ALI AUDAH DAN METODE PENERJEMAHANNYA (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sastra
Oleh: VIRGINIA NIM: 103024027567
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Februari 2011
Virginia
ii
ALI AUDAH DAN METODE PENERJEMAHANNYA (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sastra
Oleh:
Virginia NIM: 103024027567
Di Bawah Bimbingan
Karlina Helmanita, M.Ag. NIP: 19700121 199803 2002
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 28 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, 28 Februari 2011
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. H. Ahmad Saekhuddin, M.Ag. NIP: 1970050 200003 1003
Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. NIP: 197912292005011004
Anggota,
Penguji
Pembimbing
Dr. H. A. Ismakun Ilyas, MA. NIP: 150 274 620 000 000 000
Karlina Helmanita, M.Ag. NIP: 19700121 199803 2002
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi huruf Arab-Latin dalam skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang disusun oleh Tim Penulis CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan tahun 2007.
A. Padanan Aksara Huruf Arab
ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ
Huruf Latin
Keterangan Tidak dilambangkan
b
be
t
te
ts
te dan es
j
je
h
ha dengan garis di bawah
kh
ka dan ha
d
de
dz
de dan zet
r
er
z
zet
s
es
sy
es dan ye
s
es dengan garis di bawah
d
de dengan garis di bawah
t
te dengan garis di bawah
z
zet dengan garis di bawah
v
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
ع غ ف ق ك ل م ن و ﻫـ ء ي
‘
Koma terbalik di atas hadap kanan
gh
ge dan ha
f
ef
q
ki
k
ka
l
el
m
em
n
en
w
we
h
ha
´
apostrof
y
ye
B. Tanda Vokal Tanda Vokal Arab (Tunggal)
Tanda Vokal Latin
Keterangan
a
fathah
ــ َ ـِـ ـُـ
i
kasrah
u
dammah
Tanda Vokal Arab (Rangkap)
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ـَـ ي
ai
a dan i
ـَـ و
au
a dan u
vi
Tanda Vokal Arab (Panjang)
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ـَـﺎ
â
a dengan topi di atas
ْـِـﻲ
î
i dengan topi di atas
ْـُـﻮ
û
u dengan topi di atas
C. Penulisan Ta Marbûtah 1. Huruf ta marbûtah dialihaksarakan menjadi /h/, jika terdapat pada kata yang berdiri sendiri. Kata Arab
Alih Aksara tarîqah
2. Huruf ta marbûtah dialihaksarakan menjadi /h/, jika diikuti oleh kata sifat (na’t). Kata Arab
Alih Aksara al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3. Huruf ta marbûtah dialihaksarakan menjadi /t/, jika diikuti kata benda (ism). Kata Arab
Alih Aksara wahdat al-wujûd
vii
ABSTRAK Nama : Virginia NIM : 103024027567 Judul : Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi)
Ali Audah merupakan penerjemah buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Dia memiliki kemampuan menerjemah yang sangat baik. Penerjemah kelahiran Bondowoso tahun 1924 ini, sejak kecil sangat gemar akan buku. Ia menghabiskan hari-harinya dengan membaca dan menulis. Karena memang ia tak pernah belajar di sebuah lembaga pendidikan, bahkan pesantren pun tidak. Ali Audah belajar secara mandiri-otodidak. Motivasinya hanya untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Meskipun Ali Audah mempelajari penerjemahan secara otodidak saja, karya terjemahannya layak dibaca dan dikonsumsi khalayak pembaca. Salah satu karya terjemahan Ali Audah adalah buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal. Metode penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa macam metode. Seperti metode penerjemahan semantik, adaptasi, bebas, kata perkata, komunikatif, harfiah, setia, dan idiomatik. Penelitian skripsi ini berusaha mengupas tentang metode penerjemahan apakah yang diterapkan Ali Audah dalam menerjemahkan buku Arab ke dalam bahasa Indonesia. Objek analisis skripsi ini adalah terjemahan buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi. Suatu karya terjemahan bisa diketahui metode penerjemahannya melalui karakter-karakter yang terdapat antara naskah asli yang berbahasa Arab dan hasil terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Analisis ini akan mengurai karakter metode penerjemahan yang terdapat pada hasil terjemahan bab Abu Bakr pada Masa Nabi. Dalam menerjemahkan bab Abu Bakr pada Masa Nabi, Ali Audah tidak hanya berpegang pada salah satu metode penerjemahan saja. Terdapat beberapa metode penerjemahan yang sering digunakan oleh Ali Audah. Yaitu metode semantis, komunikatif, dan bebas. Penerjemahan semantis dan komunikatif adalah penerjemahan yang mereproduksi pesan yang umum, wajar dan alami. Bila penerjemahan semantis lebih menitikberatkan pada Tsu, maka penerjemahan komunikatif penekanannya ada pada Tsa. penerjemahan bebas digunakan penerjemah hanya sebagai media untuk menyajikan informasi tambahan yang penting untuk diketahui oleh pembaca Tsa. Dalam karya terjemahannya, Ali Audah tidak melakukan penyimpangan makna referensial yang menyangkut penulis asli; ketepatan pemadanan linguistik, semantik dan pragmatis benar dan tidak menyimpang; serta kewajaran penggunaan dalam Tsa; peristilahan, ejaannya tersaji dengan benar dan baku.
viii
ABSTRACT Name : Virginia NIM : 103024027567 Title : Ali Audah and Methods of Translation (Translation Analysis of Book Abu Bakr As-Siddiq by M. Husain Haekal in Chapter Abu Bakr in the Period of the Prophet)
Ali Audah is a translator of Arabic books into Indonesian. He has the ability to translate very well. Since his childhood, this translator birth in Bondowoso 1924 was very fond of going to books. He spent his days with reading and writing. For though he never studied at an educational institution, was not even a Islamic boarding school. Ali Audah independent learning and self-taught, his motivation is only to study science. Ali Audah’s masterpiece of translation worth reading and consumed audience, although he learn self-taught translation only. One of the translations of his works is the book Abu Bakr As-Siddiq by M. Husain Haekal. Methods of translation from Arabic into Indonesian have several kinds of methods. Like the semantic translation methods, adaptation, free, word for word, communicative, literal, loyal, and idiomatic. The study tried to explore this thesis about translation methods are adopted for Ali Audah in translating Arabic books into Indonesian. Analyst object of this thesis is the translation of the book Abu Bakr As-Siddiq by M. Husain Haekal in chapter Abu Bakr in the Period of the Prophet. A translation work can be known method of translation through the characters contained between the original manuscript in Arabic and the translation in Indonesian. This analysis will parse the character translation methods contained in the translations chapter Abu Bakr in the Period of the Prophet. In translating the chapter Abu Bakr in the Period of the Prophet, Ali Audah not just stick to one of the methods of translation only. There is several translation methods are often used by Ali Audah. That method was semantic, communicative, and free. Semantic and communicative translation is the translation which reproduces a common message, reasonable and natural. When the semantic translation is more focused on source language (SL), the emphasis is on communicative translation target language (TL). Translator used only free translation as a medium for presenting important additional information to be known by reader’s target language (TL). In the work of translation, Ali Audah not perform referential meaning irregularities involving the original author; accuracy linguistic translation, semantic and pragmatic and not deviated, and the reasonableness of the use of the target language (TL); terminology, presented with the correct spelling and standard.
ix
:ﻓﺮﻏﻨﻴﺎ ١٠٣٠٢٤٠٢٧٥٦٧ : )
:
(
ﺟﻴﺪ
. .
ﺗﻌﻠﻴﻤﻴﺔ، ﺑ
ﻣﻌﻬﺪ ﻟﻪ
. ﻓﻘﻂ.
.
١٩٢٤ .
ﻫﻮ . .
،ﻜﻠﻤﺔ ،
ﻜﻠﻤﺔ ،
. ﺔ
. ﻟ .ﻛﺎﺋﻦ .
ﺣﺴﲔ
x
ﺔ
ﺑ
.
.
.
ﺻﻠﻲ،
. ﻏﺎﻟﺒﺎ .ﻫﻲ
ﻬﺎ .
.
ﻛﻮﺳﻴﻠﺔ ﻟﺘ ﻓﻘﻂ.
.
؛
ﲤﺜﻴﻞ
؛
xi
ﺔ ﻟﻴﺴﺖ
MOTTO
THE UNLIMITED CLEVERNESS IS THE MOST VALUES OF HUMAN’S PROPERTY. “Kepintaran yang tak terhingga adalah harta manusia yang paling berharga.” (Rowena Ravenclaw)
I dedicated this thesis to: Allah SWT for the Opportunity to share the gift of knowledge with the world, and Muhammad SAW for guiding me to the following people; Mom and Dad you have been purest example of unconditional love, wisdom, courage, and immeasurable strength throughout my lifeMy older sister Yoselin and my younger brother Yugo Altora, thanks to support me and always to be the nicest sister and lovely brotherMy best friends; Iera, Wel2, and Vinsky, I know you’re will never let anyone hurt me or take advantage of me. I know you will fight for me and I will do the same for you.
xii
KATA PENGANTAR
ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢﺑﺴﻢ ﺍ
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi)”. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan atas nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak. Dr. Abd. Wahid Hasyim M. Ag; 2. Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Adab dan Humaniora, Bapak. Dr. R. Yani’ah, M.Ag; 3. Ketua Jurusan Tarjamah, Bapak Dr. H. Ahmad Saekhuddin, M.Ag;
xiii
4. Sekretaris Jurusan Tarjamah, Bapak Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., yang juga merangkap sebagai dosen penguji pada Sidang Munaqasyah Skripsi; 5. Bapak Dr. H. Ahmad Ismakun Ilyas, MA., selaku dosen penguji pada Sidang Munaqasyah Skripsi; 6. Ibu Karlina Helmanita, M.Ag., selaku dosen pembimbing dan seminar skripsi yang dengan sabar selalu memberikan arahan dan motivasi selama dalam proses penulisan skripsi ini, serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing penulis di sela-sela kesibukan dan aktivitasnya yang sedang melanjutkan studi S3, thank for your advice, passion and spirit; 7. Para Dosen dan seluruh staf Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Tarjamah yang telah menghantarkan penulis, hingga dapat mengaplikasikan ilmu yang penulis terima selama ini; 8. Teruntuk Papa dan Mamaku tercinta, yang dengan tulus ikhlas memberikan kasih sayang dan dorongan baik moril maupun materil, serta doa dan perjuangannya yang tak pernah berujung demi keberhasilan dan kebahagiaan anak-anakmu. I’m extremely grateful to my parent; 9. Untuk kakakku Yoselin dan Adikku Yugo Altora, terima kasih atas semangat dan doa yang telah kalian panjatkan untuk penulis. Much love and thanks to both of you; 10. Papa, Mama, mas Iwan, mas Chany, mba Ita, dan mba Cici, thank for love and growth me become the mature and thanks for everything have you done to me.
xiv
11. Kepada Bapak Ali Audah selaku narasumber, terima kasih banyak telah meluangkan waktu untuk wawancara dan memberikan informasi seputar biografi dan dunia penerjemahan yang sangat menginspirasi penulis; 12. The spot of my heart, thanks for your continuing care and incredible support over all the years. To my friends at majoring of translation, Rome and Dje (no news is a good news), Rosyid, Sarqi, Faisal (thanks for the books), Dini, Cper, Nico, Najwa, Amigoz, Joni, Dewi, Setyo, Nanang, Hera, Azmi, Fikrom… You are Irreplaceable; 13. Thanks to My De; for hearing my thoughts, understanding my hopes, sharing my dreams, and being my best friend. For filling my life with laughter and joy and loving me without end. 14. To my Boss dr. Steve, dr. Sharin and Mr. Yanto thanks for your kindness; yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis di sela-sela tanggung jawabnya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. I promise!! I’ll be focus in my jobs.
Jakarta, 28 Februari 2011
Virginia
xv
DAFTAR ISI
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ i KATA PENGANTAR......................................................................................... iv DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
BAB I:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 2 C. Tujuan Penelitian.................................................................... 3 D. Metodologi Penelitian ............................................................ 3 E. Sistematika Penulisan ............................................................ 5
BAB II:
TERJEMAH DAN METODE PENERJEMAHAN A. Definisi Penerjemahan ............................................................ 7 B. Hakikat Penerjemahan ............................................................ 10 C. Metode Penerjemahan ............................................................ 14 D. Perangkat Penerjemahan ........................................................ 21 E. Ragam Penerjemahan ............................................................ 25 F. Penilaian Terjemahan ............................................................ 31
xvi
BAB III:
ALI AUDAH DAN KARYA-KARYA TERJEMAHANNYA A. Profil Ali Audah .................................................................... 38 B. Karya-karya Terjemahan Ali Audah ..................................... 43 C. Tehnik dan Seni Penerjemahan Ali Audah ............................ 46 D. Langkah-langkah Ali Audah dalam Proses Penerjemahan .... 53
BAB IV:
ANALISIS PENERJEMAHAN ALI AUDAH DALAM BUKU ABU BAKR AS-SIDDIQ PADA BAB ABU BAKR PADA MASA NABI A. Metode Penerjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi .................................................... 56 B. Perangkat Penerjemahan Ali Audah ...................................... 66 C. Ragam Penerjemahan Ali Audah .......................................... 68
BAB V:
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 72 B. Saran dan Rekomendasi ......................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Lampiran 1 (Hasil Wawancara dengan Bapak Ali Audah)....................... 77 B. Lampiran 2 (Teks Asli Bab Abu Bakr pada Masa Nabi).......................... 95 C. Lampiran 3 (Teks Terjemahan Bab Abu Bakr pada Masa Nabi) ............. 97
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Penilaian Terjemahan Berdasarkan Kriteria Penerjemahan............. 32
Tabel 2.2
Rambu-Rambu Penilaian Penerjemahan.......................................... 34
Tabel 3.1
Karya Asli Ali Audah....................................................................... 44
Tabel 3.2
Karya Terjemahan Ali Audah (Arab-Indonesia).............................. 44
Tabel 3.3
Karya Terjemahan Ali Audah (Inggris-Indonesia) .......................... 45
Tabel 4.1
Metode Penerjemahan Semantik...................................................... 58
Tabel 4.2
Metode Penerjemahan Komunikatif ................................................ 62
Tabel 4.3
Metode Penerjemahan Bebas .......................................................... 64
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di antara deretan penerjemah di tanah air, nama Ali Audah tentu bukanlah nama asing. Khususnya bagi mereka yang dekat dengan dunia penerjemahan. Penerjemah kelahiran Bondowoso tahun 1924 ini, sejak kecil sangat gemar akan buku. Ia menghabisknan hari-harinya dengan membaca dan menulis. Karena memang ia tak pernah belajar di sebuah lembaga pendidikan, bahkan pesantren pun tidak. Ali Audah belajar secara mandiri-otodidak, motivasinya hanya untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Ali Audah membaca semua jenis buku. Mulai dari buku pengetahuan agama, sejarah dunia, terutama sastra Indonesia. Dari sinilah ia merasa memiliki kelemahan, yaitu penguasaan bahasa asing. Padahal bahasa asing adalah satusatunya alat untuk mempelajari karya-karya bermutu sekaliber dunia. Kemudian, Ali Audah menambah bacaan sastra, terutama sastra modern dan sastra Inggris. Ia juga mempelajari ilmu bahasa. Meskipun belajarnya tidak berstruktur, karena tidak memakai metodologi belajar. Justru dengan cara itu, ia menjadi tertantang untuk bisa menguasai hal tersebut. Tahun 1950, Ali Audah pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia semakin leluasa berburu buku-buku sastra karya pengarang pribumi. Ia sangat mengagumi sastrawan Nur Sutan Iskandar dan Sutan Takdir Ali Syahbana. Pada akhirnya, kekaguman Ali Audah itu memberi motivasi tersendiri yaitu, “bagaimana caranya
ikut mewarnai dunia sastra Indonesia”, kemudian timbul keinginan untuk menulis. Tulisannya baik cerpen maupun esai, mulai diterima di surat kabar dan majalah. Ia pun mulai menerjemahkan karya sastra asing, meski pada awalnya Ali Audah menerjemahkan buku-buku sastra berbahasa Inggris. Namun kemudian, ia mulai menerjemahkan karya sastra Arab modern. Ini dilakukan karena pada saat itu penerjemahan dari Arab-Indonesia masih sangat sedikit. Ternyata pilihan Ali Audah untuk menerjemahkan teks Arab-Indonesia tidaklah keliru. Terbukti hingga saat ini karya-karya terjemahannya banyak dibaca orang. Bukan hanya itu, ia juga memiliki peran penting dalam perkembangan penerjemahan di Indonesia. Misalnya dalam organisasi, menjadi ketua Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), ketua Dewan Kesenian Jakarta, menjadi delegasi Indonesia dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Bagdad dan Konferensi UNESCO di Paris.1 Sebagai tokoh yang mempunyai banyak pengalaman, pengetahuan luas, dan peran yang cukup terhadap dunia penerjemahan. Tentu banyak hal positif yang dapat diambil darinya. Serta penting kiranya mengetahui sejauh mana kontribusi Ali Audah dalam dunia penerjemahan. Karena alasan tersebut, penulis tertarik untuk menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul, “Ali Audah dan Metode Penerjemahannya (Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi).”
