Analisa Stabilitas Transien dan Koordinasi Proteksi pada PT. Linde Indonesia Gresik Akibat Penambahan Beban Kompresor 4 x 300 kW Frandy Istiadi, Margo Pujiantara, Dedet Candra Riawan Jurusan Teknik Elektro - FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak: Dalam upaya melayani kegiatan operasionalnya, PT. Linde Indonesia Gresik akan mengoperasikan 4 unit kompresor baru, yang antara lain adalah kompresor GC-1A, GC-1B, GC-1C sebesar 350 kW, dan kompresor BC sebesar 240 kW. Pada sistem kelistrikkan PT. Linde Indonesia Gresik terdapat dua unit transformator yang bekerja secara parallel, yang menghubungkan bus sinkron 11 kV BUS-1 dan 11 kV BUS-3 dengan bus 1APD-MCC-1, dimana pada bus 1APD-MCC-1 tersebut, 4 unit kompresor baru ini akan dipasang. Transformator yang dimaksud antara lain adalah 1APD-XF-1 dan 1APD-XF-2. Dalam analisa stabilitas transien, dimisalkan terjadi suatu gangguan internal pada transformator 1APD-XF-1, yang mengakibatkan CB incoming dan outgoing transformator tersebut terbuka. Dengan adanya pembukaan CB ini, pembebanan pada transformator 1APD-XF-2 menjadi berlebih (overload). Sehingga perlu dilakukan pelepasan beban (load shedding) dan pemasangan capacitor bank agar pembebanannya bisa kembali normal. Selain gangguan internal pada transformator, dalam studi stabilitas transien ini juga akan dianalisa gangguan-gangguan yang mungkin terjadi pada suatu sistem kelistrikan industri, seperti lepasnya pembangkit, lepasnya utility PLN dan hubung singkat. Respon yang akan dianalisa meliputi respon sudut rotor generator, respon frekuensi, dan respon tegangan. Untuk analisa koordinasi proteksi, dalam tugas akhir ini akan dilakukan pengaturan terhadap rele arus lebih dan rele gangguan ke tanah untuk setiap rele pengaman kompresor baru. Dari hasil setting rele kompresor baru dan dari data setting rele eksisting, akan diplot dan dianalisa kurva kerjanya, hal ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan koordinasi proteksi antara setting rele kompresor baru, dengan setting rele eksisting yang ada. Kata Kunci: stabilitas transien, koordinasi proteksi, rele arus lebih dan rele gangguan ke tanah. 1. PENDAHULUAN Dengan adanya penambahan 4 unit kompresor baru, maka pada Tugas Akhir ini akan dilakuan analisa stabilitas transien dan analisa koordinasi proteksi. Analisa stabilitas transien yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan respon kestabilan pada sistem, setelah adanya penambahan 4 unit kompresor baru. Sedangkan untuk analisa koordinasi proteksi akan dilakukan dengan mengatur rele arus lebih (overcurrent relay) dan rele gangguan ke tanah (ground fault / ground overcurrent relay) pada masing-masing rele pengaman kompresor baru tersebut. Analisa stabilitas transien dilakukan dengan menganalisa respon sudut rotor generator, respon frekuensi, dan respon tegangan dari setiap gangguan-gangguan yang mungkin terjadi. Simulasi dilakukan dengan bantuan software ETAP. Dari hasil analisa di atas diharapkan kestabilan transien dan koordinasi sistem proteksi pada kelistrikan PT. Linde Indonesia Gresik mendapatkan rekomendasi yang diperlukan, sehingga dicapai kestabilan dan koordinasi preoteksi yang baik. 2.
