PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF Yuwanto Dwi Saputro – 2206100007 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Abstrak : Sistem transmisi MIMO merupakan salah satu teknik transmit diversity dengan memanfaatkan antena jamak pada sisi pemancar dan penerima, namun dikarenakan keterbatasan ukuran perangkat, daya dan biaya, maka sulit diterapkan pada mobile station. Sehingga diperkenalkan sistem komunikasi kooperatif dengan menggunakan beberapa user sebagai relay yang saling bekerja sama dalam menyampaikan informasi dari source ke destination. Space Time Block Code (STBC) merupakan salah satu teknik komunikasi kooperatif dengan penerapan transmit diversity, sehingga mampu meningkatkan kualitas sinyal tanpa menggunakan antena jamak seperti pada sistem MIMO. Teknik STBC yang digunakan adalah pengkodean Alamouti dan Tarokh. Dimana pada STBCAlamouti jumlah antena yang digunakan hanya dua antena transmitter, sedangkan STBC-Tarokh menggunakan empat antena transmitter. Namun dalam transmisi komunikasi kooperatif STBC tersebut, proses sinkronisasinya sulit diperoleh karena letak antar relay saling berjauhan. Error sinkronisasi dalam fungsi waktu disebabkan oleh delay asynchronism. Dari simulasi yang telah dilakukan, sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh akan memberikan kinerja BER yang jauh lebih baik dibandingkan dengan STBCAlamouti, karena semakin banyak jumlah antena transmitter yang digunakan, kinerja BER semakin baik. Selain itu, apabila semakin sedikit jumlah antena transmitter yang mengalami delay transmisi, maka kinerja BER juga semakin baik. Kata kunci : Sistem komunikasi kooperatif, MIMO, Space Time Block Code (STBC), STBC–Alamouti, STBC–Tarokh.
1.
PENDAHULUAN
Kinerja dari sistem komunikasi wireless dipengaruhi oleh keadaan kanal antara pemancar dan penerima yang sangat rentan terhadap fading dan dapat menyebabkan kinerja sistem menurun. Sehingga muncul teknik transmit diversity, yaitu teknik Multiple Input Multiple Output (MIMO). Penerapan teknologi MIMO pada sistem komunikasi wireless merupakan sebuah metode yang cukup baik untuk memperkecil efek dari multipath fading dengan penggunaan antena jamak pada sisi pemancar dan sisi penerima [1]. Namun dikarenakan adanya faktor keterbatasan daya, biaya yang mahal, serta ukuran perangkat hardware, mobile station tidak bisa mendukung penerapan sistem transmit diversity. Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah melalui penerapan sistem komunikasi kooperatif [2]. Sistem komunikasi kooperatif mampu untuk menerapkan transmit diversity pada mobile station, dimana pada sistem komunikasi tersebut diimplementasikan dengan menganggap para user berupa mobile station yang berada
disekeliling source atau destination dapat digunakan sebagai relay. Letak antar relay yang saling terpisah berjauhan menyebabkan terjadinya perbedaan waktu pengiriman dan penerimaan informasi atau yang disebut error sinkronisasi. Pengaruh error sinkronisasi ini menyebabkan intersymbol – interference (ISI), sehingga informasi sulit untuk diterjemahkan kembali oleh receiver. Informasi yang dikirim oleh source akan dikirim melalui relay dan diteruskan ke destination dengan menggunakan salah satu metode forwarding yaitu detect and forward. Metode ini akan mendeteksi terlebih dahulu informasi dari beberapa relay sebelum diteruskan menuju ke destination. Metode tersebut merupakan metode komunikasi kooperatif konvensional yang sangat sederhana dan keuntungan diversity yang didapatkan juga terbatas. Dikarenakan keterbatasan tersebut, maka perlu dikembangkan suatu teknik transmit diversity lain yaitu teknik Space-Time Block Code (STBC), dimana STBC ini merupakan pemodelan sistem kanal yang mempresentasikan data yang dikirim tiap – tiap transmitter terhadap waktu. Sistem tersebut dikenal dengan sistem komunikasi kooperatif dengan STBC. Teknik STBC diharapkan dapat meningkatkan kinerja transmisi pada sistem komunikasi kooperatif. Dalam tugas akhir ini diteliti mengenai pengaruh error sinkronisasi transmisi terhadap BER pada beberapa teknik Space-Time Block Code (STBC). Pengkodean STBC yang akan digunakan adalah STBC-Alamouti [3] yang melibatkan dua antena transmitter dan STBC-Tarokh [4] yang melibatkan lebih dari dua transmitter. Sehingga dapat dicari seberapa besar delay sinkronisasi yang diperbolehkan agar sistem transmisi komunikasi kooperatif masih dapat berjalan. 2.
