1
Analisis Kestabilan Transien di PT. PUSRI Akibat Penambahan Pembangkit 35 MW dan Pabrik P2-B Menggunakan Sistem Synchronizing Bus 33 kV Waskito Aji, Ardyono Priyadi, dan Margo Pujiantara Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak — PT. Pupuk Sriwidjaja Pelembang (PUSRI) merupakan badan usaha milik negara yang bergerak dalam bidang produksi pupuk dan bahan kimia. Saat ini PT. PUSRI memliki pembangkit GTG 3 x 18. 350 MW dan GTG 21.8 MW dengan beban sekitar 34 MW. Seiring dengan perkembangan suplai gas, beban dan tingkat kebutuhan daya serta rencana pengembangan. PT. PUSRI melakukan penambahan pembangkit STG 1x35 MW serta penambahan beban pabrik baru P2-B menggunakan sistem synchronizing bus 33 kV. Sehubungan dalam hal tersebut perlu dilakukan studi kestabilan transient untuk mengetahui keandalan sistem kelistrikan PT. PUSRI ketika terjadi gangguan transient. Pada tugas akhir ini difokuskan pada pemodelan skema load shedding dan generator shedding ketika terjadi gangguan hubung singkat, generator outage, inrush trafo dan motor starting sehingga sistem tetap stabil setelah terjadi gangguan. Software yang digunakan dalam analisis ketabilan transien ini yaitu ETAP 4. Hasil simulasi menunjukan bahwa saat kasus lepasnya pembangkit STG memerlukan adanya load shedding. Saat kasus hubung singkat di bus SG-61 memerlukan skema generator shedding. Selain itu kasus motor starting saat 4 generator ON dan inrush transformator baru 40 MVA masih diperbolehkan karena tidak memberikan efek yang signifikan pada respon tegangan dan frekuensi synchronizing bus 13.8 kV. I. PENDAHULUAN Kestabilan sistem tenaga listrik merupakan masalah penting dalam kelistrikan. Banyak masalah yang ditimbulkan karena ketidakstabilan sistem tenaga listrik. Sistem tenaga listrik dapat dikatakan stabil jika daya mekanik dan daya elektrik seimbang. Daya mekanik adalah daya yang dibangkitkan prime mover generator sedangkan besar daya elektrik sesuai dengan besar beban listrik. Setiap perubahan daya elektrik maka harus di ikuti dengan perubahan daya mekanik. Sehingga perubahan daya elektrik dan daya mekanik berbanding lurus. Jika daya mekanik tidak segera menyesuaikan daya elektrik dapat membuat frekuensi dan tegangan bergeser dari keadaan normal. PT. PUSRI memliki pembangkit GTG 3 x 18. 350 MW dan GTG 21.8 MW dengan beban sekitar 34 MW. Keempat pembangkit tersebut terintegrasi pada synchronizing bus 13.8 kV. Seiring dengan perkembangan suplai gas, beban dan tingkat kebutuhan daya serta rencana pengembangan. PT.
