adrenalinnya tetap tinggi, mendorong diri bersiap melakukan apa yang akan dilakukannya. Kuatkan semangat, kuatkan semangat, kuatkan semangat! Itulah yang selalu diteriakkan Mamba Jack sebelum timah panas mulai beterbangan. Kuatkan semangat! Ya! “Tadi kupikir kita sesama rekan dalam pasukan.” “Aku ingin kau tahu bahwa aku sungguh-sungguh jujur mengenai hal itu, Mr. Elliot.” Dengarkan. Bersiaplah. Otot-otot kaki Dave menggelenyar. Wajahnya merah membara penuh harap. Dengan obsesif ia menggosokkan ibu jarinya dengan telunjuk majumundur cepat. “Kau tahu aku takkan percaya lagi apa yang kaukatakan.” “Aku bisa menghargai itu.” Setiap detik sekarang. Setiap detik… Suara itu sangat samar. Cuma klik kecilbunyi yang ditimbulkan oleh magasin dikeluarkan dari gagang pistol, Dave berdoa. ‘ Pasti itu. Kalau tidak, kau akan mati. Ia menarik keras tuas alarm kebakaran, memakainya untuk menarik tubuh berdiri. Sirene meraung, mengisi 46 jerong itu dengan lengking memekakkan. Dave berputar keluar dari ceruk, meregangkan kaki, melemparkan sikunya, berlari ke depan sekeras-kerasnya dan secepat-cepatnya, berlari seperti yang dilakukannya setiap pagi tapi lebih cepat, bila para dewa memutuskan tersenyum pada Dave Elliot, berlari ke tempat laki-laki yang menyebut dirinya John Ransome sedang membungkuk dengan pistol yang untuk sementara itu kosong. Dan ternyata dewa-dewa itu benar-benar tersenyum. Ransome sedang tiarap di lantai tempat penerimaan tamu, kepala dan pundaknya menyudut ke dalam lorong dalam gaya tiarap klasik untuk penembak. Sebuah magasin kosong tergeletak di bawah dagunya. Ia kehilangan keseimbangan, berguling ke samping untuk mengisi kembali senjatanya. Ketika menerjang-maju, Dave melihat kemarahan terlintas pada wajah Ransome. Laki-laki itu tahu ia telah terkecoh. Well, terima kasih, Mr. Ransome. Kau sungguh baik mau berbaring dalam posisi seperti itusempurna untuk latihan menembak sasaran, tapi kurang menguntungkan dari segi mobilitas. Ransome beringsut mundur, mengangkat tangannya berusaha membela diri. Dave terpisah satu setengah meter. Ransome menarik tubuh hingga merangkak; mulai hendak berdiri. Ini terlalu dekat. Terlalu dekat. Ia akan terpaksa memakai pistol Bernie, dan ia tidak ingin melakukannya kecuali terpaksa. Dan dia harus melakukannya kecuali… Ada satu hal, para instrukturnya di Fort Bragg memberitahu, satu hal yang sama sekali, selamanya tak 47boleh kaulakukan dalam pertarungan tangan kosong, menendang lawanmu. Lupakan segala yang pernah kausaksikan atau kaudengar atau kaubaca tentang karate, judo, kung-fu. Lupakan Batman dan lupakan Bruce Lee dalam film seri TV Green Hornet. Itu produk Hollywood, bukan dunia nyata. Dalam dunia nyata, ada dua puluh hal berbeda yang bisa dilakukan lawan bila kaurnengangkat kaki ke udara, dan
sembilan belas di antaranya akan membuatmu mati. Jangan pernah menendang! Dulu para sersan pelatih itu meneriakkannya berkali-kali. Jangan pernah menendang! Ia menendang wajah Ransome. Sekolah yang sama dan pelajaran yang sama? Itukah yang kaukatakan, Mr. Ransome? Kalau begitu, kau tentu tak menduga gerakan itu, kan? Tumit Dave menghunjam telak di bawah pipi kiri Ransome, menyentakkan kepalanya ke belakang dan memutarnya terjungkal, telentang dengan perut di atas. Dave melipat siku kanannya menjadi seperti tombak, menerjang ke depan, menusuk keras ke ulu hati Ransome. Wajah Ransome jadi putih pucat. Dave menarik kembali lengannya, meratakan telapaknya, mengarahkan pukulan mematikan ke ujung dagu Ransome. Ia tak pernah melepaskan pukulan itu. Wajah Ransome mengendur, dan matanya terpejam. Dave melintangkan lengan kanannya pada leher Ransome dengan kekuatan mencekik. Ransome tak bergerak. Dave membuka kelopak mata kanan Ransome. Hanya putihnya yang terlihat. Kebanyakan orang bisa memutar bola mata mereka ke belakang. Seseorang yang terlatih bisa pura-pura pingsan secara 48 meyakinkan. Dave menjentikkan jari ke putih mata Ransome. Tak ada gerakan sedikit pun. Tak ada orang yang bisa pura-pura. Ransome tak sadarkan diri. Dave Elliot ingin merokok lebih dari yang lainnya di dunia ini. Menurut isi dompetnya, John Michael Ransome adalah wakil direktur pada perusahaan bernama The Specialist Consulting Group. Almarhum Mark Carlucci adalah associate senior pada organisasi yang sama. Tak satu pun dari kartu nama dua laki-laki itu mencantumkan alamat, hanya nomor telepon: kode wilayah 703 Virginia. Juga tidak ada alamat rumah pada SIM mereka, cuma nomor kotak posnomor kotak pos yang sama untuk Ransome maupun Carlucci. Sekarang ada kebetulan kecil untukmu. Suara dalam benak Dave terdengar sedikit puas, setidaknya untuk sementara ini. “Sparrow, di sini Partridge. Lapor.” Radio Carlucci model mini, hitam, dan tidak mencantumkan cap atau tanda dari pabrik pembuatnya. Carlucci menjepitkannya di sabuk. Sekarang Dave memakainya di sabuknya sendiri. “Roger. Di sini Sparrow. Ada banyak sekali tangga di gedung ini.” “Di mana kau dan kapan perkiraan waktu kedatanganmu?” “Kami di lantai 34 tangga selatan, dan orang-orang ini butuh istirahat. Beri kami tiga, Partridge.” “Apakah tiga menit lagi bisa kauterima, Robin?” Dave menjawab, mencoba menirukan logat Appalachian Ransome yang terseret lembut, “Afirmatif.” 49”Roger. Kami istirahat, Sparrow. Partridge out.” Wah. Dave mundur meninggalkan Ransome. Meskipun laki-laki itu pingsan dan terikat dengan sabuknya sendiri, Dave tidak ingin melepaskan pandangan darinyatidak pula dari pistol aneh yang diambilnya dari tangan almarhum Mark Carlucci. Kau harus pikirkan baja penembak itu.
Nanti. Tidak sekarang. Ia mengangkat telepon di meja resepsionis, menekan nomor 9 untuk sambungan keluar, dan menekan nomor pada kartu nama Ransome. Jeda sejenak sementara telepon itu disambungkan. Pesawat di ujung seberang berdering satu kali sebelum suara mekanis menjawab, “Masukkan sandi otorisasi Anda.” “Halo, saya mau bicara dengan sekretaris Mr. Ransome.” “Masukkan sandi otorisasi sekarang.” Itu suara operator telepon robot yang dikendalikan komputer. Dave menekan beberapa tombol telepon, memasukkan nomor acak. “Akses ditolak.” Klik. Dave mengangkat bahu. Kalau hendak mendapatkan jawaban, ia tentu harus mendapatkannya dari tempat lain. Sementara itu… Ia melangkah kembali ke tempat Ransome terbaring. Laki-laki itu masih tak sadarkan diri. Sekalipun seandainya ia sadar, Dave sangsi ia akan mengatakan sesuatu kepadanya. Ransome bukanlah jenis orang yang bisa dengan mudah dipaksa bicara. Tentu butuh interogasi berjam-jaminterogasi gaya MACV-SOG untuk meruntuhkannya. Dave hendak menjatuhkan dompet Ransome ke 50 dada laki-laki itu. Ia berhenti, mengernyit, dan membukanya. Dihitungnya uang di dalam dompet tersebut. Delapan puluh tiga dolar. Ia sama sekali tidak suka melakukan ini. Ah, lakukanlah. Berapa kali mereka bisa menggantungmu? Kalau benar ia dalam masalah sebesar yang diperkirakannyaapa definisi yang lebih baik dari masalah selain menghadapi regu penembak berperangai buruk?maka ia akan membutuhkan uang tunai. Memakai kartu kredit sama saja dengan bunuh diri. Setiap transaksi kartu kredit di Amerika dicatat secara elektronis. Belilah sesuatu di sebuah toko, dan pelayan toko itu akan menggosokkan kartumu pada salah satu terminal kecil Verifone abu-abu itu untuk memasukkan data pembelianmu ke komputer di tempat jauh. Kotak Verifone itu secara otomatis mencatat identitas penjual yang memasukkan transaksi tersebut. Kalau seseorang ingin tahu kau berada di manatepatnya di mana yang harus mereka lakukan hanyalah meneliti beberapa komputer. Dan bila kau cukup tolol untuk memakai mesin ATM, pekerjaan itu akan lebih mudah lagi. Dave melipat uang Ransome dua kali, dan memasukkannya ke saku celana. Kemudian ia mengosongkan dompet Carlucci. Enam puluh tujuh dolar. Ia tahu seharusnya ia menguras saku Bernie Levy juga, tapi sudah terlambat melakukannya sekarang. Ia sudah kembali ke kantornya mempersiapkan kejutan kecil untuk regu bersenjata Ransome. Bukan gagasan bagus masuk ke sana lagi. Sebagai gantinya ia berjalan ke pintu darurat di sebelah barat, dan masuk ke’ ruang tangga. Bila 51beruntung, ia akan mendapatkan pertolongan hanya tiga lantai dari sana.
