Tiga Dasawarsa Hunian Vertikal di Indonesia
11
Meniti Upaya Terwujudnya NSPK Bidang Permukiman
15
Edisi 06/Tahun XI/Juni 2013
2014 PU Sebar SPAM di 392 Kabupaten/Kota
26
kementerian pekerjaan umum
Karya Cipta Infrastruktur Permukiman
Program Kompensasi BBM Kemen PU
Beri Manfaat
36 Juta Jiwa LENSA CK • B antuan Kementerian Pekerjaan Umum Dalam Ekspedisi Bhakti Kesra Nusantara 2013 • Pelantikan Pejabat Eselon 4
daftar isi Berita Utama Kompensasi 4 Program BBM Kementerian PU Beri Manfaat 36 Juta Jiwa
Edisi 064Tahun XI4Juni 2013
4
liputan khusus Pemda 9 Peran dalam Pembangunan
Permukiman Perkotaan Berkelanjutan
info baru Dasawarsa Hunian 11 Tiga Vertikal di Indonesia
17
Upaya Terwujudnya 15 Meniti NSPK Bidang Permukiman
Sinergi 17 Membangun Penanganan Permukiman Kumuh Melalui NUSSP Fase 2
20 Agropolitan/Minapolitan dalam Pembangunan
Permukiman Perdesaan Berkelanjutan
PDAM 23 Menyehatkan Melalui Bantuan
15 20
Manajemen dan Program
26 2014 PU Sebar SPAM di 392 Kabupaten/Kota
Karya Kembali 27 Cipta Dukung Ekspedisi Bhakti
26
Kesra Nusantara
inovasi Infrastruktur 28 Pendekatan Hijau Sebagai Adaptasi Terhadap Ancaman Perubahan Iklim
PLUS!
28 2
editorial Pelindung Pelindung Budi Yuwono P Imam S. Ernawi Penanggung Jawab Antonius Budiono Penanggung Jawab Dewan Redaksi Antonius Budiono Susmono, Danny Sutjiono, M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, GuratnoRedaksi Hartono, Tamin MZ. Amin, Dewan Nugroho Tri UtomoDanny Sutjiono, Dadan Krisnandar, Djoko Mursito, Amwazi Idrus, Guratno Hartono Pemimpin Redaksi Tamin MZ. Amin, Nugroho Tri Utomo Dian Irawati, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan,Redaksi Bukhori Pemimpin Sri Murni Edi K, Sudarwanto Bagian Produksi Erwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, Penyunting dan Penyelaras Naskah M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, T.M. Hasan, Buchori Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Sri Murni Edi K, Desrah, Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Bagian Produksi BhimaA. Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Erwin Setyadhi, Bhima Dhananjaya IndahWaluyo Raftiarty, Danang Pidekso Djati Widodo, Indah Raftiarty Danang Pidekso Bagian Administrasi & Distribusi Luargo, Joni Santoso, Nurfathiah Bagian Administrasi & Distribusi Kontributor Luargo, Joni SantosoHadi Sucahyono, Dwityo A. Soeranto, Nieke Nindyaputri, R. Mulana MP. Sibuea, Adjar Prajudi, Rina Farida, Didiet A. Akhdiat, Kontributor RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini Dwityo Soeranto, M. Sundoro Respati,A. Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Hadi Sucahyono, R. Mulana MP. Sibuea Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin, Adjar Prajudi, Nieke Nindyaputri Handy B. Legowo, Dodi Krispatmadi, Rina Agustin I, Oloan M.S Rudi A. Arifin, Setyaningrum, M. Aulawi DzinEndang Nun, Siti Aliyah Junaedi Alex A.G. Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono, Aswin Sukahar, Kusumawardhani Oloan M. Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing Deddy Sumantri, Dian Suci Hastuti Halasan Sitompul, Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Alamat Redaksi Agus Achyar, Ratria Anggraini, Dian Suci Hastuti, Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak, Telp/Fax. 021-72796578 Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Budi Prastowo, Aswin G. Sukahar, Wahyu K. Susanto, Putri Intan Suri, Email Siti Aliyah Junaedi
[email protected]
Program Kompensasi BBM Setelah lama dinanti, 22 Juni 2013 pukul 00.00 pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Alasan utama Pemerintah menaikkan BBM karena subsidi BBM yang makin membengkak sehingga menyebabkan kondisi fiskal negeri makin memburuk. Selain itu, sebagian besar subsidi BBM yaitu 80% justru dinikmati kalangan berada. Tentu pemerintah tidak ujug-ujug menaikkan BBM tanpa persiapan. Jauh-jauh hari, pemerintah telah mendesain berbagai program kompensasi BBM yang ditujukan kepada masyarakat miskin untuk mengantisipasi dampak kenaikan BBM. Berbagai program tersebut tersebar di berbagai Kementerian termasuk Kementerian PU yang diberi nama Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan (P4). Menteri PU Djoko Kirmanto optimis program senilai Rp 6 triliun ini akan memberikan manfaat kepada 36 juta jiwa. Buletin pada edisi Juni ini coba mengangkat liputan utama tentang program kompensasi BBM yang diluncurkan Kementerian Pekerjaan Umum. Apa saja program tersebut, siapa sasarannya dan bagaimana konsep program tersebut akan dipaparkan dalam buletin kali ini. Dalam edisi ini juga memuat tentang permasalahan Rusunawa setelah hampir tiga dasawarsa hunian vertikal di Indonesia diundangkan tahun 1985. Untuk liputan khusus, mengangkat tentang peran Pemda dalam pembangunan permukiman berkelanjutan. Oleh-oleh dari Ekspedisi Bhakti Kesra Nusantara 2013 ke Barat Sumatera dan Latihan Satgas Tanggap Darurat Bencana di Lido Bagor dikemas melalui foto-foto rubrik lensa CK. Selain itu, di bulan Juni ini juga terdapat pelantikan pejabat eselon IV, baik rotasi maupun promosi. (Teks : Danang) Selamat membaca dan berkarya!
Alamat Redaksi Jl. Patimurawebsite No. 20, Kebayoran Baru 12110 http://ciptakarya.pu.go.id Telp/Fax. 021-72796578 Email
[email protected] twitter @ditjenck
Cover : Pelaksanaan PPIP (Foto : Buchori)
Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email
[email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
3
Foto : Buchori
berita utama
Program Kompensasi BBM Kementerian PU
Beri Manfaat
36 Juta Jiwa
Foto : Buchori
Tanggal 22 Juni 2013 pukul 00.00, pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Situasi kenaikan BBM ini bagai buah simalakama.
Foto Atas : Masyarakat membangun jalan dalam program padat karya (Cash for Work). Foto Bawah : Seorang Ibu di Desa Belakang Padang, Batam, menggunakan air bersih dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dibangun Kementerian PU.
4
berita utama
K
enaikan akan membawa efek domino terhadap masyarakat, setidaknya bahan kebutuhan po kok bakal merangkak naik. Namun, bila tetap di pertahankan subsidi BBM yang makin membeng kak itu menyebabkan kondisi fiskal negeri makin
memburuk. Di sisi lain, subsidi BBM yang digelontorkan pemerintah, tak sedikit justru dinikmati kalangan berada. Sebanyak 80% sub sidi menyasar masyarakat mampu dan hanya 20% yang tepat sasaran. Sehingga masyarakat tidak mampu sesungguhnya tidak memperoleh banyak manfaat terhadap subsidi BBM itu sendiri. Untuk mengantisipasi kenaikan BBM, jauh-jauh hari pe merintah telah menyiapkan program-program yang bisa mem bantu masyarakat miskin untuk mengantisipasi dampak kenaikan BBM. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dalam hal ini me luncurkan Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan (P4) Infrastruktur senilai Rp 6 triliun. Sebagian besar program tersebut merupakan program penyediaan infrastruktur permukiman dan air minum yang menjadi ranah Ditjen Citpa Karya. “Pemerintah memahami bahwa kalau BBM naik maka ma syarakat miskin akan mengalami dampak negatif, karena kita menaikan harga bbm tadi maka ada subsidi BBM yang diamankan, dan uang itu yang akan dipakai untuk menyelamatkan masyarakat miskin yang akan terkena dampak kenaikan,” tutur Menteri PU Djoko Kirmanto beberapa waktu lalu. Anggaran P4 Infrastruktur tersebut berasal dari penghematan
atau pemotongan anggaran Kementerian/Lembaga. Kementerian PU yang pada awalnya ditargetkan pemotongan sebesar Rp 6,1 triliun pada akhirnya melalui Rapat Kerja dengan Komisi V DPRRI dikenakan pemotongan senilai Rp3,8 triliun. Memberikan Kompensasi kepada masyarakat akibat perubahan besaran sub sidi BBM tahun 2013, bertujuan untuk membantu mengurangi beban biaya hidup khususnya masyarakat miskin di perdesaan dan perkotaan, dengan memberikan kemudahan akses terhadap infrastruktur di perdesaan dan perkotaan melalui: 1. Penyediaan infrastruktur permukiman dengan pola pember dayaan masyarakat melalui Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Permukiman (P4-IP). 2. Penyediaan air minum untuk desa nelayan, Ibu Kota Kecamatan (IKK) rawan air, dan kawasan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan, melalui Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan SPAM (P4-SPAM). 3. Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (SDA) meliputi penyediaan air baku dan pembangunan embung untuk air minum daerah rawan air, perlindungan pantai di permukiman nelayan miskin termasuk perbaikan infrastruktur SDA akibat bencana alam, dan perbaikan irigasi kecil perdesaan dengan pola pemberdayaan, melalui Program Percepatan dan Per luasan Pembangunan Infrastruktur SDA (P4-ISDA). Program pertama yaitu P4-IP, dimana anggaran yang diberikan adalah sebeser Rp 2 triliun. Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan kemudahan aksesibilitas terhadap infrastruktur dasar,
Dok: Pamsimas
Warga ramai-ramai membawa pipa dalam program PAMSIMAS
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
5
berita utama
Rp 2 Triliun
Rp 2 Triliun
Penyediaan Air Minum bagi 318 Desa Nelayan, 295 desa/IKK rawan air serta MBR Perkotaan di 314 kawasan
Pembangunan Infrastruktur Permukiman dengan Pemberdayaan Masyarakat di 7300 desa/kelurahan
Rp 6 Triliun
infrastruktur dasar untuk masyarakat miskin
Rp 2 Triliun Penyediaan Air Baku dan Pembangunan Embung di 93 kab/kota, Perlindungan Pantai di Permukiman Nelayan Miskin, serta Perbaikan Irigasi di 400 desa