PUSRI Palembang berencana melakukan penambahan pembangkit STG dengan kapasitas 3 x 35 MW sebagai pengganti pada P2,P3, dan P4. Pada tahap awal PT PUSRI Palembang akan membangun pembangkit STG 1x35 MW dan penambahan beban pabrik baru 14.627 MW menggunakan sistem synchronizing bus 33 kV. Dengan adanya penambahan pembangkit STG 1x 35 MW dan penambahan beban pabrik baru 14.627 MW membuat kestabilitan sistem tenaga listrik PT. PUSRI Palembang terganggu. Sehingga perlu dilakukan studi stabilitas transient untuk mengetahui keandalan sistem saat terjadi gangguan. Pada tugas akhir ini difokuskan pada pemodelan skema load shedding dan generator shedding ketika terjadi gangguan hubung singkat, generator outage, inrush trafo dan motor starting sehingga sistem tetap stabil setelah terjadi gangguan. II. KESTABILAN TRANSIEN A. Kestabilan Sistem Tenaga Kestabilan sistem tenaga listrik merupakan kemampuan suatu sistem tenaga listrik untuk tetap dapat beroperasi setimbang saat dan setelah terjadi gangguan Berdasarkan Paper IEEE definition and classification of power system stability, kestabilan sistem tenaga listrik dibagi menjadi tiga kategori yaitu [1]: KESTABILAN SISTEM TENAGA
KESTABILAN SUDUT ROTOR
KESTABILAN AKIBAT GANGGUAN KECIL
KESTABILAN TEGANGAN
KESTABILAN FREKUENSI
KESTABILAN TRANSIENT
JANGKA PENDEK
JANGKA PENDEK
KESTABILAN TEGANGAN GANGGUAN BESAR
KESTABILAN TEGANGAN GANGGUAN KECIL
JANGKA PENDEK
JANGKA LAMA
JANGKA LAMA
Gambar 1 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga
1. Kestabilan sudut rotor Kestabilan sudut rotor merupakan kemampuan dari mesin sinkron yang terhubung dengan sistem untuk tetap sinkron setelah terjadi gangguan. Ketidakstabilan akan mengakibatkan naiknya sudut rotor yang berbeda-beda
2 dari generator sehingga dapat mengakibatkan generator mengalami hilang sinkronisasi dengan generator lain [2]. 2. Kestabilan frekuensi [1] Kestabilan frekuensi merupakan kemampuan dari sistem tenaga mempertahankan frekuensi untuk tetap stabil ketika terjadi gangguan dan setelah terjadi gangguan. Biasanya gangguan ini berupa perubahan pembangkit atau beban yang signifikan. 3. Kestabilan tegangan [1] Kestabilan tegangan merupakan kemampuan dari sistem tenaga mempertahankan tegangan untuk tetap stabil pada semua bus setelah terjadi gangguan. Hal ini tergantung dari sistem untuk tetap mempertahankan keseimbangan antara suplai daya dan beban.
D. Pelepasan Beban Pelepasan beban merupakan salah satu langkah untuk mempertahankan kestabilan. Jika terjadi gangguan seperti generator outage mengakibatkan daya yang tersedia tidak mampu melayani beban, sehingga untuk menjaga sistem tidak black out maka diperlukan pelepasan beban.Pelepasan beban dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Pelepasan beban secara manual 2. Pelepasan beban secara otomatis III. SISTEM KELISTRIKAN PT. PUSRI Sistem kelistrikan PT. PUSRI yang baru dapat ditujukan pada gambar 4 dibawah ini : 2006 -J
STG-1 G 35 MW
Magnitude
Swell 120 % 110 %
Overvoltage Normal Operasi
90 %
Undervoltage
80 %
Sag
10 %
Instantaneus Momentary Temporary 0. 5 cycle
30 cycle
3s Time
Interruption
1 min
Gambar 3 Standart Tegangan IEEE 1159-1995
P-4 Load
SG - 51
P-1BLoad
SG- 61
BUS_T - STG1
Outgoing for Load P-2 B T- STG1 40 MVA
SYN BUS NEW
33 kV
SYN BUS OLD
13.8 kV T- SYNBUS- OLD- NEW 40MVA
Gambar 4. Single Iine diagram PT. PUSRI Palembang
Pada gambar 4. Menunjukkan single line diagram PT. PUSRI. Saat ini PT. PUSRI memliki pembangkit GTG 3 x 18. 350 MW dan GTG 21.8 MW dengan beban sekitar 34 MW. Seiring dengan perkembangan suplai gas, beban dan tingkat kebutuhan daya serta rencana pengembangan. PT. PUSRI melakukan penambahan pembangkit STG 1x35 MW serta penambahan beban pabrik baru P2-B menggunakan sistem synchronizing bus 33 kV. PT. PUSRI menghubung pabrik lama dan pabrik baru menggunakan trafo 40 MVA Total beban di PT. PUSRI adalah 56,46. Terbagi menjadi 5 yaitu PUSRI 2, PUSRI 3, PUSRI 4, PUSRI 1B, dan PUSRI Baru.. Beban pabrik PUSRI terbagi menjadi 2 yaitu motor dan static. Beban motor total pabrik pusri adalah 48,2 MW dan total beban static adalah 8,26 MW. Untuk besarnya pembebanan pada masing-masing pabrik ditunjukkan pada tabel 1 dibawah :
1 2 3 4 5
140 %
P- 3 Load
G
SG- 41
0.5 Ohm
Standart tegangan : standart IEEE 1159-1995.