6. Tangga daruratsetiap gedung perkantoran pencakar langit pasti punya. Biasanya terbuat dari beton tapi kadang-kadang baja. Semuanya tergantung pada peraturan
pembangunan gedung itu. Tangga Dave terbuat dari beton. Lubang tempat tangga itu mengingatkannya pada film tentang penjaraCagney and Raft sekitar 1939. Dinding-dindingnya tanpa tanda apa-apa, seragam, kelabu. Nuansa monoton dingin itu hanya disela dengan pipa-pipa berisolasi dan, setiap lima lantai, dengan kotak enamel merah berisi slang darurat untuk menghadapi kebakaran. Anak tangga itu sendiri cukup lebar bagi tiga orang berjalan berdampingan; melingkar-lingkar dari puncak gedung hingga lantai dasar, cukup sempurna bentuk geometrisnya, spiral dari semen. Pada tiap lantai dan tiap setengah lantai ada platform beton 2 kali 3,5 meter. Lima puluh lantai, seratus platform, dan dua belas anak tangga yang menghubungkan tiap platform satu ke yang berikutnya. Sama sekali tak ada tanda-tanda selain pelat logam yang menyebutkan nomor lantai. Pada setiap platform, tangga itu membelok 180 derajat. Dua belas anak tangga naik, belok. Dua belas anak tangga, belok. Dua belas anak tangga, belok. Kalau lari terlalu cepat, kau akan pusing. Pusing… Kalau punya masalah dengan ketinggian, 52 kau tentu tak ingin melihat ke balik susuran dan ke bawah lubang itu. Dave menggigit bibir. Celah antara tangga yang melilit seperti spiral itu cukup lebar untuk satu orang. Bila ingin cara mudah untuk mengakhiri semua ini, kau tak perlu berbuat apa-apa selain melangkah ke pintu darurat, melintasi platform, melangkahi susuran besi yang dingin, dan… Hei, bukankah suasana hati kita gedang ceria pagi ini? Lima lantai teratas gedung itu menampung kantor Howe & Hummel, penasihat hukum. Harry Halliwel, partner senior di sana dan pengacara Dave, menghuni kantor sudut yang luas di lantai 48. Seperti Dave, Harry suka bangun pagi dan setia lari pagi. Mereka sering kali tiba di persimpangan Fiftieth dan Park Avenue bersamaan. Harry berlari ke utara dari rumahnya di Murray Hill, Dave datang dari arah yang berlawanan. la menganggap Harry bukan saja sebagai pengacaranya, tetapi juga sebagai sahabatnya. Lima tahun sebelumnya, ketika Dave dan Helen menikah, Harry menjadi best man dan istrinya, Susan, menjadi matron of honor. Sedikitnya sekali sebulan, dan kadang-kadang lebih sering, dua pasangan itu pergi bersama malam hari ke kota. Suatu ketika mereka pernah berlibur ke Hawaii bersama, meskipun Harry menghabiskan sebagian besar waktunya di pantai dengan telepon seluler tertempel di telinga. Bila ada yang bisa menolong Dave sekarang. Harry-lah orangnya. Dengan otak cerdas dan cara 53bicara lembut merayu, Harry Halliwell adalah pengacaranya pengacara. Lebih dari itu, ia salah satu orang langka dengan integritas yang tidak dipertanya kan lagi serta oleh para politisi dan pimpinan perusahaan disebut sebagai “pialang jujur”. Ia sering diundang untuk menyelesaikan konflik antara serikat buruh dan manajemen, antara kalangan bisnis dan pemerintah, bahkan kadang-kadang antarnegara. Tak peduli betapa ruwet perselisihannya. Harry selalu berhasil menegosiasikan kompromi yang dirasa adil oleh kedua belah pihak. Harry rasanya kenal semua orang, dan semua orang rasanya kenal dia. Kliennya bervariasi mulai dari nama-nama raksasa dalam Forbes 400 sampai bos-bos Mafia. Tak ada masalah yang tak dapat ditangani Harry Halliwell. Termasuk, mudah-mudahan, membantu klien yang tiba-tiba saja kepalanya jadi buruan pembunuh bayaran.
Dave berlari naik, dua atau tiga anak tangga sekaligus, berlari seperti yang dilakukannya seumur hidup, dan dengan sempurna. Ketika ia sampai di lantai. 48, napasnya bahkan tidak terengah-engah. Ia mendorong pintu darurat. Tidak bergerak. Ia mengentakkan pegangannya. Terkunci. Alarm kebakaran seharusnya membuka kunci semua pintu di gedung itu secara otomatis. Tentu ada yang tidak beres, atau mungkin anak buah Ransome tahu bagaimana menangani pekerjaan mereka. Pintu darurat hanya terbuka satu arah. Pintu-pintu itu terbuka dari dalam, tapi terkunci dari luar. 54 Di kota ini terlalu banyak orang sinting yang akan melakukan sebaliknya. Bukan masalah. Dave mungkin tidak bisa memakai Kartu Platinum American Expressnya untuk membeli cara melepaskan diri dari kesulitan, tapi bukan berarti sama sekali tidak bisa memakainya. Instrukturnya bukan pelatih dari Special Forces di Fort Bragg, tetapi yang lain, yang tak pernah menyebut nama belakang merekapernah mengajarkan, di antara berbagai keterampilan haram lain, cara membuka kunci tanpa anak kunci. Gerendel itu berdetak. Pintu darurat itu terempas membuka. Beberapa saat kemudian ia sudah berada di luar kantor Harry. Pintu Harry terbuka sedikit. Lampu-lampunya menyala. Ia bisa mendengar suara Harry berbicara pelan di telepon. Dave mengetuk pintu dan kemudian masuk. Harry sedang duduk berselonjor di kursinya, masih dengan pakaian lari. Kakinya diletakkan di atas meja Parsons yang penuh barang dan goresan, yang dipakainya sebagai meja kerja. Di belakangnya, rak-rak buku penuh dengan kertas-kertas lepas, bundel dokumen, dan koleksi segala macam benda tetek-bengek yang dikumpulkan selama tiga puluh tahun kariernya. Sang pengacara mengangkat muka memandang Dave, mengangkat alis sebelah, dan berbicara di telepon. “Ya. Ya. Aku mengerti. Sungguh. Jangan khawatir. Kongres takkan menyelidiki. Aku sudah bicara dengan Bob, dan menurutku kita bisa menemukan titik kesepakatan. Tidak, kurasa tidak. Sungguh. Benar. Nah, sekarang aku ada janji lain yang harus 55kutangani. Tentu. Oh, dan maaf aku tak bisa menghadiri ulang tahun Chelsea. Aku yakin dia menerima hadiahku. Bagus. Tentu saja. Jangan terlalu dipikirkan. Ya, selamat pagi.” Harry menghela napas sambil meletakkan gagang telepon ke tempatnya. “Ya ampun.” Pertama ia mengernyit, lalu memandang sambil tersenyum. “Sudah tiba bulan yang sama. Sidang penentuan anggaran. Orang tentu menyangka bahwa sesudah dua ratus tahun bekerja, pihak eksekutif dan legislatif tentu sudah belajar bagaimana mencapai kesepakatan.” Ia menunjuk poci perak Tiffany. “Kopi, David?” “Terima kasih. Aku membutuhkannya.” “Duduklah, dan ceritakan padaku apa yang membawamu ke kantorku sepagi ini.” Harry mengangkat poci itu. Ia mengamatinya dan meringis. Dave menarik kursi. Ia mencoba menyusun cara yang cocok untuk menuturkan apa yang harus dikatakannya. Ia tidak bisa melakukannya. Sebaliknya, ia berkata tanpa pikir, “Harry, ini memang gila, tapi Bernie baru saja mencoba membunuhku.” Alis Halliwell terangkat lagi. Ia mengangkat tutup poci dan mengintip ke
dalamnya. “Kau tentu bercanda.” “Sama sekali tidak. Dan dia tak sendiri. Ada dua orang lainpembunuh, Harry.” Harry mengguncang poci kopi itu dan mengernyit. “Hmmf. Rasanya aku menghabiskan poci ini kurang dari setengah jam. Minum kopi sebanyak ini tak bagus untuk jantung. Pembunuh, katamu? Mereka tentunya tidak begitu mahir, kan? Tidak kalau kau…” Ia berhenti, mengacungkan poci itu dan mengamati wajah Dave. Dave mengangguk. “Ini bukan lelucon, Harry. Sudah 56 ada satu mayat di lantai 45. Mungkin dua. Aku dalam kesulitan.” Harry menarik kakinya dari meja. Ia berdiri dan berbisil^ “Kau serius, ya?” Dave mengangguk lagi. “Bagaimana kau, ahh, bisa… well..” “Nasib baik, Harry. Refleks lama dan keberuntungan. Dan seandainya tak sebugar sekarang, kurasa aku sudah mati.” Alis Harry mencapai puncak ketinggian, bertahan di sana beberapa detik, lalu jatuh mengernyit. “Uh… well. Wah, wah, wah…” “Aku butuh pertolongan.” Harry melontarkan senyum profesionalnya yang sangat terlatih dan membuat kliennya merasa lebih lega. “Dan kau akan mendapatkannya. Tapi pertama-tama kau akan mendapat kopi. Seperti aku juga.” Ia keluar dari balik meja kerjanya. “Apa pun… well… masalah ini, Dave, aku yakin ini tentu menuntut konsumsi kafein lebih banyak dari yang kita perlukan. Aku akan ambil kopi lagi.” Sambil berkata demikian, ia berjalan melewati Dave dan menuju ke pintu. Dave tidak menghitung waktu dengan tepat untuk tindakan berikutnya. Seandainya melakukannya, ia tentu tidak melihat kilatan perak berat dari sudut mata Harry. Mendadak Dave miring ke kiri. Poci kŠpi menghantam sandaran kursi, meleset hanya seinci dari tengkoraknya. Poci itu lepas dari tangan Harry dan menggelinding di atas karpet. “Harry! Ada apa…?” Dave sudah berdiri. Dengan wajah berubah dan merah, Harry mundur ke pintu. “Kau sudah mati, Elliot! Mati!” 57Dave tertegun, mulutnya ternganga. Rasa asam dan dingin mengaduk isi perutnya. “Harry…” Tapi Harry berbalik dan lari.
7. Sampai sejauh ini, ia bertindak mengandalkan intuisi dan banyak keberuntungan. Kini ia butuh rencana. Ransome orang profesional, begitu pula anak buahnya. Akan ada orang di lobi mengawasi lift dan tangga darurat. Ransome sudah memberitahu mereka bagaimana tampang Dave dan bagaimana caranya berpakaian. Sepagi ini lobi itu masih kosong.