diatas 40% di 1200 kelurahan meningkatkan lapangan kerja dengan setiap kelurahan dan pendapatan masyarakat di men dapatkan dana sebesar perdesaan dan/atau perkotaan Pengurangan subsidi BBM untuk pembangunan Rp 250 juta/kelurahan. Se melalui keterlibatan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur PU diarahkan untuk membangkitkan mentara untuk desa sasaran diprioritaskan untuk desa baru dan mengembangkan lapangan kerja, dan apabila infrastruktur tersebut dengan tingkat kemiskinan kegiatan sosial dan ekonomi diatas 50% di 5.500 desa masyarakat di kawasan jadi dan terbangun, baik itu berupa sarana air dengan dana sebesar Rp 250 perdesaan dan perktoaan. minum, sanitasi, irigasi dan sebagainya, hal juta/desa. Konsep yang digunakan Pelaksanaan kegiatan dalam progam ini adalah pola tersebut akan bermanfaat bagi hampir diperkirakan dalam waktu pemberdayaan masyarakat 36 juta orang. enam bulan, terdiri dari melalui bantuan langsung persiapan satu bulan dan masyarakat (upah kerja, pelakasanaan kegiatan oleh material dan peralatan) masyarakat dengan pola pem sebesar Rp 1.825 miliar untuk 5.500 desa baru dan 1.800 kelurahan kawasan kumuh perkotaan. berdayaan selama 5 bulan. Untuk dana pendampingan seperti untuk fasilitator, penyiapan Mekanisme pembiayaan diberikan melalui BLM sebesar Rp 250 juta per desa/kelurahan yang disalurkan langsung ke rekening masyarakat dan pembinaan manajemen sebesar Rp 175 miliar. Kriteria pemilihan desa juga tidak sembarangan, untuk kelurahan Organisasai Masyarakat Setempat, yang dipergunakan untuk sasaran diproiritaskan untuk kelurahan dengan tingkat kemiskinan pembangunan infrastruktur permukiman yang sangat diperlukan
6
berita utama dan berdasarkan konsensus masyarakat seperti ; jalan dan jembatan, titian perahu, air minum , sanitasi dan jaringan irigasi desa/kelurahan berskala lingkungan. Program kedua yaitu P4 SPAM, dengan anggaran yang diberikan adalah sebesar Rp 2 triliun. Anggaran ini digunakan untuk penyediaan air minum bagi 318 desa nelayan (termasuk pada lokasi Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan) sebesar Rp.318 miliar, penyediaan air minum bagi 260 desa ditambah 35 IKK Rawan Air sebesar Rp 742 miliar, dan penyediaan air minum untuk MBR perkotaan di 341 kawasan sebesar Rp 940 miliar. Program P4-SPAM ini mentargetkan penerima manfaat se besar 1,59 juta jiwa yang terdiri dari masyarakat di desa nelayan dan kawasan pelabuhan dengan target pelayanan 159 ribu jiwa, masyarakat desa rawan air dengan target pelayanan 491 ribu jiwa serta masyarakat MBR di perkotaan dan kumuh nelayan dengan target 940 ribu jiwa. Tujuan dari program P4-SPAM salah satunya adalah untuk menyediakan pelayanan air minum untuk meningkatkan kua litas hidup masyarakat di desa nelayan termasuk pemenuhan kebutuhan air untuk mendukung operasional kegiatan di
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan dengan tambahan kapasitas produksi sebesar 318 l/dt. Tujuan lain adalah untuk menyediakan pelayanan air minum yang layak pada desa/IKK rawan air untuk memudahkan akses bagi masyarakat dengan tambahan kapasitas produksi sebesar 1.130 l/ dt serta menyediakan pelayanan air minum yang layak bagi MBR yang belum memiliki akses melalui sisa kapasitas produksi yang belum dimanfaatkan sebesar 2.350 l/dt. Lebih lanjut, tujuan dari program P4-SPAM adalah dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs tahun 2015. Ketiga program P4- IDA, dengan anggaran sebesar Rp 2 triliun. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas layanan air baku terutama di daerah tertinggal, baik perkotaan maupun perdesaan dan mengurangi potensi krisis air di kantong-kantong kekeringan. Selain itu, program ini juga untuk menurunkan tingkat kerawanan banjir dan abrasi pantai terutama di kawasan permukiman nelayan pusat perikanan terutama melalui pem bangunan sarana dan prasarana banjir. Menteri Djoko Kirmanto menegaskan, inti dari program ini ada dua. Pertama adalah membangkitkan lapangan kerja. Menurut kalkulasi Djoko, akan ada kira-kira satu juta orang yang bekerja
Foto : Danang
Petani di Lombok Barat menikmati jalan beton yang dibangun melalui PPIP
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
7
berita utama
Jalan beton di Lombok Barat yang dibangun melalui PPIP
Pengurangan subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur dasar diarahkan untuk membangkitkan lapangan kerja, dan apabila infrastruktur tersebut jadi dan terbangun, baik itu berupa sarana air minum, sanitasi, irigasi dan sebagainya, hal tersebut akan bermanfaat bagi hampir 36 juta orang.
Foto : Danang
selama 4-5 bulan yang mengerjakan proyek ini . “Jadi akan ada lapangan kerja baru,” kata Djoko. Kedua, menurut Djoko, jika infrastruktur ini jadi dan terbangun, baik itu berupa sarana air minum, sanitasi, irigasi dan sebagainya, hal tersebut akan bermanfaat bagi hampir 36 juta orang. Menteri PU Djoko Kirmanto juga menggaransi pelaksanaan program ini tidak ada penyelewengan. Dalam mengawal program ini, Kementerian PU merekrut tenaga pendamping yang keba nyakan dari sarjana-sarjana baru. Ia juga menjamin bahwa berbagai upaya yang dilakukan Kementerian PU itu akan diselesaikan hingga Desember 2013. “Kita komitmen membantu mengurangi beban masyarakat yang secara langsung terkena dampak penyesuaian BBM merupakan prioritas pemerintah termasuk Kementerian PU,” kata Djoko.
8
Sementara itu, anggota Komisi V DPR Mulyadi mengatakan, beberapa program kementerian PU ini anggarannya diambil secara menyeluruh dari penghematan anggaran di Kementerian PU dan juga sisa dari anggaran kenaikan program BBM. Terkait dengan program kompensasi yang dilakukan Kementerian PU, Mulyadi menilai PU sudah berpengalaman me laksanakan program ini. “Ini sebenarnya seperti program reguler yang dilaksanakan oleh Kemen PU hanya lebih diperluas dan dipercepat,” kata Mulyadi. Menurut Mulyadi program ini akan sangat dirasakan oleh masyarakat. Karena selain masyarakat menerima manfaat juga menerima upah dari program ini. Masyakat yang tidak bekerja dan menganggur bisa memanfaatkan program ini untuk mendaptakan upah. (Teks : Danang)
liputan khusus
Peran Pemda
dalam Pembangunan Permukiman Perkotaan Berkelanjutan Ardian Daniswara *)
Pembangunan Permukiman di Indonesia pada umumnya ditandai dengan pesatnya pertumbuhan permukiman di kawasan perkotaan. Ini akibat terjadinya urbanisasi serta minimnya prasarana dan sarana dasar permukiman di kawasan perdesaan.
K
ondisi tersebut terjadi terutama di kawasan perbatasan, tertinggal, terpencil dan pulaupulau kecil sehingga terjadi disparitas antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Secara umum pembangunan permukiman di perkotaan diha dapkan pada permasalahan tingginya tekanan pertumbuhan penduduk yang besar dengan kemampuan pembangunan per mukiman dan infrastruktur pada lahan yang terbatas serta se makin meluasnya permukiman kumuh.
Foto : Buchori
Pemulung di Dermaga Stres, Pulau Batam, menatap kemegahan dan kemajuan Negara Singapura, sementara di sisinya tempat pembuangan sampah.
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
9
Foto : Buchori
liputan khusus
Pulang sekolah melewati jalan pelantar di Desa Tanjung Unggat, Tanjung Pinang, yang dibangun Kementerian PU melalui Satker Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP) Provinsi Kepulauan Riau
Berbagai permasalahan tersebut membutuhkan berbagai upaya penanganan yang bersifat strategis untuk meningkatkan kualitas permukiman melalui dukungan penyediaan dan perbaikan infrastruktur. Diharapkan, dalam jangka panjang kondisinya dapat diperbaiki menuju permukiman yang lebih sehat dan layak huni secara berkelanjutan sehingga mampu mendorong produktifitas masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik. Salah satu langkah dalam mewujudkan pembangunan perkotaan berkelanjutan adalah melalui pembangunan permukiman perkotaan berkelanjutan. Pembangunan Permukiman Perkotaan Berkelanjutan Pembangunan permukiman secara keseluruhan ditangani dan diantisipasi melalui dua bentuk perencanaan, yaitu: (1) perencanaan pembangunan yang memberikan arahan pencapaian tujuan pembangunan sektoral (Rencana Pembangunan Jangka Menengah – RPJM) dan (2) penyelenggaraan penataan ruang yang memberikan arah pembangunan keruangan (Rencana Umum Tata Ruang – RTRW). Kedua bentuk perencanaan tersebut perlu disinergikan dan dipadukan satu sama lain. Namun kenyataanya kondisi tersebut seringkali belum dapat dilakukan. Untuk itu suatu kabupaten/kota sudah selayaknya memiliki sebuah strategi untuk mensinergikan kedua bentuk perencanaan tersebut untuk mewujudkan pembangunan permukiman perkotaan berkelanjutan melalui penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) dan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP). Strategi tersebut menjadi langkah awal dalam mendukung terjadinya integrasi antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang sehingga diharapkan pembangunan permukiman perkotaan berkelanjutan dapat diwujudkan melalui pelaksanaan strategi pembangunan bidang pengembangan permukiman secara konsisten dan komprehensif. Penyusunan SPPIP dan RPKPP SPPIP merupakan suatu strategi yang menjadi acuan bagi pembangunan permukiman dan infrastruktur bidang Cipta Karya yang penyusunannya mengacu dan terintegrasi dengan arahan pengembangan kawasan perkotaan (dari arahan RTRW dan RPJM) secara komprehensif. SPPIP juga merupakan rancangan tindakan atau aksi untuk membangun permukiman dan infrastruktur sebagai komponen inti pembentuk kawasan perkotaan berikut program pembangunannya.
