HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif hidayatullah Jakarta untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh: PIAN HERMAWATI NIM: 105070002251
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Jakarta, 6 Juni 2011 Sidang Munaqasyah, Dekan/Ketua
Pembantu Dekan/ Sekretaris
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2001
Anggota
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi NIP. 19650220 199903 1 003
Bambang Suryadi, Ph.D NIP. 19700529 2003121 002
Rena Latifa, M.Psi NIP. 19820929 2008012 00
ii
HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Oleh : PIAN HERMAWATI 105070002251
Dibawah bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Bambang Suryadi, Ph.D NIP:19700529 2003121 002
Rena latifa, M.Psi NIP:19820929 2008012 004
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M iii
Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain (HR. Muslim).
Kita menilai diri kita sendiri dari segala sesuatu yang kita rasa mampu kita lakukan, sedangkan orang lain menilai kita dari apa yang telah kita lakukan. (Henry Wadsworth Longfellow)
Karya ini kupersembahkan untuk; Cita,, cinta, dan harapanku…..
iv
Halaman persembahan Keberhasilan tidak hanya pada usaha yang bersungguhsungguh pada kepercayaan diri kita, namun juga pada kepercayaan orang lain terhadap diri kita, namun kepercayaan sesungguhnya merupakan gambaran dari diri kita sendiri, efek dari kepribadian kita kepada mereka, jadi pola pikir kita adalah bagaimana agar orang lain memiliki kepercayaan itu (O. S. Marden)
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Abah (almarhum),ummi, mama, suami, adik, sepupu, dan sahabatku…. v
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Juni 2011 (C) Pian Hermawati (D) Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA (E) Halaman : i-xiv + 81 Hal + 11 lampiran (F) Kasus HIV/AIDS ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 tepatnya di Bali dan sampai saat ini penyakit HIV/AIDS semakin meningkat dan belum ditemukan obatnya serta tercatat sebagai salah satu penyakit yang paling mematikan. Adapun penyebab penyakit ini karena hubungan seks yang tidak sehat, pengguna narkoba dengan menggunakan jarum suntik yang terinfeksi virus HIV/AIDS, tranfusi darah, dan pasangan suami istri yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Penyebab penyakit yang melatar belakangi mereka ada sebagian masyarakat yang memberikan stigma negatif diantaranya: orang yang melanggar norma agama, berkonotasi negatif, orang yang berpergaulan bebas dan pengguna narkoba. Sehingga peneliti tertarik untuk melihat hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. Selain itu, untuk mengetahui hubungan usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial, hubungan lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial, perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan dan jenis kelamin, mengetahui berapa besar pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, mengetahui berapa besar pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Populasi dalam penelitian berjumlah100 orang penderita HIV/AIDS dengan jumlah sampel 40 orang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode sampel purposif. Data dikumpulkan dengan skala dan diolah menggunakan analisis statistik pearson product moment untuk menguji hipotesis penelitian. Jumlah item yang valid untuk skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat sebanyak 35 item dan jumlah item yang valid untuk skala interaksi sosial sebayak 42 item. Adapun
vi
reliabilitas skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat adalah 0,728 sedangkan reliabilitas skala interaksi sosial adalah 0,888. Berdasarkan hasil analisis korelasi dari pearson product moment diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA, serta tidak ada korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial; tidak ada korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial; tidak ada perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan dan jenis kelamin; Ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan variabel interaksi sosial dan terakhir kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5% terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDSmasyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti memberikan saran agar pemerintah, LSM dan pihak-pihak terkait lainnya dapat mensosialisasikan bahaya penyakit HIV/AIDS dan mengurangi stigma pada ODHA. Untuk peneliti selanjutnya supaya dapat menambah variabel lain seperti optimisme kesembuhan dan kualitas hidup serta menambah jumlah sampel denga usia sampel yang lebih variatif. (G) Daftar Pustaka : 27 (1981-2011)
vii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrohim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat lindungan dan rahmat-Nya, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam bagi nabi Muhammad SAW yang telah membawa lentera penerang bagi manusia di muka bumi, juga kepada keluarga dan sahabat serta orang-orang yang mengikuti jejaknya hingga akhir zaman. Dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Proses skripsi juga tidak terlepas dari bantuan berharga oleh banyak pihak, maka dengan hati tulus sepatut penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bapak Jahja Umar Ph.D, berkat bimbingan , arahan, nasehat, dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis. 2. Bapak Bambang Suryadi Ph.D sebagai dosen pembimbing I, atas arahan, bimbingan dan masukan yang sangat membangun, rasa takut, dan haru selama bimbingan berlangsung. Ibu Rena Latifa M.Psi sebagai dosen pembimbing II, yang sangat sabar selalu memberikan masukan dan sudah berbesar hati dalam membimbing saya untuk mewujudkan skripsi ini. 3. Para dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan ilmu kepada penulis. Bapak dan Ibu staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kebaikan dan kerjasamanya. 4. Untuk Abah (Alm) dan Ummi, Mamah dan om Unang yang telah mendidik dan membesarkan saya, yang selalu siap membantu dan memberikan doa, kasih sayang dan dukungan baik moril dan material, yang tak terhingga serta untuk ayah saya, terimakasih karena telah membantu saya terlahir kedunia ini. 5. Adik yang saya sayang Putra Aditama dan Bunga Novitasari, sepupuku Rima, Riza yang selalu menambah keceriaan dirumah serta suamiku
viii
tersayang mas Slamet Budi Mulyono S.AB, yang selalu memberikan motivasi dan sabar menunggu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 6. Sahabat-sahabat setia yang keberadaannya sangat berarti bagi penulis: Fika, Tika, Eva, Nurfauziyanti, Dina, Donna, Nadiyya, Nina, (atas kebersamaan selama perkuliahan) dan teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 7. Kepada seluruh pengurus Yayasan Pelita Ilmu dan Yayasan Tegak Tegar yang telah membantu penulis dalam penyebaran skala penelitian serta para ODHA yang telah bersedia menjadi responden penelitian. 8. Juga kepada seluruh teman-teman angkatan 2005 khususnya kelas A (atas diskusi dan kebersamaannya) dan seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Peneliti menyadari banyak sekali keterbatasan dari skripsi ini, oleh karena itu saya mohon kesediaan bagi pembaca untuk memaklumi segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.
Jakarta, Juni 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii MOTTO ............................................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v ABSTRAKSI........................................................................................................ vi KATA PENGANTAR.........................................................................................viii DAFTAR ISI........................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiv BAB 1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 1.2. Identifikasi Masalah ................................................................ 8 1.3 Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 9 1.3.1 Pembatasan Masalah...................................................... 9 1.3.2 Rumusan Masalah.......................................................... 10 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11 1.4.1 Tujuan Penelitian ........................................................... 11 1.4.2 Manfaat Penelitian ......................................................... 12 1.5 Sistematika Penulisan ............................................................ 12
BAB 2
LANDASAN TEORI 2.1. Persepsi ................................................................................... 14 2.1.1 Pengertian Persepsi ........................................................ 14 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ................ 15 2.1.3 Proses Persepsi .............................................................. 17 2.2. Stigma .................................................................................... 18 2.2.1 Pengertian Stigma .......................................................... 19 2.2.2 Stigmatisasi ................................................................... 20 2.2.3 Tipe-tipe dan Dimensi Stigma ....................................... 20 2.2.4 Alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS ..... 22 x
2.2.5 Akibat Stigma ................................................................ 23 2.3. HIV.......................................................................................... 23 2.3.1 Pengertian HIV/AIDS .................................................... 23 2.3.2 Penyebaran HIV/AIDS................................................... 24 2.3.3 Pencegahan HIV/AIDS .................................................. 25 2.3.4 Dinamika psikologis penderita HIV/AIDS .................... 26 2.3.5 Stigma masyarakat tentang HIV .................................... 28 2.3.6 Persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma masyarakat ......................................................... 28 2.4. Interaksi Sosial ........................................................................ 29 2.4.1 Pengertian interaksi sosial..............................................30 2.4.2 Syarat-syarat terjadi interaksi sosial .............................. 30 2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial........ 31 2.4.4 Bentuk-bentuk interaksi sosial ....................................... 33 2.4.5 Gambaran interaksi sosial penderita HIV/AIDS............ 37 2.5. Kerangka Berpikir................................................................... 38 2.6. Hipotesis.................................................................................. 41 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian........................................................................ 42 3.1.1 Pendekatan penelitian dan metode penelitian ................ 42 3.2. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel......... 42 3.2.1 Definisi Konseptual........................................................ 42 3.2.2 Definisi Operasional Variabel........................................ 43 3.3. Populasi dan Sampel ............................................................... 44 3.3.1 Populasi .......................................................................... 44 3.3.2 Sampel............................................................................ 44 3.3.3 Teknik pengambilan sampel .......................................... 45 3.4. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 45 3.4.1 Teknik pengumpulan data ............................................. 46 3.4.2 Instrumen pengumpulan data ........................................ 46 3.5. Teknik Uji Instrumen Penelitian ............................................. 47 3.5.1 Uji validitas .................................................................... 47 3.5.2 Uji reliabilitas................................................................. 48
xi
3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian....................................... 49 3.6.1 Hasil uji validitas skala persepsi terhadap stigma HIV/AIDS .......................................................... 49 3.6.2 Hasil uji coba skala interaksi sosial ............................... 50 3.7. Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap stigma HIV/AIDS Dengan Interaksi Sosial ............................ 50 3.8. Teknik Analisa Data................................................................ 51 3.9. Prosedur Penelitian.................................................................. 52 BAB 4
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian....................................... 54 4.2. Kategorisasi Penyebaran Skor Responden.............................. 57 4.3
Uji Hipotesis .......................................................................... 59 4.3.1 Uji korelasi antara persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dengan interaksi sosial . ................................................60 4.3.2 Uji korelasi antara usia dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS .....................................................................61 4.3.3 Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS ............................62 4.3.4 Uji korelasi usia dengan interaksi sosial .......................63 4.3.5 Uji korelasi lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial...............................................................63 4.3.6 Uji beda berdasarkan pendidikan dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial...........64 4.3.7 Uji beda berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial...........67 4.3.8 Uji regresi aspek persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dengan interaksi sosial ..................................................70 4.3.9 Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS...........................................72
xii
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 74 5.2 Diskusi .................................................................................. 76 5.3 Saran........................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Uji korelasi persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial Lampiran 2 : Uji korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 3 : Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 4 : Uji korelasi usia dengan interaksi sosial Lampiran 5 : Uji korelasi lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial Lampiran 6 : Uji beda pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial Lampiran 7 : Uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial Lampiran 8 : Uji regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial Lampiran 9 : Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 10 : Skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 11 : Skala interaksi sosial
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman kondisi kehidupan masyarakat semakin sulit dan kompleks. Semua permasalahan yang dihadapi harus diselesaikan oleh setiap individu. Tapi kita harus menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial dimana kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, manusia adalah makhluk sosial. Jika kita lihat sejak lahirpun manusia sudah membutuhkan pergaulan dengan orang lain yang memenuhi kebutuhan biologisnya, makan, minum dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi sosial dalam masyarakat sangatlah kompleks. Kita bisa temukan pada penderita HIV/AIDS adanya perlakuan yang berbeda, seperti dijauhi, dikucilkan, adanya diskriminasi.. (Hutapea; 2004). Jumlah penderita HIV/AIDS memang mengalami peningkatan yang sangat tajam. Kasus ini meningkat 100 persen tiap bulannya. Hingga akhir Oktober 2009 di Jakarta sendiri tercatat 41.240 kasus. Terdiri dari pengguna narkotika suntik sebanyak 55 persen sebagian besar berusia muda, waria sebanyak 34 persen, PSK (Pekerja Seks Komersial) di lokalisasi sebanyak 10,2 persen dan PSK tidak langsung 5,7 persen (www.kabarindonesia.com). Menurut data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) DKI Jakarta, jumah penderita HIV/AIDS pada tahun 2008 meningkat 500 persen dari tahun
1
2000, penderita AIDS yang tercatat hingga bulan September 2008 sebanyak 3.761 orang, sedangkan pada tahun 2000 jumlahnya masih 700 orang. KPA DKI Jakarta memperkirakan berjumlah 25.000 orang penderita HIV/AIDS remaja laki-laki berusia 19-25 tahun, 70 persen penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik, 29 persen melalui hubungan seks yang tidak aman dan sisanya diakibatkan dari tranfusi darah (Rohana; 2009).
Menurut Ruslan (2011) Penderita HIV AIDS di Jakarta Barat terus meningkat akibat menjamurnya tempat hiburan. Penyebabnya karena hubungan seks langsung atau tidak langsung dan pengguna jarum suntik yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Populasi resiko tinggi tahun 2011 di Jakarta Barat tercatat sebanyak 161.654 penderita HIV/AIDS. Tahun 2010 jumlah Resiko tertinggi penderita HIV/AIDS di Jakarta Barat, di Kecamatan Tamansari 105.380 penderita, kecamatan Grogol Petamburan 21.932 penderita dan terrendah di Kecamatan Cengkareng 2.524 penderita. Barat laporan dari beberapa LSM Peduli AIDS dari 1800 menjad 4756, wanita pekerja seks langsung 579 orang dan pekerja seks tidak langsung bekerja di hiburan.53,6 persen dintaranya hubungan seksual 39,3 persen pengguna narkoba suntik dan 2,6 persen penularan dari ibu bayi.
Penderita HIV/AIDS di Bali hingga Maret 2011 mencapai 4.314 kasus, 381 orang di antaranya meninggal dunia. Kota Denpasar menempati peringkat pertama dengan 1.931 kasus, di antaranya 171 orang meninggal atau persentasenya mencapai 44,76 persen. Kabupaten Buleleng dengan 941 kasus, 53
2
orang di antaranya meninggal dunia atau 21,81 persen dan Kabupaten Badung pada peringkat ketiga dengan 708 kasus, 67 orang di antaranya meninggal atau 16,41 persen. Selain itu Kabupaten Jembrana dengan 75 kasus, 17 orang di antaranya meninggal (1,74 persen), Tabanan 237 kasus, 27 orang di antaranya meninggal (5,49 persen) dan Gianyar dengan 200 kasus, 24 orang di antaranya meninggal (4,54 persen). Sementara di Kabupaten Bangli penderita HIV/AIDS tercatat 50 kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,16 persen), Klungkung 58 kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,34 persen) dan Kabupaten Karangasem 114 kasus, delapan di antaranya meninggal (2,84 persen) (Suteja; 2011).