Dalam sedetik anak buah Ransome akan mengenalinya bila ia mencoba kabur dari gedung ini. Juga tidak mungkin mencari telepon dan minta bantuan. Ia tidak bisa menghubungi teman, menelepon istrinya, menelepon saudaranya. Ia bahkan tidak bisa menelepon polisi. Sedikitnya tidak langsung sekarang ini. Sampai ia tahu mengapamengapa, mengapa, mengapabosnya, sahabatnya, dan beberapa orang yang sama sekali tak dikenalnya menghendaki kematiannya. Sebab bila mereka menginginkannya mati, mereka mungkin ingin beberapa orang lain mati juga. Dan David Elliot tidak berniat membawa orang-orang yang dicintainya ke dalam bahaya. Di samping itu, ia bisa menjaga diri sendiri. Setidaknya untuk sementara waktu. Mungkin lebih lama dari itu. Lagi pula, dulu mereka melatihnya dengan baikmemuaskan. Sepertinya tubuhnya belum melupakan pelajaran yang sudah lama ditolak pikirannya. . 58 Hal itu menakutkannya. Menakutkannya lebih daripada yang dilakukan Bernie. Atau Harry. Atau Ransome. Atau bunyi yang ditimbulkan peluru, dekat, terlalu dekat, ke tempat kau meringkuk ketakutan. Di balik kulitnya, sesudah sekian tahun ini. rasanya masih hidup seseorangdulu ia nyaris berubah jadi orang tersebut. Dan tak seorang punbaik Ransome, atau orang lainmembuatnya takut lebih hebat daripada orang itu. Dave harus mencari tempat bersembunyibersembunyi dan merenung dan menyusun rencana. Rasanya ia tahu di mana tempat itu. Sekarang ia di lantai 40, distrik kelas pekerja Senterex dan rumah bagi eseloneselon perusahaan yang lebih rendah. Tidak ada karya seni mahal di benteng ini. Sebagian besar lantai itu berupa bilik-bilik kerja berpenyekat yang ditempati para akuntan junior,, petugas pencatat order, dan golongan lebah pekerja lainnya. Mereka orang-orang yang bekerja tepat dari pukul sembilan hingga pukul lima. Seluruh lantai tersebut pasti masih kosong. Lantai 40 juga tempat kafeteria karyawan terletak, ruangan berdinding putih dilengkapi dengan meja-meja berlapis Formica, dan menampung sederet mesin otomat. Dave berjalan melewatinya, berhenti, dan berputar. Ia perlu sesuatu dari kafeteria. Dua benda, sebenarnya… Ia menyisipkan sehelai satu dolar curiannya ke mesin penukar uang. Empat pecahan 25 sen berdencing ke nampan penukar. Ia memasukkan dua keping ke mesin kopi. Sebuah cangkir kertas turun ke dispensernya. Mesin itu bersendawa dan menyemburkan cairan 59cokelat mengepul-ngepul ke dalam cangkir. Dave mengangkatnya. Aduh! Kopi ini hampir mendidih’ Ia menghirup seteguk. Rasanya membakar, jauh terlampau panas, dan… Blah! Ugh! Memuakkan! Astaga, inilah kopi terbusuk yang pernah kaurasakan sejak dinas ketentaraan dulu. Seandainya bekerja di tempat ini, aku akan mengajukan keluhan pada Dinas Perlindungan Lingkungan! Dengan ragu-ragu ia menyesap untuk kedua kalinya. Tidak, ini takkan semakin mempengaruhimu, dan kau tak menginginkannya. Dave berjalan ke meja tempat penyimpanan bumbu dan peralatan makan kafeteria. Sejenak ia berpikir untuk menambah kopinya dengan zat berwarna mencurigakan berlabel “Pengganti Krim Kopi Buatan”, tetapi memutuskan untuk tidak
melakukannya. Sebagai gantinya, ia memilih dua garpu stainless steel dan pisau meja dari koleksi peralatan dapur. Lalu ia berjalan cepat kembali ke koridor. Sekarang di mana? Dulu letaknya dekat belokan dan… t Pintu itu dicat putih kekuningan. Ada dua kunci tertancap, yang satu kunci standar yang dipakai pada semua pintu kantor Senterex dan yang lain kunci deadbolt yang besar. Papan abu-abu bertulisan timbul tergantung di samping pintu: RUANG 4017, RUANG TELEPON, Kunci deadbolt itu tidak jadi masalah. Dave memonyongkan bibir, mengingat pelajaran-pelajaran dulu, dan mulai bekerja dengan garpu-garpu itu. 60 BAB 2 KOLAM RENANG TUA
1. DALAM setiap bisnis dan di setiap perusahaan selalu ada paling tidak satu eksekutif tingkat tinggi yang percaya bahwa anak buahnya tidak cukup kompeten, tak peduli betapa cakap merekatetapi juga yakin mereka bisa dibuat demikian. Dengan mudah. Dalam semalam. Yang dibutuhkan hanyalah sedikit pelatihan, sedikit inspirasi, sedikit pemaparan pada program pelatihan motivasi yang benar. Ahh, tapi mana yang benar? Lagi pula ada begitu banyak program. Jauh di dalam hati mereka, eksekutif-eksekutif semacam itu tahu bahwa program yang “benar” sebenarnya ada. Itu adalah minuman ajaib yang sekali ditemukan akan secara ajaib mengubah pekerja-pekerja biasa menjadi teladan produktivitas yang sempurna tanpa cacat. Hal sederhana ini, batu ^ 61filsuf ini, mungkin ditemukan dalam buku, atau kaset video, atau program software komputer, atau, yang paling mungkin, tentulah hasil seminar tiga hari yang diselenggarakan oleh perusahaan bernama ganjil, berkantor pusat (tak bisa dihindari) di California Utara. ? Tidak jadi soal. Di mana pun dan apa pun bentuknya, program itu ada, dan sekali ditemukan akan menimbulkan efek yang sama terhadap staf seperti yang ditimbulkan oleh kata “SHAZAM” terhadap Billy Batsongemuruh guntur, kilatan halilintar gaib, dan lihatlah: Captain Marvel! Malanglah bagi David Elliot bahwa di Senterex, pemuja utama dogma tersebut adalah juga direktur utama, Bernard E. Levy. Antusiasme Bernie pada gelombanggelombang terbaru dalam teori manajerial canggih sungguh tak terpuaskan. Ia menganut semuanya, satu per satu seluruhnya, dengan semangat religius. Lebih parah lagi, sesudah terlahir kembali dalam gereja baru ini dan itu yang mengajarkan cara baru untuk meningkatkan produktivitas, ia bersikeras agar seluruh kader eksekutif mengikutinya bertobat dalam aliran tersebut. Selama enam tahun menduduki jabatannya di lantai 45, Dave sudah hampir setengah lusin kali menerima pengajaran dari dukun peningkatan motivasi, mesias manajerial, dan guru ilmu perilaku. Ia duduk di seminar-seminar tak kunjung putus sepanjang akhir pekan yang diadakan oleh profesor-profesor bisnis yang saat itu sedang populer, berkubang bersama sesama eksekutif lain dalam bak panas di Esalen Institute, dan berkeringat bersama mereka di sauna-sauna di Aspen Institute. Ia lari berdampingan dengan
62 bosnya yang ngos-ngosan dengan wajah ungu pada “kamp pelatihan” In Search of Excellence, dan setahun kemudian, membantu membopongnya turun dari gunung tempat pergelangan kaki Bernie terkilir dalam program Outward Bound “team-building adventure”. Pada kesempatan lain, Bernie mengunci seluruh kader-kader manajernya di dalam ruangan tanpa jendela di University of Arizona, mendesak agar mereka menghabiskan sehari yang sunyi untuk mengetik gagasan “brainstorming” pada komputer. Bahkan ada yang disebut “Wolverine Management Seminar”, yang menurut Dave adalah program yang pada dasarnya duduk mengelilingi meja rapat dan menggeramkan nafsu besar untuk melahap mentah-mentah jantung para pesaing Senterex. Baru beberapa bulan lalu, Bernie merekrut “psikolog organisasi” yang istimewa. Laki-laki itu, seperti kebanyakan ahli Bernie, bekerja di California, datang ke New York untuk tanpa putus memberondong manajer-manajer top di Senterex dengan berbagai tes pengenalan pola dan acara tanya-jawab pendek. Dave ingat satu-satunya tanya-jawab itu di mana ia belajar sesuatu mengenai dirinya sendiriatau lebih tepatnya, tentang segala yang lainnya. Sang psikolog memberi Dave serangkaian pertanyaan asosiasi-preferensi berbentuk bebas. “Apa warna favorit Anda?” “Hijau.” “Dengan nuansa tertentu?” “Hijau zamrud.” Hijau seperti botol hijau. “Apa mobil favorit Anda?” 63”Yang saya kendarai? Mercedes.” “Bukan, apa yang ingin Anda kendarai?” “Porsche.” “Porsche hijau zamrud?” “Bukan. Saya rasa kuning.” “Kuning adalah warna seksual. Apakah Anda tahu itu?” “Tidak, tapi saya tak terkejut.” “Seandainya Anda mengalami reinkarnasi sebagai binatang, Anda ingin kembali sebagai binatang apa?” “Anjing laut.” “Mengapa?” “Mereka hanya mengapung bersama gelombang, bukan?” “Menurut Anda akan jadi binatang apa Anda?” Dave tidak menjawab. “Ayolah, Mr. Elliot. Menurut takdir atau karma, Anda akan jadi binatang apa seandainya Anda mengalami reinkarnasi?” Dave menggeleng. “Saya tak tahu. Saya suka lari. Mungkin saya akan terlahir kembali sebagai rusa atau entah apa.” “Ah, sang buruan, bukan sang pemburu.” “Kalau begitu kata Anda.” Tetapi jawaban yang terbentuk dalam benak Dave, karma yang ditakutinya telah dimilikinya, tidak ada hubungannya dengan herbivora. “Apakah Anda punya fantasi?” “Tentu saja.” “Fantasi akan kekuasaan?” “Bukankah kita semua begitu?” “Fantasi mengenai prestasi?” 64 “Tentu.”
“Yang saya maksud bukan sukses.” “Saya tahu itu.” “Prestasi apa yang Anda angankan? Prestasi terhebat. Puncak impian Anda?” Tanpa pikir Dave menukas, “Mark Twain.” Kemudian wajahnya memerah. Psikolog itu tampak bingung. “Mark Twain? Maukah Anda menjelaskan jawaban itu?” Dave merasa tidak enak. Ia tidak pernah menyebutkan fantasinya tentang Mark Twain kepada siapa pun, bahkan tidak kepada Helen sekalipun, yang toh tidak akan memedulikannya. Sebenarnya, kepada diri sendiri pun ia hampir tak mengakui. Ia menyahut tergagap-gagap, “Prestasi yang saya impikan adalah… ah… saya ingin menulis buku… buku tentang Mark Twain. Sebenarnya saya ingin menulis penelitian tentang hidup dan karyanya. Itulah yang saya angankan.” “Sebuah bestseller!” “Tidak, tidak perlu begitu. Tapi mendapat sorotan kritis tentu akan menyenangkan, bukan?” “Wah, ini sangat menarik, Mr. Elliot. Kebanyakan orang bisnis pada kedudukan sesenior Anda berkhayal tentang olahragamembeli tim bisbol, jadi juara PGA, berlayar keliling dunia, dan hal-hal seperti itu. Tapi Anda, Mr. Elliot, Anda berangan-angan tentang sesuatu yang benar-benar lain. Anda berangan-angan menjadi tokoh sastra terpelajar. Ini benar-benar aneh sekali.” Suatu ketika, Dave sendiri mungkin akan setuju bahwa hal ini memang aneh sekali.
