ii
TESIS
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
I DEWA AYU KRISTIANTARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
iii
TESIS
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
I DEWA AYU KRISTIANTARI NIM : 0991662011
PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana
I DEWA AYU KRISTIANTARI NIM : 0991662011
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 13 JANUARI 2012
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Made Gede Wirakusuma, SE.,M.Si NIP. 19651122 1992031004
Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,MSBA.,Ak NIP. 19641224 1991031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. I Ketut Budiartha, SE.,M.Si.,Ak NIP. 19591202 198702 1 001
Prof. Dr.dr, A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2001
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 13 Januari 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, No. 0067/UN14.4/HK/2012, Tanggal 10 Januari 2012
Ketua : Dr. Made Gede Wirakusuma, SE.,M.Si Anggota: 1. Prof. Dr. I Wayan Ramantha, SE.,M.M.,Ak.,CPA 2. Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,MSBA.,Ak 3. Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si.,Ak 4. Dr. I Ketut Budiartha, SE.,M.Si.,Ak
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama:
I Dewa Ayu Kristiantari
NIM:
0991662011
Program Studi:
Magister Akuntansi
Judul Tesis:
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah Tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas Republik Indonesia No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 13 Januari 2012
(I Dewa Ayu Kristiantari)
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kerta Wara Nugrahanya, sehingga tesis dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA” dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 2 (S2) di Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Udayana guna memperoleh gelar Magister Akuntansi konsentrasi Akuntansi Keuangan dan Auditing. Sepenuhnya disadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan tesis ini tidak akan membuahkan hasil yang berarti. Pada kesempatan ini perkenankan pula penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Made Gede Wirakusuma, SE.,M.Si., sebagai Ketua Jurusan Akuntansi sekaligus sebagai Pembimbing I beserta Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,M.SBA.,Ak., sebagai Pembimbing II dan para penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. Wayan Ramantha, SE.,M.M.,Ak.,CPA, Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si.,Ak. dan Dr. Ketut Budiartha, SE.,M.Si.,Ak., yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, memberi saran dan masukan serta memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima
kasih
juga
penulis
tujukan
kepada
Rektor
Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Universitas Udayana.
vi
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Bapak Dr. I Ketut Budiartha, S.E.,M.Si.,Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Udayana. Bapak dan Ibu pengajar serta seluruh staff Program Magister Akuntansi Universitas Udayana yang telah mendidik dan membantu proses penyelesaian tesis ini. Terima kasih untuk Aji, I Dewa Gede Arjawa dan Ibu, Desak Putu Ariani, suami tercinta, Ode Dharma, anak-anak tersayang Gek Alin dan Dode Damar serta seluruh keluarga yang telah mendoakan dan memotivasi penulis dalam penyelesaian tesis ini. Rekan-rekan mahasiswa angkatan V MAKSI Universitas Udayana, terima kasih atas dukungan, semangat dan kerjasama rekan-rekan yang telah memotivasi penulis, baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugerah-Nya kepada kita semua, serta pihak-pihak yang telah membantu penulis, baik langsung maupun tidak langsung selama menempuh studi hingga penulisan tesis ini selesai.
Denpasar, Januari 2012
Penulis
vii
ABSTRAK
Underpricing adalah sebuah fenomena Initial Public Offering (IPO) yang sering terjadi di pasar modal dan telah dibuktikan oleh para peneliti di berbagai negara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni pada perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2010. Underpricing yang diukur dengan initial abnormal return merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, dan jenis industri. Pengambilan sampel yang dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling menghasilkan 161 perusahaan sebagai sampel penelitian. Model regresi berganda digunakan untuk menguji hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter, ukuran perusahaan dan tujuan penggunaan dana untuk investasi secara signifikan berpengaruh pada underpricing dengan arah koefisien negatif untuk ketiga variabel. Sedangkan variabel reputasi auditor, umur perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, dan jenis industri terbukti tidak memiliki pengaruh signifikan pada terjadinya underpricing. Saran terkait manfaat praktis yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini antara lain: 1) emiten dapat mempertimbangkan reputasi underwriter, ukuran perusahaan dan tujuan penggunaan dana hasil IPO dalam rangka menarik investor dan memperkecil tingkat underpricing, 2) investor juga sebaiknya mempertimbangkan ke tiga variabel tersebut dalam rangka memperoleh return yang diharapkan pada investasi saham perdana, 3) underwriter hendaknya senantiasa meningkatkan kualitas penjaminannya sehingga akan lebih dipercaya menangani IPO perusahaan-perusahaan selanjutnya. Kata kunci: Underpricing, Initial Public Offering, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi, Profitabilitas Perusahaan (ROA), Financial Leverage, Jenis Industri.
viii
ix
ABSTRACT Underpricing is an IPO phenomenon in the capital markets and have been proven by researchers in many countries. The aim of this research is to determine factors that influence underpricing. This research conducted in companies doing IPO at Indonesia Stock Exchange in period of 1997–2010. Underpricing which is measured by initial abnormal return is dependent variable. Independent variables of this research are: underwriter reputation, auditor reputation, firm age, firm size, invesment purpose of IPO fund, profitability, financial leverage and industry type. Sample is collected by using purposive sampling, resulting in 161 companies as sample. Multiple regression model used to test relation between independent variables and dependent variable. Regression analysis shows that underwriter reputation, firm size and invesment purpose of IPO fund have negative and significant influence on the level of underpricing. The auditor reputation, firm age, profitability, financial leverage and industry type do not have significant influence to underpricing. This result had implication that: 1) companies doing IPO should consider underwriter reputation, firm size and purpose of using IPO fund to attract investors and minimize the level of underpricing, 2) investors should consider all three of factor in their IPO investment decision in order to get higher return, 3) underwriters should improve and provide quality underwriting services to maintain their reputation and IPO succes in the future. Keywords: Underpricing, Initial Public Offering, Underwriter Reputation, Auditor Reputation, Firm Age, Firm Size, Invesment Purpose of IPO Fund, Profitability, Financial Leverage, Industry Type.
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ……………………………………………...…...……..
i
........…………………………...………………....
ii
................…………………………………..
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......……………………………...…..
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..............................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH .....…………………………………………..
vi
PRASYARAT GELAR
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAK ............……………………………………....................……… viii ABSTRACT
............…………………………………….........................…
ix
DAFTAR ISI
............…………………………………..…..........................
x
DAFTAR TABEL
............…………………………………....................… xiii
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I
xiv
............………….....…………..........................…
xv
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
BAB II
............…………………………...........................…
Latar Belakang Masalah .......................................................... Rumusan Masalah .................................................................... Tujuan Penelitian ..................................................................... Manfaat Penelitian ...................................................................
1 11 11 11
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ......................................................................... 2.1.1 Pasar Modal .................................................................. 2.1.2 Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering) ... 2.1.3 Underpricing ............................................................... 2.1.4 Reputasi Underwriter (UND) ...................................... 2.1.5 Reputasi Auditor (AUD) .............................................. 2.1.6 Umur Perusahaan (AGE) ............................................. 2.1.7 Ukuran Perusahaan (SIZE) .......................................... 2.1.8 Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi (TPDI) ...... 2.1.9 Profitabilitas Perusahaan (ROA) .................................. 2.1.10 Financial Leverage (DER)...........................................
x
13 13 14 17 20 23 24 25 26 28 29
2.1.11 Jenis Industri (IND)...................................................... 2.2 Penelitian Sebelumnya .............................................................
30 30
BAB III RERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Rerangka Berpikir .................................................................... 3.2 Konsep Penelitian..................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian.................................................................. 3.3.1 Pengaruh Reputasi Underwriter pada Underpricing ... 3.3.2 Pengaruh Reputasi Auditor pada Underpricing .......... 3.3.3 Pengaruh Umur Perusahaan pada Underpricing ......... 3.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Underpricing ...... 3.3.5 Pengaruh Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi pada Underpricing ...................................................... 3.3.6 Pengaruh Profitabilitas Perusahaan pada Underpricing ............................................................... 3.3.7 Pengaruh Financial Leverage pada Underpricing ...... 3.3.8 Pengaruh Jenis Industri pada Underpricing ..................
36 39 40 40 40 41 42 42 43 44 44
BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 4.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 4.3.1 Jenis Data ..................................................................... 4.3.2 Sumber Data ................................................................. 4.4 Metoda Penentuan Sampel ....................................................... 4.5 Variabel Penelitian ................................................................... 4.5.1 Identifikasi Variabel ..................................................... 4.5.2 Definisi Operasional Variabel ...................................... 4.6 Metoda Pengumpulan Data ...................................................... 4.7 Teknik Analisis Data ................................................................ 4.7.1 Uji Asumsi Klasik ........................................................ 4.7.2 Analisis Regresi Berganda ...........................................
BAB V
46 48 48 48 48 49 50 50 51 57 57 57 61
HASIL PENELITIAN 5.1 Statistika Deskriptif.................................................................. 5.2 Pengujian Asumsi Klasik ......................................................... 5.2.1 Uji Normalitas .............................................................. 5.2.2 Uji Multikolinearitas .................................................... 5.2.3 Uji Heteroskedastisitas ................................................. 5.2.4 Uji Autokorelasi ...........................................................
xi
65 68 68 69 69 70
5.3 Hasil Uji Statistik F .................................................................. 5.4 Hasil Uji Statistik t ...................................................................
70 71
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1) ........................ Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2) ........................... Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Ketiga (H3) ........................... Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Keempat (H4) ....................... Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kelima (H5) .......................... Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Keenam (H6) ........................ Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Ketujuh (H7)......................... Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedelapan (H8) ....................
74 75 77 78 79 80 81 82
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Penelitian .................................................................. 7.2 Saran .........................................................................................
84 86
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
89
LAMPIRAN-LAMPIRAN............. ...............................................................
95
xii
DAFTAR TABEL 2.1 4.1 5.1 5.2 5.3
Ringkasan Penelitian Sebelumnya ....................................................... Pengukuran Variabel ............................................................................ Pengambilan Sampel Penelitian ........................................................... Statistika Deskriptif.............................................................................. Hasil Analisis Regresi Berganda ..........................................................
xiii
34 55 65 65 72
DAFTAR GAMBAR 1.1 3.1 3.2 3.2 4.1 6.1
Pengujian Underpricing pada Saat IPO ............................................... Rerangka Berpikir ................................................................................ Konsep Penelitian................................................................................. Hipotesis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing .............. Rancangan Penelitian ........................................................................... Persentase Penggunaan KAP Big 4 dan Non Big 4 .............................
xiv
3 38 39 45 47 76
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Daftar Perusahaan Sampel dan Tingkat Underpricing ........................ 95 Daftar Profil Variabel Independen Perusahaan Sampel ....................... 99 Daftar Top 5 Underwriter dan Auditor Big 6, Big 5 dan Big 4 Tahun 1997-2010 ............................................................................................ 105 Output SPSS ......................................................................................... 107
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan dari luar perusahaan adalah melalui
mekanisme penyertaan yang umumnya
dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public. Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar sekunder, saham terlebih dahulu dijual di pasar primer atau sering disebut pasar perdana. Penawaran saham secara perdana ke publik melalui pasar perdana ini dikenal dengan istilah initial public offering (IPO). Harga saham yang akan dijual perusahaan pada pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara emiten (perusahaan penerbit) dengan underwriter (penjamin emisi), sedangkan harga saham yang dijual pada pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran. Menurut Gumanti (2002), penetapan harga saham perdana suatu perusahaan adalah hal yang tidak mudah. Salah satu penyebab sulitnya menetapkan harga penawaran perdana adalah karena tidak adanya informasi harga yang relevan. Hal ini terjadi karena sebelum pelaksanaan penawaran perdana, saham perusahaan belum pernah diperdagangkan sehingga kesulitan untuk menilai dan menentukan harga yang wajar. Di samping itu, keterbatasan informasi mengenai apa dan siapa perusahaan yang akan go public membuat underwriter
1
2
maupun calon investor harus melakukan analisa yang baik sebelum memutuskan untuk membeli (memesan) saham. Penentuan harga saham yang akan ditawarkan pada saat IPO merupakan faktor penting, baik bagi emiten maupun underwriter karena berkaitan dengan jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan risiko yang akan ditanggung oleh underwriter. Jumlah dana yang diterima emiten adalah perkalian antara jumlah saham yang ditawarkan dengan harga per saham, sehingga semakin tinggi harga per saham maka dana yang diterima akan semakin besar. Hal ini mengakibatkan emiten seringkali menentukan harga saham yang dijual pada pasar perdana dengan membuka penawaran harga yang tinggi, karena menginginkan pemasukan dana semaksimal mungkin. Sedangkan underwriter sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan risiko agar tidak mengalami kerugian akibat tidak terjualnya saham-saham yang ditawarkan, terutama dalam tipe penjaminan full commitment karena dalam tipe penjaminan ini pihak underwriter akan membeli saham yang tidak laku terjual (Ang, 1997). Upaya yang dilakukan underwriter untuk mencegah tidak terjualnya saham-saham emiten adalah dengan melakukan negosiasi dengan emiten agar harga saham tersebut tidak terlalu tinggi. Apabila harga saham pada pasar perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi fenomena harga rendah di penawaran perdana, yang disebut underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka fenomena ini disebut overpricing
3
(Hanafi, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Aggrawal, et al. (1993) menyimpulkan bahwa fenomena underpricing terjadi pada saat IPO. Menurut Beatty (1989), kondisi underpricing menimbulkan dampak yang berbeda bagi perusahaan dan investor. Perusahaan akan tidak diuntungkan apabila terjadi underpricing, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum. Sedangkan bila terjadi overpricing, maka investor yang akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return yaitu keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana saat IPO dengan harga jual yang bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder. Pengujian underpricing pada saat IPO dapat digambarkan sebagai berikut.
Pasar Perdana (IPO)
Pasar Sekunder
Kesepakatan antara Emiten dan Underwriter
Permintaan dan Penawaran di Bursa
Harga Saham Perdana
Harga Saham Penutupan Hari I Bursa
Opening Price IPO
IPO
IPO Initial Return IPO
IPO
Gambar 1.1 Pengujian Underpricing pada Saat IPO
Fenomena underpricing terjadi di pasar modal berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Australia, Afrika Selatan, China, Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan situs www.idx.co.id., fenomena underpricing yang terjadi di Indonesia, dapat diketahui dari 226 IPO dari tahun 1997 sampai dengan 2010, sebanyak 186 IPO atau sebesar 82,30% memberikan return awal (initial return)
4
yang positif. Banyaknya fenomena underpricing yang terjadi menunjukkan bahwa harga saham pada saat penawaran perdana secara rerata dapat dikatakan murah (Jogiyanto, 2007). Meskipun dalam berbagai literatur disebutkan bahwa tujuan utama perusahaan
adalah
meningkatkan
nilai
perusahaan
melalui
peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham, yang terjadi adalah manajer perusahaan sering mempunyai tujuan yang berbeda yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama tersebut (Bathala, 1994). Hal ini menyebabkan timbul konflik kepentingan antara para manajer dan para pemegang saham perusahaan (agency problem) karena manajemen mempunyai informasi mengenai perusahaan yang
tidak
dimiliki
oleh
pemegang
saham
(asimetri
informasi)
dan
mempergunakannya untuk meningkatkan utilitasnya, padahal setiap pemakai bukan hanya manajemen membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi (Sulistyanto, 2004). Teori keagenan pada penelitian ini lebih difokuskan pada masalah-masalah yang ditimbulkan oleh informasi yang tidak lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak (asimetri informasi). Akibatnya konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak ikut dipertimbangkan oleh pihak-pihak tersebut. Asimetri informasi menjadi suatu penjelasan mengenai fenomena underpricing. Apabila tidak terjadi asimetri informasi antara emiten dan investor, maka harga penawaran saham akan sama dengan harga pasar sehingga tidak terjadi underpricing (Cook dan Officer, 1996). De Lorenzo dan Fabrizio (2001) menyatakan
hampir
semua
penelitian
terdahulu
menjelaskan
terjadinya
5
underpricing sebagai akibat dari adanya asimetri dalam distribusi informasi antara pelaku IPO yaitu perusahaan, underwriter, dan investor. Menurut Beatty (1989), asimetri informasi dapat terjadi antara perusahaan emiten dengan underwriter (Model Baron) atau antara informed investor dengan uninformed investor (Model Rock). Pada model Baron (1982) penjamin emisi (underwriter) dianggap memiliki informasi tentang pasar yang lebih lengkap daripada emiten sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Semakin besar asimetri informasi yang terjadi maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh investor, dan semakin tinggi initial return yang di harapkan dari harga saham. Model Rock (1986) menyatakan bahwa asimetri informasi terjadi pada kelompok informed investor dengan uninformed investor. Informed investor yang memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan emiten akan membeli saham-saham IPO jika harga pasar yang diharapkan melebihi harga perdana. Sementara kelompok uninformed karena kurang memiliki informasi mengenai perusahaan emiten, cenderung melakukan penawaran secara sembarangan baik pada saham-saham IPO yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya kelompok uninformed memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham IPO yang overpriced. Menyadari bahwa mereka menerima saham-saham IPO yang tidak proporsional, maka kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana.
