II.A. Sikap II.A.1. Definisi Sikap Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial. Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek (Baron, 2004) Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menetukan kecendrungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005). Azwar (2005), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung
atau
memihak
(favorable)
maupun
perasaan
tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap
Universitas Sumatera Utara
suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Para ahli Psikologi sosial mengklasifikasikan pemikiran tentang sikap, dalam dua pendekatan. Pendekatan yang pertama memandang sikap sebagai kombinasi reaksi aktif, perilaku, dan kognitif terhadap suatu objek (Breckler, 1984; Katz &Stotland, 1959; Rajecki, 1982; dalam Brehm & Kassin, 1990; dalam Azwar, 2005). Di sini Secord dan Bacman (1964) membagi sikap menjadi tiga komponen yaitu Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang,
sehingga
bersifat
evaluatif.
Komponen
konatif,
adalah
komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap. Pendekatan kedua ialah pendekatan yang timbul karena adanya ketidakpuasan atas penjelasan mengenai inkonsistensi yang terjadi diantara ketiga komponen kognitif, afektif, dan perilaku dalam membentuk sikap (Brehm & Kassian, 1990). Psikolog sosial memandang sikap sebagai hal yang penting bukan hanya kerena sikap itu sulit untuk diubah, tetapi karena
sikap sangat
mempengaruhi pemikiran sosial individu meskipun sikap tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak dan juga karena sikap
Universitas Sumatera Utara
seringkali mempengaruhi tingkah laku individu terutama terjadi saat sikap yang dimiliki kuat dan mantap (Baron, 2004). Berdasarkan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek
II.A.2. Komponen Sikap Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif.
Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari
pengetahuan.
Komponen
afektif,
adalah
komponen
yang
berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap (dalam Azwar, 2005). Mann (dalam Azwar, 2005) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimilki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau
problem
yang
kontroversial.
Kompoenen
afektif
merupakan
perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.
Universitas Sumatera Utara
Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
II.A.3. Pembentukan Sikap Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman
berinteraksi
dengan
lingkungan
sosialnya,
seseorang
membentuk sikap tertentu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain. Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2005).
II.A.4. Fungsi Sikap Baron (2004) mengatakan; Pertama, sikap berfungsi sebagai skema
kerangka
kerja
mental
yang
membantu
individu
untuk
menginterpretasi dan memproses berbagai jenis informasi. Kedua, sikap
Universitas Sumatera Utara
memiliki fungsi harga diri (self-esteem function) yang membatu individu mempertahankan atau meningkatkan perasaan harga diri. Ketiga, sikap berfungsi sebagai motivasi untuk menimbulkan kekaguman atau motivasi impresi (impression motivation function).
II.A.5. Nilai, Kepercayaan, Sikap Nilai (value) dan Opini atau pendapat sanagt erat berkaitan dengan sikap, bahkan kedua konsep tersebut seringkali digunakan dalam definisi-definisi mengenai sikap. Nilai merupakan disposisi yang lebih luas dan sifatnya lebih mendasar. Nilai berakar lebih dalam dan karenanya lebih stabil dibandingkan sikap individu. Jadi, nilai bersifat lebih mendasar dan stabil sebagai bagian dari cirri kepribadian, sikap bersifat evaluative dan berakar pada nilai yang dianut dan terbentuk dalam kaitannya dengan suatu objek.