652. Suatu ketika, ada seorang pemuda yang ingin menjadi pengacara, tetapi cita-cita tertingginya lebih ambisius daripada itu. Menjadi pengacara hanyalah langkah ke arah itu. Pada akhirnya, ia ingin terjun ke dalam politik. Senat, istana gubernur, anggota Kabinet, bahkan mungkin… ah, siapa tahu sejauh mana ia bisa pergi. Ia perlu gelar dari sekolah hukum terkemuka, lebih disukai Harvard atau Columbia. Dan ia akan memerlukan nilai cukup bagus untuk bekerja magang pada hakim agung anggota Mahkamah Agungatau, paling tidak, pada hakim Pengadilan Tinggi. Kemudian ia akan menghabiskan beberapa tahun bekerja pada pemerintah negara bagian, mencari kontak, membangun hubungan dengan orang-orang yang tepat. Sesudah itu, ia akan siap mengejar jabatan. Pertama, lembaga legislatif negara bagian. Kemudian sesuatu yang lebih tinggi. Kehidupan publik adalah takdirnya. Ia menyeringai ketika membayangkan dirinya mengajukan ucapan cerdas Jenaka dalam debat televisi. Ia sudah bisa melihat foto wajahnya tersenyum di surat kabar, pada poster kampanye, pada sampul majalah… berdiri di bawah lampu sorot, di podium, * di belakang mimbar… tegak dan bangga dan populer dan dinamis dan dihormati, pemimpin… dan tentu, saja, pujaan masyarakat. Selalu begitu. Lebih dari yang lainnya. Ia akan jadi seseorang yang mereka sebut sebagai “hati nurani Senat”, atau sesuatu yang mirip. Sama seperti Jimmy Stewart dalam film lama itu, ia akan jadi orang yang… 66 Tentu saja ini lamunan. Lamunan yang dipakainya agar tetap terjaga sementara, dengan upah 75 sen per jam, ia membanting tulang di pabrik pendaur ulang aluminium sekitar tiga puluh kilo dari universitas. Di antara kuliah dan
pekerjaan rumah, di antara latihan R.O.T.C. dan pekerjaan yang diambilnya untuk membayar uang kuliah, ia biasanya bisa menyisihkan empat jam untuk tidur pada hari biasa. Pada akhir pekan ia membayar utang. Ia mengincar predikat cum laude. Ia nyaris berhasil, tapi belum cukup. Ia tidak keberatan dengan R.O.T.C. Latihan tersebut mengendurkan dari ketegangan berpikir, dan kuliahnya tidak begitu menuntut. Satu-satunya keberatannya terhadap Reserve Officer Training Corps adalahpada tahun ini ketika lebih banyak pemuda Amerika mendaftar daripada sebelumnyaprogram tersebut mewajibkannya bergaul dengan atlet-atlet kampus, mahasiswa-mahasiswa asrama, dan mahasiswa-mahasiswa teknik yang benar-benar menikmati permainan sebagai tentara. Itu hanya keberatan kecil, dengan mudah diimbangi dengan beasiswa yang didapatkan dari program tersebut, dan ketika direnungkan, sudah pasti catatan prestasi militer yang bagusidealnya dengan satu atau dua medali penghargaanakan menjadi aset penting bagi politikus muda yang sedang menanjak. Baiklah, ia mendapatkan medali penghargaan. Salah satunya adalah medali Bintang Perunggu. Namun waktu itu medali tersebut sudah tidak relevan, seperti juga catatan tugas militer yang telah dilaksanakan dengan gagah berani. Ia meninggalkan 67impian politiknya bahkan sebelum sidang mahkamah militer itu dimulai. Bukannya meneruskan hasrat mengejar kehidupan publik dan kekuasaan politik; David Elliot memutuskan bahwa ia ingin menjalani hidupnya dengan nyaman, bahkan makmur, seperti yang dilakukannya; tapi lebih dari kenyamanan dan kekayaan, ia ingin meluncur di dunia ini setenang mungkin, tanpa meninggalkan jejak di belakangnya. Desa My Lai masih segar dalam ingatan Angkatan Bersenjata. Empat atau lima ratus penduduk sipil, mereka tak pernah bisa sepakat berapa banyak jumlahnya, secara metodis dibantai oleh bocah-bocah manis dari Kompi C. Dalam keadaan perang, dan korbannya orang-orang sipil tanpa dosa serta tanpa senjata, diikutilah semua tradisi yang dihormati di segala masa. Penyiksaan. Pemerkosaan. Pengambilan kulit kepala. Kebiasaan konvensional dalam perang. Kabar pembantaian itu cukup banyak bocor pada pers sehingga pihak yang berkuasa itu sangat malu. Tapi mereka malahan lebih malu lagi karena Letnan David Perry Elliot. Jadi ketika tiba saatnya untuk mahkamah militer, Mereka (dengan “M” kapital) memutuskan untuk bergerak perlahan-lahan, hati-hati, dan dengan kerahasiaan luar biasa. Prosedur yang berlarut-larut itu mengakibatkan Dave tak memiliki apa-apa kecuali waktu. Ia terkurung di pangkalan, dilarang berkomunikasi dengan dunia luar. Selain latihan fisik setiap hariyang oleh banyak orang disebut sebagai kebiasaan obsesifsatu-satunya rekreasi yang terbuka baginya adalah membaca. 68 Ia sebenarnya bukan orang yang sangat gemar membaca. Sekolah menengah menyaksikannya membaca tugas-tugas wajib yang semuanya diseleksi dengan ‘.cermat untuk menunjukkan bahwa membaca adalah membosankan. Di perguruan tinggi, antara pekerjaan malam kuliahnya, ia tidak punya banyak waktu apa pun di luar buku teks. Demikian pula kariernya sesudah itu, yang menyangkut latihan perang rahasia, tidak memberikan waktu untuk membaca santai. Bagaimanapun, berbulan-bulan menunggu mulainya pengadilan, hanya sedikit yang ia kerjakan selain membaca. Ia membaca apa saja yang ia temukan, sebagian besar buku-buku kumal yang sudah begitu sering dipegang banyak tangan serta disimpan di barak Perwira Lajang. Ada dua bacaan yang meninggalkan kesan mendalam pada dirinya. Yang pertama
ditulis oleh Hiram Ulysses Grant, karena kesalahan administrasi di West Point menjadi Ulysses S. Grant. Yang kedua oleh Mark Twain. Ini yang pertama, ditulis menjelang kematiannya oleh jenderal Amerika yang mungkin terbesar dan sudah pasti paling berat hati: “Pengalaman membuktikan bahwa orang yang menghalangi perang di mana negaranya terlibat, tak peduli benar atau salah, menduduki tempat yang tak patut dicemburui dalam hidup atau sejarah. Lebih baik baginya, secara individual, mendukung perang, wabah, dan kelaparan, daripada bertindak sebagai penghalang terhadap perang yang sudah dimulai.” Dan ini yang kedua, Sam Clemens (Mark Twain) bicara: “Patriotisme adalah patriotisme. Menyebutnya 69sebagai Fanatisme tidak akan menurunkan nilainya; udak ada yang bisa menurunkan nilainya. Bahkan kesalahan politik sekalipun, dan seribu kali lebih hebat dari itu, tidak akan mempengaruhinya; ini terhormatselalu terhormat, selalu mulialayak menegakkannya dan memandang wajah bangsa-bangsa.” Sejak itulah David Elliot selalu membaca Mark Twain, dan membacanya kembali.
3. Aman di balik pintu ruang telepon yang terkunci, Dave membicarakan masalahnya dengan malaikat pelindungnya yang sinis. Mari kita hitung fakta-fakta dalam kasus calon almarhum David Elliot, bagaimana, Sobat? Mungkin ada alasan nalar yang bisa kautemukan di balik kekacauan ini. Mungkin kau akan menemukan cara bagaimana menyelamatkan nyawatnu. Mungkin tidak. Benar, tapi rasanya kau tak punya hal yang lebih baik untuk dikerjakan dengan waktumu. Jadi, pertanyaan pertama: Siapa Ransome dan siapa teman-temannya? ť Dave menjawab tanpa suara: Sebenarnya, yang kuketahui adalah siapa dia dulu dan dari mana asalnya. Special Operations. Perang rahasia. Sama seperti akuberseragam tentara, tapi tidak sepenuhnya di bawah komando Angkatan Bersenjata. Bukan sekadar otot kasar belaka. Mereka tak pernah merekrut kekuatan otot hanya sekadar untuk kekuatan otot itu. 70 Dan apa lagi? Orang yang mampu mempertahankan diri. Pilot kamikaze tidak perlu melamar. Kita tidak berlagak jadi pahlawan dan kita tidak akan berbuat seperti pasukan Custer. Itulah yang terus dikatakan Mamba Jack kepada kami. Otak, otot, dan naluri untuk bertahan hidup. Sine qua non mendasar bagimu untuk urusan ini. Jadi sekarang apa yang kauketahui? Tak banyak. Sesudah perang berakhir, sebagian besar dari kami yang berkecimpung dalam urusan ini langsung pulang, menggantung senjata, dan mencoba membangun kehidupan kami. Mereka yang tak berhentiwell, beberapa di antara mereka masih tetap bekerja, atau begitulah yang kudengar. Tak selalu di Angkatan Bersenjata, tapi tetap dalam dinas aktif. Jadi Ransome mungkin anggota FBI?
