ANALISIS EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BREAKWATER DENGAN LAPIS PELINDUNG BAMBU DAN TETRAPOD UNTUK MEREDUKSI ENERGI GELOMBANG LAUT DI PELABUHAN KUALA TANJUNG Nur Lely Hardianti Zendrato1, Terunajaya2 1
Mahasiswa Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Kemudahan kapal untuk melakukan bongkar muat barang dipengaruhi oleh tingkat ketenangan perairan yang disebabkan oleh angin, arus, pasang surut serta gelombang laut. Untuk itu sangat diperlukan perencanaan bangunan pelindung pantai yaitu pemecah gelombang yang diharapkan mampu untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh tersebut. Lokasi penelitian adalah di Pelabuhan Kuala Tanjung yang terletak di Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara dan secara administratif berada di Kabupaten Batubara dengan letak geografis pada posisi 03022’15” LU dan 99027’57” BT. Penelitian ini dilakukan dengan merencanakan tata letak, tipe, dan dimensi pemecah gelombang yang terbaik untuk digunakan di pelabuhan Kuala Tanjung dengan menggunakan data gelombang, pasang surut, angin dan arus. Tipe pemecah gelombang yang dianalisa yaitu pemecah gelombang dengan lapis pelindung bambu dan beton serta tetrapod dengan kemiringan struktur yang berbeda-beda. Didalam perhitungan stabilitas unit lapis pelindung digunakan rumus Hudson yang akan menghasilkan nilai berat butir batu pelindung. Hasil perhitungan diperoleh untuk alternatif I dengan kelandaian cot = 1,5 berat material per 1 meter panjang adalah 192 kg untuk bambu dan beton dan 397 kg untuk tetrapod. Alternatif II dengan kelandaian cot = 2, berat material per 1 meter panjang adalah 144 kg untuk bambu dan beton dan 298 kg untuk tetrapod. Alternatif III dengan kelandaian cot = 3, berat material per 1 meter panjang adalah 96 kg untuk bambu dan 198 kg untuk tetrapod. Pemecah gelombang yang cocok digunakan adalah pemecah gelombang alternatif II dari material bambu dan beton dengan kemiringan cot = 2, karena memiliki kelandaian yang lebih besar dari alternatif I. Selain itu karena memiliki berat material yang tidak terlalu besar dibandingkan alternatif I yaitu sebesar 144 kg untuk bambu dan beton serta 298 kg untuk tetrapod, namun penggunaan material pada struktur lebih sedikit dibandingkan alternatif III yaitu sebanyak 601 bambu per 10 m2 dan 84 buah tetrapod per 10 m2. Kata Kunci : Pelabuhan, breakwater, gelombang, pasang surut, angin, dan arus ABSTRACT Ease of ships to load and unload the goods affected by the degree of tranquility waters caused by wind, currents, tides and waves. It is indispensable for planning and building of coastal protection is the breakwater is expected to be able to reduce or eliminate that influence. This research is located in Kuala Tanjung Port on the East Coast of North Sumatra Province and administratively located in Batubara County with the geography in the position 03022'15" LU and 99027'57" BT. This research was conducted with the planned layout, type and dimensions of the breakwater is best for use in the port of Kuala Tanjung by using wave, tidal, wind and currents data. Type of breakwater analyzed breakwater with armour layers of bamboo and concrete and tetrapod with a slope of different structures. In the calculation of the stability of the armour layers used Hudson formula that will produce the value of heavy stones. The calculations for the first alternative with slope of the cot θ = 1.5 weight per 1 meter length was 192 kg of bamboo and concrete and 397 kg to tetrapod. Alternative II with slope of the cot θ = 2, the weight of material per 1 meter length is 144 kg of bamboo and concrete and 298 kg to tetrapod. Alternative III with slope of the cot θ = 3, weight of material per 1 meter length is 96 kg to 198 kg of bamboo and to tetrapods. Breakwaters that suit is the breakwaters with alternative II of bamboo and concrete with a slope cot θ = 2, because it has slope greater than alternative I. In addition, because it has a weight of material which is not too large compared to the first alternative that is equal to 144 kg for bamboo and concrete and 298 kg for a tetrapod, but the materials used in the structure is less than the third alternative as many as 601 bamboo per 10 m2 and 84 units of tetrapod per 10 m2. Keywords: harbor, breakwater, waves, tides, winds and currents
