PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN MELALUI AGENCY COST SEBAGAI VARIABEL ANTARA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
ADE DINA HERLIANA DJONI BUDIARDJO PUPUT TRI KOMALASARI Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRACT This study aims to empirically examine the direct effect of free cash flow to the agency cost companies listed in the Indonesia Stock Exchange. To empirically examine the direct effect of agency cost on the performance of companies listed on the Indonesia Stock Exchange. To empirically examine the direct effect of free cash flow on the performance of companies listed on the Indonesia Stock Exchange. To empirically examine the indirect effect of free cash flow on the performance of companies listed on the Indonesia Stock Exchange through the agency cost. The population used in this research are manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2009-2013 as many as 131 companies. The method of taking the number of samples using proportional sampling, for the samples that allowed a 15% -20% of the total population. Samples were taken based on that provision is 15% x 20 131 companies are manufacturing companies that were taken on each of the group companies during the years 2009-2013. The results show that free cash flow is not significant positive effect on agency cost manufacturing company in Indonesia Stock Exchange. Agency cost significant negative effect on the performance of manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. Free cash flow significant positive effect on the performance of manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange. Free cash flow positive effect on the performance of the company through the agency cost of operating expense by proxy. Keywords: Free Cash Flow, Agency Cost and Firm Performance
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh langsung free cash flow terhadap agency cost perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk menguji secara empiris pengaruh langsung agency cost terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk menguji secara empiris pengaruh langsung free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk menguji secara empiris pengaruh tidak langsung free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui agency cost. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009–2013 sebanyak 131 perusahaan. Metode pengambilan jumlah sampel menggunakan proportional sampling, untuk itu sampel yang diperkenankan sebesar 15%-20% dari total populasi. Sampel yang diambil berdasar ketentuan tersebut
adalah 15% x 131 perusahaan adalah 20 perusahaan manufaktur yang diambil pada masingmasing kelompok perusahaan selama tahun 2009-2013. Hasil pengujian menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh positif tidak signifikan terhadap agency cost perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Agency cost berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Free cash flow berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost. Kata kunci: Free Cash Flow, Agency Cost (Operating Expense Ratio) dan Kinerja Perusahaan (Return On Asset).
PENDAHULUAN Para investor sangat membutuhkan laporan keuangan perusahaan sebagai bahan untuk menganalisa berapa besar tingkat keuntungan dimasa mendatang yang akan diperoleh dari investasi yang akan dilakukan. Tujuan utama dari investasi adalah memperoleh keuntungan, untuk mendapatkan tingkat keuntungan dimasa mendatang maka perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kesejahteraan tersebut dapat dilihat dari kinerja perusahaan (firm performance). Kinerja perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam pemanfaatan sumber daya. Laba dapat memberikan sinyal yang positif mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang, dimana pertumbuhan laba semakin tinggi mencerminkan kinerja perusahaan juga baik, karena laba merupakan pengukuran kinerja perusahaan pengukurannya dapat dilihat dari laba yang diperoleh dari hasil kegiatan dalam pemanfaatan sumber daya berupa asset perusahaan. Di dalam suatu perusahaan ada beberapa pihak yang memiliki kepentingan masingmasing dalam pengelolaan perusahaan, salah satunya pemegang saham dan manajemen. Disatu sisi pemegang saham (principal) mengharapkan agen dapat memaksimumkan nilai perusahaan sehingga free cash flow dapat dibagikan sebagai dividen yang diterima oleh pemegang saham. Namun disisi lain, manajemen (agen) menginginkan free cash flow digunakan untuk ekspansi usaha terutama jika perusahaan tersebut memiliki investment opportunity yang tinggi. Terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) antara principal dan agen tersebut yang menimbulkan adanya biaya keagenan (agency cost). Upaya untuk mengatasi atau mengurangi konflik keagenan tersebut sehingga menimbulkan biaya keagenan yang ditanggung oleh kedua belah pihak baik principal maupun agen. Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan tersebut menjadi 3 (tiga), yaitu monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal. Sebagai mana dalam hubungan keagenan yang dapat menyebabkan agency conflict tersebut maka diperlukan kontrak kerja, dimana hal tersebut mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak, dalam hal ini timbul agency theory yang fungsinya mendesign kontrak kerja yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan kedua belah pihak baik principal maupun agen dalam penyelesaian agency conflict sehingga meminimalkan agency cost (Scott, 1997).