Tak mungkin. Mengapa ada orang pemerintah yang ingin membunuhku? Aku tak punya urusan dengan politik. Aku tak pernah menandatangani petisi-petisi. Aku tak bergabung dalam gerakan apa pun. Persetan, aku bahkan tak memberikan suara. Tapi, FBI pernah dikenal… Gila! Aku sangsi apakah pernah bicara dengan pegawai pemerintah dalam 25 tahun terakhir ini. Bagaimana dengan tahun ke-26? Tak mungkin. Bila ingin membungkamku, mereka tentu sudah melakukannya waktu itu. Bukan sekarang. Sinting kalau menunggu sampai selama ini. Di samping itu, kejadian itu merupakan sejarah kuno. Tak ada orang yang peduli lagi. Mungkin ya. Mungkin tidak. Dan kalau Ransome bukan salah satu Los Federates, apa pekerjaannya? 71Siapa tahu? Mungkin tentara bayaran. Sesudah perang tersebut beberapa orang membawa keterampilan mereka ke tempat lain. Jadi tentara bayaranpenasihatpenasihat kepercayaan dari diktator setempat di Singapura, Irak, Ekuador, atau entah mana. Pada tahun tertentu aku melihat mereka disebut dalam beberapa berita tentang Chili atau Afrika Selatan, dan tahun berikutnya aku mendengar mereka di Ethiopia atau Guatemala. Kolonel Kreuter, si tua yang baik Mamba Jack, membentuk perusahaan sendiri. Ia menyebutnya War Dog Inc. Kaupikir Ransome dikirim Kreuter? Setelah bertahun-tahun, kini Mamba Jack melunasi utang? Tidak. Seandainya memutuskan melunasi utang lama. Jack akan melakukannya sendiri. Bukan berarti ini penghiburan. Jadi? Jadi, aku masih dalam kegelapan. Bagaimana dengan Mafia? Tak mungkin. Usahawan tak berurusan dengan gangster kecuali dalam film. Kecil sekali kemungkinan Bernie Levy berurusan dengan mereka. Ia takkan menyentuh apa pun yang melibatkan Mafia. Ia businessman paling etis yang pernah kujumpaiStraight Arrow sejati. Straight Arrow baru saja memperpendek rentang hidupmu dengan sepucuk Browning. Aku tahu itu. Bagaimana dengan Harry? Dia membela orang itu, Joey entah siapa namanya, raja Mafia dari New Jersey. Harry Halliwell mungkin saja membela gangster, tapi ia takkan pernah berbisnis dengan mereka. 72 Bukan FBI, bukan Mafia. Mungkin PLN, marah karena kau lupa membayar rekening listrik. Oh, jangan bercanda! Aku bahkan tak punya cukup informasi sekadar untuk menduga apa. yang terjadi. Kau punya informasi. Misalnya, Ransome mengatakan membaca berkas 201-mu. Arsip riwayat militerku. Ocehannya tentang dinasku yang terhormat sampai akhir berarti ia tahu apa yang tercantum di dalamnya. Tapi tak seharusnya ada orang yang tahu itu. Mereka sudah menyegel catatan-catatan tersebut. Mereka mencapnya “Sangat Rahasia”, dan memendamnya di dalam lemari besi Army Judge Advocate
General. Tak seorang pun bisa membaca berkas 201-ku kecuali membawa izin dari pejabat tingkat tinggi. Atau kenal seseorang dengan izin tersebut. Satu teka-teki lain: Bernie-lah yang sebenarnya datang untuk menarik picu, bukan Ransome. Kesimpulan apa yang kaudapat dari^itu? Ransome seorang profesional. Menurut dugaanku dia sudah berada dalam bisnis iniapa pun bisnisnya seumur hidup. Dia tangkas, dan membunuh orang tidak mengusik perasaannya sedikit pun. Jadi, mengapa dia mengirim Bernie untuk melakukannya? Bila kontrak pembunuhan itu ditujukan kepadaku, dan ia ada di sana, mengapa Ransome membiarkan warga sipil seperti Bernie Levy mencoba melakukan pekerjaannya? Pikirkan mise-en-scene-nyaperjanjiannya, Sobat. Benar. Kau benar. Aku hampir saja tak memikirkannya. Mereka mencoba melakukannya di kantor. Mengapa di sana? Mengapa mereka tak menghabisiku dari mobil yang sedang melaju saat aku sedang joging, atau memompakan peluru ke belakang telingaku saat 73aku berjalan pulang malam hari? Hanya ada satu jawaban untuk itu. Jawabannya adalah pada waktu sepagi itu di lantai 45 pencakar langit Park Avenue, tak ada banyak orang. Tak ada orang yang melihat. Tak ada yang mengajukan pertanyaan. Seharusnya pembunuhan itu terlaksana dengan sangat tenang, tak seorang pun akan tahu. Ingat ucapan Ransome, “Ini seharusnya pesta pribadi. Biarkan tetap demikian.” Dan, karena itu… Kolonel John James Kreuter membungkuk di balik meja lapangan di dalam kemah berpenerangan lilin. Tak seorang pun memanggilnya Kolonel Kreuter. Mereka memanggilnya Mamba Jack. Julukan yang diambil dari nama Black Mamba, jenis ular dengan racun saraf, racun yang paling cepat bekerja dan mematikan di duniacukup satu gigitan, dan sepuluh detik kemudian kau sudah jadi sejarah. Mamba Jack bangga dengan julukannya. Sebotol Jack Daniel’s Black Label berisi tiga perempat penuh tegak di depan sang kolonel. Puntung sebatang Lucky Strike tanpa filter bergantung di bibirnya. Ia mengisap satu sedotan terakhir dalam-dalam, dan menjentikkan puntung itu ke tanah. Ia tersenyum pada Dave. Giginya putih luar biasa, dan ia memiliki gigi taring terpanjang yang pernah dilihat Dave. “Wah, ini dia Letnan Elliot muda tampak berseri-seri dan cerah.” Mamba Jack bicara dengan logat Texas Timur yang diseret, aksen orang yang dilahirkan dan dibesarkan sebagai redneck. Kecuali diberitahu lebih dulu, seperti halnya Dave diberitahu oleh petugas administrasi, bahwa Kolonel 74 Kreuter lulus sebagai peringkat ketiga di kelasnya di West Point, kau akan menyangkanya orang dusun tolol. “Kurasa sudah saatnya kau kehilangan keperjakaanmu, Letnan.” “Sir?” Kreuter melirik. Membuatnya tampak seperti si Serigala Jahat dalam kartun Disney, dan ia tahu itu. “Aku ada pekerjaan kecil buatmu. Kelihatannya Charlie punya seorang mayor KG B Rusia di sebelah utara Dee Em Zee. Nah, si Rusia ini jadi agak mengganggu. Tampaknya dia membagi-bagikan senjata, membagi-bagikan logistik, dan juga membagi-bagikan nasihat. Aku tak terlalu keberatan dengan senjatanya, dan kau tak terlalu keberatan dengan logistiknya, tapi nasihat itukenapa, Nak, itu sangat menjengkelkanku. Benar-benar duri dalam daging.
Jadi yang kuinginkan agar kaukerjakan, Letnan, kaubawa beberapa orang melintasi Dee Em Zee dan sampaikan rasa tak senangku pada Rusia itu.’.’ “Sir. Anda ingin saya membawanya kembali?” “Tidak. Untuk apa? Persetan, apa yang kuinginkan dari orang Husia bau? Tak bisa bicara dengannya. Tak kenal bahasanya. Di samping itu, tak ada yang membutuhkan orang Rusia hidup dan gemetaran di sini. Begini saja sudah cukup menimbulkan kerumitan politik.” “Pemberantasan, Sir?” “Ya, Letnan Elliot, itu istilah yang bisa diterima. Tapi jangan serampangan mengerjakannya. Tanpa mayat, dan tanpa bukti. Yang kita inginkan, Letnan Elliot, adalah agar atasan mayor KGB itu khawatir. Aku ingin dia khawatir anak buahnya membelot dan kabur. 75Khawatir dia akan bicara, ngoceh, dan nyanyi. Aku ingin dia mimpi buruk, mayor itu muncul di TV bicara dengan Mike Wallace dan Walter Cronkite. Kau ngeiti, Letnan, kau tahu apa yang kuinginkan?” “Ya, Sir.” “Dan apa itu, Letnan?” Kau tentu ingat apa jawabmu, kan? malaikat pelindung Dave yang sarkastis bertanya. Sambil merosot ke lantai linoleum ruang telepon Senterex, Dave Elliot tersenyum dengan perasaan yang bertentangan mengenang jawabannya: “Ya, Sir,” katanya. “Anda ingin mayor itu hilang.” Benar. Dan kini seseorang ingin agar kau hilang.
4. Di awal tahun 1970-an, ketika Dave baru memulai kariernya dalam dunia bisnis, ruang peralatan telepon merupakan tempat yang luas, ramai. Semua peralatannya elektromekanistak habis-habisnya tumpukan pemancar dan sakelar yang berdetikdetik. Waktu itu sistem PBX membutuhkan pemeliharaan khusus, dan biasanya regu pekerja perusahaan telepon muncul untuk mengotak-atik perangkat kerasnya satu atau dua kali seminggu. Dave, yang posisi pertamanya di bagian administrasi dari apa yang waktu itu disebut First National City Corporation, ingat orang-orang tersebut. Mereka biasanya berperawakan besar, agak kegemukan, dengan puntung cerutu terjepit di antara gigi. Semuanya memakai celana kerja tebal berwarna kelabu dan punya nama panggilan Irlandia atau Italia. 76 Yang terpenting, mereka memiliki loker di ruang telepon. Pakaian cadangan, overall, jaket, kadang-kadang sepatu kerja bot. Dave berharap menemukan sesuatu yang mirip itu di dalam ruangan yang berisi peralatan pengendali telepon Senterex. Tidak beruntung. Zaman sistem PBX elektromekanis sudah lewat. Sistem telepon modern bentuknya lebih kecil, ringkas, dan dikendalikan dengan komputer. Satu-satunya bunyi yang ditimbulkannya hanyalah desir kipas pendingin. Ya, ada loker di ruangan itu. Tetapi isinya, selain rak-rak suku cadang elektronik mini dan gulungan kabel warna-warni, hanyalah dua majalah Hustler terbitan lama, sabuk peralatan, dan sepasang sarung tangan. Hanya sabuk dan
sarung tangan itu yang akan berguna untuk apa yang ada dalam pikiran David. Satu barang lain yang berguna di ruangan itu adalah telepon abu-abu di dinding. Sesudah lebih dari sejam berpikir keras, Dave memutuskan memakainya. Ia menelepon adik laki-lakinya. Bukan Helen. Helen tidak bisa menangani krisis dengan baik, dan sangat cepat menyalahkannya atas segala ketidakberesan. Sudah sejak lama Dave memutuskan bahwa bila perkawinan keduanya itu hendak dipertahankan (dan ia sangat menghendakinya demikian), ia dan ia sendiri yang harus menangani segala masalah sulit. Masalah sulit? Kategori yang sangat cocok untuk persoalan saat ini, kan? Lebih baik menelepon adiknya daripada berurusan dengan Helen. Frank akan tercengang, tapi setidaknya ia bisa diandalkan utnuk bertindak. Yang akan dilakukan Helen hanyalah… “merengek”, itulah kata yang kaucari… mengeluh. Dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan menuduh hingga ia tidak sempat menjawabdan ia memang tidak punya jawabannya. Dave mengamati telepon itu, memeriksa arlojinya, dan siap menelepon ketika logat Appalachian Ransome bergemeresik di radio. “Di sini Robin.” “Kau oke, Robin?” Dave mengenali suara itu orang yang bernama Partridge. Aksennya singkat dan bergaya militer. Mungkin dia, seperti Ransome, juga mantan perwira. “Lebih melukai harga diriku daripada yang lainnya, Partridge.” Dave mengangguk setuju. Jawaban Ransome sungguh tepat. Memperlihatkan sedikit kekecewaan (tapi tak pernah menunjukkan penyesalan) adalah hal paling cerdik yang bisa dilakukan komandan sesudah gagal melaksanakan misi. “Baiklah,” Ransome meneruskan, “aku ingin status penuh, tapi sebelum itu kauberikan, aku ingin kalian memberitahu markas dan minta penyadapan dan pelacakan. Aku ingin semua yang berkaitan dengan sasaran diamati. Istrinya, mantan istrinya, anaknya, adik laki-lakinya, dokternya, dokter giginya, pialangnya, dan orang yang menggosok sepatunya. Tetangga dan teman-temannya. Semua orang yang dikenalnya. Sadap mereka semua, dan sadap sekarang juga. Bila sasaran menelepon seseorang, putus sambungannya. Aku tak ingin, sekali lagi, tak ingin sasaran mengucapkan sepatah kata pun pada siapa pun. Mengerti, Partridge?” “Afirmatif. Langsung kukerjakan.” “Sir?” Suara lain. Bukan Partridge, dan tidak begitu profesional. “Ya, Bluejay,” jawab Ransome. “Sir… uh… dengan situasi ini, sasaran lolos dan 78 seterusnya, apakah menurut Anda kami bisa diberi latar belakang tentang… uh…” “Negatif. Kau sudah tahu apa yang perlu kauketahui.” “Tapi, Sir, maksud saya… misalnya, mengapa kita memburu orang ini? Bukankah akan membantu bila kita tahu alasan…” “NFW, Bluejay. Jangan tanya. Percaya saja padaku mengenai urusan ini, kalian lebih baik tak tahu.” “Sir…” “Robin selesai.” Radio itu bungkam. Dave menggigit bibir, menarik tangannya dari telepon, dan mengubah rencananya. Tapi kemudian ia memakai telepon juga. Ia menghubungi 411informasi.