1. 1.1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran (crane) untuk bongkar muat barang, gudang laut, dan tempat – tempat penyimpanan. Terdapat banyak pelabuhan di Indonesia salah satunya adalah pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan salah satu dari dua pelabuhan hubungan internasional yang dibangun oleh pemerintah Indonesia sebagai pelabuhan pengumpul (hub port) internasional wilayah barat. Pelabuhan Kuala Tanjung terletak di Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara dan secara administratif berada di Kabupaten Batubara dengan letak geografis pada posisi 030 22’ 15” LU dan 990 27’ 57” BT yang terletak ±120 km sebelah tenggara kota Medan. Kemudahan kapal untuk melakukan bongkar muat barang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan di pelabuhan yaitu tingkat ketenangan perairan baik itu yang disebabkan oleh angin, arus, pasang surut serta gelombang laut. Kondisi air yang tidak tenang dapat menghambat efisiensi waktu kapal untuk berlabuh. Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk ini, maka sangat diperlukan perencanaan pembangunan bangunan pelindung pantai yaitu pemecah gelombang (breakwater) yang diharapkan mampu untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh angin, arus, pasang surut dan gelombang yang tinggi yang dapat mengganggu proses berlabuhnya kapal dan kegiatan kapal lainnya. 2. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Gelombang merupakan faktor yang sangat penting di dalam perencanaan pelabuhan yang dibedakan terhadap beberapa macam bergantung gaya pembangkitnya. Diantara macam – macam gelombang diatas, gelombang yang paling penting diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan pasang – surut. Gelombang merupakan faktor penting dalam penentuan tata letak (lay out) pelabuhan, alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, dan sebagianya. 2.1.1 Refraksi Gelombang Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di daerah dimana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang, yaitu di laut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut. Tetapi di laut transisi dan dangkal, dasar laut mempengaruhi gelombang. 2.1.2 Difraksi Gelombang Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis puncak gelombang lebih besar daripada titik di dekatnya, yang menyebabkan perpindahan energi sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil. 2.1.3 Refleksi Gelombang Gelombang yang mengenai suatu bangunan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan ketidak-tenangan di dalam perairan pelabuhan. Fluktuasi muka air ini akan menyebabkan gerakan kapal-kapal yang ditambat, dan dapat menimbulkan tegangan yang besar pada tali penambat. 2.1.4 Gelombang pecah Gelombang pecah sangat bergantung kepada kecuraman gelombang dan kemiringan dasar pantai. Tinggi gelombang pecah dapat dihitung dalam persamaan berikut :
dengan
2.2
=
(2.1) :
,
H’0 Hb Lo
= tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m) = tinggi gelombang pecah (m) = panjang gelombang (m)
Angin Angin yang berhembus mengakibatkan permukaan air laut yang mulanya tenang menjadi timbul riak air atau gelombang kecil. Dengan bertambahnya kecepatan dan durasi hembusan maka riak tersebut akan menjadi semakin besar kemudian membentuk gelombang. Besaran angin diukur berdasarkan kecepatan (intensitas) dan jumlah banyaknya suatu periode tertentu (frekuensi) menggunakan anemometer. Kecepatan angin biasanya dinyatakan dalam satuan knot. Satu knot adalah panjang satu menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1 knot = 1,852 km/jam = 1,1507 mil/jam.
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh kecepatan angin, lama hembusan angin, arah angin, dan fetch, yaitu jarak dari mana angin berhembus. Angin yang berhembus diatas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil diatas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut akan semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar pula gelombang yang terbentuk. 2.3
Fluktuasi Muka Air Laut Elevasi muka air merupakan parameter sangat penting dalam perencanaan bangunan pantai. Beberapa proses alam yang terjadi dalam waktu yang bersamaan membentuk variasi muka air laut dengan periode panjang. Proses alam tersebut meliputi tsunami, gelombang badai (storm surge), kenaikan muka air karena gelombang (wave set-up), kenaikan muka air karena perubahan suhu global, dan pasang surut. 2.3.1 Pasang Surut Pasang surut adalah perubahan elevasi muka air laut akibat adanya gaya tarik benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian ganda, pasang surut harian tunggal, pasang surut campuran condong ke harian ganda, dan pasang surut campuran condong ke harian tunggal. 2.3.2 Kenaikan Muka Air karena Gelombang (Wave Set-Up) Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam di sekitar lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik dimana gelombang pecah permukaan air rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut dikenal dengan wave set-down, sedang naiknya muka air disebut wave set-up. Wave set-up di pantai dapat dihitung dengan menggunakan teori Longuet-Higgins and Stewart (1963, dalam CERC, 1984). Dengan rumus :