Agar
kelompok
ini
berpartisipasi
dalam
pasar
perdana
dan
memungkinkan mereka memperoleh return saham yang wajar serta dapat
6
menutup kerugian dari pembelian saham yang overpriced, maka saham-saham IPO harus cukup underpriced. Informasi mengenai perusahaan yang akan melakukan IPO sangat penting dimiliki oleh para pihak yang akan menentukan harga saham pada saat IPO yaitu pihak emiten dan pihak underwriter. Ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh para pihak inilah yang dapat mengakibatkan perbedaan harga sehingga memungkinkan terjadinya underpricing. Baik pada pasar perdana maupun pasar sekunder, asimetri informasi ini selalu terjadi (Beatty, 1989; Leiland dan Pyle, 1977). Prospektus perusahaan, yang merupakan salah satu sumber informasi yang relevan dan dapat digunakan untuk menilai perusahaan yang akan go public, dimaksudkan untuk mengurangi adanya kesenjangan informasi yang terjadi seperti diuraikan sebelumnya. Menurut UU No. 8 Tahun 1995, prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek. Informasi yang diungkapkan dalam prospektus akan membantu investor untuk membuat keputusan yang rasional mengenai risiko dan nilai saham sesungguhnya yang ditawarkan oleh emiten (Kim et al., 1995). Informasi dalam prospektus memiliki nilai relevan yang penting dalam proses IPO. Dalam prospektus terdapat banyak informasi yang berhubungan dengan keadaan perusahaan yang melakukan penawaran umum, baik informasi akuntansi maupun non akuntansi (Klein, 1996).
7
Salah satu informasi akuntansi dalam prospektus yang menjadi perhatian adalah informasi laporan keuangan yang dapat dijadikan alat untuk merefleksikan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan (Klein, 1996). Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No 1 (FASB 1978, par 34), laporan keuangan harus memberikan informasi yang berguna untuk pemodal yang potensial, peminjam dana, dan pengguna-pengguna lainnya agar dapat membuat keputusan investasi yang rasional, pemberian kredit, dan keputusan lainnya. Investor
merupakan
salah
satu
kelompok
pengambil
keputusan
yang
menggunakan informasi akuntansi untuk menyelidiki nilai perusahaan (Shamy dan Kayed, 2005). Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila informasi tersebut mempunyai kemampuan untuk menjelaskan nilai perusahaan (Beaver, 1968 dalam Pinasti, 2004). Informasi akuntansi harus mampu membuat perbedaan dalam sebuah keputusan. Jika tidak mempengaruhi keputusan, maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan terhadap keputusan yang diambil. Informasi yang relevan akan membantu pemakai membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian masa lalu, masa kini, dan masa depan yaitu, memiliki nilai prediktif. Informasi yang relevan juga membantu pemakai menjustifikasi atau mengoreksi ekspektasi atau harapan masa lalu yaitu memiliki nilai umpan balik. Agar relevan, informasi juga harus tersedia kepada pengambil keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan yang diambil (Kieso et al., 2002).
8
Sedangkan informasi non akuntansi dalam prospektus antara lain: underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan dan informasi lainnya. Dengan adanya prospektus, investor mendapatkan seluruh informasi yang penting dan relevan sehubungan dengan kegiatan penawaran tersebut sehingga investor dapat mengambil keputusan investasi secara tepat. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa informasi akuntansi dan non akuntansi yang terdapat dalam prospektus digunakan oleh investor dalam pembuatan keputusan investasi di pasar modal. Penelitian-penelitian tersebut menemukan beberapa pada
underpricing
yang diukur
dengan
initial
faktor yang berpengaruh return.
Beatty (1989)
mengemukakan bahwa terdapat hubungan signifikan negatif antara reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, dan tipe kontrak underwriter dengan initial return. Dikemukakan pula bahwa persentase penawaran saham, dan indikator perusahaan minyak dan gas mempunyai pengaruh yang signifikan positif pada initial return. Carter dan Manaster (1990) mengemukakan bahwa reputasi underwriter, insiders shares, offering shares, dan umur perusahaan, berpengaruh signifikan negatif pada initial return. Kim et al. (1993) mengemukakan bahwa financial leverage dan ownership retention berpengaruh signifikan positif pada initial return, sedangkan invesment, ROA, reputasi underwriter, dan gross proceeds berpengaruh negatif pada initial return. Penelitian yang dilakukan oleh How et al. (1995) menunjukkan bahwa reputasi underwriter, jumlah saham yang ditawarkan, waktu listing, dan umur
9
perusahaan berpengaruh signifikan negatif pada initial return. Islam et al. (2010) mengemukakan bahwa umur dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif pada initial return. sedangkan jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh signifikan negatif pada initial return. Penelitian serupa di Indonesia antara lain dilakukan oleh Trisnawati (1998) yang melakukan penelitian di Bursa Efek Jakarta dengan mengambil data tahun 1994 sampai dengan tahun 1995 berhasil membuktikan bahwa umur perusahaan berpengaruh
positif
signifikan
pada
initial
return.
Daljono
(2000)
mengembangkan penelitian Trisnawati dengan memperluas periode penelitian berdasarkan data tahun 1990-1997 di BEJ menemukan bahwa reputasi penjamin emisi dan financial leverage berpengaruh positif signifikan pada initial return. Abdullah (2000) dengan mengambil sampel 50 perusahaan yang listing di BEJ tahun 1995-2000, menemukan bahwa variabel profitabilitas perusahaan (ROE) berpengaruh signifikan negatif pada initial return, dan variabel jenis industri
berpengaruh signifikan pada initial return. Sandhiaji (2004) yang
meneliti seluruh perusahaan manufaktur yang melakukan IPO di BEJ tahun 19962002 menemukan bahwa reputasi underwriter, ROA, umur perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif pada initial return. Sedangkan jumlah saham yang ditahan pemilik berpengaruh signifikan positif pada initial return. Yolana dan Martani (2005) melakukan penelitian di BEJ berdasarkan data tahun 1994–2001, menemukan bahwa variabel rata-rata kurs dan ROE berpengaruh signifikan positif pada initial return, serta ukuran perusahaan dan
10
jenis industri berpengaruh signifikan negatif pada initial return. Gerianta (2008) yang meneliti seluruh perusahaan yang melakukan IPO tahun 1990-2001, menemukan bahwa initial return dipengaruhi secara signifikan oleh reputasi underwriter dan profitabilitas perusahaan (ROA) dengan arah koefisien negatif. Bertolak dari hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing masih menghasilkan temuan yang berbeda-beda dan ketidakkonsistenan hasil penelitian, maka peneliti termotivasi meneliti kembali untuk memperoleh bukti empiris yang dapat memberikan manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan. Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian terdiri dari variabel internal perusahaan dan variabel eksternal perusahaan. Variabel internal perusahaan yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, sedangkan reputasi underwriter, reputasi auditor dan jenis industri merupakan variabel eksternal perusahaan. Variabel-variabel tersebut dipilih untuk diteliti kembali karena dari berbagai penelitian diatas masih terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian. Hal ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian kembali terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing pada penawaran saham perdana. Tujuan penggunaan dana untuk investasi yang juga merupakan variabel dari internal perusahaan akan ditambahkan sebagai variabel independen yang akan dianalisis pengaruhnya pada underpricing.
11
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas perusahaan, financial leverage, dan jenis industri mempengaruhi underpricing saat Initial Public Offering (IPO)?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas perusahaan, financial leverage, dan jenis industri pada underpricing saat Initial Public Offering (IPO).
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1) Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat sebuah keputusan investasi pada saat membeli saham perdana dengan tujuan memperoleh return yang diharapkan.
12
2) Bagi Emiten Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pengetahuan bagi emiten mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya underpricing sehingga perlu dipertimbangkan untuk menghindari maupun meminimalkan underpricing tersebut demi keberhasilan dalam melakukan IPO. 3) Bagi Underwriter Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai fair price dan menghindarkan underwriter dari risiko saham tidak laku terjual. 4) Bagi Dunia Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat underpricing saham serta dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pasar Modal Menurut UU No. 8 Tahun 1995, pasar modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi (Jogiyanto, 2007). Pada dasarnya pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri (Darmadji, 2001). Semua yang termasuk surat berharga dapat disebut sebagai efek. Efek dapat berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan sebagainya. Terdapat dua jenis pasar yang terdapat di pasar modal (Darmadji, 2001): 1) Pasar Perdana (Primary Market) Pasar perdana adalah jenis pasar pada pasar modal dimana saham dan sekuritas lainnya dijual pertama kali pada masyarakat (penawaran umum) sebelum saham dan sekuritas tersebut dicatatkan di bursa. Kegiatan ini disebut penawaran umum perdana (Initial Public Offering). Harga saham di pasar perdana ditentukan
13
14
oleh emiten dan penjamin emisi (underwriter) berdasarkan faktor-faktor fundamental dan faktor lain yang perlu diidentifikasi. Underwriter selain menentukan harga saham bersama emiten, juga melakukan proses penjualannya. 2) Pasar Sekunder (Secondary Market) Pasar sekunder adalah pasar modal dimana saham dan sekuritas lainnya diperjual belikan kepada umum setelah masa penjualan di pasar perdana. Harga saham di pasar ini ditentukan oleh permintaaan dan penawaran yang dipengaruhi berbagai faktor internal seperti earnings per share (EPS) atau kebijakan deviden dan faktor eksternal seperti kebijakan moneter dan inflasi.
2.1.2
Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering) Perusahaan yang membutuhkan dana dapat melakukan penerbitan surat
berharga seperti saham (stock), obligasi (bond), dan sekuritas lainnya. Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawaran perdana ke publik (initial public offering atau IPO) atau tambahan surat berharga baru jika perusahaan sudah go public. Initial Public Offering (IPO) merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana (Ang, 1997). Setelah saham dijual di pasar perdana kemudian saham tersebut didaftarkan di pasar sekunder (listing). Dengan mendaftarkan saham tersebut di bursa, saham tersebut mulai dapat diperdagangkan di bursa efek bersama dengan efek yang lain.
15
Menurut Ang (1997), dalam proses IPO calon emiten harus melewati empat tahapan yaitu: 1) Tahap Persiapan Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan sebelum mengajukan pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM. Dalam tahapan ini,
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
merupakan langkah awal untuk mendapat persetujuan pemegang saham mengenai rencana go public. Anggaran dasar perseroan juga harus diubah sesuai dengan anggaran dasar perusahaan publik. Kegiatan lain dalam tahapan ini antara lain: penunjukan penjamin pelaksana emisi (lead underwriter) serta lembaga dan profesi pasar modal yang dibutuhkan seperti akuntan publik, konsultan hukum, penilai, notaris dan lainnya. Kegiatan terakhir dalam tahap ini adalah perusahaan mengadakan perjanjian pendahuluan dengan bursa efek untuk mencatatkan saham perseroan guna diperdagangkan di pasar sekunder dan perjanjian pendahuluan dengan underwriter.
2) Tahap Pemasaran Langkah penting yang dilakukan pada tahapan ini antara lain: (1) due dilligence meeting yaitu pertemuan dengar pendapat antara calon emiten dan underwriter dimana dilakukan pertukaran informasi yang dimiliki kedua belah pihak sehingga emiten mampu menjawab pertanyaan yang nantinya diajukan oleh investor.
16
(2) public expose merupakan tindakan pemasaran kepada masyarakat pemodal dengan mengadakan pertemuan untuk mempresentasikan dan menyebarkan informasi penawaran saham kepada investor. Rangkaian public expose yang dilakukan secara berkesinambungan dari satu lokasi ke lokasi lainnya disebut dengan istilah roadshow, dimana calon emiten dapat menyebarkan info memo dan prospektus awal. (3) book building merupakan proses pengumpulan jumlah saham yang diminati investor atau investor yang sudah menyatakan kesediaan untuk membeli sejumlah saham pada harga tertentu. (4) penentuan harga perdana yang dilakukan antara lead underwriter dan calon emiten.
3) Tahap Penawaran Umum Pada tahap ini, calon emiten menerbitkan prospektus ringkas di dua media cetak yang berbahasa Indonesia, dilanjutkan dengan penyebaran prospektus perusahaan lengkap final, penyebaran FPPS (Formulir Pemesanan Pembeli Saham), menerima pembayaran, melakukan penjatahan, refund dan akhirnya penyerahan Surat Kolektif Saham (SKS) bagi pihak yang memperoleh penjatahan saham.
4) Tahap Perdagangan di Pasar Sekunder Tahap ini meliputi tahapan melakukan pendaftaran ke bursa efek untuk mencatatkan sahamnya sesuai dengan ketentuan. First issue adalah pencatan
17
saham yang ditawarkan kepada publik pada saat IPO yang biasanya berjumlah sekitar 10 % sampai 40 % sedangkan sisa saham belum dapat diperdagangkan sampai perusahaan melakukan pencatatan saham tersebut. Terdapat dua cara pencatatan sisa saham tersebut agar dapat diperdagangkan di pasar sekunder yaitu, partial listing, dimana perusahaan melakukan pencatatan sahamnya secara partial (sebagian) dan company listing, dimana perusahaan mencatatkan seluruh sisa saham yang dimilikinya sehingga seluruh saham dapat diperdagangkan di pasar saham. Perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana sering juga dikenal dengan go public. Menurut Jogiyanto (2007), manfaat dari melakukan go public diantaranya adalah: (1) Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang. (2) Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham. (3) Nilai pasar perusahaan diketahui. Disamping manfaat yang diperoleh perusahaan melalui go public, terdapat beberapa kerugian go public, diantaranya adalah: (1) Biaya laporan meningkat. (2) Pengungkapan (disclosure) informasi kepada publik maupun pesaing. (3) Ketakutan untuk diambil alih.
2.1.3
Underpricing Istilah underpricing digunakan untuk menggambarkan perbedaan harga
antara harga penawaran saham di pasar primer dan harga saham di pasar sekunder
18
pada hari pertama (Beatty, 1989). Menurut Hanafi (2004), underpricing merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam IPO. Ada kecenderungan bahwa harga penawaran di pasar perdana selalu lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan pada hari pertama diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan overpricing yang disebut juga underpricing negatif, merupakan kondisi dimana harga penawaran perdana lebih tinggi daripada harga penutupan hari pertama di pasar sekunder. Suatu penjelasan mengenai fenomena underpricing adalah adanya asimetri informasi. De Lorenzo dan Fabrizio (2001) menyatakan hampir semua penelitian terdahulu menjelaskan terjadinya underpricing sebagai akibat dari adanya asimetri dalam distribusi informasi antara pelaku IPO yaitu perusahaan, underwriter, dan investor. Bagi perusahaan (emiten), underpricing dapat merugikan emiten karena dana yang dikumpulkan tidak maksimal. Namun, underpricing dapat dijadikan strategi pemasaran untuk meningkatkan minat investor berinvestasi dalam saham IPO dengan memberikan initial return yang tinggi. Kim dan Shin (2001) menyatakan bahwa kemungkinan terjadinya underpricing disebabkan karena kesengajaan underwriter untuk menetapkan harga penawaran jauh dibawah harga pasar untuk meminimalkan kerugian yang harus ditanggung atas saham yang tidak terjual. Menurut Beatty (1989) asimetri informasi dapat terjadi antara perusahaan emiten dengan underwriter (Model Baron) atau antara informed investor dengan uninformed investor (Model Rock). Pada model Baron (1982) penjamin emisi (underwriter) dianggap memiliki informasi tentang pasar yang lebih lengkap
19
daripada emiten sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Semakin besar asimetri informasi yang terjadi maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh investor, dan semakin tinggi initial return yang di harapkan dari harga saham. Model Rock (1986) menyatakan bahwa asimetri informasi terjadi pada kelompok informed investor dengan uninformed investor. Informed investor yang memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan emiten akan membeli saham-saham IPO jika harga pasar yang diharapkan melebihi harga perdana. Sementara kelompok uninformed karena kurang memiliki informasi mengenai perusahaan emiten, cenderung melakukan penawaran secara sembarangan baik pada saham-saham IPO yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya kelompok uninformed memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham IPO yang overpriced. Menyadari bahwa mereka menerima saham-saham IPO yang tidak proporsional, maka kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana.
