PROPORSI PENCARIAN PENGOBATAN PERTAMA KALI DAN HUBUNGANNYA DENGAN FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFIS DAN TABUNGAN KESEHATAN: STUDI POTONG LINTANG DI KELURAHAN BIDARA CINA TAHUN 2011 Christian Danneto1 dan Retno Asti Werdhani2 1 2
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Riset di Bandung dan Lombok Barat tentang tindakan pencarian pengobatan pertama kali menunjukkan bahwa hanya sebanyak 30,7 % yang berobat ke Puskesmas dan 11% berobat ke dukun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor sosio-demografis dan tabungan kesehatan dengan pencarian pengobatan pertama kali dengan menggunakan metode geographical random sampling. Dari 378 responden yang mengisi kuesioner, 63,2% memilih mengobati sendiri, 34,1% memilih berobat ke layanan kesehatan primer, dan 2,6% memilih berobat ke layanan kesehatan sekunder. Terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan (p=0,01) dan kepemilikan tabungan kesehatan (p=0,024) dengan perilaku pencarian pengobatan pertama kali. Kata Kunci: Faktor Sosio-Demografis, Pencarian Pengobatan Pertama Kali, Kelurahan Bidara Cina, Studi Potong Lintang
PROPORTION OF HEALTH SEEKING BEHAVIOR AND ITS RELATIONSHIP WITH SOCIO-DEMOGRAPHIC FACTORS AND HEALTH SAVING: CROSS SECTIONAL STUDY IN BIDARA CINA VILLAGE 2011
Abstract Studies about health seeking behavior in Bandung and Lombok Barat showed that only 30.7% go to the public health center and 11% go to Shaman. The goal of this research is to elaborate the relationship between sociodemographic factors and health saving with health seeking behavior using geographical random sampling. About 63.2% respondents decide to cure the disease by themself, 34.1% go to primary health care, and 2.6% go to secondary health care. Significant result showed up between the level of education (p=0.01) and health saving (p=0.024) with health seeking behavior. Keywords: Socio-Demographic Factors, Health Seeking Behavior, Bidara Cina Village, Cross Sectional Study
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
Pendahuluan Perilaku pencarian pengobatan pertama kali sangat penting dalam menentukan kesembuhan seseorang.1 Apabila seseorang memiliki perilaku pencarian pengobatan pertama kali yang baik, maka kesehatannya dapat dipulihkan dengan baik. Namun, apabila seseorang tidak memiliki perilaku pencarian pengobatan pertama kali yang baik, maka kesehatannya dikhawatirkan akan memburuk. Banyak masyarakat yang masih mencari pengobatan ke layanan pengobatan tradisional dan layanan kesehatan yang tidak resmi. Riset di Bandung dan Lombok Barat tentang tindakan pencarian pengobatan pertama kali menunjukkan bahwa hanya sebanyak 30,7 % yang berobat ke Puskesmas dan 11% berobat ke dukun.2,3 Masyarakat Indonesia masih belum memiliki perilaku pencarian pengobatan pertama kali yang baik. Keputusan untuk memilih saluran kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor sosiodemografis.1 Dengan mengetahui faktor-faktor sosio-demografis yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama kali, diharapkan masyarakat memiliki perilaku pencarian pengobatan pertama kali yang lebih baik. Dengan demikian, tingkat kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan. Untuk itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Proporsi Pencarian Pengobatan Pertama Kali dan Hubungannya dengan Faktor Sosio-Demografis dan Tabungan Kesehatan: Studi Potong Lintang di Kelurahan Bidara Cina Tahun 2011”. Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perilaku mencari pengobatan pertama kali.
