7 ANALISIS KESESUAIAN IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN DANA TALANGAN HAJI DI PERBANKAN SYARI’AH DENGAN FATWA MUI
Irfan Nurudin* * STMIK El Rahma
[email protected] Abstract Bailouts of Hajj aims to facilitate community who are less able to perform the pilgrimage. At the beginning of this financing is not a problem. But in its development began to emerge: first, the problem of how to regulate the imposition ujroh Islamic banks in financing. Second, how the impact of the financing, and third, what alternative solutions if financing bailouts Hajj is still problematic. Research methods in this study is the first empirical study, the types of legal research or sociology, and the approach used is a normative approach. Second, the source of the data required primary and secondary data is data by using the law. Third, how data collection using brochures and documents the official bailouts of the Hajj. Fourth, the method used is the method of deductive reasoning and qualitative analysis. The results of this research will address, first, the analysis based on the theory of the bailouts and the theory of the riba, then whether the implementation of financing bailouts of their Hajj there are still elements of usury. Second, if reviewed maslahah, then what is the impact of bailouts of Hajj? Third, try to find an alternative solution. Keywords: Profit, Usury, Maslahah.
495 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
PENDAHULUAN Haji adalah rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji menjadi ritual tahunan yang wajib dilaksanakan kaum muslimin sedunia bagi yang memiliki kemampuan baik material, fisik, maupun keilmuan.1 Sehingga tidak mengherankan sekiranya ibadah haji selalu menempati tempat yang berbeda di hati kaum muslimin dibanding dengan ibadah-ibadah lainnya. Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi melempar setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah2. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya “Idul Adha” sebagai Hari Raya Haji karena waktu penyembelihan hewan qurban di hari raya idul adha bersamaan dengan perayaan ibadah haji. Dewasa ini, minat masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji semakin lama semakin meningkat. Minat tinggi masyarakat berhaji ini terbukti dengan antrian panjang hingga 10-15 tahun kedepan bagi yang hendak berangkat haji.3 Hal ini rupanya direspon cepat oleh lembaga keuangan syari‟ah khususnya perbankan syari‟ah untuk memberikan layanan bagi kaum muslim yang hendak melaksanakan ibadah haji. Seiring dengan kondisi ini, lembaga keuangan syariah pun mengalami perkembangan yang sangat cepat.4 Produk-produk yang inovatif juga bermunculan secara beragam termasuk produk-produk untuk menjembatani tingginya keinginan kaum muslim dalam melaksanakan ibadah haji. Salah satu produk yang telah digulirkan oleh perbankkan syari‟ah adalah pembiayaan dana talangan haji. Pembiayaan Dana Talangan Haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah kepada nasabah untuk menutupi 1
Tholal Bin Ahmad Al-„Aqil, Dalilul Hajj Wal Mu‟tamir, (Jeddah: Kerajaan Saudi Arabia, 1427 H), 7. 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Haji 3 Menag Suryadharma Ali menuturkan pada pertemuan dengan Menteri Haji Arab Saudi, ia menyampaikan daftar tunggu (waiting list) jemaah haji Indonenesia sudah mencapai 1,7 juta orang. Jika kuota tak ditambah, jemaah sebanyak itu baru bisa menunggu hingga 12 tahun ke depan. Lihat. http://www.republika.co.id Senin, 15 Zulqaidah 1433 / 01 Oktober 2012. 4 Nurul Huda, Current Issues: Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), t.h.
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 496
kekurangan dana, guna memperoleh kursi haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Kemudian Lembaga Keuangan Syariah ini menguruskan pembiayaan BPIH berikut berkas-berkasnya sampai nasabah tersebut mendapatkan kursi haji. Atas jasa pengurusan haji tersebut, Lembaga Keuangan Syariah memperoleh imbalan, yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Adapun tujuan pembiayaan dana talangan haji ini adalah untuk mempermudah dan mempercepat orang untuk melaksanakan haji tanpa harus menabung atau mempunyai uang terlebih dahulu. Dengan adanya pembiayaan dana talangan haji ini diharapkan impian masyarakat yang kurang mampu untuk menunaikan ibadah haji bisa segera terwujud dengan kemudahan-kemudahan fasilitas dan proses pembiayaannya. Pada awal bergulirnya pembiayaan dana talangan haji sepertinya tidak ada masalah dan bahkan cenderung membantu masyarakat untuk menunaikan ibadah haji secara baik. Hal ini dibuktikan dengan membludaknya calon jama‟ah haji yang menggunakan pembiayaan dana talangan haji dari tahun ke tahun.5 Kondisi ini tentu sangat membanggakan karena dengan berguliranya pembiayaan dana talangan haji telah banyak membantu dan mempermudah masyarakat yang secara finansial semula merasa berat untuk berangkat ke tanah suci menjadi terasa ringan. Namun setelah beberapa tahun perjalanannya mulai muncul hal-hal yang bisa menjadi perdebatan baik dari status hukum maupun dampak bergulirnya pembiayaan dana talangan haji. Sebagian orang menganggap dana talangan haji sebagai aplikasi multi jasa atau al„uqud al-murakkabah6 yaitu dari akad qard (pinjaman) dan Ijarah (sewa-menyewa jasa). Bahkan muncul dugaan ada unsur riba dalam praktek pembiayaan dana talangan haji. Hal ini karena praktek pembiayaan dana talangan haji mengharuskan calon jamaah haji membayar sejumlah uang lebih daripada yang dipinjamnya.