II.A.6. Sikap dan Perillaku Sikap menjadi perilaku dapat dilihat dalam dua pendekatan. Pertama, teori perilaku beralasan mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, teori perilaku terencana menyatakan keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif, dan pada control perilaku yang dihayati. Sikap terhadap sutu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
II.A.7.Konsistensi Sikap-Perilaku Sikap merupakan suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul
apabila
individu
dihadapkan
pada
suatu
stimulus
yang
menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkantidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Potensi reaksi itu akhirnya dinytakan dalam bentuk reaksi perilaku yang konsisten atau sesuai apabila individu dihadapkan pada stimulus sikap. Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh factor-faktor situasional tertentu kondisi apa, waktu apa, dan situasi bagaimana saat individu tersebut harus mengekspresikan sikapnya merupakan sebagian dari determinan-
Universitas Sumatera Utara
determinan yang sangat berpengaruh terhadap konsistensi antara sikap dengan pernytaannya dan antar pernytaan sikap dan perilaku. Sikap seharusnya dipandang sebagai suatu predisposisi untuk berprilaku yang akan tampak actual hanya bila kesempatan untuk menyatakannya terbuka luas. Mann(1969) mengatakan bahwa sekalipun sikap merupakan predisposisi evaluative yang banyak menetukan bagaimann individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai factor eksternal lainnnya. Pada dasarnya, sikap memang lebih bersifat pribadi sedangkan tindakan atau kelakuan lebih bersifat umum atau social, karena itu tindakan lebih peka terhadap tekanan-tekan sosial.
II.A.8. Perubahan Sikap Proses
perubahan sikap
selalu dipusatkan
pada
cara-cara
manipulasi atau pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perbahan sikap ke arah yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi diperoleh dari pemamahaman mengenai organisasi sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan proses perubahan sikap. Pada teori Kelman (dalam Azwar, 2005) ditunjukkan bagaimana sikap dapat berubah melaui tiga proses yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi.
Kesediaan
terjadi
ketika
individu
bersedia
menerima
Universitas Sumatera Utara
pengaruh dari orang lain atau dari kelompok lain dikarenakan individu berharap untuk memperolah reaksi atau tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Identifikasi terjadi saat individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggap individu sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan antara individu dengan pihak lain termaksud. Internalisasi terjadi saat individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai individu dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya (Azwar, 2005). Proses mana yang akan terjadi dari ketiga proses tersebut banyak bergantung
pada
sumber
kekuatan
pihak
yang
mempengaruhi,
berbagai kondisi yang mengendalikan masing-masing proses terjadinya pengaruh, dan implikasinya terhadap permanensi perubahan sikap (Kelman, dalam Azwar 2005).
Universitas Sumatera Utara
III.B. Sikap Ekosentrik, Antroposentrik, dan Apatis Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik III.B.1 Definsi Sikap Ekosentrik, Antroposentrik, dan Apatis Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Thompson dan Barton (1994) yang menyatakan paling tidak ada tiga sikap yang mendasari dukungan individu terhadap permasalahan lingkungan yaitu ekosentrik (ecocentric), antroposentrik (anthropocentric) dan apatis (apatic). 1. Ekosentrik Individu
yang
bersikap
ekosentrik
perlindungan terhadap lingkungan
memandang
dilakukan untuk
bahwa
kepentingan
lingkungan itu sendiri, oleh karenanya mereka berpendapat bahwa lingkungan memang patut mendapat perlindungan karena nilai-nilai intrinsik yang dikandungnya. Individu yang memiliki sikap ekosentrik cenderung lebih banyak memberikan perhatian terhadap permasalahan lingkungan dan lebih banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan. Sikap ekosentrik menujukkan dukungan terhadap permasalahan lingkungan karena merasa bahwa alam patut mendapat perlindungan bukan karena pertimbangan-pertimbangan ekonomis. Individu dengan sikap
Universitas Sumatera Utara
ekosentrik percaya bahwa alam memilki dimensi spiritual dan nilai intrinsic yang dapat mereka rasakan selama mereka hidup. 2. Antroposentrik Antroposentrik adalah kecenderungan untuk memandang alam sebagai suatu sumber yang bisa dimanfaatkan (expendable) untuk kepentingan manusia. Konsep ini menggunakan kesejahteraan manusia sebagai alasan utama dari setiap tindakannya. Individu
dengan
sikap
antoposntrik
berpendapat
bahwa
lingkungan perlu dilindungi karena nilai yang terkandung dalam lingkungan sangat bermanfaat terhadap kelangsungan hidup manusia. Individu dengan sikap ini cenderung memilki perhatian yang kurang terhadap permasalahan lingkungan dan jarang melakukan kegiatan konservasi lingkungan. Perhatian mereka terhadap lingkungan lebih disebabkan karena kepentingan dirinya. 3. Apatis Apatis
adalah
ketidakpedulian
terhadap
permasalahan-
permasalahan lingkungan. Orang yang memiliki sikap apatis terhadap lingkungan memiliki kecenderungan tidak mengadakan konservasi terhadap lingkungan.