Seperti yang kita tahu, penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang memang belum ditemukan obatnya. Para penderita hanya diberikan obat untuk memperlambat penyebaran virus dalam tubuh. Sebagian besar yang menderita HIV/AIDS diantaranya PSK, pelaku homoseks, pengguna narkoba dengan jarum suntik, bayi yang terlahir dari ibu yang positif terinfeksi HIV/AIDS dan pasangan suami istri yang terinfeksi HIV/AIDS. Memang benar, fakta yang ada kebanyakan dari penderita HIV/AIDS adalah orang-orang yang perilakunya secara moril bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Kadang mereka mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan baik dari lingkungan keluarga maupun teman. Meliputi cemoohan, hinaan dan bahkan sikap lain yang menunjukkan sikap tidak suka terhadap penderita HIV/AIDS. Meskipun sudah 23 tahun sejak adanya kasus AIDS di Indonesia, sampai sekarang masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh bahkan stigma mereka semakin negatif. Persepsi negatif masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS,
3
berdasarkan stimulus yang mereka terima. Stimulus ini salah satunya adalah melalui informasi yang masyarakat terima tentang HIV/AIDS sehingga terbentuk stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS. Menurut Walgito (2003) persepsi adalah suatu proses yang didahulukan oleh penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Keadaan individu dapat mempengaruhi hasil persepsi, ada dua sumber yang mempengaruhinya yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian/fisiologis dan yang berhubungan dengan segi psikologis. Apabila sistem fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan berpengaruh pada persepsi seseorang. Sedangkan segi psikologis yaitu mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, motivasi akan berpengaruh pada seseorang yang akan melakukan persepsi. Menurut Chaplin (2004) stigma adalah satu cacat atau cela pada karakter seseorang. Sedangkan menurut Green (dalam Cholil; 1997) stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma dalam penelitian ini adalah stigma yang yang di berikan masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS. Menurut Merati (dalam Cholil; 1997) ada beberapa kasus di lingkungan masyarakat yang diakibatkan kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS. Contoh kasus pertama adalah sebagai berikut: dokter-dokter dan paramedis di bagian unit gawat darurat sudah sangat sering mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara penularan HIV/AIDS dan bagaimana cara pencegahan penularan di rumah sakit dalam pekerjaan sehari-hari. Semua mengetahui hanya dengan meraba dan
4
memeriksa pasien AIDS tidak akan terjadi penularan, tapi apa yang terjadi setelah memeriksa seorang pasien yang menyatakan dirinya seorang HIV positif? begitu mendengar pernyataan pasien, dokter tersebut segera mencuci tangannya berulang-berulang dengan sabun baru kemudian duduk dan meneruskan kembali dengan pasien. Jadi tidak terpikir dahulu untuk melakukan pemeriksaan dan pembicaraan dengan pasien tersebut karena ketakutan dan ingin segera mencuci tangannya seolah-olah dokter takut tertular. Memang antara sikap dan pengetahuan belum konsisten. Contoh kasus lain adalah terulangnya pembakaran kasur dan alat-alat bekas pakaian pasien AIDS dari satu provinsi ke provinsi lain. Pada tahun 1987 RSUD Sanglah, Bali telah membakar segala peralatan dan pakaian bekas pasien AIDS, yang kemudian hal tersebut disadari tidak perlu. Tetapi kurang lebih lima tahun setelah itu terdengar keadaan serupa dilakukan oleh rumah sakit lain di Sumatera. Dengan membaca contoh kasus di atas, jelas sekali terjadi diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat, bahkan di lingkungan kesehatan seperti rumah sakit. Disadari atau tidak, semakin kurang informasi tentang HIV/AIDS semakin besar diskriminasi yang akan terjadi. Hal ini berkembang karena mitos-mitos tidak segera dikoreksi sehingga terjadi pengertian dan pemahaman yang salah terhadap HIV/AIDS. Walaupun diketahui HIV/AIDS ditularkan akibat perilaku, tetapi tanpa disadari atau tidak masyarakat melakukan diskriminasi terhadap orangnya, terutama diwujudkan pada kelompok-kelompok tertentu seperti homoseksual, PSK dan pecandu narkotik.
5
Pemahaman yang kurang tentang HIV/AIDS di masyarakat perlu di minimalisir agar penangan HIV/AIDS bukan dengan cara memerangi penderita HIV/AIDS tetapi memerangi cara penyebaran virus HIV. Bila stigma masyarakat ataupun lingkungan sekitarnya negatif, beban penderitaan mereka akan semakin besar dan terakumulasi. Mereka harus mendapatkan perhatian yang serius dan dihindarkan dari kemungkinan untuk berputus asa dengan melakukan tindakantindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama seperti mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri ataupun hal yang lainnya yang memang bertentangan dengan norma-norma atau aturan agama. Karena pada dasarnya penyakit ini tidak menular melalui interaksi. Sesungguhnya, diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS bukan saja melanggar hak-hak asasi manusia, melainkan juga sama sekali tidak membantu usaha mencegah penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat dan luas. Stigma dan diskriminasi keduanya menjelma sebagai penghalang terbesar bagi penanganan penyerbaran HIV/AIDS. Banyak dari masyarakat yang menganggap siapapun yang sudah terkena HIV/AIDS harus dijauhi dan kehadirannya pun dalam lingkungan tidak diinginkan. Jika kita ingat aliran psikologi humanistik yang dipelopori oleh Abraham Maslow, ada 5 hierarki kebutuhan manusia salah satunya adalah rasa ingin dihargai dan menghargai. Jika penghargaan dari orang lain tidak terpenuhi dan kehadirannya pun dalam lingkungan tidak diinginkan maka akan menghambat proses aktualisasi diri. Dalam hal ini pemerintah wajib melindungi hak-hak penderita HIV/AIDS sama seperti terhadap warga Negara lainnya.
6
Mengapa stigma ini terjadi, ada tiga sumber. Pertama: ketakutan, semua tahu HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang tidak ada obat untuk menyembuhkannya. Kedua: moril, penyakit HIV/AIDS sering terkait dengan seks bebas dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan Tuhan dengan alasan bahwa ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah orang-orang yang telah melanggar norma agama. Ketiga: ketidak acuhan oleh media masa, adanya ketakutan dan pikiran moril pembaca (Green, dalam Cholil; 1997). Diskriminasi terhadap mereka harus dikikis dengan cara memastikan bahwa hak-hak mereka terhadap layanan dan fasilitas kesehatan diakui dan dilindungi, untuk diperlakukan sebagai orang yang sedang sakit dan bukan orang yang membawa penyakit. Ada stigma yang negatif dari masyarakat dan adanya perlakuan yang kurang menyenangkan baik dari keluarga maupun masyarakat. Jika stigma terhadap mereka sudah melekat, biasanya akan mempengaruhi interaksi mereka dengan masyarakat, hasil penelitian yang dilakukan oleh Waluyo, dkk (2007) dikutip dari hasil wawancara peneliti dengan penderita HIV/AIDS, menyebutkan bahwa stigma yang di berikan masyarakat membuat penderita HIV/AIDS menjadi tertutup atau tidak terbuka. Karena pada dasarnya interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Pertemuan orang perseorangan secara badaniah tidak akan terjadi pergaulan hidup dalam kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perseorangan atau kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya. Untuk mencapai satu tujuan bersama, mengadakan persaingan,
7
pertikaian dan sebagainya, maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah dasar proses sosial, pengertian menunjukkan pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis (Soekanto; 2004). Sedangkan menurut Walgito (2003) interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan yang lainnya, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik, hubungan tersebut dapat antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Kita harus menyadari interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat penting, karena dengan berinteraksi akan membangun kepercayaan diri dan optimisme dalam menghadapi hidup di masa yang akan datang serta meningkatkan kualitas hidup mereka. Fenomena ini yang menstimulasi dan memotivasi bagi penulis untuk memahami dan mengkaji lebih dalam hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
Masyarakat
dengan
interaksi
sosial
pada
ODHA
dengan
lingkungannya dan mengangkat judul “Hubungan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada ODHA ”.
1.3.
Identifikasi Masalah
1. Apa bentuk-bentuk stigma yang diberikan masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS? 2. Bagaimana persepsi ODHA terhadap penyakitnya? 3. Apa faktor yang membatasi terjadinya interaksi sosial pada ODHA?
8
4. Hambatan-hambatan yang dialami ODHA dalam intertaksi sosialnya? 5. Bagaimana persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS yang diberikan masyarakat kepadanya?
1.6 Pembatasan dan Rumusan Masalah 1.6.1 Pembatasan Masalah a. Persepsi yang dimaksud adalah memberikan makna atau arti terhadap stimulus dari lingkungan yang di terima alat indera. b. Stigma HIV/AIDS yang dimaksud adalah ciri negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita HIV/AIDS dan ODHA mengetahui stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka. c. Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang dimaksud adalah mengetahui dan memberikan makna serta mengenali ciri negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita HIV/AIDS. Dalam penelitian ini, variabel persepsi merujuk Phulf (dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses interpretasi, perilaku menyimpang, perilaku diskriminasi. d. Interaksi sosial yang dimaksud adalah kemampuan penderita HIV/AIDS dengan orang yang ada disekitarnya, baik berupa orang perseorangan, orang perseorangan dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok, yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini merujuk pada teori Seokanto yaitu bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi kontak sosial dan komunikasi.
9
e. Penderita HIV/AIDS dalam penelitian ini adalah penderita yang positif menderita HIV/AIDS yang berusia 18-45 tahun, pria dan wanita. 1.6.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah ada hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS. b. Apakah ada hubungan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. c. Apakah ada hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. d. Apakah ada hubungan antara usia dengan interaksi sosial. e. Apakah ada hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. f. Apakah ada perbedaan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. g. Apakah ada perbedaan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. h. Apakah ada pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial. i. Apakah ada pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.
10
1.7 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.7.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS. b. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. c. Untuk mengetahui hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. d. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan interaksi sosial. e. Untuk mengetahui hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. f. Untuk mengetahui perbedaan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. g. Untuk mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. h. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial. i. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.
11
1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoritis Pada tatanan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi intelektual bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis yaitu masalah yang perlu ditangani pada penderita HIV/AIDS dan psikologi sosial mengenai teori persepsi dan stigma. b. Manfaat praktis Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan masukan bagi Pemerintah, masyarakat pada umumnya, khususnya bagi peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS serta pihak terkait yang menangani masalah HIV/AIDS.
1.8 Sistematika Penulisan Untuk menjelaskan dan menggambarkan secara singkat skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB 2
: KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini berisi tentang pengertian persepsi, faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi, proses persepsi, pengertian stigma,
12
stigmatisasi, tipe-tipe dan dimensi stigma, alasan stigma terjadi pada penderita
HIV/AIDS,
akibat
stigma,
pengertian
HIV/AIDS,
penyebaran HIV/AIDS, pencegahan HIV/AIDS, dinamika psikologis penderita HIV/AIDS,
HIV/AIDS, persepsi
stigma
masyarakat
penderita
HIV/AIDS
terhadap terhadap
penderita stigma
masyarakat, pengertian interaksi sosial, syarat-syarat interaksi sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial, gambaran interaksi sosial penderita HIV/AIDS, kerangka berpikir dan hipotesis.
BAB 3
: METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis data, teknik analisis statistik dan prosedur penelitian.
BAB 4
: HASIL PENELITIAN Hasil penelitian dari gambaran umum, pengkategorian skor masingmasing skala dan hasil analisis data penelitian.
BAB 5
: PENUTUP Berisi kesimpulan, diskusi dan saran.
13
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persepsi 2.1.1. Pengertian Persepsi Chaplin (2004) menyebutkan persepsi adalah proses pengetahuan atau mengenali objek atau kejadian objektif dengan bantuan indera. Secara umum persepsi dianggap sebagai variabel yang mempengaruhi faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan psikis, suasana hati dan faktor-faktor motivasional, maka arti suatu objek atau suatu kejadian objektif ditentukan oleh kondisi perangsang dan faktor orgasme, dengan demikian persepsi antara seorang dengan orang yang lainnya akan berbeda karena setiap individu mengalami situasi yang berbeda. Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera (Walgito, 2003). Atkitson (1981) menyebutkan bahwa persepsi adalah proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan. Senada dengan itu, persepsi juga diartikan sebagai suatu proses yang didahului oleh stimulus yang diterima oleh indera yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga menyadari apa yang diinderanya itu. Sesuatu yang dipersepsikan oleh seseorang dapat berbeda dengan pemaknaannya. Hal tersebut disebabkan karena apa yang ada disekitar kita yang ditangkap oleh panca indera tidak langsung diartikan sama dengan realitasnya.
14
Pengertian tersebut pada orang yang mempersepsikan, objek yang dipersepsikan serta situasi disekelilingnya. Berdasarkan persepsi atau pemberian arti dari apa yang ditangkap oleh panca indera itulah maka seseorang melakukan aktivitas atau melakukan sikap-sikap tertentu. Dari beberapa pengertian di atas didapatkan beberapa kata kunci mengenai persepsi yaitu proses pemaknaan atau memberikan arti, stimulus dari lingkungan, dan alat indera, jadi persepsi adalah proses dimana seseorang memberikan makna terhadap stimulus dari lingkungan yang diterima oleh alat indera orang tersebut.
2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Perbedaan seseorang dalam memberikan makna terhadap informasi yang ditangkap oleh panca inderanya disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemaknaan tersebut, baik faktor dari luar maupun faktor dari diri sendiri. Walgito (2003) menjelaskan bahwa apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi dalam individu mengadakan persepsi, ini merupakan faktor internal. Lalu masih ada faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung, faktor-faktor ini merupakan faktor eksternal. Persepsi juga sangat dipengaruhi oleh harapan, keinginan, dan motivasi. Pengaruh harapan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, pengalaman serta penilaian seseorang terhadap objek tersebut (Davidoff, 1981)
15
Sedangkan menurut Robbins (2006) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan persepsi seseorang, yaitu: 1. Orang yang melakukan persepsi Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang antara lain: Pertama, sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi. Kedua, motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. Ketiga, pengalaman. Yang terakhir adalah harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek
yang
dipersepsikan
atau
dengan
kata
lain
seseorang
akan
mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan. 2. Target dan objek persepsi Karakter dari objek yang dipersepsikan dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Rangsang diantara objek yang bergerak dan objek yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikan juga rangsang objek yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsang yang paling kuat. Karakter orang yang dipersepsikan, baik itu karakter personal sikap ataupun tingkah laku dapat berpengaruh terhadap orang yang mempersepsikan, karena manusia dapat berpengaruh terhadap orang yang mempersepsikan, karena manusia dapat saling mempengaruhi persepsi satu sama lain. Orang tua yang berinteraksi dengan anaknya dengan penuh perhatian, hangat, selalu antusias, dan sebagainya akan berpengaruh terhadap persepsi anak akan orang tuanya.
16
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu situasi lingkungan, objek yang dipersepsikan dan orang-orang sekitar. Selain itu adanya faktor internal yang mempengaruhi persepsi yaitu apa yang ada dalam diri individu. Serta persepsi sangat dipengaruhi oleh sikap, motif, pengalaman, dan harapan. Selain itu juga, persepsi dipengaruhi oleh pengalaman, motivasi, dan keinginan.