5
Jumlah peminat haji mengalami peningkatan. Selain diakibatkan minat yang selalu tinggi, membludaknya keinginan pendaftar haji juga didorong dana talangan dari bank. Lihat. www.republika.co.id Senin, 15 Zulqaidah 1433 / 01 Oktober 2012. 6 Istilah al-„uqud al-murakkabah digunakan oleh Nazih Hammad dalam kitabnya Al-‟Uqud Al-Murakkabah fi al-Fiqh al-Islami, cet I (Damaskus: Daarul Qalam, 2005), 7.
497 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
Tidak hanya berhenti pada persoalan aqadnya, tetapi pasca bergulirnya pembiayaan dana talangan haji daftar antrian haji menjadi panjang. Hal ini tentu menjadi persoalan baru karena masyarakat yang secara financial telah mempu untuk berangkat menunaikan ibadah haji menjadi tertunda cukup lama karena menunggu daftar antrian yang panjang. Kehadiran penelitian ini mencoba membahas tentang hukum pembiayaan dana talangan haji di perbankan syari‟ah ditinjau dari aspek Hukum Islam. Penulis mengambil sample karena ketiga Bank ini yaitu Bank Syari‟ah Mandiri Cabang Yogyakarta, Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Yogyakarta, Bank Tabungan Negara Syari‟ah Cabang Yogyakarta dianggap sebagai bank terbaik 20112012 dalam pelayanan versi Marketing Research Indonesia (MRI). Penulisan ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari literatur dan praktik yang terjadi dalam masyarakat kemudian dianalisis dengan perspektif dalil-dalil al-Qur‟an dan al-Sunnah yang terkait. TINJAU HUKUM ISLAM
Pembiayaan talangan haji adalah aqad7 pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan biaya penyelengaraan ibadah hji (BPIH). 8 Adapun implementasi pembiayaan dana talangan haji di beberapa bank yang dijadikan sample penelitian ini sebagai berikut : 1. Brosur Dana Talangan Haji BSM9 TALANGAN HAJI BANK SYARI‟AH MANDIRI PELUNASAN PINJAMAN HANYA MEMBAYAR POKOK DANA TALANGAN Setoran Pertama
Jangka Waktu
Self Financing
Tabungan Mabrur
Fee Ujroh
/ Biaya Materai
dibayar pertahun 7
aqad berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan. Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syari‟at yang berpengaruh pada obyek perikatan. Lihat Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), 63. 8 www.syariahmandiri.co.id 9 Brosur BSM.
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 498
5.904.000
1th
2.500.000
500.000
2.850.000
54.000
Dana Talangan Rp. 22.500.000 jangka waktu sampai 3 tahun Ujroh pertahun Rp. 2.850.000 dibayar sesuai waktu jatuh tempo per tahun Ilustrasi : Pak Ahmad ingin berangkat ibadah haji, tetapi dana yang bersangkutan kurang. Berapa dana minimal yang harus disediakan pak Ahmad supaya mendapatkan porsi haji? Jawaban : Nasabah memilih dana talangan haji yang dibutuhkan sebesar Rp. 22.500.000 dengan jangka waktu 1 tahun. Biaya Pendaftaran porsi haji (sesuai ketentuan Depag saat ini)
: Rp. 25.000.000,-
Talangan Haji BSM
: Rp. 22.500.000,-
Kekurangan biaya pendaftaran
: Rp. 2.500.000,-
Pembukaan Tabungan Mabrur Fee / Ujroh 1 tahun
: Rp. 500.000,: Rp. 2.850.000,-
Biaya Materai
: Rp.
Dana yang harus disediakan
: Rp. 5.904.000,-
54.000,-
Persyaratan : 1. Foto copy KTP Pemohon 2. Foto Copy Suami/Istri Pemohon (apabila telah menikah) 3. Foto Copy Kartu Keluarga 4. Foto Copy Surat Nikah (bila sudah menikah) / Surat Cerai (bila janda/duda) 2. Brosur Dana Talangan Haji iB Hasanah BNI Syari’ah10 Berdasarkan brosur yang tersedia di BNI Syari‟ah tanggal 19 November 2012, dapat dijelaskan prosedur pembiayaan dana talangan haji sebagai berikut : Porsi Haji
: Rp. 25.000.000,-
Talangan Haji
: Rp. 23.750.000,-
10
Brosur BNI Syari‟ah.
