ANALISA KERUNTUHAN BENDUNGAN NIPAH KABUPATEN SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI ZHONG XING HY21
JURNAL TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Teknik
WIDYAN MURSYIANTO NIM. 125060407111035
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2017
ANALISA KERUNTUHAN BENDUNGAN NIPAH KABUPATEN SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI ZHONG XING HY21 Widyan Mursyianto1, Andre Primantyo Hendrawan2, Anggara Wiyono Wit Saputra2 1 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1
[email protected]
ABSTRAK Bendungan merupakan bangunan yang berupa tanah, batu, beton atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat juga dibangun untuk menampung limbah tambang atau lumpur. Bendungan, disamping bermanfaat untuk memenuhi berbagai kebutuhan bagi manusia, juga menyimpan potensi bahaya yang sangat besar apabila bendungan tersebut runtuh. Keruntuhan Bendungan dapat diakibatkan oleh overtopping atau piping. Pada laporan ini analisa keruntuhan Bendungan Nipah dilakukan menggunakan aplikasi Zhong Xing HY21 dimana running aplikasi ini dilakukan dengan skenario overtopping, piping atas, piping tengah dan piping bawah. Inflow yang dihasilkan dari perhitungan HSS metode Nakayasu adalah sebesar 1754,69732 m3/det yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan simulasi dengan aplikasi Zhong Xing HY21. Hasil perhitungan hujan maksimum boleh jadi dengan Metode Hersfield adalah 458,566 mm. Kemudian dilakukan penelusuran banjir (flood routing) dengan debit maksimum yang melimpah sebesar 1231,370 m3/det pada elevasi +47,834 m. Running yang telah dilakukan menghasilkan outflow puncak terbesar adalah 4963,344 m3/det untuk skenario piping bawah dan yang terkecil adalah 3399,327 m3/det untuk skenario overtopping. Selain itu dampak genangan banjir terluas adalah 5.873.791,650 m2 untuk skenario piping atas dan yang terkecil adalah 5.451.634,358 m2 untuk skenario overtopping. Dari semua skenario keruntuhan yang disimulasikan, menunjukkan desa yang mengalami banjir terparah adalah di Desa Montor dengan kedalaman mencapai 7 m lebih. Dari hasil tersebut skenario piping atas mempunyai dampak paling besar apabila Bendungan Nipah mengalami keruntuhan. Kata kunci: Keruntuhan, Zhong Xing HY21, Overtopping, Piping ABSTRACT Dam is a construction made of the arrangement of soil, rock, concrete or brick that is designed to retain water, mine waste or mud. It is not only supplying water for human needs but it can cause a great risk for human in the case of collapse. The dam break can be caused by overtopping or piping In this study, dam break analysis of Nipah Dam is evaluated by using application Zhong Xing HY21. The running of this application involves some scenarios such as overtopping, upper piping, central piping, and lower piping. Inflow discharge was generated from HSS calculation from Nakayasu method amounted to 1754,69732 m3/s used as a basis to do a simulations with Zhong Xing HY21 applications. Probability Maximum Precipitation can be calculated as 458,566 mm. Then the calculation flood routing with produced the outflow at 1231,370 m3/s on El. +47,834 m. Result of running the application largest summit outflow 4963,344 m3/s for upper piping scenarios and the most smallest is 3399,327 m3/s for overtopping scenarios. Moreover the impact of the widest floodwaters is 5.873.791,650 m2 with upper piping scenarios and the smallest is 5.451.634,358 m2 for overtopping scenarios. Of all dam break scenarios simulation, show village that suffers from the worst flood is in Montor village with depth reaching more than 7 m. From the final results upper piping has the most dangerous impact when Nipah dam collapsed. Keywords: Dam Break, Zhong Xing HY21, Overtopping, Piping
