ANALISIS KEBIJAKAN KETENGAKERJAAN KOTA MADIUN : PENDEKATAN AHP
JURNAL ILMIAH Disusun oleh :
Bagus Suryo Nugroho 0910210030
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS KEBIJAKAN KETENGAKERJAAN KOTA MADIUN : PENDEKATAN AHP
Yang disusun oleh : Nama
:
Bagus Suryo Nugroho
NIM
:
0910210030
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 26 Juli 2013.
Malang, 26 Juli 2013 Dosen Pembimbing,
Tyas Danarti H, SE., ME. NIP. 19750514 199903 2 00
Analisis Kebijakan Ketengakerjaan Kota Madiun : Pendekatan AHP Bagus Suryo Nugroho, Tyas Danarti Hascaryani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT In economic development is essentially a series of policy efforts aimed at improving living standards for people to expand employment opportunities and drive revenue sharing equally. This study aims to provide policy alternatives appropriate to employment issues such as unemployment rate that is still going on in the City of Madiun, through key person skilled in the art include: Bappeda, Disnakersos, Disperindag universities and community colleges Madiun. This study uses the Analytical Hierarchy Process (AHP) to see employment in the field of economic, social, cultural, regulation, education, and information access. The empirical results show that there are three recommended policies to address labor problems that occur in the City of Madison is training in soft skills and hard skills working and entrepreneurship, development and improvement of the investment climate through regulation, as well as the provision and dissemination of media information. Keywords: Unemployment, Economic Growth, Employment ABSTRAK Dalam pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif kebijakan yang tepat terhadap masalah ketenagakerjaan seperti tingkat pengangguran terbuka yang masih terjadi di Kota Madiun, melalui key person yang ahli dibidangnya antara lain : Bappeda, Disnakersos, Disperindag dan civitas akademi perguruan tinggi Kota Madiun. Penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan melihat ketenagakerjaan dibidang ekonomi, sosial budaya, regulasi, pendidikan, akses dan informasi. Hasil empiris menunjukkan bahwa terdapat tiga kebijakan yang disarankan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan yang terjadi di Kota Madiun yaitu pelatihan softskill dan hardskill dalam bekerja dan berwirausaha, pembangunan dan peningkatkan iklim investasi melalui regulasi, serta penyediaan dan penyebarluasan media informasi. Kata kunci: Pengangguran Terbuka, Pertumbuhan Ekonomi, Tenaga Kerja
A. PENDAHULUAN Dalam pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas kesempatan kerja dan mengarahkan pembagian pendapatan secara merata sehingga menurut Keynes dikatakan situasi makro suatu pembangunan ekonomi ditentukan oleh apa yang terjadi dengan permintaan agregat masyarakat. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia kesempatan kerja masih menjadi masalah utama. Hal ini timbul karena adanya kesenjangan atau ketimpangan dalam mendapatkannya. Pokok dari permasalahan ini bermula dari kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan kemajuan berbagai sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja dipihak lain. Kota Madiun merupakan kota yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi baik Provinsi Jawa Timur maupun negara Indonesia. Kondisi keadaan makro ekonomi yang terjadi di Kota Madiun dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukan adanya kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Kota Madiun menunjukkan hasil sebesar 5,94 persen meningkat menjadi 7,14 persen pada tahun 2011. Kondisi tersebut tentu saja menunjukan perkembangan ekonomi Kota Madiun yang semakin baik. Berikut ini disajikan grafik tentang
tingkat pertumbuhan ekonomi di Kota Madiun dan Provinsi Jawa Timur dari tahun 2005 hingga 2011 sebagaimana terlihat pada grafik 1 : Grafik 1 : Pertumbuhan Ekonomi Kota Madiun dan Jawa Timur Tahun 2005 – 2011 Kota Madiun
Jawa Timur
6.93
2005
6.24 5.94
6.15 6.11
5.80
5.94 5.84
5.43
2006
2007
6.06 5.01
2008
2009
6,68
2010*)
7,22 7,18
2011**)
Sumber : Kota Madiun Dalam Angka Tahun 2012 dan BPS Jawa Timur Tahun 2012
Dalam skala regional, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kota Madiun secara umum mendekati pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur bahkan pada beberapa tahun lebih tinggi di bandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Dan dari tahun 2007 sampai dengan 2010, pertumbuhan ekonomi Kota Madiun lebih tinggi di bandingkan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sedikit lebih tinggi di bandingkan Kota Madiun dengan perbedaan hanya 0,04 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kota Madiun merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang mempunyai peran penting dalam aktivitas ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Dengan tumbuhnya pertumbuhan ekonomi diharapkan terjadi penurunan terhadap pengangguran terhadap pengangguran. Masalah pengangguran memang selalu menjadi suatu persoalan yang perlu dipecahkan dalam perekonomian Kota Madiun. Jumlah penduduk yang bertambah semakin besar setiap tahun membawa akibat bertambahnya jumlah angkatan kerja dan tentunya akan memberikan makna bahwa jumlah orang yang mencari pekerjaan akan meningkat, seiring dengan itu tenaga kerja juga akan bertambah. Berikut ini disajikan grafik tentang tingkat pengangguran terbuka di Kota Madiun dan Provinsi Jawa Timur dari tahun 2005 hingga 2011 sebagaimana terlihat pada grafik 2 :
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
Grafik 2 : Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (%) di Kota Madiun dan Provinsi Jawa Timur 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
16.84 15.38
15.45 12.72 11.27
8.51
2005
9.52
8.19
2006
6.79
2007
6.42
2008 Tahun
Propinsi Jawa Timur Kota Madiun
5.08
2009
4.25
2010
4.03 4.16
2011
Sumber : BPS Jawa Timur, Sakernas, dan Susenas Tahun 2005 - 2011 (data diolah)
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Madiun dan Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam kurun waktu tahun 2005 hingga 2011. Akan tetapi TPT Jawa Timur memiliki angka yang jauh lebih rendah dibandingkan TPT Kota Madiun. Dalam 7 tahun, TPT Jawa Timur memiliki rata-rata sebesar 6,20 % setiap tahunnya. Di sisi lain, setiap tahunnya TPT di Kota Madiun bahkan menembus level rata-rata hingga 12,17 % . Angka TPT terbesar di Kota Madiun dan Provinsi Jawa Timur terjadi di tahun yang sama, yakni tahun 2005 masing-masing sebesar 16,84 % untuk Kota Madiun dan 8,51 % untuk Provinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk nilai TPT terendah di Kota Madiun dan Provinsi Jawa Timur terjadi di tahun 2011 dengan prosentase 4,16 % dan 4,03 %.