Berbagai penelitian, agency cost diukur dengan menggunakan beberapa proksi, diantaranya adalah asset turnover dan operating expense ratio (Wang, 2010). Agency cost yang diukur berdasarkan operating expense ratio memiliki hubungan terbalik. Operating expense ratio rendah dapat menunjukkan perusahaan tidak efektif dalam mengelola biaya operasional. Hal ini akan mengakibatkan kegagalan dalam memaksimalkan keuntungan perusahaan sehingga agency cost akan meningkat. Menurut Jensen (1986) dalam Piramita (2012) menyatakan bahwa salah satu penyebab masalah keagenan antara manajer dan pemilik adalah ketika perusahaan menghasilkan free cash flow dalam jumlah yang cukup besar. Jensen (1986) dalam Piramita (2012) mendefinisikan free cash flow adalah arus kas bersih setelah dikurangi dengan kebutuhan perusahaan untuk mendanai proyek dengan net present value (NPV) positif setelah membagi dividen. Namun jika perusahaan menghasilkan free cash flow yang berlebih dan tidak ada proyek dengan NPV positif maka manajer (agen) cenderung akan menyalahgunakan free cash flow tersebut untuk alokasi sumber daya yang tidak efisien dan perilaku konsumsi yang berlebih sehingga akan membebani pemegang saham. Hal ini yang menyebabkan terjadinya masalah keagenan. Menurut Jensen, (1986) dalam Piramita (2012) apabila suatu perusahaan memiliki free cash flow yang tinggi maka perusahaan cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki free cash flow yang rendah. Menurut Wang (2010) mengemukakan adanya hubungan positif yang signifkan antara free cash flow dengan kinerja keuangan. Wang (2010) menggunakan return on asset (ROA) sebagai proksi dari kinerja keuangan. ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan, dimana semakin besar ROA semakin besar pula kemampuan perusahaan menghasilkan laba bagi pemegang saham. Kemampuan dalam menghasilkan laba dapat digunakan untuk memproyeksikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dimasa yang akan datang karena salah satu sumber free cash flow adalah laba. Ketika sebuah perusahaan telah menghasilkan surplus yang berlebihan (free cash flow) dan tidak ada peluang investasi yang menguntungkan, maka manajemen cenderung menyalahgunakan free cash flow yang ada sehingga dapat mengakibatkan peningkatan biaya agensi, alokasi sumber daya yang tidak efisien, dan investasi yang salah mengakibatkan kinerja perusahaan mengalami penurunan. Brush et al (2000) menemukan bahwa pertumbuhan penjualan paling bermanfaat bagi perusahaan yang kekurangan arus kas, tetapi tidak harus untuk perusahaan dengan free cash flow yang cukup. Chung et al (2005) juga menemukan bahwa FCF berlebihan mungkin memiliki dampak negatif terhadap profitabilitas perusahaan dan penilaian saham dan dengan demikian peningkatan biaya agensi. Rumusan masalah yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Apakah terdapat pengaruh langsung free cash flow terhadap agency cost (operating expense ratio) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah terdapat pengaruh langsung agency cost terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3. Apakah terdapat pengaruh langsung free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 4. Apakah terdapat pengaruh tidak langsung free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui agency cost? Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Untuk menguji secara empiris pengaruh langsung free cash flow terhadap agency cost perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk menguji secara empiris pengaruh langsung agency cost terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Untuk menguji secara empiris pengaruh langsung free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 4. Untuk menguji secara empiris pengaruh tidak langsung free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui agency cost Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada beberapa pihak antara lain: 1. Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai persyaratan guna mencapai gelar magister pada program S2 Magister Sains Managemen serta menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai topik dalam penelitian ini. 2. Bagi pelaku pasar, Untuk pelaku pasar diharapkan dapat memberikan informasi terkait free cash flow, agency cost dan firm performance. Agar pelaku pasar dapat mengantisipasi pengaruh negatif dari masalah keagenan dalam perusahaan untuk mengambil keputusan dalam bisnis. 3. Bagi peneliti selanjutnya, memperluas wawasan terkait pengetahuan terkait free cash flow terhadap agency cost dan firm performance sehingga dapat ditemukan solusi terkait agency conflict dan sebagai bahan referensi untuk penelitian–penelitian sejenis dikemudian hari yang tertarik untuk melakukan kajian dibidang yang hampir sama. TINJAUAN PUSTAKA Free Cash Flow (FCF) Menurut Damodaran (1997:449) Free Cash Flow menggambarkan bahwa arus kas berasal dari operasi dan penggunaannya berada di bawah control manajemen perusahaan, manajer menggunakan kas bebas untuk membiayai proyek, membayar deviden kepada pemegang saham, atau menahannya sebagai saldo kas. Keown et., al (2000:56) menjelaskan bahwa free cash flows merupakan bagian arus kas perusahaan yang tidak bisa diinvestasikan secara menguntungkan di dalam perusahaan, dan penggunaan dibawah kontrol manajemen perusahaan, pada prinsipnya manajer seharusnya menggunakan arus kas bebas untuk mendanai proyek, membayar dividen kepada pemegang saham atau menahannya sebagai salado kas. Free cash flow perusahaan dapat diukur dengan arus kas operasi perusahaan dikurangi dengan pajak dan biaya bunga yang menjadi kewajiban suatu perusahaan dan juga membayar dividen kepada pemegang saham umum dan preferen dan dibagi net sales.Free cash flow menyatakan bahwa pada saat perusahaan membutuhkan dana, pemegang saham lama lebih suka untuk menerbitkan hutang baru daripada menerbitkan ekuitas baru, sebab persyaratan pembayaran bunga akan memaksa manajer untuk bertindak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Pada pembayaran hutang yang tetap, penyalahgunaan uang investor beresiko terhadap kegagalan pembayaran hutang yang menyebabkan kepailitan perusahaan. Berdasarkan penelitian Wang (2010), free cash flow dapat dapat diukur dengan arus kas operasi perusahaan dikurangi pengeluaran modal dibagi dengan net sales, yang dirumuskan sebagai berikut: Free Cash Flow =
