaruhi pola pikir masyarakat, terutama remaja sebagai generasi penerus bangsa. Sebab, diusia remaja inilah manusia gemar menonton film atau drama televisi. Islam memberikan solusi jika manusia ingin memiliki hubungan dengan lawan jenis jika disertai rasa suka ingin memiliki. Seperti yang disebutkan sebelumnya, solusi yang dimaksud yaitu khitbah dan ta’aruf. Khitbah adalah peminangan, sedangan ta’aruf adalah perkenalan. Yang dilakukan terlebih dahulu adalah khitbah, kemudian ta’aruf. Dalam khitbah, dijelaskan alasan calon pasangan ingin meminang atau memiliki hubungan serius ke pernikahan. Setelah disetujui, berlanjut dengan dipastikannya tanggal dan tempat pernikahan.
80
Dalam
ta’aruf,
proses
perkenalan
yang
dilakukan
tidak
berlangsung lama. Perkenalannya pun tidak dilakukan secara berdua, melainkan adanya salah satu pihak yang menemani. Pada ta’aruf ini, yang dibicarakan mengenai visi dan misi masa depan masing-masing calon pasangan. Selain itu juga dalam ta’aruf lebih diperkenalkan lagi mengenai kepribadian masing-masing. Ta’aruf juga bisa dilakukan melalui tanya jawab dengan orangtua maupun kerabat dekat calon pasangan. Jika proses ta’aruf ini mendapatkan hal yang tidak cocok, maka khitbah dan ta’aruf dibolehkan batal, dan pihak perempuan diperbolehkan menerima peminangan dari laki-laki lain. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, jika disesuaikan dengan teori penetrasi sosial Altman dan Taylor, terdapat tiga tahap yang cocok dengan khitbah dan ta’aruf; yakni orientation stage, exploratory affective, dan affective stage. Untuk khitbah, hanya orientation stage yang sesuai. Hal ini karena dalam orientation stage terjadi pertemuan atau percakapan sebentar, di mana pertemuan dan percakapan itu tidak bersifat pribadi dan setelahnya muncul rasa ketertarikan. Sedangkan untuk ta’aruf, exploratory affective dan affective stage yang sesuai. Sebab, dalam ta’aruf terjadi perkenalan melalui perbincangan satu sama lain atau antar kedua belah pihak keluarga dan kerabat yang terlibat. Pernyataan di atas juga didukung oleh pernyataan Felix dalam wawancara dengan peneliti, sebagai berikut:
81
“Sebenarnya tidak bisa dimasuki atau disamakan dengan teori manapun. Begini, Altman dan Taylor ini memiliki ideologi yang berbeda dengan Islam. Setiap ideologi, akan memengaruhi subsistemsubsitem ideologi lainnya. Misalnya: orang sekuler tidak bisa menerima atau mengikuti ideologi Islam. Pandangan sekuler tentang pergaulan dengan pandangan Islam tentang pergaulan tentu berbeda. Khitbah dan ta’aruf seperti past, present, dan future. Past mengenai masa lalu calon pasangan dan latar belakangnya, present mengenai apa yang ia lakukan sekarang, dan future mengenai masa depan seperti apa yang ia inginkan serta serta rencana di masa depan. Kalau dilihat pada teori Altman dan Taylor, kemungkinan hanya ketiga tahap awal saja yang bisa, yaitu orientation stage, exploratory affective, dan affective stage. Taaruf ini tidak menyertai perasaan didalamnya, bukan rasa sayang atau cinta, tetapi rasa suka, yakni cenderung. Kecenderungan ini disebutkan Rasulullah jika ada laki-laki maupun perempuan yang ingin menikah, yaitu dengan cara masing-masing harus bertemu dahulu agar mengetahui ada perasaan suka atau tidak. Untuk rasa nyaman yang tertera pada affective stage ini adalah rasa nyaman bahwa calon pasangannya itu menaati apa yang Allah perintahkan dan menjauhi yang dilarang-Nya serta nyaman akan visi misi untuk masa depan seperti apa. Jadi, hanya ketiga tahap awal teori Altman dan Taylor ini yang dapat dimasukan ke dalam khitbah dan ta’aruf.”