dimana
= 0,19 1 − 2,82 :
Sw Hb T g
= = = =
(2.2)
set – up di daerah gelombang pecah tinggi gelombang pecah (Hb) periode gelombang (detik) gaya gravitasi (m/s2)
2.3.3 Kenaikan Muka Air karena Angin (Wind Set-Up) Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi diatas permukaan laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas. Penentuan elevasi muka air rencana selama terjadinya badai adalah sangat kompleks yang melibatkan interaksi antara angin dan air, perbedaan tekanan atmosfer dan beberapa parameter lainnya. Perbedaan tekanan atmosfer selalu berkaitan dengan perubahan arah dan kecepatan angin; dan angin tersebut yang menyebabkan fluktuasi muka air laut. 2.4
Pemecah Gelombang Pemecah gelombang (breakwater) adalah bagunan yang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut lepas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut. Daerah perairan dihubungkan dengan laut oleh mulut pelabuhan dengan lebar tertentu dimana kapal keluar masuk melalui celah tersebut. Sebenarnya breakwater atau pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang “sambung pantai” dan “lepas pantai”. Tipe pertama banyak digunakan pada perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan tipe kedua untuk perlindungan pantai terhadap erosi. Bentuk/tipe pemecah gelombang berdasarkan tipe bangunannya dapat dibedakan menjadi tiga: pemecah gelombang sisi miring, pemecah gelombang sisi tegak dan pemecah gelombang gabungan. Berikut ini adalah keuntungan dan kerugian penggunaan breakwater untuk masing-masing tipe pemecah gelombang yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 : Tabel 2.1 Keuntungan dan Kerugian Ketiga Tipe Pemecah Gelombang Tipe Pemecah Gelombang Sisi Miring
Keuntungan 1) Elevasi puncak bangunan rendah 2) Gelombang refleksi kecil/meredam energi gelombang 3) Kerusakan berangsur-angsur
Kerugian 1) Dibutuhkan jumlah material yang besar 2) Pelaksanaan pekerjaan lama 3) Kemungkinan kerusakan pada waktu pelaksanaan besar 4) Lebar dasar besar
Pemecah Gelombang Sisi Tegak
Pemecah Gelombang Campuran
4) 5) 1) 2)
Perbaikan mudah Murah Pelaksanaan pekerjaan cepat Kemungkinan kerusakan pada waktu pelaksanaan kecil 3) Luas perairan pelabuhan lebih besar 4) Sisi dalamnya dapat digunakan sebagai dermaga atau tempat tambatan 5) Biaya perawatan kecil
1) Mahal 2) Elevasi puncak bangunan tinggi 3) Tekanan gelombang besar 4) Diperlukan tempat pembuatan kaison yang luas 5) Kalau rusak sulit diperbaiki 6) Diperlukan peralatan berat 7) Erosi kaki fondasi
1) Pelaksanaan pekerjaan cepat 2) Kemungkinan kerusakan pada waktu pelaksanaan kecil 3) Luas perairan pelabuhan besar
1) Mahal 2) Diperlukan peralatan berat 3) Diperlukan tempat pembuatan kaison yang luas
Sumber : Perencanaan Pelabuhan (Bambang Triatmodjo, 2010)
2.5
Karakteristik Bambu Bambu adalah suatu bahan yang berkelanjutan dipanen dari sumber daya alam terbarukan dengan harga murah dan tersedia dalam jumlah besar, sehingga membuat bambu sebagai bahan yang memiliki banyak kegunaan, ditandai dengan kekuatan tinggi dan berat volumenya yang rendah, dan mudah dikerjakan dengan menggunakan alat sederhana. Pada masa pertumbuhan, bambu tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm per jam, atau 120 cm per hari. Bambu tumbuh sangat cepat dan sering mencapai ketahanan mekanik maksimum dalam 3-6 tahun, tergantung pada spesies dan perkebunan, memiliki kekuatan tarik yang besar, fleksibilitas dan daya tahan. Selanjutnya, kekuatan untuk rasio berat cukup tinggi dibandingkan dengan bahan konvensional seperti kayu, baja dan beton. Bambu mempunyai kekuatan cukup tinggi, kuat tariknya dapat disejajarkan dengan baja. Selain itu juga bambu berbentuk pipa sehingga memiliki momen kelembaban yang tinggi, oleh karena itu bambu cukup baik untuk memikul momen lentur. Ditambah dengan sifat bambu yang elastis, struktur bambu mempunyai ketahanan yang tinggi baik terhadap angin maupun gempa. 2.6
Stabilitas Batu Lapis Pelindung Dalam perencanaan pemecah gelombang sisi miring, ditentukan berat butir batu pelindung dengan menggunakan rumus Hudson.