Operating Cash Flow - Taxes - Interest Expenses - Dividen Net Sales
Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976), Teori keagenan adalah hubungan antara principal (pemegang saham/pemilik modal) dan agen (manajer). Pengertian hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Jika kedua belah pihak tersebut
mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal. Menurut Eisenhardt dalam Bayu (2010) teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: 1. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest) 2. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality) 3. Manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya, Haris (2004). Pihak agent termotivasi untukmemaksimalkan fee kontraktual yang diterima sebagai sarana dalam pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya. Sebaliknya, pihak principal termotivasi untuk mengadakan kontrak atau memaksimalkan returns dari sumber daya untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena pihak principal tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang saham. Sebaliknya, agent sendiri memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent. Kondisi ini dinamakan dengan asimetri informasi. Biaya Keagenan (Agency Cost) Agency cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk biaya pengawasan terhadap agen, pengeluaran yang mengikat oleh agen, dan adanya residual loss, Jensen dan Meckling (1976). Adanya penyimpangan antara keputusan yang diambil agen dan keputusan yang akan meningkatkan kesejahteraan prinsipal akan menimbulkan kerugian atau pengurangan kesejahteraan prinsipal, nilai uang yang timbul dari adanya penyimpangan tersebut disebut residual loss, Jensen dan Meckling (1976). Adanya asimetri informasi dapat mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui prinsipal untuk memaksimalkan keuntungan bagi agen. Agen dapat termotivasi untuk melaporkan informasi yang tidak sebenarnyakepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agen, Ujiantho (2007). Ali dalam Bayu (2010) mengatakan bahwa manajer yang telah diberi wewenang untuk mengelola perusahaan bertanggung jawab untuk memaksimalkan keuntungan prinsipal dan melaporkan tanggung jawabnya melalui media laporan keuangan. Atas kinerja manajer tersebut, kompensasi manajemen diberikan sesuai dengan kontrak yang yang telah disepakati. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dibuat manajemen, prinsipal dapat menilai kinerja manajemen untuk melaporkan laba sesuai kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Berdasarkan atas beberapa penelitian, pengukuran atas biaya keagenan (Agency Cost) dapat menggunakan proksi asset turnover dan Operating expense ratio (Wang, 2010), sebagai berikut: Operating expense ratio Pengertian dari biaya operasi menurut Jopie Yusuf (2006) adalah Biaya operasi atau biaya operasional adalah biaya-biaya yang tidak berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan dengan aktivitas operasi perusahaan sehari-hari. biaya
operasional adalah pengeluaran yang berhubungan dengan operasi, yaitu semua pengeluaran yang langsung digunakan untuk produksi atau pembelian barang yang diperdagangkan termasuk biaya umum, penjualan, administrasi, dan bunga pinjaman. Biaya operasional meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya variabel tergantung pada volume penjualan atau proses produksi, jadi mengikuti peningkatan atau penurunannya. Sedangkan, biaya tetap selalu konstan meskipun volume penjualan produksi meningkat atau turun. Singkatnya biaya operasional merupakan biaya yang harus dikeluarkan agar kegiatan atau operasi perusahaan tetap berjalan. Menurut Wang (2010), operating expense ratio adalah pengeluaran perusahaan yang berhubungan dengan operasi,dapat dirumuskan dengan: Operating Expense Ratio =
Operating Expense Net Sales
Kinerja Perusahaan Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsi pokoknya dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misinya. Dengan kata lain, kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Menurut Fauzi (2005:207) “Kinerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, seiring dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya”. Menurut Mulyadi (2001:337) “Kinerja adalah keberhasilan personil, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan”. Kinerja perusahaan yang baik menggambarkan bahwa perusahaan tersebut dapat meningkatkan utilitas pemegang saham sehingga penilaian kinerja sangat diperlukan. Kaitannya dengan pengukuran kinerja sebuah perusahaan, terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan, antara lain yaitu pengukuran kinerja (performance measurement), ukuran kinerja (performance measure), metrik kinerja (performance metric). Istilah-istilah tersebut seringkali digunakan secara bergantian, namun demikian untuk menghindarkan kerancuan pemahaman diantara istilah-istilah tersebut, maka perlu diberikan penjelasan mengenai masing-masing perbedaannya. Terdapat beberapa konsep pengukuran kinerja perusahaan yang dapat digunakan, salahsatu diantaranya dapat diukur dengan operating performance. Dalam hal ini pengukuran kinerja perusahaan dengan proksi ROA (Wang, 2010; Pouraghajan, 2013). Rasio-rasio keuangan tersebut yang digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Pengukuran operating performance dengan proksi ROA (Return on asset) dapat dirumuskansebagaiberikut (Pouragghajan, 2013): Return On Asset =