Dari tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Madiun yang lebih tinggi dibandingkan provinsi Jawa Timur namun tingkat pengangguran yang terjadi lebih tinggi dibandingkan Kota Madiun, serta penyerapan tenaga kerja yang masih belum mencukupi dari angkatan kerja tiap tahunnya. Oleh karena itu penambahan lapangan kerja perlu dilakukan agar jumlah penganggur mampu terserap pasar tenaga kerja. Pada penelitian ini bermaksud untuk mengetahui perumusan kebijakan yang tepat dalam menciptakan lapangan pekerjaan di Kota Madiun dalam upaya pengurangan tingkat pengangguran. Sehingga, penyusunan kebijakan dalam penyediaan lapangan kerja di kota Madiun menjadi sangat penting untuk dilakukan. B. TELAAH PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Tenaga Kerja Tenaga kerja menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah setiap orang yang mampu guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat, melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan menurut Dumairy (1996) pengertian tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Tenaga kerja (manpower) sendiri secara teoritis dan praktis terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Sedangkan menurut Daniel (2002) mendefinisikan tenaga kerja secara lebih spesifik menurut umur. Yakni penduduk dalam usia kerja, yaitu berumur antara 15-64 tahun, merupakan penduduk potensial yang dapat bekerja untuk memproduksi barang atau jasa. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun), atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Prasetya, 2008). Tenaga kerja adalah bagian dari angkatan kerja yang telah mencapai usia kerja yaitu usia 15 tahun ke atas, adalah mereka yang mempunyai potensi untuk memproduksi barang dan jasa bila ada permintaan pada mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Tenaga kerja mempunyai peran penting bagi sebuah negara dan berfungsi sebagai pendorong laju pertumbuhan ekonomi negara. Namun demikian pertumbuhan tenaga kerja yang terlalu tinggi akan menimbulkan masalah apabila kemampuan perekonomian suatu negara tidak dapat menyerap tenaga kerja yang terus bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan jumlah pengangguran terus bertambah, apalagi jika perekonomian sedang mengalami goncangan, oleh karena itu adanya solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan penawaran tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi daerah. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya investasi langsung (direct investment) pada sektor-sektor yang bersifat padat karya, seperti konstruksi, infrastruktur maupun industri pengolahan. Sementara pada sektor jasa, misalnya melalui perdagangan maupun pariwisata. Tenaga kerja adalah orang yang siap masuk dalam pasar kerja sesuai dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah tenaga kerja dihitung dari penduduk usia produktif (umur 15 thn–65 thn) yang masuk kategori angkatan kerja (labour force). Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Permintaan tenaga kerja merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan yang erat antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang diminta. Di pasar tenaga kerja, pembeli jasa tenaga kerja adalah perusahaan yang melakukan kegiatan ekonomi (produksi) untuk menghasilkan output berupa barang atau jasa, sedangkan rumah tangga bertindak sebagai penjual tenaga kerja. Sedangkan kenaikan tingkat upah akan mempengaruhi penyediaan tenaga kerja melalui daya yang saling berlawanan. Di satu pihak kenaikan tingkat upah meningkatkan pendapatan dan cenderung mengurangi tingkat partisipasi kerja. Di pihak lain peningkatan upah membuat harga waktu menjadi relatif mahal. Sedangkan penawaran tenaga kerja merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Penawaran tenaga kerja juga dipengaruhi oleh tingkat upah yang berlaku. Penawaran tenaga kerja dapat dianalisis secara mikro maupun makro. Pada analisis mikro, unit analisisnya adalah seorang individu. Pada analisis tingkat makro maka unit analisisnya adalah masyarakat sebagai satu kesatuan, sehingga apabila dilihat dari segi makro, penawaran tenaga kerja nasional, regional, kabupaten atau skala yang lain
merupakan satu unit agregat (keseluruhan). Dalam pandangan Neo Klasik bahwa penawaran tenaga kerja akan meningkat apabila tingkat upah meningkat. Dan apabila tingkat upah turun maka penawaran tenaga kerja akan menurun. Dalam Teori Ekonomi Neo Klasik dinyatakan bahwa penawaran tenaga kerja akan bertambah apabila tingkat upah naik yang dalam hal teoritis dilukiskan oleh garis S L dalam kurva, sedangkan permintaan tenaga kerja akan berkurang apabila tingkat upah mengalami kenaikan yang dlukiskan oleh garis D L , sehingga akan terjadi keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja, maka Teori Klasik berasumsi bahwa penyediaan tenaga kerja selalu sama dengan permintaan. Keadaan dimana penyediaan tenaga kerjasama dengan permintaan yang merupakan titik equilibrium (titik E), sehingga tidak terjadi penggangguran, seperti terlihat pada gambar 1. Gambar 1 : Kurva Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Sumber : Mankiw (2003 : 342)
Keterangan :
S L : kurva penawaran tenaga kerja D L : kurva permintaan tenaga kerja S 1 : jumlah tenaga kerja yang tersedia D 1 : jumlah tenaga kerja yang diminta W e : tingkat upah dalam equilibrium E 1 : jumlah tenaga kerja yang tercapai (eq)
Dalam hal ini, bila beberapa sektor tidak dapat menyerap tenaga kerja yang tersedia dan menyebabkan kelebihan tenaga kerja maka mengakibatkan terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor awal (yang tidak bisa menyerap tenaga kerja) ke sektor baru dengan kenyataan bahwa tingkat upah pada sektor baru misalnya lebih tinggi dari sektor awal. Kualitas Tenaga Kerja dan Perspektif Modal Pembangunan Para ekonom yang telah mempelajari pertumbuhan ekonomi menemukan bahwa mesin kemajuan ekonomi harus berada diatas empat roda yang sama, baik itu untuk negara kaya maupun negara miskin. Empat roda atau faktor pertumbuhan itu adalah (Samuelson dan Nordhaus, 2004) : a. Sumber daya manusia (tenaga kerja, pendidikan, motivasi, dan disiplin) b. Sumber daya alam (tanah, mineral, bahan bakar, dan kualitas lingkungan) c. Pembentukan modal (mesin, pabrik, dan jalan) d. Teknologi (sains, rekayasa, manajemen, dan kewirausahaan) Para ekonom menghubungkan keempat faktor tersebut sebagai fungsi produksi agregat (aggregate production function/APF), yang menggambarkan total output nasional dengan input dan teknologi. Secara aljabar, APF adalah: Q = AF (K,L,R) Dengan Q = output, K = jasa-jasa produktif modal, L = input tenaga kerja, R = input sumber daya alam, A = tingkat teknologi dalam ekonomi, dan F = fungsi produksi. Ketika input modal, tenaga kerja, atau sumber daya meningkat, maka kita dapat berharap bahwa output akan
meningkat, meskipun output mungkin akan memperlihatkan berkurangnya keuntungan inputinput tambahan dari faktor-faktor produksi. Hal ini akan dapat melihat peran teknologi sebagai penambah produktivitas input. Produktivitas, dalam kaitannya dengan hal ini, merupakan rasio output terhadap rata-rata input yang tertimbang. Ketika teknologi (A) meningkat berkat adanya inovasi atau pengambil-alihan teknologi dari luar negeri, kemajuan ini memungkinkan negara memproduksi lebih banyak output dengan tingkat yang sama dengan input. Banyak ekonom percaya bahwa kualitas tenaga kerja, yaitu keterampilan, pengetahuan, dan disiplin kerja, adalah satu-satunya unsur penting dari pertumbuhan ekonomi. Suatu negara mungkin mampu dengan mudah membeli komputer canggih, alat telekomunikasi modern, pembangkit tenaga listrik berskala besar, dan pesawat tempur hipersonik. Akan tetapi, barangbarang modal seperti itu hanya dapat digunakan dan dirawat secara efektif oleh tenaga-tenaga kerja yang terampil dan terlatih. Kualitas tenaga kerja diukur dari tinggi rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja tersebut. Semakin tinggi produktivitas seorang tenaga kerja, semakin tinggi pula kualitas tenaga kerja tersebut. Nagib dan Tjiptoherijanto (2006) mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri tenaga kerja dan terjadi karena unsur alami, seperti bakat alami dan bukan alami (belajar dan berlatih). Seseorang yang berpendidikan dan berketerampilan tinggi akan sanggup bekerja lebih baik dengan yang berpendidikan dan berketerampilan rendah, tentunya sepanjang jenis pekerjaannya memiliki relevansi dengan latar belakang ilmunya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar kemampuan tenaga kerja, namun sangat menentukan keberhasilan suatu pekerjaan. Faktor eksternal ini diantaranya adalah penggunaan teknologi dan kemampuan manajemen yang profesional. Dalam hal ini pengaruh penggunaan teknologi dan kualitas manajemen sangat menentukan capaian tingkat output. Menurut Simanjuntak (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja digolongkan pada tiga kelompok, yaitu : 1. Kualitas dan kemampuan fisik tenaga kerja. Faktor ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pelatihan, motivasi kerja, etos kerja, mental, kesehatan, dan asupan gizi. Pencapaian pendidikan akan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat. Sedangkan pelatihan akan membentuk dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pendidikan dan pelatihan seseorang, semakin tinggi tingkat produktivitasnya. 