kesinkronan dan operasi normalnya terhadap berbagai macam gangguan[1]. Pada sistem tenaga listrik yang beroperasi stabil terdapat keseimbangan antara daya input mekanis pada penggerak utama dengan daya output elektris pada beban. Suatu gangguan dapat mengakibatkan ketidak seimbangan antara pembangkit dan beban, sehingga menghasilkan suatu kondisi steady state yang baru. Gangguan-gangguan yang dimaksud adalah gangguangangguan yang mungkin terjadi pada suatu sistem kelistrikan industri, seperti lepasnya generator atau utility PLN, hubung singkat, lepasnya saluran atau kombinasi diantaranya. 2.2. Pelepasan beban secara otomatis. Pada pelepasan beban secara otomatis, diperlukan pemasangan alat-alat yang dapat melindungi sistem secara cepat apabila terjadi perubahan frekuensi yang besar di dalam sistem. Tabel 2.1. di bawah, merupakan skema pelepasan beban tiga langkah standar ANSI/IEEE C37.106-1987. Tabel 2.1. Skema Pelepasan Beban Tiga Langkah. Step
Frequency Trip Point ( at 60 Hz)
Percent of Load Shedding (%)
Fixed Time Delay (Cycles) on Relay
1
59.3
10
6
2
58.9
15
6
58.5
As required to arrest decline before 58.2 Hz
3
3. SISTEM KELISTRIKAN PT. LINDE INDONESIA GRESIK Pada sistem kelistrikan PT. Linde Indonesia Gresik terdapat lima rating tegangan yang digunakan, yaitu : 1. Tegangan 20 KV. Tegangan 20 KV ini berada pada daerah bus PLN Utility. Tegangan ini yang masuk dari transformator PLN dan menyulang bus BOC-PLN. 2. Tegangan 11 KV. Tegangan ini berada di daerah outgoing dari generatorgenerator yang ada di PT. Linde Indonesia Gresik. Rating tegangan ini juga digunakan untuk menyuplai pabrik Smelting. 3. Tegangan 6 KV. 4. Tegangan 3,3 KV. Tegangan ini berada di bus 1APD-MCC-1 dan bus 1APDMCC-2 yang di suplay dari dua buah transformator yang berhubungan parallel, yaitu 1APD-XF-1 dan 1APD-XF-2, yang masing-masing transformator berkapasitas 2 MVA. 5. Tegangan 0.4 KV.
TEORI PENUNJANG
2.1 Definisi Stabilitas Sistem Tenaga Listrik Stabilitas sistem tenaga listrik didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu sistem tenaga listrik yang di dalamnya terdapat dua atau lebih motor sinkron, dalam mempertahankan Halaman 1 dari 8
Capacitor Bank 1500 kVAR
4 Unit Kompresor Baru
PT.Smelting
Gambar 3.1. Single Line Diagram Sistem Kelistrikan PT. Linde Indonesia Gresik
4.
SIMULASI DAN ANALISA
4.1. Analisa Stabilitas Transien Pada simulasi ini terdapat beberapa studi kasus yang akan dilakukan, antara lain: 1.
2. 3.
TR_XF-1_OFF: Terjadi suatu gangguan internal pada transformator 1APD-XF-1, yang mengakibatkan CB incoming dan outgoing transformator tersebut terbuka. Kasus ini terjadi saat PLN dan semua pembangkit”ON” dan semua beban ”ON”. PLN_Gen_STG2_OFF : PLN OFF dan generator 1TGA-STG-2 trip saat semua pembangkit yang lain ”ON” dan semua beban ”ON”. HS_1APD-MCC-1 : Terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa pada bus 1APDMCC-1 saat PLN dan semua generator ”ON”
4.2. Kasus TR_XF-1_OFF (A) Analisa stabilitas transien ini dilakukan pada kondisi operasi normal saat Utility PLN dan semua generator ON, CB 52-1 dan CB 1APD-52-1 open pada waktu 5 sekon. Pada sistem kelistrikkan PT. Linde Indonesia Gresik terdapat dua unit transformator yang bekerja secara parallel, yang menghubungkan bus sinkron 11 kV BUS-1 dengan bus 1APDMCC-1, dimana pada bus 1APD-MCC-1 tersebut, 4 unit kompresor baru akan dipasang. Transformator yang dimaksud antara lain adalah 1APD-XF-1 dan 1APD-XF-2. Pada kasus ini, disimulasikan terjadi suatu gangguan internal pada salah satu transformator parallel tersebut, yaitu 1APD-XF-1, sehingga mengakibatkan pengaman internal dari transformator tersebut mengirimkan sinyal yang mengharuskan CB 52-1 dan CB 1APD-52-1 membuka. Gambar 4.1 di bawah ini, dapat dilihat bahwa ketika terjadi pembukaan pada CB 52-1 dan CB 1APD-52-1, generator 1TGKCTG-1 dan 1TGK-CTG-2 sudut rotornya mengalami penurunan, generator 1TGK-CTG-1 menjadi turun menjadi 26.740, dan generator 1TGK-CTG-2 turun menjadi 26.660.