PENDAHULUAN Bendungan, disamping bermanfaat untuk memenuhi berbagai kebutuhan bagi manusia, juga menyimpan potensi bahaya yang sangat besar, yaitu bila bendungan tersebut runtuh akan menyebabkan terjadinya kerugian jiwa dan materi serta hancurnya infrastruktur yang ada di bagian hilir bendungan. Keruntuhan bendungan dapat diakibatkan oleh overtopping dimana air yang melimpas melalui puncak bendungan menyebabkan terjadinya erosi serta longsoran pada tubuh bendungan, khususnya pada bendungan tipe urugan tanah. Keruntuhan dapat juga diakibatkan oleh bocoran yang membawa material bendungan secara berangsur-angsur yang disebut erosi buluh atau piping. METODE Lokasi Studi Bendungan Nipah terletak di desa Montor, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang Madura. Kabupaten Sampang yang secara geografis terletak di antara 113o 08’ 113o 39’ Bujur Timur dan 6o 05’ - 7o 13’ Lintang Selatan. Secara keseluruhan Kabupaten Sampang mempunyai luas wilayah 1.233,30 Km2, yang terdiri dari 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 180 Desa. Bendungan Nipah berfungsi untuk mengairi areal irigasi seluas 1.150 ha dengan pola tata tanamnya terdiri dari 925 ha (padi, palawija, palawija) merupakan areal baru, dan 225 ha (padi, padi, palawija) merupakan areal lama dari Bendung Montor. Bendungan Nipah terletak 4,12 km di sebelah hulu Bendung Montor. Pada hilir 1,40 km di hilir Bendungan Nipah dibangun Bendung Tebanah yang merupakan afterbay Bendungan Nipah. Analisis Hidrologi Analisis hidrologi yang dilakukan adalah dengan melakukan perhitungan debit banjir maksimum (PMF) dengan menggunakan metode Nakayasu dan perhitungan PMP (Probability Maximum Precipitasion) menggunakan metode
Hersfield. Metode Nakayasu dalam perhitungan QPMF dipilih karena tidak tersedianya datan banjir pada daerah aliran sungai, sedangkan metode Hersfield dipilih untuk perhitungan PMP karena kurangnya data meteorologi yang tersedia. Uji Konsistensi Data Hujan Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan lingkungan di sekitar tempat penakar hujan dipasang maka terjadi penyimpangan terhadap trend semula. Apabila terjadi penyimpangan trend, maka dapat dikoreksi menggunakan rumus sebagai berikut : 1 H z (Tg .Tg 0 ).H 0 (1) keterangan: Hz = Data hujan terkoreksi (mm) H0 = Data hujan pengamatan (mm) Tg = Kemiringan garis sebelum penyimpangan Tgo = Kemiringan garis setelah penyimpangan Analisis Hujan Rata-Rata Perhitungan hujan rata-rata daerah ini menggunakan metode Polygon Thiessen. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500-5.000 km2. Perhitungan hujan ratarata daerah menggunakan metode Polygon Thiessen menggunakan rumus sebagai berikut. A d A d .........An dn n Ai di d 1 1 2 2 A A 1 (2) keterangan: A d
= Luas areal = Tinggi curah hujan rata rata areal d1,d2,d3,…dn = Tinggi curah hujan pos 1,2,3,…n. A1,A2,A3,…An= Luas daerah pengaruh pos 1,2,3,…n. n
1
p1
= Jumlah prosentase luas 100 %
Analisis Distribusi Frekuensi Curah hujan rancangan adalah curah hujan tahunan dengan suatu kemungkinan terjadi dengan periode ulang tertentu. Ada empat jenis metode analisis distribusi frekuensi yang banyak digunakan untuk analisis hujan rancangan yaitu: a. Distibusi Normal b. Distribusi Log Normal c. Distibusi Log Pearson III d. Distribusi Gumbel Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menguji apakah jenis distribusi yang distribusi yang dipilih sesuai dengan data yang ada, yaitu uji Chi Square dan Smirnov Kolmogorov. Intensitas Curah Hujan Untuk mengubah curah hujan rancangan menjadi debit banjir rancangan diperlukan perhitungan curah hujan jamjaman. Mononobe (Suyono dan Takeda, 2003) telah menetapkan rumus perkiraan intensitas hujan untuk lama curah hujan sembarang yang dihitung dari curah hujan harian sebagai berikut: 2
R 24 3 I t 24 (3) 24 t keterangan: It = Intensitas curah hujan untuk lama hujan t (mm/jam) t = Lamanya curah hujan (jam) R24 = Curah hujan maksimum selama 24 jam (mm) Hujan Maksimum (Probable Maximum Precipitation/PMP) Curah hujan maksimum boleh jadi atau Probable Maximum Precipitation (PMP) dapat diartikan sebagai curah hujan terbesar dengan durasi tertentu yang secara fisik dimungkinkan terjadi pada suatu pos atau DAS. Perkiraan PMP dengan menggunakan metode Hershfield merupakan prosedur statistik yang digunakan untuk memperkirakan besarnya PMP, untuk kondisi dimana data meteorologi sangat