2.1.3. Proses Persepsi Mempersepsikan sesuatu tidak akan terjadi begitu saja, tetapi ada unsur yang dapat menciptakan sebuah persepsi atau suatu proses yang dapat membuat terjadinya suatu persepsi. Menurut Chaplin (2004) proses persepsi dimulai dengan perhatian (attention) yang merupakan proses pengamatan yang selektif. Orang terlebih dahulu menentukan apa yang akan diperhatikan. Dengan memusatkan perhatian akan lebih besar kemungkinan bagi individu akan memperoleh makna dari apa yang ditangkap, lalu menghubungkan dengan pengalaman masa lalu. Menurut Davidoff (1981) beberapa psikolog melihat atensi sebagai suatu alat saring (filter) yang akan menyaring informasi pada titik-titik yang berbeda pada proses persepsi. Namun ada pula yang menunjukkan bahwa manusia mampu memusatkan perhatiannya pada apa yang mereka kehendaki untuk dipersepsikan yang secara efektif melibatkan diri mereka dengan pengalaman-pengalaman tanpa menutup rangsangan lain yang saling bersaing. Proses selanjutnya barulah terjadi persepsi yaitu tahap kedua dalam mengamati dunia, mencakup pemahaman,
17
mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Proses tersebut dalam kenyataannya terjadi secara kurang lebih serentak, karena pada dasarnya keseluruhan proses ini berjalan dalam waktu yang relatif singkat dan segera.
2.2. Stigma 2.2.1. Pengertian Stigma Stigma adalah fenomena yang sangat kuat yang terjadi di masyarakat, dan terkait erat dengan nilai yang ditempatkan pada beragam identitas sosial (Heatherton; 2003). Menurut Chaplin (2004) stigma adalah suatu cacat atau cela pada karakter seseorang. Sedangkan menurut Green (dalam Cholil; 1997) stigma adalah suatu ciri negatif yang menempel pada diri pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Menurut Goffman (dalam Heatherton; 2003) mendefinisikan stigma sebagai suatu isyarat atau pertanda yang dianggap sebagai “ganggguan” dan karenanya dinilai kurang dibanding orang-orang normal. Individu-individu yang diberi stigma dianggap sebagai individu yang cacat, membahayakan, dan agak kurang dibandingkan orang lain pada umumnya. Menurut Jones, dkk (dalam Heatherton; 2003) proses stigmatisasi terkait dengan kondisi pelabelan karena kurang dipercaya atau menyimpang pada seseorang yang dianggap aneh oleh orang lain. Sedangkan Crocker dkk (dalam Hatherton; 2003) mendefinisikan stigma “menempatkan beberapa sifat atau ciri
18
khas, yang menyampaikan identitas sosial yang bertujuan merendahkan diri seseorang dalam konteks sosial tertentu. Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan stigma adalah ciri negatif yang diberikan masyarakat dan dipengaruhi oleh lingkungan. Ciri negatif ini diberikan kepada seseorang yang dianggap cacat, membahayakan, dan agak kurang dibandingkan dengan orang lain pada umumnya.
2.2.2. Stigmatisasi Stigma adalah satu cacat atau cela pada karakter seseorang, stigma merupakan kata benda yang artinya noda, cacat. Sedangkan stigmatisasi adalah kata keterangan yang artinya merupakan noda, menodai. Jadi perbedaan antara stigma dan stigmatisasi adalah stigma kata benda sedangkan stigmatisasi kata keterangan. Menurut Pfuhl (dalam Simajuntak; 2005) proses pemberian stigma yang dilakukan masyarakat terjadi melalui tiga tahap yaitu; 1) Proses interpretasi, pelanggaran norma yang terjadi dalam masyarakat tidak semuanya mendapatkan stigma dari masyarakat, tetapi hanya pelanggaran norma yang diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan perilaku yang dapat menimbulkan stigma. 2) Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang, setelah pada tahap pertama dilakukan dimana terjadinya interpretasi terhadap perilaku yang menyimpang, maka tahap selanjutnya adalah proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang oleh masyarakat.
19
3) Perilaku diskriminasi, tahap selanjutnya setelah proses kedua dilakukan, maka masyarakat memberikan perlakuan yang bersifat membedakan (diskriminasi). Melakukan stigmatisasi kepada orang lain dapat memberikan beberapa fungsi bagi individu termasuk meningkatkan harga diri, meningkatkan kendali sosial, menahan kecemasan. Stigmatisasi dapat meningkatkan harga diri melalui proses pembandingan ke bawah (menahan kelemahan orang lain) (Will, dalam Heatherton; 2003). Mengacu pada teori perbandingan ke bawah, yaitu membandingkan diri sendiri dengan orang lain dapat meningkatkan perasaan berharga seseorang dan karenanya dapat meningkatkan harga dirinya. Pembandingan ke bawah dapat berlangsung dalam bentuk pasif (seperti mencari kekurangan orang lain dalam bidang-bidang tertentu) atau juga berlangsung dalam bentuk aktif (seperti membentuk kondisi yang tidak menguntungkan orang lain melalui diskriminasi). Dari definisi di atas penulis menyimpulkan proses pemberian stigma yang dilakukan masyarakat ada tiga tahap, Pertama, proses interpretasi; Kedua, proses pendefinisian pada seseorang yang dianggap berperilaku menyimpang; Ketiga, perilaku diskriminasi.
2.2.3. Tipe-tipe dan Dimensi Stigma Menurut Goffman (dalam Heatherton; 2003) membedakan tiga jenis stigma, atau kondisi stigmatisasi, diantaranya: 1) Kebencian terhadap tubuh (seperti, cacat tubuh) 2) Mencela karakter individu (gangguan mental, pecandu, pengangguran)
20
3) Identitas kesukuan (seperti ras, jenis kelamin, agama dan kewarganegaraan) Sedangkan Jones, dkk (dalam Heatherton; 2003) membagi enam dimensi kondisi stigmatisasi: 1) “penyembunyian” yang mencakup keluasan karakteristik stigmatisasi sedapat mungkin bisa dilihat (seperti cacat wajah vs. homoseksualitas). 2) “rangkaian penandaan” berhubungan dengan apakah tanda tersebut sangat mencolok mata atau makin melemah dari waktu ke waktu (seperti multiple sclerosis vs. kebutaan). 3) “kekacauan” yang mengacu pada tingkat stigmatisasi dalam mengganggu interaksi interpersonal (seperti gagap dalam berbicara). 4) “estetika”
yang
berhubungan
dengan
reaksi
subjektif
yang
dapat
memunculkan stigma karena suatu hal yang kurang menarik. 5) “asal-usul” tanda stigmatisasi (seperti cacat bawaan, kecelakaan, atau kesengajaan) yang juga terkait dengan tanggung jawab seseorang dalam membentuk stigma. 6) “resiko” yang mencakup perasaan berbahaya dari stigmatisasi dari orang lain (seperti memilki penyakit yang mematikan atau membahayakan vs. memilki kelebihan berat badan). Lain halnya menurut Crocker dkk (dalam Heatherton; 2003) bahwa “keterlihatan” dan “keterkendalian” merupakan dimensi stigma yang sangat penting bagi mereka yang melakukan stigma dan mengalami stigma. Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa terdapat 3 tipe atau dimensi stigma diantaranya; Pertama, kebencian terhadap tubuh seperti
21
cacat tubuh; Kedua, mencela karakter individu seperti gangguan mental, pecandu, dan pengangguran; Ketiga, identitas kesukuan seperti ras, agama, jenis kelamin dan kewarganegaraan.
2.2.4. Alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS Menurut Green (dalam Cholil; 1997) ada tiga sumber, diantaranya: 1) Ketakutan, semua tahu HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya. 2) Moril, fakta yang ada penyakit HIV/AIDS sering terkait dengan seks bebas dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan Tuhan dengan alasan bahwa ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah orang-orang yang melanggar norma agama. 3) Ketidak acuhan oleh media masa, adanya pemikiran dan ketakutan dan pikiran moril pembaca tentang HIV/AIDS. Sedangkan menurut Takahashi (dalam Rudianto, 2005) stigma terjadi pada penderita HIV/AIDS karena 3 hal yaitu: 1) Fungsi mereka ditengah masyarakat. Dalam hal ini mereka dianggap kurang produktif dan karena itu merugikan masyarakat. Produktifitas adalah norma sosial yang ada dalam masyarakat. 2) Keberadaan mereka yang merupakan ancaman bagi masyarakat. Kelompok
penderita
HIV/AIDS
dianggap
potensial
membahayakan
masyarakat karena penyakit yang disandangnya. Mereka dianggap potensial menulari orang-orang yang sehat dengan AIDS.
22
3) Mereka dianggap bertanggung jawab secara pribadi atas keberadaan mereka. Anggapan masyarakat pada penderita HIV/AIDS. Persepsi bahwa penderita AIDS bertanggung jawab secara pribadi atas penyakit yang disandangnya dari publikasi besar-besaran mengenai kalangan yang beresiko tertinggi tertular HIV/AIDS. Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS karena ketakutan masyarakat, moril yaitu tingkah laku yang melatarbelakangi penderita HIV/AIDS dan ketidak acuhan dari media masa.
2.2.5. Akibat Stigma Dalam Phulf (dalam Simajuntak; 2005) hasil penelitian menemukan ada beberapa akibat dari stigma yaitu: 1) Stigma sulit mencari bantuan. 2) Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan karena stigma dapat menyebabkan erosinya self-confidence sehingga menarik diri dari masyarakat. 3) Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga sulit mendapatkan akomodasi dan pekerjaan. 4) Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi. 5) Keluarganya menjadi lebih terhina dan terganggu.
2.3. HIV 2.3.1. Pengertian HIV/AIDS AIDS (Acruired Immunodeficiency Syndrome) atau disebut dengan sindroma kehilangan kekebalan sedangkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) 23
yaitu jasad renik yang menyebabkan AIDS. HIV melumpuhkan system kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang membantu dalam menghadang penyakit (Hutapea; 2004). AIDS merupakan suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh sangat menurun karena HIV, sehingga menyebabkan individu beresiko tinggi menderita penyakit fatal Sarcoma Kaposi, jenis kanker limpa yang jarang terjadi dan berbagai macam infeksi jamur, virus dan bakteria yang berbahaya (Davidson, 2004). Dari
definisi
di
atas
penulis
menyimpulkan
HIV
(Human
Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS (Acruired Immunodeficiency Syndrome) disebut dengan sindrom kehilangan kekebalan tubuh. Jadi, AIDS adalah suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menurun dan menyebabkan penderitanya mudah atau beresiko terkena penyakit fatal.
2.3.2. Penyebaran HIV/AIDS HIV paling sering ditularkan melalui hubungan seksual beresiko, terlepas dari penularan seksualnya. Menurut Davidson (2004) HIV terdapat dalam darah, sperma, cairan vagina. Dan penularan terjadi jika cairan yang terinfeksi tersebut masuk kedalam aliran darah. AIDS tidak dapat ditularkan melalui hubungan sosial atau bahkan dengan tinggal bersama dengan penderita AIDS atau positif HIV, dengan catatan mencegah terjadinya kontak dengan darah yang terinfeksi. Kategori perilaku beresiko tinggi, diantaranya: pengguna narkoba suntik,
24
pengguna jarum suntik yang tidak steril secara bersama-sama, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang positif HIV. Sedangkan menurut Kaplan (1997) penularan HIV paling sering terjadi melalui hubungan seksual atau perpindahan darah yang terkontaminasi, seks anal, seks vaginal dan virus yang terkontaminasi paling mungkin menularkan virus. Penularan dari darah yang terkontaminasi paling sering terjadi jika seseorang yang ketergantungan pada zat intravena memungkinkan jarum hipodermik bersamasama atau teknik sterililasi yang tepat dan anak-anak dapat terinfeksi in-utera atau melalui air susu ibu jika ibunya terinfeksi dengan HIV. Penulis menyimpulkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) terdapat dalam darah, sperma dan cairan vagina. Penularan virus ini akan terjadi ketika cairan yang terinfeksi masuk kedalam aliran darah, penularan atau penyebaran melalui seks anal, vaginal dan oral yang tidak terlindungi dapat menularkan virus. HIV/AIDS tidak akan menular melalui hubungan sosial maupun tinggal bersama, dengan catatan mencegah terjadinya kontak dengan darah yang terinfeksi. Kategori yang beresiko tinggi adalah pengguna nakoba suntik yang tidak steril yang digunakan bersama-sama dan bayi yang dilahirkan dari ibu yang positif HIV.
2.3.3. Pencegahan HIV/AIDS Menurut Davidson (2004) pencegahan bisa dilakukan melalui perubahan perilaku. Para ilmuwan secara umum sepakat bahwa program-program penggantian jarum suntik atau pembagian jarum suntik secara gratis dan alat
25
suntik, mengurangi penggunaan jarum secara bergantian dan mengurangi penyebaran infeksi melalui penggunaan narkoba intravera. Fokus utama dalam mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seks adalah mengubah caracara berhubungan seks, seseorang yang dapat menghilangkan kemungkinan tertular dengan melakukan hubungan monogami dengan hanya satu orang yang hasil tes HIV-nya negatif. Walaupun demikian pencegahan terbaik adalah mendorong orang-orang yang berhubungan seksual secara aktif untuk menggunakan kondom, karena efektivitas kondom dalam pencegahan HIV hampir 90 persen. Sedangkan menurut Kaplan (1997) pencegahan HV/AIDS bisa dilakukan dengan cara melakukan hubungan seks yang aman dan menghindari menggunakan jarum suntik hipodermik yang sudah di gunakan secara bersama-sama atau terkontaminasi. Penulis menyimpulkan pencegahan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan cara melakukan perubahan perilaku yaitu dengan cara tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian, setia pada pasangan dan dalam melakukan hubungan seksual menggunakan kondom.
2.3.4. Dinamika psikologis penderita HIV/AIDS Menurut Hutapea (2004) seorang yang menderita HIV/AIDS sering mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat), marah dan dorongan untuk melakukan bunuh diri. Orang yang tertular HIV/AIDS sering marah kepada
26
kalangan medis karena ketidakberdayaan mereka menemukan obat atau vaksin penangkal HIV/AIDS. Mereka juga jengkel terhadap masyarakat luas yang mendiskriminasikan penderita HIV/AIDS. Untuk sebagian penderita HIV/AIDS, ketidakpastian nasib pengidap HIV dan potensi untuk menderita AIDS akan menimbulkan perasaan cemas dan depresi. Sering dihinggapi perasaan menjelang maut, rasa bersalah akan perilaku yang membuat infeksi dan rasa diasingkan oleh orang lain. Stress akan ikut melemahkan sistem imun, yang terlebih dahulu sudah dilumpuhkan oleh HIV. Banyak orang yang tertular HIV/AIDS ditinggalkan oleh teman atau kekasih mereka. Stress yang disebabkan kehilangan ini pun akan ikut melemahkan sistem imun mereka. Menurut Kaplan (1997) orang HIV/AIDS berbeda kondisinya dengan orang yang menderita penyakit parah lainnya seperti kanker dan stroke. Infeksi HIV/AIDS selain berpengaruh terhadap fisik pengidapnya juga memiliki pengaruh terhadap psikososial seperti hubungan status emosi, perubahan dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi kognitifnya, perilaku hidup sehat, perubahan tujuan, hidup dan peranannya di masyarakat, perubahan dalam kehidupan spiritual sampai persiapan menjelang kematiannya. Dari penjelasan di atas penulis mendapatkan kata kunci dinamika psikologis yang dialami penderita HIV/AIDS yaitu kecemasan, depresi, rasa bersalah, marah, dorongan untuk melakukan bunuh diri. Infeksi HIV/AIDS selain berpengaruh terhadap fisik berpengaruh juga terhadap psikososial seperti status emosi, perubahan pola adaptasi, perilaku dan fungsi kognitif, perilaku hidup sehat dan perubahan tujuan.