TEORI PENUNJANG
2.1 Modulasi QPSK Teknik modulasi QPSK merupakan suatu teknik modulasi digital yang mengubah amplitudo dan fase sinyal pembawa dengan mengkodekan deretan bit biner ‘0’ dan ‘1’ menjadi suatu simbol. Dimana setiap simbol mewakili dua bit sekaligus, yaitu 00, 01, 10 dan 11. Keempat simbol tersebut mempunyai amplitudo sama, namun terdapat perbedaan fase sinyal pembawa sebesar 900 [5]. Pada proses modulasi QPSK deretan data bit seri yang masuk ke serial to paralel converter (S/P) diubah ke dalam bentuk paralel yaitu kanal Inphase dan Quadrature. Kemudian pada kanal tersebut sinyal diubah dari sinyal biner yang memiliki
Halaman 1 dari 7 Procedding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS.
amplitudo ‘0’ dan ‘1’ menjadi ‘-1’ dan ‘+1’. Selanjutnya dibagian Inphase akan dikalikan dengan cos 2πfct, sedangkan Quadrature akan dikalikan dengan sin 2πfct dan dijumlahkan secara linier menjadi sinyal I+jQ. Sehingga sinyal output menghasilkan simbol +1+1, +1-1, -1 + 1 dan -1- 1. 2.2 Kanal Rayleigh Fading Kanal merupakan lintasan antara pemancar dan penerima. Pada kanal dengan kondisi ideal, sinyal yang dikirimkan transmitter akan diterima dengan sempurna. Namun pada kenyataannya jarang sekali ditemukan kondisi kanal seperti ini, sinyal yang diterima oleh receiver berupa sinyal hasil pantulan, pembelokan dan hamburan bermacam – macam objek dari sinyal yang dikirim [6]. Kanal yang demikian pada sistem komunikasi wireless disebut kanal fading. Pada kanal multipath fading banyak menggunakan distribusi rayleigh, dimana tidak terdapat lintasan langsung atau NLOS (Non Line of Sight) diantara pemancar dan penerima. Distribusi rayleigh digunakan untuk mendeskripsikan statistik perbedaan waktu dari envelope yang diterima terhadap sebuah sinyal fading. Fungsi rapat probabilitas atau (PDF) rayleigh ditulis dalam persamaan : ⎧ r ⎛ r2 ⎞ ⎟ (0 ≤ r ≤ ∞ ) ⎪ exp⎜ − p(r ) = ⎨σ 2 ⎜ 2σ 2 ⎟ ⎝ ⎠ ⎪ 0 (r < 0) ⎩
(2.1)
dimana σ adalah nilai tegangan rata-rata sinyal terima sebelum deteksi envelope, sedangkan σ2 menyatakan daya rata-rata waktu deteksi envelope. Sinyal envelope (r) terdistribusi rayleigh mempunyai nilai yaitu x 2 + y 2 dimana x dan y terdistribusi Gaussian dan independent. 2.3 AWGN (Additive White Gaussian Noise) Pada kanal transmisi selalu terdapat penambahan noise yang timbul karena akumulasi thermal noise dari perangkat pemancar, media transmisi dan perangkat penerima. Noise AWGN merupakan gangguan yang bersifat additive atau ditambahkan terhadap sinyal transmisi. Secara teoritis AWGN dapat dideskripsikan sebagai proses acak yang terdistribusi Gaussian dengan rata-rata (mean) sama dengan nol. Proses acak Gaussian n(t) merupakan fungsi acak dengan harga n pada saat waktu t, dan dikarakteristikkan secara statistik dengan fungsi rapat probabilitas (PDF) Gaussian sebagai berikut : P ( n) =
