FINESTA Vol. 3, No. 1, (2015) 24-29
24
Analisa Kointegrasi Pasar Modal ASEAN-5 Sebelum, Saat, dan Setelah Krisis Subprime Mortgage Jaqueline Yuanita Chandra Program Manajemen, Program Studi Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail:
[email protected] Abstrak — Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kointegrasi antara indeks pasar modal di ASEAN-5 pada periode sebelum, saat, dan setelah krisis subprime mortgage. Johansen test digunakan untuk melihat keberadaan hubungan kointgerasi serta perubahan hubungan tersebut. Dengan menggunakan nilai penutupan indeks pada periode periode 1 Januari 2006 – 25 Juli 2007 (sebelum krisis), 26 Juli 2007 – 31 Maret 2010 (saat krisis), dan 1 April 2010 – 31 Juli 2013 (setelah krisis), penelitian menunjukkan adanya perubahan hubungan kointegrasi. Pada periode krisis ditemukan peningkatan hubungan kointegrasi dibandingkan periode sebelum krisis, sedangkan pada periode setelah krisis hubungan ini menurun dibandingkan periode krisis namun menguat apabila dibandingkan periode sebelum krisis. Perubahan ini diindikasikan disebabkan oleh krisis subprime mortgage. Kata Kunci — Indeks ASEAN-5, Kausalitas, Kointegrasi, Krisis Subprime Mortgage Abstract — This study is conducted to determine the existence of cointegration between ASEAN-5’s indices. Johansen test is used to identify the presence of cointegrating relationship and how it changes. By using weekly closing price of all five indices during January 1st 2006 – July 25th 2007 (before crisis), July 26th 2007 – March 31st 2010 (during crisis), and April 1st 2010 – June 30th 2013 (after crisis), this study finds that there are changes on cointegrating relationship between five indices. Cointegration is found strongest during crisis, while in after-crisis period, cointegration appears weaker compared to during-crisis period. Additionaly, in after-crisis period, cointegration is found stronger than before-crisis period. These changes are caused by subprime mortgage crisis. Keywords — ASEAN-5 Indices, Causality, Cointegration, Subprime Mortgage Crisis
1.
terutama ketika ada major economic event (Huyghebaert & Wang, 2010). Menurut penelitian Chen et al. (2003) ditemukan bahwa pasar modal ASEAN-5 terkointegrasi saat sebelum dan sesudah krisis namun tidak terkointegrasi saat krisis. Hal ini didukung oleh Click dan Plummer (2003) yang menemukan adanya penguatan kointegrasi antar pasar modal di ASEAN setelah terjadinya krisis Asia 1997-1998. Berkembangnya perdagangan antar negara ASEAN juga mengakibatkan semakin tingginya kemungkinan terjadinya financial contagion. Adanya financial contagion memungkinkan krisis ekonomi yang terjadi di suatu negara menyebar ke negara lainnya. Efek dari financial contagion yang paling mudah diamati adalah ketika krisis global, salah satunya ketika krisis subprime mortgage. Krisis subprime mortgage pada tahun 2007 yang berawal di Amerika Serikat efeknya juga dapat dirasakan di Asia Tenggara. Efek dari krisis ini juga dapat dilihat pada pergerakan indeks pasar saham di ASEAN-5, di mana indeks menunjukkan kecenderungan untuk bergerak secara bersama-sama. Bertolak dari fenomena tersebut, penelitian ini ditujukan untuk membuktikan apakah ada efek dari krisis subprime mortgage terhadap kointegrasi pasar modal di kawasan ASEAN, khususnya ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura). Untuk mencapai tujuan tersebut, periode penelitian ini dibagi menjadi 3 periode yaitu sebelum, saat, dan setelah krisis subprime mortgage. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data indeks harga saham harian di negara ASEAN-5 pada periode 1 Januari 2006 – 25 Juli 2007 (sebelum krisis), 26 Juli 2007 – 31 Maret 2010 (saat krisis), dan 1 April 2010 – 30 Juni 2013 (setelah krisis).
PENDAHULUAN
Hubungan perekonomian internasional semakin berkembang ke arah perdagangan bebas antar negara. Hal ini juga yang terjadi di ASEAN. Diterapkannya ASEAN free trade area membuat arus modal dan perdagangan antar negara menjadi semakin besar. Meningkatnya arus modal dapat meningkatkan interdependensi ekonomi antar negara di kawasan ASEAN, khususnya ASEAN-5. Interdependensi ekonomi yang terjadi ini juga dapat terefleksi pada hubungan pasar modalnya. Hal ini terjadi karena dalam suatu pasar yang bebas, fundamental ekonomi suatu negara akan terrefleksikan pada pasar modalnya (Royfaizal, Lee, & Mohamed, 2007). Akibatnya, tren yang ada di pasar modal akan mencerminkan fundamental ekonomi yang saling berelasi (Phengpis, Apilado, & Swanson, 2004). Hubungan di antara pasar modal bersifat dinamis yaitu dapat berubah sewakktu-waktu. Perubahan ini terjadi
2.
