SINGUDA ENSIKOM
VOL. 6 NO.3 /Maret 2014
ANALISA PERBANDINGAN DIAMETER ANTENA PENERIMA TERHADAP KINERJA SINYAL PADA FREKUENSI KU BAND Ifandi, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Almamater, kampus USU Medan 20155 INDONESIA e-mail :
[email protected],
[email protected] Abstrak Saat ini sistem TV Broadcast sudah dapat menggunakan teknologi komunikasi satelit. Sistem ini memungkinkan pengguna jasa komunikasi satelit untuk dapat menyaksikan siaran TV dimana saja selama masih dalam wilayah cakupan satelit tersebut. Paper ini membahas kualitas link tranmsimi sebuah jaringan Digital TV-Broadcast via satelit Measat 3a pada frekuensi Ku-band berdasarkan parameter level sinyal dan carrier to noise (C/N) yang diukur dengan menggunakan diameter antena parabola yang disediakan oleh penyedia layanan. Keuntungan dari frekuensi Ku-Band yaitu selain bandwidth yang lebih lebar, pemakaian frekuensi Ku-band juga terhindar dari interferensi dengan sistem microwave terestrial yang banyak memakai frekuensi C-Band. Dari hasil analisa yang dilakukan, diketahui bahwa untuk menyalurkan data berupa video format MPEG-4 pada sistem TV Broadcast via satelit Measat 3a frekuensi KuBand pada kondisi cerah dengan menggunakan diameter odu 0,6 meter diperoleh level sinyal yaitu -36,8 dBm s/d -37,3 dBm dengan C/N sebesar 11,9 dB s/d 12,2 dB, sedangkan untuk diameter odu 0.8 meter diperoleh level sinyal yaitu -27,6 dBm s/d -28,2 dBm dengan C/N sebesar 14,1 dB s/d 17,4 dB. Pada kondisi cerah, sistem TV broadcast komunikasi satelit, diameter antena 0,6 meter bisa dipergunakan, karena masih menyisakan margin daya dan kualitas gambar yang dihasilkan masih bagus. Kata Kunci: Direct To Home (DTH), Rx Level dan C/N
1. Pendahuluan Satelit dengan pita frekuensi Ku-Band memiliki jangkauan frekuensi yang lebih tinggi yaitu berada pada rentang 11 GHz sampai 14 GHz. Dengan frekuensi downlink antara 11,7 GHz sampai 12,2 GHz untuk fixed satellite service, sedangkan untuk broadcast satellite service yaitu 12,2 GHz sampai 12,7 GHz dan uplink 14,0 GHz sampai 14,5 GHz. Pada frekuensi dibawah 10 GHz, redaman akibat curah hujan sangat kecil sehingga dapat diabaikan, tetapi penggunaan frekuensi diatas 10 GHz redaman akibat curah hujan
berpengaruh cukup besar, sehingga berpengaruh terhadap kualitas sinyal yang akan ditransmisikan maupun yang diterima. Di dalam paper ini akan dianalisa kualitas link transmisi yang berupa parameter Receive Signal Level (RSL) dan Carrier to Noise (C/N) dengan mengacu pada pemakaian ukuran antena parabola yang ditawarkan oleh penyedia layanan kepada pelanggan. 2. Sistem Komunikasi Satelit Prinsip dasar dari sistem komunikasi satelit adalah sistem komunikasi radio dengan
copyright DTE FT USU 2014
145
SINGUDA ENSIKOM
VOL. 6 NO.3 /Maret 2014
menggunakan satelit sabagai repeater. Setiap titik pada daerah cakupan (coverage area) di permukaan bumi dapat diakses oleh satelit tanpa ditentukan oleh jarak. Secara umum lintasan pada sistem komunikasi satelit dari arah uplink yaitu sinyal dari stasiun bumi pemancar ke satelit. Hubungan dari satelit ke stasiun bumi penerima yang disebut dengan downlink. Konfigurasi dari sistem komunikasi satelit.
Gambar 1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit.
diterima dari sumbernya. Tetapi karena planet ini tidak datar, akhirnya garis sinyal tidak sepenuhnya dapat diterima oleh antena TV. 4. Pensinyalan TV Satelit Pensinyalan Tv satelit menggunakan gelombang mikro (microwave). Microewave adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang mulai dari sepanjang satu meter sampai dengan milimeter atau setara dengan frekuensi 300 MHz dan 300 Ghz. Definisi yang luas mencakup UHF dan EHF (gelombang milimeter), dan berbagai sumber menggunakan batasan yang bebeda. Dalam semua kasus, microwave termasuk band SHF (3 sampai 30 GHz), dengan teknik RF sering ditentukan batas bawah pada 1 GHz , dan batas atas sekitar 100 GHz. 4.1 Sistem Uplink Satelit
Gambar 1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit.