Agar
kelompok
ini
berpartisipasi
dalam
pasar
perdana
dan
memungkinkan mereka memperoleh return saham yang wajar serta dapat menutup kerugian dari pembelian saham yang overpriced, maka saham-saham IPO harus cukup underpriced. Reese (1998) merumuskan bahwa investor mempunyai pengetahuan yang tidak sempurna mengenai perusahaan yang melakukan IPO. Bila investor mendapatkan lebih banyak berita positif dibandingkan dengan berita negatif mengenai perusahaan maka tingkat minat investor akan meningkat. Kenaikan minat investor akan menimbulkan penilaian yang overvalued atas perusahaan
20
sehingga terjadi kenaikan volume permintaan. Kenaikan volume permintaan ini akan menyebabkan kenaikan harga saham sehingga terjadi underpricing.
2.1.4
Reputasi Underwriter (UND) Penjamin emisi atau disebut underwriter, berfungsi dalam melakukan
penjaminan atas penawaran umum suatu saham atau obligasi untuk pertama kalinya yaitu pada saat go public (Ang, 1997). Proses penjaminan emisi ini disebut sebagai underwriting. Perusahaan efek inilah yang akan memasarkan dan menjamin terjual atau tidaknya efek yang dikeluarkan atau ditawarkan oleh suatu perusahaan. Di dalam melakukan penjaminan emisi suatu efek, biasanya underwriter membentuk suatu kelompok yang terdiri dari lead underwriter (penjamin pelaksana emisi) dan anggota underwriter (penjamin emisi). Underwriting suatu efek dilakukan dengan menandatangani kontrak penjaminan emisi antara lead underwriter dengan emiten. Menurut Ang (1997) terdapat empat jenis kontrak penjaminan emisi berdasarkan tipe kesanggupan penjaminan yaitu: 1) Best Effort (Kesanggupan Terbaik) Underwiter tidak bertanggung jawab atas sisa efek yang tidak terjual, tetapi underwriter akan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk menjual efek emiten. Dengan metode ini, perusahaan sekuritas bertindak hanya sebagai agen penjual (tidak membeli saham), pada harga penawaran tertentu, dan memperoleh komisi untuk saham yang terjual. Jika ada saham yang tidak terjual, saham tersebut akan ditarik oleh perusahaan.
21
2) Full Commitment (Kesanggupan Penuh) Underwriter bertanggung jawab penuh terhadap penjualan efek. Dengan metode ini, underwriter membeli semua saham yang dijual oleh emiten dengan harga yang lebih rendah dari harga penawaran dan menanggung semua risiko atas saham yang tidak terjual. 3) Stand-by Commitment (Kesanggupan Siaga) Tanggung jawab underwriter disini hampir sama dengan full commitment, hanya saja bedanya underwriter bertanggung jawab mengambil sisa saham yang tidak terserap di masyarakat pada harga lebih murah dibawah harga pada penawaran perdana yang telah disepakati sebelumnya. 4) All or None Commitment (Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali) Apabila minat di masyarakat terhadap saham yang ditawarkan tidak memenuhi target yang telah ditetapkan, maka underwriter tidak akan melanjutkan proses emisi. Fungsi underwriter pada IPO yaitu menjamin terjualnya saham sesuai dengan tipe penjaminan yang disepakati dan menentukan harga penawaran yang tepat bersama-sama dengan emiten. Mereka juga memberi nasehat tentang hal-hal yang perlu diperhatikan emiten serta bagaimana dan kapan saat yang tepat melakukan
penawaran.
(Ang,
1997).
Underwriter
dinilai
berdasarkan
kemampuannya untuk memberikan penawaran dengan initial return yang tinggi bagi para investor. Underwriter dengan reputasi tinggi lebih memiliki kepercayaan diri terhadap kesuksesan penawaran saham yang diserap oleh pasar.
22
Dengan demikian ada kecenderungan mereka menetapkan diskon rendah dan akibatnya underpricing pun rendah (Beatty, 1989; Carter dan Manaster, 1990). Menurut Anoraga dan Pakarti (2001), dalam menjalankan fungsinya, underwriter senantiasa menjaga citra baiknya sebagai profesional dan dituntut untuk memiliki integritas tinggi di mata masyarakat. Publik cenderung melihat terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter dalam menghadapi penawaran perdana. Reputasi underwriter ini menjadi pertimbangan bagi investor untuk melakukan investasi. Apabila underwriter gagal, maka akan mempengaruhi reputasinya di mata investor, sehingga dapat menghambat perusahaan penjamin emisi untuk memperoleh transaksi potensial di masa depan. Namun underwriter juga tidak dapat menetapkan harga yang terlalu rendah dikarenakan perusahaan menginginkan dana hasil IPO yang besar dan dengan menetapkan harga penawaran saham yang terlalu rendah merupakan suatu biaya bagi perusahaan. Untuk meminimumkan risiko, underwriter biasanya membentuk sindikasi, yaitu kelompok perusahaan sekuritas yang bersama-sama membeli dan memasarkan saham emiten. Jika terdapat kerugian maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama. Hingga saat ini belum ada standar baku untuk mengkategorikan underwriter bereputasi baik dan buruk. Pengukuran reputasi underwriter pada tiap penelitian mungkin berbeda, salah satunya adalah didasarkan perangkingan yang dibuat
oleh
Majalah
Uang
dan
Efek,
Koran
Investor
dan
situs
www.bloomberg.com. Baik Majalah Uang dan Efek, Koran Investor maupun situs www.bloomberg.com merangking underwriter ke dalam top 5 underwriter. Pada
23
penelitian ini ranking yang diberikan kepada underwriter dijadikan dasar membedakan underwriter yang memiliki reputasi tinggi dan underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi. Underwriter yang memiliki reputasi tinggi adalah underwriter yang masuk dalam top 5 underwriter, sedangkan underwriter yang tidak masuk dalam top 5 underwriter dikategorikan sebagai underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi.
2.1.5
Reputasi Auditor (AUD) Auditor, atau yang disebut juga akuntan, merupakan salah satu profesi
penunjang pasar modal yang bertujuan untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang akan go public (Ang, 1997). Adapun peran auditor antara lain adalah menentukan apakah sebuah perusahaan layak go public atau tidak, karena sesuai dengan salah satu ketentuan BEI yang menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan yang akan go public harus wajar tanpa pengecualian (www.idx.co.id). Oleh karena itu, bisa atau tidaknya perusahaan listing di pasar modal salah satunya ditentukan oleh auditor. Auditor yang mempunyai reputasi yang tinggi, akan mempertahankan reputasinya dengan memberikan kualitas yang baik terhadap hasil auditannya. Dengan menggunakan jasa auditor yang profesional akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang kurang akurat sehingga penggunaan auditor yang profesional dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas perusahaan emiten (Holland et al., 1993). Hasil penelitian Beatty (1989) menunjukkan bahwa reputasi auditor berpengaruh secara signifikan dan negatif
24
terhadap return awal karena emiten yang menyewa auditor yang memiliki reputasi baik akan menunjukkan initial return yang lebih rendah dibanding emiten yang menggunakan auditor yang reputasinya kurang baik. Dengan kata lain, reputasi auditor yang baik mengurangi terjadinya underpricing saham.
2.1.6
Umur Perusahaan (AGE) Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama perusahaan telah
menjalankan usahanya sehingga bepengaruh pada tingkat pengalaman yang dimilikinya dalam menghadapi persaingan. Perusahaan yang beroperasi lebih lama mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada perusahaan yang baru saja berdiri. Dengan demikian akan mengurangi adanya asimetri informasi dan memperkecil ketidakpastian pasar dan pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing saham (How et al., 1995). Selain itu perusahaan-perusahaan yang umurnya lebih tua bisa dipersepsikan sebagai perusahaan yang sudah tahan uji sehingga kadar risikonya rendah. Dengan demikian, pada umumnya semakin tua umur perusahaan, maka peluang terciptanya initial return akan semakin rendah atau tingkat underpricing semakin rendah. Beatty (1989) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif pada tingkat underpricing. Trisnawati (1998) juga mengemukakan bahwa semakin lama perusahaan berdiri maka masyarakat luas akan lebih mengenalnya dan investor secara khusus akan lebih percaya terhadap perusahaan yang sudah terkenal dan lama berdiri
25
dibandingkan dengan perusahaan yang relatif masih baru. Perusahaan yang sudah lama berdiri tentunya mempunyai strategi dan kiat-kiat yang lebih baik untuk tetap bertahan di masa depan.
2.1.7
Ukuran Perusahaan (SIZE) Ukuran perusahaan (size) dapat digunakan sebagai proksi ketidakpastian
terhadap keadaan perusahaan dimasa yang akan datang. Terdapat bermacammacam kriteria untuk mengukur besar kecilnya perusahaan misalnya jumlah omset penjualan, jumlah produk, modal perusahaan dan total aktiva. Titman dan Wessels (1988), menyatakan logaritma natural dari total aktiva dan logaritma natural dari total penjualan dapat digunakan sebagai indikator ukuran perusahaan. Penggunaan omset penjualan maupun jumlah produk sebagai alat ukur pada penelitian ini kurang tepat karena perusahaan sampel pada penelitian ini terdiri dari perusahaan jasa, perusahaan manufaktur dan perbankan sehingga produk yang dihasilkan tidak sama. Begitu juga dengan penggunaan modal atau tingkat laba. Total aktiva dianggap mampu menunjukkan ukuran perusahaan karena mewakili kekayaan perusahaan baik berupa aktiva tetap maupun aktiva lancar (Carter dan Manaster, 1990). Ukuran perusahaan dapat diketahui dari besarnya total aktiva perusahaan pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran saham perdananya. Ukuran perusahaan yang besar mengindikasikan bahwa perusahaan dalam keadaan yang stabil (Dianingsih, 2003). Menurut Siregar dan Utama (2006), semakin besar ukuran perusahaan, informasi yang tersedia untuk investor dalam
26
pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi saham semakin banyak. Beatty (1989) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif pada tingkat underpricing. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian karena perusahaan besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan kecil. Karena lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini akan mengurangi asimetri informasi pada perusahaan besar sehingga akan mengurangi tingkat underpricing daripada perusahaan kecil karena penyebaran informasi perusahaan kecil belum begitu banyak.
2.1.8
Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi (TPDI) Salah satu informasi yang terdapat dalam prospektus adalah informasi
mengenai rencana atau tujuan penggunaan dana IPO. Rencana penggunaan dana yang diperoleh dari penawaran umum diberikan secara presentasi dari kegiatankegiatan yang akan dilakukan. Dalam www.gunadarma.ac.id, disebutkan tujuan penggunaan dana dari hasil go public pada umumnya digunakan untuk: 1) Ekspansi Dalam kehidupan suatu perusahaan akan diusahakan untuk melakukan perluasan dalam kegiatan operasinya. Perluasan ini dapat berupa peningkatan kapasitas produksi maupun diversifikasi jenis produk. Terkadang perusahaan tidak mungkin untuk memperoleh modal dari para pemegang saham yang berupa modal disetor, sehingga diputuskan untuk memperoleh modal dari luar perusahaan, yang
27
dapat berupa pinjaman dari pihak lain atau dapat berupa penjualan saham baru kepada pihak lain di luar para pemegang saham yang sudah ada. 2) Memperbaiki struktur permodalan Modal suatu perusahaan terdiri dari modal sendiri (equity) dan modal pinjaman. Setiap pinjaman tentu saja harus membayar bunga. Terkadang perusahaan mengalami kerugian hanya karena beban pinjaman terutama pinjaman dari mata uang asing di masa-masa nilai rupiah terdepresiasi tajam. Dengan demikian perusahaan akan dibebani pembayaran bunga yang meningkat. Bila hal ini berlangsung dalam jangka waktu lama, perusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Salah satu tindakan penyelamatan adalah dengan mengurangi jumlah hutang, yaitu dengan menggantikannya menjadi modal saham, yang berarti perusahaan akan menjual saham baru untuk membayar hutang yang sangat membebani tadi. Tindakan ini dikenal sebagai restrukturisasi modal. 3) Untuk melakukan pengalihan pemegang saham (divestasi) Perusahaan yang melakukan go public adalah perusahaan yang secara hukum dan nyata sudah beroperasi atau menjalankan usahanya, yang sudah tentu telah ada pemilik dan pemegang sahamnya. Dengan pertimbangan tertentu terkadang pemegang saham tadi ingin melepaskan atau mengalihkan saham yang dimiliki ke pihak lain. Hal ini mudah dilakukan jika memang telah ada pula pihak yang bersedia membelinya, akan tetapi jika tidak maka pemilik saham dapat memilih pasar modal sebagai tempat untuk menawarkan sahamnya secara umum (public offering). Pengalihan saham dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru disebut sebagai divestasi (divesment).
28
Tujuan penggunaan dana hasil IPO yang diidentifikasi dari keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah tujuan ekspansi atau investasi dan memperbaiki struktur modal, sedangkan untuk tujuan divestasi tidak terdapat dalam sampel penelitian ini. Terdapat 90,68% atau sebanyak 146 perusahaan sampel yang menggunakan sebagian besar (>50%) dana hasil IPO nya untuk keperluan investasi, sedangkan perusahaan yang menggunakan sebagian besar dana hasil IPO nya untuk memperbaiki struktur modal adalah sebesar 9,32% atau sebesar 15 perusahaan. Oleh karena itu tujuan penggunaan dana hasil IPO yang akan diteliti pengaruhnya pada underpricing difokuskan pada tujuan penggunaan dana untuk investasi. Menurut Welch (1989), bagi perusahaan dengan kualitas baik, penggunaan dana IPO untuk belanja modal dapat dianggap sebagai upaya meningkatkan kualitas perusahaan melalui peningkatan kapasitas produksi, sementara bagi perusahaan dengan kualitas jelek hal itu tidak bermakna apa-apa. Jika dana IPO digunakan untuk keperluan investasi, investor dapat menganggap bahwa kualitas perusahaan adalah baik, sehingga tingkat underpricing seharusnya rendah.
2.1.9
Profitabilitas Perusahaan Profitabilitas
perusahaan
menunjukkan
menghasilkan laba di masa yang akan datang
kemampuan
perusahaan
atau bagaimana perusahaan
menggunakan assetnya secara efisien dalam mengelola kegiatannya untuk menghasilkan keuntungan (Tambunan, 2007). Informasi mengenai tingkat profitabilitas perusahaan merupakan informasi penting bagi investor dalam
29
membuat keputusan investasi. Profitabilitas yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang, dan sekaligus mengurangi ketidakpastian pasar, sehingga akan mengurangi underpricing (Kim et al., 1993). Pengukuran profitabilitas perusahaan menggunakan Rate of Return On Assets (ROA) (Kim et al., 1993; Trisnawati, 1998; Daljono, 2000; Sandhiaji, 2004; Gerianta, 2008).