Hal-hal seperti pemberian solusi dari dilarangnya pacaran dalam Islam pada buku Udah, Putusin Aja ini merupakan suatu tambahan bukti untuk memperkuat pelarangan tersebut. Ini juga memperlihatkan bahwa Islam tidak hanya sekedar melarang saja tanpa adanya penyelesaian apa yang harus dilakukan jika pacaran tidak diperbolehkan walaupun dengan alasan pacaran sebagai bentuk mengenal lebih jauh calon pasangan sebelum pernikahan. Intinya adalah apapun alasannya, apapun niatnya, pacaran dilarang dalam Islam karena akan merugikan banyak pihak khususnya pihak perempuan. Karena kerugiannya itulah yang menyebabkan pacaran dilarang.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang peneliti lakukan, buku Udah, Putusin Aja secara umum membahas tentang larangan pacaran dalam Islam. Hal ini didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits serta kejadian dimasyarakat yang merugikan kedua pasangan. Dalam buku tersebut juga dituliskan apapun alasan seseorang berpacaran, tetap saja pacaran tidak diperbolehkan. Pada kenyataannya, memang benar bahwa pacaran memiliki dampak negatif bagi laki-laki maupun
perempuan,
terutama
jika
kedua
pasangan
tidak
bisa
mengendalikan hawa nafsu. Buku ini juga memberikan alternatif tindakan apa yang dilakukan seseorang ketika ingin menikah tetapi tidak melalui pacaran. Alternatif yang diberikan yakni khitbah (peminangan) dan ta’aruf (perkenalan). Khitbah adalah peminangan, jika disetujui maka dilanjutkan perbincangan mengenai penentuan tanggan dan tempat pernikahan. Sedangkan ta’aruf adalah proses perkenalan yang di dalamnya dibicarakan tentang visi dan misi masa depan serta saling bertukar informasi pribadi. Secara rinci, buku ini menunjukkan alur cerita sebagai berikut: 1. Pada alur awal buku ini letak cerita menariknya sudah ada, yakni dapat dilihat dari sebelum bab satu dan dua, dicantumkan sebuah e-mail dari
82
83
follower penulis buku ditwitter yang menceritakan bagaimana ia bisa kehilangan keperawanannya yang dilakukan bersama pacarnya. Dalam alur awal ini juga dijelaskan bahwa perasaan sayang dan cinta antar lawan jenis bisa muncul karena sebuah pertemuan. Tatap muka walaupun hanya sebentar tersebut dapat dikatakan sebagai orientation stage pada tahap teori penetrasi sosial Altman dan Taylor. Sedangkan dalam gharizah nau’ (rasa sayang terhadap manusia, khususnya lawan jenis) tahap exploratory affective dan affective stage merupakan tahap dalam teori Altman dan Taylor yang sesuai dengan gharizah nau’ ini. 2. Alur tengah buku adalah pengembangan dari cerita dialur awal sebelumnya dan biasanya dimunculkan konflik serta peristiwa dikenyataan. Dalam buku ini, alur tengahnya ditunjukan dengan kejadian
yang
merugikan
bagi
pasangan,
seperti
hilangnya
keperawanan, hamil di luar nikah, dan kesedihan yang berlarut. Gambaran mengenai pacaran seperti itu merupakan akibat dari bentuk urutan tahap penetrasi sosial, terutama affective stage. 3. Alur akhir adalah penutup, biasanya konflik yang muncul pada alur tengah diselesaikan dialur akhir. Dalam buku ini, alur akhir ditunjukan dengan solusi dari tidak diperbolehkannya pacaran. Solusi yang dituliskan yaitu melalui proses khitbah dan ta’aruf. Tidak hanya itu, buku ini juga dialur akhirnya memberikan alternatif tindakan yang harus dilakukan bagi orang-orang yang belum siap menikah, seperti
84
memantaskan diri dari segi rohani; fisik; dan mental. Pada alur akhir ini, orientation stage; exploratory stage; dan affective stage merupakan tiga dari lima tahap teori penetrasi sosial Altman dan Taylor yang dapat digunakan dalam menganalisis buku Udah, Putusin Aja. Jadi, orientation stage;exploratory affective; dan affective stage adalah tahapan dari teori penetrasi sosial Altman dan Taylor yang sesuai dengan khitbah serta ta’aruf pada buku Udah, Putusin Aja karya Felix Yanwar Siauw sebelum menuju pernikahan.
B. Saran Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran terkait buku Udah, Putusin Aja. Menurut peneliti, untuk menguatkan kembali bahwa pacaran dalam Islam itu dilarang, maka Felix sebaiknya juga mencantumkan beberapa sumber yang mengatakan pacaran itu tidak baik. Sumbernya tidak hanya data-data dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits, tetapi juga bukubuku lainnya yang mendukung pernyataannya. Felix memang mencantumkan data seperti dari BKKBN, tetapi menurut peneliti hal tersebut masih kurang. Seringnya pemberitaan tentang peristiwa buruk yang terjadi akibat dari pacaran, membuat para remaja perlu sekali untuk membaca dan memahami isi buku ini. Tidak hanya remaja, orangtua; guru atau tenaga pendidik lainnya; aktivis dakwah atau da’i juga perlu membaca dan memahami buku ini. Hal ini tidak lain agar moral dari generasi penerus bangsa tidak semakin rusak dari tahun ke tahun.