II.B.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap Ekosentrik, Antroposentrik,
Universitas Sumatera Utara
dan Apatis Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
sikap,
terutama
terhadap lingkungan, menurut Westra (dalam Farhati, 1995) adalah kepribadian, variabel demografis, dan sistem nilai yang dianut. a. Kepribadian. Terdapat beberapa faktor kepribadian yang mempengaruhi perhatian seseorang terhadap lingkungan antara lain locus of control (apakah ia lebih dipengaruhi oleh self-nya atau diarahkan oleh orang lain), konsistensi kognitif yang tinggi (dimana
seseorang
akan
berusaha
untuk
meminimalkan
ketidaksesuaian dengan nilai-nilai, sikap dan perilakunya), serta kemapuan berfikir intergratif yang tinggi (seeorang akan memiliki pandangan yang jauh kedepan dengan kemampuan mengintegrasikan berbagai macam hal). b. Variabel Demografis. Westra (dalam Farhatin, 1995) mengatakan individu yang berpendidikan tinggi, pemuda, penduduk kota cenderung memiliki perhatian yang lebih besar terhadap permasalahan lingkungan dibandingkan dengan individu yang memiliki ciri sebaliknya. c. Sistem Nilai.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan nilai yang dianut seseorang akan mempengaruhi penilaian seseorang terhadap sesuatu. Nilai-nilai tentang lingkungan
yang
ditanamkan oleh
orang
tua
terhadap
anaknya akan mempengaruhi pandangan anak tersebut terhadap lingkungan di sekitarnya.
II.C. Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik II.C.1 Definisi Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Lingkungan hidup merupakan
kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan makhluk hidup yang termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri
Universitas Sumatera Utara
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU RI No. 23 tahun 1997). Lingkungan Hidup biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen
biotik
dan
abiotik
yang
berhubungan
dan
saling
mempengaruhi satu sama lain. Komponen biotik merupakan makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia, sedangkan komponen abiotik terdiri dari benda-benda mati seperti tanah, air, udara, cahaya matahari. Kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi antar komponen berlangsung seimbang (Pustekkom, 2005).Istilah lingkungan dan lingkungan hidup, lingkungan hidup biofisik atau lingkungan hidup manusia seringkali digunakan silih berganti dalam pengertian yang sama (Wikipedia, 2008). Pencemaran lingkungan terjadi bila daur materi dalam lingkungan hidup mengalami perubahan, sehingga keseimbangan dalam hal struktur maupun fungsinya terganggu. Ketidakseimbangan struktur dan fungsi daur materi terjadi karena proses alam atau juga karena perbuatan manusia.
Manusia
adalah
merupakan
satu-satunya
komponen
Lingkungan Hidup biotik yang mempunyai kemampuan untuk dengan sengaja merubah keadaan lingkungan hidup. Dalam usaha merubah lingkungan
hidupnya
ini
dengan
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan hidupnya dapat menimbulkan masalah yang disebut pencemaran. Manusia juga dapat merubah keadaan lingkungan yangtercemar akibat berbuatannya ini menjadi keadaan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
yang lebih baik, menjadi keadaan seimbang, dapat mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan, bahkan dapat mencegah terjadinya pencemaran (Lutfi, 2008). Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 1997 Pencemaran lingkungan hidup biofisik adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke lingkungan biofisik oleh kegiatan langsung atau tidak langsung manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu
II.C.2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Faktor-faktor penyebab terjadinya pencemaran lingkungan dari hasil perbuatan manusia meliputi (Lutfi, 2008) : 1. Faktor Industrialisasi. 2. Faktor Urbanisasi. 3. Faktor Kepadatan Penduduk. 4. Faktor Cara Hidup. 5. Faktor Perkembangan Ekonomi. Faktor-faktor di atas saling mempengaruhi secara kompleks. Apabila salah satu faktor terjadi, maka faktor lainnya dapat terjadi, dengan demikian terjadinya pencemaran lingkungan hidup biofisik tidak dapat dihindari.