Net Income Total Asset
HIPOTESIS Menurut Jensen (1986) dalam Piramita (2012) menyatakan bahwa adanya free cash flow yang berlebihan di dalam perusahaan, akan menyebabkan manajemen cenderung menghabiskan sumberdaya perusahaan untuk kepentingan pribadi yang tidak meningkatkan
nilai bagi pemegang saham. Berdasarkan hal tersebut, untuk memberikan keyakinan bahwa manajer tidak akan melakukan tindakan yang membebankan pemegang saham, maka perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memastikan bahwa perusahaan akan dikelola sesuai dengan kepentingan pemilik yang disebut dengan biaya keagenan. Aliran kas atau cash flow merupakan bagian dari laporan keuangan, dimana aliran kas atau cash flow memiliki komponen yang sangat penting untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya, karena laporan aruskas mengandung unsur-unsur dari laporan laba rugi (arus kas operasional) dan laporan neraca (arus kas keuangan). Di dalam aliran kas terdapat aliran kas bebas atau free cash flow yang merupakan kas yang dapat didistribusi kepada kreditoratau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada aset tetap (Ross et al, 2000 dalam Tarjo, 2003). Berdasarkan keterangan diatas hipotesis yang diajukan adalah: Hipotesis 1 : Terdapat Pengaruh Positif Free Cash Flow Terhadap Agency Cost Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Xiao (2009) menemukan bahwa agency cost berhubungan negatif dengan kinerja perusahaan. Hal ini berarti bahwa dengan mengurangi agency cost maka kinerja meningkat. Kim dan Lee (2003) menemukan hubungan yang erat antara agency problem dengan kinerja perusahaan. Agency cost yang semakin tinggi mencerminkan bahwa semakin kompleks konflik keagenan di dalam perusahaan. Hal tersebut menyebabkan ketidakstabilan dalam mengoperasikan perusahaan, sehingga akan berdampak negatif pada kinerja perusahaan. Agency cost (operating expense ratio) terbukti memiliki efek yang tidak signifikan dengan kinerja perusahaan. Dengan demikian sulit untuk membuktikan apakah terdapat hubungan langsung antara biaya agensi dan kinerja perusahaan. Namun, sebenarnya agency cost (operating expense ratio), berbanding terbalik dengan kinerja perusahaan, menurut Ang et al (2000) dan Singh dan Davidson (2003), yang menyatakan bahwa total aset dan rasio biaya operasi berfungsi dapat meningkatkan agency cost. Juki (2008: 9), tingginya biaya operasi akan membuat peningkatan laba turun, begitu juga jika nilai biaya operasi rendah peningkatan laba akan naik. Berdasarkan keterangan diatas hipotesis yang diajukan adalah: Hipotesis 2 : Terdapat Pengaruh Negatif Agency Cost Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Menurut Jensen (1986) dalam Piramita (2012) konflik kepentingan yang disebabkan oleh keberadaan free cash flow yang cukup besar akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan kinerja keuangan dinyatakan baik apabila manajemen berhasil mengelola sumberdaya keuangan perusahaan pada investasi yang meningkatkan nilai pemegang saham. Oleh karena itu, apabila free cash flow yang merupakan wewenang manajemen tidak dapat memberikan nilai bagi pemegang saham, dan menghabiskannya pada perilaku perquisites maka akan menurunkan kinerja keuangan. Kinerja keuangan pada penelitian ini diproksikan dengan Return on Assets (ROA). ROAmenggambarkan rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aset perusahaan yang digunakan. Hong (2012) menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh negatif terhadap ROA. Hal ini dapat disebabkan karena adanya beda kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, dimana pemegang saham menghendaki untuk penerimaan dividen. Disisi lain manajemen menurut Jensen (1986) tingginya free cash flow perusahaan dapat membuat manajemen memanfaatkan situasi ini untuk melakukan investasi untuk project dengan NPV negatif atau dengan kata lain project yang tidak menguntungkan perusahaan atau ROA rendah.Berdasarkan keterangan diatas hipotesis yang diajukan adalah:
Hipotesis 3 : Terdapat pengaruh negatif free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Ketika sebuah perusahaan telah menghasilkan surplus yang berlebihan (free cash flow) dan tidak ada peluang investasi yang menguntungkan, maka manajemen cenderung menyalahgunakan free cash flow yang ada sehingga dapat mengakibatkan peningkatan biaya agensi, alokasi sumber daya yang tidak efisien, dan investasi yang salah mengakibatkan kinerja perusahaan mengalami penurunan. Brush et al (2000) menemukan bahwa pertumbuhan penjualan paling bermanfaat bagi perusahaan yang kekurangan arus kas, tetapi tidak harus untuk perusahaan dengan free cash flow yang cukup. Chung et al (2005) juga menemukan bahwa FCF berlebihan mungkin memiliki dampak negatif terhadap profitabilitas perusahaan dan penilaian saham dan dengan demikian peningkatan biaya agensi. Hasil temuan Wang (2010) free cash flow berpengaruh secara signifikan positif terhadap ROA dan ROE. Di antara enam variabel yaitu biaya agensi, perputaran total aset, rasio beban operasional, dan rasio biaya administrasi signifikan secara statistik terhadap kinerja operasi, sementara biaya R&D dan volatility tidak signifikan secara statistik terhadap kinerja operasi. Dengan demikian, jika free cash flow yang lebih tinggi akan menurunkan kinerja operasi perusahaan, total omset aset dan rasio biaya operasi akan menimbulkan biaya agensi. Berdasarkan keterangan diatas hipotesis yang diajukan adalah: Hipotesis 4: Terdapat pengaruh free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui agency cost Berdasarkan penjelasan diatas maka gambaran kerangka konseptual adalah sebagai berikut:
Free Cash Flow (FCF)
H1
Agency Cost Operating Expense Ratio (OER)
H2
Kinerja Perusahaan Return on Asset (ROA)
H3
METODE PENELITIAN Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan menurut sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan yaitu annual report yang diperoleh melalui situs resmi BEI (www.idx.co.id), serta website perusahaan-perusahaan terkait. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan kepustakaan. Dengan metode ini dokumen-dokumen pendukung dipelajari agar mendapatkan informasi yang dibutukan. Dokumen-dokumen tersebut antara lain annual report, jurnal, artikel maupun dokumen pendukung lainnya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009–2013 sebanyak 131 perusahaan. Pengambilan populasi dilakukan karena perusahaan manufaktur memiliki sensitifitas terhadap kondisi
ekonomi. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 – 2013. 2. Memiliki laporan keuangan pada periode 2009 – 2013. 3. Memiliki data yang lengkap untuk pengukuran seluruh variabel dalam penelitian ini. Metode pengambilan jumlah sampel menggunakan proportional sampling, untuk itu sampel yang diperkenankan sebesar 15%-20% dari total populasi (Arikunto, 2010: 112). Sampel yang diambil berdasar ketentuan tersebut adalah 15% x 131 perusahaan adalah 20 perusahaan manufaktur yang diambil pada masing-masing kelompok perusahaan selama tahun 2009-2013. Variabel yang diidentifikasi untuk dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas Free cash flow merupakan arus kas bersih yang telah dikurangi oleh kebutuhan kas untuk membiayai kebutuhan investasi perusahaan. Besarnya arus kas bebas perusahaan yang menyebabkan tingginya masalah keagenan. Free cash flow dapat dapat diukur dengan arus kas operasi perusahaan dikurangi pengeluaran modal dibagi dengan net sales. 2. Variabel terikat Kinerja perusahaan diukur berdasarkan return on assets (ROA) merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. 3. Variabel antara Agency cost diukur berdasarkan operating expense ratio merupakan semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan. Teknik Analisis Penelitian ini menggunakan alat bantu untuk menjawab hipotesis yaitu berupa regresi linier berganda. Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk melakukan pengujian regresi linier berganda adalah: 1. Melakukan perhitungan seluruh variabel yang diteliti yaitu free cash flow, asset turnover, operating expense ratio dan return on asset sesuai dengan rumus yang telah ditentukan. 2. Melakukan pengujian kualitas data, sebagai berikut: a. Pengujian Normalitas Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan critical ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standard errornya dan kurtosis value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value. Pada tingkat signifikansi 5%, jika nilai Z lebih besar dari nilai kristis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. b. Evaluasi atas Outlier Mengamati nilai Z-score, ketentuanya diantara ± 3,0 non outlier. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat p < 0,05. Jarak diuji dengan Chi-Square (χ) pada df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai χ adalah multivariate outlier. Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair et al, 2008). c. Evaluasi Model Hair et al., (2008) menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good
fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria Goodness of Fit, yakni Chi-square, Probability, RMSEA, GFI, TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. 3. Persamaan analisis jalur OER = POER,FCF FCF + ε1 ROA = PROA,OER OER + ε2 ROA = PROA,FCF FCF + ε3 Keterangan: FCF = Free Cash Flow OER =Operating Expense Ratio ROA = Return OnAsset POER,FCF = Pengaruh Free Cash Flow ke Operating Expense Ratio PROA,OER = Pengaruh Operating Expense Ratioke Return On Asset PROA,FCF = Pengaruh Free Cash Flow ke Return On Asset ε1, ε2, &ε3 = Pengaruh dari variabel lain diluar variabel yang diteliti. 4. Menerjemahkan hipotesis penelitian ke dalam hipotesis statistik. 5. Menguji koefisien jalur dengan menggunakan nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas < 0,05 maka signifikan Jika nilai probabilitas > 0,05 maka tidak signifikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Variabel Selama lima tahun rata-rata free cash flow perusahaan manufaktur sebesar 0,03, dapat diartikan bahwa perusahaan manufaktur selama lima tahun memiliki kelebihan arus kas bersih yang kecil, tahun 2009 rata-rata sebesar 0,05, tahun 2010 rata-rata sebesar 0,04, tahun 2011 rata-rata sebesar 0,02, tahun 2012 rata-rata sebesar 0,01 dan tahun 2013 rata-rata sebesar 0,04. Selama dua tahun PT Surya Toto Indonesia Tbk memiliki free cash flow tertinggi dibandingkan dengan perusahaan lain yaitu sebesar 0,28 di tahun 2009, 0,14 tahun 2010. PT Semen Indonesia Tbk selama dua tahun yaitu tahun 2011 dan 2013 free cash flow sama sebesar 0,25. Sedangkan di tahun 2013 nilai free cash flow tertinggi terdapat pada perusahaan PT Ricy Putra Globalindo Tbk sebesar 0,56. Tingginya free cash flow disebabkan oleh kelebihan kas dari masing-masing perusahaan yang digunakan untuk mendanai semua investasi pada masing-masing investasi. Rata-rata terendah free cash flow selama tahun penelitian terdapat pada PT Berlina Tbk sebesar -0,02 tahun 2009, PT Astra Internasionl Tbk tahun 2010 sebesar -0,05, PT Tirta Mahakam Resources Tbk tahun 2011 sebesar -0,13, PT Indofood Sukses Makmur Tbk Tahun 2012 sebesar -0,40 dan PT Alumindo Light Metal Industry Tbk sebesar -0,27. Rendahnya free cash flow disebabkan oleh tingkat fleksibelitas keuangan yang rendah dan banyaknya