85
Selain itu, menurut peneliti juga perlu bagi pekerja-pekerja diindustri hiburan (film dan musik) agar menyadari betapa hebatnya efek dari produk hasil pekerjaannya bagi orang yang telah mengonsumsinya. Budaya barat yang telah masuk ke Indonesia dengan mudah mempengaruhi pola pikir masyarakat. Salah satunya dapat dilihat dari film maupun drama televisi yang bercerita seperti apa kehidupan jika seseorang berpacaran sehingga membuat orang-orang yang menontonnya ingin merasakan juga. Untuk dunia musik, lirik-lirik lagu juga berpengaruh, misalnya saja saat seseorang sedang bersedih karena baru menyudahi hubungan pacaran kemudian menyetel sebuah lagu yang liriknya sesuai suasana hatinya, maka akan membuat orang tersebut menjadi berlarut dalam kesedihannya. Sebagai penutup, peneliti berharap penelitian ini dapat terus berlanjut untuk ke depannya. Semoga penelitian ini bisa digunakan dalam perbaikan moral remaja, khususnya dalam hal pergaulan yang semakin memburuk. Hal ini dapat dilihat pada pemberitaan dimedia massa.
86
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Jefri. Sekuntum Mawar Untuk Remaja, Jakarta: Pustaka Al-Mawardi, 2005. Al-Ghifari, Abu. Pacaran yang Islami Adakah?, Bandung: Mujahid Press, 2003. Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009. Ardani, Moh., Akhlak-Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti Dalam Ibadat dan Tasawuf. Jakarta: CV Karya Mulia, 2005. Aw, Suranto. Komunikasi Sosial Budaya Cet.1. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Baran, Stanley J. Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya. Penerjemah S. Rouli Manalu. Jakarta: Erlangga, 2012. Bunduq, Shahba’ Muhammad. Coctail of Love: Mencari Makna Cinta Sejati Penerjemah: Abdurrochim, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007. Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2010. Bungin, M. Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi Di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2006. Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo, 1997. DeGenova, Mary Kay. Intimate Relationships, Marriages & Families 7th ed. New York: McGraw-Hill, 2008. Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LkiS, 2005. Eriyanto. Analisis Naratif: Dasar-dasar dan Penerapannya dalam Analisis teks Berita Media, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013. Ghazali, M. Bahri. Da’wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Da’wah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997. Gisymar, Sholeh. Mitos Pacaran, Yogyakarta: Amorbook, 2005. Griffin, Emory A. A First Look at Communication Theory. New York: McGrawHill, 2003. Hartley, John. Communication, Cultural, and Media Studies: Konsep Kunci Cet. 1, Penerjemah Kartika Wijayanti, Yogyakarta: Jalasutra Anggota IKAPI, 2010. Kasman, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Da’wah Bi AlQalam dalam Al-Qur’an. Jakarta: Teraju, 2004.
