PROSIDING
ISSN: 2502-6526
ANALISIS KESALAHAN KONEKSI MATEMATIS SISWA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL Melida Rismawati1), Edy Bambang Irawan2) , Hery Susanto3) 1) 2) 3) Universitas Negeri Malang
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected] Abstrak
Koneksi matematis merupakan bagian penting yang harus mendapat penekanan di setiap jenjang pendidikan. Semakin banyak siswa dapat membuat koneksi matematika, maka pembelajaran akan bermakna dan optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan siswa dalam membuat koneksi matematis pada materi sistem persamaan linier dua variabel. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Subyek penelitian adalah 12 siswa SMA Negeri 2 Batu. Pengumpulan data dilakukan dengan menggabungkan dua kegiatan utama yaitu pengerjaan tes kemampuan koneksi matematis dan wawancara. Tes untuk mengetahui kesalahan koneksi matematis siswa menggunakan materi sistem persamaan linier dua variabel. Hasil tes dianalisis menggunakan indikator koneksi matematis yaitu: (1) mengenal dan menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis, (2) memahami bagaimana ide matematis saling berhubungan dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang dapat menjawab soal dengan benar. Hal tersebut disebabkan karena siswa belum dapat menghubungkan satu konsep dengan konsep lain yang sudah dipelajari untuk menyelesaikan soal SPLDV, siswa belum dapat mengenali ide- ide matematis, siswa belum dapat menggunakan ide-ide matematis untuk menyelesaikan soal SPLDV, dan siswa belum dapat melihat bahwa SPLDV dapat dimodelkan kedalam berbagai macam model soal yang berbeda.
Kata Kunci: kesalahan koneksi matematis; SPLDV
1. PENDAHULUAN Matematika dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas. Hal ini dikarenakan matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis, maka perlu adanya peningkatan mutu pelajaran matematika. Tujuan dari pembelajaran matematika itu sendiri adalah agar siswa mampu menggunakan atau menerapkan matematika yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari dan dalam belajar pengetahuan lainnya (Tim PPPG Mat, 2004). Sumarmo (2013) menyatakan bahwa, pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada mathematical power yang meliputi: kemampuan untuk menggali, menyusun konjektur dan menalar secara logis, menyelesaikan masalah non rutin, problem solving, berkomunikasi secara matematika, dan Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
126
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
mengaitkan ide matematika dengan kegiatan intelektual lainnya (koneksi matematis). Koneksi matematis adalah hubungan antar konsep dalam satu topik yang sama, serta hubungan antar materi dalam topik lainnya dalam matematika (NCTM, 2000). Konsepβkonsep dalam matematika memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, oleh karena itu dalam memecahkan masalah matematika seseorang dapat menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain (Hurst, 2004). Koneksi matematis merupakan salah satu standar yang dikemukakan oleh NCTM (2000) yang bertujuan untuk membantu pembentukan persepsi siswa dengan cara melihat matematika sebagai bagian terintegrasi dengan dunia nyata dan mengenal manfaat matematika baik di dalam maupun di luar sekolah. Menurut NCTM (2000) ketika siswa dapat menghubungkan ide-ide matematika, pemahaman siswa menjadi lebih dalam dan lebih bertahan lama. Siswa dapat melihat koneksi matematika yang kaya antara topik matematika, dalam konteks yang menghubungkan matematika dengan mata pelajaran lain, dan dalam kepentingan dan pengalaman mereka sendiri. Koneksi matematis merupakan bagian penting yang harus mendapatkan penekanan di setiap jenjang pendidikan. Menurut NCTM (2000) standart koneksi di sekolah prekindergarten sampai kelas 12 diharapkan siswa mampu: (1) mengenali dan menggunakan koneksi antara ide-ide matematika, (2) memahami bagaimana idematematika berhubungan dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan koheren keseluruhan, serta (3) mengenali dan menerapkan matematika dalam konteks di luar matematika. Secara khusus, standar koneksi untuk siswa kelas 9-12 sebaiknya memberikan siswa kesempatan untuk mengembangkan kapasitas lebih besar untuk menghubungkan ide-ide matematika dan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana satu pendekatan untuk masalah yang sama dapat menyebabkan hasil yang setara, meskipun pendekatan mungkin terlihat sangat berbeda. Siswa dapat menggunakan wawasan yang diperoleh dalam satu konteks untuk membuktikan atau menyangkal dugaan yang dihasilkan di tempat lain, dan dengan menghubungkan ide-ide matematika, mereka dapat mengembangkan pemahaman terhadap masalah