BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat
di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit yang terjadi karena adanya interaksi antara pejamu, bibit penyakit, dan lingkungan (Kunthi Nugrahaeni, 2012). Salah satu penyakit menular yang masih menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. Permasalahan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berkembang secara signifikan dan semakin mengkhawatirkan dilihat dari segi kuantitatif yaitu masih tingginya kejadian infeksi HIV/AIDS baru. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang memperlemah sistem kekebalan tubuh, dan pada akhirnya menyebabkan AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekelompok kondisi medis yang menunjukkan lemahnya kekebalan tubuh, yang menyerang manusia dalam bentuk infeksi ikutan (infeksi oportunistik) dan kanker (ILO & WHO, 2005). Dari tahun ke tahun, jumlah kasus HIV/AIDS terus meningkat di seluruh belahan dunia meskipun upaya preventif sudah banyak dilakukan. HIV/AIDS kini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan seluruh masyarakat di seluruh dunia, karena penyakit ini memiliki window period atau fase tanpa gejala yang relatif panjang selama perjalanan penyakitnya, dan sampai saat ini masih belum ditemukannya obat dan vaksin untuk pencegahan infeksi HIV/AIDS ini. Hal
1
2
tersebut menyebabkan pola dari perkembangan infeksi HIV/AIDS seperti fenomena gunung es (Iceberg Phenomenom) (Depkes RI, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari (UNAIDS, 2015), sampai akhir tahun 2014 terdapat 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV di dunia dan ada 2 juta orang yang baru terinfeksi HIV. Pada tahun 2014, terdapat 1,2 juta orang meninggal akibat dari AIDS dan infeksi oportunistik secara global. Antara tahun 2000 sampai 2015, infeksi HIV baru telah menurun sebesar 35%, dan kematian akibat AIDS telah menurun sebesar 24% dengan pelaksanaan upaya pencegahan di seluruh dunia. Menurut data yang dilaporkan oleh (Kementerian Kesehatan, 2014), jumlah kumulatif kasus HIV sampai tahun 2014 yaitu sebanyak 150.296 orang dan jumlah kumulatif kasus AIDS yaitu sebanyak 55.799 orang, serta kasus kematian akibat AIDS yaitu sebanyak 9.796 kasus (CFR 6,5%). Pada tahun 2014, prevalensi kasus AIDS di Indonesia yaitu 23,48 per 100.000 penduduk dengan prevalensi kasus yang paling tinggi terjadi di Papua dengan prevalensi sebesar 359,43 per 100.000 penduduk. Jumlah kumulatif penderita HIV di Propinsi Bali sampai tahun 2014 yaitu sebanyak 9.637 orang dan jumlah kumulatif penderita AIDS sebanyak 4.261 orang (Kementerian Kesehatan, 2014). Prevalensi kasus AIDS di Propinsi Bali tahun 2014 yaitu sebesar 109,52 per 100.000 penduduk. Menurut Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2014 ( Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015), Kasus HIV/AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahun. Sampai dengan Desember 2014 jumlah kasus baru mencapai 1.352 kasus dan AIDS mencapai 869 kasus. Jumlah terbanyak kasus HIV dan AIDS di Propinsi Bali terdapat pada golongan usia 20-29 tahun dan 30-39 tahun, dimana golongan usia ini adalah golongan usia produktif. Penyebaran kasus HIV/AIDS di Propinsi Bali saat ini lebih banyak ditularkan melalui hubungan seksual.
3
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kematian akibat AIDS tahun 2014 sebanyak 54 orang yaitu laki-laki sebanyak 34 orang dan perempuan sebanyak 20 orang. Penelitian Prevalensi HIV dan Sifilis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI ( Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2010) pada Narapidana di Lapas/Rutan di 13 Propinsi di Indonesia tahun 2010, menyebutkan bahwa dari 18 Lapas/Rutan, prevalensi HIV pada Warga Binaan Laki-laki yaitu 1,1% dan pada Warga Binaan Perempuan yaitu 6%. Pada tahun 2010, hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Jakarta dan Jawa Barat menyebutkan bahwa, Prevalensi HIV pada WBP selama 2 tahun terakhir menunjukkan hasil yang sangat bervariasi, yakni 1% hingga 32% di Lapas Narkotika Cipinang dan 30 Lapas/Rutan lainnya. Menurut laporan estimasi dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2009, memperkirakan bahwa terdapat 140.000 WBP di Indonesia dimana sekitar 5000 WBP atau 3,6% WBP telah terinfeksi HIV. Estimasi prevalensi tersebut 24 kali lebih tinggi dari estimasi prevalensi HIV pada populasi umum di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2009). Prevalensi HIV yang relatif tinggi pada WBP di beberapa Lapas/Rutan menyebabkan populasi tersebut sudah harus diperhitungkan dalam estimasi jumlah populasi dewasa rawan tertular HIV. Sampai saat ini, belum ditemukan obat yang mampu mengobati infeksi HIV. Namun, dengan adanya pelayanan HIV/AIDS seperti penyediaan terapi antiretroviral (ARV) secara efektif dapat mengendalikan virus dan membantu mencegah penularan sehingga orang dengan HIV dan orang-orang yang memiliki risiko yang tinggi terhadap HIV/AIDS dapat menikmati hidup yang sehat dan produktif. Berdasarkan data (World Health Organization (WHO), 2015) diperkirakan saat ini hanya 53% dari orang dengan HIV yang mengetahui status HIV mereka. Pada tahun 2014, sekitar 150 juta anak-anak dan orang dewasa di 129 negara berpenghasilan
4