Jam tangannya menunjukkan pukul 09.37. Sudah hampir saatnya pergi. Ia meneguk ampas kopinya yang sekarang sudah suam-suam kuku dan meringis. Hanya butuh sedikit kecakapan seni dan sedikit biaya untuk membuat secangkir kopi yang lumayan. Dalam hati ia bertanya-tanya mengapa para distributor mesin otomat kopi itu tidak bisa menguasai kecakapan tersebut. Dave berdiri, melingkarkan sabuk peralatan itu di sekeliling pinggulnya. Sabuk itu lebar, terbuat dari kulit samak, dan digantungi dengan obeng, tang, pengupas kabel, solder, dan perangkat tes telepon berwarna biru dengan sarung dan ujung yang bergelantungan, dan satu-dua peralatan lain yang fungsinya tak dapat dipahaminya. Sabuk itu temuan yang bagus. Ia akan mengubah penampilannya. Ia menyelipkan 79sepasang sarung tangan kerja di bagian depan sabuk peralatan itu, menyembunyikan gesper sabuk Gucci mencolok yang menahan celana cokelatnya. Tak ada yang memperhatikan tukang reparasi telepon. Dia bagian dari perabot. Dave sudah mengubah belahan rambutnya, menanggalkan dasi, melepas penyangga kerah, mengupas balutan tangan kiri, dan menggulung lengan kemeja. Jam tangan dan cincin kawinnya tersimpan di dalam saku celana. Gumpalan kotoran mengerak di bawah kukunya yang terawat rapi. Ia akan jalan dengan bibir agak ternganga, bernapas melalui mulut. Cuma pekerja kerah biru biasa yang sedang bertugas. Masalah terbesarnya adalah sepatu. Sepatu itu jauh terlampau mahal .bagi tukang reparasi telepon, dan kelihatan. Ia berdoa semoga tak ada yang memperhatikannya, dan mengumpat diri sendiri karena tidak pakai otak untuk mengambil sepatu Nikenya dari lemari kantor. Satu masalah lain: ia perlu memakai kamar mandi. Sesaat ia berpikir akan meninggalkan liang persembunyiannya dan berjalan ke lorong menuju ke kamar kecil, tapi diputuskannya tak layak menempuh risiko. Tekanan pada kandung kemihnya memang tidak nyaman sehingga ia tidak ingin menunggu lima belas menit atau lebih sebelum berniat meninggalkan ruang telepon tersebut, lantai 40, dan gedung Senterex itu sendiri. Rencana pelarian yang akan dilakukannya itu hanya sedikit menyisakan waktu ekstra untuk pergi ke sana. Dan, begitu sampai di jalanwell, tidak banyak toilet umum di pulau Manhattan, dan bukan orang hatihati yang memakainya. 80 Dengan berat hati ia kencing ke dalam cangkir kopi dari kertas itu, mengisinya hingga setinggi bibirnya. Satu suara baru muncul dari radio Carlucci. “Robin, apakah kau dengar?” Ransome menjawab, “Robin di sini.” “Di sini Myna. Robin, ada satu kekacauan.” “Menurutku ada lebih dari satu.” Ransome bicara tanpa emosi. “Afirmatif. Tapi yang ini mendesak. Markas baru saja mengeluarkan Thrush dari kantong mayat dan memulai prosedur.” “Lalu?” “Inventarisasi melaporkan bahwa senjatanya hilang.” “Bukan kejutan.” “Begitu juga radionya.” Cukup lama tak ada suara. Lalu Ransome bergumam datar, “Aku sangat kecewa mendengar itu.”
“Selama ini sasaran telah mendengarkan setiap patah kata yang kita ucapkan.” “Aku sudah memikirkan pemecahannya, Myna. Beritahu semua pos untuk siaga. Baiklah, Saudara-saudara, dengarkan. Ada yang hendak kukatakan. Aku ingin Mr. Elliot mendengarkannya juga. Mr. Elliot, harap jawab.” Jempol Dave berkedut-kedut ke arah tombol bicara. Ia tidak menekannya. Ransome menarik napas panjang dan tidak tahan diam saja. “Mr. Elliot?” katanya. “Mr. Elliot? Baiklah, silakan tempuh caramu sendiri. Sejauh ini kau sudah melakukannya. Kalian semua, harap perhatikan. Aku akan menguraikan garis besar agenda pelaksanaan pesta kecil ini.” 81Nada bicara Ransome halus. Ia bicara perlahan-lahan dan jelas, tanpa sedikit pun nada emosi. “Aku ingin dua regu siaga di lantai dasar. Aku ingin pengintai ekstra di lift dan tangga, dan dua regu cadangan dari luar. Partridge, beritahu markas agar memerintahkan orang-orang tersebut ke sini secepatnya. Mr. Elliot, kubayangkan saat ini kau tentu mencari akal untuk keluar saat istirahat makan siang atau akhir jam kerja. Pasti kau berharap takkan dikenali di tengah orang banyak. Tapi kau akan kelihatan. Percayalah. Kau takkan keluar dari gedung ini. Nah, karena kau tentu sudah menarik kesimpulan tanpa ragu, operasi ini terlindung selimut keamanan, dan kami sama sekali tak ingin mengejutkan warga sipil. Hari ini akan jadi hari kerja biasa bagi orang-orang baik yang bekerja di gedung ini. Malam ini, sesudah semua orang pulang, kami akan melakukan pemeriksaan dari lantai ke lantai. Partridge, beritahu markas aku akan butuh anjing. Anjing, Mr. Elliot. Aku yakin mereka akan mengenal bau tubuhmu dari pakaian lari yang kausimpan di kantormu. Kecuali aku tak beruntung, semua ini akan selesai sebelum tengah malam.” Ransome berhenti, menunggu reaksi. Dave tidak memberikan reaksi sama sekali. Sebaliknya ia berdiri mematung, kepalanya miring sedikit ke kiri, mendengarkan perbendaharaan kata dan irama suara yang sudah dikenal dan tak diharapkannya. “Tak ada komentar, Mr. Elliot? Begitu. Biar kukatakan terus terang, menurutku tindakanmu pagi ini sangat tak layak. Tapi, mengingat catatan dinasmu, seharusnya aku tak terkejut. Aku yakin kau tahu bagian mana dari catatan tersebut yang kumaksud.” 82 Dave meringis. “Ah, kau mengejutkanku. Mungkin kau bahkan mengejutkan diri sendiri. Dan bicara tentang kejutan, kau boleh yakin ranjau yang kaupasang dalam kantormu telah bekerja sesuai dengan spesifikasi. Kami butuh waktu sepuluh menit untuk menjinakkannya.” Dave tadi sudah merancang sedemikian rupa sehingga pistol otomatis .25 Bernie akan menembak ke lantai begitu ada orang membuka pintu kantornya. Ia berharap orang-orang Ransome akan mengira dia ada di dalam sana, bertahan sampai titik darah penghabisan. Jelas mereka terkecoh. “Satu hal lagi, Mr. Elliot. Aku sudah memeriksa senjataku. Apa yang kaulakukan pada pistol itu sungguh bagus. Terimalah pujianku. Seandainya aku tak menemukan penjepit kertas yang kauselipkan ke dalam moncong pistolku, begitu menembak aku akan mendapat kejutan hebat, kan?” Bila cuma itu yang kautemukan, kau mungkin masih akan mendapat kejutan hebat, dasar tolol! “Sekarang kupikir kemampuanmu untuk mengacau operasi ini bukan sekadar karena pelatihan hebat yang kaudapatkanyang terbaik yang bisa disediakan Paman Sam. Menurutku, Mr. Elliot, itu sudah ada dalam darahmu. Kurasa yang kaulakukan itu muncul secara alami. Itu membuatmu jadi orang yang amat sangat berbahaya.”