499 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
Angsuran bulanan
: Rp. 564.063,-
Jangka waktu
: 60 bulan
Uang muka
: Rp. 1.250.000
Blokir
: Rp.
564.063
Biaya Administrasi
: Rp.
100.000
Materai
: Rp.
30.000
Setoran awal Tab THI
: Rp.
500.000
Setoran awal Tab iB Hasanah
: Rp.
100.000
1 x angsuran
Rp. 2.544.063 Persyaratan : 1. Foto Copy Identitas Pemohon dan Calon haji: KTP, Surat Nikah, Kartu Keluarga 2. Asli Slip Gaji Penghasilan
3
Bulan
terakhir/Surat
Keterangan
3. Foto Copy SK awal & akhir / Surat keterangan masa kerja 4. Foto Copy Rekening Koran Tabungan 3 bulan terakhir 5. SPT 1 tahun terakhir (Pengusaha & Profesional) 6. Laporan Keuangan 2 tahun terakhir (Pengusaha & Profesional) 7. Akta Perusahaan SIUP TDP (Pengusaha) 8. Foto Copy SIP (Profesi) 9. Mengisi dan menandatangani Surat Kuasa Pembatalan Porsi Haji diatas materai 3. Dana Talangan Haji BTN Syari’ah11 Produk Pembiayaan Talangan haji adalah pembiayaan perorangan dalam rangka pendaftaran untuk mendapatkan porsi haji dengan jangka waktu pembiayaan maksimal 5 tahun. Ketentuan Lainnya 1. Maksimal pembiayaan Rp. 24.500.000 11
Brosur BTN Syari‟ah.
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 500
2. Agunan : Porsi Haji 3. Ujroh Rp. 2.021.250 per tahun 4. Saldo minimal tabungan rp. 100.000 5. Menyetorkan ke rekening tabungan setiap bulannya sebesar 1% dari pokok pembiayaan Simulasi Pembiayaan Strata Plafond
Ujroh/Tahun Saldo Tabungan Materai
s.d Rp. 10 juta
825.000
Total + Awal
Dana
200.000
1.025.000
Rp. 11 juta sd 15 1.237.500 juta
200.000
1.437.500
Rp. 16 juta sd 20 1.650.000 juta
200.000
1.850.000
Rp. 21 juta sd 2.021.250 24.5 juta
200.000
2.221.250
Persyaratan dan Kelengkapan Data Pemohon : 1. Mengisi aplikasi permohonan 2. Foto Copy identitas nasabah 3. Foto Copy Kartu Keluarga 4. Foto Copy surat nikah / surat cerai (bila telah menikah / cerai) Berdasarkan brosur diatas dapat diperoleh informasi bahwa praktek pembiayaan dana talangan haji sebagai berikut : 1. Pinjaman dana talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri senilai Rp. 22.500.000,- akan dikenakan fee / ujroh sebesar Rp. 2850.000,- per tahun. Hitungan ini berarti, jika nasabah mengangsur selama 3 tahun maka fee / ujrohnya adalah Rp. 2.850.000,- x 3 = Rp. 8.550.000,-. jika mengangsur selama 5 tahun maka fee / ujrohnya Rp. 2.850.000,- x 5 = Rp. 14.250.000,-. 2. Pinjaman dana talangan haji di Bank Negara Indonesia Syari‟ah senilai Rp. 23.750.000,- maka nasabah harus mengangsur senilai Rp. 564.063,- selama 60 bulan (5 tahun). Hitungan ini berarti, jika nasabah mengangsur selama 5
501 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
tahun, maka fee / ujrohnya adalah Rp. 564.063,- x 60 = Rp. 33.843.780,-. Total pembayaran selama 5 tahun adalah Rp. 33.843.780,- dikurang total pinjaman Rp. 23.750.000, maka fee / ujroh yang diperoleh pihak Bank adalah Rp. 10.843.780 3. Pinjaman dana talangan haji di Bank Tabungan Negara Syari‟ah senilai Rp. 10.000.000,- adalah maka fee / ujrohnya sebesar Rp. 825.000,- pertahun, senilai Rp. 11.000.000,- sd Rp. 15.000.000,- adalah sebesar Rp. 1.237.500,- pertahun, senilai Rp. 16.000.000,- sd Rp 20.000.000,- adalah sebesar Rp. 1.650.000,- senilai Rp. 21.000.000,- sd Rp. 24.500.000,adalah sebesar Rp. 2.021.250,-. Dengan demikian jika nasabah mengangsur selama 5 tahun denan pinjaman Rp. 21.000.000,- sd Rp. 24.500.000,- maka fee / ujrohnya Rp. 2.021.250,- x 5 = Rp. 10.106.250,-. Berdasarkan analisis terhadap brosur pada beberapa bank syari‟ah diatas penulis dapat memastikan bahwa akad pembiayaan dana talangan haji yang diberlakukan di Perbankan Syari‟ah di Indonesia adalah “aqad al-qard wa al-ijarah” di lakukan bersamaan. Akad pembiayaan dana talangan haji yang diberlakukan di Bank Syari‟ah Mandiri, BNI Syari‟ah dan BTN Syari‟ah semua sama yaitu dilakukan dengan aqad qard. Sementara ujrah dibebankan kepada nasabah dengan aqad “al-ijarah”. Hal yang membedakan antara satu Bank Syari‟ah dengan lainnya hanya masalah teknis pelaksanaannya saja, namun pada hakekatnya sama, yaitu perhitungan ujrah yang diambil dari nasabah dan jeda waktu pelunasan serta sistem pelunasannya. Di dalam akadnya, nasabah dana talangan haji harus membayar biaya administrasi dan fee / ujroh. Padahal nasabah mendapatkan pembiayaan dari bank syari‟ah berdasarkan akad pinjam meminjam (qard). Dengan demikian seharusnya nasabah hanya dibebani kewajiban berupa mengembalikan pokok pinjamannya dan biaya administrasi yang secara nyata telah dikeluarkan oleh bank.12 Dengan adanya tambahan fee / ujroh maka bisa hal ini bisa terindikasi riba. Berdasarkan analisis diatas, produk dana talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri, Bank Negara Indonesia Syari‟ah dan Bank 12
Abdul Ghofur Anshori, Tanya Jawab Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2010), 55.
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 502
Tabungan Negara Syari‟ah dapat dikatakan masih menggunakan riba untuk mendapatkan fee / ujroh nya. Hal ini dikarenakan pinjaman yang mendapatkan fee / ujroh dengan perhitungan yang berbasis nominal oleh fuqaha dikatagorikan riba fadhl seperti yang kita lihat pada table Dana Talangan Haji Bank Tabungan Negara Syari‟ah. Dalam table tersebut dirincikan bahwa pinjaman senilai Rp. 10.000.000,- adalah maka fee / ujrohnya sebesar Rp. 825.000,pertahun, senilai Rp. 11.000.000,- sd Rp. 15.000.000,- adalah sebesar Rp. 1.237.500,- pertahun, senilai Rp. 16.000.000,- sd Rp 20.000.000,- adalah sebesar Rp. 1.650.000,- senilai Rp. 21.000.000,sd Rp. 24.500.000,- adalah sebesar Rp. 2.021.250,-. Sementara Bank Syari‟ah Mandiri dalam mengambil fee / ujroh dengan perhitungan jeda waktu pembayaran disebut riba nasiah. Hal tersebut dapat dilihat pada table pelunasan yang baru dapat dilakukan pada tahun kedua. Maka fee / ujroh yang berlaku pada tahun pertama ditambahkan dengan fee / ujroh pada tahun kedua dan seterusnya. BSM mengambil fee / ujroh Rp. 2.850.000 pertahun, jika nasabah mengangsur 5 tahun maka fee / ujroh nya adalah Rp. 2.850.000,- x 5 = Rp. 14.250.000,-. Hal tersebut juga tidak berbeda dengan sistem yang berlaku di BNI Syari‟ah sekalipun dikemas dengan tampilan yang berbeda. Pinjaman dana talangan haji di Bank Negara Indonesia Syari‟ah senilai Rp. 23.750.000,- maka nasabah harus mengangsur senilai Rp. 564.063,- selama 60 bulan (5 tahun). Hitungan ini berarti, jika nasabah mengangsur selama 5 tahun, maka fee / ujrohnya adalah Rp. 564.063,- x 60 = Rp. 33.843.780,-. Total pembayaran selama 5 tahun adalah Rp. 33.843.780,- dikurang total pinjaman Rp. 23.750.000,maka fee / ujroh yang diperoleh pihak Bank adalah Rp. 10.843.780,-. Pengambilan fee / ujroh di atas juga bertentangan dengan Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional NO 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qard. Di dalam fatwa tersebut terdapat beberapa ketentuan, diantaranya nasabah al-Qard wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama dengan biaya administrasi yang dibebankan kepada nasabah. Serta nasabah al-Qard dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.13 Namun dalam prakteknya nasabah dana talangan haji setelah membayar pinjaman
13
Muhammad, Audit & Pengawasan Syari‟ah Pada Bank Syari‟ah (Yogyakarta : UII Press, 2011), 81.
