Analisis Kinerja Sistem Komunikasi Kooperatif Berbasis MC-CDMA pada Kanal Mobile-to-Mobile Rizki Dwi Kurnia Putera. Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111, Email:
[email protected]
Abstract - Wireless merupakan media yang paling banyak digunakan dalam komunikasi saat ini. Gangguan paling dominan pada wireless adalah efek fading. Cara mengurangi efek fading di sistem Multi Carrier-Code Division Multiple Access (MC-CDMA) adalah menggunakan teknik Multiple Input Multiple Output (MIMO). Tetapi teknik MIMO ini mempunyai keterbatasan, yaitu pada implementasi antena arraynya. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut digunakan teknik spatial diversity. Kanal yang digunakan adalah kanal mobile-to-mobile di mana user selalu mengalami pergerakan (mobile). Pergerakan tersebut mengakibatkan efek doppler. Efek doppler ini dapat mempengaruhi sistem MC-CDMA. Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja MC-CDMA adalah Inter Carrier Interference (ICI). Pada tugas akhir ini akan diteliti kinerja sistem komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-to-mobile. Konfigurasi sistem yang digunakan adalah satu source (S), satu relay (R), dan satu destination (D) yang selalu mobile. Protokol relay kooperatif yang digunakan adalah Amplify-andForward (AF). Pengaruh efek doppler shift dan ICI pada sistem tersebut juga akan disimulasikan. Dari hasil simulasi, akan didapat parameter-parameter berupa BER untuk selanjutnya dianalisis. Dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa sistem komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-to-mobile Double Rayleigh fading memiliki kinerja lebih baik daripada sistem komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-to-mobile Rayleigh fading. Kinerja kanal double rayleigh fading mencapai 10-3 saat SNR sekitar 10dB. Sedangkan pada kanal Rayleigh fading mencapai 10-3 saat SNR sekitar 15dB. Keywords: cooperative communication, MC-CDMA, mobile-to-mobile channel modelling, diversity, doppler shift.
Pada sistem ini, kanal yang digunakan adalah kanal mobile-to-mobile di mana user yang berkomunikasi selalu mengalami pergerakan (mobile). Pergerakan tersebut mengakibatkan efek doppler sehingga terjadi frekuensi offset. Efek doppler mempengaruhi sistem MC-CDMA tersebut. Selain efek doppler, faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja MC-CDMA adalah Inter Carrier Interference (ICI). Pada tugas akhir ini akan diteliti kinerja sistem komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-to-mobile. Konfigurasi sistem yang digunakan adalah satu source (S), satu relay (R), dan satu destination (D) yang selalu mobile. Protokol relay kooperatif yang digunakan adalah Amplify-andForward (AF). Pengaruh efek doppler shift dan ICI pada sistem tersebut juga akan disimulasikan. Dari hasil simulasi, akan didapat parameter-parameter berupa BER untuk selanjutnya dianalisis. II. TEORI PENUNJANG 2.1 Modulasi Modulasi merupakan proses penumpangan sinyal informasi ke sinyal carrier dengan tujuan agar sinyal informasi dapat ditransmisikan dengan jarak yang lebih jauh. Selain itu modulasi juga bertujuan untuk menyesuaikan sinyal dengan karakteristik kanal. Modulasi terbagi menjadi dua, yaitu modulasi analog dan modulasi digital. Bentuk umum gelombang carrier, s(t) adalah sebagai berikut : s(t ) = A(t ) cos θ (t ) Dimana : A(t) = amplitudo θ(t) = sudut yang mengalami perubahan sebagai fungsi waktu. Dari teori tersebut, maka dapat dituliskan persamaan berikut :
θ (t ) = ω 0 + Φ(t ) sedemikian hingga didapatkan :
I.