⎡ 1 n ⎛ ⋅ exp ⎢ − ⎜ ⎢ 2 ⎝σ σ 2π ⎣ 1
2⎤ ⎞ ⎥ ⎟ ⎠ ⎥ ⎦
tersebut dan memberikan unjuk kerja yang lebih baik. Salah satunya dengan menggunakan teknik diversity. Teknik diversity memanfaatkan sifat alami dari gelombang elektromagnetik yang dipancarkan secara broadcast dan bersifat multipath. Teknik diversity dapat dibagi menjadi empat macam, antara lain : spatial diversity, frequency diversity, time diversity dan space diversity [7]. 2.5 Sistem MIMO (Multiple Input Multiple Output) Sistem MIMO merupakan salah satu teknik diversity yang berdasarkan spatial diversity, yakni dengan menggunakan sebanyak N antena di sisi pemancar dan M antena di sisi penerima. Tujuan dari sistem MIMO adalah untuk menjadikan sinyal pantulan sebagai penguat sinyal utama sehingga tidak saling menggagalkan. Selain itu, MIMO juga memilki kelemahan yaitu adanya interval waktu yang menyebabkan adanya delay pada antena yang akan mengirimkan sinyal informasi, hal tersebut terjadi karena adanya proses dimana sistem harus membagi sinyal mengikuti jumlah antenna yang dimiliki oleh perangkat MIMO yang jumlahnya lebih dari satu. 2.6 Teknik STBC (Space Time Block Code) Space Time Block Code (STBC) merupakan pengembangan dari teknik diversity secara sederhana yang mampu memisahkan simbol transmisi ke dalam spatial diversity dan time slot, sehingga dapat meningkatkan kualitas sinyal dengan dibantu oleh penggunaan dua antena atau lebih pada pemancar dan penerima. 2.6.1 STBC Alamouti Skema STBC ini diperkenalkan oleh Siavas M. Alamouti yang telah berhasil menemukan desain kode blok pada teknik transmit diversity, dengan penggunaan dua antena di sisi pemancar dan penerima[3]. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1
(2.2)
dimana σ2 merupakan varian dari n. Normalisasi Gaussian probability density function dari proses zero mean didapatkan dengan mengasumsikan σ =1. 2.4 Teknik Diversity Sistem komunikasi wireless mempunyai keterbatasan akibat adanya pengaruh fading, maka diperlukan suatu metode khusus yang dapat mengurangi efek
Gambar 2.1 STBC Alamouti 2 pemancar dan 2 penerima
Halaman 2 dari 7 Procedding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS.