1
Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 Agustus 2007.
ii
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, mengenai peran dan kiprah Ali Audah terhadap bidang penerjemahan. Penulis akan menfokuskan pada proses perjalanan karier Ali Audah sebagai penerjemah kontemporer.
Serta
pembahasan
mengenai
kontribusinya
dalam
dunia
penerjemahan. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana metode penerjemahan Ali Audah dalam buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi? 2. Bagaimana ragam penerjemahan dari terjemahan Ali Audah? 3. Apa perangkat penerjemahan yang digunakan Ali Audah dalam karya-karya terjemahannya?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui metode penerjemahan apa yang diterapkan Ali Audah dalam buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi. 2. Mengetahui ragam penerjemahan dari terjemahan Ali Audah. 3. Mengetahui perangkat penerjemahan yang digunakan Ali Audah dalam karya-karya terjemahannya.
iii
D. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan terjemahan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data terkait dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk mengungkap fakta yang ada dan menemukan data-data baru. Kemudian, penulis mendeskripsikan masalah tersebut sesuai dengan data yang ada sehingga dapat mencapai maksud dan tujuan penelitian.2 Tentu saja, dalam pencarian data, penulis membaca dan mengkaji bukubuku yang mengupas tuntas mengenai penerjemahan, buku gramatika Arab dan Indonesia, kamus ekabahasa dan dwibahasa, dan internet. Untuk mengetahui kontribusi Ali Audah dalam dunia penerjemahan, serta kelebihan dan kekurangan terjemahannya. Penulis melakukan analisis pada karya terjemahan Ali Audah, yaitu buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi. Kemudian melakukan wawancara dengan Ali Audah. Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap-muka, hingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu, wawancara tidak hanya menangkap pemahaman, tetapi juga dapat menangkap perasaan, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden.3 Saat wawancara, penulis mempersiapkan daftar pertanyaan. Wawancara dibuka dengan perkenalan dan diciptakan situasi yang kondusif, kemudian 2
Burhan Bungin,Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007),h.11 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 74.
3
iv
pertanyaan-pertanyaan diajukan baik terstruktur maupun tidak terstruktur. Ketika proses tanya-jawab, penulis selain bertanya juga menyimpulkan pernyataanpernyataan dari responden yang kemudian disusunlah catatan lengkap dan terperinci sebagai hasil wawancara. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan kajian pustaka (library research) untuk mencari informasi mengenai: definisi penerjemahan, ragam atau jenis penerjemahan, hakikat penerjemahan, perangkat penerjemahan, metode serta teori-teori penerjemahan, yang tertulis dalam Bab II dan Bab III. Kemudian peneliti juga melakukan penelitian lapangan (field research), untuk menggali informasi mengenai riwayat hidup Ali Audah, perjalanan karier Ali Audah dalam dunia penerjemahan, karya-karya Ali Audah, dan metode penerjemahannya. Datadata yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang dilakukan dalam bentuk wawancara, menjadi acuan dalam penulisan Bab III dan Bab IV. Standar dan teknik penulisan skripsi ini adalah buku, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan, CeQDA, 2007.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini penulis bagi dalam lima bab, sebagai berikut: BAB I:
Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
v
BAB II:
Terjemahan
dan
Metode
Penerjemahan,
meliputi
definisi
penerjemahan, hakikat penerjemahan, metode penerjemahan, perangkat penerjemahan, ragam penerjemahan, dan penilaian terjemahan. BAB III :
Ali Audah dan karya-karya terjemahannya, meliputi biografi Ali Audah, tehnik dan seni penerjemahan Ali audah, langkah-langkah Ali Audah dalam proses penerjemahan, karya-karya terjemahan Ali Audah.
BAB IV:
Analisis terhadap terjemahan Ali Audah dalam buku Abu Bakr AsSiddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi, meliputi metode penejemahan buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi, perangkat penerjemahan Ali Audah, dan ragam dari terjemahan Ali Audah.
BAB V:
Penutup, meliputi kesimpulan, saran dan rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
BAB II TERJEMAH DAN METODE PENERJEMAHAN
A. Definisi Penerjemahan Penerjemahan menurut bahasa adalah penafsiran. Sedangkan menurut istilah, penerjemahan adalah proses pemindahan atau penyalinan gagasan, ide, pikiran, pesan atau informasi lainnya dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Al-Munjid fî Al-Lughah wa Al-‘Alâm edisi 1986.4 Dalam Al-Mu‘jam Al-‘Arabî al-Asâsî li al-Nâtiqîn bi Al-‘Arabiyah wa Muta‘âlimîhâ,5
penerjemahan
adalah;
menerangkan,
menjelaskan,
dan
menafsirkan, yaitu mengalihkan ide, pesan, makna, dan maksud dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, arti terjemah yaitu menyalin (memindahkan) dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengalih-bahasakan. Sedangkan terjemahan berarti salinan bahasa ke bahasa lain.6 Harimurti Kridalaksana mendefinisikan penerjemahan sebagai berikut: menerjemahkan adalah memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan, pertama-tama; mengungkapkan maknanya dan, kedua; mengungkapkan gaya bahasanya.7 Sementara Doster mendefinisikan terjemah sebagai: “memindahkan arti suatu teks dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain.” 4
Louis Ma’luf, al-Munjid fî al-Lughah wa al-A‘lam, (Beirut: Dâr al-Masyriq, 1986), h. 60. Ali al-Qasimi, Al-Mu‘jam Al-‘Arabî al-Asâsî li al-Nâtiqîn bi Al-‘Arabiyah wa Muta‘âlimîhâ, (Larus: al-Munazamah al-‘Arabiyah li al-Tarbiyah al-Tsaqafah wa ‘Ulûm, 1988), h. 196. 6 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 1047. 7 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia, 1993), h. 215. 5
vii
Ia juga mengatakan bahwa terjemah adalah cabang linguistik terapan yang secara khusus berurusan dengan masalah pemindahan makna dari suatu simbol bahasa ke dalam simbol bahasa yang lain. Sedangkan seorang penerjemah kontemporer yang bernama Oetinger mengatakan bahwa terjemah adalah pemindahan simbol, yaitu pemindahan tanda atau representasi (bahasa) ke dalam tanda atau representasi yang lain.8 Catford dan Newmark, seperti dikutip Machali, menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan. Catford mendefinisikan penerjemahan sebagai: “the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL).” Mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Newmark juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi “rendering the meaning of text into another language in the way that the author intended the text” menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang.9 Sebagaimana yang dikutip oleh Zuchridin Suryawinata dalam buku, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek, bahwa definisi penerjemahan menurut Eugne A.Nida & Charles R.Taber adalah “Translating consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” Penerjemahan adalah usaha mereproduksi pesan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan equivalensi alami yang semirip mungkin, pertama-tama dalam makna dan 8
Ali al-Qasimi, ‘Ilmu al-Lughat wa al-Sina’at al-Mu’jamiyat, (al-Mamlakat al-Arabiyat al-Su’udiyat: Jami’at al-Malik Su’ud, 1991), h. 90. 9 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 77.
viii
kemudian dalam gaya bahasanya.10 Dalam definisinya terdapat beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu (1) reproduksi pesan, (2) equivalensi, (3) makna, dan (4) gaya bahasa. Nida & Taber menggunakan istilah reproduksi yang bersifat praktis. Keempat butir penting di dalam definisi Nida & Taber merupakan unsur-unsur pokok dalam konsep penerjemahan yang baru. Muhammad Najib, secara lebih khusus menegaskan bahwa, “tarjamah adalah tafsir”. Ungkapan ini menyugestikan bahwa seorang penerjemah adalah seorang penafsir, karena itu penerjemah adalah orang yang bertanggung jawab untuk memahami suatu teks dalam bahasa sumber sekaligus menyuguhkannya kepada pembaca yang menggunakan bahasa sasaran. Jadi tugas penerjemah adalah memahami sekaligus memahamkan.11 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan secara umum, adalah memindahkan gagasan, ide atau pikiran dari satu bahasa (disebut bahasa sumber atau bahasa asli atau source language atau al-Lughah alManqûl minhâ atau al-Lughah al-Matn) ke dalam bahasa lain (disebut bahasa sasaran atau bahasa penerima atau target language atau al-Lughah al-Manqûl ilaihâ atau al-Lughah al-Syarh).
10
Zuchridin Suryawinata, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek, (Malang: IKIP, 1989), h. 2. 11 Mufid dan Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia, h. 8.
ix
B. Hakikat Penerjemahan Penerjemahan merupakan hakikat kentalan dikotomi atau kentalan dwibelah yakni, proses dan hasil atau analisis dan sintesis. Penerjemahan sebagai proses kegiatan manusia di bidang bahasa disebut analisis yang hasilnya merupakan teks terjemahan disebut sintesis. Analisis dan sintesis tak terpisahkan satu sama lain, karena kehadiran sintesis dalam proses penerjemahan dipicu oleh adanya analisis.12 Dalam mempersiapkan teks bahasa sumber pada analisis untuk disampaikan ke sintesis, penerjemah akan terbentur pada kesulitan bahasa disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan sarana leksikal, gramatikal, dan stilistik kedua bahasa. Tetapi hal itu tidak perlu dikhawatirkan, karena teks bahasa pada bahasa sumber yang tidak bisa disampaikan dengan menggunakan sarana gramatikal ke dalam teks bahasa sasaran, bisa disampaikan dengan bantuan sarana leksikal. Begitu pula halnya dengan sarana stilistik, nuansa stilistik dalam teks bahasa sumber tidak harus sama disampaikan ke dalam teks bahasa sasaran, justru yang harus sama adalah efek stilistiknya (efek humoristik, efek hinaan, efek ironis, efek metaforis, dan lain-lain.13 Seperti yang dikatakan G. Jager seorang ilmuwan bahasa dari Jerman, bahwa hakikat penerjemahan adalah transformasi teks dari satu bahasa ke bahasa lain tanpa mengubah isi teks asli. Jadi, penerjemahan adalah jenis transformasi antarbahasa yang disebut pula transformasi penerjemahan. Transformasi penerjemahan merupakan hubungan riil yang ada antarteks dalam berbagai
12
Solihen Moentaha, Bahasa dan Penerjemahan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h. 9. Solihen Moentaha, Bahasa dan Penerjemahan, h. 10.
13
x
bahasa. Bahasa yang sifatnya arbriter menjadikan realitas bahasa adalah kenyataan yang dinamis dan kompleks, sebagaimana kompleksnya realitas manusia dengan segala hal yang dipikirkan dan rasakan. Realitas bahasa tidak dapat dibatasi oleh rumus-rumus dan konsep-konsep. Karena bahasa juga memiliki potensi untuk berkembang dan berubah, sejalan dengan realitas pikiran dan perasaan manusia. Meskipun demikian, setiap satuan bahasa dalam setiap bahasa mengandung dua tingkat (level): (1) tingkat pengungkapan (level of expression), (2) tingkat isi (level of content).14 Pada hakikatnya, esensi terjemahan itu terletak pada makna dalam dua bahasa yang berbeda. Oleh karena itu, Juliana House, seperti dikutip Hanafi menjelaskan bahwa makna yang beraspek semantik erat kaitanya dengan makna denotatif, yaitu makna yang terdapat dalam kamus (makna leksikal) dan makna yang beraspek pragmatik berkaitan dengan makna yang berarti kiasan.15 Sebagian praktisi penerjemahan, ada yang mengatakan hakikat dari penerjemahan
adalah
ilmu
praktis,
sedangkan
yang
lain
mengatakan
penerjemahan adalah seni. Penerjemahan dikatakan ilmu dan dapat dikatakan seni, karena penerjemahan adalah pekerjaan yang melibatkan sekumpulan teori atau ilmu, tetapi kemampuan menerjemahkan dengan baik adalah seni. Seperti penyataan Paulinus Soge, penerjemahan sangat tergantung pada rasa kebahasaan seseorang. Rasa bahasa ini berbeda pada satu individu dengan individu lainnya.
14
Solihen Moentaha, Bahasa dan Penerjemahan, h. 11. Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Ende: Nusa Indah, 1986), h. 27.
15
xi
Menerjemah disebut ilmu ketika dikaji teori-teorinya, dan disebut seni ketika dipraktikan.16 Terjemah adalah seni, karena di dalamnya ada hubungan yang sangat kuat antara bahasa penerjemah dan rasa bahasa penulis teks asli. Rasa adalah wilayah seni dan juga sastra, bukan wilayah ilmu. “Terjemah itu seni” adalah pendapat Cary yang merupakan penerjemah berpengalaman dan produktif dalam menerjemahkan karya-karya sastra. Menurutnya, penerjemah adalah seorang seniman. Karena itu, di samping harus mampu memahami teks, ia juga harus memiliki jiwa seni. Karena bahasa bukan sekedar kata-kata tanpa nyawa.17 Namun di samping itu semua, penerjemah tidak mungkin mengabaikan metode dan pedoman atau petunjuk-petunjuk; yang semuanya itu merupakan bagian dari cara kerja ilmu. Selain menggunakan rasa, terjemah adalah pemahaman terhadap suatu teks (bahasa sumber) dan dialihkan dalam bahasa lain (bahasa sasaran). Pemahaman bisa benar bisa salah, ini adalah ciri dan sifat dari ilmu. Jumplet adalah tokoh penerjemah yang banyak menerjemahkan karya-karya ilmiah dan dokumen-dokumen teknik. Ia mengatakan bahwa penerjemahan adalah ilmu.18 Ahmad Muqit mengatakan bahwa penerjemah adalah bagian dari linguistik umum. Karena dalam menerjemah, seorang penerjemah tidak mungkin lepas dari beberapa hal yang menjadi kajian linguistik.
