ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI
NURUL HANIFAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan Tutupan Tajuk, Curah Hujan, dan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Nurul Hanifah NIM A14110060
ABSTRAK NURUL HANIFAH. Analisis Hubungan Tutupan Tajuk, Curah Hujan, dan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi. Dibimbing oleh ENNI DWI WAHJUNIE dan DWI PUTRO TEJO BASKORO. Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi air hujan. Erosi oleh pengaruh curah hujan yang dapat menghilangkan lapisan permukaan tanah yang subur, dapat diatasi dengan pengelolaan tanah, antara lain pengaturan tajuk tanaman. Selain curah hujan, faktor lain yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi adalah sifat tanah, antara lain kadar bahan organik tanah, bobot isi, dan tekstur. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan tutupan tajuk, curah hujan, dan sifat tanah dengan aliran permukaan dan erosi. Aliran permukaan dan erosi memiliki hubungan yang lebih erat dengan curah hujan dibandingkan dengan tutupan tajuk. Semakin besar curah hujan, maka semakin besar pula aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Hubungan antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi yang rendah karena penelitian dilakukan pada curah hujan yang berbeda, sehingga terdapat variasi hujan yang besar. Kadar bahan organik tanah yang tinggi, tekstur tanah klei, dan bobot isi tanah yang sedang menyebabkan rendahnya aliran permukaan dan erosi. Aliran permukaan dan erosi yang rendah ini mengakibatkan sifat-sifat fisik tanah tidak menurun kualitasnya sehingga laju infiltrasi tanah setelah terjadi aliran permukaan dan erosi masih berada pada kelas cepat. Kata kunci: aliran permukaan, curah hujan, erosi, sifat tanah, tutupan tajuk
ABSTRACT NURUL HANIFAH. Analysis the Correlation of Canopy Cover, Rainfall, and Soil Characteristics with Runoff and Erosion. Supervised by ENNI DWI WAHJUNIE and DWI PUTRO TEJO BASKORO. Land degradation that occurs in Indonesia is generally caused by rain water erosion. Rainfall erosion that can remove fertile surface layer can be controlled by managing the land such as setting plant canopy. The effect of rainfall on runoff and soil erosion is governed by various soil factors such as soil organic matter content, bulk density, and texture. This research aims to analyze the correlation of canopy cover, rainfall, and soil characteristics to runoff and erosion. The results showed that rainfall have closer relationship to runoff and erosion than canopy cover does. Increasing rainfall is followed by increasing runoff and soil erosion rate. Meanwhile the correlation between canopy cover to runoff and erosion tends to be low due to high variation in rainfall during the research. High soil organic matter content, clay soil texture and soil bulk density causing low runoff and erosion. Low runoff and erosion caused the physical characteristics of soil does not deteriorate significantly so that the infiltration rate of the soil after the runoff and erosion is still high. Keywords: canopy cover, erosion, rainfall, runoff, soil characteristics
ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI
NURUL HANIFAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Hubungan Tutupan Tajuk, Curah Hujan, dan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi. Skripsi ini merupakan tugas akhir program sarjana pertanian (S1) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi selaku dosen Pembimbing Skripsi I atas bimbingan, saran, ilmu, dan motivasi serta Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku dosen Pembimbing Skripsi II atas bimbingan, saran, ilmu, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 2. Bapak Ir Wahyu Purwakusuma, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu serta membantu proses penulisan skripsi ini. 3. Bapak, ibu, Aa Irsyad Abdul Hakim dan Teteh Rahmi Mardiati tercinta atas doa, pengorbanan dan kasih sayang tulus tanpa batas. 4. Seluruh dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan. 5. Seluruh staf dan karyawan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah membantu dan memfasilitasi selama menempuh pendidikan hingga lulus. 6. Bunga, Mai, Sri, dan Tiwi yang telah membantu dan memberikan semangat selama penelitian, dan selalu memberikan kehangatan dan keceriaan. 7. Ichsan, Rio, Dien, Gugun, Ninis, Mirna, Ocil, Regina, Stevia, Eka, Alam, dan Tian yang telah membantu dan memberikan semangat selama penelitian. 8. Seluruh keluarga besar Tanah 48 yang telah memberikan kenangan terindah semasa kuliah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016 Nurul Hanifah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Metode Penelitian
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Hubungan Umur Tanaman dengan Tutupan Tajuk
8
Hubungan Tutupan Tajuk dengan Koefisien Aliran Permukaan
9
Hubungan Tutupan Tajuk dengan Aliran Permukaan dan Erosi
10
Hubungan Curah Hujan dengan Aliran Permukaan dan Erosi
13
Hubungan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi
16
Hubungan Aliran Permukaan dan Erosi dengan Laju Infiltrasi Konstan
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Klasifikasi curah hujan berdasar intensitas curah hujan Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah Kriteria kandungan bahan organik tanah Klasifikasi laju infiltrasi tanah Kadar bahan organik tanah, aliran permukaan, dan erosi Tekstur tanah, aliran permukaan, dan erosi Bobot isi tanah, aliran permukaan, dan erosi Laju infiltrasi konstan, aliran permukaan, dan erosi
5 6 6 7 16 17 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
7
8
9
10
Petak kecil untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi Perhitungan tutupan tajuk dengan metode grid Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk dan koefisien aliran permukaan Hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan Hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian hujan; (b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas hujan 40-60 mm Hubungan tutupan tajuk dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan; (b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas hujan 4060 mm Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian hujan; (b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan tajuk 80-100% Hubungan curah hujan dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan; (b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan tajuk 80-100% Hubungan aliran permukaan dengan erosi
3 6 8 9 9
11
12
13
14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 1 Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 2 Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 3 Laju infiltrasi konstan Tekstur tanah Bobot isi tanah Laju infiltrasi pada masing-masing petak
23 24 25 26 26 26 27
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi air hujan. Hal ini sehubungan dengan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan, terutama di Indonesia bagian barat. Jumlah curah hujan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan, sedangkan penyebaran hujan menentukan luasan erosi yang terjadi (Kohnke dan Bertrand 1959). Menurut Widyawardhani (2001) dan Ispriyanto et al. (2001), curah hujan memiliki hubungan yang erat dengan aliran permukaan dan erosi. Semakin besar curah hujan semakin besar pula aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Erosi oleh pengaruh iklim (dalam hal ini curah hujan) yang dapat menghilangkan lapisan permukaan tanah yang subur, dapat diatasi dengan pengelolaan tanah, antara lain pengaturan tajuk tanaman. Peran tajuk tanaman dalam mengurangi erosi yaitu memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh dan daya dispersi serta daya angkut aliran permukaan. Kerapatan tajuk menutupi tanah mempengaruhi erosivitas butir-butir hujan yang menimpa permukaan tanah. Semakin rendah tajuk dan semakin rapat tajuk, semakin rendah erosivitas butir-butir hujan (Arsyad 2010). Menurut Mawardi (2011) semakin rapat tajuk maka semakin kecil erosi yang terjadi. Mudah tidaknya tanah tererosi merupakan fungsi berbagai interaksi sifatsifat tanah, antara lain kadar bahan organik tanah, bobot isi, dan tekstur. Pengaruh bahan organik terhadap aliran permukaan terutama berupa perlambatan kecepatan aliran permukaan sehingga mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah. Bahan organik dapat memperkecil bobot isi sehingga menyebabkan air mudah masuk ke dalam tanah (Arsyad 2010). Hal tersebut menyebabkan jumlah air yang masuk lebih banyak dan memperkecil terjadinya aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi menarik untuk diteliti agar dapat mengurangi terjadinya degradasi lahan. Akan tetapi, beberapa penelitian sebelumnya dilakukan pada tanah yang rentan terhadap erosi, sehingga hubungan tutupan tajuk dengan erosi terlihat sangat jelas. Penelitian mengenai hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi pada tanah yang dilakukan pengelolaan dengan komoditas tanaman masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi pada tanah yang dilakukan pengelolaan dengan komoditas tanaman. Tujuan 1. Menganalisis hubungan tutupan tajuk dan curah hujan dengan aliran permukaan dan erosi. 2. Menganalisis hubungan sifat tanah yaitu kadar bahan organik tanah, tekstur dan bobot isi (sebelum pengukuran aliran permukaan dan erosi) dengan aliran permukaan dan erosi.