=
=
dimana
(
:
(2.3)
)
W
H KD
(2.4) = = = = = =
berat butir batu pelindung (ton) berat jenis batu/bambu (ton/m3) berat jenis air laut (ton/m3) tinggi gelombang rencana (m) sudut kemiringan sisi pemecah gelombang (derajat) koefisien stabilitas batu pelindung
2.7
Dimensi Pemecah Gelombang Sisi Miring Pemecah gelombang dari tumpukan batu terdiri dari beberapa lapis. Bagian paling dalam dan bawah adalah inti dan bedding layer yang terdiri dari tumpukan batu dengan ukuran kecil. Bagian tersebut ditutupi oleh batu yang lebih besar. Lapis paling luar adalah lapis lindung utama yang terdiri dari batu dengan ukuran besar atau unit lapis lindung dari beton dengan bentuk tertentu. 2.7.1 Elevasi Pemecah Gelombang Elevasi pemecah gelombang diperoleh dengan rumus berikut : ElPemecah Gelombang = HWL + RU + tinggi bebas dimana RU merupakan nilai run up gelombang yang diperoleh dari persamaan Irribaren :
dengan
=
(2.6)
,
:
Ir
(2.5)
= bilangan Irribalen = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
H Lo
= tinggi gelombang di lokasi bangunan (m) = panjang gelombang di laut dalam (m)
2.7.2 Lebar Puncak Pemecah Gelombang Lebar puncak pemecah gelombang dapat dihitung dengan rumus berikut ini :
dengan
:
=
B n ∆
W
∆
= = = = =
/
(2.7)
lebar puncak (m) jumlah butir batu (nmin = 3) koefisien lapis (tabel) berat butir lapis pelindung (ton) berat jenis batu pelindung (ton/m3)
2.7.3 Tebal Lapis Pellindung dan Jumlah Butir Batu Tebal lapis pelindung dan jumlah butir batu tiap satuan luasan diberikan dalam rumus berikut : =
=
dengan
∆
:
/ ∆
t N n
∆
A P
3.
1− = = = = = = =
(2.8) /
(2.9)
tebal lapis pelindung (m) jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A jumlah lapis batu dalam lapis pelindung koefisien lapis (tabel) luas permukaan (m2) porositas rerata lapis pelindung (%) dalam tabel berat jenis batu pelindung (ton/m3)
METODE PENELITIAN Adapun kerangka pemikiran dalam kerangka kerja penelitian ini digambarkan pada bagan alir berikut :
4. 4.1
HASIL DAN ANALISIS Hidrografi Pelabuhan Kuala Tanjung Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan pelabuhan untuk menunjang kegiatan pabrik aluminium PT. INALUM di Kabupaten Batu Bara. Pelabuhan ini dioperasikan sejak tahun 1981. Tidak semua jenis kapal dapat merapat di dermaga Pelabuhan Kuala Tanjung. Survey pasang surut telah dilakukan di lokasi studi pada rentang jarang yang tidak terlalu jauh yaitu 5 km. Terdapat 2 buah pengukuran pasang surut yaitu di dermaga C Pelabuhan Kuala tanjung pada trestle INALUM dan yang kedua di muara Sungai Kuala Tanjung. Hasil observasi pada Bulan Juli dan Agustus menunjukan bahwa tunggang pasang surut pada saat tersebut adalah sekitar 3 m. Hasil peramalan menunjukan bahwa tunggang pasang adalah 3.56 m.
Gambar 4.1 Pengukuran Pasang Surut di Kuala Tanjung Sumber : Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 2012 Tabel 4.1 Kecepatan Maksimum pada saat Spring Tide di Pelabuhan Kuala Tanjung Max Speed Current Sea depth Coordinate station (m) 0,2 d 0,6 d 0,8 d CM 1 CM 2 CM 3 CM 4
3° 22'52.52.54" N 99° 20 28'56.65" S 3° 21'20.00" N 99° 30'43.34" 22 S 3° 23'44,23" N 99° 30'34,90" 20 S 3° 23'44,23" N 99° 30'34,90" 18 S Sumber : LAPI ITB, 2011
1.3 0.870
1. 3 0.580
1. 2 0.580
1.172
0.913
0.817
0.740
0.578
0.569
Tabel 4.2 Kecepatan Maksimum pada saat Neap Tide di Pelabuhan Kuala Tanjung Current station
Max Speed
Sea depth (m)
Coordinate
0,2 d
0,6 d
0,8 d
CM 1
3° 22'52.52.54" N 99° 28'56.65" S
20
0.711
0.495
0.432
CM 2
3° 21'20.00" N 99° 30'43.34" S
22
0.620
1.150
0.270
CM 3
3° 23'44,23" N 99° 30'34,90" S
20
0.700
0.600
0.660
CM 4
3° 23'44,23" N 99° 30'34,90" S
18
0.460
0.700
0.395
Sumber : LAPI ITB, 2011
Analisis gelombang dilakukan dengan menggunakan metoda hindcasting berdasarkan data BMG Belawan tahun 1992-2009. Berdasarkan analisis tersebut diprediksi pada umumnya gelombang di perairan cukup kecil (calm > 74.4 %) dan kejadian bergelombang 25.6 % dimana gelombang dominan berasal dari arah Timur Laut. Tinggi gelombang yang lebih dari 0.75 m adalah sekitar 1 %.