pengeluaran modal dibandingkan dengan total arus kas bersih yang tersedia untuk aktivitas operasional. Selama lima tahun rata-rata return on assets perusahaan manufaktur sebesar 0,08, dapat diartikan bahwa perusahaan manufaktur selama lima tahun memiliki tingkat profitabilitas sebesar 8%, tahun 2009 hingga tahun 2011 rata-rata sebesar 0,09, tahun 2012 rata-rata sebesar 0,08 dan tahun 2013 rata-rata sebesar 0,06. Selama lima tahun PT Unilever Indonesia Tbk memiliki return on assets tertinggi dibandingkan dengan perusahaan lain yaitu sebesar 0,41 di tahun 2009, 0,39 tahun 2010, 0,40 tahun 2011 hingga tahun 2013. Tingginya return on assets disebabkan oleh keuntungan yang diperoleh perusahaan dari investasi dalam bentuk aset dan perusahaan semakin efisien dalam operasionalnya. Tahun 2009 PT Kedawung Indah Can Tbk memiliki nilai return on assets terendah dibandingkan dengan perusahaan lain yaitu
sebesar -0,06. PT Barito Pasific Tbk selama dua tahun memiliki return on assets terendah sebesar -0,03 tahun 2010 dan -0,02 tahun 2011. Tahun 2012 dan tahun 2013 nilai return on assets terendah adalah PT Tirta Mahakam Resources Tbk sebesar -0,05 dan -0,19. Rendahnya return on assets disebabkan oleh banyaknya investasi atau persediaan perusahaan yang mengganggur dan aktiva tetap perusahaan beroperasi di bawah kapasitas normal. Selama lima tahun rata-rata operating expense ratio perusahaan manufaktur sebesar 0,17, dapat diartikan bahwa perusahaan manufaktur selama lima tahun memiliki biaya operasional yang cukup rendah, tahun 2009 hingga tahun 2011 rata-rata sebesar 0,17, tahun 2012 rata-rata sebesar 0,15 dan tahun 2013 rata-rata sebesar 0,16. Selama lima tahun PT Sat Nusa Persada Tbk memiliki operating expense ratio tertinggi dibandingkan dengan perusahaan lain yaitu sebesar 0,99, 0,97, 0,97, 0,97 dan 0,96. Tingginya operating expense ratio disebabkan oleh beban usaha yang harus di keluarkan oleh perusahaan cukup tinggi. Selama tiga tahun PT Alumindo Light Metal Industry Tbk memiliki nilai operating expense ratio terendah dibandingkan dengan perusahaan lain yaitu sebesar 0,04 tahun 2009, 0,03 tahun 2010, 0,02 tahun 2011. PT Indofood Sukses Makmur Tbk selama dua tahun yaitu tahun 2012 dan 2013 memiliki operating expense ratio terendah sebesar 0,02. Rendahnya operating expense ratio disebabkan oleh beban usaha yang harus dikeluarkan cukup rendah. Pengujian Kualitas Data Pengujian Normalitas Hasil pengujian normalitas tampak pada Tabel berikut: Tabel 1 Hasil Pengujian Normalitas Variabel Minimum Maximum Kurtosis 1.802 0.561 -0.403 FCF 1.669 0.990 0.020 OER 0.912 0.189 -0.191 ROA Multivariate Batas Normal
3.269
c.r. 2.103 1.736 1.862 1.845 ± 2,58
Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi 0,05 (5%) yaitu sebesar ± 2,58. Hasilnya diperoleh nilai c.r. multivariat dan univariate di antara ± 2,58 itu berarti asumsi normalitas terpenuhi. Pengujian Outlier Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi atau mutivariat (Hair et al., 2008). Deteksi terhadap multivariat outlier dilakukan dengan menggunakan kriteria Jarak Mahalanobis pada tingkat p < 0,05. Jarak Mahalanobis itu di evaluasi dengan menggunakan χ2 pada derajat bebas sebesar jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian. Bila kasus yang mempunyai Jarak Mahalanobis lebih besar dari nilai chi-square pada tingkat signifikansi 0,05 maka terjadi multivariate outlier. Nilai χ20.05 dengan jumlah variabel 4 adalah sebesar 9,488. Hasil analisis Mahalanobis diperoleh nilai 3,599 yang kurang dari χ2 tabel 9,488, dengan demikian tidak terjadi multivariate outliers. Hasil Goodness of Fit Indice Hasil pengujian goodness of fit indice tampak pada Tabel berikut: Tabel 2 Hasil Pengujian Goodness of Fit Indice
Goodness of Index Probability RMSEA GFI AGFI CMIND/DF TLI CFI
Nilai Kritis ≥ 0,05 ≤ 0,08 ≥ 0,90 ≥ 0,90 ≤ 2,00 ≥ 0,95 ≥ 0,94
>/<
Hasil
Keterangan
> < > > < < <
0.050 0.088 0.900 0.865 48.632 0.676 0.296
Baik Tdk Baik Baik Tdk Baik Tdk Baik Tdk Baik Tdk Baik
Hasil evaluasi menyatakan dari semua kriteria goodness of fit yang digunakan, tidak seluruhnya menunjukkan hasil evaluasi model yang baik, hal ini tidak mengapa bahwa model telah sesuai dengan data. Artinya, model konseptual yang dikembangkan dan dilandasi oleh teori telah sepenuhnya didukung oleh fakta. Dengan demikian model ini adalah model yang terbaik untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel dalam model. Hasil Analisis Jalur Penelitian ini menggunakan analisis jalur. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan program AMOS. Hasil pengolahan data selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Variabel
Tabel 3 Hasil Analisis Jalur Unstandardize Standardize d Coefficients d Coefficients
Free Cash Flow ke Operating Expense Ratio Operating Expense Ratio ke Return On Asset Free Cash Flow ke Return On Asset
Probabilit y
0,033
0,017
0,869
-0,001
-0,004
0,968
0,164
0,227
0,020
Pada hasil pengolahan data di Tabel 3, jika disajikan dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut: OER = 0,017 FCF + e ROA = -0,004 OER + e ROA = 0,227 FCF + e Hasil pengujian hipotesis kausalitas dapat dilihat dalam Tabel 5.6, dapat diaplikasikan sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama dalam penelitian ini yang menduga terdapat pengaruh positif free cash flow terhadap agency cost (operating expense ratio) perusahaan manufaktur yang go public di BEI. Setelah dilakukan pengujian menunjukkan nilai standardized coefficients sebesar -0,017 dan probability sebesar 0,869 > level of significant 0,05 yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa free cash flow memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap agency cost (operating expense ratio) perusahaan manufaktur yang go public di BEI.