Tabel 2.1 Encoding dan Transmission sequence STBC Alamouti
waktu t
antena Tx 0 s0
antena Tx 1 s1
waktu t + T
− s1*
s 0*
Tabel 2.2 Kanal antara antena Tx dan antena Rx STBC Alamouti
antena Tx 0 antena Tx 1
antena Rx 0 h0 h1
2.6.3 Skema Combining Skema combiner yang digunakan adalah MMRC (Maximum-Ratio Receiver Combiner). MRRC merupakan salah satu teknik combiner yang mampu meningkatkan kualitas sinyal di penerima dengan proses yang sederhana, yaitu menggabungkan n sinyal yang diterima. Proses mekanisme teknik dari MMRC ditunjukkan pada gambar 2.2
antena Rx 1 h2 h3
Tabel 2.3 Notasi sinyal terima di antena Rx STBC Alamouti
waktu t waktu t + T
antena Rx 0 r0 r1
antena Rx 1 r2 r3
2.6.2 STBC Tarokh Skema STBC ini diperkenalkan oleh Vahid Tarokh, yang telah berhasil menemukan desain kode blok pada Orthogonal Space Time Block Code (OSTBC). Kelemahan pada Orthogonal STBC adalah jika terdapat lebih dari dua antena pemancar dan sinyal modulasi yang bernilai komplek. Oleh sebab itu, digunakan pengkodean STBC Tarokh dimana prinsip kerjanya sama seperti kode STBC Alamouti, namun perbedaannya adalah jumlah N antena pemancar dan M antena penerima yang digunakan lebih dari dua antena[4]. Pada tugas akhir ini digunakan empat antena pemancar dan penerima. Tabel 2.4 merupakan sinyal informasi yang akan ditransmisikan setiap antena dalam time slot yang berbeda. Tabel 2.4 Encoding dan Transmission sequence STBC Tarokh
waktu t waktu t + T waktu t + 2T waktu t + 3T
antena Tx 1 s1 – s2 – s3 – s4
antena Tx 2 s2 s1 s4 – s3
antena Tx 3 s3 – s4 s1 s2
antena Tx 4 s4 s3 – s2 s1
Tabel 2.5 Kanal antara antena Tx dan antena Rx STBC Tarokh
antena Tx 1 antena Tx 2 antena Tx 3 antena Tx 4
antena Rx 1 h1 h2 h3 h4
antena Rx 2 h5 h6 h7 h8
antena Rx 3 h9 h10 h11 h12
antena Rx 4 h13 h14 h15 h16
Tabel 2.6 Notasi sinyal terima di antena Rx STBC Tarokh
waktu t waktu t + T waktu t + 2T waktu t + 3T
antena Rx 1 r1 r2 r3 r4
antena Rx 2 r5 r6 r7 r8
antena Rx 3 r9 r10 r11 r12
antena Rx 4 r13 r14 r15 r16
Gambar 2.2 Maximum Ratio Combining Sinyal yang diterima tersebut berasal dari penjumlahan n sinyal yang diterima oleh antena penerima pada time slot t sampai t + (n-1)T, dimana urutan waktu pengiriman sesuai dengan urutan pada tabel diatas. 2.6.4 Maximum Likelihood Decision Setelah sinyal keluar dari combiner kemudian dikirim ke maximum likelihood detector, dimana sinyal tersebut akan dilakukan proses pengambilan keputusan terhadap sinyal s 0 sampai s n −1 yang merupakan estimasi maximum likelihood dari s0 sampai sn-1 . Hasil nilai dari proses maximum likelihood ini akan digunakan sebagai pembanding dengan sinyal informasi yang telah dikirimkan. 2.7 Sistem Komunikasi Kooperatif Penerapan metode teknik diversity mampu untuk memperbaiki unjuk kerja sistem komunikasi wireless yang terpengaruh adanya efek dari fading, shadowing dan berbagai macam interferensi lainnya. Namun pada teknik diversity ini masih mempunyai kekurangan yakni ketika jarak antara pengirim dan penerima sangat jauh, daya sinyal yang diterima oleh penerima akan semakin kecil seiring dengan pertambahan jarak. Selain itu, pada mobile station dengan keterbatasan ukuran perangkat hardware, daya dan biaya, maka tidak dapat mendukung penerapan teknik diversity. Oleh karena itu, diperkenalkan sebuah sistem komunikasi baru untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu sistem komunikasi kooperatif. Sistem komunikasi kooperatif adalah suatu teknik komunikasi multihop yang dalam proses transmisinya membutuhkan bantuan dari node – node sebagai relay. Fungsi dari relay adalah untuk menerima, memproses dan meneruskan informasi, dengan penggunaan relay tersebut diharapkan dapat menurunkan probabilitas error dari sinyal informasi yang dikirim oleh pemancar menuju ke penerima. Sehingga kapasitas dan performa sistem komunikasi meningkat dan mengurangi konsumsi daya yang sangat terbatas pada penerima.