27
2.3.5. Stigma Masyarakat Tentang HIV/AIDS Menurut Merati (dalam Cholil; 1997) stigma utama masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS adalah karena infeksi HIV/AIDS berkonotasi segala macam bentuk yang “negatif” karena fakta menyebutkan 80% ditularkan melalui hubugan “seksual”, sisanya adalah pecandu narkoba dengan jarum suntik, PSK (Pekerja Seks Komersial), istri yang tertular dari suami dan seorang istri yang melahirkan anak positif HIV. Singkatnya, penderita HIV/AIDS adalah orang yang pergaulannya bebas (hubungan seks bebas), pecandu narkoba, orang yang melanggar norma-norma agama dan sosial. Dari pernyataan di atas penulis menyimpulkan stigma yang diberikan masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS karena sebagian besar secara norma sosial dan masyarakat adalah orang yang melanggar norma-norma tersebut diantaranya adalah PSK, pecandu narkoba dan pengguna jarum suntik.
2.3.6. Persepsi Penderita HIV/AIDS Terhadap Stigma Masyarakat Hasil penelitian Waluyo, dkk (2007) membuktikan bahwa persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma yang diberikan kepada penderita HIV/AIDS bermacam-macam yaitu, menjauhi penderita HIV/AIDS karena pandangan dan pengetahuan masyarakat sempit tentang penderita HIV/AIDS, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, sangat menular, penyakit yang paling buruk, penyakit sebagai hukuman dari Tuhan. Masyarakat memandang penderita HIV/AIDS sebagai orang yang perlu dihindari. ODHA memang layak terinfeksi HIV karena perilaku yang melatar
28
belakangi penderita HIV/AIDS. Masyarakat takut dan pada akhirnya mengucilkan penderita HIV/AIDS. Masyarakat berpikir bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat ditakuti, sangat menular dan sangat mematikan. Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka diantaranya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS, penyakit tidak bisa disembuhkan, penyakit buruk, penyakit hukuman Tuhan. ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) layak terinfeksi karena perilaku yang melatar belakangi mereka.
2.4. Interaksi Sosial 2.4.1. Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok (Walgito; 2003). Menurut Soekanto (2004) interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang
dinamis
yang
menyangkut
hubungan
antara
orang-orang
perseorangan, antara kelompok-kelompok manusia. Interaksi sosial tidak akan tercipta dengan hanya bertemunya orang perseorangan secara badaniah belaka, melainkan baru akan terjadi apabila orang-orang perseorangan atau kelompokkelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya. Untuk
29
mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya. Sedangkan menurut H. Bonner (dalam Ahmadi; 2002) interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Dari beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya dan individu dengan orang lain, dimana perilaku seseorang tidak hanya mempengaruhi lingkungannya, tetapi juga dapat mempengaruhi individu yang bersangkutan. Interaksi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah interaksi yang terjadi pada penderita HIV/AIDS dengan lingkungannya.
2.4.2. Syarat- Syarat Terjadi Interaksi Sosial Menurut Soekanto (2004) suatu interaksi tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat utama, yaitu adanya kontak sosial (Social Contact) dan komunikasi. a. Kontak sosial adalah suatu hubungan antara satu pihak dengan pihak lain, yang memberikan informasi kepada masing-masing pihak tentang kehadiran pihak lain, sehingga masing-masing pihak tersebut dapat mengetahui dan sadar akan kedudukan masing-masing dan siap untuk mengadakan interaksi sosial, maka kontak merupakan tahap pertama dari terjadinya “kontak” atau hubungan antara suatu pihak dengan pihak yang lain. Suatu kontak dapat
30
bersifat primer dan sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sedangkan kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara, seperti telepon, telegram, radio dan sebagainya. b. Komunikasi adalah tindakan seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain dan orang lain itu memberikan tafsiran atas pesan tersebut dan mewujudkan dalam perilaku. Arti penting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan gerak-gerak badaniah dan sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain. Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kontak sosial dalam mewujudkan suatu interaksi sosial apabila hanya terjadi kontak tanpa adanya komunikasi, maka interaksi sosial pun tidak akan terjadi. Dengan demikian apabila dihubungkan dengan interaksi sosial kontak tanpa komunikasi, tidak mempunyai arti apa-apa. Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan syarat-syarat interaksi sosial ada dua. Pertama: kontak sosial yaitu hubungan antara satu pihak dengan pihak lain dimana antara individu satu dan yang lainnya saling memberikan informasi sehingga masing-masing individu sadar dan siap untuk mengadakan interaksi sosial. Kedua: komunikasi yaitu individu menyampaikan pesan kepada orang lain, dan yang diberikan pesan akan memberikan tafsiran atas pesan tersebut dan mewujudkan dalam perilaku.
31
2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial Menurut Ahmadi (2002) faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial, baik secara tunggal maupun secara bergabung adalah: 1. Faktor imitasi Sebagian besar dari kemampuan interaksi sosial seseorang terlihat karena pengaruh imitasi, misalnya; anak belajar berbicara, mula-mula anak mengulang-ulang bunyi, meng-imitasi bunyi-bunyian yang dibentuknya sendiri sambil melatih fungsi lidah, selanjutnya ia meniru ucapan orang lain dan belajar mengucapkan kata-kata. 2. Faktor sugesti Sugesti yang dimaksud disini adalah pengaruh psychis, baik yang datangnya dari diri sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Dalam psikologi sugesti dibedakan menjadi: a. Auto sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya sendiri. b. Hetero sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain. 3. Faktor identifikasi Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah dan batiniah. Identifikasi terjadi ketika individu terlebih dahulu mengenal dengan teliti individu yang diidentifikasi. 4. Faktor simpati Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang yang
32
dapat tiba-tiba merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara bertingkah laku orang itu menarik baginya. Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan ada empat faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, yaitu; faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi dan faktor simpati.
2.4.4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Menurut Gillin dan Gillin (dalam Soekanto; 2004) membedakan ada dua macam proses sosial yakni proses asosiatif dan proses disasosiatif. Proses asosiatif adalah proses yang cenderung menciptakan persatuan dan meningkatkan solidaritas diantara masing-masing anggota kelompok, seperti melalui: 1) Kerjasama yaitu bergabungnya individu atau sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. 2) Akomodasi yaitu usaha manusia untuk meredakan ketegangan akibat konflik atau pertikaian dalam rangka mencapai kestabilan. 3) Asimilasi yaitu proses ketika masing-masing individu atau kelompok yang sebelumnya saling berbeda perhatian dan pandangan dan sekarang memiliki perhatian dan pandangan yang sama atau dapat juga diartikan sebagai proses perkembangan dua atau lebih kebudayaan yang semula berbeda-beda berangsur-angsur menjadi sama, seperti contohnya perkawinan. 4) Akulturasi yaitu suatu keadaan dimana unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.
33
Sedangkan proses disosiatif adalah proses yang cenderung menciptakan perpecahan dan meregangkan solidaritas diantara masing-masing anggota kelompok. Bentuk proses disasosiatif yakni: 1) Kompetisi atau persaingan adalah suatu bentuk perjuangan sosial yang berlangsung secara damai. Persaingan terjadi apabila dua pihak saling berlomba dan berebut untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2) Konflik atau pertentangan adalah kompetensi yang hebat sehingga menimbulkan pertentangan karena munculnya rasa benci, emosi, rasa amarah. Masing-masing pihak yang bertikai berusaha menyerang, melukai, merusak dan memusnahkan lawannya. Menurut Soekanto (2004) adanya interaksi dapat mengabaikan proses sosial. Proses sosial tersebut dapat menimbulkan terjadinya kerjasama maupun perpecahan antara individu yang terlibat. Bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperatif), persaingan (competition), pertikaian (conflict) dan akomodasi. Bentuk-bentuk interaksi sosial tersebut akan diuraikan sebagai berikut: 1. Kerjasama (cooperatif) Menurut Cooley (dalam Soekanto, 2004) kerjasama sebagai salah satu bentuk interaksi sosial merupakan gejala umum yang terjadi pada masyarakat dimanapun.
Beberapa
orang
menganggap
bahwa
kerjasama
disini
dimaksudkan sebagai salah satu usaha bersama antara orang perseorangan atau kelompok manusia sehingga dapat bekerjasama dan dapat memberikan dukungan untuk mecapai satu atau beberapa tujuan yang sama, kerjasama
34
timbul apabila orang menyadari bahwa individu mempunyai kepentingankepentingan yang sama pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian diri sendiri untuk memenuhi kepentingankepentingan tersebut melalui kerjasama. 2. Persaingan (competition) Menurut Soekanto (2004) persaingan diartikan suatu preses sosial dimana individu atau kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang menjadi pusat perhatian atau mempertajam prasangka yang persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi, antara lain: a. Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif. Sifat manusia pada umumnya selalu hendak memperoleh yang terbaik, yang dihargai, karena makin banyak yang dihargai maka semakin meningkat pula keinginan untuk memperolehnya. b. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nlai yang ada pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing. c. Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Pesaingan berfungsi untuk mendudukkan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya. d. Persaingan dapat juga sebagai alat menyaring pada warga karyawan yang akhirnya akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif dan efisien.
35
3. Pertikaian (conflict) Menurut Soekanto (2004) pertikaian atau konflik adalah suatau proses sosial, dimana orang perseorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Sebab musabab pertikaian adalah adanya perbedaan antara orang perseorangan, perbedaan pendirian dan perasaan mungkin menyebabkan bentrokan antara orang perseorangan dan juga perbedaan kebudayaan. Pertikaian atau konflik diartikan sebagai bentuk interaksi sosial dimana terjadi usaha menyingkirkan yang lain yang menjadi lawannya suatu pertikaian tersebut akan diselesaikan. 4. Akomodasi Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu proses dimana orang atau kelompok orang mula-mula orang atau sekelompok orang yang mula-mula saling bertentangan, kemudian saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Dengan kata lain, akomodasi merupakan suatau cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa mnghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadian. Berdasarkan penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa interaksi sosial tersebut dapat berbentuk kerjasama, persaingan atau pertikaian, dimana kerjasama terjadi apabila terdapat adanya persamaan kepentingan dalam mencapai tujuan, sedangkan persaingan yang sering terjadi disaat seseorang atau sekelompok orang yang ingin mencapai targetnya yang diterapkan. Berbeda dengan pertikaian, dimana suatu tindakan yang telah menggunakan kekerasan
36
untuk mencapai keinginan setiap individu. Untuk dapat mengatasi hal tersebut individu dapat berakomodasi atau menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang menegangkan atau yang memanas.
2.4.5. Gambaran Interaksi Sosial Penderita HIV/AIDS Kecenderungan rendahnya pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya stigma. Rendahnya pemahaman tentang HIV/AIDS dapat terjadi pada siapapun termasuk pada ODHA. Jenis penyebaran HIV/AIDS yang semula banyak diakibatkan oleh hubungan seksual bebas, namun 3 tahun belakangan ini diperkirakan telah berubah menjadi penularan melalui jarum suntik pada pengguna narkoba; Depkes RI (dalam, kabarindonesia.com; 2009). Menurut Hutapea (2004) seseorang yang menderita HIV/AIDS sering mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat) sehingga menimbulkan dorongan untuk bunuh diri, mereka juga jengkel terhadap masyarakat luas yang mendiskriminasikan penderita HIV/AIDS dan tidak mengeluarkan dana yang besar untuk menaklukkan HIV/AIDS. Banyak orang yang bersimpati dan mendukung penderita HIV/AIDS, contohnya dengan banyaknya yayasan yang didirikan oleh orang-orang yang tidak terinfeksi HIV/AIDS. Akan tetapi banyak pula yang memusuhi atau menolak mereka secara halus, sering dijumpai perlakuan yang berbeda-beda dalam hal perumahan ataupun pekerjaan, anak-anak
37
yang tertular HIV/AIDS sering dihindarkan disekolah dan ditepiskan oleh tetangga dan anak-anaknya. Pemahaman HIV di masyarakat perlu dimaksimalkan agar penanganan HIV/AIDS bukan dengan cara memerangi ODHA tetapi memerangi terjadinya cara penyebaran dan penularan virus HIV. Dari hasil penelitian Waluyo, dkk (2007) menyebutkan bahwa karena kurang diterimanya penderita HIV/AIDS di tengah-tengah masyarakat serta macam-macam stigma yang diberikan masyarakat membuat ODHA tidak terbuka. Kenapa terjadi demikian, karena lingkungan tidak mau menerima orang dengan penyakit HIV/AIDS dan stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka. Dari pernyataan diatas penulis menyimpulkan kecenderungan rendahnya pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya stigma. Akan tetapi ada sebagian dari masyarakat yang masih peduli dan bersimpati serta mendukung ODHA yaitu dengan cara mendirikan yayasan HIV/AIDS yang didirikan oleh orang-orang yang tidak terinfeksi HIV/AIDS. Tetapi di sisi lain banyak pula yang memusuhi atau menolak mereka secara halus, perlakuan yang berbeda-beda dalam hal perumahan dan pekerjaan. Akibat kurang diterima penderita HIV/AIDS di masyarakat dan stigma yang diberikan masyarakat terhadap ODHA ini telah membuat mereka menjadi orang yang kurang terbuka.
2.5. Kerangka Berpikir HIV/AIDS merupakan penyakit yang memang sampai saat ini belum ditemukan obatnya, para penderita hanya diberikan obat untuk memperlambat
38
penyebaran virus dalam tubuh. Data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) menyebutkan kasus HIV/AIDS meningkat 100 persen dari tahun 2009, 10,2 persen PSK di lokalisasi, 5,7 persen PSK tidak di lokalisasi, dari tahun 2000 sampai 2008 kasus HIV/AIDS meningkat 500 persen. HIV/AIDS ditemukan di Indonesia pada tahun 1987, meskipun sejak adanya kasus ini sampai sekarang masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh bahkan stigma mereka semakin negatif (Hutapea, 2004). Stigma yang diberikan oleh masyarakat pun bermacam-macam diantaranya HIV/AIDS berkonotasi negatif, orang yang pergaulannya bebas, orang yang melanggar norma agama dan sosial, dan kutukan Tuhan karena perilaku mereka. Menuruyt Green (dalam Cholil; 1997) ada tiga sumber yang mendasari mengapa stigma terjadi pada penderita HIV/AIDS. Pertama: ketakutan, semua tahu infeksi belum ada obatnya. Kedua: moril, penyakit HIV/AIDS sering terkait dengan seks bebas dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan Tuhan karena ODHA adalah orang-orang yang melanggar norma agama. Ketiga; ketidak acuhan oleh media masa, adanya ketakutan dan pikiran moril pembaca. Persepsi negatif masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS berdasarkan stimulus yang mereka terima, stimulus ini salah satunya adalah melalui informasi yang masyarakat terima tentang HIV/AIDS, sehingga terbentuknya stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Persepsi ODHA terhadap stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka sangat beragam diantaranya pandangan dan pengetahuan masyarakat sempit tentang penderita HIV/AIDS, penyakit sebagai hukuman dari Tuhan, masyarakat memandang penderita HIV/AIDS orang yang perlu dihindari, ODHA memang layak terinfeksi HIV karena perilaku yang melatar belakangi penderita HIV/AIDS, masyarakat takut dan pada akhirnya 39
mengucilkan penderita HIV/AIDS, masyarakat berpikir bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat ditakuti, sangat menular dan sangat mematikan (Waluyo, dkk, 2007). Menurut Robbins (2006) persepsi dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan harapan. Akibat stigma yang diberikan masyarakat akan berpengaruh kepada ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Hasil penelitian Waluyo dkk (2007) menyatakan bahwa stigma yang diberikan masyarakat kepada ODHA telah menjadi orang yang kurang terbuka. Untuk dapat dipahami secara lebih jelas, berikut adalah gambaran skema tersebut: Fakta HIV/AIDS di Jakarta • Kasus HIV/AIDS meningkat 100 persen dari tahun 2009. • 10,2 persen PSK di lokalisasi, dan 5,7 persen tidak di lokalisasi. • Data dari KPA DKI Jakarta tahun 2000 sampai 2008 meningkat 500 persen.