2.1.10 Financial Leverage Financial
leverage
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya (Tambunan, 2007). Menurut Kim et al. (1993), secara teoritis, financial leverage menunjukkan risiko suatu perusahaan dan kondisi ketidakpastian. Apabila financial leverage tinggi, berarti
risiko
suatu
perusahaan
tinggi
sehingga
para
investor
akan
mempertimbangkan hal ini dalam melakukan keputusan investasi (Trisnawati, 1998). Semakin besar financial leverage suatu perusahaan, akan menimbulkan ketidakpastian harga saham perdana yang besar pula, yang pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing. Firth dan Smith (1992) menjelaskan bahwa tingkat kewajiban tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit dalam membuat prediksi jalannya perusahaan ke depan. Financial leverage diukur dengan persentase dari total hutang terhadap ekuitas perusahaan pada saat perusahaan melakukan penawaran perdana.
30
2.1.11 Jenis Industri Jenis industri digunakan sebagai variabel independen bertujuan untuk melihat apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu saja dan apakah terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat underpricingnya. Menurut Yolana dan Martani (2005), variabel jenis industri mungkin saja mempengaruhi underpricing karena tiap industri memiliki risiko dan tingkat ketidakpastian yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Risiko untuk setiap jenis industri berbeda karena adanya perbedaan karakteristik. Perbedaan risiko ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor untuk setiap sektor industri juga berbeda sehingga tingkat underpricing juga mungkin akan berbeda.
2.2
Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian mengenai penyebab terjadinya underpricing telah
banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia dengan pendekatan yang berbeda, dengan hasil yang berbeda pula. Perbedaan ini mungkin saja terjadi karena adanya perbedaan kondisi setiap pasar modal serta lingkungannya, perbedaan persepsi peneliti, serta data yang digunakan. Beatty (1989), dengan menggunakan data perusahaan yang melakukan IPO tahun 1975-1984 di NASDAQ, Amerika, memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan signifikan (negatif) antara reputasi auditor, reputasi underwriter, tipe kontrak underwriter, dan umur perusahaan dengan initial return. Hubungan
31
signifikan (positif) juga ditemukan antara persentase penawaran saham dan indikator perusahaan minyak dan gas pada initial return. Penelitian oleh Carter dan Manaster (1990), dengan sampel 501 perusahaan yang melakukan IPO Januari 1979 sampai dengan Agustus 1983, menemukan bahwa reputasi penjamin emisi, insiders shares, offering size (logoffersize), dan umur perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada initial return. Penelitian lainnya dilakukan oleh Kim et al. (1993), dengan sampel 177 perusahaan yang melakukan IPO tahun 1988-1990 di pasar modal Korea, mengemukakan bahwa kualitas underwriter, investment, ROA dan gross proceeds (size) berpengaruh signifikan (negatif) pada initial return. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa financial leverage dan ownership retention berpengaruh signifikan (positif) pada initial return. How et al. (1995) melakukan penelitian serupa dengan mengambil sampel 340 perusahaan yang melakukan IPO di Australia periode 1980-1990, mengemukakan bahwa reputasi underwriter, besarnya saham yang ditawarkan, waktu listing dan umur perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada underpricing. Penelitian oleh Islam et al. (2010), dengan sampel 191 perusahaan yang melakukan IPO di Chittagong Stock Exchange periode 1995-2005, menemukan bahwa umur dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif pada initial return. Sedangkan jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh signifikan negatif pada initial return.
32
Penelitian mengenai underpricing di Indonesia antara lain dilakukan oleh Trisnawati (1998) yang melakukan penelitian di Bursa Efek Jakarta dengan sampel 47 perusahaan yang melakukan IPO tahun 1994-1995 yang membuktikan bahwa hanya umur perusahaan yang berpengaruh signifikan (positif) pada initial return. Sedangkan Daljono (2000) dengan data perusahaan yang melakukan IPO tahun 1990-1997 di BEJ menemukan bahwa reputasi penjamin emisi dan financial leverage berpengaruh positif signifikan pada initial return. Abdullah (2000) dengan sampel 50 perusahaan tahun 1995-2000, menemukan bahwa variabel besaran perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROE), jenis industri manufaktur (dummy), dan persentase saham yang ditawarkan pada publik secara bersama-sama berpengaruh signifikan pada initial return. Sedangkan ketika dilakukan pengujian parsial atau terpisah, hanya variabel jenis industri dan profitabilitas (ROE) yang berpengaruh signifikan pada initial return. Penelitian lainnya dilakukan oleh Sandhiaji (2004) dengan sampel perusahaan manufaktur yang melakukan IPO tahun 1996-2002, membuktikan bahwa reputasi underwriter, ROA, umur perusahaan, ukuran perusahaan, berpengaruh signifikan negatif pada underpricing. Sedangkan jumlah saham yang ditahan oleh pemilik lama (ownership retention) dibuktikan berhubungan positif dengan underpricing, dan reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan pada underpricing. Yolana dan Martani (2005) berdasarkan data tahun 1994–2001, menemukan bahwa variabel rata-rata kurs dan ROE berpengaruh signifikan positif pada initial return. Sedangkan ukuran perusahaan dan jenis industri berpengaruh
33
signifikan negatif pada initial return. Variabel reputasi underwriter ditemukan tidak berpengaruh pada initial return. Gerianta (2008) melakukan penelitian dengan sampel seluruh perusahaan yang melakukan IPO tahun 1990–2001. Hasil penelitiannya adalah reputasi underwriter dan profitabilitas perusahaan (ROA) berpengaruh signifikan (negatif) pada initial return. Hasil-hasil penelitian terdahulu secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
34
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya No Tahun Nama 1 1989 Beatty
2
1990
3
1993
4
1995
5
1998
6
2000
7
2000
8
2002
Variabel Reputasi auditor Reputasi underwriter Umur perusahaan Persentase saham yang ditawarkan Tipe kontrak underwriter Indikator perusahaan minyak dan gas Carter dan Reputasi underwriter Manaster Insiders shares Offering size Umur perusahaan Kim et al. Invesment Kualitas underwriter ROA Financial Leverage Gross proceeds Ownership retention How et al. Umur perusahaan Offer size Waktu Listing Reputasi underwriter Trisnawati Reputasi auditor Reputasi penjamin emisi Umur perusahaan % Saham yang ditawarkan ROA Financial Leverage Daljono Reputasi auditor Reputasi underwriter Umur perusahaan Saham yang ditawarkan ROA Financial leverage Solvability Ratio Abdullah Besaran perusahaan ROE Jenis industri % Saham yang ditawarkan Rosyati dan Umur perusahaan Sabeni Reputasi auditor Reputasi penjamin emisi
Hasil Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (+) Signifikan (-) Signifikan (+) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (+) Signifikan (-) Signifikan (+) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Signifikan (+) Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Signifikan (+) Tidak berpengaruh Signifikan (+) Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Signifikan (+) Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Signifikan (-) Signifikan (+) Tidak berpengaruh Signifikan (-) Tidak berpengaruh Signifikan (-)
35
No Tahun Nama 9 2004 Sandhiaji
10
2005
Yolana dan Martani
11
2008
Gerianta
12
2010
Islam et al.
Sumber: Data diolah
Variabel Reputasi underwriter Reputasi auditor Jumlah saham yang ditahan pemilik ROA Umur perusahaan Ukuran perusahaan Reputasi penjamin emisi Rata-rata kurs Ukuran perusahaan ROE Jenis Industri Reputasi auditor Reputasi underwriter Umur perusahaan % Saham yang ditawarkan ROA Financial Leverage Solvability ratio Ukuran perusahaan Kepemilikan pemerintah Umur perusahaan Ukuran perusahaan % Saham yang ditawarkan Jenis industri
Hasil Signifikan (-) Tidak berpengaruh Signifikan (+) Signifikan (-) Signifikan (-) Signifikan (-) Tidak berpengaruh Signifikan (+) Signifikan (-) Signifikan (+) Signifikan (-) Tidak berpengaruh Signifikan (-) Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Signifikan (-) Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Signifikan (+) Signifikan (+) Signifikan (-) Signifikan (-)
BAB III RERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Rerangka Berpikir Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, pasar modal Indonesia pun
semakin maju dibuktikan dengan semakin bertambahnya perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia. Bahkan saat penutupan perdagangan 2010, BEI mencatat pencapaian yang luar biasa saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menyentuh level tertinggi se Asia Pasifik (Jawa Pos, 31 Desember 2010). Hal ini menunjukkan semakin tingginya minat investor untuk berinvestasi di pasar modal. Salah satu fenomena menarik yang sering terjadi di hampir seluruh pasar modal di dunia termasuk Indonesia adalah fenomena underpricing. Underpricing menimbulkan dampak yang berbeda bagi perusahaan dan investor. Perusahaan akan tidak diuntungkan apabila terjadi underpricing, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum. Sedangkan investor akan diuntungkan, karena menerima initial return. Underpricing disebabkan oleh adanya asimetri informasi (Beatty, 1989). Ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh emiten, underwriter, maupun investor dapat
mengakibatkan
perbedaan
harga
yang
memungkinkan
terjadinya
underpricing. Demikian pula Guinness (1992) menjelaskan terjadinya underpricing karena adanya asimetri informasi antara emiten dengan penjamin emisi dan antara investor yang memiliki informasi tentang prospek perusahaan emiten dengan investor yang tidak memiliki informasi prospek perusahaan emiten. Ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh para pihak inilah yang dapat mengakibatkan perbedaan harga sehingga memungkinkan terjadinya underpricing.
36
37
Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing penting diketahui baik oleh pihak emiten, underwriter maupun investor. Dengan mengetahui faktorfaktor ini maka dapat dipertimbangkan, bagi emiten untuk menghindari maupun meminimalkan underpricing demi keberhasilan dalam melakukan IPO. Bagi underwriter, sebagai informasi dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai harga yang wajar dan menghindarkan dari risiko saham tidak laku terjual. Bagi investor, sebagai informasi dalam membuat suatu keputusan investasi terutama pada saat membeli saham perdana dengan tujuan memperoleh return yang diharapkan. Semakin
menariknya
informasi
mengenai
faktor-faktor
penyebab
underpricing dibuktikan dengan banyaknya penelitian yang dilakukan antara lain Beatty (1989) di pasar modal Amerika, Kim et al. (1993) di pasar modal Korea, How et al. (1995) di pasar modal Australia. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing juga telah banyak dilakukan di Indonesia diantaranya Trisnawati (1998), Daljono (2000), Abdullah (2000), Sandhiaji (2004), Yolana dan Martani (2005), serta Gerianta (2008). Gambar 3.1 menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian ini, sebelum menentukan variabel-variabel yang akan diteliti, terlebih dahulu dilakukan kajiankajian secara teoritis maupun empiris. Berdasarkan hasil kajian tersebut maka diperoleh konsep mengenai underpricing sebagai variabel independen, dan variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, dan jenis industri yang merupakan variabel independen.
38
Asimetri Informasi
Emiten
Underwriter
Investor
Pasar Primer
Pasar Sekunder
Harga Saham
Harga Saham
Underpricing
Kajian Teoritis
Kajian Empiris
Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing: - Reputasi Underwriter - Reputasi Auditor - Umur Perusahaan - Ukuran Perusahaan - Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi - Profitabilitas Perusahaan (ROA) - Financial Leverage - Jenis Industri
Gambar 3.1 Rerangka Berpikir Penelitian
39
3.2
Konsep Penelitian Berdasarkan rerangka berpikir tersebut, kemudian dapat disusun konsep
penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel dalam penelitian ini. Konsep penelitian ini merupakan hubungan logis dari landasan teoritis yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Konsep tersebut dapat disajikan dalam Gambar 3.2 sebagai berikut.
Kajian Teoritis - Asymetric Information
Kajian Empiris - Beatty (1989) - Carter dan Manaster (1990) - Kim et al. (1993) - How et al. (1995) - Trisnawati (1998) - Daljono (2000) - Abdullah (2000) - Rosyati dan Sabeni (2002) - Sandhiaji (2004) - Yolana dan Martani (2005) - Gerianta (2008) - Islam et al. (2010)
Underpricing
-
Reputasi Underwriter Reputasi Auditor Umur Perusahaan Ukuran Perusahaan Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi Profitabilitas Perusahaan (ROA) Financial Leverage Jenis Industri
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
40
3.3
Hipotesis Penelitian
3.3.1 Pengaruh Reputasi Underwriter pada Underpricing Reputasi underwriter dapat digunakan sebagai sinyal (Beatty, 1989; Carter dan Manaster, 1990). Underwriter dengan reputasi tinggi lebih mempunyai kepercayaan diri terhadap kesuksesan penawaran saham yang diserap oleh pasar. Dengan demikian ada kecenderungan underwriter yang bereputasi tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga tingkat underpricing pun rendah. Reputasi underwriter diyakini menjadi pertimbangan penting bagi investor untuk membeli saham suatu perusahaan. Semakin tinggi reputasi underwriter, initial return akan semakin rendah atau reputasi underwriter mempunyai pengaruh negatif pada underpricing. Beatty (1989), Carter dan Manaster (1990), Kim et al. (1993), How et al. (1995), Kooli dan Suret (2002), Gerianta (2008) telah membuktikan bahwa reputasi underwriter berpengaruh negatif pada underpricing. Berdasarkan hal ini diajukan hipotesis sebagai berikut. H1 :
Reputasi underwriter berpengaruh negatif pada underpricing.
3.3.2 Pengaruh Reputasi Auditor pada Underpricing Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten (Holland dan Horton, 1993). Emiten yang memilih untuk menggunakan auditor yang berkualitas akan dinilai positif oleh investor yaitu emiten mempunyai informasi
41
yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya di masa mendatang. Hal ini berarti penggunaan
auditor
yang
memiliki
reputasi
tinggi
akan
mengurangi
ketidakpastian pada masa mendatang. Ketidakpastian yang rendah berasosiasi dengan tingkat underpricing yang rendah. Hasil penelitian Beatty (1989) berhasil membuktikan bahwa reputasi auditor berpengaruh negatif pada underpricing. Oleh karena itu diajukan hipotesis sebagai berikut. H2 :
Reputasi auditor berpengaruh negatif pada underpricing.
3.3.3 Pengaruh Umur Perusahaan pada Underpricing Umur perusahaan emiten menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu bertahan dan banyaknya informasi yang dapat diserap oleh publik. Perusahaan yang beroperasi lebih lama mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada perusahaan yang baru saja berdiri. Dengan demikian akan mengurangi adanya asimetri informasi dan memperkecil ketidakpastian pasar dan pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing (How et al., 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Beatty (1989), Carter dan Manaster (1990), How et al. (1995), Rosyati dan Sabeni (2002) dan Sandhiaji (2005) telah membuktikan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing. Berdasarkan hal ini diajukan hipotesis sebagai berikut. H3 :
Umur perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing.
42
3.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Underpricing Perusahaan besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan kecil. Karena lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dan lebih mudah diperoleh investor dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini akan mengurangi asimetri informasi pada perusahaan yang besar sehingga akan mengurangi tingkat underpricing daripada perusahaan kecil karena penyebaran informasi perusahaan kecil belum begitu banyak. Sandhiaji (2004) serta Yolana dan Martani (2005) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif pada tingkat underpricing. Berdasarkan pemikiran ini maka diajukan hipotesis sebagai berikut. H4 :
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing.
3.3.5 Pengaruh Tujuan Underpricing
Penggunaan
Dana
untuk
Investasi
pada
Tujuan penggunaan dana hasil IPO yang dapat diidentifikasi dari data prospektus yaitu untuk kebutuhan investasi atau ekspansi dan untuk perbaikan struktur modal. Bagi perusahaan dengan kualitas baik, penggunaan dana IPO untuk belanja modal dapat dianggap sebagai upaya meningkatkan kualitas perusahaan melalui peningkatan kapasitas produksi, sementara bagi perusahaan dengan kualitas jelek hal itu tidak bermakna apa-apa (Welch, 1989). Jika dana IPO digunakan untuk keperluan investasi, investor dapat menganggap bahwa kualitas perusahaan adalah baik, sehingga tingkat underpricing seharusnya rendah. Artinya, ada hubungan terbalik antara penggunaan dana hasil IPO untuk keperluan investasi dan tingkat underpricing.