Tinjauan Teoritis Perilaku mencari kesehatan ialah hal yang dilakukan individu untuk memulihkan kesehatannya. Terdapat faktor-faktor yang mendorong atau mencegah seseorang dalam membuat pilihan kesehatan. Pemilihan saluran medis tertentu berhubungan dengan berbagai faktor sosio-demografis, antara lain usia, status sosial, tipe penyakit, dan akses ke pelayanan kesehatan.1 Perilaku pencarian pengobatan pertama kali yang tepat dapat mencegah keterlambatan diagnosis, meningkatkan pemenuhan perawatan, dan meningkatkan promosi kesehatan dalam berbagai konteks.1
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
Gambar 1. Memprediksi perilaku kesehatan dengan model kognisi sosial (diadaptasi dari Sheeran dan Abraham, 1996).1
Model ini menjelaskan bahwa perilaku pencarian pengobatan pertama kali dipengaruhi oleh persepsi keparahan dan ancaman dari suatu penyakit, motivasi kesehatan, dan keuntungan serta penghalang dalam melakukan pencarian pengobatan.1 Pelayanan kesehatan dibagi menjadi primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan kesehatan primer merupakan ujung tombak dalam sistem pelayanan kesehatan. Sementara itu, pelayanan kesehatan sekunder dan tersier menerima rujukan dari layanan kesehatan primer.4 Pengobatan medis dapat ditemukan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit. Puskesmas memiliki 2 upaya penyelenggaraan, yaitu upaya kesehatan wajib dan pengembangan. Upaya kesehatan wajib mencakup upaya promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), dan upaya pengobatan dasar. Sementara itu, upaya kesehatan pengembangan dilakukan berdasarkan masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya ini antara lain Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), olahraga, gigi dan mulut, jiwa, mata, dan usia lanjut.4
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
Menurut Permenkes No. 147 tahun 2010, rumah sakit ialah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.4 Pengobatan non medis merupakan pengobatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern.5 Peningkatan pengetahuan pada wanita menyebabkan perilaku mencari kesehatan yang lebih baik. Wanita yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik memiliki pemahaman yang lebih baik dalam mempromosikan kesehatan dan meningkatkan status gizi. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan menerima informasi kesehatan dari media massa dan petugas kesehatan. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi berorientasi pada tindakan preventif dan memiliki status kesehatan yang lebih baik.6 Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan, semakin rendah angka kematian bayi dan ibu. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang untuk menentukan pilihan dalam pelayanan kesehatan.6 Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi, lingkungan, dan perumahan.6 Asuransi ialah perjanjian di mana terdapat penggantian atas kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan karena peristiwa yang tidak pasti.7
Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah metode analisis cross-sectional. Penelitian ini menggunakan desain tersebut karena efektif dalam mencari hubungan antar variabel pada daerah yang luas dalam jangka waktu tertentu. Data yang diperoleh melalui pengisian kuesioner merupakan data primer. Populasi target dari penelitian ini adalah ibu rumah tangga warga kecamatan Jatinegara. Populasi terjangkau penelitian ialah ibu rumah tangga warga Kelurahan Bidara Cina yang ada pada saat pengambilan data. Sampel penelitian ialah subjek yang dipilih dengan cara geographical random sampling, memenuhi kriteria inklusi, dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi antara lain ibu rumah tangga yang ada pada
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
saat pengambilan data dan bersedia mengisi kuesioner. Kriteria eksklusi ialah responden mengalami gangguan komunikasi dan bahasa. Sampel dipilih dengan metode geographical random sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Wilayah yang akan diteliti, yaitu Kelurahan Bidara Cina dibagi menjadi wilayah-wilayah yang lebih kecil, yaitu wilayahwilayah Rukun Warga (RW) yang ada di Kelurahan Bidara Cina. Selanjutnya, pada setiap RW ditentukan beberapa titik acak berdasarkan kepadatan penduduk di RW tersebut. Daerah yang bukan merupakan tempat tinggal akan dieksklusi. Peneliti mendatangi responden sesuai dengan titik lokasi pada Global Positioning System (GPS). Apabila titik yang didatangi bukan merupakan tempat tinggal, wawancara akan dilakukan ke rumah terdekat dari titik tersebut yang memiliki penghuni. Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner akan divalidasi dan diorganisir secara sistematis sehingga analisis yang akurat dapat dilakukan. Untuk membantu menganalisis data, peneliti menggunakan program Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) for Windows version 11.5. Ada dua jenis analisis data yang dilakukan, yaitu analisis deskriptif dan analisis analitik. Analisis deskriptif digunakan untuk memperlihatkan sebaran data. Sebaran data numerik akan disajikan dalam bentuk rerata atau median tergantung normalitas datanya. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Bila nilai p uji tersebut >0,05 maka distribusi data dikatakan normal. Sebaran data kategorik akan disajikan dalam bentuk persentase. Analisis analitik digunakan untuk mengetahui hubungan faktor sosio-demografis dengan pencarian pengobatan pertama kali. Data dengan variabel bebas yang berskala kategorikan dan variabel tergantung berskala kategorikan akan dianalisis menggunakan uji kai-kuadrat untuk dua kelompok independen dan uji Kolmogorov-Smirnov sebagai alternatif (karena variabel dependen memiliki tiga kategori). Uji kai-kuadrat digunakan jika tidak ada sel yang bernilai 0 dan persentase nilai expected yang kurang dari lima kurang dari 20%. Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi, digunakan uji Fischer atau uji Kolmogorov-Smirnov sebagai alternatif (karena variabel dependen memiliki tiga kategori). Apabila hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa besarnya p<α, di mana α = 0,05, dapat dinyatakan terdapat hubungan bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen.