Pada tingkat kata
(mufradât) penerjemah harus memperhatikan konsep-konsep polisemi (ta’adud 16
Paulinus Soge, Menerjemahkan Teks Bahasa Inggris Ilmiah Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 1990), h. 5. 17 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 12. 18 Mufid dan Rahman, Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia, h. 19.
xii
al-Ma’na), sinonim (tarâduf), antonim (ad-diddu), intransitif (lâzim), dan transitif (muta’addi). Sementara dalam level kalimat (jumlah), seorang penerjemah harus mampu memahami dan membedakan antara kalimat utama dan kalimat penjelas (baik bahasa sumber dan bahasa sasaran), sehingga ia mampu menerjemahkan dengan tepat.19 Berdasarkan gambaran di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan pandangan tentang hakikat menerjemah sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan sudut pandang masing-masing orang yang mendefinisikannya. Tidak ada pendapat yang benar dan salah. Semuanya logis dan beralasan. Namun hal yang penting dari semua segi yang dibahas di sini adalah hasil akhir yang disajikan oleh penerjemah. Oleh karena itu, hasil penerjemahan yang baik adalah terjemahan yang benar-benar mampu memotret target makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Seluruh satuan makna di dalam teks sumber seolah-olah teralih secara sempurna ke dalam bahasa sasaran. Terjemahan juga harus proporsional dan wajar.20
19
Ahmad Muqit, ‘Ilm al-Lughah wa al-Tarjamah: Musykilật Dilâliyah fî al-Tarjamah min al-‘Arabiyah ila al-Injliziyah, (Alepo: Dâr al-Qalam al-‘Araby, 1997), h. 195. 20 Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), h. 49.
xiii
C. Metode Penerjemahan Diagram – V Bsu
Bsa
(1) Kata Perkata
Adaptasi (5)
(2) Harfiah
Bebas (6)
(3) Setia (4) Semantik
Idiomatik (7) Komunikatif (8)
Dalam diagram V, Newmark membagi metode penerjemahanya menjadi dua bagian yang saling berkaitan, yaitu; metode penerjemahan yang berbeda pada tingkat linguistik penulis dan metode penerjemahan yang berada pada tingkat linguistik pembaca. Pada diagram V, metode penerjemahan yang cenderung ke Bsu berada di sebelah kiri. Sedangkan yang di sebelah kanan adalah metode penerjemahan yang lebih menitik-beratkan pada Bsa. Metode penerjemahan Newmark dinamakan diagram V karena, semakin mengerucut jarak yang dihubungkan oleh garis putus-putus baik dari kiri ke kanan atau sebaliknya, maka akan semakin baik terjemahan yang dihasilkan. Berikut pengertian dari delapan metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark:21
21
M. Syarif H, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, (Jakarta: 2007), h. 18-19.
xiv
1. Penerjemahan kata demi kata (word-for-word translation) Penerjemahan kata perkata disebut juga interlinear translation, yaitu susunan kata Bsu dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu persatu dengan makna yang paling umum, di luar konteks. Tujuan utama metode ini adalah untuk memahami mekanisme Bsu dengan baik maupun untuk menganalisis teks yang sulit sebagai proses penerjemahan.
2. Penerjemahan harfiah (literal translation) Dengan menggunakan metode harfiah, konstruksi gramatikal Bsu dikonversikan ke padanan Bsa yang paling dekat tetapi kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata perkata, di luar konteks. Sebagai proses pra penerjemahan, metode ini dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi. Untuk menghindari kesalah-pahaman dan membingungkan pembaca Bsa, hendaknya penerjemah memberikan catatan kaki.
3. Penerjemahan setia (faithful translation) Penerjemah setia berupaya menghasilkan kembali makna kontekstual Bsu yang tepat. Dalam melaksanakan hal itu, penerjemah akan berhadapan dengan kendala struktur gramatikal Bsa. Dengan menggunakan metode ini, penerjemah mentransfer kata-kata kultural dan mempertahankan tingkat ketidak-wajaran gramatikal dan leksikal (penyimpangan dari norma-norma Bsu) dalam penerjemahan. Penerjemah berusaha setia sepenuhnya terhadap tujuan dan realisasi teks penulis Bsu.
xv
4. Penerjemahan semantik (semantic translation) Perbedaan antara penerjemahan setia dengan penerjemahan semantik adalah bahwa metode penerjemahan setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah, sedangkan metode penerjemahan semantik lebih luwes. Begitu pula metode ini sangat mempertimbangkan unsur estetika Bsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar.
5. Penerjemahan adaptasi (adaptation translation) Metode ini disebut pula metode penerjemahan saduran. Metode ini merupakan bentuk penerjemahan “paling bebas”. Pada umumnya jenis ini dipakai pada penerjemahan drama atau puisi yang di mana tema, karakter, dan plot dipertahankan. Tetapi dalam penerjemahannya terjadi peralihan budaya Bsu ke budaya Bsa, dan teks aslinya ditulis kembali serta diadaptasi ke dalam Bsa.
6. Penerjemahan bebas (free translation) Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengabaikan bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media massa.
xvi
7. Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation) Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan pesan keakraban dengan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorsi nuansa makna. Beberapa pakar penerjemah sekaliber dunia seperti Seleskovitch, misalnya, menyukai metode penerjemahan ini, yang diangggapnya “hidup” dan “alami (dalam arti akrab)”.
8. Penerjemahan komunikatif (communicative translation) Berupa penerjemahan yang memberikan makna kontekstual Bsu yang tepat sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca Bsa. Menurut Machali, metode ini sesuai dengan namanya, memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Maka melalui metode ini suatu versi Tsu dapat diterjemahkan dalam beberapa versi Tsa, sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Di samping empat macam metode penerjemahan yang penekanannya pada Bsu, dan juga empat macam metode yang penekanannya pada Bsa. Terdapat hal lain sebagai pertimbangan dalam menentukan metode apa yang akan digunakan dalam proses penerjemahan. Seperti hal-hal lain yang berkaitan dengan Bsa, yaitu; (a) siapakah khalayak pembaca versi Bsa, misalnya apakah mereka tenaga ahli dalam bidang tertentu atau masyarakat umum. (b) tujuan penerjemahan, misalnya untuk tujuan ilmiah atau popular. (c) kewajaran penyampaian, misalnya apakah
xvii
bahasanya terasa kaku, alami ataukah tidak. Dengan demikian, penerjemah dapat memilih metode yang sesuai dengan keinginan terjemahannya. Menurut Newmark, hanya metode semantik dan komunikatiflah yang dapat memenuhi tujuan utama penerjemahan, yaitu keakuratan dan keekonomisan. Pada umumnya, menurut Newmark, penerjemahan semantik digunakan untuk menerjemahkan teks-teks ekspresif, sedangkan penerjemahan komunikatif untuk teks-teks vokatif dan informatif. Untuk memudahkan pendefinisian metode penerjemahan yang digunakan Ali
Audah,
penulis
menyuguhkan
karakteristik-karakteristik
metode
penerjemahan Newmark yang dikutip dari buku diktat, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, yang disusun oleh Moch. Syarif Hidayatullah.22
Terjemahan kata demi kata 1. Kata-kata Tsa langsung diletakan di bawah versi Tsu. 2. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan di luar konteks. 3. Kata-kata yang bersifat cultural diterjemahkan apa adanya. 4. Digunakan untuk penerjemahan (analisis dan tahap pengalihan) untuk Tsu yang sukar dipahami. Terjemahan harfiah 1. Konstruksi gramatikal Tsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Tsa. 2. Penerjemahan kata-kata Tsu masih dilakukan terpisah dari konteks. 3. Biasanya digunakan pada tahap awal (pengalihan)
22
M. Syarif H, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h, 23-25.
xviii
Terjemahan setia 1. Mereproduksi makna kontekstual, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. 2. Kata-kata yang bermuatan budaya dialih bahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi masih tetap dibiarkan. 3. Berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga agak kaku dan terasa asing. 4. Tidak berkompromi dengan kaidah Tsa. 5. Pada tahap awal pengalihan. Terjemahan semantis 1. Lebih luwes dan lebih fleksibel dari penerjemahan setia. 2. Mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar. 3. Kata yang hanya sedikit bermuatan budaya diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional. Terjemahan adaptasi 1. Paling bebas dan paling dekat dengan Bsa 2. Tidak mengorbankan hal-hal penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur. 3. Digunakan untuk penerjemahan drama, puisi, atau film. 4. Terjadi peralihan budaya Tsu ke budaya Tsa. 5. Terjadi penyesuaian ke dalam Tsu.
xix
Terjemahan bebas 1. Mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk Bsu. 2. Biasanya berbentuk paraphrase yang dapat lebih panjang atau pendek dari aslinya. 3. Untuk keperluan media massa. 4. Bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya sudah berubah sama sekali. 5. Terjadi perubahan drastis. 6. Diragukan sebagai kerja penerjemahan (karena menggunakan bahasa yang bersangkutan). Terjemahan idiomatis a. Mereproduksi pesan dalam teks Bsu. b. Sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. c. Banyak terjadi distorsi nuansa makna. d. Lebih hidup dan lebih terasa nyaman dibaca. Terjemahan komunikatif 1. Mereproduksi makna kontekstual yang demikian rupa. 2. Aspek kebahasan dan aspek isi lansung dapat langsung dapat dimengerti oleh pembaca. 3. Memperhatikan
prinsip-prinsip
komunikasi
(pembaca
dan
tujuan
penerjemahan). 4. Dapat memberikan variasi penerjemahan yang disesuaikan dengan prinsipprinsip komunikasi.
xx
D. Perangkat Penerjemahan Ada dua jenis perangkat yang lazim digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan. Yaitu perangkat intelektual dan perangkat praktis. Perangkat intelektual mencakup: (a) kemampuan yang baik dalam bahasa sumber; (b) kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran; (c) pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan; (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki; (e) keterampilan.23 a. Perangkat intelektual mengenai kemampuan yang baik dalam bahasa adalah penerjemah hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami teks sumber, baik secara linguistik maupun material. Secara linguistik maksudnya, bahwa bahasa Arab yang digunakan dalam teks sumber adalah relatif mudah bagi ukuran kemampuan bahasa penerjemah. Sedangkan secara material, tema bahasan dari teks sumber hendaknya bukan hal yang asing bagi penerjemah. Idealnya, penerjemah teks filsafat adalah orang yang berkompeten di bidang filsafat atau setidaknya memiliki minat yang cukup besar terhadapnya.24 b. Kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran harus dimiliki oleh penerjemah karena terjemahan yang baik tidak hanya mentransfer pesan, namun juga seluruh teks sebagai totalitas. Meskipun dalam realitas, bahasa Arab tidak dapat diterjemahkan secara sempurna ke dalam bahasa Indonesia. Sekalipun mentransfer totalitas teks adalah mustahil, penerjemah harus tetap semaksimal mungkin berusaha mencari padanan dalam bahasa sasaran, baik dari aspek pesan, bentuk-bentuk linguistik, emosi penulis, suasana teks dan lain-lain. Di
23
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 11. Burdah, Menjadi Penerjemah, h. 29.
24
xxi
sinilah kemampuan diksi penerjemah diuji. Sebab, satuan makna teks sumber tidak secara otomatis dapat ditemukan padanannya secara efektif dalam bahasa sasaran. Oleh karena itu, penerjemah harus pandai dan mampu dalam memilih padanan di dalam bahasa sasaran. Kemampuan ini bisa didapat dengan, membolak-balik susunan kata dalam kalimat bahasa sasaran, memberi tekanan, mengurangi keluasan makna, atau meluaskannya. Kemampuan seperti ini harus dibangun terus seolah-olah menjadi bagian dari dirinya.25 c. Begitu pula dalam hal pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan. Ini berarti, kerja terjemah terkait erat dan secara langsung dengan dunia ilmiah. Oleh karena itu, penerjemah sebaiknya memiliki wawasan dan pengetahuan yang cukup tentang materi atau pokok masalah dalam buku yang hendak diterjemahkan. Penerjemah yang sama sekali asing dengan materi yang diterjemahkan akan banyak menghadapi kesulitan. Sekalipun ia bukan orang yang berkompeten di bidang itu, penerjemah sangat perlu memperluas dan memperdalam pemahamannya perihal tema-tema dan materi terjemahannya. d. Keterampilan adalah adanya ketertarikan antara kerja terjemah dengan pengalaman. Orang yang memiliki potensi bahasa Arab dan keterampilan menulis dalam bahasa Indonesia yang sangat baik, tidak dengan sendirinya mampu melakukan penerjemahan teks-teks Arab ke dalam bahasa Indonesia secara optimal. Pengalaman dan jam terbangnya dalam menerjemah juga sangat menentukan kemampuannya melakukan aktivitas yang dapat dilatih dan memang memerlukan latihan-latihan. Semakin banyak berlatih, maka 25
Burdah, Menjadi Penerjemah, h. 32.
xxii
penerjemah akan semakin terampil dan akan semakin mudah menghadapi serta
memecahkan
persoalan-persoalan
dalam
menjalankan
aktivitas
penerjemahan.26 Perangkat praktis mencakup: kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan, baik yang berbentuk kamus umum dua-bahasa, kamus umum satubahasa, kamus sinonim-antonim, kamus bahasa slank (a’miyah), kamus idiom, kamus-kamus khusus (seperti kamus filsafat, kamus ekonomi, kamus peribahasa), kamus ensiklopedi, serta buku-buku tentang kaidah kebahasaan. Juga sarana teknis, seperti komputer juga alat-alat pembantu yang lain. Dalam hal ini, perangkat praktis yang berupa kemampuan mengenali konteks suatu teks dalam penerjemahan adalah persoalan yang paling krusial untuk
dijelaskan
dan
diilustrasikan.
Banyak
orang
berbicara
bahwa,
“menerjemahkan itu harus sesuai dengan konteksnya.” Konteks secara sederhana dapat dimengerti sebagai sesuatu yang menyertai sebuah teks. Suku kata con pada kata context memiliki arti “persekutuan” dan text berarti “rajutan” atau “jaringan”. Pengertian teks di sini bukan hanya sebagai suatu kesatuan teks utuh, namun juga bagian-bagian teks yang di dalamnya telah mengandung satuan-satuan makna. Atau dengan katagori lain, sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat dibagi menjadi dua: (1) konteks linguistik dan (2) konteks nonlinguistik. Konteks linguistik adalah segala sesuatu yang terkait dengan kebahasaan teks, sedangkan teks nonlinguistik adalah segala sesuatu yang menyertai teks di luar aspek
26
Burdah, Menjadi Penerjemah, h. 42.
xxiii
kebahasaan teks yang disebut juga cotext. Antara lain mencakup budaya, historisitas, ideology, dan kondisi sosial-politik.27 Dalam proses penerjemahan selayaknya, kejujuran dan amanah merupakan karakter yang harus dimiliki oleh seorang penerjemah. Penerjemah tidak dibenarkan memasukkan ide atau gagasannya sendiri ke dalam teks terjemahan. Demikian pula sebaliknya, ia tidak boleh membuang atau menghilangkan pikiran pengarang,
betapapun
sedikitnya.
Sedangkan
amanah
berarti
menuntut
penerjemah untuk menyalin teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, baik ruh, arti, maupun gaya berekspresi. Amanah bukan berarti menuntut penerjemahan harfiah yang ekstra ketat. Karena penerjemahan harfiah hanya sebatas memberikan padanan arti suatu kata dalam bahasa tertentu ke bahasa lain.28 Selain itu, kesabaran merupakan modal yang dibutuhkan oleh penerjemah. Ini karena menerjemah bukanlah pekerjaan yang mudah dan bisa dikerjakan dalam waktu singkat. Untuk menghasilkan karya-karya terjemahan yang bermutu diperlukan banyak latihan. Kesabaran juga dibutuhkan karena penerjemah seringkali dituntut membuka berbagai kamus dan berbagai buku rujukan lainnya. Ini dilakukan untuk menemukan padanan yang pas bagi suatu kata atau istilah tertentu.
27
Burdah, Menjadi Penerjemah., h. 105-106. Mufid dan Kaserun, Buku Pintar, h. 29.
28
xxiv
E. Ragam Terjemahan Terjemah berdasarkan bentuknya menjadi tiga macam;29 Pertama, terjemah interbahasa (interlanguage translation). Disebut juga siyâghat bi al-Fâdz ukhra (mengungkapkan kalimat dengan redaksi yang berbeda). Yaitu menjelaskan kata-kata dalam suatu bahasa dengan kata-kata berbeda dalam bahasa yang sama. Seperti menerjemahkan kata “keras” dengan padat, kuat atau tak mudah pecah. Kedua, terjemah antarbahasa. Disebut juga dengan terjemah hakiki. Yaitu menjelaskan kata-kata atau simbol-simbol bahasa dengan simbol lain dari bahasa yang berbeda. Seperti menerjemah kata “sterilize” dengan
.