2 3. Menganalisis hubungan aliran permukaan dan erosi dengan infiltrasi konstan (setelah pengukuran aliran permukaan dan erosi).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. Analisis sifat tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengumpulan data lapang, pengambilan contoh tanah dan analisis laboratorium dilaksanakan pada bulan Januari hingga Agustus 2015. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi adalah botol 600 ml, penggaris, ember, gayung, sikat dan kain lap. Alat yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi sedimen adalah corong, kertas saring, oven dan timbangan digital. Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan ombrometer dan gelas ukur. Kerapatan tajuk diukur dengan menggunakan kamera. Alat yang digunakan untuk analisis sifat tanah diantaranya adalah ayakan, gelas piala, gelas ukur, penangas air, pipet, cawan, oven dan alat-alat laboratorium lainnya. Pengukuran infiltrasi dilakukan dengan menggunakan double ring dan alat pendukung lainnya seperti penggaris, jerry can, selang, ember dan gayung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang tanah dan jagung sebagai komoditas yang di tanam pada petak erosi serta bahan kimia untuk analisis laboratorium. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi yaitu petak kecil di lapangan. Aliran permukaan dan erosi diamati pada 3 petak yang berukuran 2 m x 10 m dengan kemiringan lereng 15%. Pada masing-masing ujung bawah petak terdapat bak penampung aliran permukaan dan erosi yang berukuran 1 m x 0.5 m, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan pada setiap kejadian hujan selama dua musim tanam. Musim tanam pertama tanggal 21 November 2014 hingga 21 Februari 2015. Pengukuran aliran permukaan dan erosi pada musim tanam pertama yaitu pada tanggal 21 Januari - 7 Februari 2015, yakni pada saat tanaman berumur 61-78 hari. Musim tanam kedua tanggal 1 Maret 2015 hingga 30 Mei 2015. Pengukuran aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua yaitu pada tanggal 10 Maret - 25 April 2015, yakni pada saat tanaman berumur 10-56 hari.
3
Gambar 1 Petak kecil untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi Pada musim tanam pertama dan kedua, komoditas yang ditanam adalah kacang tanah sebagai tanaman utama dan jagung sebagai tanaman sela. Setiap petak erosi terdiri dari lima bedengan dengan tiap bedengan terdapat 6 baris dan 8 kolom tanaman kacang tanah, dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Jagung ditanam satu baris pada setiap antar bedengan dan pada baris tersebut terdapat 6 tanaman dengan jarak tanam 40 cm. Selain pengamatan aliran permukaan dan erosi, pada musim pertama dan kedua juga dilakukan pengamatan curah hujan dan kerapatan tanaman. Antara musim pertama dengan musim kedua dilakukan pengambilan sampel tanah agregat dan sampel tanah terganggu yang selanjutnya di analisis di laboratorium untuk mengetahui sifat tanah seperti tekstur, bobot isi, dan kadar bahan organik tanah. Pengamatan laju infiltrasi tanah pada lahan petak erosi dilakukan setelah musim tanam kedua. Persiapan Lahan Persiapan lahan yang dilakukan terdiri dari penanaman, pembersihan bak penampung aliran permukaan dan erosi, pemasangan ombrometer dan pengukuran panjang dan lebar bak penampung dan petak tanaman. Penanaman dilakukan pada dua musim tanam, musim pertama pada 21 November 2014 dan musim kedua pada 1 Maret 2015. Komoditas yang ditanam pada dua musim adalah kacang tanah sebagai tanaman utama dan jagung sebagai tanaman sela. Setiap petak erosi terdiri dari lima bedengan dengan tiap bedengan terdapat 6 baris dan 8 kolom tanaman kacang tanah, dengan jarak 25 x 25 cm. Jagung ditanam satu baris pada setiap antar bedengan dan pada baris tersebut terdapat 6 tanaman dengan jarak tanam 40 cm. Pembersihan bak penampung aliran permukaan dan erosi dilakukan satu minggu sebelum pengambilan sampel pertama, yaitu pada 14 Januari 2015. Pembersihan bak dilakukan agar bak penampung dalam keadaan kosong, sehingga sampel air dan sedimen yang akan diambil tidak tercampur dengan air dan sedimen yang telah tertampung sebelumnya. Pemasangan ombrometer dilakukan satu minggu sebelum memulai pengambilan sampel pertama, yaitu pada 14 Januari 2015. Ombrometer di pasang diantara petak erosi. Pengukuran panjang dan lebar bak penampung digunakan sebagai data dasar untuk pengukuran volume aliran permukaan yang tertampung dalam bak.
4 Pengukuran panjang dan lebar petak digunakan sebagai data dasar untuk pengukuran aliran permukaan dan erosi. Pengamatan Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan pada dua musim tanam, pada tanggal 21 Januari - 25 April 2015 yaitu pada umur tanaman 10-78 hari. Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan apabila pada hari sebelumnya terjadi hujan. Pengukuran aliran permukaan dan erosi yang tertampung dalam bak dilakukan untuk masing-masing petak. Pengukuran tersebut dilakukan tiga tahap. Tahap pertama yaitu mengukur tinggi air untuk mengetahui volume aliran permukaan yang terdapat pada bak penampung. Tahap kedua yaitu mengambil sampel air dan sedimen dengan cara mengaduk air yang terdapat pada bak penampung agar air menjadi homogen dan memiliki konsentrasi sedimen yang sama. Selanjutnya sampel air diambil sebanyak 600 ml dan dimasukkan ke dalam botol. Bak kemudian dibersihkan untuk menampung aliran permukaan dan erosi pada hari berikutnya. Tahap ketiga yaitu mengukur konsentrasi sedimen dalam air. Sampel air diendapkan selama 2 hari kemudian disaring untuk memisahkan air dan sedimen dengan menggunakan kertas saring yang telah di oven selama 24 jam dan diketahui beratnya. Tanah yang telah disaring selanjutnya di oven selama 24 jam pada suhu 1060C, yang selanjutnya di timbang untuk mengetahui berat keringnya. Aliran permukaan dihitung dengan persamaan berikut:
keterangan: hap : Aliran permukaan (mm) hb : Tinggi air yang tertampung dalam bak (mm) Ab : Luas bak (mm2) Ap : Luas petak (mm2) Koefisien aliran permukaan dihitung dengan persamaan berikut:
keterangan: C : Koefisien aliran permukaan hap : Aliran permukaan (mm) hch : Curah hujan (mm) Erosi dihitung dengan persamaan berikut:
5
keterangan: E : Erosi (g/m2) Cap : Konsentrasi sedimen (g/L) Vap : Volume aliran permukaan (L) Ap : Luas petak (m2) Pengukuran Curah Hujan Pengukuran curah hujan dilakukan pada dua musim tanam dengan menggunakan ombrometer yang dipasang dan diletakkan diantara petak erosi. Pengukuran dilakukan satu hari setelah terjadi hujan. Pengukuran curah hujan dimaksudkan untuk mengetahui besarnya curah hujan yang digunakan sebagai parameter besarnya aliran permukaan dan erosi. Curah hujan diklasifikasikan ke dalam 5 kelas, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Curah hujan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
keterangan: R : Curah hujan (mm) Vo : Volume hujan yang tertampung dalam ombrometer (mm3) Ac : Luas corong ombrometer (mm2) Tabel 1 Klasifikasi curah hujan berdasar intensitas curah hujana
a
Keadaan curah hujan
Intensitas curah hujan (mm) 1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan normal Hujan lebat Hujan sangat lebat
<1 1-5 5-10 10-20 >20
<5 5-20 20-50 50-100 >100
Sumber: Mori et al. (1978).
Pengukuran Kerapatan Tanaman Pengukuran kerapatan tanaman dilakukan pada dua musim tanam. Pengukuran dilakukan setiap pengambilan sampel dengan cara pengambilan foto dengan menggunakan kamera. Pengambilan foto kerapatan tanaman dilakukan pada tiga titik yang mewakili satu petak erosi. Berdasarkan Howard (1991), pengukuran persentase kerapatan tanaman terhadap tanah dapat dihitung dengan menggunakan metode grid (Gambar 2) dengan persamaan: ∑ ∑
6 Keterangan: K : Kerapatan tanaman (%) ∑Ak : Jumlah kotak tanaman ∑At : Jumlah total kotak
Gambar 2 Perhitungan tutupan tajuk dengan metode grid Contoh perhitungan:
∑ ∑
x 100%
= 16 x 100% 24 = 66.7 % Pengamatan Sifat-sifat Tanah Pengamatan sifat-sifat tanah yang meliputi kadar bahan organik tanah, tekstur, dan bobot isi dilakukan setelah pemanenan pertama, yaitu antara musim tanam pertama dan musim tanam kedua. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tiga titik pada setiap petak dengan kedalaman 0-20 cm. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan menggunakan contoh tanah terganggu untuk penetapan tekstur dan kadar bahan organik tanah dan tanah agregat untuk penetapan bobot isi. Kadar bahan organik tanah diklasifikasikan ke dalam 5 kelas, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Metode analisis disajikan pada Tabel 2.
No 1 2 3
Tabel 2 Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah Metode analisis Analisis tanah Tekstur Pipet Bobot isi Clod Walkley and Black C-Organik Tabel 3 Kriteria kandungan bahan organik tanaha
a
Kandungan bahan organik tanah (%)
Kriteria
<1 1-2 2-3 3-5 >5
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Sumber: Sulaeman et al. (2005).