Gambar 4.1. Respon Sudut Rotor pada Kasus TR_XF-1_OFF (A)
Gambar 4.2, lepasnya transformator 1APD-XF-1 dari sistem, tidak mempengaruhi frekuensi, setelah terjadi pembukaan CB 52-1 dan CB 1APD-52-1 pada waktu 5 sekon, frekuensi dapat mencapai kondisi stabil lagi dalam waktu 9.981 sekon dengan presentasi 100%, atau sama dengan 50 Hz.
Gambar 4.2. Respon Frekuensi pada Kasus TR_XF-1_OFF (A)
Gambar 4.3, respon tegangan baik pada bus 11 kV BUS1 ataupun bus 1APD-MCC-1 tegangannya masih diatas standard PLN yaitu + 5% sampai – 10%. Namun untuk bus 1APD-MCC1, tegangannya turun mencapai 90.69%, hal ini dapat dikatakan berada di daerah marginal, dan harus diperbaiki.
Halaman 2 dari 8
Dari Gambar 4.5. respon tegangan baik pada bus 11 kV BUS-1 ataupun bus 1APD-MCC-1 masih diatas standard PLN yaitu + 5% sampai – 10%. Untuk bus 1APD-MCC-1, dengan dilakukannya load shedding 1 ini, tegangannya naik dari 90.69% menjadi 92.09%, Namun dalam hal ini masih tetap berada di daerah marginal, sehingga masih perlu diperbaiki lagi.
Gambar 4.3. Respon Tegangan pada Kasus TR_XF-1_OFF (A)
Gambar 4.4, selain berdampak kurang baik pada respon tegangan bus 1APD-MCC-1, kasus ini juga berdampak tidak baik pada pembebanan transformator 1APD-XF-2, yang tidak lain adalah salah satu transformator parallel yang tidak mengalami gangguan. Transformator ini harus menanggung seluruh beban yang ada pada bus 1APD-MCC-1. Pembebanannya mencapai 3.591 MVA. Karena kemampuan maksimal dari transformator ini hanya mencapai 2.4 MVA. Maka dapat dikatakan bahwa transformator ini telah mengalami overload. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yaitu berupa load shedding pada beberapa beban yang ada pada bus 1APD-MCC-1.
Gambar 4.6. Pembebanan Transformator 1APD-XF-2 pada Kasus TR_XF-1_OFF (B)
Dengan dilakukannya load shedding 1 ini, dapat dilihat pada Gambar 4.6. pembebanan pada transformator 1APD-XF-2 dapat turun, dari 3.591 MVA menjadi 2.907 MVA. Namun masih mengalami overload, mengingat kemampuan maksimal dari transformator ini hanya mencapai 2.4 MVA. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penanganan lagi yaitu dengan cara pemasangan capasitor bank pada bus 1APD-MCC-1. 4.4. Kasus TR_XF-1_OFF (C) Untuk menaikkan tegangan pada bus 1APD-MCC-1 dan untuk mengamankan transformator 1APD-XF-2 dari overload, maka akan dilakukan pemasangan capasitor bank pada bus 1APD-MCC-1 dalam waktu 5.2 sekon. Capasitor bank yang akan dipasang berkapasitas 1500 kVAR. Nilai tersebut didapatkan dari perhitungan dibawah ini :
Gambar 4.4. Pembebanan Transformator 1APD-XF-2 pada Kasus TR_XF-1_OFF (A).