TEORI PENUNJANG
Kointegrasi merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang biasanya ditunjukkan oleh adanya pergerakan secara bersamaan (co-movement). Kointegrasi adalah kombinasi linear variabel-variabel yang tidak stasioner di order yang sama. Adanya kointegrasi mengindikasikan adanya hubungan kausalitas di antara variabel yang diteliti (Engle & Granger, 1987). Indeks Harga Saham Gabungan (composite index) merupakan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukur kinerja suatu saham di bursa efek, menilai situasi pasar secara umum dan berfungsi sebagai barometer kesehatan perekonomian negara secara umum. Indeks sering digunakan sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal dan keadaan perekonomian secara umum. Krisis subprime mortgage awalnya terjadi di Amerika Serikat yang diakibatkan adanya peningkatan praktek
FINESTA Vol. 3, No. 1, (2015) 24-29 pemberian dana pinjaman yang berisiko (subprime lending). Pecahnya gelembung properti di Amerika Serikat menyebabkan sebagian besar pinjaman ini menjadi macet sehingga surat-surat derivatif yang didasarkan pada pinjaman ini menjadi gagal bayar (default). Surat-surat berharga ini dimiliki oleh investor dari banyak negara sehingga krisis ini akhirnya juga berefek negatif pada banyak pasar keuangan. Adanya hubungan diplomatik dan perdagangan antara kelima negara di ASEAN-5 mengindikasikan adanya keterkaitan di antara kelima negara. Selain itu, integrasi ekonomi di kawasan ASEAN yang ditandai dengan adanya ASEAN free-trade area menimbulkan adanya interdependensi ekonomi antar negara anggota. Interdependensi ini dapat diamati juga pada kinerja pasar modal yang tercermin pada indeks harga saham gabungan. Adanya interdependensi pada pasar modal menyebabkan pasar modal di negara ASEAN-5 memiliki pergerakan yang hampir sama atau terjadi co-movement di antara kelima indeks saham. Adanya co-movement antara kelima indeks ini mengindikasikan adanya kointegrasi. Kointegrasi pasar modal bersifat dinamis atau berubahubah dari waktu ke waktu. Perubahan ini seringkali dipicu oleh adanya major economic event (Huyghebaert & Wang, 2010). Salah satu major economic event yang baru saja terjadi adalah krisis subprime mortgage. Bergejolaknya pasar keuangan global akibat krisis subprime mortgage menyebabkan investor global serentak melakukan penilaian ulang terhadap profil risiko investasinya sehingga terjadi penarikan dana di sejumah negara yang menyebabkan keruntuhan sebagian besar indeks saham dunia, termasuk di ASEAN. Hubungan kointegrasi antar indeks ASEAN-5 pernah dibuktikan secara empiris oleh B.A. Karim dan Z.A. Karim (2011) yang menggunakan data bulanan indeks harga saham gabungan kelima negara dari periode Januari 1988 Desember 2010. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pasar modal ASEAN-5 semakin terkointegrasi setelah krisis keuangan global terjadi dibandingkan dengan periode sebelum krisis. Penelitian lain dilakukan oleh Huyghebaert dan Wang (2010) yang menemukan bahwa kointegrasi antar indeks di 6 pasar modal Asia menguat saaat krisis namun kembali melemah pada periode setelah krisis. Namun, ia juga menemukan bahwa hubungan kointegrasi indeks di Asia semakin menguat setelah krisis apabila dibandingkan dengan sebelum krisis. Berikut adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini:
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