43
Leone et al. (2006), menunjukkan informasi yang termuat dalam prospektus baik informasi umum yang mempengaruhi underpricing dan spesifikasi rencana penggunaan dana hasil IPO yang berhubungan dengan keputusan investasi. Pada umumnya perusahaan dengan fundamental bagus atau tujuan IPO nya untuk ekspansi lebih banyak diminati oleh investor. Kim et al. (1993), menemukan bahwa penggunaan dana hasil IPO untuk keperluan investasi berhubungan negatif dengan tingkat underpricing di Korea. Berdasarkan hal ini diajukan hipotesis sebagai berikut. H5 :
Tujuan penggunaan dana untuk investasi berpengaruh negatif pada underpricing.
3.3.6 Pengaruh Profitabilitas Perusahaan (ROA) pada Underpricing Informasi mengenai tingkat profitabilitas perusahaan merupakan informasi penting bagi investor dalam membuat keputusan investasi. Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada investor mengenai efektivitas operasional perusahaan (Tambunan, 2007). Profitabilitas yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian perusahaan di masa yang akan datang, dan sekaligus mengurangi ketidakpastian IPO, sehingga akan mengurangi underpricing (Kim et al., 1993). Watts dan Zimmerman (1990) menyatakan bahwa prestasi keuangan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan penting dalam penilaian prestasi usaha perusahaan dan sering digunakan sebagai dasar dalam keputusan investasi, khususnya dalam pembelian saham. Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (1993), Abdullah (2000), Gerianta (2008) dan Sandhiaji (2004), telah
44
membuktikan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada underpricing. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut. H6 :
Profitabilitas underpricing.
perusahaan
(ROA)
berpengaruh
negatif
pada
perusahaan
dalam
3.3.7 Pengaruh Financial Leverage pada Underpricing Financial
leverage
menunjukkan
kemampuan
membayar hutangnya dengan equity yang dimilikinya (Tambunan, 2007). Financial leverage yang tinggi menunjukkan risiko suatu perusahaan juga tinggi (Kim et al., 1993). Hal ini akan menimbulkan ketidakpastian harga saham perdana yang besar pula, yang pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing. Kim et al. (1993) dan Daljono (2000), dalam penelitiannya berhasil membuktikan bahwa financial leverage secara signifikan (positif) berpengaruh pada underpricing. Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut. H7 :
Financial leverage berpengaruh positif pada underpricing.
3.3.8
Pengaruh Jenis Industri pada Underpricing Jenis industri digunakan sebagai variabel independen untuk melihat
apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu saja dan apakah terdapat perbedaan signifikan dalam
tingkat
underpricingnya.
Variabel
jenis
industri
mungkin
saja
mempengaruhi underpricing karena tiap industri memiliki risiko dan tingkat ketidakpastian yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi (Yolana dan Martani, 2005). Risiko untuk
45
setiap jenis industri berbeda karena adanya perbedaan karakteristik. Perbedaan risiko ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor untuk setiap sektor industri juga berbeda sehingga tingkat underpricing juga mungkin akan berbeda. Yolana dan Martani (2005) membuktikan bahwa jenis industri berpengaruh signifikan negatif pada underpricing. Dengan demikian maka dirumuskan hipotesis berikut: H8 :
Jenis industri berpengaruh negatif pada underpricing.
Hipotesis-hipotesis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Reputasi Underwriter
(-)
Reputasi Auditor
(-)
Umur Perusahaan
(-)
Ukuran Perusahaan
(-)
Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi
(-)
Profitabilitas Perusahaan Financial Leverage
Underpricing
(-) (+) (-)
Jenis Industri
Gambar 3.3 Hipotesis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing
BAB IV METODA PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan rencana dari struktur riset yang
mengarahkan proses dan hasil riset sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efisien dan efektif (Sugiyono, 2007). Rancangan penelitian memberikan alur penelitian dari mempersiapkan data penelitian, menguji hipotesis, yang pada akhirnya memberikan kesimpulan yang sesuai dengan hasil yang diperoleh, masalah, dan hipotesis penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage dan jenis industri pada underpricing. Variabel-variabel ini diperoleh melalui kajian teoritis dan empiris yang dilakukan peneliti. Berdasarkan kajian-kajian tersebut dirumuskan pokok permasalahan dan hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan pengujian secara statistik, ditentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, sumber datanya, dan metoda pengumpulan datanya. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan untuk menjawab permasalahan yang ada. Langkah terakhir dari penelitian ini adalah membuat suatu simpulan dan saran penelitian. Untuk lebih jelasnya, rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 sebagai berikut.
46
47
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kajian Pustaka Kuantitatif & Kualitatif Hipotesis Data Penelitian
Data Sekunder
Rancangan Penelitian
Purposive Sampling
Variabel Penelitian
Kesimpulan Penelitian
Saran
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Regresi Linier Berganda
Implikasi
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Asumsi Klasik
48
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia, data diperoleh
dengan mengakses www.idx.co.id dan dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) serta menggunakan data pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode 1997-2010.
4.3
Jenis dan Sumber Data
4.3.1
Jenis Data Berdasarkan jenisnya, data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2007). Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data nama-nama perusahaan yang melakukan IPO, underwriter, dan auditor, sedangkan data kuantitatif adalah data laporan keuangan serta data harga saham penawaran, harga saham harian perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode 1997-2010 dan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
4.3.2
Sumber Data Menurut sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder eksternal yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui
49
perantara, seperti orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2007). Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Daftar perusahaan emiten, data harga saham penawaran, data harga saham harian, dan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diperoleh dari situs www.idx.co.id. serta dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM). 2) Data nama underwriter dan auditor, umur perusahaan, jumlah saham yang ditawarkan dan data laporan keuangan masing-masing perusahaan emiten, yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 1997-2010, dan prospektus masing-masing perusahaan emiten. 3) Daftar 6, 5 dan 4 besar Kantor Akuntan Publik (KAP) di Indonesia tahun 1997-2010 yang diperoleh dari situs www.wikipedia.org dan daftar top 5 underwriter tahun 1997-2010 versi Majalah Uang dan Efek, Koran Investor, dan situs www.bloomberg.com yang diperoleh dari Tanjung (2008) serta situs www.ibpa.co.id., dan www.bataviase.co.id.
4.4
Metoda Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan
IPO di Bursa Efek Indonesia dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2010. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007). Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
50
1) Perusahaan melakukan penawaran saham perdana (IPO) periode 1997-2010. 2) Perusahaan mengalami underpricing pada penawaran perdana (IPO). 3) Perusahaan memiliki nilai ekuitas positif karena jika ekuitas negatif akan mengakibatkan financial leverage yang merupakan salah satu variabel independen menjadi negatif (ekuitas merupakan salah satu elemen dalam perhitungan financial leverage). 4) Memiliki informasi atau ketersedian data yang akan digunakan dalam penelitian.
4.5
Variabel Penelitian
4.5.1
Identifikasi Variabel Berdasarkan teori-teori dan hipotesis penelitian, maka variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007). Underpricing merupakan variabel terikat dalam penelitian ini yang diproksikan dengan initial abnormal return. 2) Variabel bebas atau independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas perusahaan, financial leverage, dan jenis industri.
51
4.5.2
Definisi Operasional Variabel
1) Underpricing (UP) Variabel underpricing pada hari pertama di pasar sekunder diukur dengan initial abnormal return yaitu selisih dari return sesungguhnya terhadap return ekspektasian (return yang diharapkan oleh investor) (Jogiyanto, 2007). Adapun rumus abnormal return sebagai berikut. ARit = Rit – E[Rit]............................................................................... (1) Keterangan: ARit: Abnormal return pada sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t Rit: Return realisasian sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t E[Rit]: Return ekspektasian sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t Return realisasian merupakan return yang telah terjadi, yang dihitung dengan menggunakan data historis. Return realisasian berguna sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan serta sebagai dasar penentuan return ekspektasian dan risiko di masa datang (Jogiyanto, 2007). Adapun rumus return realisasian sebagai berikut. Rit =
Pit
Pit Pit
1
.............................................................................. (2)
1
Keterangan: Rit: Return realisasi saham i pada hari t Pit : Harga penutupan saham i pada hari t Pit-1: Harga penutupan saham i pada hari t-1 Menurut Jogiyanto (2007), return ekspektasian adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa yang akan datang dan digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Terdapat tiga model yang dapat digunakan untuk menghitung return ekspektasian yaitu dengan mean adjusted
52
model, market model dan market adjusted model (Brown and Warner, 1985). Dalam penelitian ini, return ekspektasian dihitung dengan menggunakan model pasar disesuaikan (market adjusted model). Market adjusted model menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, seperti halnya jika menggunakan mean adjusted model maupun market model karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar. Selain itu menurut Brown and Warner (1980) tidak terdapat perbedaan signifikan dalam hasil penghitungan abnormal return menggunakan ketiga model tersebut. Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat bukti bahwa semakin rumit sebuah model akan membawa manfaat lebih dibandingkan model yang lebih sederhana. Dengan demikian, return ekspektasian yang dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan market adjusted model merupakan return saham yang diukur dengan menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan. Return ini diperoleh dengan mencari selisih antara IHSG pada hari tertentu dikurangi IHSG hari sebelumnya, kemudian dibagi IHSG hari sebelumnya, atau jika dirumuskan adalah sebagai berikut. RMt =
IHSG t IHSG t IHSG t 1
1
................................................................ (3)
Keterangan: RMt: Return indeks pasar saham pada hari ke t IHSGt: IHSG harian pada hari ke t IHSGt-1: IHSG harian pada hari ke t-1
53
2) Reputasi Underwriter (UND) Pengukuran variabel reputasi underwriter menggunakan variabel dummy. Penentuan reputasi underwriter menggunakan skala 1 untuk underwriter yang memiliki reputasi tinggi dan 0 untuk underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi. Penentuan ranking didasarkan perangkingan yang dibuat oleh Majalah Uang dan Efek, Koran Investor dan situs www.bloomberg.com. Underwriter yang memiliki reputasi tinggi adalah underwriter yang masuk dalam top 5 underwriter, sedangkan underwriter yang tidak masuk dalam top 5 underwriter dikategorikan sebagai underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi. Pengukuran ini digunakan juga oleh Gerianta (2008).
3) Reputasi Auditor (AUD) Pengukuran variabel reputasi auditor menggunakan variabel dummy. Penentuan reputasi auditor menggunakan skala 1 untuk auditor yang bereputasi baik dan 0 untuk auditor yang bereputasi kurang baik. Auditor yang bereputasi baik adalah auditor yang masuk dalam peringkat 6, 5 dan 4 besar KAP. Pengukuran berdasarkan peringkat auditor digunakan juga oleh Gerianta (2008).
4) Umur Perusahaan (AGE) Variabel ini diukur dari sejak perusahaan berdiri berdasarkan akte pendirian sampai dengan saat perusahaan tersebut melakukan penawaran umum perdana. Umur perusahaan ini dihitung dengan skala tahunan.
54
5) Ukuran Perusahaan (SIZE) Ukuran perusahaan diproksikan dengan menggunakan logaritma natural dari total aktiva perusahaan (Titman dan Wessels, 1988, dan Ibrahim, 2008) pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran perdana.
6) Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi (TPDI) Variabel tujuan penggunaan dana diukur dengan melihat besarnya persentase dana IPO yang digunakan untuk tujuan investasi dibandingkan dengan dana IPO keseluruhan. Pengukuran ini juga digunakan oleh Kim et al. (1993).
7) Profitabilitas Perusahaan (ROA) Untuk mengukur profitabilitas perusahaan digunakan Rate of Return on Total Assets (ROA). Menurut Ang (1997), persamaan ROA dapat dituliskan sebagai berikut. Earnings After Tax ROA = ................................................................................................. (4) Total Assets
8) Financial Leverage (DER) Variabel ini diukur dengan DER (Debt to Equity Ratio), yaitu rasio total hutang terhadap equity yang dimiliki oleh perusahaan. Pengukuran variabel ini juga telah dipergunakan oleh Kim et al. (1993), Trisnawati (1998), Daljono (2000). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut. .............................................................................................................. (5) DER = Total Debt Equity
55
9) Jenis Industri Pengukuran variabel jenis industri menggunakan variabel dummy. Penentuan jenis industri menggunakan skala 1 untuk industri manufaktur dan 0 untuk industri bukan manufaktur. Pengukuran ini digunakan juga oleh Yolana dan Martani (2005). Jenis industri manufaktur memiliki perbedaan signifikan dengan jenis industri lainnya yaitu real estate, properti, keuangan, asuransi dan investasi. Perbedaan tersebut antara lain dalam struktur modal dan komponen-komponen neraca dan laba rugi yang dapat mempengaruhi perhitungan variabel-variabel keuangan (Gumanti, 2005). Secara ringkas, pengukuran variabel disajikan dalam Tabel 4.1
berikut.
No Variabel 1 Underpricing
Tabel 4.1 Pengukuran Variabel Pengukuran Underpricing diukur dengan initial abnormal return, dengan rumus sebagai berikut. ARit = Rit – E[Rit] .............(Jogiyanto, 2007) Keterangan: ARit: Abnormal return pada sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t Rit: Return realisasian sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t E[Rit]: Return ekspektasian sekuritas ke-i untuk periode peristiwa ke-t
2
Reputasi Underwriter
1 untuk “underwriter yang memiliki reputasi tinggi” 0 untuk “underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi” Pengukuran ini digunakan juga oleh Gerianta (2008).
3
Reputasi Auditor
1 untuk “auditor big 4” 0 untuk “auditor non big 4” Pengukuran ini digunakan juga oleh Gerianta (2008)
56
No Variabel 4 Umur Perusahaan
Pengukuran Diukur sejak perusahaan berdiri berdasarkan akte pendirian sampai dengan saat perusahaan melakukan IPO yang dihitung dengan skala tahunan.
5
Ukuran Perusahaan
Diproksikan dengan menggunakan logaritma dari total aktiva perusahaan (Titman dan Wessels, 1988) pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran perdana. Pengukuran ini digunakan juga oleh Ibrahim (2008).
6
Diukur dengan melihat besarnya dana IPO yang Tujuan Penggunaan Dana ditujukan untuk belanja modal atau investasi dibandingkan dengan total dana IPO (dalam persentase). untuk Investasi Pengukuran ini juga digunakan oleh Kim et al. (1993).
7
Profitabilitas Earnings After Tax ................ Ang (1997) Perusahaan (ROA) ROA = Total Assets ROA= Rate of Return on Total Assets Pengukuran ini juga digunakan oleh Kim et al. (1993), Trisnawati (1998), Daljono (2000), Sandhiaji (2004), dan Gerianta (2008).
8
Financial Leverage
DER (Debt to Equity Ratio) =
Total Debt Equity
Pengukuran ini juga digunakan oleh Kim et al. (1993), Trisnawati (1998), Daljono (2000), dan Gerianta (2008). 9
Jenis Industri
1 untuk “industri manufaktur” 0 untuk “industri non manufaktur” Pengukuran ini digunakan juga oleh Yolana dan Martani (2005).
57
4.6 Metoda Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metoda observasi non partisipan yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat, mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi, ICMD, serta mengunduh data dan informasi dari situs-situs internet yang relevan.
4.7 Teknik Analisis Data 4.7.1 Uji Asumsi Klasik Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, diperlukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa model telah memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Adapun uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Menurut Ghozali (2001), pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut. (1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
58
(2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) (Ghozali, 2001). Uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal. Lebih lanjut, jika signifikansi di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku, atau data berdistribusi normal. 2) Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel variabel independen. Jika variabel-variabel saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas adalah nol (Ghozali, 2001). Menurut
Ghozali
(2001),
untuk
mendeteksi
ada
multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut.
atau
tidaknya
59
(1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat. (2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (diatas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. (3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). Batas tolerance value adalah 0,10 dan VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance value kurang dari 0,10 atau VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas. 3) Uji Heteroskedastisitas Menurut Ghozali (2001), uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homoskedastisitas
atau
tidak
terjadi
heteroskedastisias.
Ghozali
(2001)
menyatakan bahwa untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID), yaitu dengan deteksi ada tidaknya pola tertentu pada grafik scaterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut.