Tabel 4.3 Frekuensi Kejadian Gelombang di Pelabuhan Kuala Tanjung Rekapitulasi Data Gelombang Tahunan Lokasi : BMG Belawan – Kuala Tanjung Tahun : 1992-2009 Kejadian Arah Utara Timur Laut Timur Tenggara Barat Laut Calm*
Tinggi Gelombang (Hmo) <0,25 0,25-0,5 0,5-0,75 0,75-1 2052 413 64 5 6157 2628 1153 410 1753 605 225 82 1024 207 77 24 2373 352 74 13 * Kejadian tidak ada gelombang
1-1,5 0 79 51 0 0
1,5-2 0 3 3 0 0
>2 0 0 0 0 0
Kejadian ada gelombang Total Kejadian
Jumlah 2,534 10,430 2,719 1,332 2,812 57,608 19,827 77,435
Rekapitulasi Data Gelombang Tahunan Lokasi : BMG Belawan – Kuala Tanjung Tahun : 1992-2009 Kejadian Arah Utara Timur Laut Timur Tenggara Barat Laut Calm*
Tinggi Gelombang (Hmo) <0,25 0,25-0,5 0,5-0,75 2,65 0,53 0,08 7,95 3,39 1,49 2,26 0,78 0,29 1,32 0,27 0,10 3,06 0,45 0,10 * Kejadian tidak ada gelombang
0,75-1 0,01 0,53 0,11 0,03 0,02
1-1,5 0,00 0,10 0,07 0,00 0,00
1,5-2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
>2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kejadian ada gelombang Total Kejadian
Jumlah 3,27 13,47 3,51 1,72 3,63 74,40 25,60 100,00
Sumber : LAPI ITB, 2011
4.2 Kondisi Perairan Pelabuhan Kuala Tanjung 4.2.1 Gelombang Pada perencanaan pemecah gelombang sisi miring, ketinggian gelombang yang diperhitungkan adalah tinggi gelombang signifikan (Hs). Besarnya tinggi gelombang signifikan merupakan rata-rata dari 30% gelombang tertinggi yang terjadi selama satu tahun. Sedangkan pada perencanaan pemecah gelombang sisi tegak, data ketinggian yang digunakan adalah tinggi gelombang paling maksimum. Hasi dari data ECMWF (European Center for Medium-Range Weather Forecasts) dalam Andika (2015) selama 1999 – Juni 2014, diketahui tinggi gelombang signifikan (Hs) maksimum mencapai 1,69 meter dan periode maksimum 8,85 detik. Hasil dari data ECMWF digunakan untuk menghitung periode ulang gelombang dimana didapatkan periode untuk 100 tahun sebesar 1,567 meter untuk Hs - 1,28 dan 2,147 meter untuk Hs + 1,28 . 4.2.2 Pasang Surut Highest High Water Spring Mean High Water Spring Mean Sea Level Mean Low Water Spring Low Water Spring Admiralty Chart Datum Low Water Waktu Tolak Sifat Pasang Surut Muka Air Surutan (Zo)