P- 2 Load
SG - 31
0.8 Ohm
Gambar 2 Standart frekuensi
Outgoing for Load P- 4
G
0.8 Ohm
C. Standar yang Digunakan untuk Analisis Kestabilan Transien Dalam menentukan suatu sistem tenaga listrik stabil atau tidak yaitu dengan mengevaluasi respon tegangan dan frekuensi sistem. Standart yang dipakai untuk menentukan sistem stabil atau tidak yaitu : Standar Frekuensi : Untuk Steam Turbin Generator (IEEE Std C37.106-2003) [3]
SG- 21
STG_1
5006-J
4006 -J
G
0.8 Ohm
B. Kestabilan Transien Kestabilan transien merupakan kemampuan dari sistem tenaga untuk mempertahankan sinkronisasi ketika mengalami gangguan transien. Gangguan transien ini berupa gangguan besar yang terjadi pada sistem seperti gangguan hubung singkat, motor starting,pelepasan beban serta penambahan beban secara tiba-tiba [2].
3006 -J
G
Tabel 1. Pembebanan Pabrik Pusri LOAD Normal Operasi (MW) PUSRI 1 11.75 PUSRI 2 7.75 PUSRI 3 7.55 PUSRI 4 7.65 PUSRI BARU Total Losses
21.76 56.46 0.24
3 Tabel 3. Kategori Studi Kasus Generator No
ID
1 2 3 4 5
5006-J 2006-J 3006-J 4006-J STG-1 Total LOAD
Daya Normal Mampu Operasi (MW) (MW) 15 11.8 12 7.8 12 7.6 12 7.7 35 21.8 86 57 Normal Operasi (MW)
PUSRI 1 11,75 1 PUSRI 2 7,75 2 PUSRI 3 7,55 3 PUSRI 4 7,65 4 PUSRI 5 21,76 BARU Total beban 56.46 Load Shedding
Case Generator Outage 1
2
4
0 12 12 12 24 60
15 0 12 12 24 63
15 12 12 12 0 51
12
-
-
S
F
15 0 12 12 0 39
11,75
11,75
11,75
11,75
7.45
10,35
7,75
7,75
7,75
7,75
3.75
7,55
7,55
7,55
7,55
7,65
7,65
7,65
21,76
21,76
56,46 -
56,46 -
F
S
F
8,15
8,15
11,75
11,75
9.55
9,55
7,75
5,65
5,65
7,75
7,75
6.75
6,75
7.55
6,05
3,2
3,2
5,05
7,55
3.2
3,2
7,65
7.65
7,65
3,05
3,05
5,55
7,65
4.15
3,05
16,16
16,16
21.8
16,16
14,96
14,96
21,76
16,16
15
14,96
50,86 5,6
50,86 5,6
48.2 8,3
47,96 8,5
35,01 21,45
35,01 21,45
51,86 4,6
50,86 5,6
38.6 17.9
37,51 18,95
Dalam menganalisa kestabilan transien, dibagi beberapa kategori, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2 dibawah ini: Tabel 2. Kategori Studi Kasus Kestabilan Transien Kasus
Deskripsi
Generator Outage Transformator Inrush
mendiskripsikan efek dari generator outage dan mekanisme load shedding mendiskripsikan efek dari arus inrush transformator
3
Short circuit
mendiskripsikan efek dari short circuit 3 fasa
4
Motor Starting
mendiskripsikan efek dari starting motor
2
24
15 0 0 12 24 51 S
A. Studi kasus simulasi stabilitas transien
1
23
F
IV. SIMULASI DAN ANALISIS TRANSIEN
No
14
0 0 0 12 12 12 12 12 24 0 48 36 Load Shedding (MW) S F S
B.1. Studi kasus Gen Out 1 LS Pada kasus ini disimulasikan lepasnya generator STG-1 dan dilanjutkan dengan mekanisme load shedding. Mekanisme load shedding yang menggunakan status dan berdasarkan pada standar ANSI/IEEE C37.106-1987.