kurang atau perlu analisis secara cepat. Berikut adalah rumus metode Hershfield. X PMP X k m . s (4) keterangan: XPMP = hujan maksimum boleh jadi = nilai rata-rata hujan X km = faktor koefisien Hersfield s = standar deviasi Analisis Hidrograf Banjir Rancangan Hidrograf satuan sintesis adalah hidrograf satuan yang diturunkan karena tidak mempunyai data AWLR (Automatic Water Level Recorder) dan data hujan jam – jaman kareana alat yang digunakan adalah untuk mengukur hujan secara manual atau harian. Ada dua metode yang diguanakan untuk membuat hidrograf satuan sintetik dalam laporan ini, antara lain : 1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu 2. Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Dr. Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Rumus yang dihasilkannya adalah sebagai berikut (Soemarto, 1995:100) : A R0 1 Qp (5) 3,6 0,3T p T0 . 3 keterangan: Qp = Debit puncak banjir (m3/detik) A = Luas daerah pengaliran (km2) R0 = Curah hujan satuan (mm) Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T0,3 = Waktu yang diperlukan pada penurunan debit puncak sampai ke debit sebesar 30 % dari puncak (jam) Sedangkan untuk mendapatkan nilai Tp dan nilai T0,3 menggunakan persamaan sebagai berikut: Tp = Tg + 0,8 tr (6) 0,7 (7) Tg = 0,21 L , untuk L < 15 km Tg = 0,4 + 0,058 L, untuk L > 15 km (8)
T0,3 .t g tr = 0,5 tg sampai 1 tg
(9) (10)
Hidrograf Satuan Sintetik Gamma 1 Hidrograf satuan sintetis Gama I dikembangkan oleh Sri Harto (1993) berdasar perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. Satuan hidrograf sintetik Gamma I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB), dengan uraian sebagai berikut : 3 L TR 0,43 1,0665SIM 1,2775 100SF (11) keterangan: TR = Waktu naik (jam) L = Panjang sungai (km) SF = Perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat I dengan jumlah panjang sungai semua tingkat. SIM = Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara factor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu ( RUA ) WF = Faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak 3/4 L dan lebar DPS yang diukur dari titik yang berjarak 1/4 L dari tempat pengukuran (lihat gambar).
Qp 0,1836. A 0,5886 .JN 0, 2381 .TR 0, 4008 (12) keterangan: Qp = Debit puncak (m3/dt) JN = Jumlah pertemuan sungai TR = Waktu naik TB 27,4132.TR0,1457.S 0,0986.SN0,7344.RUA0,2574 (13)
keterangan: TB = Waktu dasar (jam) TR = Waktu naik (jam) S = Kelandaian sungai rata-rata SN = Frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai sungai tingkat I dengan jumlah sungai semua tingkat RUA = Luas DPS sebelah hulu (km)
Penelusuran Banjir (Flood Routing) Penelusuran banjir adalah sebuah konfigurasi gelombang banjir yang bergerak pada suatu tampungan (saluran atau waduk). Pada rekayasa hidrologi, penelusuran banjir merupakan teknik yang penting, yang diperlukan untuk mendapatkan penyelesaian yang lengkap mengenai persoalan pengendalian banjir dan peramalan banjir. Metode perhitungan penelusuran banjir di waduk ini menggunakan persamaan: I j I j 1 Q j Q j 1 S j 1 S j t t (14) 2 2 keterangan: S = fungsi tampungan Q = hidrograf outflow I = hidrograf inflow Δt = interval durasi Penelusuran banjir di waduk diperlukan untuk mengetahui data debit outflow maksimum dan tinggi air maksimum pada debit outflow. Berikut adalah persamaan hidrolika hubungan antara tinggi muka air dan perhitungan debit outflow. 3