PENDAHULUAN
Komunikasi kooperatif memungkinkan dua atau lebih user dapat saling berbagi data dan mentransmisikannya melalui antena array. Dengan kata lain, pada komunikasi kooperatif pengguna antena tunggal dapat diterapkan.
s(t ) = A(t ) cos[ω0 + Φ(t )] Dimana : ω0 = frekuensi carrier (radian) ߔ(t) = fase Simbol f merupakan bentuk simbol frekuensi yang dinyatakan dalam satuan Hertz. Antara f dan ω
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
1
memiliki hubungan ω=2πf dengan ω dalam satuan radian. Pada modulasi digital, pada pengirim terdapat sebuah modulator yang berfungsi untuk mengubah sinyal informasi yang berupa deretan biner ‘0’ dan ‘1’ menjadi bentuk sinyal gelombang sesuai dengan tipe modulasi yang digunakan. Sedangkan pada sisi penerima, terdapat sebuah demodulator yang berfungsi untuk mengembalikan sinyal yang telah dimodulasi tersebut menjadi sinyal informasi sama seperti asalnya. 2.1.1 Modulasi BPSK (Binary Phase Shift Keying) Modulasi BPSK merupakan teknik modulasi yang memiliki dua buah titik konstelasi. Titik konstelasi ini memiliki perbedaan fase, yang satu yaitu 0o dan yang satunya 180o. Pada modulasi BPSK, bit ‘0’ akan dikodekan menjadi simbol ‘-1’ dan bit ‘1’ akan dikodekan menjadi simbol ‘1’. Sinyal transmisi BPSK dapat didefinisikan sebagai berikut : Untuk biner 1 :
s BPSK (t ) =
2 Eb cos[2πf c t + θ c ] Tb
menyebabkan adanya interferensi antar user yang berbagi kanal. Macam-macam kode tersebut antara lain: • Walsh-hadamard sequences Walsh-hadamard sequences didapatkan dari matriks hadamard yaitu matriks persegi dimana setiap kolom dari matriks tersebut orthogonal dengan kolom yang lain. Dan setiap baris dari matriks tersebut orthogonal dengan baris yang lain. Matriks Hadamard (Hn) dimulai dengan matriks 0 dan dilakukan transformasi hadamard secara berulang-ulang untuk baris dan kolom selanjutnya. Setiap kolom atau baris dari matriks Hadamard merupakan Walsh-Hadamard sequences dengan panjang n. Korelasi silang dari setiap deretan kode bernilai nil, yang berarti Wlash-hadamard sequences ini adalah kode yang orthogonal. Transformasi Hadamard didefinisikan sebagai: H2n =
0 ≤ t ≤ Tb
Untuk n = 1
Untuk biner 0 :
H2=
s BPSK (t ) = =−
2Eb cos[2πf c t + π + θ c ] Tb
2 Eb cos[2πf c t + θ c ] Tb
H4=
0 ≤ t ≤ Tb
Dimana Eb=1/2 (Ac2Tb) merupakan energi bit, θc adalah fase dan Ac adalah amplitudo dari carrier sinyal sinusoidal. Sedangkan Tb merupakan durasi bit dan fc menyatakan frekuensi carrier dalam Hertz. 2.2
Sistem Spread Spectrum Spread spectrum adalah metode transmisi sinyal yang membutuhkan bandwidth kanal yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bandwidth kanal minimum yang dibutuhkan menurut teorema Nyquist. Dengan bandwidth yang lebih lebar tersebut, maka sinyal akan memperoleh daya noise yang besar. Tetapi dengan metode spread spectrum ini, sinyal wideband dipenerima akan diubah menjadi bentuk asalnya (narrowband) sebelum dideteksi. 2.2.1
Untuk n = 2
Pseudo-Random Code Inti dari sistem spred spectrum adalah penyebaran energi data pada sisi pengirim dan pengembalian ke bentuk narrowband pada sisi penerima. Spreading code sequence digunakan dalam proses tersebut. Jika terdapat banyak user yang mengakses sistem, setiap code sequence yang digunakan harus dapat dibedakan dari code sequence user lain dan idealnya kode tersebut tidak