7 Pengukuran Infiltrasi Pengukuran infiltrasi dilakukan setelah musim tanam kedua yaitu pada tanggal 4-22 Agustus 2015. Pengukuran dilakukan di tiga bagian petak erosi, yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Metode yang digunakan dalam pengukuran adalah double ring infiltrometer dengan masing-masing ring berdiameter 10.5 cm dan 28.5 cm. Pengukuran dilakukan sampai laju infiltrasi mencapai konstan (lebih kurang selama 2 jam). Permukaan tanah terlebih dahulu dibersihkan sebelum double ring dipasang. Double ring dipasang dengan kedalaman 3-5 cm sampai posisi ring stabil. Penggaris diletakkan vertikal di dalam ring tegak lurus permukaan tanah. Air dimasukkan ke dalam dua buah ring tersebut hingga mencapai ketinggian yang sama, kemudian dilakukan pencatatan penurunan muka air pada selang waktu tertentu. Hal tersebut dilakukan sampai laju infiltrasi mencapai konstan. Infiltrasi diklasifikasikan ke dalam 7 kelas, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Infiltrasi dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
keterangan: ft : Laju infiltrasi (cm/jam) ∆h : Tinggi penurunan air (cm) ∆t : Waktu (jam) Tabel 4 Klasifikasi laju infiltrasi tanaha
a
Kelas
Laju infiltrasi konstan (mm/jam)
Sangat lambat Lambat Sedang - lambat Sedang Sedang - cepat Cepat Sangat cepat
<1 1-5 5-20 20-65 65-125 125-250 >250
Sumber: Kohnke (1968).
Analisis Data Data yang diperoleh dari pengukuran lapang dan analisis laboratorium diolah dengan menggunakan Microsoft office Excel 2007. Analisis diawali dengan hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk. Selanjutnya hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan di analisis secara deskriptif. Hubungan tutupan tajuk maupun curah hujan terhadap aliran permukaan dan erosi dianalisis dengan regresi dan korelasi. Model yang dipilih merupakan model dengan koefisien determinasi (R2) terbesar. Hubungan sifat tanah (sebelum pengukuran aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua) dengan erosi dan aliran permukaan yang terjadi pada musim tanam kedua dianalisis secara deskriptif. Sifat tanah yang dianalisis adalah kadar bahan organik tanah, bobot isi dan tekstur. Hubungan infiltrasi (setelah
8 pengukuran aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua) dengan aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada musim tanam kedua dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Umur Tanaman dengan Tutupan Tajuk
Tutupan tajuk (%)
Terdapat hubungan yang erat antara umur tanaman dengan tutupan tajuk (Gambar 3). Tutupan tajuk meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang besar yaitu 0.94, 0.95, dan 0.95, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Selama tiga bulan pengamatan, tutupan tajuk terendah pada petak 1, 2, dan 3 terjadi pada saat tanaman berumur 10 hari, yaitu 4.95, 4.78, dan 2.6%. Tanaman pada ketiga petak mencapai tutupan tajuk maksimal pada umur 69 hari yaitu berturut-turut sebesar 97.88, 97.88, dan 97.18%. Tutupan tajuk kemudian mengalami sedikit penurunan hingga umur 78 hari. Penurunan tutupan tajuk disebabkan oleh batang dan daun tanaman yang mulai mati sehingga mengakibatkan ada bagian tanah yang tidak tertutup oleh tajuk tanaman. Kematian pada batang dan daun dapat diakibatkan oleh umur tanaman dan hama ulat. y = 1.39x - 1.07 R² = 0.94 y = 1.44x - 4.65 R² = 0.95 y = 1.42x - 3.36 R² = 0.95
120 90 60 30 0 0
10
20
30
40 50 60 Umur (hari) Petak 1 Petak 2
70
80
90
Petak 3
Gambar 3 Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk Tanaman yang berperan sebagai tutupan tajuk adalah kacang tanah dan jagung. Berdasarkan perbandingan luas tanaman kacang tanah dan jagung terhadap luas total petak, maka dapat diketahui bahwa 87.5% bagian dari petak tertutupi kacang tanah dan 12.5% bagian dari petak tertutupi jagung. Kacang tanah pada umur 10 hari pada ketiga petak memberikan sumbangan tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 4.33, 4.18, dan 2.28%. Saat mencapai tutupan maksimal pada umur 69 hari, kacang tanah pada ketiga petak memberikan sumbangan tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 85.65, 85.65, dan 85.03%. Berdasarkan penelitian Mawardi (2011), tutupan tajuk kacang tanah pada umur 10 hari sebesar 10% dan mencapai tutupan tajuk maksimal pada umur 76 hari yaitu sebesar 85%. Perbedaan tutupan tajuk tersebut dapat diakibatkan oleh jarak tanam yang berbeda, namun dalam penelitian Mawardi (2011) tersebut tidak disebutkan jarak tanam yang digunakan.
9 Jagung pada umur 10 hari pada ketiga petak memberikan sumbangan tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 0.62, 0.60, dan 0.33%. Saat mencapai tutupan maksimal pada umur 69 hari, jagung pada ketiga petak memberikan sumbangan tutupan terhadap lahan berturut-turut sebesar 12.24, 12.24, dan 12.15%. Hubungan Tutupan Tajuk dengan Koefisien Aliran Permukaan
120 100 80 60 40 20 0
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1
Tutupan tajuk Koefisien aliran permukaan
0
10
20
30
40
Petak 1
50
60
Umur (Hari) Petak 2
70
80
Koefisien aliran permukaan (C)
Tutupan tajuk (%)
Koefisien aliran permukaan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan besarnya air limpasan permukaan terhadap besarnya curah hujan. Nilai koefisien aliran permukaan berkisar dari 0 sampai 1. Angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi, sedangkan angka 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Di lapangan, angka koefisien aliran permukaan biasanya lebih dari 0 dan lebih kecil dari 1 (Asdak 1995). Nilai koefisien aliran permukaan pada setiap kejadian hujan selama tiga bulan pengamatan pada petak 1, 2, dan 3 berada diantara 0.002-0.244. Koefisien aliran permukaan rata-rata pada masing-masing petak adalah 0.061, 0.057, dan 0.066. Berdasarkan klasifikasi koefisien aliran permukaan Metode Cook (Meijerink 1970), nilai koefisien aliran permukaan pada setiap kejadian hujan selama tiga bulan pengamatan pada ketiga petak berada pada kelas rendah yaitu 00.25.
Petak 3
Koefisien aliran permukaan (C)
Gambar 4 Hubungan umur tanaman dengan tutupan tajuk dan koefisien aliran permukaan y = 0.0002x + 0.05 R² = 0.04 y = 0.0004x + 0.03 R² = 0.15 y = 0.0005x + 0.04 R² = 0.13
0,30 0,24 0,18 0,12 0,06 0,00
0
20
40
60
80
100
Tutupan tajuk (%) Petak 1
Petak 2
Petak 3
Gambar 5 Hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan
10
Tutupan tajuk dan koefisien aliran permukaan pada setiap kejadian hujan selama periode 26 hari hujan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan tutupan tajuk semakin hari semakin meningkat dan maksimal tercapai pada umur 69 hari, namun setelah itu terjadi sedikit penurunan. Akan tetapi peningkatan tutupan tajuk tersebut tidak diikuti oleh penurunan koefisien aliran permukaan. Hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan tidak berkorelasi dengan baik pada setiap kejadian hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 5 di mana hubungan tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan memiliki nilai koefisien determinasi sangat rendah yaitu 0.04, 0.15, dan 0.13. Rendahnya hubungan antara tutupan tajuk dengan koefisien aliran permukaan dikarenakan pengamatan dilakukan pada curah hujan yang berbeda, sehingga koefisien aliran permukaan tidak hanya dipengaruhi oleh tutupan tajuk. Curah hujan yang dicatat selama penelitian sebanyak 26 kejadian hujan. Curah hujan yang terjadi sangat beragam yaitu antara 2.14-96.75 mm/hari dengan total curah hujan 585.7 mm. Menurut Mori et al. (1978), kategori curah hujan yang terjadi dalam 24 jam, dari 26 kejadian hujan, 3 kejadian berada dalam kategori hujan sangat ringan (< 5 mm/hari), 12 kejadian berada dalam kategori hujan ringan (5-20 mm/hari), 10 kejadian berada dalam kategori hujan normal (20-50 mm/hari), dan 1 kejadian berada dalam kategori hujan lebat (50-100 mm/hari). Hubungan Tutupan Tajuk dengan Aliran Permukaan dan Erosi Hubungan Tutupan Tajuk dengan Aliran Permukaan Aliran permukaan adalah bagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi (Arsyad 2010). Hubungan antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan tidak berkorelasi dengan baik pada setiap kejadian hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 6a di mana hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan memiliki nilai koefisien determinasi sangat rendah yaitu 0.29, 0.12, dan 0.15, masingmasing pada petak 1, 2, dan 3. Hubungan yang rendah antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan dikarenakan adanya variasi hujan. Hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan dapat diperjelas dengan cara mengelompokkan hujan ke dalam kelas yang sama, sehingga variasi hujan berkurang (Gambar 6b, 6c, dan 6d). Setelah hujan dikelompokkan, hubungan antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan tetap rendah. Berdasarkan Gambar 6b, 6c, dan 6d, dapat dilihat bahwa semakin besar curah hujan maka semakin besar pula aliran permukaan. Hal tersebut menunjukkan hubungan curah hujan dengan aliran permukaan lebih erat dibandingkan dengan hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan. Jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu air intersepsi, air infiltrasi, dan aliran permukaan. Aliran permukaan yang terjadi tergantung dari jumlah air hujan yang terintersepsi dan terinfiltrasi. Hubungan yang rendah antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan dikarenakan jumlah air yang terintersepsi dan terinfiltrasi bervariasi menurut tutupan tajuk dan curah hujan.