87
Kubnadi, EV. Djohan. Berpacaran yang Sehat. Jakarta: Metanoia, 2006. Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss. Teori Komunikasi Edisi 9, Penerjemah Mohammad Yusuf Hamdan, Jakarta: Salemba Humanika, 2009. Muharram, Fikri Habibullah. Tuhan, Izinkan Aku Pacaran. Jakarta: Gema Insani, 2010. Parker, Ian. Psikologi Kualitatif, Penerjemah: Victorius Didik Suryo Hartoko, Yogyakarta: ANDI, 2008. Putra, R Masri Sareb. Media Cetak: Bagaimana Merancang dan Memroduksi Cet.1. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. Rivers, William L. Rivers et al. Media Massa & Masyarakat Modern Cet. Ke-3. Penerjemah Haris Munandar & Dudy Priatna. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Santrock, John W. Remaja: jilid 2 edisi kesebelas, Penerjemah: Benedictine Widyasinta, Jakarta: Erlangga, 2007. Stafford, Gill Branston & Roy. The Media Student’s Book 3rd ed. London: Routledge, 2003. West, Richard dan Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3: Analisis dan Aplikasi, Penerjemah Maria Natalia Damayanti Maer, Jakarta: Salemba Humanika, 2009. Website Andirja, Firanda. “Mewaspadai Bahaya Khalwat”. Artikel diakses pada 26 Maret 2014 dari http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/mewaspadai-bahayakhalwat.html Artikel ini diakses pada 28 April http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=3&aid=14&pid=arabicid
2014
dari
Artikel ini diakses pada 26 Maret http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=2&aid=235&pid=arabicid
2014
dari
“Banyak Remaja Indonesia Hamil di Luar Nikah” Berita ini diakses pada 23 Desember 2013 http://www.beritasatu.com/berita-utama/81710-banyakremaja-indonesia-hamil-di-luar-nikah.html Hisashiburi, Yefri. “Kisah Singkat Bahtera Keluarga Ust. Felix Siauw.” Artikel ini diakses pada 20 Maret 2014 dari http://udayefri.wordpress.com/2013/04/27/kisah-singkat-bahtera-keluargaust-felix-siauw/ Kuswanto, Observasi. “(Pengamatan Langsung di Lapangan).” Artikel diakses pada 14 November 2013 dari http://klikbelajar.com/umum/observasipengamatan-langsung-di-lapangan/
88
“Pengertian Zina” Artikel ini diakses pada 9 Februari 2014 http://makalahterbaru.blogspot.com/2012/01/pengertian-zina.html Permita, Moulidvi Rizki. “Teori Naratif.” Artikel diakses pada 12 Januari 2014 dari http://moulidvi-r-p-fib11.web.unair.ac.id/artikel_detail-81023-UmumTeori%20Naratif.html Rhamdani, Benny. “Menilik Larisnya Buku ‘#Udah, Putusin Aja’.” Artikel diakses pada 25 November 2013 dari http://media.kompasiana.com/buku/2013/03/14/menilik-larisnya-bukuudahputusinaja-536992.html “Ustadz Felix Siauw/ Profil/ Ustadz Keturunan Chinese.” Artikel ini diakses pada 20 Maret 2014 dari http://blogalakadar.blogspot.com/2013/04/ustadz-felixsiauw-yang-keturunan.html
89
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Transkip Wawancara dengan Felix Yanwar Siauw Penulis Buku Udah, Putusin Aja Tanggal 27 Januari 2014
1. Apa yang melatar belakangi ustadz dalam penulisan buku Udah, Putusin Aja? Di 2007 saya sadar betul bahwa mulai saat itu dunia akan didominasi oleh perempuan, apalagi di 2011 facebook dan twitter sudah mulai merajalela, maka saya akan yakin sekali bahwa dunia akan didominasi oleh perempuan. Sayangnya yang tahu akan hal ini tidak hanya saya saja, tetapi banyak yang mengetahuinya dan membuat pengrusakan terhadap Islam. Jadi, fokus utama pengrusakan yaitu pada wanita. Lewat apa? Perang pemikiran, ada tiga: food, fun, and fashion. Food adalah makanan, fun adalah kesenangan atau hiburan, fashion adalah cara berpakaian. Nah dari ketiga inilah kebetulan berhubungan dengan wanita. Oleh karena itu ketika sudah ada twitter, saya mulai membuat akun twitter. Sebelumnya saya juga membuat akun facebook, yang mana kedua media sosial tersebut merupakan media sosial yang berjenis kelamin perempuan. Ketika sudah membuat akun twitter, saya langsung kampanye tentang tiga pemikiran tadi, food; fun; and fashion. Karena saya tidak ahli dalam bidang food, maka saya hanya membahas dua pemikiran, yaitu fun and fashion. Nah, dalam bidang fun saya membuat tentang pacaran dan dalam fashion saya membuat tentang hijab. Itulah yang membuat mengapa saya menulis buku Udah, Putusin Aja yang langsung berkaitan dengan perempuan dan juga berkaitan dengan perang pemikiran tadi yaitu fun. Ya jadi itu latar belakangnya. 2. Berapa lama ustadz menyelesaikan buku ini (Udah, Putusin Aja)? Sama seperti buku Yuk, Berhijab! Buku Udah, Putusin Aja saya selesaikan dalam waktu dua minggu karena saya selalu mendokumentasikan tweet-tweet saya dimana ketika mengerjakan buku tersebut saya masukan beberapa tweet saya dan tinggal menambahkan dan menyusun struktur