yang akan mereka selesaikan. Untuk menekankan koneksi matematika, guru harus mengetahui kebutuhan siswa. Guru harus membangun pengalaman siswa sebelumnya dan tidak mengulangi apa yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Pendekatan ini menuntut siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang telah mereka miliki saat belajar serta menggunakan pengetahuan itu untuk memahami dan memaknai ide-ide baru. Tanpa koneksi, siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan keterampilan (NCTM, 2000). Dengan koneksi, mereka dapat membangun pemahaman baru tentang pengetahuan sebelumnya (Olkun, 2003; Mousley, 2004). Penelitian ini merupakan hasil penelitian observasi awal yang bertujuan untuk mengetahui kesalahan koneksi matematis siswa kelas X pada materi sistem persamaan linier yang didasarkan pada indikator koneksi matematis. Kesalahan koneksi matematis adalah suatu hambatan yang dialami siswa Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
127
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
dalam menyelesaikan soal dimana siswa mengalami hambatan dalam menghubungkan antara berbagai representasi serta ide-ide matematis secara internal yaitu berhubungan dengan konsep antar materi dalam matematika itu sendiri (Bahr & Gracia, 2010). Berbagai representasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menghubungkan ide matematis antar materi SPLDV, antara simbol dengan simbol, antara gambar dengan simbol, antara materi dalam matematika (SPLDV, bangun datar, Pythagoras, operasi bilangan bulat, dan operasi aljabar). Indikator koneksi matematis yang digunakan pada penelitian ini yaitu: mengenal dan menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis, dan memahami bagaimana ide matematis saling berhubungan dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren. Siswa dikatakan dapat mengenali ide-ide matematis jika siswa dapat menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam menjawab soal dan siswa dapat membuat model matematika berdasarkan soal. Jika siswa dapat menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya sehingga siswa dapat mengingat kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya, maka siswa tersebut dapat menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis. Sedangkan jika siswa mampu melihat bahwa matematika dapat disajikan ke dalam berbagai macam model soal yang berbeda, maka siswa tersebut dapat memahami bagaimana ide matematis saling berhubungan dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui letak, jenis dan penyebab kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi sistem persamaan linear dua variabel sehingga penyebabnya dapat diketahui dengan jelas. Dengan mengetahui hal ini, maka guru dapat mengetahui apa yang dibutuhkan siswa untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dalam menyelesaikan soal sistem persamaan linear dua variabel. Setelah kesalahan koneksi matematis siswa telah diketahui, selanjutnya yang perlu dilakukan oleh guru yaitu merancang kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi serta dapat memberikan kesempatan siswa untuk melakukan banyak koneksi matematis sehingga diharapkan kesalahan koneksi matematis siswa dapat diatasi. 2. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Bogdan dan Biklen (2003) berpendapat bahwa pendekatan kualitatif mempunyai lima karakteristik yaitu: (1) latar ilmiah, (2) data berbentuk deskriptif, (3) lebih mementingkan proses, (4) analisis data secara induktif, dan (5) bertujuan untuk memperoleh makna dari suatu fenomena. Selanjutnya Moleong (2013) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain, yang disajikan dalam deskripsi kata-kata dengan menggunakan berbagai metode ilmiah. Lokasi penelitian adalah SMA Negeri 2 Batu yang terletak di Kota Batu. Subyek penelitian diambil dari kelas X tahun pelajaran 2015/2016 Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
128
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
sebanyak 12 siswa yang terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan. Siswa tersebutdipilih karena siswa kelas X telah mempelajari materi sistem persamaan linier dua variabel. Prosedur dalam penelitian ini meliputi kegiatan pendahuluan, menyusun tes kemampuan koneksi matematis, konsultasi soal tes dengan dosen pembimbing, pengumpulan data, analisis data, dan menarik kesimpulan. Peneliti merupakan instrumen utama yang bertindak sebagai pengumpul, analisator, penafsir dan pelapor hasil penelitian (Moleong, 2013). Instrumen pendukung dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan koneksi matematis dan rubrik penilaian tes pada penelitian kualitatif. Tes kemampuan koneksi matematis pada penelitian ini disajikan