60
(1) Jika ada pola tertentu, seperti titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. (2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 dan sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Kemudian uji heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan melakukan uji Glesjer. Uji ini dilakukan dengan membuat persamaan regresi nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika variabel independen signifikan secara statistik
mempengaruhi
variabel
dependen,
maka
ada
indikasi
terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2001). 4) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Pengujian autokorelasi ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW-test). Menurut Ghozali (2001), pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi ada empat pedoman yaitu. (1) Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. (2) Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
61
(3) Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif. (4) Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. Selain pedoman diatas, untuk mendiagnosis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dapat dilakukan melalui pengujian nilai Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut (Algifari, 1997). (1) Kurang dari 1,10 berarti ada autokorelasi. (2) 1,10 hingga 1,54 berarti tanpa kesimpulan. (3) 1,55 hingga 2,46 berarti tidak ada autokorelasi. (4) 2,46 hingga 2,90 berarti tanpa kesimpulan. (5) Lebih dari 2,91 berarti ada autokorelasi.
4.7.2
Analisis Regresi Berganda Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel
independen pada variabel dependen. Untuk menguji hipotesis-hipotesis dalam penelitian ini, maka akan digunakan model persamaan regresi sebagai berikut. UP
= a + b1UND + b2AUD + b3AGE + b4SIZE + b5TPDI + b6ROA + b7DER + b8IND + e
Keterangan: a: Konstanta b1-b8: Koefisien Regresi UP: Underpricing UND: Reputasi Underwriter AUD: Reputasi Auditor AGE: Umur Perusahaan SIZE: Ukuran Perusahaan
62
TPDI: ROA: DER: IND: e:
Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi Profitabilitas Perusahaan Debt to Equity Ratio Jenis Industri Error Nilai koefisien regresi sangat menentukan sebagai dasar analisis. Hal ini
berarti jika koefisien b bernilai positif (+) maka dapat dikatakan terjadi pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen. Sedangkan bila koefisien nilai b bernilai negatif (-) hal ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dimana kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel dependen. Menurut Ghozali (2001), ketepatan dari fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F (uji kelayakan model) dan nilai statistik t (uji signifikan parameter individual). 1) Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuankemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap
63
tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tanpa dipengaruhi apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi. Tidak seperti R2, Adjusted R2 dapat naik ataupun turun apabila suatu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2001). 2) Uji Kelayakan Model (Uji Statistik F) Uji kelayakan model digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu underpricing. Apabila Pvalue < 0,05 maka hubungan variabel-variabel bebas mempengaruhi underpricing, hal ini bermakna bahwa model yang digunakan layak (fit), (Ghozali, 2001). 3) Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji signifikan parameter individual pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Artinya apakah variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Pada uji t, nilai t-hitung akan dibandingkan dengan nilai t-tabel, apabila nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel maka Ha diterima, demikian pula sebaliknya. Selain itu dapat juga dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansinya. Apabila tingkat signifikansi yang dihasilkan lebih kecil daripada 5%, maka Ha diterima, demikian pula sebaliknya (Ghozali, 2001).
BAB V HASIL PENELITIAN
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di BEI antara tahun 1997 hingga tahun 2010. Terdapat 226 perusahaan yang melakukan IPO antara tahun 1997 hingga tahun 2010, dan dari jumlah tersebut sebanyak 10 perusahaan tidak dimasukkan ke dalam sampel penelitian karena data yang diperoleh tidak lengkap. Perusahaan yang mengalami underpricing berjumlah 186, namun 25 diantaranya dikeluarkan dari sampel karena 7 perusahaan ekuitasnya negatif, dan 18 data outlier. Outlier adalah kasus atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini variabel yang mengandung observasi atau data outlier adalah variabel underpricing, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas perusahaan dan financial leverage. Setelah observasi outlier dikeluarkan dari sampel maka terdapat 161 perusahaan yang melakukan IPO yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Tabel 5.1 merupakan tabel pengambilan sampel penelitian yang diambil berdasarkan metode purposive sampling.
64
65
Tabel 5.1 Pengambilan Sampel Penelitian Kriteria Pengambilan Sampel Jumlah perusahaan yang melakukan IPO tahun 1997-2010 Perusahaan yang datanya tidak lengkap Perusahaan yang tidak mengalami underpricing Perusahaan yang ekuitasnya negatif Data outlier Sampel penelitian Sumber: Data diolah
Jumlah 226 (10) (30) (7) (18) 161
Sampel dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 1.
5.1
Statistika Deskriptif Tabel 5.2 Statistika Deskriptif Variabel
N
Underpricing Reputasi Underwriter Reputasi Auditor Umur Perusahaan Ukuran Perusahaan Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi Profitabilitas (ROA) Financial Leverage (DER) Jenis Industri Valid N Sumber: Lampiran 4
161 161 161 161 161 161
0,0028 0,00 0,00 1,00 9,36 0,15
1,5682 1,00 1,00 49,00 13,51 1,00
0,3536 0,1863 0,4783 16,1429 11,5001 0,8496
Standar Deviasi 0,31954 0,39059 0,50109 10,78301 0,75295 0,20728
161 161 161 161
-0,14 0,00 0,00
0,41 19,69 1,00
0,0574 2,6389 0,3292
0,06759 3,84252 0,47139
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Berdasarkan statistika deskriptif, dari 161 perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, rata-rata tingkat underpricing dari sampel penelitian ini adalah sebesar 35,36%. Tingkat underpricing yang paling rendah yaitu sebesar 0,28% terjadi pada PT. Trikomsel Oke Tbk (TRIO) yang melaksanakan IPO pada tahun 2009. TRIO melaksanakan IPO pada tahun ke 13 perusahaan berdiri dengan
66
total aktiva sebesar Rp. 1.299.767.000.000, menggunakan underwriter dan KAP bereputasi tinggi yaitu PT. Mandiri Sekuritas dan KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja (Ernst & Young), penggunaan dana untuk investasi sebesar 60%, ROA 6,80% dan financial leverage 212,90% (Sumber: Lampiran 2, No. 136). Underpricing yang paling tinggi yaitu sebesar 156,82% terjadi pada PT. Plastpack Prima Industri Tbk (PLAS) yang melaksanakan IPO pada tahun 2001. PLAS melaksanakan IPO pada tahun ke sembilan perusahaan berdiri, dengan total aktiva sebesar Rp. 19.077.000.000, menggunakan underwriter yang tidak bereputasi tinggi yaitu PT. Pridana Futura Centra Investama, KAP bereputasi tinggi yaitu Arthur Andersen, penggunaan dana untuk investasi sebesar 41%, ROA 3,99% dan financial leverage 21,78% (Sumber: Lampiran 2, No. 45). Ditinjau dari umur perusahaan, umur perusahaan yang minimum diperoleh dalam penelitian ini adalah 1 tahun yaitu PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang melaksanakan IPO pada tahun 2010 (Sumber: Lampiran 2, No. 155). Sedangkan umur perusahaan yang maksimum diperoleh adalah 49 tahun yaitu PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) yang juga melaksanakan IPO pada tahun 2010 (Sumber: Lampiran 2, No. 144). Rata-rata umur perusahaan dari sampel dalam penelitian ini adalah 16 tahun. Ukuran perusahaan yang minimum diperoleh yang diukur dengan menggunakan logaritma natural (Ln) dari nilai total aktiva adalah sebesar 9,36 Ln total aktiva atau nilai total aktiva sebesar Rp. 2.310.241.824 yaitu pada PT. Darma Henwa Tbk (DEWA) yang melaksanakan IPO pada tahun 2007 (Sumber: Lampiran 2, No. 110). Ukuran perusahaan yang maksimum diperoleh adalah
67
sebesar
13,51
Ln
total
aktiva
atau
nilai
total
aktiva
sebesar
Rp.
32.410.329.000.000 yaitu PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) yang melaksanakan IPO pada tahun 2010 (Sumber: Lampiran 2, No. 149). Sedangkan rata-rata ukuran perusahaan dari sampel dalam penelitian ini adalah 11,50 (logaritma natural dari nilai total aktiva). Persentase minimum tujuan penggunaan dana untuk investasi dalam penelitian ini adalah sebesar 15% yaitu oleh PT. Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) yang melaksanakan IPO pada tahun 2000 (Sumber: Lampiran 2, No. 42). Sedangkan persentase maksimum tujuan penggunaan dana untuk investasi dalam penelitian ini adalah sebesar 100% yaitu oleh 78 perusahaan atau 48,45% dari total sampel 161 perusahaan. Rata-rata persentase tujuan penggunaan dana untuk investasi dari sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 85%. Ditinjau dari profitabilitas (ROA), ROA perusahaan yang minimum diperoleh adalah sebesar minus (14%) yang dialami oleh PT. Limas Stokhomindo Tbk (LMAS) yang melaksanakan IPO pada tahun 2001 (Sumber: Lampiran 2, No. 61). Profitabilitas (ROA) perusahaan yang maksimum diperoleh adalah sebesar 41% yaitu oleh PT. Makindo Tbk (MKDO) yang melaksanakan IPO pada tahun 1998 (Sumber: Lampiran 2, No. 22). Sedangkan rata-rata profitabilitas (ROA) dari sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 5,7%. Financial Leverage (DER) perusahaan yang minimum diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,003% yaitu pada PT. Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) yang melaksanakan IPO pada tahun 2004 (Sumber: Lampiran 2, No. 88).
68
Sedangkan DER perusahaan yang maksimum diperoleh adalah sebesar 1.969% yaitu PT. Bank Bukopin Tbk (BBKP) yang melaksanakan IPO pada tahun 2006 (Sumber: Lampiran 2, No. 97). Rata-rata Financial Leverage (DER) dari sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 263,89%. Interpretasi variabel dummy berdasarkan statistik deskriptif yaitu nilai ratarata reputasi underwriter sebesar 0,1863 berarti 18,63% dari total sampel menggunakan underwriter yang memiliki reputasi tinggi (top 5 underwriter), sedangkan 81,37% menggunakan underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi. Nilai rata-rata reputasi auditor sebesar 0,4783 berarti 47,83% dari total sampel menggunakan auditor yang memiliki reputasi tinggi (big 4), sedangkan sisanya sebesar 52,17% menggunakan auditor yang tidak memiliki reputasi tinggi. Sedangkan nilai rata-rata jenis industri sebesar 0,3292 berarti 32,92% dari total sampel adalah sampel yang tergolong ke dalam industri manufaktur, sedangkan sisanya sebesar 67,08% tergolong ke dalam industri non manufaktur.
5.2
Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari uji normalitas, uji
heteroskedastisitas, uji multikolinearitas dan uji autokorelasi.
5.2.1
Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk melihat nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai residual yang terdistribusi normal (Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini, untuk
69
menguji normalitas residual, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil uji normalitas residual menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal, karena residualnya (Asymp. Sig. (2-tailed)) >0,050 yaitu sebesar 0,052 (sumber: Lampiran 4). Jadi dapat disimpulkan bahwa model memiliki nilai residual yang terdistribusi normal.
5.2.2
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji adanya korelasi antar
variabel independen dalam model regresi (Ghozali, 2001). Uji multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIP). Batas tolerance value adalah 0,10 dan VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance value kurang dari 0,10 atau VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji multikolinearitas (sumber: Lampiran 4), dapat diketahui bahwa tolerance value semua variabel independen berada di atas 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIP) dibawah 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini.
5.2.3
Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
dilakukan
untuk
mengetahui
terjadinya
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain dalam model regresi. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
70
heteroskedastisitas (Ghozali, 2001).Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser yaitu dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel-variabel independen. Berdasarkan hasil uji Glejser (sumber: Lampiran 4), diketahui bahwa tingkat signifikansi dari masing-masing variabel bebas adalah di atas 5%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan mempengaruhi nilai absolut. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. 5.2.4
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji adanya korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya) dalam model regresi. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2001). Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW-test). Nilai DW sebesar 1,917 (sumber: Lampiran 4) dibandingkan dengan ketentuan nilai Durbin Watson yang terdapat dalam Algifari (1997), yaitu jika nilai DW sebesar 1,55 hingga 2,46 berarti tidak ada autokorelasi, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada persamaan regresi dalam penelitian ini.
5.3
Hasil Uji Statistik F Uji statistik F bertujuan untuk mengetahui kelayakan model yang
digunakan untuk menguji pengaruh semua variabel independen terhadap variabel terikat yaitu underpricing. Dari hasil uji ANOVA atau, didapat F-hitung sebesar 4,361 dengan tingkat signifikansi 0,000 (sumber: Lampiran 4). Karena tingkat
71
signifikansi 0,000 jauh lebih kecil dari 0,005 atau 5%, maka hal ini bermakna bahwa model yang digunakan layak (fit). Model regresi dapat digunakan untuk memprediksi underpricing atau dapat dikatakan bahwa variabel UND, AUD, AGE, SIZE, TPDI, ROA, DER, IND secara bersama-sama berpengaruh pada underpricing. Sementara itu, besarnya Adjusted R2 adalah 0,144 (sumber: Lampiran 4), hal ini berarti 14,4% variasi underpricing dapat dijelaskan oleh variasi dari kedelapan variabel independen yaitu reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana untuk investasi, profitabilitas (ROA), financial leverage (DER) dan jenis industri. Sedangkan sisanya sebesar 85,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dipergunakan dalam model ini.
5.4
Hasil Uji Statistik t Uji statistik t dilakukan untuk menguji pengaruh suatu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2001). Artinya dapat diketahui variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Adapun hasil analisis regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh Tabel 5.3 berikut.
72
Tabel 5.3 Hasil Analisis Regresi Berganda Model
Unstandardized Coefficients
B Standar Error 1 (Konstanta) 191,556 42,111 UND -13,729 6,493 AUD -5,562 4,909 AGE -0,133 0,239 SIZE -10,509 3,779 TPDI -30,067 11,958 ROA -42,462 36,069 DER 0,627 0,704 IND -5,020 5,217 Tingkat signifikansi uji statistik F R2 Adjusted R2 Sumber: Lampiran 4
t
Signifikansi
4,549 -2,114 -1,133 -0,557 -2,781 -2,514 -1,177 0,892 -0,962
0,000 0,036 0,259 0,578 0,006 0,013 0,241 0,374 0,337 0,000 0,187 0,144
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dari ke delapan variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing yaitu reputasi underwriter, tujuan penggunaan dana untuk investasi, dan ukuran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi untuk UND sebesar 0,036, SIZE sebesar 0,006, dan TPDI sebesar 0,013, dimana ketiganya lebih kecil dari 0,05. Sedangkan variabel-variabel lainnya yaitu AUD, AGE, ROA, DER, dan IND dengan tingkat signifikansi diatas 0,05, tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat underpricing. Dengan demikian dapat dibuat persamaan matematis sebagai berikut. UP =
191,556 – 13,729 UND – 5,562 AUD – 0,133 AGE – 10,509 SIZE - 30,067 TPDI – 42,462 ROA + 0,627 DER – 5,020 IND + e
73
Keterangan: a: Konstanta UP: Underpricing UND: Reputasi Underwriter AUD: Reputasi Auditor AGE: Umur Perusahaan SIZE: Ukuran Perusahaan TPDI: Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi ROA: Profitabilitas Perusahaan (Return on Total Assets) DER: Financial Leverage (Debt to Equity Ratio) IND: Jenis Industri e: Error Berdasarkan persamaan matematis tersebut, konstanta sebesar 191,556 menunjukkan bahwa jika koefisien regresi variabel-variabel independen dianggap nol maka rata-rata underpricing sebesar 191,556%. Koefisien regresi UND (reputasi underwriter) sebesar -13,729 menunjukkan bahwa underpricing perusahaan yang menggunakan underwriter yang bereputasi tinggi cenderung lebih
rendah
sebesar
13,729%
dibandingkan
dengan
perusahaan
yang
menggunakan underwriter yang tidak memiliki reputasi tinggi, dengan asumsi konstanta dan koefisien regresi variabel lain adalah nol. Koefisien regresi SIZE (ukuran perusahaan) sebesar -10,509 menunjukkan bahwa jika variabel ukuran perusahaan meningkat satu satuan maka underpricing turun 10,509%, dengan asumsi konstanta dan koefisien regresi variabel lain adalah nol. Koefisien regresi TPDI (tujuan penggunaan dana untuk investasi) sebesar -30,067 menunjukkan bahwa jika variabel tujuan penggunaan dana untuk investasi meningkat satu satuan maka underpricing turun 30,067%, dengan asumsi konstanta dan koefisien regresi variabel lain adalah nol.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1) Berdasarkan hasil uji statistik t diketahui bahwa variabel UND (reputasi
underwriter) berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,036 yang lebih kecil dari 0,05. Tanda pada koefisien regresi untuk variabel reputasi underwriter adalah negatif, sebagaimana yang diduga, yang artinya bahwa semakin tinggi reputasi underwriter maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Dengan demikian H1 yang menyatakan reputasi underwriter berpengaruh negatif pada underpricing, diterima. Temuan ini konsisten dengan Beatty (1989), Carter dan Manaster (1990), Kim et al. (1993), How et al. (1995), Rosyati dan Sabeni (2002), Sandhiaji (2004) dan Gerianta (2008) yang
telah membuktikan bahwa reputasi underwriter
berpengaruh negatif pada underpricing. Hal ini menunjukkan bahwa underwriter yang bereputasi tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga tingkat underpricing rendah. Dalam menghadapi IPO, calon investor cenderung melihat terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter karena menurut investor, underwriter dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten. Begitu pula jika dibandingkan dengan emiten, underwriter dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang pasar. Hal ini sesuai dengan model Baron (1982).