(15) Q C. B . H 2 keterangan: Q = Debit (m3/det) C = Koefisien debit pelimpah (1,7 – 2,2 m1/2/det) B = Lebar efektif ambang spillway (m) H = Kedalaman muka air (m) Program Zhong Xing HY21 Zhong Xing HY21 merupakan sebuah program yang dibuat pada tahun 2011 oleh “Sinotech Engineering Consultant, Taiwan”. Perangkat lunak ini merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan aliran Unsteady Flow. Program ini mampu mensimulasikan keruntuhan bendungan, menghitung hidrograf aliran keluar (outflow hidrograf) dan mensimulasikan gerakan gelombang banjir akibat runtuhnya bendungan (dam break flood) lewat lembah di hilir bendungan beserta animasi pergerakan aliran air hasil simulasi
keruntuhan. Keunggulan program Zhong Xing HY21 dantara lain: a. Kesanggupan untuk melakukan simulasi pengaruh alur sungai meandering dalam dataran banjir yang lebar b. Kesanggupan untuk melakukan simulasi aliran subkritis dan superkritis dalam routing yang sama c. Kesanggupan untuk routing hidrograf tertentu dengan menggunakan dynamic routing dengan cepat dalam berbagai kondisi skenario keruntuhan d. Kesanggupan simulasi pengaruh breakwater dari kehancuran bendungan yang merambat lewat pertemuan anak sungai dengan sungai induknya e. Kesanggupan untuk membuat animasi perjalanan banjir beserta waktu tiba banjir dan waktu surut banjir Analisis Keruntuhan Bendungan Bendungan hampir selalu tak dapat terhindar dari masalah kebocoran atau rembesan. Sebelum bendungan mengalami keruntuhan total, didahului oleh terjadinya rekahan (breaching). Rekahan adalah lubang yang terbentuk dalam tubuh bendungan pada saat runtuh. Sebenarnya mekanisme keruntuhannya tidak begitu dipahami, baik untuk bendungan urugan tanah maupun bendungan beton. Berikut adalah parameter-parameter rekahan yang terdapat pada User’s Manual Boss Dambrk, 1991:66 pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Parameter Rekahan Lebar rekahan Lebar samping rekahan Waktu keruntuhan (jam) Elevasi muka air waduk saat runtuh
Bendungan Urugan 0,5 – 4 kali tinggi bendungan
Bendungan Beton Beberapa kali lebar monolit
0-1
0
Lereng dinding lembah
0,5 - 4
0,1 – 0,5
0,1 jam (tiba-tiba)
1 – 5 kaki di atas puncak bendungan
10 – 50 kaki di atas puncak bendungan
10 – 50 kaki diatas puncak bendungan
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Curah Hujan Data curah hujan yang diperoleh didapatkan dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Sampang. Data hujan yang digunakan diambil dari Stasiun Hujan Robatal, Stasiun Hujan Tambelangan dan Stasiun Hujan Ketapang. Data hujan tersebut meliputi data hujan harian dengan periode pengamatan tahun 2005-2014 (10 tahun). Uji Konsistensi Data Hujan Uji konsistensi data hujan dilakukan dengan metode doeble masas curve. Berikut adalah gambar grafik hubungan komulatif masing-masing stasiun hujan.
Gambar 1. Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun Robatal Menggunakan Metode Double Massa Curve
Bendungan Lengkung Lebar total bendungan
Gambar 2. Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun Tambelangan Menggunakan Metode Double Massa Curve
Tabel 3. Perhitungan PMP Basin Rainfall Pada DAS Bendungan Nipah Stasiun Hujan Robatal
Stasiun Hujan Tambelangan
Stasiun Hujan Ketapang
Luas (km2)
0,39075
34,01028
40,65046
PMP Point Rainfall
382,11056
381,72596
523,59027
PMP Basin
Gambar 3. Uji Konsistensi Data Hujan Stasiun Ketapang Menggunakan Metode Double Massa Curve Curah Hujan Rancangan Curah hujan rancangan adalah berupa jumlah hujan yang terjadi selama satu hari dalam satuan millimeter dalam berbagai kala ulang yang telah direncanakan. Curah hujan rancangan didapatkan dari perhitungan distribusi serta dilakukan uji distribusi untuk mengetahui sebaran data hujan tersebut dapat diterima atau tidak. Setelah dilakukan uji distribusi frekuensi, distribusi yang akan digunakan adalah Distribusi Normal. Berikut Tabel 2 adalah hasil perhitungan curah hujan rancangan distribusi normal. Tabel 2. Perhitungan Curah Hujan Rancangan Distribusi Normal Tr (Tahun)
K
Xrancangan (mm)
25
1,708
82,397
50
2,05
87,635
100
2,33
91,927
200
2,58
95,760
1000
3,09
103,578
Probability Maximum Precipitation (PMP) Perhitungan PMP dengan metode Hersfield sesuai dengan RSNI- T - 02 - 2004 – PMP. Berikut adalah hasil perhitungan Probability Maximum Precipitation.