y = -0.001x2 + 0.126x + 0.24 R² = 0.29 y = -0.0005x2 + 0.049x + 0.92 R² = 0.12 y = -0.0007x2 + 0.07x + 0.81 R² = 0.15
12 10 8 6 4 2 0 0
20 40 60 80 100 Tutupan tajuk (%) Petak 1 Petak 2 Petak 3
Aliran Permukaan (mm)
Aliran permukaan (mm)
11
8 6 4 2 0 0
20
40
6 4 2 0 0
20
40
60
80
100
Tutupan tajuk (%) Petak 1
Petak 2
c
80
100
b y = -0.02x + 1.93 R² = 0.40 y = -0.002x + 1.40 R² = 0.05 y = -0.006x + 1.75 R² = 0.59
Petak 3
Aliran permukaan (mm)
Aliran permukaan (mm)
20-40 mm
60
Tutupan tajuk (%) Petak 1 Petak 2 Petak 3
a 8
y = 0.004x + 0.23 R² = 0.10 y = 0.004x + 0.21 R² = 0.10 y = 0.005x + 0.23 R² = 0.12
0-20 mm
8
y = 0.03x + 3.59 R² = 0.35 y = 0.007x + 2.96 R² = 0.01 y = 0.10x - 0.40 R² = 0.95
40-60 mm
6 4 2 0 0
20
40
60
80
100
Tutupan tajuk (%) Petak 1
Petak 2
Petak 3
d
Gambar 6 Hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian hujan; (b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas hujan 40-60 mm Arsyad (2010) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang kecil dalam jumlah air hujan yang diintersepsi antara hujan lebat dan hujan ringan yang jatuh dalam waktu yang sama panjangnya. Akan tetapi persentase air hujan yang diintersepsi berkurang dengan semakin besarnya curah hujan. Dari curah hujan sebesar 6.25 mm yang jatuh di atas suatu vegetasi, mungkin sebanyak 5 mm atau 80% air hujan yang diintersepsi dan tidak pernah mencapai tanah, sedangkan suatu hujan sebesar 25 mm mungkin terintersepsi sebanyak 7.5 mm atau 30% air hujan. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa selain dipengaruhi oleh tutupan tajuk, intersepsi juga dipengaruhi oleh curah hujan dan intensitas hujan. Apabila tutupan tajuk rendah maka evaporasi menjadi lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tanah menjadi lebih cepat kering karena tidak terdapat tanaman yang menjaga kelembaban tanah. Apabila terjadi hujan pada saat keadaaan tanah yang kering karena tutupan tajuk yang rendah, maka laju infiltrasi menjadi lebih besar. Arsyad (2010) menyatakan bahwa laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air tanah yang rendah. Hubungan Tutupan Tajuk dengan Erosi Erosi yang terjadi dalam 26 kejadian hujan pada petak 1, 2, dan 3, 95% berada diantara 0-10 g/m2/hari atau setara dengan 0-0.1 ton/ha/hari. Jumlah erosi yang terjadi selama tiga bulan pengamatan pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut
12 yaitu 0.73, 0.69, dan 0.51 ton/ha, yaitu erosi sangat ringan. Seperti yang dinyatakan oleh Departemen Kehutanan (1998), kehilangan tanah kurang dari 15 ton/ha/tahun merupakan bahaya erosi pada tingkat satu, yaitu erosi sangat ringan.
Erosi (ton/ha)
0,28 0,21 0,14 0,07
0-20 mm
0,25
Erosi (ton/ha)
y = -0.002x2 + 0.18x + 2.35 R² = 0.17 y = -0.003x2 + 0.30x - 0.09 R² = 0.32 y = -0.001x2 + 0.10x + 1.52 R² = 0.33
0,35
0,20 0,15 0,10 0,05 0,00
0,00 0
20 40 60 80 Tutupan tajuk (%) Petak 1
Petak 2
0
100
Petak 3
a
0,10 0,05 0,00 0
20 40 60 80 100 Tutupan tajuk (%) Petak 1 Petak 2 Petak 3
c
Petak 2
40-60 mm
0,25
Erosi (ton/ha)
0,15
40 60 80 100 Tutupan tajuk (%) Petak 3
b R² = 0.0001 y = -0.0004x + 0.06 R² = 0.1735 y = -0.02x + 3.41 R² = 0.29
0,20
20
Petak 1
20-40 mm y = -0.0008x + 2.39
0,25
Erosi (ton/ha)
y = -0.01x + 1.25 R² = 0.26 y = -0.003x + 0.41 R² = 0.16 y = -0.01x + 1.71 R² = 0.26
0,20 0,15 0,10
y = 0.05x + 4.31 R² = 0.15 y = -0.32x + 26.61 R² = 0.26 y = 0.16x + 0.16 R² = 0.92
0,05 0,00 0
20 40 60 80 100 Tutupan tajuk (%) Petak 1 Petak 2 Petak 3
d
Gambar 7 Hubungan tutupan tajuk dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan; (b) kelas hujan 0-20 mm; (c) kelas hujan 20-40 mm; (d) kelas hujan 40-60 mm Hubungan antara tutupan tajuk dengan erosi tidak berkorelasi dengan baik pada setiap kejadian hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 7a di mana hubungan tutupan tajuk dengan erosi memiliki nilai koefisien determinasi sangat rendah yaitu 0.17, 0.32, dan 0.33, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Hubungan yang rendah antara tutupan tajuk dengan erosi dikarenakan pengamatan dilakukan pada curah hujan yang berbeda, sehingga erosi tidak hanya dipengaruhi oleh tutupan tajuk. Hubungan tutupan tajuk dengan erosi diperjelas dengan cara mengelompokkan hujan ke dalam kelas yang sama, sehingga variasi hujan berkurang (Gambar 7b, 7c, dan 7d). Setelah hujan dikelompokkan, hubungan antara tutupan tajuk dengan erosi tetap rendah. Berdasarkan Gambar 7b, 7c, dan 7d, dapat dilihat bahwa semakin besar curah hujan maka semakin besar pula erosi. Hal tersebut menunjukkan hubungan curah hujan dengan erosi lebih erat dibandingkan dengan hubungan tutupan tajuk dengan erosi. Berdasarkan nilai koefisien determinasi yang terdapat pada Gambar 6a dan 7a dapat diketahui bahwa hubungan tutupan tajuk dengan erosi lebih erat dibandingkan dengan hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan. Seperti yang dinyatakan oleh Arsyad (2010), pengaruh tumbuhan terhadap laju aliran permukaan lebih besar dari pada pengaruhnya terhadap pengurangan jumlah aliran
13 permukaan. Dengan demikian tumbuhan mengurangi daya hancur dan daya angkut air terhadap partikel-partikel tanah. Hubungan Curah Hujan dengan Aliran Permukaan dan Erosi
y = 0.08x - 0.39 R² = 0.76 y = 0.06x - 0.16 R² = 0.90 y = 0.07x - 0.16 R² = 0.86
10 8 6 4 2 0 0
20 40 60 80 100 Curah hujan (mm) Petak 1 Petak 2 Petak 3
Aliran permukaan (mm)
Aliran permukaan (mm)
Hubungan Curah Hujan dengan Aliran Permukaan Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu, besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m3 persatuan luas, atau secara umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm. 0-20%
10 8 6 4 2 0 0
20 40 60 80 100 Curah hujan (mm) Petak 1 Petak 2 Petak 3
b y = 0.09x - 0.94 R² = 0.97 y = 0.07x - 0.68 R² = 0.98 y = 0.08x - 0.81 R² = 0.96
8 6 4 2 0
0
20 40 60 80 100 Curah hujan (mm)
Petak 1
Petak 2
Petak 3
c
Aliran permukaan (mm)
Aliran permukaan (mm)
a 20-40%
10
y = 0.03x - 0.01 R² = 0.83 y = 0.03x - 0.01 R² = 0.69 y = 0.05x - 0.13 R² = 0.99
80-100%
10 8 6 4
y = 0.08x - 0.05 R² = 0.80 y = 0.07x + 0.01 R² = 0.79 y = 0.08x + 0.06 R² = 0.83
2 0 0
20
40 60 80 100 Curah hujan (mm) Petak 1 Petak 2 Petak 3
d
Gambar 8 Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan pada (a) 26 kejadian hujan; (b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan tajuk 80-100% Gambar 8a menunjukkan hubungan yang erat antara curah hujan dengan aliran permukaan. Aliran permukaan meningkat seiring dengan peningkatan curah hujan. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang besar yaitu 0.76, 0.90, dan 0.86, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Gambar 8a menunjukkan hubungan curah hujan dengan aliran permukaan paling rendah pada petak 1 dengan nilai koefisien determinasi 0.76. Hal tersebut karena hubungan tutupan tajuk dengan aliran permukaan paling erat pada petak 1 dengan nilai koefisien determinasi 0.29 (Gambar 6a). Peran tutupan tajuk pada petak 1 menyebabkan dampak aliran permukaan yang ditimbulkan oleh curah hujan rendah. Vegetasi mengurangi jumlah air yang sampai ke tanah melalui fungsinya sebagai intersepsi air hujan.