:
:
:
dengan “pro dan kontra”.30
Menerjemahkan kata
Ketiga, terjemah antarsimbol atau transferensi. Yaitu menerjemahkan simbol bahasa yang berupa kata-kata dengan simbol lain. Seperti menerjemahkan kata “kepala”, “mata”, “pedang” dengan menyuguhkan gambar-gambar kepala, mata, pedang.31 Menurut Brislin, seperti yang dikutip Sudiati, Terjemahan dapat dikategorikan dalam berbagai ragam: (1) dengan melihat tujuan penerjemahan, (2)
29
Ali al-Qasimi, ‘Ilmu al-Lughah wa al-Sinâ‘ah al-Mu‘jamiyah, (al-Mamlakah alArabiyah al-Su‘ûdiyah: Jậmi’ah al-Malik Su’ud, 1991), h. 90. 30 Ahmad Izzan, Kamus Politik dan Diplomasi, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), h. 297. 31 Suryawinata, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek, h. 3.
xxv
hasil akhir penerjemahan, (3) materi yang diterjemahkan, dan (4) cara penerjemahan. 32 1. Penerjemahan menurut tujuannya: (a) penerjemahan pragmatis, yaitu penerjemahan
yang
mementingkan
ketepatan
(accuracy)
misalnya;
penerjemahan dokumen-dokumen teknik. (b) penerjemahan estetis puitis yang mengutamakan emosi, perasaan, dan dampak afektif. Seperti; penerjemahan puisi. (c) penerjemahan etnografis adalah terjemahan yang menjelaskan secara lengkap konteks kebudayaan bahasa sumber dan bahasa sasaran. Seperti, aspek sosial budaya Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (d) penerjemahan linguistik yang mengutamakan equivalensi kebahasaan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. 2. Terjemahan dilihat dari hasil akhir penerjemahannya: (a) Tingkat kesetiaan terjemahan terhadap teks aslinya dalam bahasa sumber, seperti; penerjemahan harfiah yaitu penerjemahan yang mengutamakan kesetiaan kata demi kata dalam teks aslinya. Kesetiaan dapat dilihat dari ketaatan penerjemah terhadap aspek tatabahasa teks sumber. Seperti, urutan-urutan bahasa, bentuk frase, bentuk kalimat. Akibat dari penerjemahan harfiah adalah hasil terjemahannya menjadi kaku dan sangat janggal bagi pembaca bahasa sasaran. Padahal, keduanya memiliki perbadaan yang mendasar. Hasilnya menjadi bahasa Indonesia yang bergramatika bahasa Arab dan sangat jangal untuk dibaca penutur bahasa sasaran.33 32
Vero Sudiati dan Aloys Widyamartaya, Panggilan Menjadi Penerjemah, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2005), h. 17. 33 Burdah, Menjadi Penerjemah, h. 16.
xxvi
(b) Penerjemahan yang tingkat kesetiaannya 60-70% terhadap teks aslinya. Terjemahan ini disebut penerjemahan bebas karena tidak memedulikan aturan tatabahasa dari bahasa sumber. Orientasi dari penerjemahan bebas adalah pemindahan makna. Penerjemahan ini biasa digunakan pada penerjemahan di antara dua bahasa yang memiliki perbedaan tatabahasa yang cukup signikan. Seperti penerjemahan teks-teks novel Arab ke dalam teks Indonesia.34 (c) Penerjemahan
saduran
merupakan
hasil
terjemahan
bebas
yang
mementingkan pesan, tetapi mengungkapkannya dengan kata-kata sendiri. Ada dua alasan dilakukannya penerjemahan saduran; (1) karena harus disesuaikan dengan jenis medianya: misalnya musik, puisi, drama, dan film. (2) karena pandangan penerjemah mengenai apa yang dianggapnya paling penting dari pembaca atau pendengar terjemahan. Misalnya; terjemahan karya sastra seperti puisi dan drama dengan menekankan bentuk-bentuk puisi, konotasi emotif, dan gaya bahasa. Contoh penerjemahan saduran adalah; terjemahan faktual (pragmatic translation) yang mengutamakan ketepatan penganalisaan fakta, khususnya dalam bidang niaga dan teknologi. Serta parafrasis (paraphrase) bertujuan untuk mempopulerkan isi bahasa sumber dalam bahasa yang hidup dan mudah dimengerti oleh pembaca terjemahan.35
34
Suryawinata, Terjemahan: Pengantar, h. 4. Sudiati dan Aloys, Panggilan Menjadi Penerjemah, h. 15-16.
35
xxvii
(d) Penerjemahan dinamis yaitu penerjemahan mencari padanan atau equivalensi yang sedekat mungkin dengan teks aslinya dalam bahasa sumber. Penerjemahan ini menekankan pada aspek padanan yang menuntut adanya penimbangan antara teks sumber dan hasil terjemahan. Baik dari segi proporsi linguistik maupun pesannya. Dengan menekankan aspek
padanan
dalam
penerjemahan,
maka
penerjemah
akan
mempertimbangkan aspek-aspek di luar pesan juga ditransfer ke dalam bahasa sasaran.36 Dalam hal ini perlu membangun definisi tentang penerjemahan yang mencakup baik pertimbangan pesan maupun pertimbangan padanan. Yang berarti penerjemah dapat mengkombinasikan antara kebebasan menyampaikan pesan dan ketepatan proporsi terjemahan dengan teks sumbernya tanpa ada keterikatan yang sangat formal dan literal dalam menerjemahkan. 3. Penerjemahan dilihat dari materi yang diterjemahkan. Seperti penerjemahan teks-teks ilmu pengetahuan, seni budaya, buku-buku popular maupun pengetahuan popular.37 4. Penerjemahan dilihat dari media penyampaian pesan, maka penerjemahan dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. (a) Untuk
penerjemahan
lisan
dipakai
istilah
interpretation
dan
penerjemahnya disebut interpreter (juru bahasa).38 Terjemahan lisan adalah terjemahan yang dihadirkan secara langsung begitu pemakai bahasa 36
Sudiati dan Aloys, Panggilan Menjadi Penerjemah, h. 14. Zudhridin, Terjemahan: Pengantar Teori, h. 4. 38 Zudhridin, Terjemahan: Pengantar Teori, h. 4. 37
xxviii
sumber selesai berbicara. Terjemahan lisan merupakan terjemahan yang dilakukan tanpa teks dan bersifat spontanitas.39 Ada dua jenis interpreter: (1) interpreter simultan (jeda), (2) interpreter konsekutif (tanpa jeda). Macam-macam interpreter: interpreter konferensi, interpreter kunjungan, interpreter hukum, interpreter medis, dan interpreter tanda bahasa. (b) Penerjemahan tulisan (translation) dan penerjemahnya disebut translator. Penerjemahan ini dilakukan secara tidak langsung. Artinya, terjemahan yang dilakukan dengan persiapan terlebih dahulu dan menggunakan teks. Di sini penerjemah menjadi mediator antara penulis teks sumber dan pembaca teks sasaran. Terjemahan tulisan merupakan penerjemahan yang paling banyak dilakukan, biasanya terjedi pada terjemahan naskah-naskah tulisan dan buku.40 Sementara Izzuddin Muhammad Najib menyuguhkan lima model terjemahan;41 Pertama, terjemah harfiah atau terjemah setia, yaitu penerjemahan yang menyalin teks asli (bahasa sumber) secara linier kata demi kata, tanpa perubahan struktur kalimat dan tanpa memperhatikan makna-makna istilah yang ada dalam bahasa sumber. Terjemahan model ini biasanya menghasilkan karya terjemahan yang sulit dipahami. Terjemahan ini hanya baik dilakukan bagi penerjemah pemula, sebagai latihan.
39
Burdah, Menjadi Penerjemah, h. 17. Burdah, Menjadi Penerjemah, h. 18. 41 Nur Mufid dan Kaserun, Buku Pintar, h. 10-15. 40
xxix
Kedua, terjemah bebas atau kreatif (tarjamah ibdaiyyah), disebut juga dengan menerjemahkan makna tanpa meninggalkan teks harfiah (tarjamah alMa‘na ‘ala hisab al-Nash al-Harfî). Dalam terjemahan model ini, penerjemah lebih mementingkan isi atau makna teks bahasa sumber, kemudian berusaha menyuguhkannya dalam gaya dan suasana bahasa sasaran; baik style, istilahistilah yang digunakan, estetika, bahkan tak jarang terjadi pembuangan (penyempitan/ tasghîr) atau penambahan (expansion/ tawassu‘) satu-dua kata atau lebih. Kelemahan terjemahan model ini adalah seorang penerjemah bisa jadi tidak menerjemahkan satu-dua kata yang menjadi kunci seluruh kalimat. Ketiga, terjemah harfiyat-maknawiyat. Ini adalah kompromi antara terjemah harfiah dan terjemahan bebas. Misalnya, penerjemahan ide (tarjamah alFikrah), yang biasanya dilakukan oleh penulis teks yang diterjemahkan itu sendiri, yang sebelumnya menulis dalam bahasa lain. Empat, terjemah tafsir (al-Tarjamah al-Tafsiriyah), yaitu penerjemahan terhadap pikiran-pikiran atau ide-ide yang “kabur” dalam bahasa sumber. Terjemahan tafsir tidak hanya digunakan dalam penerjemahan antarbahasa, tetapi sering pula digunakan dalam penerjemahan satu bahasa. Penambahan dilakukan dalam baris teks atau diletakkan dalam footnote. Terjemahan ini banyak dilakukan dalam penerjemahan teks-teks ilmiah yang sering menggunakan istilah-istilah asing, sehingga perlu ada penjelasan. Ada beberapa macam cara dalam terjemah tafsir; tafsir dengan menggunakan kata-kata, tafsir dengan menggunakan konteks bahasa atau konteks sosial atau situasi dan tafsir dengan menggunakan gambar.
xxx
Kelima, abstraksi (tarjamah talkhisiyah/ precise-translation). Ini adalah kebalikan dari terjemah tafsir, yaitu penerjemahan dengan hanya menyuguhkan pikiran-pikiran pokok dari teks asli, dengan membuang keterangan-keterangan yang tidak substantif.
F. Penilaian Terjemahan Rachayah Machali dalam bukunya,
Pedoman Bagi Penerjemah,
menyebutkan bahwa penilaian hasil terjemahan sangat penting dilakukan. Pentingnya penilaian ini berdasarkan pada dua alasan utama: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktek penerjemahan. Kemudian Machali membagi penilaian terjemahan ini menjadi dua jenis: penilaian umum dan penilaian khusus. Penilaian umum didasarkan pada kedua metode penerjemahan yang diajukan oleh Newmark (metode semantik dan metode komunikatif). Sementara itu, penilaian khusus berkenaan dengan teks-teks yang khusus, baik dalam hal jenisnya (misalnya; puisi, dokumen hukum, seperti akte) maupun dalam fungsinya, (misalnya; ekspresif, vokatif). Karena teks yang berbentuk puisi tentunya akan diterjemahkan dalam bentuk puisi pula. Sedangkan, pada saat melakukan penilaian umum terhadap suatu terjemahan, paling tidak ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan; (1) segi-segi penilaian (2) kriteria penilaian dan (3) cara penilaian.42 untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menilai beberapa versi teks Bsa dari teks Bsu yang sama.
42
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 108.
xxxi
1. Kriteria Penilaian Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas. Akan tetapi, karena penilaian karya terjemahan adalah relatif, maka validitas penilaian dapat dipandang dari aspek contant validity dan face validity. Alasannya adalah karena menilai terjemahan berarti melihat aspek isi (content) dan juga aspekaspek yang menyangkut ”keterbacaan” seperti ejaan. Dengan mendasarkan pada dua jenis validity ini, diharapkan aspek reabilitas akan dapat dicapai melalui kriteria dan cara penilaian berikut. Sebelum menentukan kriteria penilaian, perlu diketahui bahwa kriteria dasar yang menjadi pembatas antara terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah: tidak boleh adanya penyimpangan makna referensial yang menyangkut penulis asli. Kriteria kedua adalah: ketepatan pemadanan (linguistik, semantik dan pragmatik), kriteria ketiga adalah: kewajaran penggunaan dalam Bsa, peristilahan, ejaan. Maka kriteria penilaian yang akan dijelaskan didasarkan pada segi-segi ini, seperti dalam tabel berikut.43
43
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 115.
xxxii
Tabel 2.1 Penilaian Terjemahan Berdasarkan Kriteria Penerjemahan44 Segi dan Aspek A. Ketepatan Reproduksi Makna 1. Aspek linguistik (a) Transposisi (b) Modulasi (c) Leksikon (kosakata) (d) Idiom 2. Aspek semantis (a) Makna referensial (b) Makna interpersonal (i) gaya bahasa (ii) aspek interpersonal lain Misalnya; konotatif-denotatif 3. Aspek Pragmatis (a) Pemadanan jenis teks (termasuk maksud/tujuan penulis) (b) Keruntunan makna pada tataran kalimat dengan tataran teks E.
Kewajaran ungkapan (dalam arti
Kriteria
Benar, jelas, wajar
Menyimpang? (lokal/total) Berubah? (lokal/total) Menyimpang? (lokal/total) Tidak runtut? (lokal/total) Wajar dan/ harfiah
kaku) C. Peristilahan
Benar, baku, jelas
D. Ejaan benar, baku Catatan untuk tabel 1:
Benar, baku
a) ”lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase); b) ”total” maksudnya menyangkut 75% lebih bila dibanding dengan jumlah kalimat seluruh teks; c) Runtut maksudnya sesuai atau cocok dalam hal makna; d) Wajar artinya alami, tidak kaku (suatu terjemahan yang harfiah bisa kaku atau wajar bisa juga tidak); 44
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 116-117.
xxxiii
e) ”penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk ”perubahan” (misalnya perubahan gaya). 2. Cara Penilaian Cara penilaian hasil terjemahan ini dapat dilakukan dengan dua cara: cara umum dan cara khusus. Cara umum adalah cara yang relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan, sedangkan cara khusus terbatas hanya pada terjemahan tertentu. Machali melakukan penilaian terjemahan ini berangkat dari asumsi bahwa (1). Tidak ada hasil terjemahan yang sempurna, yang berarti tidak ada kehilangan informasi, pergeseran makna, transposisi, atau modulasi. Dengan istilah lain, tidak ada keruntutan sempurna dalam penerjemahan. Karenanya, terjemahan yang sangat baik pun hanya dikategorikan sebagai terjemahan hampir sempurna; (2) penerjemahan semantik dan komunikatif adalah penerjemahan yang mereproduksi pesan yang umum, wajar, dan dan alami; (3) penilaian terjemahan di sini adalah umum dan relatif. Menurut Machali, rambu-rambu di atas hanya sebatas pedoman, bukan ”harga mati”. Kemudian, penilaian itu sendiri dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama, penilaian fungsional. Artinya, kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum penulisan menyimpang. Bila tidak penilaian dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya. Tahap kedua, penilaian terinci berdasarkan segi-segi dan kriteria di atas. Tahap ketiga, penilaian terinci pada tahap kedua di atas digolongkan ke dalam skala kontinuum dan dapat diubah menjadi nilai. Untuk memudahkan penempatan golongan/ kategori, kriteria rinci pada tahap kedua diwujudkan dalam indikator umum, seperti pada tabel 2.
xxxiv
Berdasarkan tabel dua tersebut, kategori terjemahan dapat dikonversikan menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip pira mida. Artinya, semakin baik suatu kategori semakin ke atas arahnya, maka semakin kecil rentangan angka atau nilainya.45
Tabel 2.2 Rambu-Rambu Penilaian Penerjemahan46 Kategori
Nilai
Indikator
Terjemahan hampir sempurna
86-90 (A)
Penyampaian wajar;hampir tidak tera sa seperti penerjemahan; tidak ada kesalahan ejaan; tidak ada kesalahan atau penyimpangan tata bahasa; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.