2.3 Sistem Multicarrier Pada sistem spread spectrum, ketahanan terhadap fading didapatkan dengan menyebarkan energi sinyal pada bandwidth yang jauh lebih lebar dibandingkan dengan bandwidth minimum yang dibutuhkan. Bandwidth yang lebar tersebut, didapatkan dari perkalian dengan kode spreading yang mempunyai periode chip Tb/N. Dimana N adalah panjang kode spreading. Jika N besar, maka bandwidth sinyal akan menjadi lebih besar dari bandwidth koheren. Sehingga sinyal akan mengalami frequency selective fading. Untuk mengatasi hal tersebut, digunakan sistem multicarrier yang mentransmisikan data melalui N narrowband subcarrier. 2.3.1 Multicarrier CDMA (MC-CDMA) Sistem OFDM adalah sistem yang tahan terhadap frequency selective fading. Tetapi sistem tersebut mempunyai beberapa kekurangan, seperti kesulitan untuk melakukan sinkronisasi subcarrier, sensitifitas frekuensi offset, dan penguatan non-linier. MC-CDMA yang merupakan kombinasi dari OFDM dan CDMA mempunyai keuntungan yang utama
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
2
karena dapat menurunkan laju simbol dalam setiap subcarrier. Secara umum, sistem MC-CDMA dapat dilakukan dengan dua cara. Cara yang pertama adalah dengan menyebarkan deretan data menggunakan kode spreading yang diberikan dan dimodulasi pada subcarrier yang berbeda untuk setiap chip (penyebaran dalam domain frekuensi). Cara yang kedua adalah menyebarkan deretan data dengan mengubahnya menjadi bentuk pararel terlebih dahulu. Setelah itu, data dikalikan dengan deretan kode spreading yang diberikan. Lalu, dimodulasi pada subcarrier yang berbeda untuk setiap data (penyebaran dala domain waktu). Cara ini biasa disebut dengan Multicarrier Direct-Sequence CDMA (MC-CDMA). 2.4 Kanal Double Rayleigh Fading Tugas akhir ini menggunakan sistem komunikasi kooperatif dengan kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading. Model scattering dari model kanal ini dapat dilihat pada gambar 1.
⎡ ⎛ 2π ⎞⎛⎜ N ⎟⎜ ∑ An exp ⎢ j ⎜ wTn t + φ n + λ ⎠⎝ n = 1 ⎣ ⎝ N ⎛ ⎡ ⎛ 2π ⎞⎤ ⎞ x ⎜⎜ ∑ B n exp ⎢ j ⎜ wTn t + φ n + Δ n ⎟ ⎥ ⎟⎟ λ ⎠⎦ ⎠ ⎝ ⎣ ⎝ n =1
2π ⎛ r (t ) = exp ⎜ − j d TxRx λ ⎝
⎞ ⎤ ⎞⎟ ⎟⎥ ⎟ ⎠⎦ ⎠
menggunakan rumus dibawah, suatu transfer function narrow band, time varying channel di dalam lingkungan 3 dimensi dapat dituliskan pada persamaan berikut: H ⎛ ⎜ ⎝
D
(t ) =
N
∑
B
m =1
m
G
Dimana : An dan Bm Gt dan Gr Wtn dan wrm Фn dan Фm
⎛ ⎜ ⎝ R
N
∑
n =1
AnG
T
(k Tn ) exp [ j (w Tn
(k Rn ) exp [ j (w Rm
+ φ
m
+ φ Tn
)]⎞⎟ ⎠
)]⎞⎟ ⎠
= amplitudo scatter pada pemancar dan penerima yang terdistribusi acak = pola radiasi antena pemancar dan penerima = doppler shift = pergeseran phase pemancar dan penerima (rad)
III. PERANCANGAN SIMULASI 3.1 Gambar 1. Mobile-to-mobile scattering Gambar tersebut memperlihatkan skenario mobile-tomobile. Dimana N merupakan jumlah scatter sekeliling transmitter dan receiver, disimbolkan Stn dan Rtn. Radius scattering Rt dan Rr dianggap besar sehingga proses fading yang dikarenakan pergerakan mobile dapat dianggap stationer. Asumsi terpenting pada model ini adalah jarak antara 2 mobile station maupun kendaraan harus cukup besar, sehingga scattering pada tiap terminal dibagi menjadi dua grup scatter yang tidak saling mempengaruhi. Total signal yang terjadi pada scatter yang ke-n pada receiver, Sn(t) adalah penjumlahan dari beberapa sinyal dari scatter di sekeliling transmitter. Dapat dituliskan sebagai berikut:
Pemodelan Sistem Terdapat dua sistem yang di simulasikan pada tugas akhir ini, yaitu sistem komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-tomobile rayleigh fading dan sistem komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-tomobile double rayleigh fading. 3.1.1
Pemodelan Sistem Komunikasi Kooperatif Berbasis MC-CDMA pada kanal mobileto-mobile rayleigh fading Blok diagram komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-to-mobile rayleigh fading dapat dilihat pada gambar 2
N ⎛ 2π ⎞ sn (t ) = ∑ An exp[ j(wTn + φTn )]exp⎜ − j dTxRx ⎟ λ ⎝ ⎠ n=1
Dimana : An dan ФTn = Variable random WTn = Doppler shift dtxrx =jarak dari transmitter receiver scatter λ = panjang gelombang
scatter
dan
Total sinyal yang diterima di receiver r(t) diberikan oleh penjumlahan kontribusi dari semua M scatter di sekeliling receiver.