10
Sedangkan RPKPP merupakan penjabaran dari SPPIP untuk kawasan permukiman prioritas dengan tetap mengacu pada arah pengembangan kota untuk bidang permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan. Dalam konteks pengembangan kota, RPKPP merupakan rencana sektor bidang permukiman dan infrastruktur bidang Cipta Karya pada lingkup wilayah perencanaan berupa kawasan dan dengan kedalaman rencana teknis yang dituangkan dalam peta skala 1:5.000 dan 1:1.000. SPPIP dan RPKPP merupakan alat utama bagi pemerintah daerah untuk mengarahkan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan. SPPIP ini menjadi dokumen induk dan acuan utama dalam penyusunan program-program investasi bidang Cipta Karya yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah (RPIJM), sedangkan RPKPP menjadi alat operasionalisasi dari RPIJM. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mampu merumuskan indikasi arah pembangunan permukiman perkotaan ke dalam dokumen-dokumen tersebut. Peran Penting Pemda Dalam perwujudannya, kebutuhan akan arahan pembangunan permukiman perkotaan berkelanjutan tidak hanya menjadi tugas pemerintah pusat melainkan juga menjadi tanggung jawab penuh pemerintah kota/kabupaten. Sejak berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah terjadi transformasi peran pemerintah daerah, yaitu sebagai aktor utama dalam pembangunan daerah, termasuk dalam melaksanakan rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang menjadi induk bagi pembangunan infrastruktur di bidang permukiman. Dengan adanya peran ini, maka arahan kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur permukiman permukiman yang dirumuskan oleh pemerintah daerah harus terpadu dan sinergi dengan rencana tata ruang (RTRW) dan rencana pembangunan (RPJP dan RPJM). Dokumen pembangunan permukiman di bidang Cipta Karya, khususnya SPPIP dan RPKPP, adalah mutlak milik Pemerintah Daerah. Direktorat Jenderal Cipta Karya hanya memfasilitasi proses penyusunannya. Dengan demikian Pemerintah Daerah adalah aktor utama dalam menyusun dan merumuskan arah kebijakan pengembangan agar tercapai pembangunan permukiman perkotaan yang berkelanjutan. Proses penyusunan SPPIP dan RPKPP dilakukan oleh Kelompok Kerja Teknis (POKJANIS) yang terdiri dari dinas/instansi terkait di lingkup pemerintah kabupaten/kota dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati/Walikota. Diharapkan pokjanis dapat berperan merumuskan dan mengambil keputusan kebutuhan pengembangan permukiman berdasarkan arahan RTRW dan RPJM yang telah tersusun. Salah satu tantangan terbesar dalam mengimplementasikan pelaksanaan SPPIP dan RPKPP adalah menjaga keberlanjutan pelaksanaannya, mulai dari keberlanjutan sistem politik dan kelembagaan hingga strategi, program, dan kebijakan. Diperlukan kesadaran dan konsistensi dari Pokjanis untuk mengawal muatan SPPIP dan RPKPP tetap sesuai koridor yang telah disepakati agar pembangunan permukiman perkotaan berkelanjutan dapat terwujud. *) Staf Subdit Pengembangan Permukiman Baru, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Foto : Indra
info baru
Tiga Dasawarsa Hunian Vertikal di Indonesia TH. SM Respati *) & Christ Robert Marbun **)
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebagaimana disebutkan dalam Renstra 2010-2014 mendapatkan mandat dari beberapa Undang-Undang untuk menyelenggarakan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman.
Salah satu Rusunawa di Aceh
D
engan demikian menyelenggarakan infrastruktur permukiman yang mutlak dibutuhkan untuk menciptakan hunian yang layak bagi masyarakat adalah salah satu tugas penting Direktorat Jenderal Cipta Karya. Permukiman kumuh adalah masalah laten yang harus dicari pemecahannya, terlebih sudah disepakati bersama bahwa tahun 2020 Indonesia tanpa kumuh. Masalah Khas Perkotaan Kementerian PU dengan Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya bekerjasama menghilangkan kumuh dengan cara yang diterima oleh berbagai pihak. Mereka juga menimbang keberpihakan pada warga Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tidak cukup di sasaran saja, namun harus sekaligus menjaga keberlanjutan environment kawasan. Meniadakan permukiman
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
11
info baru illegal bukan sesuatu yang harus dihindari demi keberpihakan. Bahkan memang seharusnya dilakukan demi terjaganya keselamatan serta kenyamanan warga itu sendiri dan yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga ekosistem kawasan yang bakal berdampak luas serta berjangka panjang. Karena latar di atas, Rumah Susun Sederhana Milik maupun Sewa (Rusunami dan Rusunawa) telah dikembangkan sejak periode tahun delapan puluhan. Undang-Undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun tidak lama kemudian diundangkan, dan diikuti dengan Peraturan Pemerintah 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun dan Peraturan Menteri PU no 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun. Betapa pentingnya hunian vertikal kala itu, sehingga pengaturan dan perundangan tentang Rumah Susun lebih dulu diterbitkan dibanding undang-undang yang seharusnya menjadi acuan, semisal Undang-Undang tentang Perumahan dan Permukiman yang diterbitkan pada tahun 1992. Disamping itu di tahun 1990 diterbitkan pula Instruksi Presiden No. 5 tentang Peremajaan Permukiman yang berada di atas tanah Negara yang intinya di dalam banyak pasal-pasalnya menyebutkan bahwa Rumah Susun menjadi solusi yang paling tepat dalam peremajaan permukiman kumuh yang berada di atas tanah Negara. Dalam pasal 5 Inpres tersebut juga disebutkan bahwa pemerintah menyerahkan pengelolaan rusun milik maupun rusun sewa kepada Perum Perumnas, bahkan pembiayaan peremajaan
model Inpres No 5 ini disebutkan bisa disediakan dari BUMN khususnya Perum Perumnas, terutama dalam hal penyelenggaraan Rusunawa. Perumnas kemudian menerapkan penyelenggaraan Rusunawa dengan pola pulih biaya. Ini sudah barang tentu karena Perumnas harus mengelola Penyertaan Modal Negara atau PMN yang diberikan oleh Negara kepada Perumnas. Pada sekitar tahun 1994-an Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Wilayah juga membangun Rumah Susun di atas tanah pemerintah daerah dalam rangka uji coba, diantaranya di Kota Malang, Palembang, dan Bandung. PP No 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun di pasal 2 ayat 2 huruf (a) menyebutkan bahwa pembangunan Rusun dimaksudkan untuk mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan pengembangan pembangunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh. Hal tersebut menjadi pegangan, sehingga gagasan membangun hunian vertikal yang diyakini dapat memecahkan masalah permukiman kumuh muncul kembali setelah mandeg beberapa dekade. Ketika itu Perumnas harus survive mengelola Rusunawa yang dibangunnya dengan kecenderungan yang selalu merugi. Subsidi Pemerintah untuk pengelolaan akhirnya berhenti total seiring munculnya masalah multi demensi, yaitu terjadi krisis moneter yang dimulai tahun 1998 menjadikan kebijakan dan program penataan permukiman kumuh dengan Rumah Susun
Foto : Buchori
Anak-anak menikmati arena bermain di area Rusunawa Sewon Bantul
12
ini tidak lagi menjadi agenda penting bagi pemerintah sampai menjelang tahun 2003. Ganjalan dalam penyelenggaraan Rusunawa sejak tahun 2003 adalah ketika UU No 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun belum dicabut. Pada Pasal 5 ayat 2 berbunyi: Pembangunan Rumah Susun dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta. Hal ini makin ditegaskan dalam pasal 1 ayat 1 PP no 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun. Kedua produk pengaturan dan perundangan itu tidak mengisyaratkan Pemerintah boleh membangun Rusun, baik Rusun milik maupun Rusun Sewa melalui proyek fisik yang tercantum dalam DIPA K/L. Pembangunan fisik dilakukan oleh BUMN/D, Koperasi dan atau badan usaha milik swasta. Untuk itulah, maka sebenarnya ketika Pemerintah memberikan tugas kepada Perumnas dalam penyelenggaraan hunian vertikal sebagaimana disebutkan dalam Inpres No 5 tahun 1990 adalah kebijakan yang tepat. Namun karena kemudian program itu mandeg, sedangkan kebutuhan makin mendesak, maka pada tahun 2003 atas dukungan DPR Ditjen Perumahan dan Permukiman Departemen Kimpraswil ditugaskan untuk kembali membangun RUSUNAWA pada kawasan perkotaan yang mempunyai masalah kumuh dan tidak lagi bisa diatasi dengan peningkatan kualitas infrastruktur setempat. Pada awalnya, jumlah Rusunawa yang dibangun oleh Departemen Kimpraswil tidak terlalu mencolok dan masih dapat dianggap sebagai kegiatan uji coba. Namun ketika permintaan dan tuntutan penyediaan makin banyak, maka permasalahan muncul. Salah satunya disebabkan karena beberapa peraturan ternyata tidak mendukung keberhasilan penyelenggaraan Rusunawa ini. Sebut saja, dalam pengelolaan lanjut terhadap bangunan Rusunawa. Bahkan hingga sekarang masalah tersebut masih selalu (secara klasik) diungkapkan oleh pihak-pihak tertentu yang lebih senang mencari kesalahan pihak lain ketimbang mencari jalan pemecahan yang lebih elok. Lalu apakah sebenarnya permasalahan itu? Penyelenggaraan Rusunawa tidak pulih biaya ini sejak awal dipastikan merupakan bantuan Pemerintah Pusat yang bangunannya (berupa Barang Milik Negara/BMN) akan dihibahkan kepada Pemerintah Daerah. Karena dengan status hibah, Pemda dapat mengelola sepenuhnya dengan memanfaatkan APBD. Namun Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang disusul dengan PP no 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan PMK 96 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindah Tanganan Barang Milik Negara/ Daerah, serta Permendagri no 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, kurang sejalan dengan upaya Kementerian PU dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat dengan penyediaan hunian layak yang memang menjadi hak setiap warga negara yaitu dengan menghibahkan bangunan Rusunawa kepada Pemerintah Daerah. Berkat kerjasama Kementerian PU dengan berbagai pihak, terutama Kementerian Keuangan, UKP4, dan Pemerintah Daerah, maka permasalahan tersebut lambat laun dapat diperkecil dan ditemukan celah-celah aman untuk mempercepat proses penyerahan aset (BMN RUSUNAWA), meskipun butuh waktu dan kerjasama dari berbagai pihak. Permasalahan demi permasalahan telah diatasai bersama
Foto : Buchori
info baru
Seorang bocah melongok ke luar dengan pengamanan dari pagar besi di balkon
hingga saat ini. Semua pihak sangat diharapkan saling membantu, dan keyakinan akan dapat mengatasi masalah tersebut di masa yang akan datang di mana pembangunan Rusunawa masih dipertahankan menjadi program strategis sampai RPJMN 20102014. Kementerian PU diberi tugas untuk membangun 250 Twin Blok atau 24.750 unit Satuan Rumah Susun (Sarusun). Tidak secara eksplisit RUSUNAWA disebut Dalam UU No 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun. Salah satunya hanya di pasal 15 yang mengamanatkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemprov dan Pemkot/Kabupaten. Pembinaan tersebut akan dilakukan pada hal-hal yang meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan, khususnya untuk penyelenggaraan Rusunawa ini ditambahkan hal yang sangat penting yaitu pengelolaan bangunan gedung dan pemanfaatan dalam hal ini termasuk penghunian, disebutkan pula bahwa penyelenggaraan Rumah Susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab. Rumah susun yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dapat dikategorikan baik sebagai Rusun umum maupun Rusun khusus dan ada juga yang dibangun sebagai Rusun negara yang berfungsi sebagai tempat tinggal serta penunjang pelaksana tugas pejabat dan/atau Pegawai Negeri sebagaimana diamanatkan dalam UU no 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, ketiga kategori rumah susun tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memfasilitasinya dalam tugas dan wewenang pemerintah. Tugas tersebut diantaranya adalah alokasi dana, pencadangan/ pengadaan tanah, fasilitasi peningkatan kualitas dan untuk pemerintah kota/kabupaten ditambah wewenang dalam menetapkan zonasi dan pembangunan Rumah Susun. Yang paling membuat lega adalah bahwa dalam Undangundang no 20 tahun 2011 ini tidak tersirat bahwa pemerintah tidak diperkenankan membangun Rusunawa, karena disebutkan bahwa Pemerintah wajib memfasilitasi penyediaan rusun umum, Rusun khusus dan Rusun negara, bentuk fasilitasi tentu saja beraneka ragam termasuk pengalokasian dana pembangunan Rusunawa pada DIPA Ditjen Cipta Karya. Upaya Ditjen Cipta Karya dalam memberikan yang terbaik bagi masyarakat miskin di kawasan perkotaan melalui pembangunan Rusunawa bukan hal yang mudah. Tugas dan mandat RPJMN harus dijalankan dengan baik dan aman, sudah satu dasawarsa
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
13
info baru Rusunawa tidak pulih biaya ini digulirkan dengan berbagai tantangan termasuk target yang dari sisi kebutuhan memang masuk akal. Tapi di sisi kesiapan lahan (disediakan oleh Pemda) masih sulit dicapai. Belum lagi masalah penghunian yang sampai saat ini masih banyak Rusunawa yang belum dimanfaatkan dengan aneka alasan dan permasalahan yang hampir keseluruhannya diluar kemampuan dari Ditjen Cipta Karya. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat dan upaya para pejabat dan pelaksana
yang memang mendapatkan tugas dalam penyelenggaraan Rusunawa Kementerian Pekerjaan Umum yang selalu bekerja dan juga berpikir bagaimana menyelesaikannya. Semua percaya bahwa rencana yang baik dan kerja keras yang tulus pasti membuahkan hasil yang baik pula….. *) Pejabat Fungsional Ahli Madya Tata Bangunan dan Perumahan **) Kasubdit Peningkatan Permukiman Wilayah 1, Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya
Rumah susun yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dapat dikategorikan sebagai Rusun umum maupun Rusun khusus dan ada juga yang dibangun sebagai rusun negara yang berfungsi sebagai tempat tinggal serta penunjang pelaksana tugas pejabat dan/atau Pegawai Negeri
Foto : Buchori
Para penghuni Rusunawa Sewon Bantul
14
Foto : Buchori
info baru
Meniti Upaya Terwujudnya
NSPK Bidang Permukiman Alva Ayu Octavionesti & Arum Novia Wijayanti *)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun menjadi nafas baru dalam pergerakan kegiatan pengembangan permukiman.