503 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
pokok dan biaya administrasi masih harus menanggung fee / ujroh yang nominalnya sudah ditentukan dari awal. Untuk terhindar dari praktek riba terselubung, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu : a. Seharusnya fee / ujroh ditentukan besaran nominalnya sejak dari awal dilakukan akad, tapi bukan atas dasar nominal al-qard yang diberikan atau jeda waktu pelunasan. b. Seharusnya fee / ujroh yang diberlakukan tidak berkali-kali, kecuali jika manfaat yang diperoleh nasabah juga berkali-kali atau dengan dilakukan akad baru dengan obyek yang baru, sehingga dasar fee / ujroh bukan karena jeda waktu pelunasan dari nominal yang ada. DANA TALANGAN HAJI DITINJAU DARI MASLAHAH Pembiayaan dana talangan haji di perbankan syari‟ah sebenarnya mempunyai tujuan yang baik yaitu memberikan kemudahan kepada nasabah pembiayaan dalam memperoleh fasilitas pembiayaan haji dengan persyaratan mudah dan proses yang lebih cepat. Pembiayaan ini juga dapat membantu orang untuk melaksanakan haji tanpa harus menabung atau mempunyai uang terlebih dahulu. Namun dalam prakteknya, paling tidak ada dua hal penting yang perlu menjadi perhatian, diantaranya sebagai berikut : 1. Syarat kemampuan kewajiban haji Ibadah haji memang merupakan kewajiban bagi setiap kaum muslimin, tetapi tidak mutlak karena disyaratkan bagi yang mempunyai kemampuan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 504
Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S Ali Imran: 97) Ayat diatas oleh ulama ushul fiqh dikatagorikan sebagai takhsis14 yang mngecualikan sebagian dari lafadz umum. Oleh karena itu jika terjadi ta‟arudh15 antara lafadz „am dan khos´ maka lafdz khos itu menjadi pengecualiannya. 16 Pada awal ayat tersebut Nampak jelas bahwa haji merupakan kewajiban bagi seluruh kaum muslimin, namun diakhir ayat tersebut disebutkan man istatho‟a atau bagi yang sudah mampu. Imam Syatibi menyebutkan bahwa syarat kewajiban dalam berhaji adalah istitha‟ah (mempunyai bekal dan mampu dalam perjalanan). Apabila syarat tersebut tidak ada maka kewajiban berhaji juga tidak ada.17 Dengan demikian dana talangan haji secara sekilas memang kelihatan memudahkan, akan tetapi sebenarnya memberatkan masyarakat, karena banyak dari mereka yang sejatinya belum mampu mengeluarkan biaya, namun karena khawatir kelak harus menanti lama, maka banyak dari mereka yang memaksakan diri dengan cara menggunakan sistem dana talangan haji ini. Tidak diragukan lagi bahwa adanya praktik memaksakan diri ini menyusahkan masyarakat, terlebih-lebih menjadikan agama Islam yang pada awalnya terasa mudah, sekarang menjadi terasa sulit dan berat. Karena untuk dapat melaksanakan haji harus menanti sekian lama, dan selama penantian banyak dari mereka yang harus tersiksa dengan beban piutang. Belum lagi ketika selesai haji harus memikirkan biaya untuk melunasi, oleh karena itu ini bukanlah suatu kemampuan sebagaimana yang tersirat dalam ayat diatas, bahkan sikap seperti ini lebih cenderung memaksakan diri untuk meraih sesuatu yang pada hakekatnya tidak bisa dipenuhi. Dan tentu sikap ini tidak selaras dengan syari‟at Islam yang memerintahkan untuk mpermudah segala perkara, namun tidak 14
Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqh, (Beirut: Darul Fikr, 1958), 166. Ta‟arudh disebut juga ta‟adul adalah pertentangan dua dalil. Lihat Muhammad Wafaa, Metode Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara‟ (Jatim: AlIzzah, 2001), 13. 16 „Am/Mubayyan/Lex Generalis adalah lafadz yang diterangkan, sementara Khash / Mubayyin / Lex Specialis adalah lafadz yang menerangkan. Lihat Amir Muallim, Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori Dan Fungsi, (Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1996), 92. 17 Al-Syaitibi, Al-Muwafaqat Fi Ushul al-Syari‟ah, Jilid II (Beirut: Darul Ma‟arif, t.th), 107. 15
505 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
memudah-mudahkan. Sebagaimana hadist riwayat Bukhari dan Muslim.