penulisannya. Dengan menguasai tiga perang pemikiran tadi, membuat orangorang jadi mudah untuk menguasai dunia, mengapa? Karena ketiga pemikrian tersebut berhubungan langsung dengan wanita dan mudah juga untuk menguasai generasi penerus dunia ini, sebab yang mendidik anak semenjak dini adalah wanita dan wanita pun dapat mempengaruhi suami. 3. Apa tujuan dibuatnya buku Udah, Putusin Aja? Tujuannya ya itu tadi, adanya perang pemikiran. Ketika ada perang pemikiran, saya harus memiliki dan menyebarkan ke tengah-tengah publik tentang lawan dari pemikiran-pemikiran yang menyesatkan tadi. 4. Dalam buku Udah, Putusin Aja ini menurut ustadz makna pacaran itu sendiri seperti apa? Dalam Islam engga ada pacaran. Kalau definisi pacaran itu sebuah kegiatan maksiat antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram. 5. Kalau dibuku ini yang sudah saya baca, diawal buku diceritakan hal-hal mengerikannya, negatifnya dari pacaran, baru diakhir menikahnya. Apakah memang direncanakan seperti itu ustadz? Saya percaya bahwa setiap hal untuk penjelasan kepada manusia harus dimulai dari penjelasan tentang hal-hal yang mudah membuka mata mereka dulu, mereka harus tahu faktanya. Ketika mereka telah memahami faktanya, baru saya berikan fakta pengganti. Fakta pengganti seperti apa yang diberikan? Begini, dengan mereka sudah tahu dan paham bahwa pacaran itu tidak boleh dan jelek, maka mereka akan berpikir: apa yang harus dilakukan agar saya (wanita) mendapatkan laki-laki yang baik? Maka saya bantah dulu bahwa apakah benar laki-laki yang baik akan ditemui lewat pacaran? Tidak. Lalu bagaimana? Apakah kita langsung menikah juga? Itu juga engga. Lalu lewat apa? Nah yang saya tawarkan ada diakhir yaitu jika sama-sama mencintai Allah pasti akan mencintai, sama-sama taat pada Allah tidak mungkin mereka saling mengecewakan. Jadi awalnya dibuka dengan itu dulu membuka mata mereka bahwa ini loh pacaran, bukan yang hanya kangen-kangenan dan berbagai hal lain sampai-sampai mereka hilang akal. Kalau laki-laki engga bandel, maka
perempuan pun tidak. Laki-laki itu yang bandel banyak, kalau perempuan masih jarang. Laki-laki tidak berbekas, perempuan yang ada bekasnya. Mengapa saya tahu? Karena saya pernah pacaran. Untungnya dulu engga sampai menghamili anak orang, kecuali yang ini (sambil menunjuk istrinya yang duduk disebelahnya). 6. Buku ini didesain penuh warna dengan gambar-gambar, itu memang karena ditujukan untuk anak mudah ya ustadz? Iya, anak-anak muda lebih senang dengan cara-cara baru atau kreatif, tidak terkungkung dengan cara-cara lama yang cenderung bersifat membosankan. Maka dari itu buku ini isinya seperti komik. 7. Peran sekolah sendiri terhadap anak muda menurut ustadz bagaimana? Peran sekolah itu ada tetapi tidak sehebat orang tua. Karena madrasatun ulla pendidik pertama itu adalah ibu, sekolah hanya menyempurkan, hanya pembentuk habit. Namun, penanaman aqidah itu ada di orangtua. 8. Kalau media massa menurut ustadz apakah juga memiliki peranan penting dalam hal itu? Wah, sangat luar biasa peranannya. Itulah habit, dari mana anak-anak jadi senang pacaran? Dari media massa tentu, contoh: gila keren banget twilight, gila keren banget kayaknya kalau gue punya pacar zombie atau vampir. Jadi gini, cinta itu adalah rasa dan rasa itu perlu rangsangan. Kalau rangsangan yang diberikan seperti itu terus menerus, maka mereka akan seperti itu juga. 9. Dibuku ini dikatakan bahwa pacaran itu jelek, Islam melarang pacaran dan dari wawancara tadi ustadz juga bilang kalau pacaran ruginya banyak dibanding manfaatnya, nah kata lain dari pacaran selain maksiat apa menurut ustadz? Nikmat, happy, berbunga-bunga, ya kayak gitu pacaran tapi ujungujungnya musibah. Banyak orang bilang gini, mereka takut menikah karena takut ini dan itu tapi mereka engga takut ketika pacaran. Orang takut menikah karena takut engga punya duit, belum mapan, belum berpengetahuan luas dan