Warga Pagerjurang, Kepuharjo, DIY, sudah dapat menikmati rumahnya yang tetap
W
alaupun kedua undang-undang tersebut merupakan hasil perbaikan dari undang-undang sebelumnya, perlu ada pembaharuan kembali amanat-amanat pasal yang termaktub di dalam batang tubuh kedua peraturan perundangan tersebut. Sudah terlewat dua tahun semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, namun nampaknya Pemerintah perlu melakukan upaya yang lebih keras dalam mendorong percepatan terwujudnya Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Bidang Permukiman, sebagai penjabaran teknis kedua undang-undang dalam mencapai tertib penyelenggaraan kegiatan pengembang an permukiman. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria atau disingkat NSPK,
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
15
info baru
Rusunawa Tanjung Balai
mulai digaungkan sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Bergerak dari PP Nomor 38 Tahun 2007, NSPK menjadi pedoman bagi daerah dalam mempertegas urusanurusan yang menjadi kewenangan daerah. Namun di luar dari nuansa otonomi daerah di dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 tersebut, dalam kerangka kebijakan nasional, NSPK merupakan hal penting sebagai guidance untuk memperjelas arah kebijakan pembangunan bagi pemerintah daerah. Berdasarkan penjelasan dalam Pasal 9 ayat (3) PP Nomor 38 Tahun 2007, Norma adalah aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah. Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Prosedur adalah metode atau tata cara untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan Kriteria adalah ukuran yang dipergunakan menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari keempat komponen penjelasan tersebut perlu adanya dukungan untuk mencapai terwujudnya NSPK yang mencakup substansi-substansi pedoman dan acuan yang implementatif bagi penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sebab, tidak hanya kebutuhan untuk menjawab pelaksanaan kegiatan yang berlandaskan hukum, namun juga petunjuk teknis yang dapat diimplementasikan pada lingkup lokal (kabupaten/ kota). Khusus dalam penyelenggaraan permukiman, permukiman memiliki lingkup kompleks yang memerlukan tindak lanjut segera terkait tata cara penanganan dalam bentuk-bentuk pengaturan untuk menjamin tertib penyelenggaraan kawasan permukiman. Dalam pengantarnya pada penyelenggaraan Sosialisasi NSPK Bidang Permukiman tanggal 23-24 Mei 2013 lalu. Bak gayung bersambut, ungkapan Direktur Pengembangan Permukiman tersebut rupanya diamini oleh perwakilan Bappeda Kota Langsa sebagai peserta Sosialisasi. Kota Langsa mengalami permasalahan permukiman kumuh perkotaan yang terjadi di daerah bantaran sungai sejak puluhan tahun. Kota langsa mengaku membutuhkan aturan dan tata cara untuk mendukung terealisasinya upaya penataan yang telah direncanakan pemerintah daerah Kota Langsa. Hal ini mengingatkan kembali amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 terkait Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. Kondisi tersebut menjadi cermin bahwa ada sebuah kebutuhan mendesak untuk mewujudkan NSPK Bidang Permukiman sebagai arahan
16
kebijakan daerah dan landasan pelaksanaan kegiatan bagi daerah. Contoh lain dalam kendala pengimplementasian UndangUndang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun adalah, Pasal 16 ayat (2) terkait kewajiban pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20 % (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. Klausul tersebut menjadi sharing point antara pemerintah daerah dan pengembang untuk menyediakan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tentu hal ini menjadi peluang bagi pemda, namun ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban menyediakan rumah susun umum sebagaimana dimaksud pada Pasal tersebut belum ada tindak lanjutnya. Kasus lain yang menjadi semangat untuk bergegas menghasilkan turunan amanat-amanat kedua undang-undang tersebut adalah ketentuan pada BAB VII Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 terkait Peningkatan Kualitas, pada ketentuan bab tersebut yang dimaksud peningkatan kualitas adalah kegiatan pembangunan kembali yang dilakukan melalui pembongkaran, penataan, dan pembangunan. Kegiatan peningkatan kualitas ini termasuk di dalamnya adalah kegiatan penghunian sementara dan penghunian kembali penghuni rumah susun. Peningkatan kualitas yang sifatnya prakarsa, atau dinilai layak untuk diperbaiki memungkinkan pemerintah daerah untuk melakukan persiapan sebelum pelaksanan peningkatan kualitas rumah susun, namun untuk hal yang bersifat darurat seperti bencana alam yang mengakibatkan rumah susun menjadi membahayakan bagi penghuni maupun lingkungan rumah susun, tidak dapat ditawar lagi bahwa penyelenggaraan peningkatan kualitas rumah susun harus segera dilaksanakan. Termasuk didalamnya pelaksanaan penghunian sementara penghuni rumah susun dan penghunian kembali penghuni rumah susun. Tidak hanya kendala dalam ketersediaan mekanisme pelaksanaan, namun hal krusial lain yang menjadi kendala ketika bentuk SHM Sarusun dan SKBG Sarusun belum ada ketentuannya. Beberapa hal tersebutlah yang akhirnya menjadikan Direktorat Pengembangan Permukiman terus bergerak mendorong perwujudan NSPK Bidang Permukiman terutama dalam mendukung tersusunnya acuan teknis terkait implementasi kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Sudah terlewat dua tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011, namun dari 15 Peraturan Pemerintah, 3 Peraturan Menteri dan 1 Peraturan Daerah amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan 12 Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Menteri, dan 2 Peraturan Daerah amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 , belum ada satu amanat PP ataupun Peraturan Menteri yang lahir sebagai tuntutan teknis dari kedua undang-undang tersebut. Terlepas dari kontroversi kedua peraturan perundangan tersebut, saat ini Pemerintah masih berusaha untuk merampungkan beberapa PR (Pekerjaan Rumah) terkait perumusan dan penetapan amanat PP maupun peraturan menteri. Namun perwujudan NSPK Bidang Permukiman perlu terus didukung oleh beberapa pihak terkait hingga produk-produk NSPK Pengembangan Permukiman yang saat ini masih dalam proses legalisasi maupun proses penyusunan menjadi paripurna. *) Staf Subdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya
info baru
Membangun Sinergi Penanganan Permukiman Kumuh
Melalui NUSSP Fase 2 Anita Listyarini *)
Target yang hendak dicapai NUSSP-2 adalah terbebasnya 3.000 hektar permukiman di perkotaan dari kekumuhan. Lebih kecil daripada NUSSP-1 (karena dalam NUSSP-2 diutamakan penuntasan kumuh di satu kawasan, bukan pemerataan paket pekerjaan).
Sekilas Program Penataan Kumuh di Indonesia Permukiman kumuh merupakan permasalahan utama bagi
Foto : Buchori
Pemotor melintas di atas jalan pelantar di Desa Tanjung Unggat dengan tenang.
K
ementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya akan melanjutkan program penataan permukiman kumuh perkotaan melalui program Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) Tahap 2 pada tahun 2014-2017. Program ini akan dibiayai melalui pinjaman Asian Development Bank (ADB). NUSSP-2 dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan kabupaten/kota dan masyarakat yang berdaya, serta mampu menciptakan lingkungan perumahan dan permukiman yang se hat, layak dan produktif secara mandiri dan berkelanjutan. Upaya penanganan permukiman kumuh di perkotaan mem butuhkan dukungan kapasitas sumberdaya manusia dan kelem bagaan pemerintah kabupaten/kota secara memadai serta ke tersediaan rencana, strategi dan program aksi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Meningkatnya luas permukiman kumuh di perkotaan telah menimbulkan dampak pada peningkatan frekuensi bencana ke bakaran dan banjir, meningkatnya potensi kerawanan dan kon flik sosial, menurunnya derajat kesehatan masyarakat, serta me nurunnya kualitas pelayanan dasar permukiman yang ada.