4.3. Kasus TR_XF-1_OFF (B) Analisa stabilitas transien ini dilakukan pada kondisi operasi normal saat Utility PLN dan semua generator ON, CB 52-1 dan CB 1APD-52-1 Open pada waktu 5 sekon, dan Load Shedding 1 pada waktu 5.2 sekon. Pada kasus ini, untuk mengamankan transformator 1APD-XF-2 dari overload, maka dilakukan load shedding. Menurut rekomendasi dari PT. Linde Indonesia Gresik, beban yang boleh dilepas pada bus 1APD-MCC-1 hanya dua kompresor baru, yaitu GC-1A dan BC. Load shedding dilakukan dengan cara membuka CB dengan kecepatan 10 cycle atau 0.2 sekon setelah terjadi gangguan. Gambar 4.7. Respon Tegangan pada Kasus TR_XF-1_OFF (C)
Gambar 4.5. Respon Tegangan pada Kasus TR_XF-1_OFF (B)
Gambar 4.8. Pembebanan Transformator 1APD-XF-2 pada Kasus TR_XF-1_OFF (C)
Halaman 3 dari 8
Dari Gambar 4.7. terlihat terjadi kenaikan tegangan pada bus 1APD-MCC-1 yang setelah dilakukan load shedding 1, naik menjadi 92.09%, sekarang setelah dilakukan pemasangan capasitor bank, naik kembali menjadi 97.22% atau setara dengan 3.208 kV. Naiknya tegangan hingga diatas 95% ini sudah cukup menjadikan sistem aman dengan level tegangan diatas marginalnya. Dari Gambar 4.8. terlihat bahwa selain memperbaiki tegangan, pemasangan capasitor bank ini juga berdampak baik pada pembebanan transformator 1APD-XF-2. Pembebanan pada transformator 1APD-XF-2 bisa turun, dari 2.907 MVA menjadi 2.26 MVA. Pembebanan ini sudah di bawah batas maksimalnya yaitu 2.4 MVA. Dengan meningkatkan sirkulasi dan pendingin udara pada transformator tersebut, maka pembebanan ini sudah cukup menjadikan sistem aman dari overload. 4.5. Kasus PLN_Gen_STG2_OFF(A) Kasus ini mensimulasikan lepasnya utility PLN dan generator 1TGA-STG-2 dari sistem pada waktu 5 sekon saat semua generator ON dan capasitor bank sudah terpasang di bus 1APD-MCC-1. Pada kondisi operasi normalnya, utility PLN mensuplai daya sebesar 4.079 MW, dan generator 1TGA-STG-2 membangkitkan daya sebesar 9 MW, jadi ketika kedua sumber tersebut lepas, maka sistem kehilangan pembangkitan sebesar 13.079 MW atau sebesar 30.6% dari total pembangkitannya.
Gambar 4.9. Respon Sudut Rotor pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(A)
Gambar 4.11. Respon Tegangan pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(A)
Dapat dilihat pada Gambar 4.11. untuk respon tegangan pada bus 1APD-MCC-1, mengalami osilasi turun mencapai 88.46%, naik mencapai 104.64% dan mencapai 97.71% pada saat kondisi stabil. Menurut standar tegangan SEMI F47-0706 penurunan tegangan mencapai 80%, hanya diijinkan berlangsung selama 1 sekon. Pada kasus ini, penurunan tegangan saat osilasi, masih dalam kondisi yang diijinkan, karena hanya berlangsung selama 0.2 sekon. 4.6. Kasus PLN_Gen_STG2_OFF(B) Lepasnya Utility PLN dan generator 1TGA-STG-2 menyebabkan respon frekuensi, baik pada bus 11 kV BUS-1 maupun bus 1APD-MCC-1 tidak stabil. Untuk memperbaiki respon frekuensi sistem menjadi stabil, maka perlu dilakukan load shedding. Standart Load shedding yang digunakan adalah standart load shedding 3 langkah ANSI/IEEE C37.106-1987, pelepasan beban tahap pertama dilakukan saat frekuensi mencapai presentasi 98.8% dari frekuensi nominalnya, dengan delay 6 cycle atau sama dengan 0.12 sekon. Pada studi kasus sebelumnya, frekuensi sistem mencapai presentasi 98.8% pada waktu 5.121 sekon, oleh karena itu load shedding 1 dilakukan pada waktu 5.241 sekon.
Dari gambar Gambar 4.9. terlihat bahwa respon sudut rotor dari generator 1TGK-CTG-1, setelah terlepasnya utility PLN dan generator 1TGA-STG-2 dari sistem, turun mencapai 0 derajat, hal ini dikarenakan sudut rotor generator ini telah dijadikan referensi. Sedangkan pada generator 1TGK-CTG-2, sudut rotornya turun mendekati sudut referensinya yaitu pada kondisi stabil di 0.75 derajat dalam waktu 88.76 sekon.
Gambar 4.12. Respon Sudut Rotor pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(B)
Gambar 4.10. Respon Frekuensi pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(A)
Dapat dilihat pada Gambar 4.10. setelah terlepasnya utility PLN dan generator 1TGA-STG-2 dari sistem pada waktu 5 sekon, baik pada bus 11 kV BUS-1 maupun bus 1APD-MCC-1 respon frekuensinya turun mencapai 87.73%. Dengan nilai ini, respon frekuensi dikatakan belum aman. Sehingga diperlukan perbaikan respon frekuensi pada studi kasus selanjutnya.