Ransome berhenti sejenak. “Tapi aku juga.” Dave merasakan bibirnya merapat. Ransom sedang memanas-manasi. Ia sedang merencanakan sesuatu… sesuatu, yang tak diragukan lagi, diambil dari buku teks tentang perang psikologis. 83”Sejauh ini aku sudah kehilangan dua anak buah, satu karena kejituan bidikanmu dan satu karena kecelakaan di luar kantormu. Aku tak ingin kehilangan lagi. Karena itu aku hendak mengajukan penawaran padamu. Mengingat keadaanmu sekarang, kau sangat dianjurkan menerimanya. Karena itu, kuharap kau berbuat sesuai nalar, dan bekerja sama.” Nalar? Astaga! Orang ini mencoba membunuhmu, dan dia ingin kau bekerja sama! “Tawarannya sebagai berikut. Aku akan menghubungi atasanku dan minta persetujuan mereka untuk menyampaikan beberapa fakta padamu. Semoga aku bisa membujuk mereka, bila kau mengetahui fakta-fakta ini, akan tercapai kesepakatan. Mungkin ada peluang untuk menegosiasikan penggantian perintah yang kudapatkan sekarang. Perintah itu, pasti kau sudah tahu, adalah menjatuhkan sanksi. Untuk melakukan ituagar kau” dan aku merundingkan persyaratan sehingga sanksi itu bisa dibatalkankita perlu bicara. Jadi, Mr. Elliot, harap kerjakan seperti yang kukatakan. Ini benar-benar penting. Sementara ini kami akan mengubah sandi pada radio kami. Setelah itu terlaksana, kau tak bisa lagi menangkap transmisi kami. Bahkan kau takkan mendengar apa-apa. Tapi jangan sekali-kali, kuulangi, jangan sekali-kali membuang radiomu. Bawalah terus dan biarkan tetap menyala. Seandainya atasanku memutuskan kita bisa merundingkan penyelesaian ramah-tamah untuk urusan ini, aku akan mengembalikan sandi tadi sehingga kau bisa mendengarku. Kuulangi lagi. Tetap nyalakan radiomu. Aku akan memakainya untuk menghubungimu lagi, kuharap dalam waktu relatif singkat.” 84 Ransome berhenti, lalu menambahkan, “Aku benar-benar berterima kasih bila kau memberikan jawaban, Mr. Elliot.” Au, teruskan, katakan sesuatu. Muntahkan semua. Dave menekan tombol transmit dan bicara, “Ransome?” “Ya, Mr. Elliot?” “Keruklah kotoranmu dengan sendok es krim.” Ransome menarik napas tajam. “Mr. Elliot, aku mulai percaya kau kurang memiliki kematangan seperti yang diharapkan dari orang seusiamu dan pengalaman seperti itu. Tapi, tanpa memedulikan komentarmu yang tak pantas, aku akan memberimu informasi yang sangat penting. Sebenarnya, tak seharusnya aku mengatakan ini, tapi aku toh akan mengatakannya. Saat ini kaupikir skenario terbaik adalah keluar dari gedung ini dan pergi ke jalanan. Nah, Mr. Elliot, aku ada di sini untuk mengatakan padamu bahwa itu bukan skenario terbaik bagimu. Malahan, itu skenafio terburuk. Bila kau keluar dari gedung ini, yang akan terjadi akan lebih buruk daripada skenario terburuk yang pernah kaubayangkan.” Radio itu bungkam, tepat seperti yang dijanjikan Ransome. Dave mengangkat pundak, memasukkan radio ke saku kemeja, dan meraih telepon. Teleponnya dijawab pada dering pertama. “WNBC-TV, Channel Four Action News. Ada yang bisa saya bantu?” Ketika pertama kali meramu rencana ini, Dave berpikir yang paling baik adalah bicara dengan suatu 85aksenIrlandia atau Arab atau samar-samar bernada Spanyol. Namun agar siasat ini berhasil, ia harus terdengar benar-benar seperti orang asing, dan ia tidak yakin bisa melakukannya. Lebih gampang bicara seperti orang gila biasa,
konvensional. Orang New York sudah terbiasa dengan jenis ini. Berceloteh secepat yang bisa dilakukan lidahnya, Dave menyemburkan kata-kata, “Bisakah kau menolongku? Tidak. Tapi aku bisa menolongmu. Aku bisa menolong semua orang. Dan aku akan melakukannya. Aku sudah muak. Muak! Sekarang aku akan melakukan sesuatu untuk menanggulanginya. Ingat film itu. ‘Aku marah luar biasa, dan aku takkan membiarkannya lagi.’ Nah, aku juga takkan membiarkannya lagi. Itulah sebabnya mereka akan mati!” “Sir?” “Sungai darah. Pembukaan wasiat ketujuh. Lihatlah kuda putih, dan nama yang duduk di atasnya adalah Maut. Akulah Maut, dan hari ini aku datang pada yang jahat. Maka dengan kekerasan kota Babilon akan dihancurkan, dan takkan ditemukan lagi. Pagi ini aku membawa api ilahi, dan api ini akan membakar kejahatan dari muka bumi!” “Sir, saya tak mengerti.” “Musnahlah anjing, dan tukang sihir, dan pelacur, dan pembunuh, dan penyembah berhala, dan siapa saja yang suka berbohong. Itulah yang kukatakan, dan aku mengatakannya hari ini bahwa mereka akan dilemparkan ke dalam jurang.” “Ya. Ya, Sir, tapi bisakah saya…” “Persimpangan Fiftieth Street dan Park Avenue. Kirim satu kru kamera. Katakan saja pada mereka 86 agar mengarahkannya ke tengah gedung. Mereka akan melihatnya. Pagi ini. Segera. Setan dan pasukannya akan hancur. Mereka akan hancur dalam sekali ledakan. Kau mengerti maksudku? Dengan satu ledakan!” “Sir? Sir? Anda masih di sana?” “Ya. Tapi mereka tidak! Mereka akan berada di neraka!” ‘Tolong, bisakah saya mengajukan satu pertanyaan? Hanya satu…” “Tak bisa.” Dave menutup telepon. Ia membiarkan dirinya tersenyum puas.
6. Beberapa menit kemudian ia mendengar suara evakuasi. Sesaat sesudah itu seseorang mengguncang-guncang gagang pintu ruang telepon dan berteriak, “Ada orang di dalam? Halo? Ada ancaman ledakan bom di sini. Semua harus keluar dari gedung.” Sukses. Malaikat pelindung Dave yang masam berkokok. Orang-orang televisi menelepon polisi. Polisi mengirim regu penjinak bom. Ransome tak bisa mencegah mereka memerintahkan evakuasi seandainya ia mencoba. Dan ia takkan berani mencoba sebab, bila kau orang seperti Ransome, kau akan tahu itu bisa jadi benar. Bisa saja ada or*n& benar-benar menanam bom di gedang ini. Peluangnya mungkin seratus banding satu, tapi bisa saja terjadi. Dan kau tahu, bila kau memang mencoba mencegah evakuasi dan ternyata memang ada bom meledak, maka kau, John Ransome, akan berenang dalam lautan penderitaan. 87Pegangan pintu berguncang lagi. “Ada orang di dalam?” Dave tidak menjawab. Ia
mendengar orang itu berjalan pergi. Ia memaksakan diri untuk menunggu. Beberapa saat kemudian, di luar jadi makin sepi. Cuma beberapa langkah kaki yang lewat dengan tergesa-gesa. Kemudian sunyi. Ia menarik gerendel dan mendorong pintu hingga terbuka. Ia melangkah keluar, melihat ke kiri dan ke kanan. Koridor itu kosong. Ia memandang tajam, mengamati dinding di kejauhan pada persimpangan lorong tersebut. Ia mendengarkan gema tumit sepatu pada lantai linoleum, mencari bayang-bayang pada dinding bercat beige. Bukan benar-benar beige, kan? Lebih dekat ke taupe muda atau cafe au lait, begitu kan menurutmu? Siapa peduli apa warnanya? Cuma sekadar ingin membantu. Puas karena semua orang sudah pergi, Dave berlari kencang di lorong itu, berbelok ke kanan, dan melewati kafeteria. Kosong. Semua orang sudah pergi. Perhentian berikut… Tempat kerja bagian akunting. Ruang kantor seluas 465 meter persegi, dibagi-bagi menjadi bilik-bilik ukuran 2,5 kali 2,5 meter dengan penyekat kelabu… ‘Metllirutku lebih cenderung ke warna dove. Setiap bilik berisi meja kecil, kursi, dan lemari arsip dengan dua laci. Penyekat itu cukup rendah sehingga Dave bisa mengintip dari atasnya. Ia bergegas melewatinya, menjenguk ke dalam setiap bilik ketika lewat. Dalam lingkungan yang dengan hati-hati dirancang untuk 88 m melenyapkan individualitas, setiap penghuni bilik telah menyuntikkan sedikit sentuhan pribadi. Di sini ada boneka Garfield meringkuk di atas lemari arsip, di sana ada vas dengan bunga iris yang baru dipotong, di tempat lain ada foto anakanak atau hasil gambar mereka dengan krayon ditempelkan pada penyekat kelabu itu, atau lebih tepatnya dove. Satu atau dua poster seni; foto kastil di Bavaria dan satu lagi foto seorang laki-laki dan seorang perempuan, mereka berpelukan, berdiri di pantai yang cerah keemasan; lukisan amatir dari cat minyak; model pesawat terbang; bingkai tulisan sulaman palsu, PENINDASAN TERHADAP KARYAWAN AKAN TERUS BERLANJUT HINGGA MORAL MEMBAIK. Tetapi di mana pun ia tidak menemukan yang dibutuhkannya. Dan waktu tinggal sedikit. # Itu! Wah. Tidak. Bukan itu. Itu milik perempuan. Dave mengenakkan gigi dengan kesal. Barang itu sungguh sederhana. Begitu sederhana, tapi begitu penting. Seharusnya mudah. Selalu ada orang yang… Aha! Kacamata baca. Bingkai kawat, model laki-laki, ukurannya kurang-lebih tepat. Seseorang yang rabun dekat telah meninggalkannya sebelum meninggalkan lantai ini. Sebagian besar ancaman pemboman merupakan ancaman kosong. Pemilik kacamata ini takkan membutuhkannya, tak hendak memakainya untuk menuruni tangga. Ia yakin orang itu akan kembali dalam beberapa menit. Dave mengenakan kacamata itu. Dunianya berubah jadi kecil, miring ke arah yang salah, dan tidak terfokus. Ia menanggalkan kacamata itu dan mencopot