Gambar 2. Blok diagram komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal rayleigh fading.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
3
3.1.2
Pemodelan Sistem Komunikasi Kooperatif Berbasis MC-CDMA pada kanal mobileto-mobile double rayleigh fading Blok diagram komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-to-mobile rayleigh fading dapat dilihat pada gambar 3
yang ditransmisikan. Baris m menyatakan panjang kode spreading. Output dari blok fungsi IFFT merupakan bentuk sinyal MC-CDMA dalam domain waktu. Jumlah titik IFFT merupakan banyaknya sampel untuk satu symbol yang akan menjadi output dari blok fungsi IFFT. 3.6 Proses parallel – serial Proses parallel – serial adalah proses perubahan bentuk suatu matriks m x n, dengan m baris dan n kolom ke dalam bentuk matriks dengan ukuran 1x(m,n). Output dari IFFT adalah suatu matriks dengan ukuran jumlah titik IFFT x jumlah data. Untuk mengubah menjadi sinyal MC-CDMA, maka output dari IFFT tersebut harus dijadikan ke bentuk serial yang berukuran 1x (jumlah titik IFFT . jumlah data).
Gambar 3. Blok diagram komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading. 3.2 Pembangkitan Bit Informasi Proses pembangkitan bit pada simulasi tugas akhir ini dibangkitkan secara acak atau random dengan menggunakan perintah randint pada Matlab dengan state tertentu sehingga hasilnya akan saling bebas dan tidak mempengaruhi satu dengan yang lain serta memungkingkan untuk pengulangan atau mendapatkan data yang sama pada state yang sama Bit yang dibangkitkan mempunyai nilai ‘0’ dan ‘1’ yang merupakan representasi dari sinyal digital. Jumlah bit yang dibangkitkan sebanyak 10000 bit. 3.3 Modulasi BPSK Pada modulasi BPSK, bit ‘0’ dan ‘1’ hasil pembangkitan akan dikodekan menjadi ‘-1’ dan ‘+1’. Hasil modulasi BPSK hanya mempunyai komponen Inphase dan tidak mempunyai komponen Quadrature. 3.4 Proses Spreading Untuk proses spreading, sistem ini menggunakan kode spreading yang orthogonal yaitu kode hadamard dengan panjang 16 bit 3.5 Proses IFFT Sistem MC-CDMA adalah sistem multicarrier, sehingga membutuhkan suatu modulator untuk meletakan data yang akan dikirimkan ke dalam subcarrier-subcarrier tertentu. Input dari blok fungsi IFFT adalah matriks berukuran m x n yang merupakan hasil perkalian sinyal informasi dengan kode spreading-nya. Kolom n menyatakan panjang data
3.7 Pembangkitan AWGN AWGN merupakan thermal noise yang terdistribusi normal dengan nilai rata-rata nol, serta bersifat menambahkan pada sinyal. Pada simulasi ini, pembangkitan AWGN secara teoritis dilakukan dengan menentukan besarnya signal to noise ratio (SNR) dalam bentuk linier terlebih dahulu, dimana SNR ini adalah perbandingan daya sinyal dengan daya noise. Noise yang ada menyebabkan munculnya varian, besarnya varian yang muncul karena nilai SNR tertentu ditulis dalam persamaan
var =
Dimana : Es = energi sinyal SNR = signal to noise ratio (dalam linier) var = varian yang muncul Setelah mendapatkan varian pada nilai SNR tertentu, dibangkitkan data acak terdistribusi normal untuk bagian real dan imajiner, kemudian masingmasing data acak tersebut dikalikan dengan besarnya standar deviasi yang telah dihitung, yaitu akar dari varian. Noise yang didapat selanjutnya dijumlahkan dengan sinyal. Karena operasi yang digunakan adalah penjumlahan antara noise terdistribusi normal atau Gaussian dengan sinyal informasi, maka dari itu noise ini disebut dengan Additive White Gaussian Noise (AWGN). 3.8 Kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading Dalam simulasi tugas akhir ini digunakan kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading untuk sistem komunikasi kooperatifnya. Hal ini dikarenakan pada sistem selular, base station yang tinggi mempunyai penyebaran yang sangat luas, sedangkan mobile station mempunyai ketinggian yang rendah dalam lingkungan scattering. Link ini dikenal sebagai fixed-to-nobile (F-to-M). Envelope yang diterima dari F-to-M, bukan di bawah line-of-sight kondisi ini disebut Rayleigh fading. Pemancar merupakan mobile station yang dipengaruhi oleh frekuensi dopler yang