Perangkat yang digunakan pada sistem uplink terdiri dari encoder with Ku-band Modulator, Block Up Converter (BUC)/TWTA, dan antena uplink. a.
Encoder with ku-Band Modulator
3. Sistem Transmisi Tv satelit Secara konseptual, Tv satelit mempunyai banyak kemiripan dengan siaran TV tanpa berlangganan. Keduanya merupakan sistem tanpa kabel yang mengantarkan program TV secara langsung pada pemirsa TV di rumah. Stasiun TV tanpa berlangganan dan TV satelit memancarkan program dengan menggunakan sinyal radio, dimana stasiun penyiaran menggunakan antena berdaya besar untuk memancarkan gelombang radio ke area sekelilingnya, sehingga dapat menangkap sinyal tersebut dengan menggunaka diameter antena parabola yang kecil. Keterbatasan utama siaran TV tanpa berlangganan dan TV satelit yaitu memancarkan program dengan sinyal radio, sinyal radio memancar dari antena dalam garis lurus. Maka dalam penerimaan sinyal, antena harus diletakkan dalam garis lurus, hambatan kecil seperti pepohonan atau gedung kecil tidak mengganggu, tetapi hambatan besar, seperti bumi akan memantulkan gelombang radio ini. Jika bumi benar-benar datar, siaran TV dapat
Pada bagian ini encoder sinyal audio/vidio analog diubah menjadi sinyal digital dan keluaran dari Encoder with kuBand modulator adalah sinyal Ku-band yang kemudian akan diteruskan ke TWTA. b.
Block Up Converter (BUC)/TWTA
Block Up Converter (BUC) berguna untuk merubah frekuensi Intermediate Frekuensi (IF) output audio/vidio modulator dan menaikkan frekuensi menjadi gelombang Ku-band untuk selanjutnya diteruskan ke transponder. Sedangkan TWTA merupakan penguat yang sifatnya mengurangi noise dan memperkuat sinyal yang dipancarkan atau menaikkan power untuk sampai ke satelit. TWTA berfungsi untuk menguatkan daya RF dari up converter sehingga memiliki daya yang cukup untuk dipancarkan kearah satelit.
copyright DTE FT USU 2014
146
SINGUDA ENSIKOM
c.
VOL. 6 NO.3 /Maret 2014
Antena uplink
Antena merupakan bagian yang penting dalam sistem komunikasi satelit yang berfungsi untuk memancarkan sinyal uplink ke satelit. Antena parabola merupakan antena berbentuk piringan sebagai reflektor yang mempunyai fungsi utama untuk menerima, memfokuskan dan menguatkan sinyal dari satelit. 4.2
Sistem Transponder Satelit
Sebuah satelit biasanya terdiri dari beberapa transponder. Transponder adalah peralatan yang berfungsi untuk menerima sinyal, memperkuat frekuensi dan memancarkan ulang sinyal tersebut. Keunggulan utama satelit adalah memiliki kemampuan untuk menyatukan kanal-kanal telepon dan televisi (audio/vidio) secara bersama-sama. Hal ini disebabkan kemampuan bandwith yang lebar. Untuk Ku-band, satelit Measat 3a memiliki 24 transponder. Dalam satu transponder memiliki bandwidth 40 MHz dengan 4 MHz guard band, 2 MHz dikiri dan 2 Mhz dikanan. Jadi bandwidth efektif yang digunakan yaitu 36 Mhz. 4.3
Sistem Downlink
Sistem downlink merupakan sistem yang berfungsi untuk menerima sinyal audio/vidio dari sistem uplink melalui transponder satelit ke stasiun utama sebuah perusahaan televisi broadcast. Sistem downlink mengunakan perangkat yang berupa sebuah perangkat Television receiver Only (TVRO) yang dilengkapi antena parabola, LNB dan Intergrade Receiver decoder (IRD). Untuk sinyal downlink yang diterima antena harus melewati Low Noise Block (LNB) dan penerima satelit (IRD) terlebih dahulu, kemudian baru ke TV monitor. Sistem TVRO terdiri dari antena parabola dan receiver. Receiver ini mendapat input dari LNB. LNB merupakan penguat low noise sinyal dari antena, selain itu LNB juga berfungsi untuk memperkuat dan menurunkan
frekuensi Ku-band yang diterima pada saat downlink. Perangkat sistem downlink terdiri dari : a.
Antena
Antena Penerima TVRO yang digunakan apada sistem broadcast di bintaro berdiameter 4,5 meter dan memiliki efisiensi 70 %. Penguatan ini dapat berbeda-beda tergantung pada proses pabrikasi. b.