25 Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka didapatkan hipotesa sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan kointegrasi antar pasar modal di ASEAN-5 sebelum krisis subprime mortgage. 2. Pada periode krisis subprime mortgage terdapat hubungan kointegrasi antar pasar modal di ASEAN-5 yang lebih kuat dibandingkan sebelum krisis. 3. Pada periode setelah krisis subprime mortgage terdapat hubungan kointegrasi antar pasar modal di ASEAN-5 yang lebih lemah daripada saat krisis namun lebih kuat dibandingkan periode sebelum krisis. 4. Terdapat perubahan hubungan kointegrasi dan kausalitas antar pasar modal di ASEAN-5 pada sebelum dan saat, saat dan sesudah, serta sebelum dan sesudah krisis subprime mortgage 3.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini disusun berdasarkan metode kuantitatif. Menurut Kuncoro (2007), metode kuantitatif merupakan penelitian yang sifatnya dapat dihitung jumlahnya dengan metode statistik. Populasi dalam penelitian ini adalah indeks saham anggota ASEAN-5, yang terdiri dari indeks Indonesia (JKSE), indeks Malaysia (KLCI), indeks Thailand (SET), indeks Filipina (PSEi) dan indeks Singapura (STI). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah purposive sampling. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah: a) memiliki data nilai penutupan mingguan pada periode 1 Januari 2006 – 30 Juni 2013 b) kelima indeks harus memiliki kesamaan tanggal data closing price. Tahap pengujian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Mentransformasi data ke dalam bentuk natural logarithm b) Melakukan uji unit root pada kelima indeks dengan menggunakan alat statistik Augmented Dickey-Fuller. Hipotesis dari uji ini adalah : H0 : model bersifat non-stasioner H1 : model bersifat stasioner Sesuai dengan hipotesa-hipotesa yang telah dibuat di atas ditentukan kriteria uji asumsi sebagai berikut : i. Tolak H0 jika nilai probabilitas < tingkat signifikansi (α = 0,05) ii. Terima H0, jika nilai probabilitas > tingkat signifikansi (α = 0,05) Variabel terindikasi memiliki hubungan kointegrasi apabila tidak stasioner pada tingkat level namun stasioner pada tingkat differencing yang sama. c) Melakukan uji lag optimal dengan menggunakan model VAR. Penentuan jumlah lag optimal dapat ditentukan berdasarkan kriteria AIC, SC, HQ, dan FPE. Lag optimal yang dihasilkan kemudian diuji dengan memeriksa ada tidaknya autokorelasi pada residual. Apabila residual bebas dari autokorelasi maka lag tersebut digunakan, apabila ditemukan autokorelasi, lag akan ditingkatkan hingga tidak ditemukan autokorelasi pada residual. d) Melakukan uji kointegrasi menggunakan Johansen test. Lag yang digunakan adalah lag optimal yang ditentukan pada langkah (c). Hipotesa dalam uji ini adalah sebagai berikut :
FINESTA Vol. 3, No. 1, (2015) 24-29 𝐻0 : 𝑟 = 0 ; 𝐻1 : 𝑟 = 1 𝐻0 : 𝑟 ≤ 1 ; 𝐻1 : 𝑟 = 2 𝐻0 : 𝑟 ≤ 2 ; 𝐻1 : 𝑟 = 3 𝐻0 : 𝑟 ≤ 3 ; 𝐻1 : 𝑟 = 4 𝐻0 : 𝑟 ≤ 4 ; 𝐻1 : 𝑟 = 5 Kriteria pengambilan keputusan pada Johansen Test ini didasarkan pada nilai trace statistic dan maximum eigenvalue. a. Berdasarkan trace statistic : i. Apabila nilai trace statistic < critical value ( = 0,05), maka H0 diterima ii. Apabila nilai trace statistic > critical value ( = 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima b. Berdasarkan maximum eigen-value : i. Apabila nilai maximum eigen-value < critical value ( = 0,05), maka H0 diterima ii. Apabila nilai maximum eigen-value > critical value ( = 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima e) Melakukan Vector Error Correction Model (VECM) pada model yang terbukti memiliki hubungan kointegrasi. Apabila terbukti tidak terkointegrasi maka dilakukan pembentukan model Vector Autoregression in Differences (VARD). f) Melakukan uji multivariate Granger causality untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel pada periode sebelum, saat, dan setelah krisis. Uji granger causality ini dilakukan berdasarkan model VAR yang telah dibuat. Dalam pengujian granger causality ini digunakan metode Toda-Yamamoto (Toda & Yamamoto, 1995). Hipotesa pada pengujian ini adalah sebagai berikut : H0 : variabel X tidak mempengaruhi variabel Y H1 : variabel X mempengaruhi variabel Y Sesuai dengan hipotesa-hipotesa yang telah dibuat di atas ditentukan kriteria uji asumsi sebagai berikut : i. Tolak H0 jika nilai probabilitas < tingkat signifikansi (α = 0,05) ii. Terima H0, jika nilai probabilitas > tingkat signifikansi (α = 0,05). g) Melakukan variance decomposition untuk menyusun forecast error variance suatu variabel. Analisa variance decomposition dapat memberikan gambaran mengenai reaksi pasar modal terhadap system-wide shock dan bagaimana reaksi ini menyebar dari waktu ke waktu. 