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
Es 2 × SNR
4
dihasilkan dari kecepatan user yang dirumuskan sebagai berikut : f1 = f2 = f1 merupakan frekuensi dopler yang dipengaruhi oleh kecepatan user 1 (v1) dan f2 merupakan frekuensi dopler yang dipengaruhi oleh kecepatan user 2 (v2). Dengan λ merupakan panjang gelombang yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan : λ=c/f Dimana c merupakan ketetapan yang memiliki nilai 3x108 dan f merupakan frekuensi dari kanal komunikasi selular yang memiliki nilai sebesar 900 MHz.
dapat dicapai saat SNR bernilai sekitar 15 dB pada kanal user. 4.2 Kinerja Komunikasi Kooperatif dengan Kanal Mobile-to-Mobile Double Rayleigh Fading untuk Variasi Perubahan Kecepatan Pada simulasi ini akan dilakukan pengamatan terhadap perbedaan kecepatan dan diasumsikan terdapat tiga macam kecepatan pada sistem komunikasi dengan menggunakan model kanal mobile-to-mobile double Rayleigh Fading yaitu kecepatan rendah (5km/jam), sedang (80km/jam) dan tinggi (140km/jam).
BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Perbandingan Unjuk Kerja Sistem Komunikasi Kooperatif berbasis MC-CDMA pada Kanal Mobile-to-Mobile Double Rayleigh Fading dengan Sistem Komunikasi Kooperatif berbasis MC-CDMA pada Kanal Rayleigh Fading. Pada analisa ini akan melihat performansi hasil BER dari kedua sistem yaitu sistem komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA dengan menggunakan model kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading.
Gambar 4 Grafik perbandingan sistem komunikasi kooperatif kanal Rayleigh Fading dengan sistem komunikasi kooperatif mobile-to-mobile double Rayleigh fading dengan SNR kanal antar user 30 dB Pengukuran kinerja kedua sistem dilakukan pada SNR 0dB sampai 30dB. Dari grafik dapat dilihat bahwa kinerja dari kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading lebih bagus dibandingkan dengan kanal rayleigh fading. Kinerja kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading mencapai 10-3 dapat dicapai saat SNR bernilai sekitar 10 dB pada kanal user. Sedangkan pada kanal rayleigh fading mencapai 10-3
Gambar 5 Grafik perbandingan sistem komunikasi kooperatif mobile-to-mobile double Rayleigh fading dengan kecepatan v1 tetap dan v2 berubah-ubah. Analisa ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan kecepatan relay (v2) terhadap kinerja BER sistem sehingga kecepatan sumber dibuat tetap dan kecepatan relay (v2) dibuat berubah-ubah. Pengukuran dilakukan saat SNR 0dB sampai 30 dB. Pada analisa ini dilakukan pengukuran kinerja BER pada sistem komunikasi kooperatif dengan model kanal mobile-to-mobile double double Rayleigh fading dimana pada semua kondisi kecepatan sumber (v1) dibuat tetap yaitu dalam kecepatan sedang (50km/jam) sedangkan kecepatan relay (v2) dibuat berubah-ubah yaitu dalam kecepatan rendah(5km/jam), sedang (80km/jam) dan tinggi (140km/jam). Gambar 5 menunjukkan bahwa semua kondisi mempunyai kinerja BER (bit error rate) yang hampir sama yaitu pada kanal uplink Eb/No bernilai 10 dB nilai BER mencapai 10-3. Berikutnya pengamatan dilakukan saat kecepatan v1 yang berubah-ubah saat 5 km/jam, 60 km/jam, dan 130 km/jam sedangkan kecepatan user 2 tetap pada 80 km/jam. Hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 6. Pada gambar tersebut dapat dilihat pada saat kecepatan v1 130 km/jam dan v2 80 km/jam, sudah mampu mencapai nilai BER 10-3 pada SNR 210 dB. Sedangkan saat kecepatan v1 5 km/jam dan 60 km/jam kinerja sistem hampir sama yaitu 10-3 saat SNR 10dB