74
75
Underwriter yang bereputasi tinggi dianggap mampu memprediksi harga saham di masa yang akan datang dengan baik, yang akan mengurangi ketidakpastian sehingga tingkat underpricing rendah. Temuan ini tidak konsisten dengan Trisnawati (1998), Daljono (2000), Yolana dan Martani (2005). Hal ini dapat diakibatkan oleh perbedaan proksi yang digunakan, seperti dalam penelitian Yolana dan Martani (2005), reputasi underwriter (variabel dummy) diukur dengan memberi nilai 1 untuk underwriter yang masuk top 10 dalam 20 most active brokerage monthly JSX berdasarkan total frekwensi perdagangan dan nilai 0 untuk underwriter yang tidak masuk top 10. Dengan ukuran ini, hasil dapat menjadi bias karena underwriter yang merupakan anggota JSX, dapat saja memiliki fungsi lain yaitu sebagai joint venture, invesment manager, maupun securities broker (JSX dan IDX Factbook). Dengan demikian, peringkat yang diberikan IDX berdasarkan total frekwensi perdagangan, tidak secara khusus dapat mewakili keaktifan underwriter tersebut dalam melakukan penjaminan emisi saham (IPO).
6.2
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2) Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel AUD (reputasi auditor)
tidak berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,259 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H2 yang menyatakan reputasi auditor berpengaruh negatif pada underpricing, tidak dapat diterima.
76
Terdapat pola dominasi yang bertolak belakang atas penggunaan jasa KAP dari tahun 1997-2001, dimana pada rentang waktu tersebut, terdapat dua KAP big 4 yaitu Prasetio, Utomo & Co (Arthur Andersen) dan Hans Tuanakotta & Mustofa (Deloitte) yang mendominasi audit perusahaan yang melakukan IPO. Namun mulai tahun 2002, banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non big 4. Hal ini dapat disebabkan oleh runtuhnya citra KAP big 4 setelah terjadi kasus KAP Arthur Andersen. Bahkan mulai tahun 2007 sampai dengan 2010, lebih banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non Big 4. Persentase penggunaan KAP big 4 dan non big 4 oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO tahun 19972010 dapat dilihat dalam Grafik 6.1 berikut. Grafik 6.1 Persentase Penggunaan KAP Big 4 dan Non Big 4 100 80 60
Big 4
40
Non Big 4
20 0 1997
1999
2001
2003
2005
2007
2009
Sumber: Data diolah (Lampiran 2) Temuan ini konsisten dengan semua penelitian sebelumnya di Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Trisnawati (1998), Daljono (2000), Rosyati dan Sabeni (2002), Sandhiaji (2004) dan Gerianta (2008) bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh pada tingkat underpricing. Temuan ini semakin memberikan bukti bahwa investor tidak mempertimbangkan reputasi auditor dalam menilai emiten yang melakukan IPO. Runtuhnya citra akuntan publik
77
akibat kasus Enron yang melibatkan KAP Arthur Andersen tampaknya membuat kepercayaan publik (dalam hal ini adalah investor) atas objektifitas dan independensi akuntan publik, bahkan yang memiliki reputasi tinggi (KAP big 4) berkurang.
6.3
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Ketiga (H3) Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel AGE (umur perusahaan)
tidak berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,578 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H3 yang menyatakan umur perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing, tidak dapat diterima. Temuan ini tidak konsisten dengan Beatty (1989), Carter dan Manaster (1990), How et al. (1995), Rosyati dan Sabeni (2002) dan Sandhiaji (2005) membuktikan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa bagi para investor, umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Oleh karena itu investor tidak mempertimbangkan umur perusahaan dalam menilai emiten yang melakukan IPO. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan, belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai kinerja atau prospek yang lebih jelek dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri. Ramadhani (2009) menyatakan bahwa umur suatu perusahaan tidak selalu menjamin bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang
78
sehat. Perusahaan dengan umur berapapun dapat mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat atau bahkan kebangkrutan. Hal ini terjadi karena adanya faktorfaktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan eksternal.
6.4
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Keempat (H4) Berdasarkan hasil uji statistik t diketahui bahwa variabel SIZE (ukuran
perusahaan) berpengaruh signifikan pada underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,006 yang lebih kecil dari 0,05. Tanda pada koefisien regresi untuk variabel ukuran perusahaan adalah negatif, sebagaimana yang diduga, yang artinya semakin besar ukuran perusahaan maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Dengan demikian H4 yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing, diterima. Konsisten dengan Sandhiaji (2004) serta Yolana dan Martani (2005), temuan ini menambah bukti empiris bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dan negatif pada tingkat underpricing. Perusahaan besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan kecil. Karena lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dan lebih mudah diperoleh investor dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini akan mengurangi asimetri informasi pada perusahaan yang besar sehingga akan mengurangi tingkat underpricing daripada perusahaan kecil karena penyebaran informasi perusahaan kecil belum begitu banyak. Ukuran perusahaan yang besar mengindikasikan bahwa perusahaan dalam keadaan yang stabil (Dianingsih, 2003). Selain itu total aktiva yang besar dinilai akan memberikan kesempatan lebih bagi perusahaan
79
untuk menambah penghasilan maupun mengurangi risiko ketidakpastian di masa yang akan datang.
6.5
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kelima (H5) Variabel TPDI (tujuan penggunaan dana untuk investasi) berpengaruh
signifikan pada underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,013 yang lebih kecil dari 0,05. Tanda pada koefisien regresi untuk variabel tujuan penggunaan dana untuk investasi adalah negatif, sebagaimana yang diduga, yang artinya semakin besar tujuan penggunaan dana untuk investasi maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Dengan demikian H5 yang menyatakan tujuan penggunaan dana untuk investasi berpengaruh negatif pada underpricing, diterima. Temuan ini konsisten dengan Kim et al. (1993), yang menemukan bahwa penggunaan dana hasil IPO untuk keperluan investasi berhubungan negatif dengan tingkat underpricing. Dana IPO yang akan digunakan untuk investasi atau ekspansi oleh emiten dianggap sebagai sinyal positif oleh calon investor yang mengisyaratkan perusahaan tersebut akan semakin berkembang, dibandingkan dengan emiten yang akan menggunakan dana hasil IPOnya untuk membayar utang. Berdasarkan analisis statistika deskriptif, rata-rata persentase tujuan penggunaan dana untuk investasi dari sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 85%. Hal ini berarti sebagian besar emiten yang melakukan IPO adalah perusahaan-perusahaan yang dianggap memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang. Sedangkan emiten yang lebih banyak menggunakan dana hasil
80
IPOnya untuk membayar utang, dianggap kurang memiliki prospek baik sehingga meningkatkan ketidakpastian dan mempertinggi tingkat underpricing. Temuan ini mendukung Welch (1989) yang mengungkapkan jika dana IPO digunakan untuk keperluan investasi, investor dapat menganggap bahwa kualitas perusahaan adalah baik, sehingga tingkat underpricing rendah.
6.6
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Keenam (H6) Hasil uji statistik t menunjukkan bahwa variabel ROA (profitabilitas
perusahaan) tidak berpengaruh signifikan pada underpricing. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,241 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H6 yang menyatakan profitabilitas perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing, tidak dapat diterima. Temuan ini tidak konsisten dengan Kim et al. (1993), Abdullah (2000), Gerianta (2008) dan Sandhiaji (2004) yang telah membuktikan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada underpricing. Tidak berpengaruhnya ROA (profitabilitas perusahaan) pada underpricing dapat diakibatkan oleh ketidakpercayaan investor atas informasi keuangan yang disajikan oleh emiten. Hal ini didukung oleh tidak berpengaruhnya reputasi auditor pada underpricing, yang artinya investor tidak mempertimbangkan reputasi auditor ketika akan melakukan investasi pada perusahaan yang melakukan IPO, karena investor menganggap tidak terdapat perbedaan kualitas informasi keuangan, baik yang diaudit oleh KAP big 4 maupun non big 4.
81
Rini (2010), yang melakukan penelitian atas perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2007 menemukan bahwa perusahaan yang melakukan IPO di BEI melakukan manajemen laba sebelum IPO (dua tahun dan satu tahun sebelum IPO) dengan pola income maximization (menaikkan laba). Terkait hasil penelitian Rini (2010), maka ROA yang disajikan dalam prospektus adalah ROA yang mengandung unsur manajemen laba. Terjadinya manajemen laba mengakibatkan informasi keuangan yang disajikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Profitabilitas yang besar sebagaimana yang disajikan dalam prospektus belum tentu dapat menunjukkan kinerja perusahaan tersebut baik.
6.7
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Ketujuh (H7) Berdasarkan nilai signifikansi dari hasil uji statistik sebesar 0,374 yang
lebih kecil dari 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa variabel financial leverage tidak berpengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini berarti hipotesis ketujuh (H7) yang menyatakan financial leverage berpengaruh positif pada underpricing, tidak dapat diterima. Temuan ini tidak konsisten dengan Kim et al. (1993) dan Daljono (2000), yang dalam penelitiannya berhasil membuktikan bahwa financial leverage secara signifikan (positif) berpengaruh pada underpricing. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakpercayaan investor atas informasi keuangan yang disajikan oleh emiten, sebagaimana ketidakpercayaan investor pada informasi profitabilitas perusahaan (ROA) yang disajikan dalam prospektus. Selain itu, sampel dalam penelitian ini
82
terdiri dari berbagai jenis industri, termasuk industri perbankan yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam laporan keuangannya sebagaimana diungkapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31: Akuntansi Perbankan (Revisi 2000) bahwa akuntansi dan laporan keuangan bank berbeda dengan jenis usaha lainnya. Kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Dana yang dihimpun dari masyarakat tersebut merupakan kewajiban bagi bank dan dicatat sebagai utang. Oleh karena saldo utang yang besar pada neraca bank maka financial leverage yang terdapat pada industri perbankan berbeda secara signifikan dengan industri lainnya.
6.8
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedelapan (H8) Variabel IND (jenis industri)
ditemukan tidak berpengaruh signifikan
pada underpricing. Hasil uji statistik t menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,337 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H8 yang menyatakan jenis industri berpengaruh negatif pada underpricing, tidak dapat diterima. Temuan ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan Yolana dan Martani (2005) yang menemukan pengaruh signifikan negatif jenis industri pada tingkat underpricing. Hal ini dapat diakibatkan pengukuran jenis industri dalam penelitian ini belum mewakili variasi jenis industri perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO. Penelitian ini hanya membedakan perusahaan yang melakukan IPO ke dalam kelompok perusahaan manufaktur dan non manufaktur, sedangkan masih terdapat jenis industri yang memiliki karakteristik khusus seperti industri perbankan.
83
Berdasarkan temuan ini, berarti investor tidak membedakan jenis industri dalam melakukan investasi pada perusahaan yang melakukan IPO. Investor menganggap risiko investasi terdapat pada semua jenis industri, sehingga peluang untuk memperoleh keuntungan pun dimiliki oleh semua jenis industri.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Penelitian Tujuan penelitian ini
adalah
untuk
meneliti
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat underpricing saham pada penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian secara empiris yang telah diuraikan, maka diperoleh simpulan bahwa tingkat underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia dipengaruhi oleh reputasi underwriter, ukuran perusahaan dan tujuan penggunaan dana untuk hasil IPO untuk investasi. Reputasi underwriter berpengaruh negatif pada underpricing, yaitu semakin tinggi reputasi underwriter maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Beatty (1989), Carter dan Manaster (1990), Kim et al. (1993), How et al. (1995), Rosyati dan Sabeni (2002), Sandhiaji (2004), dan Gerianta (2008). Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada underpricing, yang artinya semakin besar ukuran perusahaan maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Hasil ini konsisten dengan Sandhiaji (2004) serta Yolana dan Martani (2005). Tujuan penggunaan dana hasil IPO untuk investasi berpengaruh negatif pada underpricing, yang artinya semakin besar tujuan penggunaan dana untuk investasi maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan sebaliknya. Dana IPO yang akan digunakan untuk investasi atau ekspansi oleh emiten dianggap
84
85 sebagai sinyal positif oleh calon investor yang mengisyaratkan perusahaan tersebut akan semakin berkembang, dibandingkan dengan emiten yang akan menggunakan dana hasil IPOnya untuk membayar utang. Temuan ini konsisten dengan Kim et al. (1993), yang menemukan bahwa penggunaan dana hasil IPO untuk keperluan investasi berhubungan negatif dengan tingkat underpricing. Sedangkan reputasi auditor, umur perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage (DER) dan jenis industri tidak mempunyai pengaruh signifikan pada tingkat underpricing. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa faktor-faktor yang terkait kondisi fundamental perusahaan yaitu profitabilitas (ROA) dan financial leverage (DER) tidak mampu menjelaskan variabilitas initial abnormal return. Reputasi auditor tidak menjadi pertimbangan investor yang melakukan investasi pada saham IPO karena kurangnya kepercayaan investor atas kualitas informasi keuangan yang disajikan dalam prospektus. Demikian juga investor menilai belum tentu perusahaan yang lebih muda memiliki kinerja yang tidak lebih baik daripada perusahaan yang sudah tua. Investor juga menilai bahwa risiko dan peluang memperoleh keuntungan tidak tergantung pada jenis industri sehingga investor tidak mempertimbangkan jenis industri pada saat berinvestasi pada saham IPO.