4.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Total sampel pada periode sebelum krisis yaitu sebanyak 405 data yang terdiri dari 81 data untuk masing-masing indeks, pada periode krisis, total observasi sebanyak 700 data yang terdiri dari 140 data untuk masing-masing indeks, sedangkan pada periode sesudah krisis, total observasi sebanyak 850 data yang terdiri dari 170 data untuk masingmasing indeks. Hasil uji stasioner pada data menunjukkan bahwa data tidak stasioner di tingkat level, namun stasioner di tingkat differencing pertama (I(1)). Hal ini mengindikasikan bahwa data terkointegrasi. Setelah itu, dilakukan pengujian untuk menemukan lag maksimum. Pada pengujian ini, lag maksimum yang digunakan adalah 8. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi dan
26 keterbukaan informasi sangat memungkinkan suatu berita dapat ditransmisikan ke bursa lain pada periode kurang dari 2 bulan (8 minggu). Hasil uji lag optimal adalah sebagai berikut : Tabel 1 Hasil uji VAR
Periode Lag Optimal
Sebelum Krisis 2
Setelah Krisis 3
Saat Krisis 7
Berdasarkan tabel 1, lag yang digunakan pada periode sebelum krisis adalah 2, saat krisis lag 7, dan setelah krisis lag 3. Ketiga lag ini juga yang digunakan dalam pengujian kointegrasi menggunakan Johansen test. Hasil Johansen test adalah sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Johansen Test Pada Periode Sebelum Krisis
Hipotesis H0
H1
Trace statistic
r=0 r≤1 r≤2 r≤3 r≤4
r=1 r=2 r=3 r=4 r=5
56.46 26.90 11.42 5.29 0.12
Critical value 5%
10%
69.82 47.86 29.80 15.49 3.84
65.82 44.49 27.07 13.43 2.71
Maximum EigenValue 29.56 15.48 6.14 5.16 0.12
Critical value 5%
10%
33.88 27.58 21.13 14.26 3.84
31.24 25.12 18.89 12.30 2.71
Berdasarkan tabel 2, pada periode sebelum krisis, hasil yang ditunjukan oleh trace test dan maximum eigen-value adalah sama. Nilai trace statistic < critical value dan nilai maximum eigen-value < critical value sehingga H0 (r = 0) diterima. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam periode sebelum krisis tidak ditemukan adanya hubungan kointegrasi di pasar modal negara-negara ASEAN-5. Tabel 3. Hasil Johansen Test Pada Periode Saat Krisis
Hipotesis H0
H1
Trace statistic
r=0 r≤1 r≤2 r≤3 r≤4
r=1 r=2 r=3 r=4 r=5
97.68 58.75 30.81 13.19 2.58
Critical value Maximum Eigen5% 10% Value 69.82 65.82 38.91 47.86 44.49 27.941 29.80 27.07 17.62 15.49 13.43 10.62 3.84 2.71 2.58
Critical value 5%
10%
33.88 27.58 21.13 14.26 3.84
31.24 25.12 18.89 12.30 2.71
Berdasarkan tabel 3, pada hipotesa yaitu H0 : r = 2 dan H1 : r = 3, ada perbedaan hasil yang ditunjukan oleh trace test dan maximum eigen-value. Nilai maximum eigen-value > critical value sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, di sisi lain nilai maximum eigen-value < critical value sehingga H0 diterima. Dalam kasus adanya perbedaan hasil yang ditunjukan oleh trace test dan maximum eigen-value, hasil trace test yang akan digunakan. Oleh karena itu, pada hipotesa H0: r=2 dan H1: r = 3, H0 ditolak dan H1 diterima sehingga dilanjutkan pada hipotesa berikutnya. Pada hipotesa H 0: r = 2 dan H1: r = 3, nilai trace test dan maximum eigen-value lebih kecil daripada critical value sehingga H0 diterima. Hal ini menunjukkan ada 3 vektor kointegrasi di antara pasar modal negara ASEAN-5 pada saat krisis subprime mortgage.