14 Berdasarkan persamaan pada Gambar 8a, nilai curah hujan minimal yang dapat menimbulkan aliran permukaan pada petak 1, 2, dan 3 adalah 4.69, 2.43, dan 2.25 mm. Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan semakin nyata jika dikelompokkan ke dalam kelas tajuk yang sama (Gambar 8b, 8c, dan 8d). Gambar 8b, 8c, dan 8d menunjukkan hubungan yang erat antara curah hujan dengan aliran permukaan, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang tinggi pada ketiga gambar tersebut. Hubungan Curah Hujan dengan Erosi Gambar 9a menunjukkan hubungan yang cukup erat antara curah hujan dengan erosi. Erosi meningkat seiring dengan peningkatan curah hujan, sesuai dengan hasil penelitian Widyawardhani (2001) yaitu semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi pula erosi yang terjadi. Eratnya hubungan antara curah hujan dengan erosi, ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang cukup besar seperti pada Gambar 9a yaitu 0.67, 0.37, dan 0.45, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan hubungan curah hujan dengan erosi paling erat pada petak 1. Hal tersebut karena hubungan tutupan tajuk dengan erosi paling rendah pada petak 1 dengan nilai koefisien determinasi 0.17 (Gambar 7a).
Erosi (ton/ha)
0,30 0,20 0,10
0,30 0,20 0,10 0,00
0,00
0
0
20 40 60 80 100 Curah Hujan (mm) Petak 1 Petak 2 Petak 3
a
0,20 0,10
80-100%
0,40 Erosi (ton/ha)
0,30
20 40 60 80 100 Curah hujan (mm) Petak 1 Petak 2 Petak 3
b y = 0.13x - 0.91 R² = 0.78 y = 0.29x - 1.29 R² = 0.99 y = 0.10x + 0.32 R² = 0.92
20-40%
0,40 Erosi ton/ha)
y = 0.31x - 4.29 R² = 0.86 y = 0.07x - 0.49 R² = 0.93 y = 0.03x + 1.32 R² = 0.47
0-20%
0,40 Erosi (ton/ha)
y = 0.002x - 0.02 R² = 0.67 y = 0.001x - 0.006 R² = 0.37 y = 0.0007x + 0.003 R² = 0.45
0,40
0,30 0,20 0,10
y = 0.0004x - 0.0004 R² = 0.80 y = 0.0003x - 0.0008 R² = 0.74 y = 0.0002x + 0.001 R² = 0.21
0,00
0,00 0
20 40 60 80 100 Curah hujan (mm) Petak 1 Petak 2 Petak 3
c
0
20 40 60 80 100
Curah hujan (mm) Petak 1 petak 2 Petak 3
d
Gambar 9 Hubungan curah hujan dengan erosi pada (a) 26 kejadian hujan; (b) tutupan tajuk 0-20%; (c) tutupan tajuk 20-40%; (d) tutupan tajuk 80-100% Berdasarkan persamaan pada Gambar 9a, nilai curah hujan minimal yang dapat menimbulkan erosi pada petak 1, 2, dan 3 adalah 10.20, 3.92, dan 4.58 mm. Hubungan curah hujan dengan erosi semakin nyata jika dikelompokkan ke dalam
15 kelas tajuk yang sama (Gambar 9b, 9c, dan 9d). Gambar 9b, 9c, dan 9d menunjukkan hubungan curah hujan dengan erosi cukup tinggi dengan koefisien determinasi yang tinggi. Gambar 8a dan 9a menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dengan aliran permukaan lebih besar dibandingkan dengan hubungan curah hujan dengan erosi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Widyawardhani (2001) yaitu nilai koefisien determinasi pada hubungan antara curah hujan dengan aliran permukaan adalah 0.94 dan nilai koefisien determinasi pada hubungan antara curah hujan dengan erosi adalah 0.85. Nilai koefisien determinasi yang lebih rendah pada hubungan antara curah hujan dengan erosi dikarenakan peran tutupan tajuk dalam pengurangan erosi lebih besar dibandingkan dengan peran tutupan tajuk dalam pengurangan aliran permukaan. Vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap erosi tanah. Bahan organik berupa daun dan ranting yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh (Arsyad 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa vegetasi memiliki peran penting dalam menekan erosi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan tanah dengan komoditas tanaman. Salah satu cara penanaman adalah tumpang sari dengan menggunakan tanaman kacang tanah sebagai tanaman utama dan jagung sebagai tanaman sela.
Erosi (ton/ha)
Hubungan Aliran Permukaan dengan Erosi Aliran permukaan adalah bagian dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Besarnya erosi berkaitan dengan banyaknya aliran permukaan, maka dengan meningkatnya aliran permukaan, erosi juga meningkat (Arsyad 2010). E= 0.03AP - 0.01 R² = 0.76 E = 0.02AP - 0.003 R² = 0.44 E = 0.01AP+ 0.004 R² = 0.58
0,35 0,28 0,21 0,14 0,07 0,00 0
2
4 6 Aliran Permukaan (mm) Petak 1
Petak 2
8
10
Petak 3
Keterangan: E = Erosi; AP = Aliran permukaan
Gambar 10 Hubungan aliran permukaan dengan erosi Gambar 10 menunjukkan hubungan yang cukup erat antara aliran permukaan dengan erosi. Erosi meningkat seiring dengan peningkatan aliran permukaan. Eratnya hubungan antara aliran permukaan dengan erosi, ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi yang cukup besar pada Gambar 10 yaitu 0.76, 0.44, dan 0.58, masing-masing pada petak 1, 2, dan 3. Hal tersebut disebabkan oleh semakin besarnya volume aliran permukaan maka semakin besar pula daya hancur dan daya angkutnya terhadap erosi tanah. Begitu pula sebaliknya, semakin
16 kecil aliran permukaan maka erosi yang terjadi semakin kecil pula. Seperti yang dinyatakan oleh Ispriyanto et al. (2001), kecilnya aliran permukaan menyebabkan kecilnya erosi yang terjadi, karena aliran permukaan merupakan media yang sangat penting sebagai pembawa masa tanah yang tererosi. Berdasarkan persamaan pada Gambar 10, didapatkan nilai aliran permukaan minimal yang dapat menimbulkan erosi pada petak 1, 2, dan 3 adalah 0.39, 0.14, dan 0.39 mm. Hubungan Sifat Tanah dengan Aliran Permukaan dan Erosi Bahan Organik Tanah Analisis kadar bahan organik tanah dilakukan pada kedalaman 0-20 cm, sebelum pengamatan aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua. Kadar bahan organik tanah pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 3.84, 3.84, dan 3.76% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan Sulaeman et al. (2005) mengenai kriteria kadar bahan organik tanah, ketiga petak tersebut memiliki kadar bahan organik tanah pada kriteria tinggi (2-4%). Kadar bahan organik tanah yang tinggi dikarenakan tanah pada ketiga petak tersebut telah ditanami kacang tanah selama tiga tahun berturut-turut. Pada setiap persiapan tanam, tanah selalu diberikan pupuk, baik itu pupuk kandang maupun pupuk kimia. Selain itu setelah pemanenan, sisa tanaman dikembalikan ke tanah sehingga tanah memiliki bahan organik tanah dengan kadar yang tinggi. Tabel 5 Kadar bahan organik tanah, aliran permukaan, dan erosi Petak 1 2 3
Bahan organik tanah (%)a 3.84 3.84 3.76
Curah hujan (mm)b 440.52 440.52 440.52
Aliran permukaan (mm)b 33.89 24.72 28.51
Erosi (ton/ha)b 0.69 0.67 0.43
Erosi (ton/ha)c 4.14 4.02 2.58
a
Kadar bahan organik tanah pada kedalaman 0-20 cm.; bJumlah curah hujan, aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua.; cErosi yang terjadi selama satu tahun.
Jumlah aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada musim tanam kedua, yaitu selama dua bulan pengamatan berada pada kategori rendah (Tabel 5). Apabila total erosi yang terjadi selama dua bulan tersebut diasumsikan terjadi selama satu tahun, maka dalam satu tahun erosi yang terjadi pada petak 1, 2, dan 3 diprediksi sebesar 4.14, 4.02, dan 2.58 ton/ha. Klasifikasi tingkat bahaya erosi berdasarkan Departemen Kehutanan (1998), kehilangan tanah kurang dari 15 ton/ha/tahun merupakan bahaya erosi pada tingkat satu, yaitu erosi sangat ringan. Kadar bahan organik tanah yang tinggi menyebabkan aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada musim tanam kedua rendah. Pengaruh bahan organik tanah terhadap aliran permukaan terutama berupa perlambatan kecepatan aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah (Arsyad 2010). Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah (Tolaka et al. 2013), sehingga dapat meningkatkan infiltrasi tanah.