Low Noise Block-feed (LNBF)
Merupakan gabungan dari LNB dan feed horn yang menpunyai fungsi sebagai berikut: 1. Menerima sinyal dari reflektor dan megubah sinyal menjadi Ku- band 2. Mengarahkan sudut polarisasi penerimaan 3. Menaikan kekuatan sinyal (gain) dan menekan noise c.
Receiver IRD
Receiver merupakan sebuah perangkat yang digunakan dalam proses downlink yang berfungsi untuk menerima sinyal Ku-band dan mendemodulasikan serta memberikan keluaran sianyal audio/video dalam bentuk analog maupun digital. Receiver mempunyai empat fungsi yaitu: 1. Mengembalikan pengkodean sinyal, untuk membuka pengkodean, receiver memerlukan chip decoder yang sesuai dengan paket program. 2. Membuat sinyal digital MPEG-2 atau MPEG-4 dan mengubahnya ke format analog sebagai standart TV yang dapat dikenali. 3. Mengekstrak channel-channel secara individual dari sinyal satelit yang lebih besar. Saat receiver hanya mengeluarkan satu sinyal, pelanggan tidak dapat memutar satu program dan menonton yang lain.
copyright DTE FT USU 2014
147
SINGUDA ENSIKOM
VOL. 6 NO.3 /Maret 2014
4. Melakukan tracking untuk program berbayar dan mengkomunikasikan pada headend informasi tagihan. 5.
Parameter Link Budget
Link Budget merupakan perhitungan yang melibatkan Gain atau keuntungan serta Loss atau rugi-rugi yang berhubungan dengan pemancar, penerima, jalur transmisi, serta kondisi lingkungan untuk mendapatkan hasil terbaik dimana sisi pemancar dan sisi penerima dapat beroperasi dengan baik. Dalam menghitung link budget terdapat beberapa parameter yang digunakan antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Posisi lintang dan bujur stasiun Bumi Posisi satelit Sudut elvasi Sudut azimut Frekuensi G/T (Gain pert temperatur) EIRP(effective isotropically radiated power) 8. Atmospher Losses 9. FSL (Free Space Loss) 10. RSL (Receive Signal Level) 11. C/N (Carrier to Noise) a. C/No (Carrier to Noise) uplink b. C/No(Carrier to Noise) Downlink c. C/No (Carrier to Noise) total 6.
Spesifikasi Satelit dan TVRO
Perencanaan jaringan DVB-S ini menggunakan satelit Measat 3a. Satelit ini berada diposisi 91,5̊ Bujur timur. Wilayah cakupan satelit Measat 3a dibagi menjadi 2, yaitu wilayah Malaysia, Indonesia dan Asia Selatan. Dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Posisi = 91,5 BT 2. Bandwidth per transponder 3. Daya TWTA = 750 Watt = 28,75 dBW
= 36 MHz
TVRO terletak di seluruh wilayah Indonesia dengan lokasi yang berbeda-beda, sehinga jarak TVRO ke satelit akan berbedabeda. Selain dari pada lokasi, diameter antena dana lainnya memiliki spesifikasi sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Diameter antena = 0,6 meter dan 0,8 meter Efisiensi antena Rx = 70 % T LNB = 35ºK Redaman feeder = 34ºK T terhadap elevasi antena = 3,8ºK - 6ºK Frekuensi = 12 Ghz Redaman kabel = 1,2 dB/meter
7. Hasil Dan Analisa Dalam sistem komunikasi satelit, terutama pada pita frekuensi Ku-Band banyak hal yang harus dipertimbangkan seperti kualitas stasiun pemancar, rugi-rugi udara bebas, derau atau kebisingan kapasitas transponder satelit yang digunakan dikarenakan frekuensi Ku-Band memiliki masalah pada redaman hujan yang sangat tinggi, hal ini perlu diperhatikan untuk mendapatkan kualitas sinyal yang lebih baik. Namun, Ku-band dapat mendukung trafik dengan antena yang lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi C-band. Untuk sisi pemancar memiliki parameter sebagai berikut: 1. Lokasi pemancar = Bintaro ( 116,68 BT dan 3,42 LS ) 2. Diameter antenna = 4,5 meter 3. Efisiensi antena = 70 % 4. Altitude = 0,05 Km diatas permukaan laut 5. Redaman kabel = 0,5 dB 6. Frekuensi = 14 GHz Untuk mengetahui unjuk kerja link transmisi maka akan dilakukan analisa terhadap parameter level sinyal dan carrier to noise pada masing-masing transponder dengan menggunakan antena yang ada pada sisi pelanggan yang berdiameter 0,6 meter dan 0,8 meter, dengan frekuensi transponder yang digunakan yaitu 12,356 GHz, 12,276 GHz dan 12,316 GHz pada polarisasi horizontal.tabel 1 di bawah menunjukkan frekuensi pada masing- masing Transponder sedangkan Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran terhadap level sinyal dan carrier to Noise pada masingmasing transponder.