99,26% 99,17% 97,89%
B. Simulasi kasus generator outage Pada subbab ini akan ditampilkan case dan hasil simulasi untuk kasus generator outage ditunjukkan pada tabel 3 dan 4.
Gambar 4. Respon frekuensi sistem saat generator STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunkan Status.
Tabel 4. Hasil Simulasi Generator Outage Frekuensi Bus Min
Steady
Min
Steady
5006-J Off
MCC#58
99,2%
99,41%
92,16 %
93,29%
2006-J Off
MCC#28
99,51%
99,67%
93,41%
94,32%
STG_1
Tidak Stabil
Tidak Stabil
84,79%
87,02%
MCC#58
94,04%
94,04%
89,55%
91,56%
STG_1
Tidak Stabil
Tidak Stabil
80,46%
84,44%
U-NB-203APIII
97,1%
97,1%
90,44%
91,48%
STG_1
Tidak Stabil
Tidak Stabil
81,4%
85,18%
STG-1 Off 5006-J & 2006-J Off 5006-J & STG-1 Off 2006-J & 3006-J Off 2006-J & STG-1 Off
90,85%
Tegangan
Case
Tabel 4 menunjukan tabel case dan load shedding. Load shedding S maksutnya adalah status dan load shedding F maksutnya adalah frekuensi. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa case tidak stabil dan harus dilakukan mekanisme pelepasan beban untuk mempertahankan kestabilan sistem.
87,02% Gambar 5. Respon tegangan sistem saat generator STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunkan Status.
Pada gambar 4 dan 5. dapat dianalisis bahwa : a. Untuk gambar 4 merupakan hasil respon frekuensi sebelum dan sesudah Load Shedding. Terlihat bahwa dengan adanya load shedding membuat frekuensi sistem naik dari 97,89% menjadi 99,29%. Load shedding dilakukkan sebesar 5,6 MW. Sehingga dengan Load shedding membuat frekuensi menjadi memenuhi standart b. Untuk gambar 5 merupakan hasil respon tegangan sebelum dan sesudah Load shedding. Terlihat dengan adanya load shedding membuat tegangan masuk pada level standart
4 yang ada, yaitu sebelum load shedding 87,02 % dan setelah load shedding 90,85% 90,11%
99,26% 84,44%
98,82%
Gambar 9. Respon Tegangan sistem saat generator 5006-J dan STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunakan Status
97,89%
Gambar 6. Respon frekuensi sistem saat generator STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunkan Frekuensi
90,85%
87,02% Gambar 7. Respon tegangan sistem saat generator STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunkan Frekuensi.
Pada gambar 6 dan 7 dapat dianalisis bahwa : a. Untuk gambar 6 merupakan hasil respon frekuensi sebelum dan sesudah Load Shedding. Load Shedding dilakukan satu tahap. Load shedding tahap satu sebesar 10% beban total (5,6 MW). Load shedding tahap satu dilakukkan pada frekuensi 98,83 %. Dengan adanya load shedding membuat frekuensi sistem naik dari 97,89% menjadi 99,26%. Load shedding dilakukkan sebesar 5,6 MW. Sehingga dengan Load shedding membuat frekuensi menjadi memenuhi standart. b. Untuk gambar 7 merupakan hasil respon tegangan sebelum dan sesudah Load shedding. Terlihat dengan adanya load shedding membuat tegangan masuk pada level standart yang ada, yaitu sebelum load shedding 87,02 % dan setelah load shedding 90,85%. B.2. Studi kasus Gen Out 2 LS Pada kasus ini disimulasikan lepasnya generator 5006-J, STG-1 dan dilanjutkan dengan mekanisme load shedding. Mekanisme load shedding menggunakan status dan berdasarkan pada standar ANSI/IEEE C37.106-1987.