lain sebagainya. Yang saya ingin katakan adalah ketika kita miskin, kita disuruh menikmati penderitaan, misalnya: Bi, anak udah delapan bulan dikandungan, minggu depan kontrak kita habis, gimana bi? Nah hal seperti itulah yang akan menjadi cerita indah ketika kita sudah tidak miskin lagi. Ketika miskin dan kita menikmati penderitaan tersebut, kita akan menghargai setiap jerih payah kita. Dikemudian hari nanti kita bisa kembali mengingatnya: ingat engga kita dulu susah payah bangun ini semua dari nol sampai seperti sekarang ini? Kenikmatan dijalan Allah dapat dinikmati dan berbuah bahagia, kenikmatan dari maksiat dapat disesali. Pasti nyesel senyesel-nyeselnya. 10. Ada remaja yang berasalan kalau pacaran itu menjadi motivasi belajar, bagaimana menurut ustadz? Ah iya betul. Buat motivasi belajar, misalnya dengan dia pacaran dapat nilai A dimatematika. Apakah dia hidup untuk matematika dapat nilai A? Tidak pasti kan. Dia hidup untuk bahagia dan dia belajar itu agar bisa bahagia supaya bisa dapat duit lebih banyak dari bapak ibunya atau bisa hidup lebih layak dari bapak ibunya. Pertanyaannya sekarang untuk apa dapat nilai A matematika kalau kita sudah hilang keperawanan? 11. Bagaimana kalau perempuannya tetap tidak mau pacaran, tetapi lakilakinya tetap ingin pacaran kembali? Perkataan dari laki-lakinya seperti: kamu kan penyemangat aku, nanti engga ada yang motivasiin aku lagi, nilai-nilaiku nanti turun. Nah ngancem kan? Itu namanya eksploitasi perasaan. Karena laki-laki tahu persis kalau perempuan itu berperasaan banget. Untuk perempuan kalau udah putus dari laki-laki yang begitu anda harus bersyukur, kenapa? Coba deh bayangin kalau laki-laki model begitu jadi suami, dikit-dikit ngancem, misalnya: kalau lo putusin gue ntar gue bunuh diri. Suami yang begitu ntar ogah-ogah kerja, ngapain? Main ps melulu nanti.
12. Untuk diri sendiri supaya kita tidak seperti itu yang harus kita lakukan harus membiasakan diri dari lingkungan dulu atau gimana? Ada tiga pilar yang membuat orang taat dan tidak taat: individu, masyarakat, dan negara. Sayangnya negara kita memble, padahal kalau engga gitu bakal keren banget. Contohnya saya ini baru balik dari Aceh, walaupun penataannya bagus tapi orang engga berani pacaran depan umum. Kenapa? Ada wilayah khitbah, yaitu ada yang keliling, misal: lo ngapain berdua? Mana surat kawinnya? Orang kemudian memonitor. Selanjutnya individu dan masyarakat. Memahami betul-betul kalau kita ini makhluk Allah bahwa apapun yang Allah perintahkan kekita hanya untuk kita saja, dipahami betulbetul bahwa ketika kita berpacaran sama saja dengan menghancurkan masa depan kita, masa depan belum tentu jadi, nafsu yang jelas ada. Pacaran Cuma pegangan tangan doang? Engga mungkin laki-laki pegangan tangan doang. Kalau laki-laki Cuma pegangan tangan doang berarti bukan lelaki sejati. Kenapa? Karena saya ini laki-laki sejati dan saya engga cukup cuma pegangan tangan doang. Saya dulu tidak tahu tentang hubungan seks dan lainnya tetapi ketika saya tahu saya langsung belajar. Apa yang terjadi? Ketika saya sudah belajar saya membuat cewek untuk memberikan segalanya buat saya. Cowoknya minta apapun dikasi, karena itulah cewek. Banyak hal yang gampang membuat cewek jadi seperti itu. Cewek kalau udah mencintai dan menyayangi cowok ya begitu. Mengapa saya bisa seperti itu? Karena saya telah diberikan Allah kemampuan itu. Mengapa Allah memberikan kemampuan seperti kepada laki-laki? Karena untuk istri nanti. Kemampuan yang ditempatkan ditempat yang salah akan habis. Seberapa cewek takut hamil diluar nikah? Banyaknya luar biasa. Tetapi berapa banyaknya yang ternyata hamil diluar nikah? 60,7% berdasarkan survei ditahun 2008. Lalu mengapa ustadz Felix engga menghamili anak orang waktu pacaran? Hampir. Untung waktu itu ada kejadian-kejadian yang membuat engga jadi. Nanti anda akan tahu kalau anda sudah nikah, apa bedanya nafsu dengan cinta dan kenapa saya bilang nafsu itu engga bisa dikendaliin.