17 Tekstur Tanah Analisis tekstur tanah dilakukan pada kedalaman 0-20 cm, sebelum pengamatan aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua. Berdasarkan hasil analisis, tekstur pada petak 1, 2, dan 3 memiliki kelas tekstur klei dengan komposisi pasir, klei dan debu yang berbeda (Tabel 6). Persentase pasir pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 6.62, 8.55, dan 14.03%. Persentase klei pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 84.94, 86.06, dan 70.80%. Persentase debu pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 8.44, 5.39, dan 15.17%. Tabel 6 Tekstur tanah, aliran permukaan dan erosi Petak
Pasir (%)
Klei (%)
Debu (%)
Tekstura
1
6.62
84.94
8.44
Klei
2
8.55
86.06
5.39
Klei
3
14.03
70.80
15.17
Klei
Kategori
(mm)
Aliran permukaan (mm)b
Lebat Normal Ringan Lebat Normal Ringan Lebat Normal Ringan
96.75 39.11 10.00 96.75 39.11 10.00 96.75 39.11 10.00
8.55 3.13 0.49 6.44 2.18 0.43 7.09 2.57 0.49
Curah hujanb
Erosi (g/m2)b 29.48 4.85 0.80 6.33 8.34 0.37 4.37 4.44 1.13
a
Tekstur tanah pada kedalaman 0-20 cm.; bCurah hujan, aliran permukaan dan erosi rata-rata pada setiap kategori hujan pada musim tanam kedua.
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada kondisi hujan lebat yaitu 96.75 mm, petak 1 mengalami aliran permukaan dan erosi tertinggi yaitu 8.55 mm dan 29.48 g/m2. Hal tersebut dikarenakan petak 1 memiliki persentase pasir yang rendah yaitu 6.22%. Dengan kadar pasir paling rendah, memungkinkan petak 1 memiliki laju infiltrasi paling rendah sehingga aliran permukaan dan erosi paling tinggi. Pada kondisi hujan lebat, pasir memiliki peran besar terhadap infiltrasi tanah. Arsyad (2010) menyatakan tanah pasir mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi. Nilai erosi terendah pada saat hujan lebat terdapat pada petak 3 yaitu 4.37 g/m2. Meskipun tanah pada petak 3 memiliki kandungan debu yang tinggi, namun kandungan pasir yang tinggi pada petak 3 menyebabkan tingkat erosi yang rendah pada saat terjadi hujan lebat. Kandungan pasir yang tinggi pada petak 3 menyebabkan banyaknya air yang meresap ke dalam tanah sehingga berkurangnya aliran permukaan dan daya angkut air terhadap erosi tanah. Pada kondisi hujan ringan yaitu 10 mm, petak 3 mengalami aliran permukaan dan erosi tertinggi yaitu 0.49 mm dan 1.13 g/m2. Hal tersebut dikarenakan petak 3 memiliki persentase debu yang tinggi yaitu 15.17%. Pada saat hujan ringan, aliran permukaan yang terjadi rendah. Aliran permukaan yang rendah menyebabkan debu tererosi terlebih dahulu. Energi aliran permukaan yang ada belum cukup untuk mengangkut pasir dan klei, sehingga menyebabkan pasir dan klei masih bisa bertahan. Pasir bertahan melalui bobotnya dan klei bertahan melalui bobot dan ikatannya. Tenaga yang dibutuhkan aliran permukaan untuk mengangkut partikel tanah semakin besar seiring dengan bertambahnya ukuran partikel tanah (FAO 1965). Meyer dan Harmon (1984) menyatakan bahwa tanahtanah didominasi klei umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk dihancurkan.
18 Dalam peristiwa erosi, fraksi halus tanah akan terangkut lebih dahulu. Proses ini berhubungan dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya, kejadian tersebut disebut selektivitas erosi (Arsyad 2010). Namun klei yang saling berikatan membentuk agregat yang lebih besar akan sulit terangkut aliran permukaan. Bobot Isi Bobot isi menunjukkan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume total tanah (bahan padatan ditambah pori-pori) (Hillel 1997). Analisis bobot isi dilakukan pada kedalaman 0-20 cm, sebelum pengamatan aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua. Bobot isi pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 1.06, 0.89, dan 1.01 g/cm3, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Bobot isi pada ketiga petak tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adeline (2014) dan Presana (2014), bobot isi tanah Latosol Darmaga berada diantara 0.98-1.1 g/cm3. Bobot isi yang relatif rendah menyebabkan air mudah masuk ke dalam tanah sehingga jumlah air yang masuk lebih banyak dan memperkecil aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Tabel 7 Bobot isi tanah, aliran permukaan dan erosi Petak
Bobot isi (g/cm3)a
1
1.06
2
0.89
3
1.01
Curah hujanb Kategori
(mm)
Aliran permukaan (mm)b
Lebat Normal Ringan Lebat Normal Ringan Lebat Normal Ringan
96.75 39.11 10.00 96.75 39.11 10.00 96.75 39.11 10.00
8.55 3.13 0.49 6.44 2.18 0.43 7.09 2.57 0.49
Erosi (g/m2)b 29.48 4.85 0.80 6.33 8.34 0.37 4.37 4.44 1.13
a
Bobot isi pada kedalaman 0-20 cm.; bCurah hujan, aliran permukaan dan erosi rata-rata pada setiap kategori hujan pada musim tanam kedua.
Petak 2 memiliki nilai aliran permukaan terendah pada setiap kondisi curah hujan, yaitu pada kondisi curah hujan lebat, normal dan ringan. Hal tersebut dikarenakan petak 2 memiliki bobot isi terendah yaitu 0.89 g/cm3, sehingga lebih mudah meresapkan air ke dalam tanah dan menyebabkan aliran permukaan yang rendah Bobot isi pada petak 1, 2, dan 3 dipengaruhi oleh kadar bahan organik tanah yang tinggi. Santosa (2006) menyatakan bahan organik memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan dengan partikel mineral tanah, sehingga semakin besar kadar bahan organik tanah maka nilai berat isi tanah semakin kecil. Tanah dengan bahan organik yang tinggi akan memiliki bobot isi tanah yang relatif rendah.
19 Hubungan Aliran Permukaan dan Erosi dengan Laju Infiltrasi Konstan Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan air ke bawah dari permukaan tanah (Jury dan Horton 2004). Infiltrasi tanah meliputi infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi, dan kapasitas infiltrasi. Infiltrasi kumulatif adalah jumlah air yang meresap ke dalam tanah pada suatu periode infiltrasi. Laju infiltrasi adalah kecepatan air yang meresap ke dalam tanah dalam waktu tertentu, sedangkan kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah menampung air yang masuk ke dalam tanah dalam waktu tertentu (Haridjaja et al. 1991). Pengamatan laju infiltrasi konstan dilakukan setelah pengamatan aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua. Berdasarkan klasifikasi laju infiltrasi konstan tanah menurut Kohnke (1968), laju infiltrasi konstan pada petak 1, 2, dan 3 berada pada kelas cepat (12.5-25 cm/jam). Laju infiltrasi konstan ratarata pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 13, 18, dan 22 cm/jam seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Laju infiltrasi konstan, aliran permukaan dan erosi Petak
Kadar air tanah (%)
Laju infiltrasi konstan (cm/jam)a
Curah hujan (mm)b
Aliran permukaan (mm)b
Erosi (ton/ha)b
1 2 3
30.39 22.32 16.55
13 ± 7 18 ± 4 22 ± 2
440.52 440.52 440.52
33.89 24.72 28.51
0.69 0.67 0.43
a
Laju infiltrasi konstan selama 2 jam.; bJumlah curah hujan, aliran permukaan dan erosi pada musim tanam kedua.
Pengamatan infiltrasi pada petak 1, 2, dan 3 masing-masing dilakukan selama 2 jam dengan kondisi kadar air yang berbeda. Kadar air tanah rata-rata sebelum pengukuran infiltrasi pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 30.93, 22.32, dan 16.55%. Kadar air tanah yang tinggi pada petak 1 mengakibatkan pengaruh sedotan matriks berkurang dengan cepat, sehingga infiltrasi konstan tercapai dalam waktu 2 jam. Laju infiltrasi konstan pada petak 2 dan 3 dipengaruhi oleh kadar air profil tanah yang kering, dikarenakan sudah beberapa hari tidak terjadi hujan, seperti yang disajikan pada Lampiran 4. Kadar air awal tanah tidak memiliki pengaruh terhadap nilai laju infiltrasi konstan. Kadar air awal sebelum pengukuran infiltrasi berpengaruh terhadap waktu pencapaian laju infiltrasi konstan. Laju infiltrasi pada petak 2 dan 3 masih dipengaruhi oleh sedotan matriks, sehingga laju infiltrasi konstan belum tercapai dalam waktu 2 jam. Arsyad (2010) menyatakan infiltrasi ke dalam tanah yang pada mulanya dalam keadaan tanah tidak jenuh, terjadi di bawah pengaruh sedotan matriks dan gaya gravitasi. Jika infiltrasi terus terjadi, maka semakin banyak air infiltrasi yang masuk tanah dan lebih dalam profil tanah yang basah, maka sedotan matriks akan berkurang. Jika proses infiltrasi terus berjalan sehingga seluruh lapisan tanah menjadi basah, maka sedotan matriks menjadi dapat diabaikan, sehingga gerakan air ke bawah di dalam profil tanah hanya disebabkan oleh gaya gravitasi.