rendah dan menengah menerima layanan tes HIV. Pada pertengahan tahun 2015, 15,8 juta orang yang hidup dengan HIV menerima terapi ARV(antiretroviral) secara global. Pelayanan HIV/AIDS di Indonesia diberikan secara gratis, termasuk pelayanan berupa penyediaan terapi ARV(antiretroviral) hampir di seluruh pusat pelayanan kesehatan diantaranya Rumah Sakit, Puskesmas, dan Klinik Kesehatan. Pemberian terapi ARV untuk penderita HIV/AIDS secara signifikan dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup ODHA dan harapan masyarakat. Pada saat ini HIV/AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menakutkan. Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Bali tahun 2014, angka kasus penderita HIV/AIDS atau ODHA yang mendapatkan pengobatan ARV tahun 2014 adalah 60,91% lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 57,43%. Hasil capaian Provinsi Bali pada tahun 2014 sudah melampaui baseline nasional di tahun 2014 sebesar 42%, dan memenuhi target sesuai Renstra Kemenkes di tahun 2015 sebesar 45% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015). Pelayanan HIV berupa penyediaan terapi ARV juga penting untuk dilaksanakan dengan cara meningkatkan kerjasama dan membangun jejaring antara Lapas/Rutan dengan dinas kesehatan setempat berdasarkan pada data dari Kemenkes RI tahun 2010 bahwa prevalensi HIV pada WBP yang bervariasi dan relatif tinggi (Kemenkes, 2011). Selain itu, penyediaan pelayanan HIV di Lapas/Rutan penting untuk dilakukan agar tercipta rujukan layanan deteksi HIV dan pengobatan ARV yang layak bagi WBP yang terinfeksi HIV. Layanan HIV berupa layanan VCT telah dilaksanakan di Lapas Kerobokan sejak tahun 2009 yang ditujukan kepada seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang baru masuk ke dalam lapas secara wajib. Selain itu, telah ditetapkan program SUFA (Strategic Use of ARV) dimana program ini sudah
5
dijalankan pemerintah sejak tahun 2013. Pelayanan HIV lainnya berupa penyediaan terapi ARV juga sudah dilaksanakan di Lapas Kerobokan namun penelitian terkait HIV/AIDS dan penelitian mengenai HIV Treatment Cascade di Lapas tersebut masih belum maksimal dikembangkan. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian di Lapas Kerobokan untuk mengetahui proporsi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV Positif dan mengetahui HIV Treatment Cascade di Lapas Kerobokan dari tahun 2013 sampai 2015. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis perlu untuk mengetahui
proporsi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV Positif dan HIV Treatment Cascade di Lapas Kerobokan tahun 2013-2015. 1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan
yaitu sebagai berikut : 1.
Berapa proporsi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV Positif di Lapas Kerobokan dari tahun 2013 sampai 2015?
2.
Berapa proporsi WBP yang HIV positif yang melaksanakan terapi ARV (Antiretroviral) secara dini di Lapas Kerobokan dari tahun 2013 sampai 2015 ?
3.
Berapa proporsi WBP yang HIV positif yang patuh melaksanakan terapi ARV (Antiretroviral) di Lapas Kerobokan dari tahun 2013 sampai 2015 ?
4.
Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dalam memulai ARV secara dini pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV positif di Lapas Kerobokan?
6
5.
Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat terkait kepatuhan berobat pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV positif di Lapas Kerobokan?
1.4
Tujuan
1.4.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV Positif dan HIV Treatment Cascade di Lapas Kerobokan tahun 2013-2015. 1.4.2 Tujuan khusus 1.
Untuk mengetahui proporsi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV Positif di Lapas Kerobokan dari tahun 2013 sampai 2015.
2.
Untuk mengetahui proporsi WBP yang HIV positif yang melaksanakan terapi ARV (Antiretroviral) secara dini di Lapas Kerobokan dari tahun 2013 sampai 2015.
3.
Untuk mengetahui proporsi WBP yang HIV positif yang patuh melaksanakan terapi ARV (Antiretroviral) di Lapas Kerobokan dari tahun 2013 sampai 2015.
4.
Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam memulai ARV secara dini pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV positif di Lapas Kerobokan.
5.
Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat terkait kepatuhan berobat pada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV positif di Lapas Kerobokan.
7
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan kepustakaan dibidang kesehatan mengenai HIV Treatment Cascade di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Selain itu, diharapkan agar penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dan kepustakaan untuk penelitian lebih lanjut mengenai HIV/AIDS. 1.5.2 Manfaat praktis 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk instansi yang berwenang yaitu Kementerian Hukum dan HAM dan Dinas Kesehatan
Kabupaten
Badung dalam upaya
pengembangan program
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan Layanan VCT di Lapas Kerobokan. 2.
Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat mengenai prevalensi HIV/AIDS dan HIV Treatment Cascade di Lapas Kerobokan Tahun 2016.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian bidang Epidemiologi untuk
mengetahui proporsi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang HIV Positif dan HIV Treatment Cascade di Lapas Kerobokan tahun 2013-2015.