2. Faktor sarana pendukung. Sarana pendukung untuk peningkatan produktivitas tenaga kerja dapat dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu pertama menyangkut lingkungan kerja, termasuk teknologi, sarana dan peralatan yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, serta suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri. Kedua adalah menyangkut kesejahteraan tenaga kerja, yang tercermin dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial serta kelangsungan kerja. 3. Faktor supra sarana. Faktor ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah, profesionalitas manajemen kerja, dan hubungan industrial. Peningkatan produktivitas tenaga kerja juga sering dikaitkan dengan upaya perbaikan kesejahteraan tenaga kerja. Dalam hal ini, produktivitas tenaga kerja mempunyai pengaruh kuat pada pendapatan tenaga kerja, yaitu semakin tinggi produktivitas tenaga kerja maka semakin tinggi pula tingkat pendapatannya. Konsep dan Definisi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Pengangguran merupakan permasalahan yang kerap menimpa hampir semua negara yang sedang berkembang. Dewasa ini, banyak negara yang sedang berkembang dihadapkan pada kombinasi permasalahan pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah besar, stagnannya produktivitas pertanian, dan meningkatnya pengangguran dan underemployment di daerah perkotaan dan pedesaan (Kuncoro,Mudrajad, 2006 : 226). Salah satu bagian masalah pengangguran di bidang ketenagakerjaan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Besarnya angka yang tertera pada TPT mengindikasikan jumlah pengangguran per 100 orang penduduk. Oleh sebab itu, rumus untuk menghitung TPT adalah :
Jumlah pengangguran TPT = Angkatan kerja x 100 Secara umum definisi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah rasio antara banyaknya pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja (Depnakertrans, 1999). Sedangkan menurut definisi BPS yang termasuk kondisi Penganggur Terbuka (open unemployment) adalah tidak bekerja serta sedang mencari pekerjaan, sudah bekerja karena sesuatu hal berhenti/diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan. Secara spesifik, tingkat penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas : a. mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. b. mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha. c. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. d. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja. Terdapat jenis-jenis penggangguran salah satunya adalah berdasarkan penyebabnya, antara lain : 1. Pengangguran Friksional, adalah pengangguran normal yang terjadi jika ada 2-3% maka dianggap sudah mencapai kesempatan kerja penuh. 2. Pengangguran Siklikal, adalah pengangguran yang terjadi karena merosotnya harga komoditas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah dari pada penawaran tenaga kerja. 3. Pengangguran Struktural, adalah pengangguran karena kemerosotan beberapa faktor produksi sehingga kegiatan produksi menurun dan pekerja diberhentikan. 4. Pengangguran Teknologi, adalah pengangguran yang terjadi karena tenaga manusia digantikan oleh mesin industri. Sedangkan berdasarkan cirinya, pengangguran dapat dibagi menjadi : 1. Pengangguran Musiman, adalah keadaan seseorang menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek. Sebagai contoh, petani yang menanti musim tanam, tukang jualan durian yang menanti musim durian, dan sebagainya. 2. Pengangguran Terbuka, pengangguran yang terjadi karena pertambahan lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja. 3. Pengangguran Tersembunyi, pengangguran yang terjadi karena jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih besar dari yang sebenarnya diperlukan agar dapat melakukan kegiatannya dengan efisien. 4. Setengah Menganggur (underemployment), yang termasuk golongan ini adalah pekerja yang jam kerjanya dibawah jam kerja normal (hanya 1-4 jam sehari). C. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan lingkup penelitian meliputi dinas terkait, perusahaan, serikat pekerja, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan civitas akademika perguruan tinggi di Kota Madiun. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan beberapa instansi yang berwenang dan berkaitan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Madiun. Sedangkan data primer akan di kumpulkan dari pihak – pihak yang terkait (informan) dengan kondisi tenaga kerja secara langsung. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui penyebaran kuisioner atau dengan wawancara secara mendalam dengan dinas/instansi/lembaga dan pakar yang ahli dalam bidang ketenagakerjaan seperti yg terlihat pada tabel dibawah. Tabel 1 : Informan Ketenagakerjaan Di Kota Madiun (Key-Persons) No
Responden
1 2 3
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Madiun Dinas Tenaga Kerjaan dan Sosial (Disnakersos) Kota Madiun Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pariwisata (Disperindagkopar) Kota Madiun
Jumlah Responden 2 2 3
No 4 5 6 7 8
Jumlah Responden 2 1 1 1 2 14
Responden Perusahaan Milik Negara Serikat Pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Civitas Akademika Perguruan Tinggi di Kota Madiun Jumlah
Sumber : Peneliti, 2013
Sedangkan metode analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Gambar 2 : Model Analisis Penyusunan Hierarkis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Faktor-Faktor Penyediaan yang Lapangan Pekerjan Mempengaruhi Kota Madiun Ketenagakerjaan
Level 1: Fokus Utama
Level 2: Kriteria
Level 3: SubKriteria
Ekonomi
Investasi
Regulasi
Infrastruktur Ekonomi
UMR/ Ketenagaker jaan
Membangun dan Meningkatkan Iklim Investasi Melalui Regulasi
Perijinan
Akses dan Informasi
Media Informasi
Bursa Kerja
Penyedian dan Penyebarluasan Media Informasi
Sosial Budaya
Pendidikan
Mutu pendidikan
Aksesibilitas Pendidikan
Budaya Kreatif
Mental Bekerja
Pelatihan Softskill dan Hardskill dalam Bekerja dan Berwirausaha
Sumber : Peneliti, 2013
Fokus Utama : Tujuan / Goal yang menjadi inti atau fokus dari permasalahan yang ingin dipecahkan dengan metode AHP Kriteria : Hal – hal yang menjadi kriteria atau bidang yg mempengaruhi ketenagakerjaan yang terdiri dari : 1) Aspek Ekonomi 2) Aspek Sosial dan Budaya 3) Aspek Regulasi 4) Aspek Pendidikan 5) Aspek Akses dan Informasi Sub Kriteria : Hal – hal yang merupakan turunan dari kriteria atau aspek – aspek pada Sub aKriteria, terdiri dari : 6) Aspek Ekonomi Investasi dan Infrastruktur Ekonomi 7) Aspek Sosial Budaya Mental bekerja dan Budaya 8) Aspek Regulasi UMR / Ketenagakerjaan dan Perijinan Usaha 9) Aspek Pendidikan Mutu Pendidikan dan Aksesibilitas Pendidikan 10) Aspek Akses dan Informasi Media Informasi dan Bursa Kerja D. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada bab III, bahwa penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang menunjukkan besarnya tingkat alternatif dari strategi – strategi kebijakan yang dapat dipilih disertai dengan bobot kepentingan yang terkandung oleh masing-masing elemen dalam hirarki. Data yang berasal dari empat belas responden dikombinasikan menjadi satu hirarki. Hirarki pemilihan alternatif kebijakan terkait penyediaan
lapangan kerja di Kota Madiun disertai dengan hasil Penggunaan analisis ini berhubungan dengan pengumpulan data yang pada akhirnya memberikan informasi yang berguna dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3 : Hasil Pengolahan Data Struktur Hirarki Pemilihan Alternatif Kebijakan Ketengakerjaan di Kota Madiun Faktor-Faktor
Level 1: Fokus Utama
Level 2: Kriteria
Level 3: Sub-Kriteria
Level 4: Alternatif
Penyediaan yangLapangan Mempengaruhi Pekerjan Kota Madiun Ketenagakerjaan
Ekonomi 0,219
Investasi 0,449
Infrastruktur Ekonomi 0,551
Sosial Budaya 0,103
Mental Bekerja 0,395
Regulasi 0,209
Budaya Kreatif 0,605
UMR/ Ketenagakerjaan 0,574
Membangun dan Meningkatkan Iklim Investasi Melalui Regulasi 0,327
Pendidikan 0,301
Perijinan Mutu Usaha pendidikan 0,426 0,712
Penyedian dan Penyebarluasan Media Informasi 0,203
Aksesibilitas Pendidikan 0,228
Akses dan Informasi 0,167
Media Informasi 0,556
Bursa Kerja 0,444
Pelatihan Softskill dan Hardskill dalam Bekerja dan Berwirausaha 0,470
Sumber : Hasil Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP), 2013
Elemen Kriteria Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Dari hasil pengolahan AHP pada tabel 2 dapat dilihat bahwa aspek atau kriteria yang paling berpengaruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ketenagakerjaan Kota Madiun adalah Pendidikan dengan bobot nilai 0,301. Pentingnya aspek pendidikan di lingkungan masyarakat dapat mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan peluang untuk dapat bekerja. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya pendidikan formal, namun pendidikan non-formal yang juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat Kota Madiun. Peningkatan kualitas SDM tersebut harus ditunjang dengan program – program yang cocok dengan masyarakat Kota Madiun serta ketersedian fasilitas yang memadai untuk kegiatan pembelajaran masyarakat Kota Madiun. Tabel 2 : Bobot dan prioritas kriteria penyusun strategi penyediaan lapangan kerja Kota Madiun Tingkat Dua (Kriteria) Bobot Kriteria Urutan Prioritas Ekonomi Sosial Budaya Regulasi Pendidikan Akses Informasi Sumber : Hasil Analisis AHP, 2013
0,219 0,103 0,209
2 5 3
0,301 0,167
1 4