86 7.2 Saran Hasil penelitian ini memberikan tambahan bukti empiris mengenai fenomena underpricing di pasar modal Indonesia dan kontribusi pengujian ulang terhadap
penelitian
terdahulu,
khususnya
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO. Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini, diuraikan sebagai berikut. 1) Berdasarkan hasil penelitian ini manajemen perusahaan dapat memberikan perhatian khusus pada terjadinya fenomena underpricing karena temuan penelitian ini membuktikan bahwa rata-rata initial abnormal return pada hari pertama perdagangan di pasar modal adalah positif. Apabila terjadi underpricing, maka perusahaan tidak memperoleh dana yang maksimum dari pelaksanaan IPO. Emiten sangat berkepentingan untuk menetapkan harga saham IPO yang maksimum untuk memaksimalkan dana yang dihimpun. Harga saham pada penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan underwriter. Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten sebaiknya berusaha memperoleh harga perdana yang tinggi. Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa reputasi underwriter berpengaruh negatif pada tingkat underpricing. Oleh karena itu emiten dapat mempertimbangkan untuk menggunakan underwriter yang bereputasi tinggi demi keberhasilan IPO. Selain reputasi underwriter, emiten perlu memperhatikan ukuran perusahaan dan tujuan penggunaan dana dalam rangka menarik investor dan memperkecil tingkat underpricing. 2) Bagi investor yang ingin melakukan investasi pada perusahaan yang melakukan IPO, sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor yang telah
87 terbukti mempengaruhi tingkat underpricing yaitu reputasi underwriter yang tinggi, ukuran perusahaan yang besar, dan tujuan penggunaan dana yang dominan untuk investasi. Dengan demikian diharapkan dapat mengoptimalkan keuntungan (return) yang diperoleh dan meminimalkan risiko atas investasi yang dilakukan. 3) Underwriter sebagai pihak yang sangat berperan dalam keberhasilan IPO hendaknya senantiasa meningkatkan kualitas penjaminannya sehingga memiliki reputasi yang baik di mata emiten maupun investor, sehingga akan lebih dipercaya untuk menangani IPO perusahaan-perusahaan selanjutnya. 4) Penelitian ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil bermakna bahwa kemampuan variabelvariabel independen dalam penelitian ini dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Oleh karena itu masih terdapat variabel-variabel lain yang berpengaruh pada underpricing yang perlu untuk diteliti, seperti kondisi ekonomi dan politik serta indikator kinerja keuangan lainnya mencakup profitabilitas, solvabilitas, maupun likuiditas perusahaan. Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan analisis terhadap masing-masing industri untuk meningkatkan
validitas
eksternal
penelitian,
maupun
memperbaiki
pengukuran-pengukuran variabel misal menggunakan Return on Equity (ROE) sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. Return on Equity (ROE) merupakan salah satu alat utama yang paling sering digunakan oleh investor dalam menilai suatu saham. Angka ROE merupakan gambaran, berapa yang bisa perusahaan hasilkan untuk setiap rupiah yang ditanamkan investor pada suatu perusahaan. Para analis sekuritas dan pemegang saham umumnya sangat
88 memperhatikan rasio ROE (Tambunan, 2007). Selain itu jika terdapat sampel yang cukup, penelitian selanjutnya dapat menganalisis variabel tujuan penggunaan dana selain untuk investasi, misal untuk perbaikan struktur modal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy. 2000. Fenomena Underpricing Dalam Penawaran Saham Perdana (IPO) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol 3 No1. Aggrawal, R., Leal, L., and Hermandez, L.1993. The Aftermarket Performance of Initial Public Offerings in Latin America. Financial Management 22. p 4253. Algifari. 1997. Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada. Ang, Robert. 1997. Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediasoft Indonesia. Anonim. IDX Fact Book 1997 – 2010. Jakarta: Research Division Bursa Efek Indonesia. Anonim. 2008. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis, dan Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Anonim. 2010. BEI Terbaik Asia Pasifik. Jawa Pos, 31 Desember 2010, hal: 1, kol. 3. Anonim. 2011. Indonesian Capital Market Directory 2010. Jakarta: Institute for Economics and Financial Research. Anoraga, Pandji, dan Piji Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal. Semarang: Rineka Cipta. Baron, D.P. 1982. A Model of The Demand for Investment Bank Advising and Distribution Services for New Issues. Journal of Finance 37. p 955-976. Bathala, C.T. 1994. Manajerial Ownership, Debt Policy and The Impact of Institutional Holdings and Agency Perspective. Financial Management. Vol. 23. pp. 38-50. Beatty, R.P. 1989. Auditor Reputation and The Pricing of IPO. The Accounting Review. Vol LXIV No 4. p 693-707. Brown, Stephen J. and Warner, Jerold B. 1980. Measuring Security Price Performance. Journal of Financial Economics 8. p. 205-258. . 1985. Using Daily Stock Returns (The Case of Event Studies). Journal of Financial Economics 14. p. 3-31.
89
90 Carter, Richard and Manaster, Steven. 1990. Initial Public Offering and Underwriter Reputation. Journal of Financial. Vol 45. p 1045-1067. Cook, John P. and Officer, Dennis T. 1996. Is Underpricing a Signal of Quality in Second Initial Public Offerings?. Quarterly Journal of Business and Economics. Vol. 35 No.1. pp 67-78. Daljono. 2000. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang Listing di BEJ Tahun 1990-1997. Makalah Seminar, Seminar Nasional Akuntansi III. Depok. Darmadji, T dan Fakhrudin M.H. 2001. Pasar Modal di Indonesia Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat. De Lorenzo, Massimo and Stefano Fabrizio. 2001. Asymetric Information and The Role of Underwriter, The Prospectus and The Analyst in Underpricing of IPO. The Italian Case. Available from: URL: http://www.ssrn.com. Dianingsih, Harum I. 2003. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Penawaran Saham Perdana (IPO): Studi Kasus pada Perusahaan Go Publik yang Terdaftar di PT Bursa Efek Jakarta Tahun 1997-2001. Jurnal Ilmiah Analisis Persoalan Ekonomi Terapan, Vol 6. Financial Accounting Standards Board. 1978. Statement of Financial Accounting Concepts No 1: Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises. FASB: Norwalk, CT. Firth, Michael and Smith, Andrew. 1992. The Accuracy of Profit Forecast in Initial Public Offering Prospectus. Accounting and Business Research. 22 (8). p. 239-247. Gerianta, Wirawan Yasa. 2008. Penyebab Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol 3 No. 2. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Guiness, Paul Mc. 1992. An Examination of The Underpricing of Initial Public Offering in Hongkong: 1980-1990. Journal of Business Finance and Accounting. 19 (2). p. 165-168. Gumanti, Tatang Ari. 2002, Underpricing dan Biaya – Biaya di Sekitar Initial Public Offering. Wahana Vol. 5, No 2. . 2005. Value Relevance of Accounting Information and The Pricing of Indonesian Initial Public Offerings. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 8, No. 3, September 2005. Hal. 250-265.
91 Hanafi, M. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Holland, K.M. and Horton J.G. 1993. Initial Public Offerings on The Unlisted Securities Market: The Impact of Profesional Advisor. Accounting and Bussiness Research. Vol. 24. No. 93. p 19-34. How, Janice C.Y., Izan H.Y., and Monroe Gary S. 1995. Differential Information and The Underpricing of Initial Public Offerings: Australian Evidence. Journal of Accounting and Finance. May. p 87-105. Ibrahim, Hadiasman. 2008. Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Peringkat Obligasi, Ukuran Perusahaan, dan DER terhadap Yield to Maturity Obligasi Korporasi di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2006 (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) no. 31, tentang Akuntansi Perbankan (revisi 2000). Jakarta: Salemba Empat. Islam, Md. Aminul., Ali, Ruhani dan Ahmad, Zamri. 2010. An Empirical Investigation of the Underpricing of Initial Public Offerings in the Chittagong Stock Exchange. International Journal of Economics and Finance. Vol. 2, No. 4. p. 36-46. Jogiyanto. 2007. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ke-6. Yogyakarta: BPFE. Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt and Terry D. Warfield. 2002. Akuntansi Intermediete. Terjemahan Emil Salim, Jilid 1 Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga. Kim, Keneth, A. and Hyun Shan Shin. 2001. The Underpricing of Seasoned Equity Offerings: 1983-1998. Available from: URL: http://www.ssrn.com. Kim Jeong Bon, Itzhak Krinsky and Jason Lee. 1993. Motives for Going Public and Underpricing: New Findings from Korea. Journal of Business Financial and Accounting. January. p. 195-211. . 1995. The Role of Financial Variables in The Pricing of Korean IPO. Pacific Business Finance Journal. June. p 449-464. Klein, A. 1996. Can Investors Use The Prospectus to Price Initial Public Offerings. Journal of Financial Statement Analysis 2. pp. 23-39. Kooli, Maher and Suret Jean-Marc. 2002. The Underpricing of Initial Public Offerings: Further Canadian Evidence. Available from: URL: http://www.ssrn.com.
92 Leiland, Hayne E., and David H. Pyle. 1977. Informational Asymetries, Financial Structure, and Financial Intermediation. The Journal of Finance. Vol. XXXII. May. p 371-387. Leone, Andrew J., Steve Rock., and Michael Willenborg. 2006. Disclosure of Intended Use of Proceeds and Underpricing in Initial Public Offering. Working Paper, University of Connecticut. Pinasti, Margani. 2004. Faktor-Faktor yang Menjelaskan Variasi Relevansi Nilai Informasi Akuntansi: Pengujian Hipotesis Informasi Alternatif. Makalah Seminar, Seminar Nasional Akuntansi VII. Ramadhani, Ayu Suci. 2009. Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 13. Hal. 15-28. Reese, J., William A. 1998. IPO Underpricing, Trading Volume and Investor Interest. Available from: URL: http://www.ssrn.com. Rini, I Gusti Ayu Intan Saputra. 2010. “Manajemen Laba, Underpricing dan Kinerja Perusahaan yang Melakukan Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Rock, K. 1986. Why New Issues are Underpriced. Journal of Financial Economics 15. P 187-212. Rosyati dan Sebeni, Arifin. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan Go Publik di Bursa Efek Jakarta (Tahun 1997 – 2000). Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi V. 286-297. Sandhiaji, Bram Nugroho. 2004. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Penawaran Umum Perdana (IPO) Periode Tahun 1996-2002” (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. Shamy, M. A. El. and Kayed, M. A. 2005. The Value Relevance of Earning and Book Value in Equity Valuation: An International Perspective- The Case of Kuwait. International Journal of Commerce and Management. 14- 1. pp 66-79. Siregar, Silvia Veronica N.P. dan Utama, Siddharta. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Praktek Corporate Gonernance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 9, No. 3, September 2006. Hal. 307-326. Sugiyono. 2007. Metoda Penelitian Bisnis. Cetakan ke-10. Bandung: Alfabeta.
93 Sulistyanto, H.S. 2004. Seasoned Equity Offerings: Pengujian Hubungan Asimetri Informasi dan Earnings Management. Paper Unpublished. Simposium Dwi Tahunan the Center for Accounting and Management Development. Universitas Teknologi Yogyakarta. Sulistyo, Joko. 2010. 6 Hari Jago SPSS 17. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Cakrawala. Tanjung, Gezy Megalitta Feranda. 2008. “Analisis Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Imbal Hasil Saham-Saham Emiten yang Melakukan SEO”. Jakarta: Universitas Indonesia. Tambunan, Andi Porman. 2007. Menilai Harga Saham Wajar. Cetakan ke-7. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Titman and Wessels. 1988. The Determinants of Capital Structure Choice. The Journal of Finance. Vol. 43, No. 1. March. pp. 1-19. Trisnawati, Rina. 1999. Pengaruh Informasi Prospektus Pada Return Saham di Pasar Perdana. Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi II. Malang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Watts, R. L. and Zimmerman, J. L. (1990). Positive Accounting Theory: A Ten Year Perspective. The Accounting Review, 60 (1). p 131-156. Welch, I. 1989. Seasoned Offerings, Imitation Costs, and The Underpricing of Initial Public Offerings. Journal of Finance. 44(2). p 421-449. Yolana, Chastina dan Martani, Dwi. 2005. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001. Makalah Seminar, Seminar Nasional Akuntansi VIII. Solo. http://bataviase.co.id/node/520049 Diunduh pada tanggal 3 Nopember 2011. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perkembangan_pasar_modal/BAB%2 01.%20PASAR%20MODAL%20INDONESIA.pdf Diunduh pada tanggal 12 Oktober 2011. http://en.wikipedia.org/wiki/Big_Four_%28audit_firms%29 Diunduh pada tanggal 3 Nopember 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi#Kantor_akuntan_the_Big_Four Diunduh pada tanggal 3 November 2011.
94 http://www.idx.co.id/Home/ListedCompanies/CompanyProfile/tabid/89/language/ id-ID/Default.aspx Diunduh pada tanggal 1 November 2011. http://www.idx.co.id/Home/Information/ForCompany/HowToBeaListedCompany /tabid/177/language/id-ID/Default.aspx Diunduh pada tanggal 2 Januari 2012. http://www.ibpa.co.id/News/ArsipBerita/tabid/126/EntryId/701/DanareksaMandiri-Kuasai-Pasar-Underwriting.aspx. Diunduh pada tanggal 3 November 2011.
95
Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel dan Tingkat Underpricing
95
96 Lampiran 1 (Lanjutan)
97 Lampiran 1 (Lanjutan)
98 Lampiran 1 (Lanjutan)
Lampiran 2 Daftar Profil Variabel Independen Perusahaan Sampel
99
100
Lampiran 2 (Lanjutan)
101
Lampiran 2 (Lanjutan)
102
Lampiran 2 (Lanjutan)
103
Lampiran 2 (Lanjutan)
104
Lampiran 2 (Lanjutan)
Lampiran 3 Daftar Top 5 Underwriter dan Auditor Big 6, Big 5 dan Big 4 Tahun 1997-2010
105
106 Lampiran 3 Daftar Top 5 Underwriter dan Auditor Big 6, Big 5 dan Big 4 Tahun 1997-2010
Lampiran 4 Output SPSS Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Underpricing
161
,0028
1,5682
,3536
,31954
Reputasi Underwriter
161
,00
1,00
,1863
,39059
Reputasi Auditor
161
,00
1,00
,4783
,50109
Umur Perusahaan
161
1,00
49,00
16,1429
10,78301
Ukuran Perusahaan
161
9,36
13,51
11,5001
,75295
Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi Profitabilitas
161
,15
1,00
,8496
,20728
161
-,14
,41
,0574
,06759
Financial Leverage
161
,00
19,69
2,6389
3,84252
Jenis Industri
161
,00
1,00
,3292
,47139
Valid N (listwise)
161
NPar Tests Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
161 a,,b
Most Extreme Differences
Mean
,0000000
Std. Deviation
28,81777174
Absolute
,106
Positive
,106
Negative
-,049
Kolmogorov-Smirnov Z
1,351
Asymp. Sig. (2-tailed)
,052
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
107
108 Lampiran 4 (Lanjutan) Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Model 1
a.
a
Variable
Collinearity Statistics Tolerance ,850
Reputasi Underwriter
VIF 1,177
Reputasi Auditor
,903
1,107
Umur Perusahaan
,826
1,211
Ukuran Perusahaan
,675
1,482
Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi Profitabilitas
,889
1,124
,919
1,088
Leverage
,748
1,338
Jenis Industri
,903
1,107
Dependent Variable: Underpricing
Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficients
Model 1
a
T (Constant) Reputasi Underwriter
Sig. 2,131
,035
-1,330
,185
Reputasi Auditor
-,826
,410
Umur Perusahaan
-,476
,635
Ukuran Perusahaan
-,853
,395
Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi Profitabilitas
-,907
,366
-1,218
,225
1,878
,062
,788
,432
Leverage Jenis Industri a. Dependent Variable: Abs
109 Lampiran 4 (Lanjutan) Regression
b
Model Summary
Model 1
R a .432
Adjusted R Square ,144
R Square ,187
Std. Error of the Estimate 29,56641
Durbin-Watson 1,917
a. Predictors: (Constant), Jenis Industri, Reputasi Auditor, Profitabilitas, Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi, Reputasi Underwriter 2, Leverage, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan b. Dependent Variable: Underpricing
b
ANOVA
1
Model Regression
Sum of Squares 30500,428
Df 8
Mean Square 3812,553 874,173
Residual
132874,235
152
Total
163374,662
160
F 4,361
Sig. a .000
a. Predictors: (Constant), Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi, Profitabilitas Perusahaan, Financial Leverage, Jenis Industri. b. Dependent Variable: Underpricing
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
Standardized Coefficients
(Constant)
B 191,556
Std. Error 42,111
Reputasi Underwriter
-13,729
6,493
-,168
-5,562
4,909
-,087
-,133
,239
-,045
Ukuran Perusahaan
-10,509
3,779
-,248
Tujuan Penggunaan Dana untuk Investasi
-30,067
11,958
-,195
Profitabilitas
-42,462
36,069
-,090
,627
,704
-5,020
5,217
Reputasi Auditor Umur Perusahaan
Financial Leverage Jenis Industri a. Dependent Variable: Underpricing
Beta
t 4,549
Sig. ,000
2,114 1,133 -,557
,036
2,781 2,514
,006
,241
,075
1,177 ,892
-,074
-,962
,337
,259 ,578
,013
,374