GAMBARAN HISTOLOGIS TULANG VERTEBRAE DAN PROFIL HORMON ESTROGEN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) OVARIEKTOMI SETELAH MENDAPAT TERAPI TEPUNG TULANG IKAN TUNA MADIDIHANG (THUNNUS ALBACARES) Histologic Image Of Vertebrae Bone And Estrogen Hormone Profile on Ovarietomy Rats (Rattus norvegicus)) After Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Fish Bone Meal Theraphy 1 1
Yulinar Risky Karaman*, 1Agung Pramana W.M; *, 1Aulanni’am,
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya
*
[email protected] ABSTRAK Osteoporosis merupakan suatu kondisi yang terjadi pada tulang akibat pengurangan massa tulang, mineral maupun matriks tulang sehingga kepadatan tulang berkurang dan tulang menjadi keropos. Metode penyembuhan osteoporosis sampai saat ini masih belum diketahui. Salah satu suplemen yang diyakini dapat memperlambat pembongkaran kalsium pada osteoporosis bisa dikurangi dengan mengkonsumsi tepung tulang ikan tuna madidihang. Tepung tulang ikan tuna madidihang merupakan pengolahan limbah hasil industri pengolahan ikan yang memiliki kandungan kalsium 13,19%, fosfor 0,81%, natrium 0,36%, dan zat besi 0,03%. Untuk mengkaji efek tepung tulang ikan digunakan hewan model osteoporosis. Hewan model osteoporosis adalah tikus yang diovariektomi. Tepung tulang ikan dimasukkan langsung ke dalam lambung tikus melalui sonde. Pemberian tepung tulang ikan dilakukan selama 30 hari dengan 4 kelompok perlakuan, yaitu : kelompok kontrol dan 3 kelompok terapi dengan dosis terapi 400; 800; dan 1600 mg/kg BB/hari. Setelah hari ke 31 dilakukan euthanasia dan pengambilan organ tulang vertebrae untuk pembuatan preparat histologis dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan hormon estrogen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya penebalan pada dinding tulang vetebrae lumbal yang ditandai dengan perbedaan lebar dinding sel pada tikus kontrol dan tikus dengan perlakuan. Terapi tepung tulang ikan tuna madidihang meningkatkan kadar estrogen dalam darah pada tikus kontrol dan tikus perlakuan dan terdapat perbedaan signifikan antar perlakuan (p<0,05) yang menunjukkan adanya korelasi antara terapi tepung tulang ikan dengan kadar estrogen. Kata Kunci : Osteoporosis, Tepung tulang ikan tuna madidihang, Tulang Vertebrae, Estrogen ABSTRACT Osteoporosis is a condition that occur in bone as a result of the reduction of bone mass, bone mineral and matrix so that the bone density decreases and bones become porous. Until now osteoporosis healing method is still unknown. One supplement that is believed can slow the demolition of calcium on osteoporosis can be obtained from yellowfin tuna bone meal. Yellowfin tuna bone meal is a waste production of fish processing industry that has 13.19% 1
calcium, 0.81% phosphor, 0.36% natrium, and 0.03% iron. To assess the effect of fish bone meal used animal models of osteoporosis. An animal model for osteoporosis an ovariectomized rat so that the levels of estrogen is decreased and calcium absorption process occurs in the bones, resulting in osteoporosis. Fish bone meal give directly into the rat’s stomach. Provision of fish bone meal made for 30 days with 4 treatment groups and the control group is 3 treatment groups with therapeutic doses were 400,800,1600 mg / kg / day. After 31 days of treatment all rats are sacrified and then bone vertebrae were taken for histological slide and blood sampling for examination estrogen hormone. Results of this study showed a thickening of the walls of the lumbar spine vetebrae characterized by wide differences in the tissue wall of control rats and rats with treatment. Yellowfin tuna fish bone meal therapy increases estrogen levels in the blood of control rat and rat treated and there was a significant difference between treatments (p <0.05) indicating a correlation between fish bone meal therapy with estrogen levels in blood. Keywords : Osteporosis, Yellowfin tuna fish bone meal , Vertebrae, Estrogen Selama ini terapi yang dilakukan pada penderita osteoporosis untuk mengurangi pengeroposan tulang diantaranya menggunakan terapi pemberian kalsium dan vitamin D. Konsumsi kalsium dan vitamin D dilakukan secara teratur setiap hari dengan dosis yang telah ditentukan. Salah satu alternatif terapi osteoporosis adalah memberikan asupan kalsium dari luar untuk membantu mengurangi terjadinya osteoporosis. Salah satu sumber kalsium tersebut adalah tepung tulang ikan. Dan tepung tulang ikan yang banyak diteliti kandungannya adalah tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) tepung tulang ikan ini mempunyai kandungan mineral Ca dan P yang cukup tinggi (Thalib, 2009). Pemberian tepung tulang ikan diharapkan dapat menambah konsentrasi Ca dalam tubuh sehingga penurunan kadar Ca dalam tubuh akibat turunnya kadar estrogen dalam tubuh dapat dikompensasi dengan asupan Ca pakan. Peningkatan kadar Ca dalam tubuh diharapkan absorbsi Ca dari tulang berkurang sehingga tulang tidak mengalami keropos. Keroposnya tulang dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya kepadatan tulang, banyaknya sel osteosit, konsentrasi Ca serta P dalam darah.
PENDAHULUAN
Menopause merupakan proses fisiologis yang akan terjadi pada wanita usia 45-52 tahun. Pada masa menopause terjadi penurunan produksi hormon estrogen yang akan meningkatkan absorbsi Ca pada tulang, akibat menurunnya transport Ca intestinal sehingga kadar Ca dalam tulang berkurang . Kondisi menurunnya kadar kalsium tulang ini disebut osteoporosis (Hartiningsih, 2010). Osteoporosis merupakan gangguan metabolisme tulang yang ditandai pengurangan massa tulang, pengurangan densitas tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar (Armandji, 1996). Penderita osteoporosis di Indonesia mencapai angka 19,7 %, data tersebut hasil analisa yang dilakukan Puslitbang Gizi Depkes pada 14 provinsi. Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%) (DepKes RI, 2004). Osteoporosis juga terjadi pada hewan terutama hewan betina yang berusia tua yang ditandai dengan mudahnya anjing mengalami patah tulang
2
Tingkat kepadatan tulang dapat diketahui dari gambaran histologis tulang dan mengukur tingkat Ca yang terkandung dalam tulang. Pemberian suplemen kalsium juga diharapkan dapat memberikan feedback terhadap produksi hormon estrogen pada bagian korteks organ adrenal yang diinduksi dari reseptor estrogen yang terdapat pada sel-sel osteoblast.
blender hingga halus. Tepung yang dihasilkan diayak menggunakan ayakan dengan ukuran 100 mesh sehingga didapatkan tepung tulang ikan yang homogen (Thalib, 2009). Pembuatan Hewan Model Ovariektomi Seminggu pasca adaptasi pakan, dilakukan ovariektomi (pengambilan ovarium) yaitu dengan membuat sayatan pada lateral abdomen ke arah caudal. Tikus dianastesi yang menggunakan ketamin dengan dosis 0.6-1 ml/kg BB secara intravena pada vena cocygea. Selanjutnya rambut di area bedah dicukur pada sisi lateral tikus, pada daerah insisi dilakukan desinfeksi dengan alcohol 70%. Insisi dilakukan pada area bedah yaitu 2 cm mengikuti tulang belakang dan berjarak 1,5 cm dari tulang belakang, dicari ovarium kemudian ikat dengan benang cat gut. Ovarium yang telah diikat lakukan pemotongan kemudian disisihkan. Langkah selanjutnya menjahit otot dengan cut gut kromik dengan tipe jahitan sederhana terputus dan menjahit kulit dengan benang silk dengan tipe jahitan sederhana terputus (Sabri, 2011). Untuk pemulihan luka pada tikus berlangsung selama 10 hari. Setelah dilakukan ovariektomi untuk memastikan tikus mengalami osteoporosis dilakukan rontgen. Hasil foto rontgen menunjukkan bahwa setelah 3 bulan setelah perlakuan ovariektomi tulang menunjukkan penurunan densitas yang ditandai dengan gambar rontgen yang menunjukkan gambar tulang vertebrae terlihat radiolucent
MATERI DAN METODE Persiapan Hewan Coba Hewan coba dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok kontrol ovariektomi, kelompok ovariektomi yang diberi terapi tepung tulang ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) dengan dosis 400 mg/kgBB/hari, 800mg/kg BB/hari dan 1600mg/kg BB/hari. Hewan coba diadaptasi terhadap lingkungan selama tujuh hari dengan pemberian makanan berupa ransum basal pada semua tikus. Komposisi ransum basal disusun berdasarkan standar AIN (2005) yaitu mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air. Pembuatan tepung tulang Tulang ikan segar yang terdiri dari bagian tulang punggung sampai tulang ekor kemudian dicuci dengan air mengalir. Tulang ikan dikukus selam 10 menit. Tulang dibersihkan dari sisa daging yang menempel dan bagian lainnya yang tidak dibutuhkan kemudian dicuci dengan air mengalir. Tulang ikan yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalam air mendidih dan direbus selama 30 menit pada suhu 1000 C. Tulang dipotong dengan ukuran 5 cm. Potongan tulang dimasukkan ke dalam panci presto lalu dipanaskan sampai matang, kemudian dilanjutkan dipresto selam 2 jam dengan api yang lebih kecilkan. Potongan tulang dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 1200 C selama 35 menit. Potongan tulang yang sudah kering dihaluskan menggunakan
Pemberian Terapi tepung tulang ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Pemberian terapi tepung tulang ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) kepada tikus penelitian dilakukan per oral melalui sonde modifikasi langsung ke lambung tikus sebanyak 2 cc per ekornya dengan konsentrasi tepung yang berbeda
3
yaitu kelompok kontrol tidak diberi perlakuan, kelompok 2 dengan dosis 400 mg/kg BB, kelompok 3 dengan konsentrasi 800 mg/kg BB dan kelompok 4 dengan konsentrasi 1600 mg/kg BB. Tepung tulang ikan tuna mandidihang (Thunnus albacares) diberikan sebagai terapi selama satu bulan.
Analisis Profil Hormon Estrogen Untuk mengetahui profil hormon estrogen pada tikus yang mendapat terapi tepung tulang ikan madidihang dilakukan pemeriksaan dengan metode ELISA indirect. Antigen diperoleh dari serum yang berasal dari sampel darah yang diambil dari jantung. Sampel darah diambil dari seluruh hewan coba yang mendapat perlakuan. Pengujian ELISA Indirect dilakukan dengan menggunakan 100µL antigen dalam coating buffer dengan perbandingan 1:9 lalu dimasukkan dalam sumuran plate ELISA dan diinkubasi semalam pada suhu 40C. Setelah itu dicuci dengan PBS-Tween sebanyak 3 kali. Ditambahkan 50µL blocking buffer (BSA 1% dalam PBS). Selanjutnya dicuci dengan PBS-Tween sebanyak 3 kali. Kemudian ditambah 100 µL antibodi primer dalam larutan PBS-BSA 1% dengan perbandingan 1 : 500 dan diinkubasi selama 2 jam. Selanjutnya dicuci dengan PBS-Tween sebanyak 3 kali, ditambah 100µL antibodi sekunder dalam Tris Buffer salin dengan perbandingan 1:2500 dan dinkubasi selama 1,5 jam. Kemudian dicuci dengan PBS-Tween sebanyak 2 kali. Ditambah 50µL substrat Pnpp, dilakukan inkubasi selama 30 menit, ditambah NaOH 1N sebanyak 50µL sebagai penghenti reaksi. Kemudian dibaca absorbansinya dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm (Albert, 1998).
Pembuatan Preparat Histopatologis Tulang Vertebrae Proses pembuatan preparat diawali dengan mematikan tikus kemudian dilakukan pembedahan dan diambil tulang vertebrae lumbalis. Tulang vertebrae dimasukkan pada larutan PFA (Paraformaldehida) 4%. Setelah organ disimpan dilakukan fiksasi dengan meletakkan preparat tulang vertebrae yang telah diisolasi, kedalam botol kaca kecil. Proses pembuatan preparat histologi terdiri dari fiksasi, dehidrasi dan infiltrasi, penjernihan, infiltrasi paraffin, embedding, sectioning, penempelan di gelas objek, serta pewarnaan hematoxilin eosin. Pengambilan sampel darah Sampel darah didapatkan setelah tikus dianastesi menggunakan ketamin, darah langsung diambil dari jantung melalui bagian apex sebanyak 3ml dengan menggunakan disposable syringe 5 ml. Sampel darah tikus yang diambil dari jantung kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditunggu selama 3 jam hingga keluar serumnya. Kemudian serum disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm, pada suhu ruang selama tiga puluh menit dengan Hettich Zentrifugen. Proses sentrifugasi dilakukan untuk mendapatkan serum yang murni. Selanjutnya serum dimasukkan kedalam tabung eppendrof dan disimpan di dalam lemari es pada suhu 4˚C.
Analisis Data Variabel yang dipelajari dalam penelitian ini meliputi perubahan kadar hormon estrogen menggunakan ELISA dan gambaran histopatologis organ vertebrae. Untuk pengamatan preparat hitopatologis dilakukan dengan pengamatan kualitatif ditunjang dengan data kuantitatif yaitu jumlah sel ostosit pada satu lapang pandang. Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil perlakuan ditabulasi dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan dianalisis
4
menggunakan SPSS 20,0 for Windows dengan analisis ragam ANOVA. Apabila terdapat perbedaan nyata uji dilanjutkan dengan pembandingan berganda uji Tukey atau Beda Nyata Jujur (BNJ) α = 0.05% (Kusriningrum, 2010).
produksi estrogen menurun secara drastis karena ovarium yang merupakan penghasil hormon estrogen terbesar dalam tubuh telah diambil. Pada kelompok terapi terjadi perbedaan kadar estrogen dimana pada semua kelompok terapi memiliki rata-rata kadar estrogen yang lebih tingi dibandingkan kelompok tanpa perlakuan. Dari data tersebut diketahui kelompok dosis terapi 1600 mg/kg BB/hari memiliki kadar estrogen yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain. Adanya kadar estrogen dalam tubuh setelah dilakukan proses ovariektomi dikarenakan adanya produksi hormon estrogen dari korteks adrenal ( Kawiyana, 2009). Organ penghasil hormon estrogen antara lain adalah ovarium, korteks adrenal, dan pada sel-sel adiposit dimana pada organ tersebut akan menghasilkan estrogen pada saat ovarium tidak memproduksi estrogen (Nelson, 2001). Produksi estrogen terjadi saat terdapat kolesterol yang nantinya akan diubah menjadi androstenedione yang merupakan bakal dari hormon reproduksi. Hormon androstenedione akan diubah menjadi hormon estrogen pada sel-sel granulosa. Pemberian tepung tulang ikan Tuna Madidihang yang mengandung kalsium tinggi memiliki korelasi dengan kadar hormon estrogen. Menurut Kawiyana (2009) tingginya kadar kalsium dalam tulang akan menyebabkan terjadinya ikatan antara kalsium dengan estrogen reseptor α (ER-α) yang terdapat pada sel osteoblast.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Tepung Tulang Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Terhadap Kadar Hormon Estrogen Tikus Model Ovariektomi Hasil pengukuran kadar hormon estrogen pada tikus yang telah diovariektomi pada 4 kelompok yaitu tikus kontrol (ovariektomi), ovariektomi+terapi dosis 400 mg/kg BB/hari, ovariektomi+terapi dosis 800mg/kg BB/hari , ovariektomi+terapi dosis 1600 mg/kg BB/hari tercantum pada Tabel 1. Proses ovariektomi dapat menurunkan kadar hormon estrogen hal ini dikarenakan ovarium sebagai penghasil utama hormon estrogen tidak berfungsi, sehingga kadar estrogen pada tikus model ovariektomi akan menurun secara drastis. Penurunan kadar estrogen pada hewan model ovariektomi telah dibuktikan oleh penelitian Hartiningsih (2010). Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa kadar estrogen kelompok kontrol adalah yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok yang lain, menurut penelitian yang dilakukan oleh Suarsana (2011) kadar estrogen pada tikus normal adalah berkisar antara 132-140 µg/ml darah. Penurunan kadar estrogen pada semua kelompok perlakuan diakibatkan oleh proses ovariektomi yang menyebabkan
Tabel 1. Rata-rata nilai kadar estrogen dalam darah pada masing-masing kelompok perlakuan Kelompok Rata-rata Kadar Estrogen dalam darah (µg/mL darah) 64,24266±1,395a Kontrol (ovariektomi) 69,14858±0,681b 400 mg/kg BB 76,08288±0,701c 800 mg/kg BB 85,76921±0,857d 1600 mg/kg BB Keterangan: Perbedaan notasi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan terhadap nilai kadar kalsium darah (p<0.05)
5
Ikatan tersebut akan menginduksi feedback positif pada korteks adrenal sehingga akan menghasilkan hormon estrogen sehingga kadar hormon estrogen akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung tulang ikan Tuna Madidihang berpengaruh terhadap kadar hormon estrogen.
gambaran histologis organ vertebrae tikus model ovariektomi dapat diamati melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Pada pewarnaan HE dapat terlihat adanya perbedaan gambaran histopatologis antara tikus ovariektomi yang tidak diterapi dan yang diterapi dengan tepung tulang ikan Tuna Madidihang. Pada tikus kontrol ovariektomi tanpa terapi menunjukkan tebal dinding corpus vertebrae sebesar 1,84 mm, dan tikus dengan perlakuan dosis 1600 mg/kg BB/hari memiliki tebal 3,18 mm. Pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang sama yaitu tikus perlakuan 400 mg/kg BB/hari dan tikus perlakuan 800 mg/kg BB/hari.
Pengaruh Pemberian Tepung Tulang Ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Terhadap Gambaran Histologis Vertebrae Tikus Model Ovariektomi Pengaruh pemberian terapi tepung tulang ikan Tuna Madidihang pada
2,4 mm
A.
1,84 mm
B.
2,6 mm
3,18 mm
C.
D.
Gambar 1. Gambaran histopatologis tulang vertebrae tikus (perbesaran100x); Keterangan. (a) tikus ovariektomi tanpa terapi, (b) terapi dosis 400 mg/kg BB/hari, (c) terapi dosis 800 mg/kg BB/hari, (d) terapi dosis 1600 mg/kg BB/hari. Garis panah merah menunjukkan bagian dari dinding corpus vertebrae yang diukur tebalnya dalam ukuran milimeter (mm).
6
Hasil pengamatan Histopatologis terhadap 4 kelompok tikus yaitu tikus ovariektomi tanpa terapi, terapi dosis 400 mg/kg BB/hari, terapi dosis 800 mg/kg BB/hari, terapi dosis 1600 mg/kgBB/hari menunjukkan terdapat korelasi antara tebal dinding corpus vertebrae dengan terapi pemberian kalsium. Dosis tertinggi menunjukkan ketebalan dinding yang paling tebal diantara perlakuan yang lain. Ketebalan dinding sel dilakukan dengan mengukur bagian bawah dinding corpus vertebrae. Pemberian terapi tepung tulang ikan tuna madidihang yang memiliki kadar kalsium yang tinggi akan meningkatkan kadar kalsium dalam tubuh. Tingginya kadar kalsium ini diakibatkan adanya proses absorbsi kalsium dalam pencernaan. Kalsium yang telah diserap akan digunakan dalam proses remodelling tulang. Saat proses remodelling berlangsung maka perbaikan tulang akan berjalan lebih cepat. Proses penebalan dinding corpus vertebrae berlangsung saat proses remodelling tulang. Tersedianya kalsium dalam jejunum akan dapat dapat ditranspor oleh 1,25 dihidroksikalsiferol yang diproduksi oleh ginjal. Banyaknya kalsium yang dapat diserap oleh pencernaan menyebabkan proses remodelling tulang berjalan sehingga sel-sel osteosit yang terdegradasi oleh aktivitas osteoklas dapat segera tergantikan. Pada tikus dengan perlakuan ovariektomi tanpa terapi menunjukkan ratarata tebal tulang yang paling rendah yaitu 1,83 mm. Sedangkan pada tikus perlakuan dengan dosis tertinggi yaitu 1600 mg/kg BB terlihat bahwa dinding bagian corpus organ vertebrae lebih tebal jika dibandingkan dengan tikus kelompok perlakuan yang lain, yaitu 3,18 mm. Tebal dinding vertebrae pada tikus ovariektomi menandakan bahwa terjadi
kerusakan struktur dari tulang vertebrae, menurut Eklou-Kalonji (1999) tikus yang diovariektomi akan mengalami pengurangan massa tulang dan penurunan densitas tulang. Sedangkan pada tikus yang mendapat terapi dengan dosis tertinggi yaitu 1600 mg/kg BB/hari memiliki dinding bagian corpus yang paling tebal dibandingkan perlakuan yang lain. Penebalan dinding tersebut menunjukkan bahwa terapi tepung tulang ikan Tuna Madidihang memberikan efek pada proses perbaikan tulang yang mengalami penurunan densitas akibat efek dari ovariektomi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oeh (Masyitha, 2006) yang menyatakan bahwa pemberian pakan dengan rasio fosfat dan kalsium yang seimbang menunjukkan perbaikan pada gambaran histopatologis tulang mandibula Dari gambaran histologis ulang vertebrae pula dapat diketahui adanya kerusakan pada struktur sel tulang vertebrae. Terlihat bahwa pada kelompok A susunan tulang vertebrae menunjukkan adanya kerusakan yang jelas. Terlihat dari gambaran histopatologi yang ditandai tulang vertebrae mulai berkurang kepadatannya, sumsum tulang dan terdapat rongga – rongga diantara trabekula (Gambar 1). Dalam penelitian ini perbedaan perlakuan kelompok A dan kelompok B, kelompok C, kelompok D terletak pada asupan terapi kalsium dari tepung tulang ikan Madidihang. Hasil penelitian terlihat adanya perbedaan yang mencolok antara kelompok kontrol dengan kelompok terapi pemberian tepung tulang ikan Madidihang. Tulang tulang vertebrae A terlihat lebih mengalami kerusakan dan pengurangan densitas tulang dibanding kelompok yang lain. Perbedaan perbedaan tersebut timbul karena pada kelompok A tidak mendapatkan kalsium yang tinggi (pakan normal).
7
Perbaikan tulang juga ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel osteosit
dalam trabekula tulang. Peningkatan jumlah diketahui dengan melakukan penghitungan
Tabel 2.Rata-rata jumlah sel osteosit tulang vertebrae pada masing-masing kelompok perlakuan Kelompok Rata-rata jumlah sel osteosit Kontrol ovariektomi (A) 31±0,377a Dosis 400 mg/kg BB/hari (B) 40±0,89b Dosis 800 mg/kg BB/hari (C) 44±0,39b Dosis 1600 mg/kg BB/hari (D) 59±1,87c Keterangan: Sel osteosit dihitung dalam tiap satu lapang pandang (perbesaran 400x).
sel osteosit dan dibandingkan semua perlakuan. Bagian yang diambil adalah bagian sisi luar dari dinding corpus vertebrae. Dari rata-rata penghitungan jumlah sel osteosit pada satu lapangan pandang dengan perbesaran 400x didapatkan data seperti Tabel 2. Peningkatan jumlah sel osteosit menandakan adanya perbaikan pada proses modelling dan remodelling tulang vertebrae. Dari rata-rata jumlah sel osteosit tulang vertebrae kelompok A tampak jelas jumlahnya lebih rendah dari kelompok yang lain. Perbedaan jumlah sel osteosit tersebut merupakan efek dari osteoporosis yang terjadi akibat meningkatnya penyerapan tulang terlihat dengan menurunnya jumlah sel osteosit dan trabekula. Seperti dinyatakan oleh Hartiningsih (2012) bahwa ovariektomi dapat menyebabkan penurunan absorbsi Ca usus dan meningkatkan ekskresi Ca melalui urin. Rendahnya kadar Ca dalam darah akan menyebabkan peningkatan resorpsi Ca dari tulang untuk memenuhi kebutuhan Ca dalam tubuh sehingga akan menyebabkan menurunnya densitas tulang. Pemberian dosis 400 mg/kg BB/hari tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada rata-rata jumlah sel, berbeda dengan kelompok dosis 1600 mg/kg BB/hari yang menunjukkan perbedaan yang signifikan Efek dari terapi tepung tulang ikan Tuna Madidihang terhadap perbaikan sel osteosit terjadi karena adanya peningkatan penyerapan kalsium di jejenum. Peningkatan tersebut terjadi saat ginjal melakukan resorbsi kalsium akibat kadar kalsium yang
rendah dalam darah sehingga ginjal akan menghasilkan vitamin D yang berfungsi melakukan transport aktif kalsium yaitu 1,25 dihidroksikalsiferol. Saat diberikan terapi tepung tulang Ikan Tuna Madidihang melalui sonde langsung ke lambung akan terjadi penyerapan kalsium di jejenum setelah tikus menghasilkan 1,25 dihidroksikalsiferol akibat rendahnya kadar kalsium dalam darah akibat proses ovariektomi. Meningkatnya kadar kalsium dalam darah akan menyebabkan terjadinya feedback positif pada organ tiroid, yang nantinya akan menghasilkan hormon kalsitonin. Adanya hormon kalsitonin akan menyebabkan proses remodeling tulang kembali normal. Hormon kalsitonin akan meregulasi kalsium yang ada di dalam darah untuk digunakan oleh tulang dalam proses remodelling sehingga dapat meningkatkan densitas tulang yang berkurang akibat osteoporosis. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi tepung tulang ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) dapat mempengaruhi proses remodelling tulang dan meningkatkan kadar hormon estrogen tikus model ovariektomi dengan presentase 7-10%. Pemberian dosis 1600 mg/kg BB/hari merupakan dosis yang paling efektif untuk perbaikan tulang. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada teknisi, laboran dan 8
dan staff Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Brawijaya yang memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.
Penanganan Terkini. Universitas Udayana. Denpasar Kusriningrum, R. S. 2010. Perancangan Percobaa.. Airlangga University Press. Surabaya Masyitha, D. 2006. Struktur Mikroskopik Tulang Mandibula pada Tikus Ovarektomi dan Pemberian Pakan Rasio Fosfat/Kalsium Tinggi. Media Kedokteran Hewan Vol. 22 No. 2 Nelson, NL, Bulun, SE. 2001. Estrogen Production and Action. J Am Acad Dermatol. 2001 Sep;45(3 Suppl):S116-24. Sabri M. 2011. Aktivitas Ekstrak Etanol Batang Sipatah-Patah (Cissus Quadrangula Salisb) Sebagai Antiosteoporosis Pada Tikus (Rattus Norvegicus) [Skripsi]. Program Studi Sains Veteriner, Sekolah Pascasarjana. IPB Suarsana, Nyoman, I Dharmawan, I Gorda,B Pontjo Priosoeryanto. 2011. Tepung Tempe Kaya Isoflavon MeningkatkanKadar Kalsium, Posfor dan Estrogen Plasma Tikus Betina Normal. Jurnal Veteriner Vol. 12 No. 3: 229-234, September 2011. Thalib, Ahmad. 2009. Pemanfaan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor Untuk Meningkatkan Nilai Gizi Makron Kenari. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor (Thesis)
DAFTAR PUSTAKA Albert B. 1998. Molecular biology of the rd cell. 3 Ed. Garland Publishing, Inc.New York and London.USA. Arjmandi BH, Alekel L, Hollis BW, Amin D, Stacewiez-Sapuntzakis M, Guo P, Kukreja SC. 1996. Dietary soybean protein prevents bone loss in an ovariectomized rat model of osteoporosis. J Nutr 126:161-167. DepKes RI . 2004. Analisa Tingkat Osteoporosis di Indonesia . Puslitbang Gizi Depkes. Eklou-Kalonji, Erik Zerath, Colette Colin,. 1999. Calcium-regulating hormones, bone mineral content, breaking load and trabecular remodeling are altered in growing pigs fed calcium-deficient diets. The Journal of nutrition 1999;129(1):188-93. Hartiningsih, Devita Anggraini, Irkham Widiyono. 2010 . Pengaruh Panhisterektomi dan Konsumsi Suplemen 1,25-Dihidroksivitamin D3 Selama 1,5 Bulan terhadap Retensi Kalsium pada Tikus Wistar. Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada. Hartiningsih, Devita A. Dan Dhirgo A., 2012. Respons Metafisis Tulang Femur Distalis Tikus Ovariektomi yang Mengkonsumsi Kalsitriol. Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 6 No. 2. Kawiyana, IKS. 2009. Osteoporosis Patogenesis, Diagnosis dan
9