Ekonomi dengan bobot nilai 0,219 menjadi kriteria kedua dari analisis AHP yang memiliki peran penting terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ketenagakerjaan Kota Madiun. Aspek ekonomi ini tercermin oleh hukum permintaan dan penawaran yang membentuk pasar tenaga kerja. Perubahan keseimbangan pasar yang diakibatkan berkurangnya permintaan tenaga kerja dari perusahaan dan bertambahnya penawaran tenaga kerja dari masyarakat dapat memberi informasi bagi pemerintah sebagai pengatur kebijakan untuk segera merespon hal tersebut. Oleh karena itu aspek ekonomi dianggap sangat penting walaupun urutan prioritasnya masih dibawah pendidikan. Regulasi dengan bobot nilai 0,209 merupakan kriteria dengan prioritas ketiga yang berpengaruh dari analisis AHP diatas. Regulasi dianggap penting terkait dengan formulasi aturan – aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam menunjang ketersediaan lapangan pekerjaan. Regulasi seringkali menjadi isu perdebatan baik di kalangan birokrat itu sendiri maupun di kalangan pengusaha dan tenaga kerja/masyarakat. Hal ini dikarenakan efek dari regulasi tersebut akan menghasilkan dampak yang menguntungkan atau merugikan bagi para stakeholder (pemerintah, perusahaan, dan masyarakat). Selanjutnya prioritas kriteria yang keempat yaitu akses informasi dengan bobot nilai 0,167. Akses dan informasi tentang lapangan pekerjaan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama bagi mereka yang menganggur dan sedang mencari pekerjaan. Perkembangan teknologi dibidang informasi dapat membantu kelancaran arus informasi lowongan pekerjaan baik dari pemerintah maupun perusahaan kepada pencari kerja di Kota Madiun terutama masyarakat lokal. Prioritas terakhir dalam elemen kriteria adalah sosial budaya dengan bobot nilai 0,103. Aspek sosial dan budaya masyarakat di Kota Madiun tidak terlalu berpengaruh terhadap strategi penyediaan lapangan pekerjaan. Namun aspek ini tetap harus diperhatikan agar lapangan – lapangan kerja yang ada sesuai dengan keinginan dan kultur budaya masyarakat lokal. Elemen Sub-Kriteria Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Sub-kriteria adalah komponen – komponen penyusun elemen kriteria yang sebelumnya telah dijelaskan. Masing – masing kriteria memiliki dua sub-kriteria yang dianggap penting dan sesuai dengan strategi penyediaan lapangan pekerjaan di Kota Madiun. Hasil pengolahan data untuk subkriteria ini dilakukan secara terpisah per kriterianya, tidak digabung menjadi satu dengan kriteria – kriteria lain. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi dan penafsiran stuktur hirarki yang mengakibatkan tidak sesuainya kriteria yang satu dengan sub-kriteria yang lain. Sub-Kriteria Bidang Ekonomi Dalam Penyusun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Kota Madiun Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa infrastruktur ekonomi dengan bobot nilai 0,551 berada pada prioritas pertama, sedangkan investasi dengan bobot nilai 0,449 berada pada prioritas kedua. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi lebih berpengaruh terhadap aspek ekonomi dalam strategi penyediaan lapangan pekerjaan di Kota Madiun. Peningkatan infrastruktur baik secara kualitas maupun kuantitas diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi. Selain itu diperlukan adanya investasi dari para investor untuk membangun infrastruktur tersebut. Tabel 3 : Sub – Kriteria Ekonomi Kriteria Sub-Kriteria Investasi Bidang Ekonomi Infrastruktur Ekonomi
Bobot 0,449 0,551
Prioritas 2 1
Sumber : Hasil Analisis AHP, 2013
Sub-Kriteria Bidang Sosial Budaya Dalam Penyusun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Kota Madiun Pada kriteria Sosial Budaya, budaya kreatif menjadi sub-kriteria yang menempati prioritas pertama dengan bobot nilai 0,605. Sedangkan mental masyarakat menjadi sub-kriteria yang menempati prioritas kedua dengan bobot nilai 0,395. Budaya kreatif dianggap memiliki peran penting dalam penyediaan lapangan kerja di Kota Madiun. Masyarakat yang kreatif dapat menghasilkan produk yang bervariasi dan inovatif. Budaya kreatif ini menjadi awal tumbuhnya jiwa – jiwa entrepreuner/wirausahawan sehingga dapat menciptakan lapangan – lapangan pekerjaan baru. Mental masyarakat untuk bekerja dan berwirausaha walaupun hanya menjadi
prioritas kedua, namun sub-kriteria ini diperlukan bagi masyarakat Kota Madiun untuk menciptakan atmosfer kerja dan wirausaha yang lebih kondusif. Tabel 4 : Sub – Kriteria Sosial Budaya Kriteria Sub-Kriteria Mental Masyarakat Sosial Budaya Budaya Kreatif
Bobot 0,395 0,605
Prioritas 2 1
Sumber : Hasil Analisis AHP, 2013
Sub-Kriteria Bidang Regulasi Dalam Penyusun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Kota Madiun Tabel dibawah memberikan gambaran bahwa sub-kriteria UMR/Ketenagakerjaan memiliki bobot nilai sebesar 0,574 dan menjadi prioritas pertama dalam kriteria regulasi. Sedangkan perijinan usaha dengan bobot nilai 0,426 berada di prioritas kedua. Regulasi mengenai UMR (Upah Minimum Regional) tenaga kerja di Kota Madiun penting untuk diperhatikan oleh pemerintah. Upah minimun harus sesuai dengan kesanggupan perusahaan dengan tetap memperhatikan kebutuhan dari tenaga kerja itu sendiri. Sub-kriteria perijinan usaha lebih diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin mendirikan usaha secara sah di Kota Madiun. Kemudahan untuk mendirikan usaha akan berdampak terciptanya lapangan – lapangan pekerjaan baru di Kota Madiun. Tabel 5 : Sub – Kriteria Regulasi Kriteria Sub-Kriteria UMR/Ketenagakerjaan Regulasi Perijinan Usaha
Bobot 0,574 0,426
Prioritas 1 2
Sumber : Hasil Analisis AHP, 2013
Sub-Kriteria Bidang Pendidikan Dalam Penyusun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Kota Madiun Pada hasil pengolahan data antar kriteria sebelumnya, pendidikan merupakan aspek yang paling penting untuk stretegi penyediaan lapangan kerja di Kota Madiun. Hal ini membuat sub-kriteria penyusunnya juga penting untuk diperhatikan. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa mutu pendidikan dengan bobot nilai 0,712 menjadi sub-kriteria yang paling berpengaruh terhadap kriteria pendidikan. Mutu pendidikan dirasa penting oleh para responden kunci dalam penyusunan strategi penyediaan lapangan pekerjaan di Kota Madiun. Kualitas mutu pendidikan harus menjadi fokus pemerintah agar SDM yang terdapat di Kota Madiun menjadi lebih kompeten dan memiliki daya saing dengan daerah – daerah lainnya. Dengan begitu kualifikasi dari perusahaan – perusahaan besar yang merekrut tenaga kerja dengan skill mumpuni dapat terlewati oleh masyarakat Kota Madiun. Selanjutnya aksesibilitas pendidikan dengan bobot nilai 0,167 berada pada prioritas kedua. Walaupun bobot nilainya jauh lebih rendah dari mutu pendidikan, aksesibilitas terhadap pendidikan tetap harus diperhatikan pemerintah. Mutu pendidikan yang ditunjang sarana dan prasarana yang memadai (aksesibilitas) akan menghasilkan output SDM yang berkualitas dan cakap. Tabel 6 : Sub – Kriteria Pendidikan Kriteria Sub-Kriteria Mutu Pendidikan Pendidikan Aksesibilitas Pendidikan
Bobot 0,712 0,167
Prioritas 1 2
Sumber : Hasil Analisis AHP, 2013
Sub-Kriteria Bidang Akses Informasi Dalam Penyusun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Kota Madiun Tabel 7 menunjukkan bahwa bursa kerja berada di prioritas pertama dengan bobot nilai sebesar 0,556. Sedangkan media informasi berada di prioritas kedua dengan bobot nilai sebesar 0,444. Bursa kerja dipandang penting dalam penyediaan lapangan kerja di Kota Madiun. Bursa kerja / Job fair masih sangat jarang di Kota Madiun. Pengadaan pameran kerja secara besar – besaran dapat meningkatkan peluang bagi para pencari kerja yang ada di Kota Madiun. Selain itu media
infomasi baik cetak maupun elektronik harus dimanfaatkan secara optimal bagi para pencari kerja maupun penyedia lapangan kerja. Tabel 7 : Sub – Kriteria Akses Informasi Kriteria Sub-Kriteria Media Informasi Akses dan Informasi Bursa Kerja
Bobot 0,444 0,556
Prioritas 2 1
Sumber : Hasil Analisis AHP, 2013
Alternatif Kebijakan dalam Penyusun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan Kota Madiun Pelatihan softskill dan hardskill dalam bekerja dan berwirausaha berada pada prioritas pertama dalam alternatif strategi penyediaan lapangan pekerjaan dengan bobot nilai 0,470 (tabel 4.11). Pelatihan softskill dan hardskill dipandang sangat penting untuk mengatasi permasalahan pengangguran dan ketersediaan lapangan kerja di Kota Madiun. Pelatihan softskill dalam peningkatan kemampuan untuk berkomunikasi, sangat diperlukan bagi para pencari kerja agar mereka dapat lolos interview kerja misalnya. Ataupun bagi para wirausahawan UMKM tradisional, mereka perlu keterampilan untuk berkomunikasi dan marketing agar dapat mengekspansi usahanya. Namun pelatihan tersebut jangan hanya terbatas pada kalangan angkatan kerja saja tetapi pelajar maupun mahasiswa yang berminat harus diikutsertakan.Begitu juga dengan pelatihan hardskill yang dapat dikhususkan pada bidang tertentu, seperti kuliner, otomotif, fashion, dsb sehingga masyarakat Kota Madiun lebih produktif. Seminar – seminar serta training motivasi sebaiknya lebih sering diadakan agar dapat menigkatkan semangat berkerja maupun berwirausaha masyarakat Kota Madiun. Prioritas kedua dari alternatif kebijakan penyediaan lapangan kerja Kota Madiun adalah membangun dan meningkatkan iklim investasi melalui regulasi dengan bobot nilai 0,327. Iklim investasi yang kondusif akan membantu terciptanya lapangan – lapangan pekerjaan baru terutama investasi pada usaha yang padat karya. Iklim investasi tersebut juga harus ditunjang dengan adanya regulasi yang tepat dari pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan di Kota Madiun. Peran pemerintah dan perusahaan beserta investor sangat penting disini. Sebagai contoh perlu adanya sentra industri kreatif maupun sentra oleh – oleh khas Kota Madiun yang didukung oleh pemerintah kota, investor dan stakeholder – stakeholder terkait. Hal ini dikarenakan Kota Madiun sebagi kota singgah bagi para wisatawan yang ingin menuju Solo, maupun yang ingin menuju Kediri dan Malang memiliki potensi besar untuk membangun sentra oleh –oleh. Penyediaan dan penyebarluasan media informasi menjadi prioritas terakhir dari alternatif kebijakan penyediaan lapangan kerja di Kota Madiun. Penyediaan bursa kerja secara besar – besaran dapat menjadi pilihan bagi pemerintah untuk menyebarluaskan informasi tentang lowongan pekerjaan. Pengadaan bursa kerja atau job fair tersebut sebaiknya lebih intens agar masyarakat dapat mengupdate informasi mengenai ketersediaan lapangan kerja di Kota Madiun maupun di kota – kota lainnya. Tabel 8 : Alternatif Kebijakan Tingkat 4 (Alternatif) Membangun dan meningkatkan iklim investasi melalui regulasi Penyediaan dan penyebarluasan media informasi Pelatihan softskill dan hardskill dalam bekerja dan berwirausaha