HHWS MHWS MSL MLWS LWS ACD Zo GMT Harian Ganda 1,60 m dibawah DT
+ 3,01 m LWS + 2,40 m LWS + 1,17 m LWS + 0,71 m LWS + 0,00 m + 1,60 m + 07,00
Sumber : LAPI ITB, 2011
4.2.3 Arus Kecepatan arus maksimum 1,5 knot dengan arah 1350 pada waktu air pasang dan 3150 pada waktu air surut.
4.2.4 Cuaca Suhu udara disekitar daerah pelabuhan berkisar antara 260C – 290C. Curah hujan rata – rata 41,544 mm pertahun dengan rata – rata 111 hari hujan pertahun. Hampir setiap bulannya terjadi hujan dimana musim hujan berlangsung dari Bulan September s/d November. Bulan yang relatif kering adalah periode Bulan Februari, Maret dan Juli. 4.2.5
Iklim Keadaan iklim, curah hujan dari hari hujan yang cukup tinggi dan keadaan tanah yang subur, daerah hiterland berpotensi sebagai daerah pertanian dan perkebunan. Menurut klasifikasi Smith Fergusson dan Oldman, Kabupaten Batubara termasuk kategori btipe iklim B (basah) dan iklim E1. 4.2.6
Penglihatan Jarak penglihatan mendatar di perairan ini umumnya baik, dapat mencapai lebih dari 10 km, kecuali pada waktu hujan dan berkabut, penglihatan hanya mencapai kurang dari 5 km. Tekanan udara rata-rata adalah 1008 – 1012 mb. 4.3
Pemilihan Tipe Pemecah Gelombang Pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung untuk peti kemas akan dilakukan dengan reklamasi lahan kosong untuk mendapatkan draft ± 17 m LWS (Low Water Spring) untuk dapat memenuhi draft dari kapal yang direncanakan. Karakteristik kapal rencana dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Karakteristik Kapal Rencana Karakteristik 20000 DWT 40000 DWT Length overall (m) 161 195 Length between perpendicular (m) 152 186 Displacement mass (ton) 25700 49400 Beam (m) 23,8 29,7 Loaded draft (m) 9,4 11,5 Freeboard at loaded draft (m) 3,6 4,4 Sumber : LAPI ITB, 2012 dengan kriteria ketahanan kapal terhadap besar gelombang yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 : Tabel 4.5 Kriteria Ketahanan Kapal Terhadap Besar Gelombang Ukuran Tinggi Ukuran Kapal Gelombang Kapal : 1000 DWT Maks. 0,2 m Barang Kapal : (1000-3000) DWT Maks. 0,6 m Padat Kapal : (3000-15000) DWT Maks. 0,8 m Umum Kapal Ro/Ro (Roll and Roll Off) Maks. 0,2 m Kapal Tanker (ukuran 50.000 DWT) Barang Maks. 1,2 m cair/gas LASH (Lighter Aboard Ship) Maks. 0,6 m Barang Khusus Kapal Peti Kemas BACAT (Barge Aboard Catamaran) Sumber : Perencanaan Pelabuhan (Soedjono Kramadibrata, 2002) Berdasarkan hasil dari data ECMWF (European Center for Medium-Range Weather Forecasts) diperoleh data gelombang signifikan (Hs) di pelabuhan Kuala Tanjung sebesar 1,69 meter dimana telah melebihi ukuran gelombang maksimum yang mampu ditahan oleh kapal 20000 DWT – 40000 DWT. Oleh karena itu, di pelabuhan Kuala Tanjung perlu dibangunnya pemecah gelombang yang dapat mengurangi tinggi gelombang di kolam pelabuhan sehingga kapal dapat berlabuh dengan baik. Pemilihan tipe pemecah gelombang yang digunakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : ketersediaan material di atau di dekat lokasi pekerjaan, kondisi dasar laut, kedalaman air, fungsi pelabuhan, dan ketersediaan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan. Pada pemecah gelombang sisi miring salah satu material utama yang banyak digunakan adalah batu yang menjadi inti (core) struktur. Sedangkan pada pemecah gelombang sisi tegak material yang digunakan yaitu beton kaison. Di lokasi pekerjaan banyak ditemukan material batu sehingga penggunaan pemecah gelombang sisi miring lebih efektif untuk digunakan. Selain itu kedalaman air juga penting terutama di dalam analisis stabilitas bangunan. Di daerah laut dalam dimensi pemecah gelombang sisi miring menjadi besar yang berarti dibutuhkan bahan bangunan yang sangat banyak sehingga harga bangunan menjadi mahal. Dengan demikian apabila kedalaman air besar pemakaian pemecah gelombang sisi miring tidak ekonomis, dalam hal ini dipakai pemecah gelombang sisi
tegak. Kedalaman laut pada umumnya di pelabuhan Kuala Tanjung adalah ± 11 meter, kedalaman laut ini tidak tergolong laut dalam. 4.4
Hasil Berdasarkan data hasil perhitungan diperoleh : H0 = Hs = 1,69 m H = 1,46 m T0 = 8,85 detik T1 = 8,29 detik L0 = 122,18 m L1 = 107,15 m Draft = 17 m 4.4.1
4.4.2