FINESTA Vol. 3, No. 1, (2015) 24-29
27
Tabel 4. Hasil Johansen Test Pada Periode Setelah Krisis
Hipotesis H0
H1
Trace statistic
r=0 r≤1 r≤2 r≤3 r≤4
r=1 r=2 r=3 r=4 r=5
86.46 44.51 26.95 14.16 6.60
Critical value 5%
10%
88.80 63.88 42.92 25.87 12.52
84.38 60.09 39.76 23.35 10.67
Maximum EigenValue 41.95 17.56 12.78 7.56 6.60
Critical value 5%
10%
38.33 32.12 25.82 19.39 12.52
35.58 29.54 23.44 17.23 10.67
Berdasarkan tabel 4, pada periode setelah krisis, pada confidence level 90% nilai trace statistic > critical value dan nilai maximum eigen-value > critical value sehingga H0 (r = 0) ditolak dan H1 (r = 1) diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada 1 vektor kointegrasi pada periode setelah krisis subprime mortgage. Selanjutnya dilakukan pembentukan model VECM bagi periode saat dan setelah krisis, sedangkan untuk periode sebelum krisis dibentuk model VARD. Pembentukan model VECM dan VARD digunakan untuk melakukan forecast. Dalam pembentukan kedua model ini, lag yang digunakan adalah lag optimal yaitu 2 lag untuk periode sebelum krisis, 7 lag untuk periode saat krisis, dan 3 lag untuk periode setelah krisis. Selanjutnya, dilakukan uji granger causality untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel. Lag yang digunakan pada pengujian ini adalah lag optimal.
terdapat 2 hubungan kausalitas. Hubungan tersebut adalah JKSE mempengaruhi STI dan PSEi mempengaruhi SET. Berdasarkan hasil uji variance decomposition, pada periode sebelum krisis, forecast error variance dari pasar modal di ASEAN-5, kecuali Singapura, sebagian besar dijelaskan oleh dirinya sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, kontribusi pasar modal lainnya dalam menjelaskan shock yang terjadi semakin meningkat. Di sisi lain, shock yang terjadi di pasar modal Singapura sebagian besar dijelaskan oleh shock yang terjadi di pasar modal lainnya, terutama JKSE dan KLCI. Di periode saat krisis, terjadi dinamika yang menarik pada forecast error variance di pasar modal di ASEAN-5. Pada periode 1-3, semua shock yang terjadi sebagian besar dapat dijelaskan oleh shock yang berasal dari variabel itu sendiri. Namun, pada periode 5 dan 10, shock yang terjadi dijelaskan oleh shock yang terjadi pada variabel JKSE. Pada periode setelah krisis, forecast error variance dari pasar modal di ASEAN-5, kecuali SET dan STI, sebagian besar dijelaskan oleh dirinya sendiri. Pada variabel SET, di periode ke 10, sebagian besar yakni 52% variance dijelaskan oleh variabel JKSE, sedangkan variabel SET sendiri hanya mampu menjelaskan 19%. Di sisi lain, pada variabel STI, di periode ke 10 variance yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri hanya 23% sedangkan 37% dijelaskan oleh variance variabel JKSE, 16% oleh masing-masing PSEi dan SET, serta 7% oleh variabel KLCI.
Tabel 5. Hasil Uji Granger causality
Variabel Dependen
JKSE
KLCI
PSEI
SET
STI
Variabel Independen KLCI PSEI SET STI JKSE PSEI SET STI JKSE KLCI SET STI JKSE KLCI PSEI STI JKSE KLCI PSEI SET
Sebelum Krisis 0.3584 0.0052 0.1771 0.5463 0.5532 0.0575 0.9133 0.3412 0.0924 0.7138 0.2316 0.0792 0.6008 0.8885 0.5933 0.9346 0.0718 0.3703 0.0043 0.9071
Probability Saat Krisis 0.8405 0.9423 0.1982 0.8475 0 0.3064 0.9186 0.0763 0 0.3582 0.7388 0.3393 0 0.0247 0.6394 0.0451 0 0.0408 0.4439 0.2971
Setelah Krisis 0.6665 0.121 0.5772 0.3564 0.5313 0.7553 0.2982 0.1827 0.5607 0.4902 0.1158 0.5607 0.7452 0.9338 0.0003 0.199 0.0497 0.0832 0.1189 0.2494
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa terdapat dua probability yang memiliki nilai dibawah 0,05 pada periode sebelum krisis. Hal ini berarti ada 2 hubungan kausalitas yang terjadi, yaitu PSEi mempengaruhi STI yang dan PSEi mempengaruhi JKSE. Sedangkan pada periode sesudah krisis, terdapat 7 hubungan kausalitas antara pasar modal di ASEAN-5. Hubungan kausalitas tersebut yaitu KLCI yang mempengaruhi SET, KLCI mempengaruhi STI, STI mempengaruhi SET, dan JKSE mempengaruhi keempat pasar modal lainnya. Pada periode setelah krisis, hanya