Bobot Kriteria
Prioritas
0,327
2
0,203
3
0,470
1
Sumber : Hasil Analisis AHP, 2013
Pembahasan dan Implikasi Hasil Penelitian Setelah melakukan analisis terhadap variabel – variabel yang diteliti di atas menggunakan metode Analisis Hierararki Proses (AHP), maka pada tahap selanjutnya akan diuraikan pembahasan terhadap hasil analisis tersebut. Pembahasan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana hubungan kausalitas yang terjadi antara teori dan hasil empirik. Teori maupun hasil penelitian empirik yang telah didapat sebelumnya akan dikaji untuk dilakukan
pembahasan, apakah teori atau hasil empirik tersebut saling mendukung satu sama lain atau justru saling bertentangan satu sama lain. Dan dari hasil pengolahan Analisis Hirarki Proses, rekomendasi kebijakan sebelumnya yang telah dilakukan beserta melihat keadaan riil yang terjadi di Kota Madiun sehingga didapatkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk bidang keternagakerjaan Kota Madiun agar menjadi lebih baik yaitu diantaranya adanya pelatihan softskill dan hardskill dalam bekerja dan berwirausaha, adanya pembangunan dan peningkatkan iklim investasi melalui regulasi, serta adanya penyediaan dan penyebarluasan media informasi. Adanya Pelatihan Softskill Dan Hardskill Dalam Bekerja Dan Berwirausaha Berdasarkan hasil penelitian dan tinjauan di lapangan mengenai penyediaan lapangan pekerjaan di Kota Madiun angka yang mengindentifikasikan bahwa latihan softskill dan hardskill dalam bekerja dan wiraswasta yang memiliki poin paling tinggi untuk alternatif kebijakan yang yaitu 0,470 dalam hasil pengolahan Analisis Hierararki Proses (AHP). Hal tersebut sesuai dengan keadaan yang terjadi dilapangan dikarenakan memang masih terdapatnya beberapa permasalahan, antara lain: rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja di Kota Madiun, kurangnya jiwa kewirausahaan di Kota Madiun, pelatihan yang monoton dan tidak berkembang, dan tidak ada pendampingan pasca pelatihan serta kurangnya berjalannya pemasaran hasil produksi pelatihan. Rendahnya Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Di Kota Madiun Dari penelitian yang telah dilakukan masih ditemukan bahwa pendidikan tenaga kerja yang masih rendah dan kurangnya ketrampilan sehingga masih tergolong tenaga kerja kasar. Dengan kondisi tingkat pendidikan yang rendah tersebut mengakibatkan para tenaga kerja kesulitan mencari pekerjaan. Hal tersebut diperparah dengan jumlah perusahaan dan pabrik besar yang terbatas di Kota Madiun. Berikut merupakan perkembangan tingkat pendidikan dari tenaga kerja yang ada di Kota Madiun pada tabel dibawah. Tabel 9 : Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Madiun Tahun 2010-2011 No
Tingkat Pendidikan
Tahun 2010 Jumlah
Tahun 2011
%
Jumlah
%
1.
Tidak/ Belum Sekolah
31.017
15,60
30.321
15,00
2.
Belum Tamat SD/ Sederajat
10.029
5,04
12.503
6,19
3.
Tamat SD/ Sederajat
35.654
17,93
34.825
17,23
4.
SLTP/ Sederajat
29.146
14,66
29.605
14,65
5.
SLTA/ Sederajat
67.792
34,10
69.317
34,30
6.
D-I/ II
431
0,22
434
0,21
7.
Akademi/ D-III/ Sarjana Muda
5.129
2,58
5.359
2,65
8.
D-IV/ Strata-I
18.529
9,32
18.634
9,22
9.
Strata-II
1.076
0,54
1.070
0,53
10.
Strata-III
22
0,01
19
0,01
198.825
100
202.087
100
Jumlah
Sumber : Dinas Dukcapil Kota Madiun Tahun 2012 (Data diolah)
Dari tabel diatas dapat diatas bahwa tingkat pendidikan yang memiliki 3 nilai tertinggi dan yang paling mendominasi dari tahun 2010 hingga tahun 2011 adalah tamatan SD sebesar 17,23%, SMP sebesar 14,65% dan SMA sebesar 34,30%. Dengan tingkat pendidikan rata-rata tenaga kerja di Kota Madiun yang masih rendah yaitu tingkat SD sampai dengan SMA dan ketrampilan masih kurang menjadikan penyebab penduduk Kota Madiun kesulitan dalam mencari pekerjaan. Masih rendahnya pendidikan serta kurangnya pelatihan menyebabkan mereka tidak punya banyak pilihan dalam mencari pekerjaan. Akibatnya, banyak penduduk Kota Madiun bekerja sebagai tenaga kasar dengan upah yang masih sangat minimal. Sehingga disini perlu adanya
perbaikkan dalam peningkatan kualitas dan produktifitas tenaga kerja melalui perbaikan pendidikan yang lebih baik agar dapat menekan pengangguran yang ada di Kota Madiun. Kurangnya Jiwa Kewirausahaan Di Kota Madiun Dari adanya wirausaha maka akan terbentuk suatu kegiatan perekonomian yang tidak hanya menghasilkan laba melainkan juga dapat menyerap tenaga kerja yang ada disekitarnya. Tetapi dengan kurangnya jiwa wirausaha muda tersebut akan mengakibatkan kurangnya pertumbuhan ekonomi dan tidak dapat terciptanya lapangan pekerjaan baru. Sehingga semakin banyak penggangguran yang akan terjadi di Kota Madiun. Perusahaan pada umumnya mensyaratkan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi seperti Diploma hingga Sarjana sehingga tenaga kerja yang berpendidikan SD, SMP, dan SMA hanya akan dapat bekerja sebagai buruh di perusahaan dan tenaga kerja tersebut tidak dapat hidup dengan layak jika hanya berpendidikan rendah. Sehingga perlu adanya penanaman jiwa berwirausaha bagi para pelajar secara dini yang nantinya mereka juga akan menjadi pekerja yang dapat memberikan sumbangsih pada hidup dan majunya perekonomian di Kota Madiun tersebut. Adapun kegiatan yang dapat menjadi dasar tumbuhnya jiwa kewirausahaan melalui diadakannya seminar, pelatihan dan bazar tentang kewirausahaan dan pelajaran mengenai kewirausahaan. Agar ketika pelajar tersebut lulus dari pendidikannya mereka sudah mendapatkan skill, ilmu dan pengetahuhan tentang wirausaha. Yang diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang tidak mengandalkan perusahaan. Belum Optimalnya Program Peningkatan Kualitas dan Produktifitas Tenaga Kerja Kota Madiun Pelatihan merupakan kegiatan yang diharapkan dapat memberikan manfaat berupa softskill yang dapat membantu masyarakat agar dapat membuat lapangan pekerjaan sendiri sehingga mampu mengurangi mengurangi tingkat pengangguran. Dari beberapa pelatihan yang telah dilakukan oleh dinas terkait seperti : salon, bengkel, sablon, dan bordir masih terbilang monoton dan tidak berkembang sehingga kurang memberikan dampak yang berarti pada peserta pelatihan di Kota Madiun. Hendaknya pelatihan yang diberikan lebih mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan yang ada dilingkup Kota Madiun. Seperti melakukan pelatihan kegiatan diversifikasi produk industri kecil yang sudah ada contohnya produk turunan tahu seperti : stik tahu, susu tahu, lumpia tahu, brontak, sosis tahu, dll yang dapat meningkatkan pendapatan dari masyarakat dan menambah nilai jual produk karena adanya variasi dari produk turunan tersebut. Pelatihan yang dilakukan hendaknya bukan sekedar kegiatan tahunan melainkan mampu memberikan dampak yang berarti berupa peningkatan softskill tenaga kerja Kota Madiun. Adanya pelatihan untuk membantu masyarakat agar dapat membuat lapangan pekerjaan sendiri memang merupakan kegiatan yang bagus. Bukan hanya membuat barang hingga jadi tetapi juga perlu diperhatikannya berjalan apa tidaknya pemasaran dari hasil produksi pelatihan tersebut. Untuk itu diperlukan pendampingan baik dari berjalannya dari kegiatan pelatihan tersebut mulai dari input bahan baku, proses produksi dan pemasaran produk agar dari pendampingan pelatihan tersebut tidak terbatas proses melainkan pemasaran produk yang bisa berjalan dan dapat memberikan keuntungan. Hal ini dikarena masyarakat yang dilatih tersebut masih belum mengetahui pangsa pasar yang ada sehingga perlu dilakukan kegiatan pendampingan sampai dengan proses pemasaran. Pendampingan proses pemasaran dapat dilakukan dengan pembelajaran pemasaran melalui online shop atau melalui website resmi pemerintah Kota Madiun. Dari ketiga permasalahan diatas pada ketengakerjaan di Kota Madiun ditambah dengan program dari ketenagakerjaan yaitu program peningkatan kualitas dan produktifitas yang didalamnya terdapat kegiatan pendidikan dan pelatihan ketrampilan bagi pencari kerja namun tidak berjalan dengan baik yang tidak sesuai dengan penelitian dari Audretsch, Carree, dan Thurik (2001) bahwa dari adanya pengangguran masih belum berpengaruh positif terhadap peningkatan jiwa wirausaha pada masyarakat dan masih belum teraktualisasi melalui peningkatan usaha riil masyarakat yang pada akhirnya mampu menurunkan tingkat pengangguran di suatu negara. Sehingga alternatif kebijakan melalui pelatihan softskill dan hardskill dalam bekerja dan berwirausaha memang tepat untuk mengatasi kondisi ketenagakerjaan yang terjadi tersebut.