ب َّ َع َم ِال َماتُ ِطْي ُق ْو َن فَِإ َّن َّ َح ْ َّاس َعلَْي ُك ْم ِمنَاأل َ اَّللَ الَََيُ ُّل َح ََّّت ََتُلُّو َاوإِ َّن أ ُ يَاأَيُّ َهاالن َِّ َ ِاْألَعم ِال إ اا ْوِوَ َعلَْي ِ َوإِ ْن َ َّل ُ اَّلل َم َْ Artinya : “Wahai umat manusia, hendaklah kalian mengerjakan amalan yang kuasa kalian kerjakan, karena sejatinya Allah tidak pernah merasa bosan (diibadahi) walaupun kalian sudah merasakannya. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah ialah amalan yang dilakukan secara terus-menerus walaupun hanya sedikit” (HR. Bukhari, Muslim) 2. Antrian panjang pasca pemberlakuan dana talangan haji Karakteristik hukum bisnis syari‟ah bertujuan untuk menetapkan perlindungan (himayah) terhadap kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan primer (adh-dharuriyat), kebutuhan sekunder (al-hajiyyat) dan kebutuhan tersier (attahsiniyyat).18 Dengan demikian produk-produk bisnis syari‟ah yang justru berdapat menghilangkan nilai-nilai kemaslahatan diatas sudah selayaknya untuk ditinjau kembali. Adanya dana talangan haji secara tidak langsung telah memaksa kaum muslimin yang sebenarnya belum mempunyai kemampuan financial untuk berangkat ke tanah suci. Hal ini berakibat pada membludaknya calon jama‟ah haji bahkan sampai 16 tahun kedepan. Dan ini masih akanterus bertambah dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran antrian panjang “waiting list” haji dapat tebukti dengan beberapa sampel keterangan berikut ini : Pertama, Tempo 8 Agustus 2012 memberitakan bahwa Daftar tunggu atau waiting list calon jamaah haji asal Jawa Timur mencapai 11 tahun. Artinya, jika mendaftar tahun ini maka baru bisa berangkat haji pada tahun 2023. "Waiting list di Jawa Timur tercatat sudah 400 ribuan orang, mereka ini baru 11 tahun nanti bisa berangkat. Kedua, Serambi Indonesia 22 November 2012 memberitakan bahwa masih ada sekitar dua juta orang yang saat ini masuh dalam daftar tunggu (waiting list) jamaah calon haji 18
A. Kadir, Hukum Bisnis Syari‟ah Dalam Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2010), 120.
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 506
seluruh Indonesia. Dirincikan,Sulawesi Selatan menduduki urutan pertama dengan daftar tunggu 16 tahun, menyusul Aceh sekitar 48.029 calon jamaah haji dengan daftar tunggu 14 tahun. Diikuti Kalimantan Selatan dengan daftar tunggu 14 tahun, dan Sumatera Utara dengan daftar tunggu delapan tahun. Ketiga, Radar Lampung 27 November 2012 menuliskan bahwa Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Lampung mengumumkan meski pemberangkatan Haji musim 2012 usai, namun proses pendaftaran untuk ibadah haji terus berjalan. Situasi saat ini waiting list untuk Lampung, menurutnya, telah sampai 2021. ‟Pendaftaran tetap dibuka sepanjang tahun. Tetapi, untuk pendaftaran sekarang waiting list hingga 2021. Artinya, jika melakukan proses pendaftaran sekarang, jamaah haji baru dapat berangkat pada 2021. Keempat, Dalam opini harian analisa 9 November 2012 menuliskan bahwa daftar tunggu (waiting list) calon jemaah haji gegitu panjang sampai posisi 20 September 2012 jumlah calon jemaah haji Sumut yang masuk dalam "waiting list" sudah mencapai 64.008 orang. Sedangkan kuota haji untuk Sumut hanya 8.234 orang setiap tahunnya, sehingga calon jemaah haji di Sumut yang mendaftar saat ini harus bersabar menantikan sampai 2020, tujuh sampai delapan tahun berikutnya. Kelima, Harian Kompas 12 Februari 2012 memberitakan Jumlah jemaah haji Indonesia yang masuk daftar tunggu saat ini mencapai 1,6 juta orang. Artinya, sebelum bisa diberangkatkan ke Arab Saudi, mereka harus menunggu antara 3-12 tahun, tergantung banyak sedikitnya jumlah daftar tunggu calon jemaah haji di tiap-tiap provinsi. Antrian panjang ini tentu memunculkan persoalan baru. Akibatnya, banyak orang yang telah memiliki kemampuan financial yang cukup untuk berhaji namun tidak dapat melakukan kewajibannya karena terhalang dengan antrian panjang tersebut. Jika dilihat dari konteks syari‟ah berdasarkan surat Ali Imron 97 diatas, maka orang yang mampu secara financial lebih diutamakan menunaikan ibadah haji terlebih dahulu daripada yang belum mampu karena telah masuk katagori wajib. Sementara orang yang masih berhutang dengan pihak bank sebagai kewajiban memenuhi angsuran pembiayaan dana talangan haji belum wajib menjalankan ibadah haji.