copyright DTE FT USU 2014
148
SINGUDA ENSIKOM
VOL. 6 NO.3 /Maret 2014
Tabel 1 Frekuensi Pada Masing- Masing Transponder Frekuensi Frekuensi Transponder Uplink Downlink (GHz) (GHz) Transponder 1 14,196 12,276 Transponder 2 14,156 12,316 Transponder 3
14,116
12,356
Tabel 2 hasil pengukuran Level Sinyal dan nilai C/N
Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa yang mempengaruhi besar Receive Signal Level (RSL) dan Carrier to Noise (C/N) adalah diameter antena parabola, semakin besar diameter antena parabola akan diperoleh gain yang besar, disamping itu akan diperoleh juga beamwidth yang semakin kecil, semakin kecil beamwidth semakin fokus sebuah antena dalam memancar powernya. Selain
dipengaruhi oleh diameter antena, transponder yang digunakan pada satelit Measat 3a memilki daya atau EIRP lebih besar. Berbeda hal nya dengan frekuensi, semakin tinggi frekuensi maka Receive Signal Level (RSL) dan Carrier to Noise (C/N) akan semakin rendah, ini dipengaruhi oleh free space loss (FSL). Pada frekuensi Ku-band redaman atmosfer juga sangat mempengaruhi kekuatan sinyal yang diterima. Ini terbukti Receive Signal Level (RSL) dan Carrier to Noise (C/N) pada transponder 1 lebih tinggi dari transponder 3, walaupun mempunyai perbedaan yang tidak terlalu signifikan.
Gambar 2 Grafik Hasil Pengukuran Terhadap Parameter Carrier to Noise
Gambar 3 Grafik Hasil Pengukuran Terhadap Parameter Receive Signal Level
8. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengukuran dan analisa maka kesimpulan sbb : 1.
2.
Grafik hasil pengukuran terhadap parameter C/N dan level sinyal ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. 3.
Nilai level sinyal sistem TV Broadcast menggunakan sistem komunkasi satelit pada pita frekuensi Ku-Band pada kondisi cuaca cerah dengan menggunakan diameter parabola 0,6 meter yaitu -36,7 dBm s/d -37,1 dBmV dengan C/Ntotal sebesar 13,9 dB s/d 14,6 dB. Nilai level sinyal sistem TV Broadcast menggunakan sistem komunkasi satelit pada pita frekuensi Ku-Band pada kondisi cuaca cerah dengan menggunakan diameter parabola 0,8 meter diperoleh level sinyal yaitu -27,2 dBm sd -27,8 dBm dengan C/Ntotal sebesar 15,5 dB s/d 18,7 dB. Sistem TV broadcast menggunakan pita frekuensi Ku-band, diameter antena 0,6
copyright DTE FT USU 2014
149
SINGUDA ENSIKOM
VOL. 6 NO.3 /Maret 2014
meter masih bisa dipergunakan, karena masih menyisakan margin daya dan kualitas gambar yang dihasilkan masih bagus. 4. Efisiensi cost dari perusahaan untuk jenis parabola diameter 0,6 bila dibandingkan dengan 0,8 dimana margin yang didapat masih memenuhi.
9.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang telah memberikn dukungan. Maksum Pinem, ST.MT selaku dosen pembimbing, yang sudah membimbing penulis dalam menyelesaikan paper ini, serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. 10. Daftar Pustaka 1. Simajuntak, Ir.T.L.H. 2004 “ Sistem komunikasi Satelit”, halaman , Bandung : PT. alumni. 2. Usman, Uke kurniawan. 2010 “ Pengantar Ilmu Telekomunikasi”, halaman 123-140, Bandung : Informatika Bandung. 3. Santoso, Gatot. .“Sistem Komunikasi Satelit”. http://www. Gatot santoso.or.id/articles/snkk.htm. tanggal akses 15 feb 2013. 4. Rachman Siregar, 2004 Pemahaman Tentang Dasar Kalkulasi Link Komunikasi Satelit: USU Library. 5. PT. Karya Megah Adijaya (2012). Bahan Training PT. Karya Megah Adijaya ”Satellit Basic Communication System Network”. Presented at the training of PT.KMA. 6. Fischer, W, 2010“Digital Vidio and Audio Broadcast Technology, Signal and Communication Technology Third Edition”. Berlin : Springer.
copyright DTE FT USU 2014
150