Adanya Pembangunan Dan Peningkatkan Iklim Investasi Melalui Regulasi Pembangunan disuatu daerah memang menjadi pokok keberhasilan dari kemajuan perekonomian suatu daerah karena dapat menyokong dari kelancaran kegiatan ekonomi dari para pelaku usaha. Tetapi akan lebih terasa apabila terdapat Investor yang mau untuk berinvestasi agar terciptanya pembangunan dari lapangan pekerjaan yang baru sebagai tempat untuk penyerapan tenaga kerja di Kota Madiun sehingga diperlukan regulasi agar dapat menarik investor baik dari dalam maupun luar negeri. Regulasi disini adalah kebijakan yang menyangkut ketenagakerjaan yang dalam hal ini adalah Upah Minimal Regional (UMR) dan perijinan usaha. Di lapangan ditemukan bahwa UMR di Kota Madiun masih belum teraplikasi dengan baik. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya upah yang jauh dibawah ketentuan UMR. Upah di Kota Madiun sendiri terbentuk dari harga yang berlaku di pasar. Masyarakat sendiri tidak mempunyai pilihan lain karena terbatasnya lapangan kerja sementara jumlah angkatan kerja terlampau banyak. Akibatnya, pekerjaan dengan jumlah upah yang tidak standar tetap mereka terima. Hanya dinas – dinas dan perusahaan besar saja yang memberikan upah sesuai dengan ketentuan UMR. Dalam hal perizinan usaha sejak awal tahun 2009 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Madiun Nomor 05 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, Kewenangan dan tupoksinya diatur dalam Peraturan Walikota Madiun Nomor 53 tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan beberapa izin sebelumnya diproses oleh masing-masing SKPD yang merupakan wewenang Walikota Madiun telah diserahkan kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu berdasarkan Peraturan Walikota Madiun Nomor 58 Tahun 2008 tentang Pendelegasian Sebagian Wewenang Walikota Madiun di Bidang Perizinan Kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Madiun sendiri menangani 18 jenis izin dan non perizinan antara lain : 1. Izin Sewa Tanah dan Bangunan Milik Pemerintah Daerah. 2. Izin Gangguan HO. 3. Izin Reklame. 4. Izin Pengusahaan Hotel. 5. Izin Pengusahaan Restoran dan Rumah Makan. 6. Izin Pengusahaan Rumah Kos (Pemondokan). 7. Izin Usaha Industri (IUI). 8. Izin Usaha Perdagangan (SIUP). 9. Izin Tanda Daftar Gudang (TDG). 10. Izin Tanda Daftar Industri (TDI). 11. Izin Balai Pengobatan. 12. Izin Rumah Bersalin. 13. Izin Obat atau Pedagang Eceran Obat. 14. Izin Penyelenggaraan Laboratorium Kesehatan Swasta. 15. Izin Pemakaian Kekayaan Daerah (Penggunaan Bahu Jalan). 16. Izin Pemakaian Kekayaan Daerah (fasilitas parkir sumber umis). 17. Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 18. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK). Selain itu, ada beberapa izin tertentu yang harus mendapat rekomendasi Walikota yaitu : 1) Izin Pemasangan Reklame Permanen. 2) Izin Pendirian Hotel. 3) Izin Usaha Industri Skala Menengah dan Besar. 4) Izin Mendirikan Rumah Sakit. 5) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Skala Menengah dan Besar. 6) Izin pendirian SPBU/ POM BENSIN. Berdasarkan hasil penelitian dan tinjauan di lapangan mengenai penyediaan lapangan pekerjaan di madiun di identifikasi bahwa membangun dan meningkatkan iklim investasi melalui regulasi berada pada posisi ke dua untuk alternatif kebijakan yang memiliki point sebesar 0,327 dalam hasil pengolahan Analisis Hierararki Proses (AHP). Hal tersebut sesuai dengan keadaan yang terjadi dilapangan dikarenakan memang masih terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan masyarakat Kota Madiun kesulitan dalam mencari pekerjaan, antara lain kurang menariknya kota madiun sebagai salah satu tujuan untuk berinvestasi dikarenakan lesunya pasar, belum adanya
badan penanaman modal secara khusus untuk investor di kota madiun, dan masih lamanya proses perizinan bagi seseorang untuk membangun suatu perusahaan. Kurang Menariknya Kota Madiun Sebagai Salah Satu Tujuan Untuk Berinvestasi Dikarenakan Lesunya Pasar Dalam Upaya peningkatan investasi dapat dilakukan dengan memperkenalkan dan menjalin kerjasama dalam bidang investasi baik di dalam negeri maupun diluar negeri. Dampak dari kurangnya promosi yang kreatif dan inovatif menyebabkan investasi didaerah kurang dilirik investor meskipun daerah tersebut mempunyai potensi investasi yang sangat prospektif. Selain itu pula, promosi dan kerjasama yang efektif tidak hanya berdampak terhadap peningkatan investasi di daerah tetapi juga meningkatkan citra Kota Madiun sebagai tujuan berinvestasi yang menarik. Oleh karena itu untuk dapat menarik investor diperlukan kebijakan peningkatan promosi dan kerjasama investasi di Kota Madiun diarahkan pada berbagai hal antara lain : Pengembangan sistem informasi penanaman modal melalui pemanfaatan IT yang dapat dikelola dengan mudah oleh aparatur pemerintahan serta dapat diakses oleh seluruh masyarakat baik didalam maupun luar negeri, menggelar potensi dan temu usaha serta pengembangan direktori mitra usaha potensial, peningkatan sarana promosi melalui media elektronik, cetak dan kegiatan pameran dan kegiatan promosi investasi lainnya baik di dalam negeri maupun diluar negeri, mendorong dan memfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama di bidang investasi antar atau dengan instansi pemerintah pusat dan daerah, serta dunia usaha baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian dan meningkatkan serta merevitalisasi lembaga promosi investasi dengan penguatan kapasistas sumber daya manusia dan keuangannya, serta mengevaluasi keberhasilan lembaga tersebut secara regular, adanya pengembangan SNI dan kerjasama standardisasi regional dan internasional dalam upaya meningkatkan penerimaan pasar global terhadap produk ekspor Indonesia serta penyuluhan investasi dalam rangka pemberdayaan UMKM melalui pelatihan dan pendidikan. Sehingga dapat meningkatnya investasi yang masuk di Kota Madiun dan memberikan lapangan pekerjaan yang baru lewat pembangunan industri ataupun perusahaahan di Kota Madiun. Belum Adanya Badan Penanaman Modal Secara Khusus Untuk Investor Di Kota Madiun Badan Penanaman Modal (BPM) merupakan badan yang menghimpun dana baik dari investor asing maupun didalam negeri yang dapat mewujudkan pembangunan ekonomi yang berdaya saing, berbasis potensi lokal dan pemberdayaan masyarakat, maka penyelenggaraan urusan Penanaman Modal di Kota Madiun diarahkan untuk meningkatkan potensi ekonomi lokal yang mendukung potensi perdagangan dalam rangka menunjang sasaran meningkatnya kontribusi sektor keuangan terhadap PDRB di Kota Madiun. Sehingga diharapakan dapat memberikan kemudahan bagi investor untuk berinvestasi yang nantinya dapat didirikan suatu perusahaan yang dapat menyerap tenaga kerja di Kota Madiun. Penyelenggaraan kegiatan urusan penanaman modal (investasi) di Kota madiun saat ini masih berada dalam sub bagian Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Administrasi Perekonomian dan Sosial Sekretariat Daerah Kota Madiun dan belum memiliki unit kerja khusus di bagian pemerintah Kota Madiun. Pengukuran capaian kinerja sasaran pada penyelenggaraan urusan penanaman modal di Kota Madiun menggunakan tolok ukur indikator jumlah nilai investasi dan jumlah ijin investasi. Dan perkembangannya sampai dengan tahun 2011 adalah sebagaimana tabel berikut ini. Tabel 10 : Perkembangan Jumlah Investasi Kota Madiun Tahun 2009 – 2011 Jumlah Jumlah Jumlah Penanaman Tahun Penanaman Modal Modal Dalam Negeri Total Asing (PMA) (PMDN) Rp 13.900.000.000 Rp 13.340.500.000 Rp27.240.500.000 2005 Rp 2.500.000.000 Rp 33.145.200.000 Rp35.645.200.000 2006 Rp 43.320.158.877 Rp 50.739.000.000 Rp94.059.158.877 2007 Rp 10.243.675.000 Rp 45.118.270.000 Rp55.361.945.000 2008 Rp 58.625.450.000 Rp58.625.450.000 2009 Rp 41.750.470.000 Rp41.750.470.000 2010 Rp 200.151.214.797 Rp200.151.214.797 2011 Sumber : Bagian Administrasi Perekonomian dan Sosial Sekretaris Daerah Kota Madiun