458,56652
Distribusi Hujan Jam-Jaman Hasil perhitungan hujan jam-jaman menggunakan metode mononobe dan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan Distribusi Hujan JamJaman Metode Mononobe Jam Ke1 2 3 4 5 6 CH netto C CH rancangan
25th 27,2069 7,0717 4,9606 3,9491 3,3349 2,9151 49,4383 0,6
Hujan Jam-Jaman Pada Kala Ulang 50th 100th 200th 1000th 28,9364 30,3537 31,6192 34,2007 7,5212 7,8896 8,2185 8,8895 5,2759 5,5343 5,7651 6,2358 4,2002 4,4059 4,5896 4,9643 3,5469 3,7206 3,8757 4,1922 3,1004 3,2522 3,3878 3,6644 52,5809 55,1564 57,4559 62,1469 0,6 0,6 0,6 0,6
PMF 151,4153 39,3560 27,6073 21,9782 18,5597 16,2233 275,1399 0,6
82,3971
87,6349
458,5665
91,9273
95,7598
103,5781
Analisis Hidrograf Banjir Rancangan Perhitungan debit banjir rancangan dilakukan untuk menganalisa banjir rencana atau mengestimasi banjir maksimum yang mungkin terjadi dengan kala ulang tertentu. Perhitungan debit banjir rancangan disini menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu dan Gamma 1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Parameter-parameter dalam perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Tabulasi Parameter Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Parameter
Satuan
Nilai
A
km
75,051
L
km
12,29632
Ro
Jam
1
2
Qp = 4,371 m3/det Debit Terhitung dalam (t) jam (Qt) Qt = Qp . e-t / K (22) Qt = 4,371 . e-((3-2,557)/7898) Qt = 4,133 m3/det
1
α tg
Jam
1,216
tr
Jam
0,912
Tp
Jam
1,946
T0,3
Jam
1,216
1,5 T0,3
Jam
1,824
Qp
m3/det
11,58058
Gambar 5. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Gamma 1
Gambar 4. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu Dari Gambar 4. dapat dilihat bahwa debit banjir tertinggi adalah debit PMF dengan inflow maksimum sebesar 1754,70 m3/det dalam kurun waktu 2 jam. Hidrograf Satuan Sintetik Gamma 1 Perhitungan parameter-parameter Hidrograf Satuan Sintetik Gamma 1 adalah sebagai berikut. Waktu Naik (TR) TR = 0,43 (L / 100. SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775 (19) TR = 2,557 TR = 3 jam Waktu Dasar (TB) TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0956 SN0,7344 RUA0,2574 (20) TB = 34,797 jam TB = 35 jam Debit Maksimum Hidrograf Satuan (Qp) Qp = 0,1836 A0,5886 JN0,2381 TR-0.4008 (21)
Penelusuran Banjir (Flood Routing) Melalui Pelimpah Penelusuran banjir (flood routing) melalui pelimpah dimaksudkan untuk mengetahui tinggi muka air di atas mercu pelimpah ketika suatu debit banjir melewati pelimpah. Dalam studi ini, hasil routing akan dijadikan dasar apakah bendungan mengalami overtoppimg atau tidak Hd
=
(23)
.
,
= , . = 6,0608 m a
=
,
=
,
, ,
, ,
, ,
= 0,58276 m Chitung = 1,6 × = 1,6 ×
= 2,18911
,
×
,
×
,
×
× × ×
× × ×
(24)
,
×
, ,
,
, ,
,
(25) , ,
Pada Gambar 6, diperoleh informasi bahwa dengan inflow PMF sebesar 1754,697 m3/det menghasilkan outflow sebesar 1231,370 m3/det pada ketinggian
elevasi +47,834 atau 2,166 m dari puncak bendungan.