Dari Gambar 4.12. dapat dilihat respon sudut rotor (power angle) dari generator 1TGK-CTG-2, sudut rotornya turun mendekati sudut referensinya yaitu pada kondisi stabil di 0.61 derajat. Dapat dilihat pada Gambar 4.13. setelah dilakukannya load shedding 1, baik pada bus 11 kV BUS-1 maupun bus 1APD-MCC-1 respon frekuensinya naik dari 87.73% menjadi 92.46%. Namun dengan kenaikan ini, respon frekuensi masih belum bisa dikatakan aman. Sehingga masih diperlukan perbaikan respon frekuensi pada studi kasus selanjutnya.
Halaman 4 dari 8
Masih sama dengan studi kasus sebelumnya, dapat dilihat pada Gambar 4.15. respon sudut rotor (power angle) dari generator 1TGK-CTG-1 turun mencapai 0 derajat, hal ini dikarenakan sudut rotor generator ini telah dijadikan referensi. Dan sudut rotor dari generator 1TGK-CTG-2, turun mendekati sudut referensinya yaitu pada kondisi stabil di 0.47 derajat.
Gambar 4.13. Respon Frekuensi pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(B)
Gambar 4.16. Respon Frekuensi pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(C)
Dapat dilihat pada Gambar 4.16. dengan dilakukannya load shedding 2 ini, respon frekuensi pada bus 11 kV BUS-1 dan pada bus 1APD-MCC-1 naik dari 92.46% menjadi 99.77% pada kondisi stabil. Dengan kenaikan ini, maka respon frekuensi sudah bisa dikatakan aman.
Gambar 4.14. Respon Tegangan pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(B)
Dapat dilihat pada Gambar 4.14. respon tegangan pada bus 1APD-MCC-1, mengalami osilasi turun mencapai 88.46%, naik mencapai 103.15%, dan mencapai 98.31% pada saat kondisi stabil. Osilasi yang terjadi pada bus 1APD-MCC-1 ini masih memenuhi standart SEMI F47-0706 dan standart tegangan PLN, dan dengan kondisi stabil di atas batas marginalnya, maka dapat dikatakan respon tegangan pada bus 1APD-MCC-1 sudah cukup menjadikan sistem aman. 4.7. Kasus PLN_Gen_STG2_OFF(C) Berdasarkan standart load shedding 3 langkah ANSI/IEEE C37.106-1987, pelepasan beban tahap kedua dilakukan saat frekuensi sistem mencapai 98.16% dari frekuensi nominalnya, dengan delay 6 cycle atau sama dengan 0.12 sekon. Pada studi kasus sebelumnya, frekuensi sistem mencapai presentasi 98.16% pada waktu 5.181 sekon, oleh karena itu load shedding 2 dilakukan pada 5.301 sekon. Load shedding 2 ini melepas 15% dari total jumlah beban, dalam hal ini sebesar 6.401 MW dari total keseluruhan beban yaitu 42.714 MW. Pada load shedding kali ini, terdapat 3 CB yang akan dibuka antara lain adalah CB 19 dan CB 23 yang masing-masing menghubungkan Lump berkapasitas 1.8 MW, serta CB 24 yang menghubungkan LL-SMELTER1 berkapasitas 2.801 MW.
Gambar 4.15. Respon Sudut Rotor pada Kasus PLN_Gen_STG2_OFF(C)
Gambar 4.17. Respon Tegangan pada Kasus PLN_Gen_STG2_ OFF(C)
Dapat dilihat pada Gambar 4.17. respon tegangan pada bus 1APD-MCC-1, mengalami osilasi turun mencapai 88.46%, naik mencapai 104.34%, dan mencapai 98.39% pada saat kondisi stabil. Osilasi yang terjadi pada bus 1APD-MCC-1 ini masih memenuhi standart SEMI F47-0706, dan dengan kondisi stabil di atas standart PLN, maka dapat dikatakan respon tegangan pada bus 1APD-MCC-1 sudah cukup menjadikan sistem aman. 4.8. Kasus HS_1APD-MCC-1 Dalam kasus ini disimulasikan terjadi hubung singkat 3 fasa pada bus 1APD-MCC-1 pada waktu 5 sekon. Setelah terjadi gangguan hubung singkat pada bus tersebut, CB 52-1 dan CB 5212 akan dibuka dengan delay 0.5 sekon.