Terjemahan sangat bagus
76-85 (B)
Tidak ada distorsi makna; tidak ada terjemahan harfiah yang kaku; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah; ada satudua kesalahan tata bahasa/ ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan).
Terjemahan baik
61- 75 (C)
Tidak ada distorsi makna; Ada terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 15% dari keseluran teks, sehingga tidak terlalu terasa seperti terjemahan; kesalahan tata bahasa dan idiom relatif tidak bisa dari 15% dari keseluruhan teks. Ada satu dua penggunaan istilah yang tidak baku/umum. Ada satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan).
45
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 117-119. Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 119-120.
46
xxxv
Terjemahan Cukup
46-70 (D)
Terasa sebagai terjemahan; Ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25%. Ada beberapa kesalahan idiom data/ tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25% keseluruhan teks. Ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak umum dan/ kurang jelas.
Terjemahan Buruk
20-45 (E)
Sangat terasa sebagai terjemahan; terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif) lebih dari 25% dari keseluruhan teks; distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% keseluruhan teks.
Catatan: 1. Nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen 2. Istilah “wajar” dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikasi” Menilai terjemahan adalah salah satu aktivitas paling penting dalam penerjemahan. Berkualitas tidaknya suatu terjemahan dapat ditentukan melalui penilaian yang akurat. Ada tiga alasan menilai terjemaha, yaitu untuk menilai keakuratan, kejelasan, dan kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti sejauhmana pesan dalam teks sumber (Tsu) disampaikan dengan benar dalam teks sasaran (Tsa). Kejelasan berarti sejauhmana pesan yang dikomunikasikan dalam teks sasaran dapat dipahami dengan mudah pembaca sasaran. Makna yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan makna yang ditangkap Tsa. Kewajaran berarti sejauhmana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca teks sasaran terkesan bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam bahasanya sendiri. Sesuai dengan tujuannya tersebut, ada beberapa tehnik penilaian yang dapat digunakan, yaitu; uji keakuratan, uji keterbacaan, uji kewajaran, uji keterpahaman, dan uji kekonsistenan. xxxvi
3. Tujuan Penilaian Menurut Larson, seperti dikutip Machali, ada tiga alasan menilai terjemahan. Pertama, penerjemah hendak meyakini bahwa terjemahannya akurat. Terjemahannya mengkomunikasikan makna yang sama dengan makna dalam Tsu. Makna yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan makna yang ditangkap pembaca Tsa. Tidak terjadi penyimpangan/ distorsi makna. Penerjemah perlu meyakini bahwa dalam terjemahannya tidak terjadi penambahan, penghilangan, atau perubahan informasi. Dalam usahanya menangkap dan mengalihkan makna Tsu ke Tsa, penerjemah bukan tidak mungkin secara tidak sadar menambah, mengurangi/menghilangkan informasi penting. Kedua, penerjemah hendak mengetahui bahwa terjemahannya jelas. Artinya, pembaca sasaran dapat memahami terjemahan itu dengan baik. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang elegan, sederhana, dan mudah dipahami. Untuk meyakini bahwa terjemahannya dapat dipahami dengan baik, penerjemah perlu meminta penutur bahasa sasaran (Bsa) untuk membaca naskah terjemahannya agar dapat memberikan isi teks/informasi yang disampaikan dalam terjemahan itu. Ketiga,
penerjemah
ingin
menguji
apakah
terjemahan
wajar.
Terjemahannya mudah dibaca dan menggunakan tatabahasa dan gaya yang wajar/ lazim digunakan oleh penutur Bsa, alami/ tidak kaku. Penerjemah perlu mengetahui bahwa terjemahannya terasa wajar sehingga pembaca Bsa seolah-olah membaca karangan yang ditulis dalam bahasanya sendiri, bukan hasil terjemahan.
xxxvii
BAB III ALI AUDAH DAN KARYA-KARYA TERJEMAHANNYA
A. Profil Ali Audah Ia adalah Ali Audah, yang 14 Juli lalu genap berusia 87 tahun. Lahir di Bondowoso Jawa Timur. Seorang Ali Audah yang namanya terkenal sebagai sastrawan, intelektual dan penerjemah andal ini ternyata tidak tamat madrasah ibtidaiyah. Karena menurutnya pada saat ia menjalani pendidikan formal, ada hal yang tidak ia sukai di sekolah, yaitu perlakuan diskriminasi terhadapnya. Akhirnya saat duduk di kelas II madrasah, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya di lembaga pendidikan manapun. Ia memilih untuk belajar secara mandiri-otodidak. Sejak kecil ia sangat gemar membaca, kemampuan belajarnya keras, ia belajar sendiri, membaca buku apa saja. Mulai dari kertas koran pembungkus kue, sampai majalah bekas dan buku-buku pelajaran atau bacaan sekolah teman sepermaiannya. Apalagi dekat tempat tinggalnya terdapat perpustakaan nasional. Di sana ia menghabiskan sepanjang waktu untuk membaca. Ia sendiri lupa mengapa tertarik pada sastra, tapi buku sastra pertama kali yang ia baca adalah karya Marajoe Soekma dari Banjarmasin. Tahun 1943, majalah sastrawan terbitan Malang memilih naskah drama karya Ali Audah sebagai yang terbaik, dan untuk pertama kali karyanya dimuat di majalah. Majalah sastrawan merupakan majalah papan atas untuk komunitas sastra zaman itu. Sebagai hadiahnya ia dapat berlangganan majalah selama setahun. Sejak saat itu rasa keingin-tahuannya semakin menyala. Buku jenis
xxxviii
apapun ia baca, mulai dari pengetahuan agama, sejarah dunia, hingga satra. Praktis dalam setiap hari, selain membaca, mencatat peristiwa sejarah atau kosakata dan lain-lain.47 Pada tahun 1949, di zaman revolusi ia mulai merintis karirnya dengan menerjemahkan cerita-cerita pendek dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian aktifitas ini beralih, ia pun menerjemahkan dari bahasa Arab-Indonesia. Peralihan ini berawal dari seorang sahabat Asrul Sani (Alm) yang menganjurkan untuk menerjemahkan naskah-naskah berbahasa Arab. Karena pada saat itu penerjemahan Arab-Indonesia terbilang langka. Meski Ali Audah lahir dari keluarga berdarah Arab, tidak serta merta ia tahu bahasa Arab dengan sendirinya. Oleh karena itu ia dengan keras mendidik dirinya agar mampu menguasai bahasa Arab dengan baik. Bukan hanya dalam komunikasi, membaca dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, tetapi juga menguasai seluk beluk tata bahasanya. Setelah ia merasa yakin baru Ia mulai serius menerjemahkan karya-karya berbahasa Arab. Dalam menerjemahkan ArabIndonesia ia mulai dengan cerita-cerita pendek karya sastrawan Mesir modern seperti Najib Mahfudz, Taha Husain, Mahmud Tymor. Dan pada tahun 1955, karya terjemahan Ali Audah mulai diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Nusantara di Bukit Tinggi. Untuk selanjutnya hasil karyanya banyak diterbitkan oleh Pustaka Jaya, Pustaka Firdaus dan Lintera Internusa.48 Keberhasilan Ali Audah bukanlah tanpa kerja keras. Ia mempunyai kemampuan membaca yang luar biasa diiringi dengan banyak latihan dan banyak 47
Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 agustus 2007. Ahmad Kholil, Firdaus, (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2005), h. 14.
48
xxxix
bertanya, sehingga dalam usia relatif muda ia sudah menumpahkan perhatian, pemikiran dan teneganya ke dalam dunia penerjemahan terutama karya-karya satra. Kedekatannya dengan temen-temen sesama penggiat sastra pada dekade 1950-1960, memiliki pengaruh besar pula pada kariernya. Banyak hal yang berkesan selama awal-awal proses kreatif tersebut. Mereka sering berkumpul di Balai Budaya, Jakarta. Sering memberi motivasi meskipun masing-masing dengan karakter dan sifat yang berbeda. Tahun 1972, Ia berhasil menerjemahkan buku setebal 800 halaman “Sejarah Hidup Muhammad” karya Husain Haekal. Dilanjutkan dengan “Sejarah Abu Bakar”, “Umar bin Khatab”, “Ustman bin Affan” hingga “Ali bin Abi Thalib” yang semuanya ditulis oleh pengarang yang sama. Menurutnya inilah buku terbaik yang pernah ia terjemahkan. Ketika itu, yang membuatnya tertarik untuk menerjemahkan karya-karya Muhammad Husain Haekal adalah karena keindahan bahasanya dan latar belakang pengarangnya yang seorang sastrawan terkemuka dunia Arab. DR. Haekal juga seorang biografer yang memiliki wawasan luas dan cermat dalam meneliti sampai hal-hal terkecil. Begitu pula, saat Ali Audah menerjemahkan tafsir karya Abdullah Yusuf Ali, ia dengan konsisten menelusuri ayat demi ayat dari tafsir tersebut. Dan ketika ia kuarang dari separuhnya, Prof. Ismail al-Faruqi ulama Amerika kelahiran Pakistan mengadakan perkumpulan bagi seluruh ulama yang pernah membaca tafsir al-Quran dalam bahasa Inggris. Untuk memilih tafsir terbaik versi Inggris, dan yang terpilih adalah tafsir karya Abdullah Yusuf Ali, yang berjudul “The Holy Quran: Text, Translation and Commentary.” Kenyataan inilah yang membesarkan hatinya,
xl
bahwa pilihannya tidahlah salah. Sebagai seorang penerjemah yang sangat tertarik akan bidang sastra, Ia hanya menerjemahkan karya-karya sastra, biografi, dan sejarah. Baginya:”The History and Biography is a Part of Literature”, (Sejarah dan biografi adalah bagian dari sastra). Ia tidak pernah menerima pesanan terjemahan dari departemen atau penerbit manapun, sehingga ia sering dianggap sebagai penerjemah idealis. Menurutnya sebelum menerjemahkan, ia harus mengetahui terlebih dahulu apa manfaat dan tujuan dari buku yang akan diterjemahkan. Kemudian mencari buku yang berkaitan dengan bidang tersebut. Meskipun ia tidak mengetahui apakah hasil terjemahannya akan diterbitkan, tetapi ia merasa berkewajiban menerjemahkannya. Syukur alhamdulillah, tidak ada satupun karya terjemahannya yang tidak diterbitkan. dan hingga saat ini karyakarya terjemahannya banyak dibaca orang.49 Pada tahun 1974, dibentuk organisasi bagi para penerjemah untuk pertama kalinya di Indonesia. Organisasi ini dinamakan Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), Ali Audah langsung ditunjuk sebagai ketuanya. Tahun 1976, ia mendapat tugas untuk mewakili Indonesia dalam konfrensi pengarang Asia-Afrika di Bagdad dan konferensi UNESCO di Paris pada tahun yang sama. Bukan hanya menulis dan menerjemahkan, Ali Audah juga aktif dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia intelektual, kebudayaan dan penerbitan. Diantaranya; ia pernah menjadi Direktur penerbit Tintamas, Jakarta (1961-1979), Anggota Penasehat majalah Horison (1968-1992), Dekan Fakultas Syariah, Universitas Ibnu Khaldun (1966-1977), Pembantu Rektor II (1971-1982), kemudian
49
Wawancara Pribadi dengan Ali Audah.
xli
Pembantu Rektor I (1982-1985) Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, ia juga pernah menjadi anggota dewan kesenian Jakarta (1971-1980), Dosen di Institut Kesenian Jakarta (1971-1980), wakil ketua Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (1978-1984), anggota Badan Pertimbangan Buku Nasional Departemen Pendidikan (1978-1985), Dosen di Institut Pertanian Bogor, serta wakil ketua yayasan Amal Mulia. Meskipun saat ini, ia tidak lagi disibukkan oleh segala profesi dan kegiatan organisasi, ia tetap aktif menulis cerita-cerita pendek, terjemahan, artikel, kolom, kritik dan saran yang dimuat di berbagai harian ibukota seperti Pedoman, Abadi, Indonesia Raya, Kompas, Sinar Harapan, dan beberapa majalah sastra dan budaya terkemuka seperti; Mimbar Indonesia, Siasat, Zenith, Indonesia, Budaya Jaya, Horison.50 Kontribusi yang telah ia berikan bagi penerjemahan di Indonesia tidaklah sedikit. Tetapi ia beranggapan, apa yang telah dilakukannya tidak seberapa. Karena dari awal ia tidak berniat untuk meraih penghargaan atau jabatan. Semua ia lakukan dengan niat tulus, semata-mata demi ilmu. Ia pun tidak paham, jika pada akhirnya apa yang ia lakukan membuatnya mendapatkan tugas dan amanah di banyak tempat. Namun begitu ia selalu berpikir positif, bagaimanapun tambahan aktifitas tersebut, jangan sampai menghalangi proses kreatif yang ia jalani. Justru sebaliknya, bisa memacu semangatnya untuk berkarya lebih banyak lagi. Karena ia berprinsip, berambisi dalam menciptakan suatu karya boleh saja asal dilakukan dengan cara yang jujur.
50
www. google. com/ali audah, 28 januari 2008, pukul: 11.15 wib.
xlii
B. Karya-Karya Ali Audah Dalam opini umum yang berkembang dewasa ini, salah satu faktor penting yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas keilmuaan seseorang adalah berapa banyak jumlah dan sejauh mana hasil karya-karya yang telah dihasilkan. Selain sebagai penerjemah Ali Audah juga seorang penulis. Ia mulai menulis pada tahun 1955, ia dikenal sebagai penulis yang mempunyai kecenderungan religius, karena pemikiran-pemikirannya tentang sejarah dan peradaban dunia, khususnya Islam. Dari jumlah terjemahan yang dihasilkan, Ali Audah termasuk penerjemah yang sangat produktif. Ali Audah dikenal sebagai novelis yang memiliki kecenderungan religius, dan novel pertama yang merupakan karyanya berjudul Jalan Terbuka. Novel ini menceritakan tentang sifat pesimis, sinis, dan penuh keragu-raguan dalam diri seorang pemuda dalam menjalani kehidupannya. Namun, kemudian berganti menjadi sifat-sifat positif, optimis dan keyakinan yang menggebu-gebu setelah ia menemukan suatu jalan terbuka, yaitu agama Islam dalam hidupnya.51 Selain menulis novel, ia juga menulis beberapa cerita-cerita pendek, buku referensi; yaitu panduan kata dalam al-Quran yang berjudul Konkordansi Quran, dan Kamus Arab- Indonesia. Sedangkan dari jumlah terjemahan yang dihasilkan, Ali Audah termasuk penerjemah yang produktif, karena tidak kurang dari 280 karya terjemahan yang dihasilkannya hingga kini. Salah satu terjemahannya yang fenomenal adalah buku biografi Khulafa ar-Rasidin karya M.Husain Haekal. Karya terjemahan ini
51
Ali Audah, Jalan Terbuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997).
xliii
mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat, karena sangat penting untuk diterjemahkan, studinya yang mendalam dan cermat serta diteliti dari sumbersumber Islam. Ditambah lagi karena pengarangnya sendiri adalah seorang sastrawan dan biografer Mesir modern yang terkenal. Selain karya-karya Haekal, ia juga banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab lainnya, baik novel maupun cerpen. Di samping buku-buku berbahasa Arab, ia pun menerjemahkan buku berbahasa Inggris. Di antaranya karya M. Iqbal yang berjudul: The Reconstruction of Religious Thought in Islam, 1966. begitu pula dengan novel berbahasa Inggris dengan judul Midaq Alley (Lorong Midaq, 1991) karya Najib Mahfuz. Ia adalah seorang sastrawan Mesir yang berhasil memperleh nobel pada tahun 1988, lewat karyanya yang sangat populer. Dalam karya Midaq Alley ini, ia mengungkapkan gambaran kehidupan masyarakat Mesir pasca perang dunia II. Gambaran tentang kenyataan sebuah kehidupan di suatu daerah yang terpencil dan terisolasi dari dunia luar. Namun, mereka tetapmelakukan aktifitas dan kesibukan dengan cara hidupnya sendiri, mereka itu adalah penghuni lorong midaq.52 Masih banyak lagi karya-karya terjemahan Ali Audah yang lain, seperti; Oedipus dan Theseus (1979), Maria Antoinette (1986), The Holy Quran karya A. Yusuf Ali, yaitu tafsir terbaik dalam bahasa Inggris yang diakui oleh ulama seluruh dunia dalam konferensi yang diselenggarakan di New York dan dipimpin oleh al-Faruqi.