Universitas Sumatera Utara
II.C.3. Komponen Pencemaran Lingkungan Hidup Biofisik Komponen
pencemaran
lingkungan
hidup
biofisik
menurut
Pustekkom, 2005 terdiri dari : 1. Komponen biotik yaitu merupakan makhluk hidup a. Hewan b. Tumbuhan c. Manusia 2. Komponen abiotik yaitu benda-benda mati a. Tanah b. Air c. Udara d. Cahaya matahari. Komponen
biotik
dan
abiotik
berhubungan
dan
saling
mempengaruhi satu sama lain, manusia adalah merupakan satu-satunya komponen lingkungan hidup biotik yang mempunyai kemampuan untuk dengan sengaja merubah keadaan lingkungan hidup biofisik (Lutfi, 2008).
Universitas Sumatera Utara
II.D. Masyarakat Kota Medan II.D.1. Definisi Masyarakat Perkotaan Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain) yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut (Bintarto, 2008). Bintarto (2008) mengatakan Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik. Berdasarkan fungsi dan karakteristiknya maka definisi sebuah Kota (city) adalah permukiman; berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, kepadatan penduduk relatif tinggi; tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis. (Bintarto, 2008). Perkotaan (Urban) Menurut Bintarto, (2008) adalah daerah permukiman yang meliputi kota induk dan daerah pengaruh diluar batas
Universitas Sumatera Utara
administratifnya, yang berupa daerah pinggiran sekitarnya (daerah suburban). Sebuah Kota secara fisik paling sedikit terdiri dari 4 kecamatan. Kota
Menurut
UU
No.32
tahun
2004
ditinjau
dari
jumlah
penduduknya dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Kota Besar (penduduk > 700 ribu jiwa); 2. Kota Sedang (penduduk > 200 - < 700 ribu jiwa); 3. Kota Kecil (penduduk < 200 ribu jiwa) Masyarakat
perkotaan
adalah
sekelompok
orang
yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut dalam suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya (Bintarto, 2008).
II.D.2. Ciri Masyarakat Perkotaan Ciri-ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan menurut Poplin (dalam Bintarto, 2008) yaitu : 1. Perilaku heterogen
2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan 3. Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi 4. Mobilitas sosial tinggi, sehingga dinamik 5. Kebauran dan diversifikasi kultural
Universitas Sumatera Utara
6. Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular 7. Individualisme
II.D.3. Masyarakat Kota Medan Masyarakat Kota Medan adalah Setiap individu yang bertempat tinggal di Wilayah kota Medan yang ditunjukkan dengan kepemlikan terhadap kartu Tanda Penduduk Kota Medan yang terbagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Kecamatan Medan Deli mempunyai penduduk terbanyak, disusul kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di kecamatan Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi diperoleh di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur. (Berita Pemko Medan, 2008).
II.E. Pertanyaan Penelitian Penelitian
ini
ingin
menggambarkan
bagaimana
sikap
masyarakat perkotaan terhadap pencemaran lingkungan biofisik dalam dua pertanyaan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan ? 2. Bagaimana gambaran sikap ekosentik, antroposentrik, dan apatis terhadap pencemaran lingkungan hidup biofisik pada masyarakat Kota Medan ditinjau dari variabel demografis, dalam hal ini usia dan pendidikan dan kepadatan daerah tempat tinggal ?
BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, dimana penelitian deskriptif menurut Azwar (2000) bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat, fakta dan
Universitas Sumatera Utara