13. Ini, ustadz kan mualaf. Hal yang membuat ustadz masuk Islam itu karena sebelumnya bertemu dengan istri ustadz dulu lantas tertarik dan masuk Islam atau bagaimana ustadz? Saya nikah tahun 2006 dan masuk Islam tahun 2002, jadi selang empat tahun ya. Setelah saya rasa saya mapan saya meminang istri saya. Kemudian menikah dan dia engga mau sama saya ketika saya masih kafir. Dan perjalanan saya dulu bisa dilihat diyoutube judulnya The Way To Belief. Ada lagi yang ingin ditanyakan? 14. Udah cukup kayaknya. (sambil menunjuk ke arah lain) ini perkenalkan mereka adalah tim Warna Putih, yang akan menyutradarai film dari buku Udah, Putusin Aja. Jadi kalau kalian mau nyoba-nyoba siapa tahu jadi pemerannya ya boleh menghubungi mereka ya. 15. Wah novelnya mau difilmin ustadz? Kapan tayangnya? Insyaallah 14 Februari nanti, ya doakan saja soalnya sampai sekarang masih belum kelar. Tapi harus tetap optimis ya 14 Februari bisa tayang karena buku ini juga dilaunching sewaktu valentine. 16. Mau tanya lagi boleh tidak? Sewaktu sudah menikah kan ustadz sudah menjadi mualaf. Apakah ada konflik dari keluarga ustadz sendiri? Ada, tahun-tahun pertama ada, ditiga tahun pertama ada selanjutnya udah baik-baik aja mereka menerima.
Transkip Wawancara dengan Felix Yanwar Siauw Penulis Buku Udah, Putusin Aja Tanggal 23 April 2014
1. Dalam teori penetrasi sosial Altman dan Taylor, dikatakan bahwa manusia dapat memiliki kedekatan hubungan yang baik melalui lima tahap, yakni: orientation stage, exploratory affective, affective stage, stable stage, dan depenetration (sambil menunjukkan ringkasan penjelasan tahap tersebut pada Felix). Teori itu juga menyebutkan bahwa sebelum menuju pernikahan, individu melakukan kelima tahap tersebut. bagaimana menurut Ustadz? Ini kan tahapan sebelum menikah, faktanya tidak begitu. Penelitian yang diadakan dalam buku All About Times, penulisnya orang barat juga dan tidak hanya meneliti tentang cinta, tetapi juga tentang waktu, seperti berapa lama orang mengantri dan karena apa ada semua dibuku itu. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa pasangan yang berpacaran terlalu lama, akan menimbulkan rasa bosan. Penelitian yang dilakukan pada pasangan yang berpacaran lebih dari sembilan bulan menyatakan kalau rasa cinta dan sayang itu memudar seketika. Untuk kelima tahap dalam teori Altman dan Taylor, itu hanya bisa dilakukan setelah menikah. Mengapa? Karena jika dipaksakan sebelum menikah, yang terjadi seperti yang dikatakan pada buku All About Times itu, yaitu rasa bosan dan keinginan orang untuk break akan cepat. Dalam buku tersebut dicantumkan pada bulan keberapa orang mulai merasa bosan dengan pasangannya ketika berpacaran. Dalam pacaran tidak dibicarakan tentang masa depan atau visi misi pasangan hubungannya, lebih kepada fun saja. Maka dari itu, kelima tahap teori Altman dan Taylor ini baiknya diterapkan setelah menikah.
2. Jika dilihat dari buku Udah, Putusin Aja, hubungan antar lawan jenis yang dilakukan adalah khitbah dan ta’aruf. Dalam kelima tahap teori Altman dan Tayor ini, khitbah dan ta’aruf masuk ke tahap yang mana? Sebenarnya tidak bisa dimasuki atau disamakan dengan teori manapun. Begini, Altman dan Taylor ini memiliki ideologi yang berbeda dengan Islam. Setiap ideologi, akan memengaruhi subsistem-subsitem ideologi lainnya. Misalnya: orang sekuler tidak bisa menerima atau mengikuti ideologi Islam. Pandangan sekuler tentang pergaulan dengan pandangan Islam tentang pergaulan tentu berbeda. Khitbah dan ta’aruf seperti past, present, dan future. Past mengenai masa lalu calon pasangan dan latar belakangnya, present mengenai apa yang ia lakukan sekarang, dan future mengenai masa depan seperti apa yang ia inginkan serta serta rencana di masa depan. Kalau dilihat pada teori Altman dan Taylor, kemungkinan hanya ketiga tahap awal saja yang bisa, yaitu orientation stage, exploratory affective, dan affective stage. Taaruf ini tidak menyertai perasaan didalamnya, bukan rasa sayang atau cinta, tetapi rasa suka, yakni cenderung. Kecenderungan ini disebutkan Rasulullah jika ada laki-laki maupun perempuan yang ingin menikah, yaitu dengan cara masing-masing harus bertemu dahulu agar mengetahui ada perasaan suka atau tidak. Untuk rasa nyaman yang tertera pada affective stage ini adalah rasa nyaman bahwa calon pasangannya itu menaati apa yang Allah perintahkan dan menjauhi yang dilarang-Nya serta nyaman akan visi misi untuk masa depan seperti apa. Jadi, hanya ketiga tahap awal teori Altman dan Taylor ini yang dapat dimasukan ke dalam khitbah dan ta’aruf.