52
Najib Mahfuz, Midaq Alley (terj), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991).
xliv
Tabel 3.1 Karya Asli Ali Audah Karya Asli
Genre
Tahun
Malam Bimbang
cerpen
1961
Murka
cerpen
1963
Hari Masih Panjang
cerpen
1963
Jalan Terbuka
novel
1971
Icih
cerpen
1972
Ibn-Khaldun
studi biografi
1989
Konkordansi Quran
buku referensi
1991
Kamus Arab-Indonesia
1995
Ensiklopedi Tematis
2008
Tabel 3.2 Karya Terjemahan Ali Audah (Arab-Indonesia) Karya Terjemahan Arab-Indonesia
Genre
Tahun
Sejarah Hidup Muhammad
biografi
1972
Abu Bakr As-Siddiq
biografi
1995
Umar bin Khattab
biografi
1998
Ustman bin Affan
biografi
2001
Suasana Bergema
cerpen
1959
Peluru dan Asap
novel
1963
Kleopatra dalam Konferensi Perdamaian
cerpen
1966
Genta Daerah Wadi
cerpen
1967
Lampu Minyak Ibu Hasyim
novel
1976
Kisah-Kisah dari Mesir
cerpen
1977
Setan dalam Bahaya
novel
1978
Murba
novel
1979
Saat Lonceng Berbunyi
novel
1982
Di Bawah Jembatan Gantung
novel
1983
Hari-Hari Sudah Berlalu
novel
1985
Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam
novel
1986
xlv
Tabel 3.3 Karya Terjemahan Ali Audah (Inggris-Indonesia) Karya Terjemahan Inggris-Indonesia
Tahun
Penulis
The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Membangun Kembali Pemikiran Agama dalam Islam)
1966
Muhammad Iqbal
Midaq Alley (Lorong Midaq)
1991
Najib Mahfuz
Oedipus dan Theseus
1979
Andre Gide
Maria Antoinette
1986
Stefan Zweig
The Holy Quran (buku ini merupakan tafsir terbaik dalam bahasa Inggris yang diakui oleh seluruh ulama saat konferensi yang diselenggarakan di New York)
Abdullah Yusuf Ali
C. Tehnik dan Seni Penerjemahan Ali Audah Ali Audah berpendapat bahwa tehnik dan seni penerjemahan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, dan harus dimiliki oleh seorang penerjemah. Tata cara dan sistem penerjemahan berdasarkan kaidah-kaidah bahasa yang baku dan digunakan secara luas dalam komunikasi di kalangan masyarakat modern pengguna bahasa. Sedangkan seni berkaitan dengan keindahan rasa bahasa yang bersumber dari bakat berbahasa yang kemudian diperkaya dengan banyak membaca, memperhatikan dan mempelajari karya-karya tulis bernilai sastra. Seni sama halnya dengan bakat berbahasa, jadi seorang penerjemah juga harus memiliki bakat berbahasa, yaitu kemampuan membuat dan menyusun kalimat dengan baik dan benar. Bakat itu tidak harus istimewa, hanya sedikit di atas rata-rata kiranya sudah memadai. Namun bakat saja tentulah tidak cukup, banyak membaca, banyak belajar dan banyak berlatih itulah langkah selanjutnya
xlvi
andai bisa dirumuskan dalam presentase, maka cukuplah bakat itu hanya 30% saja dan yang 70% lagi latihan dan praktik.53 Oleh karenanya, sebelum melakukan proses penerjemahan, menurut Ali Audah seorang penerjemah harus mengetahui dan mengenal terlebih dahulu struktur dan karakter bahasa Arab.
1. Penggunaan Jumlah Fi’liyah dan Jumlah Ismiyah dalam bahasa Indonesia, kita mengenal pola kalimat inversi, yang dalam bahasa Arab disebut Jumlah Fi’liyah, yaitu kalimat yang mendahulukan predikat dari pada subyek. Contoh :
“Allah menjanjikan kamu harta rampasan yang banyak”54 Tetapi pola kalimat yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia adalah pola susunan biasa, dan dalam bahasa Arab disebut Jumlah Ismiyah. Dalam bahasa Arab, pola Jumlah Fi’liyah dan Jumlah Ismiyah keduanya banyak digunakan. Jumlah Ismiyah biasanya digunakan pada hal-hal sebagai berikut: a. Bila perhatian ditujukan pada benda (isim) Contoh:
“janji Allah itu benar”55 53
Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 Agustus 2007. QS. Al-Fath (48): 20. 55 QS. Fâtir (35): 5. 54
xlvii
b. Bila suatu Pernyataan perlu penegasan (taukid) Contoh:
“agama yang diridhoi Allah adalah Islam”56
c. Untuk menyatakan kebiasaan atau perbuatan yang terjadi berulang-ulang Contoh:
“matahari terbit dari arah timur dan terbenam ke arah barat”
2.
( menolak terlebih dahulu baru dikuatkan)
Kata
yang diahulukan kata
merupakan karakter
bahasa Arab untuk memberikan tekanan pada kata sesudah
,
tetapi dalam
penerjemahannya tidak diterjemahkan secara harfiyah. Contoh:
“Hanya Bilal yang memanggil (mengumandangkan azan)” Contoh :
”hanya satu pegawai yang tidak datang”
56
QS. Ali Imrân (3): 19.
xlviii
3.
Makna (
)
Penerjemahan struktur yang sebenarnya kurang begitu penting, seperti
, ( ﻧﺼﺐkata sandang dan proposisi) itu selalu harus diterjemahkan. Kecuali apabila huruf-huruf Jar itu bersama dengan kata lain yang membentuk arti secara idiomatik. Makna huruf Jar pada garis besarnya dapat dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu: a. -
ﻣﻦ
yang bermakna sebagai kata depan, diantaranya: (dari, karena, dengan, tentang dan di)
Contoh:
saya sakit karena sangat kedinginan
dia memandang dengan cara sembunnyi-sembunyi
apa saja yang mereka perbuat di bumi
aku lupa tentang hal ini -
(kepunyaan, bagi, untuk, kepada, karena, dsb)
Contoh :
”Ahmad mengikuti perlombaan bela diri untuk mengetahui kemampuannya dalam bela diri.”
xlix
”Setiap muslim itu berkorban menurut kepada orang lain.”
-
kemampuannya dan memberikannya
(ke, kepada, sampai, di)
Contoh :
Bicaralah kepadanya dengan sopan
Dia tiba di Kairo lewat jalan udara b.
ﺟﺮ
bersama kata lain membentuk arti secara idiom selain berarti
sebagai kata depan, ia juga banyak digunakan setelah
ﻓﻌﻞ،
dan kata
sifatnya secara idiomatik. Contoh:
benci
:
memperhatikan
:
senang
:
marah
: ﻋﻠﻰ
ﻏﻀﺐ
Kata-kata seperti contoh di atas, tidak pernah digunakan tanpa diikuti oleh huruf Jar pasangannya. Di samping itu terdapat pula kata kerja lain yang bila diikuti oleh huruf Jar akan berubah maknanya. Contoh:
Saya memikirkan masalah itu.
l
c.
ﺟﺮ
berfungsi sebagai penegas makna kalimat. Di samping dapat
diartikan sebagai kata depan dan digunakan secara idiomatik, ada beberapa huruf Jar yang berfungsi sebagai penegas makna suatu kalimat secara keseluruhan, bisa diterjemahkan dengan “sungguh, sesuatupun, sedikitpun, betul-betul dan sebagainya. Huruf Jar ini disebut huruf (huruf Jar tambahan) dan yan sering dijumpai adalah huruf “
”.
Contoh: Dia tidak punya harta. Dia tidak punya harta sedikitpun.
Untuk huruf ﻧﺼﺐseperti ﻰ
, kata ini tak selalu bermakna “sampai” atau
“hingga” tetapi lebih tepat diterjemahkan dengan “sebelum” atau “kecuali”, terutama bila didahului unsur-unsur kata ingkar ( Contoh:
)
”Kamu tidak akan mencapai kebaikan hingga kamu menafkahkan sebagian yang kamu cintai.”57 Terjemahan yang lebih tepat menurut Ali Audah yaitu, ”Kamu tidak akan mencapai kebaikan sebelum kamu menafkahkan sebagian yang kamu cintai.” 4. Dalam susunan kalimat bahasa Arab ada dua macam kalimat yaitu: (a). Jumlah Ismiyah yang terdiri dari mubtada (subyek) dan khabar (predikat)
57
QS. Ali Imrân (3): 92.
li
(b). Jumlah Fi’liyah yang terdiri dari fi’il (predikat) + fail (subyek) + mafu’l (keterangan). Namun tidak demikian dalam bahasa Indonesia. 5. Dalam bahasa Arab tidak ada huruf
kapital. Oleh karena itu, sebaiknya
seorang penerjemah tidak hanya menguasai dua bahasa, tetapi ia juga harus menguasai budaya. Dan itu hanya dapat diketahui dengan banyak membaca serta sunguh amat baik jika disertai dengan bahasa asing ketiga sebagai bahan pertimbangan. Ali Audah menyatakan bahwa seorang penerjemah juga harus mengetahui unsur dalam penerjemahan. Unsur dalam penerjemahan ada dua, yaitu tehnik penerjemahan
dan
seni
penerjemahan.
Yang
dimaksud
dengan
tehnik
penerjemahan adalah tata cara dan sistem penerjemahan berdasarkan kaidahkaidah bahasa yang baku dan digunakan secara luas dalam komunikasi di kalangan masyarakat pengguna bahasa. Sedangkan seni berkaitan dengan keindahan rasa bahasa yang bersumber dari bakat berbahasa yang kemudian diperkaya dengan banyak membaca, memperhatikan dan mempelajari karya-karya tulis bernilai sastra. Penerjemahan itu melibatkan penerjemah, juru bahasa, dan penerjemah tersumpah. Menurut pengamatan dan pengalaman Ali Audah selama 50 tahun, sebagai penerjemah maupun juru bahasa sejak tahun 1949. seseorang tidak dapat menjadi juru bahasa sebelum ia menjadi penerjemah. Artinya seorang juru bahasa harus menguasai tehnik penerjemahan dengan sesempurna mungkin. Di samping itu, juru bahasa harus menguasai bahasa sasaran dan tujuan secara mendalam. Saat ini banyak buku yang membahas mengenai tehnik dan cara menerjemahkan dengan benar, masing-masing buku memakai sudut uraian yang
lii
berbeda. Karena ilmu penerjemahan itu mencakup pengalaman yang tentunya tidak cukup mempelajari dari buku saja. Namun pengalaman membuktikan, semakin banyak semakin baik. Buku mana yang diperlukan tergantung kebutuhan.58
D. Langkah-langkah Penerjemahan Ali Audah Proses atau tahap penerjemahan merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada waktu ia melakukan penerjemahan. Proses penerjemahan yang sering digunakan oleh banyak penerjemah adalah proses penerjemahan karya Nida. Ia membagi proses penerjemahan menjadi tiga tahap:59 Tahap pertama, pada waktu seorang penerjemah menghadapi teks Bsu, ia harus memiliki latar belakang ilmu pengetahuan yang diterjemahkan itu. Kegagalan dalam memahami teks akan berakibat hasil terjemahannya melenceng dari isi (content) atau pesan (message) teks bahasa sumbernya. Di samping seorang penerjemah harus menguasai masalah pokok dari materi yang diterjemahkan, ia harus pula menguasai Bsu dengan baik sekali. Tahap kedua, atau Tahap Pengalihan. Seorang penerjemah harus mampu mencarikan padanan untuk semua kata, frasa, klasa, kalimat, dan bahkan mencarikan padanan untuk seluruh wacana. Tahap satu dan dua dapat diulangulang, dibolak-balik dalam rangka lebih memahami teks agar pengalihannya baik dan benar. Sehingga menghasilkan terjemahan yang bagus dan dapat dipercaya. 58
Wawancara Pribadi Dengan Ali Audah, Bogor, 20 Agustus, 2007. M. Syarif H, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h. 5.
59
liii
Tahap ketiga, atau Restrukturisasi. Tahap ini juga disebut sebagai tahap penyelarasan. Setelah penerjemah menemukan semua padanan dalam Bsa, kemudian ia menuangkan semua padanan itu ke dalam draft atau rencana penerjemahannya. Dalam tahap penyelarasan ini, tidak mudah bagi penerjemah untuk melakukannya seorang diri, tanpa meminta bantuan orang atau pakar lain. Dan apabila seorang penerjemah menginginkan hasil terjemahannya bagus dan dapat dipercaya, sebaiknya ia perlu bekerja dengan orang lain dalam suatu tim yang solid supaya hasil terjemahannya benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.60 Tahap-tahapan ini yang umum digunakan oleh para penerjemah sebagai prosedur dalam penerjemahan, begitu pula dengan Ali Audah. Dalam proses penerjemahan peneliti menemukan bahwa Ali Audah menggunakan strategi dan cara yang kurang lebih sama. Yaitu; tahap analisis teks Bsa, pengalihan pesan dan restrukturisasi. Seperti yang ditunjukkan berikut ini; Bagan 3.1 Tahap Dalam Penerjemahan
BSU
BSA
(Analisis)
(Restrukturisasi)
(Transfer)
60
M. Syarif H, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h. 6-7.
liv
Secara rinci, langkah-langkah penerjemahannya adalah sebagai berikut; Pertama, Ali Audah membaca keseluruhan teks untuk menangkap ide, tema dan gagasan umum dari teks yang akan diterjemahkan. Biasanya, ia langsung mencatat, dan menandai kosa kata dan istilah yang belum diketahui padanannya. Dan jika diperlukan, ia akan membaca sekali lagi teks yang akan diterjemahkan, ini dilakukan untuk menangkap seluruh isi teks; sampai detil– detilnya. Ia juga harus mengetahui arti istilah-istilah yang digunakan. Biasanya ia menggunakan kamus Lisân al-‘Arab dalam proses ini. Kedua, kemudian ia membaca paragraf demi paragraf. Dikarenakan mayoritas terjemahannya berupa karya sastra, jadi ia tidak hanya menerjemahkan makna dari Tsu, tetapi ia juga harus mentransfer semua isi dan maksud yang terkandung dalam Tsu secara mempuni. Menurut kaidah tata bahasa Indonesia, hal ini menyangkut pemilihan dan penggunaan padanan kata (equivalent) yang benar. Selain itu dalam menerjemahkan pemakaian gaya bahasa (style) yang bagus dan umum dipakai dalam bahasa sasaran. Begitu pula dari segi estetika bahasa dalam Tsu yang dialihkan ke dalam Tsa untuk memberikan rasa, baik melalui irama maupun metafora. Ketiga, Ali Audah membaca kalimat perkalimat, lalu menerjemahkannya. Kemudian melakukan revisi–revisi untuk menyesuaikan hasil terjemahan dengan Bsu, juga melakukan koreksi–koreksi teknis akan kesalahan tanda baca. Terakhir, ia membaca kembali hasil terjemahan untuk menemukan diksi, kata penghubung dan istilah–istilah yang paling tepat dan sesuai dengan Bsa. Kemudian, untuk memastikan bahwa sudah tidak ada lagi kesalahan gramatikal, gaya bahasa mupun pemakaian istilah, ia membaca terjemahannya lagi.
lv
BAB IV ANALISIS PENERJEMAHAN ALI AUDAH DALAM BUKU ABU BAKR AS-SIDDIQ PADA BAB ABU BAKR PADA MASA NABI
D. Metode Penerjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi Dalam buku Abu Bakr As-Siddiq pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi, penulis menganalisis metode penerjemahan yang digunakan oleh Ali Audah berdasarkan teori metode penerjemahan Newmark yang dikenal dengan diagram V. Ciri-ciri dari metode penerjemahan semantis, dapat diamati dari beberapa analisis teks terjemahan berikut, yang penulis sajikan dalam tabel terlampir.