89lensanya. Ia berharap dari kejauhan tak ada orang yang akan memperhatikan bingkai kacamata itu ko^ song. Saat untuk bekerja. Di tengah orang banyak, kau hanya sekadar orang canggung berkacamata. Tanpa dasi dan jas, melainkan dengan sabuk peralatan, kacamata, dan celana yang bisa dianggap celana kerja khakiya, kau akan berhasil. Selain Ransome, tak seorang pun di antara mereka pernah berhadapan muka dengannya. Sobat, kau akan keluar dari sini! Dan ia pun keluarke koridor, mengitari koridor, melewati pintu darurat, masuk ke tempat tangga, dan kemudian… Aw, sialan. Ada orang-orang di tangga itu, dan bukan sekadar orang-orang tersesat. Para penghuni dari sepuluh lantai teratas sedang turun. Jumlahnya ratusan. Tangga itu penuh sesak. Pertama kabar baik. Beberapa di antara mereka . mungkin berasal dari lantai 45. Mereka mungkin temanmu. Sekarang kabar jelek, kaupikir Bernie dan Harry temantemanmu…. Dave memandang wajah-wajah itu. Tak satu pun tampak pernah dikenalnya. Ia melangkah ke tengah kerumunan. Dengan cemas dan waspada ia mendengarkan setiap suara, mencoba menangkap nada yang mungkin dikenalnya atau mengenalnya. “…mungkin orang-orang Arab itu lagi.” “Bukan, aku di kantor ketika telepon itu masuk. Menurut mereka kemungkinan orang Irlandia sinting.” “Aku orang Irlandia.” 90 “Oh. Kalau begitu…” Tidak. Ia belum pernah mendengar suara-suara tersebut. Tepat di depannya. Dua wanita, “…jadi dipikirnya dia bisa memindahkanku dari bagian word processing sehingga langsung bertanggung jawab padanya. Tapi, entahlah, orang itu menyebalkan sekali.” ‘“Sayang, dia pengacara. Pengacara memang sudah dari sononya menyebalkan!” Ia tak kenal satu pun di antara mereka. Dua suara lain, lebih jauh lagi. Dave memusatkan perhatian untuk mendengarkan mereka, “…dengan surat proposal resmi selama dua minggu. Bukan berarti mereka akan menerima proposal kita atau membayar uang jasa kita. Perusahaan itu tak pernah melakukannya.” “Mengapa? Mereka tahu harus ada yang melakukan pekerjaan itu, kan?” Pembicara tersebut adalah dua laki-laki, satu lebih muda, satu lebih tua, keduanya berpakaian sangat rapi dan berpotongan mahal. Dave menduga mereka konsultan manajemen dari biro McKinley-Allan yang bermarkas di lantai 34 hingga lantai 39. Memasang tarif sebesar $3.000 ke atas untuk satu hari pekerjaan profesional mereka, McKinley-Allan tentulah perusahaan konsultan termahal, bila bukan yang paling terkenal. Laki-laki tua ih\ mungkin salah satu partner senior, menjawab dengan suara yang mengingatkan orang pada Orson Welles. “Alasannya, seperti yang akan diakui partner-partner kita yang lebih berwawasan, bila dianalisis dengan cermat,
profesi konsultan tidaklah berbeda dari pelacur biasapesaing yang harus kita takuti adalah orang-orang amatir yang bersemangat.” 91Laki-laki muda itu tertawa agak keras. Yang lebih tua memandangnya dengan cemberut. Dave mengenali profilnya yang bak bintang film. Ia adalah Elliot Milestone, salah satu partner McKinley-Allan yang paling terkenal. Kau hanya sekali berjumpa dengannya. Dia mungkin tak ingat kau. Tapi bagaimanapun, berhati-hatilah. Satu suara lain, yang ini di belakangnya. Suara itu menggunakan bahasa yang hanya didengar di ruang rapat direktur dan suite eksekutifkata-kata bersuku banyak gaya eksekutif yang mengalir manis: “…katakan pada Bernie bahwa kita harus serius mempertimbangkan akan memindahkan perusahaan ini keluar dari New York.” Dave tersentak. Si pembicara adalah Mark Whiting, kepala bagian keuangan Senterex. “Pajaknya mengerikan, mondar-mandirnya luar biasa, dan siapa yang mau menuruni tangga sejauh 45 lantai tiap kali ada orang gila menelepon dan mengancam akan meledakkan bom?” “Aku setuju sekali denganmu.” Keadaan jadi makin parah. Suara yang menjawab adalah milik Sylvester Lucas, wakil direktur Senterex. “Kita sudah menerima proposal pembangunan dari Arizona, New Mexico, Colorado, New Hampshire, dan Ohio….” “Lupakan Ohio.” “Hampir pasti. Meskipun demikian, mereka menawarkan keuntungan dalam pajak, biaya tenaga kerja, dan kategori biaya lainnya. Menerima salah satu di antara mereka tentu hasilnya lebih baik daripada satu poin margin tambahan pada keuntungan kita. Pada P/ E yang sekarang, itu akan mengangkat nilai saham kita dalam jumlah yang besar.” 92 “P/E-nya juga akan naik.” “Sudah sewajarnya. Bagi kita yang paket pendapatannya termasuk mendapatkan saham tentu akan mendapatkan keuntungan tertentu.” “Ah, peduli amat. Mengapa kau tak mendesak Bernie? Ajukanlah dalam rapat Dewan Direksi yang akan datang.” “Tentu. Aku akan mendesak Bernie saat ini juga, seperti ucapanmu tadi, seandainya tak ada urusan menyedihkan dengan Dave Elliot.” “Em. Ya. Aku sudah diberitahutepatnya tentang QT, kau tahuini semacam episode kilas balik. Vietnam. Aku tahu ini bukan sesuatu yang tak pernah terjadi di antara mereka yang kurang beruntung dalam dinas.” “Oh? Itu menjelaskan persoalannya.” “Dan ada beberapa hal lain. Si Ransome ini mengatakan padaku cukup banyak tentang kolega kita. Cerita yang menyenangkan. Jelas ada episode-episode lain. Aku berniat mengemukakan seluruhnya pada Dewan Direksi.” “Ah. Ya, Bernie sudah mengumumkan akan mengadakan rapat nanti….” Belokan tangga lantai 18 sudah ada di depan. Ketika Dave sampai di sana, ia mundur, menghadap dinding serta menyibukkan diri dengan sabuknya sampai Whiting dan Lucas lewat. Ia merasa sulit bernapas, meskipun sama sekali tidak kehabisan napas.
7. Makin dekat orang-orang itu ke lantai dasar, makin sedikit mereka bicara. Banyak yang merasa pusing 93dan kehabisan napas. Beberapa orang bersandar lemas pada dinding belokan tangga, memijati paha yang tak terlatih. Kaki Dave Elliot terasa baik-baik saja. Otot-otot pelarinya bisa menerima hukuman lebih berat daripada yang dibebankan oleh 45 tingkat tangga. Ada pintu tepat di depannyahijau logam, pudar, dan penyok. Di atasnya tertulis angka “2” besar. Berjaga-jaga bila ada orang yang tidak mengerti, tertulis juga LANTAI DUA. Ini dia. Sebentar lagi adalah perhentian terakhir. Semua harap siap. Pastikan untuk memeriksa barang-barang bawaan Anda…. Kemungkinan terburuk yang bisa terjadi adalah Ransome menunggu di lantai dasar, berdiri di samping pintu darurat, memeriksa setiap wajah yang lewat. Seandainya ia ada di sana, seseorang akan mati. Ransome tak mungkin mengeluarkan senjatanya. Dave yakin akan hal itu. Tetapi ia juga yakin tangan Ransome takkan jauh dari pistolnya, orang itu takkan ragu memakainya, serta akan meminta maaf dan memberi alasan kepada para saksi nanti sesudahnya. Bila Ransome menunggu, Dave hanya akan punya satu atau dua detik untuk… Membunuhnya. Benar. Dengan obeng. Tembus ke jantung. Lalu kau lari. Lalu aku lari. Dave mengencangkan genggamannya pada obeng Phillips panjang. Ia menariknya dari sabuk peralatan, 94 memegangnya menempel pada kaki. Otot-otot lengan kanannya mengeras, tegang dan siap. Ia sampai di dasar tangga. Di depannya kerumunan orang berjejalan melewati pintu darurat dan menuju ke lobi lantai dasar. Dave ikut berdesakan di belakang mereka, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, obengnya siap. Ransome ada di tempat lain. Dave menggosokkan telapak tangannya pada celana. Ia bisa merasakan kelembapannya melalui kainnya. Itu tak baik. Obeng itu bisa saja tergelincir lepas dari jarinya. Sejauh ini baik-baik saja. Kau toh tak benar-benar ingin membunuhnya. Kau sudah keluar dari urusan bunuh-membunuh. Dan sudah sejak lama. Dave menarik napas lamban dalam dan mencoba memusatkan pikiran pada yang tengah terjadi di sekitarnya. Ada sesuatu yang tidak beres. Lobi itu penuh sesak. Tak seorang pun bergerak. Gerombolan orang banyak itu mendorong ke depan, tapi tidak sampai ke mana-mana. Dan kemarahan mulai tersulut. Tidak peduli laki-laki atau perempuan, pengacara lulusan Harvard atau sopir taksi kelahiran Queens, orang New York tetaplah orang New York, dan saat suara mereka meninggi dengan kemarahan istimewa yang hanya bisa ditimbulkan oleh orang
New York frustrasi, semuanya bicara dengan aksen yang sama. “Ayo maju, goblok.” “Kausebut aku ‘goblok’?” “Ada apa sih di sini?” “Kaupikir aku yang tanggung jawab atas latihan penyelamatan ini?” “Hei, tolol, singkirkan tanganmu dari pantatku.” “Bukan saya, lady.” “Gombal kalau bukan.” “Ayo ke atas sana!” “Matikan 95rokok itu sebelum kumatikan sendiri.” “Coba saja.” “Jangan dorong.” “Kalian dengar, ada orang Ay-rab akan membakar tempat ini setiap saat, jadi keluarlah.” “Siapa yang kaupanggil Ay-rab, dasar tolol?” “Di kupingmu, Bung.” “Yeah?” “Yeah!” Sumber kemacetan itu di bagian depan lobi yang terang, tertutup kaca. Empat di antara pintu putar yang menghadap ke Park Avenue rusak. Berarti tinggal dua pintu putar dan sepasang pintu biasa sebagai jalan keluar. Berani bertaruh pintu-pintu itu bukan kebetulan macet. Kerumunan itu bergelombang maju di lobi. Dave masih di belakang, dan masih jauhterlalu jauh dari jalan dan dari keamanan. Tingginya cukup di atas ratarata sehingga ia bisa melihat dari atas kepala orang-orang yang berdesakan di depannya. Ia memeriksa, mencari titik-titik bahaya. Itu mereka. Empat regu sedang berdiri berkerumun di samping pintu keluar, di pinggir tempat orang-orang takkan mendesak mereka. Tubuh mereka besar, seperti Ransome, dan memakai setelan jas kodian seperti dia. Siku masing-masing orang itu terlipat, tangannya tertempel di dada, siap meraih senjata di bawah jas. Didorong dari belakang, Dave tidak punya pilihan lain kecuali maju. Pandangannya tetap tertuju pada pengawas itu. Mereka memakuk