Halaman 3 dari 7 Procedding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS.
3
PEMODELAN SISTEM
Pada pemodelan sistem komunikasi kooperatif akan dibandingkan dengan beberapa macam teknik STBC, yaitu STBC-Alamouti dan STBC-Tarokh. Hal tersebut dilakukan untuk menganalisa pengaruh delay waktu akibat error sinkronisasi transmisi dalam kanal rayleigh fading terhadap Eb/No dan BER, sehingga dapat diketahui performa dari sistem. Sistem komunikasi kooperatif ini menggunakan tiga hop, data informasi yang dibangkitkan secara acak oleh source, kemudian dimodulasi QPSK. Data informasi yang dikirim dari source ke relay dan relay ke destination diasumsikan benar karena jaraknya dekat, sedangkan data dari relay ke relay mengalami delay waktu akibat error sinkronisasi transmisi karena jarak yang sangat jauh. Delay yang terjadi bervariasi sebesar 0,0625 μs – 0,25 μs atau 1 – 4 titik sampel data dan noise AWGN yang dibangkitkan di sisi penerima juga bervariasi pada Eb/No yaitu 0 – 25 dB. 3.1 STBC – Alamouti Pada pemodelan STBC – Alamouti, terdiri dari source, empat relay dan destination. Dimana pengkodean STBC – Alamouti menggunakan dua antena pemancar (Tx) dan dua antena penerima (Rx), seperti pada gambar 3.1.
3.2 STBC - Tarokh Pada sistem komunikasi kooperatif STBC –Tarokh terdiri dari source, delapan relay dan destination. Pengkodean yang dilakukan STBC–Tarokh menggunakan empat antena pemancar (Tx) dan empat antena penerima (Rx), seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2. Data Input
Modulasi QPSK
Relay 1
[s1
Relay 2
+
n1 − s2 − s3 − s4 ]
[s2
n2
+
s1 s4 − s3 ]
[s3
h1 h5
h13 h9
h2
Relay 5
+
n7 n8
Combining
n9 n10
h h6 h10 14
+
+
n3
[s4
s3 − s2 s1 ]
STBC Tarokh
h4 h8 h12 h16
Relay 7
n11 n13 n12 n14
Combining
+
Relay 8
n15 n16
n17 n18
Combining
n21 n22
+
n4
STBC Tarokh
h3 h15 h7 h11
Relay 6
+
Relay 4
− s 4 s1 s 2 ]
STBC Tarokh
STBC Tarokh
n5 n6
Relay 3
+
n19 n20
Combining
n23 n24
Combining
[s
1
− s2* ]
h1 = α 1e jθ
[s
1
h2 = α 2 e jθ
2
h3 = α 3 e jθ
3
s1* ]
2
h4 = α 4 e jθ
Decoder STBC Demodulasi QPSK
4
Data Output
Gambar 3.2 Diagram alir STBC - Tarokh
4
Gambar 3.1 Diagram alir STBC – Alamouti
ANALISA HASIL SIMULASI
4.1 Analisa Kinerja Sistem Komunikasi Kooperatif STBC-Alamouti Terhadap Pengaruh Delay Asynchronus Pada gambar 4.1 merupakan sistem komunikasi kooperatif dengan STBC-Alamouti yang mempunyai dua antena pemancar dan penerima, dimana salah satu dari antena pemancar tersebut mengalami delay, sinyal yang mengalami delay akibat tidak tersinkronisasi sempurna tersebut akan mempengaruhi kinerja dari sinyal yang tersinkronisasi sempurna, sehingga akan membuat sinyal yang diterima oleh penerima mengalami penurunan kinerja. Hal tersebut dapat dilihat, dimana saat BER 10-3, kinerja dari sistem komunikasi non-kooperatif mempunyai nilai Eb/No sebesar 14 dB, sedangkan pada komunikasi kooperatif tanpa
Halaman 4 dari 7 Procedding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS.
delay bernilai Eb/No 9 dB. Sehingga sistem komunikasi kooperatif mempunyai kinerja yang sangat baik sebesar 5 dB, dibandingkan dengan sistem komunikasi non-kooperatif.