Tabel 4.1. Metode Penerjemahan Semantik No
Bahasa sasaran/ Tsa
Bahasa sumber/ Tsu
.
1
Abu Bakr pada Masa Nabi
2
Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan.
3
Setelah Abu Bakr menjadi tokoh sebagai muslim yang penting, baru nama ayahnya disebutsebut. Ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada.
4
.
.
.
Kabilah dan kepemimpinannya
lvi
5
Banu Taim bin Murrah menyusun masalah diyat (tebusan darah) dan segala macam ganti rugi.
6
Meskipun penulis-penulis kemudian ada yang menyimpulkan bahwa dijuluki begitu karena ia orang paling (dini) dalam Islam disbanding dengan yang lain
.
ﺑﻜﺮ
Pada kalimat pertama, kata
diterjemahkan oleh Ali Audah “pada
masa”. Terjemahan ini dipilih karena, akan terbaca lebih luwes oleh pembaca Tsa. Dibandingkan apabila diterjemahkan dengan “dalam kehidupan” yang menggunakan terjemahan setia, karena terjemahan seperti ini masih berpegang teguh pada arti dari kata per kata pada kalimat tersebut. Pada kata
dalam kalimat di atas diterjemahkan “tidak juga
memuaskan” Ali Audah tidak menerjemahkan dengan “tidak ada kekayaan di dalamnya”. Kecenderungan terjemahan tersebut, nampaknya karena ia tidak ingin menghilangkan unsur estetika yang terdapat pada Tsu, dan mengkompromikan makna Tsa, terjemahannya pun masih dalam batas wajar dan lebih nyaman dari pada jika diterjemahkan secara harfiah, karena pastinya akan terbaca sangat kaku. Dalam kalimat berikutnya, Ali Audah berupaya menghasilkan kembali makna kontekstual Tsu yang tepat dan jelas pada Tsa. Kalimat ِﻪ
lvii
Diterjemahkan “baru nama ayahnya disebut-sebut”, penerjemah tidak dibatasi oleh struktur gramatikal pada Tsu, misalnya diterjemahkan “nama ayahnya disebut setelah Abu Bakr menjadi tokoh muslim yang penting”. Kalimat
diterjemahkan “ada pengaruh Abu Bakr dalam
kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada”. Tampak terjemahan Tsa lebih panjang dari Tsu, karena Ali Audah menambahkan beberapa kata yang tidak terdapat dalam Tsu, namun disajikan dalam Tsa sebagai penekanan. Karena jika hanya diterjemahkan “ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya” saja. Kemungkinan pembaca Tsa tidak menangkap penekanan yang dimaksud oleh penulis asli. Kata bermuatan budaya yang sudah cukup dikenal oleh pembaca Tsa, seperti kata
diterjemahkan oleh Ali Audah secara apa adanya.
Terjemahannya pun lebih spesifik dan tamapak ringkas dibandingkan, bila diterjemahkan “kepemimpinan Abu bakr dalam kabilahnya”. Kata yang digarisbawahi
diterjemahkan oleh Ali Audah dengan
menambahkan kata “menyusun” pada terjemahannya. Ini dilakukan agar terjemahan terasa nyaman dibaca oleh pembaca Tsa. Karena apabila kata “menyusun” tidak dimunculkan, maka terjemahannnya menjadi “Banu Taim bin Murrah masalah diyat (tebusan darah) dan segala macam ganti rugi." Terjemahan seperti ini akan menjadi rancu dan sulit dipahami. Atau kalau diterjemahkan mengikuti bahasa sumbernya menjadi "Masalah diyat dan segala
lviii
bentuk ganti rugi milik Banu Taim”. Sedangkan untuk kata yang bermuatan budaya
diterjemahkan dengan kata yang netral dan istilah
fungsional. Ali Audah menerjemahkan kata
ﺑﻜﺮdengan “orang yang paling (dini)”,
terjemahan tersebut merupakan padanan yang tepat untuk disesuaikan dengan kalimat di atas. Karena jika diterjemahkan dengan arti sebenarnya yang terdapat pada kamus, maka terjemahan untuk kata
ﺑﻜﺮadalah “perawan” yang pastinya
akan terasa janggal bila diterjemahkan demikian. Dari
beberapa
terjemahan
Ali
Audah
di
atas,
penulis
dapat
mengkategorikannya sebagai penerjemahan semantis. Hal ini berdasarkan dari ciri-ciri
penerjemahan
semantis
yang
tampak
pada
Tsa,
yaitu;
Hasil
terjemahannya terbaca lebih luwes dan fleksibel, dibandingkan dari penerjemahan harfiah maupun setia. Terjemahannya juga mempertimbangkan unsur estetika dengan mengkompromikan makna pada Tsa, selama masih dalam batas wajar. Sedangkan untuk kata yang bermuatan budaya, diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional. Terjemahan juga dapat mereproduksi makna kontekstual Tsu yang tepat pada Tsa. Metode penerjemahan semantis mengutamakan makna, serta berorientasi pada Tsu.
2. Metode Penerjemahan Komunikatif Penulis dapat menilai bahwa Ali Audah juga menggunakan metode penerjemahan komunikatif pada terjemahannya ini, terlihat dari cirri-ciri
lix
penerjemahan komunikatif, yaitu penerjemahan yang memperhatikan prinsipprinsip komunikasi. Berikut beberapa contoh kalimat dari penerjemahan komunikatif yang terlampir pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Metode Penerjemahan Komunikatif No Bahasa sasaran/Tsa 1 Sumber-sumber yang sampai kepada kita, mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu. 2
3
4
Bahasa sumber/Tsu
.
Apa yang diceritakan tentang kedua orangtuanya tidak lebih dari sekedar menyebut nama saja.
.
Pada zaman jahiliah masalah penebusan darah ini ditangan Abu Bakr tatkala posisinya cukup kuat dan dia juga memegang pimpinan kabilahnya.
.
Oleh karena itu, bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan Quraisy, mereka pun percaya dan mau memberikan tebusan itu yang tak akan dipenuhi sekiranya orang lain yang memintanya.
.
Ali Audah menggunakan metode penerjemahan komunikatif pada kalimat diterjemahkan “mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu.” Hal ini dikarenakan, ia cenderung mementingkan pembaca Tsa agar dapat
lx
langsung memahami pemikiran dan kandungan pesan yang terdapat pada Tsu. Pada kalimat yang digarisbawahi, ia melakukan parafrase yang tepat dan tidak keluar dari konteks Tsu. Jika diterjemahkan secara apa adanya, maka terjemahannya akan menjadi “mengenai masa kecil Abu Bakr” terjemahan tersebut tidak dapat memberikan informasi yang cukup mengenai kondisi masa kecil Abu Bakr yang memang tidak banyak diungkapkan dalam sejarah hidupnya. Kata
diterjemahkan “tidak lebih dari sekedar
menyebut nama saja”. Ali Audah mengutamakan maksud dari penulis Tsu, meski tidak harus sama persis kata dan gaya bahasa, asalkan pembaca Tsa mendapat pesan yang sama dengan pembaca Tsu. Terjemahannya pun tampak lebih ringkas dari pada Tsu serta cukup informatif. Ia tidak menerjemahkan kalimat tersebut dengan “tidak menyebut nama mereka berdua”, karena akan terasa janggal dan tidak sesuai dengan prinsip komunikasi bagi kalangan pembaca Tsa. Kata
diterjemahkan oleh Ali Audah dengan “di tangan Abu
Bakr”, bukan “kepada Abu Bakr atau ke Abu Bakr”. Karena penerjemah memprioritaskan pembaca Tsa agar dapat memahami pikiran dan kandungan budaya Tsu, di sini ia memberikan padanan yang tepat untuk kata Untuk kalimat berikutnya
. yang
diterjemahkan “bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan Quraisy”, Ali Audah mereproduksi makna kontekstual Tsu ke dalam Tsa meski tidak harus persis sama kata dan gaya bahasa. Di sini penerjemah memberi variasi
lxi
terjemahan dengan memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Ia menambahkan kata “harus dan bantuan”, agar isi dan bahasanya dapat dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca Tsa. Pada prinsipnya penerjemahan komunikatif berupaya memberikan makna kontekstual Tsu yang tepat sedemikian rupa. Sehingga isi dan bahasanya dapat diterima oleh pembaca Tsa. Metode ini sesuai dengan namanya yaitu memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yang disini adalah khalayak pembaca Tsa dan tujuan dari penerjemahan. Maka melalui metode ini, suatu versi Tsu dapat diterjemahkan menjadi versi Tsa sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Dalam metode penerjemahan komunikatif ini penekanannya pada Tsa serta lebih mengutamakan pesan dari penulis asli. Selain menggunakan metode penerjemahan semantik dan komunikatif, Ali Audah juga menggunakan penerjemahan bebas. Berikut terlampir pada tabel beberapa contoh kalimat yang menjadi ciri dari metode penerjemahan bebas.
Tabel 4.3 Metode Penerjemahan Bebas No
Bahasa sasaran/ Tsa
1
Masa kecil dan terbatasnya berita. Sumber-sumber yang sampai kepada kita mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat ini. Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan. Apa yang diceritakan tentang kedua orang tuanya tidak lebih dari sekedar menyebut nama saja. Setelah Abu Bakr menjadi muslim yang penting, baru nama ayahnya disebutsebut. Ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada.
lxii
Bahasa sumber/ Tsu
.
. .
Tetapi yang menjadi perhatian sejarawan waktu itu justru yang menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Quraisy. Tak bedanya mereka itu dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. Dengan melihat pertaliannya pada salah satu kabilah, sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka. Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka percaya pada prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati yang lain menganggap penilaian demikian sudah berlebihan, dan ini yang membuat mereka tidak cermat dalam meneliti. 2
3
Setiap kabilah yang tinggal di Mekah punya keistimewaan tersendiri, yakni ada tidaknya hubungannya dengan sesuatu jabatan di Ka'bah, Untuk Banu Abd Manaf tugasnya siqâyat dan rifâdat, untuk banu Abdid-Dar, liwâ, hijâbat, dan nadwat, yang sudah berjalan sejak sebelum Hasyim, kakek Nabi labir. Sedangkan pimpinan tentara dipegang oleh Banu Makhzum, nenek moyang Khalid bin Walid, dan Banu Taim bin Murrah menyusun masalah diat (tebusan darah) dan segala macam ganti rugi. Disebut juga, bahwa sebelum Islam ia bernama Abdul Ka'bah. Setelah masuk Islam oleh Rasullah ia dipanggil Abdullah. Ada juga vang mengatakan bahwa tadinya ia bernama Atiq. karena dari pihak ibunya tak pernah ada anak laki-laki yang hidup. Lalu ibunya bernazar jika ia melahirkan anak lakilaki akan diberi nama Abdul Ka'bah dan akan disedekahkan kepada Ka'bah. Sesudah Abu Bakr hidup dan menjadi besar, ia diberi nama Atiq. Seolah ia telah dibebaskan dari maut. Tetapi sumber-sumber itu lebih jauh menyebutkan bahwa Atiq itu bukan namanya, melainkan suatu julukan karena warna kulitnva yang putih. Sumber yang lain lagi malah menyebutkan. Bahwa ketika Aisyah putrinya ditanyai: mengapa Abu Bakr diberi nama Atiq ia menjawab: Rasulullah memandang kepadanya lalu katanya: ini yang dibebaskan Allah dari api neraka; atau karena suatu hari Abu Bakr datang dengan sahabat-sahabatnya lalu Rasulullah berkata: Barang siapa yang ingin melihat orang yans dibebaskan dari neraka lihatlah ini. Mengenai gelar Abu Bakr yang dibawanya dalam hidup sehari-hari sumber-sumber itu tidak menyebutkan alasannya, meskipun penulis-penulis kemudian ada yang menyimpulkan bahwa dijuluki begitu karena ia orang paling dini dalam Islam dibanding dengan yang lain.
lxiii
.
ﳌﻘﻴﻤﺔ ،
.
.
.
ﳌ
ﲟ
Kalimat “
” diterjemahkan oleh Ali Audah dengan “masa kecil
dan terbatasnya berita”. Padahal kata “terbatasnya berita” tidak terdapat pada Tsu. Jika Ali Audah hanya menerjemahkan “masa kecil Abu Bakr” tanpa menambahkan kata “terbatasnya berita”, tentu pembaca Tsa tidak mengetahui bahwa memang hanya sedikit informasi yang menceritakan masa kecil Abu Bakr pada saat itu. Begitu pula pada kalimat-kalimat berikut yang terdapat pada paragraf pertama. a. Tetapi yang menjadi perhatian sejarawan waktu itu justru yang menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Quraisy. b. Tak bedanya mereka itu dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. c. Dengan melihat pertaliannya pada salah satu kabilah, sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka. d. Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka percaya pada prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati yang lain menganggap penilaian demikian sudah berlebihan, dan ini yang membuat mereka tidak cermat dalam meneliti. Kalimat-kalimat di atas tidak terdapat pada Tsu, namun oleh penerjemah dihadirkan pada Tsa. Dari sini penulis menyatakan, bahwa pada terjemahan ini penerjemah menggunakan metode penerjemahan bebas. Ia menambahkan kalimat informatif yang tidak terdapat pada Tsu. Tujuannya untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada pembaca Tsa. Namun menurut penulis metode penerjemahan bebas umumnya diterapkan pada penerjemahan media massa. Akan
lxiv
lebih baik jika terjemahan kalimat informatif tadi disajikan dalam bentuk footnote atau kutipan. Agar pembaca Tsa mengetahui bahwa yang disajikan oleh penerjemah merupakan gagasan dan pemikiran yang berasal dari penerjemah sendiri dan itu tidak terdapat pada Tsu. Pada contoh kalimat berikutnya,
،
. Pada terjemahannya, Ali Audah
kembali menghadirkan terjemahan informatif yang dimilikinya dari sumber lain, yang kemudian disampaikan sebagai penghubung antara kalimat sebelum dan sesudahnya. Ini dilakukan agar pembaca Tsa mendapat informasi yang lengkap dan terperinci. Karena apabila penerjemah tidak memberikan informasi tambahan mengenai konteks yang terdapat pada Tsu, tentu pembaca Tsa tidak dapat memahami konteks kebudayaan tersebut secara lengkap. Metode ini lebih berpihak pada Tsa. Untuk contoh terakhir dari penerjemahan bebas adalah kalimat berikut,
َ, penulis kembali mendapati bahwa Ali Audah banyak menggunakan metode penerjemahan bebas. Ini dapat dilihat dari terjemahannya yang berbentuk parafrase, ia bukan hanya sekedar mengutamakan isi Tsu, tetapi ia juga merubah bentuk retorik seperti alur atau bentuk kalimat Tsu secara drastis. Kalimat-kalimat yang digarisbawahi tidak terdapat pada Tsu. Kalimat tersebut berupa informasi tambahan yang dituliskan penerjemah dari referensi lain. Ini dilakukan untuk
lxv
memberikan pengetahuan baru dan mendalam mengenai konteks yang diterjemahkan. Sehingga pembaca Tsa dapat memahami teks secara mempuni. Namun dalam penerjemahan bebas yang dilakukan Ali Audah, penulis menilai bahwa apa yang dilakukannya tidaklah tepat. Karena ia terlalu banyak menambah kalimat-kalimat yang tidak terdapat pada Tsu, sehingga Tsa keluar dari konteks Tsu. Hal ini tidak dibenarkan, karena tidak sesuai dengan prinsip dan hakikat penerjemahan itu sendiri, yang menyatakan bahwa “penerjemahan merupakan usaha mereproduksi makna, ide, pikiran suatu teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan penulis aslinya. Seorang penerjemah tidak dibenarkan memasukkan ide atau gagasannya sendiri ke dalam Tsu. Demikian pula sebaliknya, ia tidak boleh membuang atau menghilangkan ide atau maksud dari penulis asli.