20 Jumlah curah hujan yang terjadi selama musim tanam kedua adalah 440.52 mm dengan jumlah aliran permukaan pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 33.89, 24.72, dan 28.51 mm dan jumlah erosi pada petak 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 0.69, 0.67, dan 0.43 ton/ha. Aliran permukaan dan erosi yang rendah pada ketiga petak tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai laju infiltrasi konstan, sehingga laju infiltrasi konstan berada pada kategori cepat. Laju infiltrasi konstan pada petak 1, 2, dan 3 yang berada pada kelas cepat dipengaruhi oleh sifat tanah yaitu kadar bahan organik tanah, bobot isi dan tekstur. Tanah pada ketiga petak tersebut telah ditanami kacang tanah selama tiga tahun berturut-turut. Pada setiap persiapan tanam, tanah selalu diberikan pupuk, baik itu pupuk kandang maupun pupuk kimia. Selain itu setelah pemanenan, sisa tanaman dikembalikan ke tanah sehingga tanah memiliki bahan organik tanah dengan kadar yang tinggi. Menurut Franzluebbers (2002), kandungan bahan organik tanah dapat menurunkan bobot isi dan meningkatkan laju infiltrasi tanah. Selain itu, Arsyad (2010) menyatakan bahwa pemupukan dengan pupuk organik dapat memperbesar kapasitas infiltrasi. Tanah pada petak 1, 2, dan 3 bertekstur klei. Klei meskipun berukuran halus namun karena mempunyai muatan, maka fraksi ini dapat membentuk ikatan. Meyer dan Harmon (1984) menyatakan bahwa tanahtanah bertekstur halus (didominasi klei) umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk dihancurkan, sehingga infiltrasi masih cukup besar.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Aliran permukaan dan erosi memiliki hubungan yang lebih erat dengan curah hujan dibandingkan dengan tutupan tajuk. Semakin besar curah hujan, maka semakin besar pula aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Hubungan antara tutupan tajuk dengan aliran permukaan dan erosi yang rendah dikarenakan penelitian dilakukan pada curah hujan yang berbeda, sehingga terdapat variasi hujan yang besar. Hasil analisis sifat-sifat tanah pada petak 1, 2, dan 3, menunjukkan kadar bahan organik tanah yang tinggi, tekstur klei, dan bobot isi yang sedang, sehingga menyebabkan kecilnya aliran permukaan dan erosi yang terjadi pada ketiga petak tersebut. Aliran permukaan dan erosi yang kecil, yang terjadi pada musim tanam kedua menyebabkan laju infiltrasi konstan setelah musim tanam kedua berada pada kelas cepat. Saran Vegetasi memiliki peran penting dalam mengurangi jumlah aliran permukaan dan erosi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan tanah dengan komoditas tanaman. Salah satu cara penanaman adalah tumpang sari dengan menggunakan tanaman kacang tanah sebagai tanaman utama dan jagung sebagai tanaman sela.
21
DAFTAR PUSTAKA Adeline F. 2014. Karakteristik fisik tanah dan distribusi kadar air pada berbagai penggunaan lahan di Latosol Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Baver LD, Gardner WH, Gardner WR. 1972. Soil Physics. London (GB) Sidney (AU) and Toronto (US): John Willey and Sons Inc. Dauwani KN. 2012. Analisis koefisien runoff untuk pengendalian direct runoff [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta. FAO. 1965. Soil erosion by water some measure for its control on cultivated lands. FAO Agric. Dev Paper No.81. FAO, Rome. Franzluebbers AJ. 2002. Soil Organic Matter Stratification Ratio as an Indicator of Soil Quality. Soil Till Res. Haridjaja O, Murtilaksono K, Rachman LM. 1991. Hidrologi Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hillel D. 1997. Pengantar Fisika Tanah. Sutanto RH, Purnomo RH, penerjemah. Indralaya (ID): Mitra Gama Widya. Terjemahan dari: Introduction to Soil Physics. Howard JA. 1991. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan Teori dan Aplikasi. Hartono, Dulbahri, Suharyadi, Danoedoro P, Jatmiko RH, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing of Forest Resources Theory and Application. Ispriyanto R, Arifjaya NM, Hendrayanto. 2001. Aliran permukaan dan erosi di areal tumpangsari tanaman Pinus Merkusii Jungh. Et de Vriese. J Manajemen Hutan Tropika. 7(1):37-47. Jury WA, Horton R. 2004. Soil Physics. New Jersey (US): John Willey and Sons Inc. Kohnke H, Bretrand AR. 1959. Soil Conservation. New York (US): McGraw-Hill Book Co Inc. Kohnke H. 1968. Soil Physic. New York (US): McGraw-Hill Book Co Inc. Mawardi. 2011. Peranan teras kredit sebagai pengendali laju erosi pada lahan bervegetasi kacang tanah. J Teknis. 6(3):105-113 Meijerink AMJ. 1970. Photo Interpretation in Hydrology A Geomorphological Approach. ITC. Delf. Meyer LD, Harmon WC. 1984. Suspectibility of Agricultural Soils to Interil Erosion. Soil Sci. Soc. Am. J. 8 :1.152-1.157. Mori K, Ishii H, Somatani A, Hatakeyama A. 1978. Hidrologi untuk Pengairan. Taulu L, penerjemah; Sosrodarsono S, Takeda K, editor. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Manual on Hydrology.
22 Presana HC. 2014. Dinamika penetrabilitas tanah pada berbagai penggunaan lahan di tanah Latosol, Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pudjiharta Ag, Sallata MK. 1985. Aliran Batang, Air Lolos dan Intersepsi Curah Hujan pada Tegakan Pinus merkusii di bawah hutan Tropik di Cikole, Lembang, Bandung Utara, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. Bulletin no.471 Santosa AZPB. 2006. Karakteristik lengas dan agihan pori tanah regosol yang diberi pupuk kandang dengan inkubasi yang berbeda. J Tanah dan Air. 7 (1) : 64-72. Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. Thompson LM. 1957. Soil and Soil Fertility. 2nd ed. McGraw-Hill Book Co Inc. Tolaka W, Wardah, Rahmawati. 2013. Sifat fisik tanah pada hutan primer, agroforestri dan kebun kakao di Subdas Wera Saluopa Desa Leboni Kecamatan Pamona Puselemba Kabupaten Poso. Warta Rimba. 1(1):4-6. Widyawardhani AI. 2001. Pengaruh berbagai penutupan lahan terhadap tingkat erosi dan aliran permukaan (studi kasus di RPH Tanggulun, BKPH Kalijati, KPH Purwakarta) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wischmeier WH, Smith DD. 1978. Predicting Rainfall Erosion losses. A guide to Conservation Planning. USDA.
23
LAMPIRAN Lampiran 1 Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 1 No.
Tanggal
Umur (hari)
Tutupan tajuk (%)
Curah hujan (mm)
Aliran permukaan (mm)
Koefisien run off (%)
Erosi (g/m2)
Erosi (ton/ha)