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
Hasil Survei dilakukan pada 416 responden ibu rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Bidara Cina. Dari 416 responden tersebut, terdapat 378 subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan faktor sosio-demografis dan kepemilikan tabungan kesehatan Variabel Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghucu Lainnya Tingkat pendidikan Rendah Sedang Tinggi Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Penghasilan Penghasilan responden per bulan Tidak berpenghasilan Berpenghasilan di bawah UMR Berpenghasilan lebih besar sama dengan UMR Penghasilan keluarga per bulan Tidak berpenghasilan Berpenghasilan di bawah UMR Berpenghasilan lebih besar sama dengan UMR Status kependudukan Warga Jakarta Warga non-Jakarta Kepemilikan asuransi kesehatan Memiliki asuransi kesehatan Tidak memiliki asuransi kesehatan Kepemilikan tabungan kesehatan Memiliki tabungan kesehatan Tidak memiliki tabungan kesehatan
Frekuensi
Persentase (%)
344 17 14 0 2 0 1
91 4,5 3,7 0 0,5 0 0,3
148 172 58
39,2 45,5 15,3
176 202
46,6 53,4
207 75 96
54,8 19,8 25,4
0 121 257
0 32,0 68,0
358 20
94,7 5,3
133 245
35,2 64,8
50 328
13,2 86,8
Usia responden berkisar antara 18 hingga 70 tahun dengan nilai tengah usia 41 tahun. Agama terbanyak yang dianut responden yaitu Islam. Tingkat pendidikan responden bervariasi, dengan mayoritas tingkat pendidikan sedang sebanyak 45,5%. Jumlah responden yang tidak bekerja sebanyak 53,4%. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
besar responden tidak berpenghasilan (54,8%). Sementara itu, sebagian besar responden memiliki penghasilan keluarga per bulan yang lebih besar atau sama dengan UMR Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 (68%). Sebagian besar responden sudah memiliki status kependudukan sebagai warga Jakarta (94,7%). Sebagian besar responden belum memiliki asuransi kesehatan (64,8%). Mayoritas responden belum memiliki tabungan kesehatan (86,8%). Tabel 2. Distribusi subjek penelitian berdasarkan pencarian pengobatan pertama kali Variabel Frekuensi Persentase (%) Pencarian pengobatan pertama kali Obati sendiri
239
63,2
Layanan kesehatan primer
129
34,1
Layanan kesehatan sekunder
10
2,6
Pada tabel 4.2, untuk pencarian pengobatan pertama kali, terlihat bahwa mayoritas responden memilih untuk mengobati sendiri penyakitnya (63,2%). Sementara itu, sebanyak 34,1% memilih untuk berobat ke layanan kesehatan primer. Dan hanya 2,6% responden yang memilih untuk berobat ke layanan kesehatan sekunder.
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
Tabel 4.3. Hubungan antara variabel sosio-demografis dengan pencarian pengobatan pertama kali Variabel Obati sendiri Usia
41 (1870)
Agama Islam Kristen* Katolik* Hindu* Budha* Konghucu* Lainnya* Tingkat pendidikan Rendah Sedang* Tinggi* Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Penghasilan Penghasilan responden per bulan Tidak berpenghasilan* Berpenghasilan di bawah UMR* Berpenghasilan lebih besar sama dengan UMR Penghasilan keluarga per bulan Tidak berpenghasilan Berpenghasilan di bawah UMR Berpenghasilan lebih besar sama dengan UMR Status kependudukan Warga Jakarta Warga non-Jakarta
Pencarian pengobatan Layanan Layanan kesehatan kesehatan primer sekunder 42 (19-70) 45 (30-60)
p
0,648 + 0,220++
215 (62,5) 13 (67,5) 8 (57,1) 0 (0) 2 (100) 0 (0) 1 (100)
121 (35,2)
8 (2,3)
2 (11,8) 6 (42,9) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
2 (11,8) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
89 (60,1) 107 (62,2) 43 (74,1)
59 (39,9) 57 (33,1)
0 (0) 8 (4,7)
13 (22,4)
2 (3,4)
116 (65,9) 123 (60,9)
56 (31,8)
4 (2,3)
23 (36,1)
6 (3,0)
0,01++
0,588++
0,485++ 130 (62,8) 44 (58,7)
71 (34,3)
6 (2,9)
30 (40,0)
1 (1,3)
65 (67,7)
28 (29,2)
3 (3,1) 0,941++
0 (0) 78 (64,5)
0 (0) 40 (33,1)
0 (0) 3 (2,5)
161 (62,6)
89 (34,6)
7 (2,7)
224 (62,6) 15 (75,0)
124 (34,6)
10 (2,8)
5 (25,0)
0 (0)
0,464++