B. Perangkat Penerjemahan Sebagai
penerjemah
otodidak
Ali
Audah
sama
sekali
tidak
mengesampingkan metode maupun tehnik yang menjadi prosedur dalam proses penerjemahan, seperti halnya perangkat dalam penerjemahan. Berdasarkan analisa penulis pada terjemahan Ali Audah, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada dua jenis perangkat yang digunakan oleh penerjemah dalam proses penerjemahan buku Abu bakr As-Siddiq, yaitu perangkat intelektual dan perangkat praktis.
lxvi
Perangkat intelektual mencakup kemampuannya yang baik dalam Bsu (baik secara linguistik maupun materil). Ia dapat mereproduksi makna dan pesan yang tepat dalam Tsa, baik dari aspek bentuk-bentuk linguistik, emosi penulis asli, suasana teks dan lain-lain. Hal ini dikarenakan ia memiliki wawasan, pengetahuan yang luas dan pemahaman yang dalam tentang materi buku tersebut. Buku Abu Bakr As-Siddiq merupakan buku dengan genre biografi yang ditulis oleh seorang sastrawan Mesir, Ali Audah berusaha untuk tidak menghilangkan unsur estetika dan nuansa sastra yang terdapat pada Tsu. Dalam bidang sastra kapasitas Ali Audah tidak perlu diragukan lagi, karena memang sejak awal kariernya bahkan sebelum ia menjadi penerjemah. Ia memulai kariernya sebagai seorang penulis sastra oleh karenanya ia dikenal sebagai salah satu sastrawan kontemporer. Betapa pun baiknya kemampuan seorang penerjemah dalam menguasai Bsu dan Bsa, ia tetap dan akan selalu membutuhkan sumber-sumber rujukan, baik yang berbentuk kamus umum, kamus dwibahasa, kamus idiom, kamus ensiklopedi bahkan kamus digital serta buku-buku yang membahas mengenai tema yang sama dengan tema yang akan diterjemahkan sebagai referensi. Dalam penerjemahan buku Abu Bakr As-Siddiq Ali Audah menggunakan kamus Lisân al‘Arab dan Mu’jam al-Wâsit untuk mencari padanan yang paling tepat dari Tsu ke dalam Tsa. Ia harus mencocokkan dan membandingkannya dari berbagai kamus. Terkadang membutuhkan waktu cukup lama, hingga akhirnya mendapat padanan yang tepat. Kemampuan menggunakan sumber rujukan disebut kemampuan praktis.
lxvii
Sedangkan untuk perangkat praktis yang dimiliki Ali Audah dan tidak kalah penting adalah ketrampilan dan skillnya dalam penerjemahan. Dalam hal ini menurut Ali Audah, tehnik dan seni penerjemahan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan harus dimiliki oleh seorang penerjemah. Tata cara dan sistem penerjemahan berdasarkan kaidah-kaidah bahasa yang baku dan digunakan secara luas dalam komunikasi di kalangan masyarakat modern pengguna bahasa. Sedangkan seni sama halnya dengan bakat berbahasa, jadi seorang penerjemah juga harus memiliki bakat berbahasa, yaitu kemampuan membuat dan menyusun kalimat dengan baik dan benar. Bakat itu tidak harus istimewa, hanya sedikit di atas rata-rata kiranya sudah memadai. Namun bakat saja tentulah tidak cukup, banyak membaca, banyak belajar dan banyak berlatih itulah langkah selanjutnya andai bisa dirumuskan dalam presentase, maka cukuplah bakat 30% saja dan yang 70% lagi latihan dan praktik. Pengalaman dan jam terbangnya dalam menerjemah juga sangat menentukan kualitas seorang penerjemah.
C. Ragam Penerjemahan Setelah mengurai perangkat dan menganalisa metode yang digunakan Ali Audah dalam penerjemahannya, penulis mencoba pengidentifikasi secara keseluruhan mengenai ragam-ragam dari teks terjemahan yang meliputi; aspek tujuan penerjemahan, aspek tingkat kesetiaan terjemahan, aspek materi yang diterjemahkan, dan aspek media yang digunakan dalam penerjemahan Ali Audah. Dari aspek tujuan penerjemahan, penerjemah buku Abu Bakr As-Siddiq mengutamakan ketepatan dalam mereproduksi makna (accuracy); baik pada aspek
lxviii
linguistik, transposisi dan modulasi yang benar, jelas dan wajar, juga aspek semantis; terjemahannya sama sekali tidak mengandung distorsi makna referensial. Karena padanan referensial menjadi syarat minimal diterima tidaknya suatu terjemahan. Serta aspek pragmatis; pemadanan jenis teks termasuk maksud dan tujuan penulis asli tidak menyimpang begitu pula dengan istilah-istilah yang digunakan benar, baku dan jelas. Menurut tujuannya penerjemahan Ali Audah juga adalah termasuk penerjemahan Etnografis, yaitu terjemahan yang menjelaskan secara lengkap konteks kebudayaan Tsu dan Tsa, baik aspek sosial, budaya, dan kharakteristik bangsa Arab. Ia menerjemahkan kata atau istilah yang memiliki unsur budaya dengan mengalihkan ke dalam Tsa (bilamana terjemahan tersebut masih dalam batas wajar atau tidak rancu). Namun bila kata atau istilah tersebut sudah cukup familiar di kalangan masyarakat pembaca Tsa, ia hanya mengadaptasinya dari Tsu ke dalam Tsa. Dari aspek tingkat kesetiaan terjemahan Ali Audah, penulis dapat menyimpulkan dari hasil akhir penerjemahannya. Setelah diurutkan antara Tsu dan Tsa, secara umum penulis mendapati bahwa tingkat kesetiaan terjemahannya lebih mengutamakan pesan pada Tsu yang kemudian dialihkan ke Tsa, tanpa terpaku pada tata bahasa Tsu. Penerjemahan ini digunakan karena antara Tsu bahasa Arab dan Tsa bahasa Indonesia memiliki perbedaan tata bahasa yang cukup signifikan. Meski demikian dalam terjemahannya, penulis tidak menemukan adanya penyimpangan makna yang menyangkut penulis asli. Ia bahkan menyajikan informasi tambahan yang tidak ditemukan dalam Tsu.
lxix
Sehingga ia dapat memberikan pengetahuan baru bagi pembaca Tsa, yang tidak dimiliki pembaca Tsu. Hal ini dilakukan karena penerjemah memiliki pandangan apa yang dianggapnya penting dan perlu diketahui oleh pembaca Tsa. Dari aspek materi yang diterjemahkan, penulis menilai Ali Audah secara tidak langsung mengkhususkan dirinya untuk menerjemahkan karya sastra Arab modern atau paling tidak karya-karya yang ditulis oleh seorang sastrawan, contohnya; buku biografi keempat khulafa ar-rasyidin karya M. Husain Haekal seorang sastrawan Mesir yang di dalam bukunya banyak terdapat unsur budaya dengan nuansa estetika sastra. Oleh karena itu, penulis menilai selain memiliki kemampuan menerjemahkan dengan baik, penerjemah juga mempunyai rasa kebahasaan. Karena dalam penerjemahan ada hubungan yang sangat kuat antara bahasa penerjemah dan rasa bahasa penulis Tsu. Rasa adalah wilayah seni dan menurutnya orang yang menerjemahkan karya-karya sastra harus memiliki jiwa seni yang cukup. Dari aspek media penyampaian yang digunakan dalam penerjemahan ini tentunya Ali Audah menggunakan penerjemahan tulisan (translation). Karena terjemahan ini dilakukan secara tidak langsung, maka sebelum menerjemahkan, ia terlebih dahulu melakukan beberapa persiapan: membaca Tsu, membaca buku referensi mengenai konteks yang akan diterjemahkan serta mencari kamus sebagai pendukung. Menurut Ali Audah, kelebihan penerjemahan tulisan dibandingkan penerjemahan lisan adalah:61 1. Penerjemahan tulisan lebih akurat dan sistematis 2. Penerjemahan tulisan dapat dipertanggung jawabkan, karena dapat dianalisa
61
Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 Agustus 2007.
lxx
dan kritisi. 3. Penerjemahan tulisan termasuk karya ilmiah dan menjadi tolak ukur dari produktivitas seorang penerjemah. 4. Penerjemahan tulisan merupakan media informasi dan ilmu pengetahuan baru dari satu negara dengan negara lain.
lxxi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan analisis yang mendalam terhadap terjemahan Ali Audah dalam buku Abu Bakr As-Siddiq karya M. Husain Haekal pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi, penulis dapat mengambil kesimpulan. Bahwa dalam penerjemahan ini, Ali Audah tidak hanya berpegang pada salah satu dari metode penerjemahan saja. Penulis menemukan beberapa metode penerjemahan yang sering digunakan oleh penerjemah. Yaitu metode semantis, komunikatif, dan bebas. Penerjemahan semantis dan komunikatif adalah penerjemahan yang mereproduksi pesan yang umum, wajar dan alami. Bila penerjemahan semantis lebih menitik-beratkan pada Tsu, maka penerjemahan komunikatif penekanannya ada pada Tsa. Penerjemahan bebas hanya digunakan penerjemah sebagai media untuk menyajikan informasi tambahan yang penting untuk diketahui oleh pembaca Tsa. Perlu diketahui bahwa kriteria dasar yang merupakan syarat diterimanya hasil terjemahan adalah; dalam terjemahan Ali Audah tidak melakukan penyimpangan makna referensial yang menyangkut penulis asli; ketepatan pemadanan linguistik, semantik dan pragmatis benar dan tidak menyimpang; serta kewajaran penggunaan dalam Tsa; peristilaan, ejaannya benar juga baku.
lxxii
Selanjutnya kesimpulan untuk ragam dari terjemahan Ali Audah yaitu, meliputi aspek tujuan penerjemahan yang jelas mengutamakan ketepatan dan akurasi dalam mereproduksi makna. Dari aspek tingkat kesetiaan terjemahan Ali Audah, penulis menilai tingkat kesetiaan Tsa terhadap Tsu lebih dominan. Kemudian dari aspek materi yang diterjemahkan, objeknya adalah buku biografi Abu Bakr As-Siddiq pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi karya Muhammad Husain Haekal seorang sastrawan Mesir. Adapun dari aspek media penyampaian terjemahan adalah terjemahan tulisan. Berikutnya dalam hal perangkat yang digunakan oleh Ali Audah dalam proses penerjemahan, yaitu perangkat intelektual yang mencakup di dalamnya; (a) kemampuan yang baik dalam bahasa sumber; (b) kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran; (c) pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan; (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki; (e) keterampilan. Sedangkan untuk perangkat praktisnya adalah, kemampuan Ali Audah dalam menggunakan sumber-sumber rujukan. Dalam penerjemahan ini ia menggunakan kamus Lisân al-‘Arab, Mu’jâm al-Wâsit, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
lxxiii
B. Saran dan Rekomendasi Dalam menerjemahkan suatu teks Arab, sebaiknya penerjemah dapat menentukan metode apa yang tepat untuk diterapkan. Contohnya ketika akan menerjemah buku novel, metode apakah yang paling tepat, apakah metode komunikatif atau metode adaptasi atau dan lain-lain. Jadi alangkah baiknya jika dalam pembahasan metode penerjemahan, dibahas juga teknik dan sistematika penerjemahan yang tepat bagi suatu naskah Tsu. Misalnya dalam menerjemah jurnal ilmiah suatu kampus, diterapkan dengan metode adaptasi dan komunikatif dengan tambahan kalimat informatif yang berupa kutipan, footnote, dan lainnya. Penelitian ini belum komperehensif, karena penulis baru melakukan kajian terhadap
medote
penerjemahan,
ragam
penerjemahan,
dan
perangkat
penerjemahan. Penulis tidak membahas secara spesifik hal-hal yang terkait dengan unsur linguistik; sintaksis, morfologi, dan semantik pada terjemahan buku ini. Oleh karenanya aspek-aspek linguistik yang belum dibahas dalam penelitian ini, dapat dijadikan penelitian lanjutan.
lxxiv
DAFTAR PUSTAKA Al-Qasimi, Ali. ‘Ilmu al-Lughah wa al-Sinâ‘ah al-Mu‘jamiyah. al-Mamlakah al‘Arabiyah al-Su’ûdiyah: Jâmi‘ah al-Malik Su‘ud, 1991. Al-Qasimi, Ali. al-Mu‘jam al-asâsî lî al-Nâthiqîn bi al-‘Arabiyah wa Muta‘âlimîhâ, Larus: al-Munadzamah al-Arabiyah li al-Tarbiyah wa alTsaqafah wa al-‘Ulûm, 1988. Audah, Ali. Abu Bakr As-Siddiq. Bogor: Lintera AntarNusa, 2005. Audah, Ali. Jalan Terbuka. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997. Bumin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004. Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo, 2007. Hanafi, Nurahman. Teori dan Seni Menerjemah. Ende: Nusa Indah, 1986. Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 2006. Izzan, Ahmad. Kamus Politik dan Diplomasi. Jakarta: Kesaint Blanc, 2007. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia, 1993. Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo, 2000. Mahfud, Najib. Lorong Midaq. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991. Ma’luf, Louis, al-Munjid fî al-Lughah wa al-A‘lâm. Beirut: Dâr al-Masriq, 1986. Mansyur, Muhammad. Panduan Terjemahan. Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002. Moentaha, Salihen. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc, 2006. Munawir, A. W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Jakarta: Grafindo Persada, 1999.
lxxv
Mufid, Nur dan AS. Rahman, Kaserun. Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 2007. Muqit, Ahmad. ‘Ilm al-Lughah wa al-Tarjamah: Musykilat Dilaliyah fî alTarjamah min al-‘Arabiyah ilâ al-Injliziyaht. Alepo: Dâr al-Qalam al‘Arabî, 1997. Nababan, Rudolf, M. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Nasuhi, Hamid. Dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2007. Syihabuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia. Bandung: Humaniora, 2005. Soge, Paulinus. Menerjemahkan Teks Bahasa Inggris Ilmiah Teori dan Praktek. Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 1990. Sudiati, Vero dan Widyamartaya, Aloys. Panggilan Menjadi Penerjemah. Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2005. Suparno, Abdurrahman dan Azhar, Mohammad. Pintar Menerjemahkan Bahasa Arab-Indonesia. Yogyakarta: Absolut, 2005. Suryawinata, Zuchridin. Terjemahan: Pengantar Teori dab Praktek. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1989. Syarif H, M. Teori dan Permasalahan Penerjemahan. Jakarta: 2007. T. Bell, Roger. Translation and Translating. England: Longman Group UK Limited, 1991. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Nasional (Depdiknas). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2008. Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 Agustus, 2007.
lxxvi