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Felix Yanwar Siauw, S.P.
Jabatan
: Penulis Buku Udah, Putusin Aja
Dengan ini menerangkan bahwa: Nama
: Dwita Apriliani
NIM
: 1110051000025
Jurusan
: Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas
: Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menerangkan bahwa mahasiswi tersebut di atas telah melaksanakan wawancara dengan Penulis Buku Udah, Putusin Aja dengan judul skripsi “Analisis Naratif Larangan Pacaran Dalam Agama Islam Pada Buku Udah, Putusin Aja Karya Felix Yanwar Siauw”. Demikian surat keterangan ini dibuat dan semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 21 April 2014
Felix Yanwar Siauw, S.P.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS BUKU UDAH, PUTUSIN AJA Curriculum Vitae
Data Pribadi Nama
: Felix Yanwar Siauw
Tempat, Tanggal Lahir
: Palembang, 31 Januari 1984
Kontak
: 081311501178
Pendidikan Terakhir
: S1 Fakultas Pertanian IPB
Pekerjaan
: Pengemban Dakwah, Penulis Buku
Moto
: Kebenaran itu hanya satu, yaitu Islam!
Karya Buku 1.
Beyond The Inspiration (Khilafah Press, 2010)
2. Muhammad Al-Fatih 1453 (Khilafah Press, 2011) 3. How To Master Your Habits (Khilafah Press, 2012) 4. Udah, Putusin Aja (Mizania, 2013) 5. Yuk, Berhijab! (Mizania, 2013) 6. The Chronicles of Ghazi (Mizania, 2014) 7. Khilafah (Al Fatih Center, 2014)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI Curriculum Vitae Peneliti
Data Pribadi Nama
: Dwita Apriliani
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir
: Jakarta, 9 April 1992
Alamat
: Jl. Raya Kranggan Pertamina B RT.003/06 No. 90, Kel. Jatiraden Kec. Jatisampurna, Bekasi, 17434.
Nomer Telepon
: 087780836457
Email
:
[email protected]
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Warga Negara
: Indonesia
Riwayat Pendidikan dan Pelatihan a. Formal: Sekolah
Tempat
Tahun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta
2010-sekarang
SMA Negeri 67 Jakarta
Jakarta
2007-2010
SMP Negeri 157 Jakarta
Jakarta
2004-2007
SD Negeri Bambu Apus 04 Pagi
Jakarta
1999-2004
TK Islam Mutia 3
Bekasi, Jawa Barat
1997-1999
b. Informal 2002
: English Course at LPIA
2008
: English Course at LIA Kalimalang
2011
: Workshop Lingkungan Hidup – Love The Earth For Our Future
2012
:Training Public Speaking and Broadcasting di Yayasan Bina Insan
2012
: Training Broadcasting Radio
2012
: Workshop Super Jurnalis GANN
2012
: Workshop Save Our Generation Program GANN
2012
: Peserta lomba News Casting FISIP Days
2012 : Workshop Broadcasting – Mengembangkan Potensi diera Globalisasi Media 2013
: Workshop SINDO Goes to Campus
2013
: Workshop SCTV Goes to Campus
Pengalaman Bekerja 2012
: Penyiar dan Reporter 107.9 RDK fm
2013-2014
: Pemimpin Redaksi dan Penyiar 107.9 RDK fm
Pengalaman Berorganisasi 2007-2009
: Anggota dan Pengurus FORIS SMA Negeri 67 Jakarta
2012- 2014 : Anggota dan Pengurus 107.9 RDK fm
SAMPUL BUKU
FOTO DOKUMENTASI WAWANCARA PENULIS BUKU UDAH, PUTUSIN AJA
Wawancara tanggal 27 Januari 2014
Wawancara tanggal 23 April 2014