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa perkembangan jumlah ijin investasi di Kota Madiun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun begitu, dilihat dari nilai investasi yang masuk ke Kota Madiun sempat mengalami penurunan pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya yakni hanya sebesar Rp 41.750.470.000 untuk 267 ijin investasi. Namun begitu, pada tahun 2011 jumlah nilai investasi yang masuk ke Kota Madiun mengalami peningkatan yang sangat signifikan yakni mencapai Rp 200.151.214.797 untuk 304 ijin investasi. Sehingga diperlukan perbaikan yang lebih baik guna meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kota Madiun dengan masuknya para investor yaitu dengan pembentukan lembaga khusus penanaman modal setingkat badan atau kantor penanaman modal dengan berbagai infrstruktur yang memadai, konsistensi peraturan perundangan yang terkait dengan penanaman modal serta konsolidasi dan sinkronisasi pelaksanaan perizinan penanaman modal antara pemerintah pusat dan daerah serta penguatan kelembagaan penanaman modal dengan mengedepankan prinsip kepastian hukum, deregulasi (simplifikasi) dan efisiensi dalam biaya dan waktu pengurusan. Masih Lamanya Proses Perizinan Bagi Seseorang Untuk Membangun Suatu Perusahaan Alur perizinan merupakan proses awal apabila seseorang ingin membuat mendirikan suatu perusahaan, maka dari itu diperlukan adanya perizinan yang dapat memperlancar dari pertumbuhan perusahaan disuatu daerah. Selain memberi keamanan dari masyarakat sekitar juga memberikan rasa aman untuk pendiri perusahaan tersebut. Dengan lamanya alur perijinan di Kota Madiun tergolong sulit dan lama akan memakan waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara pengurusan surat satu dengan yang lainnya. sebagai contoh, dalam pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) mensyaratkan adanya Izin Gangguan (HO). Sementara Izin Gangguan HO sendiri juga mensyaratkan adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tabel 11 : Perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Tahun 2012
Sumber : Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Madiun
Dari grafik diatas dapat terlihat waktu dari penyelesaian satu perizinan yang cukup memakan waktu yang lama, belum ditambah perizinan yang terkait saru sama lain. Sehingga tersebut akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kegiatan perizinan saja. Dari pengusaha yang merasakan dari kesulitan di bidang perijinan seperti pengusaha pabrik tahu di Kota Madiun mengungkapkan untuk mendapatkan Izin Gangguan (HO) sendiri tergolong sulit. Hal ini terkait limbah hasil produksi pabrik tahu yang belum menemukan pemecahan masalah sampai saat ini. Pemerintah sampai saat ini belum mampu memberikan solusi terkait limbah yang dihasilkan oleh produksi tahu tersebut. Padahal, jumlah pabrik tahu di Kota Madiun sendiri tergolong cukup banyak yakni mencapai 15 unit lebih. Akibatnya, pabrik tahu membuang limbah
tersebut ke sungai – sungai yang ada di Kota Madiun. Hal ini cukup mengganggu usaha para pelaku usaha. Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi mengakibatkan proses perizinan menjadi kurang efektif. Kesulitan terkait perizinan di Kota Madiun juga disebabkan oleh prosedur baru dalam perizinan yang tidak disampaikan kepada pelaku usaha. Prosedur baru tersebut terkait dengan pemusatan proses perizinan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) dimana prosedur baru tersebut kurang disosialisasikan kepada masyarakat sehingga mengakibatkan kerancuan dan kebingungan di masyarakat. Maka diperlukan perizinan yang efektif sehingga proses perizinan dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat melalui dibangunnya sistem satu atap dengan dinas yang terkait dengan perizinan, penyederhanaan prosedur perizinan dan pelayanan penanaman modal/ investasi dengan mengimplementasikan dan menyempurnakan perangkat hukum yang terkait dengan pengembangan usaha, serta melaksanakan pelayanan satu yang professional sesuai dengan SOP dan SPM serta memperkuat kelembagaan dan profesionalisme aparat di bidang investasi termasuk sarana dan prasarana penunjangnya. Sehingga dari adanya kemudahan perizinan banyak perusahaan yang berdiri sehingga terbuka pula peluang pekerjaan bagi para partisipan kerja dan mengurangi angka pengangguran serta menumbuhkembangkan perekonomian Kota Madiun sebagai Kota GADIS (Perdagangan dan Industri). Dari ketiga permasalahan diatas pada ketengakerjaan di Kota Madiun ditambah dengan program dari ketenagakerjaan yaitu program perlindungan dan pengembangan yg didalamnya terdapat kegiatan kegiatan survey kebutuhan hidup dan penetapan Upah Minimum Kota Kota (UMK) namun tidak berjalan dengan baik maka alternatif kebijakan dari membangun dan meningkatkan iklim investasi melalui regulasi memang tepat untuk mengatasi kondisi ketenagakerjaan yang terjadi tersebut. Adanya Penyediaan Dan Penyebarluasan Media Informasi Berdasarkan hasil penelitian dan tinjauan di lapangan mengenai penyediaan lapangan pekerjaan di madiun angka yang mengindentifikasikan bahwa penyediaan dan penyebarluasan media informasi yang paling rendah untuk alternatif kebijakan yang memiliki point sebesar 0,203 dalam hasil pengolahan Analisis Hierararki Proses (AHP). Hal tersebut sesuai dengan keadaan yang terjadi dilapangan dikarenakan memang masih terdapatnya beberapa permasalahan, antara lain : belum tersedianya tempat informasi lowongan pekerjaan dan belum terbentuknya sistem informasi ketenagakerjaan secara online. Belum Tersedianya Tempat Informasi Lowongan Pekerjaan Tersedianya informasi lowongan pekerjaan adalah hal yang wajib ada untuk angkatan kerja agar mengetahui dimana saja ada lowongan untuk dapat bekerja sesuai dengan bidang dan keahlian di suatu perusahaan. Belum adanya tempat untuk informasi lowongan pekerjaan menyebabkan terjadinya asimetris informasi sehingga banyak partisipan kerja dan angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan dan akhirnya menganggur. Untuk mengurangi dari tingginya tingkat pengangguran dikarenakan asimetris informasi yang dibutuhkan oleh partisipan kerja dan angkatan kerja. Maka diperlukan tempat yang menyediakan informasi tentang lowongan kerja yang didalamnya ada kerja sama dari dinas terkait dengan perusahaan baik dalam maupun luar Kota Madiun seperti bursa tenaga kerja sehingga bagi perusahaan mendapatkan pegawai dan bagi para partisipan kerja dan angkatan kerja tidak menganggur lagi. Namun adapun informasi yang tersedia lebih memberikan pekerjaan di luar Kota Madiun ataupun pekerjaan menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Menurut LKPJ Walikota Madiun tahun 2011, dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, mayoritas penempatan tenaga kerja di Kota Madiun adalah perempuan dengan rata-rata 3.419 orang setiap tahun, serta mencapai 3.287 orang di tahun 2011. Berikut merupakan gambaran dari penempatan tenaga kerja Kota Madiun di Luar Negeri di bawah ini.