dalam bentuk soal cerita pada materi sistem persamaan linier dua variabel yang terkoneksi dengan materi bangun datar, operasi aljabar, operasi bilangan bulat, dan Pythagoras. Soal tersebut meminta siswa untuk menghitung luas dari persegi panjang semula, dan mencari ukuran panjang diagonalnya. Tes yang digunakan telah dikonsultasikan sebelumnya dengan dosen pembimbing. Rubrik penilaian tes disusun berdasarkan indikator koneksi matematis. Peneliti dapat menentukan apakah siswa memenuhi masing-masing indikator koneksi matematis atau tidak dalam menyelesaikan masalah berdasarkan rubrik tersebut. Data yang telah diperoleh selanjutnya akan disesuaikan dengan rubrik penilaian tes koneksi matematis. Selanjutnya, data akan diolah dengan menentukan persentase keterpenuhan dari masing-masing indikator koneksi matematis. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase keterpenuhan dari setiap indikator koneksi matematis yaitu: ππ ππ = Γ 100% π Keterangan: ππ = Persentase keterpenuhan indikator koneksi matematis ke- j ππ = banyak subyek yang memenuhi indikator koneksi matematis ke- j π = banyak subyek uji coba Setelah data diolah, selanjutnya data tersebut dianalisis dengan membandingkan terhadap persentase keterpenuhan minimal. siswa dikatakan mengalami kesulitan jika persentase keterpenuhan dari masing-masing indikator koneksi matematis kurang dari 60% siswa, sehingga minimal ada 8 siswa yang memenuhi masing-masing indikator. Kesalahan koneksi matematis yang paling banyak dilakukan siswa akan terlihat dari besarnya persentase siswa yang melakukan kesalahan koneksi matematis pada masing-masing indikator koneksi matematis. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum penelitian dilakukan, peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada kepala sekolah dan menentukan subyek penelitian berdasarkan rekomendasi dari guru bidang studi matematika. Setelah subyek penelitian ditetapkan, selanjutnya langkah pertama yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menentukan materi yang akan digunakan untuk melihat kesalahan Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
129
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
koneksi matematis siswa, mendesain dan menyusun tes kemampuan koneksi matematis siswa. Penyusunan soal tes disesuaikan juga dengan kompetensi dasar pada materi sistem persamaan linier dua variabel. Soal tes yang akan digunakan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing. Tes diberikan kepada 12 siswa dan dikerjakan selama 45 menit. Selanjutnya data akan diolah dan dianalisis berdasarkan rubrik penilaian tes. Dari hasil analisis tes, didapatkan bahwa tidak ada siswa yang dapat menjawab dengan benar soal tes tersebut hal ini disebabkan karena rendahnya kemampuan siswa dalam membuat koneksi matematis. Soal tes yang diberikan adalah: βLuas persegi panjang tidaklah berubah, jika ukuran lebarnya dipendekkan 5 ππ dan ukuran panjangnya diperpanjang 10 ππ. Luasnya menjadi 350 ππ2 lebih besar dari ukuran semula jika kedua ukurannya ditambah 5 ππ. Tentukan : (a) luas persegi panjang semula! (b) panjang diagonal persegi panjang semula!β. Soal tes berbentuk soal cerita pada materi sistem persamaan linier dua variabel. Soedjadi (2000) menyatakan bahwa dalam menyelesaikan soal cerita, langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal, (2) membuat model matematika, (3) menyelesaikan model matematika, dan (4) mengembalikan jawaban model matematika kepada jawaban soal aslinya. Langkah penyelesaian poin (1) dan (2) termasuk ke dalam indikator koneksi matematis mengenali ide-ide matematis. Poin penyelesaian soal cerita ke (3) dan (4) termasuk ke dalam indikator koneksi menggunakan hubungan diantara ide-ide matematika. Jika 4 poin tersebut dapat dipenuhi oleh siswa, maka siswa tersebut memenuhi indikator koneksi matematis yaitu memahami bagaimana ide matematis saling berhubungan dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren. Pada soal ini, sebanyak 7 siswa mampu mengenali ide matematis. Hal ini terbukti ketika siswa dapat menuliskan dengan benar apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal sesuai dengan konteks masalah pada soal cerita. Selain itu terdapat 5 siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dan siswa langsung melakukan proses matematika berdasarkan informasi yang didapatkan siswa dari soal. Berdasarkan hasil tersebut, siswa masih belum dapat mengenali ide-ide matematis (NCTM,2000). Untuk pertanyaan (a), siswa mengerjakan dengan beraneka ragam dan dapat dikelompokkan menjadi 4 macam. Berikut adalah contoh jawaban siswa:
Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
130
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