Persepsi penderitaHIV/AIDS terhadap stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka; • • • • •
Pengetahuan masyarakat sempit tentang HIV/AIDS. Penyakit kutukan Tuhan. ODHA perlu dihindari ODHA terinfeksi HIV/AIDS karena perilaku yang melatar belakangi mereka. Penyakit yang ditakuti, sangat menular, dan sangat mematikan (penelitian FIKUI, Waluyo, dkk, 2007).
Syarat-syarat interaksi sosial: • Kontak sosial • komunikasi
Proses pemberian stigma: • proses interpretasi • perilaku menyimpang • perilaku diskriminasi
Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA
40
2.6. Hipotesis H1 : Ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA.
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat. H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat .
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat. H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat.
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial. H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial.
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamaya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial.
41
H1 : Ada perbedaan yang signifikan berdasarkan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial. H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan berdasarkan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial.
H1 : Ada perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial. H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial.
H1 : Ada pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial. H0 : Tidak ada pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS dengan interaksi sosial.
H1 : Ada pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS . Masyarakat H0 : Tidak ada pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat.
42
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian 3.1.1. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menampilkan hasil berupa angka-angka, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkatan-tingkatan hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Pengukuran korelasional digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan, Sevilla (1993). Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA.
3.2. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel 3.2.1. Definisi Konseptual Secara konseptual variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu (a) variabel bebas (independent variable) dan (b) variabel terikat (dependent variable).
43
a. Variabel bebas (independent variable) Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang dimaksud adalah untuk mengetahui dan memberikan makna serta mengenali ciri negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita HIV/AIDS. Dalam penelitian ini, variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat merujuk pada Pfuhl (dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses interpretasi, perilaku menyimpang dan perilaku diskriminasi. b. Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah interaksi sosial. Interaksi sosial yang
dimaksud
adalah
kemampuan
penderita
HIV/AIDS
dengan
lingkungannya baik berupa orang perseorangan, orang perseorangan dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok, yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi, meliputi bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi, dimana mereka telah mendapatkan stigma dari masyarakat karena penyakit mereka.
3.2.2. Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. a. Persepsi
ODHA
terhadap
stigma
HIV/AIDS
masyarakat:
definisi
operasionalnya adalah hasil skor yang diperoleh dari responden terhadap skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang disusun
44
berdasarkan teori Pfuhl (dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses interpretasi, perilaku menyimpang dan perilaku diskriminasi. b. Interaksi sosial: definisi operasionalnya adalah hasil skor yang diperoleh dari responden terhadap skala interaksi sosial yang diambil dari teori Soekanto (2004) bentuk ini disesuaikan dengan penderita HIV/AIDS. Bentuk-bentuk tersebut diantaranya bentuk kontak sosial dan komunikasi.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti, objek dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem dan prosedur, fenomena dan lain-lain (Kuontur; 2009). Jadi populasi adalah seluruh anggota dalam lingkup yang dimaksud oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita HIV/AIDS yang namanya tercatat di YPI (Yayasan Pelita Ilmu) Tebet, Jakarta Selatan yang berjumlah 100 orang.
3.3.2. Sampel Menurut Sevilla (1993), sampel adalah beberapa bagian terkecil atau cuplikan yang didapat dari populasi. Untuk jumlah sampel, menurut Gay (dalam Sevilla; 1993) bahwa untuk penelitian korelasi diambil 30 subjek atau lebih. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel sebanyak 40 orang.
45
3.3.3. Teknik Pengambillan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik purposive sampling atau pengambilan sampel purposif yang artinya bahwa tidak setiap orang dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel penelitian subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah subjek yang memikili karakteristik. Adapun karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penderita HIV/AIDS 2. Pria dan wanita usia 18-45 tahun 3. Namanya tercatat di Yayasan Pelita Ilmu
3.4. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari metode pengumpulan data dan instrumen, teknik uji instrumen serta teknik analisa data. 3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono; 2009) dan menggunakan model skala Likert sebagai “summated rating method” adalah pernyataan pendapat yang disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju (Sevilla; 1993). Tiap-tiap pernyataan akan memberikan gambaran bagaimana individu dalam menanggapi pernyataan tersebut. Setengah soal adalah disebut positif atau kesetujuan (Favorable) dan setengah lainnya
46
disebut negatif atau ketidaksetujuan (Unfavorable) (Sevilla; 1993). Untuk itu instrumen penelitian ini menggunakan skala Likert dengan empat kemungkinan jawaban yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai. Setiap individu dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang dianggap salah. Tabel 3.1 Bobot nilai jawaban Pilihan
SS
S
TS
STS
Favorabel
4
3
2
1
Unfavorabel
1
2
3
4
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian mengunakan suatu metode (Arikunto; 2006). Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu: o Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Mengacu teori Phulf (dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses interpretasi, perilaku menyimpang dan perilaku diskriminasi. Adapun blue print skala tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat No
Aspek
1
Proses interpretasi
2
Perilaku menyimpang
Indikator • Ciri negatif • Penyakit kutukan Tuhan • Pergaulan bebas • Pengguna narkoba • Melanggar
47
Favorabel 6, 16, 23, 42 9, 41
Unfavorabel 8, 13, 49, 50 14, 48
Jumlah 8 4
1, 43
3, 45
4
39, 40
46, 47
4
3
Perilaku diskriminasi
norma agama
2, 5, 10, 12, 15
4, 7, 11, 22
9
• Perilaku yang kurang baik • Dikucilkan
19, 20, 28, 35
17, 18, 21, 29
8
24, 31, 32, 36 27, 38 27, 38 25
25, 26, 33, 34, 37
9
30, 34 25
4 50
• dijauhi Total
o Interaksi sosial, dalam menyusun skala interaksi sosial yang disusun berdasarkan teori Soekanto (2004) yaitu bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi kontak sosial dan komunikasi. Adapun blue print skala tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3.3 Blue print skala interaksi sosial No
1
2
Aspek
Kontak sosial
Indikator
Favorabel
Unfavorabel
Jumlah
1, 3,5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23, 25, 27
29, 31, 33, 35, 37, 39, 41, 43, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59
30
a) Penyampaian pesan dari masingmasing pihak
44, 46, 48, 50, 52, 54, 56, 58,60, 61
26, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42
19
b) Tanggapan terhadap pesan yang disampaikan
16, 18, 20, 22, 24
2, 4, 6, 8, 10, 12, 14
12
Total
29
32
61
Terjadinya suatu hubungan antar pihak (langsung maupun tidak langsung)
Komunikasi
3.5. Teknik Uji Instrumen Penelitian 3.5.1. Uji validitas Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Untuk menguji validitas item digunakan rumus Korelasi dari Pearson Product
48
Moment. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected item total correlation masing-masing butir pernyataan.
3.5.2. Uji Reliabilitas Menurut Azwar (2006) reliabilitas adalah tingkat ketetapan, ketelitian, keakuratan sebuah instrumen. Sedangkan menurut Hasan (2002) uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pernyataan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk skala. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki Cronbach’s Alpha > 0,60 (Azwar, 2006). Menurut J.P. Guilford (dalam Kuncono; 2004), prinsip pada umumnya yang digunakan untuk penafsiran “nilai r” adalah sebagai berikut: Tabel 3.4. Intepretasi nilai r Besar nilai r
Interpretasi
> 0,9
Sangat reliabel
0,7 - 0,9
Reliabel
0,4 – 0,7
Cukup reliabel
0,2 – 0,4
Kurang reliabel
< 0,2
Tidak reliabel
49
3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian 3.6.1. Hasil uji validitas skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Berdasarkan hasil uji coba (try out) terdapat 50 item dalam instrumen ini, diperoleh 35 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun taraf signifikansi 1% yaitu item nomor: 5, 8, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50. Sedangkan item yang tidak valid berjumlah 15 item yaitu nomor : 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 13, 23, 30, 32, 36, 40, 42. Semua alat ukur yang valid digunakan sebagai alat ukur penelitian. Berikut ini adalah blue print revisi skala persepsi terhadap stigma HIV/AIDS: Tabel 3.5 Blue Print Revisi Skala Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat No
Aspek
1
Proses interpretasi
2
Perilaku menyimpang
3
Perilaku diskriminasi
Indikator • Ciri negatif • Penyakit kutukan Tuhan • Pergaulan bebas • Pengguna narkoba • Melanggar norma agama • Perilaku yang kurang baik • Dikucilkan • Dijauhi
Total
50
Favorabel
Unfavorabel
Jumlah
16 41
8, 49, 50 14, 48
4 3
43 39 5, 10, 12, 15
45 46, 47 22
2 3 5
19, 20, 28, 35 24, 31
17, 18, 21, 29
8 7
27, 38
25, 26, 33, 34, 37 44
16
19
35
4
3.6.2. Hasil Uji Coba Skala Interaksi Sosial Berdasaran dari hasil uji coba (try out) terdapat 61 item dalam instrumen interaksi sosial, diperoleh 42 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% dan pada taraf signifikansi 1% yaitu nomor item: 5, 8, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17,18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26,27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 37, 38, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 55, 57, 59, 61. Sedangkan item yang tidak valid berjumlah 19 item yaitu: 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 23,32, 36,39, 40, 42, 44, 54, 56, 58, 60. Tabel 3.6 Blue Print Revisi Skala Interaksi Sosial No
1
2
Aspek
Indikator
Favorabel
Unfavorabel
Jumlah
5, 13, 15, 17, 19, 21, 25, 27
29, 31, 33, 35, 37, 41, 43, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59
23
Kontak sosial
Terjadinya suatu hubungan antar pihak (langsung maupun tidak langsung)
46, 48, 50, 52, 61
26, 28, 30, 34, 38,
10
Komunikasi
a) Penyampaian pesan dari masing-masing pihak b) Tanggapan terhadap pesan yang disampaikan
16, 18, 20, 22, 24
8, 10, 12, 14
9
18
24
42
3.7. Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi ODHA Terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Uji reliabilitas dilaksanakan pada penderita HIV/AIDS yang tergabung di Yayasan Tegak Tegar di daerah Bendungan Hilir dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang responden. Uji reliabilitas kedua skala ini menggunakan uji statistik Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS 13.0.
51
Untuk hasil uji
reliabilitas skala persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial, diperoleh hasil: 1. Reliabilitas skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan 35 item adalah 0,728 jadi skala pesepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat ini memiliki tingat reliabilitas tinggi atau reliabel. 2. Reliabilitas skala interaksi sosial dengan dengan 42 item adalah 0,888 jadi skala interaksi sosial ini memiliki tingkat reliabilitas tinggi atau reliabel. Dari uji reliabilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,728 untuk skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan 0,888 untuk skala interaksi sosial termasuk dalam kategori tinggi atau reliabel. Menurut Azwar (2006), suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,60.
3.8. Teknik Analisa Data Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitian ini, dengan metode statistik untuk mengetahui signifikansi antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial dan bagaimana arah hubungan antara variabel. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisa statistik, yaitu: a. Statistik Deskriptif Digunakan untuk mengolah gambaran umum responden. b. Korelasi dari pearson product moment digunakan untuk mengetahui validitas Untuk penghitungannya, penulis menggunakan program SPSS 13.0.
52
c. Untuk menghitung reliabilitas alat pengumpulan data, digunakan Alpha Cronbach. Uji reliabilitas adalah konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2006). d. Korelasi dari pearson product moment, digunakan untuk mengetahui hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS. Selain itu, hubungan usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, hubungan lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, hubungan usia dengan interaksi sosial, hubungan lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial, uji beda pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial, uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial, sumbangan aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, sumbangan aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat . Untuk penghitungannya penulis menggunakan program SPSS 13.0.
3.9. Prosedur Penelitian a. Tahap persiapan 1. Melakukan perumusan masalah dan menentukan variabel yang akan diteliti.
53
2. Melakukan observasi pendahuluan terhadap penderita HIV/AIDS di yayasan khusus ODHA di daerah Tebet dan Bendungan Hilir. 3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian. 4. Persiapan yang menyangkut alat pengumpulan data adalah memilih itemitem dalam skala yang benar-benar valid dan reliabel.
b. Tahapan Penelitian 1. Menentukan subjek penelitian dengan teknik sampel non-probabilitas, dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian. 2. Kemudian melakukan penelitian, dengan melakukan penyebaran skala uji coba (try out) yang dilakukan pada tanggal 2 September sampai 22 September 2010 kepada 30 penderita HIV/AIDS di Yayasan Tegak Tegar di daerah Bendungan Hilir. 3. Melakukan skoring dan membuang item yang gagal atau tidak valid. 4. Melakukan penyebaran skala kedua sebagai hasil dari Field Study.
c. Tahap Analisa Data 1. Melakukan skoring data hasil penyebaran skala kedua (Field Study). 2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data.
54
3. Melakukan analisis data dengan mengunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian dan perbandingan antara variabel penelitian. Dianalisis secara validitas dan reliabilitasnya, secara teknik analisis statistik. 4. Membuat laporan hasil dan analisis tersebut.
55
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Bab ini akan membahas laporan penelitian, yaitu gambaran umum subjek penelitian, penyebaran skor hasil instrumen penelitian dan hasil analisis data penelitian.
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Gambaran umum responden dalam penelitian ini akan diuraikan secara rinci, yaitu berupa gambaran umum frekuensi dari usia, gambaran umum frekuensi dari jenis kelamin, gambaran umum frekuensi pendidikan dan gambaran umum frekuensi lamanya subjek terkena penyakit HIV/AIDS. Populasi dalam penelitian ini adalah 100 penderita HIV/AIDS di yayasan Pelita Ilmu Tebet, Jakarta Selatan dan sampel penelitian berjumlah 40 penderita HIV/AIDS. Berikut ini adalah tabel gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, dan lamanya penderita HIVAIDS terkena HIV/AIDS. Tabel 4.1 Gambaran umum berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-laki
9
22,5 %
Perempuan
31
77,5 %
Jumlah
40
100 %
54 56
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dipahami bahwa gambaran umum berdasarkan jenis kelamin separuh responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 31 orang (77,5%), sedangkan sisanya berjenis kelamin laki-laki berjumlah 9 orang (22,5%).