Pada gambar 8 dan 9 dapat dianalisis bahwa : a. Untuk gambar 8 merupakan hasil respon frekuensi sebelum dan sesudah Load Shedding. Terlihat bahwa dengan adanya load shedding membuat frekuensi sistem naik dari 56,319% menjadi 99,323%. Load shedding dilakukkan sebesar 21,45 MW. Sehingga dengan Load shedding membuat frekuensi menjadi memenuhi standart b. Untuk gambar 9 merupakan hasil respon tegangan sebelum dan sesudah Load shedding. Terlihat dengan adanya load shedding membuat tegangan masuk pada level standart yang ada, yaitu sebelum load shedding 84,44 % dan setelah load shedding 90,11%
99,323% 90,015%
65,319%
56,319%
Gambar 10. Respon frekuensi sistem saat generator 5006-J dan STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunkan Frekuensi
90,11%
88,99%
88,65% 84,44%
Gambar 11. Respon tegangan sistem saat generator 5006-J dan STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunkan Frekuensi.
99,323% 98,881% 56,319% Gambar 8. Respon frekuensi sistem saat generator 5006-J dan STG-1 lepas dari sistem dan dilanjutkan dengan load shedding menggunakan Status
Pada gambar 10 dan 11 dapat dianalisis bahwa : a. Untuk gambar 10 merupakan hasil respon frekuensi sebelum dan sesudah Load Shedding. Load Shedding dilakukan tiga tahap. Load shedding tahap satu sebesar 10% beban total (5,6 MW) pada frekuensi 98,83%. Load shedding tahap 2 sebesar 15% beban total (8,45 MW) pada frekuensi 98,16%. Dan load shedding tahap tiga sebesar 7,4 MW pada frekuensi 97,5%. b. Untuk gambar 11 merupakan hasil respon tegangan sebelum dan sesudah Load shedding. Terlihat dengan adanya load shedding membuat tegangan masuk pada level
5 standart yang ada, yaitu sebelum load shedding 84,44 %, dengan load shedding tahap 1 menjadi 88,65%, load shedding tahap 2 menjadi 88,99%, dan load shedding tahap 3 menjadi 90,11%.
Tabel 6. Hasil Studi Kasus Short Circuit
Fre kue nsi No
Case
BUS Max
C. Studi kasus Inrush Trafo Pada subbab ini akan ditampilkan hasil simulasi untuk kasus Inrush trafo.hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 12 dan 13.
Steady
Te gangan Min/ Steady Max
1
TO DIST PANEL NPK PLANT
2
MCC#38
SG-31
100,31%
100,1%
66,03%
100,06%
3
SG-61
STG_1
122%
100%
128,85%
100%
SWGR "51A" 100,12% 100,01% 83,72%
99,98%
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa case tidak stabil. Yaitu pada case short circuit di bus SG-61. Sehingga untuk mempertahankan kestabilan harus dilakukan mekanisme generator shedding.
100,127%
100%
102,67%
Gambar 12. Respon frekuensi sistem saat inrush trafo 40 MVA.
99,94%
99,67%
Gambar 14. Respon frekuensi case SG-61 bus dengan diikuti generator shedding
68,92% 99,5% Gambar 13. Respon tegangan sistem saat inrush trafo 40 MVA.
Pada gambar 12 dan 13 dapat dianalisis bahwa : a. Untuk gambar 12 merupakan hasil respon frekuensi ketika Trafo NEW-OLD di energized. Respon frekuensi pada bus SYN BUS OLD mengalami kenaikan. Frekuensi naik sampai 100,127 % namun setelah hilangnya arus inrush TSYN-BUS-OLD frekuensi system kembali stabil (100 %). Sehingga frekuesnsi bus masih dalam kategori aman. b. Untuk gambar menunjukan bahwa pada saat trafo SYNBUS-NEW-OLD di energized respon tegangan pada bus SYN BUS OLD menurun secara drastis. SYN BUS OLD turun hingga 68,92 %. Namun setelah arus inrush hilang tegangan SYN BUS NEW dan OLD kembali stabil (99,94 %). Sehingga tegangan sistem masih dalam kategori aman. Menunrunnya tegangan secara drastis disebabkan karena ada arus sesaat yang besar melewati SYN-BUS-OLD D. Studi kasus Short Circuit Pada subbab ini akan ditampilkan case dan hasil simulasi untuk kasus short circuit pada tabel 5 dan 6. Tabel 5. Kategori Studi Kasus Short Circuit No
kV
Lokasi
Setting Rele (s)
0.4
Pabrik 1
0.3
2
ID TO DIST PANEL NPK PLANT MCC#38
2.4
0.3
3
SG-61
13.8
Pabrik 3 Pabrik Baru
1
0.3
95,96%
Gambar 15. Respon tegangan case SG-61 bus dengan diikuti generator shedding
Pada gambar 14 dan 15 dapat dianalisis bahwa : a. Gambar 14 menunjukkan respon frekuensi saat short circuit SG-61 diikuti generator shedding. Bahwa dengan adanya generator shedding membuat frekuensi bus STG_1 tidak naik hingga 122%. Generator shedding mem membuat stabil dari frekuensi 122% menjadi 102,67%. Generator shedding menggunakan rele 81-O dengan setting 101% b. Gambar 15 menunjukkan bahwa dengan adanya generator shedding membuat tegangan stabil lebih. Bus STG_1 stabil di tegangan 95,96% dan bus SYN BUS NEW 97,86%. E. Studi kasus Motor Starting Pada subbab ini akan ditampilkan case dan hasil simulasi untuk kasus Motor Starting.