(K1)
(K2)
Gambar 1. Jawaban Siswa pada Soal a Rata-rata siswa mengerjakan dengan menggunakan satu persamaan saja, dan persamaan yang mereka buat tidak sesuai dengan informasi yang ada pada soal. Ada 2 siswa yang setelah menuliskan persamaan dan langsung menyelesaikan persamaan tersebut tanpa menemukan solusi dari SPLDV karena model matematika yang mereka buat salah. 3 siswa mengerjakan seperti gambar 1 (K1). Sebanyak 6 siswa mengerjakan seperti gambar 1 (K2), nilai π dan π yang disubstitusikan ke persamaan tersebut berbeda-beda untuk setiap siswa. 1 siswa menuliskan persamaan untuk soal tersebut dengan πΏ = π Γ π dengan π = 10 dan π = 35. Sebagian besar siswa menggunakan strategi coba-coba (trial and error) untuk menentukan masing-masing nilai variabel dari persamaan yang telah mereka buat. Siswa juga mencoba mencari nilai variabel yang jika dikalikan hasilnya 350. Dari 4 kelompok jawaban siswa di atas dapat disimpulkan bahwa siswa menggalami kesalahan dalam menghubungkan konsep SPLDV yang telah mereka pelajari di kelas sebelumnya untuk mengerjakan soal. Siswa masih salah dalam menerjemahkan soal ke dalam model matematika. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian dari Rindyana (2013) bahwa sebesar 87,7% siswa tidak mampu untuk menerjemahkan soal ke dalam kalimat matematika dengan benar. Siswa juga tidak menggunakan metodemetode untuk mencari solusi SPLDV. Hal ini mengakibatkan siswa melakukan kesalahan dalam menentukan penyelesaian dari SPLDV yang telah mereka buat sehingga hasil akhir tidak sesuai dengan perintah soal. Siswa mengaku lupa dan binggung harus menggunakan metode apa untuk mengerjakan soal tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa tidak dapat menghubungkan pengetahuan- pengetahuan yang mereka miliki untuk mengerjakan soal. Ini berarti pembelajaran yang mereka lakukan tidak bermakna dan tidak optimal. Menurut Turner & Mc Coulouch (dalam Panjaitan, 2013) pembelajaran akan bermakna dan optimal dalam pemikiran siswa jika lebih banyak koneksi-koneksi yang mereka buat dalam bermatematika.
Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
131
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
Untuk menentukan ukuran panjang diagonal persegi panjang semula, sebanyak 9 siswa menggunakan rumus Pythagoras, walaupun hasil akhirnya salah karena ukuran panjang dan lebar dari persegi panjang semula juga salah dari perhitungan awal. 3 siswa tidak menjawab, siswa mengaku bahwa mereka lupa dengan konsep untuk mengerjakan soal tersebut. Hal ini berarti siswa mengalami kesalahan dalam hal koneksi matematis. Kesalahan koneksi matematis yang dilakukan siswa mengakibatkan pembelajaran yang mereka lakukan menjadi tidak bermakna karena siswa mudah melupakan konsepkonsep yang telah mereka pelajari sebelumnya (NCTM, 2000). Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa siswa melakukan kesalahan koneksi matematis dalam mengenal dan menggunakan hubungan diantara ide-ide matematika sehingga pemahaman baru belum dapat terbangun. Menurut Olkun (2003) & Mousley (2004) dengan koneksi matematis, siswa dapat membangun pemahaman baru tentang pengetahuan sebelumnya. Kesulitan siswa dalam memunculkan ide-ide matematis karena siswa tidak dapat membuat banyak koneksi dari konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya (Hyde, 2009). Semakin banyak koneksi matematis yang dilakukan siswa, maka semakin banyak pula ide matematis yang akan terbentuk. Untuk indikator memahami bahwa ide matematika saling terhubung dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren, siswa juga masih banyak yang mengalami kesalahan. Pada tahap ini siswa belum dapat melihat bahwa SPLDV dapat dimodelkan ke dalam berbagai macam model soal yang berbeda. Hal ini terlihat ketika beberapa siswa mengaku bingung untuk menentukan konsep apa yang harus digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa tidak menyadari bahwa soal tersebut merupakan soal yang berhubungan dengan SPLDV. Hal ini dibuktikan dengan hasil pekerjaan siswa yang sebagian besar hanya menuliskan satu persamaan saja untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa tidak memanfaatkan kemampuan koneksi matematis mereka untuk memecahkan masalah tersebut. Rohendi & Dulpaja (2003) menyatakan bahwa dengan koneksi matematis, siswa dapat menghubungkan ide-ide matematis yang akan memfasilitasi kemampuan mereka untuk merumuskan dan memverifikasi dugaan antara topik dalam matematika. Selanjutnya peneliti menentukan persentase keterpenuhan dari masingmasing indikator koneksi. Siswa yang mengalami kesalahan pada indikator mengenal hubungan diantara ide-ide matematis sebanyak 41,6 % siswa. Kesalahan pada indikator menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis sebanyak 100%. Dan 100% siswa mengalami kesalahan pada indikator memahami bahwa ide matematika saling terhubung dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren. Berdasarkan hasil persentase diatas maka kesalahan koneksi matematis siswa paling banyak adalah kesalahan indikator menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis dan indikator memahami bahwa ide matematika saling terhubung dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren dengan persentase paling banyak. Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