Tabel 4.2 Gambaran umum berdasarkan usia Usia
Frekuensi
Persentase (%)
18-25 Tahun
10
25 %
25-30 Tahun
20
50 %
31-35 Tahun
9
22,5 %
36-40 Tahun
1
2,5 %
41-45 Tahun
0
0%
Jumlah
40
100 %
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui hampir separuh usia responden adalah usia 25-30 tahun yaitu berjumlah 20 orang (50%), sedangkan sebagian kecil berusia 18-24 tahun berjumlah 10 orang (25%) dan sisanya berusia 31-35 tahun berjumlah 9 orang (22,5%) dan usia 36-40 tahun berjumlah 1 orang (2,5%) dan kategori usia 41-45 tidak ada.
Tabel 4.3 Gambaran umum berdasarkan pendidikan Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
SMP
9
22,5 %
SMA
26
65%
Diploma
5
12,5%
Jumlah
40
100%
57
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa separuh responden pendidikannya adalah SMP yaitu berjumlah 9 orang (22,5%), sedangkan SMA berjumlah 26 orang (65%), Diploma berjumlah 5 orang (12,5%).
Tabel 4.4 Gambaran umum berdasarkan lamanya terkena HIV/AIDS Waktu
Frekuensi
Persentase (%)
1 tahun
2
5%
2 tahun
10
25 %
3 tahun
7
17,5 %
4 tahun
8
20 %
5 tahun
3
7,5 %
6 tahun
3
7,5 %
7 tahun
3
7,5 %
8 tahun
0
0%
9 tahun
2
5%
10 tahun
2
5%
Jumlah
40
100 %
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dipahami bahwa responden yang terkena HIV/AIDS selama 1 tahun berjumlah 2 orang (5%), 2 tahun berjumlah 10 orang (25%), 3 tahun berjumlah 7 orang (17,5%), 4 tahun berjumlah 8 orang (20%), 5 tahun berjumlah 3 orang (7,5%), 6 tahun berjumlah 3 orang (7,5%), 7 tahun berjumlah 3 orang (7,5%), 8 tahun tidak ada (0%), 9 tahun berjumlah 2 orang (5%) dan 10 tahun berjumlah 2 orang (5%).
58
4.2. Kategorisasi Penyebaran Skor Responden Berikut ini diuraikan penggolongan kategori dan penyebaran skor persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Peneliti membagi kategori pada variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat menjadi dua yaitu positif dan negatif. Adapun acuan yang dijadikan peneliti untuk membagi kategori tersebut adalah melalui rentang skor. Perolehan rentang skor tersebut didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut: Diketahui jumlah item untuk skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat berjumlah 35 item. Pemberian skor diberikan dari rentang 1-4, sehingga skor terendah didapatkan 81 dan skor tertinggi 121, dengan jarak rentang skor yaitu pengurangan dari keduanya sebesar 40. Peneliti membagi kategori menjadi dua bagian yaitu positif dan negatif. Oleh karena itu rentang skor kategori didapatkan melalui pembagian antar rentang skor dengan jumlah kategori yaitu sebesar 20. Sehingga didapatkan rentang skor kategori melalui cara sebagai berikut: Rentang skor kategori negatif = Skor terendah – (Skor terendah + 20) = 81 - 101 Rentang skor kategori positif = ((Nilai tertinggi – 20)+1) – Skor tertinggi = 102 - 121 Berikut ini Tabel 4.5 diuraikan penggolongan kategori dan penyebaran skor persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.
59
Tabel 4.5 Persebaran persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Kategori
Rentang Skor
Frekuensi
Persentase
Negatif
81 – 101
31
77,5 %
Positif
102 – 121
9
22,5 %
40
100 %
Jumlah
Berdasarkan penggolongan kategori di atas dapat diketahui sebagian besar subjek penelitian memiliki persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat negatif dengan persentase sebesar 77,5% dan sebanyak 22,5% subjek penelitian memiliki persepsi terhadap stigma HIV/AIDS positif. Hal yang sama juga dilakukan untuk pengkategorian pada variabel interaksi sosial dengan membagi kategori menjadi dua bagian yaitu positif dan negatif. Untuk mendapatkan acuan dalam pengkategorian tersebut peneliti menggunakan perhitungan sebagai berikut: Diketahui jumlah item untuk skala interaksi sosial adalah 42 item. Pemberian skor diberikan dari rentang 1-4, sehingga skor terendah didapatkan 98 dan skor tertinggi 130, dengan jarak rentang skor yaitu pengurangan dari keduanya sebesar 32. Peneliti membagi kategori menjadi dua bagian yaitu positif dan negatif. Oleh karena itu rentang skor kategori didapatkan melalui pembagian antar rentang skor dengan jumlah kategori yaitu sebesar 16. Sehingga didapatkan rentang skor kategori melalui cara sebagai berikut: Rentang skor kategori negatif = Skor terendah – (Skor terendah + 16) = 98 - 114
60
Rentang skor kategori positif = ((Nilai tertinggi – 16)+1) – Skor tertinggi = 115 - 130 Berikut ini Tabel 4.6 diuraikan penggolongan kategori dan penyebaran skor interaksi sosial reponden penelitian. Tabel 4.6 Persebaran interaksi sosial Kategori
Rentang Skor
Frekuensi
Persentase
Negatif
98 - 114
35
87,5 %
Positif
115 – 130
5
12,5 %
40
100 %
Jumlah
Berdasarkan penggolongan kategori di atas dapat diketahui sebagian besar subjek penelitian memiliki interaksi sosial negatif dengan persentase sebesar 87,5 % dan sebanyak 12,5 % subjek penelitian memiliki interaksi sosial positif.
4.3 Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi dari pearson product moment variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan variabel interaksi sosial. Selain itu, usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, usia dengan interaksi sosial, lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial, uji beda berdasarkan pendidikan, uji beda berdasarkan jenis kelamin, regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. 61
Untuk perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
4.3.1 Uji korelasi persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara variabel persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dengan variabel interaksi sosial: Tabel 4.9 Korelasi persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial Correlations
Pearson Correlation
Persepsi odha terhadap Stigma HIV/AIDS masyarakat
Interaksi Sosial
Persepsi odha terhadap Stigma HIV/AIDS masyarakat
Interaksi Sosial
Correlation Coefficient
1.000
.517(**)
Sig. (2-tailed)
.
.001
N
40
40
Correlation Coefficient
.517(**)
1.000
Sig. (2-tailed)
.001
.
N
40
40
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa koefisien korelasi antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial adalah 0,517 dengan signifikansi 0,001 (sig<0,05), maka terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dengan interaksi sosial pada ODHA. Sehingga hipotesis H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
62
yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif H1 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA diterima.
4.3.2 Uji korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.
Tabel 4.10 Uji korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Correlations
Usia Pearson Correlation
Persepsi odha terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
Usia
Persepsi odha terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
Correlation Coefficient
1.000
-.222
Sig. (2-tailed)
.
.168
N
40
40
Correlation Coefficient
-.222
1.000
Sig. (2-tailed)
.168
.
N
40
40
Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa koefisien korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat adalah -0.222 dengan taraf signifikansi 0,168 (sig<0,05), maka tidak ada hubungan yang
63
signifikan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Sehingga hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat diterima.
4.3.3
Uji Korelasi Antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap Stigma HIV/AIDS masyarakat Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara lamanya terkena
HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat: Tabel 4.11 Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Correlations Persepsi odha terhadap Lamanya terkena stigma HIV/AIDS HIV/AIDS masyarakat Lamanya terkena HIV/AIDS Pearson Correlation Persepsi odha terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
Correlation Coefficient
1.000
-.235
Sig. (2-tailed)
.
.144
N
40
40
Correlation Coefficient
-.235
1.000
Sig. (2-tailed)
.144
.
N
40
40
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa koefisien korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat adalah -0.235 dengan taraf signifikansi 0,144 (sig<0,05), maka tidak
64
ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Sehingga hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat diterima. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. 4.3.4 Uji Korelasi Usia Dengan Interaksi Sosial Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara usia dengan interaksi sosial: Tabel 4.12 Uji korelasi antara usia dengan interaksi sosial Correlations
Interaksi Sosial Pearson Correlation Usia
Interaksi Sosial
Usia
Correlation Coefficient
1.000
.092
Sig. (2-tailed)
.
.571
N
40
40
Correlation Coefficient
.092
1.000
Sig. (2-tailed)
.571
.
N
40
40
Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa koefisien korelasi antara usia responden dengan interaksi sosial adalah 0,092 dengan taraf signifikansi 0,571. (sig<0,05), maka tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial.
65
Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial diterima. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial.
4.3.5 Uji Korelasi Lamanya Terkena HIV/AIDS dengan Interaksi Sosial Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara lamaya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial Tabel 4.13 Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial Correlations
Interaksi Sosial Pearson Correlation Lama Terkena HIV
Interaksi Sosial
Lama Terkena HIV
Correlation Coefficient
1.000
.091
Sig. (2-tailed)
.
.575
N
40
40
Correlation Coefficient
.091
1.000
Sig. (2-tailed)
.575
.
N
40
40
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa koefisien korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial adalah 0,091 dengan taraf signifikansi 0,575 (sig<0,05), maka tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial diterima. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial.
66
4.3.6 Uji beda berdasarkan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. Uji beda ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perbedaan persepsi ODHA responden terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan. Adapun hasil penghitungannya adalah sebagai berikut: Tabel 4.14 Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Descriptives N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
SMP
9
93.7778
11.48671
3.82890
84.9483
102.6072
85.00
121.00
SMA
26
96.4231
11.60404
2.27574
91.7361
101.1101
81.00
121.00
Diploma
5
102.4000
9.34345
4.17852
90.7986
114.0014
94.00
117.00
Total
40
96.5750
11.33610
1.79239
92.9495
100.2005
81.00
121.00
Hasil penghitungan nilai rerata persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat di antara ketiga kelompok sampel didapat nilai rerata terbesar pada kelompok sampel dengan tingkat pendidikan Diploma (102,4) sementara nilai rerata terendah terdapat pada kelompok sampel dengan tingkat pendidikan SMP (93,78). Berdasarkan perbedaan nilai rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan yang sesungguhnya di antara ketiga kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan pada tabel berikut:
67
Tabel 4.15 Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
240.673
2
120.337
.933
.402
Within Groups
4771.102
37
128.949
Total
5011.775
39
Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji oneway anova didapat nilai f hitung sebesar 0,933 dengan p value sebesar 0,402. Karena nilai p value yang didapat > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang nyata di antara ketiga kelompok sampel. Berikut ini adalah uji beda interaksi sosial berdasarkan pendidikan, hasil penghitungannya akan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.16 Interaksi sosial Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
SMP
9
107.7778
9.28410
3.09470
100.6414
114.9142
101.00
130.00
SMA
26
108.0769
6.13138
1.20246
105.6004
110.5534
98.00
130.00
Diploma
5
107.2000
2.28035
1.01980
104.3686
110.0314
105.00
111.00
Total
40
107.9000
6.51153
1.02956
105.8175
109.9825
98.00
130.00
68
Hasil penghitungan nilai rerata interaksi sosial di antara ketiga kelompok sampel didapat nilai rerata terbesar pada kelompok sampel dengan tingkat pendidikan SMA (108,1) sementara nilai rerata terrendah terdapat pada kelompok sampel dengan tingkat pendidikan Diploma (107,2). Berdasarkan perbedaan nilai rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan yang sesungguhnya di antara ketiga kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 4.17 Interaksi sosial ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
3.398
2
1.699
.038
.963
Within Groups
1650.202
37
44.600
Total
1653.600
39
Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji oneway anova didapat nilai “f hitung” sebesar 0.038 dengan “p value” sebesar 0,963. Karena nilai “p value” yang didapat > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan interaksi sosial yang nyata di antara ketiga kelompok sampel.
4.3.7. Uji beda berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. Uji beda ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi responden terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial berdasarkan jenis kelamin. Adapun Hasil penghitungannya adalah sebagai berikut: 69
Tabel 4.18 Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Group Statistics
Persepsi terhadap Stigma HIV/AIDS
Jenis Kelamin
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Laki-laki
9
96.7778
12.01850
4.00617
Perempuan
31
96.5161
11.33687
2.03616
Hasil penghitungan nilai rerata persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat di antara dua kelompok sampel didapat nilai rerata terbesar pada kelompok sampel laki-laki (96,78) sementara nilai rerata terendah terdapat pada kelompok sampel perempuan (96,52). Berdasarkan perbedaan nilai rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan yang sesungguhnya di antara kedua kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan pada tabel beriku: Tabel 4.19 Persepsi odha terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Independent Samples Test Persepsi odha terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Equal variances assumed
Equal variances not assumed
F
.011
Sig.
.916
T
.060
.058
Df
38
12.446
Sig. (2-tailed)
.952
.954
Mean Difference
.26165
.26165
Std. Error Difference
4.34822
4.49392
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
70
95% Confidence Interval of the Difference
Lower
-8.54086
-9.49103
Upper
9.06415
10.01433
Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji independent samples T-Test didapat nilai t hitung sebesar 0,933 dengan p value sebesar 0,402. Karena nilai p value yang didapat > 0,05,, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang nyata diantara kedua kelompok sampel. Berikut ini adalah uji beda interaksi sosial berdasarkan jenis kelamin, hasil penghitungannya adalah sebagai berikut: Tabel 4.20 Interaksi sosial Group Statistics Jenis Kelamin
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Laki-laki
9
106.4444
3.28295
1.09432
Perempuan
31
108.3226
7.17118
1.28798
Interaksi Sosial
Hasil penghitungan nilai rerata interaksi sosial di antara dua kelompok sampel didapat nilai rerata terbesar pada kelompok sampel perempuan yaitu 108,32, sementara nilai rerata terendah terdapat pada kelompok sampel laki-laki yaitu 106,44. Berdasarkan perbedaan nilai rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan yang sesungguhnya di antara kedua kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan pada tabel berikut:
71
Tabel 4.21 Interaksi Sosial Independent Samples Test Interaksi Sosial Equal variances assumed Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Equal variances not assumed
F
3.376
Sig.
.074
T
-.758
-1.111
Df
38
30.109
Sig. (2-tailed)
.453
.275
Mean Difference
-1.87814
-1.87814
Std. Error Difference
2.47911
1.69010
Lower
-6.89684
-5.32925
Upper
3.14056
1.57298
95% Confidence Interval of the Difference
Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji independent samples T-test didapat nilai t hitung sebesar -0.758 dengan p value sebesar 0.453. Karena nilai p value yang didapat > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan interaksi sosial yang nyata di antara kedua kelompok sampel.
4.3.8 Uji regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial. Uji regresi bertujuan untuk mengetahui sumbangan aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, adapun hasil penghitungannya akan disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.22 Korelasi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial Correlations Interaksi Sosial
72
Proses Perilaku Perilaku Interpretasi Menyimpang Diskriminasi
Pearson T4Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Interaksi Sosial
1.000
.442
.503
.559
Proses Interpretasi
.442
1.000
.604
.662
Perilaku Menyimpang
.503
.604
1.000
.730
Perilaku Diskriminasi
.559
.662
.730
1.000
Interaksi Sosial
.