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
17
banyak kota di Indonesia, dan sebetulnya bukan hal yang baru muncul dalam beberapa tahun belakangan. Indonesia boleh berbangga sebagai bangsa yang pertama menerapkan solusi penanganan kumuh yaitu dengan program Kampong Improvement Program 1969-1989. Bahkan secara internasional KIP telah diakui keberhasilannya oleh Aga Khan Foundation yang menganugerahi penghargaan bagi KIP karena prinsipnya yang terjangkau, replicable, berkelanjutan, fleksibel, in situ, dan beragam. Meskipun prestasi pernah terukir pada waktu lampau, perjalanan menuju permukiman tanpa kumuh tidaklah semakin ringan. Dinamika pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan menjadi tantangan utama dalam mengatasi permukiman kumuh. Setelah memasuki era industrialisasi pada tahun 1980-an pertumbuhan penduduk perkotaan Indonesia saat ini menjadi dua kali lipat. Pada tahun 1980 tercatat tingkat urbanisasi adalah 22,3%, sedangkan proporsi penduduk perkotaan pada 2011 mencapai 45% menurut survei Potensi Desa (Potdes) yang dirilis BPS. Setelah Program KIP yang mendunia, Kementerian Pekerjaan Umum tidak menjadi mundur dalam upaya menuntaskan permukiman kumuh. Tahun 1984-1989 dilaksanakan Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) yang juga masih menerapkan prinsip-prinsip KIP untuk membangun prasarana dasar di permukiman kumuh dan juga menekankan pada ke terpaduan dan peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan urusan-urusan yang menjadi tanggung ja wabnya secara otonom. Pada 1989-2000 bergulir Pembangunan Perumahan Ber basis Pada Kelompok (P2BPK), mulai diperkenalkan konsep pembangunan modal sosial dan modal ekonomi masyarakat di samping modal fisik yang berupa prasarana dasar permukiman. Setelah P2BPK, sekitar tahun 1999 dicanangkan program yang juga mensasar masyarakat miskin perkotaan yaitu P2KP atau Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan. Tidak berhenti di situ, Kementerian Pekerjaan Umum masih terus mengasah program yang dapat mengakhiri permukiman kumuh di Indonesia. Target Pengentasan Permukiman Kumuh Permukiman kumuh memang perlu diatasi secara sinergi karena merupakan permasalahan yang multi aspek. Pertama, kumuh indentik dengan kemiskinan. Tak jauh dari kemiskinan tersebut adalah aspek ekonomi, sosial, dan kesehatan yang menjadi inti penanganan. Maka berbagai institusi baik di tingkat nasional hingga lokal menunjukkan kepeduliannya terhadap permasalahan ini melalui program-program yang sesuai dengan tugas utama masing-masing. Tidak hanya institusi negara, bahkan swasta pun banyak yang turun tangan pada berbagai level. Sayangnya meskipun banyak pihak yang mengepung permasalahan kumuh ini secara bersama, luas permukiman kumuh tidak juga menurun. Penanganan permukiman kumuh di perkotaan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dilandasi oleh cita-cita mewujudkan permukiman yang layak sebagai pemenuhan salah satu hak dasar (basic rights) manusia. Secara simultan aspek ekonomi dan sosial masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh perlu ditangani, namun Direktorat Jenderal Cipta Karya sesuai tugas utamanya lebih fokus pada penyediaan prasarana dasar untuk mewujudkan permukiman yang layak. Pada September 2000 PBB mengeluarkan target global dikenal sebagai Millenium Development Goals, dengan target
18
Foto : Anita
info baru
Hasil pelaksanaan program NUSSP tahap 1
terkait permukiman kumuh yaitu “Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020”. Target ini pun diacu sebagai target nasional penanganan permukiman kumuh. Membangun Sinergi Penanganan Kumuh Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) lahir pada 2004. Konsepnya, di samping membangun prasarana dasar di permukiman kumuh perkotaan dan membangun permukiman baru bagi masyarakat miskin, proyek ini juga mensinergikan pembiayaan mikro perumahan, sertifikasi tanah, serta penguatan institusi pemerintah pusat maupun pemerintah kota/kabupaten yang terlibat. Tersebar di 32 kota dan kabupaten di 17 propinsi, NUSSP dilaksanakan hingga 2010 melalui pendanaan pinjaman Asian Development Bank (ADB), APBN, APBD, serta kontribusi masyarakat. Dari investasi pinjaman luar negeri senilai US$ 74.380.000 tersebut, permukiman kumuh seluas 6.597 ha telah tertangani dan bermanfaat bagi kurang lebih 785.000 keluarga. Berdasarkan evaluasi hasil pelaksanaan NUSSP, Direktorat Jenderal Cipta Karya berkoordinasi dengan Bappenas meru muskan proyek NUSSP fase 2. ADB masih menjadi sumber dana terbesar pada NUSSP fase 2 yang ditargetkan efektif pada tahun 2014. Rencananya nilai pinjaman tidak berbeda jauh dari NUSSP terdahulu yaitu sebesar US$ 74.400.000. Target yang hendak dicapai adalah terbebasnya 3.000 hektar permukiman di perkotaan dari kekumuhan. Luas permukiman yang disasar ini memang lebih kecil daripada NUSSP karena dalam konsep penanganan kekumuhan di lokasi sasaran NUSSP fase 2 diutamakan penuntasan kumuh di satu kawasan, bukan pemerataan paket pekerjaan. Proses perencanaan partisipatif diluncurkan mulai pe ren canaan prasarana di permukiman kumuh, lingkungan hunian, dan dikonsolidasikan menjadi rencana pembangunan pra sa rana perkotaan khususnya dengan tema untuk penanganan per mukiman kumuh. Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) dan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) menjadi acuan bagi rencana
info baru partisipatif skala perkotaan tersebut. SPPIP memang merupakan salah satu syarat bagi kota dan kabupaten yang hendak ambil bagian dalam NUSSP fase 2 ini. Nantinya rencana partisipatif tersebut dibangun melalui dua mekanisme yang berbeda, sebagai Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dengan konstruksi secara swadaya atau sebagai paket pekerjaan kontraktual yang dilaksanakan oleh kontraktor. Prasarana yang dibangun oleh kontraktor adalah yang berskala lebih luas dari lingkungan sehingga membutuhkan keterpaduan dengan sistem yang lebih utama, dan umumnya tidak dapat dilaksanakan oleh masyarakat secara swadaya karena kendala teknologi. Pemerintah kota/kabupaten adalah pengemban wewenang untuk menetapkan lokasi perumahan dan permukiman kumuh. Oleh karena itu tidak berbeda dari sebelumnya, NUSSP fase 2 mengharapkan partisipasi pemerintah kota/kabupaten dalam mendanai penanganan permukiman kumuh pun diharapkan cukup signifikan. Bentuknya berupa kontribusi pendanaan sebesar hingga dua puluh persen dari dana pinjaman yang dialokasikan untuk kota/kabupaten yang bersangkutan. Kepedulian pemerintah kota/kabupaten khususnya kepala daerah merupakan kunci utama untuk mengatasi permukiman kumuh. Maka tidak dilupakan pula bahwa penguatan kemampuan aparat pemerintah kota/kabupaten dalam melakukan tata kelola yang responsif terhadap permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang belum menikmati permukiman yang layak huni adalah mutlak diperlukan. Dalam NUSSP, penguatan kapasitas pemerintah daerah dilakukan dengan pemberian pedoman dan pendampingan dalam penyusunan rencana penanganan permukiman kumuh, selain itu dibangun kerjasama dengan institusi pendidikan
yang memberikan pengetahuan dan teori kepada para aparat pemerintah dan pemerintah daerah tentang tata kelola perkotaan yang baik dan berpihak pada MBR. Tantangan pencapaian Target MDGs Target MDGs belum lama berselang pernah dipertegas lagi oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu bahwa Indonesia bebas dari permukiman kumuh pada tahun 2020. Perjalanan menggapai impian tersebut masih perlu diupayakan bersama oleh pemerintah, pemerintah kota/kabupaten, swasta dan, masyarakat. Belajar dari pelaksanaan NUSSP, masih tersisa tugas bagi Pemerintah untuk merumuskan dan mengambil langkah strategis dalam hal pembiayaan mikro perumahan. Komponen ini dalam NUSSP mengalami kendala, sehingga hanya dapat disalurkan pada 1.441 KK, dari target awal yang dipatok jauh lebih tinggi, 30.000 KK. Demikian pula sistem pengadaan tanah untuk perumahan dan permukiman yang banyak dituding sebagai penyebab lambatnya penuntasan masalah permukiman kumuh di Indonesia. Pelaksanaan NUSSP fase 2 ini dalam beberapa tahun ke depan membangkitkan harapan bagi penanganan permukiman kumuh di Indonesia. Dibutuhkan masukan, kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak agar suatu model penanganan permukiman kumuh di Indonesia dapat dibuat dan disempurnakan terus. Sehingga seluruh kota/kabupaten yang memiliki permukiman kumuh mampu dan mau menjadikan hal ini sebagai salah satu prioritas pembangunan di daerahnya. *) Staf Subdit Perencanaan Teknis, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
19
info baru
Agropolitan/ Minapolitan dalam Pembangunan Permukiman Perdesaan Berkelanjutan Judi Indradjaja *)
Menurut UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, permukiman merupakan lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
K
awasan permukiman terdiri dari beberapa aspek yang membentuk sebuah kesatuan. Sistem per mukiman terdiri dari beberapa aspek antara lain: sistem jaringan sarana prasarana, sistem kepen dudukan, sistem sosial, sistem perumahan dan sis tem kelembagaan. Kawasan permukiman harus memiliki jaringan sarana dan prasarana yang mampu mendukung dan melayani kebutuhan masyarakatnya. Sarana yang harus disediakan seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, niaga, peribadatan, peme rintahan, pelayanan umum, dan lain-lain. Sedangkan prasarana yang harus ada, seperti jalan, drainase, listrik, telepon, sanitasi, persampahan, dan juga air bersih. Pembangunan permukiman perdesaan idealnya merujuk kepada pembangunan yang berkelanjutan. Keberadaan perde
20
Jalan Produksi - Kawasan Minapolitan Ciemas, Kab. Sukabumi
saan dengan potensinya yang khas membuat perdesaan tersebut memiliki nilai yang strategis dan menjadi aset negara yang perlu diperhatikan keberlanjutannya. Keberlanjutan dari suatu permukiman perdesaan itu sendiri dapat dilihat dari setiap aspek kehidupan yang mempengaruhinya antara lain aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat. Dalam wacana teoritis, secara sosial ekonomi sebenarnya kawasan perdesaan justru menampilkan kemandirian. Keberagaman corak sosial dan ekonomi di perdesaan merupakan fenomena yang menarik karena secara sosial, perdesaaan selalu dicirikan sebagai komunitas dengan tingkat ”kebersamaan” yang istimewa seperti gotong royong yang hidup secara dinamik. Di perdesaan pula di temui berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang beragam sebagai perwujudan komunitas perdesaan untuk bertahan. Permukiman perdesaan, dengan demikian, bukan hanya tempat ”hunian” semata, melainkan juga tempat kehidupan yang sesunguhnya. Oleh karena itu beberapa potensi kawasan baik dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi yang ada dapat dijadikan modal keberlanjutan kawasan permukiman perdesaan tersebut. Pembangunan permukiman perdesaan merupakan salah satu tujuan pembangunan Nasional. Terdapat nilai strategis, yaitu se bagai sumber utama pengelolaan sumber daya alam yang berbasis agraris (pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan) selain itu juga berupa pertambangan mineral (batu bara, nikel, bauksit, dan emas). Dengan kata lain, kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang berbasis agraris merupakan dasar penguatan ketahanan pangan. Menyadari pentingnya peran dan strategis kawasan perdesaan dalam penguatan ketahanan pangan, maka perlu di lakukan pembangunan secara terintegrasi, efisien, berkualitas, berakselerasi tinggi dan tersinkronisasi dengan seluruh dukungan kementerian/lembaga/dinas yang terkait. Salah satu pendekatan pembangunan perdesaan yang telah dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Ditjen Cipta Karya melalui Direktorat Pengembangan Permukiman adalah dengan pengembangan Kawasan Agropolitan/Minapolitan. Pengembangan kawasan agropolitan bertujuan untuk menstimulasi timbulnya sentra-sentra produksi pertanian berbasis
info baru pada potensi yang dimiliki oleh kawasan perdesaan. Sedangkan pengembangan kawasan minapolitan bertujuan untuk mening katkan produksi perikanan tangkap maupun budidaya, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi (ekonomi lokal) yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah/wilayah yang bersifat interregional maupun intraregional. Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Bab I Pasal 1 ayat 24, Kawasan Agropolitan adalah sebagai ka wasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan penge lolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem per mukiman agrobisnis.