Keterangan: *: digabungkan dalam analisis data; +: Kruskal-Wallis; ++: Chi-square
Berdasarkan tabel di atas, terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder) antara kelompok yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedang, dan tinggi. Pilihan untuk mengobati sendiri dipilih oleh 62,2% responden dengan tingkat pendidikan sedang dan hanya 74,1% responden dengan pendidikan tinggi. Sementara itu, pilihan untuk berobat ke layanan kesehatan primer dipilih oleh 39,9% responden dengan tingkat
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
pendidikan rendah, 33,1% responden dengan tingkat pendidikan sedang, dan hanya 22,4% responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Kemudian, pilihan untuk berobat ke layanan kesehatan sekunder tidak dipilih oleh responden dengan tingkat pendidikan rendah dan dipilih oleh 4,7% responden dengan tingkat pendidikan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tingginya tingkat pendidikan akan meningkatkan kesadaran perlunya layanan kesehatan sebagai pilihan pengobatan pertama kali. Tabel 4.4. Hubungan antara kepemilikan asuransi dan tabungan kesehatan dengan pencarian pengobatan pertama kali Variabel Obati sendiri Kepemilikan asuransi kesehatan Memiliki asuransi kesehatan Tidak memiliki asuransi kesehatan Kepemilikan tabungan kesehatan Memiliki tabungan kesehatan Tidak memiliki tabungan kesehatan
81 (60,9) 158 (64,5) 33 (66,0) 206 (62,8)
Pencarian pengobatan Layanan Layanan kesehatan kesehatan primer sekunder 47 (35,3) 82 (33,5)
13 (26,0) 116 (35,4)
p
Uji
0,542++
Chi-square
0,024++
Chi-square
5 (3,8) 5 (2,0)
4 (8,0) 6 (1,8)
Data pada tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder) antara kelompok yang memiliki tabungan kesehatan dengan yang tidak memiliki tabungan kesehatan. Pilihan untuk mengobati sendiri dipilih oleh 66% responden yang memiliki tabungan kesehatan dan 62,8% responden yang tidak memiliki tabungan kesehatan. Sementara itu, pengobatan ke layanan kesehatan primer dipilih oleh 26% responden yang memiliki tabungan kesehatan dan 35,4% responden yang tidak memiliki tabungan kesehatan. Pilihan pengobatan ke layanan kesehatan sekunder dipilih oleh 8% responden yang memiliki tabungan kesehatan dan 1,8% responden yang tidak memiliki tabungan kesehatan.
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
Pembahasan 1. Hubungan Usia dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan median usia dengan berbagai pilihan pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder). Survei The Queensland Health pada tahun 2001 menunjukkan bahwa jumlah orang tua yang memiliki anak balita akan mengobati ke layanan kesehatan sebanyak dua kali lebih banyak daripada orang tua yang memiliki anak yang sudah dewasa. Hal ini disebabkan orang tua akan merasa suatu penyakit menjadi ancaman yang lebih besar pada anak yang usianya lebih muda.8 Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Sudharsanam dan Rott pada tahun 2007 di India, dilaporkan bahwa usia tidak berhubungan dengan pencarian pengobatan pertama kali. Hasil pada penelitian ini diperkirakan disebabkan oleh tingkat pendidikan responden yang rendah.9 2. Hubungan Agama dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Dari tabel 4.3, terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder) antara kelompok yang beragama Islam dan kelompok yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan lainnya. Pada suatu penelitian di Ethiopia, wanita yang beragama Islam memiliki tingkat perilaku mencari dan peduli kesehatan terburuk, sementara itu wanita yang beragama Kristen memiliki tingkat perilaku mencari kesehatan yang lebih baik.10 Namun, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya yang rendah (sekitar 85% wanita beragama Islam yang tidak pernah bersekolah). Sementara itu, sebanyak 67% wanita beragama Protestan dan 71% wanita beragama Ortodoks tidak pernah bersekolah.10 3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali antara kelompok yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat pendidikan yang rendah memiliki pengaruh buruk terhadap pencarian pengobatan pertama kali. Hal ini berhubungan dengan banyaknya masyarakat yang buta huruf. Hal tersebut akan menyulitkan mereka karena ketidakmampuan untuk