.002
.000
.000
Proses Interpretasi
.002
.
.000
.000
Perilaku Menyimpang
.000
.000
.
.000
Perilaku Diskriminasi
.000
.000
.000
.
Interaksi Sosial
40
40
40
40
Proses Interpretasi
40
40
40
40
Perilaku Menyimpang
40
40
40
40
Perilaku Diskriminasi
40
40
40
40
Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s product moment didapat nilai r hitung sebesar ; 1. 0.442 (p value 0.002) antara proses interpretasi dan interaksi sosial 2. 0.503 (p value 0.000) antara perilaku menyimpang dan interaksi sosial 3. 0.559 (p value 0.000) antara perilaku diskriminasi dan interaksi sosial Karena ketiga aspek yang diuji memiliki p value < 0.05, maka ketiga aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS nasyarakat memiliki korelasi yang signifikan dengan interaksi sosial. Setelah dilakukan penghitungan nilai korelasi “r hitung”, kemudian dilakukan penghitungan nilai r square untuk mengetahui besaran pengaruh aspekaspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial. Hasil penghitungannya ditampilkan pada tabel berikut;
73
Tabel 4.23 Regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV//AIDS masyarakat dengan interaksi sosial Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.580a
.336
.281
5.52218
a. Predictors: (Constant), Perilaku Diskriminasi, Proses Interpretasi, Perilaku Menyimpang
Hasil penghitungan didapat nilai r square sebesar 0.336. Ini berarti bahwa ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan variabel interaksi sosial. Dengan demikian terdapat 66,4% aspek lain yang terdapat dalam variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang mampu mempengaruhi perubahan variabel interaksi sosial.
4.3.9 Regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Uji regresi bertujuan untuk mengetahui sumbangan aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, adapun hasil penghitungannya akan disajikan pada tabel di bawah ini:
74
Tabel 4.26 Korelasi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Correlations Persepsi odha terhadap stigma Kontak Sosial HIV/AIDS masyarakat
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Komunikasi
Persepsi terhadap Stigma HIV/AIDS
1.000
.528
.407
Kontak Sosial
.528
1.000
.352
Komunikasi
.407
.352
1.000
Persepsi terhadap Stigma HIV/AIDS
.
.000
.005
Kontak Sosial
.000
.
.013
Komunikasi
.005
.013
.
Persepsi terhadap Stigma HIV/AIDS
40
40
40
Kontak Sosial
40
40
40
Komunikasi
40
40
40
Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s product moment didapat nilai r hitung sebesar : 1. 0,528 (p value 0.000) antara kontak sosial dan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. 2. 0,407 (p value 0.005) antara komunikasi dan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS . masyarakat Karena kedua aspek yang diuji memiliki p value < 0.05, maka kedua aspek interaksi sosial memiliki korelasi yang signifikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat . 75
Setelah dilakukan penghitungan nilai korelasi r hitung, kemudian dilakukan penghitungan nilai r square untuk mengetahui besaran pengaruh aspekaspek variabel interaksi sosial terhadap persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Hasil penghitungannya ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 4.27 Regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.579a
.335
.299
9.49304
a. Predictors: (Constant), Komunikasi, Kontak Sosial
Hasil penghitungan didapat nilai r square sebesar 0.335. Ini berarti bahwa kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5% terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma terhadap HIV/AIDS masyarakat. Dengan demikian terdapat 66,5% aspek lain yang terdapat dalam variabel interaksi sosial yang mampu mempengaruhi perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
76
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Bab ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, yang terdiri dari: kesimpulan, diskusi dan saran-saran yang berkenaan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisisa data dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA . 2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. 3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. 4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial. 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. 6. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan.
77
7. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan jenis kelamin. 8. Ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan
variabel interaksi sosial, dengan demikian terdapat 66,4% aspek lain yang terdapat dalam variabel persepsi ODHA
terhadap stigma HIV/AIDS
masyarakat yang mampu mempengaruhi perubahan variabel
interaksi
sosial. 9. Kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5% terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma terhadap HIV/AIDS masyarakat, dengan demikian terdapat 66,5% aspek lain yang terdapat dalam variabel interaksi sosial yang mampu mempengaruhi perubahan
variabel persepsi
ODHA
terhadap stigma HIV/AIDS
masyarakat.
5.2. Diskusi Penelitian ini dilakukan pada penderita HIV/AIDS di Yayasan Pelita Ilmu, Tebet Jakarta Selatan. Berdasarkan kesimpulan di atas, bahwa ada hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS. Jadi semakin tinggi persepsi positif ODHA terhadap stigma
78
HIV/AIDS yang diberikan masyarakat maka semakin positif pula interaksi sosialnya, sebaliknya semakin rendah persepsi positif ODHA terhadap stigma HIV/AIDS yang diberikan masyarakat maka semakin rendah pula interaksi sosialnya. Selain itu, dari hasil penelitian ini terdapat enam variabel penelitian dari keseluruhan variabel penelitian yang tidak memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial, yaitu usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, usia dengan interaksi sosial, lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial, jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial serta pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia dan lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Davidoff yang menyatakan bahwa usia dan lamanya terkena penyakit kronis tidak mempengaruhi persepsi seseorang. Menurut Davidoff (1981), persepsi juga sangat dipengaruhi oleh harapan, keinginan dan motivasi. Pengaruh harapan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, pengalaman, serta penilaian seseorang terhadap objek tersebut, jadi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ada tiga yaitu harapan, keinginan dan motivasi.
79
Selain itu, hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dan lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. Artinya semakin dewasa usia seseorang tidak akan mempengaruhi interaksi sosialnya. Menurut Kaplan, dkk (1997) orang dengan HIV/AIDS berbeda kondisinya dengan orang yang menderita penyakit parah lainnya seperti kanker dan stroke. Infeksi HIV/AIDS selain berpengaruh terhadap psikososial seperti hubungan suatu emosi, perubahan dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi kognitifnya, perubahan tujuan hidup dan peranan hidup dalam masyarakat,. Berdasarkan hasil penghitungan uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang nyata di antara kedua kelompok sampel yaitu laki-laki dan perempuan. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Robbins (2006) yang menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi persepsi seseorang antara lain: Pertama, sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi. Kedua: motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. Ketiga, pengalaman. Yang terakhir adalah harapan. Sedangkan hasil penghitungan uji beda jenis kelamin dengan interaksi sosial diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan interaksi sosial yang nyata di antara kedua kelompok sampel yaitu laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ahmadi (2002) bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi interaksi sosial seseorang.
80
Berdasarkan hasil penghitungan uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA
terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial dapat
diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial yang nyata di antara ketiga kelompok sampel yaitu SMP, SMA dan Diploma. Berdasarkan hasil penghitungan pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial dapat diketahui bahwa ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan variabel interaksi sosial. Dengan demikian terdapat 66,4% aspek lain yang terdapat dalam variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang mampu mempengaruhi perubahan variabel
interaksi sosial. Hasil penelitian Waluyo, dkk (2007)
membuktikan bahwa persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma yang diberikan kepada penderita HIV/AIDS bermacam-macam yaitu, menjauhi penderita HIV/AIDS karena pandangan dan pengetahuan masyarakat sempit tentang penderita HIV/AIDS, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, sangat menular, penyakit yang paling buruk, penyakit sebagai hukuman dari Tuhan. Masyarakat memandang penderita HIV/AIDS sebagai orang yang perlu dihindari. ODHA memang layak terinfeksi HIV karena perilaku yang melatar belakangi penderita HIV/AIDS. Masyarakat takut dan pada akhirnya mengucilkan penderita HIV/AIDS. Masyarakat berpikir bahwa penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat ditakuti, sangat menular dan sangat mematikan, karena kurang diterimanya penderita HIV/AIDS di tengah-tengah masyarakat serta
81
macam-macam stigma yang diberikan masyarakat
membuat ODHA tidak
terbuka. Terakhir, hasil penghitungan pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dapat diketahui bahwa kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5% terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma terhadap HIV/AIDS masyarakat. Dengan demikian terdapat 66,5% aspek lain yang terdapat dalam variabel interaksi sosial yang mampu mempengaruhi perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Menurut Soekanto (2004) interaksi tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi syarat dua syarat utama. Pertama: kontak sosial yaitu hubungan antara satu pihak dengan pihak lain dimana antara individu satu dan yang lainnya saling memberikan informasi sehingga masing-masing individu sadar dan siap untuk mengadakan interaksi sosial. Kedua: komunikasi yaitu individu menyampaikan pesan kepada orang lain dan yang diberikan pesan akan memberikan tafsiran atas pesan tersebut dan mewujudkan dalam perilaku.
5.3. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan dan diskusi yang dihasilkan, maka dari kekurangan-kekurangan yang ada dan guna untuk menyempurnakan pada penelitian berikutnya. Maka peneliti memiliki beberapa saran, yaitu:
5.3.1. Secara Teoritis
82
1. Untuk peneliti selanjutnya, dianjurkan untuk menambah jumlah sampel yang lebih variatif dengan menekankan pada kategori usia anak-anak. 2. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian dengan salah satu variabel yang sama, diharapkan dapat melibatkan variabel lainnya seperti optimisme kesembuhan, kualitas hidup dan lain-lain
5.3.2. Saran praktis 1. Bagi pemerintah Kepada pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan penderita HIV/AIDS, misalnya memberikan pengobatan atau check up gratis kepada penderita HIV/AIDS yang kurang mampu dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya serta pencegahan penyakit HIV/AIDS, sehingga masyarakat mengetahui hal tersebut, dalam sosialisasi pihak pemerintah dapat bekerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti dinas kesehatan, dinas sosial, LSM dan lain-lain. 2. Bagi masyarakat Masalah penyakit HIV/AIDS bukan hanya tanggung jawab penderita HIV/AIDS atau pemerintah melainkan semua pihak yang peduli akan keberadaan mereka. Oleh karena itu peran masyarakat sangat diharapkan agar dapat membantu keberaan penderita HIV/AIDS. Seperti halnya dengan mendirikan LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) dengan mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan penderita HIV/AIDS. Keberadaan LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) supaya mensosialisasikan kepada masyarakat agar
83
mengurangi stigma terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS ). Selain itu juga penderita HIV/AIDS dapat mengembangan diri serta bisa melakukan perawatan karena penyakit yang mereka derita yang diadakan oleh pihak yayasan sehingga bisa hidup lebih baik lagi. Kemudian bagi masyarakat agar dapat mendukung kegiatan yang berhubungan dengan penderita HIV/AIDS serta masyarakat mampu mengurangi stigma terhadap penderita HIV/AIDS sehingga bisa berinteraksi dengan baik. 3. Bagi penderita HIV/AIDS Diharapkan penderita HIV/AIDS dapat mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat khususnya kegiatan-kegitan yang ada di LSM, menambah wawasan tentang HIV/AIDS dengan cara mengikuti seminar, mengikuti penyuluhan, membaca dan lain-lain, sehingga nantinya dapat menjadikan persepsi ODHA terhadap HIV/AIDS menjadi positif, menjalani hidup lebih optimis, mampu mengembangkan diri dan mampu meningkatkan kualitas hidup.
84
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A; 2002. Psikologi sosial edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S; 2006,.Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik edisi revisi VI, Jakarta: Rineka Cipta Atkinson, R. Atkinson, C.R. Hilgard, R.E; 1981. Psikologi suatu pengantar, edisi kedua jilid I, Jakarta: Erlangga Azwar. S; 2006. Penyusunan skala psikologi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Sugiarto, B; 2004. Konflik dan pengambilan keputusan penderita HIV/AIDS dalam penggunaan obat ARV, Jakarta: skripsi fakultas psikologi UIN Chaplin, J.P; 2004. Kamus lengkap psikologi, penerjemah Kartini Kartono, Jakarta: Raja Grafindo Persada Cholil, A; 1997. Pendekatan jender dalam kebijaksanaan publik (pokok pikiran), disampaikan dalam ilmu kesehatan dan kongres persiapan asosiasi ilmu sosial kesehatan Indonesia, Jakarta: LIPI Davidson. C. G; 2004. Psikologi abnormal edisi ke -9, Jakarta: Erlangga Davidoff. L. L; 1981. Psikologi suatu pengantar edisi kedua jilid I, Jakarta: Erlangga Hasan. I; 2002. Pokok-pokok materi metodologi penelitian dan aplikasinya, Jakarta: Galia Indonesia Heatherton. F.T; 2003. The social psychology of stigma, London: the Guilford press Helman, S; 2009. Hilangkan Stigma Negatif Penderita AIDS. Bangka Pos: www. Kabarindonesia.com Hutapea. R; 2004. AIDS & PMS dan pemerkosaan, Jakarta: Raja Gafindo Kaplan. I. H; 1997. Sinopsis psikistri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis edisi ketujuh jilid I, Jakarta: Bina Rupa Kuontur. R; 2009. Metode penelitian untuk penyusunan skripsi dan tesis, Jakarta: Galia Indonesia Kuncono; 2004. Aplikasi komputer psikologi diktat kuliah dan panduan praktikum, Jakarta: Galia Indonesia Rasul; 2011. Jumlah Penderita HIV/AIDS di Bali terus meningkat. Arrahmah.com http://arrahmah.com/read/2011/05/21/12755-jumlah-penderita-hiv-aidsdi-bali-terus-meningkat.html (rasularasy/arrahmah.com). 21 Mei. 14:57:31 WIB Robbins, P. S; 2006. Perilaku organisasi, Jakarta: Indeks Gramedia. Rohana; 2009. Penderita HIV/AIDS naik 500 persen. www. Kompas Online. Com. 20 januari. 20:30 WIB Rudianto, D; 2005. Pengaruh persepsi stigma kecintaan jenis kelamin dan bentuk fisik pada variasi reaksi pada stigma kecintaan, Depok: Fakultas psikologi UI
85
Ruslan; 2011. Terus Meningkat Penderita HIV-AIDS di Jakarta Barat, Pos Kota: http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/04/06/terus-meningkatpenderita-hiv-aids-di-jakarta-barat. 6 April. 18:01 WIB Sevilla, Counsuelo; 1993. Pengantar metodologi penelitian, alih bahasa Alimuddin Tuwu, Jakarta: UI Press Simajuntak, W; 2005. Upaya mengatasi stigma masyarakat pada narapidana, Depok: Fakultas psikologi UI Soekanto, S; 2004. Sosiologi suatu pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Sugiyono, 2009. Metode penelitian kuantitatif kualitatif R & B, Bandung: Alfa Beta Walgito, B; 2003. Psikologi sosial suatu pengantar, edisi revisi, Yogyakarta : Andi Offset. Waluyo, A. Nurachmah, E. Rosakawati; 2007. Persepsi pasien HIV/AIDS dan keluarganya tentang HIV/AIDS dan stigma masyarakat terhadapnnya, peneliti utama: staf FIK-UI & staf RSK Dharmais
86
LAMPIRAN 1 Uji korelasi ODHA persepsi terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial Correlations
Pearson Correlation
Persepsi terhadap Stigma HIV/AIDS
Interaksi Sosial
Persepsi terhadap Stigma HIV/AIDS
Interaksi Sosial
Correlation Coefficient
1.000
.517(**)
Sig. (2-tailed)
.