Sedangkan Kawasan Minapolitan merupakan turunan dari Ka wasan Agropolitan, yaitu bagian wilayah yang mempunyai fung si utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau ke giatan pendukung lainnya. Sama halnya dengan agropolitan, konsep minapolitan juga dicetuskan Friedman dan Douglas (1985) sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan berpenduduk antara 50.000-150.000 jiwa. Berdasarkan pengalaman dan fakta lapangan, kegiatan pe ngembangan kawasan Agropolitan/Minapolitan telah mem be rikan dampak positif terhadap peningkatan mutu permukiman di kawasan tersebut. Pembangunan infrastruktur dasar serta sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan Norma, Standar,
Kawasan Agropolitan Sembalun 2
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
21
info baru
Tambatan Perahu Kawasan Minapolitan PPI Dufa-Dufa Kota Ternate
Pedoman, Manual (NSPM) dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis/minabisnis yang mulai dari hulu sampai hilir. Pengembangan kawasan yang telah dilakukan memberikan ke mudahan sistem agribisnis/ minabisnis yang terintegrasi dengan penyediaan infrastruktur (sarana-prasarana) baik di lokasi kegiatan produksi maupun di permukiman. Dukungan yang diberikan Kementerian PU Ditjen Cipta Karya terhadap kawasan Agropolitan seperti peningkatan jalan poros lingkungan desa, peningkatan jalan usaha tani, Stasiun Terminal Agribisnis (STA), peningkatan pasar hasil-hasil pertanian, untuk kawasan Minapolitan, dilakukan pembangunan talud, packing house, tempat penjemuran, tambatan perahu, tempat pelelangan ikan (TPI) dan pembangunan sarana lainnya yang mendukung pe ngembangan agribisnis / minabisnis. Dari berbagai usaha pengembangan yang telah dilakukan di kawasan Agropolitan dan ternyata telah memberi dampak positif terhadap kegiatan agribisnis/ minabisnis yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Dapat dikatakan bahwa peran penting dari pengembangan kawasan Agropolitan dalam pembangunan perdesaan termasuk pengembangan permukiman adalah kawasan dan sektor-sektor
22
yang dikembangkan sesuai dengan keunikan dan potensi lokal. Kegiatan sektor yang berbasis pada aktivitas masyarakat yang sedang berjalan kemudian diberi dukungan sarana – prasarana yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas lingkungan per mukiman dan peningkatan kegiatan sektor usaha mampu meningkatkan pemerataan. Sementara itu, keberlanjutan pe ngembangan kawasan dan sektor lebih memiliki kepastian karena sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan kom paratif dibanding dengan sektor lainnya. Agropolitan/Minapolitan dalam proses pembangunan diha rapkan menjadi salah satu alternatif dalam mendukung konsep permukiman yang baik dan berkelanjutan dimana sebuah lingkungan permukiman sebagai salah satu aset yang dimiliki masyarakat dapat terus terpelihara dan bagaimana sebuah lingkungan permukiman dapat menunjang proses bermukim dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi secara seimbang serta bagaimana lingkungan tersebut dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik. *) Kepala Satker Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Strategis
info baru
Menyehatkan PDAM
Melalui Bantuan Manajemen dan Program Sejak digulirkan tahun 2007 lalu, program penyehatan PDAM Direktorat Pengembangan Air Minum (Dit. PAM), Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum berjalan cukup efektif. Jumlah PDAM sehat meningkat, dari 79 PDAM di tahun 2007 menjadi 150 PDAM di tahun 2012, naik hampir 100% dalam lima tahun. Namun, jumlah PDAM sehat itu baru 40% dari total 375 PDAM di Indonesia.
M
engingat target MDGs 2015 sangat tergantung pada kinerja PDAM, Pemerintah pun terus meng genjot Program ini hingga sekarang. Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya Danny Sutjiono menegaskan, PDAM merupakan ujung tombak cakupan pelayanan air minum kepada masyarakat. Alasannya, menurut Danny, pembangunan di sektor hulu oleh pemerintah pusat, berupa instalasi pengelolaan air dan jaringan distribusi utama, tidak akan berjalan tanpa disertai pembangunan di sektor hilir, yaitu berupa pembangunan jaringan tersier sampai dengan pemasangan sambungan rumah oleh para tukang ledeng. “Untuk itulah kita sangat berkepentingan untuk membuat PDAM menjadi sehat karena pelayanan kita ditentukan oleh kinerja PDAM,” kata Danny. Penyehatan PDAM menurut Danny semakin mendesak, me ngingat capaian target MDGs 2015 sebesar 68,88% tinggal dua tahun lagi. Berdasarkan kalkulasi Dit. PAM, capaian target MDGs ini sebenarnya bisa lebih cepat dilakukan. Ia menjelaskan, berdasarkan data 2011, cakupan pelayanan air minum nasional baru mencapai 55,04%, masih ada gap 13,87% yang harus dikejar. Menurutnya, gap tersebut bisa dipenuhi dengan memanfaatkan potensi idle capacity (kapasitas belum termanfatkan) yang mencapai 44.653 lt/dt. Apabila dikonversikan,
Danny Sutjiono, Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya
maka idle capacity tersebut akan menyumbang 7% cakupan la yanan, sehingga tinggal sisa 6,87%. Sisa tersebut, tambah Danny, apabila dibagi dalam empat tahun dari 2011 hingga 2015 maka tiap tahunnya pemerintah hanya perlu menambah 1,7%. “Dari hitungan kapasitas kita optimis target bisa tercapai. Tapi yang dihitung dalam MDGs adalah jumlah SR yang tersambung. Itulah yang kita dorong kepada PDAM untuk menambah jumlah SR,” kata Danny. Untuk mendorong hal tersebut, tahun 2011 Dit. PAM jemput bola dengan menjaring PDAM untuk mengikuti program pe nyehatan. Sebanyak 30 PDAM mengikuti program penyehatan pada tahun itu. Tahun 2012, program kembali dilakukan dengan 30 PDAM peserta dan tahun 2013 ini sebanyak 70 PDAM mengikuti program tersebut. Total, terdapat 200 PDAM mengikuti program penyehatan. Dalam program ini, Dit. PAM bekerjasama dengan Badan Pen dukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) untuk melakukan studi bantuan teknis. Hasil dari studi tersebut menelurkan Rencana Tindak Turun Tangan (RT3). Rencana ini berisi usulan kepada pihak Dit. PAM untuk memberikan bantuan dalam bentuk bantuan manajemen, bantuan program maupun business plan. Bantuan Manajemen (Banmen) merupakan program pem binaan dalam rangka perbaikan menajemen, peningkatan pen dapatan, efisiensi biaya dan peningkatan kapasitas SDM PDAM. Metode yang dipakai dalam Bantuan Manajemen penyehatan PDAM adalah “Metode Instan” yang memberikan rekomendasi kiatkiat untuk meningkatkan pendapatan dan efisiensi biaya PDAM. Bentuk pembinaan dalam hal ini adalah penyusunan pemberian motivasi dan advisory, OJT (On The Job Training), pelatihan sampai dengan bagaimana menyakinkan walikota. “Kadangkala kelemahan PDAM itu tidak bisa mempresentasi kan dengan baik program mereka kepada pimpinan daerahnya, sehingga programnya ditolak. Hal-hal sepele seperti itu perlu kita dampingi dan itulah yang disebut bantuan manajemen,” tambah Danny.
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
23
info baru 1
2
3
4
5
6
7
Kapasitas Terpasang (lt/dt)
Jumlah Penduduk BPS 2011 (Jiwa)
Jumlah Penduduk Terlayani (Jiwa)
Cakupan Pelayanan Nasional 2011 (%)
Idle Capacity (lt/dt)
Perkiraan Jumlah jiwa terlayani dari Idle Capacity (jiwa)
Persentase Jumlah jiwa terlayani dari Idle Capacity (%)
158.351
237.641.326
130.702.729
55%
55%
17.861.200
7%
Cakupan Pelayanan Existing 2011
55,04 %
Target MDG’s 2015
GAP
Potensi Idle Capacity
APBN Reguler
13.87 %
Pengembangan SPAM Baru
7%
Water Hibah
68,87 %
Pinjaman Perbankan
Percepatan SR Dana APBD
6,87 %
Percepatan SR Dana PDAM
Idle Capacity
Untuk bantuan program, berupa optimalisasi dan fungsio nalisasi SPAM yang ada. Produk yang dihasilkan kegiatan Bantuan Program (Banpro) berupa perbaikan komponen sistem penyediaan air minum di PDAM dalam upaya menurunkan biaya operasional, mengembalikan efisiensi sistem jika sudah terjadi penurunan, dan mengoptimalkan kinerja sistem terpasang. Bentuk nyatanya seperti rehabilitasi IPA, pompa dan genset, mengubah penggunaan genset solar dengan PLN, meter induk, perbaikan jaringan transmisi air baku serta jaringan distribusi utama. Danny melihat, masih banyak PDAM belum melakukan pe rawatan dengan baik. Ia mencontohkan PDAM Manowari, disana menurut Danny, masih terdapat pompa yang sudah 10 tahun tidak diganti. Dengan daya listrik yang sama tapi kapasitas turun tentu hal tersebut tidak efektif. “Ada juga yang pipanya buntu, dari kapasitas 100 turun menjadi 60 tanpa pernah diback wash. Untuk itu kita bantu melalui Banpro,” tambah Danny.
24
Dalam program penyahatan ini, Dit. PAM sangat serius. Hal ini ditunjukkan dangan kenaikan anggaran untuk program ini tiap tahunnya. “Awalnya tahun 2011 kita anggarkan 100 milyar, untuk tahun 2013 ini kita berikan sekitar 300 milyar,” kata Danny. Berdasarkan hasil diagnosa PDAM dalam program penyehatan Dit. PAM dan BPPSPAM, permasalahan utama PDAM sakit adalah tarif. Tarif yang belum full cost recovery membuat PDAM tidak berkembang. Setelah tarif diikuti masalah SDM dan inefisiensi biaya. Kemudian diikuti permasalahan kerusakan meter pelang gan, cakupan pelayanan, tunggakan utang, kehilangan air dan terakhir jam operasi. Lebih lanjut menurut Danny, dengan Banmen dan Banpro yang diberikan, idealnya PDAM bisa sehat dalam jangka waktu tiga tahun. Namun kenyataannya sangat variatif, ada yang lebih ada yang kurang. Hal ini menurut Danny tergantung dari komitmen bupati maupun walikotanya. Ia melihat salah satunya, masih ter dapat bupati/walikota yang mengangkat direksi PDAM bukan
info baru
PDAM merupakan ujung tombak cakupan pelayanan air minum kepada masyarakat. Danny Sutjiono, Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya
orang sesuai dan mengerti tentang PDAM. “Kalau mau komitmen harus menempatkan orang yang sesuai, sehingga semua siap dan hasilnya bagus,” kata Danny. Koordinasi Program Selain Dit. PAM dan BPPSPAM, program penyehatan PDAM ini juga dilakukan oleh Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) dan juga Indonesia-Urban Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH). Menanggapi hal tersebut, pihak Dit. PAM menurut Danny, bekerja sesuai dengan surat edaran Dirjen Cipta Karya dan juga Peraturan Pemerintah yang ada.