Gambar 4.18.Respon Sudut Rotor pada Kasus HS_1APD-MCC-1
Halaman 5 dari 8
Pada Gambar 4.18, dapat dilihat respon sudut rotor dari generator 1TGK-CTG-1 dan generator 1TGK-CTG-2 ketika terjadi hubung singkat pada bus 1APD-MCC-1. Sebelum terjadi gangguan sudut rotor dari kedua generator ini berada pada 26.4 derajat, namun terjadi hubung singkat pada waktu 5 sekon, sudut rotornya mengalami osilasi turun mencapai 23.7 derajat, naik mencapai 28.59 derajat, dan mencapai 27.66 derajat pada saat kondisi stabil.
.
Gambar 4.19. Respon frekuensi pada Kasus HS_1APD-MCC-1
Dari Gambar 4.19. diatas dapat dilihat respon frekuensi ketika terjadi gangguan hubung singkat pada bus 1APD-MCC-1. Saat terjadi gangguan frekuensi di bus sinkron 11 kV BUS-1 mengalami osilasi, naik mencapi 100.06% , turun sampai 99.95% dan kemudian akan stabil pada 100% atau setara dengan 50 Hz.
Gambar 4.21. Single Line Diagram Untuk Tipikal 1.
Dapat diketahui bahwa dengan adanya penambahan 4 unit kompresor baru ini, arus hubung singkat 30 cycle pada bus 1APD-MCC-1 dan bus sinkron 11 kV BUS-1 tidak mengalami perubahan. Berikut ini adalah perhitungan untuk menentukan setting dari rele R_CB28 tersebut. R_CB28 Jenis Rele Kurva FLA Motor GC-1C CT Istarting Motor GC-1C
Gambar 4.20. Respon tegangan pada Kasus HS_1APD-MCC-1
Gambar 4.20. merupakan gambar respon tegangan ketika terjadi hubung singkat pada bus 1APD-MCC-1. Ketika terjadi hubung singkat pada waktu 5 sekon, respon tegangan pada bus sinkron 11 kV BUS-1 mengalami osilasi turun sampai 83.47%, naik mencapai 110.23%, dan kemudian akan stabil pada 99.74% dalam waktu 22.48 sekon. Menurut standar tegangan SEMI F47-0706 penurunan tegangan mencapai 80%, hanya diijinkan berlangsung selama 1 sekon. Pada kasus ini, penurunan tegangan saat osilasi, masih dalam kondisi yang diijinkan, karena hanya berlangsung selama 0.46 sekon. 4.9. Analisa Pengaturan Rele Arus Lebih R_CB28 (Tipikal 1) Gambar 4.21. merupakan single line diagram untuk tipikal 1. Pada tipikal ini terdapat 3 unit rele yang digunakan sebagai pengaman rele arus lebih. Rele R_CB28 berfungsi mengamankan gas kompresor baru GC-1C yang berkapasitas 350 kW, sedangkan rele R_52-1 dan rele R_52-12 merupakan rele eksisting yang berfungsi untuk mengamankan jalur yang menghubungkan bus 11 kV BUS-1 dan bus 11 kV BUS-3 dengan bus 1APD-MCC-1.
Current setting IDMT ( I> ) 1,15 x FLA Motor GC-1C 1,15 x 77.08 A 88.642 A
= GE Multilin 239 = Curve 3 = 77.08 A = 100/5 = FLA × LRC(%) × Toleransi = 77.08 x 6.5 x 1.3 = 651.32 A Ipp Ipp Ipp
0,8 x Iscmin-30cycle-Bus14 0,8 x 7915 A 6332 A
Ips 4.432 A
Ips
316.6 A
Tap = 4.432 A
Time Setting IDMT ( Time Dial ) Type Kurva = Curve 3 Current setting High Set (I>>) Istarting Motor GC-1C
≤ Iset ≤ 0,8 x Iscmin-
30cycleBus14
FLA Motor GC-1C × LRC(%) × Toleransi ≤ Iset ≤ 0,8 x 7915 A 77.08 × 6.5 × 1.3 ≤ Iset ≤ 0,8 x 7915 A 651.32 A ≤ Iset ≤ 6332 A
Iset 32.565 A
Iset
316.6 A
Tap = 32.565 A Setting waktu (t>>) = 0.1 s Untuk pengaturan low set rele R_CB28 ini, diatur mengikuti arus beban penuh kompresor baru GC-1C. Sedangkan untuk pengaturan high set-nya, diatur mengikuti arus starting dari Halaman 6 dari 8
kompresor baru GC-1C tersebut, dengan waktu definite pada 0.1 sekon. Selanjutnya di bawah ini terdapat Tabel 4.1, yang merupakan tabulasi data setting eksisting pada rele R_52-1 dan rele R_52-12 yang terdapat pada tipikal 1.