Pada BER yang sama 10-3 sinyal yang mengalami delay 6,25% dari periode sampling (Ts), 12,5% Ts, 18,75% Ts, 25% Ts dan 31,25% Ts bila dibandingkan dengan sinyal tanpa delay, masing – masing sinyal akan mengalami penurunan Eb/No sebesar 0,1 dB, 0,3 dB, 0,8 dB, 2 dB dan 4,6 dB. Untuk sinyal yang mengalami delay sampai melebihi kinerja dari sistem komunikasi non kooperatif, maka tidak bisa diterima dengan baik oleh penerima, yaitu saat sinyal terdelay 5 titik sampel atau 31,25% Ts. Pengaruh dari delay terhadap nilai Eb/No juga dapat dilihat dari banyaknya jumlah antena pemancar yang mengalami delay yang ditunjukkan pada gambar 4.3, 4.4 dan 4.5.
Gambar 4.1 Sistem komunikasi kooperatif STBC-Alamouti terhadap delay
Selain itu, pada BER yang sama 10-3 sinyal yang mengalami delay 6,25% dari periode sampling (Ts), 12,5% Ts, 18,75% Ts dan 25% Ts bila dibandingkan dengan sinyal tanpa delay, masing – masing sinyal akan mengalami penurunan Eb/No sebesar 0,5 dB, 1 dB, 1,5 dB dan 2,5 dB. Untuk sinyal yang mengalami delay sampai melebihi kinerja dari sistem komunikasi non kooperatif, maka tidak bisa diterima dengan baik oleh penerima, yaitu saat sinyal terdelay 4 titik sampel atau 25% Ts. 4.2 Analisa Kinerja Sistem Komunikasi Kooperatif STBC-Tarokh Terhadap Pengaruh Delay Asynchronus Pada sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh dengan empat antena pemancar dan penerima. Dimana saat BER 10-3, kinerja dari sistem komunikasi non-kooperatif mempunyai nilai Eb/No sebesar 14 dB, sedangkan pada komunikasi kooperatif tanpa delay bernilai Eb/No 5,8 dB. Sehingga sistem komunikasi kooperatif mempunyai kinerja yang sangat baik sebesar 8.2 dB, dibandingkan dengan sistem komunikasi non-kooperatif.
Gambar 4.3 Sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh terhadap delay dengan satu antena tersinkronisasi sempurna
Gambar 4.4 Sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh terhadap delay dengan dua antena tersinkronisasi sempurna
Gambar 4.2 Sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh terhadap delay
Halaman 5 dari 7 Procedding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS.
Gambar 4.5 Sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh terhadap delay dengan tiga antena tersinkronisasi sempurna
Gambar 4.8 Perbandingan sistem komunikasi kooperatif STBC-Alamouti dengan STBC-Tarokh dengan delay 12,5% Ts
Dari hasil grafik didapatkan bahwa semakin sedikit jumlah antena yang mengalami delay, maka kinerja dari sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh akan jauh lebih baik dibandingkan dengan yang terpengaruh delay. 4.3 Perbandingan Kinerja Sistem Komunikasi Kooperatif STBC-Alamouti dan STBC-Tarokh Terhadap Pengaruh Delay Asynchronus Perbandingan kinerja dari sistem komunikasi kooperatif baik dengan STBC-Alamouti dan STBC-Tarokh dapat dilihat pada gambar 4.6, 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10. Gambar 4.9 Perbandingan sistem komunikasi kooperatif STBC-Alamouti dengan STBC-Tarokh dengan delay 18,75% Ts
Gambar 4.6 Perbandingan sistem komunikasi kooperatif STBC-Alamouti dengan STBC-Tarokh tanpa delay
Gambar 4.10 Perbandingan sistem komunikasi kooperatif STBC-Alamouti dengan STBC-Tarokh dengan delay 25% Ts
Gambar 4.7 Perbandingan sistem komunikasi kooperatif STBC-Alamouti dengan STBC-Tarokh dengan delay 6,25% Ts
Berdasarkan gambar grafik – grafik diatas, perbandingan antara sistem komunikasi kooperatif dengan STBC – Tarokh memberikan kinerja lebih baik dibandingkan dengan STBC – Alamouti. Hal tersebut dapat dilihat misalkan pada saat BER 10-3 dengan sinyal tanpa delay, STBC-Alamouti mempunyai nilai Eb/No sebesar 9 dB, sedangkan STBC-Tarokh Eb/No bernilai 5,8 dB. Sehingga sistem komunikasi kooperatif STBC-Tarokh mempunyai kinerja yang lebih baik sebesar 3,2 dB.