Status Awal 2010
Jumlah Total PDAM Sudah Audit Kinerja
Sehat
Ia menjelaskan, BPPSPAM punya kewajiban melakukan pem binaan kepada PDAM, monitoring dan evaluasi kinerja dan se kaligus membuatkan business plan yang dituangkan dalam RT3. Kemudian, Dit. PAM menindaklanjuti dengan Banmen dan Banpro. “IUWASH juga berada dalam kendali kita, dulu memang mereka bergerak sendiri. Acuannya penyehatan PDAM adalah RT3, sehingga kendali ada di kita semua,” kata Danny. Untuk PERPAMSI, Danny melihat asosiasi ini sebagai partner dalam pembinaan PDAM serta memudahkan komunikasi antara Ditpam dengan PDAM. “Kadang mereka juga turut membantu da lam program tapi tidak maksimal,” kata Danny. (Teks : Danang)
375
344
Belum Audit
Kurang Sehat/ Sakit
144
31
Ditangani BPKP dan BPPSPAM
200
Status 2012 Barmen 2011-2012
Sehat
20
Status 2013
100
Barmen 2013
Kurang Sehat/ Sakit
80
Banpro 2013 Prediksi Sehat 2014
33
Prediksi Sehat
97
70
13
Kurang Sehat/ Sakit
Banpro >2013
Kurang Sehat/ Sakit
64
Banpro >2013
64
Barmen 2014
30
Banpro >2013
30
57
40
Banpro >2013
134
Progres Status Kinerja PDAM
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
25
info baru
2014
PU Sebar SPAM di 392 Kabupaten/Kota Direktorat Pengembangan Air Minum (PAM) Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya pada TA 2014 merencanakan untuk membangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang tersebar di 393 kabupaten/kota di 32 provinsi seluruh Indonesia. (tidak termasuk Provinsi DKI Jakarta).
M
enurut Direktur Pengembangan Air Minum (PAM), Danny Sutjiono pada Ekspose Pengembangan Air Minum Tahun Anggaran (TA) 2014 di Jakarta, Jumat (21/6), pembangunan SPAM terbagi ke dalam beberapa jenis dan tersebar di beberapa wilayah yang telah ditentukan berdasarkan tingkat prioritas ke butuhan. Menurut Danny Sutjiono, pembangunan SPAM pada TA 2014 terdiri atas SPAM terfasilitasi, SPAM di kawasan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), SPAM di kawasan khusus, SPAM Ibu Kota Kecamatan (IKK), SPAM Perdesaan, dan SPAM regional. Untuk lokasi SPAM terfasilitasi, menurut Danny akan diprio ritaskan terhadap 170 PDAM yang telah mendapat rekomendasi Dit. PAM berdasarkan kajian yang diterbitkan BPPSPAM. “Jika dari
26
daftar 170 lokasi kegiatan sudah diselesaikan, maka usulan lokasi baru merupakan kegiatan optimalisasi SPAM bagi PDAM yang masuk kurang sehat atau PDAM sakit, dengan tingkat kebutuhan tinggi. SPAM terfasilitasi juga dimanfaatkan untuk mendukung program penurunan kehilangan air dan efisiensi pemakaian energi pada SPAM terbangun,” katanya. Sedangkan pembangunan SPAM di kawasan MBR, menurut Danny Sutjiono, akan dikhususkan di kawasan rumah susun hunian, kawasan kumuh, nelayan, serta mengoptimalkan SPAM IKK untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dengan jumlah SPAM terbangun sebanyak 396 SPAM. Kemudian pembangunan SPAM di kawasan khusus, terutama diprioritaskan di kawasan pengembangan ekonomi terpadu (Kapet), di daerah pemekaran, kawasan perbatasan, dan kawasan pelabuhan/perikanan. Pembangunan di kawasan ini akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pengelola, terutama untuk pembangunan hidrant umum dan sambungan rumah. Direktorat PAM juga pada tahun 2014 merencanakan untuk membangun SPAM Ibu Kota Kecamatan (IKK) di 229 lokasi, khusus untuk program optimalisasi IKK bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sedangkan SPAM perdesaan direncanakan akan dibangun 1.622 desa, diprioritaskan di kabupaten yang berada di wilayah prioritas penanganan. “Pembangunan SPAM perdesaan diprioritaskan di desa yang termasuk dalam daftar desa rawan air berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, dengan mempertimbangkan sumber air yang tersedia,” kata Danny Sutjiono. SPAM perdesaan, menurut Direktur PAM, akan dibangun di lokasi yang sudah memiliki kesiapan lembaga pengelola, apakah berupa Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) atau kelompok masyarakat, sehingga SPAM terbangun bisa bermanfaat maksimal karena ada pihak yang mengoperasikan, memelihara dan mengelolanya. Sedangkan pembangunan SPAM regional pada TA 2014 direncanakan akan dibangun di 50 lokasi yang tersebar di 16 provinsi, dengan memperhatikan adanya kerja sama (MOU) antardaerah kabupaten/kota yang difasilitasi oleh pemerintah provinsi, serta telah memiliki rencana induk SPAM. Sedangkan rencana program penyediaan air minum berbasis masyarakat (Pamsimas) untuk TA 2014, akan dilaksanakan di desa yang sebelumnya belum pernah mendapatkan program Pamsimas, dan memiliki sumber air baku di wilayah desa setempat. Program Pamsimas juga harus didukung oleh adanya kesanggupan masyarakat untuk memenuhi beberapa persyaratan, misalnya tersedianya Kader Pembedayaan Masyarakat bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Kader AMPL), serta bersedia menerapkan pedoman dan petunjuk teknis PAMSIMAS. (yss/ditpam)
Foto-foto : Dodo
info baru
Cipta Karya Kembali
Dukung Ekspedisi Bhakti Kesra Nusantara Ditjen Cipta Karya Kementerian PU kembali berpartisipasi mensukseskan Ekspedisi Bhakti Kesra Nusantara bersama Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra).
P
eserta ekspedisi dilepas langsung dalam upacara pelepasan oleh Menko Kesra, Agung laksono pada Selasa(11/6). “Ini kedua kalinya Ditjen Cipta Karya mengikuti ekspedisi Bhakti Kesra Nusantara. Tahun lalu kami mengutus 4 relawan. Kali ini kami mengutus 6 relawan,” ujar Hadi Prasetyo selaku kepala kelompok. Seluruh peserta mengikuti
upacara pelepasan di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ekspedisi ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pulau terluar Indonesia. Untuk mensukseskan visi tersebut, Ditjen Cipta Karya membawa 3 Dump Truck, 60 Hidran Umum dan 6 pompa alcon, 3000 jerigen, 3000 pipa HDPE dan 30 Pengolahan Air Cepat. Ekspedisi yang dilaksanakan selama 30 hari ini akan menyusuri sembilan pulau terluar di wilayah Indonesia Barat dan Timur. Perjalanan akan dimulai dengan mengunjungi Pulau Siberuk dan Pulau Sipora selama 10 hari di wilayah Indonesia Barat. Dari sana ekspedisi dilanjutkan ke wilayah Indonesia Timur, yaitu Pulau Tello, Pulau Kayuwadi, Pulau Alor, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau Sumba, dan Pulau Komodo. Perjalanan di wilayah Indonesia Timur akan berlangsung selama 20 hari. Bantuan yang dititipkan para donatur akan disalurkan secara merata di sembilan pulau tersebut. (Teks : Danang)
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
27
inovasi
Pendekatan Infrastruktur Hijau Sebagai Adaptasi Terhadap Ancaman Perubahan Iklim Dian Harwitasari *)
Climate Change atau Perubahan Iklim kini menjadi musuh nyata bagi masyarakat dunia. Seperti yang diperkirakan oleh International Panel on Climate Change (IPCC, 2007) bahwa ketinggian permukaan air laut di Indonesia akan meningkat 100 cm pada tahun 2100 sebagai akibat dari meningkatnya temperatur air laut.
Foto : Buchori
Penerapan pembangunan infrasturktur bersih (Clean Development Mechanism) melalui pembangunan TPA Tanjung Pinang yang menerapkan system sanitary landfill.
28
M
eningkatnya level air laut ini dapat mengancam kawasan pesisir karena akan meningkatkan bahaya banjir, erosi pada daerah pantai, merusak bangunan penahan ombak, menenggelamkan pulau-pulau kecil, meningkatkan kadar garam pada air bersih di daerah muara dan mengancam ekosistem pantai. Menurunnya level tanah sebagai akibat dari meningkat nya tingkat pembangunan di kawasan perkotaan juga membuat perkotaan semakin rentan terhadap bahaya climate change. Kota-kota di pesisir pantai menjadi sangat rentan terhadap ancaman climate change, namun yang kawasan permukimanlah yang paling rentan dalam menghadapi segala macam bencana akibat dari climate change. Sektor ekonomi, infrastruktur dan kesehatan manusia merupakan efek yang paling terasa di kawasan permukiman.
Foto : Buchori
inovasi
Sudut hijau Kota Tanjung Pinang yang sudah dibangun dilengkapi dengan Tugu Pensil, arena bermain, jalan pedestrian, penahan abrasi pantai.
Adaptasi terhadap ancaman Climate Change Ancaman Climate Change dan bahaya turunannya dapat dihadapi dengan mitigasi maupun adaptasi. Mitigasi dilakukan untuk me ngurangi penyebab pemanasan global yaitu emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi dilakukan untuk mengurangi efek bu ruk yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Berdasarkan Moser & Satterthwaite (2008), mitigasi dapat dilakukan secara nasional karena mempunyai efek yang cukup luas, sedangkan adaptasi dapat dilakukan secara lokal karena adaptasi hasilnya dapat lang sung dirasakan oleh masyarakat. Adaptasi terhadap climate change ini akan mendukung tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Lebih lanjut Burton dan Lim (2001) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, maka adaptasi haruslah efisien secara ekonomi, meningkatkan nilai sosial dan lingkungan. Munangsihe dan Swart (2005) menambahkan bahwa untuk mencapai adaptasi yang sukses, haruslah berbasis pada kondisi setempat, didukung dengan teknologi, sistem kelembagaan dan kondisi politik yang baik serta mempunyai akses terhadap sumber daya nasional. Adaptasi, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah, terhadap ancaman climate change dilakukan melalui 3 hal yaitu perencanaan dan desain, manajemen pengelolaan dan penguatan kelembagaan (Munangsihe dan Swart,2005).