Tabel Refleksi Gelombang Terhadap Gelombang Datang No Koefisien Refleksi Refleksi Gelombang Gelombang Sisi Miring Gelombang (m) Refleksi (%) 1 0,6 (maksimum) 1,352 80* 2 0,3 (minimum) 1,098 65* * : dari gelombang datang Tabel Perencanaan Struktur Pemecah Gelombang Alternatif 1 (cot = 1,5) No Pemecah Gelombang Sisi Miring Bambu dan Beton 1 Berat Armour Rock W1 = 192 kg W2 = 19,2 kg W3 = 1,78 kg 2 Tebal Lapis Pelindung t1 = 2,4 m t2 = 1,1 m 3 Jumlah Butir Lapis Pelindung / m2 N1 = 361 bambu N2 = N1 4 Lebar Puncak B = 1,2 m 5 Elevasi Pemecah Gelombang 25,9 m Alternatif 2 (cot = 2) No Pemecah Gelombang Sisi Miring 1 Berat Armour Rock
2
Tebal Lapis Pelindung
3
Jumlah Butir Lapis Pelindung / m2
4 5
Lebar Puncak Elevasi Pemecah Gelombang
Alternatif 3 (cot = 3) No Pemecah Gelombang Sisi Miring 1 Berat Armour Rock
2
Tebal Lapis Pelindung
3
Jumlah Butir Lapis Pelindung / m2
4 5
Lebar Puncak Elevasi Pemecah Gelombang
Gelombang Transmisi (%) 20* 35*
Tetrapod W1 = 397 kg W2 = 35,5 kg W3 = 1,78 kg t1 = 2,3 m t2 = 0,82 m N1 = 69 buah N2 = 385 buah B = 1,7 m 25,18 m
Bambu dan Beton W1 = 144 kg W2 = 14,4 kg W3 = 1,33 kg t1 = 2,2 m t2 = 1 m N1 = 608 bambu N2 = N1 B = 1,1 m 25,83 m
Tetrapod W1 = 298 kg W2 = 26,6 kg W3 = 1,33 kg t1 = 2,1 m t2 = 0,7 m N1 = 84 buah N2 = 467 buah B = 1,6 m 25,18 m
Bambu dan Beton W1 = 96 kg W2 = 9,6 kg W3 = 0,89 kg t1 = 1,9 m t2 = 0,9 m N1= 1306 bambu N2 = N1 B = 0,96 m 25,64 m
Tetrapod W1 = 198 kg W2 = 17,8 kg W3 = 0,89 kg t1 = 1,8 m t2 = 0,65 m N1 = 137 buah N2 = 611 buah B = 1,36 m 25,14 m
Perhitungan pemecah gelombang dibuat dengan tiga alternatif yang dibedakan dari kemiringannya yaitu untuk cot = 1,5, cot = 2, dan cot = 3. Semakin landai pemecah gelombang maka semakin efektif pemecah gelombang dalam mereduksi pengaruh gelombang yang datang. Alternatif I dengan kelandaian cot = 1,5 menggunakan material yang paling sedikit karena memiliki kelandaian paling kecil. Berat material per 1 meter panjang adalah 192 kg untuk bambu dan beton dengan
penggunaan bambu sebanyak 361 bambu per 10 m2 dan 397 kg untuk tetrapod dengan pengguaan tetrapod sebanyak 69 buah per 10 m2. Alternatif 2 dengan kelandaian cot = 2, berat material per 1 meter panjang adalah 144 kg untuk bambu dan beton dengan penggunaan bambu sebanyak 608 bambu per 10 m2 dan 298 kg untuk tetrapod dengan pengguaan tetrapod sebanyak 84 buah per 10 m2. Alternatif 3 dengan kelandaian cot = 3, berat material per 1 meter panjang adalah 96 kg untuk bambu dan beton dengan penggunaan bambu sebanyak 1306 bambu per 10 m2 dan 198 kg untuk tetrapod dengan pengguaan tetrapod sebanyak 137 buah per 10 m2. Alternatif terbaik yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah alternatif II karena memiliki berat material yang tidak terlalu besar seperti alternatif I, namun penggunaan material pada struktur lebih sedikit dibandingkan alternatif III sehingga lebih efektif dalam meredam gelombang dan arus laut serta lebih ekonomis dalam pembangunan strukturnya. 4.4.3
Sketsa Penampang Pemecah Gelombang Rencana
5. 5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut : a) Dari hasil perhitungan pemecah gelombang yang cocok digunakan adalah pemecah gelombang alternatif II dengan kemiringan cot = 2, karena memiliki kelandaian yang lebih besar dari alternatif I.
b)
c) d)
5.2.
Semakin landai pemecah gelombang maka semakin efektif pemecah gelombang dalam mereduksi pengaruh gelombang yang datang. Alternatif pemecah gelombang terbaik yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah alternatif II karena memiliki berat material yang tidak terlalu besar dibandingkan alternatif I yaitu sebesar 144 kg untuk bambu dan beton serta 298 kg untuk tetrapod, namun penggunaan material pada struktur lebih sedikit dibandingkan alternatif III yaitu sebanyak 608 bambu per 10 m2 dan 84 buah tetrapod per 10 m2 sehingga lebih efektif dalam meredam gelombang dan arus laut. Dilihat dari berat dan banyaknya material yang digunakan pada struktur pemecah gelombang, maka alternatif tipe pemecah gelombang yang cocok digunakan yaitu tipe pemecah gelombang dari material bambu dan beton. Pada pemecah gelombang dengan lapis pelindung bambu dan beton, penyusunan bambunya dibuat zig – zag karena lebih baik dalam mereduksi gelombang dibandingkan penyusunan secara sejajar dan lebih ekonomis dalam hal penggunaan bambu.
Saran Analisis finansial perlu dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang sebenarnya lebih layak digunakan. b) Sedimentasi di sekitar pemecah gelombang perlu dikaji lebih lanjut agar tidak terjadi pendangkalan dasar laut khususnya yang merupakan area alur pelayaran masuk dan keluarnya kapal. c) Pemeliharaan perlu dilakukan pada tipe pemecah gelombang sisi miring karena kerusakan pada strukturnya yang terjadi secara berangsur-angsur. a)
6.