.001
N
40
40
Correlation Coefficient
.517(**)
1.000
Sig. (2-tailed)
.001
.
N
40
40
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
87
LAMPIRAN 2 Uji Korelasi Antara Usia Dengan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat Correlations
Usia Pearson Correlation Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS
Usia
Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS
Correlation Coefficient
1.000
-.222
Sig. (2-tailed)
.
.168
N
40
40
Correlation Coefficient
-.222
1.000
Sig. (2-tailed)
.168
.
N
40
40
88
LAMPIRAN 3 Uji Korelasi Antara lamanya terkena HIV/AIDS Dengan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat Correlations
Lamanya terkena HIV/AIDS Pearson Correlation Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS
Lamanya terkena HIV/AIDS
Persepsi terhadap stigma HIV/AIDSL
Correlation Coefficient
1.000
-.235
Sig. (2-tailed)
.
.144
N
40
40
Correlation Coefficient
-.235
1.000
Sig. (2-tailed)
.144
.
N
40
40
89
LAMPIRAN 4 Uji Korelasi Usia dengan Interaksi Sosial Correlations
Interaksi Sosial Pearson Correlation Usia
Interaksi Sosial
Usia
Correlation Coefficient
1.000
.092
Sig. (2-tailed)
.
.571
N
40
40
Correlation Coefficient
.092
1.000
Sig. (2-tailed)
.571
.
N
40
40
90
LAMPIRAN 5 Uji Korelasi Lamanya Terkena HIV/AIDS dengan Interaksi Sosial Correlations
Interaksi Sosial Pearson Correlation Lama Terkena HIV
Interaksi Sosial
Lama Terkena HIV
Correlation Coefficient
1.000
.091
Sig. (2-tailed)
.
.575
N
40
40
Correlation Coefficient
.091
1.000
Sig. (2-tailed)
.575
.
N
40
40
91
LAMPIRAN 6 Uji beda pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
240.673
2
120.337
.933
.402
Within Groups
4771.102
37
128.949
Total
5011.775
39
Interaksi sosial ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
3.398
2
1.699
.038
.963
Within Groups
1650.202
37
44.600
Total
1653.600
39
92
LAMPIRAN 7 Uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakatdan interaksi sosial Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS Independent Samples Test Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS Equal variances assumed F
.011
Sig.
.916
T
.060
.058
Df
38
12.446
Sig. (2-tailed)
.952
.954
Mean Difference
.26165
.26165
Std. Error Difference
4.34822
4.49392
Lower
-8.54086
-9.49103
Upper
9.06415
10.01433
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Equal variances not assumed
95% Confidence Interval of the Difference
Interaksi Sosial Independent Samples Test Interaksi Sosial Equal variances assumed F
3.376
Sig.
.074
T
-.758
-1.111
Df
38
30.109
Sig. (2-tailed)
.453
.275
Mean Difference
-1.87814
-1.87814
Std. Error Difference
2.47911
1.69010
Lower
-6.89684
-5.32925
Upper
3.14056
1.57298
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Equal variances not assumed
95% Confidence Interval of the Difference
93
LAMPIRAN 8 Uji regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interiaksi sosial Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.580a
.336
.281
5.52218
a. Predictors: (Constant), Perilaku Diskriminasi, Proses Interpretasi, Perilaku Menyimpang
94
LAMPIRAN 9 Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
.579a
.335
.299
9.49304
a. Predictors: (Constant), Komunikasi, Kontak Sosial
95
LAMPIRAN 10 Skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat PENGANTAR Saya mahasiswi fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin meminta bantuan saudara/i untuk menjadi responden dalam penelitian ini, bagi saudara/I yang bersedia, harap terlebih dahulu mengisi lembar pernyataan kesediaan. Pada bagian pengisian akan tersedia petunjuk pengisian, maka bacalah terlebih dahulu petunjuk pengisian sehingga jawaban saudara/i sesuai dengan apa yang diminta. Jawaban saudara/i tidak akan dinilai benar atau salah, dan kerahasiaan jawaban saudara/i akan terjamin. Terimakasih atas kesediaan saudara/I yang telah meluangkan waktunya guna membantu terwujudnya proses penelitian ini. IDENTITAS RESPONDEN Nama (inisial) : Usia : a. 18-25 thn.. b. 25-30 thn. c. 31-35 thn. d. 36-40 thn. e. 41-45 thn. Jenis kelamin : Agama : Pendidikan terakhir : a. SMP b. SMA c. D1 d.D3 e. S1 f. lainnya Lamanya terkena HIV/AIDS : Dengan ini saya bersedia menjadi responden (……………) A. PETUNJUK PENGISIAN Berilah tanda ceklis (√) pada salah satu dari 4 kotak yang saudara/I anggap paling menggambarkan kondisi saudara/I. tiap kotak tersebut berisi angka yang mengandung jawaban sebagai berikut: 1. Sangat Setuju (SS) 2. Setuju (S) 3. Tidak Setuju (TS) 4. Sangat Tidak Setuju (STS) Contoh: Pernyataan
SS
Walaupun sebagian masyarakat memandang HIV/AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan tapi saya tidak merasa demikian
S
TS
STS
√
Tidak ada jawaban yang salah. Semua JAWABAN ADAlAH BENAR, selama menggambarkan Diri Saudara/I.
96
No 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Pernyataan saya menyadari bahwa penyebab penyakit HIV/AIDS karena pergaulan bebas meskipun sebagian masyarakat memandang ODHA adalah orang yang melanggar norma agama tetapi saya tidak merasa demikian saya tidak merasa penyebab penyakit HIV/AIDS karena pergaulan bebas saya tidak merasa kalau masyarakat memandang ODHA sebagai orang yang melanggar norma agama saya merasa bahwa masyarakat memandang ODHA sebagai orang-orang yang melanggar norma agama saya tahu bahwa masyarakat memandang negatif kepada ODHA saya merasa bahawa masyarakat tidak memandang ODHA sebagai orang yang melanggar norma agama saya tidak tahu, jika masyarakat memandang negatif kepada ODHA saya tahu masyarakat memandang HIV/AIDSsebagai penyakit kutukan Tuhan saya menyadari penyebab penyakit HIV/AIDS karena melanggar norma agama Saya tidak menyadari penyebab penyakit HIV/AIDS karena melanggar norma agama meskipun sebagian masyarakat memandang ODHA sebagai orang yang melanggar norma agama, saya tidak akan membuat generaisasi sebab tidak semuanya demikian saya tidak merasa kalau masyarakat menilai ODHA dengan konotasi yang negatif saya merasa nyaman ketika masyarakat memandang ODHA sebagai penyakit kutukan Tuhan saya merasa kurang nyaman ketika masyarakat memandang ODHA sebagai orang yang berpergaulan bebas saya tahu, penderita HIV/AIDS dipandang buruk oleh masyarakat dipandang kurang baik oleh masyarakat, membuat saya nyaman saya tidak tahu,ODHA dipandang buruk oleh masyarakat saya merasa senang, ketika masyarakat bisa merubah pandangan buruk kepada ODHA dipandang kurang baik oleh masyarakat, membuat saya merasa kurang nyaman saya tidak merasa senang, ketika masyarakat bisa merubah pandangan buruk mereka kepada ODHA saya tidak merasa bahwa masyarakat menilai ODHA sebagai orang yang melanggar norma agama saya tahu, masyarakat menilai ODHA dengan penilaian negative saya merasa bahwa masyarakat mengucilkan ODHA walaupun dikucilkan oleh masyarakat, tidak sulit bagi saya untuk mengembangkan diri saya tidak merasa kalau masyarakat mengucilkan ODHA
97
SS
S
TS
STS
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
saya mengetahui bahwa sebagian masyarakat menganggap ODHA layak unuk dijauhi saya menyadari ODHA kurang di terima oleh sebagian massyarakat saya tidak tahu, jika ODHA dipandang sebelah mata oleh masyarakat saya tidak mengetahui kalau sebagain masyarakat memandang bahwa ODHA harus dijauhi saya merasa tidak senang, ketika masyarakatmengucilkan ODHA saya merasa keberadaan yayasan khusus ODHA kurang membantu masyarakat agar tidak mengucilkan ODHA saya merasa keberadaan yayasan cukup membantu masyarakat supaya tidak megucilakan ODHA saya merasa senang jika masyarakat mengucilkan ODHA saya tahu, bahwa ODHA dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat dikuncilkan oleh masyarakat, membuat saya sulit untuk mengembangkan diri dikucilkan oleh masyarakat, tidak membuat saya sulit untk mengembagkan diri Saya merasa sebagian masyarakat menjauhi ODHA Saya tahu, salah satu penyebab HIV/AIDS karena pengguna narkoba Saya merasa penyebab HIV/AIDS karena penggunaan jarum suntik yang tidak steril Saya merasa HIV/AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan Saya menyadari ODHA dipandang masyarakat dengan konotasi negatif Saya sadar bahwa salah satu penyebab HIV/AIDS karena pergaulan bebas Saya tidak merasa masyarakat menjauhi ODHA Saya tidak menyadari seks bebas merupakan salah satu penyebab HIV/AIDS Saya tidak tahu, salah satu penyebab HIV/AIDS karena pergaulan bebas Dari kasus yang ada, saya tidak menemukan penyebab HIV/AIDS karena jarum suntik Saya tidak merasa masyarakat memandang penyakit HIV/AIDS sebagai penyakit kutukan Tuhan Saya tidak tahu, ODHA dipandang buruk oleh masyarakat Saya tidak merasa masyarakat memberikan pandangnan negatif kepada ODHA
98
LAMPIRAN 11 Skala interaksi sosial PENGANTAR Saya mahasiswi fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin meminta bantuan saudara/i untuk menjadi responden dalam penelitian ini, bagi saudara/I yang bersedia, harap terlebih dahulu mengisi lembar pernyataan kesediaan. Pada bagian pengisian akan tersedia petunjuk pengisian, maka bacalah terlebih dahulu petunjuk pengisian sehingga jawaban saudara/i sesuai dengan apa yang diminta. Jawaban saudara/i tidak akan dinilai benar atau salah, dan kerahasiaan jawaban saudara/i akan terjamin. Terimakasih atas kesediaan saudara/I yang telah meluangkan waktunya guna membantu terwujudnya proses penelitian ini. IDENTITAS RESPONDEN Nama (inisial) : Usia : a. 18-25 thn.. b. 25-30 thn. c. 31-35 thn. d. 36-40 thn. e. 41-45 thn. Jenis kelamin : Agama : Pendidikan terakhir : a. SMP b. SMA c. D1 d.D3 e. S1 f. lainnya Lamanya terkena HIV/AIDS : Dengan ini saya bersedia menjadi responden (……………) B. PETUNJUK PENGISIAN Berilah tanda ceklis (√) pada salah satu dari 4 kotak yang saudara/I anggap paling menggambarkan kondisi saudara/I. tiap kotak tersebut berisi angka yang mengandung jawaban sebagai berikut: 1. Sangat Setuju (SS) 2. Setuju (S) 3. Tidak Setuju (TS) 4. Sangat Tidak Setuju (STS) Contoh: Pernyataan
SS
Walaupun sebagian masyarakat memandang HIV/AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan tapi saya tidak merasa demikian
S
TS
STS
√
Tidak ada jawaban yang salah. Semua JAWABAN ADAlAH BENAR, selama menggambarkan Diri Saudara/I.
99
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Pernyataan Walaupun saya ODHA, saya tetap bersikap ramah pada semua orang yang saya kenal. Saya malas mendengarkan cerita-cerita teman-teman saya, karena membosankan. Ketika keluarga saya bercerita kepada saya, saya merasa malas untuk mendengarkannya karena membosankan. Saya tidak suka mendengarkan curhatan teman saya, karena saya merasa itu bukan urusan saya. Saya senang mendengarkan dan menuruti nasehat dari keluarga maupun teman saya. Saya tidak suka mendengarkan nasehat orang tua saya, karena saya merasa dianggap seperti anak kecil. Walupun saya ODHA, saya tidak malu untuk berkunjung kerumah saudara saya. Saya akan datang ketika diminta rapat dalam acara yang berhubungan dengan warga di perumahan. Saya suka berkunjung kerumah teman-teman saya. Saya mendengarkan dengan serius keluhan-keluhan temanteman saya. Setelah saya terinfeksi HIV, hubungan saya dengan tetangga tetap baik. Ketika orang tua menasehati saya, saya mendengarkan dengan baik Ketika bertemu teman lama tanpa sengaja. Saya langsung menyapanya. Saya merasa senang, jika teman-teman saya mau bercerita atau curhat kepada saya. Ketika diundang saudara atau teman untuk menghadiri pesta, saya akan datang kepesta tersebut Saya merasa senang jika tiba-tiba bertemu dengan teman lama saya. Ketika teman saya datang kerumah, saya hanya menemuinya sebentar saja Walaupun saya ODHA, saya tidak malu untuk menacari teman baru Ketika mengobrol dengan keluarga maupun teman-teman saya, saya hanya membicarakan hal-hal yang penting saja. Saya merasa malas, jika saya harus mengunjungi rumah saudara-saudara saya Saya jarang menceritakan masalah saya kepada adik atau kakak saya Saya langsung pergi ketika tidak sengaja bertemu dengan teman saya Saya tidak suka berkunjung ke rumah teman-teman saya Saya tidak banyak bercerita kepada orang tua saya Saya lebih suka menghabiskan waktu dirumah dari pada menghabiskan waktu dengan teman-teman saya. Ketika bertemu dengan teman saya di jalan, saya pura-pura tidak melihatnya Saya tidak berani mengatakan atau mengungkapkan keinginan saya kepada keluarga saya. Setelah mengidap HIV/AIDS, jika pergi kemana-mana lebih suka sendirian
100
SS
S
TS
STS
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
39 40
41 42
Setelah mengidap HIV/AIDS, saya malas mengikuti acara keluarga. Saya jarang menyapa teman saya ketika bertemu dijalan Walaupun saya ODHA, keluarga dan teman saya tetap curhat kepada saya Saya hanya pergi jalan-jalan dengan keluarga saya saja. Ketika sampai dirumah, saya langsung ngobrol dengan keluarga saya. Ketika orang yang saya kenal menyapa saya dijalan, saya hanya menganggukkan kepala lalu langsung pergi. Saya suka curhat kepada kelurga dan teman-teman saya. Setelah mengidap HIV/AIDS, saya malu untuk berhubungan lagi dengan teman-teman saya. Jika ada waktu luang, saya biasa mengobrol dengan teman atau keluarga saya. Setelah mengidap HIV/AIDS, teman-teman saya menghubungi saya terlebih dahulu baik melalui telpon, sms, atau facebook. Jika saya pergi ke suatu tempat selama diperjalanan saya tidak menghiraukan orang-orang yang ada disekitar saya. Setelah mengidap HIV/AIDS, saya merasa malas untuk mambalas sms, telpon, email, dari teman baru maupun teman lama saya. Jika melihat orang yang saya kenal di suatu tempat, saya purapura tidak melihat dan langsung pergi. Walaupun saya ODHA, saya tetap dijadikan tempat curhat atau bercerita oleh keluarga maupun teman-teman saya.
101