Perencanaan dan desain dapat dilakukan dengan peren canaan tata ruang dan zoning regulation (peraturan zonasi); serta building codes. Manajemen pengelolaan dapat dilakukan dengan meningkatkan pengelolaan pertanahan, meningkatkan pendidikan tentang lingkungan, mengembangkan sistem per siapan dan keselamatan bencana serta mendorong building codes. Sedangkan penguatan kelembagaan dilakukan dengan pe ningkatan kapasitas pemerintah dalam pengelolaan lingkungan, peningkatan kerjasama antar stakeholder, serta peningkatan akses terhadap informasi dan teknologi. Infrastruktur hijau sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim Kota-kota pesisir di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang secara langsung telah menghadapi ancaman dari perubahan iklim. Berbagai masalah yang timbul seperti banjir dan masuknya air laut ke perkotaan merupakan ancaman bagi masyarakat perkotaan terutama yang tinggal di kawasan permukiman pesisir. Untuk itu pemerintah bersama masyarakat seharusnya segera melakukan berbagai cara adaptasi untuk mengurangi kerugian dan dampak dari bahaya yang ditimbulkan dari perubahan iklim. Proses adaptasi terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan pendekatan infrastruktur hijau yang dapat dipahami sebagai penerapan infrastruktur yang ramah lingkungan.
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
29
inovasi Infrastruktur hijau ini merupakan kerangka ekologis untuk ke berlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan (Yoga, Nirwono). Infrastruktur hijau ini terintegrasi dengan rencana pem bangunan infrastruktur perkotaan. Infrastruktur hijau dapat ber wujud sistem jaringan yang saling terhubung antara komponen alami dan komponen buatan yang antara lain meliputi jalan, drainase, ruang terbuka hijau, persampahan, air minum dan limbah yang didukung dengan perencanaan berbasis tata ruang. Adaptasi terhadap perubahan iklim dengan pendekatan infrastruktur hijau diperlukan komitmen dan gerakan dari pemerintah maupun masyarakat. Baik pemerintah maupun masyarakat dapat melakukan adaptasi melalui perencanaan, desain dan pembangunan, manajemen pengelolaan dan pe nguatan kelembagaan. Perencanaan dan desain dimulai dari perencanaan tata ruang dan peraturan zonasi yang dilanjutkan dengan perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku. Manajemen pengelolaan yang dapat dilakukan melalui pemberian insentif kepada penyelenggara infrastruktur hijau maupun penguatan kelembagaan melalui pelatihan, sosialisasi maupun peningkatan kerjasama antar stakeholder (pemerintah, masyarakat, swasta) harus dapat terus dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan kebutuhan para stakeholder dalam menerapkan prinsip infrastrukur hijau. Sebagai contoh bentuk adaptasi yang telah menerapkan prinsip infrastruktur hijau adalah adaptasi yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang maupun masyarakat kota Semarang dalam menghadapi bahaya banjir. Pemerintah Kota Semarang telah melakukan penyusunan rencana zonasi, penyusunan masterplan drainase kota dan pembangunan ruang terbuka hijau yang telah sesuai dengan rencana tata ruang dan standar yang berlaku (Harwitasari, Dian, 2009).
Foto : Indra
Kolam retensi di Banda Aceh
30
Kesimpulan Pendekatan infrastruktur hijau dapat diterapkan sebagai wujud adaptasi terhadap ancaman dari perubahan iklim. Diharapkan adaptasi dengan pendekatan infrastruktur hijau dapat mengurangi efek dan dampak dari perubahan iklim sekaligus menerapkan pembangunan yang berwawasan lingkungan demi mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, diperlukan komitmen dari pemerintah dan semua stakelholder dalam bentuk pengaturan, kebijakan, pembiayaan, perencanaan pembangunan maupun penguatan kelembagaan untuk menerapkan pendekatan infrastruktur hijau dalam semua pembangunan infrastruktur di Indonesia. Daftar Pustaka • Burton, I. & Lim, B., 2001, ‘An Adaptation Policy Framework: Capacity Building for Stage II Adaptation, A UNDP-GEF Project’ in Primer on Climate Change and Sustainable Development Facts, Policy Analysis and Applications, Munasinghe, M & Swart, R. 2005, Cambridge University Press, Cambridge. • Harwitasari, Dian, 2009, Adaptation Responses To Tidal Flooding In Semarang, Indonesia, Thesis, IHS Erasmus, Rotterdam. • Moser, C. & Satterthwaite, D. 2008. Towards pro-poor adaptation to climate change in the urban centres of low and middle income countries. Human Settlement Program. International Institute for Environment and Development, London. • Munasinghe, M & Swart, R. 2005. Primer on Climate Change and Sustainable Development Facts, Policy Analysis and Applications, Cambridge University Press, Cambridge. • Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Climate change 2007: synthesis report. Geneva, Switzerland: IPCC,2007. • Yoga, Nirwono, n.d. Infrastruktur Hijau Kota. (online). (www. wwf.or.id, diakses 9 April 2013). *) Staf Subdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan, Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
lensa ck
Bantuan Kementerian Pekerjaan Umum Dalam Ekspedisi Bhakti Kesra Nusantara 2013
Foto-foto : Djati Waluyo Widodo
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
31
lensa ck
Pelatihan Gabungan Satgas Tanggap Darurat di Lido Bogor
Foto-foto : Moch. Indra
32
lensa ck
Pelantikan Pejabat Eselon 4
Dilingkungan Setditjen pejabat yang dilantik adalah Titi Sedyastuti sebagai Kasubbag Arsip dan Dokumentasi, Erry Gunawan sebagai Kasubbag Bantuan Hukum, Mardi Parnowiyoto sebagai Kasubbag Perundang-undangan, Moehammad Hasan sebagai Kasubbag Pengelolaan BMN I, Agus Sunarno sebagai Kasubbag bagian TU dan Rumah Tangga, Daniel sebagai Kasubag Pengelolaan BMN II, Haryanto sebagai Kasubbag Akuntansi dan Pelaporan, Siti Aliyah Junaedi sebagai Kasubbag TU Kepegawaian, Eka Yulia Widyanti sebagai Kasubbag Pengembangan Pegawai dan Hotman Frian sebagai Kasie Teknik Air Minum Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah II. Di lingkungan Direktorat Bina Program, Bhima Dhananjaya sebagai Kasi Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Subdit Data dan Informasi (DI), I Wayan Lindu Suwara sebagai Kasi Pengolahan Data dan Dokumentasi Subdit DI, Melly Septiani sebagai Kasi Tata Bangunan dan Lingkungan Permukiman Subdit EK, Erwin Adhi Setyadhi sebagai Kasi Program Tata Bangunan dan Lingkungan Permukiman Subdit Program dan Anggaran. Di lingkungan Direktorat Pengembangan Permukiman Subdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan antara lain Dendy Kurniadi sebagai Kasi Pengaturan dan Septina Rachmawati sebagai Kasi Pembinaan Kelembagaan. Di lingkungan Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL), Kusrianti sebagai Kasi Gedung Negara Subdit Pembinaan Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara, Jonny Zainuri Echsan sebagai Kasi Wilayah 1A Subdit Wilayah I, Indah Widi Hapsari sebagai Kasi Pemantauan dan Evaluasi Subdit Perencanaan Teknis. Di lingkungan Dit. PPLP, Albert Reinaldo sebagai Kasi Wilayah I Subdit Air Limbah. Di lingkungan Dit. PAM Ratria Anggraini Sudarsono sebagai Kasi Perencanaan Subdit Rentek, Dian Suci Hastuti sebagai Kasi Pengaturan Subdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan, Suryanto sebagai Kasi Wilayah IA Subdit Wilayah I, Iryanto Susatiyo sebagai Kasi Wilayah II B Subdit Wilayah II, Darmawel Umar sebagai Kasi Wilayah II A Subdit Wilayah II. Di lingkungan BPPSPAM, Ardhani Patrianingrum sebagai Kasubbag Informasi dan Tatalaksana Bagian Umum dan Informasi. Foto-foto : Danang Pidekso
Edisi 06 4Tahun XI4Juni 2013
33
seputar kita
Cipta Karya Sosialisasikan Pencegahan Kebakaran Gedung Negara Ditjen Cipta Karya Kementerian PU mensosialisasikan pencegahan dan penanggulangan kebakaran Bangunan Gedung Negara ke pada pengelola bangunan gedung di Kementerian/Lembaga di seluruh Indonesia. Sosialisasi tersebut dibuka oleh Dirjen Cipta Karya Imam S. Ernawi di Pendopo Kementerian PU, Rabu (12/6). Menurut Imam, untuk mendapatkan keandalan bangunan ge dung negara, hal pertama yang harus ada adalah komitmen dari pengelolaannya. Setelah secara internal kuat, menurut Imam, baru kemudian melembagakan pentingnya keandalan gedung kepada semua unit terkecil di instansi tersebut. “Unit kerja pengelola bangunan gedung tidak bisa berkerja sendiri, harus didukung semua unit lain,” kata Imam. (Teks: Buchori)
Delegasi PPB Sambangi Slum Upgrading dan Rusunawa Surabaya Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Hak atas Perumahan Layak, Mrs. Raquel Rolnik mengunjungi tiga kawasan penataan lingkungan di Kota Surabaya, Jumat (7/6). Ketiga lokasi tersebut yaitu kawasan program “Slum Upgrading” atau peningkatan kawasan kumuh di Boezem Morokrembangan, Kawasan Legundi, serta Rusunawa Penjaringan Sari. Rombongan Mrs. Rolnik dan Kemenlu RI sangat antusias dengan keberhasilan program peningkatan kawasan kumuh atau “slum upgrading” di Boezem Morokrembangan dan Legundi. “Rumah yang layak tidak hanya bagus dari sisi atap dan dinding maupun lantai, tetapi juga mampu melindungi dari bencana dan memadai infrastrukturnya” kata Mrs. Rolnik. (Teks: Danang)
Bank Dunia Siapkan 100 Juta USD Untuk Pembangunan Empat TPA Regional
Bank Dunia menyiapkan pinjaman sebesar US$ 100 juta kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk pembangunan Tempat
34
Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional dan Kota Metro dengan sistem sanitary landfill. Terdapat empat kota yang akan mendapat pinjaman dana yaitu, Kota Balikpapan, Yogyakarta, Manado dan Tangerang. Pembangunan TPA ini sudah masuk dalam usulan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri (blue book) Pemerintah Indonesia 2010-2014. Ditjen Cipta Karya Antonius Budiono, mengatakan pem bangunan TPA ini merupakan amanat UU No.18 Tahun 2008 bahwa pembangunan TPA harus menerapkan sistem sanitary landfill, atau minimal dengan control landfill. “Pembangunan ini kita prioritaskan untuk kota-kota Metro dan Besar karena masalah sampah sudah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak ,” kata Antonius. (Teks: Danang)
Citizen Journalism Cipta K arya Cerita adalah semangat. Mak a perlu sebuah rumah untuk menampungnya. Tulislah kisah perjalanan yang sudah membuka mata Anda, berbagilah dengan yang lain untuk memperkaya makna. Jurnalisme Warga Cipta Karya siap menampung kisah Anda lewat katakata dan karya foto. http://ciptakarya.pu.go.id/jurnalisme
“Program Kompensasi BBM bidang PU yang meliputi pembangunan infrastruktur permukiman, penyediaan air minum, dan air baku, sebenarnya seperti program reguler yang dilaksanakan oleh Kemen PU, hanya lebih diperluas dan dipercepat. Mereka sudah berpengalaman melaksanakan kegiatan tersebut” (Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Mulyadi)
Foto: Pembangunan jalan pelantar di Pulau Pemping, Provinsi Kepulauan Riau