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
membaca, mengerti, dan mengikuti instruksi-instruksi kesehatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa kematian bayi menurun dengan meningkatnya tingkat pendidikan ibu. Menurut Howlader dan Bhuiyan, ibu yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk berobat ke layanan kesehatan antenatal.8 Penelitian oleh Taffa dan Chepngeno pada tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi keparahan suatu penyakit dan perilaku pencarian pengobatan.8 4. Hubungan Pekerjaan dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder) antara kelompok yang memiliki pekerjaan dengan kelompok yang tidak memiliki pekerjaan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Hobbs dan Blanks menunjukkan bahwa pekerjaan seorang wanita berperan penting dalam membentuk pola dan gaya hidup. Dengan memiliki pekerjaan, akses ke sumber informasi kesehatan semakin besar. Namun, hal ini terjadi karena subjek pada penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Hanya 12% subjek pada penelitian yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah.11 5. Hubungan Penghasilan dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder) antara kelompok yang tidak memiliki penghasilan dengan kelompok yang berpenghasilan di bawah UMR Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 maupun dengan kelompok yang berpenghasilan lebih besar atau sama dengan UMR Provinsi DKI Jakarta tahun 2011. Makinen et al menyatakan bahwa pendapatan mempengaruhi keputusan untuk melakukan pengobatan dan jenis pengobatan yang dicari. Hal ini disebabkan masyarakat dengan jumlah penghasilan yang sedikit akan mengalokasikan sebagian besar penghasilannya untuk membeli bahan makanan. Dengan demikian, biaya yang dialokasikan untuk berobat menjadi lebih sedikit.12
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
Perbedaan hasil pada penelitian ini dengan penelitian pada literatur diperoleh karena pemilihan pengobatan pertama kali tidak hanya berhubungan dengan jumlah penghasilan, namun juga berhubungan dengan berbagai faktor sosio-demografis lainnya. Walaupun memiliki penghasilan yang tinggi, sebagian besar responden masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebanyak 39,2% responden masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah. 6. Hubungan Status Kependudukan dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Berdasarkan data pada tabel 4.3, tidak terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder) antara kelompok yang memiliki status kependudukan DKI Jakarta dengan kelompok yang memiliki status kependudukan non-DKI Jakarta. Status kependudukan yang dimiliki oleh seseorang akan menentukan budaya atau norma yang dianutnya. Kemudian, budaya dan norma yang dianutnya dapat mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan pertama kali. Penelitian yang dilakukan di Ethiopia menunjukkan bahwa keputusan untuk mencari pengobatan pada perempuan yang tinggal di pedesaan bergantung pada niat baik dari suami dan keluarga besar. Perempuan tersebut tidak memiliki kebebasan untuk memilih jenis pengobatan yang akan dilakukan, misalnya dalam keputusan mengenai reproduksi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa otonomi yang dimiliki oleh seorang perempuan memperbaiki perilaku pencarian pengobatannya.10 Perbedaan hasil pada penelitian ini dengan penelitian di atas disebabkan responden pada penelitian ini, baik yang berasal dari luar DKI Jakarta (misalnya pedesaan) maupun penduduk asli DKI Jakarta telah memiliki kebebasan untuk menentukan tindakan pengobatannya sendiri.
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
7. Hubungan Kepemilikan Asuransi Kesehatan dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Berdasarkan data pada tabel 4.4, tidak terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau layanan kesehatan sekunder) antara kelompok yang memiliki asuransi kesehatan dengan yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Hasil ini terjadi karena sejumlah pemilik asuransi kesehatan yang tidak melakukan pengobatan apabila penyakitnya belum dianggap serius. Suatu penelitian di Cina menunjukkan bahwa kepemilikan asuransi kesehatan sangat menentukan jenis pengobatan yang dipilih.23 Sebanyak 70% dari seluruh pekerja yang memiliki asuransi kesehatan berobat ke layanan kesehatan. Sekitar 15% masyarakat yang tidak memiliki asuransi kurang sehat secara fisik dan psikis. Namun demikian, pada sekitar 58% masyarakat yang memiliki asuransi kesehatan, tidak melakukan pengobatan apabila penyakit yang dialaminya tidak serius.13 8. Hubungan Kepemilikan Tabungan Kesehatan dengan Pencarian Pengobatan Pertama Kali Data tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali antara kelompok yang memiliki tabungan kesehatan dengan yang tidak memiliki tabungan kesehatan. Individu yang tidak memiliki tabungan akan cenderung memilih layanan kesehatan dengan biaya yang lebih murah. Individu yang memiliki tabungan kesehatan memiliki kecenderungan untuk mempunyai perilaku pencarian pengobatan pertama kali yang lebih baik.13
Kesimpulan 1. Responden memiliki nilai tengah usia 41 tahun. Sebagian besar responden beragama Islam, memiliki tingkat pendidikan sedang, dan tidak memiliki pekerjaan. Sebagian besar responden tidak memiliki penghasilan dan memiliki penghasilan keluarga lebih besar sama dengan UMR Provinsi DKI Jakarta tahun 2011. Sebagian besar responden
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
memiliki status kependudukan DKI Jakarta. Mayoritas responden tidak memiliki asuransi kesehatan maupun tabungan kesehatan. 2. Berdasarkan pencarian pengobatan pertama kali, 63,2% subjek penelitian memilih untuk mengobati sendiri penyakitnya. 3. Terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali antara kelompok yang memiliki tingkat pendidikan rendah, sedang, tinggi, dan antara kelompok yang memiliki tabungan kesehatan dengan yang tidak memiliki tabungan kesehatan.
Saran 1. Masyarakat diharapkan meningkatkan tingkat pendidikannya. 2. Masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk menabung, terutama untuk biaya pengobatan. 3. Pemerintah diharapkan mempermudah akses dan meningkatkan fasilitas pendidikan bagi seluruh masyarakat. 4. Perlunya diadakan penelitian lain yang membahas tentang faktor lainnya selain faktor sosio-demografis dan tabungan kesehatan yang mempengaruhi pencarian pengobatan pertama kali.
Daftar Referensi 1.
MacKian S. A Review of Health Seeking Behaviour: Problems and Prospects Manchester: University of Manchester; 2004. p. 3-8.
2.
Thawaf S. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencarian Pengobatan Pertama Tersangka Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung. Universitas Indonesia; 2000. p. 11.
3.
Ikatan Dokter Indonesia. Survey Rumah Tangga Tentang Perilaku Kesehatan Ibu dan Anak Serta Pola Pencarian Pengobatan di Tingkat Masyarakat. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia Provinsi NTB dan NTT; 2007. p. 121-2.
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013
4.
Juanita. Peran Asuransi Kesehatan dalam Benchmarking Rumah Sakit dalam Menghadapi Krisis Ekonomi. USU Repository [serial online] 2002 [cited 21 September 2012];25:1-10.
5.
Daulay NK. Pengobatan Alternatif. USU Repository [serial online] 2011 [cited 22 September 2012];1:1-27.
6.
Amalia I. Hubungan Antara Pendidikan, Pendapatan, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Pedagang Hidangan Istimewa Kampung (HIK) di Pasar Kliwon dan Jebres kota Surakarta [thesis]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009. p. 25-7.
7.
Drummond S, Grant A. Insurance and Law Regulation. 1st ed. Melbourne: The Institute; 2003. p. 81-4.
8.
Tee GH, Ramanathan P, Amal NM, Chinna K. Health Seeking Behavior Among Malaysians With Acute Diarrheal Disease. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2001;41:424-35.
9.
Sudharsanam MB, Rotti SB. Factors Determining Health Seeking Behaviour for Sick Children in A Fishermen Community in Pondicherry. Ind J Commun Med 2007;32:71-2.
10. Woldemicael G, Tenkorang EY. Women’s Autonomy and Maternal Health-Seeking Behavior in Ethiopia. Matern Child Health J 2010;14:988-98. 11. Olaugun AAA, Adebayo AA, Ayandiran OE, Olasode O. Effects of Mothers’ SocioEconomic Status on the Management of Febrile Conditions in Their Under Five Children in a Resource Limited Setting. BMC International Health and Human Rights 2006;6:1-6. 12. Brown PH, Theoharides C, Brauw Ad. Health-Seeking Behavior and Hospital Choice in China’s New Cooperative Medical System Beijing: Chinese Academy of Social and Sciences; 2008. p. 21-3. 13. Sirisinsuk Y, Fungladda W, Sihgasivanon P, Kaewkungwal J, Ratanawijtrasin S. Health Seeking Behavior Among Insured Persons Under The Social Security Act. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2003;34:661-8.
Proporsi pencarian…, Christian Danneto, FK UI, 2013