2. Hipotesis kedua dalam penelitian ini yang menduga terdapat pengaruh negatif agency cost (operating expense ratio) terhadap kinerja perusahaan manufaktur (ROA) yang go public di BEI. Setelah dilakukan pengujian menunjukkan nilai standardized coefficients sebesar -0,004 dan probability sebesar 0,968 > level of significant 0,05 yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa agency cost (operating expense ratio) memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur (ROA) yang go public di BEI. 3. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini yang menduga terdapat pengaruh negatif free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur (ROA) yang go public di BEI. Setelah dilakukan pengujian menunjukkan nilai standardized coefficients sebesar 0,227 dan probability sebesar 0,020 < level of significant 0,05 yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa free cash flow memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur (ROA) yang go public di BEI. Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh antar variabel melalui variabel lain. Dari kerangka berpikir yang termasuk pengaruh tidak langsung adalah pengaruh free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur (ROA) melalui agency cost (operating expense ratio). Tabel 4 digunakan untuk menganalisa pengaruh tidak langsung. Tabel 4 Hasil Pengaruh Tidak Langsung Jalur Estimate 0,031 Free cash flow agency cost → → ROA Makna dari besaran yang ada adalah pengaruh tidak langsung dari free cash flow terhadap kinerja perusahaan manufaktur (ROA) melalui agency cost (operating expense ratio) sebesar 0,031 atau 3,1%. Pembahasan Pengaruh Antara Free Cash Flow Terhadap Agency Cost (Operating Expense Ratio) Free cash flow memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap agency cost (operating expense ratio) perusahaan manufaktur yang go public di BEI. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Wang (2010) dan Jensen (1986) menyatakan bahwa free cash flow dan agency cost berpengaruh negatif secara signifikan. Tidak berpengaruh secara positif free cash flow terhadap agency cost disebabkan penggunaan free cash flow tidak digunakan untuk aktivitas operasional, namun kelebihan dana bagi perusahaan sampel dibagikan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dalam bentuk deviden. Beban usaha dikeluarkan dalam rangka untuk menyelenggarakan kegiatan operasional perusahaan sehingga pada saat perusahaan memiliki free cash flow maka manajer tidak mengalokasikan anggaran tersebut pada beban usaha, hal ini dikarenakan pihak manajer merasa pengalokasian dana pada beban usaha tidak akan menguntungkan baik dari sisi manajer maupun dari sisi pemegang saham. Aliran kas atau cash flow merupakan bagian dari laporan keuangan, dimana aliran kas atau cash flow memiliki komponen yang sangat penting untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya, karena laporan arus kas mengandung unsurunsur dari laporan laba rugi (arus kas operasional) dan laporan neraca (arus kas keuangan). Di dalam aliran kas terdapat aliran kas bebas atau free cash flow yang merupakan kas yang dapat didistribusi kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada aset tetap (Ross et al, 2000 dalam Tarjo dan Jogiyanto, 2003). Menurut Jensen (1986) dalam Piramita (2012) menyatakan bahwa adanya free cash flow yang berlebihan di dalam perusahaan, akan menyebabkan manajemen cenderung menghabiskan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadi yang tidak
meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Berdasarkan hal tersebut, untuk memberikan keyakinan bahwa manajer tidak akan melakukan tindakan yang membebankan pemegang saham, maka perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memastikan bahwa perusahaan akan dikelola sesuai dengan kepentingan pemilik yang disebut dengan biaya keagenan. Pengaruh Antara Agency Cost (Operating Expense Ratio) Terhadap Kinerja Perusahaan Agency cost memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang go public di BEI. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Juki (2008: 9), tingginya biaya operasi akan membuat peningkatan laba turun, begitu juga jika nilai biaya operasi rendah peningkatan laba akan naik. Tidak berpengaruhnya agency cost (operating expense ratio) terhadap kinerja perusahaan disebabkan karena manajemen tidak memperdulikan kenaikan atau penurunan biaya operasional untuk pelaksanaan aktivitas sehingga tujuan yang telah ditentukan oleh perusahaan belum tercapai. Semakin rendah biaya operasi yang dikeluarkan oleh perusahaan berarti semakin tidak efisien perusahaan tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya ketidak efisiensinya biaya tersebut maka keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin menurun. Pihak manajemen tidak akan mengambil keuntungan dari aktivitas operasi karena biaya operasi merupakan semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Agency cost (operating expense ratio) terbukti memiliki efek yang tidak signifikan dengan kinerja perusahaan. Dengan demikian sulit untuk membuktikan apakah terdapat hubungan langsung antara biaya agensi dan kinerja perusahaan. Namun, sebenarnya agency cost (operating expense ratio), berbanding terbalik dengan kinerja perusahaan, menurut Ang et al (2000) dan Singh dan Davidson (2003), yang menyatakan bahwa total aset dan rasio biaya operasi berfungsi dapat meningkatkan agency cost. Pengaruh Antara Free Cash Flow Terhadap Kinerja Perusahaan Free Cash Flow memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur yang go public di BEI. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Hong (2012) menunjukkan bahwa free cash flow berpengaruh negatif terhadap ROA. Berpengaruh positif free cash flow terhadap kinerja perusahaan disebabkan oleh sisa kas perusahaan oleh manajer tidak dibagikan kepada para memegang saham sebagai dividen. Sisa kas perusahaan oleh manajer digunakan untuk berinvestasi pada struktur modal atau yang lainnya. Ada kemungkinan free cash flow dipergunakan pada struktur modal atau yang lainnya sehingga menyebabkan kinerja perusahaan mengalami peningkatan karena adanya penambahan modal pada struktur modal berakibat pada adanya inovasi baru pada produk yang dijualnya. Menurut Jensen (1986) dalam Piramita (2012) konflik kepentingan yang disebabkan oleh keberadaan free cash flow yang cukup besar akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dikarenakan kinerja keuangan dinyatakan baik apabila manajemen berhasil mengelola sumber daya keuangan perusahaan pada investasi yang meningkatkan nilai pemegang saham. Oleh karena itu, apabila free cash flow yang merupakan wewenang manajemen tidak dapat memberikan nilai bagi pemegang saham, dan menghabiskannya pada perilaku perquisites maka akan menurunkan kinerja keuangan. Kinerja keuangan pada penelitian ini diproksikan dengan Return on Assets (ROA). Disisi lain manajemen menurut Jensen (1986) tingginya free cash flow perusahaan dapat membuat manajemen memanfaatkan situasi ini untuk melakukan investasi untuk project dengan NPV negatif atau dengan kata lain project yang tidak menguntungkan perusahaan atau ROA rendah. Pengaruh Tidak Langsung Free Cash Flow Terhadap Kinerja Perusahaan Pengaruh free cash flow terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan ROA dijelaskan dalam analisis jalur ke 3 adalah berpengaruh positif, akan tetapi jika pengaruh
agency cost yang menguntungkan dapat menyebabkan pengaruh free cash flow terhadap ROA menjadi positif. Hal ini dikarenakan pengaruh free cash flow terhadap agency cost berpengaruh positif sehingga dalam penelitian ini dijelaskan bahwa pengaruhnya sebesar 0,031 dengan kata lain 3,1%. Ketika sebuah perusahaan telah menghasilkan surplus yang berlebihan (free cash flow) dan tidak ada peluang investasi yang menguntungkan, maka manajemen cenderung menyalahgunakan free cash flow yang ada sehingga dapat mengakibatkan peningkatan biaya agensi, alokasi sumber daya yang tidak efisien, dan investasi yang salah mengakibatkan kinerja perusahaan mengalami penurunan. Brush et al (2000) menemukan bahwa pertumbuhan penjualan paling bermanfaat bagi perusahaan yang kekurangan arus kas, tetapi tidak harus untuk perusahaan dengan free cash flow yang cukup. Chung et al (2005) juga menemukan bahwa FCF berlebihan mungkin memiliki dampak negatif terhadap profitabilitas perusahaan dan penilaian saham dan dengan demikian peningkatan biaya agensi. SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dan pembahasan yang digunakan sesuai dengan tujuan hipotesis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Free cash flow berpengaruh positif tidak signifikan terhadap agency cost (operating expense ratio) perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, dapat diartikan bahwa pergerakan kenaikan free cash flow tidak diikuti oleh peningkatan agency cost (operating expense ratio) dan sebaliknya pergerakan penurunan free cash flow tidak diikuti oleh penurunan agency cost (operating expense ratio). 2. Agency cost (operating expense ratio) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, dapat diartikan bahwa pergerakan kenaikan agency cost (operating expense ratio) tidak diikuti oleh penurunan kinerja perusahaan dan sebaliknya pergerakan penurunan agency cost (operating expense ratio) tidak diikuti oleh kenaikan kinerja perusahaan. 3. Free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, dapat diartikan bahwa pergerakan kenaikan atau penurunan free cash flow diikuti oleh kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan. 4. Free cash flow berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost di proksikan dengan operating expense, dapat diartikan bahwa agency cost sebagai variabel intervening yang membuat free cash flow memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Sebagai bagian akhir dari penelitian ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah Bagi investor yang menganalisis saham berdasarkan fundamental perusahaan perlu memperhatikan perusahaan yang memiliki free cash flow yang tinggi dan hendaknya dikaitkan dengan operating expense ratio perusahaan tersebut. Apabila investor ingin mengetahui kinerja dari perusahaan hendaknya melihat operating expense ratio. Penelitian selanjutnya untuk lebih mengembangkan penelitian dengan mencari variabel lain yang mungkin memiliki pengaruh pada kinerja perusahaan misalnya kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur modal, kebijakan hutang dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. 2007. Manajemen Keuangan Bisnis. Ghalia Indonesia. Bogor Ang, J. S., R. A. Cole and J. W. Lin. 2000. Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Finance, Vol. 55, No. 1, 2000, pp. 81-106. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta
Bayu, Aji, Bimo. 2012. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Brush, T. H., B. Philip and H. Margaretha. 2000. The Free Cash Flow Hypothesis for Sales Growth and Firm Perform-ance. Strategic Management Journal, Vol. 21, pp. 455-472 Chung, M. R., Firth and J.-B. Kim. 2005. FCF Agency Costs, Earnings Management, and Investor Monitoring. Cor-porate Ownership and Control, Vol. 2, No. 4, pp. 51-61. Damodaran, A. 1997. Corporate Finance Theory and Practice. Newyork, John Willey & Sons, Inc Fachrudin, Khaira Amalia. 2011. Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, dan Agency Cost Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol. 13, no. 1, mei 2011: 37-46 Fauzi M. A dan Basri Rivai, Veithzal. 2005. Performance Appraisal. Edisi 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada Fosberg, Richard H dan Sidney Rosenberg. 2003. Agency Cost Control. Journal of American Academy Of Business, Cambridge, p 299. Gujarati, Damodaran N. 2000. Basic econometrics. 4rd. McGraw-Hill. Hong, Z., Shuting, Y., and Meng, Z. 2012. Relationship Between Free Cash Flow And Financial Performance Evidence From The Listed Real Estate Companies In China. International Conference On Innovation And Information Management, Singapore, vol 36, pp 331-335. Jensen, M. C. 1986. Agency Costs of Free Cash Flow, Corpo-rate Finance, and Takeovers. American Economic Re-view, Vol. 76, No. 2, pp. 323-329. Jensen, M. C. dan W. H. Meckling 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, 1976, pp. 305-360. Singh, M and W. N. Davidson. 2003. Agency Costs, Own-ership Structure and Corporate Governance Mecha-nisms,” Journal of Banking and Finance, Vol. 27, pp. 793-816 Tarjo, Jogiyanto. 2003. Analisa Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Utang Pada Perusahaan Publik Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VI Wang, G.Y. 2010. The Impacts Of Free Cash Flow Ans Agency Cost On Firm Performance. Journal Of Service Science And Management, vol 3, no 4, pp 408-418. www.idx.co.id