Tabel 4.1. Data Setting Rele Eksisting pada Tipikal 1
Dari Gambar 4.22. di bawah ini, antara rele R_CB28 yang beroperasi sebagai rele utama, dengan rele R_52-1 dan rele R_52-12 yang beroperasi rele back-up, mempunyai time difference sebesar 0,3 sekon. Menurut standard IEEE Std 242-1986, bahwa batas waktu kerja antara rele utama dan rele back-up adalah 0.2 s – 0.4 s, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesalahan koordinasi antara setting rele R_CB28 dengan setting eksisting rele R_52-1 dan rele R_52-12, dan dapat dikatakan bahwa pengaturan rele arus lebih untuk rele R_CB28 ini sudah benar, dan tidak perlu dilakukan resetting pada rele-rele eksisting.
Gambar 4.23. merupakan single line diagram untuk tipikal 2, dimana terdapat 4 unit rele yang digunakan sebagai pengaman rele arus lebih gangguan ke tanah. Rele R_CB28 dan rele R_CB32 disini berfungsi sebagai pengaman kompresor baru terhadap gangguan hubung singkat fasa ke tanah. sedangkan rele 1APD-52-1 dan rele 1APD-52-2 merupakan rele eksisting yang berfungsi untuk mengamankan jalur yang menghubungkan transformator 1APD-XF-1 dan transformator 1APD-XF-2 dengan bus 1APD-MCC-1.
Gambar 4.23. Single Line Diagram Untuk Tipikal 2.
Berikut ini adalah Tabel 4.2. yang berisikan data setting eksisting rele gangguan ke tanah untuk rele 1APD-52-1 dan rele 1APD-52-2. Tabel 4.2. Data Setting Eksisting Rele GangguanKe Tanah padaTipikal 2
Perhitungan setting rele gangguan ke tanah untuk R_CB28 dan R_CB32 adalah sebagai berikut : Jenis Rele Kurva CT IGF (Arus gangguan ke tanah) (5 - 10)% × IGF 10% × 77 A 7.7 A Gambar 4.22. Kurva Setting Rele Arus Lebih R_CB28 dan Setting Eksisting rele R_52-1 dan rele R_52-12
4.10. Analisa Pengaturan Rele Gangguan ke Tanah Rele R_CB28 dan Rele R_CB32 (Tipikal 2)
= GE Multilin 239 = Definite = 50/5 = 77 A ≤ Ipp ≤ Ipp ≤ Ipp
≤ 50% × IGF ≤ 50% × 77 A ≤ 38.5 A
Dipilih Ipp = 15 A Tap = Time delay = 0.1 s (+ 0.045 s) Karena time delay pada setting eksisting rele 1APD-52-1 dan rele 1APD-52-2 adalah 0.4 sekon, maka time delay untuk Halaman 7 dari 8
rele R_CB28 dan rele R_CB32 di-setting lebih cepat yaitu 0.1 sekon ditambah delay dari pengaturan groun fault rele GE Multilin 239 sebesar 0.045 sekon. Gambar 4.24. di bawah ini merupakan gambar kurva kerja rele gangguan ke tanah.
3. Dari pengaturan rele arus lebih untuk rele R_CB28 yang beroperasi sebagai rele utama dengan rele R_52-1 dan rele R_52-12 yang beroperasi sebagai rele back-up, mempunyai time difference sebesar 0,3 sekon. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesalahan koordinasi antara setting rele-rele pengaman 4 unit kompresor baru tersebut dengan setting eksisting rele R_52-1 dan rele R_52-12, sehingga pengaturan rele arus lebih untuk rele R_CB28 dan rele R_CB32 ini sudah benar, dan tidak perlu dilakukan resetting pada rele-rele eksistingnya. 4. Pada pengaturan rele gangguan ke tanah, antara rele R_CB28 dan R_CB32, dengan setting eksisting rele 1APD52-1 dan rele 1APD-52-2 mempunyai time difference sebesar 0,255 sekon, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesalahan koordinasi pada pengaturan rele-rele tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaturan rele gangguan ke tanah untuk rele R_CB28 dan R_CB32 sudah benar, dan tidak perlu dilakukan resetting pada rele-rele eksisting. 5. DAFTAR PUSTAKA 1.