Gambar 2. Hubungan Kointegrasi antar Indeks ASEAN-5 Sebelum, Saat, dan Setelah Krisis Subprime mortgage
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada periode sebelum krisis tidak ada hubungan kointegrasi di antara indeks negara ASEAN-5 sebelum terjadi krisis subprime mortgage. Namun, pada saat krisis terjadi perubahan yang cukup signifikan karena ada 3 vektor hubungan kointegrasi pada saat krisis. Setelah krisis ada penurunan jumlah vektor hubungan kointegrasi menjadi 1. Meskipun ada penurunan jumlah vektor hubungan kointegrasi setelah krisis, kointegrasi di antara indeks negara ASEAN-5 menguat dibandingkan saat sebelum terjadi krisis subprime mortgage, di mana pada periode sebelum krisis tidak ada hubungan kointegrasi di antara kelimanya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa adanya krisis menguatkan hubungan kointegrasi indeks negara ASEAN-5. Berdasarkan hasil uji Granger causality, maka dapat dilihat hubungan JKSE dengan indeks anggota ASEAN-5 pada periode sebelum dan sesudah krisis adalah sebagai berikut:
FINESTA Vol. 3, No. 1, (2015) 24-29
Gambar 3. Hubungan Kausalitas Indeks Pasar Modal ASEAN-5 Pada Periode Sebelum, Saat, dan Sesudah Krisis
Gambar 3 menunjukkan bahwa pada periode sebelum krisis ditemukan 2 hubungan kausalitas. Hubungan ini ditunjukkan oleh PSEi yang mempengaruhi JKSE. Selain itu, PSEi juga ditemukan mempengaruhi STI. Pada periode krisis, ditemukan 7 hubungan kausalitas yang terjadi antara pasar modal di ASEAN-5. Hubungan ini ditunjukkan oleh JKSE yang mempengaruhi 4 pasar modal lainnya (KLCI, PSEi, SET, dan STI), KLCI mempengaruhi SET dan STI, serta STI mempengaruhi SET. Di periode setelah krisis, hubungan kausalitas yang terjadi menurun jumlahnya menjadi 2. Hubungan kausalitas ini ditunjukkan oleh JKSE yang mempengaruhi STI. Di samping itu, terlihat juga hubungan PSEi yang mempengaruhi SET. Hasil uji kointegrasi dan granger causality menunjukkan bahwa hubungan antara indeks pasar modal ASEAN-5 berubah-ubah seiring waktu. Secara lebih spesifik, hasil uji Johansen test menunjukkan bahwa pada saat krisis keuangan, kointegrasi yang ada mengalami penguatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Royfaizal, Lee, dan Mohammed (2007). Selain adanya penguatan saat krisis, ditemukan pula hubungan kointegrasi yang terjadi pada saat krisis mengalami pelemahan setelah periode krisis berlalu. Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Royfaizal, Lee, dan Mohammed (2007) yang menemukan turunnya jumlah vektor kointegrasi setelah periode krisis berlalu. Hasil uji kointegrasi juga menemukan bahwa terjadi penguatan hubungan kointegrasi pada periode setelah krisis dibandingkan periode sebelum krisis. Penemuan ini didukung oleh penelitian B.A. Karim dan Z.A. Karim (2011), Huyghebaert dan Wang (2010), serta Royfaizal, Lee, dan Mohammed (2007) yang menyatakan bahwa hubungan kointegrasi di pasar modal pada periode setelah krisis mengalami penguatan dibandingkan dengan periode sebelum terjadinya krisis. Adanya hubungan kointegrasi di antara indeks harga saham di negara ASEAN-5 dapat didorong oleh adanya keterkaitan ekonomi di antara kelimanya yang ditunjukkan oleh kegiatan ekspor dan impor. Selain itu, adanya kedekatan lokasi geografis di antara kelimanya juga mendukung terjadinya hubungan kointegrasi, seperti dikatakan Mansur (2005) bahwa keterkaitan antar bursa akan terjadi pada negara dengan lokasi berdekatan. Pada periode krisis, yaitu Agustus 2007 – Maret 2010, mayoritas negara ASEAN mengalami penurunan investasi yang masuk ke negaranya, yang berasal dari negara ASEAN lain. Turunnya nilai FDI ini seharusnya membawa dampak negatif pada hubungan kointegrasi antar negara ASEAN-5. Namun, hubungan kointegrasi saat krisis subprime mortgage malah mengalami penguatan.