Gambar Grafik Hubungan Inflow dan Outflow (QPMF yang Melewati Pelimpah)
2000,0 1800,0
Inflow Outflow
1600,0 Debit (m3/dt)
1400,0 1200,0 1000,0 800,0 600,0 400,0 200,0 0,0
0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 Periode Penelusuran t (jam)
24
26
28
30
32
Gambar 6. Grafik Hubungan Inflow dan Outflow Pada Pelimpah Analisa Keruntuhan Bendungan Nipah dengan Software Zhong Xing HY21 Didalam simulasi analisa keruntuhan bendungan ini digunakan empat skenario keruntuhan yaitu overtopping, piping atas, piping tengah dan piping bawah. Berikut adalah proses/urutan running software Zhong Xing HY21. 1. Input peta topografi jaringan sungai 2. Pembuatan Boundary Curve 3. Setting Mesh dan Input peta DEM (Digital Elevation Model) 4. Setting Boundary Condition 5. Settinng Parameter Simulation Model dan Setting Parameter Simulation Control Skenario setting parameter keruntuhan bendungan adalah sebagai berikut: a. Overtopping. Bendungan dianggap mengalami sliding atau longsor sebanyak 3 meter, sehingga puncak bendungan yang awalnya berada di elevasi +50 m menjadi berada di elevasi +47 m b. Piping Atas. Bendungan mengalami piping yang dimulai pada elevasi sejajar dengan spillway +43 m.
c.
d.
Piping Tengah. Bendungan mengalami piping yang dimulai pada bagian tengah bendungan atau sejajar elevasi cover dam yaitu pada elevasi +40 m. Piping Bawah. Bendungan dianggap mengalami piping dengan elevasi pusat + 31 m.
Keluaran Hasil Running Software Zhong Xing HY21 Dari running program yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut: Debit Puncak Banjir dan Waktu Pengosongan Waduk 1. Overtopping → 3.399,32666 m3/det dengan waktu pengosongan waduk 7.520 detik 2. Piping atas → 4.908,31219 m3/det dengan waktu pengosongan waduk 8.326 detik 3. Piping tengah → 4.699,52449 m3/det dengan waktu pengosongan waduk 8.084 detik 4. Piping bawah → 4.963,34401 m3/det dengan waktu pengosongan waduk 6.856 detik
Luasan Genangan Banjir Setelah dilakukannya running seluruh skenario simulasi keruntuhan bendungan, maka dapat ditentukan skenario yang paling berbahaya yaitu skenario keruntuhan akibat piping atas. 1. Overtopping = 5.451.634,358 m2 2. Piping atas = 5.873.791,65 m2 3. Piping tengah = 5.869.084,081 m2 4. Piping bawah = 5.796.823,336 m2 Kedalaman Banjir Kedalaman banjir paling tinggi dari semua skenario keruntuhan terjadi pada skenario Piping atas. Grafik kedalaman banjir untuk skenario keruntuhan piping atas untuk tiap titik ekstraksi data dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hidrograf Kedalaman Banjir di Lokasi Terdampak Skenario Piping Atas Elevasi Muka Air Banjir Elevasi muka air banjir tertinggi dari semua skenario keruntuhan terjadi pada skenario piping bawah. Grafik elevasi muka air banjir untuk skenario piping bawah untuk tiap titik ekstraksi dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Hidrograf Elevasi Muka Air Banjir di Lokasi Terdampak Skenario Piping Bawah Kecepatan Banjir Kecepatan Banjir tertinggi dari semua skenario keruntuhan terjadi pada skenario piping atas. Grafik kecepatan banjir untuk skenario piping atas untuk tiap titik ekstraksi dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Hidrograf Keceptan Banjir di Lokasi Terdampak Skenario Piping Atas Waktu Datang Banjir dan Waktu Puncak Banjir Waktu datang banjir dan waktu puncak banjir diambil dari skenario dengan banjir tertinggi yaitu skenario piping atas dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel. 7 Waktu Tiba Banjir Skenario Piping Atas Lokasi Terdampak
Kelurahan/Desa
Kecamatan
Jarak Dari Bendungan (km)
Waktu Tiba Banjir (Jam)
Kedalaman (m)
Tabel. 8 Waktu Puncak Banjir Skenario Piping Atas Lokasi Terdampak
Kecamatan
Jarak Dari Bendungan (km)
Waktu Puncak Banjir (Jam)
Kedalaman (m)
Elevasi Muka Air Banjir (m)
Montor
Banyuates
0,458
2,25
7,318
+44.844013
Tebanah
Banyuates
1,486
2,33
3,970
+29.727834
Batioh
Banyuates
3,756
2,67
7,738
+10.915684
Kelurahan/Desa
Montor
Banyuates
0,458
1,58
1,959
Tebanah
Banyuates
1,486
1,75
2,429
Batioh
Banyuates
3,756
1,92
2,945
Nepa
Banyuates
5,052
2,50
1,040
Nepa
Banyuates
5,052
5,08
1,749
+9.651118
Masaran
Banyuates
5,406
2,50
0,835
Masaran
Banyuates
5,406
3,42
5,758
+10.326956
Banyusokah
Ketapang
5,936
2,83
0,114
Banyusokah
Ketapang
5,936
5,00
2,188
+9.633186
Peta Genangan Banjir Peta genangan banjir dengan genangan banjir paling parah adalah pada skenario
keruntuhan piping atas. Berikut adalah peta genangan banjir yang terdapat pada Gambar 10.