507 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
Berdasarkan fakta diatas, jika dianalisis berdasarkan maslahah maka dana talangan haji perlu dikaji kembali. Hal ini dikarenakan dampak bergulirnya dana talangan haji, diantaranya masyarakat yang belum mampu secara financial untuk menunaikan haji terkesan memaksakan diri, sehingga berdampak pada antrian yang panjang. Bahkan antrian tersebut dapat menghalangi masyarakat yang telah memiliki kemampuan secara financial untuk menunaikan ibadah haji. Berdasarkan kaidah fiqh19 :
ِ َ َد أُ الْم ِ ْاا ِ ُم َق َّ ٌم َعلَ َ ل ِ ِب الْ َم َ ال َ ْ “Menolak mafsadah didahulukan daripada meraih maslahah” Maslahat itu ada dua bentuk, yaitu : 1. Mewujudkan manfaat, kebaikan dan kesenangan untuk manusia yang disebut jalbul masholih (membawa manfaat). Kebaikan dan kesenangan itu ada yang langsung dirasakan oleh yang melakukan saat melakukan perbuatan yang disuruh itu. Ibarat orang yang sedang haus meminum minuman segar. Ada juga yang dirasakannya dikemudian hari, sedangkan pada waktu melaksanakannya, tidak dirasakan sebagai suatu kenikmatan tetapi justru ketidakenakan. Seperti orang yang sedang sakit malaria disuruh meminum pil kina yang pahit. Segala suruhan Allah berlaku untuk mewujudkan kebaikan dan manfaat seperti ini. 2. Menghindari umat manusia dari kerusakan dan keburukan yang disebut dar‟u al-mafasid (menolak kerusakan). Kerusakan dan keburukan itu ada yang langsung dirasakannya setelah melakukan perbuatan yang dilarang, ada juga yang pada waktu berbuat, dirasakannya sebagai suatu yang menyenangkan tetapi setelh itu dirasakan kerusakan dan keburukannya. Umpamanya berzina dengan pelacur yang berpenyakit atau meminum minuman manis bagi yang berpenyakit gula.20 19
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqh, Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah Yang Praktis (Jakarta: Kencana, 2006), 29. 20 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2 (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001), 208.
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 508
3. Solusi Alternatif Pembiayaan Dana Talangan Haji Sebagai solusi alternatif yang dapat ditawarkan adalah mengembalikan posisi fatwa DSN tentang penyelenggaraan haji sebagaimana semangat awalnya, yaitu yang dapat memperoleh dana talangan haji adalah masyarakat yang telah mempunyai kemampuan secara financial untuk ibadah haji. Sementara masyarakat yang hanya memiliki kemampuan untuk melakukan angsuran dengan jangka waktu lebih dari 12 bulan sebaiknya tidak mendapatkan dana talangan haji, akan tetapi dibuatkan produk baru berupa tabungan haji yang telah digulirkan bank syari‟ah sebelumnya. Konsep tabungan ini pada dasarnya bertujuan untuk membantu dan memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia, terutama bagi ummat islam, baik yang mampu maupun tidak mampu, untuk melaksanakan rukun islam yang ke 5 yaitu naik haji. Konsep tabungan ini yaitu Bank Syariah membuat tabungan khusus untuk naik haji kepada masyarakat yang ingin naik haji baik yang mampu maupun yang tidak mamapu. Tabungan bersifat pribadi atau perorangan maupun kolektif. Bank Syariah membatasi jumlah setoran awal untuk tabungan. Misalnya, jumlah setoran awal Rp 20.000 dan untuk setoran selanjutnya tidak dibatasi jumlahnya. Akan tetapi, setoran tabungan dilaksanakan secara periodik. Misalnya, sebulan sekali atau seminggu sekali. Tetapi, tabungan haji ini tidak seperti tabungan pada umumnya. Tabungan haji ini tidak mendapatkan bunga dan juga tidak dikenai biaya administrasi. Apabila seseorang memiliki tabungan haji dan saldo tabungannya besar tetapi dia tidak menabung secara periodik, maka jumlah saldo tabungannya tetap. Bank Syariah juga memberikan kesempatan bagi mereka yang apabila telah menabung sekian lama dan mencapai batas waktu tertentu, saldo tabungannya tidak mencukupi untuk ongkos naik haji, Bank Syariah memberikan pinjaman untuk menutupi kekurangan biayanya. Tentunya, sesuai dengan hukum Islam yang mengaharamkan riba, Bank Syariah mendapatkan keuntungan dengan sistem bagi hasil. Bank Syariah juga memberikan kebijakan kepada para masabah. Apabila nasabah meninggal dunia, maka saldo tabungannya diserahkan kepada ahli waris atau orang lain sesuai
509 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