Jumlah TKI Kota Madiun (Orang)
Grafik 3 : Penempatan Tenaga Kerja Kota Madiun di Luar Negeri Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010-2011 30 25 20 15 10 5 0
2010 L 2010 P 2011 L 2011 P
Negara Tujuan TKI Sumber : LKPJ Walikota Madiun Tahun 2011 (Data diolah)
Dari grafik diatas mengambarkan bahwa lapangan pekerjaan di Kota Madiun saja tidaklah cukup untuk menampung seluruh para pencari kerja yang ada. Oleh karena itu sebagian orang memilih untuk mencari pekerjaan di luar negeri dikarenakan kondisi permintaan dan penawaran tenaga kerja di Kota Madiun tidaklah memadai. Ditambah dengan perbandingan antara lowongan pekerjaan dan ketersediaan lapangan pekerjaan ternyata kurang seimbang serta pertumbuhan lapangan pekerjaan seperti industri maupun perusahaan juga tidak terlalu signifikan selama dua tahun terakhir. Belum Terbentuknya Sistem Informasi Ketenagakerjaan Secara Online Dengan tersedianya sistem informasi ketenagakerjaan secara online diharapkan dapat memberikan kemudahan dan kelancaraan bagi para pencari pekerjaan untuk mengetahui perusahaan atau instansi mana saja yang membutuhkan pekerja. Dimana para pekerja tanpa harus datang untuk mencari informasinya secara langsung di suatu perusahaan tersebut. Dengan belum terbentuknya sistem informasi ketenagakerjaan secara online mengakibatkan tidak lancarnya para partisipan dan angkatan kerja untuk memperoleh pekerjaan. Sehingga diperlukan sistem informasi secara online yang dapat diakses oleh semua kalangan dalam memberikan info mengenai lowongan pekerjaan yang ada di Kota Madiun melalui blog atau website resmi dari dinas terkait yang isinya terdapat tentang perusahaan-perusahan. Namun dengan adanya sistem informasi ketenagakerjaan secara online tidak hanya memberikan solusi melainkan juga menimbulkan masalah baru bagi masyarakat yang kurang mengetahui tentang teknologi ini atau gagap teknologi. Sehingga perlu diadakan sosialisasi mengenai sistem informasi ketenagkerjaan online secara menyeluruh kepada seluruh kalangan masyarakat, agar tercipta informasi yang simetris bagi masyarakat Kota Madiun dan membantu mereka dalam mengatasi permasalahan ketersediaan lapangan pekerjaan. Dari kedua permasalahan diatas pada ketengakerjaan di Kota Madiun ditambah dengan program dari ketenagakerjaan yaitu program peningkatan kesempatan kerja yg didalamnya terdapat kegiatan penyebarluasan informasi Bursa Tenaga Kerja namun tidak berjalan dengan baik maka alternatif kebijakan dari penyediaan dan penyebarluasan media informasi memang tepat untuk mengatasi kondisi ketenagakerjaan yang terjadi di Kota Madiun. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelatihan softskill dan hardskill dalam bekerja dan berwirausaha merupakan rekomendasi kebijakan yang paling disarankan untuk diterapkan di Kota Madiun terkait tingginya tingkat pengangguran. Hal ini dikarenakan sebagian besar tenaga kerja di Kota Madiun berpendidikan SMA kebawah, sehingga diharapkan masyarakat yang belum mendapat pekerjaan tersebut tidak perlu lagi mencari pekerjaan tapi justru mampu membuka lapangan perkerjaan baru.
2. Regulasi dalam upaya peningkatan iklim investasi di Kota Madiun masih belum optimal. Hal ini dikarenakan masih belum adanya badan khusus yang mengurusi penanaman modal di Kota Madiun baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Selain itu, proses perijinan usaha masih memakan waktu yang cukup lama. Sehingga, rekomendasi kebijakan dalam upaya pembangunan dan peningkatkan iklim investasi melalui regulasi perlu ditingkatkan. 3. Penyediaan dan penyebarluasan media informasi lowongan kerja di Kota Madiun masih belum optimal. Hal ini dikarenakan informasi terkait lowongan kerja hanya dimuat di Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Disnakersos) dan kantor pos. 4. Program Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Disnakersor) terkait ketenagakerjaan yakni program peningkatan kualitas dan produktifitas tenaga kerja, program peningkatan kesempatan kerja dengan kegiatan penyebarluasan informasi bursa tenaga kerja dan program perlindungan dan pengembangan belum terealisasi dengan baik. Saran Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Diversifikasi jenis pelatihan yang ada. Pelatihan hendaknya bukan hanya sekedar agenda tahunan, namun juga mampu memberikan skill tambahan bagi masyarakat yang masih belum memperoleh pekerjaan. Sehingga pelatihan tidak monoton pada jenis pelatihan tertentu dan mampu mengikuti perkembangan pasar saat ini. Misalnya pelatihan bisnis online shop, dan pembuatan produk – produk turunan industri yang ada di Kota Madiun seperti produk turunan tahu. 2. Pelatihan hendaknya tidak hanya terkait proses pembuatan produk namun juga pada input bahan baku yang murah dan mudah serta proses pemasaran hasil produksi. Input yang murah dan mudah misalnya melakukan kerjasama dengan pihak – pihak tertentu untuk mempermudah anggota pelatihan dalam mencukupi kebutuhan bahan baku. Selain itu, pemasaran produk juga merupakan hal yang penting dan perlu mendapat perhatian lebih misalnya melalui website resmi Kota Madiun atau melalui online shop. 3. Diadakannya penanaman jiwa kewirausahaan sejak dini, hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan seminar dan pelatihan. Peneliti menyarankan agar pelaksanaan pendidikan kewirausahaan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan lembaga pendidikan mengenai metode pengajaran, kurikulum, kompetensi guru, dan lamanya waktu belajar sehingga dapat menstimulasi minat berwirausaha pada partisipan dan angkatan kerja yaitu tidak hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang kesulitan mencari pekerjaan, namun juga siswa siswi SMA/SMK dengan tujuan agar mereka memiliki bekal berwirausaha apabila tidak berencana untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. 4. Peningkatan iklim investasi. Salah satu yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan iklim investasi adalah melalui permudahan proses perijinan usaha bagi para pengusaha dan investor. Selain itu, perlu dibentuk badan khusus penanaman modal sehingga kegiatan promosi dalam rangka menarik minat investor lebih maksimal. 5. Pemaksimalan media informasi lowongan kerja. Informasi lowongan kerja hendaknya tidak hanya tertera di Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial (Disnakersos) dan kantor pos namun juga bisa diakses semua orang melalui website resmi Kota Madiun. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Jawa Timur Dalam Angka 2010. Surabaya: Biro Pusat Statistik. Anonim. 2011. Madiun Dalam Angka 2011. Madiun : Biro Pusat Statistik. Audretsch, D.B ., Carree,M.A. & Thurik, A.R. 2001. Does entrepreneurship reduce unemployment? Tinbergen Institution Discussion Paper. Rotterdam : Centre for Economic Policy Research. Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Bumi Aksara. Damarjati, A.G. 2010. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesenjangan Pendapatan di Propinsi Jawa Tengah. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Program Sarjana Universitas Diponegoro. Farahnita, Fitri. 2008. Analisis Faktor – Faktor Penyebab Persistensi Pengangguran Berdasarkan Perspektif Perusahaan. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor : Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Gunther, Schimid. 1998. Transitional labour markets : a new European employment strategy. Working Paper . Berlin : Wissenschaftszentrum Berlin fur Sozialforschung. Harfina, Dewi. 2009. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengangguran terselubung di pedesaan Jawa Tengah. Jurnal Kependudukan Indonesia , Vol. 4 , (No.1) : 15 – 32. Hansen, G.D. & Imrohoroglu, A. 1992. The role of unemployment insurancein an economy with liquidity constraints and moral hazard. Journal of Political Economy , Vol.100, (No.1) : 118 – 142. Hudaya, Dadan. 2009. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor : Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Jorgensen, S.L. & Domelen, J.V. 1999. Helping the poor manage risk better : the role of social funds. Social Protection Discussion Paper Series. Washington DC : The World Bank. Hasan, Iqbal. 2002,.Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan : Teori , Masalah , dan Kebijakan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Kurniawan, Roby.Cahyadi. Analisis Pengaruh Pdrb, Upah Minimum Kabupaten/Kota Dan Inflasi Terhadap Pengangguran Terbuka Di Kota Malang Tahun 1980-2011. Skripsi tidak diterbitkan. Malang : Program Sarjana Universitas Brawijaya. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rineka Cipta. Muhammad, Fadel. Tanpa Tahun. Pembangunan Daerah Fokus Pada Keunggulan Daerah, (Online), (www.fadelmuhammad.org), diakses tanggal 7 Maret 2010). Nagib, Laila & Prijono Tjiptoherijanto. 2006. Pengembangan SDM: diantara peluang dan tantangan. Yayasan Obor Indonesia. Nainggolan , I.O. 2009. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatra Utara. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana Universitas Sumatra Utara.
Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Prasetya, Teguh Iman. 2008. Ketenagakerjaan di Indonesia. Prastyo, A.D. 2010. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan : Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Program Sarjana Universitas Diponegoro. Richard G. Lipsey. 1987. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Salvatore, Dominick. 1989. Theory and Problems of Microeconomics .New Jersey : Prentice Hall International , Inc. Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus. 2004. Ilmu Makroekonomi. Edisi 17. (Gretta, Theresa Tanoto, Bosco Carvallo, dan Anna Elly). Jakarta: PT.Media Global Edukasi. Simanjuntak, Payaman, 1998, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Todaro, Michael. 1987. Teori Ekonomi Mikro. BPFE-UI. Jakarta. Todaro, M.P. 2005. A model of labour migration and urban unemployment in less developed countries. The American Economic Review , Vol.59, (No.1) : 138 – 148. Turner, J.B. 1995. Economic context and the health effects of unemployment. Journal of Health and Social Behaviour, Vol. 36, (No.3) : 213 – 229.