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
5
Gambar 6 perbandingan sistem komunikasi kooperatif mobile-to-mobile double Rayleigh fading dengan kecepatan v1 berubah-ubah dan v2 tetap. V. PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi dan analisa, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. kinerja dari kanal mobile-to-mobile double rayleigh fading lebih baik dibandingkan dengan kanal rayleigh fading. Kinerja kanal mobile-tomobile double rayleigh fading mencapai 10-3 dapat dicapai saat SNR bernilai sekitar 10 dB pada kanal user. Sedangkan pada kanal rayleigh fading mencapai 10-3 dapat dicapai saat SNR bernilai sekitar 15 dB pada kanal user. 2. Kinerja dari Komunikasi kooperatif mobile-tomobile double Rayleigh fading untuk setiap perubahan kecepatan tidak terlalu mempengaruhi kinerja dari system ini. berarti frekuensi doppler tidak terlalu berpengaruh pada sistem ini. 5.2
Saran Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan topik yang dibahas dalam tugas akhir ini. 1. Untuk penggunaan user yang lebih banyak dapat dikaji apakah dapat diteliti pengaruh jumlah user terhadap kinerja sistem. 2. Pengaruh dari komunikasi kooperatif berbasis MC-CDMA pada kanal lainnya, bagaimana kinerja system jika di bandingkan dengan kanal mobile-to-mobile double Rayleigh fading. 3. Penambahan parameter pada simulasi seperti delay sehingga dapat diketahui kinerja sistem untuk kondisi kanal yang lebih komplek.
2. Bernard Sklar, “Digital Communications : Fundamentals and Aplications”, 2nd edition, Prentice Hall International Inc, hal. 169, 2001. 3. C. S. Patel, “Simulation of Rayleigh Faded Mobile-to-Mobile Land Communication Channel”, IEEE Vehicular Technology Conference, vol. 1, October 2003.Rappaport, T. S., “Wireless Communications Principles and Practice”, Prentice Hall, New Jersey, 1996. 4. Glover, I., Grant, P., ”Digital Communications”, Prentice Hall, England, hal. 510, 2000. 5. Jawad, Husain Muhammad. “Cooperative Diversity for Inter-Vehicular Communications” Waterloo, Ontario, Canada. 2008. 6. Nosrantinia, A., Hunter, T.E., dan Hedayat, A., ”Cooperative Communication in wireless networks”, IEEE Comm. Magazine, Oct 2004. 7. Sklar, Bernard, 1998, “Digital Communication Fundamentals and Applications”, Prentice Hall, New Jersey. 8. Theodore S. Rappaport,”Wireless communication Principle and Practice”, Edisi ke-2, Prentice Hall, 2002. 9. Theodore S. Rappaport, ” Wireless Communication Principles & Practice”, New Jersey, 1996. RIWAYAT PENULIS Rizki Dwi Kurnia Putera dilahirkan di Bandung, 14 Juli 1986. Lulus dari SDN Pengadilan II Bogor tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTPN 5 Bogor. Kemudian melanjutkan ke SMUN 1 Bogor pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004.setelah menamatkan SMU, penulis melanjutkan studinya di S1 Teknik Elektro program studi Telekomunikasi Multimedia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Penulis aktif dalam kegiatan sebagai asisten praktikum telekomunikasi di laboratorium telekomunikasi multimedia.
DAFTAR PUSTAKA 1. Antonio Assalini, Diego Malimpensa, dan Silvano Pupolin,”A cooperation Strategy For MC-CDMA Systems”, University of Padova, Italy, 2005.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI‐ITS
6