Gambar 10. Peta Genangan Banjir Keruntuhan Bendungan Nipah Skenario Piping Atas KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan pada pembahasan sebelumnya maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Besar curah hujan maksimum boleh jadi daerah (Probability Maximum Precipitation Basin Rainfall) adalah 458,566 mm. Sedangkan untuk besarnya debit banjir maksimum boleh jadi (Probability Maximum Flood) adalah sebesar 1767,35 m3/det dengan waktu puncak pada jam ke-2.
2. Luas genangan banjir terbesar yang terjadi adalah 5.873.791,65 m2 yang dihasilkan akibat skenario piping atas. Terdapat 6 desa yang tergenang banjir akibat keruntuhan Bendungan Nipah yaitu Montor, Tebanah, Batioh, Nepa, Masaran dan Banyusokah. 3. Dari enam titik ekstrak banjir akibat keruntuhan Bendungan Nipah didapat waktu datang banjir tercepat adalah 1,42 jam dan yang terlama adalah 2,92 jam. Untuk waktu puncak banjir yang tercepat adalah 2,00 jam sedangkan untuk waktu puncak banjir terlama adalah 5,33 jam. 4. Karakteristik banjir pada wilayah terdampak akibat keruntuhan Bendungan Nipah dengan skenario indikasi keruntuhan di masing-masing desa mulai dari Desa Montor, Tebanah, Batioh, Nepa, Masaran, Banyusokah secara berurutan mulai dari tinggi banjir maksimumnya sebesar 7,198 m; 4,059 m; 7,771 m; 1,716 m; 5,732 m; 2,154 m. Untuk elevasi muka air banjir maksimumnya mulai dari Desa Montor, Tebanah, Batioh, Nepa, Masaran, Banyusokah adalah 44,724 m; 29,816 m; 10,949 m; 9,169 m; 10,301 m; 9,599 m. Sedangkan untuk kecepatan banjir maksimum yang terjadi pada masing-masing desa terdampak adalah 1,009 m/det, 4,840 m/det, 1,415 m/det, 1,914 m/det, 0,790 m/det, 0,517 m/det. Saran Software Zhong Xing HY21 ini masih ada kekurangan seperti tidak bisanya menampilkan waktu surut banjir dan pembuatan animasi banjir yang tidak bisa dilakukan karena hasil banjir yang dihasilkan terlalu mendetail. Perlu banyak pertimbangan bagi akademisi yang akan menggunakan software Zhong Xing HY21 ini dikarenakan akses untuk penggunaan software yang sulit karena perlu dongle (Hardware dengan bentuk USB interface yang berfungsi untuk membuat kode enkripsi) untuk bisa menjalankan software tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1991. User’s Manual Boss Dambrk. USA: Boss Corporation. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2004. Tata Cara Penghitungan Hujan Maksimum Bolehjadi dengan Metode Hersfield. Jakarta: BSN Br., Sri Harto. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hadisusanto, Nugroho. 2011. Aplikasi Hidrologi. Jogja: Media Utama. Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Bandung: Lubuk Agung. Soemarto, CD. 1999. Hidrologi Teknik . Jakarta: Erlangga. Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1. Bandung: Nova. Sosrodarsono, S. & Takeda, S. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita. Subarkah, Iman. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Idea Dharma. Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.