28 Dalam menganalisa hubungan kointegrasi dan kausalitas saat krisis diperlukan kehati-hatian. Hal ini harus dilakukan karena hubungan kointegrasi, yang ditandai oleh comovement, dapat disebabkan oleh adanya efek contagion dari krisis subprime mortgage. Hal ini didukung oleh penelitian Chunxiu dan Masih (2014) yang menemukan adanya transmisi volatilitas dan efek spillover yang signifikan yang menandai adanya contagion di ASEAN-5 akibat krisis subprime mortgage. Adanya efek contagion ini memunculkan adanya dugaan bahwa hubungan kointegrasi dan kausalitas selama krisis bukan disebabkan oleh adanya fundamental ekonomi melainkan dikarenakan kondisi psikologis investor. Adanya perubahan ekspektasi investor ASEAN-5 akibat krisis di Amerika Serikat membuat keadaan di pasar modal juga memburuk karena adanya self-fulfilling expectations. Hal ini yang menyebabkan peningkatan hubungan kointegrasi dan kausalitas pada saat krisis. Pada periode setelah krisis, ada peningkatan hubungan kointegrasi apabila dibandingkan dengan periode sebelum krisis. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh meningkatnya hubungan perdagangan intra-ASEAN 5. Pada tahun 2010 total perdagangan intra-ASEAN 5 mengalami peningkatan yang cukup tajam. Apabila dibandingkan dengan tahun 2006, terjadi peningkatan perdagangan 52,55% atau sebesar $156,7 milyar. Pengujian hubungan kointegrasi adalah untuk menguji hubungan jangka panjang, namun untuk melihat hubungan jangka pendek antar variabel dapat digunakan pengujian granger causality. Adanya hubungan kausalitas ini dipengaruhi oleh adanya hubungan perdagangan serta aliran investasi yang ada. Pada periode sebelum krisis, keterkaitan antara Filipina dan Indonesia didorong oleh adanya peningkatan hubungan perdagangan di antara kedua negara. Menurut Laporan Atase Perdagangan Indonesia, pada periode JanuariSeptember 2007, total perdagangan antara Filipina dan Indonesia meningkat 27,51% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya menjadi US$ 1.262,58 juta. Di sisi lain, keterkaitan antara Filipina dengan Singapura tergambar dari hubungan perdagangan serta investasi yang ada. Singapura merupakan mitra perdagangan terbesar keempat dari Filipina dengan total nilai perdagangan $9.358 milyar pada tahun 2007. Di samping itu, net investment portfolio Singapura di Filipina pada tahun 2006 mencapai $132,4 juta, yang terbesar di antara negara-negara ASEAN. Hubungan kausalitas antara Filipina dan Thailand pada periode setelah krisis didorong oleh peningkatan perdagangan bilateral. Di antara tahun 2007-2012, perdagangan dengan Thailand mengalami peningkatan 60,5%, menjadikan keterkaitan antara Filipina dengan Thailand menjadi semakin tinggi. Di sisi lain, keterkaitan antara Indonesia dengan Singapura pada periode setelah krisis tergambar melalui investasi Singapura di Indonesia. Pada tahun 2013, penanaman modal Singapura di Indonesia adalah $4,856 milyar, yang terbesar di antara negara lain. Besarnya investasi ini menyebabkan Singapura rentan terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Perubahan hubungan kointegrasi serta kausalitas antara pasar modal ASEAN-5 tentu membawa dampak. Implikasi dari menguatnya hubungan kointegrasi di ASEAN-5 adalah investor yang memiliki portfolio investasi yang tersebar di negara ASEAN-5 tidak dapat memperoleh keuntungan
FINESTA Vol. 3, No. 1, (2015) 24-29 diversifikasi jangka panjang secara maksimal. Hal ini sejalan dengan penelitian B.A. Karim dan Z.A. Karim (2011) serta Click dan Plummer (2005). Perubahan hubungan kausalitas juga patut mendapat perhatian dari investor. Dampak dari hubungan antar negara di ASEAN yang semakin dependen satu sama lain menyebabkan keadaan suatu negara semakin mudah mempengaruhi negara lain khususnya negara-negara yang memiliki hubungan kausalitas. Oleh karena itu, adanya peningkatan hubungan kointegrasi serta perubahan hubungan kausalitas ini dapat menjadi pertimbangan bagi investor sebelum menentukan portfolio investasinya. Di sisi lain, adanya penguatan kointegrasi di kawasan ASEAN (khususnya di ASEAN-5) ini mengindikasikan adanya penguatan hubungan interdependensi antar pasar modal. Interdependensi yang menguat ini diharapkan dapat memperkuat pertahananan struktur pasar modal regional terhadap efek contagion dari krisis ekonomi dan keuangan yang berasal dari luar ASEAN. 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan : 1. Tidak ada hubungan kointegrasi di antara pasar modal ASEAN-5 pada periode sebelum krisis subprime mortgage. 