Gambar 4.24. Kurva Setting Rele Gangguan ke Tanah R_CB28 dan R_CB32 dengan setting eksisting rele 1APD-52-1 dan rele 1APD-52-2
Dari gambar kurva kerja di atas, antara rele R_CB28 dan R_CB32, dengan setting eksisting rele 1APD-52-1 dan rele 1APD-52-2 mempunyai time difference sebesar 0,255 sekon. Menurut standard IEEE Std 242-1986, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesalahan koordinasi pada pengaturan rele-rele tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaturan rele gangguan ke tanah untuk rele R_CB28 dan R_CB32 sudah benar, dan tidak perlu dilakukan resetting pada rele-rele eksisting. 5.
KESIMPULAN
Dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan adanya penambahan 4 unit kompresor baru. Karena menurut rekomendasi dari PT. Linde Indonesia Gresik, beban yang boleh dilepas pada bus 1APD-MCC-1 hanya dua unit kompresor baru, maka jika terjadi suatu gangguan internal pada transformator 1APD-XF-1, yang mengakibatkan CB incoming dan outgoing transformator tersebut terbuka, akan mengakibatkan pembebanan pada transformator 1APD-XF-2 mengalami overload. Oleh karena itu diperlukan pemasangan capasitor bank sebesar 1500 kVAR, dengan tujuan agar arus yang mengalir pada transformator tersebut bisa turun, sehingga pembebanannya turun dan tidak mengalami overload. 2. Lepasnya utility PLN dan generator 1TGA-STG-2 dari sistem, menyebabkan respon frekuensi, baik pada bus 11 kV BUS-1 maupun bus 1APD-MCC-1 turun mencapai 87.73%. Sehingga untuk mengembalikan respon frekuensi ke batas aman, dibutuhkan dua tahap load shedding, dengan total sebesar 25% dari jumlah beban, dalam hal ini sebesar 10.653 MW.
Imam Robandi, Margo Pujiantara, “Analisa Sistem Tenaga Modern [Pengantar stabilitas Dinamik]” Proyek PercepatanPendidikan Insinyur th 1996/1997 FTI ITS, 1997. 2. Penangsang, Ontoseno. “Diktat Kuliah Analisis Sistem Tenaga Listrik 2”, Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 3. Soeprijanto, Adi ”Kestabilan Sistem Tenaga Listrik, Diktat Kuliah Analisis Sistem Tenaga Listrik 2”, Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. 4. Saadat, Hadi, “Power System Analysis (Second Edition)”, McGraw-Hill Education (Asia), Singapore, 2004. 5. Prabha Kundur, 1994, “Power System Stability and Control”, McGraw Hill, Inc. 6. Dugan, R.C, Santoso, S dan McGranaghan, M.F, “Electrical Power System Quality (Second Edition)”, McGraw-Hill, Inc., 2002. 7. Anderson, P.M, “Power System Protection”, John Wiley & Sons, Inc., Canada, Ch. 3, 1998. 8. Phadke, Arun G, dan Thorp, James S, “Computer Relaying for Power System”, John Wiley and Sons, Ltd., England, Ch. 2, 2009 9. Instruction Manual P/N: 1601-0067-DC (GEK-106613C) “239 motor protection relay” GE Multilin, 2007. 10. Wahyudi R, ”Diktat Kuliah Sistem Pengaman Tenaga Listrik”, Teknik Elektro-ITS,Surabaya, 2008. 11. IEEE Std 242-1986™, “IEEE Recommended Practice for Protection and Coordination of Industrial and Commercial Power Systems”, The Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc., New York. BIODATA PENULIS Penulis memiliki nama lengkap Frandy Istiadi. Lahir di Jakarta pada tanggal 21 Maret 1989. Anak pertama dari pasangan Ismangil dan Sri Nur Hayati ini mengawali pendidikan kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Program Studi Diploma 3 Elektronika dan Instrumentasi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam hingga tahun 2010. Setelah itu melanjutkan ke pendidikan S1 Lintas Jalur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Teknik Elektro (FTI-ITS) dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Alamat email
[email protected].
Halaman 8 dari 8