yang diajukan nasabah pada saat perjanjian. Ahli waris inilah yang berhak untuk melanjutkan menabung di tabungan haji dan apabila saldonya telah mencukupi, maka dialah yang akan melaksanakannya. Keuntungan bagi Bank Syariah melaksanakan tabungan haji ini adalah : a. Bank Syariah dapat mempergunakan uang tabungan itu untuk kegiatan lainnya. Misalnya untk pinjaman kepada nasabah atau untuk investasi. b. Bank Syariah mendapatkan pinjaman lunak dari tabungan haji karena tidak dikenai bunga dan masa tenggang waktu pengembaliannya dalam jangka waktu lama. Selain itu, tabungan haji tidak bisa diambil kembali oleh nasabah sebelum saldonya mencukupi untuk ongkos naik haji. c. Image Bank Syariah di mata masyarakat semakin baik. Terutama bagi ummat islam. Selain itu, dengan program ini, juga mempererat hubungan Bank Syariah dengan instansi-instansi terkait. Terutama dengan Departemen Agama RI. Selain Bank Syariah, masyarakat juga memperolah keuntungan dengan adanya program ini. Diantaranya : 1. Masyarakat lebih mudah menyisihkan uang untuk ongkos naik haji. Sehingga nantinya banyak masyarakat terutama ummat islam yang bisa naik haji. 2. Menciptakan dan melatih hidup gemar menabung di masyarakat. Sehingga menghindarkan masyarakat dari prilaku konsumtif yang berlebihan. 3. Memberikan kesempatan kepada masyarakat, terutama ummat islam yang kurang mampu untuk bisa naik haji. Berdasarkan uraian di atas, program Tabungan Haji Bank Syariah memberikan manfaat dan keuntungan tidak hanya bagi Bank Syariah, tetapi juga bagi masyarakat. Program ini cocok diterapkan di Indonesia karena kondisi masyarakat yang kurang mampu dan mayoritas penduduk Indonesia merupakan ummat
Irfan Nurudin – Analisis Kesesuaian implementasi… 510
islam. Hal ini tentu akan memberikan dampak yang berbeda dibanding dana talangan haji. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Implementasi pembiayaan dana talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri, Bank Negara Indonesia Syari‟ah dan Bank Tabungan Negara Syari‟ah menggunakan aqad qard untuk pembiayaannya dan aqad ijarah untuk mendapatkan fee / ujroh-nya. 2. Berdasarkan Fatwa DSN Nomor : 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari‟ah memang di perbolehkan mengambil fee / ujroh dengan aqad ijarah. Namun juga disyaratkan bahwa jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. Sementara dalam aplikasinya Bank Syari‟ah Mandiri mengambil 12,6 % pertahun, BTN Syari‟ah mengambil 8,25 % pertahun dan BNI Syari‟ah mengambil 9,1 % pertahun dari total dana yang dipinjamkan. Hal ini Nampak jelas ada unsur riba didalamnya karena fee / ujroh dengan aqad ijarah seharusnya ditetapkan bukan berdasarkan pinjaman dan hanya di berikan sekali saja. Sementara disini fee / ujroh selain berdasarkan nominal pinjaman juga diberikan tiap tahun. 3. Dampak bergulirnya dana talangan haji selain memberikan peluang bagi masyarakat kurang mampu memaksakan diri untuk naik haji, juga telah menjadikah antrian panjang daftar calon haji sampai 13 tahunan kedepan. Hal ini juga membuat masyarakat yang seharusnya telah mempu secara financial untuk melaksanakan ibadah haji menjadi terhambat karena antrian panjang. Dengan demikian secara maslahah, pembiayaan dana talangan haji ini seharusnya dihentikan. 4. Sebagai alternatif untuk menggantikan dana talangan haji, bisa dengan memaksimalkan produk yang telah ada sebelumnya yaitu tabungan haji. Dengan tabungan haji
511 Eksyar, Volume 02, Nomor 02, November2015: 494-511
hanya masyarakat yang telah mampu yang bisa mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji sehingga antrian tidak akan menjadi panjang seperti yang akhirakhir ini terjadi. DAFTAR PUSTAKA Abu Zahroh, Muhammad, Ushul Fiqh, Beirut : Darul Fikr, 1958. Ahmad Al-„Aqil, Tholal Bin, Dalilul Hajj Wal Mu‟tamir, Kerajaan Saudi Arabia: Jeddah, 1427 H. Al-Syaitibi, Al-Muwafaqat Fi Ushul al-Syari‟ah, Jilid II. Beirut: Darul Ma‟arif, t.th. Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve: Jakarta, 1996. Djazuli, A., Kaidah-kaidah Fiqh, Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-masalah Yang Praktis, Jakarta: Kencana, 2006. Ghofur
Anshori, Abdul, Tanya Jawab Perbankan Syariah, Yogyakarta : UII Press, 2010.
Huda, Nurul, Current Issues: Lembaga Keuangan Syariah, Prenada Media Group: Jakarta, 2009. _______, Al-‟Uqud Al-Murakkabah fi al-Fiqh al-Islami, cet I. Daarul Qalam: Damaskus, 2005. Kadir, A., Hukum Bisnis Syari‟ah Dalam Al-Qur‟an, Jakarta: Amzah, 2010. Muallim, Amir, Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori Dan Fungsi, Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1996. Muhammad, Audit & Pengawasan Syari‟ah Pada Bank Syari‟ah Yogyakarta : UII Press, 2011. Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid 2, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2001. Wafaa, Muhammad, Metode Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara‟, Jatim : Al-Izzah, 2001.