DAFTAR PUSTAKA
Ajay Rathod, Avinash Kolhatkar, 2014, Analysis Of Physical Characteristic Of Bamboo Fabrics, International Journal of Research in Engineering and Technology, 3(8):21-25. Asiyanto, 2008, Metode Konstruksi Bangunan Pelabuhan, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta. Arafuru, 2015, Keunggulan dan Kelemahan Bambu Sebagai Bahan Bangunan, 10 September 2015, Dikutip 14 Februari 2016 dari http://arafuru.com/ furnitur/keunggulan-dan-kelemahan-bambu-sebagai-bahanbangunan. html. Babak Kamali, Rosian Hashim, 2010, Bamboo Foundation Mat For Rubble Mound Breakwaters On Mud Deposits, International Journal of the Physical Sciences, 5(9):1406-1410. Chandra Andika B, Denny dkk, 2015, Analisis Gelombang Untuk Perencanaan Pelabuhan Hub – Internasional Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, Jurnal Oseanografi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 4(1):306-316. CERC, 1984, Shore Protection Manual Volume I, US Army Coastal Engineering Research Center: Washington. CERC, 1984, Shore Protection Manual Volume II, US Army Coastal Engineering Research Center: Washington. Dhany, Rista Rama, 2014, 6 Juta Potong Bambu Jadi Penahan Gelombang di New Tanjung Priok, 15 Juli 2014, Dikutip 14 Februari 2016 http://finance.detik.com/read/2014/07/15/093005/2637199/4/6-juta-potongbambu-jadi-penahan gelombang -di-new-tanjung-priok. Fabio Dentale, Giovanna Donnarumma dkk, 2014, Numerical Wave Interaction With Tetrapods Breakwater, Int. J. Nav. Archit. Ocean Eng, 6:800-812. Febrian, 2012, Kolam Pelabuhan, 8 Februari 2012, Dikutip 21 Desember 2015, http://febriantekniksipil.blogspot.co.id/2012/02/kolam-pelabuhan.html. Febriansyah, 2012, Perencanaan Pemecah Gelombang (Breakwater) di Pelabuhan Merak, Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakuktas Teknik Universitas Indonesia: Depok. Fujianto, 2015, Contoh Penulisan Daftar Pustaka yang Baik dan Benar Lengkap, 2 Januari 2015, Dikutip 25 Februari 2016 dari http://fujianto21-chikafe.blogspot.com/2015/01/contoh-penulisan-daftarpustaka.html.
James, 2014, Bangunan Pemecah Gelombang Laut, 25 Desember 2014, Dikutip Januari 2016 dari http://jamesthoengsal.blogspot.co.id/p/breakwater.html. Kamphuis, J. William, 2002, Introduction To Coastal Engineering And Management, World Scientific: Singapore. Kasmudjo, 2013, Rotan dan Bambu Kelapa, Kelapa Sawit, Nipah, Sagu, Cakrawala Media: Yogyakarta. Kramadibrata, Soedjono, 2002, Perencanaan Pelabuhan, Penerbit ITB: Bandung. LAPI ITB, 2011, Laporan Kemajuan Masterplan Rencana Pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung, LAPI ITB: Bandung. LAPI ITB, 2012, Laporan Detail Desain Rencana Pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung, LAPI ITB: Bandung. N.R.K. Patnaik, K. Anil Kumar, 2015, Safety Of Coastal Structure as a Breakwater Structure, International Journal of Research in Engineering and Technology, 4(1):53-55. Pratikto, Widi Agus dkk, 1997, Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut, BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta. Republik Indonesia, 2012, Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 20 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Kuala Tanjung, Kementerian Perhubungan: Jakarta. Sriyana, 2015, Formula Angka Stabilitas Unit Lapis Lindung Pemecah Gelombang Pada Kondisi Gelombang Tak Pecah, Jurnal Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro: Semarang. Triatmodjo, Bambang, 1999, Teknik Pantai, Beta Offset: Yogyakarta. Triatmodjo, Bambang, 2010, Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset: Yogyakarta. Vicinanza, Norgaard dkk, 2013, Wave Loadings Acting on Overtopping Breakwater for Energy Conversion, Journal of Coastal Research, 65:1669-1674. Wancik, 2009, Kelebihan dan Kekurangan Material (Bahan Bangunan), 28 Maret 2009, Dikutip 14 Februari 2016 dari https://wancik.wordpress.com/2009/03/28/kelebihan-dan-kekurangan-material-bahanbangunan/. Wibisono, Dermawan, 2013, Panduan Penyusunan Skripsi, Tesis & Disertasi, Penerbit Andy Yogyakarta: Bandung.