Halaman 6 dari 7 Procedding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS.
5
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi dan analisa, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kinerja dari sistem komunikasi kooperatif dengan STBC-Alamouti dan STBC-Tarokh dipengaruhi oleh kondisi kanal AWGN noise dan rayleigh fading. 2. Pengaruh dari delay transmisi menyebabkan terjadinya intersymbol interference (ISI), sehingga mengakibatkan kinerja dari sistem komunikasi menurun. 3. Kinerja sistem komunikasi kooperatif dengan STBCAlamouti dan STBC-Tarokh memiliki kinerja lebih baik 5 dB dan 8,2 dB, bila dibandingkan dengan sistem komunikasi non kooperatif. 4. Pengaruh banyaknya jumlah antena pemancar yang mengalami delay juga mengakibatkan kinerja sistem komunikasi kooperatif menurun. 5. Kinerja BER pada sistem komunikasi kooperatif dengan STBC – Tarokh lebih baik dibandingkan dengan STBC – Alamouti, terlihat pada saat sinyal tanpa delay untuk nilai BER 10-3 yang sama STBC – Alamouti mempunyai Eb/No = 9 dB sedangkan STBC-Tarokh mempunyai Eb/No = 5,8 dB, sehingga terjadi penghematan daya 3,2 dB.
RIWAYAT PENULIS Yuwanto Dwi Saputro dilahirkan di Gresik pada tanggal 17 Juni 1988. Putra kedua dari tiga bersaudara pasangan H. Sudarijanto dan Hj. Sutartiningsih. Memulai pendidikan di SDN Randuagung III pada tahun 1994. Setelah itu melanjutkan ke SMP Negeri 1 Gresik pada tahun 2000. Pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Gresik. Kemudian pada tahun 2006 diterima di Jurusan Teknik Elektro ITS dengan mengambil konsentrasi bidang studi Telekomunikasi Multimedia. Pada bulan Januari 2011, penulis melaksanakan seminar dan sidang tugas akhir di bidang studi Telekomunikasi Multimedia sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 Teknik Elektro.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
K.J. Ray Liu, S. Ahmed K., K. Andreas and S. Weifeng, “Cooperative Communications and Networking”, United States of America: Cambridge University Press, 2009. T. Nguyen, O. Berder, and O. Sentieys, “Cooperative MIMO schemes optimal selection for wireless sensor networks”, IEEE 65th Vehicular Technology Conference, VTC-Spring, pp. 85–89, 2007. S. M. Alamouti, “A simple diversity technique for wireless communications”, IEEE Jour. on Selected Areas in Communications, vol. 16, no. 8, pp. 1451– 1458, 1998. V. Tarokh, H. Jafarkhani, and A. R. Calderbank, “Space-time block codes from orthogonal designs”, IEEE Transactions on Information Theory, vol. 45, no. 5, pp. 1456–1467, July 1999 Xiong, Fuqin,“Digital Modulation Techniques”, Boston:Artech House Telecommunications Library, 2000. Uke Kurniawan Usman, Modul2: Pengenalan Sistem Cellular, STT Telkom,
. Meier, Andreas.,“Cooperative Diversity in Wireless Networks”. University of Edinburgh, 2004.
Halaman 7 dari 7 Procedding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS.