PENGARUH WUJUD KEBUDAYAAN SUKU DI INDONESIA TERHADAP LAY OUT DALAM RUMAH TINGGAL (Studi Kasus Penerapan Wujud Budaya Suku Mentawai di Rumah Adat Uma) Penulis : Andriani P, SSn, MM dan Ir Nurhasanah, MM ABSTRACT
Mentawai tribe is one of the tribes occupying the territory of Indonesia precisely in the Mentawai Islands is located approximately 100 km to the west coast of Sumatra island, is comprised of 40 islands, large and small. The extent of this km2.Kepulauan 6700 including the district of Padang Pariaman (West Sumatra). The rate of population growth is very slow because anggka death continues to grow.
Their lives are directly from nature, that do not have a permanent place to live and work. Their favorite cane into the jungle and collect fruits to dibarterkan to the merchant. Make the boat is their favorite. Also make weapons for hunting and fishing. Farming is a job that is very limited.
Mentawai tribe have confidence Animism, believing that the spirit of man, animals and plants, this tribe believes if all living things have a spirit. Mentawai tribe and Lia do a lot Punen which basically aims to strengthen the relationship among the ancestors and continue teaching. Each activity Punen and Lia made an application form Kaltag Tribal culture and influence directly to Lay Out secsra custom homes, because events and Lia diselengfarakan Punen custom homes in the area both inside and outside .
Keywords: Culture, Mentawai tribe, Being Culture, Animism
ABSTRAK
Suku Mentawai merupakan salah satu suku yang menempati wilayah Indonesia tepatnya di Kepulauan Mentawai terletak sekitar 100 km di sebelah Barat pantai pulau Sumatera, terdiri dari 40 pulau, besar dan kecil. Luasnya 6.700 km2.Kepulauan ini termasuk wilayah Kabupaten Padang Pariaman (Propinsi Sumatera Barat). Laju pertambahan penduduk sangat lambat karena anggka kematian terus bertambah.
Hidup mereka langsung dari alam, sehingga tidak punya tempat tinggal dan pekerjaan tetap. Kesukaan mereka merotan ke rimba dan mengumpulkan buah-buahan untuk dibarterkan kepada pedagang. Membuat perahu merupakan kegemaran mereka. Juga membuat persenjataan untuk berburu dan memancing. Bertani merupakan suatu pekerjaan yang sangat terbatas.
Suku Mentawai memiliki kepercayaan Animisme, yaitu percaya kepada roh manusia, hewan dan tumbuhan, suku ini meyakini jika semuan mahluk hidup memiliki roh. Suku Mentawai melakukan banyak Punen dan Lia yang pada dasarnya bertujuan untuk mempererat hubungan diantaranya dan meneruskan ajaran nenek moyang. Setiap kegiatan Punen dan Lia yang dilakukan merupakan aplikasi wujud kebudayaan Suku Melawai dan berpengaruh secsra langsung kepada Lay Out rumah adat, karena acara Punen dan Lia diselengfarakan di area rumah adat baik di dalam maupun di luar..
Kata Kunci: Kebudayaan, Suku Mentawai, Wujud Kebudayaan, Animisme
I.
PENDAHULUAN
Keadaan geografis daerah Kepulauan Mentawai yang masih terpencil dan terisor dan keadan iklim yang tidak menguntungkan membuat penduduknya terpaksa hidup menurut hukum alam. Daerah Mentawai hanya mempunyai satu musim saja, yaitu musim panas sepanjang tahun. Temperatur tidak melebihi 30 derajat Celcius pada pagi hari maupun pada malam hari.
Gambar 1.1. Peta Kepulauan Mentawai
Orang Mentawai umumnya berbadan kuat, kekar, sehat dan tidak berbulu. Tingginya tidak melebihi 1,67 cm. Berperawakan baik dan menarik. Hidungnya agak lebar, mata besar dan bersinar. Alis tipis dan sedikit bundar. Jarang ditemukan cacat fisik, karena mereka hidup menurut keadaan sesungguhnya daripada alam (hasil seleksi natural).
Gambar 1.2. Foto Profil Orang suku Mentawai
Bahasa Suku Mentawai adalah Bahasa Mentawai termasuk rumpun bahasa Melayu Polenisia, satu dari tujuh bahasa resmi di Pulau Sumatera. Bahasa Mentawai sudah sampai ke masyarakat umum dalam bentuk lisan.
Umumnya orang Mentawai baik hati, peramah, suka menghormati orang lain, tidak ingin berperang, suka kepada hiasan-hiasan, sehingga tidak jarang tubuh mereka bertato. Tuntutan adatnya sederhana. Kejahatan dan tindakan kriminalitas, jarang terjadi.
Memiliki aktivitas yang tinggi, orang Mentawai mampu menciptakan sesuatu yang bagus, cantik dan berdaya guna. Peralatan yang dipakai untuk berburu dan memancing ikan sangat sederhana.
Kalau membuat rumah sederhana sekali, dibuat secara darurat tetapi lebar dan kuat. Masyarakat Mentawai menganut system Patrilineal yang mereka sebut dengan istilah Uma yang berarti tempat yang didiami beberapa ratus manusia yang masih berhubungan satu sama lain dalam keturunan. Menjadi pusat kehidupan masyarakat adat yang memperhitungkan dan mempersatukan.
Gambar 1.3. Rumah Adat Uma
Meskipun mereka mendirikan rumah lain di tempat yang jauh, namun komunikasi dengan Uma tetap ada, sebab Uma merupakan rumah Induk. Terdapat tiga macam rumah adat orang Mentawai, yaitu :
1. Uma, rumah besar yang menjadi rumah induk tempat penginapan bersama, serta tempat menyimpan warisan pusaka, juga menjadi tempat suci untuk persembahan, penyimpanan tengkorak binatang buruan.
2. Lalep, tempat tinggal suami istri yang pernikahannya sudah dianggap sah, terletak di dalam Uma.
3. Rusuk, tempat penginapan khusus bagi anak-anak muda, janda dan mereka yang diusir dari kampung.
II. WUJUD KEBUDAYAAN II.1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski dikemukakan, bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Sedangkan menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
II.2. Wujud Kebudaya
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak. yaitu :
Gagasan (Wujud Ideal). Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Aktivitas (tindakan). Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak (karya). Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat,
antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
III. PENERAPAN
WUJUD
KEBUDAYAAN
DALAM
KEHIDUPAN
SUKU
MENTAWAI
A. Gagasan (Wujud Ideal).
Orang Mentawai termasuk penganut Animisme, yang percaya kepada roh-roh alam. Segala sesuatu yang ada, berjiwa. Tujuan dari kultus atau ibadah supaya diberi kesehatan dan umur panjang.
Wujud ideal Masyarat Mentawai adalah “Arat.” Unsur yang kuat dalam menyatukan kebudayaan setiap rakyat adalah adat dalam bahasa dan kebudayaan Mentawai disebut Arat.
Arat mencakup bermacam hal yang digolongkan kepada tradisi. Tradisi nenek moyang mutlak harus diterima tanpa gugatan, karena telah memperjuangkan dari masa ke masa, yang telah mendarah daging dalam kehidupan bermasyarakat dalam bertahun-tahun. Arat menjadi norma kehidupan bagi manusia, secara pribadi maupun dalam keluarga dan suku. Arat merupakan warisan suci, karena semenjak dahulu ditemukan oleh nenek moyang dan kelestariannya terus dijaga dengan baik.
1. Dunia Jiwa-jiwa Menurut kepercayaan orang Mentawai, jiwa adalah duplikat rohani dari semua yang ada. Setiap jiwa memiliki Bajou, yakni semacam dampak yang berpengaruh baik atau buruk pada orang atau benda yang mendekatinya.Tujuan utama kepercayaan Mentawai adalah terjaminnya kesehatan dan panjang umur.
2. Jenis-jenis jiwa Jiwa yang member hidup kepada tubuh, yang meninggalkan tubuh selama terjadinya mimpi atau selama dalam keadaan sakit dan dalam kesempatan tertentu disebut Magere (Simagere).
Jiwa yang sudah lenyap untuk selamanya disebabkan kematian disebut Kecat. Kecat kemudian keluar menjadi roh dan tidak membutuhkan tubuh lagi. Kecat juga berlaku untuk binatang. Kecat bersemayam di dalam hati binatang, sehingga untuk persembahan pelindung Uma adalah hati babi.
Jiwa benda dan tumbuhan disebut Kina. Kina Kera (tiang-tiang seperti totem) memiliki peranan penting dan kekuatan utama dan ampuh menghalangi roh-roh jahat supaya tidak masuk ke dalam kampong. Bila dilakukan persembahan kepada tiang-tiang itu, merupakan suatu pertanda pula ada persembahan kepada Kina.
3. Jiwa-jiwa Mayat Di antara jiwa-jiwa benda, terdapat jiwa mayat yang disebut Pitok. Jiwa yang telah mati, pergi ke Langgai Sabeu (kampong nenek moyang), tinggal jasad mayat. Ada kalanya Pitok masuk kembali ke dalam rumah dan membawa penyakit kepada penghuninya. Untuk mencegah agar Pitok tidak kembali ke rumah, maka diadakan upacara khusus di malam hari yang dipimpin oleh Kerei.
Pengusiran Pitok dilakukan dengan mendendangkan lagu-lagu tertentu sambil mengibaskan dedaunanan. Akhirnya Kerei menyilahkan dan mengantarkan Pitok keluar rumah.
B. Aktivitas (tindakan). Wujud kebudayaan Masyarakat Mentawai adalah pesta dan
ritus. Pesta merupakan sebuah kegiatan tradisional dan rutin dilaksanakan. Macam pesta yang dilakukan sepanjang tahun, antara lain : o Pembukaan kebun baru o Panen o Perkawinan o Membangun dan meresmikan rumah o Inisiasi bagi anak-anak o Perdamaian o Peresmian penurunan perahu.
Puliaijat merupakan sarana untuk memperbaharuhi jiwa, menyalakan semangat hidup orang-orang Mentawai, mengembangkan kreativitas dan memperkokoh kebudayaan yang harus dilestarikan. Sebaliknya kalau tidak dilaksanakan dengan baik, hati mereka selalu diselimuti oleh ilusi yang mencemaskan, seperti datangnya bala bencana, sengketa dan malapetaka yang bisa merusak jiwa serta keutuhan seluruh Masyarakat Mentawai.
Puliaijat terdiri dari berbagai ritus, antara lain : o Penyucian diri o Pencegahan pengusiran roh-roh jahat o Pertemuan seluruh keluarga, suku dan segenap masyarakat.
Selama pesta berlangsung tidak memperbolehkan seorang pun melaksanakan pekerjaan pribadi. “Masane Galajetmai” adalah ungkapan seruan yang mengandung arti beristiahatlah karena lelah, setelah bekerja berat, misalnya untuk membuat sagu selama dua jam. Di saat ini, setiap masyarakat Mentawai tidak boleh bermalasmalasan, tetapi harus lebih giat dan gairah agar dapat dikembangkan kemampuan dan bakat yang ada pada setiap pribadi.
Terdapat juga dua macam pesta lainnya, yaitu Punen dan Lia. - Punen adalah pesta besar, sebagai pesta rakyat yang dipimpin oleh Rimata (Kepala Umum) yang bertanggung jawab penuh atas semua kegiatan bersama yang dilaksanakan dalam punen) dan dibantu oleh Kerei (dukun yang memiliki kekuasaan magic). Pelaksanaannya di waktu pemilihan Rimata, di kala dibunuh binatang-binatang suci, di saat kampung terkena wabah atau ada pembunuhan yang terjadi dalam kampung. - Lia adalah sebuah pesta keluarga yang dipimpin Ukui, pesta kecil yang singkat. Pada waktu Lia, hanya beberapa ekor ayam yang disembelih dan merupakan pesta pribadiLia diadakan pada waktu didirikan Lalep (tempat tinggal suami istri yang pernikahannya sudah dianggap sah, terletak di dalam Uma) kalau ada orang yang sakit, kelahiran, perkawinan, pembuatan perahu dan adopsi dalam keluarga.
Terdapat beberapa mecam Punen dalam suku Mentawai, antara lain :
1.
Punen Panengekat, mendirikan rumah baru
2.
Punen Kinumbu untuk meresmikan instrument musik di tempat tari-tarian.
3.
Punen Puenegetat, inisiasi anak-anak (pesta adopsi), suatu upacara yang dititikberatkan kepada adopsi, penerimaan anak dalam satu keluarga. Anak adalah kepunyaan roh-roh, oleh sebab itu dalam pesta tersebut orang tua sang anak mengadopsi anak dari genggaman dewa-dewa. Anak yang tidak diinisiasi tidak boleh makan bersama orang tua karena dianggap orang asing.
4.
Punen Puotuat, dipersembahkan kepiting-kepiting laut dan pemanfaatannya oleh seluruh anggota Uma. Orang Mentawai ingin menyerupai sifat kepiting yang melepaskan kulitnya namun tidak mati.
5.
Punen Sinuba, dilakukan setelah selesai penangkapan ikan dengan memakai akar tuba. Punen ini merupakan rekonsilisasi, sebab akar tuba telah merusak alam.
6.
Punen Musira Uma, selama Punen pembangunan Uma, para penghuni mengisolasi diri. Dengan pesta ini, komunikasi dengan orang luar dibuka kembali.
7.
Punen yang dilakukan di dalam Uma: bila ada kematian atau pelantikan Rimata, jika ada pohon kayu yang tumbang atau ada orang yang mati tenggelam atau jika ada sebuah rumah terbakar musnah dan sampah terapungapung.
8.
Punen Lepa, diadakaan jika ada orang mati diterkam buaya atau terjadi suatu peristiwa pembunuhan.
9.
Punen Langgai, setelah mensucikan kampong, maka diadakan persembahan dan doa.
10. Punen Masiaro Sikatai, untuk penumpasan kejahatan, dengan menggunakan daun-daun dan setangkai bunga sot lagai agar terhindar dari pengaruh jahat. 11. Punen Patiti, untuk melukis tato (rajah di kulit). 12. Punen Kukuret, untuk berburu monyet. 13. Punen Arat Rau Lepa, untuk pembastisan sampan baru. 14. Punen Pamipikat, untuk kelahiran anak baru. 15. Punen Putalimogat, di saat pesta perkawinan. 16. Punen Ke Ibara Simamatei, di saat kematian. 17. Punen Lalep, pemberkatan Lalep.
18. Punen Enungan Manek Abak, meramu persiapan pembuatan perahu. 19. Punen Eneget, ritus inisiasi. 20. Punen Mone, saat membuat lading baru. 21. Punen Mei Jarik, bila pergi memancing ikan dengan menggunakanjala. 22. Punen Pasambaat, jika asa orang baru yang pindah ke kampong. 23. Punen Sorobbut Laggai, jika ada wabah penyakit menular. 24. Punen Masipaeru Laggai, untuk menolak bala bahaya penyakit. 25. Punen Simabukat Loina, kalau ada pohon yang tumbang di perbatasan kampong.
C. Artefak (karya).
Dalam setiap kegian Punen, masyarakat selalu menggunakan artefak baik berupa alat music, alat persembahan, pakaian dan perhiasan untuk upacara. Artefak juga berupa alat untuk mencari makan seperti alat berburu, perahu, jala untuk menangkap penyu.
Setelah matang persiapan untuk melaksanakan “Puliaijat, maka diawali dengan pameran kerajinan tangan berupa hiasan-hiasan dinding, ukiran-ukiran dan berbagai ketrampilan lainnya. Motif ukiran umumnya berbentuk burung yang bertujuan untuk memanggil roh-roh nenek moyang.
Semua barang pameran digantungkan. Pameran dari tanduk binatang digantungkan pada dinding di dalam rumah. Sedangkan barang-barang ukiran digantungkan berbanjar pada tuturan atap depan rumah adat (“Uma”) agar roh-roh leluhur dapat dating ke tempat itu. Ukiran dan perhiasan yang berbentuk burung tersebut dinamakan “Uma’t Simagere,” yang berarti permainan untuk roh-roh. Setelah acara pameran, mereka semua pergi ke sungai untuk membersihkan dan merias diri secantik mungkin.
Terdapat juga benda-benda suci yang disimpan di dalam Uma, antara lain :
- Batu Kerebau adalah benda yang paling suci di Uma. Benda ini sama sekali tidak ada di Lalep. Terbuat dari sepotong bambu, berisi akar-akar, sebiji ngalun merah
dan sebuah batu putih dari sungai, potongan kawat tembaga, besi paku serta bijibiji lainnya yang punya kekuatan dan kekuasaan gaib. Batu Kerabau bersifat kejantanan, melambangkan kelaki-lakian disebut juga dengan panggilan baja (bapak) atau orang yang sudah tua. - Bakkat Katsaila. Katsaila adalah serangkaian bunga-bunga yang digantungkan di dalam Uma atau Lalep sebagai perlindungan dari roh-roh jahat. Saila berarti cara yang lebih cepat dan mudah untuk membebaskan seseorang dari bahaya. Bunga dan dedaunan dimasukan ke dalam bambu kemudian digoyang-goyangkan supaya roh-roh jahat terusir. Katsaila diumpamakan sebagai kakayonwayang kulit di Jawa. Kakayon melambangkan gempa bumi, angin topan dan badai. Katsaila dijalin dengan rangkaian hiasan bunga dan daun, seperti hunga aileppet, sugu-suguru, bobolo dan sura seperti sura ka laggaimai, dorot poula dan bekeu. - Gong dan Gendang. Pada setiap Uma ada peralatan music, seperti gong, tuddukat dan kateuba. Untuk memanggil anggota-anggota suku dan memberitahukansudah ada hasil perburuan, dipalulah tuddukat dengan tetete. Tuddukat sebagai alat pemersatu dalam suku. Ada juga yang merupakan alat music biasa saja. Hakekat tuddukat adalah alat cultural yang dipakai pada saat upacare resmi misalnya untuk memberitakan kematian seseorang.
IV. PEMBAHASAN
A. PENGARUH WUJUD KEBUDAYAAN SUKU MENTAWAI TERHADAP LAY OUT RUMAH UMA SUKU MENTAWAI
Di Kepulauan Mentawai tidak ada tempat khusus untuk beribadah. Semua upacara diselenggaeakan di Uma. Setiap upara penting yang bersifat umum harus dilakukan di Uma, sedangkan upacara keluarga dan lainnya dilaksanakan di Lalep. Uma adalah suatu bangunan yang agak panjang, didirikan di atas beberapa tiang kayu. Di dalamnya ada ruangan untuk pertemuan dan beberapa buah bilik.
Uma dianggap sebagai tempat suci, menjadi kegiatan masyarakat dan keagamaan. Di dalamnya tersimpan benda-benda suci. Pada Uma terdapat dua buah beranda yang terbuka di bagian muka dan belakang. Beranda depan disebut Laibokat atau Laibo dan beranda belakang disebut Balapat ka tei-tei.
Kalabai berarti juga adik atau kakak perempuan dari ibu. Kalabai adalah nama tiang kedua dalam Uma dan dianggap memiliki sifat keibuan.
Orat Simagere yaitu tangga yang terdapat di belakang perapian di dalam Uma. Orat Simagere berfungsi sepert jenjang Uma tetapi hanya roh-roh.
Laibokat dipakai sebagai ruang tamu, tempat kerja dan tempat bermusyawarah atau Mulalaibo yang berarti ngobrol-ngobrol, percakapan ringan atau cerita santai untuk melepaskan lelah. Laibokat tidak terpisah dengan bagian dalam. Di belakangnya terdapat panggung tarian (Puturu-kat) dan di belakang panggung ada sebuah perapian (Purusuat). Bentuk pentas, empat persegi, lantainya tidak dipaku, tapi diapit dengan longgar, sehingga waktu orang menari di atasnya menimbulkan bunyi.
Pada sebuah dinding, digantungkan hasil perburuan (Laplap). Sebelah dalam dinding itu, digantungkan pula dedaunan berwarna (Tai-laget). Di bagian tengah Uma terdapat gang, yang di kiri kanannya ada beberapa kamar tidur yang di sebut Lalep.
Kamar pertama di kanan, khusus untuk Rimata. Keluarga yang jumlahnya sedikit dapat menempati Uma, tetapi kalau jumlah keluarga sudah bertambah banyak, mereka mendirikan rumah sendiri di sekitar Uma. Di muka gang terdapat sebuah tangga, yang disebut Orat Simagere, mengandung arti jiwa-jiwa. Beranda belakang digunakan untuk memasak dan menyiapkan makanan.
Gambar 1.4. Detail Lay Out Rumah Uma
B. PENGARUH WUJUD KEBUDAYAAN SUKU DI INDONESIA TERHADAP LAY OUT RUMAH TINGGAL
Gambar 1.6. Contoh Lay Out Rumah Tinggal Saat Ini
Dalam interior rumah tinggal, terbagi menjadi dua zona, yaitu 1. Zona Private, yaitu zona atau area yang hanya boleh digunakan oleh pemilik rumah, contoh ruang tidur. Zona Private terbagi menjadi Semi Private, yaitu yaitu zona atau area yang dapat digunakan oleh selain pemilik rumah tetapi masih memiliki hubungan atau dikenal oleh pemilik rumah dan zona ini terletak di dalam rumah tinggal, contoh ruang keluarga, ruang makan.
2. Zona Publik, yaitu zona atau area yang dapat digunakan oleh selain pemilik rumah tetapi masih memiliki hubungan atau dikenal oleh pemilik rumah. Contoh zona publik di rumah tinggal adalah beranda atau teras.
Antara ruangan dalam rumah tinggal modern di Indonesia, saat ini dipisahkan oleh dinding baik masif seperti dinding batu maupun tidak masih, seperti tripleks, devider. Rumah tinggal dapat hanya dihuni oleh 1 keluarga inti atau lebih dari 1 keluarga inti.
Secara umum, pengaturan denah rumah tinggal modern tidak berbeda dengan rumah suku tradisional, karena masing-masing ruangan memiliki fungsi. Perbedaan mendasar yang ditemukan adalah adanya kamar mandi & wc serta area cuci pakaian. Banyak suku di Indonesia tidak memiliki area tersebut, karena memanfaatkan keadaan alam sekitar yang masih memiliki sungai atau kali yang dapat di fungsikan sebagai kamar mandi & wc serta area cuci. Kondisi sepeti ini juga masih ditemukan masyarakat marginal di kotakota besar yang memanfaatkan kali sebagai kamar mandi & wc serta area cuci.
Gambar 1.7. Kondisi Rumah Kumuh di Jakarta yang Menjadikan Jalan sebagai Beranda Rumah
Gambar 1.8. Bagian Belakang Rumah Kumuh yang Merupakan Jalan Umum Dijadikan untuk Area Memasak, Mencuci Piring
Gambar 1.9. Lokasi Rumah Kumuh yang Berada di Bantaran Kali dan Menjadikan Kali Sebagai Sarana MCK dan Sarana Pemenuhan Aktivitas Harian, seperti Mencuci, Mandi dan Membuang Sampah
Jika dibandingkan penerapan Wujud Kebudayaan Suku Mentawai dalam lay out Rumah Uma, lebih menitik beratkan kepada Wujud Idiil, yaitu memperuntukan Uma untuk menjalankan ritual kepercayaannya, yaitu Animisme. Sedangkan pada lay out rumah kumuh, lebih menitik beratkan kepada Wujud Fisik, karena dengan keterbatasan lahan yang dimiliki, mereka menciptakan ruang-ruang dalam rumah tinggal maupun di luar ruang, seperti ruang tamu berfungsi juga sebagai ruang keluarga dan ruang makan. Ada kalanya di ruangan tersebut juga dijadikan sebagai ruang tidur, karena ada beberapa keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Sedangkan untuk mencuci pakaian, mandi dan buang hajat, umumnya mengandalkan MCK yang penggunaannya dapat dengan membayar sewa, sehingga di rumah kumuh tidak ada kamar mandi dan wc. Kondisi ini, sama seperti di Rumah Uma yang tidak memiliki MCK di rumah. Penghuni Rumah Uma menggunakan sungai yang berada di dekat Rumah Uma, sehingga lokasi Rumah Uma selalu dekat dengan sungai.
Untuk lay out di rumah tinggal permanen sudah memiliki standar pembagian ruang, yaitu: 1. Beranda 2. Ruang Tamu 3. Ruang Keluarga 4. Ruang Makan 5. Dapur 6. Kamar Mandi & WC 7. Area Cuci dan Jemur
Lay out rumah tinggal saat ini lebih menekankan kepada fungsi atau tujuan peruntukan ruang tersebut dibuat. Pada dasarnya, lay out runah permanen menerapkan semua wujud kebudayaan dalam desain rumah tinggal, tetapi terdapat perbedaan dengan wujud kebudayaan suku di Indonesia, khususnya suku Mentawai yang menjadi studi kasus, perbedaan tersebut, antara lain :
WUJUD
RUMAH UMA SUKU
RUMAH PERMANEN
KEBUDAYAAN
MENTAWAI
SAAT INI
Wujud Idiil
Animisme
Konsep desain
Wujud Artefak
Benda-benda untuk upacara
Furniture, ragam hias sesuai konsep desain, dan lainnya
Pembagian ruang sesuai Wujud Fisik
kepercayaan yang dianut dan
Tujuan penggunaan ruang
kebiasaan
Tabel 1. Perbedaan Penerapan Wujud Kebudayaan dalam Lay Out Rumah Tinggal Berdasarkan Adat dengan Kondisi Saat Ini
Gambar 1.10. Belulang Hasil Buruan yang Ditangkap dan Dimakan, Disimpan dan Digantung di Dalam Rumah Uma (Tailaget)
Adanya kepercayaan Aminisme sebagai Wujud Kebudayaan Idiil, menciptakan bergam upacara – upacara dan artefak. Kondisi ini merupakan pengaplikasian Wujud Artefak, karena mereka hanya memajang hasil buruan yang tulang belulang ini tidak digunakan untuk perlengkapan upacara kepercayaannya.
Gambar 1.11. Tarian para Kirey Mengusir Roh Jahat
Kegiatan ini merupakan perwujudan Wujud Fisik, dimana dengan kepercayaan yang mereka anut, Animisme, mereka percaya bahwa jika terjadi penyakit atau bencana, menandakan datangnya roh jahat yang harus segera diusir agar malapetaka yang lain tidak datang. Tarian ini dilakukan di dalam Laibokat atau beranda depan.
Dalam tabel di bawah ini menjelaskan pengaruh wujud kebudayaan Indonesia terhadap lay out rumah tinggal permanen saat ini,yang dilakukan analisa deskriptif dan diperoleh hasil sebagai berikut :
AREA BERANDA
ZONING PUBLIK
SUKU MENTAWAI (RUMAH UMA) Laiboikat (Beranda depan) dalam Laiboikat dilengkapi dengan tangga untuk naik ke rumah. Laiboikat digunakan sebagai ruang tamu, tempat kerja dan tempat bermusyawarah. Laibokat digunakan sebagai tempat bersantai melepas lelah sambil melakukan percakapan ringan atau cerita santai. Laiboikat tidak terpisah dengan bagian dalam. Di belakangnya terdapat panggung tarian (Puturakat) dan di belakang panggung ada sebuah perapian (Purusuat)
RUMAH TINGGAL PERMANEN SAAT INI Sebagian besar rumah tinggal saat ini tidak memiiki tangga untuk masuk ke area dalam, karena rumah tinggal saat ini bukanlah rumah panggung. Beranda di rumah tinggal saat ini lebih banyak digunakan untuk bersantai, menerima tamu secara tidak formal. Keterbatasan lahan menyebabkan Beranda hanya dapat digunakan untuk sekedar-dudukduduk saja oleh dua atau emat orang dan tidak dapat digunakan untuk bermusyawarah atau percakapan dengan banyak orang
Di rumah tinggal saat ini, beranda dipisahkan dengan pintu masuk ke area ruang tamu. Adanya pintu dimaksud untuk menjaga keamanan
penghuni rumah tinggal dari manusia maupun binatang yang dapat masuk ke dalam rumah sewaktu-waktu. R. TAMU
SEMI PRIVATE
Pada sebuah dinding, digantungkan hasil perburuan. Sebelah dalam dinding digantungan dedaunan berwarna (Tailaget) Dalam Uma tidak ada ruangan yang dikhususkan untuk menarima tamu. Aktivitas ini dilakukan di beranda.
KELUARGA
SEMI PRIVATE
Kedua aktivitas ini lebih banyak dilakukan di Laiboikat, sehingga tidak ada pemisahan untuk ruang keluarga dan ruang makan.
Untuk area duduk para tamu dan berbincangbincang dengan pemilik rumah. Sama halnya dengan Uma, dalam rumah tangga modern, di ruang tamu banyak dipajang benda-benda penting, seperti foto-foto, piagam penghargaan, piala, trophy dan bendabenda lain yang menunjukan prestasi pemilik rumah. Area bersantai keluarga pemilik rumah maupun dengan teman, kerabat Di rumah semi permanen, ruang keluarga dan ruang makan menjadi satu.
R. MAKAN
SEMI PRIVATE
Area bersantap bersama keluarga pemilik rumah maupun dengan teman, kerabat
DAPUR
SEMI PRIVATE
Berada di beranda belakang digunakan untuk memasak dan menyiapkan makanan.
Area mengolah makanan baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama dengan anggota keluarga lain atau bersama kerabat maupun teman
R. TIDUR UTAMA
PRIVATE
Di bagian tengah Uma terdapat gang yang kirikanannya ada beberapa kamar yang disebut Lalep.
Area beristirahat, biasanya merupakan kamar orang tua pemilik rumah.
Kamar pertama di kanan khusus untuk Rimata.
Di rumah semi permanen, satu kamar tidur digunakan bersama-sama dengan anggota keluarga,
sehingga yang tidur bersama dalam satu kamar tersebut adalah orang tua dan anakanaknya. R. TIDUR ANAK
PRIVATE
Lalep diisi oleh keluargakeluarga yang jumlahnya masih sedikit. Jika jumlahnya sudah banyak, mereka mendirikan rumah sendiri di sekitar Uma.
Area beristirahat untuk anak pemilik rumah Walaupun disebut private, ada kalanya teman yang dikenal sudah akrab dapat masuk ke dalam ruang tidur ini.
WC & KAMAR MANDI
SEMI PRIVATE
Merupakan area ntuk membersihkan diri atau untuk mandi.
AREA CUCI
PRIVATE
Tidak memiliki area service, karena mereka menggunakan sungai dekat Uma untuk MCK dan mencuci.
Merupakan area untuk membersihkan pakaian seta menjemurnya. Area ini disebut private, karena hanya pemilik rumah yang berhak memanfaatkan area ini. Di rumah semi permanen, penghuni rumah menggenakan kali sebagai kamar mandi & wc serta mencuci. Dibeberapa wilayah kumah sudah dibuatkan MCK untuk mengurangi pencemaran dan agar kesehatan masyarakat lebih terjamin.
Tabel 2. Perbandingan Pengaruh Wujud Kebudayaan Terhadap Lay out Rumah Adat denganRumah Permanen Saat Ini
Gambar 1.12. Berbincang di Beranda Rumah Uma
Gambar 1.13. Lesehan di beranda Rumah Permanen Saat Ini
V. PENUTUP Masyarakat Mentawai adalah masyarakat tradisional yang masih memegang teguh kepercayaan kepada nenek moyang atau Animisme. Mereka masih sangat percaya terhadap roh-roh yang bergentayangan di hutan-hutan, gung, laut, bawah tanah dan dimana-mana.
Dalam masyarakat Mentawai tidak ada kasta, tidak ada kepemimpinan otoriter dan tidak ada ahli waris dengan corak kefeodalan. Masyarakat Mentawai hanya membutuhkan waktu singkat untuk mencari nafkah sedangkah waktu selebihnya digunakan untuk pestapesta yang dapat mempererat persaudaraan. Pesta yang dilakukan juga untuk mengenal bakat dan kreatifitas seseorang. Untuk menyelenggarakan pesta, cukup seorang saja menangkap binatang untuk upacara seperti monyet dan babi lalu mengundang temantemannya untuk makan bersama. Kondisi ini memperlihatkan rasa social dan kekeluargaan dalam masyarakat Mentawai yang cukup tinggi.
Wujud kebudayaan Idiil berupa kepercayaan Animisme kemudian melahirkan wujud kebudayaan social atau aktivitas berupa pesta yang biasa disebut Punen dan Lia. Punen adalah pesta besar, sebagai pesta rakyat yang dipimpin oleh Rimata (Kepala Umum) dan dibantu oleh Kerei (dukun yang memiliki kekuasaan magic). Pelaksanaannya di waktu pemilihan Rimata, di saat kampung terkena wabah atau ada pembunuhan yang terjadi dalam kampung.
Sedangkan Lia adalah sebuah pesta keluarga yang dipimpin Ukui, pesta kecil yang singkat. Diadakan pada waktu didirikan Lalep, ada orang yang sakit, kelahiran, perkawinan, pembuatan perahu dan adopsi dalam keluarga.
Semua Punen dan Lia diadakan di “Uma” Uma, rumah besar yang menjadi rumah induk tempat penginapan bersama, serta tempat menyimpan warisan pusaka, juga menjadi tempat suci untuk persembahan, penyimpanan tengkorak binatang buruan.
Semua kepercayaan dan acara ritual yang dilakukan berpengaruh kepada lay out ruang dalam Rumah Uma. Kondisi ini membuktikan bahwa wujud kebudayaan baik Wujud Kebudayaan Idiil,Wujud Kebudayaan Sosial dan Wujud Kebudayaan Fisik berpengaruh terhadap lay out rumah adat suku di Indonesia. Pengaruh pengaplikasian Wujud Kebudayaan dalam lay out rumah tinggal saat ini juga terdi baik di rumah permanen maupun rumah tinggal non permanen. Yang terutama membedakan adalah penerapan wujud idiil dalam rumah adat dengan rumah tinggal saat ini. Jika dalam suku, wujud idiil dihubungkan dengan kepercayaan suatu suku, maka pada masyarakat pemilik rumah
permanen, wujud idiil diwujudkan dalam bentuk konsep gaya desain untuk rumah tinggalnya.
VI. REFERENSI
3. Coronese, Stefano, Kebudayaan Suku Melawai, Penerbit Grafidian Jaya Jakarta, 1986 4. Djurip. 2000. Tata Krama di Lingkungan Suku Mentawai. Padang: PD. Syukri. 5. Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan 6. Munaf, Yarni. 2001. Kajian Semiotik dan Metologies terhadap Tato Masyarakat Tradisional Kepulauan Mentawai. Jakarta: Pusat Bahasa.