132
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
4. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas X SMA Negeri 2 Batu mengalami kesalahan koneksi matematis pada materi SPLDV. Siswa paling banyak mengalami kesalahan pada indikator menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis dan indikator memahami bahwa ide matematika saling terhubung dan membangun satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang koheren. Siswa belum dapat menghubungkan satu konsep dengan konsep lain yang sudah dipelajari untuk menyelesaikan soal SPLDV, siswa tidak dapat mengenali ide-ide matematis, siswa tidak dapat menggunakan ide-ide matematis untuk menyelesaikan soal SPLDV, dan siswa tidak dapat melihat bahwa SPLDV dapat dimodelkan ke dalam berbagai macam model soal yang berbeda Sebagian besar siswa bingung untuk menentukan konsep apa yang harus digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa juga mudah melupakan konsep-konsep yang telah mereka dapat di kelas sebelumnya. Hal ini berimbas pada kurang maksimalnya pembelajaran siswa berikutnya yang merupakan kelanjutan dari konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya. Hasil penelitian awal ini dapat digunakan sebagi informasi guru untuk mengetahui kesalahan koneksi matematis yang dibuat oleh siswa. Mengingat pentingnya koneksi matematis untuk siswa dan hasil penelitian tentang kesalahan koneksi matematis siswa, guru diharapkan agar dapat merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa serta meminimalisir kesalahan koneksi matematis yang dilakukan siswa. Saran yang dapat diungkapkan dari hasil penelitian adalah : (1) kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan validasi terhadap soal tes yang akan digunakan untuk observasi . (2) hendaknya menambahkan koneksi dengan disiplin ilmu lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari agar diperoleh infomasi yang lebih mendalam tentang kesalahan koneksi matematis yang dilakukan siswa. 5. DAFTAR PUSTAKA Bahr, D. L & Garcia, L. A. (2010). Elementary Mathematics is Anything But Elementary: Content and Methods From a Development Perspective. USA: Wadsworth, Cengage Learning. Bogdan, C. R. & Biklen, S. K. (2003). Quantitative Research for Education: An Introduction to Theorys and Methods. New York: Person Education Group. Hurst, C. 2004. Numeracy in Action: Students Connecting Mathematical Knowledge to a Range of Contexts. Mathematics: Essential Research, Essential Practice, 1(1), 440-449.
Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
133
PROSIDING
ISSN: 2502-6526
Hyde, A. 2009. Understanding Middle School Math : Cool Problems to Get Students Thinking and Connecting. Heinemann, Portsmouth: Greenwood Publishing Gropu, Inc. Moleong, L. J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja. Mousley, J. 2004. An Aspect of Mathematical Understanding : The Notion of βConnected Knowingβ. Deakin University: Australia. NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. National Council of Teachers of Mathematics: US. Olkun, S. 2003. Making Connections: Improving Spatial Abilities with Engineering Drawing Activities. International Journal of Mathematics Teaching and Learning, 1(1),1- 10. Panjaitan, M.2013. Kesulitan Koneksi Matematis Siswa Dalam Penyelesaian Soal Pada Materi Lingkaran. Skripsi tidak diterbitkan. Pontianak: FKIP UNTAN. Rindyana, B. S. B. 2013. Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Materi Sistem Persamaan inier Dua Variabel Berdasarkan Analisis NEWMAN. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : FMIPA UM. Rohendi, D & Dulpaja, J. 2003. Connected Mathematics Project (CMP) Model Based on Presentation Media to the Mathematical Connection Ability of Junior High School Student. Journal of Education and Practice, 4(4): 17-22. Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Sumarmo, U. 2013. Kumpulan Makalah dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya. Bandung: FMIPA UPI. Tim
PPPG Matematika. 2004. Pembelajaran Matematika yang Kontektual/Realistik. Yogyakarta: PPPPTK Matematika Yogyakarta.
Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, 12 Maret 2016
134