1
10 Maret
10
4.95
7.27
0.18
0.02
1.99
0.02
2
13 Maret
13
8.53
5.39
0.01
0.00
0.02
0.00
3
16 Maret
16
13.71
37.99
1.04
0.03
1.18
0.01
4
17 Maret
17
15.71
18.83
0.88
0.05
2.22
0.02
5
20 Maret
20
22.67
32.60
1.35
0.04
1.87
0.02
6
21 Maret
21
22.67
96.75
8.55
0.09
29.48
0.29
7
22 Maret
22
24.94
39.29
2.51
0.06
2.39
0.02
8
24 Maret
24
29.69
50.00
4.26
0.09
6.67
0.07
9
25 Maret
25
31.72
6.62
0.31
0.05
0.34
0.00
10
1 April
32
50.27
49.03
5.78
0.12
4.82
0.05
11
3 April
34
59.52
40.91
4.88
0.12
9.19
0.09
12
6 April
37
65.47
7.14
0.22
0.03
0.18
0.00
13
7 April
38
68.75
5.58
0.15
0.03
0.15
0.00
14
9 April
40
71.17
23.96
2.10
0.09
7.87
0.08
15
25 April
56
83.2
19.16
1.68
0.09
0.73
0.01
16
21Januari
61
85.43
2.73
0.27
0.10
0.11
0.00
17
23 Januari
63
87.64
2.14
0.23
0.11
0.06
0.00
18
25 Januari
65
89.31
6.95
0.24
0.03
0.10
0.00
19
26 Januari
66
92.04
15.71
1.30
0.08
0.82
0.01
20
29 Januari
69
97.88
4.68
0.67
0.14
0.36
0.00
21
30 Januari
70
97.39
6.23
0.34
0.05
0.07
0.00
22
31 Januari
71
96.90
9.94
0.83
0.08
0.87
0.01
23
2 Februari
73
96.42
46.10
0.36
0.01
0.27
0.00
24
3 Februari
74
95.94
20.78
0.38
0.02
0.20
0.00
25 26
6 Februari 7 Februari
77 78
95.46 94.03
9.48 20.45
0.31 0.36
0.03 0.02
0.12 0.56
0.00 0.01
24 Lampiran 2 Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 2 No.
Tanggal
Umur (hari)
Tutupan tajuk (%)
Curah hujan (mm)
Aliran permukaan (mm)
Koefisien run off
Erosi (g/m2)
Erosi (ton/ha)
1
10 Maret
10
4.78
7.27
0.02
0.00
0.26
0.00
2
13 Maret
13
7.38
5.39
0.06
0.01
0.01
0.00
3
16 Maret
16
14.03
37.99
0.92
0.02
0.86
0.01
4
17 Maret
17
15.62
18.83
0.97
0.05
0.74
0.01
5
20 Maret
20
17.86
32.60
1.18
0.04
2.34
0.02
6
21 Maret
21
19.44
96.75
6.44
0.07
6.33
0.06
7
22 Maret
22
21.38
39.29
2.00
0.05
10.83
0.11
8
24 Maret
24
29.52
50.00
2.74
0.05
13.13
0.13
9
25 Maret
25
29.52
6.62
0.27
0.04
0.55
0.01
10
1 April
32
42.06
49.03
4.07
0.08
20.96
0.21
11
3 April
34
54.96
40.91
2.92
0.07
5.06
0.05
12
6 April
37
60.46
7.14
0.17
0.02
0.17
0.00
13
7 April
38
63.48
5.58
0.15
0.03
0.24
0.00
14
9 April
40
71.2
23.96
1.43
0.06
5.21
0.05
15
25 April
56
82.8
19.16
1.40
0.07
0.61
0.01
16
21 Januari
61
85.29
2.73
0.13
0.05
0.02
0.00
17
23 Januari
63
87.93
2.14
0.46
0.21
0.06
0.00
18
25 Januari
65
90.65
6.95
0.22
0.03
0.04
0.00
19
26 Januari
66
94.34
15.71
1.27
0.08
0.19
0.00
20
29 Januari
69
97.88
4.68
0.51
0.11
0.08
0.00
21
30 Januari
70
97.39
6.23
0.14
0.02
0.02
0.00
22
31 Januari
71
96.90
9.94
0.99
0.10
0.23
0.00
23
2 Februari
73
96.42
46.10
2.54
0.06
0.36
0.00
24
3 Februari
74
95.94
20.78
1.15
0.06
0.12
0.00
25 26
6 Februari 7 Februari
77 78
95.46 95.24
9.48 20.45
0.37 1.09
0.04 0.05
0.07 0.23
0.00 0.00
25 Lampiran 3 Tutupan tajuk, curah hujan, aliran permukaan, dan erosi pada petak 3 No.
Tanggal
Umur (hari)
Tutupan tajuk (%)
Curah hujan (mm)
Aliran permukaan (mm)
Koefisien run off
Erosi (g/m2)
Erosi (ton/ha)
1
10 Maret
10
2.6
7.27
0.18
0.02
2.80
0.03
2
13 Maret
13
8.07
5.39
0.10
0.02
0.06
0.00
3
16 Maret
16
15.54
37.99
1.60
0.04
1.36
0.01
4
17 Maret
17
15.54
18.83
0.84
0.04
2.80
0.03
5
20 Maret
20
21.18
32.60
1.34
0.04
2.38
0.02
6
21 Maret
21
21.18
96.75
7.09
0.07
4.37
0.04
7
22 Maret
22
23.30
39.29
1.94
0.05
5.20
0.05
8
24 Maret
24
30.08
50.00
2.71
0.05
4.97
0.05
9
25 Maret
25
33.86
6.62
0.35
0.05
0.83
0.01
10
1 April
32
47.28
49.03
4.14
0.08
6.98
0.07
11
3 April
34
51.12
40.91
5.02
0.12
8.62
0.09
12
6 April
37
56.23
7.14
0.14
0.02
0.13
0.00
13
7 April
38
59.04
5.58
0.14
0.03
0.30
0.00
14
9 April
40
75.13
23.96
1.26
0.05
1.55
0.02
15
25 April
56
84.56
19.16
1.66
0.09
0.96
0.01
16
21 Januari
61
86.15
2.73
0.34
0.12
0.08
0.00
17
23 Januari
63
88.81
2.14
0.52
0.24
0.61
0.01
18
25 Januari
65
91.56
6.95
0.30
0.04
0.14
0.00
19
26 Januari
66
96.47
15.71
1.28
0.08
0.17
0.00
20
29 Januari
69
97.18
4.68
0.49
0.10
0.36
0.00
21
30 Januari
70
96.69
6.23
0.20
0.03
0.01
0.00
22
31 Januari
71
96.21
9.94
0.93
0.09
1.85
0.02
23
2 Februari
73
95.73
46.10
2.78
0.06
1.39
0.01
24
3 Februari
74
95.25
20.78
1.11
0.05
0.15
0.00
25 26
6 Februari 7 Februari
77 78
94.77 93.65
9.48 20.45
0.39 1.20
0.04 0.06
0.07 1.93
0.00 0.02
26 Lapiran 4 Laju infiltrasi konstan Laju infiltrasi konstan (cm/jam)
Laju infiltrasi konstan (mm/jam)
Volume air terinfiltrasi setelah 2 jam (cm3)
Petak
Ulangan
1
1 2
h+2 h+20
40.38 25.62
6 14
60 140
1964.60 6620.79
3
h+20
26.8
20
200
7200.648
1
h+2
21.63
14
140
5435.10
2
h+20
20.21
18
180
6456.35
3
h+20
25.12
22
220
6231.33
1
h+5
25.72
24
240
8022.84
2 3
h+2 h+13
10.37 13.57
20 22
200 220
6750.61 6300.57
2
3
a
Kadar air tanah (%)
Keterangan hujana
h+: Hari setelah hujan.
Lampiran 5 Tekstur tanah Petak 1
2
3
Ulangan
Pasir (%)
Klei (%)
Debu (%)
1
7.76
90.30
1.94
2
5.74
79.76
14.50
3
6.36
84.76
8.88
1
7.61
86.96
5.43
2
9.21
85.75
5.04
3
8.83
85.47
5.70
1
14.14
70.71
15.15
2 3
14.79 13.15
70.18 71.52
15.04 15.33
Rata-rata klei (%)
Tekstur
84.94
Klei
86.06
Klei
70.80
Klei
Lampiran 6 Bobot isi tanah Petak 1
2
3
Ulangan
Bobot isi (g/cm3)
1
1.04
2
1.02
3
1.12
1
0.87
2
0.79
3
1.02
1
0.93
2
1.00
3
1.10
Rata-rata bobot isi (g/cm3) 1.06
0.89
1.01
27
Laju infiltrasi (cm/jam)
Lampiran 7 Laju infiltrasi pada masing-masing petak 300
Petak 1
250 200
y = 8.58x-0.469 R² = 0.65 y = 25.56x-0.613 R² = 0.91 y = 26.14x-0.69 R² = 0.94
150 100
Atas Tengah Bawah
50 0
Laju infiltrasi (cm/jam)
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2 Waktu (jam) 300
Petak 2
250 200
y = 23.14x-0.458 R² = 0.76 y = 27.03x-0.534 R² = 0.85 y = 25.94x-0.519 R² = 0.94
150 100
Atas Tengah Bawah
50 0 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2
Laju infiltrasi (cm/jam)
Waktu (jam) 300 250 200
Petak 3
y = 34.87x-0.518 R² = 0.84 y = 30.58x-0.548 R² = 0.89 y = 30.58x-0.362 R² = 0.88
150 100 50
Atas Tengah Bawah
0 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2 Waktu (jam) Keterangan : atas = petak bagian atas; tengah = petak bagian tegah; bawah = petak bagian bawah
28
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 12 September 1992 di Bogor. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Agus Achmad Sutisna dan Ibu Eet Septiningrum. Penulis telah menempuh pendidikan dasar di SD Rimba Putra Bogor pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 4 Bogor pada tahun 2005, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008-2011 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 5 Bogor. Kemudian pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, melalui jalur Undangan. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis ikut serta di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian IPB pada tahun 20132014. Selain itu, penulis juga ikut berpartisipasi sebagai asisten praktikum mata kuliah Fisika Tanah.