2. Ada hubungan kointegrasi di antara pasar modal ASEAN5 pada periode krisis subprime mortgage. Vektor kointegrasi yang ditemukan adalah 3 di mana hal ini merupakan peningkatan hubungan kointegrasi dibandingkan sebelum krisis. 3. Ada hubungan kointegrasi di antara pasar modal ASEAN5 pada periode setelah krisis subprime mortgage. Vektor kointegrasi yang ditemukan adalah 1 di mana terjadi penurunan hubungan kointegrasi dibandingkan periode krisis. Ada peningkatan hubungan kointegrasi dari periode sebelum krisis dan periode setelah krisis yang disebabkan oleh adanya krisis subprime mortgage. 4. Ada 2 hubungan kausalitas yang terjadi pada periode sebelum krisis. Hubungan yang terjadi yaitu antara PSEi yang mempengaruhi JKSE dan STI. Pada periode setelah krisis ditemukan 2 hubungan kausalitas, yaitu JKSE mempengaruhi STI dan PSEi yang mempengaruhi SET. Pada periode krisis, hubungan kointegrasi dan kausalitas mengalami peningkatan signifikan, di mana kointegrasi meningkat menjadi 3 vektor dan hubungan kausalitas yang ditemukan meningkat menjadi 7. Hal ini diindikasikan terjadi karena adanya efek contagion dari krisis subprime mortgage bukan oleh perubahan hubungan fundamental ekonomi. Saran : 1. Memasukkan variabel lain yang juga memiliki pengaruh pada pasar modal ASEAN seperti China dan Jepang yang merupakan beberapa partner perdagangan utama ASEAN, serta Amerika Serikat yang merupakan episentrum krisis subprime mortgage. 2. Meneliti kointegrasi bukan dari pasar modalnya saja, yang tercermin dari indeks, namun juga memperhatikan faktor perekonomian lain, seperti misalnya suku bunga dan nilai tukar mata uang.
29 3. Meneliti determinan dari hubungan kointegrasi pasar modal sendiri. Hal ini dilakukan untuk mengetahui alasan adanya hubungan kointegrasi antar pasar modal. DAFTAR PUSTAKA ASEAN Stats. (2014, November 15). Intra-ASEAN FDI Flows. Retrieved from ASEAN Stats: http://aseanstats.asean.org/Chart.aspx?rxid=dd2e269f-5e03-401da73d-be01bf4bb5e5&px_db=4Foreign+Direct+Investments&px_type=PX&px_language=en&px _tableid=4-Foreign+Direct+Investments%5cFDISP05-IntraASEANFDIFlows(US%24millions)%2c20002010.px&layout=chartV Chen, W. Y., Leng, G. K., & Lian, K. K. (2003). Financial Crisis and Intertemporal Linkages across the ASEAN-5 Stock Markets. FEA Working Paper. No. 2003-4. Chunxiu, M., & Masih, M. (2014). Contagion Effects of US Subprime Crisis on ASEAN-5 Stock Markets: Evidence from MGARCH-DCC Application. Munich Personal RePEc Archive Paper 57004. Click, R. W., & Plummer, M. G. (2005). Stock Market Integration in ASEAN after the Financial Crisis. Working Paper Series Vol. 2003-06. Department of Statistics Singapore. (2014, November 27). Trade with Major Trading Partners. Retrieved from Department of Statistics Singapore: http://www.singstat.gov.sg/statistics/visualising_data/visualiser/tra de/trade2013.html Engle, R. F., & Granger, C. W. (1987). Co-integration and Error Correction: Representation, Estimation, and Testing. Econometrica Vol. 55, 251-276. Huyghebaert, N., & Wang, L. (2010). The Co-Movement of Stock Markets in East Asia: Did the 1997–1998 Asian Financial Crisis Really Strengthen Stock Market Integration?. China Economic Review Volume 21. 98-112. Karim, B. A., & Karim, Z. A. (2012). Integration of ASEAN-5 Stock Markets : A Revisit. Asian Academy of Management Journal of Accounting and Finance Volume 8, 21-41. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2007, September). Laporan Atase Perdagangan Indonesia-Filipina. Retrieved from Kementerian Perdagangan Republik Indonesia: http://www.kemendag.go.id/id/view/trade-attachereport/123/2007/9 Kuncoro, M. (2007). Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mansur, M. (2005). Pengaruh Indeks Bursa Global terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Periode Tahun 2000-2002. Bandung: Universitas Padjajaran. Pengphis, C., Apilado, V. P., & Swanson, P. E. (2004). Effects of Economic Convergence on Stock Market Returns in Major EMU Member Countries. Review of Quantitative Finance and Accounting, 207-227. Royfaizal, R. C., Lee, C., & Mohammed, A. (2007). Asean-5+3 And Us Stock Markets Interdependence Before, During And After Asian Financial Crisis. MPRA Paper 10263. Toda, H. Y., & Yamamoto, T. (1995). Statistical inference in vector autoregressions with possibly integrated processes. Journal of Econometrics Volume 66, 225-250.