6 Tabel 7. Kategori Studi Kasus Motor Starting ID
kV
Kapasitas (kW)
Tempat
Mtr-SG-61
13.8
2500
Pabrik baru (P2-B)
101-J1
13.8
2200
Pabrik 3
[5] Rakhmadian, Hilman., “Analisis Stabilitas Transien dan Mekanisme Pelepasan Beban di PT. Pupuk Kalimantan Timur Pabrik 5 (PKT-5), 2013
Konfigurasi 2006-J, 3006-J, 4006J, dan 5006-J on sedangkan STG-1 off 2006-J, 4006-J, 5006J dan STG-1 on sedangkan 3006-J off
Tabel 8. Hasil Studi Kasus Motor Starting
Case MtrSG-61 101-J1
Bus
Frekuensi Min Steady
Tegangan Min Steady
SG-61
99,88%
99,89%
95,73%
95,95%
2200
99,89%
99,93%
97,3%
97,44
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa untuk kasus motor staring tidak perlu ada skema lagi. V. KESIMPULAN/RINGKASAN Untuk lepasnya 1 pembangkit terjadi penurunan tegangan dan frekuensi paling besar ketika pembangkit STG lepas. Sedangkan untuk lepasnya 2 pembangkit terjadi penurunan tegangan dan frekuensi paling besar ketika lepasnya generator STG dan 5006-J. sehingga membutuhkan load shedding Load shedding meggunakan status lebih sedikit beban yang di shedding jika dibandingkan dengan load shedding menggunakan frekuensi. Load shedding status digunakan sebagai load shedding utama. Dari 3 kasus hubung singkat didapatkan bahwa kasus short circuit di bus SG-61 belum memenuhi standar sudut rotor dan terjadi over frekuensi. Pada kasus motor starting dan inrush trafo tidak perlu ada skema load shedding terlebih dahulu. Pemasangan rele 81-O pada bus STG-1 dengan setting 101%
Pemasangan load shedding frekuensi sesuai hasil studi
status
dan
DAFTAR PUSTAKA [1] IEEE/CIGRE Joint Task Force on Stability Terms and Definitions, “Definition and Classification of Power System Stability”IEEE Transactions on Power system , vol. 19, no. 2, may 2004. [2] Kundur, P., “Power System Stability and Control”, McGraw-Hill, Inc, 1994. [3] IEEE, “Guide for Abnormal Frequency Protection for Power Generating Plants”, 1987. IEEE Std C37.106-2003 (Revision of ANSI/IEEE C37.1061987). [4] Stevenson, W.D., Jr and Granger, J.J., “Elements of Power System Analysis, 4th Edition”. McGrawHill, Inc, 1994
BIOGRAFI PENULIS Waskito Aji, dilahirkan di Sidoarjo, Jawa Timur pada 26 januari 1991. Selama kuliah, penulis aktif sebagai asisten dan coordinator praktikum di Laboratorium Instrumentasi Pengukuran dan Identifikasi Sistem Tenaga. Penulis dapat dihubungi melaluiemail
[email protected] .